3
BAB III PERUMUSAN MASALAH
3.1
Alasan Pemilihan Masalah Sejak pasca krisis perbankan pada akhir tahun 1990‐an hingga saat ini
sejumlah bank‐bank besar yang lebih sehat – baik bank lokal maupun bank asing atau bank joint‐venture hadir memenuhi industri perbankan Indonesia. Banyaknya jumlah bank pada saat ini menyebabkan persaingan menjadi semakin ketat. Ketatnya persaingan membuat bank‐bank saling berlomba dalam menarik perhatian konsumen melalui layanan dan produk‐produknya. Dalam menghadapi ketatnya persaingan, strategi saja tidak cukup bagi perusahaan untuk dapat bertahan apalagi tumbuh. Strategi bisnis yang ada harus didukung oleh budaya perusahaan yang tepat dan kuat sehingga perusahaan bisa memenangkan kompetisi. Selain itu, budaya perusahaan harus sesuai dengan kondisi lingkungan bisnis yang sedang terjadi. Jika budaya yang diterapkan di dalam perusahaan tidak sesuai dengan lingkungan maka bukannya menjadi competitive advantage tetapi justru menjadi penghambat. Pada saat ini, lingkungan bisnis berubah dengan sangat cepat dan menuntut penyesuaian yang lebih cepat dan sering pada cara kerja, jenis pekerjaan, dan kompetensi yang diperlukan. Budaya perusahaan yang dirasa sesuai dengan kondisi ini adalah budaya perusahaan yang berbasis entrepreneurship. Dengan adanya budaya entrepreneurial, perusahaan dapat menghadapi tantangan bisnis karena dapat membantu perusahaan dalam bertindak yang sesuai dengan sifat entrepreneurship (“7Fs” yang akan dijelaskan lebih lanjut). Hal inipun akan dapat membantu PT Bank Mega Tbk., karena dengan dimilikinya budaya entrepreneurial, PT Bank Mega Tbk. akan siap dalam menghadapi tantangan bisnis dan memenangkan persaingan yang ketat.
33
3.2
Posisi Permasalahan Sejak berdiri hingga tahun 2003, perhatian pemilik dan manajemen PT
Bank Mega Tbk. hanya terfokus pada pengembangan bisnis dan belum terlalu memikirkan masalah budaya perusahaan (corporate culture). Namun kemudian, sejalan dengan pengembangan bisnis dan peningkatan profesionalisme manajemen, pemilik mulai menyadari bahwa untuk bisa tetap bertahan dan unggul dalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan juga harus memperhatikan budaya perusahaan yang diyakini mencerminkan dan berperan penting dalam pembentukan kualitas kinerja dari organisasi perusahaan. Perusahaan dapat mencapai hasil yang optimal jika didukung dengan budaya perusahaan yang sesuai dan sumber daya yang kompeten. Untuk mendukung hal ini, maka dilakukan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan budaya perusahaan. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat budaya perusahaan yang terjadi dan apakah sesuai dengan iklim intrapreneurship yang diinginkan agar perusahaan siap dalam menghadapi tantangan bisnis dan unggul dalam persaingan. 3.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
•
Mengidentifikasi apakah pada saat ini perusahaan telah memiliki budaya entrepreneurial.
•
Mengidentifikasi apakah pihak manajemen pada perusahaan yang disurvei telah menunjukkan perilaku entrepreneurial.
•
Memberikan saran‐saran kepada perusahaan dalam melakukan peningkatan pada budaya perusahaan yang berbasis entrepreneurship.
34
3.4
Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang dilakukan penulis agar penelitian mengenai
corporate culture menjadi lebih terarah, adalah: 1. Penelitian dilakukan melalui penyebaran kuesioner pada karyawan di 4 divisi yaitu Corporate Secretary & Legal Division (CSLD), Credit Administration Division (CADD), Operation Service Division (OPSD), dan Retail Product Management (RPMD) di kantor pusat PT Bank Mega Tbk. yang berlokasi di Jakarta. 2. Data yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini diperoleh dari hasil kuesioner ELQ dan EOS, sedangkan data‐data lainnya diperoleh dari hasil wawancara, studi literatur, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian di PT Bank Mega Tbk. 3. Penelitian ini tidak berlanjut hingga ke tahap implementasi, dan hanya terbatas pada indentifikasi dan saran perbaikan. 3.5 3.5.1
Tinjauan Pustaka Budaya Perusahaan Budaya perusahaan merupakan suatu konsep baru yang terlahir dan
berkembang dari ilmu manajemen dan ilmu psikologi industri dan organisasi. Salah satu tokoh yang mempelopori teori budaya perusahaan adalah Edgar Schein (1992) yang berpendapat bahwa budaya perusahaan adalah suatu pola dimensi milik bersama yang dipelajari suatu kelompok pada saat memecahkan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah cukup berhasil sehingga dianggap sah dan, karena itu, akan diajarkan kepada anggota kelompok baru sebagai cara yang benar untuk mempersepsi, berpikir, dan merasakan dalam menghadapi masalah serupa.
35
Budaya perusahaan juga didefinisikan sebagai sistem nilai‐nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan (Moeljono, 2003). Berdasarkan Kotter dan Heskett (1992), budaya perusahaan memiliki dua tingkat, yaitu: 1. Bagian yang tampak (visible artefacts) 2. Bagian yang tidak tampak (shared values, deeper and less visible) B A G IA N Y A N G T A M P A K ~ B en tu k g ed u n g d an lay o u t ru an g an ~ C ara b erp ak aian ~ C ara b erk o m u n ikasi ~ C ara m en g am b il k ep u tu san ~ C ara p em b agian kew en an g an
B A G IA N Y A N G T ID A K T A M P A K ~ K eyak in an ~ N ilai‐n ilai ~ P erasaan ~ H arap an /Im p ian ~ H arg a d iri ~ P arad ig m a
Gambar 3.1 Budaya Perusahaan Victor S.L. Tan (2002) dalam bukunya “Changing Your Corporate Culture” mengemukakan 10 karakteristik budaya perusahaan sebagai berikut: 1. Individual initiative (inisiatif individual). Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi yang dimiliki seseorang. 2. Risk tolerance (toleransi terhadap tindakan berisiko). Tingkat karyawan diberi kebebasan untuk mengambil risiko, agresif dan inovatif. 3. Direction
(pengarahan).
Kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
menciptakan tujuan yang jelas dan menetapkan kinerja yang diinginkan. 4. Integration (integrasi). Tingkat sejauh mana unit‐unit dalam perusahaan diberi kebebasan untuk beroperasi dalam keadaan terkoordinasi.
36
5. Management support (dukungan manajemen). Tingkat sejauh mana manajer memberikan komunikasi yang jelas, asistensi dan dukungan kepada bawahannya. 6. Control (kontrol). Jumlah aturan dan banyaknya supervisi langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan. 7. Identity (identitas). Tingkat sejauh mana para karyawan beridentifikasi dengan perusahaan secara keseluruhan, daripada dengan kelompok kerja khusus tertentu atau bidang dari keahlian profesional tertentu. 8. Reward system (sistem imbalan). Sejauh mana alokasi imbalan (gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas atau kesukaan (favouritism). 9. Conflict tolerance (toleransi terhadap konflik). Tingkat sejauh mana karyawan diberi kebebasan untuk berbeda pendapat dan melakukan kritikan secara terbuka. 10. Communication patterns (pola komunikasi). Tingkat sejauh mana komunikasi perusahaan dibatasi pada hirarki wewenang formal. Budaya awal perusahaan berasal dari filosofi pendiri organisasi yang kemudian ditularkan kepada karyawan melalui proses pembelajaran. Budaya perusahaan bisa cocok pada waktu dan lingkungan tertentu tetapi ketika lingkungan berubah, maka budaya perusahaan harus disesuaikan. Penyesuaian ini dilakukan dengan harapan perusahaan bisa mempunyai budaya yang “baik” yaitu yang kuat dan tepat (sesuai dengan kondisi bisnis). Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya perusahaan dapat dipelajari dan dapat diubah mengikuti perubahan lingkungan bisnis. Proses pembentukan budaya perusahaan adalah sebagai berikut (Tika, 2005): 1. Interaksi
antar
pemimpin
atau
pendiri
perusahaan
dengan
kelompok/perorangan dalam perusahaan
37
2. Dari interaksi tersebut timbul ide yang kemudian ditransformasi menjadi artifak, nilai dan asumsi 3. Artifak, nilai, dan asumsi kemudian diimplementasikan sehingga menjadi budaya perusahaan 4. Untuk
mempertahankan
budaya
perusahaan,
maka
dilakukan
pembelajaran kepada karyawan baru dalam perusahaan Pimpinan/ Pendiri Perusahaan
Implementasi
Ide
Artifak Nilai Asumsi
Budaya Perusahaan Pembelajaran
Kelompok/ Perorangan dalam Perusahaan
1. Seleksi 2. Manajemen Puncak 3. Internalisasi
Gambar 3.2 Skema Pembentukan Budaya Perusahaan (Sumber: Tika, 2005)
3.5.2
Budaya Perusahaan Berbasis Entrepreneurship Budaya
perusahaan
berbasis
entrepreneurship
disebut
juga
intrapreneurship (intra‐corporate dan entrepreneurship) yang berarti menerapkan aktifitas wirausaha di dalam perusahaan (Gifford Pichot III, 1985). Intrapreneurship didefinisikan oleh Hisrich dan Peters (2004) sebagai usaha dari perusahaan untuk menyempurnakan proses kerja yang ada guna meningkatkan profit perusahaan. Pelaku intrapreneurship disebut intrapreneur. Intrapreneur adalah orang yang fokus pada inovasi dan kreatifitas, dan orang yang mentransformasikan mimpi dan ide menjadi sesuatu yang menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
38
Hisrich dan Peters (2004) mengemukakan bahwa perusahaan perlu mengembangkan lingkungan entrepreneur (intrapreneur environment) dan karakteristik kepemimpinan (leadership characteristic) untuk menciptakan suasana intrapreneurship. Dan untuk bisa dideskripsikan sebagai perusahaan yang berorientasi entrepreneurial tinggi, maka perusahaan harus memiliki nilai yang baik pada dimensi‐dimensi “7Fs” berikut (Thornberry, 2006): •
Fast (cepat): Kecepatan merupakan competitive advantage dalam menangkap peluang karena dengan dimilikinya hal ini, berarti perusahaan bergerak cepat dalam membuat keputusan, dalam mengalokasikan sumber daya, dan dalam pendistribusian.
•
Flexible (fleksibel): Fleksibilitas merupakan hal yang sama pentingnya dengan kecepatan karena dengan dimilikinya hal ini, berarti perusahaan memiliki kemampuan dalam mengalokasikan orang dan sumber daya.
•
Focused (fokus): Perusahaan harus membangun fokus yang jelas. Fokus dan fleksibilitas harus berjalan beriringan.
•
Friendly (ramah): Perusahaan harus ramah kepada internal dan eksternal konsumen dan kepada karyawannya karena dengan adanya keramahan, akan timbul kepuasan konsumen yang pada akhirnya mendorong perusahaan menuju peluang bisnis baru.
•
Frugal: Frugal berarti menggunakan dan menghemat penggunaan uang – untuk mendukung strategi perusahaan – dengan bijaksana.
•
Far‐reaching: Far‐reaching berarti pasar dan distribusi perusahaan harus luas karena peluang bisnis tidak hanya terbatas pada daerah atau negara tempat perusahaan berada.
•
Futuristic (orientasi pada masa depan): Futuristic berarti perusahaan harus memiliki pandangan ke masa depan. Untuk mengidentifikasi budaya entrepreneur atau kewirausahaan yang
ada di dalam perusahaan, Thornberry (2006) menciptakan alat bantu berupa 39
kuesioner Entrepreneurial Orientation Survey (EOS). Pada EOS, responden menilai perusahaan berdasarkan dimensi‐dimensi penting yaitu: penilaian perusahaan secara umum, rencana strategi, cross‐functionality, dukungan, intelejen pasar, risiko, kecepatan, fleksibilitas, fokus, masa depan, dan kondisi perusahaan. Selain itu, terdapat juga dimensi tambahan yaitu orientasi individu dan tentang karyawan itu sendiri. Dari hasil EOS, perusahaan bisa mengetahui dimensi entrepreneur yang masih kurang dan yang harus ditingkatkan lagi sehingga nantinya bisa mendukung perusahaan dalam menghadapi persaingan yang ketat ini. 3.5.3
Entrepreneurial Leadership Thornberry
(2006)
mengklasifikasikan
entrepreneurial
leadership
berdasarkan peran dan fokusnya. Berdasarkan perannya, tipe pemimpin dikelompokkan menjadi dua, yaitu activist (pemimpin yang berperan aktif) dan catalyst (pemimpin yang berperan sebagai katalis). Dan berdasarkan fokusnya, tipe pemimpin juga dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemimpin yang fokus pada internal perusahaan (internal focus) dan pemimpin yang fokus pada kondisi eksternal perusahaan (external focus). Klasifikasi entrepreneurial leadership tersebut, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
40
Entrepreneurial Role
Entrepreneurial Leadership and Roles Internal
External
Activist
Miners (Operational)
Explorers (Market)
Catalyst
Accelerators (Unit)
Integrators (Enterprise)
Focus of Opportunity Search
Gambar 3.3 Karakteristik Kepemimpinan (Sumber: Thornberry, 2006)
Tipe pemimpin aktivis merupakan orang‐orang yang terlibat langsung dengan value creation dimana mereka sendiri yang mengidentifikasi, mengembangkan, dan menangkap peluang bisnis baru. Berdasarkan fokusnya, tipe aktivis terbagi dua, yaitu miners (internal focus) dan explorers (external focus) dimana: •
Tipe miners merupakan tipe pemimpin yang lebih fokus pada aktifitas internal perusahaan. Pemimpin dengan tipe ini sering mencari peluang dalam mencari cara untuk bisa menjalankan bisnis dengan cara yang lebih murah sementara penciptaan nilai yang lebih baik bagi konsumen tetap dilakukan. Pada umumnya tipe ini lebih memikirkan leveraging assets dan sering menemukan peluang bisnis baru dengan cara rearranging atas apa yang sudah dimiliki perusahaan dengan cara kreatif.
•
Tipe explorers merupakan tipe pemimpin yang terlibat langsung dengan
value‐creating
activity
yang
bertujuan
utama
untuk
41
mengembangkan pasar baru, produk dan layanan baru atau keduanya. Kejelian dalam melihat peluang dan keberanian dalam mengambil risiko merupakan hal‐hal yang umumnya dimiliki oleh pemimpin dengan tipe ini. Dengan dimilikinya hal‐hal tersebut, tipe explorers menjadi cepat dan berani dalam menangkap peluang pasar. Tipe pemimpin katalis bukan merupakan orang yang terlibat langsung dengan value creation, tetapi berhubungan dengan penciptaan lingkungan yang entrepreneurial. Berdasarkan fokusnya, tipe katalis terbagi dua, yaitu accelerators (internal focus) dan integrators (external focus) dimana:
• Tipe accelerators merupakan tipe pemimpin yang fokus pada internal perusahaan, dan bertindak sebagai katalisator. Ciri khas dari tipe ini biasanya memimpin suatu unit, divisi atau cabang dari perusahaan. Pemimpin dengan tipe ini pada umumnya memotivasi karyawannya agar menjadi lebih inovatif dan berperilaku entrepreneurial, serta mendukung para karyawan untuk berani mengambil risiko tanpa adanya hukuman jika mereka membuat kesalahan karena accelerator yakin bahwa kesalahan merupakan proses pembelajaran.
• Tipe integrators merupakan tipe pemimpin yang tidak hanya menciptakan strategi entrepreneurial bagi perusahaan tapi juga membangun sumber daya manusia, stuktur, proses, dan budaya yang mendukung strategi tersebut. Biasanya pemimpin dengan tipe ini berada pada level senior atau top management dalam struktur organisasi perusahaan.
Untuk mengidentifikasi perilaku entrepreneurial pemimpin yang ada di dalam perusahaan, Thornberry menciptakan alat bantu berupa kuesioner ELQ (Entrepreneurial Leadership Questionnaire). Pada ELQ, responden diberikan pernyataan mengenai suatu perilaku entrepreneurial untuk dinilai 42
tingkat kepentingannya (seberapa penting perilaku seorang manajer dan top management berdasarkan pandangan karyawan) dan tingkat frekuensinya (seberapa sering manajer dan top management melakukan perilaku tersebut). Selain menilai penggolongan berdasarkan empat tipe entrepreneurial leadership yaitu Explorer, Miner, Accelerator, dan Integrator, dalam ELQ juga terdapat General Entrepreneurial Leadership (GEL) yang menilai entrepreneurial leaders secara umum. Klasifikasi dari tipe entrepreneurial leaders beserta rentangnya diperlihatkan pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Klasifikasi Pengukuran Variabel ELQ Nilai High Medium
(H) (M)
GEL 34 ‐ 45 23 ‐ 33
Low
(L)
9
‐
22
Explorer 34 ‐ 45 23 ‐ 33
Miner 26 ‐ 35 18 ‐ 25
9
7
‐
22
‐
17
Accelerator 38 ‐ 50 27 ‐ 37 10
‐
26
Integrator 53 ‐ 70 36 ‐ 52 14
‐
35
(Sumber: Thornberry, 2006)
Dari hasil ELQ, perusahaan bisa mengetahui perilaku yang masih harus ditingkatkan lagi karena masih kurang mendukung budaya entrepreneurial. 3.5.4
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Ada dua syarat yang berlaku pada sebuah kuesioner, yaitu keharusan
untuk valid dan reliabel. Untuk memenuhi syarat tersebut maka kuesioner harus diuji terlebih dahulu. Uji yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui kelayakan butir‐butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen kuesioner yang digunakan. Kuesioner bisa dikatakan valid jika nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikan 5%. 43
Uji reliabilitas adalah uji yang digunakan untuk mengukur kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk‐konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dalam kuesioner. Dalam pengujian ini digunakan koefisien Cronbach’s Alpha karena menggambarkan kelengkapan variasi dari item‐itemnya. Rumus koefisien Cronbach’s Alpha:
α=
k .r 1 − (k − 1)r
Dimana:
α = koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha
k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel lain
r = rata‐rata korelasi antar variabel manifes
Tabel 3.2 di bawah ini menunjukkan klasifikasi nilai koefisien keandalan yang dilakukan oleh Guilford (1973). Tabel 3.2 Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan Nilai Koefisien
Tingkat Korelasi
< 0.2 0.2 < k < 0.4 0.4 < k < 0.7 0.7 < k < 0.9 0.9 < k < 1 1
Tidak Ada Rendah Sedang Tinggi Tinggi Sekali Sempurna
44
4
BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA
4.1
Metodologi Pemecahan Masalah Metodologi penelitian merupakan langkah‐langkah dalam penelitian
yang dilakukan dengan maksud agar hasil yang sistematis dapat diperoleh, sehingga penelitian dapat dengan mudah dipahami secara keseluruhan. Pada bagian ini akan digambarkan mengenai tahapan penelitian yang dilakukan. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini. Identifikasi Masalah dan Tujuan Penelitian
Studi Pustaka
Penentuan Metode Penelitian
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Analisis Hasil Pengolahan Data
Kesimpulan dan Saran
Gambar 4.1 Tahapan Penelitian
45
4.1.1
Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Dalam menghadapi ketatnya persaingan, strategi saja tidak cukup bagi
perusahaan untuk dapat bertahan atau bahkan tumbuh. Strategi bisnis yang ada harus didukung oleh budaya perusahaan (corporate culture) yang tepat dan kuat sehingga perusahaan bisa memenangkan kompetisi. Permasalahan inilah yang akan dibahas oleh peneliti yaitu mengenai pentingnya budaya perusahaan sebagai pondasi perusahaan yang akan mendukung strategi bisnis. Tujuan penelitian ditetapkan berdasarkan permasalahan yang ada yaitu untuk mengetahui budaya perusahaan yang ada di PT Bank Mega Tbk. dan apakah ada perbedaan antara budaya yang ada pada saat ini dengan budaya yang diharapkan. Selain itu juga untuk mengidentifikasi adanya perilaku entrepreneurial di kalangan para pemimpin yang ada. 4.1.2 Studi Pustaka Dilakukannya studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang ada guna mendukung pemecahan permasalahan yang ada, dimana bahan studi tersebut dapat didapat dari literatur, buku‐buku, dan sebagainya dimana studi pustaka yang dilakukan berfokus pada budaya perusahaan yang entrepreneurial. 4.1.3
Metode Penelitian Untuk mengetahui bagaimana bentuk budaya perusahaan yang ada,
dan bagaimana kemungkinan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup perusahaan, peneliti menggunakan dua kuesioner yaitu Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan Entrepreneurial Leadership Questionnaire (ELQ) yang disebarkan kepada karyawan di 4 divisi yaitu Corporate Secretary & Legal
46
Division (CSLD), Credit Administration Division (CADD), Operation Service Division (OPSD), dan Retail Product Management (RPMD) di PT Bank Mega Tbk. 4.1.4
Pengumpulan dan Pengolahan Data Data‐data yang digunakan dalam penelitian dikumpulkan melalui
kuesioner yang disebarkan kepada karyawan di 4 divisi PT Bank Mega Tbk. dimana terkumpul kembali formulir EOS sebanyak 105 responden dan formulir ELQ sebanyak 104 responden. Selain dari hasil pengisian kuesioner, data‐data juga dikumpulkan melalui wawancara dengan karyawan dan observasi. Data‐data yang telah terkumpul kemudian diuji terlebih dahulu. Uji yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS 13.0 for Windows. Setelah data yang ada terbukti valid dan reliabel, barulah data diolah dengan menggunakan program Excel. Pengolahan data EOS dilakukan dengan cara menghitung rata‐rata tiap dimensi kunci yang menentukan budaya perusahaan. Hal yang sama juga dilakukan dengan data ELQ. 4.1.5
Analisis dan Pembahasan Data‐data yang telah diolah kemudian dianalisis dan dibahas. Pada
bagian ini peneliti menganalisis budaya perusahaan yang ada di PT Bank Mega Tbk. Hal yang dianalisis yaitu apakah budaya perusahaan saat ini telah bersifat entrepreneurial. Selain itu, peneliti juga melakukan analisis terhadap perilaku pemimpin di perusahaan berdasarkan sifat entrepreneurial. Kemudian dari kedua analisis tersebut dapat diketahui apakah budaya
47
perusahaan pada saat ini telah sesuai dengan yang diharapkan atau masih terjadi kesenjangan diantara keduanya. 4.1.6
Kesimpulan dan Saran Pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan berdasarkan dari
pengolahan dan analisis yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Setelah itu, peneliti juga memberikan saran‐saran kepada manajemen perusahaan dengan harapan bisa menjadi masukan yang berguna bagi perusahaan. 4.2 4.2.1
Pengumpulan dan Pengolahan Data Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian akan budaya perusahaan, peneliti
menggunakan instrumen agar dapat mengidentifikasi budaya perusahaan yang ada pada saat ini. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan Entrepreneurial Leadership Questionnaire (ELQ). 4.2.2
Teknik Pengukuran Variabel Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner ini terdiri dari pertanyaan‐pertanyaan yang kemudian diukur dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert adalah skala ordinal yang berisi beberapa alternatif jawaban (Santoso, 2006). Contoh penyajian skala Likert untuk sebuah pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner EOS: 1 = Sangat Tidak Setuju
3 = Ragu‐ragu
2 = Tidak Setuju
4 = Setuju
5 = Sangat Setuju
48
Beberapa modifikasi telah dilakukan, seperti skala diperlebar menjadi 1 sampai 7, atau skala diperkecil menjadi 1 sampai 3. Namun pada penelitian ini, akan digunakan skala 5 tingkat. 4.2.3
Uji Validitas dan Reliabilitas Berdasarkan analisis Neal Thornberry (2006), kuesioner EOS dan ELQ
– yang merupakan suatu alat ukur – telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Selain itu, dua kuesioner tersebut telah sering dipakai dalam mengukur budaya perusahaan yang berhubungan dengan entrepreneurship di perusahaan‐perusahaan besar di seluruh dunia seperti Siemens, IBM, dan 3M. Walaupun demikian, pengujian terhadap validitas dan reliabilitas tetap dilakukan. Pengujian kuesioner EOS dalam survei kali ini menggunakan data‐data yang diperoleh dari hasil survei di beberapa perusahaan di Indonesia. Pada hasil uji validitas untuk EOS, diperoleh hasil yang valid karena nilai koefisien korelasi (r) hasil perhitungan lebih besar dari nilai “rtable” = 0,077 (dengan faktor error 5%). Pada uji reliabilitas, hasil ditentukan oleh nilai Cronbach’s Alpha yang diperoleh dari hasil uji statistik dan hal ini bisa dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Nilai Cronbach’s Alpha dan Koefisien Korelasi (r) Cronbachʹs Alpha
Corrected Item Total Correlation
Umum
Faktor
0.667
0.372 < r < 0.460
Rencana Strategis Cross Functionality
0.674 0.722
0.397 < r < 0.464 0.341 < r < 0.647
Dukungan
0.745
0.365 < r < 0.585
Intelijen Pasar Resiko
0.717 0.754
0.329 < r < 0.589 0.350 < r < 0.647
Kecepatan Fleksibilitas
0.703 0.594
0.411 < r < 0.558 0.093 < r < 0.507
Fokus Masa Depan Orientasi Individu
0.736 0.812 0.816
0.305 < r < 0.610 0.552 < r < 0.688 0.192 < r < 0.675
(Sumber: Subandhi, 2007)
49
Berdasarkan perbandingan antara nilai Cronbach’s Alpha dan klasifikasi nilai koefisien keandalan maka diperoleh pernyataan bahwa semua data adalah reliabel dengan skala antara sedang hingga tinggi.
4.3 4.3.1
Analisis dan Interpretasi Hasil Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) Berdasarkan hasil survei EOS yang disebarkan kepada karyawan PT
Bank Mega Tbk., didapatkan hasil yang ditampilkan berupa spider web chart yang bisa dilihat pada gambar di bawah ini. Umum 5 Orientasi Individu
4
Rencana Strategi
3 Masa Depan
Cross Functionality
2 1 0
Fokus
Dukungan
Fleksibilitas Kecepatan
Intelijen Pasar Risiko
Gambar 4.2 Budaya PT Bank Mega Tbk.
Rincian nilai yang diperoleh atas survei yang dilakukan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Hasil Perhitungan EOS Kategori Umum
Nilai 3.13
Rencana Strategi Cross Functionality
3.22 3.58
Dukungan
3.50
Intelijen Pasar Risiko
3.45 2.54
Kecepatan Fleksibilitas
3.70 3.01
Fokus Masa Depan
3.45 3.19
Orientasi Individu
2.46
50
Berdasarkan gambar dan tabel di atas, bisa dilihat bahwa hasil perhitungan memperlihatkan kisaran angka antara 2.46 – 3.70 (skala 5). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum budaya entrepreneur di dalam organisasi PT Bank Mega Tbk. belum diterapkan secara optimal dan masih perlu ditingkatkan lagi. 4.3.1.1
Dimensi Kondisi Perusahaan Secara Umum Pada bagian ini, karyawan menilai kondisi perusahaan secara umum
dimana responden diberikan lima pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 3.13 (skala 5). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan perusahaan terhadap budaya entrepreneurial baru mencapai tingkat cukup sehingga perlu lebih ditingkatkan. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
2.22
3.33
3.85
4.01
2.25
Gambar 4.3 Dimensi Kondisi Perusahaan Secara Umum Dimana: 1
Menekankan pengendalian anggaran secara ketat. (‐)
2
Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting . (+)
3
Menyediakan dana untuk peluang bisnis baru. (+)
4
Menyediakan dana untuk ide‐ide yang benar‐benar bagus. (+)
5
Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran. (‐)
51
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa karyawan menilai penekanan dalam pengendalian anggaran adalah cukup rendah (dinilai dari aspek entrepreneurial culture) yaitu sebesar 2.22 (skala 5). Ini berarti perusahaan mengendalikan anggarannya secara ketat. Untuk mendorong tercapainya kondisi ini, perusahaan cukup memberikan penghargaan antara lain berbentuk kompensasi dan benefit kepada karyawan yang berhasil melakukan penghematan biaya di segala aspek. Dikatakan cukup menghargai karena hal tersebut ditunjukkan oleh angka 3.33 (skala 5) yang berarti cukup. Sebenarnya perusahaan tetap bersedia mengalokasikan dana untuk peluang bisnis baru yang dianggap menjanjikan. Hal ini ditunjukkan oleh angka yang cukup tinggi yaitu 3.85 (skala 5). Selain itu, perusahaan juga bersedia menganggarkan dana untuk ide‐ide yang benar‐benar bagus yang diperlihatkan oleh angka yang tinggi yaitu 4.01 (skala 5). Namun sayangnya kesediaan dalam memberikan dana belum didukung dengan prosedur yang cukup singkat sehingga walaupun karyawan memiliki kesempatan dalam mewujudkan ide‐idenya tetapi tahapan persetujuan – agar karyawan tersebut bisa mendapatkan dana – cukup berbelit‐belit. Hal ini ditunjukkan dengan angka yang cukup rendah yaitu 2.25 (skala 5). Panjangnya tahapan prosedur yang harus dilalui karyawan dalam mendapatkan dana proyek baru yang idenya disetujui mempengaruhi kecepatan perusahaan dalam melakukan langkah‐langkah perbaikan (corrective action) atau realisasi program inovatif, padahal dalam persaingan yang sangat ketat, kecepatan bertindak merupakan hal yang sangat penting agar tidak ada peluang bisnis (business opportunity) yang lewat begitu saja.
52
4.3.1.2
Dimensi Rencana Strategi Pada bagian ini, karyawan menilai rencana strategi yang dibuat oleh
perusahaan dimana responden diberikan lima pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 3.22 (skala 5). Penilaian ini menunjukkan bahwa rencana strategi yang dilakukan mencapai tingkat cukup. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
2.15
3.67
2.19
4.16
3.94
Gambar 4.4 Dimensi Rencana Strategi Dimana: 1
Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal. (‐)
2
Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti trend pasar . (+)
3
Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan. (‐)
4
Tidak mempunyai rencana yang jelas. (‐)
5
Sangat bergantung pada konsultan di luar perusahaan untuk membuat strategi. (‐)
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa nilai dalam penggunaan proses perencanaan strategi yang formal adalah rendah yaitu sebesar 2.15 (skala 5). Hal ini berarti bahwa dalam melakukan perencanaan strateginya, perusahaan menggunakan proses yang sangat formal. Proses yang sangat formal dapat berdampak buruk. Dikatakan demikian karena dengan terlalu formalnya proses perencanaan strategi berarti fleksibilitas perusahaan dalam memutuskan sesuatu dan bertindak menjadi kurang. Kurang fleksibelnya perusahaan dalam bertindak dapat menyebabkan perusahaan menjadi kurang bisa membiarkan strategi tumbuh berubah
53
mengikuti trend pasar. Hal ini dibuktikan dengan nilai yang hanya sebatas cukup saja yaitu sebesar 3.67 (skala 5). Dalam melakukan segala sesuatunya, perusahaan menginginkan karyawannya untuk bekerja persis dengan segala sesuatu yang telah direncanakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang rendah yaitu sebesar 2.19 (skala 5) – dinilai dari aspek entrepreneurial culture – yang berarti karyawan dituntut untuk selalu berpedoman dengan rencana dan anggaran tahunan yang telah dibuat. Alasan perusahaan dalam hal ini adalah bahwa rencana strategi yang menjadi pedoman karyawannya harus jelas – sesuai dengan yang sudah disetujui. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai yaitu sebesar 4.16 (skala 5). Nilai ketergantungan perusahaan pada konsultan untuk membuat strategi adalah cukup tinggi yaitu sebesar 3.94 (skala 5). Hal ini berarti bahwa di beberapa aspek, perusahaan masih menggunakan pihak luar yaitu konsultan dalam pembuatan strateginya tetapi bukan berarti hal ini menyebabkan ketergantungan pada konsultan karena secara keseluruhan perusahaanlah yang memutuskan strategi‐strategi yang akan digunakan. 4.3.1.3 Dimensi Cross Functionality (Kerjasama Antar Departemen / Fungsi) Pada bagian ini, karyawan menilai kerjasama antar departemen/fungsi dalam perusahaan dimana responden diberikan lima pertanyaan. Nilai rata‐ rata dari penilaian ini adalah 3.58 (skala 5). Penilaian ini menunjukkan bahwa kerjasama antar departemen/fungsi yang telah dilakukan selama ini bernilai cukup. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah.
54
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
3.19
3.70
3.87
3.50
3.64
Gambar 4.5 Dimensi Cross Functionality (Kerjasama Antar Departemen / Fungsi) Dimana: 1
Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi. (+)
2
Mempunyai departemen‐departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan yang lain. (+)
3
Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah. (+)
4
Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar departemen/antar fungsi.
5
Merotasi karyawan pada fungsi‐fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal pengembangan SDM. (+)
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa penilaian dalam adanya hambatan dalam bekerjasama antar departemen/fungsi adalah cukup yaitu sebesar 3.19 (skala 5) yang berarti karyawan tidak memiliki hambatan yang berarti dalam bekerjasama antar departemen/fungsi yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi antar departemen/fungsi berjalan dengan cukup baik yang terbukti dengan cukup tingginya nilai dalam pembagian ide dan informasi antar departemen/fungsi yaitu sebesar 3.70 (skala 5). Knowledge management merupakan hal yang penting bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang ketat karena dengan adanya pembagian ide dan informasi antar departemen/fungsi berarti karyawan bisa mengetahui informasi‐informasi penting sehingga keputusan akan pelaksanaan ide‐ide
55
baru bisa dilakukan dengan cepat. Hal ini didukung oleh perusahaan dengan cara mendorong adanya kegiatan diskusi antar departmen/fungsi dan pemecahan masalah yang ditunjukkan dengan cukup tingginya nilai untuk penilaian hal ini yaitu sebesar 3.87 (skala 5). Sayangnya dorongan untuk berdiskusi antar departemen/fungsi kurang didukung dengan pemberian penghargaan secara formal terhadap kerjasama antar departemen/fungsi. Hal ini ditunjukkan dengan lebih rendahnya nilai pemberian penghargaan jika dibandingkan dengan nilai pemberian dorongan untuk berdiskusi yaitu sebesar 3.50 (skala 5). Pemberian penghargaan secara formal perlu lebih ditingkatkan lagi karena dengan adanya penghargaan, karyawan bisa menjadi lebih termotivasi untuk bekerjasama terutama dalam berbagi ide dan informasi sehingga kecepatan perusahaan dalam berinovasi menjadi lebih baik lagi. Dalam merotasi karyawan pada fungsi‐fungsi yang berbeda, perusahaan dinilai cukup tinggi perhatiannya yaitu sebesar 3.64 (skala 5). Hal ini menunjukkan salah satu dukungan perusahaan dalam pengembangan SDM sebagai proses formal. Walaupun demikian, hal ini belum bisa dikatakan baik hingga rotasi karyawan perlu ditingkatkan lagi agar terjadi knowledge management yang lebih baik. 4.3.1.4
Dimensi Dukungan Terhadap Ide Baru Pada bagian ini, karyawan menilai dukungan perusahaan terhadap
ide‐ide baru dimana responden diberikan lima pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 3.50 (skala 5). Penilaian ini menunjukkan bahwa perusahaan cukup memberi dukungan terhadap ide‐ide baru. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah.
56
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
3.80
3.89
3.37
3.09
3.38
Gambar 4.6 Dimensi Dukungan Terhadap Ide Baru Dimana: 1
Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara‐cara baru dan berbeda
2
dalam mengerjakan sesuatu. (+) Ada satu fungsi penting di dalam organisasi, yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru. (+)
3
Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide‐ide karyawan. (+)
4
Organisasi segan mempertanyakan/mengubah cara‐cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu. (‐)
5
Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru. (+)
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa manajemen PT Bank Mega Tbk. cukup mendukung karyawan untuk memikirkan cara‐cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu. Hal ini ditunjukkan dengan cukup tingginya dalam penilaian yaitu sebesar 3.80 (skala 5). Dukungan ini perlu ditingkatkan lagi karena dengan adanya dukungan dari pihak manajemen, karyawan menjadi belajar untuk selalu berpikir dan bekerja dengan cara yang berbeda sehingga akan terjadi inovasi‐inovasi yang bisa berguna bagi perusahaan. Salah satu dukungan yang diberikan yaitu dengan adanya fungsi penting di dalam organisasi yang bertanggung jawab dalam inovasi dan pengembangan bisnis baru. Untuk hal ini, PT Bank Mega Tbk. tidak secara khusus membangun divisi terpisah tetapi masing‐masing divisi telah diberikan fungsi dan tanggung jawab dalam inovasi dan pengembangan
57
bisnis baru yang prosesnya dilakukan seperti pada proses bisnis. Oleh karena itu, penilaian dalam hal ini merupakan nilai tertinggi dalam pemberian dukungan perusahaan terhadap ide‐ide baru yaitu sebesar 3.89 (skala 5). Sayangnya hal ini kurang didukung dengan adanya sarana sumbang saran dalam menampung ide‐ide karyawan sehingga nilai yang didapat yaitu sebesar 3.37 (skala 5). Selain itu, organisasi cukup segan dalam mempertanyakan/mengubah cara‐cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu yang ditunjukkan dengan nilai 3.09 (skala 5). Hal ini perlu diubah karena untuk bisa maju dalam bisnis, perusahaan tidak bisa selalu memakai cara yang sama (lama) karena lingkungan usaha (macro dan micro environment) terus berubah sehingga cara‐ cara yang digunakan pun harus disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di pasar. Penilaian mengenai frekuensi bertemunya karyawan secara informal untuk berdiskusi mengenai ide bisnis baru ditampilkan dengan nilai cukup yaitu sebesar 3.38 (skala 5). Hal ini berarti karyawan cukup sering bertemu secara informal untuk berdiskusi mengenai ide bisnis baru. Penilaian cukup sering tidaklah cukup karena ide bisnis baru bisa saja lebih sering timbul dalam diskusi informal sehingga hal ini harus lebih ditingkatkan lagi. 4.3.1.5
Dimensi Intelijen Pasar Pada bagian ini, karyawan menilai kemampuan perusahaan dalam
melakukan intelijen pasar dimana responden diberikan lima pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 3.45 (skala 5). Penilaian ini menunjukkan bahwa perusahaan cukup melakukan intelijen pasar untuk membaca trend yang ada di pasar bernilai. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah.
58
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
4.28
2.84
3.52
3.20
3.42
Gambar 4.7 Dimensi Intelijen Pasar Dimana: 1
Konsumen adalah raja bagi perusahaan kami. (+)
2
Kecuali kamu berada di divisi pemasaran atau penjualan, dorongan untuk bertemu konsumen
3
sangat kurang. (‐) Perusahaan secara rutin melakukan survey kepuasan konsumen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam perusahaan. (+)
4
Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara langsung. (‐)
5
Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara menghadapinya. (+)
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa penilaian akan anggapan bahwa konsumen adalah raja bagi perusahaan bernilai tinggi yaitu sebesar 4.28 (skala 5) yang berarti karyawan menganggap konsumen adalah raja bagi perusahaan. Hal ini sesuai dengan corporate service tagline yang diluncurkan perusahaan yaitu “We Love Our Customers”. Dengan diluncurkannya tagline ini, karyawan diharapkan memberikan pelayanan yang terbaik dan tulus sehingga dapat memberikan pengalaman bertransaksi yang luar biasa kepada nasabah mengingat PT Bank Mega Tbk. merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang layanan jasa perbankan. Nilai yang diberikan karyawan mengenai dorongan untuk bertemu/berkomunikasi dengan konsumen walaupun berada di luar divisi pemasaran atau penjualan bernilai cukup rendah yaitu sebesar 2.84 (skala 5) yang menunjukkan bahwa karyawan yang didukung untuk sering bertemu
59
konsumen barulah divisi pemasaran atau penjualan yang dianggap harus lebih berurusan langsung dengan konsumen dalam pekerjaannya. Hal ini perlu ditingkatkan lagi karena bertemu langsung dengan konsumen merupakan hal yang penting karena perusahaan jadi bisa mengetahui apa saja yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen sehingga perusahaan bisa terus memberikan pelayanan yang terbaik. Walaupun karyawan diluar divisi pemasaran atau penjualan belum didorong untuk sering bertemu konsumen, perusahaan mendukung pemberian pelayanan yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan konsumen dengan cara memiliki spesial unit yang bernama KYC (Know Your Customers) dimana melalui KYC, perusahaan menjadi lebih mengenal konsumennya. Selain itu perusahaan juga mendukung dengan cara cukup rutin mengadakan survei mengenai kepuasan konsumen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam perusahaan. Hal‐hal ini merupakan hal yang penting bagi perusahaan mengingat konsumen adalah raja bagi perusahaan sehingga kepuasan konsumen menjadi perhatian nomor satu. Oleh karena itu, hal ini perlu ditingkatkan lagi sehingga nilai awal yang diperoleh yaitu sebesar 3.52 (skala 5) bisa menjadi lebih baik lagi. Penilaian karyawan akan frekuensi manajemen puncak mengunjungi konsumen secara langsung adalah sebesar 3.20 (skala 5). Hal ini baru bernilai cukup dan hal ini belum bisa dikatakan baik karena walaupun manajemen puncak meyakini bahwa konsumen menjadi perhatian nomor satu tetapi hal ini kurang didukung dengan tingginya frekuensi yang dilakukan manajemen puncak dalam mengunjungi konsumen secara langsung. Dalam melakukan market intelligence, selain mempunyai pengetahuan tentang konsumen, karyawan juga diharapkan mempunyai pengetahuan akan pesaing utama dan cara menghadapinya. Nilai untuk hal ini adalah cukup yaitu sebesar 3.42 (skala 5) yang berarti hampir sebagian besar karyawan memiliki pengetahuan akan pesaing dan cara menghadapinya. Hal 60
ini harus lebih ditingkatkan lagi karena jika semua karyawan memiliki pengetahuan ini berarti perusahaan bisa menjadi lebih cepat dalam membaca trend pasar dan menangkap peluang‐peluang bisnis baru. 4.3.1.6
Dimensi Keberanian Pengambilan Risiko Pada bagian ini, karyawan menilai keberanian perusahaan terhadap
pengambilan risiko dimana responden diberikan enam pertanyaan. Nilai rata‐ rata dari penilaian ini adalah 2.54 (skala 5). Penilaian ini menunjukkan bahwa keberanian perusahaan dalam mengambil risiko masih kurang padahal keberanian dalam pengambilan risiko sangat diperlukan dalam menangkap peluang bisnis baru agar perusahaan bisa memberikan produk dan pelayanan terbaik kepada nasabah. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
6
3.28
1.77
2.25
3.13
2.83
1.96
Gambar 4.8 Dimensi Pengambilan Risiko Dimana: 1
Perusahaan kam i bangga akan o rientasi dan budaya ko nservatif (anti perubahan). (‐)
2
K am i berhati‐hati untuk tidak m em buat kesalahan. (‐)
3
K am i berani m elakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi tanpa m enggunakan
4
analisis m endalam . (+) O rang‐orang yang didalam organisasi secara um um m em iliki kebebasan dan keberanian yang
5
cukup besar untuk m encoba hal baru dan gagal. (+) K ita berbicara banyak tentang perlunya pengam bilan resiko dalam perusahaan, nam un kenyataannya o rang‐o rang yang berani m encoba dan gagal tidak bertahan lam a di perusahaan tersebut (bisa karena dihukum , dipecat, dll). (‐)
6
K am i lebih m em ilih untuk tum buh berkem bang secara terencana dan terkontrol. (‐)
61
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa PT Bank Mega Tbk. tidak dinilai sebagai perusahaan yang bangga akan orientasi dan budaya konservatif yang ditunjukkan oleh nilai yang cukup 3.28 (skala 5). Hal ini berarti perusahaan tidak terpaku pada budaya konservatif dan berani melakukan perubahan. Dengan lingkungan yang selalu berubah dan persaingan yang sangat ketat, perusahaan cukup melakukan perubahan agar bisa melihat dan menangkap peluang bisnis baru. Dalam hal keberanian mengambil risiko, karyawan tidak dapat dikatakan berani karena dalam melakukan segala sesuatunya, mereka terlalu berhati‐hati agar tidak membuat kesalahan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 1.77 (skala 5) yang merupakan nilai terendah pada bagian ini. Karena selalu berhati‐hati maka karyawan menjadi kurang berani melakukan investasi bisnis baru dengan hanya berdasarkan intuisi semata sehingga setiap kali akan melakukan investasi bisnis baru harus menggunakan analisis mendalam. Hal ini diperlihatkan oleh nilai yang cukup rendah yaitu sebesar 2.25 (skala 5). Analisis memang diperlukan dalam melakukan investasi baru tetapi jika terlalu berhati‐hati, perusahaan bisa kehilangan kesempatan dalam menangkap peluang. Penilaian akan kebebasan dan keberanian – untuk mencoba hal baru dan gagal – yang dimiliki oleh orang‐orang yang didalam organisasi adalah cukup yaitu sebesar 3.13 (skala 5). Hal ini menunjukkan bahwa orang‐orang yang didalam organisasi secara umum cukup memiliki kebebasan dan juga memiliki keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal. Sayangnya hal ini kurang didukung perusahaan. Dikatakan demikian karena walaupun sering dibicarakan tentang perlunya pengambilan risiko namun kenyataannya orang‐orang yang berani mencoba dan gagal tidak bisa bertahan lama di perusahaan (bisa karena diberi penalti, dipecat, dll). Hal ini diperlihatkan dengan nilai yang cukup rendah yaitu sebesar 2.83 (skala 5). Sebaiknya perusahaan lebih mendukung hal ini karena sebenarnya kegagalan 62
merupakan proses dari pembelajaran dan pemberian sanksi kepada karyawan yang berusaha inovatif / kreatif namun gagal akan menghambat kegiatan entrepreneurship di perusahaan. Sebagai akibat dari pemberian hukuman kepada karyawan yang gagal yaitu karyawan menjadi kurang berani dalam bertindak dan lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol yang ditunjukkan dengan nilai yang cukup rendah pada bagian ini yaitu sebesar 1.96 (skala 5). Segala sesuatu yang terencana dan terkontrol memang baik untuk mengurangi risiko kegagalan tetapi jika terlalu berhati‐hati perusahaan bisa tertinggal dalam menangkap peluang. Oleh karena itu, diperlukan keberanian dalam pengambilan risiko terutama di lingkungan bisnis yang menuntut kecepatan dalam bereaksi. 4.3.1.7
Dimensi Speed (Kecepatan) Pada bagian ini, karyawan menilai kecepatan perusahaan dalam
menangani masalah dimana responden diberikan empat pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 3.70 (skala 5) dan merupakan nilai tertinggi dari keseluruhan suvei yang menilai elemen entrepreneurship dari perusahaan. Penilaian ini menunjukkan bahwa perusahaan cukup cepat dalam bertindak. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
4.03
3.37
3.62
3.79
Gambar 4.9 Dimensi Speed (Kecepatan)
63
Dimana: 1
Keluhan‐keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien. (+)
2
Masalah‐masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat. (‐)
3
Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan. (‐)
4
Konsumen menggambarkan kita sebagai perusahaan yang bergerak cepat. (+)
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa penanganan terhadap keluhan‐keluhan kosumen dilakukan dengan cepat dan efisien yang ditunjukkan dengan nilai yang tinggi yaitu sebesar 4.03 (skala 5). Hal ini merupakan merupakan hal yang baik karena dengan cepatnya penanganan keluhan konsumen, nasabah menjadi puas akan pelayanan perusahaan yang berarti sesuai dengan budaya perusahaan yang perhatian utamanya adalah memberi pelayanan yang terbaik kepada nasabah. Selain menangani keluhan‐keluhan konsumen, perusahaan juga cukup cepat dalam menyelesaikan masalah‐masalah yang ada walaupun tidak secepat dalam menangani keluhan‐keluhan konsumen. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang cukup yaitu sebesar 3.37 (skala 5). Kecepatan penanganan masalah masih harus ditingkatkan lagi karena kecepatan bisa menentukan keberhasilan maupun kegagalan dalam pergerakan dunia bisnis yang serba cepat ini. Dalam hal pengambilan keputusan, para manajer tidaklah memiliki otonomi yang besar dalam memutuskan segala sesuatunya. Penilaian untuk hal ini adalah cukup tinggi yaitu sebesar 3.62 (skala 5) yang berarti karyawan juga turut serta dalam menyelesaikan suatu masalah. Turut berpartisipasinya karyawan dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan hal yang bagus karena berarti pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan lebih cepat. Dengan cepatnya penanganan akan keluhan‐keluhan konsumen, maka konsumen menggambarkan perusahaan ini sebagai perusahaan yang bergerak cepat. Penilaian untuk hal ini mendapat nilai yang cukup tinggi
64
yaitu sebesar 3.79 (skala 5). Kecepatan perusahaan bergerak di mata konsumen merupakan hal yang bagus karena dengan ini berarti perusahaan bisa memenuhi keinginan konsumen dengan cepat. 4.3.1.8
Dimensi Fleksibilitas Pada bagian ini, karyawan menilai fleksibilitas perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya dimana responden diberikan lima pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 3.01 (skala 5). Penilaian ini menunjukkan bahwa fleksibitas perusahaan dalam bertindak baru bernilai cukup dan hal ini masih belum memadai karena lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat menuntut fleksibilitas. Hal ini masih perlu ditingkatkan lagi karena fleksibilitas merupakan hal penting agar bisa menangkap peluang dengan cepat sehingga bisa menentukan keberhasilan dari perusahaan. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
3.05
3.36
3.46
2.11
3.09
Gambar 4.10 Dimensi Fleksibilitas
65
Dimana: 1
Kami sangat bergantung pada team ad hoc /jangka pendek dalam menyelesaikan masalah‐
2
masalah. (+) Ketika kami melihat peluang bisnis, kami lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk
3
menangkap peluang tersebut. (‐) Kami sering memindahkan orang‐orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda
4
untuk meningkatkan perspektif (cara pandang) yang lebih luas. (+) Kami diharapkan untuk mengikuti tahap‐tahap formal yang telah ditetapkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. (‐)
5
Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam perusahaan. (+)
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa untuk harapan agar karyawan mengikuti tahap‐tahap formal yang telah ditetapkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan mendapat nilai yang cukup rendah yaitu sebesar 2.11 (skala 5) yang berarti karyawan selalu diharapkan untuk mengikuti tahap‐tahap formal yang telah ditetapkan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini perlu diperhatikan karena penyelesaian masalah dengan harus selalu melalui tahap‐tahap formal akan membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan dalam pergerakan bisnis yang cepat ini sangat diperlukan reaksi yang cepat pula. Dengan adanya tuntutan untuk selalu mengikuti tahap formal, maka karyawan menjadi kurang sering membentuk team ad hoc/jangka pendek dalam menyelesaikan masalah yang ditunjukkan oleh nilai yang bernilai cukup yaitu sebesar 3.05 (skala 5). Kurang bergantungnya karyawan pada team ad hoc dalam meyelesaikan masalah menunjukkan bahwa perusahaan kurang fleksibel dalam menghadapi suatu permasalahan. Fleksibilitas merupakan hal penting yang dapat menentukan kecepatan perusahaan dalam menangkap peluang bisnis. Kurang fleksibelnya perusahaan dapat mengakibatkan perusahaan menjadi lambat dalam menangkap peluang bisnis. Hal ini ditunjukkan oleh nilai yang hanya bernilai cukup yaitu sebesar 3.36 (skala 5) yang berarti dalam melihat peluang bisnis, perusahaan menjadi kurang cepat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang
66
tersebut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kecepatan reaksi, perusahaan harus lebih fleksibel dalam hal ini. Dalam pemindahan orang‐orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara pandang) yang lebih luas, perusahaan mendapatkan nilai 3.46 (skala 5) yang berarti perusahaan cukup melakukan pemindahan (rotasi) orang‐orang ke fungsi dan departemen yang berbeda. Dilakukannya perpindahan merupakan hal yang cukup baik karena dengan demikian, karyawan akan mendapat pengetahuan lain mengenai fungsi dan departemen yang berbeda di perusahaan. Hal ini masih perlu ditingkatkan lagi karena luasnya perspektif (cara pandang) karyawan dalam bekerja dapat menentukan fleksibilitas dan kecepatan reaksi perusahaan dalam menghadapi tantangan bisnis. Penilaian akan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam perusahaan adalah 3.09 (skala 5) yang berarti perusahaan tidak terlalu mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar dalam berkomunikasi. Hal ini merupakan hal yang cukup baik karena penggunaan status jabatan dan gelar dalam perusahaan dapat mengganggu karyawan dalam berkomunikasi sehingga dapat menghambat fleksibilitas perusahaan. 4.3.1.9
Dimensi Fokus Pada bagian ini, karyawan menilai fokus perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya dimana responden diberikan enam pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 3.45 (skala 5). Penilaian ini bernilai cukup dan menunjukkan bahwa perusahaan cukup fokus dalam menjalankan bisnisnya. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah.
67
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
6
3.61
3.35
3.91
2.67
3.72
3.46
Gambar 4.11 Dimensi Fokus Dimana: 1
Kami hanya melakukan beberapa hal, tetapi kami mengerjakannya dengan baik. (+)
2
Kita adalah organisasi yang terkotak‐kotak, bagian yang satu tidak mengetahui apa yang
3
dilakukan bagian yang lain. (‐) Manajemen puncak memiliki visi yang sangat jelas mengenai kemana arah kita dan bagaimana
4
mencapainya. (+) Jika kamu bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi perusahaan, kamu mungkin akan mendapat dua jawaban yang berbeda. (‐)
5
Kami bersedia mengeluarkan dana, selama itu untuk hal‐hal yang benar. (+)
6
Bahkan orang‐orang yang bekerja pada level terbawah tahu mengenai visi perusahaan. (+)
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa perusahaan cukup fokus dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang cukup tinggi dalam penilaian mengenai fokus karyawan dalam bekerja yaitu sebesar 3.61 (skala 5) yang menggambarkan bahwa walaupun karyawan hanya melakukan beberapa hal tetapi pekerjaannya dikerjakan dengan baik. Fokusnya perusahaan didukung dengan kesediaan perusahaan dalam mengeluarkan dana. Nilai untuk kesediaan dalam pengeluaran dana adalah cukup tinggi yaitu sebesar 3.72 (skala 5) yang berarti selama untuk hal‐hal yang benar – yaitu untuk menangkap peluang bisnis atau bahkan membuat peluang baru – yang sesuai dengan lingkup bisnisnya, perusahaan bersedia mengeluarkan dana.
68
Perusahaan bukanlah organisasi yang terkotak‐kotak. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang cukup yaitu sebesar 3.35 (skala 5) yang berarti perusahaan merupakan satu kesatuan organisasi dimana bagian yang satu cukup mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain. Kesatuan dari perusahaan bisa ditingkatkan lagi dengan rotasi karyawan sehingga antar departemen bisa berbagi informasi dan saling mengetahui apa yang dilakukan oleh bagian lain. Dalam hal kejelasan visi, manajemen puncak memiliki visi yang jelas yang ditunjukkan dengan nilai yang cukup baik yaitu sebesar 3.91 (skala 5). Hal ini bisa lebih ditingkatkan lagi karena kejelasan visi dari manajemen puncak dapat mempermudah pemahaman karyawan akan arah yang ingin dituju dan cara pencapaiannya. Kejelasan visi dari manajemen puncak ini didukung dengan sosialisasi yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang cukup yaitu sebesar 3.46 (skala 5) yang berarti visi perusahaan cukup tersosialisasi dengan baik sehingga cukup diketahui sampai level terbawah perusahaan. Sayangnya kejelasan visi kurang didukung dengan kejelasan strategi perusahaan sehingga dapat menyebabkan timbulnya ketidaksepahaman mengenai strategi perusahaan. Penilaian untuk hal ini adalah cukup rendah yaitu sebesar 2.67 (skala 5) yang berarti pada dua karyawan bisa diperoleh pemahaman akan strategi perusahaan yang berbeda. Penjelasan mengenai strategi
perusahaan
harus
lebih
disosialisasikan
lagi
karena
ketidaksepahaman karyawan akan strategi perusahaan dapat menyebabkan perusahaan berjalan salah arah. 4.3.1.10 Dimensi Orientasi Masa Depan Pada bagian ini, karyawan menilai orientasi perusahaan di masa depan dimana responden diberikan lima pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian
69
ini adalah 3.19 (skala 5). Penilaian ini menunjukkan bahwa perusahaan cukup berorientasi pada masa depan walaupun masih belum memadai. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
3.67
2.81
3.37
3.22
2.90
Gambar 4.12 Dimensi Orientasi Perusahaan pada Masa Depan Dimana: 1
Kami sadar bahwa perusahaan kami adalah perusahaan yang terdepan/terbaik di bidangnya. (+)
2
Kami tidak banyak berinvestasi di R&D. (‐)
3
Perusahaan kami senang menciptakan pasar yang benar‐benar baru berdasarkan produk‐produk
4
yang sangat inovatif, dimana konsumen sendiri belum tahu kalau mereka membutuhkannya. (+) Kami cenderung lebih sebagai pengikut/ follower daripada pemimpin dalam pengembangan
5
produk baru. (‐) Secara umum, para karyawan tidak diberikan penghargaan dalam bereksperimen mencoba hal‐ hal baru. (‐)
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa karyawan
menempatkan perusahaan sebagai perusahaan yang cukup baik di bidangnya yang ditunjukkan dengan nilai yang cukup tinggi yaitu 3.67 (skala 5). Di dunia bisnis yang sarat akan persaingan ini, penilaian cukup baik saja tidak lah cukup. Oleh karena itu, perusahaan harus lebih meningkatkan lagi pelayanan dan produk‐produknya agar bisa menjadi perusahaan yang baik atau bahkan terbaik di bidangnya sehingga bisa menjadi lebih maju, lebih berkembang, dan pada akhirnya bisa memenangkan persaingan.
70
Salah satu hal yang bisa mempengaruhi peningkatan pelayanan dan
penciptaan produk‐produk baru adalah adanya R&D. Dengan adanya R&D, perusahaan bisa menciptakan produk‐produk baru ataupun hal‐hal baru yang nantinya bisa mendukung jalannya bisnis. Sayangnya hal ini kurang didukung oleh perusahaan. Kurangnya dukungan dari perusahaan, ditunjukkan dengan nilai cukup rendah yaitu sebesar 2.81 (skala 5) yang berarti perusahaan belum banyak berinvestasi di R&D.
Penciptaan produk‐produk baru yang sangat inovatif ini nantinya
dapat mendorong terciptanya pasar yang benar‐benar baru. Sayangnya hal ini kurang dapat terealisasi dimana hal ini ditunjukkan dengan nilai yang baru bernilai cukup yaitu sebesar 3.37 (skala 5). Kurang terealisasinya penciptaan pasar yang benar‐benar baru, menyebabkan perusahaan cenderung menjadi pengikut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai sebesar 3.22 (skala 5) yang berarti dalam pengembangan produk, perusahaan masih cenderung menjadi pengikut (follower) ketimbang memimpin.
Penilaian dalam pemberian penghargaan kepada karyawan – yang
bereksperimen mencoba hal‐hal baru – masih rendah yaitu sebesar 2.90 (skala 5). Hal ini berarti masih kurangnya apresiasi perusahaan terhadap karyawan yang melakukan eksperimen. Pemberian penghargaan terhadap karyawan yang kreatif dan inovatif harus lebih ditingkatkan lagi karena adanya apresiasi yang sesuai bisa menjadi motivasi karyawan dalam berinovasi yang nantinya hal ini dapat mendorong terciptanya pasar yang benar‐benar baru bagi perusahaan. 4.3.1.11 Dimensi Orientasi Individu Pada bagian ini, karyawan menilai orientasi mereka sendiri terhadap nilai‐nilai entrepreneurship dimana responden diberikan 9 pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 2.46 (skala 5) dan merupakan nilai terendah
71
dari semua elemen. Penilaian ini menunjukkan bahwa belum banyak karyawan yang mempunyai sifat entrepreneurial. Sifat entrepreneurial merupakan hal yang penting karena dengan dimilikinya sifat entrepreneurial, karyawan akan menjadi lebih terbiasa dan mudah melihat, menangkap atau menciptakan peluang bisnis baru. Hal ini nantinya akan dapat membantu perusahaan untuk maju dan berkembang sehingga perusahaan tidak saja hanya bisa bertahan dalam persaingan yang ketat tapi juga bisa memenangkannya. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
6
7
8
9
4.16
2.36
2.19
2.15
3.27
2.09
1.50
2.59
1.80
Gambar 4.13 Dimensi Orientasi Individu Dimana: 1
Saya sering berangan‐angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri. (+)
2
Saya tidak menilai diri saya sebagai pemberontak (suka mempertanyakan hal‐hal yang tidak
3
benar). (‐) Jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan anda sebaik‐baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. (‐)
4
Saya sering berkhayal/melamun di tempat kerja. (+)
5
Saya suka mempertanyakan dan berusaha mengubah status quo. (+)
6
Saya tidak menyukai orang yang suka melanggar aturan. (‐)
7
Sangat penting bagi saya untuk mendapatkan gaji yang adil dan pasti. (‐)
8
Saya rela menukar gaji saya sekarang dengan gaji yang lebih rendah, disertai kepemilikan saham
9
Saya lebih nyaman dalam suatu lingkungan yang relatif lebih terstruktur/teratur. (‐)
pada suatu perusahaan baru, yang berisiko sekalipun. (+)
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa ada dua nilai yang
di atas rata‐rata pada bagian ini. Nilai yang paling bagus adalah mengenai keinginan karyawan dalam menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri
72
yaitu sebesar 4.16 (skala 5) yang berarti bahwa pada dasarnya karyawan memiliki angan‐angan untuk berwirausaha. Selain itu, yaitu mengenai perilaku karyawan dalam mempertanyakan dan berusaha mengubah status quo yang nilainya sebesar 3.27 (skala 5) yang berarti karyawan cukup suka mempertanyakan dan berusaha mengubah status quo. Sayangnya hanya dua hal tersebut saja yang nilainya berada di atas rata‐rata sedangkan tujuh hal sisanya masih berada di bawah rata‐rata. Hal‐ hal lainnya yang masih berada di bawah rata‐rata adalah mengenai penilaian akan diri sendiri terhadap:
•
Perilaku “pemberontak” dan suka mempertanyakan hal‐hal yang tidak benar. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 2.36 (skala 5) yang berarti karyawan tidak menilai dirinya sebagai seseorang dengan perilaku “pemberontak” yang suka mempertanyakan hal‐hal yang tidak benar. Hal ini masih harus diperbaiki lagi karena sebenarnya intrapreneurship membutuhkan orang‐orang yang memiliki jiwa “pemberontak”. Tetapi jiwa “pemberontak” yang dimaksud disini adalah sifat memberontak yang membangun (rebellious constructionists) bukan sifat memberontak yang kerjanya hanya mengeluh (rebellious complainers).
•
Jalan tercepat untuk mencapai puncak. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 2.19 (skala 5) yang berarti karyawan berkeyakinan bahwan jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan cara melakukan pekerjaan mereka sebaik‐baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. Hal ini masih harus diperbaiki lagi karena melakukan pekerjaan hanya sesuai dengan deskripsi yang telah ditentukan belum tentu akan menghasilkan hasil yang terbaik. Dikatakan demikian karena di dalam lingkungan bisnis yang selalu berubah ini, karyawan harus bisa bekerja dengan lebih fleksibel tanpa terlalu tergantung dengan deskripsi pekerjaan yang ditentukan, apabila dirasakan perlu.
73
•
Perilaku sering berkhayal/melamun di tempat kerja. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 2.15 (skala 5) yang berarti karyawan tidak suka berkhayal/melamun di tempat kerja. Berkhayal/melamun di tempat kerja bukanlah suatu hal yang buruk selama berkhayal/melamun yang berhubungan pekerjaan karena dari perilaku itulah ide‐ide baru yang inovatif bisa muncul. Oleh karena itu, hal ini masih harus diperbaiki lagi agar perusahaan nantinya lebih bisa menawarkan pelayanan dan produk yang inovatif kepada nasabahnya.
•
Orang yang suka melanggar aturan. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 2.09 (skala 5) yang berarti karyawan tidak menyukai orang yang suka melanggar aturan. Pada dasarnya, intrapreneurship membutuhkan orang‐ orang yang memiliki jiwa pemberontak. Oleh karena itu, sebenarnya melanggar aturan selama masih dalam hal positif yang bertujuan membangun, terkadang perlu dilakukan.
•
Gaji yang adil dan pasti. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 1.50 (skala 5) yang berarti mendapatkan gaji yang adil dan pasti merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan. Cepat berubahnya lingkungan bisnis menyebabkan karyawan memilih hal‐hal yang sudah pasti dan salah satunya adalah perihal gaji dimana karyawan menganggap gaji yang adil dan pasti merupakan hal yang sangat penting.
•
Menukar gaji yang sekarang dengan gaji yang lebih rendah, disertai dengan kepemilikan saham perusahaan baru yang berisiko sekalipun. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 2.59 (skala 5) yang berarti karyawan tidak rela menukar gaji mereka yang sekarang dengan gaji yang lebih rendah walaupun disertai dengan kepemilikan saham pada suatu perusahaan baru apalagi saham tersebut masih berisiko. Dalam lingkungan bisnis yang serba tidak pasti dan penuh risiko ini menyebabkan karyawan menjadi tidak berani untuk mengambil risiko sehingga mereka lebih memilih penghasilan pada saat ini dibandingkan 74
kepemilikan saham apalagi yang masih tergolong berisiko. Hal ini masih harus diperbaiki lagi karena dalam entrepreneur seringkali dibutuhkan keberanian dalam pengambilan risiko.
•
Lingkungan kerja. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 1.80 (skala 5) yang berarti karyawan sangat mengharapkan bisa bekerja dalam suatu lingkungan yang lebih nyaman dan teratur.
4.3.1.12 Kondisi Perusahaan
Pada bagian ini, karyawan menilai kondisi perusahaan pada saat ini.
Hal‐hal yang dinilai adalah mengenai kinerja perusahaan, pemberdayaan sumber daya manusia, inovasi, dan sistem penggajian karyawan. Secara umum, nilai yang diperoleh pada penilaian ini adalah 3.17 (skala 5) yang berarti secara umum, kondisi perusahaan baru bernilai cukup dan masih perlu ditingkatkan lagi.
•
Kinerja Perusahaan Kinerja Perusahaan Dibandingkan dengan Kompetitor
Di atas rata‐
Rata‐rata
rata
52%
30%
Di bawah rata‐
Sangat baik 14%
Sangat buruk 0%
rata 4%
Gambar 4.14 Kinerja Perusahaan Dibanding Kompetitor Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden (52%) menilai PT. Bank Mega Tbk. sebagai perusahaan dengan
75
kinerja rata‐rata jika dibandingkan dengan kompetitor, 30% menilai kinerja perusahaan berada di atas rata‐rata, 14% menilai sangat baik, dan sisanya yaitu sebanyak 4% responden menilai kinerja perusahaan berada di bawah rata‐rata. Pada penilaian ini juga diperoleh nilai sebesar 3.54 (skala 5) yang berarti kinerja perusahaan masih berada pada golongan rata‐rata. Kinerja perusahaan bisa menentukan apakah perusahaan mampu bertahan dalam dunia bisnis dan bahkan memenangkan persaingan. Oleh karena itu, agar perusahaan bisa memenangkan persaingan maka kinerjanya harus ditingkatkan lagi karena kinerja yang ada pada saat ini belum bisa dikatakan bagus di mata karyawannya.
•
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Rata‐rata 49%
Di atas rata‐
Di bawah rata‐
rata
rata 24%
13% Sangat baik
Sangat buruk
10%
4%
Gambar 4.15 Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa hampir separuh responden (49%) menilai pemberdayaan sumber daya manusia di PT Bank Mega Tbk. berada di tingkatan rata‐rata, 24% menilai di bawah rata‐rata, 13% menilai di atas rata‐rata, hanya 10% yang menilai sangat baik, dan bahkan
76
ada juga reponden (4%) yang memberikan penilaian sangat buruk untuk pemberdayaan sumber daya manusia. Salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan maupun kegagalan perusahaan dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat adalah sumber daya manusia. Dikatakan demikian karena sumber daya manusia merupakan aset terbesar perusahaan, terutama bagi PT Bank Mega Tbk. yang bergerak dalam bidang layanan jasa perbankan dimana kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting dalam menjalankan bisnisnya. Sebagai perusahaan yang ingin memberikan layanan terbaik kepada nasabah, kualitas sumber daya manusia menjadi perhatian utama. Pada saat ini, pemberdayaan sumber daya manusia perusahaan berada pada tingkatan rata‐ rata dengan nilai 3.03 (skala 5). Hal ini bisa menghambat perusahaan dalam menghadapi persaingan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengoptimalkan pemberdayaan sumber daya manusia dan juga melakukan peningkatkan kualitas secara terus menerus.
•
Inovasi Inovasi Perusahaan
Rata‐rata Suka
43%
bereksperimen 30% Tidak suka
Sangat suka bereksperimen Sangat konservatif 12%
bereksperimen 8%
7%
Gambar 4.16 Inovasi Perusahaan
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa dalam hal inovasi, 43% responden menilai PT. Bank Mega Tbk. berada pada tingkatan rata‐rata,
77
30% menilai perusahaan suka melakukan eksperimen, 12% menilai perusahaan sangat suka bereksperimen, 8% menilai perusahaan tidak suka bereksperimen, dan sisanya (7%) menilai perusahaan dalam tingkatan sangat konservatif. Dalam menghadapi tantangan bisnis, inovasi sangat diperlukan. Inovasi merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena dengan melakukan inovasi terhadap produk ataupun jasa yang ditawarkan, perusahaan dapat menawarkan produk dan layanan yang sesuai dengan harapan dan keinginan nasabah atau bahkan bisa melebihi harapan. Dengan adanya inovasi, perusahaan bisa menangkap peluang yang ada atau bahkan bisa menciptakan peluang baru. Oleh karena itu, perusahaan perlu lebih berinovasi karena dengan nilai inovasi rata‐rata 3.33 (skala 5), hal ini akan sulit dilakukan.
•
Penggajian Karyawan Penggajian Dibandingkan dengan Kompetitor Buruk dibandingkan kompetitor/pesaing 19%
Memberikan gaji sesuai kinerjanya 19% Hampir sama dengan
Di bawah
kompetitor/pesaing
kompetitor/pesaing
20%
42%
Gambar 4.17 Kebijakan Penggajian Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa hampir separuh responden (42%) menilai sistem penggajian PT Bank Mega Tbk. masih berada dibawah kompetitor, 20% menilai penggajian perusahaan hampir sama dengan kompetitor, 19% menilai perusahaan memberikan gaji sesuai dengan
78
kinerja dari karyawan, dan 19% memberikan penilaian bahwa sistem penggajian perusahaan jauh lebih buruk dibandingkan dengan kompetitor. Sistem penggajian merupakan hal yang penting karena bisa mempengaruhi kinerja karyawan. Dengan adanya sistem yang baik maka karyawan menjadi termotivasi untuk berkerja lebih baik lagi sehingga kinerja perusahaan pun bisa menjadi lebih baik. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan memperbaiki sistem penggajian yang diterapkan saat ini karena sistem penggajian yang sekarang berada di bawah rata‐rata (2.78 skala 5). 4.3.1.13 Tentang Saya (Karyawan) Pada bagian ini, karyawan menilai diri sendiri terhadap hubungannya dengan sifat‐sifat intrapreneurship dimana responden diberikan 10 pertanyaan. Nilai rata‐rata dari penilaian ini adalah 3.48 (skala 5) yang menunjukkan bahwa penilaian karyawan terhadap jiwa entrepreneurial masih perlu ditingkatkan lagi karena nilai yang diperoleh baru bernilai cukup. Hasil dari penilaian pada dimensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Mean
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2.96
2.56
3.45
2.98
3.17
3.28
3.90
4.15
4.32
4.06
Gambar 4.18 Dimensi Tentang Saya Dimana: 1 2 3
Saya lebih bangga terhadap keberhasilan dari keahlian teknis saya dibandingkan dengan kemampuan saya dalam memimpin. (‐) Saya lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan organisasi belum mapan dan tidak terorganisasi. (‐) Sebagian besar orang di organisasi kami menggambarkan saya sebagai orang yang maverick (pemberani dan independent). (+)
79
4
Saya bangga terhadap diri saya sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan. (+)
5
Rekan kerja menggambarkan saya sebagai orang kreatif yang suka kerja sendiri. (+)
6
Saya yakin entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan. (+)
7
Saya yakin entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki banyak kualifikasi/
8
karakter lain yang tepat. (+) Saya yakin entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran. (+)
9
Saya yakin setiap orang bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur . (+)
10 Saya yakin sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari karakter personal. (+)
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa ada tiga nilai yang berada di bawah rata‐rata yaitu mengenai:
•
Kebanggaan karyawan akan keahlian teknis dibandingkan dengan kemampuan memimpin. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 2.96 (skala 5) yang berarti karyawan lebih bangga akan keahlian teknisnya dibandingkan dengan kemampuannya dalam memimpin. Hal ini perlu diperbaiki karena dalam intrapreneurship, kemampuan memimpin lebih banyak diperlukan daripada kemampuan teknis. Dikatakan demikian karena dengan memiliki kemampuan memimpin, karyawan dapat menjadi inspirator dan motivator bagi karyawan lain dalam menangkap peluang bisnis baru.
•
Pilihan untuk menjalankan organisasi yang sudah tertata dan terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan organisasi yang belum mapan dan tidak tertata. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 2.56 (skala 5) yang berarti karyawan lebih memilih untuk menjalankan organisasi yang sudah tertata dan terintegrasi dengan baik. Hasil ini menunjukkan bahwa karyawan lebih menyenangi lingkungan yang sudah stabil. Hal ini masih harus diperbaiki lagi karena hasil tersebut bertolak belakang dengan jiwa entrepreneur yang cenderung bekerja dalam lingkungan yang belum mapan.
80
•
Kebanggaan karyawan sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 2.98 (skala 5) yang berarti rendahnya kebanggaan karyawan akan dirinya sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan. Hal ini masih harus diperbaiki lagi karena dalam hubungannya dalam intrapreneurship, mengerti politik (secara sehat) di dalam perusahaan akan menjadi sangat berguna bagi karyawan.
Hasil nilai lainnya yang berada di atas rata‐rata adalah mengenai:
•
Penilaian karyawan lain akan dirinya sebagai orang yang maverick (pemberani dan independent). Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 3.45 (skala 5) yang berarti karyawan digambarkan karyawan lain sebagai orang yang cukup pemberani dan independent. Hal ini masih perlu ditingkatkan lagi karena sifat pemberani dan independent sangat diperlukan oleh seorang intrapreneur terutama dalam hal keberanian mengambil risiko.
•
Penilaian karyawan lain akan dirinya sebagai orang kreatif yang suka kerja sendiri. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 3.17 (skala 5) yang berarti karyawan digambarkan karyawan lain sebagai orang yang cukup kreatif dan cukup mandiri. Hal ini masih perlu ditingkatkan lagi karena kreatifitas dari karyawan dapat menentukan kelangsungan hidup perusahaan.
•
Keyakinan karyawan akan entrepreneurship. Berdasarkan hasil dari pengolahan data dapat diketahui bahwa: o Karyawan cukup yakin bahwa entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan, yang ditunjukkan dengan perolehan nilai sebesar 3.28 (skala 5). o Karyawan cukup yakin bahwa entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki banyak kualifikasi/karakter lain yang tepat, yang ditunjukkan dengan nilai sebesar 3.90 (skala 5). 81
o Karyawan yakin bahwa entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai sebesar 4.15 (skala 5). o Karyawan yakin bahwa setiap orang bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur, yang ditunjukkan dengan nilai sebesar 4.32 (skala 5). o Karyawan yakin bahwa sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari karakter personal, yang ditunjukkan dengan nilai sebesar 4.06 (skala 5). Hasil di atas merupakan hal yang baik karena berarti karyawan yakin bahwa entrepreneur bukanlah dilahirkan melainkan diciptakan melalui proses pembelajaran. Dengan berdasarkan pada keyakinan ini maka perusahaan dapat menciptakan budaya entrepreneurial yang nantinya dapat menciptakan nilai lebih bagi perusahaan. 4.3.2
Entrepreneurial Leadership Questionnaire (ELQ) Pada tabel di bawah ini dapat dilihat hasil dari pengolahan ELQ yang
dilakukan di PT Bank Mega Tbk.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan ELQ Maximum Value
Tipe
Impotance
Frequency
Pemimpin
(I)
(F)
(MV)
35.94 (H) 28.37 (H) 41.21 (H)
29.26 (M) 23.45 (M) 33.56 (M)
45
6.68
18.58%
15.74
34.97%
Miners Accelerators
35
4.91
17.32%
11.55
32.99%
Integrators GEL
54.67 (H) 30.16 (M)
44.93 (M) 25.13 (M)
50 70 45
7.65 9.74 5.03
18.57% 17.82% 16.67%
16.44 25.07 19.87
32.88% 35.81% 44.15%
Explorers
Gap F thdp I
F thdp MV
Dimana: •
M = Medium
•
H = High
82
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa hanya General Entrepreneurial Leadership (GEL) yang menunjukkan bahwa tingkat kepentingan
dan
tingkat
frekuensi
dari
dilakukannnya
perilaku
entrepreneurial berada pada kategori yang sama yaitu Medium (M) sedangkan empat tipe lainnya yaitu Explorers, Miners, Accelerators, dan Integrators, menunjukkan adanya kesenjangan antara tingkat kepentingan dan tingkat frekuensi dimana pada masing‐masing tipe, kategori tingkat kepentingan yang diperoleh adalah High (H) dan kategori tingkat frekuensi pelaksanaannya adalah Medium (M). Terjadinya gap atau kesenjangan ini dikarenakan oleh manajer dan top management perusahaan masih kurang melakukan perilaku entrepreneurial yang sebenarnya dinilai penting (oleh karyawan) untuk dilakukan. Selain kesenjangan yang terjadi antara tingkat frekuensi dan tingkat kepentingan, terjadi juga kesenjangan antara tingkat frekuensi dan nilai maksimum. Kesenjangan yang terjadi antara tingkat frekuensi dan nilai maksimum menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership di PT Bank Mega Tbk. masih kurang memadai sehingga harus ditingkatkan lagi. 4.3.2.1
Explorers 45.00 36.00 27.00 18.00 9.00 0.00
Jumlah
Impotance
Frequency
Maximum Value
35.94
29.26
45
Gambar 4.19 Nilai Karakteristik Explorers
Hasil dari penilaian terhadap tipe ini menunjukkan masih adanya kesenjangan baik antara tingkat frekuensi dan tingkat kepentingan (sebesar 6.68) maupun antara tingkat frekuensi dan nilai maksimum (sebesar 15.74).
83
Kedua kesenjangan tersebut menunjukkan bahwa perilaku entrepreneurial yang dilakukan oleh manajer dan top management perusahaan masih kurang, baik dari ekspektasi karyawan (18.58%) maupun dari nilai maksimum (34.97%). Dalam rangka mengurangi kesenjangan tersebut, sifat kepemimpinan explorer pada pihak manajemen perlu ditingkatkan lagi. Tipe explorers merupakan salah satu tipe pemimpin yang dibutuhkan oleh perusahaan. Dikatakan demikian karena pemimpin dengan tipe explorers merupakan pemimpin yang dapat melihat dan menangkap peluang bisnis baru dengan cepat. Hal inilah yang dapat menyebabkan perusahaan menjadi siap dalam menghadapi persaingan yang ketat dan memenangkannya. 4.3.2.2
Miners 35.00 28.00 21.00 14.00 7.00 0.00
Jumlah
Impotance
Frequency
Maximum Value
28.37
23.45
35
Gambar 4.20 Nilai Karakteristik Miners
Hasil dari penilaian terhadap tipe ini menunjukkan masih adanya kesenjangan baik antara tingkat frekuensi dan tingkat kepentingan (sebesar 4.91) maupun antara tingkat frekuensi dan nilai maksimum (sebesar 11.55). Kedua kesenjangan tersebut menunjukkan bahwa perilaku entrepreneurial yang dilakukan oleh manajer dan top management perusahaan masih kurang, baik dari ekspektasi karyawan (17.32%) maupun dari nilai maksimum (32.99%).
84
Dalam rangka mengurangi kesenjangan tersebut, sifat kepemimpinan miner pada pihak manajemen perlu ditingkatkan lagi. Tipe miners merupakan salah satu tipe pemimpin yang dibutuhkan oleh perusahaan. Dikatakan demikian karena pemimpin dengan tipe miners merupakan pemimpin yang lebih fokus pada aktifitas internal perusahaan yang lebih memikirkan leveraging assets dan sering menemukan peluang bisnis baru dengan cara rearranging atas apa yang sudah dimiliki perusahaan dengan kreatif. Hal inilah yang dapat menyebabkan perusahaan dapat banyak melakukan penghematan dalam menjalankan bisnisnya. 4.3.2.3
Accelerators 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Jumlah
Impotance
Frequency
Maximum Value
41.21
33.56
50
Gambar 4.21 Nilai Karakteristik Accelerators
Hasil dari penilaian terhadap tipe ini menunjukkan masih adanya kesenjangan baik antara tingkat frekuensi dan tingkat kepentingan (sebesar 7.65) maupun antara tingkat frekuensi dan nilai maksimum (sebesar 16.44). Kedua kesenjangan tersebut menunjukkan bahwa perilaku entrepreneurial yang dilakukan oleh manajer dan top management perusahaan masih kurang dibanding dengan ekspektasi karyawan (18.57%) dan dari nilai maksimum (32.88%). Dalam rangka mengurangi kesenjangan tersebut, sifat kepemimpinan accelerators pada pihak manajemen perlu ditingkatkan lagi. Tipe accelerators merupakan salah satu tipe pemimpin yang dibutuhkan oleh perusahaan.
85
Dikatakan demikian karena pemimpin dengan tipe accelerators merupakan pemimpin yang fokus pada internal perusahaan, dan bertindak sebagai katalisator dengan cara memotivasi karyawannya agar menjadi lebih inovatif dan berlaku entrepreneurial, serta mendukung para karyawan untuk berani mengambil risiko tanpa adanya hukuman jika mereka membuat kesalahan karena accelerators yakin bahwa kesalahan merupakan proses pembelajaran. 4.3.2.4 Integrators 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Jumlah
Impotance
Frequency
Maximum Value
54.67
44.93
70
Gambar 4.22 Nilai Karakteristik Integrators
Hasil dari penilaian terhadap tipe ini menunjukkan masih adanya kesenjangan baik antara tingkat frekuensi dan tingkat kepentingan (sebesar 9.74) maupun antara tingkat frekuensi dan nilai maksimum (sebesar 25.07). Kedua kesenjangan tersebut menunjukkan bahwa perilaku entrepreneurial yang dilakukan oleh manajer dan top management perusahaan masih kurang dari ekspektasi karyawan (17.82%) dan dari nilai maksimum (35.81%). Dalam rangka mengurangi kesenjangan tersebut, sifat kepemimpinan integrators pada pihak manajemen perlu ditingkatkan lagi. Tipe integrators merupakan salah satu tipe pemimpin yang dibutuhkan oleh perusahaan. Pemimpin dengan tipe integrators merupakan pemimpin yang tidak saja hanya menciptakan strategi entrepreneurial bagi perusahaan tapi juga membangun sumber daya manusia, stuktur, proses, dan budaya yang mendukung strategi tersebut.
86
4.3.2.5
General Entrepreneurial Leadership (GEL) 45.00 36.00 27.00 18.00 9.00 0.00
Jumlah
Impotance
Frequency
Maximum Value
30.16
25.13
45
Gambar 4.23 Nilai Karakteristik GEL
Hasil dari penilaian ini menunjukkan masih adanya kesenjangan baik antara tingkat frekuensi dan tingkat kepentingan (sebesar 5.03) maupun antara tingkat frekuensi dan nilai maksimum (sebesar 19.87). Kedua kesenjangan tersebut menunjukkan bahwa secara umum, perilaku entrepreneurial yang dilakukan oleh manajer dan top management perusahaan masih kurang dari ekspektasi karyawan (16.67%) dan dari nilai maksimum (44.15%). Dalam rangka mengurangi kesenjangan tersebut, sifat entrepreneurial pada pihak manajemen perlu ditingkatkan lagi. Dengan meningkatnya sifat entrepreneurial pada pemimpin dapat menyebabkan perusahaan dapat melihat dan menangkap peluang bisnis baru dengan cepat, melakukan penghematan dalam menjalankan bisnisnya, meningkatkan motivasi karyawan dalam berinovasi, dan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya sehingga perusahaan mampu bersaing dengan kompetitor dan memenangkan persaingan.
87
88