2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XV/2017

PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)

JAKARTA SENIN, 29 MEI 2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 29/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup [Pasal 69 ayat (2), Pasal 88, dan Pasal 99] dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan [Pasal 49] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pegusaha Hutan Indonesia (APHI) 2. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 29 Mei 2017 Pukul 13.00 – 13.37 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Manahan MP Sitompul 2) Suhartoyo 3) I Dewa Gede Palguna Yunita Rhamadani

(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti

i

Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Maheswara Prabandono 2. Refly Harun 3. Muhammad Salman Darwis

ii

SIDANG DIBUKA PUKUL 13.00 WIB 1.

KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Sidang dalam Perkara Permohonan Nomor 25/PUU-XV/2017 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Kepada yang hadir, Pemohon, agar memperkenalkan siapa-siapa yang hadir dalam perkara permohonan ini? Dipersilakan.

2.

KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Terima kasih, Yang Mulia. Kepada Yang Terhormat Majelis Hakim Konstitusi. Selamat siang, assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera dan om swastiastu. Siang hari ini kami hadir sebagai kuasa hukum. Saya sendiri Maheswara Prabandono. Di sebelah kanan saya rekan saya, Refly Harun dan di sebelah paling kanan Muhammad Salman Darwis. Terima kasih, Yang Mulia.

3.

KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, jadi tiga-tiganya lengkap ini, ya. Kuasanya dan di sini kami membaca sekilas bahwa Para Kuasa yang hadir tiga-tiga ini adalah penerima kuasa dari dua asosiasi. Seperti itu, ya?

4.

KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Benar, Yang Mulia. Terima kasih.

5.

KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik. Kami persilakan, agar Kuasa Pemohon menguraikan permohonannya secara singkat dan padat, ya, agar kita bisa langsung mengerti apa substansi dari permohonannya dan apa yang menjadi tujuan dari permohonan ini hingga nanti kita lihat nanti di petitum. Dipersilakan.

6.

KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Terima kasih, Yang Mulia. Permohonan ini bermaksud menguji dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-

iii

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tentu saja terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Adapun Pemohon yang sudah tadi disebutkan adalah dua. Pertama, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Yang kedua adalah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. Pasal yang ingin diujikan adalah Pasal 69 ayat (2), Pasal 88, Pasal 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, dan kemudian Pasal 49 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Pemohon dalam hal ini yang merupakan asosiasi yang mewakili pengusaha hutan dan pengusaha kepala sawit merasa dirugikan dengan keberadaan pasal-pasal yang dimohonkan. Legal standing nanti langsung dijelaskan dengan pokok permohonan, Yang Mulia. Pertama adalah Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Pemohon beranggapan bertentangan dengan setidaknya Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal 69 ayat (2) itu berbunyi sebagai berikut, Yang Mulia, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.” Kemudian penjelasan Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal dua hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekar bakar ... sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. Pemohon dalam hal ini mempermasalahkan masih dibolehkannya pembakaran hutan yang dilakukan oleh pihak-pihak lain dan nanti dikaitkan dengan permohonan pasal-pasal berikutnya, kalau pembakaran tersebut kemudian meluas dan kemudian menyebabkan kerugian atau kemudian menyebabkan pencemaran lingkungan, maka Pemohon anggota asosiasi Pemohon ini yang harus bertanggung jawab, yaitu mereka yang pemegang konsesi. Nah, tujuan dari permohonan ini adalah agar, Yang Mulia, menghapuskan ketentuan masih dibolehkannya pembakaran hutan, sehingga tujuan dari permohonan ini adalah tidak ada ruang bagi pembakaran hutan baik oleh pemegang konsesi maupun oleh orangorang yang kebetulan berada di wilayah konsesi tersebut. Itu, Yang Mulia, dari permohonan pertama. Kemudian permohonan yang kedua terkait dengan bunyi Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, setidak-tidaknya bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ketentuan itu berbunyi sebagai berikut. “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan atau mengelola limbah B3 dan/atau yang menimbulkan ancaman serius

2

terhadap lingkungan hidup, bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.” Ini yang disebut dengan strict liability, Yang Mulia. Inilah yang kemudian Pemohon permasalahkan mengenai doktrin yang sifatnya umum. Seharusnya siapa yang bertanggung jawab dia ... siapa yang berbuat, dia yang bertanggung jawab. Tapi dengan doktrin ini memungkinkan Pemohon yang merupakan wadah asosiasi-asosiasi pengusaha itu bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan yang tidak dilakukan. Jadi kalau ada fenomena sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 88 ini, perkara apakah itu dilakukan oleh Pemohon atau pihak lain, yang jelas pemegang konsesi harus bertanggung jawab. Nah, itu yang kemudian kami permasalahkan apakah itu konstitusional dan proportional dilihat dari asas pertanggungjawaban itu. Itu, Yang Mulia. Berikutnya adalah Pasal 99, Pasal 99 itu berbunyi, “Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara (ambient), baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan penjara dan seterusnya.” Kemudian pasal-pasal berikutnya berkaitan dengan Pasal 99 ini, ini mengenai kelalaian, Yang Mulia, di dalam Pasal 98 itu sudah dikatakan hal yang sama tetapi dengan bahasa kesengajaan, jadi siapa yang sengaja melakukan hal-hal yang dianggap mencemari lingkungan maka dia harus bertanggung jawab. Fine, kami tidak mempermasalahkan. Tapi kata kelalaian ini, ini yang kemudian tidak jelas parameternya, untuk itu kami ingin memperjelas, meminta penjelasan parameter setidaknya, Yang Mulia, kami meminta agar intinya adalah kalau kelalaian itu memang disebabkan oleh Pemohon, maka Pemohon harus bertanggung jawab. Tetapi kalau kelalaian itu tidak disebabkan oleh Pemohon, maka seharusnya Pemohon tidak bertanggung jawab. Sebagai contoh misalnya kebakaran hutan, sering sekali yang namanya api itu belum tentu berasal dari kegiatan yang dilakukan pihak Pemohon karena memang Pemohon dalam hal ini secara strict dilarang untuk melakukan pembakaran hutan kecuali oleh masyarakat yang tadi kami sebutkan. Lalu kemudian terjadi kebakaran hutan, sumber api bisa saja karena musim kemarau panjang, bisa saja kemudian dari sumber di luar wilayah konsesi yang kebetulan menyeberang ke wilayah konsesi. Nah, dengan pertanggungjawaban strict liability tadi maka tanpa pembuktian Pemohon harus bertanggung jawab terhadap kerugiankerugian yang timbul. Kalau dibaca dalam bagian legal standing, Yang Mulia, tuntutan terhadap anggota asosiasi itu nilainya sudah sampai triliunan dan bahkan sudah ada yang dihukum sampai triliunan, padahal kemampuan perusahaan tidak sebesar itu baik aset maupun aktifitasnya. Nah karena ini dirasakan memang sungguh-sungguh tidak adil, dan kemudian tidak proporsional, dan kemudian juga tidak mengandung perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan konstitusional, maka kemudian 3

Pemohon melalui asosiasi ... Asosiasi Pengusaha Hutan dan Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit) mengajukan permohonan ini. Sampailah kemudian kami pada petitum permohonan, Yang Mulia. Adapun petitum permohonan dari permohonan ini adalah sebagai berikut. Kami bacakan agak lebih lengkap. Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan di atas dan bukti-bukti yang dilampirkan dalam permohonan ini, maka para Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia agar menerima dan memutus permohonan ini sebagai berikut. 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan ketentuan Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. 3. Menyatakan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi, “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3 menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3 dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.” Bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945 dan bila ... sori, maaf, bila tidak dimaknai kekuatan hukum ... dan ... tidak ... sori, dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat bila tidak dimaknai sebagai berikut, yaitu setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3 menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3 dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggun jawab atas kerugian yang terjadi sepanjang kerugian tersebut disebabkan oleh orang yang bersangkutan atau oleh pihak yang bersangkutan. Jadi sekali lagi yang kami minta adalah siapa yang berbuat, dia yang harus bertanggung jawab. 4. Menyatakan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau setidak-tidaknya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bila tidak dimaknai bahwa kelalaian diberlakukan sepanjang kerugian tersebut disebabkan oleh orang yang bersangkutan. Jadi sekali lagi, Yang Mulia, pasal itu ada kesengajaan dan kelalain. Kami meminta high call-nya adalah dihapuskan Pasal 99-nya, tapi setidak-tidaknya kata kelalaian itu ada batasannya bahwa itu disebabkan oleh pihak yang bersangkutan. 5. Kemudian, kami juga kemudian menyatakan Pasal 49 UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan 4

dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemegang hak bertanggung jawab atas kebakaran yang terjadi di area kerjanya yang merupakan perbuatan dari pemegang hak tersebut. Jadi, kurang-lebih sama, Yang Mulia, ini ada di undangundang lain. 6. Kemudian memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia atau bilamana Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Sedikit catatan, Yang Mulia. Pasal yang membolehkan pembakaran hutan, itu terdapat dalam penjelasan dan dalam hal ini ada beberapa kali yurisprudensi Mahkamah Konstitusi yang menghapuskan penjelasan karena memunculkan norma baru. Demikianlah presentasi dari kami, Yang Mulia, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera, om swastiastu. 7.

KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baiklah, terima kasih. Kita sudah mendengar tadi penjelasan singkat dari permohonan Pemohon ini. Kembali tadi ke Pemohon atau pun pemberi kuasa dari permohonan ini. Kita melihat ada dua ya, asosiasi itu memang sudah diuraikan di sini secara jelas, bagaimana dia mempunyai kedudukan hukum. Hubungannya juga bagaimana dia bisa mewakili asosiasi yang notabene dia sebagai pengurus. Namun dalam hal ini, juga tetap kita mau melihat apakah memang sudah benar sesuai dengan anggaran dasarnya atau anggaran rumahtangganya, mereka ini adalah orang-orang yang berhak secara hukum untuk mewakili asosiasi tersebut. Kemudian, juga saya melihat di sini ada KAPKI ya ... GAPKI ya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia ini memang sudah diuraikan di situ menurut anggaran dasar, anggaran rumahtangganya adalah ketua maupun sekretarisnya. Namun barangkali ini, karena saya lihat ini yang tempat kedudukan dari asosiasi, ini adalah di Kota Medan. Nah, ini juga menjadi pertanyaan, apakah di daerah-daerah lain di Jawa atau di Kalimantan misalnya, apakah juga ini sudah bisa mewakili? Namun memang itu juga bukan merupakan representasi ya, ini bagi pihak-pihak merasa dirugikan saja. Kalau yang lain mungkin tidak merasa dirugikan, hal itu juga tidak menjadi kewajiban bagi dia. Hanya barangkali itu mungkin siapa tahu ada hal-hal lain mungkin nanti yang menyangkut hal itu, mungkin bisa dielaborasi lebih lanjut. Kemudian, juga saya melihat di Kewenangan Mahkamah Konstitusi, itu tadi sudah tidak dibacakan memang, tapi kalau perlu disarankan sesuai dengan Pasal 39, kami ... Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, kami sebagai Hakim diwajibkan memberikan saran agar di Kewenangan Mahkamah Konstitusi itu juga ditambahkan undang-undang 5

lain, mungkin yang tidak tercantum di sini Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, itu sebagai saran saja. Kemudian, saya melihat tadi disinggung di dalam legal standing, itu adanya kerugian juga dari Pemohon atau para asosiasi ini. Disebut tadi di halaman 11 itu ya, nilai gugatan sebesar 3 miliar atau 3 triliun ini? 3 triliun, ya? 3 triliun 178620 itu dari tabel yang di depan, tabel yang di halaman 10. Namun ada muncul nilai gugatan sebesar Rp1.124.200.000.000,00 ini kira-kira dari mana ini? Apakah hanya tambahan saja ini, catatan, tambahan dari apa ... kalau bisa nanti lebih dijelaskan ini berasal dari mana, agar itu nanti bisa lebih jelas. Jadi, kalau substansi tadi ya, telah dielaborasi dari empat ... Pasal 69 ayat (1h) itu dilarang melakukan pembakaran. Namun di dalam Pasal 69 ayat (2), ada disebut di situ kearifan lokal ya, kearifan lokal. Kemudian, di penjelasan menyebut, “Boleh membakar dua hektar dengan adanya penyekatan dalam hal melakukan pembakaran.” Jadi, sangat teknis sekali ini ya, nanti tentunya dalam hal ini sebetulnya peraturan pelaksana daripada undang-undang ini sangat memegang peranan. Sehingga apa yang disebut dengan sekat bakar itu, bagaimana cara-caranya melakukan itu, ini sangat teknis sekali. Namun kalau apa yang tadi dikemukakan oleh Pemohon didasarkan kepada pasal-pasal dari Undang-Undang Dasar tadi itu apakah ini benar-benar merupakan kerugian konstitusional dari Pemohon. Nah, ini yang harus dibuktikan, bukan hanya sekadar kerugian materiil yang sudah digugat di Kalimantan, digugat di sana sini, sehingga sampai triliunan seperti itu. Nah, ini nanti yang mungkin lebih jelas, nanti yang dikemukakan oleh Pemohon. Barangkali, saya melihat tadi di petitum juga mungkin ada yang saya harus kemukakan ini. Terserah nanti kepada Pemohon. Karena di dalam petitumnya itu seolah-olah menghilangkan Pasal 69 ayat (2) itu keseluruhan, sedangkan di lain pihak tadi dijelaskan bahwa penjelasan itu adalah merupakan apa namanya ... penjelasan yang khusus tentang norma di dalam norma pokoknya, tidak boleh melebihi ataupun tidak bisa melahirkan norma baru. Nah, kalau saya hubungkan itu dengan petitum yang dikemukakan di sini, barangkali yang bermasalah hanya dalam penjelasan, barangkali. Saya tidak melihat adanya masalah di norma pokoknya di Pasal 67 ayat (2) itu karena biar bagaimanapun kearifan lokal itu barangkali kita harus juga harus lindungi, sepanjang hal itu memang secara konkret ada di daerah-daerah tertentu untuk adanya hal-hal yang harus kita pelihara. Barangkali sementara itu dari saya. Saya persilakan, Yang Mulia Dr. Suhartoyo.

6

8.

HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Baik. Ya, terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ya, Pak Refly dan pak … bagus, ya, permohonannya ini menarik sebenarnya. Cuma, ya, mesti ... sistematika bagus karena memang sudah biasa beracara. Kemudian, saya ingin begini, Pak Prabandono dan Pak Refly, coba di ... dicari benang merah atau asbabun nuzul-nya itu, kenapa prinsip pertanggungjawaban kesalahan atau pertanggunjawaban pidana tanpa kesalahan itu? Ini ... ini merupakan karakter yang spesifik untuk hukum lingkungan ini atau kehutanan, dibanding dengan prinsipprinsip di ... di dalam pertanggungjawaban pidana pada umumnya, khususnya yang berlaku di Indonesia. Kalau kita menganut sistem Eropa Kontinental, mestinya kan tiada pidana tanpa kesalahan. Tiada kesalahan ... tiada pertanggungjawaban pidana, tanpa kesalahan. Jadi, itu dua ... dua hal yang sangat berkorelasi. Sehingga kenapa tiba-tiba, hukum lingkungan kita menganut sistem seperti ini? Saya minta Pak Refly dan Pak Prabandono mencari ini, asbabun nuzul-nya ini. Daripada nanti Mahkamah sendiri yang menemukan. Eh, ternyata memang itu. Sehingga, kalau saya melihat bahwa memang di dalam sistem hukum kita yang kita anut ini kan, “Tiada kesalahan pidana, tanpa kesalahan.” Yang artinya bahwa berbeda dengan yang sistem dianut dalam sistem common law bahwa cukup hanya dengan ada niat saja, sudah. Tapi kalau ... kalau di dalam sistem Eropa Kontinental yang kita anut itu, harus betul-betul orang itu sebagai (suara tidak terdengar jelas). Ya, minimal membantu melakukan atau turut serta melakukan, itu. Jadi, kenapa bisa ditarik ke sana? Apa rohnya yang kemudian bisa me ... kemudian, saya yakin bahwa memang di dalam ... secara nasional bahwa semangat kita di dalam penegakkan hukum lingkungan itu kan sangat luar biasa karena lingkungan hidup kan memang betul-betul menjadi apa ya ... jantung dan paru-parunya kehidupan masyarakat kita. Artinya bahwa memang kalau seperti apa yang disampaikan oleh Para Bapak-Bapak itu kan harus dengan tegas ada pemaknaan sengaja atau niat. Artinya bahwa pertanggungjawaban itu memang betul-betul disadari. Itu memang kemudian agak-agak bergeser sedikit dari semangat itu sendiri. Meskipun kalau ditarik kepada prinsip-prinsip hukum yang saya sampaikan pertama tadi bahwa tiada pidana tanpa kesalahan, tiada pertanggungjawaban pidana juga tanpa kesalahan. Ya, memang menjadi ... menjadi yang satu ke selatan, yang satu ke utara. Makanya saya ingin permohonon itu nanti dalam perbaikan, misalnya berkenan, ya, dicarilah benang merah itu supaya kenapa hukum lingkungan kita menganut sistem itu. Kemudian yang kedua, Pak Refly. Kalau Pasal 69 sendiri kemudian Bapak minta sikat habis, apa bagaimana nasib orang-orang yang 7

sebenarnya secara ruang diberi tempat untuk kearifan lokal itu sendiri? Apa kemudian tidak diberi toleransi lain? Barangkali, Bapak punya formulasi lain yang mungkin bisa memberikan penegasan kepada para pelaku usaha di bidang lingkungan hidup ini atau kehutanan ini. Dalam arti, dia tidak bisa dilakukan semena-mena, tapi di sisi lain juga bisa kemudian memberi perlindungan juga kepada para apa ... masyarakat yang hidup di ... menggunakan kaidah-kaidah kearifan lokal bisa tetap diberi ruang dengan keleluasaannya. Artinya, bisa tidak Bapak bias berdiri berada … berdiri berada di tengah, gitu. Kalau apa … kemudian tetap harus dihadapi di situ, artinya kan kemudian apa Bapak nanti enggak dimusuhi orang se … ya artinya perlu direnungkan kembalilah. Artinya, kalau masih bisa diberi ruang, toh itu kan juga hukum adat yang memang harus tetap kita pertahankan dan Undang-Undang Dasar kita juga melindungi untuk itu. Kemudian, kalau Pasal 88, itu memang kaitannya … dan Pasal 99, kaitannya memang itu tadi. Mesti sekali lagi dicari apa ya … bahwa kemudian filosofinya harus seperti ini. Memang saya melihat bahwa permohonan Bapak-Bapak ini kerugiannya yang muncul sementara ini baru kerugian materiil, ya. Kalau kerugian konstitusionalnya, itu yang mungkin perlu dipertajam. Kemudian satu. Yang kedua, apakah kalau ini gabungan, sedangkan yang terkena ancaman ganti-rugi itu adalah masing-masing anggota. Apakah kemudian ada di situ … apa namanya … koridor untuk bisa diwakili kepentingan-kepentingan anggota yang langsung sebenarnya anggota itu terkena ancaman ganti-rugi. Tapi kemudian diwakili oleh asosiasinya. Kenapa tidak anggotanya saja? Yang secara konstitusionalitas mengalami kerugian, tidak memberi kuasa langsung kepada BapakBapak. Tolong itu nanti juga diberi argumentasi di dalam kerugian konstitusionalitasnya. Mungkin sementara itu dulu, Pak Ketua. Nanti kalau ada tambahan, saya sampaikan lagi, terima kasih. 9.

KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, terima kasih Pak Dr. Suhartoyo. Saya persilakan kepada Yang Mulia Dr. I Dewa Gede Palguna.

10.

HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih, Yang Mulia. Ya, dalam soal legal standing sama juga. Ada dua pertanyaan saya, yang mungkin perlu dielaborasi lebih jauh. Yang pertama, tadi sudah disampaikan bagian terakhir oleh Yang Mulia Dr. Suhartoyo. Kalau asosiasi apa … ini berkaitan langsung dengan kerugian konstitusional itu dan disamping hak konstitusional yang mana yang dirugikan. Kan kalau asosiasi kan tidak begitu. Tapi kalau

8

pengusahanya sendiri, mungkin masih bisa, gitu umpamanya. Itu satu soal. Kemudian yang kedua, tingkatan yang kedua. Karena di sini tidak dijelaskan juga. Karena ini kan kuasanya ini diberikan oleh ketua asosiasi masing-masing ketua. Tetapi tidak … saya tidak melihat dalam permohonannya, misalnya yang menjelaskan siapa yang bisa bertindak untuk dan atas nama asosiasi itu. Sehingga dia bisa memberikan kuasa kepada ini, itu satu hal. Jadi persoalan yang pertama jadi bertingkat nih. Apakah asosiasi itu yang memang mempunyai kerugian konstitusional dalam kaitannya dengan permohonan a quo. Kalau ya, siapa yang bisa bertindak mengatasnamakan asosiasi untuk memberikan kuasa ini? Itu kan dua hal yang masing-masing berkaitan untuk bisa membuka pintu legal standing-nya. Yang lainnya, saya kira sudah dijelaskan tetapi bagian yang terakhir … yang belum diterangkan itu, sebelum masuk ke petitumnya. Ini kan begini, saya kira kita semua sudah mengetahui. Pengetahuan kita bersama bahwa prinsip strict liability itu, itu sudah diterima universal. Ya berlaku dalam bidang hukum lingkungan, dan bahkan sekarang juga … apa namanya … sudah dianggap sebagai apa … sebagai semacam canon gitu ya. Sudah sebagai dianggap sebagai kaedah yang memang sudah taken for guarantee diterima, gitu. Nah, ini permohonan ini kan mau membongkar itu sebenarnya. Nah, makanya tadi Yang Mulia Pak Suhartoyo, saya kira benar juga ketika mempertanyakan, mau minta penjelasan. Apakah tidak perlu ada uraian yang lebih spesifik mengenai soal ini misalnya. Sehingga nanti akan menjadi lebih jelas lalu di situ. Karena jelas kalau di dalam doktrin strict liability, itu kan memang berbeda dengan liability based on fault, gitu kan. Ya, tanggung jawab atas dasar kesalahan. Kalau tanggung jawab atas dasar kesalahan, berarti di situ apa … mempersyaratkan adanya kesalahan terlebih dahulu. Ini kan tanpa pembuktian kesalahan, gitu kan. Nah, mengapanya itu? Itu kan perlu penjelasan, memerlukan penjelasan. Karena selalu saja ada pengecualian dalam setiap doktrin hukum. Kan untuk berlakunya suatu prinsipal atau suatu asas itu. Dan pasti ada pertimbangan tersendiri. Salah satunya yang saya ingat … apa namanya … dalam soal hukum lingkungan, itu kan sifat transnasional dari … dari kerusakan lingkungan itu yang tidak bisa diisolasi dalam satu teritorial satu negara. Oleh karena itu, misalnya muncul apa yang kemudian di dalam wacana hukum lingkungan, kita sering menyebut ada istilah eco terrorism, dan sebagainya. Itu yang salah satu juga pendorong makin memperkuat diterima universalitas prinsip strict liability ini. Ya dan kita juga tahu … apa namanya … prinsip strict liability yang bisa membebaskan kan apa yang disebut sebagai act of God, force majeure, dan sebagainya itu kita sudah semua tahu. 9

Nah, tetapi kalau kemudian ini enggak dihilangkan dari apa namanya ... dari apa ... sifat normatif dalam norma dari dua undangundang yang diuji ini, nah tentu memang itu memerlukan argumentasi tersendiri. Saya tidak akan menambah itu lagi, saya kira Pak Refly sudah tahu maksud saya, dan kita juga tahu semuanya bahwa prinsip strict liability itu sudah diterima sebagai prinsip yang universal yang belaku memang dalam hukum lingkungan. Cuma ... sehingga memerlukan argumentasi kalau itu memang dianggap ada persoalan konstitusionalitasnya. Lalu pada petitum. Saya ingin menggarisbawahi di petitum nomor dua itu. Apakah petitum nomor dua ini yang kalau saya mengikuti uraian dalam permohonan yang dia ... yang dipermasalahkan kan penjelasannya itu, tapi yang dimintakan sebagai ini apa namanya ... in konstitusional ini justru pasalnya, gitu. Ya, ini bagaimana? Apakah itu akan tetap dipertahankan seperti itu atau strict langsung menuju kepada penjelasannya saja ditujukan di dalam petitum itu, yang dimintakan dalam petitum itu. Kalau yang lainnya saya kira sudah ... sudah cukup jelas karena memang seperti kata Yang Mulia Pak Suhartoyo, ini kan lawyer yang sudah sering beracara di sini. Demikian, Pak Ketua, dari saya. 11.

KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, terima kasih, Yang Mulia. Barangkali itu tadi saran-saran yang dikemukakan oleh Majelis dalam sidang pendahuluan ini. Anda masih diberi waktu nanti untuk perbaikan dalam sidang yang akan datang. Penekanannya tadi itu tetap di petitum dua itu. Yang pertama juga saya tadi melihat seperti itu karena ada di penjelasan yang menurut Pemohon itu ada sedikit yang benar, kenapa kok di pasalnya sendiri yang harus dihapus atau dihilangkan, itu yang menjadi penekanan tadi. Kemudian strict liability itu yang sudah diterima secara universal tentu mungkin perlu ada uraian atau elaborasi yang bisa memperkuat argumentasi itu. Kenapa hal ini yang sudah dianut dari Undang-Undang Lingkungan Hidup kita itu bisa di ... digugat dulu, khususnya dalam permohonan ini. Barangkali itu. Untuk perbaikan permohonan ini diberi waktu kepada Pemohon hingga tanggal 11 Juni 2017. Berarti 14 hari juga ini, ya, 14 hari, pukul 10.00 WIB. Jadi saya ulangi. Ada koreksi, ya. Karena hari Jumat rupanya, ya, hari Jumat di sini ada koreksi. Jadi tanggal 9, ya, 9 Juni hari apa Pak Panitera? Baik, oleh karena itu benar harinya. Tanggal 9 Juni ... hari Jumat, tanggal 9 Juni 2017, pukul 10.00 WIB. Jadi tanggalnya tadi yang salah, ya, harinya tetap hari Jumat, tanggal 9 Juni 2017 untuk acara, yaitu perbaikan dari permohonan ini. 10

Ada yang mau dikemukakan, Pemohon? Silakan. 12.

KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya, terima kasih, Yang Mulia, atas nasihat-nasihatnya. Kami akan sangat mempertimbangkan, terutama mengenai Pasal 69 ayat (2) tadi dan akan kami pertimbangkan untuk nanti memang langsung fokus pada pembakarannya itu tadi karena memang permohonan ini kan dua sebenarnya. Pertama adalah mengenai equality, kesamaan soal perlakuan baik pengusaha maupun masyarakat. Lalu kemudian yang kedua mengenai strict liability. Nah, mengenai soal masih dibolehkan pembakaran, maksud permohonan ini adalah agar hutan itu sama sekali tidak boleh dibakar, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Jadi nanti pemerintah harus mengatur bagaimana kearifan lokal ini dipraktikkan, misalnya, ya, dengan kerja sama antara pengusaha dan masyarakat setempat, tanpa harus membakar, itu ... itu ... itu yang ... yang apa ... yang ada ... ada dalam diskusi kami juga. Jadi kami akan fokus pada pembakarannya itu. Nah, mengenai doktrin strict liability, nanti akan kami lengkapi dan mudah-mudahan kami mampu melengkapinya karena memang bukan background hukum lingkungan, tapi kalaupun tidak mampu melengkapinya, paling tidak nanti kami akan mendatangkan ahli yang bisa menjelaskan tentang doktrin strict liability itu. Yang ketiga, Yang Mulia. Memang doktrin ini sudah sifatnya universal, sudah menjadi can on. Tetapi justru yang menariknya adalah kami ingin mengujinya dari sisi konstitusionalitas. Kan apakah hal-hal yang dianggap universal itu fix dengan konstitusionalisme Indonesia yang kita tahu ada ukuran-ukurannya. Nah, ini ... inilah ... makanya kami ke sini, meminta apakah doktrin itu kemudian fit dengan konstitusionalisme Indonesia. Saya kira itu tambahan, Yang Mulia. Terima kasih.

13.

KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, terima kasih. Ada lagi tambahan?

14.

HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Sedikit, Pak Refly. Kalau begitu titip, saya sedikit. Tolong nanti dimasukkan, apa risiko kita menganut asas konkordasi itu? Apa kita bisa turun langsung ambil alih semua ataukah kita juga sharing kalau Bapak katakan bahwa cocok, enggak, ini untuk Indonesia? Prinsip-prinsip itu apakah ada pembatasan apa kalau kita namanya konkordasi mengambil ya mestinya mau, enggak mau, ya seperti itu, tapi itu kan di permukaan, tolong kalau mau ... anu ... bawa sekalian ke situ supaya kami juga nanti 11

jadi paham karena hukum lingkungan pasti kan ini juga me-adopt dari hukum luar juga, ya kan? Common law lagi, kan? Saya yakin ini common law, kan yang getol kan kayak Australia, Perancis, ya, tapi ya monggo saja nanti ... titipan saya saja. Terima kasih, Pak. 15.

KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Berarti sudah cukup, ya? Enggak ada mungkin lagi ditanggapi, ya, sudah cukup, ya? Baiklah, pemeriksaan persidangan ini dianggap telah selesai. Sidang kami nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.37 WIB Jakarta, 29 Mei 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

12