i
“HIRARKI PENGARUH MEDIA DALAM PEMBERITAAN AKSI TERORISME DI SARINAH PADA HARIAN UMUM REPUBLIKA”
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Brian Muhammad NIM. 1111051000093
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438H / 2017
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING “HIRARKI PENGARUH MEDIA DALAM PEMBERITAAN AKSI TERORISME DI SARINAH PADA HARIAN REPUBLIKA”
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S. Sos)
Oleh
Brian Muhammad 1111051000093
Di bawah bimbingan:
Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya sendiri atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 09 Mei 2017 Materai 6000
Brian Muhammad
iii
ABSTRAK Brian Muhammad 1111051000093
Hirarki Pengaruh Media Pemberitaan Aksi Terorisme di Sarinah pada Harian Republika Kembali masyarakat Indonesia dikejutkan dengan aksi teror pada hari kamis tanggal 14 Januari 2016 dengan serangkaian aksi pengeboman dan penembakan di Jalan MH. Thamrin Jakarta sekitar pukul 10 pagi hari. Dalam kasus ini ada sebuah fenomena berbeda yang muncul terkait respon masyarakat. Masyarakat Indonesia menanggapi kejadian teror di Sarinah dengan menulis #KamiTidakTakut di media sosial dan menjadi Trending Topics Wordwide, yang lebih menarik ialah tagline #KamiTidakTakut dijadikan headline dalam Harian Umum Republika. Kasus terorisme di Sarinah mendapat perhatian lebih dalam Harian Umum Republika. Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncul pertanyaan bagaimana faktor internal dan eksternal hirarki dalam mempengaruhi pemberitaan terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika? Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Hirarki Pengaruh Media diperkenalkan oleh Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori ini berasumsi bahwa isi pesan media yang disampaikan adalah hasil dari pengaruh dari faktor internal media dan eksternal media. Diantara faktor-faktor tersebut dibagi kedalam lima level; Pertama, level individu. Kedua, level rutinitas media. Ketiga, level organisasi media. Keempat, level ekstra media. Kelima, level Ideologi. kelima level tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi sebuah pemberitaan sebuah media, dan kelimanya berkaitan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data penelitian diperoleh dari hasil wawancara dari Harian Umum Republika dengan Rahmat Faisal (Reporter), Massamil Huda (Reporter), Subroto (Redaktur Pelaksana), Fitria Zamzami (Redaktur Halaman Satu) serta Imam Wahyudi yang merupakan anggota Dewan Pers. Peneliti analisis dan sesuaikan dengan teori hirarki pengaruh. Setelah melakukan penelitian terkait kasus terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika, pengaruh secara langsung datang dari level individu yang diwakili oleh reporter atau wartawan dalam mencari berita dengan berpegang pada nilai keIslaman dan kode etik jurnalistik dan pada pengaruh rutinitas media yang direpresentasikan lewat rapat redaksi yang terjadi pada proses penyusunan pemberitaan aksi Terorisme di Sarinah di Harian Umum Republika. Sedangkan pengaruh lain yang berpengaruh secara tidak langsung yaitu pengaruh organisasi media lewat dewan direksi, lalu dari pengaruh ekstra media dari Dewan Pers sebagai menjadi faktor luar yang mempengaruhi berita di Harian Umum Republika dan terakhir adalah pengaruh melalui ideologi Harian Umum Republika yang menjunjung tinggi nilai KeIslaman, Kemodernan dan kebangsaan. Keyword: Faktor, Pengaruh, Isi Media, Harian Umum Republika, Terorisme.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan penelitian skripsi yang berjudul “Hirarki Pengaruh Media Pemberitaan Aksi Terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika”. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Aamiin. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga penyusunan skripsi ini selesai, kepada, Yth: 1.
Dr. Arif Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih juga kepada Suparto, M. Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
2.
Drs. Masran, MA selaku Ketuan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3.
Bapak Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, sebagai dosen pembimbing penulis yang telah memperlakukan penulis dengan sangat baik, bersedia dan sabar dalam membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi ini, sekaligus sebagai role mode penulisbagaimana seharusnya
v
vi
menjadi seorang akademisi. Semoga Tuhan yang Maha Esa selalu memberikan kebaikan hidup untuk bapak beserta keluarga. Berfikir, bergerak, bermanfaat! 4.
Seluruh Dosen dan Staf Akademik di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam yang telah mendidik dan membantu penulis selama kuliah.
5.
Kedua orang tua saya Sudrajat Tijar dan Titi Sari yang selalu punya harapan akan anak-anaknya kelak menjadi seorang anak yang shalih dan bermanfaat untuk bangsa dan agama. Juga terima kasih kepada ketiga adik saya, Medina Deanti Sari, Muhammad Tijar Gifari dan Muhammad Mulia Ananda serta nenek penulis yang tak henti-hentinya memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6.
Ibu Hj. Airin Rachmi Diany sebagai atasan penulis yang sudah seperti ibu penulis sendiri. Terima kasih, selalu memberi dukungan kepada penulis agar dapat menyelesaikan studi di UIN Jakarta dan selalu mendukung segala kegiatan akademis maupun non-akademis karena baginya, ilmu itu sebuah warisan yang tidak akan pernah habis dan titipan yang tidak akan pernah memberatkan. Semoga ibu selalu diberi kesabaran, ketabahan dan kekuatan dalam mengemban amanah serta selalu diberikan keberkahan hidup dan mendapat ridho Allah. Amin.
7.
Ulil Abshar Abdalla selaku mentor dan guru penulis dalam membantu penulis memahami bagaimana menjadi muslim yang seharusnya. Walaupun sudah tak ‘setajam’ dulu, mulai berhenti ‘membakar rumah’ serta sudah gantung sepatu dari ‘tukang kelahi’
beliau tetap memegang prinsip
kebebasan dalam pandangan beragama, memperkenalkan wajah Islam yang
vii
Intelek, selalu berusaha untuk tidak terjebak dalam dogma serta membangun citra Islam yang ramah dan toleran. Semoga Allah selalu memberikan kebaikan dan kemuliaan derajat. Biarkan kami yang muda yang terus ‘membakar rumah’ kejumudan dan gantikan label ‘tukang kelahi’ kepada kaum Intoleran. 8.
Siti Fadhillah, S.Kom.i, selaku sahabat, teman, adik dan kekasih penulis yang sudah menemani penulis selama belajar di UIN Jakarta. Bagi penulis, hidup bersamanya akan selalu mengasyikan therefore all i wanna do is growing old with her.
9.
Dedi Eka Setiawan, Halim Pratama, Deni Hidayat, Ibnoe Nugraha, Gerry Novandika Age, Muhammad Ulum selaku teman berjuang dan berproses di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat serta Shella Octaviani, Rand Rasyid, Rizka Maftuha dan kawan kawan lainnya di HMJ KPI, DEMA FIDKOM, DEMA Universitas yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Real friend stick together, they don’t grow apart. See you on the top guys! Yakin Usaha Sampai!
10.
Muhammad Fajri Yanuar, Glamora Lionda, Muhammad Nur, Agita Surya Pertiwi, Reksa Puja dan adik-adik pengurus HMI Komfakda yang selalu ada dalam membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.
Muhammad Moqsith Ghazali, Saidiman Ahmad serta mentor-mentor lain di JIL dan komunitas Utan Kayu serta Evi, Erton, Nisfu, Nadya, Hendra dan kawan-kawan lainnya di Forum-Ide dalam membantu penulis untuk menjadi muslim yang kaffahdan progresif.
12.
Pihak-pihak yang membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat penulis.
viii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna., mengingat kemampuan dan keterbatasan waktu penulis. Akhir kata, semoga Allah SWT melindungi dan memberkahi setiap langkah serta hembusan nafas kita semua. Amin
Jakarta, 01 Mei 2017
Brian Muhammad
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................
8
1.
Pembatasan Masalah...................................................
8
2.
Perumusan Masalah ....................................................
9
Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................
9
1.
Tujuan Penelitian ........................................................
9
2.
Manfaat Penelitian ......................................................
9
3.
Kajian Pustaka ............................................................ 10
C.
D.
E. BAB II
Metodelogi Penelitian .......................................................... 11 1.
Paradigma Penelitian .................................................. 11
2.
Jenis Penelitian ........................................................... 12
3.
Teknik Pengumpulan Data.......................................... 13
4.
Teknik Analisis Data .................................................. 14
5.
Pedoman Penulisan ..................................................... 14
Sistematika Penulian............................................................ 15
TINJAUAN TEORITIS .................................................................. 16 A.
B.
Hirarki Pengaruh ................................................................. 16 1.
Level Individu ............................................................ 17
2.
Level Rutinitas Media................................................. 20
3.
Level Organisasi ......................................................... 21
4.
Level Extra Media ...................................................... 23
5.
Level Ideologi ............................................................ 26
Konseptualisasi Media Massa .............................................. 27 1.
C.
Pengertian Media Massa ............................................. 27
Konseptualisasi Berita ......................................................... 29 1.
Pengertian Berita ........................................................ 29
2.
Kategori Berita .......................................................... 31
3.
Nilai Berita ................................................................. 32
ix
D.
Pengertian Terorisme ........................................................... 33
BAB III GAMBARAN UMUM.................................................................... 37 A.
Sejarah Harian Umum Republika......................................... 37
B.
Visi dan Misi Harian Republika ........................................... 39
C.
1.
Visi Harian Republika ................................................ 39
2.
Misi Harian Republika ................................................ 40
Strktur Redaksi Harian Republika ........................................ 41
BAB IV HIRARKI PENGARUH MEDIA DALAM PEMBERITAAN AKSI TERORISME DI SARINAH PADA HARIAN REPUBLIKA 43 A.
Level Pengaruh Individu ...................................................... 43
B.
Level Rutinitas Media.......................................................... 49
C.
Level Organisasi Media ....................................................... 55
D.
Level Ekstra Media .............................................................. 59
E. BAB V
1.
Sumber Berita............................................................. 59
2.
Dewan Pers ................................................................ 61
3.
Pembaca ..................................................................... 63
4.
Pangsa Pasar dan Pengiklan. ....................................... 65
Level Ideologi ..................................................................... 66
PENUTUP ................................................................................... 71 A.
Kesimpulan ......................................................................... 71
B.
Saran ................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 74
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sususnan Redaksi ............................................................................... 41
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hirarki Pengaruh Isi Media .......................................................... 17 Gambar 4.1 Bagan alur proses pemberitaan Harian Umum Republika ............. 51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Wawancara dengan Imam Wahyudi (Dewan Pers)
Lampiran 2
Transkip Hasil Wawancara Republika
Lampiran 3
Subroto, Redaktur Pelaksana Cetak Harian Republika
Lampiran 4
Wawancara untuk Dewan Pers
Lampiran 5
Massalamil Huda, Reporter Nasional Harian Umum Republika Tempat: Posko Pemenangan Anies – Sandi, Menteng Jakarta Pusat
Lampiran 6
Dokumentasi
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Media massa selain mempunyai peran sebagai sarana dalam memberikan pendidikandan pertukaran budaya jugamemiliki peran sebagai pembangun opini. Tak jarang terkadang media menggiring khalayak untuk membuat opini sebagaimana yang mereka inginkan. Isi media dapat merubah persepsi masyarakat tentang sebuah isu sesuai dengan apa yang ingin disampaikan oleh media tersebut. Apalagi isu yang diberitakan berkaitan dengan kelangsungan hidup masyarakat, ketenangan masyarakat dan lainnya yang merupakan isu yang sangat sensitif bagi masyarakat. Semakin banyak media memberitakan sebuah peristiwa semakin banyak juga fokus masyarakat dalam menanggapi isu tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Maxwell Mc Combs dalam agenda setting media yang mana media punya peran dalam membentuk suatu isu dan meranking isu sertamenjadikan isu itu penting bagimasyarakat.1 Media merupakan representasi dari sebuah kenyataan yang ada ditengah lingkungan sosial dikarenakan media menulis dan menampilkan kembali kejadian yang terjadi. Media menjadi cerminan dari realitas yang
1
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: Rajawali Press, 2011) hal. 195
1
2
terjadi. Maka tak jarang hal ini digunakan oleh organisasi media untuk menciptakan sebuah realitas baru ditengah khalayak. Dalam kajian konstruktivis,media dianggap sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas. Disini media dianggap sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Istilah konstruksi sosial atas realitas menjadi terkenal ketika diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Kedua pemikir ini hanya meneruskan apa yang digagas oleh Giambitissta Vico yang kemudian banyak disebut sebagai cikal bakal konstruktivisme dan tentang proses konstruksi realitas, prinsipnya setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi realitas. Berita tentang serangkaian aksi penyanderaan di sebuah gedung misalnya adalah hasil konstruksi realitas mengenai persitiwa yang disebut dengan aksi terorisme. Begitulah setiap hasil laporan adalah hasil konstruksi realitas atas kejadian yang dilaporkan. Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.
3
Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Dalam konteks media massa, keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas hasilnya (makna atau citra). Penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. Dari uraian tersebut maka media telah menjadi sumber informasi yang dominan tidak saja bagi individu tetapi juga bagi masyarakat dalam memperoleh gambaran realitas mengenai suatu peristiwa. Ada dua konsep dalam melihat realitas yang direfleksikan media. Pertama, konsep media secara aktif yang memandang media sebagai partisipan yang turut mengkonstruksi pesan sehingga muncul pandangan bahwa tidak ada realitas sesungguhnya dalam media. Kedua, konsep media secara pasif yang memandang media hanya sebagai saluran yang menyalurkan pesan-pesan sesungguhnya, dalam hal ini media berfungsi sebagai sarana yang netral, media menampilkan suatu realitas apa adanya.
4
Saat
ini
media
massa
menampilkan
pemberitaan
tergantung
kepentingan media tersebut. Semua pemberitaan yang hadir ditengah masyarakat diolah dan dikonstruksi oleh media massa dengan gaya dan ciri khas media massa yang beragam dan tentu kepentingan media tersebut. Dalam hal pembuatan isi media, banyak faktor yang memengaruhi isi dari pemberitaan yang ingin diberitakan. Dari segi sudut berita, penonjolan isu dan lainnya ditentukan dari berbagai macam aspek. Dalam membuat sebuah isi pemberitaan di media massa terdapat banyak faktor yang memengaruhi isi tersebut. Dalam teori Hirarki pengaruh yang diperkenalkan oleh Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese, teori ini menjelaskan tentang pengaruh terhadap isi dari suatu pemberitaan media oleh pengaruh internal dan eksternal. Shoemaker dan Reese membagi kepada beberapa level pengaruh isi media. Yaitu pengaruh dari individu pekerja media (individual level), pengaruh dari rutinitas media (media routines level), pengaruh dari organisasi media (organizational level), pengaruh dari luar media (outside media level), dan yang terakhir adalah pengaruh ideologi (ideology level).2 Asumsi dari teori ini adalah bagaimana isi pesan media yang disampaikan kepada khalayak adalah hasil pengaruh dari kebijakan internal organisasi media dan pengaruh dari eksternal media itu sendiri. Pengaruh internal pada konten media sebenarnya berhubungan dengan kepentingan dari 2
Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York ,Longman Publisher : 1996) h. 60
5
pemilik media, individu wartawan sebagai pencari berita, rutinitas organisasi media. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada konten media berhubungan dengan para pengiklan, pemerintah, masyarakat dan faktor eksternal lainnya. Stephen D. Reese mengemukakan bahwa isi pesan media atau agenda media merupakan hasil tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media.3 Dengan kata lain, isi atau konten media merupakan kombinasi dari program internal, keputusan manajerial dan editorial, serta pengaruh eksternal yang berasal dari sumber-sumber non media, seperti individu-individu berpengaruh secara sosial, pejabat pemerintah, pemasang iklan dan sebagainya.4 Dari teori ini kita akan melihat seberapa kuat pengaruh yang terjadi pada tiap-tiap level. Walaupun level organisasi media atau faktor kepemilikan sebuah media tapi kita tidak bias mengesampingkan faktor yang lainnya karena saling terkait satu dengan yang lainnya. Contohnya pengaruh level ideologi yang terjadi pada isi sebuah media, walaupun dianggap abstrak tapi sangat memengaruhi sebuah media karena bersifat tidak memaksa dan bergerak di luar kesadaran keseluruhan organisasi media itu sendiri. Media massa dalam pembuatan berita harus memilih peristiwa yang memiliki nilai berita, misalnya berita tentang teror bom yang belum lama
3
Stephen D. Reese, Setting the media’s Agenda: A power balance perspective (Beverly Hills: Sage, 1991), h. 324 4 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories ofHuman Communication,8th ed. (Belmont: Thomson Wadsworth, 2005) h. 281
6
terjadi. Kita dikejutkan dengan aksi teror pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2016 dengan serangkaian aksi pengeboman dan penembakan di Jalan M.H. Thamrin Jakarta sekitar pukul 10 pagi. Tentu ini kembali menjadi peringatan bahwa terorisme masih tetap ada dan berkembang di Indonesia. Di satu sisi ini menjadi serangkaian aksi terorisme belakangan ini yang marak terjadi di dunia Internasional. Sebelumnya di Paris Prancis menjadi sasaran teror kelompok yang menamakan diri sebagai ISIS (Islam State in Iraq & Syira) dengan memakan puluhan korban jiwa dengan kronologi yang hampir serupa. Fenomena
ISIS
memang
menjadi
perhatian
utama
dikancah
internasional. Organisasi yang mengeklaim membawa misi Ajaran Islam ini sangat membahayakan dan juga selalu menjadi ketakutan ketika pesan-pesan teror mereka sebarkan. Di negara asalnya sendiri ISIS sudah menjadi sebuah kekuatan baru dalam hal militer dan ideologi. Di Indonesia pun banyak aliran Islam yang hampir sama secara ideologi dengan ISIS. Aliran-aliran yang ingin menegakan ‘khilafah’ sebagai konsep kenegaraan sebagai mana yang disyariatkan dalam agama, menurut mereka. Maka tak heran ketika banyak orang yang ingin bergabung kedalam organisasi militan ini. Indonesia juga menjadi perhatian khusus organisasi ISIS dalam melakukan serangkaian teror dan menyebarkan paham radikal yang mereka anut. Menilik kebelakang tentang peristiwa terorisme di Indonesia, dari mulai Bom Bali pada tahun 2002, lalu peledakan bom di Hotel JW Marriot bahkan yang sampai terulang dua kali pada tahun 2003 dan 2009 serta
7
pengeboman di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta ditahun 2004 dengan aksi bom bunuh diri secara tidak langsung memperlihatkan bahwa ideologi radikal masih berkembang dan akan terus menyebarkan paham radikalnya. Akan tetapi ada beberapa hal yang sedikit berbeda yang membuat aksi teror yang terjadi di Sarinah Thamrin begitu menakutkan, yaitu serangkaian aksi bom bunuh diri serta penembakan yang membabi buta. Karena dari beberapa aksi teror yang terjadi diIndonesia, mungkin sangat jarang pelaku memunculkan diri ditengah aksinya secara sengaja dan melakukan penembakan ke arah aparat dan warga yang ada dilokasi. Maka, seolah-olah tindakan teror kali ini memang ingin membuat sebuah resonansi bahwa aksi mereka lebih menakutkan dan lebih serius dari aksi-aksi sebelumnya. Fenomena ini tentunya membuat masyarakat begitu ketakutan ketika mendengar maupun melihat kejadian teror tersebut dari media massa. Tetapi tak kalah menarik, ada sebuah fenomena unik lainnya yang terjadi dalam hal konstruksi pemberitaan terorisme kemarin. Dari mulai aksi masyarakat Indonesia menanggapi kejadian teror di Sarinah dengan menulis #KamiTidakTakut di media sosial, pesan-pesan singkat terkait untuk jangan panik, atau aksi yang mengambarkan bahwa Warga Indonesia berani menghadapi aksi teror yang terjadi. Bahkan #KamiTidakTakut sempat menjadi Trending Topics Worldwide di media sosial Twitter pada malam setelah aksi penembakan dan pengeboman di Sarinah dipagi harinya.
8
Bukan hanya di media sosial, media massa seperti koran dan televisi bahkan radio pun bersama menyikapi aksi teror tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, harian Republika pun mejadikan kalimat ‘KAMI TIDAK TAKUT’ sebagai headline hari Jumat tanggal 15 Januari 2016 dengan cover depan full warna merah dan putih. Ini adalah sebuah narasi yang mengambarkan pesan, nilai dan sikap yang diambil oleh masyarakat Indonesia. Bahwasanya aksi teror tersebut tidak membuat bangsa Indonesia resah, saling mencurigai dan saling menuduh. Tetapi menjadi sebuah kesadaran bahwa pesan-pesan teror yang dibawa tidak berpengaruh dan membuat Indonesia semakin kuat menentang aksi terorisme yang ada. Jika dilihat dari sisi industri media, fenomena ‘Kami Tidak Takut’ menjadi suguhan yang tak kalah menarik dibanding fenomena atau sisi lain dalam peristiwa teror bom tersebut. Disamping mempunyai pesan yang sangat dalam dan juga sebagai bentuk respon dan sikap masyarakat Indonesia terhadap terorisme di Indonesia, maka menarik meilhat apa saja yang menjadi faktor sebuah media massa menyuguhkan pemberitaan terkait fenomena ini. Berdasarkan fenomena dan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait pembuatan isimedia dalam melihat hirarki pengaruh media massa dengan judul “Hirarki Pengaruh Media dalam Pemberitaan Aksi Terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika”
9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan dan penelitian ini lebih fokus dan terarah serta tidak terlalu luas, peneliti membatasi masalah hanya dilihat dari berita-berita yang berkaitan dengan isu ‘Kami Tidak Takut’ pada pemberitaaan aksi pengeboman dan penembakan di Sarinah pada Harian Umum Republika.
2. Perumusan Masalah a. Apa saja faktor inside dan outside yang berpengaruh pada Pemberitaan Terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika? b. Bagaimana kebijakan redaksi Harian Umum Republika dalam pemberitaan terorisme di Sarinah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Agar mengetahui faktor inside dan outside yang berpengaruh dalam pemberitaan terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika. b. Agar mengetahui bagaimana kebijakan redaksi Harian Umum Republika dalam pemberitaan terorisme di Sarinah.
10
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut; a. Secara akademis peneitian ini dapat menambah dan memperkuat data ilmiah dalam mengetahui praktik teori Hirarki Pengaruh bagi civitas akademika Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. b. Sebagai
praktis
dapat
dijadikan
contoh
dan
menambah
pengetahuan, wawasan serta pedoman terhadap bagaimana media cetak mampun mengkonstruksi pemikiran pembacanya. 3. Kajian Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut kemudian menyusun menjadi suatu karya ilmiah, maka langkah awal penulis adalah melihat dan membandingkan beberapa skripsi yang mempunyai tema yang hampir sama untuk menjadi acuan atau pengembangan tema-tema yang ada. Penelitian relevan yang peneliti temukan antara lain: 1. Skripsi dengan judul “Hirarki Pengaruh Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo” yang ditulis oleh Fahdi Fahlevi, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaan Islam tahun 2013. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo selama sebulan. Bedanya dengan peneliti, skripsi ini adalah objek yang dipilih yaitu isu mengenai kekerasan terhadap pemeluk agama. Sedangkan peneliti meneliti tentang respon masyarakat
11
Indonesia mengenai Terorisme di Sarinah. Temuan dari penelitian ini adalah kebijakan redaksional mempunyai porsi paling besar terhadap isi pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo. 2. Skripsi yang ditulis oleh Nurfajria mahasiswa Jurnalistik dengan judul “Hirarki Pengaruh Pemberitaan Jokowi Pada Laporan Utama Majalah Tempo Edisi April-Juni 2014” penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti laporan utama di majalah Tempo terkait pemberitaan Jokowi
selama
tiga
bulan
terhitung
mulai
April
hingga
Juni
2014.Penelitian tersebut menggunakan kualiatif dengan jenis analisis deskriptif. Penelitian tersebut untuk mengetahui faktor apa saja yang memberi pengaruh pada pemberitaan Jokowi yang terjadi di media cetak yaitu pada laporan utama majalah Tempo serta temuan dalam penelitian ini adalah level organisasi serta level media rutin yang mempunyai andil dalam memengaruhi isi pemberitaan Jokwi di majalah Tempo. Sedangkan peneliti lebih kepada apa saja faktor inside dan outside yang berpengaruh pada pemberitaan teror bom di Sarinah.
D. Metodelogi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang memengaruhi pola pikir, tindak tanduk dan sikap seseorang. Paragidma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis yang memandang bahwa realitas sosial bukanlah realitas
12
yang sesungguhnya, tapi adalah hasil dari sebuah konstruksi. Konstruktivis melihat realitas media sebagian dari aktivitas konstruksi sosial. 5 Paradigma konstruktivis memandang realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Paradigma ini menekankan pada empati dan interaksi dialektis antara penelitidanresponden untuk mengkonstruk realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif.6 2. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu. 7 Menurut Craswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih mementingkan proses dari pada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan intrepretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam pengumpulan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung kelapangan, 5
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif(Jakarta: PT. Raja Grafindo 2004) h.
204 6
Rahmat Kriyantoro, Teknk Praktis Riset Komunikasi (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010) h. 52. 7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Massa: (teori, paradigma dan diskursus teknologi komunikasi di masyarakat) (Jakarta: Kencana, 2007) h. 306
13
melakukan observasi partisipasi dilapangan. Keempat, peneliti kualitatif harus menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.8 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik anatara lain: a. Wawancara:
Untuk
mendapatkan
data
yang
dibutuhkan,
penelitimenggunakan teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, suatu teknik yang dianggap tepat dalam mendapat informasi. Ini karena data yang didapatkan secara langsung diperoleh dari orang yang bersangkutan dan lebih akurat. Karena itu, peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin (semi structured interview), yaitu wawancara dengan menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan. Wawancara dilakukan secara bebas, tetapi menggunakan pedoman wawancara yang baik dan benar agar pertanyaan lebih terarah. Data yang diperoleh bisa dengan cara tanya jawab secara lisan, ataupun melalui surat elektronik (email). Peneliti melakukan wawancara dengan Reporter Harian Umum Republika, Redaktur Halaman satu dan Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika. b. Dokumentasi: Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.Data juga dapat diperoleh dari mengkaji 8
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Massa: (teori, paradigma dan diskursus teknologi komunikasi di masyarakat) (Jakarta: Kencana, 2007) h. 307
14
atau menelaah dokumen yang dimiliki Harian Umum Republika pada bagian laporan utama yang diteliti baik tertulis, gambar atau foto, grafik dan lain sebagainya. Ada juga data yang bersumber dari buku, majalah, dan internet berupa artikel-artikel media massa yang ada relevansinya dengan materi penelitian untuk selanjutnya dijadikan bahan sebagai data untuk peneliti.
4. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan cara yang dipakai untuk menganalisis, mempelajari dan mengolah kelompok data tertentu sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkrit tentang persoalan yang diteliti dan dibahas. Oleh karena yang digali merupakan data kualitatif, maka analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Mengikuti Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisir data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola apa yang penting, dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan oleh orang lain.9
5. Pedoman Penulisan Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang
9
Lexy, J Moloeng, Metodelogi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006) h. 248
15
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Sistematika Penulian Agar lebih mudah dalam memahami pembahasan dalam penelitian ini,peneliti membagi dalam lima bab, yaitu: BABI
PENDAHULUAN
membahas
tentang
Latar
Belakang
Masalah. Pembatasan Masalah, Tujuan dan ManfaatPenelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka sertaSistematika Penulisan.
BAB II
KAJIAN TEORI mengurai tentang kajian teori Hirarki Pengaruh yang dikenalkan oleh Pamela J. Shoemaker danStephen D. Reese dan Kebijakan Redaksional.
BAB III
GAMBARAN UMUM menjelaskan profil tentang sejarah berdirinya Harian Umum Republika, struktur organisasi, visi dan misi Harian Republika.
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL ANALISIS mengulas analisisdata yang diperoleh dari Harian Umum Republika terkait faktor apa saja yang memengaruhi pemberitaan terkait aksi teror bom dan penembakan di Sarinah.
BAB V
PENUTUP menyajikan kesimpulan dan saran
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Hirarki Pengaruh Teori Hirarki Pengaruh (Heirarcy of Influence) diperkenalkan oleh Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori merupakan bagian dari komunikasi massa dengan penjelasan mengenai pengaruh pada konten media dari faktor-faktor Internal maupun Eksternal yang mana menghasilkan realitas yang berbeda-beda. Diantara faktor-faktor tersebut Pertama, pengaruh dari pekerja media
(individual level). Kedua,pengaruh organisasi media
((organizational
level).Ketiga,
pengaruh
dar
luar
media
(outside
level).Keempat, pengaruh rutinitas media (media rountines). Kelima, pengaruh ideologi (ideology level)10. Isi media tidak merefleksikan sebuah realitas yang objketif, maka dari itu studi akan teori Hirarki Pengaruh merupakan upaya melihat pengaruh atas isi media, walaupun tidak dalam fakta sosiologis sekalipun. Pengamatan Shoemaker dan Resee lebih bertopang pada postulat “mengapa sejumlah efek produksi ada dan mulai berpengaruh”. Oleh karenanya, media tidak dipandang bebas dikarenakan ada bannyak pengaruh yang mana, menurut Stephen D Reese bahwa isi pesan media atau agenda setting merupakan pengaruh dari tekanan baik di luar maupun dalam suatu media.11
10
Pamela J Shoemaker and Stephen D Reese, Mediating The Message:Theories Of Influence on Mass Media Content, (New York: Longman Publisher, 1996). h.60. 11 Stephen D Reese, Setting the Media’s Agenda: A power Balance Perspektive (Beverly Hill: Sage, 1991), h.324.
16
17
Teori Hirarki Pengaruh sebelumnya dikembangkan dari hasil karya Hebert Gans dan Todd Gitlin, yang mana menurut James W Tankard sama mengusulkan lima hal faktor yang mempengaruhi isi media yaitu: pengaruh dari pekerja media secara individu, pengaruh rutinitas media, pengaruh organisasi terhadap isi media, pengaruh terhadap isi dari luar organisasi media, dan pengaruh ideologi.12 Gambar 2.1 Hirarki Pengaruh Isi Media Individual Level Media Routine Level Organizitional Level Extra Media Level Ideological Level
Lima katerogi utama pengaruh isi media, yaitu: 1. Level Individu Keberadaan individu dalam sebuah media juga dapat ikut mempengaruhi sebuah konten dalam sebuah isi informasi. Shoemaker dan Reese menyebutkan beberapa hal mengenai peran individu dalam mempengaruhi isi media, hal yang mempengaruhi isi media antara lain:
12
Werner J Severin, dan James W Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa, Ed. 5 Cet.2, (Jakarta: Kencana, 2007), h.227
18
a.
Faktor Latar Belakang dan Karakteristik Faktor latar belakang dan karakteristik pekerja media menurut Shoemaker dan Reese dibentuk oleh beberapa faktor yaitu gender atau jenis kelamin dari jurnalis, etnis, orientasi seksual dan latar belakang pendidikan dari sang jurnalis. Berikut penjelasan faktor latar belakang dan karakteristik yang mempengaruhi jurnalis:13 1) Gender Isu gender dalam sebuah media akan menguat apabila dalam suatu media dilingkupi oleh salah satu kelompok jenis kelamin pria atau wanita. Misalnya, isu emansipasi wanita akan menguat dalam suatu media apabila, dalam suatu proporsi jumlah pekerja lebih dominan perempuan. Dengan kata lain, ada pengaruh atas konstruksi isi berita yang mengarah kepada perbedaan gender. Sebagai contoh lain, dalam sebuah penelitian oleh Asian American Journalists Assosiation pada tahun 1993, terungkap bahwa ada sebuah berita yang pengaruhi gender.14 2) Etnis Kesaman etnis pada pekerja media juga mempengaruhi bentuk dan informasi yang terkandung dalam sebuah media. Dalam hal ini Shoemaker dan Reese mengambil contoh pada kisah Spike Lee sutradara film Malcom X saat dirinya meminta peliputan kisah Malcom X diambil langsung oleh seorang wartawan Amerika-
13 14
Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.64. Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.64.
19
Afrika, namun permintaan tersebut ditolak dikarenakan ditakutkan ada upaya bias dalam berita tersebut, dikarenakan kesamaan etnis.15 3) Orientasi Seksual Oreientasi seksual dalam media lebih mengarah kepada sebuah subjektifitas, artinya keinginan untuk membela seseorang, kelompok atau orang lain sekalipun dengan pendekatan kesamaan seksual seksual. Dalam kasus ini bisa diambil contoh bisa saja seorang lesbian yang bekerja di sebuah media akan berusaha Objektif saat melakukan peliputan pada kaum lesbian.16 4) Latar Belakang Pendidikan Kedudukan dalam keprofesionalan pekerja media massa memang dipengaruhi oleh diferensiasi latar belakang pekerjamedia. Oleh karena itu, perbedaan latar belakang pendidikan yang mana akan menjadi bekal yang menempel bagaimana seorang jurnalis misal melakukan peliputan dengan cara melihat dunia yang juga dipengaruhi oleh latar berpendikan. Personal attitude dapat mempengaruhi isi media adalah nilai kepercayaan, yang dianut oleh individu, agama serta kecenderungan politik individu.17 b. Faktor Nilai-Nilai dan Kepercayaan Faktor kedua yang membentuk faktor individu adalah faktor nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut oleh jurnalis. Faktor-faktor ini 15
Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.64. Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.64. 17 Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.64. 16
20
mempengaruhi konstruk pemberitaan yang dibuat oleh jurnalis. Segala tatanan nilai yang dipercaya oleh jurnalis mempengaruhi proses pembuatan sebuah isi berita. Walaupun efeknya tidak terlalu besar, karena aspek organisasi dan rutinitas media yang lebih memiliki peran dalam isi media.18 Seperti apa yang dikemukakan oleh Shoemaker dan Reese bahwa nilai, kepercayaan dan perilaku seorang pencari berita tidak terlalu memberi efek besar kepada sebuah pemberitaan. Hal ini disebabkan oleh kekuatan lebih besar muncul dari efek level organisai dan level rutinitas media. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa nilai dan kepercayaan dari seorang jurnalis memiliki pengaruh terhadap pemberitaan sebuah media. 2. Level Rutinitas Media Media massa dapat secara langsung dipengaruhi oleh praktik-praktik pola komunikasi yang berlangsung di dalam sebuah media. Rutinitas media merupakan kebiasaan media dalam mengemas isi media. Biasanya, media rutin disusun dalam tiga komponen penting yakni sumber berita (suppliers), organisasi media (processor), audiens (consumers)19, yang mana satu sama lainnya berkaitan. a. Audiens (consumers) Audiens merupakan cerminan di mana media mengambil kebijakan dalam bentuk dan kemasan pemberitaan. Media sangat sangat 18 19
Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.82 Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h. 109.
21
bergantung pada audiens untuk menghasilkan keuntungan. Unsur penting yang diperhatikan oleh media ialah kepercayaan akan nilai berita yang akan dibuat lalu disampaikan pada audiens20 b. Sumber Berita (suppliers) Sumber berita biasanya diolah dari berbagai unsur lapisan masyarakat, swasta, lembaga pemerintahan. Oleh karenanya, antara media dan sumber berita terkadang ada timbal balik yang sama membutuhkan (pesanan). Maka dari itu, sebuah informasi dalam berita tidak sepenuhnya bebas, karena juga bisa jadi dipengaruhi langsung oleh kekuatan sumber berita itu sendiri. c. Organisasi Media (processor) Dalam suatu media, berita yang dicari dan dihimpun oleh seorang wartawan tidak bisa langsung disajikan dalam dalam berita. Di dalamnya, masih ada editor yang berkedudukan sebagai penjanga gawang (gatekeeper), yang mana semua berita yang masuk masih dilakukan pengeditan terlebih dahulu. Namun, ketentuan layak tidaknya juga dipengaruhi para redaktur dalam rapat redaksi. Oleh karenanya, kelayakan berita sangat ditentukan oleh editor di dalam rutinitas media. 3. Level Organisasi Pemberitaan media bukanlah prodak hasil kerja perorangan akan tetapi merupakan kerja kelompok yang menunjukkan kolektivitas. Walaupun 20
Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h. 110.
22
demikian, dalam sebuah media pucuk pengaruh tertinggi masih dipegang oleh pemilik sebuah media yang menetapkan kebijakan dan arah media. Para pekerja media melakukan produksi isi berita memang ditujukan pada pelayanan publik, dengan tujuan mendapatkan pengakuan professional dibangun dengan mengikuti tujuan mencari keuntungan. Pengaruh pemilik media menjadi titik perhatian penting dalam media berita21. Pada umumnya dalam media dibagi mejadi tiga tingkatan. Posisi karyawan, wartawan dan staf kreatif ditempatkan dalam tingkatan terdepan. Posisi yang diisi oleh editor, manajer, dan produser biasa menduduki pada tingkatan menengah yang mana menjadi penjembatan antara tingkatan bawah dan tingkatan atas yang bertugas mengeluarkan kebijakan. Pada posisi tingkatan atas iala melakukan pengawasan dengan kebijakan tertentu, di samping itu melindungi kepentingan komersial dan politik perusahaan. Atau bila diperlukan akan melindungi bahwahanya dari pengaruh dan tekanan dari luar.22 Dengan kebijakan yang sangat ketat oleh pimpinan media dengan pola struktur organisasi yang sangat kompleks akan dengan sendirinya mengindahkan kritik yang timbul dari karyawan pada pimpinan media. Unsur hirarkis dalam suatu media diperketat dengan upaya memunculkan rasa profesionalisme. Walaupun, dengan demikian akan memperlihatkan bahwa pimimpin perusahaan media mampu dalam melakukan intervensi
21 22
Shoemaker dan Reese, Mediating Message, h. 165 Shoemaker dan Reese, Mediating Message, h.151
23
pada pemberitaan. Titik penting dalam level tak lain pada pemilik atan pemimpin media dapat menentukan kebijakan sebuah media. 4. Level Extra Media Extra media lebih melihat bagaimana pengaruh golongan atau kelompok yang melakukan bentuk dorongan atau tekanan dalam bentuk lobi atau intimidasi sehingga dengan sendirinya dapat mengarahkan bentuk dalam isi media. pada tingkatan extra media di mana, faktor yang mempengaruhi isi berita. sumber-sumber pendapatan media (periklanan) dan intusi sosial (pemerintah)23. Kekuatan dari dalam dan luar berpengaruh bagaimana isi media tersebut. Kekuatan dari luar lebih bertopang dengan kekuasaan dalam membatasi, intimidasi atas kerugian yang disebabkan oleh pemberitaan. Sedangkan di sisi lain, kebutuhan akan permodalan oleh pemilik media juga sangat berpengaruh dengan tujuan meningkatkan keuntungan (pengiklan dan konsumen isi media yakni masyarakat). Menurut Shoemaker dan Reese menyebutkan ada lima faktor yang bepengaruh pada Level Extra Media, yaitu:24 a. Isi Berita Seorang wartawan terkadang melakukan peliputan terkadang tidak dengan sudut padang langsung karena tidak bisa menyertakan laporan beritanya apa yang mereka tidak tahu. Keberadaan wartawan dalam suatu peritiwa dalam menghimpun berita juga mempengaruhi 23 24
Shoemaker dan Reese, Mediating Message, h.210 Shoemaker dan Reese, Mediating Message, h.178
24
konstruksi penulisan berita. Di mana terkadang seorang wartawan mengambil memperoleh informasi dari keterangan sumber primer yang berada pada kejadian tersebut misal meminta keterangan data pada wartawan lainnya, yang mana sudut pandang setiap wartawan bisa sangat berbeda dalam melihat realitas. Dan hal ini juga terwujud dalam penulisan berita. b. Pemerintah Pemerintah dapat mempengaruhi sebuah media dengan pengontrolan yang bersifat mengikat misalnya kebijakan dalam sebuah undangundang yang mana apabila media dianggap melanggar sebuah kebijakan pemerintah dalam sebuah negara. Menurut Morisan kontrol dari pemerintah pada umumnya diikatkan dengan undang-undang atau dari lembaga negara bisa berupa kementrian atau lembaga negara lainnya.25 c. Pengiklan dan Pembaca Media sangat bergantung pada pengiklan danpembaca sebagai konsumen dalam menjaga eksistensi media. Dari sanalah media dapat menjalankan produksi dan juga menjadi sumber keuntungan dari sebuah media.26 Menurut J.H Altschull seperti yang dikutip Shoemaker dan Reese mengibaratkan sebuah pers sebagai seorang peniup terompet yang dibunyikan 25 26
melantukan
suara,
yang
mana
dari
suaran
Morisan dkk, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.48 Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.190
itu
25
dikomposisikan oleh orang yang membiayayai peniup teormpet. Artinya para pemodal lewat iklan sangat terkait dan mampun mempengaruhi isi berita sebuah media.27 d. Pangsa Pasar Media Perlombaan dalam pangsa pasar dalam menghimpun pembaca dan pengiklan merupakan salah hal yang dapat menyebabkan pengaruh pada isi pemberitaan media. Pada nyatanya media mencari keuntungan sebesar-sebesarnya untuk terus melanjutkan produksi media. e. Teknologi Perkembangan terknologi dapat mempengaruhi terhadap sebuab kontens berita. Teknologi memudahkan sumber pencarian berita dan penyampaian berita lebih cepat pada masyarakat. Ada empat alasan mengapa teknologi berpengaruh penting terhadap terhadap media. Pertama, editor dapat mempersiapkan dalam penyuntingan berita lebih lengkap dan lebih baik. Kedua, komputer dapat membuat kualitas tampilan gambar dalam foto lebih baik. Ketiga, reporter dalam menyiapkan bahan informasi lebih baik dari komputer. Keempat, editor memilik kontrol dengan design pada halaman di media cetak.28
27 28
Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.190 Shoemaker dan Reese, Mediating The Message, h.216
26
5. Level Ideologi Ideologi tidaklah tumbuh secara tersembunyi tetapi tubuh secara natural sebagail alat perpanjangan kepentingan dalam masyarakat. apa yang dimaksud ideologi dalam sebuah media bukanlah secara individual melainkan secara kolektif di mana nilai-nilai dan kepercayaan menjadi suatu perangkat dalam hubungan relasi kuasa. Menurut John Storey ada lima pemaknaan ideologi, yaitu:29 a. Ideologi dapat mengacu pada suatu pandangan pelembagaan gagasan sitematis yang diartikulasikan oleh sekelompok masyatakat tertentu b. Ideologi dapat menyiratkan adanya penopengan, penyimpangan, atau penyembunyian realitas tertentu. c. Ideologi erat dengan penggunaan untuk menarik perhatian pada caracara yang digunakan pada teks contoh televisi atau media cetak. d. Ideologi adalah cara di mana ritual-ritual dan kebiasaan-kebiasaan tertentu menghasilkan akibat-akibat yang mengikat dan melekatkan pada tekanan sosial, sebuah tatanan sosial yang ditandai adanya kesenjangan kesejahteraan, batas status, dan jurang kekuasaan yang sangat menonjol. e. Ideologi merupakan usaha menjadi apa yang pada faktanya parsial dan khusus menjadi universal dan legitimate, sekaligus juga suatu usaha untuk melewatkan hal-al yang bersifat kultural sebagai hal yang alamiah.
29
John Storey, Teori Budaya dan Budaya Pop, (Yogyakarta: Qalam, 2004), h.4-8
27
B. Konseptualisasi Media Massa 1. Pengertian Media Massa Media massa memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala, mulai dari skala terbatas hingga dapat mencapai dan melibatkan siapa saja di masyarakat, dengan skala luas.
30
Istilah media massa mengacu kepada sejumlah media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap digunakan hingga saat ini, seperto surat kabar, majalah, film, radio, televisi dan lain-lain. Jika ditarik dari pengertian dasarnya, menurut Denis Mcquail media adalah Windows(merupakan manusia memungkinkan untuk melihat dunia
sekitarnya),
Interpreters(membantu
memahaminya),
Platforms/Carriers (membawa informasi), Interactive (menyediakan petunjuk dan arah), Mirrors (merefleksikan diri sendiri),Barriers (memblokade kebenaran).31 Sedangkan pengertian media massa itu sendiri menurut Denis Mcquail yang dikutip oleh Morissan media massa adalah alat komunikasi yang bekerja (surat kabar, radio, televisi, film, internet, dan lainya) dengan skala tak terbatas dan dapat dilakukan oleh siapapun dengan skala luas.32 Media massa pada nyatanya merupakan alat untuk memberikan informasi pada komunikan yang heterogen, anonim dengan skala cepat dan luas. Di mana massa yang di maksud dalam sebuah media massa bisa 30
Morrisan, Teori Komunikasi Massa, Media, Budaya dan Masyarakat (Bogor; penerbit ghalia Indonesia , 2010) Hal. 1 31 Denis Mcquail, Mass Comunication Theory, second edition, (London: Sage Publication,1987). h,388 32 Morissan, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia,2010), h.1
28
berarti sebagai khalayak, konsumen media, ataupun masyarakat massa itu sendiri. Bisa diartikan juga media massa adalah komunikasi massa, seperti yang dikatakan oleh nurudin(2011) bawa komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa).33 Menurut
De
Fleur
dan
Denis
Mcquail
dalam
bukunya
Understanding and Mass Communication (1995) seperti dikutip oleh Djoko Waluyo menyatakan bahwa komunikasi massa merupakan proses di mana komunikator menggunakan media untuk menyebarkan berbagai pesan secara luas dan secara terus menerus untuk menciptakan maknamakna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara.34 Menurut Littlejohn dan Foss komunikasi massa adalah proses menyampaikan pesan melalui medium dengan skala luas kepada masyarakat dan heterogen yang dilakukan oleh perorangan, kelompok masyarakat atau organisasi.35 Komunikasi massa juga harus ditunjang oleh perkembangan teknologi yang dengan perkembangan kemajuannya dapat mentransmisikan pesan jauh lebih cepat. Kajian tentang media dapat dilakukan dari dua dimensi komunikasi massa. Dimensi pertama dapat menjelaskan hubungan antara media dengan audience, aundience dalam pengertian individual maupun 33
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta; RajaGrafindo Persada, 2011), h. 4 Djoko Waluyo “Bangkitnya Media Lokal” lihat,Bunga Rampai Pemasyarakatan Penelitian Aplikasi Telematika & Komunikasi, (Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2010), h.258 35 Stephen Littlejohn and Karen A. Foss, Ensiclopedia of Communication Theory,(California: Sage Publication,2009), h.623 34
29
kelompok. Teori-teori mengenai hubungan antara media
audience,
menekankan komunikasi massa pada individu dan kelompok sebagai hasil interaksi dengan media. Dalam kajian pertama disebut kajian dimensi mikro dari teori komunikasi massa. Dimensi kedua disebut sebagai kajian makro di mana, kajian ini memandang dari sisi pengaruh media kepada masyarakat luas beserta instuisinya. Dimensi ini menjelaskan keterkaitan antara media dengan institusi lain di masyarakat, seperti politik, budaya, sosial,
ekonomi pendidikan,
agama,
dan sebagainya.
Teori-teori
komunikasi yang menjelaskan keterkaitan tersebut, mengkaji posisi dan kedudukan media dalam masyarakat, di mana keduanya saling mempengaruhi satu dengan lainnya.36 Dengan demikian, komunikasi massa pada akhirnya merupakan penyaluran pesan secara luas kepada masyarakat yang dilakukan oleh sekelompok orang, organisasi, atau masyarakat dengan disokong perkembangan teknologi yang maju, di mana kemudian mampu mempercepat penyaluran sebuah pesan kepada publik dan bisa dilakukan secara kontinyu.
C. Konseptualisasi Berita 1. Pengertian Berita Berita merupakan aktifitas jurnalistik, profesi wartawan sebagian besar berkaitan langsung dengan aktifitas peliputan dan penulisan berita. Menurut Redi Panuju seorang wartawan tidak hanya harus mengerti 36
Burhan Bungin, Sosilogi Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Kencana,2013), h.262
30
bagiamana aturan media tempatnya ia bekerja, tetapi harus tau bagaimana falsafah dan sejarah surat kabar di mana ia bekerja.37 Paul D. Messenner dalam buku Here;s The News seperti dikutip oleh A.S Haris Sumadiria dala mendefiniskan berita sebagai sebuah informasi penting dan menarik perhatian serta khalayak. Williard C. Bleyer dalm Newspaper Writing and Editional menjelaskan, berita adalah suatu yang termasuk yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut. Definis lain disebutkan oleh Dean M. Lyle Spencer bahwa, berita merupakan suatu kenyataan ide yang benar dan dapa menarik perhatian sebagian besar para pembacanya.38Kemasan dan penulisan berita merupakan hal terpenting dalam memancing perhatian pembaca, di sisi lain juga berita ditulis dengan penjelasan fakta yang bisa dibuat pembaca tertarik. Sudirman Tebba lebih lebih melihat sebuah berita sebagai cerita tentang peristiwa. Dengan demikian jalan cerita dan peristiwa berkaitan dengan erat satu diantara keduanya. Peristiwa tanpa jalan cerita atau sebaliknya tidak dapat dinyatakan sebagai sebuah berita.39
37
Redi Panuju, Nalar Jurnalistik: Dasar-Dasar Jurnalistik, (Malang: Bayu Media Publishing, 2005), h.90-97. 38 AS. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa, Rekatama Media, 2006), h.64 39 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 55
31
2. Kategori Berita Berita secara sederhana bisa dipecah menjadi beberapa klasifikasi. Menurut Ashadi Siregar menyebutkan ada macam golongan klasifikasi berita, yaitu: a. Berita Langusung Berita langsung (Stright News) lebih di gunakan dalam penulisan berita penting dan peristiwa yang harus tersiarkan secara cepat dari sebuah peristiwa pada pembaca. Berita langsung juga bisa disebut Hard News dikarenan komponen data dan keperluannya berisfat keras, artinya dapat diukur berdasarkan pengamatan manusia. b. Berita Ringan Berita ringan merupakan berita yang sama diambil dari peristiwa penting yang terjadi dalam keseharian manusia. Akan tetapi sifatnya juga tidak bersifat penting untuk dirasakan pada semua sisi. Artinya hanya menjadi sesuatu hal yang dianggap menarik. Berita ringan dalam media juga bisa menjadi berita sampiran dari berita penting (kelanjutan dari berita penting) atau berita yang berdiri sendiri. c. Berita Kisah Berita kisah merupakan berita yang menyertakan sebuah peritiwa yang pada unsurnya hanya didapati sebuah informasi bukan sebuah berita. Berita kisah lebih memotret sisi manusia yang dianggap menari sebagai penambah pengetahuan.
32
d. Berita Mendalam Berita mendalam lebih menampilkan struktur penulisan bercerita hampir
sama
dengan
berita
kisah
namun
lebih
berusaha
mengungkapkan pada suatu peritiwa secara lengkap dan mendalam, tujuannya agar pembaca lebih memahami duduk perkaranya.40 3. Nilai Berita Shoemaker dan Reese menyebutkan nilai berita yaitu dalam pemberitaan harus mempunyai unsur penting (Importance), ketertarikan akan kemanusian (Human Interest), kontroversi atau konflik (Conflict/ Controversy),
ketidakbiasaan
(Unusual),
keaktualan
(Timeliness),
keterdekatan pada audiens (Proximity).41 Berbeda dengan Shoemaker dan Reese, menurut Septian Santana ada sepuluh elemen nilai dalam sebuah berita, yaitu:42 a. Immediacy, berita harus segar saat dilaporkan. b. Proximity,khalayak harus merasa dekat dengan peristiwa. c. Consequence, berita harus memiliki pengaruh pada masyarakat. d. Conflict, berita berkaitan dengan persoalan yang cenderung cheos. e. Oddicity, berita harus bersifat jarang terjadi. f. Sex, berkaitan dengan hubungan antar individu. g. Emotion, berita diupayakan dapat menyentuh rasa emosi manusia.
40
Ashadi Siregar, Bagaimana Meliput dan Menulis untuk Media Massa, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), h. 154-158 41 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h.111 42 Septiawan Santana K, Jurnalistik Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.18-20
33
h. Prominence, adanya keterlibatan orang-orang penting dalam sebuah berita. i.
Suspence, berita bersifat sesuatu yang ditunggu-tunggu
j.
Progress, berkaitan langsung dengan perkembangan sebuah peristiwa.
D. Pengertian Terorisme Istilah terorisme dan teror berawal dari revolusi Francis. Terorisme didefinisikan Suplemen Dictionaire d’Academie Francaise pada tahun 1978 sebagai system, regime de la terreur. Sebelumnya kamus bahasa Francis yang diterbitkan pada tahun 1796 menyatakan, kelompok Jacobin menggunakan istilah terorisme dalam pengertian positif ketika menyebut tindakan-tindakan teror mereka, tapi sejak masa Thermidor kesembilan, kata teroris menjadi istilahpejoratif yang sering dikaitkan dengan dunia kriminal. Selanjutnya kata terorisme digunakan untuk menunjuk hampir seluruh bentuk aksi kekerasan.43 Terorisme berasal dari kata terrere atau terror (latin) yang artinya membuat rasa takut yang mencekam, keadaan yang menakutkan, dan kegentaran.Teror sebagai kata benda yang mengandung arti sebuah ketakutan yang amat sangat, serta kemampuan untuk menimbulkan ketakutan. Dalam bentuk kata kerja transitif, terrorize artinya mengancam atau memaksa dengan teror atau dengan ancaman teror (to intimidate or coerce by terror or by threats of terror).44
43
M. Hilaly Basya, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam (Jakarta: Center for moderate moslem, 2004), h. 33. 44 Budi Gunawan, Terorisme: Mitos dan Konspirasi (Jakarta: Forum Media Utama, 2006), h.1.
34
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, teror merupakan perbuatan orang-orang atau lembaga (pemerintahan dsb) yang sewenang-wenang (kejam,dsb). Sedangkan terorisme merupakan praktik-praktik tindakan teror, penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan terutama tujuan politik. Walter Reich menyatakan bahwa terorisme adalah a strategy of violence designed to promote desired outcomes by instilling fear in the public at large (suatu strategi kekerasan yang dirancang untuk meningkatkan hasilhasil yang diinginkan, dengan cara menanamkan kekuatan di kalangan masyarakat umum).45 E.V. Walter memandang terorisme sebagai proses teror yang mempunyai tiga unsur. Pertama, tindakan atau ancaman kekerasan. Kedua, reaksi emosional terhadap ketakutan yang amat sangat dari pihak korban atau calon korban.Ketgia, rasa ketakutan yang muncul kemudian. Terorisme didefinisikan sebagai kekuatan atau kekerasan tidak sah melawan orang atau properti untuk mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil, atau bagian-bagiannya, untuk memaksakan tujuan sosial atau politik.46 Terorisme
merupakan suatu tindakan yang dapat
mengancam
masyarakatluas dengan kekuatan-kekuatannya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana tidak menentu yang umumnya 45 46
A.M. Hendropriyono, TERORISME: Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam, h. 25-26. Hermawan Sulistyo, Beyond Terrorism (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), h. 3.
35
dilakukan dengan sasaran secara acak atau tidak langsung kepada lawan, sehingga dengan dilakukan teror tersebut diharapkan mendapat perhatian dari pihak yang dituju.47 Dalam pengertian Islam itu sendiri tidak menggunakan kekerasan atau paksaan, hal tersebut dapat dilihat dalah surat Al-Baqarah:256bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan atau paksaan justru Islam mengajarkan kebebasan dalam memeluk agamanya masing-masing. Jika orang dipaksa atau diancam agar
masuk Islam,
pertanggungjawaban
atas
maka orang
kejahatan
yang
itu tidak
bisa dimintai
dilakukannya,
karena
ia
melakukannya lantaran dipaksa. Oleh karena itu Allah SWT membebaskan kepada umat manusia untuk memilih Islam atau kafir. Apabila terorisme dilihat dari konteks pidana, maka dalam syariat Islam hal ini termasuk bagian kecil dari kejahatan hudud hirabah, yaitu perbuatan yang menimbulkan kekacauan di masyarakat
sehingga mengganggu
ketentraman umum. Tindakan teror yang dilakukan orang non muslim maupun orang Islam yang melakukan kerusakan di bumi akan mendapatkan hukuman yang setimpal di akhirat kelak, karena Syariat Islam sengaja diciptakan Allah SWT untuk melahirkan kesejahteraan bersama seluruh penghuni bumi, termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Islam sebagai syariat memiliki tujuan maqashidusysyari’ah yang artinya untuk melindungi agama, jiwa, akal, 47
M. Hilaly Basya, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam (Jakarta: Center for moderate moslem, 2004), h. 39
36
ketururnan dan harta. Oleh karena itu, pelaku terorisme harus ditindak secara tegas.48
48
h. 167.
ZA, Maulani, Terorisme dan Konspirasi Anti Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kutsar, 2002),
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Harian Umum Republika Harian Republika merupakan media skala nasional yang dimiliki oleh komunitas muslim Indonesia. Republika berdiri pada tahun 17 Agustus 1992 oleh Yayasan Abdi Negara yang didukung oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonsia (ICMI) dan baru menerbitkan koran pada tahun 1993. Setelah B.J Habibie tidak lagi menjabat sebagai presiden RI dan kiprah politik yang melemah dari ICMI sebagai pemegang PT. Abdi Bangsa, pada akhir tahun 2000 PT. Mahaka Media mengambil alih saham. Dengan demikian media Republika resmi dibawah naungan PT. Mahaka Media. Bisa dikatakan terbitnya Harian Republika merupakan kebangkitan kembali pers Islam yang mana sejak Orde Baru ditekan dan dipolitisir.49 Peran ICMI dalam kelahiran Republika bisa dibilang sangat masif. ICMI sendiri berdiri pada tahun 5 Desember 1990 yang diinisiasi langsung oleh presiden pada saat itu Jendral Soeharto yang disiarkan dan kemudian disebarkan untuk di galang keseluruh Indonesia. ICMI mempunyai agenda yang tertuang pada agenda 5K: Kualitas Pikir, Kualitas Karya, Kualitas Iman, Kualitas Kerja dan Kualitas Hidup.50 ICMI muncul untuk menggagas pengembangan Islamic Center, pengembangan CIDES (Center For Information and Development Studies) 49
Diambil dari http://profil.merdeka.com/indonesia/r/republika/ pada tanggal 25 Juni 2016, jam 16:57. 50 Company Profile, Harian Republika
37
38
dan Harian Umum Republika. Di mana ketiga agenda tersebut dilakukan lewat Yayasan Abdi Negara yang berdiri tahun 1992. Kemunculan ICMI memang tidak mudah diterima dengan nyaman walaupun benar ditujukan kepada mayoritas ummat Islam. Menurut Hairus Salim SH melihat ada dua kecemasan pada waktu itu, pertama, beriringan dengan munculnya politik respresentasi itu bangkit pula simbol-simbol formal secara berlebihan akan memacetkan komunikasi dan pergaulan sosial (antar-umat beragama). Kedua, membuat kalangan non muslim (sekali lagi, juga kalangan muslim sendiri) adalah terjadinya politisasi ICMI sebagai kendaran untuk tujuan-tujuan politik islam. Dalam kategori pendukung ICMI , kelompok politisi islam ini adalah kelompok ketiga, yakni para Islam moderenis, yang meyakini politik sebagai instrumen utama untuk mencapai tujuan. Dua kelompok lainnya adalah para teknokrat dan para birokrat, dan para pemimpin islam moderat (termasuk di sini para cendikiawan Neo-Moderenis). Di mana kemudian Republika, CIDES, dan Majalah UMMAT disebut-sebut sebagai alat politik ICMI itu sendiri.51 Yayasan Abdi Bangsa didirikan oleh 48 orang yang berasal dari berbagai kalangan baik tokoh masyarakat, Menteri Negara, Cendikiawan, pengusaha. Di sisi lain, Hj Mohammad Soeharto sebagai Presiden RI menjabat sebagai pelindung yayasan, sedangkan Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang menjabat sebagai ketua umum merangkap menjadi ketua badan pembina Yayasan Abdi Bangsa. Dari yayasan inilah kemudian Republika didirikan. 51
Hairus Salim HS “ICMI, Pluralisme Agama dan Demokrasi” dalam ICMI: Negara dan Demokrasi, (Yogyakarta: Kelompok Studi Lingkaran, 1995), h.20-21
39
Yang mana nama Harian Republika sendiri diberikan oleh Hj Mohammad Soeharto sendiri dengan mengusulkan nama “Republik”.52 Berdirinya Republika juga bisa dikatakan hasil kegigihan dari seorang wartawan senior Zaim Uchrowi yang terus menggagas pers berwawasan islam namun selalu ditekan Orde Baru, baru lewat ICMI lah kesempatan itu terbukan luas. Pencapaian Republika bisa dikatakan sangat prestisius, harian yang berwawasan akan nilai-nilai islam progressif ini juga menjadi pengawal media online pertama dengan menggagas situs web pada tahun 1995 dengan nama www. Republika.co.id. diikuti dengan prestasi di tahun 1997 mejadi media pertama yang mengoperasikan sistem jarak jauh yaitu Sistem Cetak Jarak Jauh (SCJJ), dengan penggagas tumbuhnya kolom kedaerahaan pertama di indonesia. Lembaga lain yang diinisiasi langsung oleh Republika ialah Dompet Dhuafa yang menjadi yayasan sosial cukup berpengaruh saat ini. Target audiens dari Republika memang diarahkan pada orientasi dari berbagai kalangan dan agama bisa dari kalangan tujuannya dengan menargetkan pangsa pasar nasional.
B. Visi dan Misi Harian Republika 1. Visi Harian Republika53 “Menjadikan surat kabar Republika sebagai koran ummat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas dan profesional namun mempunyai prinsip dalam 52
Comapny Profile, Harian Republika Diambil dari http://www.republika.co.id/page/about pada tanggal 25 Juni 2016, pukul 17.23 WIB 53
40
keterlibatannya menjaga persatuan bangsa dan kepentingan umat islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan Lil Alamin.” 2. Misi Harian Republika54 a. Politik;
dalam
hal
ini,
Republikamendorong
demokratisasi,
optimalisasi peran lembaga-lembaga negara, mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat, mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik, penghargaan terhadap hak-hak sipil, dan mendorong terbentuknya pemerintahan yang bersih. b. Ekonomi;
mendukung
terbukanya
mempromosikan profesionalisme,
demokrasi
ekonomi,
berpihak kepada kepentingan
ekonomi domestik dan pengaruh globalisasi, pemerataan sumbersumber daya ekonomi, mempromosikan etika dan moral dalam berbisnis, dan berpihak pada usaha menengah, kecil, mikro, dan koperasi (UMKMK). c. Budaya; kritis-apresiatif terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang berkembang di masyarakat, mengembangkan bentukbentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan, menghaluskan perasaan, dan mempertajam kepekaan nurani. Menolak bentuk-bentuk kebudayaan/kesenian yang merusak moral, akidah, dan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan, serta menolak pornografi dan pornoaksi. d. Agama; mendorong untuk mensyiarkan Islam, mempromosikan semangat toleransi, mewujudkan “Islam rahmatan lil alamin” dalam 54
Company Profile, Pusat Data Harian Umum Republika
41
segala ilmu, serta membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat. e. Hukum;
mendorong
terwujudnya
masyarakat
sadar
hukum,
menjunjung tinggi supremasi hukum, mengembangkan mekanisme cheksandbalancespemerintah dan masyarakat, menjunjung tinggi HAM, dan mendorong pemberantasan KKN secara tuntas.
C. Strktur Redaksi Harian Republika Tabel 3.1 Sususnan Redaksi Susunan fungsionaris redaksional harian republika sebagai berikut DEWAN KOMISARIS Komisaris Utama
Adi Sasono
Komisaris
R Harry Zulnardy Adrian Syarkawi Rudi Setia Laksmana
DEWAN DIREKSI Direktur Utama
Erick Thohir
Wakil Direktur Utama
Mira Rhardjo Djarot
Direktur Operasional
Arys Hilman Nugraha
Manajer Senior Keuangan
Ruwito Brotowidjojo
GM Marketing dan Sales
Yulianingsih Yamin
Manajer Iklan
Indra Wisnu Wadhana
Manajer Produksi
norrokhim
Manajer Sirkulasi
Haryadi B Susanto
DEWAN REDAKSIONAL Pimpinan Redaksi
Irfan Junaidi
Wakil Pimpinan Redaksi
Nur Hasan Murtaji
Redaktur Pelaksana Koran
Subroto
42
Redaktur Pelaksana Newsroom
Elba Damhuri
Redaktur Pelaksana Online
Maman Sudiaman
Redaktur Khusus
Ikhwanul Kiram Mashuri Nashihin Masha
Redaktur Senior
Agung P Vazza
Wakil Redaktur Pelaksana
Firkah Fansuri Heri Ruslan Kumara Dewatasari Joko Sadewo
Asisten Redaktur Pelaksana
Rachmat Santosa Stevy Maradona EH Ismail Masyur Fakih Didi Purwadi Muhammad Subarkah
Sekretaris Redaksi
Hamidah Segaf
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS
A. Hasil Temuan pada Harian Umum Republika 1. Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Isi Pemberitaan Harian Umum Republika Pada bab ini peneliti menggunakan Teori Hirarki Pengaruh yang diperkenalkan oleh Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese55 dalam melihat faktor yang mempengaruhi isi pemberitaan aksi terorisme di Harian Umum Republika. Didalam teori Hirarki Pengaruh faktor yang mempengaruhi isi berita dibagi kedalam 5 level, yaitu; level individu (individual level), level kerutinan media (media routine level), level organisasi media (organization level), level ekstra media (extra media level) dan level ideologi (ideological level). Dengan demikian peneliti akan menganalisis apa saja faktor yang mempengaruhi isi media ditiap-tiap levelnya. a. Level Pengaruh Individu Dalam level ini, wartawan atau reporter yang dijadikan sebagai gambaran untuk faktor pertama (level individu) dalam pengaruh terhadap isi sebuah berita. Sebuah pemberitaan yang ada di media massa tidak akan ada tanpa ada pengaruh dari seorang reporter atau wartawan, dikarenakan mereka yang mencari, mengumpulkan data dan fakta hingga menjadi sebuah berita. 55
Pamela J Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message, Theories of Influence on Mass Media Content
43
44
Pada pembahasan ini menjelaskan tentang potensi yang mempengaruhi isi dari sebuah media massa dilihat dari factor internal seorang wartawan. Shoemaker membagi 3 faktor yang mempengaruhi individu seorang reporter, faktor pertama, yaitu
latar belakang, karakteristik, faktor kedua adalah perilaku, nilai dan
kepercayaan dari seorang reporter dan juga faktor ketiga pengaruh profesionalitas dan kode etik.56 Faktor pertama, ialah latar belakang, karakteristik, dan pengalaman pekerja dari reporter seperti faktor pendidikan yang mempengaruhi seorang reporter. Akan tetapi faktor ini tidak memiliki pengaruh pada isi pemberitaan di Harian Umum Republika, karena reporter Harian Umum Republika mempunyai latar belakang pendidikan yang beragam. “Saya lihat ngga ada ya persyaratan harus dari jurusan Jurnalistik, atau Komunikasi. Semua jurusan ada. Tidak mesti dari situ. Intinya sih harus punya kemauan untuk belajar menulis karena itu basic kita sebagai reporter.”57
Hal yang sama pun diucapkan oleh Massalamil Huda selaku reporter Harian Umum Republika. “Saya kuliah di ITS Surabaya, jurusan sistem perkapalan angkatan 2008. Kalo dari jurusan apa ngga, asal memenuhi syarat IPK minimal 3.0 kalo ngga salah”.58
56
Pamela J Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message, Theories of Influence on Mass Media Content, h.64 57 WawancarapenelitidenganRahmat Faisal, Reporter Harian Umum Republika, pada20 Maret 2017pukul 11.30 WIB, di kantorHarian Umum Republika, Jakarta. 58 Wawancarapenelitidengan Massalamil Huda, Reporter Harian Umum Republika, pada 12 April 2017pukul 14.30 WIB, di Posko Kemenangan Anis-Sandi,Menteng Jakarta Pusat.
45
Berdasarkan jawaban dari Rahmat Faisal dan Mussaimil Huda reporter Harian Umum Republika, bahwa latar belakang pendidikan di Harian Umum Republika tidak di spesifikasikan harus dari latar belakang jurusan jurnalistik dan reporter di Harian Umum Republika berasal dari jurusan yang beragam dan latar belakang pendidikan Faisal pun berasal dari keilmuan Tafsir jurusan Tafsir Hadist. Hal ini menunjukan bahwa latar belakang pendidikan tidak memiliki pengaruh besar terkait faktor individu. Faktor selanjutnya yang membentuk seorang reporter adalah prilaku, kepercayaan dan nilai-nilai yang dipegang oleh seorang reporter. Karena kepercayaan dan nilai-nilai yang dipegang secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap pencarian berita oleh seorang reporter.59 “Nilai yang ditekankan sih lebih kepada keberimbangan berita, trus profesional, kemashlahatan. karena kalau dilapangan banyak sekali godaan apalagi kasus hukum. Contoh kalau ada yang gak suka sama orang lalu minta tolong ke wartawan, untuk menjatuhkan. Banyak yang seperti itu dan kita anggap itu sebagai ujian seorang jurnalis.60”
Nilai yang dipegang oleh Rahmat Faisal sebagai reporter sama dengan nilai dan cara pandang Harian Umum Republika. Faisal berpandangan bahwa keberimbangan harus dikedepankan sebagai seorang reporter dan kemashlahatan yang terpenting. Hal ini juga sejalan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh Harian
59
Pamela J Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message, Theories of Influence on Mass Media Content, h.82. 60 WawancarapenelitidenganRahmat Faisal, Reporter Harian Umum Republika, pada20 Maret 2017pukul 11.30 WIB, di kantorHarian Umum Republika, Jakarta.
46
Umum Republika itu sendiri, yang berpandangan bahwa kemashlahatan harus diutamakan. “...kita tidak lagi jualan berita, tapi kita jualan perspektif. Kita mau kasih tau ke orang ini penting loh. Katakanlah kaya ketimpangan sosial, itukan isu yang berulang-ulang dan bikin orang-orang yang baca koran sudah malas atau bosan dengan isu tersebut. Tapi disini kami anggap penting karena itu bisa menimbulkan banyak sekali persoalan kalau tidak dibereskan. Ya otomatis kita harus naikan terus menerus walaupun isunya tidak seksi, tidak menjual, tapi menurut kami itu penting untuk kemashlahatan.”61
Dalam kaitannya dengan pemberitaan mengenai aksi teror di Sarinah, Faisal berpandangan bahwa kejadian teror tersebut adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai Islam yang sesungguhnya dan terlepas siapa yang bertanggung jawab berita itu punya dampak yang besar untuk umat Islam dan masyarakat Indonesia. Hal tersebut menunjukan bahwa reporter dalam memberitakan sebuah kejadian mengedepankan profesionalitas dan kemashlahatan. “Islam itu kan Rahmatan lil Alamiin, membawa rahmat kepada alam bukan malah membunuh dan meneror.”62 Faisal memberikan pernyataan terkait pemberitaan aksi teror di Sarinah ini juga dipengaruhi oleh value of news, pemberitaan harus sesuai dengan fakta dan
61
WawancarapenelitidenganFitriyan Zamzami Redaktur Halaman Satu Harian Umum Republika, pada8 Maret 2017pukul 13.00 WIB, di kantorHarian Umum Republika, Jakarta. 62
WawancarapenelitidenganRahmat Faisal, Reporter Harian Umum Republika, pada20 Maret 2017pukul 11.30 WIB, di kantorHarian Umum Republika, Jakarta.
47
data bukan berdasarkan dugaan reporter dan dengan pemberitaan yang sesuai fakta dilapangan. “pada waktu itu saya ditugaskan untuk meliput di Kepolisian, di Mabes Polri. Banyak yang bilang dari kepolisian ini adalah setting-an, ada juga yang bilang mereka mau merusak citra Islam dan menakut-nakuti. Tetapi saya harus tetap beritakan apa adanya sesuai yang terjadi di lapangan walau saya juga orang Islam saya tetap berimbang dan profesional.”63 Seperti yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese bahwa nilai, perilaku dan kepercayaan yang dianut oleh jurnalis sebagai pencari berita tidak terlalu memberikan efek yang terlalu besar kepada sebuah pemberitaan, dikarenakan kekuatan yang lebih besar dari level organisasi media dan rutinitas media. Tetapi sedikit banyak factor nilai, kepercayaan dan perilaku dari jurnalis dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.64 Faktor berikutnya yang mempengaruhi cara kerja seorang reporter adalah prinsip dalam menaati kode etik jurnalistik. Mengacu pada peraturan yang diterbitkan oleh Dewan Pers terkait Kode Etik Jurnalistik pasal 1 ’Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk’.65 Terkait prinsip dalam menaati kode etik jurnalistik, pada pemberitaan aksi teror di Sarinah pada Harian Umum Republika mempunyai
63
WawancarapenelitidenganRahmat Faisal, Reporter Harian Umum Republika, pada20 Maret 2017pukul 11.30 WIB, di kantorHarian Umum Republika, Jakarta. 64 Pamela J Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message, Theories of Influence on Mass Media Content, h.89. 65 Kode Etik Jurnalistik, diaskes 30 Maret 2017 pukul 17.53 WIB, dari: http://dewanpers.or.id/peraturan/detail/190/kode-etik-jurnalistik
48
pengaruh yang sangat besar bagi seorang redaktur. Prinsip keberimbangan berita dipegang oleh Faisal selaku reporter dalam memberitakan aksi teror di Sarinah. “Nilai yang ditekankan sih lebih kepada keberimbangan berita, terus profesional, kemashlahatan.”66
Akan tetapi peneliti melihat, prinsip cover both-side pada pemberitaan aksi teror di Sarinah sulit untuk bisa dilakukan. Karena menurut penuturan dari Fitriyan Zamzami Redaktur Harian Umum Republika dan juga pernah menjadi reporter di Harian Umum Republika bahwa agak sulit untuk menjalankan prinsip cover both-side terkait permasalahan terorisme. “Sebenarnya semua sesuai standar, tetapi kalau terorisme ini sulit karena sukar sekali menemui cover both side, karena terorisnya sudah mati disitu ya kami mau cover both side sama siapa? Jadi disitu yang lebih harus hati-hati kalau dengan isu terorisme. Karena kerap kali kita hanya memakai sumbernya dari penegak hukum, kita tahu mereka tidak bebas nilai. Mereka punya nilai sendiri, punya agenda sendiri, pandangan sendiri yang mungkin tidak sesuai dengan masyarakat. Jadi kita di Republika berusaha memperkaya dengan yang lebih penting sebenarnya pandangan saksi mata disekitar kejadian. Kadang pengamat juga perlu, dan tokoh agama untuk menenangkan suasana kita mainkan. Tapi kasus ini yang utama kita utamakan soal kejadian ya saksi mata dan penegak hukum, karena susah sekali untuk mencari cover both side nya.”67
66
WawancarapenelitidenganRahmat Faisal, Reporter Harian Umum Republika, pada20 Maret 2017pukul 11.30 WIB, di kantorHarian Umum Republika, Jakarta. 67 WawancarapenelitidenganFitriyan Zamzami Redaktur Halaman Satu Harian Umum Republika, pada8 Maret 2017pukul 13.00 WIB, di kantorHarian UmumRepublika, Jakarta.
49
Hal ini pun disampaikan oleh Massalamil Huda selaku reporter Harian Republika. Nilai utama yang menjadi pegangan jurnalis Harian Republika adalah keberimbangan berita serta keakuratan dari berita tersebut. “Nilai yang saya yakini kebenarannya dengan menginformasikan hal-hal yang perlu diketahui publik, hak-hak publik, ya nilai-nilai dasar aja sebagai jurnalis seperti keberimbangan berita, dan lain-lain”.68
Peneliti melihat prinsip keberimbangan adalah prinsip yang di pegang oleh reporter dalam mencari bahan berita pada kasus aksi terorisme di Sarinah Harian Umum Republika dengan mencari narasumber yang tepat seperti saksi mata di lokasi kejadian. Selain untuk memperkaya bahan berita, reporter juga meminta pendapat dari tokoh terkait, dan juga pandangan para ulama agar menjaga keakuratan pemberitaan terkait kasus terorisme di Sarinah. Dapat disimpulkan dari level individu di Harian Umum Republika bahwa peneliti melihat level individu tidak mempunyai pengaruh yang besar dalam mempengaruhi pemberitaan aksi terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika. Dikarenakan setiap berita mengenai aksi terorisme di Sarinah akan di filter oleh redaksi Harian Umum Republika sesuai dengan kebutuhan pesan yang ingin disampaikan. “...Jadi itu yang saya katakan rapat tidak hanya face to face, dari informal seperti group bisa saja reporter memberi masukan bahkan kita bisa diskusi. Tetapi dalam rapat finishing itu ngga, itu redaktur keatas dan reporter tidak ikut
68
Wawancarapenelitidengan Massalamil Huda, Reporter Harian Umum Republika, pada 12 April 2017pukul 14.30 WIB, di Posko Kemenangan Anis-Sandi,Menteng Jakarta Pusat.
50
dalam rapat.... ....Setelah itu redaktur baru bekerja, jika dirasa ada yang kurang, redaktur meminta ke news room lalu di lanjutkan ke reporter untuk diperkaya lagi berita yang sedang di editing lalu prosesnya sama setelah redaktur edit, masuk ke editor bahasa, nanti selesai itu ke desain ya ke layout, lalu di print kertas setelah itu di cek dan dari hasil yang sudah di cek diserahkan lagi ke layout baru dikirim ke percetakan.”69
b. Level Rutinitas Media Rutinitas media merupakan kebiasaan sebuah media dalam pengemasan sebuah berita menjadi terpola, sudah dipraktekan oleh pekerja media, dan terjadi secara berulang-ulang. Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting pada produksi isi simbolik karena menentukan bagaimana bentuk produk yang dihasilkan oleh media.70Pengaruh rutinitas ini membuat seorang pekerja media menjalankan tugas-tugasnya dengan menggunakan aturan baku di mana ia bekerja. Sebagai bagian dari kelompok, seorang jurnalis akan bertindak sesuai dengan bagian atau norma yang berlaku di kelompoknya. Norma dan aturan tersebut mengatur bagaimana mereka harus bertindak. Karena itu isi media juga dipengaruhi oleh rutinitas secara berkelanjutan dilakukan oleh media tersebut.71
69
Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta. 70 Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 137. 71 Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 138.
51
Biasanya, media rutin disusun dalam tiga komponen penting yakni sumber berita (suppliers), pengolahan media (processor), audiens (consumers)72, yang mana satu sama lainnya berkaitan. Peneliti melihat pengaruh rutinitas media Harian Republika terhadap pemberitaan aksi terorisme di Sarinah faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pengolahan pemberitaan. Faktor pengolahan pemberitaan sangat kuat karena menjadi acuan yang patut dipatuhi oleh seluruh pekerja media di Harian Umum Republika yaitu para reporter dan redaktur. “Republika itu ada dua platform, ada online ada koran tetapi masih dalam satu payung news room. Jadi ada tiga pilar di Republika ini, news room, online, dan cetak. News room ini pabrik beritanya, jadi reporter dibawah news room kemudian ada online dan cetak. Saya membawahi yang cetak, jadi dari yang produksi dari news room tadi masuk kekantor berita internal kita namanya news Rep, lalu kita lihat mana berita yang bagus lalu kita ambil begitupun dengan online.”73
Dapat dikatakan berdasarkan proses rutinitas media yang dilakukan oleh Harian Umum Republika, proses pengelolaan pemberitaan terjadi di ruang redaksi cetak dan news room. News room bisa dikatakan sebagai tempatnya bahan berita dan ruang redaksi sebagai tempat mengelola dan mengemas sebuah berita yang akan di ditampilkan. Keduanya termasuk bagian dari pengelolaan pemberitaan di Harian Umum Republika. 72
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 109. 73 Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta.
52
Pengelolaan pemberitaan tergambar dari rapat-rapat perencaan di Harian Umum Republika. Dikarenakan Harian Umum Republika adalah media cetak harian, jadi rapat-rapat yang dilakukan setiap hari. Rapat tersebut antara lain rapat finishing dan rapat budgeting. Hasil rapat tersebut adalah pegangan untuk reporter dalam mencari berita di lapangan. Dalam mencari berita reporter tidak bisa menentukan sendiri tema atau isu apa yang mau dicari dilapangan karena isu dan tema yang dicari oleh reporter sudah ditentukan sebelumnya dalam rapat budgeting. ”alurnya kalau di ‘cetak’ pada malam hari mereka (redaktur) sudah membuat budgeting besok itu mereka akan menampilkan apa termasuk redaktur halaman satu. Misalnya isunya tentang e ktp, besok terkait e ktp ada apa? Misal besok ada sidang, harus diliput, suasana nya seperti apa dan sebagainya. Jadi sudah semua itu redaktur dari masing – masing halaman ada Nasional, ekonomi, politik, olahraga dan lain lain. Pada malam itu juga di deliver ke news room karena yang punya pasukan kan news room, lalu dari news room inilah yang mendeliver ke reporter. Jadi pada saat malam reporter sudah punya pegangan mereka mau ngapain, kecuali kalau besok dia ada peristiwa yang lebih penting atau menarik baru dia bisa diskusikan.”74 Jika dilihat dari proses pengolahan pemberitaan di Harian Umum Republika alur proses pengolahan pemberitaannya sebagai berikut:
74
Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta.
53
Gambar 4.1 Bagan alur proses pemberitaan Harian Umum Republika Alur proses pemberitaan di Harian Umum Republika75
Dalam menentukan tema dan isu sebuah berita, peran redaksi sangat besar karena mereka yang menentukan apa saja tema yang akan diangkat menjadi sebuah
berita
lewat
rapat
budgeting.
Walaupun
sebuah
berita dalam
perencanaannya sudah ditentukan di ruang redaksi lewat rapat-rapat akan tetapi reporter dapat juga memberi masukan dalam menentukan tema dan isu yang akan dicari dilapangan. Karena reporter yang terjun langsung dilapangan maka mereka juga bisa memberi penilaian tentang sebuah kasus yang penting atau menarik untuk diberitakan.
c. Level Organisasi Media
75
Data per tanggal23 Maret 2017, diolahdarihasilwawancaradenganredakturpelaksanaHarian Umum Republika.
54
Level pengaruh ketiga adalah pengaruh organisasi pada pemberitaan sebuah media. Pada level ini peneliti akan menjabarkan pengaruh organisasi dalam sebuah media terhadap seluruh pemberitaan yang diterbitkan, hal ini ditujukan untuk melihat seberapa kuat pengaruh level organisasi pada sebuah penyajian berita dalam media. Pemegang kekuasaan tertinggi dalam sebuah institusi adalah pemilik institusi (owner), begitupun dalam media massa. Pemilik media mempunyai hak dan kewenangan untuk mengatur segala aspek yang terdapat dalam proses penerbitan. Mulai dari tema pemberitaan, angel, kegiatan peliputan hingga pengemasan sebuah berita. Namun, dalam level organisasi ini bukan hanya owner yang memiliki pengaruh, organisasi lain yang tergabung didalamnya dan memiliki kepentingan masing-masing juga dapat mempengaruhi.76 Dalam konteks pemberitaan terorisme di sarinah dalam Harian Umum Republika peneliti melihat bahwa pemilik media tidak terlalu mempengaruhi. “Kalau soal yang umum yang general masalah katakanlah politik, kemudian tentang pemberitaan, jarang sekali bahkan tidak pernah. Tapi karena beliau pemilik Inter Milan mau gak mau ya hehe. Tapi itupun beberapa kali, tidak terlalu ketat. Pernah suatu waktu kita bikin Headline nya ‘Inter Milan tertunduk malu’ kaya gitupun ya lebih cair disini tidak sedemikian kencang seperti media lainnya yang campur tangan terhadap pemberitaan dan alhamdulillah buat
76
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 140.
55
berita yang bener –bener terkait terhadap isu publik gak pernah kami merasakan”.77
Pada isu- isu publik termasuk pada isu terorisme di sarinah pemilik media sama sekali tidak mempengaruhi pemberitaan. Hal ini mendapatkan penegasan bahwa selalu ada pelaporan terkait apa yang akan diberitakan kepada pemilik media namun tidak ada intervensi berlebih pada jajaran redaksi. “Ya paling kami di kasih bocoran aja, misal besok mau ada penentuan kordinatornya nih seperti itu aja. Tapi ngga sampe kasih intruksi, beritanya harus gimana gimana”. 78
Tidak adanya intervensi berlebih pada sebuah pemberitaan ini dikarenakan memang pemilik Harian Umum Republika adalah pebisnis yang tidak memiliki afiliasi dengan partai politik. “Iya mungkin karena dia murni pengusaha sehingga tidak begitu tertarik sejauh ini ya. Mudah-mudahan janganlah”.79
Dari keterangan tersebut, pemegang pengaruh terbesar dalam sebuah pemberitaan di Harian Umum Republika adalah redaktur. Dalam pemberitaan Harian Umum Republika terkait kasus terorisme di sarinah, redaktur memiliki porsi terbesar dalam mempengaruhi pemberitaan tersebut.
77
Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta 78 Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta 79 Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
56
“Kami membuat dua running story, di mana running story pertama di headline terkait bagaimana sikap pemerintah terkait itu , dan running story kedua itu di feature bagaimana kami menceritakan kejadian tersebut. Jadi 4 edisi pertama setelah kejadian, kita cerita soal latar belakang masing-masing pengebom. Kenapa mereka bisa jatuh kejalan tersebut. Nah, saat itu ide besarnya yang ingin kami sampaikan, orang bisa demikian jahat tidak semata karena agama, kami menceritakan mereka punya bakat masing-masing misalnya ada yang jago main bola, ada yang jago ngurus mesin, ada yang bisa dua bahasa, jadi yang kami sampaikan adalah mereka ini adalah orang orang berbakat tapi mereka tidak diberikan saluran yang benar sama sekitar mereka maupun pemerintah atau masyarakat sehingga mereka mencari jalan-jalan pelampiasan yang negatif.”80
Dari data wawancara diatas, terkait ide pengemasan kasus Terorisme di Sarinah murni hasil rapat redaksi tanpa campurtangan dari owner. Pengaruh terbesar dalam pemberitaan adalah kesepakan dewan redaksi. Pengaruh terbesar dalam kebijakan sebuah pemberitaan muncul diruang redaksi yang mencapai 95%. “Ya sangat sangat besar, redaksi yang punya kebijakan. Porsinya bisa 95% lah kita (Redaksi) , 5% nya dia (owner)”.81
Penjelasan diatas menegaskan bahwa redaktur memang memiliki porsi tertinggi dalam pengambilan kebijakan dalam sebuah pemberitaan. Campur tangan pemilik media tidak terlalu berdampak signifikan dalam sebuah
80
Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta 81 Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
57
pemberitaan. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan terkait sebuah pemberitaan adalah redaktur. “Kalau untuk halaman satu itu situasional seperti pas bom sarinah itu kejadian pagi hari langsung kita mengirim 4 / 5 wartawan ke tempat kejadian, atau misalnya kami mau running contoh seperti e-ktp ya kami pasti malam sudah mempersiapkan apa saja hal yang akan ditanyakan tapi kadang juga situasional dari wartawan atau redaktur bahkan mungkin rembukan bersama”.82 “sebenarnya bukan hanya di redaktur, jadi prosesnya itu dari redaktur keataslah. Ada redaktur, ada waredpelnya, ada redpelnya bahkan ada wapimred dan pimred memberikan masukan untuk itu. Kalau yang rapat penentuan itu memang ditingkat sampai di redaktur pelaksana. Tapi pada saat rapat budgeting itu semuanya akses dan memberi masukan.”83
Pada pemberitaan terorisme di sarinah dalam Harian Umum Republika pengaruh terbesar dipegang oleh pimpinan redaksi, namun ditubuh Harian Umum Republika selalu ada kesempatan bermusyawarah untuk menentukan sebuah pemberitaan, bukan semata-mata keputusan pimpinan redaksi sepihak.
d. Level Ekstra Media Level pengaruh keempat adalah level pengaruh dari luar organisasi media. Pada level ini biasanya disebut dengan level ekstra media. Level ekstra media ini berkaitan dengan pengaruh dari luar organisasi media dalam sebuah pemberitaan. 82
Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta 83 Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta.
58
Pengaruh-pengaruh tersebut berasal dari sumber berita, pengiklan, pembaca, pemerintah, pangsa pasar dan teknologi.84 a) Sumber Berita Sebuah Sebuah berita dipengaruhi oleh unsur sumber berita tersebut. Terkait pemberitaan kasus terorisme di Sarinah, Harian Umum Republika melihat dari berbagai sudut yang terdapat dimasyarakat terkait kejadian terorisme di Sarinah. “Sebenarnya semua sesuai standar, tetapi kalau terorisme ini sulit karena sukar sekali menemui cover both side, karena terorisnya sudah mati disitu ya kami mau cover both side sama siapa? Jadi disitu yang lebih harus hati-hati kalau dengan isu terorisme. Karena kerap kali kita hanya memakai sumbernya dari penegak hukum, kita tahu mereka tidak bebas nilai. Mereka punya nilai sendiri, punya agenda sendiri, pandangan sendiri yang mungkin tidak sesuai dengan masyarakat.”.85
Berdasarkan hasil temuan diatas Harian Umum Republika diketahui memilih sumber utama dalam pemberitaan kasus terorisme di Sarinah dari bermacam-macamsumber. Sumber berita yang pertama adalah dari kepolisian, yaitu Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan. Lalu Harian Umum Republika memilih Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan yaitu Luhut Binsar Pandjaitan sebagai sumber
84
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 173. 85 Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
59
berita. Selain itu ada Kepala Badan Intelejen Negara Sutiyoso dan saksi mata di lokasi kejadian yang menyaksikan teror tersebut.86 Jadi kita di Republika berusaha memperkaya dengan yang lebih penting sebenarnya pandangan saksi mata disekitar kejadian. Kadang pengamat juga perlu, dan tokoh agama untuk menenangkan suasana kita mainkan. Tapi kasus ini yang utama kita utamakan soal kejadian ya saksi mata dan penegak hukum, karena susah sekali untuk mencari cover both side nya.87
Pengaruh sumber berita memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada rutinitas media di Harian Umum Republika sebagai faktor dari luar organisasi media berkaitan dengan kelengkapan bahan pemberitaan. Tetapi pengaruh tersebut tidak terlalu berdampak langsung kepada pemberitaan terorisme di Harian Umum Republika. Sumber berita yang paling berpengaruh dalam isi pemberitaan Harian Umum Republika terkait terorisme di Sarinah adalah kerabat pelaku, masyarakat sekitar tempat pelaku tinggal serta saksi mata yang berada ditempat kejadian saat kejadian itu berlangsung. “Ada sekitar 10 seri feature yang benar-benar kami dapat di lapangan tanpa penegak hukum, pengamat, ya kami benar-benar bertanya kepada teman pelaku pengeboman, masyarakat sekitar yang mereka tinggal, dan orangorang yang kebetulan hadir di tempat kejadian. Katakanlah itu hutang kami. Karena untuk media cetak harian sukar untuk memenuhi keinginan pembaca
86
Harian Umum Republika, Edisi Jum’at, 15 Januari 2016, h.1 87 Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
60
dalam sehari. Makanya setelah itu kita punya wartawan investigasi selama dua bulan untuk menggali isu tersebut”.88
b) Dewan Pers Pengaruh pada sebuah pemberitaan dalam isi media yang tidak dapat dihimdari adalah pengaruh dari lembaga pemerintahan. Dalam kasus ini salah satu lembaga yang memiliki wewenang untuk mengontrol isi pemberitaan adalah Lembaga Dewan Pers. “Dalam sistem pers, Dewan Pers berfungsi sebagai lembaga independen yang melindungi kebebasan pers. Dewan Pers juga memiliki fungsi menjaga dan meningkatkan kualitas serta profesionalisme pers. Fungsi tersebut dilakukan antara lain melalui pembuatan kajian-kajian, menetapkan dan mengawasi pelaksanaa Kode Etik Jurnalistik, memberikan peringatan etik dan lain-lain. Fungsi lain dari Dewan Pers adalah memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan dibidang pers. Peraturan ini kemudian diterapkan oleh rapat Pleno Dewan Pers menjadi peraturan Dewan Pers. Peraturanperaturan yang dibuat sendiri oleh organisasi dan masyarakat pers ini juga bisa berfungsi sebagai alat ‘’kontrol” diri pers untuk menjaga profesionalitas dan kualitas pers. Dewan Pers juga memiliki tugas mendata perusahaan pers. Pendataan dilakukan dengan mengacu pada parameter yang sudah ditetapkan dalam peraturan-peraturan Dewan Pers”.89
88
Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republik a, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta 89 Wawancara peneliti dengan Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers, pada 28 Maret 2017 pukul 16.00 WIB, di Kantor Dewan Pers,Kebon Sirih
61
Fungsi kontrol dari Dewan pers tidak sepenuhnya mempengaruhi secara keseluruhan isi pemberitaan dari sebuah media. Fungsi kontrol yang dimaksudkan adalah menjaga kualitas serta profesionalitas dalam menjalankan kode etik jurnalistik. “Jika yang dimaksud sebagai kontrol adalah ‘kontrol’ kualitas, maka hal tadi adalah bagian dari pelaksanaan ‘kontrol’ tersebut. Tetapi kata kontrol disini tentu jauh berbeda konotasinya dengan kata kontrol sebagaimana yang terjadi dan berlaku di era Orde Baru di mana rezim pers kita lebih berciri pers otoritarian”.90
Dalam menjalankan tugasnya dewan pers berhak memberikan teguran berdasarkan pada temuan pelanggaran kode etik yang dilakukan media massa ataupun berdasarkan pelaporan dan aduan dari masyarakat. “bisa dengan teguran atau peringatan yang dilakukan melalui surat ke media yang ditemukan telah melakukan pelanggaran etik. Yang paling banyak diberikan kepada media dengan pelanggaran etik terkait SARA, sadisme, atau penyebutan identitas anak korban kejahatan asusila. Peringatan atau teguran bisa juga disampaikan melalui penilaian Dewan Pers yang dimuat dalam Risalah Penyelesaian kasus pengaduan terkait pemberitaan yang ditangani Dewan Pers atau dalam Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR”).91
Terkait kasus terorisme yang diliput oleh media massa, dewan pers memiliki peraturan yang lebih rinci dalam menjaga validitas informasi 90
Wawancara peneliti dengan Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers, pada 28 Maret 2017 pukul 16.00 WIB, di Kantor Dewan Pers,Kebon Sirih 91 Wawancara peneliti dengan Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers, pada 28 Maret 2017 pukul 16.00 WIB, di Kantor Dewan Pers,Kebon Sirih
62
yang akan disebarkan serta menjaga keselamatan reporter dilokasi kejadian. “Ada peraturan Dewan Pers mengenai pedoman peliputan terorisme. Pedoman ini bisa jadi panduan lebih rinci mengenai bagaimana meliput isu terorisme. Panduan lainnya adalah prinsip-prinsip jurnalistik dan Kode Etik Jurnalistik. Dalam peliputan bom Sarinah, ada tv yang melanggar prinsip serta kode etik jurnalistik, khususnya yang terkait verifikasi atau uji informasi. Mereka (TvOne, MetroTV, dan TVRI) menyampaikan pada saat itu ada bom lainnya selain yang di Sarinah. Ini informasi dari media sosial yang kemudian dilahap dan ditayangkan tanpa verifikasi. Dalam konteks pedoman peliputan terorisme kita masih menemukan ada media yang tidak memperhatikan pentingnya mengedepankan keselamatan dalam peliputan dan menghindari penanyangan atau pengambilan gambar yang menimbulkan ketakutan dan kengerian.”92
Harian Umum Republika dalam pemberitaan kasus terorisme di Sarinah tidak mendapatkan pengaruh apapun dari Dewan Pers. Hal ini dibuktikan tidak adanya temuan pelanggaran kode etik oleh Dewan pers terhadap pemberitaan Harian Umum Republika serta tidak adanya laporan yang masuk dari masyarakat terkait terorisme di Sarinah yang dimuat dalam Harian Umum Republika.
92
Wawancara peneliti dengan Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers, pada 28 Maret 2017 pukul 16.00 WIB, di Kantor Dewan Pers,Kebon Sirih
63
“Terkait dengan isu terorisme di sarinah yang diangkat oleh republika tidak ada laporan yang masuk ke dewan pers dari masyarakat”.93
Pemberitaan yang dilakukan Harian Umum Republika sudah memenuhi aturan kode etik jurnalistik serta sudah menjalankan perannya sebagai media penyalur informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. “Sejauh ini republika sudah berada di jalur yang pas dengan kode etik yang berlaku. Terkait keberpihakan itu hak mereka, asalkan berita yang dimuat berimbang dan akurat. Dan dalam terkait kasus ini republika saya lihat independen ya, dalam artian mereka menyampaikan berita yang berimbang kepada masyarakat dan tidak menyampaikan berita bohong serta tidak menyebarkan kengerian dan ketakutan di masyarakat”.94
Dalam kasus terorisme di Sarinah Harian Umum Republika dianggap sudah menjalankan aturan dengan baik yang mengacu pada kode etik jurnalistik serta sudah menyampaikan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. c) Pembaca Pengaruh berikutnya yang mempengaruhi isi pemberitaan terorisme di Sarinah dalam Harian Umum republika adalah unsur pembaca. Peneliti melihat bahwa pembaca setuju dan mendukung akan pemberitaan terorisme di Sarinah dalam Harian Umum Republika.
93
Wawancara peneliti dengan Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers, pada 28 Maret 2017 pukul 16.00 WIB, di Kantor Dewan Pers,Kebon Sirih 94 Wawancara peneliti dengan Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers, pada 28 Maret 2017 pukul 16.00 WIB, di Kantor Dewan Pers,Kebon Sirih
64
Headline Kami Tidak Takut dalam Harian Umum Republika dipengaruhi oleh tagline di Twitter yang muncul beberapa jam setelah kejadian. “Iya kami juga terinspirasi dari hastag tersebut. Agak unik untuk rapat edisi ini hampir tidak ada perebatan dalam rapat. Entah bagaimana semua merasa sama tentang edisi ini. Hanya dalam pengemasannya itu saja ada sedikit pembicaraan”.95
Namun pengaruh dari pembaca sangatlah tidak ada sangkutpautnya terhadap isi pemberitaan. Pengambilan tagline Kami Tidak Takut sebagai headline di Harian Umum Republika terjadi karena gejolak pembaca yang muncul di media social. Tidak ada pengaruh dalam konten. Hal ini dikarenakan memang Harian Umum Republika sudah memiliki konsep dan angel tersendiri dalam melihat kasus terorisme di Sarinah. “bahwa yang hendak kita sampaikan itu sebetulnya realitas ditengah masyarakat. Itu yang ingin kita angkat, realitas seperti itu yang ditangkap oleh masyarakat dan kita tekankan lagi dengan pesan-pesan melalui berita kita. Dan itu juga timbul dari diskusi, kita berdebat panjang kita harus tampil seperti apa kemudian ketika di desainpun masih menjadi perdebatan, apakah merah putih atau kah seperti apa dan sampai kemudian pilihan tagline itu muncul di akhir-akhir. Termasuk kita pertimbangkan juga apakah dengan
95
Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
65
memakai tagline tersebut apakah itu tidak sama? Bagi kita itu tidak masalah karena itu yang hendak kita sampaikan dan suara masyarakat seperti itu.”96
d) Pangsa Pasar dan Pengiklan. Unsur pengaruh selanjutnya adalah pangsa pasar dan pengiklan terhadap pemberitaan terorisme di Sarinah dalam Harian Umum Republika. Acuan Harian Umum Republika dalam membuat sebuah berita adalah melihat kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pangsa pasar. Masyarakat membutuhkan informasi terkait terorisme di Sarinah dikarenakan terorisme selalu memiliki kecenderungan identik dengan Islam. Hal ini berkaitan dengan mayoritas penduduk Indonesia adalah penganut agama Islam. “Karena disitu letak pesannya kenapa kita perlu menegaskan ketakutan berlebihan itu tidak perlu. Karena seperti itu, tiba- tiba ada revisi, tiba-tiba BIN ingin ikut, TNI ingin ikut terorisme, siapa yang bakal kena rugi? Ya pasti orang Islam, karena sudah bukan rahasia pemerintah mengasosiasikan terorisme hanya dengan Islam. jadi kalau kita tidak hati-hati kita kita orang yang bakal kena susah”.97
Pengaruh pangsa pasar tidak terlalu besar dalam pemberitaan terorisme di Sarinah dalam Harian Umum Republika. Hal ini dikarenakan Harian Umum Republika memiliki kebijakan untuk mengacu pada fakta dan temuan lapangan sesuai dengan bukti jurnalistik. Pangsa pasar tidak 96
Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta. 97 Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
66
memiliki penekanan dalam pemberitaan terorisme di sarinah yang dilakukan oleh Harian Umum Republika. Organisasi
lain
yang
memiliki
pengaruh
lainnya
adalah
pengiklan.Kerjasama pengiklan dan Harian Umum Republika tidak mempengaruhi isi pemberitaan terorisme itu sendiri secara signifikan. “...Misalnya pun ada berita yang berkait dengan pengiklan. Ya harus kami tabrakan dengan itu. Misalnya dulu pernah kerja sama dengan Pertamina, Kementan bahkan masih running iklannya, tapi ya harus dipisahkan iklan ya iklan dan berita ya berita. Kalau Anda cek berita tentang harga cabai, sapi bukan kami bermanis-manis disitu tetep aja kalau salah ya salah dan konsekuensi ketika pengiklan sudah tidak mau iklan di kita sih ya itu konsekuensi.
Banyak yang cabut kontrak, maksudnya tidak melanjutkan
kontrak. Ya kami harus membedakan, ya kalau mau begitu suruh bikin advetorial jangan meminta kami mengarahkan berita kami untuk mengikuti dia punya agenda. Kalau mau bikin tulisan yang sesuai dengan dia punya narasi ya bikin iklan lah. Kami kasih pagar api agar pembaca tau kalau itu bukan kami, itu mereka punya acara”.98
Dalam konteks pemberitaan kasus terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika pengiklan tidak memiliki pengaruh sama sekali terkait isi pemberitaan yang dimuat. Hal ini dikarenakan memang Harian Umum Republika memiliki aturan yang tegas dalam mengatur
98
Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
67
keterikatan antara pengiklan dan konten berita. Pengiklan sama sekali tidak memiliki hak untuk mengarahkan alur berita yang akan dimuat.
e. Level Ideologi Pada level terakhir, sebuah institusi media dipengaruhi oleh ideologi yang dianut oleh media tersebut. Setiap institusi media memiliki ideologi yang menjadi acuan dasar media tersebut beraktifitas. Ideologi media merupakan nilai-nilai acuan media tersebut yang muncul sejak media itu didirikan. Segala kegiatan jurnalisme yang dilakukan harus disesuaikan dengan ideologi yang dianut oleh media tersebut, termasuk dalam pembuatan sebuah berita.99 Level ideologi memiliki perbedaan dalam mempengaruhi dibandingkan dengan level-level sebelumnya. Level ideologi lebih bersifat abstrak dan berhubungan dengan kerangka berfikir seorang individu dalam menafsirkan realitas. Ideologi menjadi landasan pengaruh utama yang mempengaruhi segala aspek dalam proses pembuatan sebuah berita.100 Pengaruh ideologi dalam sebuah pemberitaan terjadi secara tidak langsung dan menyerap pada rutinitas yang terjadi dalam sebuah institusi media.101 Mengacu pada pendirian awal Harian Umum Republika yang mayoritas pemilik sahamnya adalah para cendikiawan yang tergabung dalam Ikatan
99
Udi Rusadi, Kajian Media Isu Ideologis Dalam Perspektif Teori Dan Metode, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2015), h. 84. 100 Udi Rusadi, Kajian Media Isu Ideologis Dalam Perspektif Teori Dan Metode, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2015), h. 85. 101 Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 215.
68
Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) sudah pasti memiliki pengaruh besar dalam penetapan ideologi Republika sendiri.102 Perpindahan kepemilikan yang sebelumya dimiliki oleh tokoh-tokoh ICMI melalui PT. Abadi Bangsa kepada PT. Mahaka Media tidak mempengaruhi ideologi Harian Umum Republika secara signifikan.103 Berawal dengan nila-nilai Islam yang dibawa oleh para tokoh ICMI kemudian
bergeser
pada kepemilikan
yang
berbasis keuntungan tidak
menyebabkan gesekan terlalu besar. Dapat dikatakan Ideologi Islam yang berada di awal pembentukan Harian Umum Republika tidak diganggu asalakan tetap memiliki keuntungan bagi pemilik baru. Peneliti menemukan bahwa misi berdakwah tetap menjadi misi utama Harian Umum Republika namun secara bisnis misi dakwah tersebut juga membawa keuntungan finansial yang cukup besar. “Republika lebih dulu berdiri, sebelum dipegang Mahaka. Prinsip kami disini tentu, keumatan, kerakyataan, kebangsaan dan moderasi Islam kan. Islam modern dan moderat”.104
Hal ini dibuktikan tidak adanya intervensi dari pemilik baru secara signifikan terkait proses pembentukan sebuah pemberitaan seperti yang telah
102
Sumartono, Objektifitas Konflik Ambon Pada Pemberitaan Kompas Dan Republika, volume II No. 2, September 2015 h.53 103 Fajrianoor Fanani, Analisis Kebijakan Redaksional Harian Republika Pada Pemberitaan Religio-Politik Masa Kampanye Presiden Tahun 2009, Volume III no. 1 Juli 2011, h.61. 104 Wawancara peneliti denganFitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
69
dibahas sebelumnya. Bahkan ada sebuah kesepakatan dalam penerapan nilai Islam dikalangan pekerja Harian Umum Republika. “itu yang saya katakan, background person jadi kurang relevan disini. Jadi di Republika ini, kalau anda tahu, yang tidak sholat banyak, yang tidak berjilbab juga ada, yang agama lain juga ada. Jadi begitu masuk kita tidak ada syarat mereka harus sholat, memakai jilbab dan harus Islam. Tapi kita punya nilai yang disepakati bersama, dan yang berkaitan dengan nilai itu tidak ada tawar menawar. Karena nilai ini yang kita perjuangkan, nilai kita itu memperjuangkan Islam yang rahmatan lil alamin. Prinsip kita itu, Islam moderat, nasionalis, kebangsaan. Jadi kalau kita melihat sesuai ya frame nya itu gitu, kira kira garisnya itu ditengah lah, antara islam modern, kebangsaan dan nasionalis”.105
Hasil wawancara diatas menandakan bahwa memang nilai Islam menjadi nilai utama yang ditanamkan dalam diri para pekerja yang terlibat dalam Harian Umum Republika. Bahkan dalam pengambilan sebuah isu terkadang pengaruh golongan Islam menjadi salah satu pertimbangan bagi Harian Umum Republika dalam menentukan sebuah berita. “Ya, kadang-kadang justru itu yang lebih kami taati, biasanya itu yang kami pertimbangkan. Tapi perlu dicatat juga karena Republika sejak awal sudah menjadi rumahnya untuk semua Golongan Islam, jadi hal itu sukar sekali. Kadang ada pembaca yang mau nya kesini ada yang maunya kesana. Kita pernah didemo sama orang FPI, pernah didemo sama orang JIL jadi kiri kanan semua pada ngedemo, sama orang tertentu dibilang Syi’ah, dibilang Salafi,
105
Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 p ukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta.
70
tetapi justru dari itu kita berpikir kita masih dijalan yang benar. Karena masingmasing masih kritis melihat kita. Karena kalau sudah ada satu golongan yang membanggakan kita dan tidak pernah kritis wah kita harus berpikir ulang”.106
Terkait pemberitaan terorisme di sarinah dapat dilihat bahwa Ideologi Islam sudah menjadi landasan dasar Harian Umum Republika dalam mengemas berita tersebut, hal ini tergambar dari konstruk penolakan pelabelan Islam sebagai teroris. “Karena disitu letak pesannya kenapa kita perlu menegaskan ketakutan berlebihan itu tidak perlu. Karena seperti itu, tiba- tiba ada revisi, tibatiba BIN ingin ikut, TNI ingin ikut terorisme, siapa yang bakal kena rugi? Ya pasti orang Islam, karena sudah bukan rahasia pemerintah mengasosiasikan terorisme hanya dengan Islam. jadi kalau kita tidak hatihati kita kita orang yang bakal kena susah...Nah, saat itu ide besarnya yang ingin kami sampaikan, orang bisa demikian jahat tidak semata karena agama,”.107 Penjabaran diatas menunjukkan bahwa ideologi Islam sudah menjadi hal yang mempengaruhi Harian Umum Republika dalam berbagai aspek. Nilai-nilai Islam yang Rahmatan Lil Alamin, Islam yang moderat, Islam yang menjaga nilai keIndonesiaan adalah nilai yang tertanam dalam Harian Umum Republika. Begitupun dalam kasus terorisme di Sarinah, pesan yang ingin disampaikan ialah
106
Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta 107 Wawancara peneliti dengan FitrianZamzamiRedaktur HalamansatuHarian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
71
bahwa Islam bukan teroris, Islam cinta damai dan kejahatan terorisme yang dilakukan bukanlah semata-mata akibat dari agama. Nilai- nilai Islam tersebut menjadi landasan utama Harian Umum Republika dalam memandang realita. Pengaruh ideologi Islam sudah masuk dalam tataran individu pekerja sampai tataran pengemasan sebuah berita. 2. Kebijakan
Redaksional
Harian
Umum
Republika
dalam
Pemberitaan Terorisme di Sarinah Dalam peliputan kasus aksi terorisme di Sarinah Harian Umum Republika seorang reporter bertugas untuk mencari berita dengan yang sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan. Setelah itu reporter segera menulis berita tersebut dan tulisan tersebut segera dikirim ke news room dan redaktur untuk segera berita stersebut diseleksi dan dipilih mana yang layak untuk di tampilkan. Setelah itu berita mengenai aksi terorisme di Sarinah yang sudah lolos seleksi oleh redaktur diedit oleh editor bahasa lalu dibuat kan desain layoutnya. Setelah itu berita yang sudah melalui proses editing dikirim kembali ke redaktur untuk finalisasi dan siap cetak. “ kita yang di koran itu mantau apa yang sudah didapat dari reporter, bagaimana isu yang berkembang kemudian nanti apakah ada update dari yang kita rencanakan tadi. Nah setelah itu jam 2 siang kita ada rapat, rapat finishing namanya. Semua redaktur hadir dan diskusikan berdasarkan apa yang dibudgeting semalam. Apakah sesuai dengan itu apakah masih ada perkembangan berdasarkan apa yang didapatkan oleh reporter tadi termasuk juga dari kantor berita (news room). Setelah itu redaktur baru bekerja, jika
72
dirasa ada yang kurang, redaktur meminta ke news room lalu di lanjutkan ke reporter untuk diperkaya lagi berita yang sedang di editing lalu prosesnya sama setelah redaktur edit, masuk ke editor bahasa, nanti selesai itu ke desain ya ke layout, lalu di print kertas setelah itu di cek dan dari hasil yang sudah di cek diserahkan lagi ke layout baru dikirim ke percetakan”.108
Redaktur dalam proses pembuatan berita aksi terorisme di Sarinah membutuhkan waktu lama karena menunggu berita yang belum dikirim oleh reporter ke news room dan menunggu hasil keputusan rapat finishing terkait angle pembertiaan aksi terorisme di Sarinah. Dikarenakan kejadian aksi terorisme di Sarinah ini termasuk kejadian luar biasa, maka banyak pertimbangan dari aspek nilai, keberimbangan, serta kemashlahatan. Unsur yang juga menjadi bahan pertimbangan penting dalam rutinitas media adalah unsur audiens (consumers). Unsur ini menentukan keuntungan dari sebuah media. Karena aspirasi dari pembaca menjadi salah satu poin penting dalam keberlangsungan penjualan sebuah media. Minat audiens terhadap sebuah isu menjadi unsur pertimbangan penting dalam menjaga pembaca tetap dan mencari pembaca baru. Maka, media harus mempertimbangkan minat pembaca. Dalam kasus teror bom sarinah dan headline Kami Tidak Takut di Harian Umum Republika, terdapat sebuah kesamaan respon antara Harian Umum Republika dan Masyarakat.
108
Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta.
73
“bahwa yang hendak kita sampaikan itu sebetulnya realitas ditengah masyarakat. Itu yang ingin kita angkat, realitas seperti itu yang ditangkap oleh masyarakat dan kita tekankan lagi dengan pesan-pesan melalui berita kita. Dan itu juga timbul dari diskusi, kita berdebat panjang kita harus tampil seperti apa kemudian ketika di desainpun masih menjadi perdebatan, apakah merah putih atau kah seperti apa dan sampai kemudian pilihan tagline itu muncul di akhirakhir. Termasuk kita pertimbangkan juga apakah dengan memakai tagline tersebut apakah itu tidak sama? Bagi kita itu tidak masalah karena itu yang hendak kita sampaikan dan suara masyarakat seperti itu. Kita menangkap apa yang diinginkan pembaca atau gejolak pembaca tuh seperti apa... terkait konteks ini ya secara kebetulan saja apa yang ingin kita sampaikan sama seperti respon masyarakat”.109
Perbedaan pengambilan headline Kami Tidak Takut ini didasari pada kesadaran fungsi media yang dianut oleh Harian Umum Republika. “jadi seperti ini, fungsi media itu pertama dia memberi informasi, kemudian ada fungsi edukasi, sosial kontrol, hiburan dan lain-lain. Kita lebih banyak memainkan fungsi edukasi, kenapa? Karena media bukan hanya sekedar untuk memberi informasi yang bombastis, menakut takuti, tapi kita ingin memberi pesan kepada masyarakat. Karena kekuatan media massa itukan adalah karena kekuatan pesan dan kira kira pesan apa sih yang ingin kita sampaikan terkait peristiwa ini? Kenapa kita ambil angel seperti itu dan pilihan gambar yang sangat berbeda dengan yang lain,
109
Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta.
74
karena kita ingin menyampaikan bahwa kita gak mau diadu domba dengan cara teror seperti ini. Kita memberi kesadaran kepada masyarakat bahwa dengan semakin kita memberi mereka panggung dengan pemberitaan yang menakutkan dan sebagainya malah membuat mereka semakin yakin bahwa aksi tersebut berhasil”.110 Selain dari kesadaran yang terbangun dalam Harian Umum Republika, pemilihan headline Kami Tidak Takut dalam pemberitaan terorisme di sariniah tak lepas dari respon masyarakat yang berkembang di sosial media. “Iya kami juga terinspirasi dari hastag(Kami Tidak Takut) tersebut. Agak unik untuk rapat edisi ini hampir tidak ada perebatan dalam rapat. Entah bagaimana semua merasa sama tentang edisi ini. Hanya dalam pengemasannya itu saja ada sedikit pembicaraan. Ada yang ingin memakai standar biasa, ada yang ingin unik untuk edisi ini, ada juga yang ingin membuat tajuk dihalaman depan, tapi ya memang yang menang yang seperti itu, jadi untuk menelaah makna tersebut harus dibaca edisi-edisi berikutnya. Karena disitu letak pesannya kenapa kita perlu menegaskan ketakutan berlebihan itu tidak perlu. Karena seperti itu, tibatiba ada revisi, tiba-tiba BIN ingin ikut, TNI ingin ikut terorisme, siapa yang bakal kena rugi? Ya pasti orang Islam, karena sudah bukan rahasia pemerintah mengasosiasikan terorisme hanya dengan Islam. jadi kalau kita tidak hati-hati kita kita orang yang bakal kena susah”.111
110
Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta. 111 Wawancara peneliti Fitrian Zamzami Redaktur Halaman satu Harian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta
75
Pada dasarnya Harian Umum Republika memang sudah memiliki konsep perlawanan dan menolak adu domba terkait isu teror sarinah, pesan yang coba disampaikan adalah masyarakat harus melawan teror dan menolak ditakut-takuti oleh kejadian teror sarinah. Pengambilan konsep perlawanan terhadap teror ternyata merupakan aspirasi dan keinginan dalam masyarakat. Maka tagline Kami Tidak Takut pun dipilih, karena sesuai dengan konsep awal Harian Umum Republika dan respon di masyarakat dalam kasus teror sarinah. Faktor terbesar yang mempengaruhi Harian Umum Republika dalam pemberitaan aksi terorisme disarinah adalah faktor pengolahan pemberitaan. Faktor pengolahan pemberitaan sangat kuat karena menjadi acuan yang patut dipatuhi oleh seluruh pekerja media di Harian Umum Republika yaitu para reporter dan redaktur. Semua pesan yang diterbitkan dalam Harian Umum Republika mengacu pada budgeting dan pengolahan pemberitaan.
B. Analisis Pengaruh Isi Media Pemberitaan Terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika Setelah melakukan penelitian terkait kasus terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika, hasil temuan di Harian Umum Republika semua berita itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor yang memiliki pengaruh secara signifikan terdapat pada faktor, faktor kerutinan media, faktor ekstra media dan faktor ideologi media. Faktor organisasi dan individu tidak terlalu memiliki pengaruh yang signifikan.
76
Pada faktor individu yang memiliki pengaruh ialah nilai-nilai Islam yang dianut oleh reporter. Sedangkan pengaruh reporter secara individu lebuh mengacu pada ketaatan reporter dalam menjalankan kode etik jurnalistik sehingga pemberitaan terkait kasus terorisme di Sarinah telah memenuhi aturan keberimbangan sebuah pemberitaan. Pengaruh paling dominan dalam pemberitaan kasus terorisme di Sarinah ialah faktor rutinitas media. Pengaruh rutinitas ini tergambarkan oleh rapat-rapat pengambilan keputusan yang terjadi di Harian Umum Republika. Keputusan rapat menjadi acuan dan kebijakan bagi para pekerja media dalam menentukan sikap dari setiap proses pembuatan berita terkait isu terorisme di Sarinah saat itu. Pada faktor organisasi tidak terlalu berpengaruh falam pemberitaan terorisme dalam Harian Umum Republika. Kebijakan pemilik modal tidak terlalu kuat bahkan dapat dikatakan tidak memiliki andil dalam pemberitaan kasus terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika dikarenakan kepemilikan bukan perseorangan. Faktor ekstra media berasal dari pengaruh luar media. Hal ini digambarkan dengan pemerintah, sumber data dan pangsa pasar. Dalam pemberitaan kasus terorisme di Sarinah, Harian Umum Republika telah melaksanakan perannya sebagai pers dengan baik. Terbukti dengan tidak adanya laporan dan teguran dari Dewan Pers. Sumber berita yang digunakan oleh Harian Umum Republika kredibel dan akurat. Kemudian, Harian Umum Republika selalu mengaitkan
77
dengan keinginan publik. Harian Umum Republika memberikan fakta-fakta terkait kasus terorisme di Sarinah serta respon publik terhadap kasus tersebut. Faktor ideologi dalam konteks pemberitaan kasus terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika, terlihat bahwa Harian Umum Republika berideologi Islam. Harian Umum Republika mengedepankan Penolakan label bahwa Islam adalah teroris serta memberikan penjelasan bahwa Islam adalah agama yang Rahmatan lil Alamin.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Hasil dari penelitian yang dilakukan di Harian Umum Republika terkait Hirarki Pengaruh pemberitaan Terorisme di Sarinah adalah pengaruh paling dominan terhadap isi pemberitaan tersebut berasal dari level rutinitas media dan eksternal media, diteruskan dari level ideologi dan individu yang mempunyai pengaruh yang cukup signifikan tetapi tidak dominan. Sedang level organisasi tidak memiliki banyak pengaruh terhadap pemberitaan terorisme di Sarinah.
B. Saran Setelah melakukan penelitian mengenai hirarki pengaruh dala pemberitaan terorisme di Sarinah pada Harian Umum Republika, saya sebagai peneliti merasa perlu memberikan saran kepada Harian Umum Republika sebagai objek penelitian saya dan untuk penelitian selanjutnya tentang Harian Umum Republika atau tentang hirarki pengaruh yang terjadi pada sebuah media. Saran kepada Harian Umum Republika sebagai salah satu institusi pers agar
selalu
dapat
menjunjung
nilai-nilai
yang
mengedepakan
asas
kemanusiaan dan toleransi umat beragama serta tetap menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik dalam setiap pemberitaan.
78
79
Selanjutnya, pada para akademisi yang akan meneliti hirarki pengaruh yang terjadi pada proses pemberitaan di sebuah media agar lebih memahami teori dan metode yang digunakan dalam penelitiannya, serta dapat mengali informasi yang mendalam dari wawancara dengan pimpinan redaksi di media yang bersangkutan serta pihak ekstra media.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Basya, M. H. (2004). Amerika Perangi Teroris Bukan Islam. Jakarta: Center For Moderate Moslem. Bungin, B. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Bungin, B. (2010). Sosiologi Komunikasi Massa (Teori, Paradgma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Foss, S. L. (2009). Ensiclopedia of Communication Theory. California: Sage. Foss, S. W. (2005). Theories of Human Communication, 8th ed. Belmont: Thomson Wadsworth. Gunawan, B. (2006). Terorisme: Mitos dan Konspirasi. Jakarta: Forum Media Utama. HS, H. S. (1995). ICMI: Negara dan Demokrasi. Yogyakarta: Kelompok Studi Lingkaran. K, S. S. (2005). Jurnalistik Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kriyantoro, R. (2010). Teknik Praktis riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Lexy, J. M. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rmaja Rosdakarya. Maulani, Z. (2002). Terorisme dan Konspirasi Anti Islam. Jakarta: Pustaka AlKutsar. Mcquail, D. (1987). Mass Communication Theory (second Edition). London: Sage. Morrisan. (2010). Teori Komunikasi Massa, Media, Budaya dan Masyarakat. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Nurudin. (2011). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Press. Panuju, R. (2005). Nalar Jurnalistik: Dasar-dasar Jurnalistik. Malang: Bayu Media Publishing. Reese, P. J. (1996). Mediating The Message: Theories Of Influence on Mass Media Content. New York: Longman Publisher.
80
81
Reese, S. D. (1991). Setting The Media's Agenda: A Power Balance Perspektive. Beverly Hills: Sage. Rusadi, U. (2015). Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspekif Teori dan Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Siregar, A. (2007). Bagaimana Meliput dan Menulis untuk Media Massa. Yogyakarta: Kanisius. Storey, J. (2004). Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogyakarta: Qalam. Sulistyo, H. (2002). Beyond Terrorism. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sumadiria, A. H. (2006). Jurnalistik Indonesia. Bandung: Rekatama Media. Tankard, W. J. (2007). Teori Komunikasi: Sejarah, Merode dan terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana. Tebba, S. (2005). Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia. Waluyo, D. (2010). Bangkitnya Media Lokal. Jakarta: Kementrian Komunikasi dan Informasi. West, R. (2008). Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplkasi. Jakarta: Salemba Humanika.
B. Jurnal Fanani, Fajrianoor. Analisis Kebijakan Redaksional Harian Republika pada Pemberitaan Regio-Politik Masa Kampanye Presiden Tahun 2009, Volume III No. 1, Juli 2011 Sumartono. Objektivitas Konflik Ambon pada Pemberitaan Kompas dan Republika, VolumeII No. 2, September
C. Internet Dewan Pers. Kode Etik Jurnalistik, diaskes 30 Maret 2017 pukul 17.53 WIB, Diambil dari: http://dewanpers.or.id/peraturan/detail/190/kode-etik-jurnalistik Republika. Profile Company diakses pada tanggal 25 Juni 2016, pukul 17.23 WIB, Diambil dari http://www.republika.co.id/page/about Merdeka. Profile diakses pada tanggal 25 Juni 2016, jam 16:57, Diambil dari http://profil.merdeka.com/indonesia/r/republika/
82
D. Wawancara Wawancara peneliti dengan Rahmat Faisal, Reporter Harian Umum Republika, pada20 Maret 2017 pukul 11.30 WIB, di kantorHarian Umum Republika, Jakarta. Wawancara peneliti dengan Massalamil Huda, Reporter Harian Umum Republika, pada 12 April 2017 pukul 14.30 WIB, di Posko Kemenangan Anis-Sandi, Menteng Jakarta Pusat. Wawancara peneliti dengan Subroto Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika, pada 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta. Wawancara peneliti dengan Fitrian Zamzami Redaktur Halaman satu Harian Umum Republika, pada 8 Maret 2017 pukul 13.00 WIB, di kantor Harian Umum Republika, Jakarta Wawancara peneliti dengan Imam Wahyudi, Anggota Dewan Pers, pada 28 Maret 2017 pukul 16.00 WIB, di kantor Dewan Pers, Kebon Sirih
83
DAFTAR LAMPIRAN
84
Lampiran 1
Wawancara dengan Imam Wahyudi (Dewan Pers)
P
: Pewawancara
N
: Narasumber
P
: Bagaimana tugas Dewan Pers dalam menjaga kualitas pemberitaan di media massa?
N
: Dalam sistem pers, Dewan Pers berfungsi sebagai lembaga independen yang melindungi kebebasan pers. Dewan Pers juga memiliki fungsi menjaga dan meningkatkan kualitas serta profesionalisme pers. Fungsi tersebut dilakukan antara lain melalui pembuatan kajian-kajian, menetapkan
dan
mengawasi pelaksanaa
Kode
Etik
Jurnalistik,
memberikan peringatan etik dan lain-lain. Fungsi lain dari Dewan Pers adalah memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan dibidang pers. Peraturan ini kemudian diterapkan oleh rapat Pleno Dewan Pers menjadi peraturan Dewan Pers. Peraturan-peraturan yang dibuat sendiri oleh organisasi dan masyarakat pers ini juga bisa berfungsi sebagai alat ‘’kontrol” diri pers untuk menjaga profesionalitas dan kualitas pers. Dewan Pers juga memiliki tugas mendata perusahaan pers. Pendataan dilakukan dengan mengacu pada parameter yang sudah ditetapkan dalam peraturan-peraturan Dewan Pers. P
: Apakah bisa disebut juga Dewan Pers mengontrol pemberitaan yang disebarkan oleh media massa?
N
: Jika yang dimaksud sebagai kontrol adalah ‘kontrol’ kualitas, maka hal tadi adalah bagian dari pelaksanaan ‘kontrol’ tersebut. Tetapo kata kontrol disini tentu jauh berbeda konotasinya dengan kata kontrol sebagaimana yang terjadi dan berlaku di era Orde Baru di mana rezim pers kita lebih berciri pers otoritarian.
85
P
: Dalam hal menjalankan kode etik seperti apa?
N
: bisa dengan teguran atau peringatan yang dilakukan melalui surat ke media yang ditemukan telah melakukan pelanggaran etik. Yang paling banyak diberikan kepada media dengan pelanggaran etik terkait SARA, sadisme, atau penyebutan identitas anak korban kejahatan asusila. Peringatan atau teguran bisa juga disampaikan melalui penilaian Dewan Pers yang dimuat dalam Risalah Penyelesaian kasus pengaduan terkait pemberitaan yang ditangani Dewan Pers atau dalam Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR). Contoh risalah dan PPR bisa dilihat di website: www.dewanpers.or.id
P
:
Dalam konteks pemberitaan kasus aksi terorisme di Sarinah, seperti apa pandangan Dewan Pers?
N
: Ada peraturan Dewan Pers mengenai pedoman peliputan terorisme. Pedoman ini bisa jadi panduan lebih rinci mengenai bagaimana meliput isu terorisme. Panduan lainnya adalah prinsip-prinsip jurnalistik dan Kode Etik Jurnalistik. Dalam peliputan bom Sarinah, ada tv yang melanggar prinsip serta kode etik jurnalistik, khususnya yang terkait verifikasi atau uji informasi. Mereka (TvOne, MetroTV, dan TVRI) menyampaikan pada saat itu ada bom lainnya selain yang di Sarinah. Ini informasi dari media sosial yang kemudian dilahap dan ditayangkan tanpa verifikasi. Dalam konteks pedoman peliputan terorisme kita masih menemukan
ada
mengedepankan
media
yang
keselamatan
tidak
dalam
memperhatikan peliputan
dan
pentingnya menghindari
penanyangan atau pengambilan gambar yang menimbulkan ketakutan dan kengerian.
86
Lmapiran 2 TRANSKIP HASIL WAWANCARA REPUBLIKA
Narasumber : Fitrian Zamzami (Redaktur Halaman satu Republika) Dilaksanakan di kantor Harian Republika, 8 Maret 2017 pkl.13.00 WIB
P
: Pewawancara
N
: Narasumber
P
:
N
: “Tentu, karena jenjang karir di Republika itu jelas. Kita masuk daftar
“Apakah sebelumnya Anda pernah menjadi jurnalis di Republika?”
kemudian pendidikan sekitar sebulan kemudian job training selama satu tahun dilatih, dan bikin berita di kabar kota, apabila hasil pelatihan tidak memuaskan kita perpanjang tiga bulan tetapi jika tetap tidak memuaskan kita anggap tidak bisa menjadi wartawan dan cukup banyak yang gagal di tahap itu seperti teman saya dulu kita ber-11 lalu bertiga dan kini tinggal saya sendiri.”
P
: “Berarti setelah pelatihan langsung menjadi reporter?”
N
: “Dia jadi reporter tapi pake C belum pake inisial, karena masih Carap (Calon Reporter) ada yang C82, C01 karena masih reporter sementara”
P
: “Kalau di Republika sistem kerja reporter dalam pencarian berita itu bagaimana?”
N
: “Sebenarnya situasional ada banyak cara, ada yang per-minggu sudah ready untuk membuat satu berita, atau cara kedua yaitu otomatis perhari dalam hal itu ada budgeting harian otomatis di malam hari sudah siap untuk dimuat. Kalau untuk halaman satu itu situasional seperti pas bom sarinah itu kejadian pagi hari langsung kita mengirim 4 / 5 wartawan ke tempat kejadian, atau misalnya kami mau running contoh seperti e-ktp ya
87
kami pasti malam sudah mempersiapkan apa saja hal yang akan ditanyakan tapi kadang juga situasional dari wartawan atau redaktur bahkan mungkin rembukan bersama” P
: “Sejauh mana wartawan memiliki kebebasan dalam mencari berita? Atau kelonggarannya sejauh mana?
N
: “Kami memberi kelonggaran karena kami tidak memiliki kepentingan politik di Republika, biasanya wartawan Republika di lapangan itu saya kurang tahu apa karena pendidikan kami, gaya penulisan, haluan, jadi biasanya wartawan Republika tidak terpengaruh latar belakang misalnya Ia liberal, Muhammadiyah, Nu, Salafiyah, Agnostik, Katolik dan banyak sekali tapi entah bagaimana ketika mereka menulis ya mereka sadar kalau ini untuk Republika. Tapi saat kita punya media yang mapan dia seperti punya jiwa sendiri apabila kami menulis ya mencirikan bahwa itu Republika”
P
: “Berarti selama jadi reporter dalam sehari itu bebas ya berapa berita? Andai kata misalnya berita ini lagi jadi headline maka harus 5 berita, begitu atau bagaimana?”
N
: “Kalo soal kuantitas tidak ada ketentuan, kalau di Republika ketika wartawan beritanya naik cetak maka sekaligus naik ke online juga jadi bebas mau berapa berita. Nanti kalo soal yang mau dicetak itu kami tim redaksi yang memilih angelnya jadi Koran cetak kami sekarang bukan berpacu pada aktualitas tetapi lebih kepada apabila itu penting dibaca, diketahui maka kami memilih sudut pandang yang tepat. Karena semua berita sudah naik di online lebih dahulu, kecuali memang yang eksklusif yang sengaja kami tahan untuk cetak. Tapi kebanyakan berita untuk cetak kami hanya merangkaikan dari berita online. Jadi semacam istilah yang dibaca dicetak sudah bentuk analisis. Kira-kira apa yang mau disampaikan Republika itu terlihat dari cetak baru kelihatan. Jadi jangan heran ketika di online ada berita tentang pembelaan dari pihak Ahok misal yang dianggap antagonis dari pihak Islam. itu gak masalah. Anda mungkin kaget ketika
88
ada di ROL ada berita Ahok membela diri, dan bertanya kenapa ROL naikin berita seperti ini? Karena memang yang di cari tingkat kecepatan untuk di online. Nanti kemudian di cetaknya baru kami mengarahkan berita tersebut sebagaimana harusnya” P
: “Jadi kalau di online itu langsung posting walau nanti di cetak akan lebih komperensif?”
N
: “Iya pasti kalau dicetak akan lebih mementingkan standar jurnalistik. Mungkin bisa saja pembaca kaget kalau di online contoh misalnya pada kasus Ahok membela diri dan lainnya, tetapi jika naik cetak kami akan memberi analisis itu mengarahkannya”
P
: “Berarti, tetap di cetak untuk melihat pesan dari masing-masing media untuk melihat sebuah berita?
N
: “Memang, kini kalau mau lihat ciri khas media masing-masing harus lihat dicetak, karena kalau online cenderung sama semua entah itu Tempo, Kompas, dll secara subtansi gaya pembelaan gak banyak beda. Tetapi kalau lihat korannya besok akan kelihatan pembedaannya karena lebih mendalam”
P
: “Terkait konteks kasus terorisme di Sarinah pada tahun lalu itu bagaimana pandangan Anda?”
N
: “Sebenarnya Republika sudah menyoroti tentang hal ini, ini polanya seperti gameportrait, polisi bunuh teroris, teroris bunuh polisi di Poso jadi seperti ajang balas membalas, ada yang bilang ini pengaruh ISIS, saya sudah menulis berita itu sejak lama, saya rasa tidak demikian. Terorisme di Indonesia sudah lama berdiri, hanya mereka mengikuti apa yang sedang Top. Jika sedang gempar ISIS mereka memakai baju ISIS, gempar Al Qaedah mereka memakai baju Al Qaedah, tapi sebenarnya sasaran mereka ya sama yaitu dengan polisi dan pihak keamanan, seperti di Sarinah yang lebih tersorot pos polisi kecuali yang di dalam kafe. Kalau yang di pos polisi itu jadi korban sampingan kan karena sedang ditilang, padahal ya
89
bukan itu sasarannya jadi bisa saja ada terror terus karena mereka mungkin merasa kurang maksimal. Jadi ya kami merasa ini fenomena lama mungkin karena tindakan dari kita nya kurang optimal (penegak hukum), seperti pada kasus Siyono (yang meninggal ketika ditangkap polisi di Klaten). Saya rasa itu penyelesaian seperti itu hanya akan menimbulkan bibit-bibit baru, karena sakit hati.” P
: “Tetapi pada aksi terorisme kali ini terlihat lebih menyeramkan di banding yang pernah terjadi, dengan adanya gesekan langsung. Aksi sebelumnya kan seperti yang di JW Marriot atau di depan Kedubes Australia itu kan mereka langsung meledakan diri dan selesai, tidak seperti ini . Apakah ada makna lain ? Di satu sisi ini seperti terorisme dengan gaya baru? ”
N
: “Terorisme seperti kejahatan lainnya mereka selalu punya copy-cat, misal ada tindak kejahatan dengan modus tertentu, pasti setelahnya akan banyak yang akan mengikuti. Sama seperti terorisme, sebelumnya mereka menggunakan aksi yang lama, tetapi mereka juga mungkin akan meniru cara atau modus yang baru walau mungkin mereka bukan dari struktur atau sel yang sama. Sebelum aksi teror Sarinah ini kan belum lama ada aksi terorisme juga di Marseille di Prancis jadi semacam ada copy-cat”
P
: “Struktur redaksi di Republika seperti apa ya Pak?”
N
: “Biasa, kami ada Pemred, Wapemred, Redpel, Waredpel, Asredpel, Redaktur, Reporter, dan Calon Reporter yang tentunya mereka sudah memiliki tugas masing-masing. Tapi untuk day to day job itu Redpel yang paling tinggi tetapi di Republika kami sistemnnya tidak ada perintah sepihak jadi kami selalu rapat membuat list mentah di malam hari dan selalu dirapatkan di pagi hari dan siangnya baru bertemu sekitar jam 2, untuk berdiskusi tentang berita mana yang paling layak untuk diterbitkan nanti.”
P
: “Kalau rapat siang yang jam 2 itu siapa saja Pak? ”
90
N
: “Redaktur sampai Redpel. Pimred enggak, kecuali kalau ada yang khusus baru mereka tengok ngasih arahan”
P
: “Lebih spesifik rutinitas perbulan , perminggu, sampai perhari itu bagaimana Pak?”
N
: “Kalau harian ya selesai ngedit berita sampai jam 11 malam untuk berita besok pagi. Jam 11 malam kita rapat kecil seputar apa yang akan diberitakan besok, itu permeja (rubrik) rapat sendiri termasuk bagian yang di halaman satu, tetapi jika tidak ada yang menarik nanti yang paling kami tarik dari yang lain untuk kami taro di halaman satu. Kemudian kami kirim ke news room di mana pusat komando reporter, untuk dibagikan pada reporter penugasan yang telah dibahas tadi. Tetapi jika di pagi hari wartawan menemukan berita yang lebih menarik atau krusial maka penugasan bisa dicampakan dan diganti oleh berita baru itu yang lebih menarik atau lebih krusial. Nanti siangnya kami review lagi semua, apakah sudah terpenuhi atau belum, atau justru harus diganti dengan yang baru, dan jika sudah terangkum semua maka kami pos lagi ke news room dan akan diminta untuk melanjutkan lagi.
P
: “Berarti wartawan punya andil juga ya pak dalam mencari berita di Republika?”
N
: “Iya jadi walau sudah ditugaskan di malam harinya (pada rapat budgeting) tetapi di pagi harinya kami serahkan kembali ke wartawan untuk mengambil angel apa yang lebih menarik. Semuanya sangat dinamis tegantung dari wartawan. Sebagai contoh yang kita tugaskan di budgeting terkait KTP elektronik, rencana kita yang ditulis dibudgeting tadi namanya ‘tanyai masing-masing parpol tentang antisipasi mereka terhadap kasus tersebut. Tapi ternyata wartawan kami di Solo mendapat berita dari Ganjar (Gubernur) dia mengakui pernah ditemui dengan anggota DPR terkait KTP elektronik. Itukan di luar rencana, kami tidak pernah merencanakan angel tersebut, tapi wartawan kami dapat bahan itu dan itu angel yang
91
sangat bagus. Jadi sangat dinamis, semuanya sangat tergantung dari yang didapat di lapangan oleh wartawan. Semua punya andil dan peran. Jam dua siang kemudian rapat lagi terakhir dari apa yang sudah didapat wartawan dihari itu rapat finishing namanya untuk menentukan soal angel mana yang paling bagus dan akan dipakai tapi kemudian karna masih sore dan kemungkinan masih bisa berubah tapi tidak melalui rapat tapi perubahannya lebih cair bahkan kadang jam 9 atau jam 10 malam kalau misal ada perubahan ya kita sesuaikan. ”
P
: “Bagaimana jika ada berita yang kejadianya itu setelah semua selesai? Mislanya jam 3 pagi itu bagimana Pak?”
N
: “Tidak, kalau sudah sampai jam 3 pagi itu semua sudah selesai deadline. lagipula ada online juga kan. Kebetulan kami di Republika juga jarang menemukan hal demikian lagi pula berita yang kami tampilan memang benar-benar agenda kami sendiri. Jadi kami tidak mengejar peristiwa lebih disesuaikan dengan agenda kami. Jadi seperti kita punya agenda yang tentang asap di Riau, kami pernah memberitakan itu selama satu minggu penuh di halaman satu. Jadi maupun ada kejadian apa di Indonesia selama itu tidak benar-benar urgent ya tidak kita ubah.
P
: “Seperti apa berita yang akan di taruh atau ditampilkan di halaman satu? Apa ada kriteria tertentu dr Republika?”
N
: Kita sudah punya agenda, misal di minggu ini kita mau buat apa. Mau memperjuangkan apa kita minggu ini. Contoh ketika kita memperjuangkan jilbab di kepolisian, kita dulu dua tahun runningnya itu sampai akhirnya kepolisian menyerah dan mengeluarkan peraturan itu. Karena khususnya media cetak ya, kita tidak bisa mengandalkan media cetak untuk kecepatan kan. Jadi yang bisa kita jual adalah sudut pandang, perspektif dan sikap. Ketika pembaca membaca Republika, kita sudah menawarkan berita yang kita pilihkan sesuai dengan pandangan kita biasanya berita yang menyangkut kepentingan publik yang besar. Itu aja patokannya. Contoh
92
berita harga cabai, itu kan tidak menarik untuk kalangan mahasiswa, tetapi untuk hajat hidup orang banyak itu penting, maka kami cetak yang itu, mengutamakan kemaslahatan bersama Insya Allah. Tidak melihat dari seberapa laku berita tersebut, tetapi kita menjual sudut pandang. Seperti isu kesenjangan sosial, mungkin orang menangah sudah bosan bacanya karena tidak ada pengaruhnya tetapi apabila itu penting ya kami akan terus naikan. Kebanyakan cara kami memilih berita yang menjadi headline seperti itu, mana yang punya resonansi yang lebih besar di masyarakat.”
P
: “Apakah headline itu ditentukan lamanya? Atau melihat respon masyarakat?”
N
: “Kami melihat dari seberapa dampaknya pemberitaan tersebut, kalau belum ada dampaknya ya kami akan terus naikan beritanya. Yang asap Riau itu kami rencana hanya satu hari, tetapi belum ada perubahan kami tambah lagi satu hari, ya jadi semua dilihat dari seberapa berdampaknya pemberitaan tersebut. Soal Perpu KPK kami rencanakan seminggu, tetapi tiga hari sudah berdampak ya kami stop menaikannya.”
P
: Seperti apa standar pemberitaan di Republika?
N
: “Sebenarnya semua sesuai standar, tetapi kalau terorisme ini sulit karena sukar sekali menemui cover both side, karena terorisnya sudah mati disitu ya kami mau cover both side sama siapa? Jadi disitu yang lebih harus hatihati kalau dengan isu terorisme. Karena kerap kali kita hanya memakai sumbernya dari penegak hukum, kita tahu mereka tidak bebas nilai. Mereka punya nilai sendiri, punya agenda sendiri, pandangan sendiri yang mungkin tidak sesuai dengan masyarakat. Jadi kita di Republika berusaha memperkaya dengan yang lebih penting sebenarnya pandangan saksi mata disekitar kejadian. Kadang pengamat juga perlu, dan tokoh agama untuk menenangkan suasana kita mainkan. Tapi kasus ini yang utama kita utamakan soal kejadian ya saksi mata dan penegak hukum, karena susah sekali untuk mencari cover both side nya. Tapi disisi lain, kami tidak
93
berhenti begitu saja soal terorisme di Sarinah. Kalau anda ingat, dua bulan setelah itu kita terbitkan feature berseri tentang itu. Ada sekitar 10 seri feature yang benar-benar kami dapat di lapangan tanpa penegak hukum, pengamat,
ya kami benar-benar
bertanya kepada teman pelaku
pengeboman, masyarakat sekitar yang mereka tinggal, dan orang-orang yang kebetulan hadir di tempat kejadian. Katakanlah itu hutang kami. Karena untuk media cetak harian sukar untuk memenuhi keinginan pembaca dalam sehari. Makanya setelah itu kita punya wartawan investigasi selama dua bulan untuk menggali isu tersebut.
P
: “Untuk pengemasan berita dengan headline KAMI TIDAK TAKUT itu bagimana?”
N
: “Iya itulah poin Republika, orang melihat itu hanya gimmick, hanya tampilan. Tapi sebenarnya pesannya disitu kami menyampaikan bahwa hati-hati bahwa kita jangan sampai menunjukan ketakutan berlebihan. Karena, dia punya pisau bermata dua. Yang satu tetorismenya menang kalau kita takut, kedua ketakutan kita bisa dipakai oleh pemerintah untuk melakukan tindakan yang katakanlah bisa melanggar HAM, kebebasan sipil. Terbukti setelah itu mereka (pemerintah) mau membuat revisi UU Terorisme dengan melibatkan TNI yang kami soroti terus selama beberapa hari tersebut. Kita juga pernah punya pengalaman di Indonesia, 1965 kita ditakuti dengan isu PKI kemudian kita membantai banyak sekali orang, maka itulah yang kita soroti.
P
: “Tapi memang di SocialMedia khususnya Twitter, beberapa jam setelah kejadian Kami Tidak Takut menjadi obrolan yang luas bahkan menjadi trending topic. Apakah ada kaitannya kesitu juga?
N : “Iya kami juga terinspirasi dari hastag tersebut. Agak unik untuk rapat edisi ini hampir tidak ada perebatan dalam rapat. Entah bagaimana semua merasa sama tentang edisi ini. Hanya dalam pengemasannya itu saja ada sedikit pembicaraan. Ada yang ingin memakai standar biasa, ada yang
94
ingin unik untuk edisi ini, ada juga yang ingin membuat tajuk dihalaman depan, tapi ya memang yang menang yang seperti itu, jadi untuk menelaah makna tersebut harus dibaca edisi-edisi berikutnya. Karena disitu letak pesannya kenapa kita perlu menegaskan ketakutan berlebihan itu tidak perlu. Karena seperti itu, tiba- tiba ada revisi, tiba-tiba BIN ingin ikut, TNI ingin ikut terorisme, siapa yang bakal kena rugi? Ya pasti orang Islam, karena sudah bukan rahasia pemerintah mengasosiasikan terorisme hanya dengan Islam. jadi kalau kita tidak hati-hati kita kita orang yang bakal kena susah.
P
: “Kalau running story nya bagaimana Pak?”
N
: “Kami membuat dua running story, di mana running story pertama di headline terkait bagaimana sikap pemerintah terkait itu , dan running story kedua itu di feature bagaimana kami menceritakan kejadian tersebut. Jadi 4 edisi pertama setelah kejadian, kita cerita soal latar belakang masingmasing pengebom. Kenapa mereka bisa jatuh kejalan tersebut. Nah, saat itu ide besarnya yang ingin kami sampaikan, orang bisa demikian jahat tidak semata karena agama, kami menceritakan mereka punya bakat masing-masing misalnya ada yang jago main bola, ada yang jago ngurus mesin, ada yang bisa dua bahasa, jadi yang kami sampaikan adalah mereka ini adalah orang orang berbakat tapi mereka tidak diberikan saluran yang benar sama sekitar mereka maupun pemerintah atau masyarakat sehingga mereka mencari jalan-jalan pelampiasan yang negatif.
P
: “ Struktur organisasi di Republika apakah sama dengan yang lain atau bagaimana?
N
: “Itu saya kurang hafal, ada redaksi, sekertariat, SDM, iklan, perusahaan, distribusi.”
P
: “Kalau terkait menejemen itu yang punya hubungannya langsung dengan redaksi itu apa ?”
95
N
: “Sekertariat. Ya hanya mengurusi perihal keuangan sih”
P
: “Kalau dari owner itu ada gak sih yang dirasakan langsung dari redaksi? ”
N
: “Kalau soal yang umum yang general masalah katakanlah politik, kemudian tentang pemberitaan, jarang sekali bahkan tidak pernah. Tapi karena beliau pemilik Inter Milan mau gak mau ya hehe. Tapi itupun beberapa kali, tidak terlalu ketat. Pernah suatu waktu kita bikin Headline nya ‘Inter Milan tertunduk malu’ kaya gitupun ya lebih cair disini tidak sedemikian kencang seperti media lainnya yang campur tangan terhadap pemberitaan dan alhamdulillah buat berita yang bener –bener terkait terhadap isu publik gak pernah kami merasakan.
P
: “Apakah dari owner Republika memang tidak punya afiliasi politik?”
N
: “Iya mungkin karena dia murni pengusaha sehingga tidak begitu tertarik sejauh ini ya. Mudah-mudahan janganlah.
P
: Dan juga kan pak Erick Thohir ini ketua KOI ya, kalau terkait pemberitaan terkait Asean Games apakah langsung dari permintaan beliau?
N
: Ya paling kami di kasih bocoran aja, misal besok mau ada penentuan kordinatornya nih seperti itu aja. Tapi ngga sampe kasih intruksi, beritanya harus gimana gimana.
P
: Kalau untuk kasus Sekjennya bagaimana Pak?
N
: Malah beliau yang minta dinaikin, saya ingat dihalaman 9. Jadi waktu itu ceritanya beritanya sudah selesai, layoutnya beritanya. Tiba- tiba ada berita itu kan, ya kita geser beritanya masuk dan kita bawa kesana, dan katanya ‘yasudah beritakan saja’.
P
: Berarti untuk kebijakan paling besar ada di ruang redaksi ya?
N
: Ya sangat sangat besar, redaksi yang punya kebijakan. Porsinya bisa 95% lah kita, 5% nya dia (owner)
96
P
: Kalau secara prinsip tidak berubah berarti ya?
N
: Republika lebih dulu berdiri, sebelum dipegang Mahaka. Prinsip kami disini tentu, keumatan, kerakyataan, kebangsaan dan moderasi Islam kan. Islam modern dan moderat. Misalnya pun ada berita yang berkait dengan pengiklan. Ya harus kami tabrakan dengan itu. Misalnya dulu pernah kerja sama dengan Pertamina, Kementan bahkan masih running iklannya, tapi ya harus dipisahkan iklan ya iklan dan berita ya berita. Kalau Anda cek berita tentang harga cabai, sapi bukan kami bermanis-manis disitu tetep aja kalau salah ya salah dan konsekuensi ketika pengiklan sudah tidak mau iklan di kita sih ya itu konsekuensi.
Banyak yang cabut kontrak,
maksudnya tidak melanjutkan kontrak. Ya kami harus membedakan, ya kalau mau begitu suruh bikin advetorial jangan meminta kami mengarahkan berita kami untuk mengikuti dia punya agenda. Kalau mau bikin tulisan yang sesuai dengan dia punya narasi ya bikin iklan lah. Kami kasih pagar api agar pembaca tau kalau itu bukan kami, itu mereka punya acara.
P
: Tapi kalo terkait pembaca Pak? Apakah ada yang meminta untuk membahas suatu isu?
N
: Ya, kadang-kadang justru itu yang lebih kami taati, biasanya itu yang kami pertimbangkan. Tapi perlu dicatat juga karena Republika sejak awal sudah menjadi rumahnya untuk semua Golongan Islam, jadi hal itu sukar sekali. Kadang ada pembaca yang mau nya kesini ada yang maunya kesana. Kita pernah didemo sama orang FPI, pernah didemo sama orang JIL jadi kiri kanan semua pada ngedemo, sama orang tertentu dibilang Syi’ah, dibilang Salafi, tetapi justru dari itu kita berpikir kita masih dijalan yang benar. Karena masing-masing masih kritis melihat kita. Karena kalau sudah ada satu golongan yang membanggakan kita dan tidak pernah kritis wah kita harus berpikir ulang.
97
Lampiran 3 Narasumber: Subroto, Redaktur Pelaksana Cetak Harian Republika Dilakukan di Kantor Republika, 23 Maret 2017 pukul 18.50 WIB
P: Pewawancara N: Narasumber
P
: Seperti apa struktur redaksi di Republika?
N
: Jadi di Republika itu ada dua platform, ada online ada koran tetapi masih dalam satu payung news room. Jadi ada tiga pilar di Republika ini, news room, online, dan cetak. News room ini pabrik beritanya, jadi reporter dibawah news room kemudian ada online dan cetak. Saya membawahi yang cetak, jadi dari yang produksi dari news room tadi masuk kekantor berita internal kita namanya news Rep, lalu kita lihat mana berita yang bagus lalu kita ambil begitupun dengan online.
P
: Kalau rutinitasnya seperti apa pak?
N
: Alurnya kalau dicetak pada malam hari, mereka (redaktur) sudah membuat budgeting besok itu mereka akan menampilkan apa termasuk redaktur halaman satu. Misalnya isunya tentang e ktp, besok terkait e ktp ada apa? Misal besok ada sidang, harus diliput, suasana nya seperti apa dan sebagainya. Kemudian yang lain lagi, jadi sudah semua itu redaktur dari masing – masing halaman ada Nasional, ekonomi, politik, olahraga dan lain lain. Pada malam itu juga di deliver ke news room karena yang punya pasukan kan news room, lalu dari news room inilah yang mendeliver ke reporter. Jadi pada saat malam reporter sudah punya pegangan mereka mau ngapain, kecuali kalau besok dia ada peristiwa yang lebih penting atau menarik baru dia bisa diskusikan. Setelah itu besoknya sudah langsung berjalan dari pagi sampai siang itu, kita yang di koran itu mantau apa yang sudah didapat dari reporter dari yang apa kita tugaskan semalam, bagaimana
98
isu yang berkembang kemudian nanti ada update dari yang kita rencanakan tadi malam. Misal halaman satu merencanakan tentang sidang e ktp tetapi ternyata sidangnya tidak jadi, atau ada peristiwa misalnya ada bom tiba tiba, kemudian kita update. Nah setelah itu jam 2 siang kita ada rapat, rapat finishing namanya. Semua redaktur hadir dan diskusikan berdasarkan apa yang dibudgeting semalam itu kemudian besok kita mau tampilkan seperti apa? Apakah sesuai dengan itu apakah masih ada perkembangan berdasarkan apa yang didapatkan oleh reporter tadi termasuk juga dari kantor berita. Lalu kita rencanakan disitu, contoh halaman satu, kira kira ada empat berita dihalaman satu jadi isinya apa apa saja, berdasarkan yang kita budgeting, dari apa yang didapatkan reporter dan apa yang kita dapatkan dari pagi sampai siang itu. Setelahnya lalu kita budgeting untuk besok seperti apa, reporternya siapa , redakturnya yang mengerjakan itu siapa, jadi seperti itu paduannya. Setelah itu redaktur baru bekerja, jika dirasa ada yang kurang, redaktur meminta ke news room lalu di lanjutkan ke reporter untuk diperkaya lagi berita yang sedang di editing lalu prosesnya sama setelah redaktur edit, masuk ke editor bahasa, nanti selesai itu ke desain ya ke layout, lalu di print kertas setelah itu di cek dan dari hasil yang sudah di cek diserahkan lagi ke layout baru dikirim ke percetakan. P
: Dari yang anda paparkan, berarti dalam sekali hanya ada satu rapat di jam dua siang?
N
: Secara tatap muka, ya hanya sekali. Tetapi sebetulnya rapat itu kan sekarang tidak harus bertemu secara tatap muka, pada prosesnya pada saat itu sebetulnya panjang. Pada saat budgetingpun sebetulnya kita rapat, tapi ya bentuknya seperti diskusi atau obrolan tidak formal. Kita kan punya group whatsapp bahkan disitu kita rapat informal 24 jam, nah bisa ditambahkan disitu jika ada masukan. Jadi sebenernya prosesnya itu banyak yang tidak hanya ditentukan dan didiskusikan saat rapat tatap muka saja, lebih banyak di group group itu jikalau ada pengembangan berita atau ada update sebagainya.
99
P
: Jadi bisa dikatakan kebijakan secara rutinitas media ada diredaktur yang paling besar menentukan berita mana yang mau diangkat?
N
: Sebenarnya bukan hanya di redaktur, jadi prosesnya itu dari redaktur keataslah. Ada redaktur, ada waredpelnya, ada redpelnya bahkan ada wapimred dan pimred memberikan masukan untuk itu. Kalau yang rapat penentuan itu memang ditingkat sampai di redaktur pelaksana. Tapi pada saat rapat budgeting itu semuanya akses dan memberi masukan. Misalnya, redaktur kota tapi menurut dia bahwa ada isu nasional yang penting itu bisa masuk ke budgeting di redaktur nasional jadi gak harus, redaktur nasional untuk isu-isu nasional saja, atau ekonomi untuk isu ekonomi saja tapi bisa saling kasih masukan.
P
: Kalau dirapat tersebut apakah ada andil dari reporter?
N
: Tidak ada, tapi dia bisa melalui masukan. Jadi itu yang saya katakan rapat tidak hanya face to face, dari informal seperti group bisa saja reporter memberi masukan bahkan kita bisa diskusi. Tetapi dalam rapat finishing itu ngga, itu redaktur keatas dan reporter tidak ikut dalam rapat.
P
: Jadi untuk penentuan headline di halaman satu itu apakah sama dengan redaktur dikolom lain?
N
: Pada intinya,
budgeting itu adalah bahwa redaktur bersangkutan
bertanggung jawab atas halaman yang bersangkutan. Misal kolom ekonomi, dia bertanggung jawab terhadap budgeting ekonomi yang lain sifatnya penambahan saja. Kalau redaktur halaman satu ya ada asredpelnya, ada waredpel ada redpelnya gitu untuk merencanakan dihalaman satunya. P
: Pertimbangan berita menjadi headline di halaman satu?
N
: Kita menempatkan berita di headline pasti berita yang paling penting, yang paling bagus dan kita angap paling diperlukan oleh pembaca. Itu common sense aja, kalau kita lihat peristiwa, sebagai wartawan kita sudah tau, ini punya nilai berita ngga? Pertimbangan itu yang kita jadikan headline dan dampaknya penting bagi masyarakat.
100
P
: Kenapa pilihan tema dan headline republika untuk kasus bom sarinah jauh berbeda dengan media cetak lain?
N
: Jadi seperti ini, fungsi media itu pertama dia memberi informasi, kemudian ada fungsi edukasi, sosial kontrol, hiburan dan lain-lain. Kitalebih banyak memainkan fungsi edukasi, kenapa? Karena media bukan hanya sekedar untuk memberi informasi yang bombastis, menakut takuti, tapi kita ingin memberi pesan kepada masyarakat. Karena kekuatan media massa itukan adalah karena kekuatan pesan dan kira kira pesan apa sih yang ingin kita sampaikan terkait peristiwa ini? Kenapa kita ambil angel seperti itu dan pilihan gambar yang sangat berbeda dengan yang lain, karena kita ingin menyampaikan bahwa kita gak mau diadu domba dengan cara teror seperti ini. Kita memberi kesadaran kepada masyarakat bahwa dengan semakin kita memberi mereka panggung dengan pemberitaan yang menakutkan dan sebagainya malah membuat mereka semakin yakin bahwa aksi tersebut berhasil.
P
: Untuk headline Kami Tidak Takut apakah ada pengaruh dari luar? Karena tagline itu muncul di twitter dan menjadi trending topic beberapa jam setelah kejadian.
N
: Bahwa yang hendak kita sampaikan itu sebetulnya realitas ditengah masyarakat. Itu yang ingin kita angkat, realitas seperti itu yang ditangkap oleh masyarakat dan kita tekankan lagi dengan pesan-pesan melalui berita kita. Dan itu juga timbul dari diskusi, kita berdebat panjang kita harus tampil seperti apa kemudian ketika di desainpun masih menjadi perdebatan, apakah merah putih atau kah seperti apa dan sampai kemudian pilihan tagline itu muncul di akhir-akhir. Termasuk kita pertimbangkan juga apakah dengan memakai tagline tersebut apakah itu tidak sama? Bagi kita itu tidak masalah karena itu yang hendak kita sampaikan dan suara masyarakat seperti itu. Kita menangkap apa yang diinginkan pembaca atau gejolak pembaca tuh seperti apa. Kadang media mainstream menjadikan media social sebagai bahan untuk melihat peristiwa atau respon masyarakat. Kita juga bisa saja mengembangkan isu yang dimulai malah dari sosial media,
101
dan terkait konteks ini ya secara kebetulan saja apa yang ingin kita sampaikan sama seperti respon masyarakat. Sama seperti edisi asap, kenapa kita tampil seperti itu? Karena kita merasa apa yang kita lakukan dengan teks itu sudah tidak mempan, kita harus beri pesan yang lebih kuat bahwa ada persoalan yang lebih besar. Sama seperti itu, kita jangan takut dengan teror seperti itu, mari kita bersama sama menghadapi itu dan jangan kasih mereka panggung. Katakanlah pelaku dia melakukan teror, kenapa dia melakukan teror ditempat terbuka? Karena ia ingin meng covered kan. Maka dari itu, kita berusaha untuk menyadarkan masyarakat bahwa aksi tersebut bukan apa apa, dan mereka juga akan berpikir lagi jika mau melakukan aksi tersebut tapi masyarakat tidak tergaggu dan tidak menakuti mereka. P
: Apakah headline ada batas waktunya?
N
: Itu tergantung, bagaimana isu itu berjalan. Itu fungsi sosial kontrol kita sebagai media, contoh e ktp, kan luar biasa sekali korupsinya, banyak yang terlibat. Nah goal kita apasih? Kita gak mau berhenti disini, karena baru dua tersangka yang ditangkap dan memang tidak mempunyai backingan politik. Kita mau membongkar semua, dan untuk menyuarakan itu tidak bisa sekali kan? Itu harus terus menerus, sampai satu titik kita sudah direspon atau sudah menjawab apayang menjadi keinginan kita. Jadi lihat skalanya, apakah isu itu bisa di running hingga sekian hari atau tidak? Isu tsunami misal, itu sampai berhari hari masih dilihat. Kadang juga ada yang hanya sehari. Dan republika cendrung seperti itu, coba kalau anda lihat, headlinenya bisa sampai seminggu dengan headline yang sama ya.
P
:
N
: Itu yang saya katakan, background person jadi kurang relevan disini. Jadi di Republika ini, kalau anda tahu, yang tidak sholat banyak, yang tidak berjilbab juga ada, yang agama lain juga ada. Jadi begitu masuk kita tidak ada syarat mereka harus sholat, memakai jilbab dan harus Islam. Tapi kita punya nilai yang disepakati bersama, dan yang berkaitan dengan nilai itu
102
tidak ada tawar menawar. Karena nilai ini yang kita perjuangkan, nilai kita itu memperjuangkan Islam yang rahmatan lil alamin. Prinsip kita itu, Islam moderat, nasionalis, kebangsaan. Jadi kalau kita melihat sesuai ya frame nya itu gitu, kira kira garisnya itu ditengah lah, antara islam modern, kebangsaan dan nasionalis.
103
Lampiran 4 Wawancara untuk Dewan Pers Perihal: pemberitaan Harian Umum Republika terkait aksi terorisme di Sarinah tahun 2016 1. Bagaimana Dewan Pers mengontrol pemberitaan di media massa? Lalu jika ada pelanggaran oleh sebuah media massa seperti apa reaksi Dewan Pers? 2. Bagaimana pandangan Dewan Pers terhadap kejadian teror bom di Sarinah? 3. Apakah ada respon dari masyarakat terkait aksi teror ini perihal media massa kepada dewan pers? 4. Seperti apa fenomena yang di tangkap di masyarakat terkait terorisme ini? 5. Adakah relasi dari apa yang menjadi keinginan masyarakat dengan apa yang akan disajikan media massa? 6. Seperti apa pemberitaan media massa terkait teror di Sarinah yang Dewan Pers lihat? 7. Bagaimana
pemberitaan
terorisme
di
Sarinah
oleh
Harian
Umum
Republika?Apakah ada laporan terkait pemberitaan Harian Umum Republika kepada Dewan Pers?
104
Lampiran 5
Narasumber: Massalamil Huda, Reporter Nasional Harian Umum Republika Tempat: Posko Pemenangan Anies – Sandi, Menteng Jakarta Pusat
P
: Pewawancara
N
: Narasumber
P
: Mas, sebelumnya bisa memperkenalkan diri?
N
: Saya Massalamil Huda, saya reporter di Republika sejak 2013
P
: Latar belakang pendidikan mas apa?
N
: Saya kuliah di ITS Surabaya, jurusan sistem perkapalan angkatan 2008
P
: Saat mendaftar, latar belakang pendidikan di Republika tidak berpengaruh?
N
: Kalo dari jurusan apa ngga, asal memenuhi syarat IPK minimal 3.0 kalo ngga salah.
P
: Sebagai reporter nilai apa yang ditekankan?
N
: Nilai yang saya yakini kebenarannya dengan menginformasikan hal-hal yang perlu diketahui publik, hak-hak publik, ya nilai-nilai dasar aja sebagai jurnalis seperti keberimbangan berita, dan lain-lain.
P
: Bagaimana pencarian berita di Republika? Apakah setiap hari atau setiap minggu penentuan isunya?
N
: Untuk isu reguler itu setiap hari, apalagi online. Jadi setiap hari ada budgeting yang menentukan reporter mau cari apa dilapangan.
P
: Dalam sehari ada berapa berita yang dikirim?
N
: Gak tentu ya, kadang 7 sampai 8 berita, karena kita laporannya untuk online. Dan kalau untuk cetak nanti redaktur yang menjahit beritanya.
P
: Mas sebagai reporter bicara masalah kebebasan mas dalam mencari berita, seperti apasih keleluasaan seorang reporter dalam mencari berita?
105
N
: Sebenernya, kita dituntuk untuk kreatif, inisiatif tentang isu baru yang menarik walaupun tetap ada arahan dari redaksi untuk isu perharinya. Jika ada isu yang menarik kita bisa running isunya itu lebih bagus.
P
: Tapi tetap perhari dari redaksi yang menentukan isu yang harus dicari.
N
: iya betul, jadi tiap redaktur dan reporter perdesk ya punya isu masingmasing.
P
: Menurut mas, seberapa besar peran redaktur dalam menentukan isi berita?
N
: Menurut saya, sama ya dengan reporter, karena yang dilapangan reporter jadi reporter juga bisa memberikan masukan ke redaksi isu apa yang berkembang dibawah. Tapi yang pasti kan yang di redaksi dalam mengelola isu itu lebih jago lah ya karena mereka lebih berpengalaman dari yang di lapangan. Ya ada arahan dari mereka bagaimana merunning sebuah isu, tapi tetap dilapangan kita diberikan keleluasaan dalam mencari angle berita sesuai kemauan kita.
P
: Berarti dari redaksi hanya minta kepada wartawan untuk meliput sebuah isu saja? Untuk angel dan lainnya itu terserah reporter yang dilapangan?
N
: Ya misalnya, kita suruh cari e-ktp, dari redaksi cuma kasih arahan sebatas itu aja, isu itu dilanjut. Udah seperti itu, sisanya kita dilapangan yang berkreasi dalam mencari berita terkait e-ktp.
P
: Tapi mas, tetap yang milih berita mana yang mau dipakai itu keputusan redaksi?
N
: Oh iya, itu pasti keputusan redaksi. Di redaksi ada redaktur, asisten redaktur, ada redaktur pelaksana, panjang lah itu prosesnya. Kalau menentukan apa yang akan dimuat dikoran, itu pasti dari sana. Tapi untuk dilapangan ya terserah kita mau cari berita apa.
P
: Bagaimana pandangan mas terkait kasus terorisme di Sarinah waktu itu?
N
: saya fikir, tidak ada yang membenarkan aksi seperti itu ya. Tapi dalam konteks peliputan, saya hanya ingin mengungkap saja fakta yang terjadi. Peristiwa dalam sisi kronologi, dan lain-lain.
106
P
: Untuk mencari keberimbangan dalam kasus terorisme ini bagaimana sih mas? Kan misal yang kemarin, pelaku sudah mati jadi tidak bisa dimintai keterangan. Itu bagimana mas?
N
: Sebenernya kan kalau statmen dari kepolisian kan semuanya sudah dirilis kejadiannya. Dari mulai kronologi menurut polisi bagaimana, tiap menit kemenit. Waktu itu saya melakukan peliputan merekontruksi kronologi itu, bahkan dari beberapa hari sebelumnya. Jadi ketika teroris itu sudah meninggal, salah satu yang meninggal itu kan ada orang asli Jakarta menurut yang dirilis oleh polisi. Nah saya carilah lokasi rumah dan sebagainya. Kemudian saya menemukan pelaku lain adalah temannya pelaku yang asli Jakarta. Jadi pelaku lain diajak kerumah saudara pelaku yang asli orang Jakarta, saya wawancarailah pemilik rumah yang ditempati oleh para pelaku. Artinya, saya melakukan rekontruksi satu persatu, mulai dari aktivitas pelaku sebelum melakukan aksinya. Dan semua saya dapat dari pemilik kosan yang jg saudara dari salah satu pelaku.
P
: Jadi untuk mencari keberimbangan adalagi ngga sih mas untuk melengkapi berita tersebut?
N
: Namanya merekontruksi pasti harus ada saksi mata, seperti pemilik kos yang tahu aktivitas pelaku, saya wawancarai juga orang yang berada disekitar lokasi kejadian seperti satpam sarinah, satpam gedung skyline, dan tukang kopi yang ada disitu dan mereka menceritakan dari detik kedetik soal kejadian itu akhrinya ketemulah rekonstruksi aksi tersebut.
P
: Bagaimana mas dalam menulis berita yang tidak sesuai dengan prefrensi politik mas misalnya?
N
: Sebenarnya saya berpegang pada kode etik jurnalistik ya, saya bisa punya pilihan pribadi kalau konteksnya Pilkada DKI misal tapi kita beritakan sesuai dengan fakta, apa yang dikatakan narasumber gak boleh kurang dan gak boleh lebih, kalau misalnya ada tuduhan itu harus cover both side. Kalau konteks terorisme, kita bicara fakta saja. Itu saja yang kita beritakan.
107
Tapi apa yang kita beritakan harus sesuai kaidah jurnalistik, jadi kalau mau mewawancara saksi, ya saksi yang betul-betul melihat kejadian itu.
108
Lampiran 6 DOKUMENTASI
109