MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DOKTER TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI PEMOHON (VII)
JAKARTA SELASA, 25 JULI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran [Pasal 1 angka 4, angka 12, angka 13, Pasal 14 ayat (1) huruf a, Pasal 29 ayat (3) huruf d, Pasal 38 ayat (1) huruf c] dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter [Pasal 24 ayat (1), Pasal 36 ayat (3), Pasal 39 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Judilherry Justam 2. Nurdadi Saleh 3. Pradana Soewondo, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Pemohon (VII) Selasa, 25 Juli 2017 Pukul 11.18 – 14.04 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Aswanto I Dewa Gede Palguna Maria Farida Indrati Manahan MP Sitompul Saldi Isra Suhartoyo Wahiduddin Adams
Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Judilherry Justam 2. Nurdadi Saleh 3. Wahyu Setia Kusumah 4. Suryono Slamet 5. Setyawati B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Vivi Ayunita 2. Ai Latifah Fardiyah C. Ahli dari Pemohon: 1. Taufiqurrohman Syahuri D. Saksi dari Pemohon: 1. Dhanasari Vidiawati Trisna Sanyoto 2. Riyani Wikaningrum 3. Kiki Lukman E. Pemerintah: 1. Mulyanto 2. Ninik Hariwanti 3. Purwanta 4. Kirana Pritasari 5. Barlian F. Pihak Terkait: 1. Ilham Oetama Marsis 2. Mahesa Pranadipa 3. Hadiwijaya G. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. Zulhaina Tanamas 2. Muhammad Joni
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.18 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 10/PUUXV/2017 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, yang hadir siapa? Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA Baik, Yang Mulia. Pada hari ini hadir saya Kuasa Pemohon Vivi Ayunita bersama dengan Ai Latifah Fardiyah. Dengan Prinsipal dr. Judilherry Justam. Ada dr. Suryono Slamet, di sebelah kiri. Sebelah kanan saya ada dr. Nurdadi Saleh. Ada dr. Wahyu Setia Kusumah dan dr. Setyawati. Hadir juga satu orang Ahli dan tiga orang Saksi. Ahli Dr. Taufiqurrohman Syahuri. Ada tiga Saksi, yaitu dr. Kiki Lukman, dr. Riyani Wikaningrum, dan juga dr. Dhanasari Vidiawati. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari DPR tidak hadir. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden, silakan.
4.
PEMERINTAH: MULYANTO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dari Pemerintah yang hadir dari Kementerian Kesehatan Bapak Barlian, S.H., M.Kes., Staf Ahli Bidang Kesehatan. Kedua, Ibu dr. Kirana Pritasari, MQIH., Sekretaris Badan PPSDM. Kemudian Bapak Purwanta. Kemudian dari Kementerian Hukum dan HAM Ibu Ninik Hariwanti, S.H., L.L.M., Direktur Ligitasi dan Bapak Mulyanto. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Pihak Terkait?
6.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD JONI Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi untuk kita sekalian (...)
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
8.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD JONI Atas perkenan Yang Mulia, kami Pihak Terkait hadir, saya selaku Kuasa Hukum Muhammad Joni, S.H., M.H. dan Zulhaina Tanamas, S.H. Hadir juga Prinsipal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Ketua Umum Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, Sp.OG. Yang kedua, dr. Mahesa Pranadipa, S.H., M.H. Kabid Organisasi PB IDI. Yang ketiga, dr. Hadi Wijaya, S.H., M.H., Ketua Bidang Advokasi dan Legislasi. Terima kasih, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Sebelum kita lanjutkan, Majelis minta maaf pada Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait karena mulainya 20 menit lebih lambat daripada yang sudah diagendakan karena tadi Rapat Permusyawaratan Hakim. Ada hal yang tidak bisa diputus. Karena kalau dipotong, nanti malah ... apa namanya ... tidak utuh dalam pemikiran kita, sehingga kita meskipun sudah jam 11.00 WIB, kita masih mundur sedikit untuk Rapat Permusyawaratan Hakim. Jadi untuk itu, saya mohon maaf dimulai lebih lambat 20 menit dari waktu yang sudah ditentukan. Baik, kita mulai untuk meminta keterangan Ahli dan Saksi yang diajukan oleh Pemohon. Silakan, Ahli Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H. Kemudian Saksi dr. Kiki, dr. Riyani, dan dr. Dhanasari. Silakan maju ke depan. Semuanya beragama Islam? Mohon berkenan, Yang Mulia Pak Wahiduddin, untuk memandu sumpah. Untuk Ahli dulu, kemudian dilanjutkan Saksi.
10.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, untuk Ahli, ikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
11.
AHLI BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
2
12.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Untuk Saksi, ikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai tidak lain dari yang sebenarnya ... ulangi lagi. Tidak lain dari yang sebenarnya.”
13.
SAKSI BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai tidak lain dari yang sebenarnya. Tidak lain dari yang sebenarnya.
14.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Ahli dan Saksi untuk kembali ke tempat. Saudara Kuasa Pemohon, siapa dulu yang akan kita dengar? Saksi dulu atau Ahli dulu?
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA Ahli dulu, Yang Mulia.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahli dulu. Saya persilakan, Pak Dr. Taufiqurrohman Syahuri. Waktunya maksimal mempresentasikan pokok-pokok pikirannya 15 menit.
18.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
3
20.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Yang kami muliakan, Pimpinan dan Majelis Hakim Konstitusi. Perkenankan saya ingin membacakan keterangan Ahli yang terkait dengan Pengujian Undang-Undang Kedokteran, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013. Kami bukan ahli kedokteran, tapi kami pengajar Hukum Tata Negara dan juga penulis buku Hukum Konstitusi. Yang kami muliakan. Oleh karena itu, saya akan menyoroti terkait dengan masalah konstitusional terhadap beberapa pasal yang dimohonkan oleh Pemohon, sebagai tolok ukurnya adalah UndangUndang Dasar Tahun 1945. Yang pertama, kami ingin memberikan pendapat atau keterangan mengenai legal standing para Pemohon. Pemohon terdiri atas pengajar dan praktisi kedokteran, mereka tentu memiliki kepedulian, dan perhatian, dan tanggung jawab pada persoalan pendidikan kedokteran, dan juga pada kemanfaatan penerapan ilmu kedokteran dalam praktik. Oleh karena itu, para Pemohon yang berlatar belakang akademisi dan praktisi secara potensial maupun riil dapat mengalami kerugian konstitusional dengan keberlakuan undang-undang a quo. Dengan demikian, para Pemohon memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon terhadap Pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Sebagai contoh, norma hukum Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang menyebut organisasi profesi adalah organisasi yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang diakui oleh Pemerintah. Di sini IDI menganggap organisasi profesi ini adalah dirinya, seperti disebut dalam UndangUndang Praktik Kedokteran. Padahal organisasi profesi ini mensyaratkan kompetensi yang semestinya terkait dengan pendidikan kedokteran. Di Pasal 36 ayat (2), “Mahasiswa yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi.” Inilah kerugian konstitusional para Pemohon yang berlatar belakang pengajar kedokteran. Jadi uji kompetensi dilakukan oleh perguruan tinggi. Mengenai kepastian hukum yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28D, norma hukum Pasal 28D menyebutkan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan sama di hadapan hukum. Pasal 28D Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatur hak asasi, dengan demikian kepastian hukum yang adil merupakan hak asasi manusia. Secara teori, norma hukum yang lebih ... secara teori, norma hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi, teori Stufenbau, Hans Kelsen. Teori hierarki ini 4
sudah dipositifkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sehingga berlaku mengikat, sebelumnya diatur dalam TAP MPRS Nomor 20 Tahun 1966, kemudian diubah dengan TAP MPR Nomor 3 Tahun 2000, dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah norma hukum tertinggi, sedangkan undangundang adalah norma hukum di bawah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dengan demikian, norma hukum yang diatur dalam undangundang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, saya kira ini umum sudah diketahui karena di sini banyak dokter, jadi perlu saya jelaskan lagi. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 atau UndangUndang Nomor 20 Tahun 2013 terdapat beberapa norma hukum yang menimbulkan ketidakpastian hokum, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berikut ini akan dijelaskan norma-norma hukum yang dimaksud. Yang pertama, mengenai norma hukum organisasi profesi. Norma hukum yang menyebut organisasi profesi diatur dalam dua undangundang yang berbeda, yaitu Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Dokter, organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia, langsung disebut namanya. Untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia ... untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi. Sementara di Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter menyebut organisasi profesi adalah organisasi yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang diakui oleh Pemerintah. Jadi ada perbedaan rumusan. Dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran, pengertian organisasi profesi disebut IDI. Sementara dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, pengertian organisasi profesi ... profesi eksplisit hanya menyebut kompetensi tanpa kata pendidikan dan tanpa menyebut IDI, sehingga menimbulkan multitafsir. Apakah yang dimaksud organisasi profesi dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran adalah IDI juga atau bukan? Dengan demikian, dua norma hukum dalam dua undang-undang a quo yang mengatur organisasi profesi, telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945 yang menyebut hak warga negara untuk mendapatkan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D. Dalam keterangan Pemerintah disebutkan bahwa perkembangan ... dalam keterangan Pemerintah disebutkan bahwa perkembangan cara pandang masyarakat dan pemerintah terhadap kebebasan berserikat menurut adanya perubahan dalam memaknai profesi, maka pengertian
5
organisasi profesi mengacu pada undang-undang yang terakhir, Undang-Undang Pendidikan Kedokteran Tahun 2013. Dengan adanya makna baru, pengertian organisasi profesi berdasarkan undang-undang yang baru 2013, maka pengertian organisasi profesi berdasarkan Undang-Undang Praktik Kedokteran 2004 harus dimaknai sama seperti rumusan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013, Pasal 1 angka 20, yaitu “Organisasi profesi adalah organisasi yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran,” dan seterusnya, yang diakui oleh Pemerintah. Jadi, organisasi profesi ini tidak otomatis IDI seperti disebut dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran Tahun 2004. Berarti di sini ada pertentangan norma hukum pengertian organisasi profesi itu. Yang kedua, mengenai sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang 20 ... Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 menyatakan, “Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus ujian kompetensi.” Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Pendidikan Kedokteran menyebut, “Untuk menyelesaikan ... menyelesaikan program profesi dokter atau dokter gigi, mahasiswa harus lulus ujian kompetensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai dokter atau dokter gigi.” Ayat (2)-nya, “Mahasiswa yang lulus ujian kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1), memperoleh sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi.” Ayat (3)-nya menyatakan, “Uji kompetensi dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh fakultas kedokteran atau fakultas kedokteran gigi bekerja sama dengan asosiasi institut pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan organisasi profesi.” Keterangan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan menteri. Berdasarkan norma-norma hukum di atas, dapat diidentifikasikan beberapa istilah yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, antara lain sertifikat profesi, sertifikat kompetensi, ujian kompetensi, dan organisasi profesi. Tafsir pertama, sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi diberikan kepada mahasiswa dalam satu ujian, seperti disebut dalam norma hukum, mahasiswa yang lulus ujian kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1), memperoleh sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi. Ini sesuai dengan keterangan Pemerintah bahwa peserta lulusan UKMPPD atau IKM PDGI akan mendapatkan sertifikat
6
profesi dari perguruan tinggi dan secara otomatis ... secara otomatis mendapat sertifikat kompetensi, tanpa ada ujian tambahan. Tafsir yang kedua. Sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Praktik Kedokteran bahwa sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus ujian kompetensi. Anak kalimat ini, pengertian setelah lulus ujian kompetensi ini dapat dimaknai perlu ada lagi ujian kompetensi bagi lulusan kedokteran. Sementara pengertian organisasi profesi sendiri masih menimbulkan ketidakpastian hukum, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Dengan demikian, persoalan dalam norma hukum a quo bukan masalah penerapan yang tidak ada konstitusionaliasnya, melainkan justru persoalan konstitusional, yakni ketidakpastian norma hukum yang perlu diluruskan. Berikutnya, mengenai kolegium. Pasal 1 yang menyatakan, “Kolegium Kedokteran Indonesia dalam Kolegium Kedokteran gigi Indonesia dan Kedokteran Kolegium ... Kedokteran Gigi Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masingmasing cabang disiplin ilmu dan bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.” Kolegium terkait erat dengan pendidikan profesi kedokteran, academic body, oleh karena masuk akal dan sesuai asas keilmuan apabila kolegium tidak dibentuk oleh organisasi profesi dalam pengertian IDI, seperti disebut dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran. Karena IDI bukan academic body, ya, apalagi pengertian organisasi profesi masih jauh dari kepastian hukum sebagaimana dijelaskan di atas. Dengan demikian, perumusan norma Pasal 1 angka 3 UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 itu inkonsistensi, tumpang-tindih, dan jika rumusan ini dipertahankan, sama saja dengan membiarkan ketidakpastian hukum terjadi. Kondisi ini berarti bertentangan dengan Pasal 28D Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebagai penutup. Catatan penutup. Para Pemohon memiliki legal standing karena mengalami kerugian konstitusional, baik riil maupun potensial dengan berlakunya norma hukum dua undang-undang a quo yang menimbulkan ketidakpastian hukum. Pengertian organisasi profesi yang diatur di Undang-Undang Praktik Kedokteran Tahun 2004 maupun di Undang-Undang Pendidikan Kedokteran Tahun 2013 tidak sama, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum oleh karenanya bertentangan dengan hak kepastian hukum yang diatur di dalam Pasal 24D Undang-Undang Dasar 1945. Pengaturan sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi menimbulkan multitafsir. Kolegium adalah organisasi terkait akademi, 7
sementara IDI adalah serikat pekerja atau trade union, maka jika rumusan ini dipertahankan terjadi tumpang-tindih atau inkonsistensi yang menyebabkan ketidakpastian hukum yang dijamin dalam UndangUndang Dasar Pasal 28B. Demikian, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi yang bisa saya sampaikan terkait dengan masalah ketatanegaraan. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Taufiqurrohman Syahuri. Dari Saksi sesuai dengan nomor urut, Pemohon?
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA Ya, betul, Yang Mulia, sesuai nomor urut.
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau begitu, saya persilakan dr. Kiki Lukman. Waktu untuk Saksi sekitar 10 menit, saya persilakan.
24.
SAKSI DARI PEMOHON: KIKI LUKMAN Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang terhormat Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Kesehatan. Yang terhormat Pemohon Pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013. Yang terhormat Pihak Terkait Pengurus PB IDI, hadirin sekalian. Sesuai dengan permintaan Pemohon dalam Perkara Uji Materi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, izinkanlah saya memperkenalkan diri. Saya adalah Kiki Lukman, saat ini memperoleh amanah sebagai Ketua Kolegium Ilmu Bedah Indonesia sejak tahun 2014. Selain itu, saya pun adalah Staf Dosen dari Fakultas Kedokteran Unpad dan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, dan juga menjabat sebagai Koordinator Program Studi Dokter Spesialis di fakultas tersebut sejak tahun 2010. Setelah menyelesaikan pendidikan profesi saya, saya di fakultas kedokteran banyak mendapat kesempatan untuk memperoleh pelatihan di bidang kedokteran dan pendidikan kedokteran, dan aktif dalam mengembangkan kurikulum pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Unpad dari berbagai tingkat pendidikan, baik dokter umum, spesialis, 8
dan subspesialis. Dan semenjak tahun 2005, saya terlibat aktif dengan berbagai kegiatan Kolegium Ilmu Bedah Indonesia, bahkan mulai tahun 2010 saya masuk menjadi pengurus inti sampai sekarang. Oleh karena itu, saya mencoba menyampaikan selaku Ketua bagaimana dinamika sebagai pengurus Kolegium Ilmu Bedah Indonesia atau yang selanjutnya saya sebut KIBI. Akan saya uraikan di sini secara faktual dan objektif selayang pandang tentang sejarah, status hukumnya saat ini, dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh KIBI, dan dinamika perannya di dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Tentang sejarah, seperti yang disampaikan oleh Saksi sebelumnya Prof. Sjamsjuhidajat bahwa cikal bakal kolegium ini sudah dibentuk oleh Ikatan Ahli Bedah Indonesia yang selanjutnya disebut IKABI pada muktamar yang pertama di Semarang tahun 1967 dengan nama Majelis Nasional Penilai Ahli Bedah. Pada waktu itu ketuanya adalah Prof. Djamaloedin. Oleh karena itu, tahun 1967 dianggap sebagai tahun berdirinya Kolegium Ilmu Bedah Indonesia. Namun sayang dalam perjalanannya walaupun mempunyai fungsi yang sangat penting dalam menentukan sistem Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Indonesia, yaitu tujuan pendidikannya, prasyarat calon, kurikulum, ujian nasional, maupun penerbitan ijazah, dalam perjalanannya tidak mulus karena masih banyak pihak yang mempertanyakan bagaimana hubungan antara majelis ini dengan pengurus pusat IKABI, serta bagaimana tugas dan fungsi kolegium saat itu. Oleh karena itu, sejak tahun 1975 berbagai upaya oleh IKABI, terutama atas inisiatif Ketuanya Prof. Hidajat untuk mempelajari ke berbagai negara. Dan akhirnya pada Muktamar IKABI 1978 di Medan, diputuskan bahwa struktur kolegium terpisah dari PP atau PB IKABI. Tugasnya adalah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dokter spesialis melalui kerjama dengan institusi pendidikan, seperti fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan. Dengan upaya ini, IKABI berhasil menambah jumlah dokter spesialis bedah yang tahun 1945 hanya 10 orang, di tahun 1978 sudah berjumlah 298 orang. Namun demikian, di akhir tahun 1970-an menjelang tahun 1980-an berbagai pemikiran muncul bahwa sebaiknya fakultas kedokteranlah yang menjadi pelaksana pendidikan dokter spesialis bedah tersebut di bawah Direktorat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu, tahun 1982 dibentuklah Konsorsium Ilmu Kesehatan. Sejak saat itu, pendidikan dokter spesialis resmi diserahkan oleh fakultas kedokteran melalui kerja sama dengan kolegium. Dan kolegium mempunyai peran mengawasi proses pendidikan, mengatur alur seleksi calon peserta, dan membuka institusi pendidikan baru. Dan di era reformasi, itu banyak sekali peraturan dan undang-undang 9
regulasi yang digunakan, baik oleh pemerintah Indonesia maupun secara global yang menjadi acuan di dalam tugas dan fungsi kolegium. Bahkan kita sekarang sudah bergerak pada standar ASEAN. Sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 2004, kolegium terus hadir dan menjadi badan otonom di bawah muktamar IKABI. Dan semenjak tahun 1993, itu kalau dihitung sudah menghasilkan 1.500 dokter spesialis bedah umum dari 13 institusi pendidikan pada tahun 2000-an. Ada momentum yang penting, yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dan berkembangnya pendidikan dokter spesialis ilmu bedah sejak tahun 1970 sampai 1980-an, maka terbentuklah Konsil Kedokteran Indonesia dan kolegium yang merupakan pengampu dari cabangcabang ilmu bedah juga bermunculan, di antaranya bedah digestif, bedah onkologi, bedah leher, bedah syaraf, orthopaedi, urologi, bedah plastik, bedah kardiothoraksik, bedah anak, dan bedah vaskular. Hal ini terkait bahwa sesuai dengan undang-undang tersebut bahwa setiap perhimpunan yang terkait dengan diversifikasi subspesialisasi dari spesialis bedah itu harus memiliki kolegium. Sehingga saat ini yang dimaksud dengan KIBI hanya meliputi ilmu bedah umum, artinya dokter spesialis bedah umum. Dan di dalamnya terdapat 3 subspesialisasi, yaitu bedah digestif, bedah onkologi, kepala & leher, dan vaskular. Oleh karena itu karena dokter spesialis bedah umum ini sangat spesifik, akhirnya dibentuklah Persatuan Ahli Bedah Umum Indonesia pada tahun 2002. Sehingga KIBI ini terkait dengan PABI. Kerja sama fungsionalnya ini berjalan dan saling menguntungkan, saling bekerja sama secara baik, walaupun masing-masing secara hukum adalah independen. Jadi kerja sama ini tidak hanya di muktamar saja, tapi juga dalam pengembangan pendidikan. Sejak tahun 1993, di era kepemimpinan dokter … almarhum Dokter Soerarso Hardjowarsito, KIBI tumbuh pesat dan bahkan pada tahun 2006 kegiatan berskala nasional itu semakin banyak dilakukan oleh KIBI. Mulai dari pengembangan kurikulum sudah 3 kali revisi, tahun 1997, 2006, 2016. Kemudian kursus-kursus yang bertaraf internasional juga dilakukan oleh KIBI. Ujian nasional dengan metode yang standar internasional dilakukan. Sehingga berkembang dengan cepat. Oleh karena itu, KIBI memandang bahwa KIBI harus berbadan hukum karena harus bekerja sama dengan berbagai institusi di luar KIBI. Seperti universitas, fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan Konsil Kedokteran Indonesia. Apalagi jika mengingat tugas KIBI, yaitu melaksanakan pendidikan dan pelatihan dan memberikan sertifikat kompetensi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 53 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (3).
10
Namun sayang sekali, pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran tidak menyebutkan peran kolegium secara eksplisit dalam pendidikan dokter spesialis, maka status hukum kolegium menjadi pertanyaan bagi banyak pihak terkait, dan masih dianggap bagian dari struktur organisasi profesi yang secara hukum tidak berhak memberikan sertifikat kompetensi. Dengan latar belakang itulah, maka para pengurus KIBI memutuskan bahwa kolegium ilmu bedah harus berbadan hukum. Oleh karena itu, pada tanggal 10 Mei tahun 19 maaf … 10 Mei Tahun 2010 di Jakarta, di bawah akta notaris, itu didirikanlah Organisasi Kolegium Ilmu Bedah Indonesia dan sudah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada tahun 2010 dan tentu saja konsekuensinya KIBI memiliki nomor wajib pajak dan membayar pajak. Namun demikian, kolegium masih berhimpun di bawah Majelis Kolegium Ilmu Bedah Indonesia (MKIBI) dan Majelis Kedokteran … Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia di bawah PB IDI. Kolegium juga memiliki badan legislatif internal, yaitu yang disebut Dewan Pendidikan Kolegium. Yang terdiri dari para pemangku kepentingan pendidikan untuk pendidikan dokter spesialis bedah. Dengan adanya status hukum yang lebih jelas, maka kami mempunyai anggaran dasar dan rumah tangga. Kami juga memiliki sekretariat kantor di Menara Era, di lantai 1, di Jalan Senen Raya. Dan didefinisikan tugas-tugas yang harus kami emban melalui AD/ART ini bahwa kolegium harus memelihara, memupuk, meningkatkan, mendorong perkembangan ilmu bedah seluas-luasnya, mengampu pendidikan dan pelatihan dokter untuk menjadi dokter spesialis ilmu bedah, bekerja sama dengan institusi lainnya di Republik Indonesia, menyusun kurikulum pendidikan dokter spesialis bedah umum, melakukan pendidikan lanjutan, dan menerbitkan sertifikat kompetensi bagi para dokter spesialis bedah, menetapkan sarana pendidikan dokter spesialis bedah umum, dan mendorong setiap institusi pendidikan dokter spesialis bedah umum untuk mengembangkan program unggulan dari masing-masing ilmu bedah. Harapan kami dari kolegium, tentu saja yang pertama terpenuhinya kebutuhan masyarakat Indonesia akan dokter bedah umum yang mencapai seluruh pelosok tanah air. Kemudian, dihasilkan dokter spesialis bedah yang andal sejajar dengan dokter spesialis bedah di kawasan ASEAN. Adanya masukan yang berharga, bermanfaat bagi Kementerian Pendidikan Kebudayaan waktu itu, kemudian juga Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran, organisasi profesi, maka ini akan lebih mendorong, menjamin standar praktik profesi dokter spesialis bedah di Indonesia.
11
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Maaf, dr. Kiki, dipersingkat.
26.
SAKSI DARI PEMOHON: KIKI LUKMAN Ya. Harapannya, maka pada akhirnya kami mungkin bisa sampaikan beberapa hasil yang sudah kami capai, yaitu dengan dibentuknya status hukum tersebut, kami mempunyai sistem pendidikan yang mandiri. Kemudian, juga ditetapkan standar kompetensi dan pendidikannya. Kami juga memiliki website, dimana di sini berfungsi untuk administrasi, untuk pemantauan pendidikan, penjaminan mutu, dan untuk publikasi, dan berbagai kolaborasi internasional dilakukan, kami melakukan training the trainers dengan kolegium dari luar negeri. Kemudian, ujian nasional juga menghadirkan para penguji dari luar negeri, juga dengan PABI hubungannya tetap serasi. Karena selalu setiap tahun kami bersama-sama mengadakan meeting dan melantik lulusan baru. Kemudian, dengan Kementerian Kesehatan, kami juga menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan di Kementerian Kesehatan sesuai dengan masalah nasional yang kita hadapi. Dan kami juga melakukan kolaborasi, inovasi dengan berbagai badan yang ada di Kementerian Kesehatan, salah satunya adalah dalam wajib kerja dokter spesialis, kami terlibat di sana. Kemudian, juga di skala ASEAN, kami membentuk federasi ASEAN Federation of Surgical Colleges. Implementasinya, kami melakukan standarisasi berupaya supaya standar pendidikan bedah di ASEAN itu kira-kira setara. Dan dengan konsil kedokteran, kami juga sudah mendapatkan pengesahan standar kurikulum. Dan harapannya, suatu saat kita akan punya standar pendidikan bedah umum pada tingkat ASEAN, bahkan dunia. Dunia internasional, kami terlibat dengan Bangkok Declaration yang itu mendorong WHO untuk menetapkan meningkatnya global akses untuk ... bedah untuk seluruh masyarakat dunia. Dan salah satu prestasi yang mungkin patut dicatat adalah pertama kali dalam sejarah, guru besar kami Prof. Aryono mendapatkan penghargaan sebagai Honorary Fellowship dari Royal Collage of Surgeons of Edinburg dari Inggris. Dan diri saya sendiri juga mendapatkan fellowship dari Singapura. Maka kesimpulannya, Kolegium Bedah Indonesia memiliki status organisasi pendidikan berbadan hukum sejak tahun 2010, telah berhasil menjadikan kolegium bedah yang mampu secara independent, dan fokus mengembangkan dan meningkatkan perannya secara optimal sebagai pengampu ilmu bedah di Indonesia, dan penjamin mutu pendidikan dan praktik profesi dokter spesialis bedah umum di Indonesia, bahkan mampu berkiprah di level regional ASEAN maupun global. 12
Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, dr. Kiki Lukman. Berikutnya, Ibu dr. Riyani, saya persilakan. Sama waktunya dengan dr. Kiki.
28.
SAKSI DARI PEMOHON: RIYANI WIKANINGRUM Bismillahirrahmaanirrahiim. Yang Mulia Ketua, Wakil Ketua, dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama kali, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Riyani Wikaningrum (Staf Dosen di Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta). Setelah saya menyelesaikan pendidikan dokter saya di Fakultas Kedokteran UGM, saya menjadi Dosen di Bagian Mikrobiologi FK Yarsi. Saya mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan post graduate diploma in Medical Microbiology di Malaysia. Kemudian, menyelesaikan pendidikan S2 di bidang humanology di Flinders University of South Australia. Berkaitan dengan penugasan di FK Universitas Yarsi, saya mempunyai interest di bidang medical education (pendidikan kedokteran) dan mengikuti berbagai pelatihan yang berkaitan dengan pendidikan kedokteran. Yang terakhir ... pengalaman yang terakhir inilah yang membantu saya dalam menjalankan fungsi dan terlibat dalam pendidikan kedokteran sebagai Anggota Kolegium Dokter Indonesia (KDI) sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2013, dan menjadi anggota berbagai kelompok kerja yang berkaitan dengan pendidikan dokter sampai dengan sekarang, baik itu pokja yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemenristek Dikti, maupun dari Konsil Kedokteran Indonesia. Selain itu, saya aktif di Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia sejak tahun 2004 sebagai perwakilan dari FK Yarsi. Dan saat ini, saya masih menjabat sebagai Sekretaris Umum AIPKI. Sebagai Anggota KDI, Staf Dosen di FK Universitas Yarsi, Pengurus AIPKI, saya terlibat dalam penyusunan Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia (SPPDI) standar kompetensi dokter Indonesia yang pada tahun 2006 disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Kemudian terlibat dalam persiapan uji kompetensi dokter, kemudian persiapan pelaksanaan program intership yang merupakan dua yang terakhir, ini merupakan implementasi Undang-Undang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004.
13
Dengan latar belakang tersebut, saya menyanggupi permintaan para Pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 untuk menjadi Saksi di dalam persidangan ini, khususnya berkaitan dengan apa yang saya ketahui dan lakukan sebagai anggota atau pengurus Kolegium Dokter Indonesia. Ketua dan Majelis Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan. Kesaksian ini saya akan menyampaikan hal-hal berikut, yaitu perkembangan dan perubahan Kolegium Dokter Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan sekarang, dan saya kaitkan dengan tugas dan fungsi kolegium dari waktu ke waktu, dan apa yang telah dilakukan kolegium dokter dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Saya akan menyampaikan kolegium dokter pada periode tahun 2000-2003. Kolegium dokter yang pertama ini disebut Kolegium Dokter Umum Indonesia, jadi tidak disebut sebagai KDI, tetapi KDUI. Dibentuk berdasarkan SK PB IDI di Nomor 291/PP/A.4/07/2000 yang ditindaklanjuti dengan pengangkatan Ketua Kolegium Dokter Umum Indonesia yang pertama, yaitu Prof. Dr. dr. Wahyuning Ramelan. Berbeda dengan yang disampaikan oleh dokter gigi saksi yang sebelumnya, pembentukan Kolegium Dokter Spesialis diawali adanya Ikatan Dokter Spesialis. Tetapi untuk Kolegium Dokter Indonesia, perhimpunan atau ikatan dokter yang melakukan praktik umum pada waktu itu belum ada. Ketua KDUI diberikan kewenangan untuk membentuk susunan dan personalia KDUI untuk menjalankan tugas dalam membina, menyusun standar pendidikan profesi dokter, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan profesi dokter. Personalia yang ditunjuk oleh ketua KDUI waktu itu berasal dari organisasi profesi kedokteran, departemen pendidikan nasional, fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan dokter praktik umum. Ketua KDUI duduk sebagai Anggota Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia. Laporan pertanggungjawaban pengurus KDUI disampaikan dalam Muktamar IDI melalui MKKI dan ini semua diatur dalam anggaran rumah tangga IDI. Saya melanjutkan para periode tahun 2003 dan 2006, ini adalah periode dimana Undang-Undang Praktik Kedokteran diundangkan. Pembentukan Kolegium Dokter Indonesia (KDI) diatur dalam anggaran rumah tangga tahun 2000 ... Anggaran Rumah Tangga IDI tahun 2003 pada Pasal 44. KDI adalah lembaga di lingkungan IDI dan merupakan lembaga otonom, jadi ini diatur di situ. Bertanggung jawab dalam mengembangkan kebijakan, pembinaan, pengawasan, pelaksanaan pendidikan dalam pendidikan sarjana kedokteran, dan pendidikan dokter yang sekarang dikenal dengan pendidikan profesi dokter. Anggota KDI semua wakil terdiri atas semua wakil dekan I bidang akademik dari fakultas kedokteran yang terakreditasi, semua kolegium 14
bidang ilmu pendidikan dokter, perwakilan dokter praktik umum. Ketua dan wakil ketua serta sekretaris dipilih dan oleh anggota pleno KDI, dan disahkan oleh ketua MKKI (Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia). Ketua KDI yang terpilih saat itu adalah kembali Prof. Dr. dr. Wahyuning Ramelan. Saya mulai masuk menjadi anggota kolegium dan menjadi anggota komisi kurikulum. Tugas dan fungsinya adalah menyusun standar nasional pendidikan profesi dokter dan menyusun tata cara pengelolaan penyelenggaraan pengawasan pendidikan sarjana kedokteran dan profesi dokter. Pada periode awal dari Undang-Undang Praktik Kedokteran diberlakukan, kami bekerja sama dengan berbagai stakeholder. Bentuk pengawasan yang dilakukan saat itu antara lain anggota kolegium dokter Indonesia hadir saat fakultas kedokteran melakukan rapat yudisium. Dalam hal ini ada yudisium dokter dan KDI melakukan proses pengakuan ijazah dokter, terutama ijazah dari fakultas kedokteran swasta, fakultas kedokteran yang diselenggarakan oleh masyarakat. KDI aktif dalam tim multi-stakeholder dalam penyusunan standar pendidikan profesi dokter. Pengurus kolegium ini harus melaporkan, melakukan laporan pertanggungjawaban ke MKKI dan merupakan bagian dari pertanggungjawaban Ketua MKKI di muktamar IDI. Pada tahun ... periode tahun 2006 dan 2009 Undang-Undang Praktik Kedokteran telah harus dilak ... dilaksanakan semua amanahnya, maka terbentuklah Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Kemudian nama dari kolegium ini diubah berdasarkan keputusan muktamar IDI, menjadi namanya Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia (KDDKI). Yang diketuai oleh Dr. M. Djauhari Widjajakusumah, PFK., sedangkan saya sendiri menjadi sekretaris 1. Anggota KDKI ... KDDKI meliputi wakil Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI), wakil perhimpunan dokter layanan primer, AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran), MKKI, Ikatan Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (IRSPI), dokter praktik pelayanan primer. Wakil dekan 1, semua fakultas kedokteran duduk sebagai anggota pleno KDDKI. KDDKI mempunyai tugas turut menyusun standar pendidikan profesi dokter, standar kompetensi dokter, dan dengan berlakunya Undang-Undang Praktik Kedokteran, maka KDDKI bersama AIPKI mempersiapkan ... bertanggungjawab terhadap pelaksanaan uji kompetensi dokter lulusan fakultas kedokteran. Jadi, ujian waktu itu yang disebut dengan UKDI. Yang dilaksanakan oleh komite bersama uji … ujian kompetensi dokter Indonesia, yang mendapatkan endorsement persetujuan dari pengurus besar IDI dan KKI. KDDKI memberikan sertifikat kompetensi bagi dokter baru yang lulus dan merupakan syarat untuk mendapatkan STR dari KKI. Kemudian KDDKI juga menyusun apa yang disebut dengan modul uji diri bagi dokter yang pernah praktik, tetapi karena satu dan lain hal tidak dapat mengikuti program pemberian STR pada tahap awal oleh 15
Konsil Kedokteran Indonesia. Dokter yang telah melengkapi modul uji diri ini diberikan sertifikat kompetensi untuk persyaratan mengurus STR. Program ini banyak mendapatkan apresiasi dari banyak sejawat senior. KDDKI membuat program pendidikan kedokteran berkelanjutan CPD/P2KB bagi dokter keluarga dan dokter praktik umum. KDDKI juga terlibat aktif dalam menyusun, mengawasi program adaptasi dokter warga negara Indonesia lulusan luar negeri. Dalam periode KDDKI ini juga aktif menyusun konsep program internsip dokter bersama dengan Kementerian Kesehatan. KDDKI menjadi mitra berbagai kementerian dan lembaga dalam pendidikan kedokteran khususnya. Yang saya sebutkan terakhir ini sangat signifikan adalah kerja sama KKI dalam proses pemberian STR, yaitu dalam proses validasi dokter yang lulus uji kompetensi dokter Indonesia, sehingga data yang menjadi dasar pengeluaran STR terjaga keakuratan dalam penerbitannya guna mencegah pemalsuan dan kecurangan yang lain. Pada periode ini bersama KKI, kami menemukan beberapa kecurangan, dan telah dilakukan tindakan, dan dilakukan tindakan pencegahan, perbaikan proses, program ini dilanjutkan sampai tahun 2013. Pada periode tahun 2009 sampai 2012, periode ini kolegium dokter namanya kembali menjadi KDI, aturan KDI berubah berdasarkan anggaran rumah tangga IDI tahun 2009, Pasal 40. Anggota pleno KDI ditiadakan, fakultas kedokteran hanya diwakili oleh AIPKI karena di situ disebutkan anggota KDI meliputi perwakilan perhimpunan dokter pelayanan primer, masing-masing dua, AIPKI dan IRSPI masing-masing diwakili oleh satu orang, pengurus besar IDI diwakili oleh dua orang, dan enam orang dokter praktik layanan primer yang ditunjuk oleh pengurus besar IDI. Ketua KDI terpilih waktu itu adalah Prof. Dr Irawan Yusuf, Ph.D. Saya masuk sebagai anggota KDI sebagai perwakilan dari Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia serta dalam kepengerusan duduk sebagai bendahara 1. 29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Maaf, Ibu, dipersingkat.
30.
SAKSI DARI PEMOHON: RIYANI WIKANINGRUM Ya. Anggota pleno yang terdiri dari seluruh wakil dekan 1 tidak ada, tugasnya masih sama dengan kolegium sebelumnya, pada periode sebelumnya dan proses resertifikasi bagi dokter yang sudah habis STRnya mengikuti panduan program P2KB dari IDI. KDI bertanggung jawab kepada muktamar melalui PB IDI dan MKKI. Ini berbeda dengan periode sebelumnya. Periode tahun 2012-2015 ini adalah periode terakhir, dimana saya terlibat di dalam kolegium. 16
Aturan tentang KDI diatur dalam ART IDI bagian 16 Pasal 40 tentang MKKI. Pada ayat (7) berbunyi, “Kolegium Dokter Indonesia terdiri dari Divisi Perhimpunan Dokter Keluarga dan Divisi Perhimpunan Dokter Umum Indonesia.” ART ini tidak mengatur lebih lanjut tentang KDI, termasuk fungsi dan tugas wewenangnya. Tugas wewenang diatur dalam pedoman pokok tata laksana organisasi yang disusun oleh pengurus besar IDI dan kolegium menjadi … namanya berubah menjadi Kolegium Dokter Primer Indonesia berdasarkan SK PB IDI 177/PB/A4/2013 tanggal 22 Februari. Anggota terdiri atas wakil PD KI 6 orang dan wakil PD UI 6 orang, wakil MKKI 1 orang, wakil PB IDI 2 orang. KDPI tidak melibatkan institusi pendidikan dokter, baik dalam bentuk perwakilan ataupun pleno. Berdasarkan hasil rapat KDPI yang dilaksanakan oleh ketua MKKI untuk menjalankan amanah PB IDI terpilih, ketua adalah Dokter Pandu Riono, sebagaimana Yang Mulia sudah mendengarkan kesaksian beliau. Saya terpilih menjadi wakil ketua 1, tugas utama menerbitkan sertifikat kompetensi pada … bagi dokter baru yang lulus UKDI, resertifikasi bagi dokter praktik umum yang sudah melalui P2KB yang dikelola oleh BP2KB IDI. Pada periode tahun 2012 ini, terdapat banyak dokter yang tidak … yang sudah lulus dari fakultas kedokteran, tetapi tidak lulus UKDI dan ini yang menyebabkan kegaduhan nasional tentang UKDI. Selanjutnya, pada tahun 2013 ini, KDPI mempunyai tugas untuk melakukan tindakan ujian … fasilitasi ujian untuk … bagi dokter-dokter yang tidak lulus UKDI. Dan sekarang, dengan berlakunya Undang-Undang Pendidikan Kedokteran mulai tahun 2013, uji kompetensi dokter Indonesia berubah menjadi uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter UKMPPD. Dengan program dengan penanganan retaker ini, dibuat, dilaksanakan oleh KDPI tidak memuaskan banyak pihak termasuk PB IDI, sebagaimana kesaksian Dokter Pandu Riono. Pengurus KDPI kemudian direstrukturisasi dengan surat dari PB IDI, Prof. Wahyuning Ramelan, perwakilan MKKI, serta perwakilan dari PDKI kecuali Prof. Dr. dr. Azrul Azwar dan sekarang sudah almarhum, diganti dengan anggota PDKI yang diusulkan oleh PB IDI. Saya bersama-sama anggota KDPI perwakilan PDKI yang direstrukturisasi mengajukan surat keberatan kepada ketua PB IDI waktu itu, surat kami lampirkan. Surat ini tidak pernah dijawab dan tidak pernah pernah ditanggapi, sehingga kami tidak tahu mengapa kami direstrukturisasi. Sejak tidak menjadi anggota dan pengurus kolegium, saya secara pribadi tidak terlibat di kolegium, tetapi saya mengetahui aktivitas KDPI yang berkaitan dengan AIPKI karena saya sejak bulan November 2013
17
menjadi Sekretaris Umum AIPKI, yaitu periode 2013-2015, 2015 sampai 2017 sekarang. Sebagai kesimpulan, KDI diatur dalam ART IDI dengan perubahan-perubahan dan pada ART yang terakhir bahkan tidak diatur. Keterlibatan institusi pendidikan, dalam hal ini wakil dekan bidang akademik dalam kolegium dokter Indonesia makin berkurang, bahkan tidak ada lagi sejak tahun 2009-2012. Peran kolegium yang tadinya otonom menjadi bawah kontrol PB IDI. Peran kolegium sebagai pegampu keilmuan berdasarkan compendium tidak jelas. Kerja sama dengan mitra kolegium, baik kementerian atau lembaga, serta AIPKI tidak berjalan lancar. Tidak ada lagi diproses validasi bersama antara kolegium pemberi sertifikat kompetensi dan KKI pemberi surat tanda registrasi. Saya sebagai orang yang terlibat dalam pendidikan kedokteran, mengetahui adanya iregularitas pemberian ijazah, penerbitan serkom yang berakibat penerbitan STR yang berdasarkan data yang tidak valid. Dengan demikian, peran kolegium dalam turut serta menjalankan praktik, baik dalam patient safety tidak optimal. Demikianlah kesaksian saya di hadapan Yang Mulia Ketua Majelis dan Anggota Majelis. Berdasarkan apa yang saya ketahui, saya alami sebagai seorang dokter yang pernah menjadi anggota kolegium dokter dan saat ini masih berkecimpung di dunia pendidikan kedokteran. Semoga kesaksian saya mendapatkan … membantu Yang Mulia Ketua Majelis Konstitusi serta … Mahkamah Konstitusi, serta Para Hakim dalam memutuskan permohonan Para Pemohon. Terima kasih. 31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Ibu dr. Riyani. Berikutnya, langsung Ibu dr. Dhanasari. Saya persilakan. Ya, waktunya sama, supaya bisa efisien menggunakan waktunya.
32.
SAKSI DARI SANYOTO
PEMOHON:
DHANASARI
VIDIAWATI
TRISNA
Baik. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang terhormat Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Kesehatan. Yang terhormat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Yang terhormat Pemohon Penguji Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004. Yang terhormat Pihak Terkait Pengurus Besar IDI. Dan yang terhormat hadirin sekalian. Perkenankanlah saya memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Saya adalah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sejak tahun 1991 pada Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas. Untuk 18
memenuhi kebutuhan sebagai pendidik, saya mengambil program post graduate dalam bidang Family Medicine di University of Philippines pada tahun 2001 dan memperoleh gelar doktor dari fakultas Kedokteran UI dalam bidang pendidikan Kedokteran dan Kedokteran Keluarga, khususnya pembelajaran kompetensi budaya pada pendidikan dokter. Pada pagi hari ini, perkenankan saya selaku Saksi atas permintaan Pemohon dalam perkara permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Pertimbangan saya menerima permintaan Pemohon sebagai Saksi adalah pengalaman saya dalam beberapa tahun terakhir yang sangat dirugikan, bukan saja untuk saya sebagai staf pengajar yang diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, namun juga sebagai anggota organisasi profesi yang dianaktirikan karena bermaksud meningkatkan derajat dokter di layanan primer. Sebelum saya memulai kesaksian saya, perkenankan pula saya memperkenalkan diri saya bahwa saya pernah menjadi pengurus besar IDI sejak tahun 1994, saya tidak akan bacakan satu per satu, tetapi hingga tahun 2012 masih menjadi pengurus besar IDI, diselingi dengan pada tahun 2006 sampai 2009 menjadi Anggota Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia. Sejak tahun 2014 hingga saat ini masih aktif dalam kelompok kerja pengembangan pendidikan dokter layanan primer dan saat ini saya adalah Ketua Perhimpunan Dokter Layanan Primer Indonesia sejak tahun 2015 yang belum juga diakui oleh Ikatan Dokter Indonesia. Jadi kesaksian saya pada hari ini berkaitan dengan dua kegiatan terakhir tersebut, kegiatan ... eh, kesaksian ini diawali dengan kegiatan pembentukan kelompok kerja, percepatan pengembangan kebijakan dokter layanan primer pada tahun 2014, kelompok kerja yang merupakan keputusan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia adalah kelompok yang terdiri atas berbagai unsur, yaitu selain berasal dari kedua kementerian tersebut, juga berasal dari organisasi profesi, dalam hal ini Anggota Pengurus Besar IDI, PDKI, PDUI, Kolegium Ilmu Penyakit Dalam, Bedah, Obgyn, Kesehatan Anak, Patologi Klinik, Radiologi, Anestesi, dan MKKI, dan MPPK, dan Kolegium Dokter Indonesia, serta Perwakilan dari Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia. Pertemuan-pertemuan diselenggarakan dalam menyiapkan rancangan standar kompetensi, standar pendidikan, persiapan kelembagaan kolegium dan perancangan kebijakan masa transisi dokter layanan primer. Saya berada dalam kelompok kerja tersebut sebagai salah satu perwakilan dari PDKI (Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia), dan di dalam Pokja Tahun 2014 tersebut menjadi anggota subkelompok kerja perancangan standar kompetensi.
19
Pertemuan-pertemuan berlangsung reguler dan lancar, dibicarakan kenaikan tingkat kualifikasi dalam KKNI dari DLP, kesetaraan dengan spesialis, sebagaimana tercantum dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2013. Pencapaian kompetensi DLP dengan pendidikan terstruktur, namun menggunakan metode yang inovatif sehingga dapat diikuti oleh dokter tanpa meninggalkan praktiknya di layanan primer. Pembicaraan juga mencapai langkah-langkah pembentukan organisasi profesi, untuk diajukan dalam muktamar IDI pada akhir tahun 2015. Pada pertemuan-pertemuan tersebut, perwakilan dari pengurus besar IDI termasuk ketua terpilih PB IDI, Ketua MKKI, sangat mendukung isi hasil pertemuan, dan hasil yang dicapai pertemuan hingga bulan Oktober 2014, PB IDI menerbitkan buku Sistem Pelayanan Kesehatan Nasional, Berorientasi Pelayanan Primer dengan sub judul buku, “Kedudukan, Peranan, dan Pendidikan DLP”, dengan penerbit PB IDI. Namun, isu yang beredar pada sosial media, sebagian besar adalah yang terbalik dari hasil pertemuan serta dari buku tersebut dan mulai terjadi penolakan yang tidak dapat dimengerti. Misalnya, asumsi pencapaian DLP tidak perlu melalui jalur pendidikan, tetapi cukup melalui pelatihan, atau seminar, atau workshop. Penilaian bahwa pendidikan DLP bukan pendidikan profesi yang dilakukan pascapendidikan dokter. Kemudian, adanya persepsi bahwa DLP adalah suatu kewajiban bagi dokter dalam berkarier, serta adanya anggapan bahwa DLP tidak dibutuhkan di layanan primer. Hingga pada tanggal 21 Oktober, seperti yang diketahui, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia dengan dukungan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia yang selalu duduk bersama di bagian Pemohon mengajukan judicial review Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013. Perihal uji kompetensi dan DLP. Sementara sidang-sidang Mahkamah Konstitusi sedang berlangsung, kelompok kerja percepatan pengembangan kebijakan dokter layanan primer pada tahun 2014 diperpanjang SK-nya dengan nama Kelompok Kerja Percepatan Pelaksanaan Program DLP pada tahun 2015, dengan masih memiliki anggota kelompok kerja yang merupakan perwakilan IDI dan AIPKI, tentu saja Perhimpunan Dokter Umum Indonesia sudah tidak mau lagi masuk di kelompok kerja tersebut. Hasil pertemuan-pertemuan pada saat itu adalah antara lain DLP ditempatkan sebagai spesialis atas usulan ketua terpilih PB IDI dan diajukan ke MPPK dan MKKI sebagai spesialisasi untuk dibawa di Muktamar IDI sesuai dengan Ortala IDI atas usulan Ketua MKKI pada saat itu. Pada bulan Juli 2015, diselenggarakan sosialisasi DLP kepada perwakilan MPPK dan MKKI, dihadiri oleh seluruh perwakilan MPPK dan 20
MKKI dengan hasil DLP secara umum dapat diterima di lingkungan perhimpunan dan kolegium, kecuali PDUI, dan PDUI meminta untuk tidak dilaksanakan sosialisasi DLP sebelum hasil judicial review keluar. Kemudian pada bulan Agustus hingga September 2015, Perhimpunan Dokter Layanan Primer Indonesia dideklarasikan dengan rangkaian rapat-rapat pembentukan kongres pertama, dan sampai ke akta notaris, dan saya terpilih menjadi Ketua dan perwakil ... sebagai perwakilan dari PDKI dan perwakilan dari PB IDI pada saat itu dr. Gatot Soetono, sebagai sekretaris umum perhimpunan. Kemudian hasil rapat pleno terakhir sebelum muktamar PB IDI ke29, memutuskan bahwa DLP ditolak untuk dibahas di muktamar, yang diselenggarakan di Medan, pada tanggal 24 November 2015. Walaupun pada muktamar itu terdapat tanya-jawab mengenai DLP dalam suasana yang tidak kondusif. Pada tanggal 7 Desember 2015, berarti setelah muktamar ini, keluarlah amar putusan Mahkamah Konstitusi mengenai JR UU UndangUndang Nomor 20 Tahun 2013 yang isinya menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Yang artinya, a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tidak bertentangan dengan pasal pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kemudian kembali ke pasal-pasal yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi dan hadirin sekalian. Memperhatikan keterangan sebelumnya, jelas di sini bahwa peran organisasi profesi yang rangkap menyulitkan dirinya sendiri untuk berkembang. Pada satu sisi organisasi profesi yang berfungsi sebagai pengembang ilmu dan pengetahuan mendukung berkembangnya dokter layanan primer dengan mengusulkan menjadi suatu spesialisasi tersendiri. Sedangkan di sisi lain, sebagai perhimpunan profesi, merasa perlu mendukung salah satu perhimpunan di bawahnya untuk menolak keputusan Mahkamah Konstitusi. Sesuai hasil amar putusan Mahkamah Konstitusi, pemerintah secara intensif menyusun RPP pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 dan membentuk tim substansi RPP pada bulan Februari 2016. Terdapat surat penugasan Ketua PB IDI kepada anggota PB IDI dan MKKI untuk setiap substansi, termasuk DLP, dan perwakilan PB IDI terlibat aktif dalam pembahasan tim substansi DLP dan memberikan masukan tertulis. Namun satu bulan sesudahnya, PB IDI menarik diri dari pembahasan RPP mengenai DLP. Ditujukan kepada ... surat ditujukan kepada Dirjen Belmawa, Kementerian Ristekdikti, dan PB IDI mempertegas penolakan terhadap substansi yang ditujukan kepada Menristekdikti. Berikut adalah kedua surat tersebut. Tim RPP yang terdiri atas lintas sektoral, kemudian menyelenggarakan pertemuan harmonisasi antara hasil muktamar PB IDI dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi. Hasil muktamar PB IDI 21
yang menolak membahas DLP dan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatakan bahwa DLP ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui peningkatan kompetensi dokter yang memberikan pelayanan kesehatan di tingkat pertama dengan pengakuan dan penghargaan setara dengan dokter spesialis. Kemudian DLP mendapatkan pendidikan setara dengan spesialis yang mengintegrasikan kedokteran keluarga, kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat, serta dokter umum akan memiliki beberapa pilihan karier, yaitu sebagai dokter umum, dokter layanan primer, atau menjadi dokter spesialis. Pertemuan harmonisasi tersebut menghasilkan norma utama DLP adalah: 1. Program DLP bukan program dokter spesialis, tetapi setara dokter spesialis, level KKNI 8. 2. Program DLP tidak wajib, tapi merupakan salah satu pilihan karier bagi lulusan pendidikan dokter. Dan 3. Program DLP masa transisi paling lama 6 bulan adalah recognize prelearning doctor untuk dokter-dokter yang telah berpraktik lebih dari lima tahun, modul khusus disusun oleh Tim Pokja Nasional PB IDI dan AIPKI. Program pendidikan berbasis tempat kerja dengan metode tatap muka, pelatihan keterampilan teknis, dan penugasan portofolio dan refleksi. Hasil pertemuan pleno substansi RPP pelaksanaan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2013 yang diselenggarakan pada tanggal 29 Maret diputuskan dengan pertimbangan, “Pemerintah dan seluruh stakeholder wajib menjalankan program DLP sesuai amanah undangundang dan amar putusan MK atas judicial review Undang-Undang Nomor 20.” Norma DLP tidak dapat dipisahkan dari norma RPP secara keseluruhan, kemudian permasalahan DLP dikarenakan terjadi distorsi informasi perihal DLP. Yang keempat, Pemerintah dan stakeholder menghargai sikap PB IDI yang berlandaskan hasil muktamar dan mendorong PB IDI untuk segara mendapatkan konsensus internal perihal solusi untuk program DLP. Tindak lanjut dari pertemuan tersebut adalah Kemristekdikti memfasilitasi dialog lintas stakeholders dengan PB IDI, termasuk PDUI dan PDKI untuk mendapatkan solusi optimal perihal program DLP, serta sosialisasi yang lebih intensif oleh seluruh stakeholders hingga ke tingkat wilayah setelah didapatkan konsensus perihal program DLP, KKI dalam hal ini akan menjembatani sosialisasi lintas stakeholders. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi dan Hadirin sekalian, lagi-lagi akibat peran ganda dari organisasi profesi kedokteran yang selain berfungsi sebagai perhimpunan profesi juga sebagai regulator pengembangan ilmu, tampak adanya kegamangan organisasi profesi dalam bertindak. Kita lihat di sini perwakilan PB IDI, termasuk sekjen PB IDI menghadiri rapat finalisasi norma RPP dan memberi 22
pernyataan bahwa PB IDI menyatakan belum menyepakati norma DLP, apabila pembahasan RPP dilanjutkan, maka PB IDI tidak bertanggung jawab atas substansi norma DLP pada RPP. Pada bulan yang sama, PB IDI melayangkan surat kepada Menristekdikti tanggal 29 Juni perihal kajian IDI tentang DLP dalam RPP dengan hasil DLP belum menunjukan deskripsi sebagai profesi baru. Oleh karena itu, pada bulan Juli 2016, Dirjen Kelembagaan Kemenristekdikti memfasilitasi pertemuan penyusunan standar minimal program studi DLP. Namun, PB IDI menanggapi dengan menulis surat yang berisi permintaan PB IDI untuk dilakukan penundaan program pendidikan DLP sampai selesainya proses di legislatif dengan usulan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013. Padahal kelompok kerja pengembangan kapasitas dan kinerja DLP yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan RI pada bulan Mei 2016 sebagai kelanjutan pokja sebelumnya telah mendeskripsikan kompetensi dan kurikulum DLP sesuai dengan standar kompetensi dan standar pendidikan yang dihasilkan pada pokja tahun 2014. Dan sesuai dengan pertemuan pleno RPP pada bulan Maret hingga Juni 2016, pokja DLP terus-menerus menyelenggarakan pertemuan untuk menyelesaikan penyiapan modul dan kurikulum pendidikan DLP masa transisi dan reguler, termasuk penyempurnaan naskah akademik, standar pendidikan, syarat pengabdian masyarakat, standar penelitian, profil DLP, dan capaian pembelajaran yang mengacu pada aturan Kemenristekdikti. Bersama Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan di 10 provinsi yang terdapat fakultas kedokteran terakreditasi A telah melakukan pemetaan fasilitas layanan primer yang dapat menjadi wahana pendidikan, sekaligus penyusunan standar akreditasi layanan primer untuk menjadi wahana pendidikan dan sosialisasi kepada kepala-kepala dinas kesehatan provinsi dan dekan-dekan fakultas kedokteran terakreditasi A. Hingga pada tanggal 16 Juni 2016, terselenggara pertemuan koordinasi dua menteri, yaitu Menkes dan Menristekdikti bersama para rektor dan stakeholder lainnya, termasuk Ketua Umum dan Sekjen PB IDI perihal implementasi program studi DLP. Sebelas rektor menyatakan secara tertulis siap membuka prodi DLP pada institusinya masing-masing setelah Menristek memberi arahan bahwa satu, pemerintah dan stakeholder pendidikan kedokteran wajib mengimplementasikan program DLP sesuai undang-undang. Kedua, untuk memperkuat aspek legal implementasi DLP perlu dilakukan percepatan penyelesaian regulasi terkait program DLP, terutama RPP tentang Pelaksanaan Undang-Undang. Dan ketiga, perlu kesepakatan dari stakeholders pendidikan kedokteran dan pimpinan institusi pendidikan kedokteran perihal waktu yang realistis untuk implementasi program studi DLP. 23
Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi dan Hadirin sekalian, sebagai seorang akademisi dan pegawai negeri sipil tidak dapat saya tangkap dengan nalar saya bahwa dokter-dokter yang berpendidikan tinggi tersebut dapat dipengaruhi dan diarahkan untuk menolak amar putusan Mahkamah Konstitusi. Apalagi saya pernah menjadi pengurus besar IDI dan tidak pernah terpikir oleh saya bahwa IDI akan mengarahkan seluruh kolegiumkolegium untuk menolak perkembangan salah satu ilmu kedokteran yang telah berkembang pesat di negara-negara tetangga, bahkan hampir di seluruh negara di dunia. Namun, itu dibuktikan dengan surat Ketua Umum PB IDI pada tanggal 25 Agustus untuk tidak hadir atau menugaskan perwakilannya pada pelatihan dokter pendidik klinis prodi DLP dalam rangka pengelolaan pelatihan teknis kesehatan yang diselenggarakan oleh (...) 33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ibu Dokter, dipersingkat, Ibu.
34.
SAKSI DARI SANYOTO
PEMOHON:
DHANASARI
VIDIAWATI
TRISNA
DHANASARI
VIDIAWATI
TRISNA
Ya, baik, Pak. 35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah terbaca kok itu.
36.
SAKSI DARI SANYOTO
PEMOHON:
Baik. Walaupun pelatihan tersebut tetap berlangsung. Yang Mulia dan Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi dan hadirin sekalian. Kegiatan politis praktis juga mulai dilakukan oleh IDI sebagai organisasi profesi. Kita lihat bahwa PB IDI mencoba untuk megusulkan revisi dan berkunjung ke Badan Legislatif DPR RI. PB IDI pun mendorong segenap ketua IDI wilayah untuk mene ... melayangkan surat petisi ke Presiden RI melalui media sosial dengan tanda tangan Sekretaris Jenderal PB IDI mendukung amandemen undang-undang tersebut. Satu hal yang tidak lazim dilakukan pada organisasi profesi yang tunggal menurut undang-undang pada suatu negara besar, seperti Indonesia. Nah, fungsi ganda dari IDI sebagai organisasi profesi ini juga memungkinkan IDI untuk menyurati seluruh ketua IDI wilayah dan ketua IDI cabang agar tidak menghadiri seluruh kegiatan sosialisasi 24
mengenai DLP yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, dengan alasan menjaga solidaritas IDI dan anggotanya serta marwah profesi. Padahal berbagai kegiatan sosialisasi diselenggarakan dalam rangka meluruskan disinformasi yang beredar melalui jaringan media sosial. Bahkan, PB IDI dan beberapa ketua IDI wilayah dan IDI cabang, mengarahkan untuk menggelar aksi damai demonstrasi turun ke jalan pada hari Bakti IDI. Kita lihat di sini, suratnya. Dan kemudian, menjanjikan untuk memberikan satuan kredit profesi yang bermuatan lima sampai enam. Padahal biasanya, setiap kegiatan ilmiah dengan lama dua jam kegiatan dengan satu narasumber ahli, setiap peserta pendidikan berkelanjutan hanya memperoleh satu SKP. Bahkan, sebagai penulis dalam jurnal ilmiah kedokteran hanya akan memperoleh empat SKP. Namun, terjadi ketidaksesuaian dengan panduan pendidikan kedokteran berkelanjutan bahwa aksi demonstrasi turun ke jalan juga memperoleh SKP. Menunjukkan fungsi ganda organisasi yang dapat dengan mudah disalahgunakan dan menggiring dokter untuk mengikuti keinginan politik organisasi. Untuk diketahui bahwa dalam rangka pemeliharaan kompetensi, setiap dokter praktik diminta mengumpulkan 250 SKP selama lima tahun untuk dapat memperoleh rekomendasi IDI untuk terus berpraktik. Secara tertulis, aksi damai tersebut tidak menganjurkan tentang penolakan DLP. Namun, atribut-atribut yang digunakan oleh peserta aksi menunjukkan hal tersebut. Ini kita lihat di depan Gedung PB IDI yang kita cintai bersama. Kemudian, seluruh dari berbagai wilayah Indonesia jelas menolak DLP. Dapat dimaklumi, berbagai kalangan masyarakat termasuk wartawan yang telah memperoleh sosialisasi mengenai DLP tidak dapat mengangkap makna asi damai tersebut. Sehingga mengira bahwa aksi damai ditujukan bagi sistem pembiayaan yang sedang berkembang di dunia pelayanan kedokteran saat ini. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi dan hadirin sekalian. Banyak hal yang dapat saya sampaikan pada hari ini, terkait dengan fungsi ganda IDI yang kemudian disalahgunakan untuk menghambat kemajuan ilmu kedokteran demi kepentingan politis tanpa disadari oleh para anggotanya. Saya sebagai personel profesi, sebagai akademisi, dan sebagai pelayan masyarakat, berani berdiri pada pagi hari ini di hadapan Yang Mulia dan Majelis Hakim Konstitusi dan hadirin sekalian untuk mendukung judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 untuk memisahkan organisasi profesi yang berfungsi sebagai himpunan dan organisasi profesi yang berfungsi sebagai pengembang perkembangan ilmu.
25
Semoga reformasi mental dan spiritual yang banyak digulirkan oleh berbagai institusi, organisasi, dan kelompok, juga akan dialami oleh organisasi profesi kedokteran dengan dukungan Mahkamah Konstitusi. Sehingga, kemajuan ilmu kedokteran akan pesat berkembang demi kemaslahatan masyarakat Indonesia. Demikianlah kesaksian saya yang didasarkan atas hal-hal yang saya ketahui. Bila terdapat hal-hal yang kurang berkenan pada hadirin, saya mohon maaf yang setulus-tulusnya. Assalamualaikum wr. wb. 37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, dr. Dhanasari. Silakan duduk. Baik, tiba giliran kita untuk berdiskusi, minta penjelasan lebih lanjut dari Ahli dan Saksi. Saya persilakan dimulai dari Pemohon. Silakan, Pemohon.
38.
KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA Terima kasih, Yang Mulia. Pertama, kepada Ahli dulu. Ada dua pertanyaan untuk dr. Taufiq, yang pertama, berkaitan dengan putusan Mahkamah mengenai DLP. Mahkamah telah menolak permohonan dari PDUI dalam Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 berkaitan dengan DLP, namun seperti yang kita ketahui dari kesaksian dr. Dhanasari yang barusan dan juga yang disampaikan di persidangan sebelumnya, PB IDI ini masih tidak mengakui dan melakukan berbagai upaya untuk menolak program studi DLP, termasuk dengan melobi DPR untuk melakukan revisi undang-undang tersebut. Nah, dengan alasan DPR akan melakukan revisi terhadap undang-undang tersebut dan RPP-nya belum ditandatangani oleh presiden, apakah secara konstitusi dimungkinkan IDI untuk menghambat atau menentang pelaksanaan undang-undang berkaitan dengan prodi DLP ini? Apalagi dengan menginstruksikan cabang-cabang IDI dan kolegium untuk tidak mengikuti atau menghadiri setiap kegiatan yang terkait dengan program DLP, juga menentang pembentukan program studi DLP pada beberapa universitas, padahal universitas tersebut telah melakukan konsultasi dengan Kemenristekdikti, dan Kemenristekdikti memperbolehkannya. Nah, bagaimana pendapat Ahli mengenai hal tersebut? Yang kedua, berkaitan dengan konflik kepentingan. Pengurus IDI yang menjadi komisioner KKI, nah di antara pasal yang diajukan uji materinya oleh Pemohon adalah Pasal 14 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 29 Tahun 2014 yang menyatakan, “Jumlah anggota konsil kedokteran Indonesia 17 orang, yang terdiri atas unsur-unsur 26
yang berasal dari organisasi profesi kedokteran 2 orang.” Menurut Pemohon, adanya rangkap jabatan pengurus bahkan ketua umum IDI sebagai komisioner KKI berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, terlebih lagi di sini fungsi dari KKI itu sendiri adalah sebagai regulator, sedangkan pengurus organisasi profesi atau IDI adalah menjadi objek regulasinya. Nah, sebenarnya dalam Pasal 18 huruf h Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 dan Perpres 35 Tahun 2008, telah mengatur syarat anggota KKI adalah melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan menjadi anggota KKI. Hal ini telah diperingatkan oleh Menkes kepada ketua KKI melalui surat tanggal 22 Februari 2017, namun tetap saja tidak ada perubahan, dalam hal ini ketua umum IDI tetap menjadi Komisioner KKI. Nah, bagaimana pendapat Ahli terhadap hal tersebut, bagaimana pendapat Ahli? Apakah ... apa yang dapat diperbuat oleh ... apa yang dapat diperbuat agar organisasi profesi ini mematuhi peraturan perundang-undangan? Bukankah konflik kepentingan ini antara yang disebabkan oleh adanya rangkap jabatan ketua umum PB IDI menjadi komisioner KKI, dapat merugikan pelayanan kesehatan pada masyarakat? Karena tujuan dari dibentuknya KKI ini adalah untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Apakah hal tersebut bisa dikatakan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Demikian pertanyaan dari saya untuk Ahli (…) 39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, masih ada dikumpulkan terlebih dahulu seluruhnya, Ahli.
40.
PEMOHON: JUDILHERRY JUSTAM Terima kasih, Hakim Yang Mulia. Saya mengajukan kepada Saksi, pertama, dr. Kiki Lukman. Saya jelas Saksi sudah menerangkan bahwa organisasi persatuan ahli bedah umum dan kolegium itu merupakan dua organisasi yang terpisah, masing-masing memiliki independensi, ya. Kolegium ilmu bedah itu dinyatakan sebagai organisasi atau perkumpulan pendidikan yang berbadan hukum, pertanyannya, apakah dengan demikian, kolegium ilmu bedah Indonesia mempunyai AD/ART sendiri dan tidak diatur oleh AD/ART PABI sebagai ruang profesinya? Pertama. Kedua, kalau tidak salah, ketua ... dr. Kiki sebagai Ketua Kolegium Ilmu Bedah Indonesia juga adalah wakil ketua MKKI pada saat ini, Majelis Kolegium. Nah, di dalam AD/ART ini, disebutkan bahwa MKKI 27
itu tidak pernah disebutkan sebagai badan otonom, MKKI itu melaporkan ... bertanggung jawab dan melaporkan secara berkala kepada ketua umum PB IDI. Artinya, dengan ini menempatkan MKKI subordinat dari IDI. Yang kedua, MKKI itu tidak punya kewenangan untuk menetapkan suatu spesialisasi, dulu ada. Wewenang MKKI itu hanya mengusulkan dan merekomendasikan adanya spesialisasi atau keahlian baru kepada ketua PB, ketua PB-lah yang menentukan, dan itu ternyata ada beberapa kasus sudah disetujui oleh MKKI yang dihadiri oleh seluruh kolegium, tetapi tidak diterima oleh keputusan ini. Ini kejanggalannya hal akademis diputuskan oleh organisasi profesi, apalagi di muktamar yang mendasarkan one man one vote. Nah, pertanyaan saya adalah apakah pada KIBI pada kolegium … sekiranya kolegium yang menetapkan perlunya status spesialisasi baru harus minta izin kepada Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Umum Indonesia? Kemudian untuk Dokter Riyani. Dokter sendiri menjelaskan pada massa Kolegium Dokter Indonesia pada massa 2002 dan 2009, sangat kita lihat keterlibatan dari institusi pendidikan. Rumah sakit pendidikan, ya, dan bahkan wakil-wakil dekan 1 dilibatkan sebagai anggota pleno. Ini berubah sejak tahun 2009 dan 2011 tidak lagi dilibatkan fakultas kedokteran, demikian juga institusi pendidikan. Sepenuhnya tergantung kepada pengurus besar IDI. Nah, ini yang kami katakan bahwa IDI melakukan perubahan … melakukan intervensi terhadap kemandirian dari kolegium. Hal inilah yang salah satu yang kami mohonkan. Nah, yang ingin saya tanyakan. Apa saja kira-kira dampak negatif dengan besarnya peran IDI yang seperti itu? Kedua, tadi Dokter Riyani mengatakan, “Iregularitas di dalam pengelolaan ujian.” Pada masa transisi setelah Undang-Undang 22 berlaku, itu AIPKI sudah menyatakan ujian namanya PNUK (Panitia Nasional Uji Kompeten). Tetapi di samping itu IDI juga tetap menyelenggarakan uji kompetensi yang terbaru, tetap melakukannya. Padahal menurut undang-undang tidak boleh lagi ada universitas mengeluarkan ijazah. Harus lewat uji kompetensi, baru ijazah dikeluarkan. Tapi ternyata, ada demo-demo mahasiswa kepada dekannya agar memaksa mengeluarkan ijazah, sehingga bisa mengikuti ujian di … ujian di … uji kompetensi dari IDI. Yang terus terang saja saya mengatakan … saya sampaikan di forum PB IDI, ujian UKD itu adalah substandar. Akhirnya melahirkan dokter-dokter yang juga substandar. Nah, dalam kaitan ini … dalam kaitan ini pernah terjadi … pernah terjadi salah seorang anggota KBU KDI, yang saya kira Dokter Riyani yang berada di dalamnya. Pernah melaporkan kejadian pemaksaan pengeluaran ijazah ini kepada KKI. Padahal dulu ada semacam apa …
28
verifikasi, validasi. Tapi ternyata KKB tidak pernah menanggapi hal ini. Ini pernah disampaikan oleh salah seorang KBU KDI kepada KKI. Lalu kemudian … nah, tapi pada masa selanjutnya, IDI tetap melaksanakan uji komptensi yang notabene sudah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Alasannya adalah ujian untuk retaker. Jadi mereka yang belum lulus sebelum 2014 masih boleh mengikuti sampai saat ini, masih berjalan. Saya enggak tahu berapa puluh kali ujian ditempuh supaya harus lulus. Tetapi dalam kenyataannya, ada suatu hal yang perlu mendapat perhatian kita bersama. Pada bulan November 2014, November 2014, di dalam pengumuman bagi peserta yang mengikuti uji kompetensi, tidak … hanya disebut mereka yang belum mempunyai sertifikat kompetensi sejak 2007 sampai … sampai waktu itu. Artinya, dimungkinkan fakultas kedokteran, ya, katakanlah akreditasi c mengeluarkan ijazah lalu ikut uji kompetensi dari IDI, sehingga lebih mudah lulusnya. Nah, ini saya tanyakan kepada Saksi. Sejauh mana Saksi mengetahui ini? Apakah ada indikasi bahwa adanya terdapat dokter yang setelah lulus setelah 2014 mengikuti uji kompetensi IDI? Atau tadinya ikut UKM PPD tidak lulus, lalu mengikuti uji kompetensi dan mendapat STR. Apakah Saksi punya ini? Nah, terakhir untuk dokter … saya kira … saya kira cukup, mungkin (…) 41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, cukup? Ada?
42.
KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA Satu lagi, Yang Mulia.
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, yang singkat. Supaya bisa semuanya.
44.
PEMOHON: WAHYU SETIA KUSUMAH Terima kasih, Yang Mulia. Saya singkat saja pertanyaan saya. Pertama, kepada Dokter Kiki. Pada tahun 1978 diputuskan untuk membentuk Kolegium Ilmu Bedah Indonesia yang terpisah dari Ikatan Dokter Ahli Bedah Indonesia dan kita tahu bahwa sejak lahirnya Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 menyatakan bahwa kolegium adalah bagian dari
29
organisasi profesi. Bagaimana Kolegium Ikatan Bedah Indonesia menyikapinya beserta IKB tentang hal ini? Kedua, kepada Dokter Riyani. Pada tahun 2009 sampai 2012, anggaran dasar rumah tangga IDI berubah. Pasal 40 menyatakan bahwa anggota pleno tidak ada lagi. Apakah perubahan ART itu, dokter sebagai anggota pleno dari periode yang sebelumnya ikut menyusunnya? Yang terakhir pertanyaan saya kepada Dokter Dhanasari. Saya ingin mempertegas, apakah statemen-statemen dokter tentang penolakan IDI terhadap DLP memiliki bukti-bukti yang autentik? Mengingat pada sidang yang lalu, yang terhormat Ketua PB IDI menyatakan bahwa PB IDI tidak menolak DLP. Bahkan, Ketua PB IDI memberikan seberkas bukti-bukti kepada Mahkamah Konstitusi. Jadi, saya ingin mempertegas, apakah tadi dokter di dalam paparannya menyatakan bukti ada hal-hal yang menunjukkan penolakan secara tegas dan gamblang dari IDI beserta jajarannya kepada DLP? Ini adalah suatu hal yang bertentangan yang tentu harus kita buktikan dengan adanya bukti-bukti yang autentik. Terima kasih, Yang Mulia. 45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari Pemerintah?
46.
PEMERINTAH: MULYANTO Cukup, Yang Mulia.
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup. Dari Pihak Terkait, ada? Ringkas, singkat.
48.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Ada beberapa pertanyaan untuk Ahli dan Saksi. Pertama, untuk Ahli dr. Taufiqurrohman Syahuri. Kami ingin me-stated bahwa soal ini kan ... soal terbesar di sini adalah adanya dua rezim hukum UndangUndang Praktik Kedokteran dengan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang tadi dikatakan dalam paparan Ahli, “Ada norma yang bertentangan” sehingga diambil semacam pendapat oleh Ahli, itu menjadi ketidakpastian hukum. Pertanyaan yang ingin kami ajukan adalah apakah rezim UndangUndang Dikdok dan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang sekarang masih berlaku, tentu Undang-Undang Diktok ... Undang30
Undang Praktik Kedokteran ini masih berlaku, termasuk status dan definisi organisasi profesi yang dituangkan dalam Pasal 1 angka 12, apakah serta-merta itu menjadi sedemikian rupa sebagai bertentangan dengan konstitusi? Karena kita mengetahui, awam mengetahui batu ujinya adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bukan undangundang. Yang kedua, bagaimana pendapat Ahli kalau seandainya semua ... semua kolegium, semua jurusan mempunyai organisasi profesi sendiri? Katakanlah dokter bedah mempunyai organisasi profesi sendiri atau diminta mempunyai organisasi profesi sendiri. Bagaimana pendapat Ahli jika dikaitkan dengan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang me-stated yang menormakan bahwa hanya ada satu organisasi profesi dalam kaitan tenaga kesehatan? Yang ketiga, ingin saya tanyakan soal lebih praktis. Saat ini, sudah ada Prodi DLP di Unpad (Universtas Padjajaran Bandung), sementara PP-nya belum ada. Menurut pendapat Ahli, apakah dan bagaimanakan menurut pendapat Ahli jika ada prodi DLP, tapi belum ada PP-nya? Terakhir, saya ingin tanyakan. Dalam paparan dan naskah yang diajukan oleh PB IDI pada sidang yang kemarin mengatakan, “Sama sekali tidak pernah menolak putusan Mahkamah Konstitusi, bahkan mendukung dan menghormati.” Itu dengan bukti siaran pers, hasil rapat pleno diperluas. Yang menjadi persoalan, yang menjadi diskusi, diskursnya adalah dalaman atau hal-hal yang bersifat teknis, bagaimana merumuskan peraturan pelaksana mengenai tiga hal? Pertama, tentang profesi baru DLP. Kemudian, konten DLP yang mencakup kedokteran komunitas, dokter keluarga, dan dokter kesehatan masyarakat. Menurut Ahli, adakah hal yang signifikan dan prinsipil, yang membedakan kedua hal tersebut? Di satu sisi, terbukti bahwa yang di ... yang ... yang dipersoalkan sebenarnya adalah hal-hal operasionalisasi dan perumusan teknis daripada PP tentang DLP itu sendiri. Dan hal mana juga terbukti dari Saksi-Saksi yang lain, PB IDI ikut di dalam pembahasan, bahkan percepatan perumusan PP itu sendiri. Dan yang menjadi diskursus ... diskusi yang belum ketemu adalah tentang bagaimana norma yang di bawah undang-undang, yaitu PP tentang DLP itu sendiri? Itu yang pertama untuk Saksi ... Ahli. Kemudian, untuk Saksi ... mohon maaf, Riyani Wikaningrum. Tadi di dalam paparannya dikatakan adalah bahwa ... oh, maaf, ke Pak Kiki dulu. Pak Kiki mengatakan, “Ada Kolegium Dokter Bedah Indonesia,” dan dengan jelas disebutkan itu terintegrasi. Dalam bahasa saya disebutkan, “Satu tubuh dengan Ikatan Dokter Indonesia dan KIBI sebagai kolegium yang independent dan fokus.” Begitu kesimpulan dari Saudara dalam ... dalam paparannya. Bisa diberikan penjelasan kepada Majelis dan kita, mengapa Anda sampai pada kesimpulan bahwa kolegium itu adalah sudah independent? Dan apakah masih relevan dengan kondisi saat ini? 31
Dengan catatan bahwa kolegium itu kan, sekarang ada di bawahnya MKKI sebagai tempat berhimpunnya kolegium-kolegium kedokteran. Itu ada berhimpun dalam MKKI dan MKKI itu dua hal yang berbeda dengan PB IDI. Apakah … mengapa Anda sampai pada kesimpulan IDI itu independent dan fokus? Dan apakah masih relevan untuk kondisi saat ini? Kemudian untuk Saksi, dr. Riyani Wikaningrum. Dari keterangan yang Saudara sampaikan, saya melihat dan mencuplik data-data bahwa ada kolegium yang berada di dalam MKKI, ini sama tadi dengan KDI, oh, dengan, dengan dokter yang ... saksi yang pertama. Kemudian juga pada periode 2009-2012, itu ada Kolegium Dokter Primer Indonesia (KDPI) dan ini sebenarnya adalah justifikasi pengakuan bahwasanya IDI juga mempunyai paham dan mengakui dokter primer Indonesia itu sendiri. Pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah apakah masih relevan kolegium itu dikoordinasikan oleh MKKI saat ini? Dan Anda sebagai yang pernah pada kolegium dokter primer Indonesia, apakah kolegium kedokteran itu, katakanlah di sini kolegium dokter primer atau KDPI itu, secara organisasi profesi tepatnya berada di bawah MKKI atau itu terpisah sama sekali dengan MKKI dia punya organisasi sendiri atau dia justru terpisah dari IDI atau ada di MKKI tetap dalam satu tubuh organisasi IDI? Mungkin bisa diberikan pendapat, walaupun sebenarnya ini adalah keterangan saksi. Yang terakhir untuk dr. Dhanasari Vidiawati, saya ingin berusaha untuk jernih mencatat mana yang fakta, mana yang opini? Dengan perkenan Hakim Majelis Mahkamah Konstitusi, mohon untuk juga mempertimbangkan hal-hal yang bersifat opini tidak menjadi bagian daripada keterangan yang disampaikan oleh ahli ... saksi. Pada saat ini, kami ingin menyatakan bahwa fakta-fakta yang disampaikan bahwa IDI ikut dalam pembahasan RPP ikut dalam per pokja, percepatan pengembangan kebijakan DLP, itu telah disimpulkan dengan kurang jernih yang menganggap sebagai penolakan. Padahal IDI mendukung dan menjadi pokok persoalannya adalah perlunya kepastian prodi untuk hanya 30% saja kesamaan antara prodi yang lain antara yang akan baru dibentuk ini agar tidak ada overlapping, sehingga bukan menjadi sebuah hal yang baru. Karena putusan Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya men-stated bahwa ini mesti menjadi profesi yang baru dan tentunya dia berbeda dengan profesi yang lain. Kami ingin mendapatkan pertanyaan, jika ada prodi baru, katakanlah DLP, yang ternyata 80% sama dengan prodi kedokteran keluarga atau kedokteran yang lain, bagaimana pendapat Saksi? Terima kasih.
32
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Itu tadi yang terakhir melarang Ibu Dhanasari untuk opini, tapi yang terakhir minta pendapat. Itu opini lagi malah yang diminta itu. Jadi, yang tegas Pak Joni, ya, enggak boleh, ya. Jadi, saksi itu menjelaskan apa yang diketahui, apa yang dirasakan, apa yang dialami, bukan opini dan pendapat, ya kan? Tadi ada pertanyaan dari Pemohon juga pendapat nanti tidak usah direspons, Bu, buka pertanyaan yang terakhir dari Pihak Terkait, ini juga bagaimana pendapat? Kalau pendapat, itu tidak boleh, kalau pendapatan dokter banyak. Ya, jadi enggak usah di ... dari meja Hakim?
50.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya cuma (...)
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Palguna, kemudian Pak ... ini Beliau bertiga ada. Silakan, nanti kemudian sebelah kiri saya.
52.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saya tidak akan bertanya kepada ini. Karena ternyata ada pernyataan yang bertentangan antara saksi yang dihadirkan sekarang, maupun saksi yang sebelumnya dengan PB IDI dan keterangan dari PB IDI sendiri yang disampaikan kepada Mahkamah. Jadi, saya tidak akan bertanya soal itu, saya justru akan bertanya pada Pemerintah dan mohon penjelasan. Ini ada di dalam ... mudah-mudahan Pemerintah juga membawa ini, ya, yang disampaikan di keterangan dari PB IDI, sehingga bisa dikonfirmasi langsung atau nanti minta kepada Panitera untuk menyerahkan ini juga kepada Pemerintah. Di dalam surat yang disampaikan yang diberi judul Perihal Penjelasan PB IDI dan Perihal DLP pada Mahkamah, yang kami terima dengan tanggal 17 Juli 2017, di sini dilampirkan dalam keterangan dari PB IDI ini, pelaksanaan hasil FGD (Facus Group Discussion) finalisasi dokter layanan primer untuk RPP tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 di Hotel Century Atlet, 13 Juni 2016. Dari Kementeriam Hukum dan HAM yang hadir pada saat itu adalah Pak Nasrudin, Direktur Harmonisasi PP II, Menkumham dan Pak Hotman Sitorus, tumben beliau tidak hadir hari ini, padahal hari ini saya mau tanya langsung ini.
33
Nah, dari hasil FGD yang dilampirkan di sini, di dalam laporan ini, salah satu poinnya, poin a, “Hasil diskusi, hasil diskusi pendapat dari Kemenkumham ... Kemkumham perihal implikasi putusan MK pada penyusunan RPP tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013. Perwakilan direktur litigasi:” Poin pertamanya, ini kesimpulannya yang dilampirkan kepada Mahkamah. “Putusan MK tidak mengikat sebagai dasar pertimbangan bagi pengambil keputusan kebijakan dalam perumusan norma pada RPP.” Setrip satu, ada garis datar satu. “Dasar perumusan kebijakan dikembalikan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013.” Kemudian setrip yang kedua. “Negosiasi dalam proses pembahasan norma RPP tidak berbasis pada putusan MK. Tetapi berbasis substansi kebijakan yang seharusnya sesuai telaah yang disusun dalam naskah akademik.” Itu dua poin itu sangat mengganggu buat kami. Pertanyaanya begini, kami mohon penjelasan dari Pemerintah, khususnya dari Kementerian Hukum dan HAM. Apakah hasil diskusi ini disetujui oleh Kemenkumham? Karena ada dua perwakilan yang hadir di situ, atau kah hasil diskusi ini tidak disampaikan atau tidak ke Kementerian Hukum dan HAM, hasil ... hasil FGD ini? Artinya, kalau ini adalah ... apa ... apa ... hasil diskusi yang kesimpulannya disetujui oleh Pemerintah. Mahkamah perlu mengingatkan secara serius mengenai soal ini. Berarti Pemerintah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi, sepertinya halnya juga kesaksian bahwa PB IDI menolak itu, kalau itu benar. Tetapi PB IDI mengatakan di sini dalam keterangannya berbeda. Nanti akan kita lihat dalam persidangan, yang mana sesungguhnya yang benar. Sebab kalau ada dua keterangan yang berbeda, pasti salah satunya berbohong. Kalau ada mengenai satu hal yang sama, ada dua keterangan yang berbeda, salah satunya pasti berbohong. Dan nanti akan kita lihat dalam persidangan di Mahkamah ini. Dalam praktik kita, dalam ketatanegaraan kita sekarang, walaupun putusan Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kekuatan ekskotorial, tapi implikasi dari putusan Mahkamah kalau itu diabaikan itu sangat panjang dalam praktik tata negara. Jadi, kami mohon nanti penjelasan Pemerintah mengenai soal ini, apakah hasil ini disetujui juga oleh wakil dari Kementerian Hukum dan HAM yang hadir dalam RPP itu atau ini ... hasil ini tidak pernah disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM? Jadi sehingga ini adalah kesimpulan dari PB IDI sendiri. Nah, itu mohon ... mohon penjelasannya nanti. Itu saja, Pak Ketua. Terima kasih.
34
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Atau bisa juga Kumham enggak tahu, tapi dimanipulasi kesimpulannya kan bisa juga, ya. Nanti tolong dibetul-betul ditegaskan ini, permintaan dari Hakim Pak Palguna, ya. Bisa saja dimanipulasi, ya kan gitu. Baik. Pak Suhartoyo, silakan, Yang Mulia.
54.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya. Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Pertama sebenarnya saya ingin sampaikan ke Pemohon yang ketika itu akan memberikan data itu, tapi hari ini ternyata dipertanyakan oleh Kuasa Anda kepada Ahli, ya. Tapi saya sebenarnya lebih kompeten untuk minta penjelasan ke IDI-nya langsung. Apakah benar, Pak, yang dipersoalkan Pemohon tadi? Yang barangkali kan itu muncul pada persidangan sebelumnya. Bahwa ada struktural yang ada di IDI, katanya malah ketua umumnya, kan? Yang duduk di KKI? Yang kemudian menjadi conflict of interest menurut Ahli minggu kemarin kan. Itu sebenarnya yang ingin saya tanya ketika itu. Cuma terus berkembang ke masalah yang lain sehingga waktu kita sangat terbatas waktu itu. Ini pada hari ini mohon dijelaskan sekaligus atau mau dijawab tertulis, monggo. Persoalannyakan begini, Bapak, memang tidak mungkin Anda atau Bapak selaku objek di situ, ya kan? Bapak IDI itu objek-objeknya KKI sebenarnya. Tapi tidak mungkin juga kemudian kalau ini benar data itu sekaligus menjadi regulator. Itu yang bagi Mahkamah penting. Karena Mahkamah juga pada beberapa waktu yang lalu kan sudah memutuskan tentang KKI ini, meskipun kita alihkan ke pradok, gitu kan. Jadi, saya kira di samping ke Ahli tadi saya kira lebih saya cross langsung ke Pihak IDI yang hadir, bahkan Bapak Ketua Umumnya ada di sini kan, itu. Kemudian pertanyaan saya barangkali ke Ahli sekarang Saudara Taufiq. Begini Pak Taufiq, Anda mempersoalkan tadi tentang legal standing, saya menyampaikan apa yang Anda sampaikan saja di persidangan ini. Rohnya sebenarnya kalau Pasal 1 angka 4, salah satu yang Anda katakan bahwa itu kemudian multitafsir karena dimungkinkan ujian tambahan, itu sebenarnya bukan yang diminta Pemohon bukan itu, tapi kalau kita maknai, Pak Taufiq, di situ, Pasal 1 angka 4 itu sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah uji kompetensi. Saya minta pandangan Anda, kok Anda kemudian berpendapat bahwa ini seolah-olah akan ada ujian lagi, ujian 35
tambahan? Kan setelah lulus ujian kompetensi, artinya terbitlah sertifikat itu. Pemaknaan Majelis sementara seperti itu, mungkin Anda punya reasoning yang berbeda, beri pandangan ke Mahkamah karena itu kemudian satu kesatuan yang Anda kemudian katakan bahwa Pemohon ini legal … serta-merta punya legal standing. Meskipun … pertanyaan saya nomor 2 juga, Anda memberi legal standing kepada Pemohon karena Pemohon adalah pengajar dan praktisi. Dari segmen ini, saya ingin tanya kepada … ingin pandangan Anda. Kalau ini akumulasi, pengajar dan praktisi, bagaimana sebenarnya kalau Pemohon ini bukan pengajar, atau sebaliknya bagaimana kalau hanya pengajar, tapi bukan praktisi? Tapi kalau disyaratkan dua-duanya, berarti nanti ada konsekuensi. Yuridisnya begini, Pak Taufiq. Di beberapa permohonannya, ada yang dimohonkan itu berkaitan dengan mahasiswa yang jelas-jelas mestinya merugikan hak konstitusional mahasiswa, bukan merugikan konstitusionalitas pengajar maupun praktisi. Pemohon ini para dokterdokter praktisi dan pengajar barangkali, tapi sebagai dokternya itu sudah … sudah lama berpraktik yang kemudian … tidak tepat kemudian kalau ini dikaitkan dengan Pasal 36 ayat (2) itu, itu hanya untuk mahasiswa. Nah, tapi kemudian Anda mengatakan bahwa inilah kerugian konstitusionalitas yang dimiliki Pemohon, terlebih Pemohon adalah berlatar belakang pengajar. Ini yang mestinya Anda luruskan di persidangan ini. Kemudian pertanyaan saya yang ketiga. Bahwa sebenarnya kan begini, saya juga minta pandangan Pak Taufiq sama dengan dari Pihak Terkait tadi, mirip-mirip bahwa sebenarnya kan, ujian kompetensi itu, mau ujian tambahan pun kalau pemaknaan Anda itu kemudian dibenarkan atau disepakati, diamini oleh Pemohon, misalnya. Karena Anda kan, ahlinya Pemohon. Sebenarnya kan, profesi dokter ini kan, profesi yang sangat mempunyai tugas-tugas yang sangat vital yang berkaitan … sangat berkaitan erat dengan nyawa manusia sebenarnya. Nah, di situ kan, sebenarnya sifat kehati-hatian. Mungkin yang dituntut bahwa ujian kompetensi kemudian overlapping dengan ujian sertifikat … eh, profesi itu sebenarnya kan barangkali persoalan-persoalan teknis. Tapi sebenarnya saya ingin pendapat Anda, apakah sebenarnya kalaupun toh ada ujian itu juga diperlukan, apa ada sesuatu yang sebenarnya merugikan konstitusionalitas Pemohon, misalnya? Kalau pasien, justru kerugiannya lebih signifikan ketika hanya sekali ujian karena mungkin secara keilmuan, itu juga perlu diuji kembali ketika mahasiswa-mahasiswa itu hanya ketika pada akhir semester ujian, pada akhir semestrer ujian. Tapi secara akumulasi, ketika selesai kemudian akan mendapatkan STR, nah itulah, apakah tidak perlu diadakan refresh ujian lagi? Soal sekali dua kali itu, saya kira enggak penting. Tapi hak-hak konstitusional pasien itu yang mestinya dikedepankan. Saya minta pandangan Anda di pertanyaan nomor 3 ini. 36
Terima kasih, Pak Ketua. 55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Yang Mulia. Terima kasih. Silakan, Yang Mulia Prof. Maria.
56.
HAKIM ANGGOTA:MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Saya akan menanyakan pada Ahli. Di dalam surat dari IDI berdasarkan PB IDI perihal DLP angka 2 dinyatakan, “IDI menghormati, menghargai, dan mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 122 Tahun 2014 mengenai Dokter Layanan Primer dan sama sekali tidak pernah menolak putusan MK tersebut.” Dan di sini dikatakan, “Untuk mendukung itu, maka PB IDI akan aktif mengawal proses pembahasan rancangan PP yang mengatur dokter layanan primer agar bersesuai dengan semangat dan pertimbangan putusan MK a quo, yakni: a. DLP adalah satu profesi baru. b. Konten DLP mencakup 3 hal, yaitu kedokteran komunitas, dokter keluarga, dan dokter kesehatan masyarakat. c. Meningkatkan kompetensi. Dan d. DLP bersifat pilihan.” Pertanyaannya adalah undang-undang kedokterannya dalam judicial review MK, MK setuju bahwa ada DLP tadi. Permasalahannya secara perundang-undangan adalah RPP-nya belum jadi PP. Apakah dimungkinkan dibentuk prodi DLP di beberapa universitas atau sekarang ini UNPAD sebelum PP-nya jadi? Oleh karena secara perundang-undangan, banyak undang-undang yang mengacu bahwa dibentuk peraturan pemerintah sampai undang-undangnya dicabut pun PP-nya enggak keluar, gitu. Jadi, permasalahannya di sini adalah boleh suatu universitas membentuk prodi DLP sebelum PP-nya jadi? Atau apakah boleh dia membuat, tapi nanti kalau PP-nya jadi, kemudian universitas itu harus menyesuaikan dengan aturan-aturan yang dalam PP tersebut? Terima kasih, Pak Ketua.
57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Prof. Aswanto. Silakan.
58.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia.
37
Saya ingin pandangan dari Saksi Ibu dr. Dhanasari Vidiawati Trisna, ya. Tadi di penjelasan Ibu, Ibu menegaskan bahwa Ibu sebagai personel dari profesi, kemudian sebagai akademisi, dan sebagai pelayan masyarakat. Saya berharap Ibu sudah membaca dengan saksama, permohonan dari Pemohon, gitu ya. Terutama apa yang diminta oleh Pemohon sebenarnya. Di dalam permohonan ini sebenarnya ada dua undang-undang yang diuji, yaitu Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran, ya, dan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran. Ada 14 norma yang diminta oleh Para Pemohon, saya ingin memberikan ... tidak semua saya ingin sampaikan ke Ibu. Ada beberapa poin yang saya anggap sebagai contoh untuk minta tanggapan Ibu. Yang mana sebenarnya yang lebih ideal? Karena yang dipersoalkan oleh Para Pemohon ini adalah kewenangan yang menurut Pemohon, mestinya bukan organisasi profesi yang mengerjakan itu, tapi mestinya yang mengerjakan itu adalah kolegium kedokteran. Sebagai contoh, Pasal 5 ... Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013, “Perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan, dan wahana pendidikan kedokteran, serta berkoordinasi dengan organisasi profesi.” Oleh Pemohon, frasa profesi itu dianggap bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Menurut Pemohon, mestinya berkoordinasi tidak dengan organisasi profesi, tetapi berkoordinasi dengan kolegium kedokteran atau Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia, itu Pasal 5 ayat (2), kemudian pasal-pasal lain juga begitu, yang menurut undangundang dilakukan oleh organisasi profesi, tetapi oleh Pemohon, Pemohon mengatakan ... Pemohon meminta kepada Mahkamah, agar ditafsir … organisasi profesi itu ditafsir sebagai kolegium kedokteran, itu di Pasal 7 ayat (8) ... Pasal 7 ayat (8), saya bacakan, “Program internship sebagaimana dimaksud ayat (7) diselenggarakan secara nasional, bersama, oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi, Institusi Pendidikan Kedokteran, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan, Organisasi Profesi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.” Nah, lagi-lagi frasa organisasi profesi, itu oleh Pemohon diminta dimaknai Kolegium Kedokteran atau Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia, nah Pasal 4 ... Pasal 8 ayat (4) juga begitu, organisasi profesi minta dimaknai kolegium, kemudian Pasal 11 ayat (1) juga organisasi profesi dimaknai Kolegium Kedokteran, kemudian Pasal 24 ayat (1) juga begitu, organisasi profesi dimaknai kolegium, lalu kemudian Pasal 36 ayat (3) juga ada kata organisasi profesi, dimaknai dengan kolegium. Pasal 39 ayat (2) juga organisasi profesi dimaknai kolegium. 38
Nah, menurut Ibu sebagai seorang ... apa ... anggota profesi, sebagai akademisi, dan sebagai pelayan masyarakat. Apakah ... yang mana yang sebenarnya yang lebih ideal? Apakah harus dikerjakan oleh profesi, organisasi profesi tadi, atau oleh kolegium? Ya. Itu yang ... yang pertama. Yang kedua, ada yang menarik tadi dari paparan Ibu, dari paparan Ibu bahwa IDI ini sudah masuk ranah politik, ya. Bahkan Ibu menyampaikan di dalam paparannya, halaman 9, “Banyak hal yang dapat saya sampaikan pada hari ini bla ... bla ... pada hari ini terkait dengan fungsi ganda Ikatan Dokter Indonesia yang kemudian disalahgunakan untuk menghambat kemajuan ilmu kedokteran.” Nah, saya ingin penjelasan mengenai frasa menghambat. Tentu kita tidak mau ilmu kedokteran itu terhambat karena kalau itu terhambat, yang bisa menjadi korban itu adalah kita semua, kita tidak mau, siapa pun tidak boleh menghambat ilmu kedokteran karena nanti para pasien jadi korban kalau ... apa namanya ... ilmunya tidak berkembang gitu. Nah, pertanyaan saya untuk poin itu, apakah dengan ... tadi sebenarnya kan keterangannya Ibu ini lebih banyak ke dokter layanan primer, apakah dengan tidak disetujuinya atau tidak didukungnya program layanan primer oleh IDI, itu bisa di-judge sebagai salah satu tindakan menghambat? Karena saya ingin bacakan ... saya ingin bacakan, siaran berita Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, ini bertanggal 10 Desember 2015, ditandatangani oleh Ketua Umum IDI Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, Sp.OG. Di poin satu dikatakan bahwa menghormati putusan Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah proses hukum yang konstitusional bahwasanya muktamar ini 29, yang dihadiri oleh perwakilan dokter seluruh Indonesia secara mufakat ... saya ulangi, secara mufakat menolak konsep ... menolak konsep pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP) yang dipandang akan memberatkan calon dokter dan juga dipandang merendahkan serta meragukan kompetensi dokter yang saat ini melayani masyarakat di layanan primer. Nah, Ibu sebagai orang yang paham mengenai dokter layanan primer, apakah betul bahwa dokter pelayanan primer itu memberatkan dokter (...) 59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Merasa terhambat.
60.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Ya. Nah, jadi ini saya minta bukan ... bukan pendapat, tapi saya minta pengalaman Ibu sebagai anggota profesi yang juga akademisi, juga memberi layanan. Apakah betul dokter layanan primer itu memberatkan Ibu, ya. Karena Ibu kan bukan ahli, ya, saya ralat tadi 39
bukan pendapat, ya, saya ingin ... apa namanya ... pengalaman Ibu terhadap apa yang saya sampaikan tadi. Terima kasih untuk Ibu. Cukup, Yang Mulia. 61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang Mulia Pak Manahan, terlebih dahulu. Silakan.
62.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saya juga kepada Ibu Dhanasari, sehubungan dengan pengalaman Ibu sebagai yang sudah memperoleh pendidikan kedokteran berkelanjutan. Memang di situ tadi mungkin ada bahwa DLP itu masih dipermasalahkan, apakah itu merupakan pendidikan lanjutan ataukah bukan? Seperti itu tadi ada sedikit. Namun saya mau menanyakan kepada Ibu, sesuai dengan pengalaman Ibu, apakah memang selama ini IDI itu benar-benar diberi kewenangan untuk mengelola ataupun memberikan pengaturan ataupun pengelolaan terhadap pendidikan kedokteran berkelanjutan itu? Nah, hubungannya dengan tadi yang Ibu katakan, adanya pemberian satuan kredit profesi. Nah, pemberian yang seperti itu oleh IDI, ini ketentuan apa yang menurut pengalaman Ibu, yang dilanggar oleh IDI? Karena untuk melaksanakan demonstrasi turun ke jalan, ini memang penalaran yang wajar sepertinya tidak memberikan ... apa namanya ... penilaian terhadap itu, ya, untuk satuan kredit. Namun menurut Ibu tadi bahwa itu diberikan oleh Ikatan Dokter Indonesia, mungkin itu di daerah-daerah atau cabang-cabang dari ikatan dokter. Nah, yang pertanyaan saya, apakah memang ada kewenangan untuk memberikan SKP itu? Itu satu. Kemudian kalaupun SKP itu diberikan, apa yang dilanggar, ketentuan apakah yang dilanggar oleh IDI sehingga memberikan SKP yang lebih banyak dari yang seharusnya dalam ketentuan yang biasa dalam memberikan pendidikan itu? Itu yang menjadi pertanyaan saya. Terima kasih, Yang Mulia.
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Ini kayaknya kita rasakan sebetulnya Pemohon itu memasang Bu Dhanasari sebagai Ahli malah tepat. Kita bisa menggali lebih dalam, tapi, ya, dipasang sebagai Saksi, ya, terpaksa begini. Silakan, Prof. Saldi.
40
64.
HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA Terima kasih, Ketua. Saya akan mengajukan pertanyaan singkat kepada Ahli. Ini menindaklanjuti atau mendalami lebih jauh pertanyaan yang diajukan oleh Hakim Suhartoyo. Saudara Ahli, di keterangan tertulis Saudara itu mengatakan, ya, “Berarti di sini ada pertentangan norma hukum pengertian organisasi profesi.” Jadi kan, Ahli coba mempertentangkan ketentuan umum yang ada dalam Undang-Undang Tahun 2004 dengan Undang-Undang Tahun 2013. Kalau salah satu norma menyebutkan IDI eksplisit, lalu di norma lain di undang-undang yang berbeda disebut organisasi profesi, kirakira basis argumentasi apa yang bisa digunakan kalau itu Ahli sebut sebagai pertentangan norma? Pemahaman saya, kalau yang dikatakan bertentangan itu kalau pasal a bilang ke kiri, pasal b bilang ke kanan itu bertentangan. Tapi kan, dua pasal ini sebetulnya satu menyebut eksplisit IDI, satu tidak menyebut eksplisit IDI, hanya menyebut organisasi profesi saja. Kira-kira apa yang menjadi dasar argumentasi Ahli mengatakan bahwa ini bertentangan satu sama lain, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum? Satu. Masih soal yang sama, di penjelasan Ahli berikutnya ini soal munculnya empat istilah. Ada sertifikat profesi, ada sertifikat kompetensi, ada ujian kompetensi, ada organisasi profesi. Yang menurut Ahli lagi, ini ... istilah-istilah ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Tolong dijelaskan lagi, mengapa munculnya istilah-istilah ini katakan menimbulkan ketidakpastian hukum? Padahal kalau kita baca konstruksi Pasal 36 itu, itu kan dijelaskan secara berurutan. Saya ... apa namanya ... lihat ... apanya ... Pasal 36 itu, di Pasal 36 disebutkan, “Untuk menyelesaikan program profesi dokter atau dokter gigi, mahasiswa harus lulus uji kompetensi,” bla ... bla ... bla ... di ayat berikutnya, “Mahasiswa yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh sertifikat profesi.” Jadi ayat (1) dijelaskan oleh ayat (2), oleh ayat (3), lalu kok tiba-tiba ada tafsir mengatakan bahwa ini ... istilah-istilah ini menimbulkan ketidakpastian hukum? Kira-kira apa dasar argumentasi Ahli mengatakan bahwa munculnya istilah-istilah ini menimbulkan ketidakpastian hukum? Terima kasih.
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Sudah selesai dari semua respons. Silakan mulai dari Ahli dulu.
41
66.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Terima kasih, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi. Izinkan saya ingin menjawab beberapa pertanyaan, mungkin ada yang disatukan karena terkait dan kayaknya yang agak sulit ini yang dari Prof. Saldi ini. Seperti ujian. Baik, yang petama mengenai putusan MK yang sebetulnya ini tidak ada kaitannya dengan konstitusional ya karena menyangkut mengenai pembangkangan terhadap putusan MK, begitu. Sebetulnya putusan MK ini norma hukum yang senilai dengan undang-undang, bahkan menurut saya itu lebih dari undang-undang. Karena undangundang norma hukum yang diputus MK ini adalah norma hukum undang-undang yang sudah teruji konstitusionalnya, sedangkan yang diputus DPR dengan presiden ini belum diuji konstitusionalnya, kecuali kalau dibawa ke MK. Jadi putusan MK ini justru lebih tinggi dari undang-undang. Oleh karena itu, mungkin ke depan untuk pembuatan peraturan perundang-undangan, hierarkinya itu adalah di atas undang-undang itu ada ... ada undang-undang atas putusan MK karena itu sudah konstitusional di bawah MK. Jadi di bawah konstitusi, putusan MK, undang-undang. Itu secara teori seperti itu. Kemudian mengenai conflict interest, ya. Itu sebetulnya bukan konstitusional karena di dalam undang-undang, ini saya baca anggota KKI itu 17 orang, dua dari organisasi profesi, sampai di situ selesai. Cuma persoalannya tadi pertanyaannya bagaimana dengan ... itu diatur di dalam perpres, ya, Pasal 4 bahwa tidak boleh merangkap jabatan. Berarti ketua ... kalau benar itu, ketua IDI menjadi anggota KKI, ketua IDI yang melanggar perpres. Oleh karena itu, tempatnya bukan di sini, tapi bisa di PTUN. SK ... SK dari menteri yang mengangkat KKI itu ada cacat hukum, dimana di situ ada ketua IDI. Ini urusan PTUN saya kira, ya. Ada norma yang tidak diikuti oleh SK itu, ya. Dan kemudian kalau itu masih tetap lanjut, itu bisa melakukan perbuatan melawan hukum, ya. Termasuk pembangkangan terhadap putusan MK ini juga bisa dituntut di pengadilan yang lain, yaitu perbuatan melawan hukum. Jadi MK itu tidak perlu eksekusi karena putusan MK itu begitu dibacakan, dia sudah menjadi norma yang positif, jadi tidak perlu eksekusi. Kalau dia melanggar norma putusan MK, ya, digugat ke perdata, ke perbuatan melawan hukum atau mungkin bisa di PTUN kalau itu berupa administratif. Jadi tidak perlu pakai eksekusi putusan MK, sama seperti undang-undang. Jadi pengadilanlah nanti yang akan mengeksekusi kalau ada pelanggaran terhadap putusan MK. Paling tidak keabsahannya itu bisa dipertanyakan. Kemudian mengenai ... ya, saya kira ini sudah, ya, anggapan ada penolakan terhadap putusan MK, saya kira dengan filosofi itu saya kira 42
bisa dipahami, ya, kalau memang ya mendingan direvisi daripada nanti dituntut secara hukum atas pelanggaran terhadap norma hukum yang diputus oleh MK. Kemudian mengenai batu uji. Jadi mungkin saya bisa bercerita pada Pihak Terkait. Dulu pada awal MK berdiri ada seorang advokat yang mengajukan uji ke MK terutama mengenai pembinaan advokat. Di dalam Undang-Undang Mahkamah Agung, pembinaan advokat itu di bawah Ketua Mahkamah Agung, kemudian di Undang-Undang Advokat baru yang belakangan lahir itu pembinaan advokat itu di bawah Peradi. Nah, ini ada norma yang masih berlaku dua-duanya dan tidak dihapus oleh undang-undang yang lama, ini dua-duanya positif masih berlaku. Ini siapa yang harus membina? Akhirnya kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi dengan batu uji kepastian hukum. Ini berarti tidak ada kepastian hukum, kepastian hukum adalah hak warga, maka MK menghapus yang pembinaan oleh Mahkamah Agung. Jadi advokat dibina oleh Peradi. Ini dengan logika ini saya melihat waktu saya diminta pendapat. Ini ada ketidakpastian dengan adanya dua undang-undang ini dan juga tidak konsisten bahwa IDI ini kan serikat pekerja, tapi dia dalam praktik ... dalam normanya juga mengatur-atur mengenai masalah ... apa ... kaitannya dengan pendidikan. Kemudian, dari Yang Mulia Pak Hakim Suhartoyo, terima kasih atas koreksinya. Jadi, sebetulnya kalau kita melihat legal standing-nya ini, ini pengertian dan ini memang ada dua, yang ... yang ... yang mengajukan permohonan. Tetapi kalau itu mengganggu, mungkin bisa disebut dan/atau karena yang saya contohkan, itu hanya untuk yang berprofesi pendidikan, dosen, bukan ke praktisi dalam contoh ini. Jadi, ini memang mengganggu logikanya. Jadi, mungkin kata-kata dan bisa ditambah dengan atau. Jadi, dan/atau. Sehingga, contoh saya ini tidak juga terkena kepada yang ... apa ... yang praktik hukumnya ... apa ... dokter praktik. Itu saya kira, koneksi. Terima kasih atas koreksinya. Kemudian, apa ... ya ... IDI ... sudah saya kira. Berikutnya, dari Pak Palguna, saya kira enggak ke saya. Pak Suhartoyo tadi sudah. 67.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Pak, Pak Taufiq?
68.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Ya.
69.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO 43
Yang Pasal 1 angka 4 itu, Anda apa ... mengatakan (...) 70.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Oh, Pasal 1 ... multitafsir. Ya, ini kan yang terkait Pasal 1 angka 4, ya. Ada ujian, ya. Karena ini bisa ditafsirkan, ini kan masalahnya norma, ya. Saya tidak berbicara mengenai praktik atau penerapan. Nah, norma ini bisa di ... bisa di ... diartikan ada ujian lagi, gitu. Tapi bisa ditafsirkan, itu otomatis. Ini pertentangannya. Jadi, ada dua penafsiran dalam hal norma itu, ya. Seperti keterangan Pemerintah, ini otomatis, dong. Tapi karena ini setelah lulus ada ujian untuk ... untuk ujian kompetensi. Jadi, norma ini kita baca, ini ada dua yang bisa diartikan dua-duanya itu. Nah, ini mana? Mau menentukan yang mana?
71.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Itu ... itu ... itu bukan norma itu.
72.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Ya?
73.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Itu bukan norma. Ketentuan umum, 1 ... angka ... Pasal 1 angka 4, itu kan (...)
74.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Ya, artinya norma hukum juga ketentuan umum, Pak.
75.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Definisi itu.
76.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Ya, artinya definisi itu dalam bentuk rangkaian. Maaf, ya, ini ... ini juga termasuk bisa memengaruhi dalam hal pengambilan pelaksanaannya itu.
77.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO 44
Kalau Anda mengatakan Pasal 36 yang ayat (2). Nah, itu baru norma. Itu kan kaitannya ke itu Pasal 36 ayat (2) itu. 78.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Saya agak harus ... harus membaca cepat, Pak. Jadi, dokumennya. Ya, saya kira, mungkin jawaban saya seperti itu. Selanjutnya saya serahkan kepada Pak Suhartoyo untuk menilai, ya. Karena menurut yang saya baca, ini ada potensi untuk menjadi multitafsir. Kemudian, dari (...)
79.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Prof. Saldi yang belum itu.
80.
AHLI DARI PEMOHON: TAUFIQURROHMAN SYAHURI Anu ... Bu ... Bu Maria, tadi juga ke saya juga, ya. Jadi, kalau semua peraturan perundang-undangan, itu ... dan pelaksanaannya, itu masih berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti oleh undang-undang yang baru. Itu ada di Pasal 62 di dalam Undang-Undang Kedokteran ... pendidikan ... Pendidikan Kedokteran. Peraturan pelaksana undang-undang ini harus ... pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai penyelenggara pendidikan kedokteran, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. Ada dua, bertentangan, atau. Nah, persoalannya kalau bertentangan, tapi belum diganti, berarti bisa boleh ini. Bertentangan, tetapi belum diganti, bisa boleh. Atau sudah diganti, tetapi tidak bertentangan, ini juga boleh. Karena kalimatnya atau, jadi bukan dan. Bertentangan dan belum diganti. Nah, terhadap aturan-aturan yang masih berjalan, itu tetap saja berjalan. Termasuk dalam praktik, ini sudah terjadi ada sebelum undang-undang itu, maka di situ tetap saja jalan. Tapi di situ ada ketentuan, dalam lima tahun harus menyesuaikan. Jadi, itu yang ... yang ... yang dimaksud. Jadi, semua peraturan perundang-undangan itu masih tetap dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan undangundang ini. Sekadar itu yang ingin saya sampaikan. Dan kemudian, mungkin nanti bisa diperjelas kalau jawaban saya kurang jelas.
45
Yang Ibu ... kemudian, apa ya ... Pak Saldi, ya. Ada, Pak. Jadi, dari ahli-ahli ... dari istilah-istilah itu, ada pertentangan yang saya contohkan di sini ada tafsir pertama, ya. Tafsir pertama, sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi diberikan kepada mahasiswa dalam satu ujian seperti disebutkan dalam norma hukum. Mahasiswa yang lulus ujian kompetensi, ya, menyerahkan ... memperoleh sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi, ya. Ini sesuai dengan keterangan pemerintah. Jadi, tanpa ujian tambahan. Tetapi di tafsir keduanya, ya. Ini sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus ujian kompetensi. Nah, ini tadi sama. Jadi, seolah-olah ini ada hak untuk melakukan uji kompetensi lagi. Inilah yang ... yang saya contohkan di situ ada multitafsir yang terkait dengan pengertian sertifikat profesi, sertifikat kompetensi, ya, sama profesi. Nah, profesi ... organisasi profesi ini, ini memang kalau dilihat ini tidak ada kalimat bukan IDI di dalam UndangUndang Pendidikan, ya, sehingga ini memang tidak … tidak kelihatan pertentangannya. Namun di situ ada kalimat kompetensi, ya, sementara di situ IDI, kompetensi dan disahkan oleh pemerintah. Nah, kompetensi ini, ini kalau kita baca norma-norma yang lain terkait, ini kaitannya dengan pendidikan. Jadi ini bisa ditafsirkan bahwa ini bukan IDI karena IDI itu serikat pekerja. Ini berkaitan dengan kompetensi organisasi profesi yang terkait dengan pendidikan. Jadi kalau kita lihat secara utuh, sebetulnya undang-undang praktik … Undang-Undang Pendidikan Kedokteran ini ingin menyebut kompetensi pendidikan, cuma kata pendidikan tidak disebut. Kompetensi di bidang kedokteran, harusnya kompetensi di bidang pendidikan dan kedokteran. Ini kalau mau klir, ya. Karena dikaitkan dengan norma-norma yang di bawahnya. Itulah yang saya maksud ini muncul adanya multitafsir terhadap semacam ini. Jadi tidak salah IDI menganggap, “Ini saya lho yang maksud organisasi profesi.” Tidak salah. Karena memang tidak ada disebut bukan IDI. Tapi tidak salah juga orang yang menganggap bahwa ini ada kompetensi, kaitannya dengan pendidikan. Nah, ini saya kira itu yang bisa dalam praktik bisa ... ini bukan masalah multitafsir. Karena dalam hal kepastian hukum inikan ada beberapa, misalnya kalimat tidak boleh ambigu, ya, ada kepastian tafsir, dan sebagainya, harus ada satu tafsir. Nah, kalau ada norma-norma yang bisa diperkirakan potensi multitafsir, maka ini bisa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih, Pak Ketua. Assalamualaikum wr. wb.
46
81.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Taufiq. Pak dr. Kiki, silakan.
82.
SAKSI DARI PEMOHON: KIKI LUKMAN Terima kasih pada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Jadi kepada saya ada dua pertanyaan, yang satu dari Pemohon dan satu lagi dari Pihak Terkait. Sesuai dengan arahan Bapak Ketua Majelis Yang Mulia bahwa saya akan menyampaikan fakta-fakta saja, data yang saya catat, saya alami, dan saya dapat dari guru-guru saya, dan dari buku sejarah ilmu bedah yang memang secara resmi ditulis oleh profesi. Jadi pertanyaan pertama dari dr. Judil tentang bagaimana hubungan AD/ART Kolegium dengan PABI? Jadi memang sejarahnya panjang seperti saya katakan tadi, tadinya kolegium ilmu bedah itu luas dan partner-nya itu adalah IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia). Jadi IKABI terbentuk dulu baru kemudian kolegium. Tapi kemudian karena pengembangan ilmu terpecah-pecahlah perhimpunan kemudian masing-masing membentuk kolegium sendiri-sendiri karena UndangUndang Praktik Kedokteran. Jadi peran KIBI bergeser berhubungan dengan Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia. Untuk menyelesaikan masalah ini karena saya bersyukur bahwa guru-guru saya guru besar termasuk Prof. Sjamsjuhidajat itu termasuk para pioneer di dunia kedokteran Indonesia yang terus mempelajari dan bagaimana menyesuaikan kondisi Indonesia dengan kondisi-kondisi di negara-negara maju. Jadi perubahan-perubahan itu sudah jauh lebih dulu dilakukan di kami di dokter spesialis bedah sebelum UndangUndang Praktik Kedokteran ditetapkan. Nah, ketika undang-undang itu ditetapkan IKABI sudah 2 kali muktamar, jadi dr. Judil keserasian AD/ART itu sudah diselesaikan terakhir itu di muktamar IKABI di Bali tahun 2012. Sekaligus saya menjawab pertanyaan yang tadi kalau ada spesialis baru bagaimana? Kami sepakat di IKABI mempunyai Majelis Kolegium Ilmu Bedah. Jadi kolegium yang tadi saya sebut itu berkumpul dalam satu majelis yang kalau dalam bahasa Inggris (council) yang berfungsi sebagai badan legislator dan juga independent dari IKABI mempunyai fungsi yang berbeda. Jadi keputusannya tidak bisa dipengaruhi, misalnya tentang kurikulum, standar pendidikan, standar kompentensi. Kecuali secara fungsinya kita berkoordinasi, memberikan masukan-masukan IKABI, misalnya ada tehnik baru, atau metode baru, masalah-masalah yang dihadapi di lapangan itu diberikan feedback kepada kolegium-kolegium.
47
Jadi keputusan spesialis baru harus berdasarkan keputusan Majelis Kolegium Bedah Indonesia. Oleh karena itu, dengan jelas pertanyaan dr. Nurdadi sudah terjawab karena kami sudah 2 kali muktamar tahun 2002 sebelum Undang-Undang Praktik Kedokteran itu keluar, kemudian menyesuaikan tahun 2012, termasuk pengembangan spesialis baru di lingkungan bedah. Jadi tidak ada pertentangan dengan AD/ART IKABI, semuanya berjalan dengan serasi. Lalu pertanyaan terakhir tentang penjelasan independent, dan relevansi, dan MKKI. Ini juga saya kira bisa dijelaskan bahwa independent, jelas. Karena kami punya fungsi yang jelas dan berbadan hukum dan kenapa berbadan hukum justru kami patuh dengan regulasi, undang-undang, peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia yaitu yang terutama adalah tentang sistem pendidikan nasional tahun 2003, Undang-Undang Nomor 20, Undang-Undang Praktik Kedokteran, semuanya jadi malah independensinya ini penting dijaga karena tadi banyak dibahas soal ujian kompetensi. Jadi, kita lihat dalam pendidikan kedokteran, ujian itu ada ujian yang sifatnya formatif, itu dilaksanakan di tempat pendidikan. Kemudian akumulasi dari hasil proses pendidikan itu biasanya ada ujian summative yang sifatnya lokal. Kalau kolegium itu mengeluarkan sertifikat kompetensi, itu melakukan uji kompetensi sifatnya nasional. Jadi, pengujinya itu datang dari berbagai senter. Nah, independensi itu tidak dipengaruhi oleh ketua perhimpunan. Jadi, dalam hal ini fungsi-fungsi yang sudah didapat oleh kolegium, sertifikasi, kemudian akreditasi prodi, penjaminan mutu, itu semua diserahkan sepenuhnya kepada kolegium. Dan bagaimana relevansinya di MKKI, justru akan memperkaya MKKI. Termasuk saya sendiri sekarang kan, wakil ketua. Jadi, banyak ide-ide dari kami dimasukkan dalam kompedium MKKI. MKKI itu punya semacam ya, katakanlah kamuslah yang disebut kompendium. Tentang bagaimana menjalankan kolegium, bagaimana menjalankan MKKI, bagaimana hubungannya dengan PB IDI dan sebagainya. Dan kami baru saja menandatangani atas ini juga rekomendasi Ketua PB IDI ya, Prof. Marsis. Bahwa kita ini ada satu ... apa … apa namanya … piagam yang kita tanda tangani. Kita punya fungsi otonom, semua kolegium ini dalam fungsi-fungsi yang sudah disebutkan tadi. Jadi jawabannya, relevansinya justru memperkaya ... apa … memperkaya MKKI dalam kapasitasnya. Termasuk hubungan internasional, kolegium bedah termasuk yang leading, yang pionir menjalin hubungan internasional. Itu juga akan meningkatkan bagaimana MKKI berkembang ke depan supaya dikenal di dunia internasional. Dan tidak ada pertentangan-pertentangan dari sisi AD/ART dan sebagainya. Karena nanti kami akan lewat IKABI, IKABI di bawah IDI, begitu. 48
Jadi, itu penjelasannya mengenai independensi dan relevansi. Dan kalau kita belajar ke negara maju, seperti negara tetangga kita, Singapura, Malaysia, Hongkong, dan sebagainya, itu memang association itu terpisah dengan college. Dan college itu bernaung dalam satu yang disebut academy of medicine. Dan academy of medicine itu diakui oleh pemerintah. Bahkan di Singapura itu di bawah binaan presiden langsung, begitu. Jadi hubungannya tetap serasi, fungsional karena saling bekerja sama. Tetapi dalam tugasnya masing-masing tidak saling memengaruhi. Itu saja mungkin, mudah-mudahan ini bisa memperjelas apa yang ditanyakan. Terima kasih, assalamualaikum. 83.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih, dr. Kiki. Waktunya tinggal 13 menit untuk berdua ini, Bu. Bagi-bagi 6,5 menit, 6,5 menit ya.
84.
SAKSI DARI PEMOHON: RIYANI WIKANINGRUM Terima kasih, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Izinkan saya menjawab 3 pertanyaan, 2 dari Pemohon dan 1 dari Pihak Terkait. Menjawab pertanyaan dari Pemohon dr. Judilherry, dampak besar dari peran IDI yang tidak mengikutkan aturan di dalam IDI yang wujudnya dalam anggaran rumah tangga IDI yang tidak … kemudian akhirnya tidak mengikutkan institusi pendidikan. Ini dampak yang kami alami karena perlu kami sampaikan bahwa Kolegium Dokter Indonesia pada awalnya ini sudah ada sebelum Undang-Undang Praktik Kedokteran, sehingga ada yang menyatakan bahwa merupakan lembaga otonom. Saat Undang-Undang Praktik Kedokteran pada tahun 2007 diundangkan 2004, tapi 2 tahun sesudah Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan, 2 tahun sejak konsil diangkat oleh pemerintah, maka seluruh amanah Undang-Undang Praktik Kedokteran harus dijalankan yang berkaitan dengan pendidikan kedokteran. Untuk itulah pada periode 2006-2009 pada saat kolegium dan dokter keluarga Indonesia. Jadi, ini belum ada isu DLP yang diatur di dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran. Saat itulah kami anggota kolegium dokter dan dokter keluarga sudah mempunyai pandangan, sehingga kami memasukkan usulan adanya kolegium dokter dan dokter keluarga Indonesia. Ini kemudian diterima di dalam muktamar IDI dan ditetapkan di dalam anggaran rumah tangga IDI, sehingga aturan tata kelola kerja dari kolegium dokter dan dokter keluarga Indonesia itu ada di sana. Peran dari institusi pendidikan itu masih ada karena kami paham 49
Kolegium Dokter Indonesia … Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia tidak mempunyai tangan langsung kepada penyelenggara pendidikan kedokteran. Maka, merujuk pada kompendium yang ada pada saat itu bahwa kolegium adalah pengampu keilmuan, maka kami memerlukan masukan dari ketua-ketua prodi pendidikan, yaitu wakil dekan 1 bidang akademik. Inilah yang dimasukkan di dalam pleno. Kemudian, menanggapi pada saat ujian kompetensi pun belum ada aturan bahwa ujian kompetensi dila … dilakukan pada akhir pendidikan UKMPPD yang sekarang dengan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran. Maka saat itu, kami mempunyai pandangan di kolegium digodok, berbicara dengan pleno wakil-wakil dekan 1, maka ujian kompetensi dokter itu mengikutsertakan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran. Karena di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran, tidak diatur bagaimana uji kompetensi itu dilakukan. Maka atas inisiasi Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia bersama-sama dengan asosiasi institusi pendidikan, maka dibentuklah komite bersama uji kompetensi dokter yang juga mendapatkan endorsement ini dengan MoU. Endorsement-nya dari Ketua KKI periode yang pertama dan Ketua PB IDI saat itu. Kemudian, menjawab pertanyaan dr. Nurdadi. “Apakah perubahan anggaran rumah tangga yang menyatakan pengaturan tentang kolegium kemudian meniadakan perwakilan atau seluruh wakil dekan 1? Itu kolegium kedokteran saat itu, yaitu KDI Periode 2009-2012, apakah ikut di dalam merancang ini?” Bisa saya sampaikan, saya mengalami Kolegium Dokter Indonesia ini di dalam Muktamar IDI mempunyai hak untuk berpendapat, tetapi tidak mempunyai hak suara. Saat itu, kami menyampaikan bahwa perlu pengaturan Kolegium Dokter Indonesia dengan perubahan perundangan yang ada dan memasukkan institusi pendidikan terlibat kembali di dalam kolegium secara formal. Nah, jadi saya … kami tidak … tidak ikut dalam keputusan terakhir, tapi kami di dalam muktamar selaku perwakilan kolegium, waktu itu menyampaikan di dalam sidang. Kemudian, pertanyaan dr. Judil tentang iregularitas. Pada periode perubahan Undang-Undang Praktik Kedokteran, kemudian munculnya Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, maka di situlah pada UndangUndang Praktik Kedokteran tidak diatur siapa yang melaksanakan. Tapi pada Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, peran fakultas kedokteran, asosiasi institusi pendidikan, dan organisasi profesi diatur. Nah, pada saat peralihan inilah terjadi ketidaksamaan sudut pandang, sehingga ujian kompetensi akhirnya KBUKDI dibekukan. Kemudian, ada panitia baru, yaitu panitia uji kompetensi yang dilakukan … yang dibentuk oleh AIPKI. AIPKI kemudian bekerja sama dengan kolegium. Tetapi ini tidak memuaskan, akhirnya timbullah … sampai berkepanjangan, Undang-Undang Pendidikan Kedokteran harus sudah diimplementasikan, yang berkaitan dengan uji kompetensi, tapi ada 50
peraturan di bawahnya yang terlambat keluar, sehingga huru-hara tentang uji kompetensi ini terjadi. Jadi, ini dampaknya adalah dalam ujian itu. Saat itu, memang saya mengetahui sendiri ada mahasiswa yang memaksa. Karena ketentuan dari uji kompetensi yang dilaksanakan oleh IDI adalah yang mempunyai ijazah. Padahal, pada pertemuan asosiasi institusi pendidikan dengan … dengan Kemenristekdikti bahwa ujian kompetensi yang disebut pada akhir pendidikan, itu diberlakukan bagi yang belum lulus pada 8 Juni tahun 2014. Tetapi dengan adanya edaran dari IDI bahwa hanya … persyaratannya hanya mempunyai ijazah, maka ada beberapa fakultas kedokteran yang memaksa dekan untuk mengeluarkan ijazah dan ini dimanfaatkan. Ada beberapa fakultas kedokteran, tetapi saya tidak bisa memberikan buktinya. Tapi saya mendengar, ada yang backdated ujiannya, sehingga sebelum tanggal 8 Juli itu … 8 Juni dan itu sudah diselesaikan di Ombudsman. Bahwa bagi mereka yang sudah menyelesaikan pendidikannya sebelum tanggal 8, itu berhak mendapatkan ujian … mendapatkan ijazah. Dan yang sesudah, harus mengikuti UKMPPD sesuai dengan amanah UndangUndang Pendidikan Kedokteran. Jadi, saat ada ini, ada saja yang bisa melakukan mengambil kesempatan di dalam kekeruhan ini. Berkaitan dengan pertanyaan dari Pihak Terkait tentang KDPI. KDPI ini disebut Kolegium Dokter Primer Indonesia sebenarnya di dalam ART IDI pada tahun 2012 disebutnya adalah Kolegium Dokter Indonesia dan dinyatakan terdiri atas devisi PDKI dan devisi PDUI. Jadi, kalau pertanyaannya itu saya hanya menyempaikan bahwa KDI, KDPI itu adalah tidak diatur di dalam anggaran rumah tangga IDI pada tahun 2012. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan, Yang Mulia. Terima kasih atas kesempatannya. 85.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Ibu dr. Riyani. Berikutnya Bu dr. Dhanasari.
86.
SAKSI DARI SANYOTO
PEMOHON:
DHANASARI
VIDIAWATI
TRISNA
Terima kasih. 87.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tinggal 3 menit, tapi silakanlah. Sampai lapar juga enggak apaapa. Silakan, Bu.
51
88.
SAKSI DARI SANYOTO
PEMOHON:
DHANASARI
VIDIAWATI
TRISNA
VIDIAWATI
TRISNA
Terima kasih. 89.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Maksimal 7.5 menit lah. Silakan.
90.
SAKSI DARI SANYOTO
PEMOHON:
DHANASARI
Pertama-tama saya ingin menjawab penjawab pertanyaan dr. Nurdadi, mengenai apakah bukti-bukti autentik yang diberikan ... apakah bukti-bukti yang diberikan oleh saya adalah autentik? Saya sampaikan bahwa saya memperolehnya dari sumber-sumber yang bisa dipercaya dan sampai saat ini saya yakin bahwa surat-surat dan fotofoto tersebut adalah hasil scan atau foto dari yang asli, tidak ada rekayasa dan bukan dipalsukan. Kemudian, saya seperti arahan Bapak Ketua bahwa saya tidak akan menjawab pertanyaan dari Bapak Sarjana Hukum dari Pihak Terkait karena itu merupakan opini, berikut ... begitu pula pertanyaan dari Hakim Prof. Aswanto tetapi saya akan menjawabnya dengan pengalaman. Bahwa pengalaman dalam mempersiapkan prodi DLP apakah ... dan saya sangat mengerti yang diajukan oleh Pemohon norma-norma yang diajukan oleh Pemohon dan pemaknaan bahwa organisasi profesi dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran itu diharapkan merupakan kolegium. Karena terbukti pada saat persiapan prodi DLP sebelum muktamar Ketua MKKI (Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia) sangat setuju dengan adanya prodi DLP, bahkan Ketua Elect IDI yang kemudian menjadi Ketua Umum PB IDI setelah muktamar itu menganjurkan bahwa DLP itu menjadi satu spesialisasi tersendiri. Tetapi karena pemaknaan kolegium itu berada di bawah IDI dan hasil muktamar di IDI itu menolak untuk membicarakan DLP, sehingga prodi DLP belum juga disetujui sebagai program studi yang di bawah Ikatan Dokter Indonesia, begitu. Nah, ini yang menjadi … ketika pertanyaan itu apakah mengambat? Tentu saja menghambat. Karena sudah ada prodi DLP yang sekarang juga sudah ada lulusannya yang terus masih belum bisa diakui bahwa dia adalah lulusan yang diakui oleh satu-satunya organisasi profesi di Indonesia pada saat ini. Padahal, prodi DLP merupakan salah satu perkembangan ilmu yang di negara-negara lain itu sudah sangat jauh melesat. Kenapa kemudian banyak orang, banyak dokter yang tidak dapat mengerti perkembangan ilmunya itu, apakah berbeda dengan dokter? Itu karena memang hanya orang-orang yang 52
sudah kemudian mempelajari yang bisa mengerti. Misalnya begini bahwa dengan adanya prodi DLP ... lulusan DLP, dia akan lebih dalam untuk mendeteksi dini, resiko-resiko yang akan terjadi pada pasien, misalnya kita sebelumnya tidak tahu bahwa hipertensi yang sudah terjadi 7 sampai 8 tahunan nanti kemungkinan besar akan diabetes melitus dan itu yang ada di perkembangan itu. Kemudian ada beberapa kriteria pada orang-orang yang ... sehingga kita bisa memprediksi bahwa kemungkinan dia untuk diabetes militus lebih besar daripada orang lain, walaupun sama-sama ayahnya diabetes militus misalnya. Hal-hal seperti ini yang kemudian ingin dikembangkan di layanan primer agar preventif ... promosi preventif itu terjadi. Kemudian bahwa keahlian untuk komunikasi, hingga kemudian mengubah prilaku pasien, hingga kemudian sesuai dengan budaya, latar belakang budaya, latar belakang keluarga, dan komunitas pasien, itu yang perkembangan ilmu yang sangat maju di negara-negara lain yang belum diberikan kepada kedok ... dokter-dokter di primer. Nah, kenapa kok tidak diberikan pada mahasiswa kedokteran? Tentu saja waktunya tidak cukup untuk mahasiswa kedokteran itu menerima semua dan kita juga maklum bahwa tidak semua mahasiswa kedokteran itu akan menjadi dokter layanan primer. Jadi, untuk yang menjadi spesialis mata, misalnya tidak perlulah dia terus kemudian mempunyai keahlian untuk memprediksi, dia akan menjadi diabetes militus atau tidak, begitu. Ya, kan. Nah jadi menurut pengalaman bahwa dengan tidak adanya pemisahan fungsi dari Ikatan Dokter Indonesia dan kemudian terjadi surat-surat yang keluar bahwa kolegium tidak boleh datang ke pertemuan-pertamuan untuk membicarakan kompetensi DLP dan sebagainya, itu tentu saja sangat menghambat. Kemudian, menjawab pertanyaan dari Bapak Hakim Manahan. Bahwa P2K ... P2KB adalah Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh kolegium-kolegium untuk memelihara kompetensi dari masing-masing profesi, begitu. Yang boleh mengeluarkan bahwa satuan kredit profesi itu siapa adalah cabang IDI atas permintaan ... atas permintaan penyelenggara pelatihan-pelatihan, begitu. Tetapi itu bukan ... pelatihan-pelatihan itu bukan untuk mencapai gelar tertentu, tetapi hanya pelatihan-pelatihan untuk memelihara kemampuan. Nah, IDI mempunyai buku panduannya, buku panduan P2KB. Dan setahu saya, di dalamnya tidak ada bahwa demonstrasi turun ke jalan itu mendapat satuan kredit profesi, begitu. Demikian pertanyaan yang diajukan kepada saya. Terima kasih. 91.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, itu ada dosen di FISIP dan di Hukum itu yang memberi kredit poin sudah demonstrasi, belum? Itu ada kalau FISIP sama itu. Baik. 53
Kelihatannya sudah semua. Terima kasih kepada Dr. Taufiqurrohman Syahuri, kemudian Pak dr. Kiki, Bu dr. Yani, dan Bu dr. Dhanasari yang telah memberikan keterangan di Persidangan Mahkamah Konstitusi pada siang hari ini. Sebelum saya akhiri, saya akan menanyakan kepada Pemohon, apakah masih mengajukan ahli atau saksi? 92.
KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA Cukup, Yang Mulia.
93.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup. Sekarang giliran Pemerintah.
94.
PEMERINTAH: MULYANTO Dari Pemerintah, empat ahli, tiga saksi.
95.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau gitu, empat ahli, tiga saksi, ya. Kalau gitu, dua ahli, ya, dan dua saksi dulu, ya. Baik. Pihak Terkait, coba kita inventarisir anu enggak ... nanti kita bisa memperkirakan persidangannya sampai kapan. Ajukan ahli atau saksi?
96.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Pihak Terkait akan mengajukan ahli dan saksi.
97.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Berapa kira-kira?
98.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD JONI Kami akan menginventarisir sesuai dengan kebutuhan untuk mengisi kekosongan dari ahli dan saksi Pemerintah.
99.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke, baik.
54
100. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD JONI Yang Mulia, mohon kiranya satu-dua menit, Ketua Umum PB IDI menyampaikan satu-dua (...) 101. KETUA: ARIEF HIDAYAT Apa yang akan disampaikan? Nanti kalau anu ... kesimpulan ... di dalam kesimpulan. Atau nanti pas saksinya atau ahlinya dari IDI, kita persilakan sebentar, ya. Ini baru giliran di sini, biar anu … urut, ya. Saya minta maaf, Pak Ketua IDI Prof, nanti. Jadi, pada persidangan yang akan datang, kita akan mendengarkan keterangan dua ahli dan dua saksi dari Pemerintah, ya. Sebelumnya, dua hari makalah supaya bisa, ya, disampaikan. Kemudian untuk saksi, curriculum vitae-nya dan mau memberikan kesaksian mengenai apa? Disampaikan kepada Kepaniteraan, ya. Baik. Saya kira sudah seluruhnya. Nanti Pak Prof. Ketua IDI bisa menyampaikan pada waktu giliran Pihak Terkait menyampaikan ahli atau saksinya. Saya kira sudah selesai semua sidang pada hari ini. Terima kasih atas perhatiannya. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.04 WIB Jakarta, 25 Juli 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
55