RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017 “Verifikasi Partai Politik Yang Akan Mengikuti Pemilu 2019”
I. PEMOHON Partai Persatuan Indonesia, yang diwakili oleh: 1. Hary Tanoesoedibjo; 2. Ahmad Rofiq. Kuasa Hukum: Christophorus Taufik, SH., Ricky K. Margono, SH., MH., dkk
advokat dan
konsultan hukum pada DPP LBH PERINDO, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 16 Agustus 2017. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selajutnya disebut UU 7/2017). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi
adalah
melakukan
pengujian
Undang-Undang
terhadap UUD 1945; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 3. Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: 1
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;” 4. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selajutnya disebut UU 7/2017), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian UndangUndang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara.”; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Bahwa Pemohon adalah Badan Hukum Publik yang telah disahkan dihadapan Notaris dan telah disahkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai Partai Perindo;
2
4. Bahwa Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya atau setidaktidaknya
berpotensi
mengalami
kerugian
konstitusional
dengan
diberlakukannya Pasal 173 ayat (3) undang-undang a quo; 5. Bahwa diberlakukannya Pasal 173 ayat (3) undang-undang a quo menimbulkan ketidakpastian hukum, karena menurut ketentuan Pasal tersebut nantinya hanya akan terdapat dua kriteria partai politik yaitu, pertama partai plitik yang sudah dijamin menjadi peserta pemilu tahun 2019, tanpa perlu verifikasi, dan kedua adalah partai politik yang tidak mendapatkan jaminan menjadi peserta pemilu tahun 2019. Sehingga hal ini menilbulkan adanya perlakuan berbeda (unequal treatment). V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian materiil UU 7/2017 yaitu: 1. Pasal 173 ayat (3): “Partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu.” B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (3): “Negara Indonesia adalah negara hukum.” 2. Pasal 22E ayat (1): “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” 3. Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” 4. Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” 3
5. Pasal 28D ayat (3): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” 6. Pasal 28I ayat (2): “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa untuk mengikuti Pemilu Tahun 2019, dalam Pasal 167 ayat (4) huruf c undang-undang a quo, menetapkan satu tahapan yang harus dilalui oleh partai politik, yaitu tahapan pendaftaran dan verfikasi peserta pemilu; 2. Bahwa untuk melakukan pendaftaran maka terlebih dahulu memenuhi persyaratan dokumen yang diserahkan partai politik kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini tiada lain adalah dimaksudkan untuk dilakukan penelitian administrasi dan keabsahan atau yang disebut dengan proses verifikasi oleh KPU; 3. Bahwa ketentuan Pasal 173 ayat (3) undang-undang a quo menentukan bahwa sudah ada partai politik yang dinyatakan telah lulus verifikasi dan akan langsung ditetapkan sebagai peserta pemilu tahun 2019; 4. Bahwa menurut Pemohon seharusnya Pasal 167 ayat (4) huruf c undangundang a quo tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik merupakan satu kesatuan rangkaian yang saling bertaut dan tidak terpisahkan dalam tahapan
penyelenggaraan
pemilu,
sehingga
apabila
partai
politik
mengajukan pendaftaran kepada KPU, maka partai politik bersangkutan secara otomatis pun wajib mengikuti verifikasi; 5. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 176, Pasal 178, dan Pasal 179 undangundang a quo, maka semestinya belum ada satu partai politik pun yang telah dinyatakan lulus verifikasi dan ditetapkan sebagai peserta pemilu; 6. Bahwa ketentuan Pasal 173 ayat (3) undang-undang a quo frasa “partai politik yang telah lulus verifikasi” menimbulkan ketidakpastian hukum dan 4
keragu-raguan bahkan penafsiran yang keliru dari KPU sebagai pelaksana undang-undang yang akan merumuskan norma a quo dalam aturan teknis mengenai verifikasi partai politik; 7. Bahwa ketentuan Pasal 173 ayat (3) undang-undang a quo membagi atau mengelompokan peserta Pemilu 2019 ke dalam unsur yang berbeda, yaitu antara partai politik peserta Pemilu 2014 dan partai politik non-peserta Pemilu 2014, sehingga memunculkan perbedaan status atau kedudukan diantara partai-partai politik calon peserta Pemilu 2019; 8. Bahwa ketentuan Pasal 173 ayat (3) undang-undang a quo telah melanggar prinsip non-diskriminasi, karena pembedaan tersebut menimbulkan hak dan/atau kewajiban yang berbeda, sedangkan prinsip non-diskriminasi tidak dapat dipisahkan atau menjadi bagian internal dari prinsip persamaan (equality); 9. Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 19/PUU-VIII/2010 tanggal 1 November 2011, yang pada pokoknya menyatakan “pembedaan yang dapat mengakibatkan diskriminasi hukum adalah pembedaan yang dapat menimbulkan hak yang berbeda di antara pihak yang dibedakan. Dengan demikian, hanya pembedaan yang melahirkan hak dan/atau kewajiban yang berbeda saja yang dapat menibulkan diskriminasi hukum.”; 10. Bahwa menurut Pemohon, dalam penyelenggaraan Pemilu yang adil, suatu norma dalam peraturan perundang-undangan semestinya diberlakukan secara menyeluruh kepada semua pihak tanpa terkecuali. Apabila suatu norma dikenakan kepada suatu partai politik, maka norma tersebut juga sudah seharusnya diberlakukan kepada partai politik yang lain. VII. PETITUM 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 173 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
5
Republik Indonesia Nomor 6109 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan Pasal 173 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk dimuat dalam Berita Negara. Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono)
6