RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana I. PEMOHON Sri Royani, S.S. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: -
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
-
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945;
-
Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Pemohon adalah perseorangan warga Indonesia yang merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 16 ayat (1) huruf g Undang-Undang Kepolisian juncto Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP juncto Pasal 120 ayat (1) KUHAP juncto Pasal 229 ayat (1) 1
KUHAP. Pemohon merasa pasal-pasal a quo menghalangi Pemohon dalam mencari keadilan serta menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: 1. Pasal 16 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; 2. Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; 3. Pasal 120 ayat (1) KUHAP Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. 4. Pasal 229 ayat (1) KUHAP Saksi atau ahli yang teIah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum 2. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 2
3. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 4. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 5. Pasal 28I ayat (2), ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945 (2)
Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Frasa “mendatangkan orang ahli” pada Pasal 16 ayat (1) huruf g UndangUndang Kepolisian dan Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP tidak memiliki parameter
yang
jelas
mengenai
kapan
dan
bagaimana
penyidik
membutuhkan keterangan ahli. Hal tersebut juga bertentangan dengan asas pidana yang cepat, sederhana, dan biaya ringan karena biaya pemanggilan ahli adalah mahal; 2. Pasal 120 ayat (1) KUHAP yang menyatakan, “Dalam hal penyidik menganggap perlu,ia dapat meminta pendapat ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”. Frasa “Dalam hal penyidik menganggap perlu” adalah bersifat subjektif dan multitafsir sehingga menimbulkan kesewenangwenangan penyidik agar kelanjutan perkara Pemohon tidak berjalan. 3. Demikian pula frasa “seorang ahli” pada Pasal 120 ayat (1) KUHAP tidak jelas siapa seorang ahli dan apakah sama dengan orang yang mempunyai keahlian khusus. 3
4. Pasal 229 ayat (1) menyatakan “Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan
dalam
rangka
memberikan
keterangan
di
semua
tingkat
pemeriksaan, berhak mendapatkan penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan”. Namun tidak jelas perundang-undangan manakah yang mengaturnya. Negara tidak pernah menerbitkan peraturan perundangundangan yang mengatur pasal tersebut secara konkrit. 5. Tidak ada aturan jelas mengenai penggantian biaya. Dalam praktiknya biaya pemanggilan saksi atau ahli selalu dibebankan kepada yang berperkara karena tidak jelasnya tolak ukur dan paramater besarnya penggantian biaya tersebut. 6. Pemerintah seharusnya membuat peraturan perundangan yang mengatur dengan jelas paradigma seorang ahli dari mulai standarisasi, parameter, tolak ukur, kapan, apa dan bagaimana, keseragaman penggantian biaya, siapa yang membayar ahli, apa sanksi ketika ahli berbohong dan tidak memberikan keterangan yang benar berdasarkan keilmuannya. VII. PETITUM 1. Agar mengabulkan permohonan Pemohon. 2. Menyatakan
bahwa
frasa
“mendatangkan”
dan
frasa
“orang
ahli”
sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa frasa “jika penyidik belum menemukan minimal 2 alat bukti yang sah” dan “orang yang mempunyai keahlian khusus”. 3. Menyatakan
bahwa
frasa
“mendatangkan”
dan
frasa
“orang
ahli”
sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan 4
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “jika penyidik belum menemukan minimal 2 alat bukti yang sah” dan “orang yang mempunyai keahlian khusus”. 4. Menyatakan bahwa frasa “dalam hal penyidik menganggap” dan frasa “seorang ahli” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 120 ayat (1) UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “jika penyidik belum menemukan minimal 2 alat bukti yang sah” dan “seseorang yang mempunyai keahlian khusus” 5. Menyatakan bahwa frasa “penggantian biaya” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 229 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republin Indonesia Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “penggantian biaya” adalah biaya transportasi dan akomodasi. 6. Memerintahkan pemuatan keputusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
5