2
Tinjauan Pustaka
2.1 Tinjauan Umum 2.1.1
Famili Fabaceae
Famili Fabaceae adalah famili ketiga terbesar setelah Orchidaceae dan Asteraceae dari Angiosperma dan tersebar di dunia dengan sekitar 730 genus dan lebih dari 19400 spesies. Genus yang terbesar dari famili ini yaitu Astragalus yang memiliki lebih dari 2000 spesies, sementara yang lainnya seperti Acasia terdiri dari 900 spesies, Indigofera terdiri dari 700 spesies, Crotalaria mempunyai 600 spesies, dan Mimosa terdiri dari 500 spesies (www.ildis.org). Tumbuhan dari famili Fabaceae memiliki banyak kegunaan antara lain sebagai bahan makanan, bahan bangunan, obat-obatan, makanan ternak dan insektisida. Beberapa tumbuhan dari genus ini bahkan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam keadaan lingkungan yang gersang. Selain itu, karakteristik dari famili ini adalah semua spesies dari famili ini memiliki buah yang disebut polong yang tersusun membentuk rantai (legume) (www.plantsystematics.org). Terdapat tiga subfamili dari Fabaceae yaitu Papilionoideae, Mimosoideae, dan Caesalpinioideae. Papilionoideae merupakan subfamili yang paling besar mencakup dua pertiga genus yaitu sekitar 13800 spesies. Beberapa tumbuhan yang terdapat dalam subfamili ini adalah tanaman kacang-kacangan yaitu Pisum sativum (kedelai), dan Aracis hypogea (kacang tanah). Kegunaan dari beberapa spesies dari subfamili ini digunakan sebagai tanaman herbal (tumbuhan obat-obatan). Ciri dari subfamili Papilionoideae adalah bentuk bunganya yang menyerupai kupu-kupu (www.metabolomics.jp).
Gambar 2.1 Bunga subfamili Papilionoideae
5
Subfamili Caesalpinioideae tersebar merata di daerah tropis dan subtropis serta memiliki sekitar 2250 spesies. Beberapa contoh tumbuhan terkenal dari subfamili ini antara lain Delonix regia (flamboyan), Caesalpinia pulcherrima (barbados pride), Senna alexandrina (alexandrian senna). Tumbuhan Senna alexandrina merupakan
tumbuhan obat karena
berguna sebagai obat pencuci perut (www.metabolomics.jp).
Gambar 2.2 Bunga subfamili Caesalpiniodeae
Sementara itu, subfamili Mimosoideae tersebar di daerah tropis dan subtropis dengan jumlah kurang lebih 3270 spesies. Beberapa tumbuhan dalam subfamili ini adalah Acasia. Acasia melanoxylon menghasilkan kayu untuk berbagai kebutuhan bahan bangunan. Karakteristik bunga dari subfamili Mimosoideae yaitu berukuran kecil dan benang sarinya menjadi sangat menarik dimana bongkolnya mirip dengan “pom-pom” (www.metabolomics.jp).
Gambar 2.3 Bunga subfamili Mimosoideae
2.1.2
Genus Desmodium
Genus Desmodium termasuk dalam famili Fabaceae dan subfamili Papilionoideae. Genus ini umumnya tersebar di daerah tropis dan subtropis serta tumbuh di tempat basah pada ketinggian 5 meter hingga 1,200 kilometer di atas permukaan laut serta umumnya terdapat di Asia yaitu India, Indonesia, Malesia, Nepal, Sri lanka, Taiwan,Thailand, Vietnam, bagian selatan Cina, Pakistan lalu terdapat juga di daerah Benua Australia dan Benua Afrika (Sanjappa, 1992). Sebagai contoh yaitu Desmodium heterophyllum yang tersebar di Asia tenggara (hingga kepulauan Filipina), Bangladesh, Malesia, Thailand. Spesies lainnya seperti Desmodium velutinum tersebar di beberapa daerah di India serta benua Afrika (www.tropicalforages.info).
6
Gambar 2.4 Peta penyebaran Desmodium heterophyllum di Indonesia
Gambar 2.5 Peta penyebaran Desmodium velutinum di India dan Afrika
Desmodium memiliki sinonim Phyllodium atau Hedysarum. Genus ini memiliki 350-450 spesies. Nama ini berasal dari bahasa Yunani yaitu “desmos” yang berarti ikatan atau rantai, dan “hode” yang berarti seperti atau mirip, hal ini didasari oleh bentuk biji polongnya yang tersusun seperti rantai (Ohashi, 1973). Ciri dari genus Desmodium adalah bunganya menyerupai kupu-kupu (Papilionideae), lalu polongnya membentuk rantai (legume) seperti yang terlihat pada gambar 2.6 dan 2.7 (D. gangeticum dan D. motorium). Beberapa spesies Desmodium dapat tumbuh di daerah lingkungan yang gersang (www.plantsystematics.org).
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.6 Bagian daun (a), bunga (b), dan polong (c) dari Desmodium gangeticum
7
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.7 Bagian daun (a), bunga (b) dan polong (c) Desmodium motorium
2.1.3
Spesies Desmodium triquetrum
D. triquetrum Linn., merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk dalam genus Desmodium. Spesies ini memiliki nama umum atau nama lokal yaitu Daun duduk. Nama daerah di Jawa yaitu daun duduk, gulu walang, sosor bebek atau cocor bebek, sedangkan di daerah Sunda lebih terkenal dengan nama genteng cangkeng, ki genteng, ki congcorang, petong kujang dan cencen (www.imunisasihalal.wordpress.com). Tumbuhan ini tumbuh tegak atau tumbuh ke atas, bercabang banyak dengan tinggi 0,5 hingga 3 meter dengan kaki yang berkayu lalu cabang-cabang berbentuk segitiga dan tangkai daunnya bersayap lebar. Spesies ini ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah mulai dari dataran rendah hingga ±1500 meter dari permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh di tempat yang terbuka dengan cahaya matahari yang cukup. Akar tumbuhan D. triquetrum berupa tunggang seperti umumnya famili Fabaceae, disini juga terdapat percabangan akar dan pada cabang-cabang tersebut terdapat bintil-bintil akar. Pada batang terdapat tegak lurus berwarna hijau sampai cokelat, berkayu, batang yang muda berbentuk bulat, pada yang tua tampak bersegi-segi dan berongga di dalamnya. Tempat di bawah duduknya daun segi ini tampak jelas dan dari bagian-bagian lain cabang-cabang sangat banyak. Batang yang muda membentuk sudut yang runcing dengan batangnya. Pada sudut terdapat helaian yang runcing dan panjang 0,5-1,5 cm dengan lebar hingga 3 mm, serta ukuran diameter batang 0,5-1,5 cm (Heyne, 1987). Daun D. triquetrum berupa daun tunggal, sederhana dengan panjang sampai 15 cm dengan lebar hingga mencapai 5 cm. Bentuk daun yaitu bentuk jantung memanjang atau jantung garis, ada yang menyebutnya lanset garis. Tengkuk daun jauh lebih pendek dibandingkan daunnya. Tangkai daun dan daunnya sangat pendek sehingga daun tampak seperti duduk pada tangkai daun yang bersayap. Helaian daun kaku, keras, ujung runcing, daun yang muda permukaannya kesat karena banyak mengandung trachoma. Tepi daun rata, tulang daun jelas menonjol dan menyirip. Warna daun hijau hingga hijau tua, semakin tua warna daun menjadi semakin cokelat dan akhirnya saat kering berwarna cokelat. Bagian bunga memiliki bentuk seperti kupu-kupu yaitu seperti pada umumnya keluarga Fabaceae. Banyaknya biji dalam satu buah tidak tentu yaitu antara 1 hingga 8 biji. Warnanya kuning tua, halus,
8
permukaannya licin dan sangat keras. Bentuk biji seperti ginjal sedikit kebulatan dengan panjang sekitar 3 mm dan lebar 2.5 mm (www.plantamor.com).
Gambar 2.8 Tumbuhan Desmodium triquetrum
Gambar 2.9 Daun Desmodium triquetrum
Taksonomi dari tumbuhan Desmodium triquetrum Linn. adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Divisi
: Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus
: Desmodium
Spesies
: Desmodium triquetrum DC.
Sinonim
: Pteroloma triquetrum Benin
Di Indonesia, tumbuhan ini belum dibudidayakan secara umum sehingga masih merupakan tumbuhan liar. Tumbuhan D. triquetrum selain di Indonesia terdapat pula di beberapa tempat di Asia, terutama di India (Andaman, Bihar, Karnataka, Meghalaya, Kepulauan Nikobar, Orissa, Punjab, Tamil Nadu dan Uttar Pradesh), Malaysia, Burma, Sri lanka dan Thailand, selain itu juga tedapat di Australia, New Caledonia, dan Kepulauan Pasifik (Sanjappa, 1992).
9
2.2 Tinjauan Kimia Hasil penelitian dari berbagai spesies pada genus Desmodium menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder utamanya antara lain berupa flavonoid dan alkaloid. Senyawa flavonoid tersebar di semua tumbuhan genus Desmodium. Flavonoid yang terdapat pada genus ini merupakan golongan isoflavonoid, isoflavanon 7-O glikosida,
isoflavan
terprenilasi di C-6 atau C-8 (membentuk siklik 5 atau 6), isoflavan tergeranilasi di C-3’ (membentuk siklik), turunan pterokarpan, turunan kumaronokromon, flavon, flavon tersubtitusi gula di posisi C-6 dan atau C-8. Secara umum isoflavanoid merupakan golongan yang dominan pada genus Desmodium. Sementara itu, kandungan alkaloidnya meliputi golongan tetrahidroksikuinolin, triptamin, dan β-fenetilamin. Alkaloid ini banyak terkandung pada spesies D. gangeticum, D. gyrans, D. pulchellum, D. triflorum, dan D. tiliaefolium.
2.2.1
Flavonoid
Senyawa kelompok flavonoid biasanya hanya terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi. Pembentukan kelompok ini secara biogenesis merupakan perpaduan antara jalur shikimat dan jalur asetat-malonat. Hal ini didasarkan pada kerangka dasar dari flavonoid, yaitu dua cincin benzen (C6) yang terikat pada rantai propan (C3) dengan susunan C6-C3-C6. Susunan ini menghasilkan tiga jenis kerangka yaitu 1,3-diarilpropan atau flavonoid (a), 1,2diarilpropan atau isoflavonoid (b), dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid (c) (Achmad, 1985). 3 CH3
A B
A
3 A 2
2
CH3 1
2
1
3 B
B
1 (a)
(b)
(c)
Gambar 2.10 Kerangka flavonoid Flavonoid (a); Isoflavonoid (b); Neoflavonoid (c)
Istilah flavonoid untuk senyawa fenolik ini berasal dari kata flavon yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan. Senyawa flavon ini memiliki kerangka 2-fenilkroman dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen, sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C) (Achmad, 1985).
10
3' 2' 8 7
1 O
A
C
5
4
1' 2
4' B
5'
6'
3
6
Gambar 2.11 Struktur 2-fenilkroman
O
O
OH O
O Flavanonol
Flavanon
O O
OH
O
O Flavonol
Isoflavanon
Gambar 2.12 Beberapa jenis flavonoid
Senyawa flavonoid ini sangat berlimpah di alam. Jenis struktur flavonoid sendiri ada bermacam-macam, keberagaman tersebut meningkat dengan adanya reaksi-reaksi sekunder misalnya hidroksilasi, alkoksilasi, atau glikosilasi pada struktur tersebut. Genus Desmodium mengandung banyak variasi flavonoid diantaranya isoflavon, isoflavanon, flavon Cglikosida, pterokarpanoid, dan kumaronokromon (Mizuno et al., 1992) (Botta et al., 2003) (Tsanuo et al., 2003). Isoflavonon tersebut terdapat pada D. canum (Botta et al., 2003), isoflavanon tergeranilasi (Guchu et al., 2007) ditemukan pada D. uncinatum, isoflavanon sederhana ditemukan pada D. styracifolium (Zhao et al., 2007). Berdasarkan pola oksigenasinya yang berselang-seling maka cincin A berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-malonat) yang merupakan kondensasi tiga unit asetat atau malonat (C6). Sedangkan, cincin B berasal dari jalur fenilpropanoid atau jalur shikimat (C6-C3) (Achmad, 1985).
11
JALUR SHIKIMAT O HO CH HC JALUR ASETAT MALONAT
O
H
H2C
PO3H2
COOH
OH
CH2OH
O H3C
SCoA
COOH
CO2
HO
O
OH OH
HOOC
SCoA
Asam shikimat
O COOH H3C
SCoA NH2 O
O
H3C H2C C
SCoA
Fenilalanin
COOH SCoA
O O
O
O
COOH B OH B
HO O
O
HO
O
B
O A
O
C
OH O Flavanon HO
HO
O
HO
O
O OH OH
O OH Pterokarpan
OH
O
O
Flavanol
Isoflavanon HO
O
O
HO HO
O
O OH
OH O Kumaronokromon
OH OH O Isoflavon
O
Flavonol
Gambar 2.13 Hubungan biosintesis senyawa flavonoid
12
a) Senyawa isoflavonoid sederhana HO
O
HO
O OH
OH
OH
O (1)
OH
O OH (2)
HO
O
OH
O OCH3
O O (3) Gambar 2.14 Senyawa isoflavonoid sederhana
Senyawa isoflavonoid yang diisolasi dari D. uncinatum dan ditemukan pula di D. styracifolium diantaranya adalah genistein (1) (5,7,4’-trihidroksiisoflavon) (Tsanuo et al., 2003), senyawa 2’-hidroksigenistein (2), dan 5,7-dihidroksi-2’-metoksi-3’,4’-metilendioksiisoflavonon (4). Senyawa genistein (1) memiliki bioaktivitas sebagai antiinflamasi (Duan et al., 2003) dan inhibitor tirosin kinase (50 µM) (Wan et al., 1997).
b) Isoflavanon terglukosidasi 1 O
R4 7 5 OH
2 5'
O
R1 2'
R3 R2
(5)
(6)
(7)
R1 = OCH3 R2 = OCH3 R3 = OCH3 R4 = O-Glu
R1 = OCH3 R2 = H R3 = OCH3 R4 = O-Glu
R1 = OCH3 R2 = OCH3 R3 = OH R4 = O-Glu
(4) R1 = OCH3 R2, R3= OCH2O R3 = OCH3 R4 = O-Glu HOH O-Glu =
OH OH
HO
H OH O H H
Gambar 2.15 Senyawa turunan isoflavanon 7-O-glikosida
Senyawa golongan isoflavanon 7-O-glikosida terdapat dalam Desmodium styracifolium seperti 5,7-dihidroksi-2’-metoksi-3’,4’-metilendioksiisoflavanon 7-O-β-glukopiranosida (4),
13
5,7-dihidroksi-2’,3’,4’-trimetoksi-isoflavanon 7-O-β-glukopiranosida (5) 5,7-dihidroksi2’,4’-dimetoksi-isoflavanon 7-O-β-glukopiranosida (6), dan 5,7-dihidroksi-2’,3’-dimetoksiisoflavanon 7-O-β-glukopiranosida (7) (Zhao et al., 2007). Keempat senyawa tersebut
tersubtitusi oleh glukosa di posisi C-7.
c) Isoflavon terisoprenilasi (C-8) Senyawa 6-desmetildesmodian A (9) adalah bentuk dari demetilasi pada posisi C-6 dari senyawa desmodian A (10), demikian halnya dengan senyawa 6-desmetildesmodian B (11) yang merupakan bentuk demetilasi dari senyawa desmodian B (12). Senyawa 3hidroksidesmodian B (13) mengalami penambahan gugus hidroksi di posisi C-3’
dari
desmodian C (14). Persamaan senyawa (9-14) adalah keenamnya memiliki gugus terisoprenilasi di posisi C-8 dan membentuk siklik 5 (furan) atau cincin 6 (piran). Senyawasenyawa tersebut diisolasi dari D. canum (Lima et al., 2006). Berbeda dengan senyawa terisoprenilasi lainnya yang membentuk siklik, desmodianon B (8) justru memiliki pola isoprenilasi terbuka (tidak siklik) (Monache et al., 1996).
H3CO
O
O
O O
H3C
R1 OH
OCH3
O HO
OH
OH
(9) R1 = H
(8)
(10) R1 = CH3
O
O
O
O
OCH3
OCH3 R1
R2
H3C OCH3
OH
OR1
(11)
R1 = H
(13) R1 = H; R2 = H
(12)
R1 = CH3
(14) R1 = CH3; R2 = OH
OH
Gambar 2.16 Senyawa turunan isoflavanon terisoprenilasi di C-8
14
d) Isoflavanon terisoprenilasi (C-6) HO
O
O
O R1 R2 OH
OH
O
O R3
R3
R1 R2
(15)
(16)
(17)
R1 = OH R2 = H R3 = OH
R1 = OCH3 R2 = OCH3 R3 = OCH3
R1 = OH R2 = H R3 = OH
(18) R1 = OH R2 = H R3 = OCH3
Gambar 2.17 Senyawa turunan isoflavanon terisoprenilasi di C-6
Uncinanon A atau difisolon (15) diisolasi dari D. gangeticum. Senyawa ini memiliki khasiat sebagai fitoaleksin (Ingham, et al., 1983). Uncinanon B (17) dan uncinanon C (18) dan uncinanon D (16) diisolasi dari D. uncinatum dan diketahui memiliki kemampuan sebagai allelopati (Tsanuo et al., 2003) (Guchu et al., 2007). Ketiga senyawa tersebut memiliki pola isoprenilasi yang sama yaitu di C-6. Pada senyawa uncinanon B (17) dan C (18) isopren membentuk siklik furan.
e) Isoflavonoid tergeranilasi Senyawa isoflavonoid tergeranilasi (penambahan dua isoprenil) di C-5’ ditemukan di Desmodium canum, yaitu desmodianon A (19), dan desmodianon C (20). Senyawa-senyawa tersebut memiliki bioaktivitas dalam menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Mycobacterium smegmatis dan staphylococcus faecalis (Monache et al., 1996) (Boland et al., 1998). Senyawa desmodianon D (21) dan desmodianon E (22) juga diisolasi dari Desmodium canum yaitu dari bagian akar (Botta et al., 2003). Senyawa desmodianon A (19), D (21) dan E (22) semuanya mengalami siklisasi dari gugus geranilnya. Senyawa-senyawa tersebut memiliki kesamaan yaitu adanya gugus geranil pada C-3’.
15
HO
O
H3C OH
O
O
HO (19)
HO
O
H3C OH
O
HO
OH (20)
O
HO
8'' O
HO 1''
6
2''
7''
5''
H3C
H3C OH
2'
O HO
4''
O
OH
O
HO
10''
(21)
O 7''
(22)
Gambar 2.18 Senyawa turunan isoflavanon tergeranilasi
f)
Pterokarpan
Selain suatu isoflavonoid, diisolasi pula suatu pterokarpan seperti gangetin (23), gangetinin (24), dan desmodin (25). Ketiganya berasal dari D. gangeticum (Tanaka et al., 1997). Desmodin (25) selain pada D. Canaden diketahui memiliki kegunaan sebagai fitoaleksin (Purushothaman dan Chandrasekharan, 1974). Senyawa uncinakarpan (26) dan edudiol (27) diisolasi dari D. Uncanum dan keduanya memiliki bioaktivitas sebagai alelokimia dalam mengatasi striga hermontica (Guchu et al., 2007).
16
O 3
4
5 O
O 6 6a
2
O
7 8
11a 1 OCH3 O 11
OCH3 O 10
(24)
(23)
O
O
OH
O
H3CO
O
OCH3 H3C OCH3 O
OH
OH
O OH
(25) HO
(26)
O
OCH3 O
OH
(27) Gambar 2.19 Senyawa turunan pterokarpan
g) Kumaronokromon HO
O
R1
O
O
OH OCH3
(28) R1 = OH (29) R1 = H Gambar 2.20 Senyawa turunan kumaronokromon
Senyawa desmoksifilin A (28) dan desmoksifilin B (29) keduanya diisolasi dari D. oxyphilum (Mizuno et al., 1992). Desmoksifilin A (28) juga ditemukan dalam D. styracifolium (Zhao et al., 2007). Keduanya sama-sama berasal dari prekursor yang sama yaitu isoflavonon yang kemudian membentuk siklik 5 sehingga membentuk senyawa dengan kerangka kumaronokromon.
17
h) Flavonoid sederhana R1 HO
O
R3 R2
OH
O
(30)
R1 = OCH3; R2 = H; R3 = H
(31)
R1= OH ; R2 = H; R3 = H
(32) (33)
R1 = OH; R2 = OH; R3 = OH R1 = OH; R2 = OH; R3 = H
Gambar 2.21 Senyawa turunan flavonon
Senyawa krisoeriol (30), luteolin (31), kuersetin (32) dan kaempferol (33) adalah senyawa yang diisolasi dari D. styrachifolium dan merupakan kelompok senyawa flavonon. Senyawa krisoeriol (30) mengalami metoksilasi di C-4’. Senyawa kuersetin (32) dan kaempferol (33) memiliki perbedaan dari pola oksigenasi pada posisi orto di C-3’ dan C-4’ pada kuersetin (32). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa kuersetin (32) memiliki tingkat oksidasi yang lebih tinggi daripada kaempferol (33) (Zhao et al., 2007). i)
Flavonoid terisoprenilasi OH
CH3
OH
CH3 O
O
CH3 OH
O
(34) Gambar 2.22 Senyawa turunan flavonon terisoprenilasi
Senyawa desmodol (34) adalah senyawa yang termasuk kelompok senyawa flavonon yang mengalami isoprenilasi di posisi C-8 dan membentuk siklik. Senyawa desmodol (34) adalah piranofavon yang diisolasi dari D. caudatum (Guchu et al., 2007).
18
j)
Flavon tersubtitusi gula R2 OH
R3 HO
O
HOH2C Glu = HO HO
O OH
R1 OH
(35) R1 =
(36) R1 =
O
HOH2C O HO HO O O HO HO OH HOH2C O HO HO O O HO HO OH
O HO Sil = HO
OH
R2 = H; R3 = H
R2 = OH; R3 = H
(37) R1 = Sil; R2 = H; R3 = Glu (38) R1 = Glu; R2 = H; R3 = Glu (39) R1 = Glu; R2 = H; R3 = Sil (40) R1 = Glu; R2 = H; R3 = H Gambar 2.23 Senyawa turunan flavonon tersubtitusi gula
Senyawa isoviteksin 2”-O-silosida (35) adalah senyawa yang memiliki dua gugus gula (glukosa dan silosa) di atom karbon yang sama yaitu pada posisi 7. Senyawa ini diisolasi dari D. canadense (Ulublen, et al., 1982). Dari spesies D. styracifolium diisolasi vicenin 1 (37), vicenin 2 (38) vicenin 3 (39) dan senyawa adalah isoorientin 2”-O-silosida (36). Isoviteksin (40) juga diisolasi dari D. styrachifolium (Matsuzaki, et al., 1990) (Kubo et al., 1989). Vicenin 1 (37) glukosa pada C-8 dan C-6 terikat silosa, hal ini berkebalikan pada vicenin 3 (39) dimana pada C-8 terikat silosa dan C-6 terikat glukosa. Pada vicenin 2 (37) pada C-8 dan C-6 keduanya berikatan dengan glukosa. Senyawa isoorientin 2”-O-silosida (36) mirip dengan senyawa isoviteksin 2”-O-silosida (35) dimana perbedaanya hanya pada pola hidroksi orto pada 3’ dan 4’ pada isoorientin 2”-O-silosida (39). Senyawa isoviteksin (40) hanya memiliki satu gula di C-6 yaitu glukosa.
19
2.2.2
Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang banyak ditemukan di alam. Alkaloid merupakan suatu senyawa yang bersifat basa mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya dalam bentuk gabungan atau sebagai bagian dalam sistem siklik. Alkaloid seringkali bersifat racun bagi manusia dan banyak yang memiliki aktivitas biologi yang penting oleh karena itu sering dimanfaatkan sebagai pengobatan untuk penyakit tertentu. Percobaan biosintesis menunjukkan bahwa alkaloid berasal dari asam amino tertentu saja. Berdasarkan kenyataan ini alkaloid dapat dibagi menjadi tiga golongan utama. Pertama adalah alkaloid yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin, kedua yang berasal dari asam amino fenilalanin, tirosin, dan ketiga berasal dari asam amino triptopan. Senyawa turunan tetrahidroisokiunolin dan juga β-fenetilamin yang terdapat dalam genus Desmodium merupakan senyawa yang berasal dari asam amino tirosin ditinjau dari biogenesisnya. Sedangkan senyawa turunan triptamin secara biogenesis berasal dari asam amino triptopan yang mengalami dekarboksilasi (Achmad, 1985). O OH NH2
HO
NH2
HO
Tirosin
Tiramin
NH
NH2
Feniletilamin
tetrahidroisokuinolin
Gambar 2.24 Biosintesis alkaloid tetrahidroisokuinolin dari asam amino tirosin
O OH N H Triptopan
NH2
N H Triptamin
NH2
Alkaloid turunan indol
Gambar 2.25 Biosintesis alkaloid turunan indol dari asam amino triptopan
Genus Desmodium mengandung banyak alkaloid khususnya bagian akar sedangkan alkaloid yang terkandung dalam daun sangatlah sedikit, hal ini dibuktikan dari banyaknya literatur mengenai isolasi alkaloid pada bagian akar tumbuhan (Ghosal, S et al., 1973).
20
k) Alkaloid indol Triptamin (41), abrin (42), hipahorin (43) adalah senyawa turunan alkaloid indol yang terkandung dalam D. tiliaefolium. Senyawa abrin (42) Selain diisolasi dari D. tiliaefolium, diisolasi pula dari tumbuhan Abrus precatorius (Ghosal, S et al., 1973). Senyawa bufotenin N-oksida (44) dan O-metilbufotenin (45) terdapat pada akar D. pulchellum, akan tetapi terdapat dalam jumlah minor di akar D. caudatum. Gramin (46) adalah alkaloid yang diisolasi dari D. Pulchellum. Penggunaan senyawa ini adalah sebagai antifouling agent. Kandungan gramin (46) (yang mengalami deetilasi) kehilangan dua atom karbon dari ini banyak terdapat pada jaringan akar dan sangat sedikit di daun. Senyawa nigerin (47) adalah senyawa alkaloid yang tidak hanya ditemukan pada genus Desmodium tapi juga terdapat di banyak famili lainnya seperti Malphigiaceae, Rubiaceae, Myristicaceae, dan Rutaceae. Senyawa N, N-dimetiltriptamin N-oksida (48) adalah senyawa alkaloid yang diisolasi dari spesies D. triflorum dan D. pulchellum. Secara umum, senyawa alkaloid indol yang terdapat pada genus Desmodium ini merupakan senyawa alkaloid indol sederhana yang termetilasi pada atom nitrogennya membentuk amina sekunder, tersier atau kuarterner (Ghosal, S et al., 1973). R1
NHR2
N H
(41) R1 = COOH; R2 = CH3 (42) R1 = R2= H COO HO N N H
CH3
H3C
O
N CH3
(43)
N H
CH3
H3C
(44) CH3
H3CO
N CH3
N N H
H3C
CH3
(45)
N H (46)
N N H (47)
H3C
CH3
N H
N H3 C
O
CH3
(48)
Gambar 2.26 Senyawa alkaloid turunan indol dari genus Desmodium
21
l)
Alkaloid fenetilamin
Senyawa turunan β-fenetilamin yang diisolasi dari spesies D. tiliaefolium adalah alkaloid tiramin (49), hordenin (50), 3,4-dimetoksi-β-fenetilamin atau homoveratriamin (51), N,Ndimetil-3,4-dimetoksifenetilamin (52) dan N-metil-3,4-dimetoksi-β-hidroksifenetilamin (53). Tiramin (49) memiliki aktivitas biologi sebagai diagnostic vasopressor terdapat pula di banyak famili lainnya seperti Cactaceae, Gramineae, dan Magnoliaceae. Senyawa N-metil3,4-dimetoksi-β-hidroksifenetilamin (51) diisolasi dari D. tiliaefolium dan terdapat pula di beberapa tumbuhan famili Cactaceae yaitu Dolichothele longimamma (Cactaceae), Coryphantha macromeris, Coryphantha calipensis, dan Coryphantha greenwoodii (Ghosal dan Srivastava, 1973). Candicine atau maltoksin (54) adalah suatu alkaloid tersier dari Desmodium spp. Senyawa korienin (55) adalah senyawa yang diisolasi dari D. Trifloum. OH H3CO
R3 NR1R2
R4
HN CH3
H3CO (53)
(49) R1 = R2 = R4 = H; R3 = OH (50) R1 = R2 = CH3; R3 = OH; R4 = H (51) R1 = R2 = H; R3 = R4 = OCH3 (52) R1 = R2 = CH3; R3 = R4 = OCH3
N HO
HO
N H3C (54)
CH3
CH3
H3C OH
CH3 CH3
(55)
Gambar 2.27 Senyawa alkaloid turunan β-fenetilamin dari genus Desmodium
22
m) Alkaloid turunan tetrahidroisokuinolin Kandungan alkaloid berupa turunan golongan tetrahidroisokuinolin diisolasi dari akar D. tiliaefolium yaitu salsolin (26) dan salsolidin (27) (Ghosal et al., 1973). R1O NH H3CO CH3 (56) R1 = H (57) R1 = CH3 Gambar 2.28 Senyawa alkaloid turunan tetrahidroisokuinolin dari genus Desmodium
2.3 Uji Inhibitor Tirosin Kinase dan Sel Murin Leukimia P-388 Pada pengujian inhibitor tirosin kinase yang merupakan uji molekuler pada prinsipnya adalah penghambatan proses fosforilasi dari proses angiogenesis sel kanker. Sementara itu, uji terhadap sel murin leukimia P-388 adalah uji seluler terhadap sel
murin leukemia
(mencit). Kedua uji tersebut merupakan uji skrining awal untuk melihat aktivitas dari senyawa terhadap penghambatan sel kanker. Hasil uji terhadap sel leukimia P-388 dinyatakan dalam satuan IC50 yaitu konsentrasi dimana senyawa yang diuji tersebut penghambatan pertumbuhan sel sebanyak 50% Uji terhadap sel murin leukimia P-388 merupakan uji skrining awal yang disarankan oleh NCI (National Cancer Institute) (Alley et al., 1998). Hail uji inhibitor tirosin kinase dinyatakan sebagai % inhibitor yang merupakan uji awal untuk mencari senyawa yang bersifat sebagai antiangiogenesis (Manash dan Mukhopadhyay, 2004).
23