2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas Taman Nasional Manupeu Tanahdaru (TNMT) secara geografi terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur pada 119º27’-119º55’ BT dan 09º29`-09º54` LS sedangkan secara administratif terletak di 3 kabupaten yaitu: Sumba Timur, Sumba Tengah dan Sumba Barat (Gambar 2). Kawasan TNMT berada di 22 desa yang menjadi bagian dari 7 kecamatan yaitu: Kecamatan Loli, Wanokaka, Waikabukak (Kabupaten Sumba Barat), Umbu Ratu nggay, Umbu Ratunggay Barat, Katikutana (Kabupaten Sumba Tengah), dan Lewa (Kabupaten Sumba Timur) (Wello 2008). Batas kawasan Taman Nasional Manupeu Tanahdaru meliputi: 1. Sebelah timur mengarah ke utara, yaitu wilayah Kecamatan Lewa. 2. Sebelah barat mengarah ke selatan, yaitu wilayah Kota Waikabubak, Kecamatan Loli dan Wanokaka. 3. Sebelah selatan, yaitu mengikuti garis pantai Samudera Hindia. 4. Sebelah utara mengarah ke barat, yaitu wilayah Kecamatan Umburatunggay dan Kakikutana. Kawasan TNMT ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 576/Kpts-II/1998 dengan luas wilayah 87.984,09 ha. Kawasan yang ditetapkan merupakan penggabungan dari kawasan Hutan Lindung Manupeu (9.500 ha),
Cagar
Alam
Langaliru
(24.200
ha),
Hutan
Lindung
Tanahdaru-
Paramamongutidas (43.750 ha), dan Hutan Produksi Terbatas PraingpalindaTanahdaru (10.534 ha). 2.2 Kondisi Fisik 2.2.1 Geologi dan Tanah Pulau-pulau di Nusa Tenggara memiliki geologi yang seragam yaitu tersusun atas batuan vulkanik. Kondisi ini berbeda dengan Pulau Sumba yang dikategorikan sebagai kawasan karst karena penyusun utama wilayahnya adalah batu gamping atau kapur yang menjadi ciri khas kawasan karst (Purnama 2005). Kawasan TMNT mempunyai bentuk lahan yang bervariasi mulai dari dataran aluvial atau dataran
Sumber: hasil identifikasi google earth.
Gambar 2 Letak Taman Nasional Manupeu Tanahdaru.
8
banjir dekat meander sungai hingga daerah gunung. Batuan penyusunnya secara umum didominasi oleh alluvium, gamping, pasir, lempung, konglomerat, tuff, dan granit. Batuan tersebut tersebar di seluruh taman nasional berdasarkan bentuk lahan dan kelerengan dari daerah dataran rendah hingga daerah pegunungan (Dephut 2007). Tanah di Pulau Sumba terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan lipatan dan dataran, wilayah volkan dan latosol dengan bentuk wilayah plato atau volkan dan grumosol dengan bentuk wilayah pelembaban. Tanah mediteran merupakan jenis tanah yang paling luas penyebarannya, yaitu terletak di bagian Pulau Sumba memanjang dari barat ke timur (Deptan 2006). Berdasarkan Peta Tanah Eksplorasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur, kawasan TNMT didominasi oleh jenis tanah renzina, litosol, podsolik, kambisol, dan mediteran (Purnama 2005). 2.2.2 Topografi Pulau Sumba memiliki topografi yang didominasi oleh daerah perbukitan, namun, dikategorikan sebagai areal yang lebih datar dibandingkan pulau-pulau lain di Nusa Tenggara. Menurut Monk et al. (2000), pulau- pulau di daerah Maluku dan Nusa Tenggara hampir setengah dari luas daratannya memiliki kemiringan lebih dari 40 %, kecuali Pulau Sumba, Tanimbar dan Aru. Karakteristik topografi kawasan TNMT yang kasar dan bergelombang tergolong daerah pegunungan dengan ketinggian yang terlihat sama memiliki kemiringan 2% hingga kemiringan 40%-60% yang terbentang dari permukaan laut. Kawasan Manupeu merupakan dataran perbukitan yang cukup curam dengan topografi berkisar antara 5%-60% (Wiranansyah 2005). Daerah pegunungan membentang pada lokasi tengah kawasan dari utara sampai pantai selatan dan pada wilayah Tanahdaru. Rangkaian gunung membentang dari utara kawasan sampai ke selatan. Puncak-puncak tertingginya adalah Praingpalindi Tanahdaru (919 mdpl), Praimamongutidas (827 mdpl), Janggapraing (820 mdpl), Tumbani (798 mdpl), Praingkaminggu (702 mdpl), Hapenduk (685 mdpl), Maredasalai (680 mdpl), Letape (735 mdpl), Manupeu (482 mdpl) dan Lawangggu (600 mdpl) (Purnama 2005).
9
2.2.3 Iklim Pulau Sumba memiliki tipe iklim kering yang terutama dipengaruhi oleh angin musim yang masing-masing bertiup dari daratan Asia (selama lebih kurang 3 bulan) yang membawa uap air tinggi dan Australia (selama lebih kurang 9 bulan) yang membawa uap air rendah (Wello 2008). Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di kawasan TNMT termasuk tipe iklim E (agak kering) di bagian selatan, tipe iklim D (sedang) di bagian utara, dan tipe iklim C (agak basah) di bagian timur laut. Curah hujan tahunan berkisar antara 500-2000 mm. Pulau Sumba memiliki curah hujan tahunan antara 500-800 mm, namun demikian di daerah-daerah bagian selatan pulau curah hujannya mencapai 2000 mm pertahun (Widiyono 2003). 2.2.4 Hidrologi Kawasan TNMT merupakan daerah resapan air utama yang dialirkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan pengairan lahan pertanian (Purnama 2005). Suplai air diperoleh dari mata air dan sungai yang terdapat dan berhulu di kawasan taman nasional (Gambar 3). Aliran air bawah tanah yang keluar sebagai mata air melewati goa-goa yang terdapat di dalam kawasan. Menurut Monk et al. (2000), mata air merupakan sumber air utama untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan peta hidrologi, potensi air tanah di bagian timur kawasan lebih tinggi dibandingkan bagian baratnya. Menurut Sejatnika et al. (2000), diacu dalam Monk et al. (2000), ketersediaan air tanah dan aliran sungai yang relatif lebih tinggi di bagian timur Pulau Sumba merupakan keunikan, karena di bagian barat secara umum volume curah hujannnya lebih besar dan periode musim hujannya lebih panjang dibandingkan dengan di bagian timur. 2.3 Kondisi Masyarakat Keberhasilan pengelolaan suatu taman nasional sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat di sekitar kawasan. Masyarakat di sekitar TNMT tersebar di 22 desa yang menjadi wilayah administratif Kabupaten Sumba Barat, Tengah dan Timur (Tabel 1). Pada umumnya masyarakat tersebut memanfaatkan potensi taman nasional untuk memenuhi
sebagian
kebutuhan
hidupnya.
Kawasan
hutan
dimanfaatkan
Sumber: hasil overlay peta sungai,administratif dan batas kawasan TNMT.
Gambar 3 Peta sungai yang terdapat di kawasan TNMT.
11
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sumber pendapatan masyarakat, seperti kayu bakar, bahan bangunan, obat-obatan dan bahan pangan. Keberadaan lahan sangat dibutuhkan masyarakat untuk kegiatan pertanian dan penggembalaan ternak. Selain itu, kegiatan membakar padang rumput merupakan kebiasaan masyarakat di sekitar TNMT yang sangat sulit untuk dihentikan (Wello 2008) yang bertujuan untuk menyiapkan lahan bercocok tanam dan memenuhi kebutuhan pakan ternak gembalaan pada musim kemarau (Purnama 2005). Tabel 1 Desa yang berada disekitar TNMT Kecamatan
Desa
Waikabubak
Kalembukuni
Wanokaka Loli
Baliloku, Hupumada, Katikuloku
Kakikutana Selatan Umbu Ratunggay Barat Umbu Ratunggay Lewa dan Lewa Prehau
Beradolu Waimanu, Tanamodu, Kondamaloba, Manurara, Malinjak Umbulanggang, Umbupabal Praikaroku Jangga, Mbilur Pangadu, Weluk Praimemang, Padiratana, Maradesa Kambatawundut, Watumbelar, Umamanu, Mondulambi, Kangeli
Sumber: peta administratif TNMT.
Kebutuhan hidup yang signifikan bagi masyarakat di sekitar kawasan TNMT adalah tersedianya sumberdaya air. Air merupakan sumberdaya yang dibutuhkan masyarakat, karena Pulau Sumba termasuk daerah yang kering dan memiliki intensitas curah hujan rendah. Menurut Purnama (2005) Pulau Sumba memiliki bulan basah yang lebih sedikit dari bulan kering dengan rata-rata hujan pada bulan basah adalah 400 mm sedangkan pada bulan kering adalah 18 mm. Kondisi tersebut menjadi kendala dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sumberdaya air. Masyarakat membutuhkan air untuk memenuhi kebutuhan harian, pengairan lahan pertanian dan minum hewan ternak. Kebutuhan harian dan pengairan lahan pertanian sulit terpenuhi pada musim kering karena sulitnya mendapatkan sumber air. Sedangkan, penanaman padi harus menunggu musim hujan. Kawasan TNMT yang menjadi salah satu wilayah resapan air di Pulau Sumba dapat menjadi alternatif untuk mengatasi kesulitan air masyarakat.