BAHAN AJAR JUDUL MATA KULIAH
: PASTURA TROPIK
NOMER KODE/ SKS
: PTN 3201/ 3 (2/1)
PRASYARAT
: PRODUKSI HIJAUAN PAKAN
STATUS MATA KULIAH
: WAJIB JURUSAN
Deskripsi singkat matakuliah Pastura Tropik merupakan matakuliah wajib di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak bagi mahasiswa Strata 1, yang diberikan di semester gasal dengan jumlah SKS 3 (2 SKS kuliah dan 1 SKS praktikum pendamping). Mata kuliah Pastura Tropik merupakan matakuliah yang membicarakan tentang hijauan makanan ternak di padang penggembalaan (pastura), berbeda dengan matakuliah Produksi Hijauan Pakan. Pada matakuliah ini lebih dibahas tentang padang penggembalaan
dengan
penekanan
pada
pentingnya
pengelolaan
padang
penggembalaan, pengaruh lingkungan tropik terhadap kondisi HMT, macam tanaman pakan untuk pastura dengan berbagai cara perkembangbiakan serta membahas tentang cara pengembangan usaha tani yang tanpa melupakan konservasi pastura. Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang padang penggembalaan praktikum pendamping sebanyak 1 SKS dilakukan di kebun Hijauan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM, serta di lahan rumput luar fakultas. Mata kuliah Pastura Tropik berguna bagi mahasiswa karena memberikan wawasan dan teknik pengelolaan padang penggembalaan sebagai penyedia hijauan makanan ternak yang merupakan salah satu faktor dalam manajemen pakan ternak. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan pembelajaran (kuliah, tugas dan praktikum) mahasiswa akan dapat : 1. Membuat pola pengelolaan padang penggembalaan. 2. Menemukan cara-cara pengembangan hijauan makanan ternak di padang penggembalaan.
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Urutan Bahan Ajar Pokok bahasan yang akan dibicarakan selama satu semester meliputi: 1.
Pendahuluan 2 minggu a. Pengertian padang penggembalaan b. Pengaruh lingkungan pada pastura
2.
Tanaman pakan
untuk pastura
2 minggu
a. Macam tanaman pakan b. Urgensi makanan hijauan bagi ternak 3.
Perkembangbiakan tanaman pakan a.
1 minggu
Cara perkembangbiakan
4.
Dasar kultur
jaringan
4 minggu
a. Prinsip dasar dan pengertian teknik kultur jaringan b.
Komponen dasar medium kultur c. Kultur kalus dan kultur susupensi sel
5.
Manajeman
pastura dan aplikasinya
4 minggu
a. Tahap pembuatan pastura b. Penentuan stocking rate dan carrying capasity c. Macam-macam grazing ternak d. Peranan legum dalam pastura e. Pengembangan pastura 6.
Padang rumput
dibawah tanaman pertanian
1 minggu
Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar 1. Setiap mengikuti kuliah, bahan ajar harus selalu dibawa. 2. Setiap acara tatap muka, mahasiswa sudah harus mempersiapkan diri sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan. 3. Mahasiswa harus mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan 4. bagi rekan-rekan dosen, bahan ajar ini sebagai sarana komunikasi dan dapat dikembangkan untuk menambah perbendaharaan bahan ajar.
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Pokok Bahasan 4. DASAR KULTUR JARINGAN Pendahuluan Kultur in-vitro semakin memegang peranan penting di bidang tehnologi bercocok tanam modern, tehnik ini mampu melipat gandakan sel dan jaringan berasal dari satu induk untuk ditumbuhkan menjadi sejumlah besar tanaman sempurna. Pada dasamya tumbuh-tumbuhan memiliki daya regenerasi yang kuat. Hal ini telah lama disadari, yaitu sejak mulai adanya ilmu bercocok tanam. Dasar pengetahuan yang bersumber dari penelitian-penelitian daya regenerasi tersebut, kemudian menjadi titik tolak berkembangnya industri kultur jaringan atau kultur in-vitro atau propagasi tanaman (Indarto, 2002). Tumbuhan di alam bebas sangat bervariasi dan komplek dalam melangsungkan siklus hidupnya. Untuk dapat mempertahankan generasinya tumbuhan hares memperbanyak diri baik secara vegetatif ataupun secara generatif. Perbanyakan generatif dimulai dari pertemuan antara gamet jantan dan garnet betina dari tanaman induk, peleburan kedua garnet tersebut menghasilkan sebuah sel yang disebut zygot. Zygot selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan utuh. Sel-sel vegetatif tumbuhan seperti pada akar, batang dan dawn, secara alamiah juga mempunyai kemampuan yang mirip dengan zigot, yaitu dapat berkembang menjadi tanaman utuh, sehingga kelangsungan generasinya tetap terjaga. Kemampuan vegetatip selain zigot untuk berkembang menjadi tanamn utuh menjadi topik yang sangat menarik perhatian Para peneliti. Topik penelitian yang sangat menarik tersebut dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar kultur jaringan yang merupakan salah sate cara perkembangbiakan tanaman, menjelaskan komponen dasar medium, kebutuhan zat organik dan anorganik serta bahan lain dalam kultur jaringan dan dapat menjelaskan teknik kultur kalus dan kultur suspensi sel.
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Sub Pokok bahasan 1. Prinsip Dasar dan Pengertian Teknik Kultur Jaringan Sejarah teknik kultur jaringan Kira-kira pada permulaan abad ke-20, beberapa ahli botani mengembangkan suatu teori, bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasranya dapat ditanam secara terpisah dalam sutau kultur (in vitro). Sel dan jaringan yang ditanam dengan cara ini memiliki kemampuan untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam upayanya untuk bisa tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi tumbuhan yang utuh. Dengan kata lain, bahwa didalam masing-masing sel tumbuhan mungkin mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai. Kemampuan inilah yang kemudian dikenal dengan totipotensi. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pendapat ini, namun pada saat itu belum berhasil, karena kurangnya pengetahuan Para peneliti, khususnya dalam hal kebutuhan nutrisi dan hormon untuk pertumbuhan. Baru beberapa waktu kemudian, yaitu sejak diketemukannya dua macam hormon tumbuhan, yaitu asam indol asetat dan asam naftalen asetat telah mulai berhasil dilakukan kultur organ (1920) dan kultur jaringan (1939). Hingga sekarang, kedua hormon tumbuhan tersebut diyakini memiliki peranan yang sangat penting artinya dalam kultur jaringan modern. Pada masa-masa tersebut, yaitu masa-masa awal dimana era kultur jaringan baru mulai dikenal, jarang sekali orang dapat berhasil melakukan regenerasi akar, pucuk tumbuhan dan organ tumbuhan lain secara in vitro, sehingga pada saat itu orangpun mulai mempertanyakan kebenaran teori totipotensi tersebut. Meskipun demikian, P.R. White, seorang peneliti dari Amerika (yang sekarang dianggap sebagai bapak kultur jaringan), pada tahun 1939 melaporkan sejumlah hasil penelitianya tentang keberhasilan ini menumbuhkan sejumlah tunas dari potonganpotongan kalus (kalus adalah suatu jaringan yang terdiri dari massa yang tidak teratur) tembakau yang ditanam dalam media kultur cair. Walaupun sampai saat itu ia belum berhasil menumbuhkan akar dari tunas-tunas yang diteliti, suatu langkah maju di bidang pembiakan in vitro telah berhasil dicapai dalam upaya untuk membuktikan sebagian kebenaran dari teori totipotensi. Seorang ahli yang lain, Folke Skoog, ahli fisiologi tumbuhan dari universitas Wisconsin, pada tahun 1940 melanjutkan penelitian-penelitian yang dilakukan White dan berhasil membuktikan, bahwa hormon-hormon auksin yaitu IAA dan NAA (yang pada waktu itu dikenal sebagai pemacu pertumbuhan akar dari potongan-potongan
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
dahan), ternyata mampu menghambat awal tumbuhnya tunas. Selanjutnya denga percobaan percobaannnya menggunakan kultur jaringan tembakau, dia mulai mencari senyawa-senyawa kimia yang dapat berinteraksi dengan senyawa-senyawa organik, yaitu adenin dan adenosin. Juga pada tahun 1955, kelompok Skoog menemukan kinetin, yaitu hormon golongan sitokinin yang pertama kali ditemukan. Pada tahun 1957 Skoog dan Miller melaporkan hasil penelitian mereka yang sekarang telah dianggap klasik, yaitu mengenai keterkaitan kedua golongan hormon, auksin dan sitokinin dalam pengaturan regenerasi akar dan tunas. Penelitian ini selanjutnya menjadi landasan berbagai upaya pembiakan secar in vitro. Skoog menyadari besarnya potensi ekonomi dari hasil penelitian-penelitiaannya, selanjutnya semakin menekuni bidang kulur jaringan bersama murid-murid dan temantemannya. Pada tahun 1962, bersama Toshio Murashige, Skoog melaporkan suatu formulasi media kultur yang amat terkenal dan sampai sekarang dipakai di dunia internasional, yaitu media Murashige- Skoog. Selanjutnya K.V. Thimann dari Universitas Harvard melaporkan penemuanpenemuannya pada beberapa kali penerbitan ynag dimulai tahun 1958, bahwa hormon-hormon sitokinin mampu melawan efek pertumbuhan tunas apikal. Dan mereka berhasil Pula membuktikan, bahwa kinetin bersifat memacu pertumbuhan tunas lateral yang biasanya tidak terlihat nyata akibat pengaruh dari tunas apikal pucuk tumbuhan. Hal inilah yang selanjutnya menjadi dasar fisiolagis dalam upaya meningkatkan jumlah cabang lateral, yang seperti diketahui sangat penting artinya bagi pembiakan secar in vitro. Dalam tahun-tahun berikutnya, yaitu sekitar tahun 1985, banyak peneliti yang memberi sumbangan pengetahuan yang menunjang keberhasilan usaha pembiakan secara in vitro tersebut. Disini peranan Murashige sangat penting artinya, karena selain telah memberi sumbangan pengetahuan dasar kultur sel dan jaringan, usahanya telah mengarah ke penerapan di bidang pembiakan secara in vitro dalam skala komersial. Murashige bersama murid-muridnya di Universitas cakifomia telah menyusun prosedur lengkap pembikaan in vitro dari sejumlah besar spesies tumbuhanyang diketahui bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan hasil karya mereka tersebut selanjutnya mendorong pertumbuhan industri-industri propagasi tanaman secara in vitro di Amerika Serikat.
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Pengertian kultur jaringan Kultur jaringan adalah sutau metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya secara aseptis (suci hama) didalam atau diatas suatu medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Prinsip kultur jaringan terdapat pada teori sel yang dikemukakan oleh dua orang ahli Biologi dari Jerman, Schleiden
da
T.
Schwann.
Secara
implisit
teori
tersebut menyatakan bahwa sel tumbuhan bersifat autonom dan mempunyai totipotensi. Sel bersifat autonom artinya dapat mengatur rumah tangganya sendiri, disini yang dimaksud adalah dapat melakukan metabolisme, tumbuh dan berkembang secara independen, jika diisolasi dari jaringan induknya. Totipotensi diartikan sebagai kemampuan dari sel tumbuhan (balk sel somatik/ vegetatif maupun sel gametik) untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Disamping kultur jaringan, kita juga mengenal istilah kultur in vitro tanaman. Istilah ini muncul karena sel, kelompok sel atau organ tanaman tersebut tumbuh, berkembang dan beregenerasi secara aseptis pada medium didalam wadah gelas (tabung) yang transparan. Istilah eksplan digunakan untuk menyebutkan bagian kecil dari tanaman (sel, jaringan atau organ) yang digunakan untuk memulai suatu kultur. Eksplan yang digunakan didalam kultur jaringan harus yang masih muda (primordia). Sel-selnya masih bersifat meristematis dan sudah mengalami proses diferensiasi. Sel-sel mesofil dan stomata pada daun, kambium, korteks dsb adalah bentuk-bentuk sel yang sudah mengalami diferensiasi. Pada primordia daun misalnya, sel-sel yang sudah mengalami diferensiasi tersebut hanya perlu membelah satu atau dua kali juga sudah diprogram untuk menghasilkan sel yang sama misalnya, sel-sel mesofil hanya akan membelah dan menghasilkan sel mesofil juga. Dengan cara mengisolasi dari tanaman induknya, sel-sel pada eksplan yang tadinya dorman, dihadapkan pada kondisi stres. Kondisi ini akan mengubah poly metabolisme, sel akan memulai siklusnya yang baru, selanjutnya akan tumbuh dan berkembang didalam kutur. Respon yang terlihat pertama kali yaitu terbentuknya jaringan penutup luka, sel-selnya terus membelah, jika pembelahannya tidak terkendali akan membentuk masa sel yang tidak terorganisir atau disebut kalus Pembelahan
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
sel-sel yang tidak terkendali disebabkan karena sel-sel tumbuhan, yang secara alamiahnya bersifat autotrof, dikondisikan menjadi heterotrof dengan cara memberikan nutrisi yang cukup kompleks didalam media kultur. Sel-sel kalus ini berbeda dengan sel-sel
eksplannya,
sel-sel
menjadi
tidak
terdiferensiasi,
proses
ini
disebut
dediferensiasi (kembali kekeadaan tidak terdiferensiasi). Pada proses dediferensiasi sel-sel pada eksplan, yang tadinya dalam keadaan quescent atau dorman, diinduksi untuk aktif kembali melakukan pembelahan. Inuksi dediferensiasi dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin kedalam medium kultur, auksin sintetik yang umumnya digunakan adalah 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4 D) dengan konsentrasi maksimum 2 mg/l. auksin substitusi seperti picloram (4-amino-3,5,6- trichloropyridine — 2- carboxylic acid) dan dicamba (3,6- dichloropyridine- 2- carboxylic acid) sering digunakan untuk induksi dediferensiasi tanaman berkayu. Sel-sel akan terns membelah selama masih dipelihara didalam medium induksi. Zat-zat pengatur tumbuh tersebut diatas diketahui berfungsi sebagai mutagenic agent. Sel-sel yang dipelihara terlalu lama didalam medium induksi akan mengalami mutasi, tetapi tidak kehilangan sifat totipotensinya. Laju pertumbuhan sel, jaringan atau organ tanaman didlam kultur akan menurun setelah periode waktu tertentu, umumnya segera terlihat dengan adanya gejala nekrosis pada eksplan disekitar medium. Untuk itu hams dilakukan sub-kultur yaitu pemindahan sel, jaringan atau organ kedalam medium baru. Tujuan dilakukannya subkultur adalah untuk mempertahankan laju pertumbuhan sel-sel tetap konstan dan untuk dideferensiasi kalus. Medium baru yang digunakan dapat sama yang digunakan dapat sama atau berbeda dengan medium semula. Perkembangan selanjutnya adalah terjadinya morfogenesis, yaitu proses terbentuknya organ-organ baru (de novo) yang kemudian akan tumbuh menjadi tanaman utuh. Tanaman regenerasi yang dihasilkan dengan teknik kultur jaringan disebut planlet, pembentukan planlet terjadi melalui dua proses yang berbeda, yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Untuk mengetahui lebih jelasnya baca di buku Plant Cell Tissue And Organ Culture (Gamborg, 1992). Morfogenesis in vitro dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung terjadi tanpa melalui tahapan kalus terlebih dahulu. Sel-sel diinduksi langsung menjadi embriogenik, hal ini dapat dikerjakan dengan menanam eksplan pada medium dengan kombinasi zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan sitokinin secara simultan. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa perlakuan heat shock pada daaun chicorium hybrid 474, dapat menginduksi sel-sel dawn menjadi
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
embriogenik dilakukan dengan memberikan stres. Stres dapat diberikan secara fisik berupa cold shock atau heat shock, dapat juga secara khemis yaitu dengan mengkulturkan pada medium Starvation (medium minimal yang hanya terdiri dari garam-garam makro dan mannitol) atau dengan memberikan stres osmotik. Sel-sel yang sudah terinduksi menjadi embriogenik adalah identik dengna zygot, sehingga dapat melanjutkan pertumbuhannya menjadi embrio yang selanjutnya tanamna utuh. Morfogenesis secara tidak langsung umumnya melalui tahapan kalus terlebih dahulu. Kalus yang lunak jika ditransfer kedalam medium cair akan membentuk suspensi sel yang aktif tumbuh. Kultur sel adalah kultur dengan menggunakan sel sebagai eksplan, eksplan berasal dari sel-sel yang sudah mengalami dediferensiasi (kalus). Kalus yang digunakan sebagai eksplan pada kultur sel disebut inokulum. Kultur sel dipelihara didalam medium cair yang diinkubasi dengan atau tanpa penggojokan. Jika proses induksi dediferensiasinya benar, maka gen-gen yang bertanggung jawab terhadap totipotensi akan berfungsi, pembelahan sel-selnya menjadi terkendali, membentuk sel-sel yang terorganisir (embryo). Embrio yang terbentuk adalah dari sel-sel somatik atu gametik dan bukan dari zygot. Embrio demikian disebut embrio adventif prosesnya disebut embriogenesis somatik. Embrio selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh melalui proses yang identik dengan proses embryogenesis zygotik. Medium Kultur Jaringan Media kultur yang memenuhi syarat adalah media yang mengandung nutien makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu, serta sumber tenaga (umumnya digunakan sukrosa). Seringkali juga mengandung satu atau dua macam vitamin dan zat perangsang pertumbuhan. Kadang-kadang diperlukan penambahan zat lain seperti yeast, ekstrak malt atau cairan tanaman sebagai sumber zat perangsang pertumbuhan lain yang belum diketahui. Serta ditambahkan satu atau lebih hormon tanaman untuk merangsang terjadinya pertumbuhan dan atau pengaturan jenis pertumbuhan. Akhirnya, perlu ditambah agar atau mated penyangga lain sehingga dapat terjadi kontak antara jaringan tanaman dengan media dan juga dengan udara. Salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kerja kultur jaringan adalah pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang benar pada medium kultur. Medium yang dipergunakan pada kultur in vitro tumbuhan ada bermacammacam. Pemilihan medium tergantung pada jenis tanaman yang digunakan, selera, tujuan
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
serta perhitungan masing-masing peneliti. Isi dan komposisi dari medium kultur dirancang secar khusus untuk tujuan yang berbeda. Medium MS, singkatan dari nama penemunya, Murashige dan Skoog atau LS singkatan dari Linsmaier dan Skoog merupakan medium yang sangat banyak digunakan untuk kultur kalus dan regenerasi berbagai tanaman, medium ini mengandung garam-garam mineral dengan konsentrasi tinggi dan senyawa N dalam bentuk ammonium dan nitrat, Medium B5 (Gamborg) banyak digunakan untuk kultur suspensi sel tanamn leguminosa, Nitsch 7 Nitsch, N6 (Chu) banyak digunakan untuk serealia dan tanaman lain, medium WPM (Lloyd dan McCown) untuk kultur jaringan tanamn berkayu, Vacin dan went (VW) dan Knudson C banyak digunakan untuk anggrek, medium Kao dan Michayluk digunakan untuk kultur protoplas crucifers„ Gramineae dan Leguminosae. Pada dasamya tidak ada satu macam medium kultur yang dapat memberikan pertumbuhan optimal untuk semua sel, penggantian medium atau salah satu komponen medium seringkali diperlukan untuk merespon setiap tipe pertumbuhan dari satu macam eksplan. Studi literatur sangat diperlukan untuk merespon setiap type pertumbuhan dari satu macam eksplan. Studi literatur sangat diperlukan untuk mengembangkan atau memodifikasi medium kultur, modifikasi dari medium kultur yang telah ada umumnya didasarkan pada trial dan error. Pada prinsipnya medium diberikan kepada sel-sel tranaman in vitro dengan maksud memberikan nutrisi sesuai dengan kebutuhan sel-sel tanaman tersebut secara alami sebagai tanaman utuh yang tumbuh dialam. Tumbuhan dialam bebas bersifat autotrof, memerlukan nutrient sederhana yang terdapat didalam tanah berupa garamgaram mineral dan air untuk meneruskan siklus hidupnya, Hal ini dapat dipahami karena sebagaian terbesar tubuh tumbuhan tersusun atas unsur-unsur penyusun zat organik tersebut. Pada kultur in vitro tumbuhan, untuk keperluan hidupnya, sel-sel pada eksplan jugs memerlukan nutrien yang komposisinya jauh lebih komplek karena eksplan sedikit banyak telah kehilangan sifat autotrofnya. Komponen dasar dari medium kultur dapat bermacam-macam, secara umum medium kultur jaringan harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut 1. Garam-garam anorganik a. Unsur makro: C,H2O,N,S,P,K,Ca dan Mg b. Unsur mikro: Cl, B, Mo, Zn, Cu, Fe dan Co 2. Zat -zat organik a. Gula b.
Myo-inositol c. Vitamin
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
d. Asam-asam amino e.
Zat pengatur tumbuh
3. Substansi organik komplek a. Air kelapa b. ekstrak buah-buahan c. ekstrak yeast d. pepton e. tripton f. hydrolisat kasein, dll 4. Bahan pemadat a. Agar-agar b. Gekite c. Phytagel d. Sea Plague Agarose, dll 5. pH 6. Bahan tambahan lain misalnya arang aktif Kebutuhan zat-zat anorganik Unsur makro Air merupakan zat terbanyak pada tubuh tumbuhan, oleh karena itu air juga merupakan bagian terbesar didalam medium kultur. Air selain sebagai bahan untuk membentuk material tubuh, juga sebagai medium untuk reaksi-reaksi kimia dan fisika. Air juga berguna untuk transport dan distribusi zat-zat yang terlarut didalamnya. Pada medium kultur jaringan digunakan air murni yang sudah mengalami demineralidsasi, deionisasi san didestilasi dengan gelas dua kali. Kebutuhan garam-garam mineral didalam jaringan kurang lebih sama dengan tanaman utuh. Garam-garam mineral merupakan gabungan unsur-unsur esensial makro dan mikro. Konsentrasi optimum dari tiap-tiap komponen untuk mencapai kecepatan pertumbuhan yang maksimal sangat bervariasi. Menurut gamborg dan Shylluk (1981) biasanya berkisar antara 25-60 mM. Unsur makro dibutuhkan dalam jumlah cukup besar, pada umumnya diberikan dalam bentuk persenyawaan. Gearge dan Sherrington (1984) menyebutkan beberapa persenyawaan makronutrien yang umum digunakan pada medium kultur jaringan,
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
antara lain: KNO3, NH4NO3, Ca(NO3)4H2O, NaNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, KCI, KH2PO4, NH4H2PO4.2H2O, Na2SO4, (NH4)2SO4, NH4Cl, K2SO4. Untuk lebih jelasnya baca dibuku Plant Cell Tissue And Organ Culture (Gamborg, 1992). Unsur Mikro Unsur hara mikro adalah unsur yang diperlukan dalam jumlah sedikit. Fungsinya belum diketyahui secara pasti, tetapi tidak adanya zat-zat ini dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan. Air dan bahan kimia yang tingkat kemurniaanya rendah sering kali terkontaminasi oleh unsur hara mikro. Bentuk persenyawaan hara mikro yang umum digunakan pada beberapa medium kultur menurut George Sheringtonm (1984) adalah MnSO4. 4H2O, ZnSO4, 7H2O, H3BO3, KI, CuSO4.5H2O, NaMoO4.2H2O, CoCl2.6H2O, FeCl3.6H2O, FeIII sitrate, FeSO4.7H2O, NaFe EDTA, Na2EDTA. 2 H2O, FeSO4)3, FeIII tartrate Untuk lebih jelasnya baca dibuku Plant Cell Tissue And Organ Culture (Gamborg, 1992). Kebutuhan Zat-zat organik Zat organik adalah persenyawaan yang mengandung karbon, ditambahkan pada medium kultur jaringan berupa gula, myo-inositol, vitamin, asam-asam amino dan zat pengatur tumbuh. Zat-zat organik tersebut biasanya tidak diberikan pada tanaman karena tanaman dapat mensintesis sendiri, tetapi pada kultur in vitro, karena eksplan yang digunakan umumnya berukuran sangat kecil dan tidak mampu mensintesis sendiri semua zat-zat organik tersebut, maka zat-zat organik harus ditambahkan pada medium. Gula Tumbuhan dialam bebas mencukupi kebutuhan gula dengan mengasimilasi CO2 pada proses fotosintesa, dengan pertolongan klorofil dan sinar matahari. Dijadikan glukosa kemudian dijadikan pati, selulosa dan persenyawaan-persenyawaan lain. Pada kultur in vitro sel dan jaringan tumbuhan belum sempurna dalam melakukan asimilasi fotoautotrof, sehingga diperlukan gula sebagai sumber karbon dan energinya. Selain sebagai sumber energi bagi sel dan jaringan, gula juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan tekanan osmotik potensial didalam medium. Gula pada umumnya diberikan pada medium kultur berupa sukrosa atau komponenkomponennya seperti monosakarida, glukosa dan fruktosa.
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Myo-inositol Myo-inositol ditambahkan pada medium untuk membantu diferensiasi dan pertumbuhan jaringan. Myo-inositol ikut serta dalam beberapa reaksi metabolik penting yang berhubungan dengan pembelahan sel. Merupakan perantara pada perubahan glukosa mnenjadi asam galakturonat dan penyusun dinding sel. Vitamin Vitamin
ditambahkan
pada
medium
untuk
mempercepat
pertumbuhan,
dfiferensiasi kalus. Vitamin berfungsi sebagai kofaktor dari reaksi-reaksi enzimatis penting. Vitamin juga berrfungsi protektif. Seperti halnya zat pengatur tumbuh, vitamin juga mempengaruhi (menstimulasi) inisiasi, pertumbuhan dan perkembangan akar. Asam-asam amino Asam-asam amino merupakan sumber N organik, penyusun protein dan asam nukleat, lebih cepat diambil sel dan jaringan tanaman daripada N oanorganoik didalam medium kultur jaringan. Adapun asam amino yang umum ditambahkan pada medium adalah glutamine, glysine, L-cyteine, L-arginine, L-aspartic acid, Lmethionine. Zat Pengatur tumbuh Selain nutrisi, zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan perkembangan dan diferensiasi. Zat pengatur tumbuh aktif pada konsentrasi rendah dan diproduksi didalam tuibuh tanaman itu sendiri (endogen). Untuk keperluan kultur jaringan telah dibuat zat pengatur tumbuh sintetik, tanpa zat pengatur tumbuh pertumbuhan eksplan akan terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali. Zat pengatur tumbuh dikelompokkan dalam beberapa grup. Auksin, sitokinin, giberelin, absicid acid dan ethylene. Substansi Organik komplek Substansi organik komplek biasanya belum dikenal benar isi komposisinya, termasuk didalamnya pepton, tripton, hydrolisat casein, yeast ekstrak, malt ekstrak dan bermacam-macam dari tanaman misalnya, air kelapa, endosperm jagung, ekstrak pisang, tomat, kentang, jeruk, nanas dll. Substansi-substansi komplek ini jika digunakan terlalu tinggi dapat merugikan pertumbuhan sel, disarankan untuk
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
melakukan pengujian dahulu dengan interval 1 — 5 g/l, untuk menetapkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan. Jumlah air kelapa yang biasanya ditambahkan pada medium adalah 2 — 15 % v/v. substansi organik kompleks ini kelemahannya tidak konsisten kadarnya dan tidak diketahui dengan pasti komposisinya. PH medium pH merupakan simbol dad derajat keasaman atau kebasaan dari larutan yang ditunjukkan denagn konsentrasi ion hidrogen. PH tertentu diperlukan untuk pertumbuhan jaringan tanaman agar tidak mengganggu fungsi membran set dan sitoplasma.pH yang diperlukan dalam medium kultur berkisar antara 4,6- 4,8. Bahan pemadati gelling agent Gelling agent digunakan untuk memadatkan medium, bahan pemadat yang sering digunakan pada medium adalah agar-agar (7-10 g/l), bahan pemadat lain jarang digunakan adalah gelrite, agarose. Beberapa macam medium dasar Ada beberapa macam medium dasar, pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya. Beberapa diantaranya adalah: 1. Medium Murashige dan Skoog (MS) (1962), medium yang paling populer digunakan untuk hampir semua tanaman, herbaceus. Medium ini paling banyak digunakan untuk kultur kalus dan tunas, mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang tingggi, dan senyawa N dalam bentuk ammonium dan nitrat. 2. Medium Gamborg (B5) (1968), digunakan untuk kultur suspensi sel kedele, alfafa dan legume lain. 3. Medium White (W 63) (1963) merupakan mediumdasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah, digunakan untuk kultur akar. 4. Medium Vacint dan Went (VW) (1949) digunakan untuk kultur anggrek 5. Medium Nitsch dan Nitsch, digunakan untuk kultur mikrospora dan kultur sel pada tembakau. 6. Medium N6, Chu (1978) digunakan untuk kultur jaringan serealia terutama padi 7. Medium WPM (Lloyd dan McCown) (1980) untuk tanaman berkayu 8. Medium Kao dan Michayluck (1975) digunakan untuk kultur protoplas graminea dan leguminosea Kultur Kalus dan Suspensi Sel
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Kultur Kalus Kalus telah berhasil diinduksi dari bermacam-macam eksplan, yang perlu diingat pada pemilihan eksplan adalah hams mengandung sel-sel yang aktif membelah. Semua bagian tanaman yang masih muda (kecambah) sangat responsif untuk induksi kalus. Bagian-bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon, koleoptil, umbi akar wortel mengandung kambium dan batang muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi menghasilkan kalus. Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan sari bagian-bagian semai (seedling) yang dikecambahkan secara invitro. Jaringan yang mengandung parenkim tidak hijau, seperti parenkim empulur, mempunyai respon yang lebih baik dibandingkan sel-sel daun yang mengandung kloroplas. Ukuran eksplan juga penting untuk diperhatikan. Idealnya ukuran eksplan yang dikehendaki adalah yang kecil tetapi tetap mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membelah, hal ini dimaksudkan agar diperoleh sel-sel yang relatif homogen. Inisiasi pembentukan kalus dimulai dari hasil pembelahan sel yang term menerus pada jaringan induk yang tidak perlu hams berhubungan langsung denagn medium kultur, pertumbuhan yang tercepat terjadi didaerah perifer. Hal ini disebabkan karen apada daerah tersebut ketersediaan Kara dan oksigennya lebih baik. Pertumbuhan kalus merupakan hasil interaksi yang sangat komplek antara eksplan, komposisi medium dan kondisi lingkungan selaam periode inkubasi. Sel-sel memperlihatkan peningkatan aktivitas sitoplasmik yang ditandai dengan meningkatnya respirasi dan jaringan kembali kekeadaan meristematik (dediferensiasi). Selama pertumbuhannya kalus dapat mengalami lignifikasi yang cukup kuat hingga menyebabkan kalus bertekstur keras, kompak, ada juga yang friabel dan lunak sehingga mudah terpecahpecah menjadi serpihan-serpihan kecil. Kalus dapat berwarna kekuningan, putih, hijau atau terpigmentasi oleh antosianin. Pigmentasi dapat seragam pada keseluruhan kalus atau sebagian daerah tidak terpigmentasi. Sel-sel pembentuk antosianin dan non antosianin telah berhasil diisoliasi dari kalus wortel. Induksi kalus dan pertumbuhan kalus yang terus berlangsung (dengan melakukan sub kultur), memerlukan garam-garam mineral pada medium, selain itu juga memerlukan zat pengatur tumbuh: 1. auksin (pada kebanyakan monokotil) 2. sitokinin (misalnya pada gymnospermae) 3. auksin dan sitokinin (pada kebanyakan dikotil dan beberapa spesies monokotil) 4. Tidak memerlukan zat pengatur tumbuh
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Zat pengatur tumbuh yang umum dan efektif digunakan untuk induksi kalus (dediferensiasi) adalah 2,4- D, dicamba atau picloram Kalus dari eksplan yang berasal dari satu macam tipe sel akan mengandung selsel yang seragam pula, misalnya sel-sel parenkim floem dari wortel. Eksplan batang, akar dan daun sel-sel penyusunnya sangat heterogen, kalus yang terbentuk dari eksplan tersebut sel-selnya juga sangat heterogen dan terdiri dari bermacam-macam tipe sel misalnya sel-sel meristematik (ditengah), sel-sel yang parenchymatous, sel-sel yang mengandung vakuola, sel-sel raksasa, sel-sel seperti tracheid dsb. Heterogenitas ini mencerminkan asal dari eksplannya. Sel-sel yang heterogen dari jaringan yang kompleks menunjukkan pertumbuhan yang berbeda. Masa kultur yang terlalu lama menyebabkan adanya perubahan terhadap kebutuhan zat pengatur tumbuh eksogen, ketidak tergantungan sel-sel untuk tents membelah tanpa adanya zat pengatur tumbuh eksogen disebut habituasi. Sel-sel dapat mengalami habituasi terhadap auksin maupun sitokinin. Masa kultur yang terlalu lama juga dapat menyebabkan adanya heterogenitas karyologis, yang dicerminkan dengan adanya perubahan dari siklus sel dan ketidak teraturan pembelahan mitosis selama masa kultur. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa: 1. Poliploidi meningkat secara progresif sejalan dengan lamanya kultur kalus, zat pengatur tumbuh 2,4 —D dapat meningkatkan frekuensi poliploidi 2. Aneuploidi yang kerapkali berkaitan dengan fragmentasi inti dan abnormalitas dari mitotic spindle 3. Perubahan structural pada kromosom, misalnya disentrik, fragmen aksentrik, ring kromosom dsb. 4. Transposisi urutan DNA 5. Amplifikasi gen, jumlah gen untuk sifat tertentu per genom haploid bertambah 6. Delesi, hilangnya satu gen. Setelah periode waktu tertentu, biasanya 2 minggu sampai 3 bulan, pertumbuhan kalus akan menurun, kalus akan menunjukkan gejala-gejala penuaan seperti nekrosis atau menjadi coklat dan akhirnya mengering. Hal tersebut sebagai akibat dari beberapa faktor berikut: 1. Kandungan nutrisi media menyusut 2. Penguapan evaporasi yang mengakibatkan agar-agar semakin mengeras sehingga menghambat difusi nutrient dan meningkatkan konsentrasi dari beberapa komponen medium
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
3. Sel-sel pada kalus juga mengeluarkan persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat karena terakumulasinya sejumlah senyawa toksik pada medium disekitar eksplan. 4. Sel-sel yang terdapat ditengah-tengah massa set mengalami kekurangan oksigen. Prosedur untuk mempelajari teknik dasar induklsi kalus dicontohkan pada umbi akar wortel, tahapannya adalah sebagai berikut: Bahan dan alat: 1. Umbi akar wortel yang segar dan sehat 2. Medium MS padat denagn zat pengatur tumbuh 2,4- D 1 mg.l 3. Petridish steril dengan kertas saring 4. Alkohol 70% 5. Akuades steril 6. Detergent 7. Clorox, sunclin 8. Sikat gigi 9. Skalpel, pisau, pinset 10. Erlenmeyer 250m1, beakerglas 250 ml 11. Sprayer Cara kerja 1. Persiapan eksplan Umbi akar wortel dicuci bersih dengan cars disikat permukaannya dengan menggunakan sikat gigi dan detergent. Umbi kemudian dipotong melintang pada bagian tengah setebal kira-kira 1 cm. Masukkan segera 5-8 potong umbi kedalam bekerglass kemudian segera bawa ke laminar airflow. 2. Sterilisasi eksplan a.
Bersihkan permukaan meja kerja dengan menyemprotkan alkohol 70% dan melapnya dengan kertas tisu, sterilisasi eksplan dilakukan dengan clorox 10%. Masukkan potongan-potongan umbi kedalam beker glass steril, tuangkan 100 ml clorox kedalam beker glass yang berisi potongan eksplan, biarkan kira-kira 10 menit sesekali beker glass digoyang-goyang.
b.
Dengan pipet steril, pindahkan potongan-potongan eksplan dari larutan clorox kedalam beker glass kosong yang steril. Bilaslah dengan akuades steril dua kali masing-masing selama 10 menit.
3.
Pemotongan eksplan
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
a. Pindahkan potongan umbi kedalam petridish yang berisi kertas saring steril, dengan menggunakan skapel yang tajam, potongan umbi ditipiskan ukurannya menjadi setebal kira-kira 0,5 cm. b. Buatlah
potongan
umbi
menjadi
kubus
dengan
ukuran
kira-kira
0,2 x 0,5 cm. 4.
Penanaman dan inkubasi
a. Dengan pinset steril, masukkan 3 potong eksplan untuk tiap botol kultur yang berisi medium MS + 2,4 —D 1 mg/1 b. Botol kultur yang telah berisi eksplan segera ditutup, beri label yang menunjukkan: Jenis tanaman, medium yang digunakan dan tanggal penanaman c. Bawa segera keruang inkubator, inkubasi pada suhu 25 °C ditempat terang 5.
Pengamatan
a. Amati awal terbentuknya kalus, dari bagian mana kalus terbentuk b. Lakukan subkultur pada minggu ke-3 c. Amati tekstur, struktur dam warna kalus d.
Ukurlah berat basah dan berat kering kalus.
Kultur Suspensi Sel Kalus yang friabel dan lunak jika ditransfer kedalam medium cair dan diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu, sel-sel akan terpisah dari kalus dan mulai membelah, terdispersi didalam medium cair membentuk suspensi sel yang aktif tumbuh. Populasi sel-sel didalam kultur suspensi sel terdiri dari sel-sel tunggal yang bentuknya bermacam-macam, agregat-agregat (kumpulan) sel beragam ukurannya, bagian eksplan (inokulum) yang tersisa dan sel-sel mati, yang kesemuanya terdispersi didalam medium cair. Medium cair yang digunakan komposisinya sama denagn medium untuk induksi kalus, hanya pada kultur suspensi sel tidak menggunakan
agar-agar.
Keuntungan
dari
digunakannya
medium
diinkubasikan dengan penggojokan pada kultur suspensi sel adalah:
4.
1.
tidak terjadi gradient nutrisi dan gas
2.
semua permukaan sel dapat kontak denagn medium
3.
aerasi yang lebih baik
tidak terjadi akumulasi senyawa-senyawa toksik
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
cair
yang
Kultur suspensi sel akan tumbuh denagn sangat cepat, untuk itu harus dilakukan subkultur denagncara mengenapkan sel-sel pada dasar botol kultur, kemudian dengan hati-hati medium yang ada diatasnya dituang. Endapan sel-sel kemudian dibagi menjadi
dua
bagian,
masing-masing
digunakan
sebagai
inokulum
denagn
memasukkan kedalam medium baru yang komposisi dan volumenya sama dengan medium lama. Biasanya subkultur dilakukan secara teratur setiap satu atau dua minggu sekali yaitu ketika sel mempertahankan kultur tetap pada fase pertumbuhan logaritmik. Pada saat inokulasi, sel-sel pada medium kultur berada dalam tahap persiapan untuk membelah, sel-sel berada pada lag fase. Sel-sel kemudian mengalami fase pertumbuhan eksponensial yang pendek, ditandai dengan laju pembelahan yang maksimal. Kemudian diikuti dengan fase pertumbuhan linear, pembelahan sel melambat tetapi laju ekspansi/ pembentangan sel meningkat. Pembelahan dan pembentangan sel menurun selama fase progressive deceleration. Akhirnya sel-sel masuk ke fase stationary. Selama fase stationary jumlah sel pada kultur kurang lebih konstan karena sel-sel tidak membelah lagi. Siklus ini dapat diulang bilamana pada awal fase stationary sel-selnya disubkultur pada medium segar. Yang perlu diperhatikan pada proses pemeliharaan kultur suspensi sel adalah menyeleksi tipe-tipe sel yang tumbuh dan membelah pada medium cair. Laju pertumbuhan sel yang sangat cepat dapat diseleksi dengan sering melakukan subkultur dengan hanya menggunakan sel-sel tunggal atau agregat-agregat kecil sebagi inokulum. Kultur suspensi sel memungkinkan dilakukannya seleksi sel dan membuat klon dari sebuah sel denga teknik sel plating. Sel disuspensikan didalam medium cair dengan kerapatan dua kali lipat kerapatan akhir yang dibutuhkan untuk sel plating Pembuatan kultur suspensi sel dan sel plating dilaksanakan dengan prosedur: 1. Kalus wortel yang dibuat seperti pada kultur kalus 2. Siapkan medium cair MS dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg/1 didalam erlenmeyer 100 ml. Tiap erlenmeyer berisi 50 ml medium cair. 3. Siapkan medium MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg/I didalam petridish 4. Pilihlah kalus yang lunak dan berwarna putih cerah, timbang secara aseptis sebanyak 1-1,5) gram, masukkan kalus kedalam erlenmeyer yang berisi medium MS cair, tutup yang rapat dan diberi label.
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
5. Letakkan erlenmeyer yang sudah berisi kalus pada penggojok (shaker) atur kecepatan 120 rpm, inkubasi dilakukan pada suhu 25°C pada kondisi gelap. 6. Setelah 2-3 minggu akan terbentuk suspensi sel, lakukan subkultur didalam laminar airflow cabinet, dengan menyaring suspensi sel menggunakan nilon filter porositas 80 um. Bagilah filtratnya menjadi dua bagian, biarkan selama 3050 menit, supaya sel-sel mengendap, buanglah medium lama dengan cars menuang, tambahkan medium baru sebanyak 100 ml, kembalikan salah satu erlenmeyer yang berisi sel-sel dengan medium baru diatas shaker. 7. Pindahkan sisa filtrate kedalam tabung sentrifugasi, endapkan dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit, buanglah supernatan. 8. Resuspensikan pellet dengan 1 ml medium cair baru, taburkan diatas petridish yang tealah berisi medium cair baru, taburkan diatas petridish yang telah berisi medium MS padat, ratakan dengan menggoyang petridish pelan-pelan, tutuplah petridish dan segel dengan Para film, beri label dan tempatkan kultur didalam inkubator 25°C pada kondisi gelap. Latihan soal-soal 1. Apa yang disebut dengan kultur jaringan? 2. Jelaskan mengapa sel tumbuhan bersifat totipoten! 3. Sebutkan dan jelaskan dengan singakt 5 komponen dasar dari medium kultur! 4. Apa yang disebut kalus, jelaskan proses terbentuknya kalus 5. Jelaskan eksplan yang baik digunakan untuk induksi kalus 6. Jelaskan apa yang terjadi pada kalus yang dipelihara untuk masa yang panjang! Petunjuk jawaban latihan soal-soal 1.
Ingat definisi kultur jaringan
2.
Coba bayangkan perkembangan zygot sampai menjadi tanaman utuh,
ingat adanya hubungan sitoplasmatik pada tanaman dewasa 3.
Ingat komponen dasar medium kultur jaringan 4.
Ingat proses pembentukan kalus
5.
Ingat jaringan yang meristematik
6.
Ingat adanya habituasi, heterogenitas dan perubahan-perubahan
karyologis yang terjadi
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Ringkasan Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dengan mengisolasi sel, jaringan dan organ dari tanaman induknya, kemudian menumbuhkannya pada medium kultur, akan mengakibatkan bagian-bagiaan tanaman tersebut mengalami stres. Kondisi stres tambahan
seperti
cildshock,
heat
shock,
starvation.
Osmotik
dan
hormon
menyebabkan dibebaskannya gen-gen yang bertanggungjawab terhadap totipotensi. Komposisi formulasi dari sutau media, harus mengandung nutrien esensial makro dan mikro serta somber tenaga. Zat-zat tersebut bisa dicampur sendiri dari bahan dasarnya, atau diperoleh sudah dalam bentuk campuran. Biasanya ditambah zat pengatur tumbuh, seperti hormon-hormon dan zat penyangga seperi agar. Teknik kultur jaringan dimulai dengan mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, jaringan, organ) kemudian menumbuhkannya secara aseptis diatas atau didalam suatu medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri, dalam 1 — 2 bulan. Tergantung dari jenis tumbuhannya, akan terbentuk kalus. Kalus biasanya terjadi pada eksplan ditempay irisan, karena jaringan kalus ini merupakan jaringan yang bertujuan menutupi luka. Kultur kalus bertujuan untuk mendapatkan kalus dari eksplan yang ditumbuhkan diatas medium kultur secara terus menerus. Kalus mengandung sel-sel yang lebih homogen dibandingkan dengan sel-sel yang terdapat pada eksplan, namun demikian sel-sel pada kalus tidaklah seragam. Kalus mengandung sel-sel yang mempunyai tingkat perkembangan yang berbedabeda (asynchromous) hal ini disebabkan karena kalus dikulturkan pada medium padat, sehingga hanya bagian dasar dari kalus saja yang kontak dengan medium kultur, akses terhadap nutrien menjadi berbeda. Sinkronisasi dapat dilakukan dengan mengkulturkan kalus yang Mabel kedalam medium cair yang diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu terbentuk suspensi sel yang aktif. Kultur suspensi sel merupakan sistem yang ideal untuk mempelajari metabolisme sel, pengaruh berbagai persenyawaan pada sel dan mempelajari diferensiasi sel. Dari segi praktis kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai cumber protoplas untuk
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
difusikan atau manipulasi genetik, untuk membuat single cell clone, untuk produksi embryo somatik, set-set pada kultur suspensi sel juga dapat diperlakukan sebagai pabrik untuk memproduksi metabolit sekunder.
Tes Formatif 1.
Prinsip kultur jaringan didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel tumbuhan mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tannaman lengkap kembali, sel demikian disebut... a. autonom b. totipoten c. autotrof d. potensi set
2.
Eksplan yang digunakan sebagai bahan tanam pada kultur jaringan disyaratkan diambil dari bagian tanaman yang masih muda, eksplan tersebut mengandung sel-sel yang bersifat meristematis artinya adalah:... a. Telah mengalami dediferensiasi b. Telah mengalami diferensoiasi c. Aktif membelah d. Kalus
3.
Proses perkembangan sel-sel pada eksplan menjadi planlet didalam kultur jaringan diawali dengan proses: a. Morfogenesis b. Organogenesis c. Embriogenesis d.
4.
Dedifgerensiasi
lnduksi dediferensiasi pada kultur jaringan dapat dilakukan denagn sires, setelah sel-sel mengalami dediferensiasi, pertumbuhannya menjadi tidak terkendali, hal ini disebabkan karena: a. sel-selnya membentuk kalus b. Sel-selnya bersifat embriogenik c. Pengaruh medium kultur d. Sel bersifat totipoten
5.
Proses reinisiasi dari pembelahan sel pada kultur jaringan disebut:
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
a. Diferensiasi b. dediferensiasi c. siklus sel d.
morfogenesis
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini! 1.
Apa yang disebut kalus, jelaskan proses pembnetukannya?
2.
Jelaskan proses morfogenesis in vitro!
3.
Apa yang disebut embrio adventip, jelaskan proses pembentukannya!
4.
Apa keunggulan medium Murashige Skoog (MS)?
5.
Jelaskan apa kelemahan digunakan medium agar!
6.
Jelaskan peranan auksin dan sitokinin pada proses diferensiasi in vitro!
7.
Jelaskan mengapa pada kultur kalus perlu dilakukan subkultur!
8.
Jelaskan apa keuntungan digunakannya medium cair dibandingkan dengan medium padat!
9.
Jelaskan kurva pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel!
10. Kapan sebaiknya dilakukan subkultur pada kultur suspensi sel, mengapa? 11. Jelaskan apa manfaat kultur suspensi sel! Kunci jawaban Tes Formatif: 1. b, 2. c. 3. d 4. c 5.b Petunjuk jawaban latihan soal-soal 1.
Ingat definisi kalus dan peran medium kultur
2.
Ingat bagaimana perkembangan eksplan sampai menjadi tanaman utuh
3.
Ingat definisi embrio adventip dan proses morfogenesis in vitro
4.
Ingat keunggulan medium MS
5.
Ingat kelemahan medium agar
6.
Ingat peran auksin dan sitokinin
7.
Ingat pertumbuhan kalus
8.
Ingat keunggulan penggunaan medium cair
9.
Ingat fase-fase pertumbuhan sel pada kultur sel
10. Ingat tipe pertumbuhan sel pada setiap face 11. Ingat manfaat kultur sel
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Petunjuk penilaian dan Umpan Balik Apabila mahasiswa dapat menjawab kurang dari 50%, berarti belum menguasai materi yang disampaikan, apabila sudah dapat mengerjakan 75 % berarti sudah dapat menguasai materi sub pokok bahasan 4. Tindak lanjut Apabila belum menguasai ulangi mempelajari pokok bahasan 4, apabila sudah dapat menguasai dapat dilanjutkan pokok bahasan selanjutnya sesuia dengan urutan bahan ajar. Daftar Pustaka 1. Gamborg, O.L and G.C. Philips, 1992 Plant Cell, Tissue and Organ Culture. Fundamental Methods, Springer Verlag Berlin, Heidelberg. New York. 2.
Dodds, H.J and L.W. Roberts, 1983. Experiments in Plant tissue Culture, cambridge University Press, Cambridge.
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA