PEMODELAN SISTEM Sistem nyata pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan adalah sangat kompleks. Agar lebih efektif dan efisien dalam melakukan kajian, maka dilakukan pemodelan sistem. Model klaster industri rumput laut yang berkelanjutan dirancang berdasarkan tujuan dan karakteristik sistem klaster industri rumput laut yang telah diuraikan pada bagian analisis sistem. Tujuan pengembangan model adalah untuk menghasilkan model klaster industri rumput laut yang berkelanjutan, baik berkelanjutan pada aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Model klaster industri rumput laut dirancang menjadi tiga sub model utama, yaitu diagnosis kelayakan pengembangan, operasi pengembangan, serta prediksi kinerja pengembangan. Rancangan model klaster industri rumput laut yang berkelanjutan secara makro dapat dilihat pada Gambar 19. Pada gambar dapat dilihat variabel-variabel yang terlibat didalam sistem klaster dan keterkaitannya dengan variabel-variabel yang lain.
Model klaster dimulai dengan mendiagnosis prasyarat kelayakan
pengembangan klaster sebagai basis kapabilitas sumberdaya klaster. Hasil diagnosis merupakan input pada operasi pengembangan klaster. Operasi pengembangan klaster mencakup penetapan harga produk, penentuan kapasitas, penanganan limbah, dan pengembangan kelembagaan klaster. Penetapan harga produk merupakan upaya dalam rangka menstabilkan harga rumput laut di tingkat klaster.
Harga rumput laut di tingkat klaster dipengaruhi oleh kualitas.
Kualitas rumput laut yang baik akan mendorong peningkatan harga yang kompetitif. Penetapan harga rumput laut mempunyai pengaruh besar dalam menentukan pendapatan para pelaku usaha yang terlibat didalam klaster. Peningkatan pendapatan pelaku klaster akan mendorong tercapainya keberlanjutan klaster secara ekonomi. Penentuan kapasitas bertujuan untuk mendapatkan kesesuaian antara kapasitas produksi agroindustri dengan kapasitas produksi budidaya.
Jumlah
kapasitas produksi agroindustri akan menentukan jumlah pasokan bahan baku yang dipenuhi dari produksi budidaya. Jumlah produksi budidaya akan mendorong jumlah
75
76
tenaga kerja yang terlibat didalam usaha budidaya. Penyerapan jumlah tenaga kerja didalam klaster akan mendorong tercapainya keberlanjutan klaster secara sosial. Penanganan limbah bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah cair agroindustri.
Jumlah limbah ditentukan oleh
kapasitas produksi agroindustri yang telah ditetapkan.
Semakin tinggi efisiensi
pengolahan limbah agroindustri akan mendorong terwujudnya keberlanjutan klaster pada aspek lingkungan. Diagnosis Prasyarat Pengembangan Klaster
Prasyarat Ekologi
Prasyarat Ekonomi
Prasyarat Sosial
Prasyarat Kelembagaan
Layak? Tidak
Penentuan Harga Produk
Penentuan Harga Produk di Tingkat Klaster
Harga Produk ATC
Perhitungan Harga di Tingkat Pelaku Usaha Harga di tingkat pelaku usaha Perhitungan Pendapatan Pelaku Usaha
Layak? Ya
Keberlanjutan Ekonomi
Kelayakan Pengembangan Klaster
Strukturisasi Sistem Kelembagaan
Operasi Pengembangan Klaster
Struktur Kelembagaan Klaster
Penentuan Kapasitas
Penanganan Limbah
Kapasitas Produksi Budidaya
Kualitas Rumput Laut
Kapasitas Produksi Agroindustri
Pasokan Bahan Baku
Limbah Agroindustri
Pemilihan Prioritas Penanganan Limbah Agroindustri
Alternatif Penanganan Limbah
Perhitungan Kebutuhan Jumlah Rakit Budidaya Jumlah Rakit Budidaya Perhitungan Penyerapan Tenaga Kerja
Pendapatan Pelaku Usaha
Tidak
Pengembangan Kelembagaan
Ya
Tidak
Jumlah Angkatan Kerja
Perhitungan Efisiensi Pengolahan Limbah
Penyerapan Tenaga Kerja
Efisiensi Pengolahan Limbah
Layak?
Efisien?
Ya
Keberlanjutan Sosial
Tidak
Ya
Keberlanjutan Lingkungan
Gambar 19 Rancangan model makro pengembangan klaster industri rumput laut.
77
Model Diagnosis Kelayakan Pengembangan Klaster Model diagnosis kelayakan pengembangan bertujuan untuk menilai kelayakan daerah untuk mengembangkan klaster industri rumput laut. Model ini dirancang untuk mengidentifikasi kapabilitas sumberdaya suatu daerah sebagai basis dalam mengembangkan klaster industri rumput laut. Persyaratan kelayakan pengembangan klaster terdiri dari prasyarat ekologi, prasyarat ekonomi, prasyarat sosial, dan prasyarat kelembagaan. Submodel Prasyarat Ekologi Model ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesesuaian lokasi yang akan digunakan untuk budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii).
Penentuan lokasi
merupakan hal yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu usaha budidaya rumput laut. Pemilihan lokasi budidaya sangat ditentukan oleh kondisi ekologis untuk memenuhi persyaratan tumbuh rumput laut. Parameter ekologis yang perlu dipertimbangkan untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma cottonii. meliputi kondisi lingkungan fisika, kimiawi dan biologi (Deptan 1990). Metode yang digunakan untuk menganalisis kelayakan pada dimensi ekologi mengacu pada Deptan (1990) dan Amarullah (2007) dengan pendekatan heuristik. Parameter penilaian yang digunakan mencakup parameter kimia dan fisika perairan, yang selanjutnya dijabarkan kedalam 10 indikator penilaian. Matriks kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 9. Matriks kesesuaian lahan merupakan pedoman untuk menetapkan kesesuaian lahan budidaya rumput laut pada dimensi ekologi.
Masing-masing parameter
penilaian didalam matriks kesesuaian lahan mempunyai bobot tertentu sesuai dengan tingkat kepentingannya.
Semakin tinggi bobot parameter menunjukkan bahwa
parameter tersebut merupakan parameter penting dan sangat menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk perumbuhan rumput laut.
78
Tabel 9 Matriks kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut No. 1 2 3
Parameter Suhu (°C) Kedalaman air pada surut terendah (cm) Kecepatan arus (cm/det)
1
Skor 3
5
<20 atau >30
28-30
20-27
2
<30
30-60
>60
2
20-30
3
>70 (tinggi)
3
<10 atau >40
Bobot
10-20 atau 30-40 50-70 (Sedang) 6,5-<7 atau >8,5-9,5 Pasir campur lumpur
7-8,5
2
Karang, karang mati, pasir
3
4
Intensitas cahaya (%)
<50 (rendah)
5
pH
<6,5 atau >9,5
6
Dasar perairan
Lumpur
7
Salinitas (‰)
<28 atau >37
34-37
28-34
2
8
Oksigen terlarut (mg/l)
<3 atau >8
3-5
>5 - <8
2
9
Nitrat (mg/1)
<0,01 atau >1,0
0,8-1,0
0,01-0,7
3
10
Amonium (mg/1)
<0,003 atau 0,1
0,04-0,1
0,003-0,03
3
Sumber: Deptan (1990); Amarullah (2007); Ariyati et al. (2007)
Penilaian masing-masing parameter menggunakan skor dengan 3 (tiga) skala, yaitu 1, 3, dan 5 yang didasarkan pada kondisi lahan perairan budidaya yang dianalisis. Kesesuaian lahan budidaya diperoleh dengan menghitung jumlah nilai indeks parameter yang merupakan perkalian antara skor dengan bobot masingmasing paramater yang disesuaikan dengan kelas lahan yang telah ditetapkan. Kelas lahan ditentukan berdasarkan nilai indeks parameter tertinggi dan terendah yang dapat dicapai dibagi dengan jumlah kelas. Kelas kesesuaian lahan budidaya rumput laut disajikan pada Tabel 10.
Diagram alir model analisis prasyarat kelayakan
dimensi ekologi dapat dilihat pada Gambar 20. Tabel 10 Kelas kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut No.
Rentang nilai
Kelas lahan
1. 2. 3.
91,68 – 125,0 58,34 – 91,67 25,00 – 58,33
Sesuai Cukup Sesuai Tidak Sesuai
79
Mulai - Parameter ke-i (Xi) - Bobot parameter ke-j (aj) Penilaian kesesuaian lahan budidaya parameter ke-i Skor parameter ke-i
Penentuan nilai indeks parameter ke-i bobot ke-j Yij = ∑Xiaj Nilai indeks parameter ke-i bobot ke-j
Penetapan nilai indeks ke dalam kelas lahan Kesesuaian lahan budidaya
Selesai
Gambar 20 Diagram alir model prasyarat ekologi. Model matematik yang digunakan untuk menetapkan kelas kesesuaian lahan budidaya rumput laut adalah sebagai berikut: Yij = ∑ X i a j ...................................................................................................
(1)
Keterangan: Yij = jumlah nilai indeks parameter ke-i dan bobot parameter ke-j Xi = skor parameter ke-i aj = bobot parameter ke-j Submodel Prasyarat Ekonomi Submodel prasyarat ekonomi bertujuan untuk mengidentifikasi kelayakan persyaratan pengembangan klaster industri rumput laut ditinjau dari perspektif ekonomi. Indikator-indikator yang digunakan didalam model prasyarat ekonomi diperoleh dari proses eksplorasi melalui studi pustaka, studi lapang, dan diskusi dengan pakar. Eksplorasi indikator yang akurat sangat diperlukan untuk menjamin kehandalan model yang akan dihasilkan.
80
Wawancara secara mendalam dengan pakar sangat diperlukan untuk mengklarifikasi dan memverifikasi, serta sekaligus memberikan masukan tambahan indikator prasyarat ekonomi yang kemungkinan masih belum teridentifikasi. Hasil eksplorasi indikator prasyarat ekonomi disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Indikator prasyarat ekonomi No.
Indikator
Deskripsi
1
Permintaan pasar
2
Kemampuan teknologi
3
Infrastruktur ekonomi
4
Kemampuan SDM
5 6
Kegiatan ekonomi lokal Iklim investasi
7
Permodalan
8
Pertumbuhan industri/ usaha
Potensi dan peluang pasar produk inti (ATC) yang akan dihasilkan didalam klaster (kepastian calon pembeli/buyer) Ketersediaan dan kemampuan teknologi untuk menghasilkan produk sesuai spesifikasi kualitas yang diinginkan Ketersediaan infrastruktur ekonomi untuk menunjang kelancaran proses operasi klaster Ketersediaan dan kualitas SDM untuk melaksanakan program pengembangan klaster industri Kegiatan perekonomian masyarakat lokal yang kondusif bagi pengembangan klaster industri rumput laut Kondisi kebijakan yang kondusif yang mampu mendorong munculnya investasi dalam pengembangan klaster industri Tingkat kemampuan permodalan dan pembiayaan yang dibutuhkan untuk mendorong pengembangan klaster Tingkat pertumbuhan industri/usaha di daerah yang mampu mendorong tumbuh-kembang klaster industri rumput laut
Submodel Prasyarat Sosial Submodel diagnosis prasyarat sosial pada dasarnya bertujuan untuk mengidentifikasi kelayakan persyaratan pengembangan klaster industri rumput laut ditinjau dari perspektif sosial. Hasil eksplorasi indikator-indikator yang digunakan pada submodel prasyarat sosial dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Indikator prasyarat sosial No. Indikator 1 Dukungan stakeholders 2 Kondisi sosial budaya 3
Motivasi stakeholders
4
Ketersediaan tata ruang Keterlibatan masyarakat setempat
5
Deskripsi Dukungan dan komitmen pelaku klaster, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk melaksanakan program klaster Kondisi sosial budaya masyarakat setempat terkait dengan pengembangan program klaster industri Motivasi, keinginan dan ketertarikan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan program klaster Ketersediaan tata ruang yang ada di daerah secara legal terkait dengan program pengembangan klaster Peran serta masyarakat untuk ikut terlibat secara aktif dalam pelaksanaan program pengembangan klaster
81
Submodel Prasyarat Kelembagaan Submodel diagnosis prasyarat kelembagaan bertujuan untuk mengidentifikasi kelayakan persyaratan pengembangan klaster industri rumput laut ditinjau dari perspektif kelembagaan. Hasil eksplorasi indikator-indikator yang digunakan pada model prasyarat kelembagaan dalam pengembangan klaster industri rumput laut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Indikator prasyarat kelembagaan No. 1
2 3
Indikator
Deskripsi
Kelengkapan struktur Kelengkapan elemen-elemen kelembagaan yang terlibat kelembagaan dalam aktivitas pengembangan klaster di daerah, seperti industri inti/penghela, industri penunjang, industri terkait, pemasok, dan pembeli Mekanisme Mekanisme kelembagaan yang mengatur hubungankelembagaan hubungan antar pelaku klaster (rules of the game) sebagaimana disebutkan dalam poin (1) di atas Mekanisme monitoring dan evaluasi terkait dengan Mekanisme kesesuaian, efektifitas dan efisiensi antara perencanaan monitoring dan dengan pelaksanaan program, serta dalam rangka mengukur evaluasi kinerja klaster
Penilaian prasyarat ekonomi, sosial, dan kelembagaan didasarkan melalui pendapat pakar menggunakan kaidah independent preference evaluation (IPE). Skala linguistik yang digunakan untuk penilaian terdiri dari lima skala, meliputi Sangat Rendah (SR), Rendah (R), Sedang (S), Tinggi (T) dan Sangat Tinggi (ST). Proses agregasi penilaian dilakukan dengan menggunakan operator ordered weighted averaging (OWA) (Yager 1993). Diagram alir model prasyarat ekonomi, sosial, dan kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 21.
82
Mulai - Kriteria ke-k yang digunakan - Nilai bobot kriteria ke-i - Jumlah pakar ke-j - Jumlah skala penilaian ke-q Agregasi Nilai Kepentingan (Bobot) Kriteria Proses agregasi pakar: ⎡ q − 1 ⎞⎤ ⎛ Q k = Int ⎢1 + ⎜ k * ⎟ r ⎠ ⎥⎦ ⎝ ⎣
Bobot nilai agregasi pakar (Qk)
A
Proses agregasi nilai kriteria: Vi = f (Vi) = max [Qj Λ bj]
Agregasi Nilai Indeks Kriteria
- Tingkat kepentingan kriteria ke-i - Nilai indeks kriteria ke-i - Jumlah pakar ke-j - Jumlah skala penilaian ke-q Agregasi Tingkat Kepentingan dan Nilai Indeks Kriteria
Proses agregasi bobot kriteria Vi = f (Vi) = max [Qj Λ bj] Agregasi Tingkat Kepentingan Kriteria
Penentuan negasi tingkat kepentingan kriteria Neg (Wak) = Wq-k+1 Negasi tingkat kepentingan kriteria
- Kriteria ke-k yang digunakan - Nilai indeks kriteria ke-i - Jumlah pakar ke-j - Jumlah skala penilaian ke-q
Agregasi Nilai Indeks Kriteria
Proses agregasi pada kriteria Vij = min [ Neg (Wak) v Vij (ak) ]
Kelayakan Prasyarat Pengembangan
Proses agregasi pakar ⎡ q − 1 ⎞⎤ ⎛ Q k = Int ⎢1 + ⎜ k * ⎟ r ⎠ ⎥⎦ ⎝ ⎣
Selesai
Bobot nilai agregasi pakar (Qk)
A
Gambar 21 Diagram alir model prasyarat ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Model matematik yang digunakan untuk diagnosis prasyarat ekonomi, sosial, dan kelembagaan adalah sebagai berikut: a. Bobot dan nilai kriteria Agregasi pakar ⎡ ⎛ q − 1 ⎞⎤ Qk = Int ⎢1 + ⎜ k * ⎟ .................................................................................... r ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝
(2)
83
Keterangan: q = jumlah skala penilaian r = jumlah pakar k = indeks Agregasi bobot kriteria Vi = f (Vi) = max [Qj Λ bj] ...............................................................................
(3)
Keterangan: Qj = bobot nilai agregasi pada pakar bj = urutan terbesar dari penilaian pakar ke-j xj = hasil agregasi kriteria pada pakar ke-j b. Agregasi bobot dan nilai kriteria Negasi tingkat kepentingan kriteria Neg (Wak) = Wq-k+1
.......................................................................................
(4)
Keterangan: q = jumlah skala penilaian k = indeks Agregasi bobot dan nilai kriteria Vij = min [ Neg (Wak) v Vij (ak) ] ......................................................................
(5)
Keterangan: = agregasi kriteria pada alternatif ke-i oleh pakar ke-j Vij Neg (Wak) = negasi tingkat kepentingan kriteria a ke-k = nilai alternatif ke-i pd kriteria a ke-k oleh pakar ke-j Vij (ak) Submodel Agregasi Prasyarat Kelayakan Pengembangan Model ini bertujuan untuk mengagregasi persyaratan-persyaratan kelayakan pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan menjadi suatu nilai indikator komposit diagnosis kelayakan pengembangan klaster industri rumput laut secara keseluruhan. Proses agregasi prasyarat ini menggunakan teknik sistem pakar. Diagram alir model agregasi prasyarat kelayakan pengembangan disajikan pada Gambar 22.
84
Mulai
- Input prasyarat ke-i - Nilai label input prasyarat ke-j - Output diagnosis prasyarat ke-k Pengembangan konfigurasi sistem pakar Konfigurasi sistem pakar
Pengembangan basis aturan (rule base) If Xij Then Yk Aturan-aturan (rulebase) diagnosis kelayakan pengembangan
Verifikasi sistem Nilai komposit linguistik prasyarat kelayakan pengembangan klaster
Selesai
Gambar 22 Diagram alir model agregasi prasyarat kelayakan pengembangan. Pada sistem pakar ini, representasi pengetahuan dalam bentuk basis pengetahuan dan mekanisme inferensi, pembuatan program dalam bentuk kaidahkaidah yang mengolah data menjadi kesimpulan menggunakan aturan If-Then atau metode rulebase. Perancangan basis sistem menggunakan 4 input dan 1 output. Input, output, dan nilai label yang digunakan sebagai basis pengetahuan dalam pengembangan sistem pakar ini disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Nilai label output dan input sistem pakar No. 1
2
Variabel
Nilai Label
Output: Agregasi kelayakan prasyarat pengembangan
Layak/Cukup Layak/Tidak Layak
Input: a. Prasyarat Ekologi b. Prasyarat Ekonomi c. Prasyarat Sosial d. Prasyarat Kelembagaan
Sesuai/Cukup Sesuai/Tidak Sesuai Layak/Cukup Layak/Tidak Layak Layak/Cukup Layak/Tidak Layak Layak/Cukup Layak/Tidak Layak
85
Model Operasi Pengembangan Klaster Model operasi pengembangan klaster bertujuan untuk menganalisis proses operasi pengembangan klaster jika prasyarat pengembangan klaster telah dipenuhi. Analisis operasi sistem pengembangan klaster meliputi aspek ekonomi, aspek teknologi, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Submodel Operasi Ekonomi Submodel operasi ekonomi digunakan untuk menentukan harga beli rumput laut di tingkat klaster secara fair dan transparan. Salah satu parameter yang dapat digunakan sebagai basis perhitungan dalam penetapan harga rumput laut adalah kekuatan gel (gel strength/GS). Pertimbangan digunakannya parameter ini adalah GS sebagai parameter utama yang menentukan kualitas ATC sebagai produk akhir klaster. ATC dengan kualitas GS yang tinggi pada umumnya mempunyai harga yang tinggi. Hal ini akan mendorong rumput laut dengan GS tinggi akan mempunyai harga yang tinggi pula. Pada submodel ini akan ditentukan harga beli rumput laut pada rantai pemasaran rumput laut didalam klaster, mencakup harga beli rumput laut di tingkat agroindustri, koperasi, kelompok pembudidaya, dan pembudidaya.
Model
matematik yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Harga rumput laut di tingkat agroindustri PJA x MA = PJA – (BBB + BPA) (HATC x VATC) x MA = (HATC x VATC) – [(VRL x HBRA) + BPA]
HBRA
=
Keterangan: PJA HATC VATC MA BBB BPA VRL HBRA
= = = = = = = =
[(HATC x VATC) x (1 – MA)] – BPA VRL
........................
total nilai penjualan ATC agroindustri (Rp) harga jual ATC (Rp/kg) volume penjualan ATC (kg/tahun) margin keuntungan agroindustri yang ingin dicapai (%) biaya bahan baku (Rp) total biaya produksi agroindustri (Rp) jumlah rumput laut yang dibutuhkan (kg) harga beli rumput laut di tingkat agroindustri (Rp/kg)
(6)
86
Mulai - Harga jual ATC (HATC) - Volume penjualan (VATC) - Margin keuntungan (MA) - Biaya produksi (BPA) - Volume rumput laut (VRL)
Penentuan harga beli rumput laut HBRA = [(HATC*VATC) * (1 – MA)] – BPA VRL Verifikasi Ok?
tidak
ya Harga beli rumput laut di tingkat agroindustri
Selesai
Gambar 23 Diagram alir model penentuan harga di tingkat agroindustri. b. Harga rumput laut di tingkat koperasi HBRKop
=
[(HJRKop x VRKop) x (1 – MKop)] – BPKop VBBKop
Keterangan: HJRKop VRKop MKop BPKop VBBKop HBRKop
= = = = = =
harga jual rumput laut koperasi (Rp/kg) volume penjualan rumput laut koperasi (kg/tahun) margin keuntungan koperasi yang ingin dicapai (%) total biaya produksi koperasi (Rp) jumlah bahan baku (kg) harga beli rumput laut di tingkat koperasi (Rp/kg)
......
(7)
......
(8)
c. Harga rumput laut di tingkat kelompok pembudidaya HBRKP
=
[(HJRKP x VRKP) x (1 – MKP)] – BPKP VBBKP
Keterangan: HJRKP = harga jual rumput laut kelompok pembudidaya (Rp) VRKP = volume penjualan rumput laut kelompok pembudidaya (kg/tahun) MKP = margin keuntungan kelompok pembudidaya yang ingin dicapai (%) BPKP = total biaya produksi kelompok pembudidaya (Rp) VBBKP = jumlah bahan baku (kg)
87
HBRKP
= harga beli rumput laut di tingkat kelompok pembudidaya (Rp/kg) Mulai - Harga jual RL (HJRKop) - Volume penjualan (VRKop) - Margin keuntungan (MKop) - Biaya produksi (BPKop) - Volume bahan baku (VBBKop)
Penentuan harga beli rumput laut HBRKop = [(HJRKop*VRKop) * (1 – MKop)] – BPKop VBBKop Verifikasi Ok?
tidak
ya Harga beli rumput laut di tingkat koperasi
Selesai
Gambar 24 Diagram alir model penentuan harga di tingkat koperasi. Mulai - Harga jual RL (HJRKP) - Volume penjualan (VRKP) - Margin keuntungan (MKP) - Biaya produksi (BPKP) - Volume bahan baku (VBBKP)
Penentuan harga beli rumput laut HBRKP = [(HJRKP*VRKP) * (1 – MKP)] – BPKP VBBKP Verifikasi Ok?
tidak
ya Harga beli rumput laut di tingkat kelompok pembudidaya
Selesai
Gambar 25 Diagram alir model penentuan harga di tingkat kelompok pembudidaya.
88
d. Harga minimal rumput laut di tingkat pembudidaya Harga rumput laut di tingkat pembudidaya minimal harus dapat menutup seluruh biaya produksi budidaya rumput laut. Penentuan harga minimum di tingkat pembudidaya didasarkan pada harga pokok produksi usaha budidaya rumput laut. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut: HPP
= BPP................................................................................................... (9) VPB
Keterangan: HPP = harga minimal rumput laut di tingkat pembudidaya (Rp/kg) BPP = total biaya produksi usaha budidaya (Rp) VPB = volume rumput laut yang dihasilkan pembudidaya (kg) Mulai
- Biaya produksi (BPP) - Volume RL (VPB)
Penentuan harga minimum di tingkat pembudidaya HPP = BPP VPB
Verifikasi Ok?
tidak
ya Harga beli rumput laut minimal di tingkat pembudidaya
Selesai
Gambar 26 Diagram alir model penentuan harga minimal di tingkat pembudidaya. Submodel Operasi Teknologi Submodel ini difokuskan pada model keseimbangan bahan baku, yaitu model yang bertujuan untuk mencari titik keseimbangan antara jumlah pasokan bahan baku yang tersedia dengan kapasitas produksi agroindustri ATC.
Model ini dirancang
untuk mengatasi kurang seimbangnya antara jumlah kapasitas produksi ATC dengan jumlah pasokan bahan baku rumput laut. Dengan mengetahui titik keseimbangan bahan baku, maka dapat dicari secara interaktif berapa jumlah kapasitas produksi
89
ATC yang optimal, luas lahan budidaya rumput laut yang diperlukan, serta berapa luas kebun bibit yang perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan luas lahan budidaya. Diagram alir model keseimbangan bahan baku disajikan pada Gambar 29. Model matematik yang digunakan untuk menghitung keseimbangan bahan baku adalah sebagai berikut: a. Luas areal tanam LAT
= LKB x FK ....................................................................................... (10)
Keterangan: LAT LKB FK
= luas areal tanam budidaya rumput laut (ha) = luas areal kebun pembibitan rumput laut (ha) = konversi luas kebun bibit ke luas areal tanam budidaya
b. Produksi rumput laut PRL
= LAT x PB x SB ............................................................................ (11)
Keterangan: PRL LAT PB SB
= = = =
jumlah produksi rumput laut (kg/tahun) luas areal tanam budidaya (ha) produktivitas budidaya (kg/ha/siklus) jumlah siklus budidaya (siklus/tahun)
c. Kebutuhan bahan baku KBB
= KP ................................................................................................. (12) R
Keterangan: KBB KP R
= jumlah rumput laut yang dibutuhkan (kg/tahun) = kapasitas produksi ATC (kg/tahun) = rendemen ATC (%)
d. Keseimbangan bahan baku KBB
= PRL ................................................................................................ (13)
Keterangan: KBB PRL
= Jumlah rumput laut yang dibutuhkan (kg/tahun) = Jumlah produksi rumput laut (kg/tahun)
90
Mulai
- Luas kebun bibit (LKB) - Faktor konversi (FK) - Produktivitas (PB)
- Kapasitas produksi (KP) - Rendemen ATC (R)
Perhitungan luas areal tanam (LAT) LAT = FK*LKB Perhitungan kebutuhan bahan baku KBB = (KP) / (R)
Luas areal tanam (LAT)
Perhitungan produksi rumput laut PRL = LAT*PB*SB Jumlah kebutuhan bahan baku (KBB)
Jumlah produksi rumput laut (PRL)
Perhitungan keseimbangan bahan baku KBB = PRL
tidak
Verifikasi Ok? ya
tidak
Keseimbangan bahan baku
Selesai
Gambar 27 Diagram alir model keseimbangan bahan baku. Submodel Operasi Sosial Submodel ini dirancang untuk menstrukturisasi elemen sistem yang berpengaruh dalam pengembangan kelembagaan klaster. Upaya ini dapat dilakukan melalui alat bantu pemodelan deskriptif menggunakan teknik Interpretive Structural Modeling (ISM). ISM merupakan teknik pemodelan struktural yang menggunakan grafis dan kalimat untuk menggambarkan struktur masalah yang kompleks, sistem, atau bidang studi (Warfield 1973; Lendaris 1980) Submodel ini mencakup identifikasi elemen-elemen penting pembangun sistem pengembangan klaster dan strukturisasi sistem yang digunakan untuk menentukan hirarki dan klasifikasi sistem penyusun kelembagaan sistem klaster industri rumput laut. Keluaran analisis ini adalah elemen-elemen kunci yang berpengaruh dalam pengembangan kelembagaan klaster.
Diagram alir model
91
strukturisasi sistem pengembangan kelembagaan klaster industri rumput laut secara skematis dapat dilihat pada Gambar 28. Jumlah dan nama elemen Jumlah dan nama sub elemen Jumlah dan nama pakar
Mulai
Structural Self Interaction Matrix (SSIM) untuk setiap elemen pada setiap pakar
Penilaian hubungan kontekstual antar sub elemen untuk setiap elemen pada setiap pakar
Pembentukan Reachability Matrix (RM) untuk setiap elemen pada setiap pakar
Transitif Ok? tidak
Modifikasi SSIM
Penentuan sub elemen kunci Penentuan struktur sub elemen Penentuan kategori sub elemen
ya Pembentukan RM Gabungan
RM Gabungan
Sub elemen kunci, struktur dan kategori sub elemen dari elemen sistem pengembangan
Selesai
Gambar 28 Diagram alir model strukturisasi sistem pengembangan. Elemen-elemen pengembangan,
tolok
yang
distrukturisasi
ukur
pencapaian
mencakup
tujuan
elemen
kendala
pengembangan,
aktivitas
pengembangan, serta lembaga yang terlibat (Saxena 1992). Elemen-elemen tersebut masing-masing dijabarkan lagi kedalam sub elemen pengembangan yang diperoleh dari proses eksplorasi melalui studi pustaka, studi lapang, dan diskusi dengan pakar. Setelah sub elemen pada masing-masing elemen teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menetapkan hubungan kontekstual antar sub elemen pada setiap elemen pengembangan. Keterkaitan antar elemen pada perbandingan berpasangan ditunjukkan oleh pendapat pakar. Apabila pakar lebih dari satu, maka dilakukan perataan secara geometris atau diambil suara terbanyak. Penyusunan nilai hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan menggunakan simbol V, A, X, dan O, dimana:
92
V adalah jika eij = 1 dan eij = 0 A adalah jika eij = 0 dan eij = 1 X adalah jika eij = 1 dan eij = 1 O adalah jika eij = 0 dan eij = 0 Simbol 1 menunjukkan hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 menunjukkan tidak adanya hubungan kontekstual antara elemen i dan j, begitu juga sebaliknya. Hasil penilaian ini disusun dalam Structural Self Interaction Matrix (SSIM). Setelah SSIM terbentuk dibuat tabel Reachability Matrix (RM) dengan menggantikan V, A, X, dan O dengan bilangan 1 dan 0. Lebih lanjut RM dikoreksi hingga membentuk matriks tertutup yang memenuhi aturan transivitas yaitu aturan kelengkapan sebab akibat. Misalnya A mempengaruhi B, B mempengaruhi C, maka A (seharusnya) mempengaruhi C. Pengolahan lebih lanjut RM ini adalah penetapan pilihan jenjang (level partition). Berdasarkan pilihan jenjang, maka skema elemen menurut jenjang vertikal maupun horizontal dapat digambarkan. Untuk beragam sub elemen dalam satu elemen berdasarkan RM, disusunlah Driver Power - Dependence. Klasifikasi sub elemen dipaparkan dalam 4 sektor sebagai berikut: (1) Weak driver - weak dependent variables (AUTONOMOUS). Peubah di sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan kecil, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X (X adalah jumlah sub elemen). (2) Weak driver - strongly dependent variables (DEPENDENT). Peubah di sektor ini umumnya adalah peubah tidak bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 2 jika nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D > 0.5 X (X adalah jumlah sub elemen). (3) Strong driver - strongly dependent variables (LINKAGE). Peubah di sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X (X adalah jumlah sub elemen).
93
(4) Strong driver - weak dependent variables (INDEPENDENT). Peubah di sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika nilai DP > 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X (X adalah jumlah sub elemen). Submodel Operasi Lingkungan Submodel operasi lingkungan bermaksud untuk mengembangkan suatu alternatif upaya dalam rangka mengurangi potensi pencemaran lingkungan pada pengembangan klaster industri rumput laut, khususnya pada agroindustri pengolahan ATC. Model ini dirancang untuk memberikan alternatif penanganan limbah cair industri pengolahan ATC yang berpotensi menimbulkan masalah bagi lingkungan jika tidak ditangani sebaik-baiknya. Bixler dan Johndro (2000) menjelaskan bahwa limbah cair ATC memiliki ciri alkalinitas tinggi, berwarna kecoklatan, memiliki padatan terlarut yang tinggi dan bersifat koloid yang disebabkan oleh banyaknya senyawa organik serta ion-ion dari senyawa KOH. Dalam rangka mendukung pengembangan industri yang berwawasan lingkungan, maka perlu dilakukan penanganan limbah industri ATC secara benar dan bertanggung jawab. Metode yang digunakan untuk memilih upaya-upaya mana yang menjadi prioritas dalam menangani permasalahan limbah pengolahan ATC adalah metode analytical hierarchy process (AHP).
Diagram alir model pemilihan
penanganan permasalahan limbah industri pengolahan ATC secara skematis dapat dilihat pada Gambar 29. Berdasarkan kajian literatur dan diskusi dengan pakar, alternatif upaya penanganan limbah yang dapat dilakukan meliputi: 1
Peningkatan nilai tambah limbah menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis. Limbah cair ATC yang banyak mengandung KOH, jika diproses lebih lanjut dengan teknologi tertentu melalui proses netralisasi menggunakan HCl, akan memberikan nilai tambah dengan dihasilkannya garam KCl yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
2
Pemanfaatan kembali air limbah. Proses pengolahan ATC membutuhkan banyak air pada proses pencucian setelah perebusan, sehingga limbah cair
94
yang dihasilkan sangat besar.
Pendaur-ulangan limbah cair akan
mengefisienkan penggunaan air sekaligus mengurangi masalah pencemaran lingkungan. 3
Optimasi peningkatan kinerja IPAL.
Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) perlu dikelola dengan baik agar dapat beroperasi secara optimum. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan beberapa perangkat manajemen dan pembiayaan seperti kelembagaan pengelola IPAL, sumberdaya manusia yang memadai, dan dukungan pembiayaan untuk perawatan IPAL. Perawatan IPAL terdiri dari kegiatan pengecekan fungsi alat dan bangunan serta perbaikan alat dan bangunan. Kriteria pemilihan ke-i Alternatif penanganan limbah ke-j Susunan hirarki
Mulai
Perhitungan eigen vektor pada setiap hirarki
Matriks pairwise comparison
Penilaian berpasangan untuk setiap elemen
Penentuan prioritas lokal
Perhitungan indeks konsistensi (CI)
Perhitungan rasio konsistensi (CR)
Perhitungan CI dan CR pendapat gabungan
Penyusunan matriks pendapat gabungan
Ya
CR < 0.1 Ok?
Tidak
CR < 0.1 Ok?
Tidak
Ya
Selesai
Prioritas sistem
Pengolahan vertikal
Gambar 29 Diagram alir model penanganan limbah industri ATC. Untuk memilih upaya-upaya mana yang menjadi prioritas dalam menangani permasalahan limbah pengolahan ATC, berdasarkan kajian literatur dan diskusi dengan pakar, beberapa kriteria yang menjadi bahan pertimbangan adalah sebagai berikut: 1
Kelayakan teknologi, yaitu teknologi yang dapat dikembangkan terkait dengan desain, proses, keandalan, kemudahan penggunaan, serta harus dapat
95
dioperasikan dan dipelihara oleh pihak industri. Kriteria ini dianggap layak jika faktor-faktor teknologi tersebut dipenuhi. 2
Kelayakan ekonomi, yaitu harus layak secara ekonomi dalam pembangunan (konstruksi), operasional, dan pemeliharaannya. Kriteria ini dianggap layak jika investasi untuk permodalan dan biaya operasi mencapai taraf yang paling efisien.
3
Kelayakan lingkungan, yaitu harus dapat menurunkan pencemaran dalam air limbah ke tingkat yang sesuai atau lebih rendah dari baku mutu yang ditetapkan. Kriteria ini dianggap layak jika potensi pencemaran lingkungan mempunyai resiko yang paling minimal. Setelah alternatif dan kriteria dalam menetapkan penanganan limbah industri
ATC teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar kriteria serta alternatif terhadap setiap kriteria. Skala perbandingan yang digunakan adalah 1-9. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 15. Nilainilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan prioritas relatif dari seluruh alternatif. Tabel 15 Skala dasar perbandingan pada proses hirarki analitik Intensitas Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8 Nilai kebalikan (reciprocal)
Definisi Sama penting Sedikit lebih penting Lebih penting Sangat lebih penting Mutlak lebih penting Nilai tingkat kepentingan yang mencerminkan nilai kompromi Nilai tingkat kepentingan jika dilihat dari arah yang berlawanan. Misalnya jika A sedikit lebih penting dari B (intensitas 3), maka berarti B sedikit kurang penting dibanding A (intensitas 1/3).
Sumber: Saaty (1988) Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari vektor prioritasnya (eigenvector) untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority.
96
Proses penilaian perbandingan dilakukan oleh pakar. Jika pakar lebih dari satu, maka dapat dilakukan perataan geometris.
Untuk mengetahui konsistensi
jawaban pakar yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil, maka perlu dilakukan perhitungan nilai rasio konsistensi (Consistency Ratio/CR).
Untuk mengetahui
apakah jawaban pakar konsisten, maka perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR ≤ 0.1. Model matematik yang dikembangkan dalam metode AHP adalah sebagai berikut: a. Perhitungan vektor eigen pada setiap hirarki n
n
eVP1 =
Π aij j =1
n
n
∑Π i =1
.................................................................................................... (14)
j =1
Keterangan:
eVPi = elemen vektor prioritas ke-i = penilaian berpasangan elemen ke-i terhadap elemen ke-j aij b. Perhitungan nilai eigen maksimum (λmax)
VA = aij x VP dengan VA = (Vai) VB = VA/VP dengan VB = (Vbi)
λ max =
1 n ∑ aij ..................................................................................................... (15) n i =1
Keterangan: VA = VB = Vektor antara Vbi untuk i = 1, 2, ..., n c. Perhitungan nilai CI dan CR CI =
CR =
λ max − n n −1
..................................................................................................... (16)
CI .............................................................................................................. (17) RI
97
Keterangan:
CI CR RI
= Consistency Index = Consistency Ratio = Random Index
d. Pengolahan vertikal s
NPpq = ∑ NPH pq (t , q − 1) x NPTt (q − 1)
................................................. (18)
t =1
Keterangan: NPpq NPHpq NPTt
= nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama = nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke q-1 Model Prediksi Penilaian Kinerja
Model ini bertujuan untuk menganalisis sampai sejauh mana tingkat pencapaian kinerja klaster telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Model prediksi penilaian kinerja ini mencakup kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Submodel Prediksi Kinerja Ekonomi
Submodel prediksi kinerja ekonomi dirancang untuk memprediksi manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengembangan klaster industri rumput laut. Submodel ini mencakup tingkat keuntungan yang diterima oleh pelaku usaha yang terlibat didalam klaster industri rumput laut, serta kontribusi agroindustri rumput laut terhadap pendapatan daerah. Keuntungan Pembudidaya Model keuntungan pembudidaya bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diterima oleh pembudidaya rumput laut selama satu tahun pada tingkat kelayakan usaha. Model ini juga dapat mengetahui perbandingan sampai seberapa jauh tingkat keuntungan pembudidaya dibandingkan dengan upah minimum regional/kabupaten (UMK) yang berlaku di daerah yang bersangkutan. Jika tingkat pendapatan yang diperoleh pembudidaya lebih besar dari jumlah UMK yang berlaku maka usaha budidaya rumput laut dianggap lebih menguntungkan.
98
Model peningkatan keuntungan pembudidaya menggambarkan tingkat keuntungan pembudidaya dengan mengikuti program klaster dengan skenario harga rumput laut yang meningkat dengan samakin baiknya kualitas rumput pembudidaya. Model matematik yang digunakan untuk menghitung keuntungan pembudidaya adalah sebagai berikut: a. Keuntungan pembudidaya KP
= (HJRL x VRL) – BP ...................................................................... (19)
Keterangan: KP = keuntungan pembudidaya (Rp/bulan) HJRL = harga jual rumput laut (Rp/kg) VRL = volume penjualan rumput laut yang dihasilkan pembudidaya (kg/bulan) BP = biaya produksi usaha budidaya (Rp/bulan) b. Tingkat keuntungan pembudidaya TK
=
KP UMK
.......................................................................................... (20)
Keterangan: TK = tingkat keuntungan pembudidaya KP = keuntungan yang diterima pembudidaya (Rp/bulan) UMK = upah minimum kabupaten (Rp/bulan) c. Peningkatan keuntungan pembudidaya PKP
=
Keterangan: PKP KPi
= =
KPi-1
=
KPi – KPi-1 KPi-1
x100%
......................................................... (21)
peningkatan keuntungan pembudidaya (%) keuntungan yang diterima pembudidaya pada harga rumput laut ke-i (Rp/bulan) keuntungan yang diterima pembudidaya pada harga rumput laut ke-i-1 (Rp/bulan)
99
Gambar 30 Diagram alir model penentuan tingkat keuntungan pembudidaya.
Mulai - Keuntungan ke-i (KPi) - Keuntungan ke-i-1 (KPi-1) Peningkatan keuntungan pembudidaya (PKP) PKP = (KPi – KPi-1) * 100% KPi-1 Verifikasi Ok?
tidak
ya Peningkatan Keuntungan
Selesai
Gambar 31 Diagram alir model peningkatan keuntungan pembudidaya.
100
Keuntungan Agroindustri Model keuntungan agroindustri bertujuan untuk menentukan tingkat keuntungan agroindustri ATC selama satu tahun pada tingkat kelayakan usaha. Model ini digunakan mengetahui tingkat perbedaan keuntungan agroindustri pada skenario harga ATC. Diagram alir model penentuan tingkat keuntungan agroindustri dapat dilihat pada Gambar 32. Mulai Perhitungan kelayakan finansial usaha agroindustri
- Input finansial - Input teknis
Layak Ok?
tidak
ya tidak Perhitungan keuntungan agroindustri PA = (HJATC * VATC) – BPA
- Harga jual ATC (HJATC) - Volume ATC (VATC) - Biaya produksi (BPA)
Verifikasi Ok?
tidak
ya Keuntungan Agroindustri
Gambar 32 Diagram alir model keuntungan agroindustri. Mulai - Keuntungan ke-i (KAi) - Keuntungan ke-i-1 (KAi-1) Peningkatan keuntungan agroindustri (PKA) PKA = (KAi – KAi-1) * 100% KAi-1 Verifikasi Ok?
tidak
ya Peningkatan Keuntungan
Selesai
Gambar 33 Diagram alir model peningkatan keuntungan agroindustri.
101
Model matematik yang digunakan untuk menghitung keuntungan agroindustri adalah sebagai berikut: a. Keuntungan agroindustri KA
= (HJATC x VATC) – BPA ................................................................ (22)
Keterangan: KA HJATC VATC BPA
= = = =
keuntungan agroindustri (Rp/tahun) harga jual ATC (Rp/kg) volume penjualan ATC (kg/tahun) biaya produksi agroindustri (Rp/tahun)
b. Peningkatan keuntungan agroindustri PKA
KAi – KAi-1 KAi-1
=
x100%
......................................................... (23)
Keterangan: PKA KPi
= =
KPi-1
=
peningkatan keuntungan agroindustri (%) keuntungan yang diterima agroindustri pada harga ATC ke-i (Rp/tahun) keuntungan yang diterima agroindustri pada harga ATC ke-i-1 (Rp/tahun)
Model matematik yang digunakan untuk menghitung dan menganalisis kelayakan usaha budidaya rumput laut dan agroindustri ATC adalah sebagai berikut: a. Net Present Value (NPV) n
NPV = ∑ t =0
Bt − Ct (1 + i )t
.....................................................................................
(24)
Keterangan: Bt Ct n i
= benefit social bruto proyek tahun ke-t = besarnya biaya social bruto proyek pada tahun ke-t = umur ekonomis proyek = tingkat suku bunga yang berlaku (%)
b. Internal Rate of Return (IRR) IRR = i1 +
NPV1 × (i − i ) .............................................................. (25) (NPV1 − NPV2 ) 2 1
102
Keterangan: NPV1 NPV2 i1 i2
= NPV pada suku bunga i1 = NPV pada suku bunga i2 = nilai i dengan NPV bernilai positif = nilai i dengan NPV bernilai negatif
c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) n
Net B/C =
Bt − Ct
∑ (1 + i ) t =0 n
t
Ct − Bt
........................................................................................ (26)
∑ (1 + i )
t
t =0
Keterangan: Bt Ct n i
= benefit social bruto proyek tahun ke-t = besarnya biaya social bruto proyek pada tahun ke-t = umur ekonomis proyek = tingkat suku bunga yang berlaku (%)
d. Pay Back Period (PBP) PBP
=
IA AKB
........................................................................................ (27)
Keterangan: PBP IA AKB
= periode pengembalian investasi (Tahun) = investasi awal proyek (Rp) = aliran kas bersih (Rp/Tahun) Kontribusi Agroindustri Terhadap Pendapatan Daerah
Model kontribusi agroindustri terhadap pendapatan daerah dirancang untuk menunjukkan potensi ekonomi pengembangan agroindustri rumput laut terhadap pendapatan atau pembangunan daerah dalam bentuk penerimaan pada pendapatan asli daerah (PAD). Beban pajak daerah ditentukan berdasarkan peraturan daerah yang berlaku di daerah pengembangan klaster terkait dengan pajak perusahaan industri daerah. Nilai kontribusi agroindustri menunjukkan sampai seberapa besar keberadaan agroindustri rumput laut ini dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi pembangunan daerah. Asumsi yang melandasinya adalah bahwa semakin tinggi
103
keuntungan agroindustri, maka kontribusi yang akan diterima oleh daerah dalam bentuk PAD akan semakin tinggi pula. Diagram alir model kontribusi agroindustri terhadap pendapatan daerah disajikan pada Gambar 34. Model matematik yang digunakan untuk menghitung kontribusi keuntungan agroindustri terhadap pendapatan daerah adalah sebagai berikut: KPA
=
MPD x LBA PAD
x100%
..................................... (28)
Keterangan: KPA MPD LBA PAD
= kontribusi keuntungan agroindustri terhadap pembangunan daerah (%) = margin pajak daerah yang dikenakan atas laba agroindustri (Rp/tahun) = laba bersih agroindustri (Rp/tahun) = pendapatan asli daerah (Rp/tahun)
Mulai - Laba agroindustri (LBA) - Margin pajak daerah (MPD) - Pendapatan asli daerah (PAD)
Perhitungan kontribusi keuntungan agroindustri KPA = MPD * LBA * 100% PAD Verifikasi Ok?
tidak
ya Kontribusi keuntungan agroindustri terhadap pendapatan daerah
Selesai
Gambar 34 Diagram alir model kontribusi agroindustri terhadap pembangunan daerah.
104
Submodel Prediksi Kinerja Sosial
Submodel ini dirancang untuk memprediksi manfaat sosial yang diperoleh dari pengembangan klaster industri rumput laut.
Model prediksi kinerja sosial
difokuskan pada tingkat penyerapan tenaga kerja didalam klaster. Tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja yang terlibat pada usaha budidaya rumput laut, mengingat bahwa usaha budidaya rumput laut adalah usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja, seperti tenaga untuk pengikatan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan penjemuran rumput laut. Penyerapan tenaga kerja diukur berdasarkan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang terlibat dalam pembudidayaan rumput laut yang dapat memproduksi rumput laut untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produksi ATC didalam klaster. Acuan dasar dalam menentukan jumlah penyerapan tenaga kerja ini adalah kapasitas produksi ATC yang ditetapkan didalam klaster dan jumlah kebutuhan rakit untuk budidaya rumput laut. Mulai - Kapasitas produksi ATC (KP) - Rendemen ATC (R) - Produksi RL per rakit (KPR) Perhitungan kebutuhan bahan baku (KBB): KBB = KP R Kebutuhan bahan baku (KBB)
Perhitungan jumlah rakit budidaya (JRB): JRB = KBB KPR
Verifikasi Ok?
tidak
ya Jumlah rakit budidaya
Selesai
Gambar 35 Diagram alir model perhitungan jumlah rakit budidaya.
105
Mulai - Jumlah rakit budidaya (JRB) - Jumlah TK pengikatan bibit (TKB) - Jumlah TK pemeliharaan (TKP) - Jumlah TK pemanenan dan penjemuran (TKJ) - Jumlah angkatan kerja (AK) Perhitungan penyerapan tenaga kerja (PT): PT = JRB * (TKB+TKP+TKJ) *100% AK
Verifikasi Ok?
tidak
ya Tingkat penyerapan tenaga kerja
Selesai
Gambar 36 Diagram alir model tingkat penyerapan tenaga kerja. Model matematik yang digunakan untuk menghitung tingkat penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut: a. Jumlah kebutuhan rakit budidaya JRB
=
KP / R KPR
......................................................................... (29)
Keterangan: JRB KP R KPR
= jumlah rakit budidaya rumput laut yang dibutuhkan untuk memenuhi kapasitas produksi ATC (rakit) = kapasitas produksi ATC (kg/tahun) = rendemen ATC = kapasitas produksi rumput laut (kg/tahun/rakit)
b. Tingkat penyerapan tenaga kerja PT
=
JRB x (TKB+TKP+TKJ) AK
x 100%
.............................. (30)
Keterangan: JRB TKB TKP TKJ AK
= jumlah rakit budidaya rumput laut yang dibutuhkan untuk memenuhi kapasitas produksi ATC (rakit) = tenaga kerja pengikatan bibit (orang/rakit) = tenaga kerja pemeliharaan (orang/rakit) = tenaga kerja pemanenan dan penjemuran (orang/rakit) = jumlah angkatan kerja (orang)
106
Submodel Prediksi Kinerja Lingkungan
Industri pengolahan ATC menghasilkan limbah cair yang sangat besar. Model prediksi kinerja lingkungan dirancang untuk memprediksi manfaat ekonomi jika potensi pencemaran limbah yang dihasilkan oleh kegiatan agroindustri dapat tertangani dengan baik. Limbah yang dihasilkan agroindustri ATC adalah limbah cair dari proses pencucian rumput laut.
Model prediksi kinerja lingkungan
difokuskan efisiensi penggunaan air melalui proses daur ulang. Efisiensi penggunaan air dihitung berdasarkan jumlah air pencucian rumput yang berhasil didaur ulang.
Pada proses pembuatan ATC, perbandingan antara
bahan baku (rumput laut kering) dengan air pada tahap pencucian sangat besar. Air yang berhasil didaur ulang dari limbah cucian ini dapat digunakan kembali untuk proses pencucian rumput laut selanjutnya. Model prediksi kinerja lingkungan dapat dilihat pada Gambar 37. a. Kebutuhan air proses KAPt
= (PP + PN1 + PN2) x JHt .............................................................. (31)
Keterangan: KAPt PP PN1 PN2 JHt
= = = = =
kebutuhan air proses selama t hari (liter) jumlah air untuk pencucian pendahuluan (liter/hari) jumlah air untuk pencucian pada penetralan ke-1 (liter/hari) jumlah air untuk pencucian pada penetralan ke-2 (liter/hari) jumlah t hari proses pengolahan (hari)
b. Air daur ulang ADUt
= (PP + PN2) x FK x JHt ................................................................ (32)
Keterangan: ADUt PP FK PN2 JHt
= = = = =
jumlah air limbah yang berhasil didaur ulang selama t hari (liter) jumlah air untuk pencucian pendahuluan (liter/hari) faktor konversi efisiensi proses daur ulang jumlah air untuk pencucian pada penetralan ke-2 (liter/hari) jumlah t hari proses pengolahan (hari)
c. Penambahan air proses PAPt
= KAPt – ADUt – KAP1 ................................................................. (33)
107
Keterangan: PAP KAPt ADUt KAP1
= = = =
penambahan air bersih untuk proses selama t hari (liter) kebutuhan air proses selama t hari (liter) jumlah air limbah yang berhasil didaur ulang selama t hari (liter) kebutuhan air proses hari ke-1 (liter)
d. Efisiensi penggunaan air EPAt
ADUt KAPt
=
..................................... (34)
x 100%
Keterangan: EPAt ADUt KAPt
= Efisiensi penggunaan air selama t hari (%) = jumlah air limbah yang berhasil didaur ulang selama t hari (liter) = kebutuhan air proses selama t hari (liter) Mulai
- Air pencucian pendahuluan (PP) - Air penetralan ke-1 (PN1) - Air penetralan ke-2 (PN2) - Jumlah hari proses (JHt)
- Air pencucian pendahuluan (PP) - Air penetralan ke-2 (PN2) - Faktor konversi (FK) - Jumlah hari proses (JHt)
Perhitungan kebutuhan air proses (KAPt): KAPt = (PP+PN1+PN2)*JHt
Perhitungan jumlah air daur ulang (ADUt): ADUt = (PP+PN2)*FK*JHt
tidak Verifikasi Ok?
Verifikasi Ok? ya
ya Kebutuhan air proses t hari (KAPt)
Air daur ulang (ADUt)
Efisiensi penggunaan air (EPAt): EPAt = ADUt * 100% KAPt
Verifikasi Ok?
tidak
ya Efisiensi penggunaan air
Selesai
Gambar 37 Model prediksi kinerja lingkungan.
tidak
108
Perancangan Sistem Penunjang Keputusan
Model klaster industri rumput laut yang berkelanjutan yang telah dibangun selanjutnya dapat diimplementasikan di daerah-daerah yang berpotensi untuk dikembangkan klaster industri rumput laut, misalnya di Kabupaten Sumenep Madura.
Untuk alasan efektivitas dan efisiensi, maka dirancang sebuah sistem
penunjang keputusan (SPK) pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan secara terkomputerisasi. Komputerisasi akan membantu sistem bisa diakses lebih cepat dan mudah dengan hasil yang lebih akurat dan terbarukan. Tahapan-tahapan dalam perancangan SPK berpedoman pada konsepsi siklus hidup pengembangan sistem, yang mencakup tahap perencanaan, analisis sistem, disain sistem, implementasi sistem, dan perawatan sistem. Disain SPK direkayasa dalam suatu paket komputer yang diberi nama Model KlasteRula. Model KlasteRula bertujuan untuk membantu pengguna dalam proses pengambilan keputusan pada pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan. Perancangan SPK dibangun dari 4 (empat) komponen utama, yaitu data base management system (DBMS), model base management system (MBMS), knowledge base management system (KBMS) serta dialog management system
(DMS). Konfigurasi SPK disajikan pada Gambar 38. Untuk operasionalisasi, maka SPK dilengkapi dengan manajemen dialog sehingga memudahkan pengguna dalam mengakses sistem. Model dialog ini disini berupaya untuk menghubungkan model pengolahan yang digunakan dengan data yang diperlukan yang terdapat dalam database dan informasi yang berasal dari knowledge base model untuk dihasilkan sejumlah informasi untuk mendukung
pengambilan keputusan dalam pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan. Model KlasteRula direkomendasikan untuk diinstal pada sistem operasi berbasis windows tepatnya Microsoft Windows 9x/2000/ME/XP atau versi yang lebih tinggi dengan minimal RAM 128 dan disk free space sebesar 5 (lima) MB. Khusus untuk sistem operasi yang multi-user (Microsoft Windows XP, Microsoft
109
Windows 2000, atau sekelasnya) hendaknya aplikasi Model KlasteRula diinstal pada mode administrator.
Gambar 38 Konfigurasi SPK pengembangan klaster industri rumput laut. Sistem manajemen basis data
Sistem manajemen basis data pada Model KlasterRula terdiri dari data diagnosis kelayakan pengembangan, data operasi pengembangan, serta data prediksi kinerja pengembangan. Data yang dimasukkan kedalam sistem manajemen basis data merupakan basis data yang digunakan dalam model. Sistem manajemen basis data dapat digunakan untuk mengelola penambahan, penghapusan, penyimpanan, pemanggilan, dan pembacaan data.
Model KlasteRula dibangun dengan bahasa
pemrograman Visual Basic secara stand alone. Aplikasi database menggunakan binary file system yang sudah disediakan didalam program aplikasi. Oleh karena itu,
proses instalasi dan up-dating data tidak dapat dilakukan secara on line. Sistem manajemen basis pengetahuan
Sistem manajemen basis pengetahuan dirancang untuk menyimpan representasi pengetahuan pakar yang dihasilkan dari suatu proses akuisisi
110
pengetahuan pakar dengan bantuan mekanisme inferensi menggunakan kaidah if....then. Mekanisme inferensi adalah komponen sistem pakar yang memanipulasi
dan mengarahkan pengetahuan dari basis pengetahuan sehingga tercapai kesimpulan. Perancangan sistem manajemen basis pengetahuan dapat diterjemahkan menjadi kesimpulan. Sistem manajemen basis pengetahuan dalam model ini digunakan untuk membantu mengagregasi prasyarat kelayakan pengembangan klaster industri rumput laut. Sistem manajemen basis model
Untuk mengolah basis data dan basis pengetahuan agar dapat menghasilkan informasi atau alternatif keputusan, dibutuhkan berbagai proses atau model pengolahan yang tercakup dalam sistem manajemen basis model. Sistem manajemen basis model pengembangan klaster industri rumput laut terdiri dari 3 (tiga) sub model utama,
yaitu
model
diagnosis
kelayakan
pengembangan,
model
operasi
pengembangan, serta model prediksi kinerja pengembangan. Masing-masing sub model utama tersebut terdiri dari sub-submodel.
Secara umum struktur model
KlasteRula dapat dilihat pada Gambar 39. Prasyarat Ekologi Prasyarat Ekonomi
Operasi Pengembangan
Prasyarat Sosial
Diagnosis Kelayakan Pengembangan
Prasyarat Kelembagaan
Prediksi Kinerja Pengembangan
Model KlasteRula
Operasi Ekonomi Operasi Teknologi Operasi Sosial Operasi Lingkungan
Kinerja Ekonomi Kinerja Sosial Kinerja Lingkungan
Gambar 39 Struktur Model KlasteRula. Aplikasi Model KlasteRula dapat digunakan oleh multi-user, baik peneliti, pengambil kebijakan, investor, lembaga pembiayaan maupun lembaga ekonomi dalam melakukan analisis klaster untuk pengembangan agroindustri berbasis rumput laut.
Untuk menggunakan Model KlasteRula, pengguna harus terlebih dahulu
111
melakukan login menggunakan password yang sudah diinformasikan kedalam sistem. Hal ini dilakukan sebagai bentuk sekuritas sistem dan untuk mengantisipasi adanya pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan masuk dalam sistem. Setelah proses login berhasil, maka SPK KlasteRula siap dijalankan dengan menampilkan submodel-submodel yang ada didalam SPK.
Tampilan menu utama SPK
pengembangan klaster industri rumput laut disajikan pada Gambar 40.
Gambar 40 Tampilan menu utama Model KlasteRula. Secara struktural konfigurasi aplikasi model KlasteRula terdiri dari beberapa modul yang masing-masing dikonstruksi untuk memproses input berupa data untuk menghasilkan output yang berbentuk informasi, alternatif keputusan, strategi kebijakan, atau saran/upaya pengembangan. Modul-modul tersebut secara umum dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kelompok antara lain: Prasyarat Kelayakan, Operasi Pengembangan, dan Prediksi Kinerja. Kelompok-kelompok modul tersebut dapat diakses dengan cara meng-klik kelompok bersesuaian pada panel yang tersedia. Operasionalisasi penggunaan aplikasi Model KlasteRula secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14. SPK KlasteRula dibangun untuk tujuan membantu pengambil keputusan dalam setiap elemen yang ada didalam klaster industri rumput laut dengan otoritas yang berbeda-beda. Pemeliharaan model SPK ini berada pada otoritas pihak atau
112
lembaga yang menjadi pengembang atau pengelola klaster yang telah ditetapkan. Pemeliharaan ini perlu dilakukan untuk memperbaiki, menjaga kemutakhiran data dan model, serta meningkatkan kinerja model SPK.