1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara
memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut, baik dalam satu unit maupun dalam suatu kesatuan permukiman, memiliki kaidah tersendiri yang didasarkan atas perenungan dan refleksi dari berbagai aspek. Manifestasi dari refleksi pemikiran masyarakat tradisional memunculkan beragam keunikan hasil karya rumah tradisional yang erat kaitannya dengan keragaman suku dan kebudayaan yang khas. Indonesia merupakan negara multikultural dan Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah provinsi di Indonesia yang memiliki beragam suku dan kebudayaan khas. Beberapa etnis terbesar yang mendiaminya adalah etnis Bugis, etnis Makassar, etnis Mandar, dan etnis Toraja. Etnis-etnis yang menduduki kawasan tersebut masing-masing memiliki rumah dengan ciri khas tersendiri. Namun, selain menampakkan perbedaan, etnis ini
juga memiliki
beberapa persamaan bentuk rumah karena adanya kedekatan batasan wilayah. Etnis Toraja memiliki bentuk rumah yang paling beda jika dibandingkan dengan ketiga etnis yang lain. Tulisan dan bahasa yang digunakan etnis Bugis dan Makassar hampir sama, dan seringkali aspek budayanya dianggap mirip dan beberapa titik wilayah keduanya memiliki budaya telah berakulturasi antara etnis Bugis dan Makassar.
1
Rumah Tradisional di Sulawesi Selatan umumnya berbentuk rumah panggung. Etnis Bugis dan Makassar memiliki bentuk rumah yang tampak mirip, namun berbeda. Begitu pula dengan rumah mandar yang sekarang telah masuk ke dalam Provinsi Sulawesi Barat. Sedangkan rumah Toraja juga bertiang, namun memiliki bentuk yang relatif berbeda dibanding ketiga rumah tersebut. Bulukumba merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang lokasinya berada sekitar 230 km dari Ibukota Makassar. Bulukumba diketahui sebagai salah satu wilayah yang termasuk dalam etnis Makassar (wilayah lainnya adalah Jeneponto, Takalar, dan Bantaeng). Namun etnis Bugis pun telah melebur ke dalam wilayah-wilayah etnis Makassar sehingga disebut Suku Bugis-Makassar. Sehingga bahasa yang digunakan oleh masyarakat Bulukumba adalah bahasa Makassar dan bercampur Bugis, dengan menggunakan dialek Konjo. Ada pula beberapa kata yang merupakan kata khusus digunakan di daerah Bulukumba dan tidak digunakan di daerah Bugis-Makassar yang lain. Salah satu bukti wujud fisik dari suatu kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat tradisional di Sulawesi Selatan khususnya wilayah Bulukumba adalah arsitektur rumah tradisional Kajang. Komunitas Kajang telah menempati wilayah Kecamatan Kajang semenjak abad ke-15 dan menganut kepercayaan Patuntung. Desa Tanah Toa yang artinya adalah tanah tertua merupakan salah satu desa dalam kawasan Kajang yang dipandang sebagai desa yang masyarakatnya teguh menjalankan kepercayaan tersebut dan hingga saat ini tetap menjalankan tradisi. Diketahui bahwa saat ini kondisi di beberapa dusun telah memutuskan untuk menerima bantuan
2
pembangunan dari luar berupa jalan aspal, listrik, dan bantuan pemerintah lainnya. Dusun yang menerima pembaruan tersebut di antaranya yaitu Balagana Dusun Jannaya, Dusun Sobbu dan sebagian dusun lain yang ada di Desa Tana Toa. Sejak saat itu, difungsikan suatu gerbang kawasan, sehingga membagi dua kawasan adat yaitu Ilalang Embayya (di dalam batas pagar/ gerbang) dan Ipantarang Embayya (di luar batas pagar/ gerbang). Pembagian ini lebih dikenal dengan istilah Kajang luar dan Kajang dalam. Dusun- dusun yang menerima pembangunan dari luar dinamakan Kajang luar dan yang tidak menerima pembangunan tersebut dinamakan Kajang dalam. Rumah tradisional Kajang adalah salah satu warisan budaya yang masih tetap dipertahankan keasliannya oleh beberapa masyarakat meskipun di tengah gempuran modernitas. Untuk menjaga warisan budaya tersebut maka diperlukan kesadaran masyarakat baik masyarakat keturunan langsung dari komunitas adat tersebut maupun masyarakat Nusantara atau masyarakat luar untuk mengetahui urgensi akan pengetahuan tentang keaslian rumah tradisional yang dapat diamati melalui tanda dan simbol arsitektural yang terdapat di rumah tradisional Kajang serta makna yang terkandung dalam rumah tersebut. Tanda dan simbol tersebut mengandung pesan khusus dari pendahulu yang diwujudkan di dalam fisik bangunan rumah tinggal. Sehingga rumah tradisional Kajang sebagai produk warisan budaya arsitektural yang krusial, patut untuk diketahui dan dijaga kebertahanannya sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya dan arsitektur Nusantara. Tanda dan simbol dalam suatu wujud bangunan rumah tradisional Kajang perlu untuk diketahui dan dilestarikan.
3
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya maka dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini, bahwa secara makro, kawasan Kecamatan Kajang adalah wilayah yang masyarakat dulunya memiliki rumah panggung, namun masuknya modernisasi ke wilayah tersebut menyebabkan kecenderungan masyarakat untuk mengikuti gaya bangunan rumah tinggal dari luar sehingga beberapa masyarakat mengubah bentuk rumah sehingga nampak sama dengan rumah modern umumnya yang terbuat dari batu. Desa Tana Toa merupakan salah satu bagian dari wilayah Kecamatan Kajang yang berusaha mempertahankan aturan adat di tengah gencarnya pengaruh dari luar. Penelitian terdahulu mendeskripsikan bahwa terdapat beberapa dusun di desa ini yang masih mempertahankan wilayahnya agar tidak tersentuh oleh pembaruan dari luar. Namun masuknya pembaruan tersebut di beberapa dusun (jalan aspal jalur masuknya kendaraan bermotor, listrik dan program bantuan pemerintah lainnya) mempengaruhi sebagian masyarakat untuk mengubah gaya hidup, seperti mengikuti bentuk rumah tinggal modern dari luar baik sebagian maupun keseluruhan. Salah satu dusun yang berupaya membentengi diri dari pengaruh luar adalah Dusun Benteng, yang juga merupakan tempat tinggal Ammatoa (pemimpin adat). Sehingga terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan di desa ini yang menyebutkan adanya keseragaman susunan rumah dan tatanan lingkungan rumah yang masih belum banyak berubah/ tetap dipertahankan. Namun penelitianpenelitian tersebut belum ada yang secara khusus membahas tentang tanda dan
4
simbol serta pesan yang disampaikan yang terkandung di rumah tradisional tersebut. Sehingga hal ini merupakan salah satu celah pengetahuan (gap of knowledge) yang menarik untuk diteliti.
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan beberapa uraian dan fakta-fakta yang telah diungkapkan
sebelumnya terkait penelitian ini, maka pertanyaan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja tanda dan simbol arsitektural yang terdapat di rumah tradisional Kajang? 2. Apa makna-makna yang terkandung dalam tanda dan simbol arsitektural rumah-rumah tradisional Kajang?
1.4
Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan untuk: 1. Merumuskan tanda dan simbol arsitektural yang terdapat di rumah tradisional Kajang. 2. Mengetahui makna-makna yang terkandung dalam tanda dan simbol arsitektural dalam rumah-rumah tradisional Kajang.
1.5
Sasaran Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, maka upaya yang
perlu dilakukan untuk mencapai sasaran penelitian ini:
5
1. Memilah elemen rumah dan susunan rumah yang asli untuk dibahas tanda dan simbolnya dari bagian yang hanya merupakan penambahan. 2. Mengkodifikasi tanda dan simbol tersebut ke dalam kode arsitektural dalam teori acuan yaitu kode teknikal, kode sintaktik dan kode semantik. 3. Merangkum makna dari tanda dan simbol arsitektural yang diperoleh dari informasi responden serta informan penting di dusun tersebut.
1.6
Manfaat penelitian Penelitian ini dihararapkan dapat memberi manfaat: 1. Bagi ilmu pengetahuan arsitektur bangunan tradisional; Sebagai rujukan tambahan untuk memperkaya pengetahuan tentang budaya dan teknologi arsitektur Nusantara khususnya kekhasan dan keunikan arsitektur rumah tradisional Kajang. 2. Bagi warga desa dan pemerintah daerah setempat; a. Bagi warga Desa Tana Toa, Kajang. Mengedukasi tradisi dan warisan budaya tanda dan simbol arsitektural, sehingga dapat dilestarikan oleh komunitas adat Kajang. b. Budaya arsitektur tradisional Kajang dapat diperkenalkan kepada masyarakat luas, wisatawan dan peneliti lainnya. 3. Bagi peneliti dalam pengembangan keilmuan arsitektur; Hasil riset sebagai referensi untuk program pengembangan penelitian yang lebih rinci mengenai kekhasan dan keragaman arsitektur tradisional Nusantara selanjutnya. 6
1.7
Keaslian Penelitian Untuk menunjukkan keaslian penelitian, maka dilakukan peninjauan dan
perbandingan penelitian-penelitian yang terkait. Aspek yang dibahas berhubungan dengan rumah tradisional yang berada di Nusantara pada umumnya, maupun yang ada di Makassar dan Bulukumba yang berada dekat dengan lokasi yang akan diteliti serta penelitian yang berada di Kawasan Kajang itu sendiri. Penelitian arsitektur tentang bentuk rumah dan ruang yang erat kaitannya dengan budaya, lingkungan permukiman, religi dan keadaan sosial telah dilakukan dalam beberapa penelitian arsitektur tradisional Nusantara. Adapun ikhtisar beberapa penelitian tersebut di antaranya adalah: 1) Penelitian mengenai rumah tinggal tradisional dan lingkungannya yang berlokasi di Bali oleh Adiputra (1999) menghasilkan temuan adanya hubungan antara kekhasan pada karakteristik arsitektural desa adat dengan sistem sosial budaya spesifik masyarakatnya. 2) Kemudian oleh Radja (2000) mengkaji tentang tradisional
Makassar,
yang
menghasilkan
keragaman rumah
temuan
berupa
faktor
keseragaman maupun faktor keanekaragaman rumah seperti perbedaan fungsi ruang, arah dan orientasi. 3) Temuan mengenai elemen-elemen peruangan yang masih tetap bertahan walaupun rumah telah mengalami perkembangan, dilakukan oleh Hadi (2000), yang juga membahas tentang proses pembentukan rumah yang bertolak dari kenyataan adat kebiasaan masa lalu, seperti: paham religi/ kepercayaan dan kosmologi, keadaan sosial, serta
7
4) Penelitian Hardiyatno (2000) tentang simbol-simbol pada masjid kerajaan di Jawa yang terfokus pada kajian tekstual yang menghasilkan kesimpulan bahwa masjid kerajaan tidak hanya difungsikan sebagai bangunan ibadah tetapi juga memiliki makna eksistensi kerajaan budaya Jawa jaman dulu. Penelitian arsitektural dalam kawasan adat Kajang telah mulai dilakukan sejauh ini oleh beberapa peneliti, di antaranya oleh: 1) Arifin (2013) bahwa perubahan ruang hunian oleh gaya hidup dan gender komunitas Ammatoa Kajang Sulawesi Selatan yang menghasilkan temuan tentang adanya makna ruang di rumah tinggal Kajang yang menandakan penghargaan terhadap perempuan. Penelitian ini menemukan penjelasan tentang makna khusus pada spasial/ ruang, namun lebih mengkhususkan pada konsep gendernya. Penelitian ini lebih meneropong kepada aspek pengaruh gaya hidup terhadap keinginan mempertahankan bentuk rumah. 2) Penelitian lain tentang arsitektur Kajang, juga dilakukan oleh Osman (2000)
yang
mengungkapkan
karakteristik
rumah
tinggal
dan
lingkungannya serta aturan tatanan hunian yang berkaitan dengan proses bermukim serta kebertahanannya, juga menuturkan bahwa tidak terjadi perubahan wujud rumah tinggal di kawasan adat. Disebutkan beberapa elemen bangunan yang memiliki makna, namun tidak dibahas mendalam. 3) Kemudian oleh Takwim (2013) menjelaskan Ajaran Pasang Ri Kajang sebagai kearifan lokal dalam pemanfaatan dan penataan ruang secara makro. Belum ditemukan penelitian yang secara khusus membahas masalah tanda dan simbol yang ada pada satuan terkecil hingga kompleks
8
di rumah tradisional Kajang dan menguraikan pesan yang ada di balik tanda dan simbol tersebut. Tabel 1.1. Perbandingan antara usulan penelitian dan penelitian terdahulu No.
Penulis, Tahun
1
I Gusti Ngurah Tri Adiputra (1999)
2
Waluya Hadi (2000)
3
Judul Penelitian
Metode Penelitian
Rumah Tinggal Tradisional dan Lingkungannya di Desa Adat Pengotan, Bangli Perkembangan rumah ara desa ara kabupaten bulukumba
Paradigma rasionalistik, dan metode naturalistik
Abdul Mufti Radja (2000)
Keragaman Rumah Tradisional Makassar
4
Sri Hardiyatno (2000)
Simbol-simbol pada masjid kerajaan di Jawa
Pendekatan kualitatif rasionalistik pengolahan data secara induksi dan pembahasan dengan teknik ekplanasi Pendekatan rasionalistik dengan metoda eksplorasi tekstual, teoretik
5
Mimi Arifin, (2013)
Perubahan Ruang Hunian Oleh Gaya Hidup dan Gender Komunitas Ammatoa Kajang Sulawesi Selatan
Metode fenomenologi dilanjutkan degan metode retrospektif
6
Supriadi Takwim (2013)
Kearifan Lokal Suku Kajang Dalam Penataan Ruang
kualitatif
Metode fenomenologi dan ditekankan dengan proses induktif
Temuan Penelitian Menunjukkan adanya hubungan antara kekhasan pada karakteristik arsitektural desa adat pengotan dengan sistem sosial budaya spesifik masyarakatnya. Rumah Ara terbentuk bertolak dari kenyataan adat kebiasaan masa lalu, seperti: paham religi/ kepercayaan dan kosmologi, keadaan sosial. Perubahan rumah panggung, seperti; orientasi arah rumah, dan pola penataan ruang, Keseragaman rumah terdiri atas proses mendirikan rumah, bentuk rumah, dan fungsi ruang. Keragaman rumah tradisional Makassar terdiri atas perbedaan fungsi ruang dalam, arah perletakan tanggga, orientasi rumah, dan pemakaian material. Ungkapan fisik dan setting mesjid di Jawa menunjukkan pengaruh kuat dari budaya bangunan ibadah sebelum Islam. Masjid di Jawa selain sebagai fasilitas ibadah, juga memiliki makna simbolik untuk memperkuat eksistensi raja dan kerajaan (nilai budaya Jawa yang telah ada sebelumnya. Makna ruang pada rumah tinggal Kajang Dalam menandakan penghargaan terhadap perempuan. Kontak masa lalu (habitus lama) berpengaruh dalam memodifikasi gaya hidup (habitus baru) yang berdampak pada keinginan mempertahankan bentuk rumah. Faktor ekonomi mempengaruhi perubahan gaya hidup, dan cara mempertahankan hidup. Ajaran Pasang ri Kajang dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan pesan berupa pengetahuan lokal, seperti nilai Kamase-mase yang mengangkat
9
7
Wiwik Wahidah Osman (2000)
Karakteristik dan Aturan Adat Pada Tatanan Rumah Tinggal dan Permukiman Ammatoa Kajang, Bulukumba.
Kualitatif metode fenomenologi
8
Suci Qadriana Ramadhani (2015)
Tanda dan simbol arsitektur rumah Kajang, Dusun Benteng, desa Tanah Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan
kualitatif rasionalistik
tentang kebersahajaan dan pemanfaatan ruang dengan asas “secukupnya” kemudian didialogkan dengan teori perencanaan yang mempertimbangkan aspek budaya lokal dalam perencanaan. Mengungungkapkan Karakteristik rumah dan lingkungannya serta aturan tatanan hunian yang berkaitan dengan proses bermukim serta kebertahanannya. Serta penjelasan tentang perubahan wujud rumah tinggal dan permukiman di kawasan Adat (Dusun Benteng, Dusun Sobbu dan Dusun Transisi tidak terjadi). Mengungkapkan tentang tanda dan simbol pada rumah Kajang dalam Kawasan adat Dusun Benteng. Tanda dan simbol tersebut melekat pada kode arsitektural rumah, yaitu kode teknikal (makna elemen rumah secara terpisah), kode sintaktik (hubungan tanda-tanda dalam hal keruangan atau hubungan antar ruang), dan kode semantik (makna penanda pada elemen dan keruangan rumah secara kompleks)
(Sumber: Survei, 2015)
10