“MOBILE COURT” PART I MODERNISASI LAYANAN PERADILAN AGAMA EJAWANTAHKAN “JUSTICE FOR ALL” HINGGA KE PELOSOK NUSANTARA (Sebuah Pemikiran Awal) NURUL HAKIM, L.Dj. [Kepala Sub Bagian Umum Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat]
PROLOGUE Ada gambar karikatur unik, Stanley Arthur Franklin (Kartunis Politik Inggris)1 penciptanya, berukuran 13" x 9" (335 mm x 220 mm) yang dibuat pada tahun 1966 dan pertama kali dimuat di “The Daily Mirror” Inggris pada tanggal 16 September 1966, yang kini tersimpan rapih di arsip website The British Cartoons Archive (http://www.cartoons.ac.uk/record/09698)
Jika kita perhatikan gambar karikatur (asli) di atas --- maka yang ada di benak kita selain lucu, unik dan mungkin sedikit nyeleneh! Masa ada Hakim, bersidang menggunakan kendaraan! Ada-ada saja!! Konon “asbabul-wurud” terbitnya karikatur tersebut merupakan sentilan politis Franklin terhadap sikap pemerintah dan pengadilan di Prancis pada tahun 1960-an yang begitu tegas dan tanpa kompromi dalam menindak pelanggar lalu-lintas di kota Paris Prancis, meskipun yang melanggarnya “turis asing” orang Inggris. (Indikator pelanggar dari Inggris lihat bagian belakang mobil ada tulisan GB --- kependekan dari “Great British”)
1
Stanley Arthur Franklin adalah pria kelahiran 30 Oktober 1930 di Bow, London - sebuah distrik di London Timur, Inggris, di London Borough of Tower Hamlets dulu kota Bow dikenal Stratford Atte Bow
Hal tersebut bisa terjadi karena standar kemudi kedua negara ini berbeda --- Prancis menganut Right-Hand Traffic (sisi kanan untuk berlalu-lintas) sedangkan Inggris menganut Left-Hand Traffic (sisi kiri untuk berlalu-lintas) --- Karenanya stir mobil di Prancis di sebelah kiri sedangkan stir mobil di Inggris sama seperti kita di sebelah kanan dan akibat perbedaan kebiasaan ini, sedikit banyak mempengaruhi faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Prancis pada saat itu --- Masih belum yakin, ingat film Mr. Bean dengan mobil Mini Cooper-nya?, stir ada di sebelah kanan-kan? Sehingga turis dari Inggris jika melancong ke Paris dengan berkendaraan, merasa tidak nyaman, karena diperhatikan terus oleh aparat penegak hukum di sana --- lihat kalimat yang ditulis Franklin di bawah karikaturnya “Don’t look now, Dear. But I think we’re being followed” --- Kurang lebih artinya (kalau tidak salah) "Sayang...., jangan dulu lihat sekarang ya, karena saya pikir kita sedang diikuti nih". Lalu apa yang dapat kita ambil dari gambar karikatur tersebut? Sebetulnya banyak perspektif yang dapat kita maknai atas karikatur tersebut, tapi ketika kita coba “croping” gambar A menjadi Gambar B --- Barulah muncul keunikan dan ke-radikal-an imajinasi pemikiran Franklin, dalam melihat pengadilan. A
B
Karikatur karya Stanley Arthur Franklin, cukup memberi inspirasi kepada kita untuk melakukan “metaforma” Di jaman modern ini yang serba cepat, serba simpel dan serba mungkin --- kenapa tidak mungkin “FRENCH ON THE SPOT COURT” atau hakim bersidangan dalam kendaraan, dapat kita terapkan di Peradilan Indonesia? Akhirnya saya coba “Googling” kalimat “French On The Spot Court” di internet, ternyata phrase itu kurang dikenal (kurang populer). Kemudian saya coba lagi dengan kata “Mobile Court”. Hasilnya cukup menakjubkan, karena ternyata di beberapa negara tetangga kita (khususnya negara berkembang) sudah lebih dulu menerapkan metode “Mobile Court” dalam mengejawantahkan “Justice For All” dan memberikan pelayanan hukum keadilan bagi pencari keadilan hingga ke pelosok negeri-nya --- Sebut saja Malaysia dan India, bahkan di Somalia (Tanduk Benua Afrika), mereka telah menerapkan “Sistem Peradilan Berjalan” (Mobile Court).
“Justice On Wheels” India Di India, ternyata mobile court telah dikenal dengan sebutan “Justice On Wheels” sejak tahun 2008, namun resmi dan sempurnanya fasilitas tersebut diluncurkan sebagai salah satu layanan peradilan pertama kali diluncurkan di Pengadilan Distrik Kota Mangalore India (Pengadilan Negeri Kota Manglore) pada tanggal 18 Januari 2010. 2
“Mobile Court” Somaliland Di Somaliland atau kita kenal Somalia (Bagian Tanduk dari Benua Afrika), ternyata “Mobile Court” telah ada dan resmi sejak tahun 2008, meski sukses dan berhasilnya program tersebut di tahun 2010, setelah “Justice On Wheels” India dijadikan sebagai model dan melalui kerjasama Departemen Kehakiman, Pengadilan dan UNDP --- Somaliland mendirikan “Mobile Court” di seluruh daerah di Hargeisa, Burao, Berbera, Borama dan Erigavo --- dengan spirit “Mempercepat dan menyederhanakan akses terhadap keadilan bagi seluruh rakyat Somaliland”. 3
“Bilik Mahkamah Bergerak” Malaysia Mobile court di Malaysia dikenal dengan sebutan “Bilik Mahkamah Bergerak”. Ternyata program layanan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan tersebut sama dengan program kegiatan Peradilan Agama di Indonesia, yaitu “Program Sidang Keliling” yang telah dimulai sejak lima tahun lalu (2007). 2 3
http://www.thehindu.com/news/cities/Mangalore/article1090045.ece http://somalilandpress.com/mobile-courts-speed-up-justice-in-somaliland-21991/
Awalnya pelaksanaan Sidang Keliling dilakukan dengan cara mengirim “Hakim Keliling” ke desadesa untuk mendengar kasus dan membuktikan dokumen perkara --- Biasanya kantor-kantor pemerintah kabupaten atau kantor pemerintah lainnya digunakan sebagai tempat sidang/balai sidang. [kurang lebih sama dengan praktek Sidang Keliling Pengadilan Agama di Indonesia] Namun sejak ide/gagasan “Mobile Court” yang dilontarkan pada tahun 2011 oleh Ketua Pengadilan Sabah dan Serawak (Richard Malanjum) diterima pemerintah dan pengadilan Malaysia --- Akhirnya hingga kini Pengadilan di Malaysia melakukan kegiatan sidang kelilingnya dengan menggunakan bis yang dirubah (Bus Customize) menjadi “Bilik Mahkamah Bergerak/Mobile Court Room” dalam memberikan bantuan hukum dan keadilan bagi semua orang hingga ke pelosok-pelosok desa terpencil. Ini adalah kali pertama di Malaysia.4
Malaysia's first mobile court brings justice to the remotest village (Pengadilan mobile pertama Malaysia membawa keadilan hingga ke desa terpencil)
Sidang Keliling di Indonesia Sebetulnya istilah “Sidang Keliling” sudah sangat familier bagi aparatur Pengadilan Agama (khususnya), karena praktek Sidang Keliling telah ada, jauh sebelum Pengadilan Agama satu atap di bawah Mahkamah Agung RI. bahkan masih berlanjut hingga saat ini. Namun pelaksanaannya dengan cara memanfaatkan gedung pemerintahan/instansi lain, seperti balai desa, kantor kecamatan, kantor KUA, atau tempat fasilitas umum yang mudah dijangkau oleh masyarakat yang tinggal jauh dari Kantor Pengadilan.
4
http://insightsabah.gov.my/article/read/907
Indikatornya, kita dapat temukan banyak referensi resmi, baik reguler tahunan (Laporan Tahunan) maupun insidentil (Buku Pedoman Sidang Keliling). Jika kurang yakni cobalah lihat di perpustakaan dinas kantor anda --- Diantaranya : 1. Buku Rencana Induk Pengembangan Peradilan Agama 2000-2009 yang diterbitkan Departemen Agama Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Islam (Binbaga Islam) up. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (Ditbinbapera) pada tahun 2000, termaktub data dan rencana strategis tentang “Sidang Keliling”. 2. Buku Profil Peradilan Agama Tahun 2005 yang dikeluarkan Ditjen Badilag MARI, bahwa pada tahun 2004 ada 75 Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah yang menggelar sidang keliling dengan jumlah tempat sidang mencapai 208, dengan total perkara yang disidangkan melalui “Sidang Keliling” sebanyak 8.039 perkara. 3. Buku Pedoman Sidang Keliling Pengadilan Agama Tahun 1998-1999, yang diterbitkan Departemen Agama Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Islam (Binbaga Islam) up. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (Ditbinbapera) pada 1 Mei 1998 (pada saat itu dijabat oleh Drs. H. Syamsuhadi, SH.) yang isinya meliputi : pengertian, ruang lingkup, tujuan, dasar hukum, tata cara penyelenggaraan “Sidang Keliling” hingga strategi kordinasi dengan instansi setempat. Ternyata untuk masalah “Sidang Keliling” --- Kita (baca : Indonesia) lebih dulu dan lebih mapan serta lebih tertib dalam pengaturan-pelaksanaannya dibanding negara-negara tetangga kita (Malaysia, India dan Somalia). Jika masih menyangsikan itu semua! Cobalah tanyakan kepada bapak-bapak hakim senior kita atau pegawai-pegawai Pengadilan Agama yang dulu definitif PNSnya di masa-masa Pengadilan Agama masih di bawah naungan Departemen Agama RI --- Pasti, beliau-beliau itu membenarkan (baca : meng-iya-kan). Terlebih lagi di era Pasca Satu Atap di bawah Mahkamah Agung --- Pimpinan Mahkamah Agung RI begitu konsen dan serius mengatur Tata Pelaksanaan Sidang Keliling, indikatornya adalah dengan terbitnya Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum (detilnya : Lampiran B – Bagian II, Bab IV, Bagian II, Pasal 10 – 15 dari SEMA No.10 Tahun 2010). Dimana pengaturan tatalaksananya sudah sangat rinci, runtut dan berwawasan manajemen modern, memperhatikan 6 unsur manajemen modern (men, money, materials, machines, method, dan markets), sehingga benar-benar memberikan kepastian hukum dan kepastian pelaksanaan di lapangan. Bahkan karena strategis dan pentingnya “Sidang Keliling” guna mengejawantahkan Reformasi Peradilan Indonesia dan merealisasikan “Justice For All” serta dalam rangka memberikan pelayanan hukum dan keadilan bagi masyarakat pencari keadilan, Pimpinan Mahkamah Agung menerbitkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 026/KMA/SK/II/2012 tanggal 9 Februari 2012 tentang Standa Pelayanan Peradilan, yang didalamnya mengatur pula secara khusus tentang “Pelayanan Sidang keliling” (detilnya : Lampiran KMA : 026/KMA/SK/II/2012, Bab IV, Huruf G, halaman 18 - 19)
REALITAS SIDANG KELILING DI INDONESIA DI 130 TAHUN PERADILAN AGAMA5 Masih segar dalam ingatan kita di medio September 2012, sebuah perhelatan bersejarah bagi warga Peradilan Agama (khususnya), yakni Peringatan 130 Tahun Peradilan Agama, yang digelar di Mercure Hotel Ancol Jakarta pada tanggal 17-19 September 2012 --- Ada yang dapat jadikan anchor pentingnya “Sidang Keliling” bagi Pengadilan Agama, yakni pemaparan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Wahyu Widiana, bahwa : “Peradilan Agama telah melakukan terobosan demi menjangkau kelompok miskin dan kaum marjinal yang terlilit kasus hukum keluarga. Terobosan yang dilakukan adalah sidang keliling dan memberikan layanan gratis melalui pos-pos bantuan hukum”. Untuk diketahui saja, sidang keliling ini pernah dipandang sebelah mata. Pasalnya, sidang keliling dianggap dapat membuat angka perceraian semakin tinggi. Hal ini dibantah Wahyu Widiana. Menurutnya, sidang keliling bukan untuk mempermudah orang untuk melakukan perceraian, tetapi untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat di bidang hukum keluarga, baik status pernikahan, perceraian, hingga status anak.
Indonesia Circuit Court ≈ French On The Spot Court/India Justice on Wheels/Somaliland Mobile Court/Malaysia Bilik Mahkamah Bergerak? Lalu, apakah “Sidang Keliling” di Indonesia dapat di-equivalensi-kan dengan On The Spot Court-nya Prancis, Justice on Wheels-nya India, Mobile Court-nya Somalia atau Bilik Mahkamah Bergerak-nya Malaysia? Tanpa bermaksud menyamakan, jika dilihat dari spirit, maksud dan tujuan dari pelaksanaan “Sidang Keliling” oleh pengadilan --- Semuanya adalah sama, yaitu dalam rangka mewujudkan “Justice for All” dan dalam rangka mempercepat/mempermudah akses ke pengadilan bagi masyakarat pencari hukum dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat hingga ke pelosok negeri. Namun yang membedakannya adalah kreativitas dan ke-radikal-an dalam mengejawantahkan “Sidang Keliling” saja --- Negara tetangga kita (Malaysia, India, Somalia), cenderung lebih kreatif dan radikal dalam mengejawantahkan “Sidang Keliling” kaitannya dengan “Justice For All”, sedangkan kita (baca : Indonesia) cenderung lebih taat (atau mungkin konservatif) dalam mentaati ketentuan dan peraturan yang ada --- Karena dari beberapa peraturan yang ada, mulai dari Pedoman Sidang Keliling Pengadilan Agama (1998) hingga SEMA Nomor 10 Tahun 2010 dan KMA Nomor 026/KMA/SK/II/2012, secara tekstual (jelas dan tegas) mengatur : 1. SEMA 10 Tahun 2010 --- Pasal 11 angka (2) : Sidang Keliling dilaksanakan di kantor pemerintah seperti Kantor Kecamatan, Kantor KUA, Kantor Desa atau gedung lainnya. Dan angka (3) : Ruang sidang keliling diusahakan memenuhi dekorum ruang persidangan demi menjaga martabat pengadilan. 2. KMA 26/KMA/SK/II/2012 --- Bab IV, huruf G, angka (4) : Sidang keliling dilaksanakan di tempattempat yang representatif pada lokasi dimana sidang diadakan antara lain di balai desa, kantor 5
Disarikan dari Berita Utama --- www.hukumonline.com, “Sedang Keliling Pengadilan Agama Melegakan : Memberikan Kepasatian Hukum, Bukan Mempemudah Perceraian”, edisi Senin, 24 September 2012.
kecamatan, kantor KUA, atau tempat fasilitas umum yang mudah dijangkau oleh masyarakat yang tinggal jauh dari kantor pengadilan. 3. Pedoman Sidang Keliling Pengadilan Agama (1998-1999) --- Cenderung lebih eksplisit dan detil mengatur “Sidang Keliling” mengarah pada pengaturan tempat berupa ruang dan gedung. Hal tersebut diatur dalam Bab II Tata Cara Penyelenggaraan Sidang Keliling Pengadilan Agama, Sub Bab C. Penyediaan Sarana dan Prasarana : a. Balai/Tempat Sidang Keliling (Insidentil), berupa penyediaan ruang khusus di balai desa atau kantor kecamatan. b. Balai/Tempat Sidang Keliling (Tetap), berupa gedung khusus dengan sarana prasarana kerjanya.
“UMPAN TEROBOSAN” YANG PERLU DI SAMBUT MENJADI “GOL” Dalam dunia persepak-bolaan, ada istilah “Umpan Terobosan” (Through Pass). Hal ini seringkali dipakai untuk menerobos langsung ke pertahanan lawan dan seringkali umpan ini menusuk pertahanan langsung ke depan gawang atau menempatkan bola kedepan daerah pertahanan lawan yang kosong, Fernando Torres yang sangat mahir dalam umpan seperti ini. Pesepak Bola yang melakukan umpan terobosan harus memperhatikan tiga hal berikut: Mampu secara cermat melihat ruang kosong di pertahanan lawan. Mampu mengukur tempat agar tidak terjadi offside. Jika ingin melakukan umpan terobosan ini diusahakan pemain yang diberikan umpan ini memiliki kecepatan yang baik. Jika “Mobile Court” kita qiyas-kan sebagai “umpan terobosan” --- “Lawan” kita adalah kesulitan dan ketidak berdayaan masyarakat miskin dan termarjinalkan untuk mendapatkan akses hukum dan keadilan di pengadilan dengan “Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan” serta memenuhi rasa “adil dan berkeadilan” --- Rasanya 3 (tiga) syarat melakukan “umpan terobosan” yang baik sudah terpenuhi, yakni : 1. Adanya ruang yang cukup luang (kosong) untuk menyodorkan gagasan ini, yaitu : a. Memaknai Pasal 11, angka (2) SEMA 10 Tahun 2010 : “Sidang Keliling dilaksanakan di kantor pemerintah seperti Kantor Kecamatan, Kantor KUA, Kantor Desa atau gedung lainnya” tidak terlalu kaku (rigid) --- Dengan penafsiran yang lebih universal dan soft, menjadi “di sekitar (halaman) Kantor Kecamatan, Kantor KUA, Kantor Desa atau gedung lainnya”. Tentunya dapat memberi peluang, bahwa hakim bersidang dengan menggunakan mobil/kendaraan (Bus) yang diparkirkan di gedung/kantor tadi menjadi tidak melawan aturan SEMA 10 Tahun 2010; Memaknai Pasal 11, angka (3) SEMA 10 Tahun 2010 : “Ruang sidang keliling diusahakan memenuhi dekorum ruang persidangan demi menjaga martabat pengadilan” --- Dengan penafsiran yang lebih universal dan soft, yakni dengan merancang-bangun (desain) interior mobil/kendaraan (bus) yang akan dijadikan “Mobile Court” --- benar-benar memenuhi asas/syarat dekorum ruang persidangan yang berwibawa dan bermartabat.
b. Memaknai Bab IV Standar Pelayanan Pada Badan Peradilan Agama, huruf G, angka (4) dalam KMA 26/KMA/SK/II/2012 : “Sidang keliling dilaksanakan di tempat-tempat yang representatif pada lokasi dimana sidang diadakan antara lain di balai desa, kantor kecamatan, kantor KUA, atau tempat fasilitas umum yang mudah dijangkau oleh masyarakat yang tinggal jauh dari kantor pengadilan” ---- Ketentuan ini lebih memungkinkan lagi, kita dapat menafsirkan lebih jauh dan lebih kreatif lagi. Bahwa dengan menciptakan “Mobile Court” yang menyediakan fasilitas ruang administrasi, ruang sidang dan ruang tunggu para pihak yang benar-benar representatif, nyaman, menjaga citrawibawa dan martabat pengadilan --- Rasanya tidak menyalahi atau melawan ketentuan KMA 26/KMA/SK/II/2012. 2. Mampu mengukur tempat agar tidak terjadi offside --- Adanya “Mobile Court” di Somalia, “Justice on Wheel” di India dan “Bilik Mahkamah Bergerak” di Malaysia, tentunya gagasan “Mobile Court” untuk Sidang Keliling bagi Pengadilan di Indonesia bukan sebuah ide yang offside atau salah karena menjadi terlalu depan sendiri. Nyatanya di Indonesia sendiri, model layanan keliling (Mobile Service) sudah banyak dilakukan instansi/lembaga pemerintah lain, misalnya “Layanan Puskesmas Keliling” milik Dinas Kesehatan, “Layanan SIM Keliling” milik POLRI, “Perpustakaan Keliling” milik Dinas Perpustakaan Daerah, “Layanan Penyuluhan Keliling” milik BKKBN, dan masih banyak lagi. Jadi atas dasar itu, ide/gagasan “Mobile Court”/Sidang Keliling untuk meningkatkan layanan Pengadilan di Indonesia, cukup memenuhi syarat untuk segera diwujudkan. 3. Jika ingin melakukan umpan terobosan ini diusahakan pemain yang diberikan umpan ini memiliki kecepatan yang baik --- Melihat realitas lembaga pengadilan di Indonesia saat ini, yakni Mahkamah Agung berserta Badan Peradilan Di Bawah-nya yang sejak tahun 2003 hingga saat ini, tengah melakukan “Reformasi Birokrasi” menuju Badan Peradilan Yang Agung --Tentunya tengah semangat dan giat-giatnya berupaya semaksimal mungkin mewujudkan agenda Reformasi Peradilan sebagaimana telah tercanangkan dalam Cetak Biru Peradilan Indonesia 2010-2035. Jadi ini saat yang tepat untuk menggulirkan program “Mobile Court” bagi Pengadilan di Indonesia, karena seluruh badan peradilan di bawah mahkamah agung berupaya mewujudkan “Justice For All” yang selama ini selalu dikampanyekan. Optimisme lain, “Mobile Court” dapat terwujud di Pengadilan Indonesia adalah selain terbitnya KMA 26/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan yang sudah begitu lengkap mengatur seluruh lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung RI untuk memberikan pelayanan pengadilan yang berkualitas bagi pencari keadilan dan masyarakat.6
6
Lampiran KMA 26/KMA/SK/II/2012--- Bab I Ketentuan Umum, Maksud dan Tujuan, hal.1
Juga dengan termaktubnya langkah kegiatan riil “Meningkatkan Efektifitas Sidang Keliling”dalam “Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035” sebagai pengejawantahan Arah Pembaharuan Fungsi Teknis Peradilan Indonesia yaitu “Menjamin terwujudnya pelaksanaan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif dan berkeadilan”, salah satu dari program utamanya adalah Penguatan Akses pada Pengadilan --- yang ditujukan untuk : (1) Memberi kemudahan akses fisik kepada pencari keadilan, dan (2) Meringankan beban biaya perkara untuk masyarakat miskin. Jelas ini merupakan saat yang tepat untuk mewujud, Program “Mobile Court” atau “Layanan Pengadilan Keliling” menjadi solusi yang tepat dan efektif guna menjawab tantangan dan kebutuhan layanan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan dan masyarakat Indonesia hingga ke pelosok nusantara. “Sidang Keliling Statis” Versus “Sidang Keliling Bergerak” Agar lebih arif dalam membijaki realitas baru ini, kita dapat melakukan perbandingan, mana yang lebih efektif dan efisien antara prektek “sidang keliling” yang selama ini dilakukan dengan praktek “mobile court” gagasan baru yang perlu digulirkan. “Sidang Keliling Statis” maksudnya adalah sidang pengadilan yang dilaksanakan di luar gedung pengadilan yang di peruntukan bagi masyarakat yang mengalami hambatan untuk datang ke kantor pengadilan karena alasan jarak, transportasi dan biaya dengan menggunakan Gedung Balai Sidang milik Pengadilan atau Gedung Balai Sidang milik instansi pemerintah lain (misal : Balai Desa, KUA, dll) “Sidang Keliling Bergerak” maksudnya adalah sidang pengadilan yang dilaksanakan di luar gedung pengadilan yang di peruntukan bagi masyarakat yang mengalami hambatan untuk datang ke kantor pengadilan karena alasan jarak, transportasi dan biaya dengan menggunakan Mobil/Kendaraan Roda Empat (misal : Bus / Micro Bus) Analisis perbadingan “Sidang Keliling Statis” dengan “Sidang Keliling Bergerak” : INDIKATOR Sistem pengadaan
SIDANG KELILING STATIS Melalui 2 tahap besar : A. Tahap Pembelian Tanah Pembelian Tanah untuk perkantoran pemerintah telah diatur dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa, melalui Pengadaan Langsung B. Pembangunan Gedung Pembangunan Gedung untuk perkantoran pemerintah telah diatur dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa, melalui Lelang Umum, dengan 3 tahapan lelang : 1. Pelelangan Umum Perencanaan 2. Pelelangan Umum Pengawasan 3. Pelelangan Umum Pelaksanaan
SIDANG KELILING BERGERAK Melalui 2 tahap sederhana : A. Tahap Pengadaan Kendaraan Berapa pun harganya, cukup dengan Penunjukan Langsung, karena Pemerintah melalui LKPP telah menerbitkan NGO dan Kontrak Payung dengan Pihak Penyedia B. Tahap Customize Kendaraan Hingga 200 juta = Penunjukan Langsung. Diatas 200 juta = Pelelangan Sederhana
INDIKATOR Sistem pemeliharaan dan pengamanan
Kemudahan akses layanan bagi pencari keadilan (masyarakat) Menjaga citra wibawa dan martabat pengadilan
Anggaran penyelenggaraan
SIDANG KELILING STATIS Standar Pemeliharaan Gedung Kantor - Membayar gaji pegawai khusus (karena terpisah dengan kantor utama) Standar Pengamanan Gedung Kantor - Membayar gaji pegawai khusus (karena terpisah dengan kantor utama - Dekat dan mudah bagi yang dekat - Tidak dapat berpindah-pindah Cenderung kurang dapat menjaga citra wibawa dan martabat pengadilan, terlebih lagi jika “Sidang Keliling Statis” tersebut meminjam gedung/fasilitas instansi pemerintah lain. Terutama menjaga citra wibawa dan martabat aparatur peradilan, karena terlalu bebas berinteraksi (terlebih lagi, ikut di tempat instansi lain) Cenderung lebih mahal (high cost) Indikator : - Anggaran Pengadaan Gedung - Anggaran Pemeliharaan Gedung - Anggaran Kegiatan
SIDANG KELILING BERGERAK Sistem Pemeliharaan Kendaraan - Penyedia Jasa Service Kendaraan Sistem Pengamanan Kendaraan - Tersedia dalam kendaraan dan Dapat memanfaatkan SDM yang ada
- Senantiasa dekat dan mudah bagi Masyarakat karena dpt bergerak - Dapat berpindah-pindah Cenderung dapat menjaga citra wibawa dan martabat pengadilan, karena lebih independen, modern dan sangat menjaga citra wibawa dan martabat aparatur peradilan, karena lebih savety dan mandiri.
Cenderung lebih murah (low cost) Indikator : - Anggaran Pengadaan Kendaraan - Anggaran Pemeliharaan Kendaraan - Anggaran Kegiatan
EPILOGUE Akhirnya pemaparan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MARI pada peringatan 130 Tahun Peradilan Agama di Mercure Hotel Jakarta, yang menegaskan bahwa “Efektivitas sistem peradilan dan penegakan hukum sangat erat kaitannya dengan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar warga negara --- semakin sulit sistem peradilan dan penegakan hukum, maka pemenuhan hak-hak dasar warga negara semakin jauh” --- dapat kita dijadikan “postulat” bahwa memberikan layanan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan dan masyarakat, merupakan kewajiban asasi lembaga peradilan. Berdasarkan hal tersebut, maka layanan peradilan yang efektif dan berkeadilan, dengan cara memberikan kemudahan akses pengadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia hingga ke pelosok nusantara harus diutamakan. Namun menjaga kemandirian, wibawa dan martabat peradilan pun, harus tetap diperhatikan dengan baik, karena faktor ini memiliki pengaruh yang tidak kecil pula terhadap efektivitas sistem peradilan dan penegakan hukum. Kata kuncinya, jika “Mobile Court” atau (kita populerkan saja) “Layangan Pengadilan Keliling”, dapat menjawab dua permasalahan tersebut --- Kenapa tidak, untuk waktu yang tidak terlalu lama “Mobile Court” atau “Layangan Pengadilan Keliling”, hadir di Indonesia. (Nurul Hakim, L.Dj)