1
PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA (Study pada Sekolah Dasar Negeri 2 Gunung Sindur, Bogor)
ARTIKEL OLEH NOVIANA
Disusun sebagai Tugas Akhir Di Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang – Banten Jurusan Dharmacarya 2013
ABSTRACT Noviana, 2013. NIM : 0250109010280 . Role -Based Learning Approach contextual (Contextual Teaching Learning) to Improve Learning Outcomes Buddhism in the Elementary School 2 Gunung Sindur, Bogor. Dharamacariya Majors. High School State SriwijayaTangerang Buddhism. Material Preceptor Sapardi ,S.Ag., M. Hum, and Technical PreceptorDr . Yuriani ,M.Pd. Keywords: contextual based learning approach (Contextual Teaching and Learning), Learning Outcomes. The discussion raised in this study is the role of contextual -based learning approach (contextual teaching and learning) to improve student learning outcomes in the Elementary School 2 Gunung Sindur. This study is based on problems that occur appointed as the low student learning outcomes, especially Buddhist education. The purpose of this study was to determine and describe the role of contextual -based learning approach (contextual teaching and learning) to improve student learning outcomes in the Elementary School 2 GunungSindur. To achieve the objectives of this study, the authors use the method of action research (PTK) with a qualitative approach. The data were analyzed in the form of text results affective and psychomotor aspects of learning, and cognitive learning outcomes numeric data, the writer uses descriptive qualitative data analysis, which is described by the words of the data obtained. These results indicate that an increase in learning outcomes after applying both contextual -based learning approach of cognitive, affective, and psychomotor. Based on these results the authors concluded that the study results in the Elementary School 2 Gunung Sindur increased after applying contextual based learning approach, learning becomes berfariatif school, students can reach the value of the minimum completeness criteria, and students became active in the classroom so that learning becomes interactive. Finally, the authors suggest that educators can use this contextual-based learning approach to improve student learning outcomes .
ii
1
I.
Pendahuluan Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembentukan kepribadian anak.
Pembentukan kepribadian anak bukan hanya dibekali pendidikan umum saja, tetapi harus dibekali juga dengan pendidikan agama. Cara yang digunakan untuk mendidik anak agar memiliki jiwa keagamaan adalah melalui proses pendidikan di sekolah. Melalui pendidikan di sekolah, siswa menjadi manusia yang baik dan dapat mengatasi segala permasalahan yang dihadapi. Pendidikan agama Buddha merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan agama Buddha anak akan memiliki keterampilan, pengetahuan, dan perubahan sikap serta tingkah laku. Pendidikan Agama Buddha merupakan proses membangun mental anak. Proses membangun mental ini dipergunakan untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia itu sendiri. Pendidikan agama Buddha tidak terlepas dengan pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran harus dapat menumbuhkan semangat siswa untuk terus belajar. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan Agama Buddha bagi anak usia sekolah perlu ditingkatkan terutama pada tingkat Sekolah Dasar. Alasan pokok penulis mengangkat permasalahan tersebut adalah masih rendahnya hasil belajar pendidikan agama Buddha, upaya yang dilakukan pemerintah dan tenaga pendidik belum sepenuhnya membuahkan hasil yang baik. Manfaat umum yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah menemukan cara agar hasil belajar Pendidikan Agama Buddha dapat meningkat, sehingga anak dapat lebih mengerti dan memahami materi pendidikan Agama Buddha dengan baik dan benar.
2
II.
Pembahasan
2.1 Pengertian Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) pembelajaran adalah proses atau cara atau menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan menurut Degeng (dalam Uno, dkk 2010: 4) menjelaskan pengertian pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Sedangkan menurut pendapat Arifin (2009: 10) pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistematik yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa), sumber belajar, dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar kelas, dihadiri oleh guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetesi yang telah ditentukan. Jadi menurut Arifin, pembelajaran bukanlah kegiatan pembelajaran yang ada di dalam kelas saja, melainkan di luar kelas dengan segala sumber belajar yang memungkinkan terjadinya kondisi terjadinya tindakan belajar siswa. Sumber belajar bukan hanya terdapat pada guru melainkan yang berada di lingkungan merupakan sumber belajar yang dapat digunakan untuk mencapai atau menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran adalah suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang atau siswa dapat mengikuti kegiatan belajar yang terjadi bukan hanya di dalam kelas, diluar kelas pun dapat terjadi proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini bukan hanya berpusat pada guru, melainkan dengan sumber-sumber belajar yang lain. Pembelajaran juga bukan hanya berada di dalam kelas, melainkan diluar kelas tanpa dihadiri oleh seorang guru. Pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (design) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Inilah alasan mengapa dalam pembelajaran interaksi
3
bukan hanya guru yang menjadi sumber saja. Siswa harus berinteraksi dengan lingkungan yang dapat dijadikan sumber belajar. Hal ini bertujuan agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.2 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar terdiri dari dua kata, yaitu hasil dan belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), hasil berarti sesuatu yang dibuat, diadakan, dijadikan oleh usaha. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan atau hasil yang dimiliki oleh siswa dan diupayakan agar siswa memperoleh ilmu pengetahuan atau kepandaian tertentu setelah siswa memperoleh pengalaman belajar. Menurut Bloom (dalam Sudijono, 2009: 48), tujuan pendidikan akan tercapai jika memenuhi tiga aspek yang sangat penting dalam pembelajaran. Tiga aspek ini tidak dapat dipisahkan dari evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman yang telah dimiliki siswa. Ketiga aspek tersebut adalah 1) ranah kognitif, 2) ranah afektif, dan 3) ranah psikomotor. 2.2.1 Ranah Kognitif Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental otak. Menurut Bloom (dalam dalam Sudijono, 2009: 49) segala upaya yang mencakup aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif aktivitas otak meliputi mengingat, mengahapal, menganalisis, menerapkan materi yang dipelajari di sekolah. Pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses perolehan konsep-konsep, sifat konsep, dan bagaimana konsep itu disajikan dalam struktur kognitif.
4
Menurut Buddhisme,
dalam Abhidhammatasangaha di sebutkan bahwa,
mengingat disebut juga sebagai sanna, yaitu pencerapan. Sifat dari sanna adalah mengenali objek yang baru dan mengingat objek lama. Mengenali objek baru sama seperti memahami materi yang baru diperoleh siswa. Siswa berusaha mngenali atau memahami materi dengan menggunakan daya pemahamannya. Sedangkan mengingat objek yang lama adalah, mengingat objek atau materi yang telah diperoleh sebelumnya. 2.2.2 Ranah Afektif Menurut Krathwohl dan Bloom (dalam Iskandarwassid dan Dadang Suhendar, 2011: 203) aspek afektif berlandaskan pada lima ketegori, yaitu: 1) penerimaan (receiving), 2) pemberian respons (responding), 3) penghargaan penilaian (valuing), 4) pengorganisasian (organization), 5) karakterisasi (characterization). Aspek afektif sangat berbeda dengan aspek kognitif dan keterampilan. Aspek afektif bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang mempelajarinya. Aspek afektif menekankan segi penghayatan dan apresiasi dari siswa. Setiap siswa memiliki nilai yang diyakini berbeda-beda, baik yang disadari atau tidak, yang jelas ataupun yang tidak. Sifat-sifat inilah yang sangat penting untuk merumuskan tujuan afektif. 2.2.3 Ranah Psikomotor Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor menurut Simpson (dalam Sudijono, 2009: 57) tampak dalam bentuk skill atau keterampilan dan kemampuan bertindak siswa. Hasil belajar psikomotor merupakan hasil dari ranah kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor jika siswa telah menunjukkan perilaku
5
atau perbuatan yang sesuai dengan makna yang terkadung dari ranah afektif dan psikomotor. Menurut Djaali (2009, 101-132) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1) motivasi, 2) sikap, 3) minat, 4) bakat, dan 5) konsep diri. Berikut ini akan dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran. Motivasi adalah, keadaan fisiologis dan psikologis yang terjadi dalam diri seseorang yang dapat mendorong orang tersebut untuk melakukan suatu aktivitas guna mencapai tujuan atau kebutuhan yang telah ditetapkan. Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak seseorang berkenaan dengan objek tertentu. Sikap tidak muncul seketika dari lahir, melainkan terbentuk melalui pengalaman sesrta memberikan pengaruh langsung kepada respons seseorang. Sikap juga terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang. Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima palajaran, membaca buku, mengerjakan tugas dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Konsep Diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya,isi pikiran dan perasaannya, serta bagaimana perilaku tersebut berpengaruh terhadap orang lain.
6
2.3 Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual Teaching Learning) Pembelajaran berbasis kontekstual disebut juga dengan Contextual Teaching and Learning. Kontekstual (Contextual) berasal dari kata konteks (conteks). Menurut Depdiknas (dalam wibowo: 80) konteks berarti bagian dari suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makana; situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Sedangkan menurut Johnson (2007: 34) konteks adalah pola hubungan-hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang atau dapat dikatakan sebagai hubungan seseorang dengan lingkungan secara nyata. Dapat disimpulkan pengertian konteks adalah suatu uraian atau kalimat yang dapat menambah kejelasan makna mengenai suatu kejadian langsung yang dialami oleh seseorang. Sedangkan kontekstual menurut Depdiknas adalah “sesuatu yang berhubungan dengan konteks” (dalam Wibowo; 80). Dalam Buddhisme, pendekatan pembelajaran berbasis kontekstual (CTL) telah diterapkan sejak kehidupan sang Buddha. Ajaran-ajaran yang diajarkan oleh sang Buddha kepada siswanya selalu dikaitkan dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh siswanya. Dalam Udana III ayat 2 diceritakan: “.... kemudian sang Buddha memegang tangannya, dengan kekuatan batin beliau membawanya ke alam dewa Tavatimsa. Dalam perjalanan, sang Buddha menunjukkan hutan yang terbakar kepada nanda dimana seekor kera rakus sedang duduk diatas dahan yang sedang terbakar, telinga, hidung serta ekornya telah terbakar pula. Ketika sampai di surga Tavatimsa, sang Buddha menunjukkan 500 bidadari cantik yang melayani dewa sakka, dan sang Buddha bertanya manakan yang lebih cantik bidadari atau isterinya Janapada Kalyani?....” Sang Buddha membabarkan ajarannya ini dengan membawa Nanda langsung ke surga tavatimsa karena nanda masih melekat dengan nafsu keinginannya terhadap istrinya Janapada Kalyani. Dengan peristiwa secara langsung ini, Nanda bersemangat
7
dalam melatih diri dan selalu waspada hingga ia menemukan makna didalam dirinya hingga mencapai keberhasilan yaitu mencapai tingkat Ariya. Johnson (2011: 65-66) mengemukakan terdapat 8 komponen yang terdapat dalam CTL, yaitu: 1) membuat keterkaitan yang bermakna, 2) melakukan pekerjaan yang berarti, 3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, 4) bekerja sama, 5) berpikir kritis dan kreatif, 6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, 7) mencapai standar yang tinggi, dan 8) menggunakan penilaian yang autentik. Delapan komponen tersebut merupakan sistem yang terdapat dalam CTL yang digunakan untuk menolong siswa melihat makna yang terdapat dalam materi pembelajaran. Makna tersebut dapat terlihat jika sebuah materi dikaitkan dengan konteks ke dalam kehidupan sehari-hari. Membuat keterkaitan bermakna adalah siswa dapat mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan pengalaman yang siswa miliki. Siswa mengaitkan makna dengan pengalaman siswa bertujuan agar siswa dapat dengan mudah memahami materi. Makna yang telah didapatkan oleh siswa, dapat menjadi bekal bagi siswa untuk menghadapi permasalahan yang dialami oleh siswa. Makna yang telah didapatkan siswa tidak mudah hilang dari ingatan siswa dan tersimpan di dalam otak siswa, jika dibutuhkan ingatan ini akan membantunya untuk memecahkan masalah. Melakukan perbuatan yang berarti adalah siswa mampu mebuat sebuah produk yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Pekerjaan ini memiliki tujuan yang melibatkan proses dalam pembentukan produk. Produk yang dibuat oleh siswa dapat berupa portofolio, laporan, jurnal, dan lain-lain. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, yaitu siswa dapat mengatur diri sendiri dan aktif sehingga dapat mengembangkan minatnya sendiri. Siswa mampu bekerja mandiri ataupun dalam kelompok dengan menyesuaikan diri dengan kelompok. dalam
8
mengerjakan tugasnya, siswa belajar langsung secara nyata atau praktik ke dalam konteks secara langsung. Bekerja sama membantu siswa berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya. Dengan bekerja sama, siswa mampu memahami yang mempengaruhi orang lain. Siswa dapat berkomunikasi dengan anggota kelompoknya untuk mengerjakan suatu tugas yang harus diselesaikan secara bersama-sama. Bekerja sama dapat membentuk mental siswa untuk dapat saling menghargai orang lain. Siswa akan memahami bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan makhluk yang lainnya. Berpikir kritis dan kreatif, yaitu menganalisis, memecahkan masalah, menggunakan logika dan bukti. Berpikir kreatif adalah menciptakan perbaikan pada produk yang sudah ada, mengembangkan produk yang baru, dan berpikiran terbuka. Berpikir kritis adalah mangidentifikasi asumsi-asumsi, menyelesaikan masalah, dan berpikir secara sistematis. Jadi berpikir kritis dan kreatif adalah menganalisis atau mengidentifikasi masalah-masalah yang ada untuk perbaikan atau pengembangan produk yang telah ada agar menjadi produk yang baik dan dapat bermanfaat untuk orang lain. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang yaitu guru membantu siswa mengetahui bakat apa yang dimiliki oleh siswa dan membantu mengembangkan minatnya. Guru menaruh harapan dan membangun kepercayaan diri siswa, bahwa siswa mampu mengerjakan tugasnya dengan baik. Guru memberikan motivasi-motivasi siswa untuk mengerjakan tugas dengan baik dan mendorong siswa untuk mengembangkan bakat yang dimilikinya. Guru memberikan juga pemahaman untuk menghormati dan menyayangi teman-temannya karena tanpa dukungan dari teman-teman dan ornag dewasa lainnya siswa tidak akan berhasil dalam pembelajaran.
9
Mencapai standar yang tinggi, yaitu siswa mengidentifikasikan tujuan apa yang ingin dicapai. Guru menunjukkan cara-cara yang harus dilakukan oleh siswa agar mencapai keberhasilan yang diinginkan. Siswa yang telah memiliki tujuan yang ingin dicapai siswa, maka siswa akan akan termotivasi untuk belajar dan melaksanakan suatuaip pekerjaan untuk memperoleh apa yang diinginkan. Tujuan yang ditetapkan oleh siswa, bukan diinginkan oleh guru, tetapi siswa yang memilih dan guru membimbing dan memotivasi siswa untuk menjalankan tugasnya agar mencapai tujuan yang ditetapkan oleh siswa. Penilaian autentik, yaitu penilaian yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan membangun keterkaitan dan kerja sama, dan menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi. Sizer (dalam Johnson, 2011: 288) menyatakan bahwa penilaian merupakan alat “bagi sekolah yang maju, yang tahu dengan jelas apa yang diharapkan siswa dan tahu dengan jelas bagaimana mereka dapat menunjukkan kualitas tersebut.” Penilaian autentik mengajak para siswa untuk menggunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan yang bermakna.
2.4 jenis dan desain penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini disusun untuk memecahkan suatu masalah, diuji cobakan dalam situasi sebenarnya dengan melihat kekurangan dan kelebihan serta melakukan perubahan untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran. Tahapan awal penelitian ini adalah pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang dihasilkan kemudian di deskripsikan kemudian dianalisis dan direduksi. Pada
10
tahap ini peneliti mereduksi segala informasi yang telah didapat pada tahap pertama. Pada tahap reduksi ini peneliti menyortir data dengan cara memilih data yang penting dan berguna. Data yang dianggap penting diuraikan dan dianalisis kemudian ditarik kesimpulan. Subjek penelitian ini adalah guru pendidikan agama Buddha dan siswa Sekolah Dasar Negeri 2 Gunung Sindur. Objek penelitian adalah hasil belajar siswa pada materi pendidikan agama Buddha. Hal yang ingin diketahui peneliti dari subjek Guru adalah mengenai penggunaan metode yang telah diterapkan dalam proses pembelajaran. Selain itu, peneliti ingin menggali tentang hasil belajar siswa stelah menggunakan metode Contextual Teaching and Learning.
2.5 Deskripsi Hasil Data Penelitian Data penelitian terdiri hasil penelitian dari melaksanakan pendekatan pembelajaran berbasis kontekstual (contextual teaching and learning). Penelitian ini terdiri dari tiga siklus yang setiap siklusnya meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan evaluasi. Pelaksanaan penelitian ini menerapkan asas-asas dari pembelajaran berbasis kontekstual, yaitu 1) membuat keterkaitan yang bermakna, 2) melakukan pekerjaan yang berarti, 3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, 4) bekerja sama, 5) berpikir kritis dan kreatif, 6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, 7) mencapai standar yang tinggi, dan 8) menggunakan penilaian yang autentik. Alat untuk mengetahui keberhasilan dari metode ini adalah dengan menggunakan instrumen angket, wawancara. Angket diisi oleh observer yang ditunjuk dan guru agama di SD Negeri 2 Gunung Sindur.
11
2.6 Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis kontekstual berhasil meningkatkan hasil belajar pendidikan Agama Buddha di SD Negeri 2 Gunung Sindur. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat melalui indikator-indikator dari setiap aspek hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar kognitif siswa menunjukkan peningkatan yaitu nilai rata-rata pre test pada siklus I adalah 35, sedangkan nilai pre test pada siklus II adalah 10,9, pada siklus ke III menunjukkan peningkatan kembali yaitu, 49,9. Pada siklus II pre test siswa menurun pada aspek kognitif siswa, tetapi post test siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai rata-rata post test pada siklus I adalah 75,7, pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 84. Hasil belajar kognitif siswa meningkat sebanyak 8,3. Siklus III hasil belajar kognitif siswa meningkat menjadi 86. Peningkatan-peningkatan hasil belajar kognitif siswa terlihat dari nilai pre test dan post test setiap siklus yang diperoleh oleh siswa. Grafik peningkatan hasil belajar aspek kognitif dapat ditunjukkan dengan grafik berikut ini. 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
Gambar 4 Rata-Rata Pre Test Dari Siklus I-III
12
90 85 80 75 70 1
2
3
Gambar 5 Kognitif Post test Siklus I-III Aspek afektif siswa meningkat dari siswa yang malu untuk bertanya menjadi lebih percaya diri untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. Siswa terlihat senang mengikuti pelajaran pendidikan agama Buddha terlihat dari keaktifan siswa dan bersemangat untuk mengikuti pelajaran agama Buddha. Siswa sopan ketika akan mengajukkan pertanyaan atau pendapat mengangkat tangan terlebih dahulu. Siswa dapat menjawab pertanyaanpertanyaan yang diberikan oleh guru. Aspek psikomotor siswa mengalami peningkatan. Peningkatan ini dapat terlihat ketika siswa bertemu dengan teman atau guru saling menyapa. Siswa mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru. Sebelum dan setelah melaksanakan pembelajaran, siswa membacakan doa dan mencium tangan guru sebelum pulang sekolah. Peningkatan lain dari siswa adalah siswa mampu menasihati rekannya saat rekannya melakukan kesalahan. Tunjuk tangan saat akan mengajkkan pertanyaan atau mengemukakan pendapat merupakan peningkatan siswa pada aspek psikomotor.
13
III. Penutup 3.1 Simpulan Dari pembahasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa: 3.1.1
Pendekatan pembelajaran berbasis kontekstual (contextual teching and learning) mampu meningkatkan hasil belajar siswa baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
3.1.2
Nilai siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal.
3.1.3
Penggunaan pendekatan pembelajaran berbasis kontekstual menjadikan proses pembelajaran lebih interaktif dan metode pengajaran di sekolah menjadi lebih bervariatif dan menarik.
3.1.4
Siswa dapat mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman yang dimiliki sehingga lebih memahami materi pelajaran Agama Buddha.
3.1.5
Siswa tertarik untuk belajar agama Buddha dan tidak bosan untuk belajar.
3.2 Saran Hasil penelitian yang diperoleh dari peneliti sangatlah membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar khususnya pendidikan agama Buddha. Peneliti menyarankan agar: 3.2.1
Guru Sekolah Dasar Negeri 2 Gunung Sindur dapat menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis kontekstual agar hasil belajar siswa dapat meningkat sehingga mampu mencapai criteria ketuntasan minimal.
3.2.2
Siswa dapat mempertahankan dan mempertahankan hasil belajar hasil yang telah diperoleh.
14
3.2.3
Guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis kontekstual untuk meningkatkan keaktifan siswa dan menggunakan metode pembelajaran yang lebih menarik.
3.2.4
Guru lebih mengaitkan materi dengan pengalaman siswa sehingga siswa dapat memahami materi dengan baik.
Daftar Pustaka Aji, Roni.S. 25 Mei 2010. Metode Pengajaran Monoton Membuat Bosan Siswa Pendidikan, (Online), http://www.timlo.net/baca/2257/metode-pengajaran-monoton-membuatsiswa-bosan/, diakses Selasa, 5 Februari 2013, pukul 0:20 WIB. Arifin, Zaenal. 2009. Bandung. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Deprtemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dhamma Vibhaga. 2002. tr. Bhikkhu Jeto. Yogyakarta: Vidyaena Vihara Vidyaloka. Dhammapada Atthakatha: Dhammapada Atthakatha & Buddhist Legends. tr. Bhikkhu Aggabalo. 2007. Djaali. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Johnson, Elanie. 2007. CTL (contekstual teaching learning): menjadikan kegiatan belajarmengajarmengasyikkan dan bermakna. Bandung: Kaifa. . 2011. Kronologi Hidup Buddha. Illustrated Chronicle Of The Buddha. tr. Hendra Vijaja. Jakarta: Ehipassiko Foundation. Mahavirothavaro, dkk. 2009. Meditasi 2. Yanwreko Wahana Karya. Rashid, Teja S.M. 1997. Sila dan Vinaya. Jakarta: Buddhis Bodhi. Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tim Penerjemah Kitab Suci Agama Buddha. 2002. Dhammapada Sabda-sabda Buddha Gotama. Jakarta: Dewi Kayana Abadi. Udana: The Udana. 1995. tr. John D. Ireland. Yogyakarta: Vidyasena.