APLIKASI MODEL KONSEPTUAL SELF CARE OREM PADA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN NY. E G2P10001 DENGAN POST PARTUM PRE EKLAMSIA BERAT DI RUANG NIFAS RSD BALUNG JEMBER
Disusun Oleh : Ficus Riza Feriyanto S. Kep
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2015
PERSETUJUAN
APLIKASI
MODEL
KONSEPTUAL
SELF
CARE
OREM
PADA
ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN NY. E G2P10001 DENGAN POST PARTUM PRE EKLAMSIA BERAT DI RUANG NIFAS RSD BALUNG JEMBER Telah dilaksanakan pada tanggal 25 februari 2015 di ruang nifas RSD Balung Jember.
Pembimbing Ruangan
Pembimbing akademik
(..........................................)
(.......................................)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kondisi post partum dimulai 2 jam setelah ibu melahirkan, dimana pada masa tersebut klien menuju masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Periode pasca partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Banyak faktor yang mempengaruhi masa ini,termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga profesional ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama ini (Bobak, 2005). Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil.Lamanya masa nifas 6-8 minggu. (Sinopsis Obstetric 1998, 115). Dalam masa nifas terjadi perubahan-perubahan yang dialami ibu dan kita harus melakukan pemantauan yang tepat pada ibu dan bayi.Apakah perubahan-perubahan yang terjadi termasuk fisiologis atau partologis, sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dan sesuai untuk memberikan asuhan kebidanan.Adapun yang harus diperiksa pada ibu nifas ialah: keadaan umum, keadaan payudara dan putingnya, dinding perut, keadaan perineum, kandung kencing, rektum, flour albus. Keadaan serviks, uterus dan adrexa.Adanya erosi, radang atau kelainankelainan. Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan protein uria yang timbul karena kehamilan.Tidak jarang walaupun pada kehamilan normal bisa saja terkena pre-eklampsia.Pre-eklampsia bisa saja berlangsung pada saat persalinan.Untuk itu dalam penanganannya harus lebih hati-hati dan teliti (Sarworo 2005) Kondisi Ny E pada fase transisi menuju proses pemulihan akan memerlukan berbagai bantuan. Tujuan akhir pada keadaan ini adalah kita memfasilitasi dan membawa klien untuk memulai menyadari tentang keterbatasannya, hingga pada akhirnya secara bertahap akan kembali memiliki fungsi self care- nya secara optimal. Melalui pendekatan dengan menggunakan model konsep Orem, maka perawat akan memfasilitasi Ny E sesuai tingkat ketergantungannya untuk mengakomodasi pemberian askep secara komprehensif. Pada awal post partum tentunya Ny E akan berada pada tingkat ketergantungan
total care, dan hal ini memerlukan bantuan
petugas kesehatan supaya klien mencapai kembali fungsi self care-nya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas tentunya kita harus berpedoman pada tingkat kemampuan klien dalam menuju proses self care. Kasus klien Ny E ini dipilih dan menarik untuk dipelajari karena kondisi post partum dengan Per Eklamsia Berat ini merupakan pengalaman pertama kali bagi Ny E, Hal ini tentunya memerlukan support sosial antara lain oleh petugas kesehatan. Selain itu pertama kali askep ini diberikan klien berada pada kondisi total care sehingga penulis ingin mengidentifikasi bagaimana perkembangan Ny E dalam mencapai fungsi self care-nya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus klien Ny E dengan kondisi post partum dengan Per Eklamsia Berat masa nifas hari pertama dengan menggunakan pendekatan model konsep self care Orem. B. PERUMUSAN MASALAH Ny E dengan kondisi post partum dengan PEB masa nifas hari pertama berada pada tingkat ketergantungan sebagian, hal ini membutuhkan bantuan antara lain oleh petugas kesehatan menuju transisi pencapaian fungsi self care-nya. C. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Mempelajari aplikasi Model Konsep Keperawatan self care Orem pada kasus klien Ny E kondisi post partum dengan PEB masa nifas hari pertama di Ruang Nifas RSD Balung. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan penerapan model konsep keperawatan self care Orem pada klien Ny E kondisi post partum dengan PEB nifas hari pertama. b. Melakukan pengelolaan pada kasus post partum dengan PEB masa nifas hari pertama pada klien Ny E dengan menggunakan pendekatan model konsep keperawatan tersebut. c. Melakukan pembahasan terhadap kasus yang telah dikelola. d. Menarik kesimpulan dari proses penerapan model konsep tersebut pada kasus post partum dengan PEB masa nifas hari pertama.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS POST PARTUM DAN PRE EKLAMSIA BERAT 1. Konsep Post Partum Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai samapai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas adalah 6-
8 minggu (Mochtar, R.,2000). Nifas dibagi menjadi 3 periode, yaitu meliputi puerperium dini, puerperium intermedial dan remote puerperium (Mochtar, R., 2000). Puerperium dini berjalan-jalan,
yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan Puerperium Intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu, sedangkan Remote Puerparium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila sewaktu hamil atau persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa bermingguminggu, bulanan atau tahunan. Involusi alat-alat kandungan yang terjadi pada ibu post partum meliputi involusi pada uterus, bekas implantasi uri, luka-luka, rasa sakit, lokhea, serviks dan ligamen-ligamen.Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi), sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil, dimana mengecilnya uterus dari waktu kewaktu dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Kondisi Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Involusi Bayi lahir
Tinggi Fundus Uteri Setinggi pusat
Berat Uterus 1000 gram
Uri lahir
2 jari bawah pusat
750 gram
1 minggu
pertengahan pusat symphisis
500 gram
2 minggu
tidak teraba di atas symphisis
350 gram
6 minggu
bertambah kecil
50 gram
8 minggu
sebesar normal
30 gram
Berkaitan lokhea yang terjadi pada ibu post partum dapat dibagi menjadi Lokhea rubra, lokhea sanguinolenta, lokhea serosa, lokhea alba, lokhea purulenta dan lokheastasis. Lokhea Rubra : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, selsel disidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum selama 2 hari pertama. Lokhea sanguinolenta warnanya merah kuning berisi darah dan lendir terjadi padahari ke 3-7 post partum, Lokhea serosa berwarna kuning terjadi pada hari ke
7-14 post partum, Lokhea alba berupa cairan putih yang ditemukan setelah 2 minggu, Lokhea purulenta ditemukan bila
terjadi infeksi yaitu keluar cairan
seperti nanah dan berbau busuk, serta Lokhestasis merupakan lokhea keluarnya tidak lancar (Mochtar, R., 2000; Bobak, 2005). Perawatan pada ibu post partum yang dapat dilakukan antara lain berkaitan dengan masalah ,mobilisasi, diit, miksi, defekasi, perawatan payudara, laktasi, cuti bersalin, pemeriksaan pasca persalinan, nasehat tentang fisioterapi post natal, menyusui, penggunaan kontrasepsi dan imunisasi pada bayi (Mochtar, R., 2000; Bobak, 2005) : 2. Konsep Pre Eklamsia Berat Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ). Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005). Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009). Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu: Spasmus arteriola, Retensi Na dan air, Koagulasi intravaskuler. Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi : 1984) Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan
dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199). Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunniangham,2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang.Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria.Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005). Tanda dan gejala pre eklamsia berat : a. Tekanan darah ibu 160 / 110 mmHg atau lebih b. Oligovria, kurang dari 400 cc/24 jam c. Protenuma lebih dark 3 gelas/liter d. Keluhan subyektif e. Nyeri epigastrum f. Gangguan penglihatan g. Nyeri kepala h. Edema paru dan sianosis i. Gangguan kesadaran Manifestasi Klinis Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu: a. Edema b. Hipertensi c. Proteinuria Penatalaksanaan Pemberian MgSO4: Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc laruitan MgSO4 (dalam 3-5
menit). Diikuti segera 4 gr dibokong kiri dan 4 gram dibokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jaruim no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2 % yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari. Syarat –syarat pemberian MgSO4: Tersedia antidotumMgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit. Reflek patella positif kuat. Frekuensi pernafasan lebih 16 kali per menit. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBb/jam) B. KONSEP MODEL SELF CARE OREM 1. Pengkajian/Riwayat Keperawatan. Perawat perlu mengumpulkan data tentang adanya tuntutan dalam perawatan diri pasien, kekuatan dalam perawatan diri dan kebutuhan untuk perawatan diri, hal tersebut meliputi universal self care requisite, developmental self care requisite dan health deviation. Pengkajian yang harus dilakukan menurut Orem diawali dengan pengkajian personel klien yang meliputi usia, sex, tinggi badan dan berat badan, budaya, ras, status perkawinan, agama dan pekerjaan klien. Selanjutnya menurut Orem seperti yang telah di sebutkan di atas pengkajian
juga didaarkan pada 3 kategori
perawatan diri yang meliputi: a. Universal Self Care Requisite Kebutuhan yang berkaitan dengan proses hidup manusia, proses mempertahankan integritas, struktur dan fungsi tubuh manusia selama siklus kehidupan berlangsung yang meliputi keseimbangan pemasukan air, udara, makanan, ekskresi atau eliminasi, aktivitas dan istirahat, solitude dan interaksi sosial, hambatan hidup dan kesejahteraan, peningkatan dan pengembangan fungsi manusia selama hidup dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi keterbatasan serta norma. b. Developmental Self Care Requisite Kebutuhan-kebutuhan yang dikhususkan untuk proses perkembangan, kebutuhan akibat adanya suatu kondisi yang baru, kebutuhan yang
dihubungkan dengan suatu kejadian. Contohnya penyesuaian diri terhadap kondisi post partum dengan tindakan SC. c. Health Deviation Kebutuhan yang berkaitan dengan adanya penyimpangan status kesehatan seperti kondisi sakit atau injury, yang dapat menurunkan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan self care-nya baik secara permanen ataupun kontemporer, sehingga individu tersebut membutuhkan bantuan oranglain. 2. Perencanaan a. he Wholly Compensatory Nursing System Perawat memberi perawatan total karena tingkat ketergantungan klien sangat tinggi. Contohnya guna mempertahankan keseimbangan pemasukan makanan dengan penatalaksanaan total parenteral nutrition. b. The Partially Compensatory Nursing System Perawat dan klien saling berkolaborasi dalam melakukan tindakan keperawatan, seperti untuk mempertahankan keseimbangan pemasukan makanan dengan monitoring keseimbangan intake dan output bersamasama klien. c. The Education Nursing System Perawat memberikan pendidikan kesehatan atau penjelasan untuk memotivasi klien melakukan
self care, tapi yang melakukan kegiatan
tersebut adalah klien. Contoh monitoring keseimbangan intake dan output secara mandiri. 3. Implementasi Orem memandang implementasi keperawatan sebagai assuhan kolaboratif dengan saling melengkapi antara klien dn perawat, dengan kata lain perawat bertindak dalam berbagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien. 4. Evaluasi Evaluasi difokuskan pada tingkat kemampuan klien untuk mempertahankan kebutuhan self care-nya, kemampuan klien untuk mengatasi self care deficitnya dan sampai sejauh mana perkembangan kemandirian klien dan kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika klien tidak mampu.
BAB III. APLIKASI MODEL KONSEP SELF CARE OREM DALAM STUDI KASUS
Menurut Orem pengkajian sebelumnya diawali dengan pengkajian personal yaitu meliputi usia, sex, TB/BB, budaya, ras, status perkawinan, agama dan pekerjaan. A. PENGKAJIAN 1. Riwayat Pasien a. Identitas Ny E, usia 29 tahun, pendidikan SMP, agama Islam, suku Jawa, pekerjaan TKI, suami Tn. S, usia 34 tahun, pendidikan SD, agama Islam, pekerjaan TKI di Malaysia. b. Alasan Masuk Rumah Sakit Klien datang ke RSF karena rujukan dari Puskesmas dengan G2P10001 hamil aterm tekanan darah 160/110 mmHg (HPHT 15-6-2014). c. Keluhan utama saat ini Klien mengeluh nyeri pada jalan lahir, luka episiotomi heating 3 simpul, belum berani melakukan mobilisasi karena nyeri, klien mengatakan apakah sudah boleh melakukan mobilisasi. d. Riwayat kesehatan 1) Riwayat penyakit masa lalu Klien mengatakan tidak pernah memiliki keluhan sakit yang berhubungan dengan asma, jantung, hipertensi, DM atau yang lain. 2) Riwayat penyakit saat ini Klien mengeluh mules-mules tanggal 24-2-2015 jam 04.00 WIB, keluar cairan 100cc pervaginam, sehingga klien dan keluarga mendatangi Puskesmas untuk meminta bantuan, selanjutnya klien dirujuk ke RSD Balung karena tekanan darah 160/110 mmHg
3) Riwayat penyakit keluarga Klien menyangkal keluarga memiliki penyakit yangberhubungan dengan keluhan asma, penyakit jantung, hipertensi , DM dan lainlain. e. Riwayat Obstetri dan Gynekologi 1) Riwayat menstruasi Menarche : 13 tahun Amanya : 5-7 hari Siklus : teratur HPHT : 15-6-2014 2) Riwayat obstetri Riwayat ANC sebelumnya di pusat kesehatan Malaysia, rutin dilakukan. f. Riwayat perkawinan Menikah 1 kali dengan suami sekarang saat usia 23 tahun dan Tn S usia 28 tahun. g. Riwayat gynekologi Menyangkal memiliki riwayat penyakit yang berkaitan dengan kasus gynekologi. h. Riwayat kontrasepsi Pil KB sejak 5 tahun, dan tidak ada keluhan i. Riwayat psikososial Saat ini orang yang dianggap paling penting dan dekat adalah suami. Menurut klien suaminya sabar dan sangat pengertian. Bila ada masalah selalu membicarakan dengan suami juga keluarga, karena klien merasa baru berumah tangga serta masih muda, mungkin dengan bantuan dan saran orangtua juga akan menjadi lebih lengkap. Hubungan dengan suami dan anggota keluarga (orangtua, mertua) termasuk tetangga adalah baik. Klien mengatakan kehamilan dan kelahiran pada anak yang ke-2 ini memang sangat diharapkan. j. Pengkajian budaya Klien mengenal budaya pantang makan pada orang habis melahirkan dan operasi. Tetapi klien juga menanyakan, sebenarnya apakah hal tersebut benar, dan apakah memang ada makanan pantang untuk dirinya. Klien ingin mengikuti hal-hal yang dianjurkan oleh petugas kesehatan saja. 2. Pengkajian Terhadap : (Tanggal 24-12-2015) a. Universal self care requisite 1) Udara/oksigen Klien tidak mengalami gangguan oksigenasi. Pernapasan 16 kali/menit, nadi 88 kali/menit, tekanan darah 120/80 mmHg,
Capipilary refill time
<
3 detik,
konjungtiva tidak anemis,
ekspansi dada maksimal, pernapasan regular. 2) Keseimbangan pemasukan air (Cairan elektrolit) Minum diberikan, turgor kulit normal, edema ekstremitas
-/-,
balance cairan seimbang, suhu 36,5o C, mukosa bibir lembab 3) Makanan (nutrisi) Klien makan 3 kali sehari porsi sedang, nafsu makan klien baik. TB : 155 Cm, BB: 50 Kg, BMI 24% , status nutrisi normal. 4) Ekskresi dan eliminasi BAK sehari 3 kali, pada masa nifas klien tidak BAB 5) Aktifitas dan istirahat Klien mengalami nyeri pada jalan lahir, terutama bila untuk bergerak, tetapi klien juga menanyakan apakah dia sudah boleh bergerak misalnya miring kiri-kanan. Klien akan mencoba miring kanan-kiri kalau memang boleh dilakukan, walaupun masih terasa nyeri. Istirahat klien cukup, klien menyatakan bisa tidur walaupun terasa nyeri. 6) Interaksi sosial Suami mendampingi klien dan keluarga juga menjenguk saat jam berkunjung. b. Developmental self care requisite Klien kooperatif dalam proses penyesuaian pada kondisinya saat ini, dan klien memiliki motivasi yang tinggi serta perilaku yang positip dalam menyesuaikan keadaan post partum dengan PEB. c. Health deviation Klien saat ini mengalami penyimpangan status kesehatan, sehingga kemampuan self care-nya mengalami penurunan. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya klien membutuhkan orang lain yaitu petugas kesehatan dan keluarga (suami). Pada kondisi ini petugas kesehatan membantu sesuai kemampuan klien dan memfasilitasi untuk kembali mencapai fungsi self care-nya secara optimal. 3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum sedang, tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu 36,5oC, pernapasan 16 kali/menit, BB 50 Kg, TB 155 cm, kesadaran compos mentis, secara umum penampilan klien cukup bersih. Kepala : rambut bersih, sedikit rontok, mata konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, palpebra tidak edema, tidak ada keluhan pandangan, muka : tidak sembab, tidak berjerawat. Telinga : bersih, tidak ada peradangan, tidak ada
keluhan, Hidung bersih, leher tidak ada pembesaran tonsil, tenggorokan tidak meradang. Mulut bersih, gigi tidak ada karies, tidak ada kesulitan menelan. Dada : simetris, suara nafas normal vesikuler, tidak ada ronkhi baik sebelah kiri atau kanan, tidak ada wheezing, bunyi jantung I dan II normal. Payudara : membesar, areola mammae hiperpigmentasi, putting susu menonjol, kolostrum ada. Abdomen :TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, bersih. Vulva/Vagina : lokhea rubra, Rektum : tidak ada haemorroid. Ektremitas : tidak ada edema, tdak ada varises, pergerakan bebas tidak ada keluhan, refleks patella +/+, homan sign (-). B. LANGKAH PERTAMA Pada langkah pertama ini intinya kegiatan kita adalah melakukan analisa terhadap data dari hasil pengkajian yang telah ditemukan sampai dengan menemukan masalah keperawatan, hal tersebut antara lain : 1. Nyeri yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka episiotomi jalan lahir 2. Risiko infeksi yang berhubungan dengan terbukanya proteksi primer sekunder terhadap luka episiotomi 3. Perilaku positip untuk beradaptasi dalam keterbatasan aktifitas 4. Memulai pencapaian adaptasi proses laktasi 5. Perilaku positip dalam perencanaan keluarga (memilih kontrasepsi). C. LANGKAH KEDUA Pada langkah ini kegiatannya adalah menetapkan tujuan dan intervensi keperawatan. Tujuan merupakan pernyataan respon dari diagnosa keperawatan yang difokuskan pada kesehatan klien. Adapun tujuan tersebut sebagai dasar dalam membuat perencanaan tindakan, dan hal ini disesuaikan dengan tingkat ketergantungan klien. Klien Ny E berada pada kondisi the partially compensatory nursing system. 1. Diagnosa keperawatan ke-3. Tujuan Memfasilitasi perilaku adaptai klien dalam keterbatasan aktifitas dengan bantuan sebagian. Kriteria hasil Klien dapat menyebutkan kembali tahapan mobilisasi, klien kooperatif dalam melakukan mobilisasi secara bertahap, klien mempraktekkan metode pengurang nyeri non invasif (relaksasi) saat melakukan mobilisasi. Rencana tindakan a. Bina hubungan saling percaya antara perawat-klien, Beri penjelasan tentang tahapan mobilisasi pada kondisi pospartum b. Ajarkan tehnik relaksasi saat mobilisasi c. Anjurkan klie untuk melakukan mobilisasi secara bertahap
d. Beri reinforcement postitip pada setiap pencapaian perilaku yang positip untuk melakukan mobilisasi. e. Evaluasi kemampuan klien dalam melakukan mobilisasi. 2. Diagnosa keperawatan ke-4 Tujuan Klien dapat beradaptasi dalam proses laktasi secar optimal dengan bantuan sebagian Kriteria hasil Klien dapat menyebutkan tujuan dan manfaat, Klien dapat mempraktekkan perawatan payudara pada ibu menyusui, klein dapat menyebutkan hal-hal yang dapat meningkatkan dan menurunkan produksi ASI, Klien dapat menyusui bayinya dengan benar. Rencana tindakan a. Gali pemahaman klien tentang tujuan dan manfaatpemberian ASI b. Beri penjelasan dengan lebih lengkap tentang tujuan dan manfaat pemberian ASI. c. Gali pemahaman klien tentang perawatan payudara pada ibu menyusui (sebagai d.
review dari informasi yang telah diterima klien selam ANC di Puskesmas). Beri reinforcement positip terhadap kemampuan klien untuk mempraktekkan
e.
perawatan payudara, lengkapi hal-hal yang belum dilakukan. Beri informasi tertan hal-hal yang dapat meningkatkan dan menurunkan produksi
f.
ASI. Beri informasi pada klien tentang tehnik menyusui yang benar, dan anjurkan klien
untuk redemonstrasi menyusui pada bayinya secara langsung. g. Beri informasi tentang waktu menyusui dan tehnik penyimpanan ASI. 3. Diagnosa keperawatan ke-5 Tujuan Klien memutuskan untuk memilih salah satu jenis kontrasepsi yang direncanakan setelah melalui informasi dan konseling. Kriteria hasil Klien mengungkapkan motivasinya untuk menggnakan kontrasepsi, klien dapat menjelaskan tujuan, manfaat, dan sikap yang harus dilakukan berkaitan dengan penggunaan salah satu jenis kontrasepsi, klien dapat memutuskan untuk memilih salah satu jenis kontrasepsi yang direncanakan. Rencana tindakan a. Menggali pendapat klien tentang perencanaan keluarga (mengatur jarak anak) setelah post partum. b. Gali pemahaman klien tentang penggunaan kontrasepsi c. Beri penjelasan pada klien tentang jenis-jenis kontrasepsi meliputi tujuan, manfaat dan tehnik pelaksanaan dan efek samping. d. Lakukan konseling KB pada klien dan keluarga tentang jenis kontrasepsi yang akan dipilih. e. Beri reinforcement positip terhadap pencapaian perilaku positip klien berkaitan dengan pemilihan jenis kontrasepsi.
D. LANGKAH KETIGA Langkah ketiga ini perawat dengan komponen kesehatan lain menolong klien, keluarga dan lain-lain, juga menggunakan kegiatan sehari-hari yan mendukung self care. Hal ini meliputi kegiatan Implementasi dan Evaluasi. 1. IMPLEMENTASI a. Diagnosa keperawatan ke-3 1) Membina hubungan
saling
percaya
dengan
klien
dengan
cara
mengenalkan tujuan kita selama berinteraksi, termasuk kontrak waktu yang akan dijalani. Mengevaluasi respon klien dalam proses menjalin trust. 2) Memberikan penjelasan pada klien tentang tahapan mobilisasi post partum yaitu boleh miring kanan-kiri, tidur terlentang, selanjutnya belajar duduk, berdiri, bila tidak pusing dilanjutkan dengan latihan berjalan. 3) Menganjurkan klien untuk melakukan mobilisasi secara bertahap menganjurkan untuk miring kiri-kanan di tempat tidur. 4) Memberikan reinforcement positip pada klien saat klien pertama kali mencoba untuk miring kanan dengan bantuan petugas. 5) Melakukan evaluasi terhadap kemampuan klien dalam melakukan mobilisasi, klien sudah melkukan miring kiri-kanan ± 2-3 jam sekali, dan mengatakan akan melakukan hal ini dengan mencoba tanpa bantuan. b. Diagnosa keperawatan ke-4 1) Menggali pemahaman klien tentang tujuan dan manfaat pemberian ASI, hal ini menurut klien juga pernah diterima melalui penyuluhan saat 2)
periksa hamil di Puskesmas. Memberi penjelasan kembali tentang tujuan dan manfaat ASI pada klien,
3)
untuk melengkapi pemahaman klien yang belum optimal. Menggali pemahaman klien tentang tehnik perawatan payudara, klien mengatakan sudah bisa melakukan walaupun ada gerakan yang masih perlu dibetulkan, hal tersebut diulang oleh petugas kesehatan dengan
4)
demonstrasi. Memberikan reinforcement positip terhadap
5)
dilakukan klien. Memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
redemonstrasi yang
meningkat dan menurunnya produksi ASI dengan penekanan pada kondisi 6)
klien saat ini. Memberikan informasi tentang tehnik menyusui yang benar dan meminta klien untuk redemonstrasi, tetapi karena bayi belum rawat gabung (masih
mendapat terapi antibiotik dan bayi dipuasakan), maka anjurannya terutama adalah untuk melakukan perawatan payudara guna menghindari pembengkakan (kolostrum sudah ada), dan pada waktunya nanti siap 7)
untuk meneteki. Mencontohkan tehnik menyusui secara benar yang dilakukan oleh pasien
8)
lain terhadap bayinya saat menyusui. Memberikan informasi tentang waktu menyusui dan tehnik penyimpanan ASI. Klien termasuk ibu rumah tangga tidak bekerja, jadi klien
mengatakan akan menyusui bayinya secara eksklusif. c. Diagnosa keperawatan ke-5 1) Menggali pendapat klien tentang bagaimana perencanaan keluarga ke depan terutama yang berkaitan dengan mengatur jarak kelahiran anak. Klien ingin mempunyai 2 anak, tetapi dia menanyakan kapan boleh hamil lagi. 2) Menggali motivasi klien dalam menggunakan kontrasepsi. Hal ini direspon positip oleh klien, dan klien berencana akan menggunakan kontrasepsi. 3) Memberi penjelasan tentang jenis-jenis kontrasepsi dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami klien. 4) Melakukan konseling KB dengan melibatkan suami klien. 5) Memberikan reinforcement positip pada klien karena sudah memutuskan akan menggunakan kontrasepsi yang dipilih. 2. EVALUASI (Tanggal 25-2-2015) a. Diagnosa keperawatan ke-3 Subyektif : “saya tadi pagi sudah jalan ke kamar mandi sendiri, walaupun jalannya pelan-pelan”. Obyektif : Klien sudah mobilisasi jalan, saat klien turun dari tempat tidur klien melakukan relaksasi nafas dalam. Analysa : Perilaku adaptasi dalam keterbatasan aktifitas sudah mencapai tahapan mobilisasi dan melakukan aktifitas secara mandiri. Planning : Rencana tindakan dihentikan, kecuali untuk mengevaluasi kemampuan melakukan aktifitas masih dapat dilanjutkan. b. Diagnosa keperawatan ke-4 Subyektif :“Saya akan menyusui sendiri bayi saya, apalagi saya tidak bekerja, tapi sampai sekarang saya terus melakukan perawatan payudara sehari 2 kali setiap mandi pagi dan sore”. Obyektif :Dapat menyebutkan tujuan dan manfaat pemberian ASI, dapat melakukan redemonstrasi perawatan payudara pada ibu menyusui dengan benar, klien dapat menyebutkan hal-hal yang dapat meningkatkan dan menurunkan produksi ASI.
Analysa : Pencapaian adaptasi proses laktasi sudah dilakukan dengan bayinya. Planning : Rencana tindakan dapat dipertahankan. c. Diagnosa keperawatan ke-5 Subyektif : Yang saya tahu selama ini dan saya dengar adalah KB suntik, pil dan spiral”. “Jadi sedikitnya baru 2 tahun saya boleh hamil lagi ?” Saya akan menggunakan pil KB”. Obyektif : Klien dapat menjelaskan kembali tentang tujuan, manfaat dan sikap yang harus dilakukan tentang pil KB. Analysa : Perilaku positip dalam perencanaan keluarga (memilih kontrasepsi) tetap dapat dipertahankan oleh klien. Planning : Rencana tindakan dihentikan, beri penguatan tentang rencana klien dan keluarga dalam memilih salah satu jenis kontrasepsi.
BAB IV. PEMBAHASAN
Kondisi post partum dengan PEB merupakan kondisi dimana klien akan dihadapkan pada tantangan yaitu pemulihan dari tahap pemulihan post partum (total care) sampai pada akhirnya mencapai fungsi self care-nya kembali. Ny E dengan G2P10001 post partum dengan PEB masa nifas hari pertama teridentifikasi memiliki tingkat ketergantungan pada tahap the partially compensatory nursing system. Melalui asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan model konsep self care Orem, maka perawat akan memfasilitasi kebutuhan klien dalam dalam menyelesaikan masalah kesehatannya hingga akhirnya klien kembali mencapai fungsi self care-nya. Pada pengkajian
menurut Orem pada Ny E melalui langkah pertama akhirnya dapat
diidentifikasi bahwa masalah keperawatan yang muncul antara lain : nyeri, risiko infeksi, perilaku positip untuk beradaptasi dalam keterbatasan aktifitas, memulai pencapaian adaptasi proses laktasi dan perilaku positip dalam perencanaan keluarga (memilih kontrasepsi). Setelah perawat menilai bahwa Ny E memiliki tingkat ketergantungan partial, maka penetapan tujuan merupakan kolaborasi antara perawat-klien dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki klien dalam menyelesaikan masalah keperawatannya. Dari ke-5 diagnosa keperawatan yang muncul 3 diantaranya merupakan diagnosa keperawatan sejahtera (wellness). Selanjutnya pada langkah kedua ini kita menetapkan tujuan dan rencana tindakan yang semuanya disesuaikan dengan kondisi klien. Melalui langkah ketiga pada intinya adalah perawat melakukan kegiatan implementasidan evaluasi. Semua rencana tindakan yang telah disusun dapat dilaksanakan. Klien mengatakan sejak waktu itu sudah belajar untuk meneteki, walaupun pada awalnya mengalami kesulitan, namun akhirnya bayi bisa menetek dengan baik karena produksi ASI Ny E sudah mencukupi. Evaluasi yang dapat diidentifikasi oleh petugas terhadap masalah keperawatan yang muncul adalah semua diagnosa keperawatan dapat teratasi dan klien pada tanggal 25-2-2015 sudah mencapai kembali fungsi self care-nya. Pada akhirnya pendekatan model konsep self care Orem dapat diterapkan secara optimal pada kasus post partum dengan PEB nifas hari pertama pada Ny E.
BAB V. PENUTUP A. KESIMPULAN Kondisi post partum dengan PEB merupakan kondisi post partum dengan tantangan yaitu memasuki fase pemulihan dari post partum. Post partum dengan PEB yang
dialami oleh Ny E pada nifas hari pertama memiliki masalah keperawatan antara lain nyeri, risiko infeksi, perilaku positip untuk beradaptasi dalam keterbatasan aktifitas, memulai pencapaian adaptasi proses laktasi, dan perilaku positip dalam perencanaan keluarga (memilih kontrasepsi). Dari 5 diagnosa keperawatan tersebut 3 diantaranya merupakan diagnosa keperawatan sejahtera. Klien Ny E dalam menyelesaikan masalah keperawatannya berada pada kategori the partially compensatori nursing system, sehingga untuk selanjutnya penetapan tujuan dan rencana keperawatan merupakan kolaborasi antara perawat-klien dengan selalu melihat potensi klien. Implementasi dapat dilakukan sesuai rencana tindakan. Melalui evaluasi dapat diidentifikasi bahwa semua diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny E dapat diselesaikan secara optimal, dan klien dapat kembali mencapai fungsi self care-nya. B. SARAN Pada pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan kasus post partum dengan PEB sangat diperlukan terlebih dahulu untuk mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini dimaksudkan untuk penetapan tujuan dan rencana tindakan dalam membantu mengatasi masalah kesehatan klien. Pendekatan model konsep self care Orem sangat tepat untuk diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan klien dengan kasus post partum dengan PEB nifas hari pertama. Naman hal ini dapat dikombinasikan dengan mengunakan model konsep yang lain untuk pemberian asuhan yang lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Alligod, M.R. & Marriner-Tomey,A. (2002). Nursing Theory Utilization & Application. St. Louis : Mosby Company. Bobak, LM., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D., (2005). (Alih Bahasa * Wijayarini, M.A.), Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta: EGC.
Cook, J., Sankaran, B., Wasuna, A.E.O., (1993). Alih Bahasa M. Syamsir. Penatalaksanaan Bedah Obstetri, Ginekologi, Ortopedi dan Traumatologi di Rumah sakit. Jakarta : EGC. Craven, R. (1991). Maternal, Neonatal & Women’s Health Nursing. Pensylivinia : Spring House Corporation Craven & Hirnle. (2000). Fundamental of Nursing, Human Health and Function. 3rd ed. New York : Lippincott. Danuatmaja, B., dan Meiliasari, M., (2003). 40
Hari Pasca Persalinan Masalah dan
Solusinya. Jakarta : Puspa Swara. Huliana, M., (2003). Perawatan Ibu Pasca Persalinan. Jakarta : Puspa swara. Manuaba, I.B.G., (2000). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk pendidikan Bidan .Jakarta : EGC. Mochtar, R., (2000). Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi-Obstetri Patologi .Jilid 1 .(Edisi 3). Jakarta : EGC. Pritchard, Mac Donald, Gant (1991). Obstetri Williams. (Edisi ke tujuh belas). Surabaya : Airlangga University Press. Roy, S.C & Andrews, H.A., (1991). The Roy Adaptation Model, The Definitive Statement. California : Appleton & Lange Saifuddin, A.B., dkk, (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI bekerjasama dengan YBP-Sarwono Prawirohardjo. Stolte, K.M., (1996). Wellness Nursing Diagnosis For Health Promotion. USA : LippincotRaven. Wiknjosastro, H., dkk., (1999). Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Cetakan kelima. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, FK UI.