LAPORAN PENINJAUAN KAPASITAS MITRA PROGRAM SETAPAK 2 GeRAK Aceh BANDA ACEH Menggunakan Organizational Capacity Performance and Assessment Tool (OCPAT)
Disusun oleh
Fasilitator: Nancy Sunarno April 2016
YAPPIKA (Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi) Jl Pedati Raya No 20 Rt 007/09 Jakarta Timur 13350-Indonesia Phone: (021) 8191623, Fax : (021) 8500670, email:
[email protected], website: www.yappika.or.id
DAFTAR ISI I.
GAMBARAN UMUM LEMBAGA ........................................................................ 2
II.
PROSES PELAKSANAAN OCPAT ....................................................................... 2
III. RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................... 4 IV. TEMUAN PER KOMPONEN ................................................................................. 6 1. Orientasi Organisasi.............................................................................................. 6 2. Komponen Managemen Organisasi .................................................................... 12 2.1. Sub-komponen Sumber Daya Manusia (SDM) .............................................. 12 2.2. Sub-komponen Manajemen Informasi ........................................................... 14 2.3. Sub-komponen Pengelolaan Konflik .............................................................. 15 3. Komponen Manajemen Program ........................................................................ 16 3.1. Sub-komponen pendekatan pengelolaan program .......................................... 17 3.2. Sub-komponen pelibatan penerima manfaat .................................................. 18 3.3. Sub-Komponen Proses Pengembangan Pembelajaran/Ruang Pembelajaran . 18 4. Komponen Keberlanjutan ................................................................................... 19 4.1. Sub-komponen Fundraising dan Mobilisasi Sumber Daya ............................ 20 4.2. Sub-komponen Kaderisasi/regenerasi ............................................................ 21 4.3. Sub-komponen kepercayaan dan legitimasi publik ........................................ 21
1
I.
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) di Aceh adalah organisasi yang didirikan oleh para aktivis atau organisasi masyarakat sipil yang melakukan pengorganisasian rakyat untuk mendorong terciptanya pemerintah yang transparan, akuntabel, dan bebas korupsi demi terwujudnya kesejahteraan rakyat di Aceh berdasarkan nilai keadilan sosial. GeRAK Aceh didirikan di Banda Aceh pada 29 November 2003 (Akta Notaris No. 8, tanggal 3 Desember 2004) di Banda Aceh dengan bentuk Perhimpunan. GeRAK Aceh didirikan untuk mendorong gerakan sosial masyarakat dalam kasus korupsi. Pada masa itu, ada desakan yang dirasa kuat untuk mendirikan perhimpunan ini karena menilai kelompok masyarakat sipil untuk mengawal isu korupsi di Aceh sedang dalam posisi yang kurang kuat. Pada saat itu, organisasi masyarkat sipil yang bergerak pada isu korupsi entah dianggap telah terlalu dekat dengan penguasa atau telah dalam kondisi yang lemah (hampir mati). Sejak tahun 2006 GeRAK Aceh telah menjadi mitra The Asia Foundation (TAF) untuk program yang berhubungan dengan advokasi penganggaran (dalam kerangka good local governance). GeRAK Aceh juga telah menjadi mitra program Setapak 1 dan kemudian berlanjut ke Setapak 2. Selain itu, GeRAK Aceh juga pernah bekerjasama dengan berbagai sumber dana untuk mendukung program-programnya, seperti dengan ICCO (Interchurch Cooperative for Development Cooperation) untuk program Advokasi Pendapatan Sektor Ekstraktif di Provinsi Aceh pada tahun 2012 hingga 2014 dan FFI (Fauna and Flora International) Aceh Office di tahun 2015 untuk program Advokasi Anggaran dan Kebijakan Sektor Kehutanan untuk Perubahan Iklim di Kawasan Ulu Masen. II. PROSES PELAKSANAAN OCPAT OCPAT diselanggarakan pada 18 dan 19 Februari 2016 di Gedung SAKA (Sekolah Anti Korupsi Aceh) lantai 3 yang diikuti oleh 20 orang (5 P dan 15 L). Peserta yang hadir datang dari staf Gerak, SPAK Aceh (Solidaritas Perempuan Anti Korupsi), dan perwakilan SAKA. Hari pertama OCPAT berfokus pada pengenalan alat, membangun kepercayaan dengan cara pengenalan masing-masing peserta (termasuk fasilitator), mencairkan suasana, dan memproses komponen 1 (orientasi organisasi) dan 2 (manajemen organisasi). Hari pertama berlangsung sangat panjang karena ada rehat untuk sholat Jumat yang ternyata cukup memakan waktu lebih lama (2 jam). Hari kedua proses diskusi berfokus pada komponen 3 (manajemen program), komponen 4 (keberlanjutan), dan mendiskusikan rekomendasi final selama satu tahun ke depan. Pada awal diskusi berlangsung, peserta tampaknya masih sangat sungkan sehingga yang menjawab hanya koordinator dan beberapa staf saja. Suasana berubah menjadi lebih mencair setelah fasilitator meminta mereka menuliskan apa yang masing-masing bisa kontribusikan pada pencapaian visi dan misi sesuai dengan kekuatan dan passion mereka. Pertanyaan seputar organisasi tentunya sangat dikuasai oleh staf Gerak Aceh. Partisipan dari alumni SAKA maupun SPAK Aceh lebih banyak mendengar dan mengikuti diskusinya.
2
Evaluasi Tiga buah tujuan workshop OCPAT tercapai, seperti terlihat dalam hasil evaluasi sebagai berikut:
Gambar 1: Penilaian Peerta terhadap Tujuan Kegiatan 1
Gambar 2: Penilaian Peserta terhadap Tujuan Kegiatan 2
3
Gambar 3: Penilaian Peserta terhadap Tujuan Kegiatan 3
Secara keseluruhan peserta melihat proses OCPAT ini telah membantu mereka mengenal GERAK Aceh sebagai sebuah organisasi dan mengenali hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki untuk memperkuat organisasi, seperti terlihat dalam kutipan berikut ini: Sangat menarik menggunakan sistem OCPAT program SETAPAK 2 untuk pribadi dan organisasi dan bisa memotivasi saya untuk terus belajar berorganisasi dan kelembagaan dan yang pastinya saya mendapatkan ilmu yang belum pernah saya ketahui. Dapat mengenal lebih dalam lembaga GeRAK dan dengan demikian rasa integrasi lebih meningkat sehingga capaian dari prioritas organisasi dapat tercapai. Kemudian dalam hal ini kita juga merumuskan isu prioritas yang sangat perlu untuk dilaksanakan di tahun ini. OCPAT dapat mengukur kelebihan dan kelemahan organisasi, sehingga tahu apa yang mesti dibenahi pada masa yang akan datang.
III. RINGKASAN EKSEKUTIF Secara keseluruhan kita dapat melihat GeRAK ACEH sebagai organisasi yang memiliki kekuatan kapasitas yang cukup baik. Dari empat buah komponen, kekuatan yang paling menonjol, seperti yang terlihat dalam skor dan diskusi, adalah dari komponen keberlanjutannya (skor 3,25). Ini terbukti dari jalur mereka memiliki jalur regenerasi yang jelas (yakni penilaian yang atas pengetahuan dan aksi secara berkesinambungan yang dimulai dari SAKA, setelah lulus SAKA menjadikan yang bersangkutan sebagai relawan, dan baru menjadi staf) dan perasaan percaya diri karena telah berhasil mengakses dana pemerintah provinsi untuk membangun gedung SAKA.
4
Gambar 4: Skor Kapasitas Kelembagaan GeRAK Aceh
Komponen yang paling rendah (2,81) adalah komponen manajemen program. Walaupun nilai tersebut masih masuk dalam kategori cukup, namun peserta menilai hingga saat ini belum ada proses yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk menggali pembelajaran dan mendokumentasikannya. Selain itu, juga dirasakan belum adanya mekanisme monitoring dan evaluasi dalam lembaga, apalagi yang melibatkan penerima manfaat. Komponen Orientasi organisasi memang memiliki nilai yang cukup (3,11). Filosofi organisasi dipahami secara mendalam oleh para pimpinan organisasi dan melalui proses OCPAT ini, anggota organisasi lain (termasuk Komunitas Anti Korupsi/ KAK dan Sekolah Anti-Korupsi Aceh/ SAKA) menjadi lebih paham mengenai visi, misi, dan isuisu strategis organisasi. Namun demikian, mereka menyadari bahwa perlu ada cara agar hasil RENSTRA 2015 yang dibahas dalam diskusi ini bisa juga dipahami oleh semua anggota, terutama perwakilan GeRAK yang ada di tujuh kabupaten (ada di Aceh Besar, Aceh Barat, Gayo, Bireun, Aceh Selatan, Sabang, Aceh Barat Daya). Skor pada komponen manajemen organisasi juga cukup, yakni 3,04. GeRAK telah memiliki "Pedoman Kerja, Mekanisme, Dan Standar Operating Prosedur Bidang Administrasi dan Keuangan" yang telah dijalankan oleh staf organisasi. Koordinator maupun koordinator bagian keuangannya menyatakan bahwa GeRAK telah sering menjadi contoh untuk pelaporan keuangan. GeRAK juga telah memiliki cikal bakal PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi). Dikatakan cikal bakal karena mereka baru berusaha merumuskan informasi apa saja dari organisasi yang bisa diakses oleh publik dan bagaimana menyampaikannya. Budaya organisasi yang terjalin begitu kuat seperti nilai kekeluargaan dan kesetaraan telah menjadi pengikat kuat GeRAK Aceh yang membuatnya bisa bertahan bahkan ketika kondisi organisasi sedang melemah saat tidak ada dana program yang mendukung. GeRAK Aceh juga telah memiliki jalur kaderisasi yang jelas lewat 5
sekolahnya (SAKA) dan komunitasnya (KAKA). Hanya saja, tantangan terbesarnya adalah bagaimana meningkatkan kualitas orang-orang yang tergabung dalam keluarga besar GeRAK, terutama stafnya, agar mampu melakukan analisa, investigasi, dan berbagai bentuk penulisan untuk mempengaruhi kebijakan. Dalam kerja-kerja yang berhubungan dengan program Setapak, GeRAK merasakan kebutuhan yang besar untuk memiliki staf yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sebagai mediator yang bisa memediasi konflik yang melibatkan komunitas dan investor. Selain itu, GeRAK merasa perlu membangun mekanisme manajemen program yang lebih baik, termasuk mengelola monitoring dan evaluasi, data yang terkumpul dan mulai belajar mengambil pembelajaran dari bertahun-tahun kerja mereka. Pada titik ini GeRAK memahami perlunya membangun pengelolaan pengetahuan dalam organisasinya. Pada saat diminta untuk memutuskan prioritas peningkatan kapasitas yang sangat diperlukan dan dapat dilakukan dalam satu tahun, GeRAK memutuskan untuk memfokuskan pada dua hal, yaitu: menghasilkan mediator resmi (bersertifikat) agar bisa memediasi berbagai persoalan yang terjadi antar kelompok warga dalam isu dana desa maupun lingkungan dan memperkuat SAKA (termasuk bagaimana agar dapat menjaring dan menghasilkan kader-kader perempuan).
IV. TEMUAN PER KOMPONEN Assessment kapasitas lembaga dengan menggunakan Organizational Capacity Performance Assessment Tools (OCPAT) untuk mitra Program Setapak 2 terdiri dari empat komponen penilaian, yaitu (1) Orientasi Organisasi, (2) Manajemen Organisasi, (3) Manajemen Program, dan (4) Keberlanjutan. Tiap komponen terdiri dari beberapa sub komponen. Penilaian setiap komponen dilakukan oleh peserta sendiri dengan skor 1 – 4. Nilai ratarata keseluruhan peserta dibagi menjadi empat kategori dengan makna sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
1 – 1.75 Buruk 1.76 – 2.5 Kurang 2.51 – 3.25 Cukup 3.26 – 4 Baik
1. Orientasi Organisasi Komponen orientasi organisasi menggambarkan arah organisasi mulai dari visi, misi, nilai dan peran-perannya; bagaimana keterkaitan dan penerapannya dalam tataran internal dan kinerja eksternal organisasi. Skor pada komponen ini adalah nilai rata-rata dari skor yang dihasilkan dari 4 subkomponen orientasi organisasi, yaitu: (1) Filosofi Organisasi, (2) Isu-isu Strategis, (3) Nilai-nilai dan penerapannya, (4) Peran atau Posisi Organisasi terhadap isu-isu strategis organisasi.
6
Skor dan Interpretasi Komponen Orientasi Organisasi
Gambar 5: Skor Komponen Orientasi Organisasi
Skor komponen orientasi organisasi adalah 3,11 yang artinya CUKUP. Nilai tersebut disumbang dari skor subkomponen filosofi organisasi (3,16), isu-isu strategis (3,26), nilai-nilai dan penerapannya (3,00) dan peran atau posisi organisasi terhadap isu-isu strategis (3,00). 1.1 Filosofi Organisasi Subkomponen filosofi organisasi memperoleh nilai 3,11, yang artinya CUKUP. Subkomponen ini membahas visi dan misi organisasi, proses perumusan dan bagaimana organisasi merespon perubahan kondisi eksternal dalam konteks penyelarasan atau penajaman visi misi tersebut. Pada Rencana Strategis 2015-2020 yang difasilitasi oleh ICCO, GeRAK Aceh merubah visi dan misinya untuk lebih mengadopsi beberapa perubahan yang terjadi, baik di tingkat pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, dan masyarakat sipilnya. GeRAK Aceh merumuskan visinya sebagai berikut: "Provinsi Aceh memiliki tata pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi publik guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera berlandaskan nilai keadilan sosial." Atau bila diringkas sebagai motto, maka visi GeRAK Aceh adalah: ”Aceh bebas korupsi, keadilan sosial terjadi!” Visi ini masih senada dengan visi terdahulu yang merupakan inti dari keberadaan GeRAK Aceh dalam mencapai harapan dan cita-citanya guna membantu mewujudkan pemerintahan berdasarkan prinsip “good governance” di Aceh selama lima tahun ke depan. Pada Renstra 2015, GeRAK Aceh menyatakan bahwa dirinya ada untuk mengantisipasi dan membantu menyelesaikan persoalan-persoalan berupa: kecenderungan elite politik dan birokrasi melakukan korupsi; banyaknya mafia peradilan; banyaknya korupsi di bidang: pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pengelolaan sumber daya alam;
7
apatisme masyarakat terhadap pemberantasan korupsi; dan minimnya kontribusi (peran) ulama dalam pemberantasan korupsi. Gerakan Anti Korupsi di Aceh mengantisipasi dan merespon kebutuhan, peluang, dan masalah dalam hal-hal di atas melalui (misi): 1. Desakan kepada pemerintah daerah di Aceh untuk mereformasi sistem birokrasi di setiap instasi pemerintah melalui open goverment. 2. Upaya untuk membuka akses informasi terhadap pengelolaan anggaran dan kebijakan publik. 3. Dorongan kepada para ulama untuk mengeluarkan dan menyosialisasikan fatwa yang mengharamkan korupsi. 4. Desakan untuk memasukkan kurikulum anti korupsi pada dayah-dayah (sekolahsekolah) di Aceh. 5. Dorongan untuk membuat Qanun atau Peraturan Daerah (Perda) yang membangun komitmen transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah daerah di Aceh. 6. Prioritas penggunaan anggaran publik yang harus mampu memihak pada kebutuhan rakyat di Aceh. 7. Perlunya partisipasi masyarakat dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi/Kabupaten/Kota (APBA/Kab/Kota) dan Anggaran Desa (Gampong). 8. Pembangunan gerakan anti korupsi yang lebih massif dengan melibatkan sebanyak mungkin partisispasi masyarakat di Aceh. 9. Peningkatan pemahaman konsideran hukum tentang pemberantasan korupsi bagi aktivis organisasi anti korupsi dan masyarakat di Aceh. 10. Melakukan investigasi dan advokasi anti korupsi terhadap kasus-kasus korupsi di sektor: pendidikan, kesehatan, perizinan usaha, administrasi kependudukan dan pengelolaan sumber daya alam di Aceh. 11. Melakukan pemantauan peradilan tentang kasus-kasus korupsi sektor pendidikan, kesehatan, perizinan usaha, administrasi kependudukan dan pengelolaan sumber daya alam Aceh secara intensif. 12. Melakukan advokasi pelayanan publik sektor pendidikan, kesehatan, perizinan usaha, administrasi kependudukan dan pengelolaan sumber daya alam. 13. Pendidikan kritis tentang anti korupsi bagi masyarakat melalui Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA). 14. Melakukan kampanye anti korupsi berbasis komunitas dan budaya. 1.2 Isu-Isu Strategis Subkomponen isu-isu strategis memperoleh nilai 3,26 yang artinya BAIK. Nilai ini telah mendekati kategori baik. Subkomponen ini membahas apa saja isu-isu strategis organisasi, bagaimana keterkaitannya dengan visi, misi, proses perumusan dan penyesuaian dengan perubahan kondisi eksternal. GeRAK memiliki empat buah isu strategis yang diperjuangkan dalam sepanjang 2015 2020, yakni: 1. 2. 3.
Peningkatan kapasitas organisasi dan keberlanjutan pendanaan Gerak Aceh serta jaringannya. Terwujudnya tata kelola sumber daya alam yang baik di Aceh dalam konteks perubahan iklim. Mendorong transparansi pengelolaan anggaran daerah dan dana gampong.
8
4.
Adanya pelayanan publik yang baik di sektor pendidikan, kesehatan, perizinan dan administrasi kependudukan.
Isu strategis di atas lahir atas penilaian akan adanya perubahan lingkungan eksternal pada tiga arena utama: semakin terancamnya kondisi lingkungan di Aceh, adanya proses pembangunan desa (yang melibatkan perencanaa dan penggunaan dana desa), dan mekanisme open data (kesempatan untuk membuat pemerintah untuk proaktif membuka datanya agar bisa diakses oleh publik). GeRAK juga melihat adanya kesempatan untuk membuat pemerintahan lebih baik melalui mekanisme baru, seperti melalui KIP (Komisi Informasi Publik) maupun melalui kerja sama dengan champion (orang yang punya integritas) dari pemerintah yang juga menginginkan perubahan yang sama. Visi, misi, dan isu strategis organisasi dikuasai dengan baik oleh para pimpinan organisasi. Proses diskusi dalam subkomponen ini rupanya menjadi proses untuk memperkenalkan dan mendiskusikan visi dan misi organisasi kepada semua peserta. Sebagai sebuah upaya untuk memahami visi, misi, dan isu strategis organisasi, peserta OCPAT diminta untuk menuliskan (dan kemudian menjelaskan) bagaimana mereka dapat berkontribusi pada pencapaian visi dan misi. Berikut ini adalah cuplikan dari beberapa jawaban yang disampaikan peserta: 1. Dialog dan terlibat dalam penentuan kebijakan dan negosiasi (dialog agar terlibat aktif, kita bisa lihat kebijakan itu agar tidak merugikan, terlibat dengan pemerintah daerah). 2. Menjadi aktor perubahan melalui demo (kita melihat tata kelola pemerintah yang baik). 3. Menanamkan apa itu korupsi dan bahaya korupsi terutama di kalangan mahasiswa dan masyarakat (kita tanamkan dulu di kalangan mahasiswa sebelum dia lulus). Dari isu strategis yang ingin kita mantapkan adalah dalam masalah data gampong. 4. Kampanye media sosial (saya yang mengelola di bidang itu, dan membantu membuat release, media online, dari sekolah SAKA yang minat menulis --kami fokus pada isu korupsi, sekarang sedang fokus ke pertambangan, dan ada informasi publik). 5. Menulis serta melakukan sosialisasi pendidikan anti korupsi (saya sedang belajar menulis di salah satu media GeRAK sendiri --itu pun baru lulus, ketika ada isu tersebut saya menulis dan mensosialisasikan untuk anti korupsi, banyak teman daerah minta diskusi berdasarkan informasi di Sekolah Anti Korupsi, Maret ini Abdya kita kunjungi, tulisan tentang keuangan daerah), tentang Qanun RPJM tidak ada sehingga kita tulis, jadi bisa mengawal perubahan dan qanun ini. 6. Mendorong adanya keterbukaan informasi di tingkat pemerintahan (mendorong partisipasi publik agar ada keterbukaan di sekitar kampus agar mahasiswa bisa mengakses dana dalam dunia kampus (melalui kerja-kerja open data). 7. Menganalisa dan menulis untuk website, dan policy brief (tetapi, bagaimana bisa menulis dengan baik dan tajam?). 8. Mendorong tata kelola sektor pertambangan (melalui investigasi anti korupsi).
1.3 Nilai-Nilai dan Penerapannya Subkomponen ini memperoleh nilai 3,00 yang artinya CUKUP. Subkomponen ini membahas apa saja nilai yang dianut oleh organisasi dan sejauhmana penerapannya di lingkup internal maupun komunikasi eksternal.
9
Diskusi pada sub-komponen ini menarik karena mayoritas tidak mengetahui soal nilainilai yang secara resmi diakui menjadi landasan dan pegangan perilaku/ tindakan organisasi. Beberapa staf senior kemudian mencari dalam dokumen-dokumen organisasi dan akhirnya menemukan bahwasanya Nilai-nilai organisasi tertulis dalam Anggaran Dasar, tepatnya di pasal 6, yaitu demokrasi, terbuka, nirlaba, partisipasi, setara, dan independen. Sementara itu, pada dokumen Renstra untuk periode 2015-2020 tertulis bahwa nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, solidaritas, integritas, keadilan sosial, dan kemitraan. Walaupun pengetahuan peserta OCPAT terhadap nilai organisasi sangat minimal, namun di dalam diskusi ditemukan tiga buah nilai yang telah dihayati dan dijalankan sedemikian rupa sehingga telah menjadi budaya organisasi. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai kebersamaan (persaudaraan/kekeluargaan), kesetaraan (siapa saja memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam forum maupun pelatihan), dan nilai transparansi. Walaupun pernah ada konflik internal, namun nilai persaudaraan tetap sangat dirasakan karena dalam keseharian mereka saling berbagi (maksudnya menceritakan semua hal), menerima pendapat masing-masing orang, dan saling mengisi. Nilai kesetaraan dimaknai tidak adanya pembedaan antara satu orang dengan yang lainnya. Kesempatan untuk berkembang dan maju difasilitasi untuk semua. Sebagai contoh, seorang pengurus yang tadinya bertanggung jawab terhadap kebersihan dan keamanan kantor saat ini telah meningkat tanggung jawabnya untuk terlibat dalam program. Nilai transparansi juga dirasakan kuat karena adanya keterbukaan soal tanggung jawab, pembagian peran, pengetahuan tentang aset, dan keuangan organisasi. Ketidakpahaman mayoritas terhadap nilai-nilai yang tertulis dalam Anggaran Dasar maupun dalam Renstra memperlihatkan bahwa perlu ada usaha khusus untuk menginternalisasi hasil-hasil Renstra kepada semua anggota, termasuk pada jaringan GeRAK. 1.4 Posisi dan Peran Terhadap Isu-Isu Strategis Subkomponen ini memperoleh nilai 3,00 yang artinya CUKUP. Subkomponen ini membahas apa pilihan peran atau posisi organisasi terhadap isu-isu strategisnya, bagaimana respon organisasi terhadap perubahan kondisi eksternal terkait peran atau posisinya. Adanya perubahan lingkungan eksternal telah direspon GeRAK dengan perubahan isuisu strategis. Pada awalnya, GeRAK lebih banyak merencanakan dirinya untuk menjadi organisasi yang mendorong gerakan sosial masyarakat tercipta tata kelola pemerintahan yang lebih baik, utamanya persoalan pemberantasan korupsi. Seiring dengan perjalanan waktu, GeRAK melihat beberapa perubahan yang membawa peluang baru: engagement dengan pemerintah dan isu baru yang menjadi fokus. Pertama, Pada sektor pemerintah, perubahan ini dirasakan karena adanya perubahan paradigma pembangunan yang lebih bersih. Ini ditunjukkan dengan niatan pemerintah untuk mendukung gerakan anti-korupsi (yang didorong juga pemerintah pusat). Gerakan sosial tidak lagi menjadi sesuatu yang bukan menjadi menakutkan, sehingga seringkali kita dilibatkan dalam forum mereka dan diminta masukan (bandingkan dengan masa lalu di mana bertemu saja sulit sekali). Perubahan itu yang dianggap harus
10
direspon dengan perubahan strategi pada bentuk relasi dengan pemerintah dari yang semula hanya "lawan" menjadi "Yang korupsi, lawan. Yang baik, kawan." Implikasi dari perubahan cara pandang terhadap relasi dengan permerintah tersebut, GeRAK memutuskan untuk mengubah perannya dari 'hanya' berfokus sebagai organisasi watch dog (pemantauan, pelaporan kasus, investigasi), menjadi organisasi yang juga bekerja di area pencegahan (pendidikan) dan mempengaruhi kebijakan (baik di tingkat kabupaten maupun provinsi). Kedua, GeRAK melihat tidak banyak organisasi anti-korupsi yang memperhatikan apalagi mengadvokasi isu pengelolaan sumber daya alam di Aceh dan penggunaan dana gampong (desa). Sementara itu GeRAK sendiri telah terlibat dalam isu SDA terutama moratorium tambang dalam setidaknya empat tahun terakhir dan telah menerima beberapa pengaduan dan permintaan konsultasi dan penyelesaian masalah atas penggunaan dana gampong dalam satu tahun terkahir (sebelum Restra 2015). GeRAK melihat kebutuhan yang besar untuk penguatan kapasitas masyarakat dan aktivis antikorupsi untuk dua isu tersebut (lihat analisa pohon masalah dalam dokumen Renstra). Dalam Renstra tahun 2015 menyatakan dua isu ini secara resmi sebagai dua dari empat isu strategis. Kekuatan Ada dua aset utama dari komponen ini. Pertama, mereka telah mampu mengidentifikasi, menganalisa, dan membuat keputusan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan eksternalnya. Adaptasi ini telah mengubah isu strategis dan strategi organisasi. Kedua, nilai-nilai yang telah dihayati dan telah menjadi budaya organisasi. Mereka telah berusaha mempraktekkan nilai-nilai tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) yang mereka perjuangkan dalam kehidupan praktek organisasinya. Kedua aset ini merupakan aset utama bila organisasi ini ingin menjadi organisasi yang lebih kuat dan berdampak efektif. Rekomendasi Ada dua rekomendasi utama sebagai hasil dari proses diskusi ini: -
-
GeRAK memahami pentingnya membahas lebih mendalam hasil renstra yang diproduksi tahun 2015, mulai dari filosofi dasar hingga program jangka menengahnya bagi semua anggota perhimpunan (SAKA, kelompok perempuan anti korupsi, komunitas anti korupsi dan perwakilan GeRAK di kabupaten). Perlu membuat turunan renstra dalam bentuk program kerja tahunan.
Catatan fasilitator: Filosofi, isu strategis, dan peran baru diketahui secara baik oleh beberapa orang peserta (pimpinan organisasi), yang adalah minoritas. Mayoritas belum memahami landasan organisasi, namun sudah sangat menghayati dan merasakan beberapa nilai utama yang telah menjadi budaya organisasi. Proses diskusi OCPAT untuk komponen ini lebih berusaha menjelaskan kepada semua peserta landasan organisasi dan apa yang berubah dari organisasi.
11
2. Komponen Managemen Organisasi Komponen ini terdiri dari 5 subkomponen yaitu: (1) manajemen SDM, (2) manajemen informasi, (3) manajemen keuangan, (4) manajemen kantor, (5) mekanisme pengelolaan dan atau penyelesaian konflik. Namun demikian, untuk kegiatan OCPAT kali ini hanya tiga subkomponen yang di tinjau. Subkomponen manajemen keuangan dan manajemen kantor tidak dinilai untuk OCPAT kali ini. Skor dan Interpretasi Komponen Manajemen Organisasi
Gambar 6: Skor Komponen Manajemen Organisasi
Nilai rata-rata pada komponen manajemen organisasi adalah 3,04 yang artinya CUKUP. Tidak ada perbedaan yang menonjol antar subkomponen. Skor 3,00 untuk manajemen informasi dan mekanisme pengelolaan konflik dan skor yang agak sedikit lebih tinggi untuk skor manajemen sumber daya manusia, yakni 3,11. Peserta yang berasal dari SPAK Aceh dan SAKA yang tidak terlibat dalam managemen program sehari-hari. 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Subkomponen ini memperoleh nilai 3,13 yang artinya CUKUP. Subkomponen ini membahas sistem manajemen SDM, pengembangan SDM, recruitment, evaluasi kinerja sebagai pijakan staffing. GeRAK telah memiliki Pedoman Kerja, Mekanisme, dan Standar Operating Prosedur Bidang Administrasi dan Keuangan yang telah menjadi panduan kerja bagi organisasi, terutama para pimpinan (koordinator, manajemer keuangan, dan manajer program). SOP ini berisi tentang:
pedoman bidang administrasi dan keuangan (dari mulai administrasi hingga logistik), mekanisme kerja bidang administrasi dan keuangan (mulai dari perencanaan,
12
implementasi, hingga evaluasi program dan pelaporan), pengelolaan SDM (rekrutmen, penilaian, pengembangan, dan kontrak kerja).
GeRAK merasa, staf yang mereka punyai (termasuk kebutuhan SDM untuk mencapai visi dan misinya. SDM terutama bidang analisis kebijakan, hukum, politik, perempuan yang kurang, serta staf khusus [dan memiliki kasus.
relawan) tidak mencukupi dianggap belum mencukupi ekonomi, investigasi, staf kapasitas] untuk monitoring
Seperti telah diatur dalam SOP, penilaian rutin bagi seluruh staf dilakukan oleh koordinator dan satu orang badan pendiri GeRAK. Penilaia ini menjadi kesempatan untuk berdialog antara pimpinan dan staf untuk membahas kesulitan dan harapan staf yang bersangkutan. Hingga kini GeRAK belum memiliki security protocol secara tertulis namun dalam pelaksanaan advokasi terjadi atau yang dinilai beresiko, maka lembaga menyediakan bantuan hukum. Saat ini GeRAK tengah menginisiasi terbentuknya lingkaran atau jaringan advokasi yang berisi alumni SAKA bernama: "Banhuk (bantuan hukum) alumni". GeRAK melihat memang perlu ada semacam pedoman bersama untuk melakukan investigasi kasus korupsi dan bagaimana sebaiknya tindakan untuk mengidentifikasi, merespon, menghadapi dan mengantisipasi resiko. Ini sangat relevan terutama mengingat peran GeRAK yang dijalankan dalam bidang advokasi, investigasi, pelaporan, dan monitoring kasus serta analisis anggaran. SOP perihal rekrutmen sudah ada, namun demikian pada saat ini GeRAK memilih untuk merekrut staf yang telah diketahui rekam jejaknya mulai dari dia mengikuti 13
SAKA, kemudian direkrut menjadi relawan, dan terakhir, bila dinilai bagus maka akan dipromosikan untuk menjadi staf (bila ada kebutuhan). Walaupun demikian, diskusi juga mencatat bahwa sesungguhnya kebutuhan kapasitas yang dibutuhkan dari masing-masing penempatan itu belum bisa dipenuhi oleh staf yang direkrut. Seluruh staf dan komunitas yang terlibat dalam OCPAT ini merasakan bahwa GeRAK merupakan sebuah tempat belajar. Mereka merasa, selama bergabung di GeRAK, bertambah pengetahuan dan ketrampilannya. Baik didapat karena menjalankan tugas dan atau karena mengikuti berbagai kesempatan peningkatan kapasitas (pelatihan, lokakarya, forum-forum pertemuan). Saat ini GeRAK hanya memiliki dua orang staf perempuan dari total 8 orang staf. GeRAK menyadari kebutuhan untuk menambah jumlah staf perempuan tetapi belum mendapakan bagaimana caranya. Terutaa bila mengingat mekanisme rekruitmen yang bermula dari SAKA. Secara mengejutkan jumlah perempuan yang mendaftar sebagai peserta SAKA kurang dari 10% (60 mendaftar hanya 4 – 5 orang perempuan) dan itupun tidak banyak yang sukses bertahan hingga lulus (6 bulan masa pendidikan). 2.2. Manajemen Informasi Subkomponen ini memperoleh nilai 3,00 yang artinya CUKUP. Subkomponen ini membahas manajemen informasi, pengumpulan dan pengolahan informasi, pemilahan data berbasis gender dan pemanfaatan. GeRAK belum memiliki mekanisme yang baku untuk mengelola informasi, baik yang secara aktif dia cari maupun yang secara pasif dia terima. Pencarian dan pengumpulan informasi berdasarkan kebutuhan saat itu. Dokumen yang biasa dikumpulkan meliputi:
Dokumen anggaran APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh dan Kabupaten/ Kota) RKA (Rencana Kerja dan Anggaran), DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) Laporan kasus korupsi Hasil audit lembaga Hasil analisis (budget brief, policy brief, position paper, buku) Kliping koran kasus korupsi Data sektor tambang seperti daftar IUP (Izin Usaha Pertambangan), dokumen IUP, Amdal, UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan), kajian IUP kawasan hutan, dan laporan tahunan.
Berbagai data yang dikumpulkan dan diolah ini untuk keperluan advokasi, baik melalui jalur penulisan analisa (menjadi kertas kebijakan atau tulisan yang dimasukkan dalam wesite) maupun menjadi bahan untuk disampaikan dalam forum-forum. Hasil analisa juga digunakan dalam kampanye melalui media sosial, terutama melalui twitter. Mekanisme kontrol kualitas informasi biasanya dilakukan dengan cara berdiskusi antar bidang atau antara staf dan koordinatornya. Data yang sudah dikumpulkan itu dimasukkan ke dalam komputer (entry), dianalisa, dan dibahas dalam rapat, baru kemudian dipublikasi. Kontrol utama ada saat rapat. Terkait penyampaian pendapat ke media wajib memberitahu koordinator dan bersama membahas dan mengoreksi bahan yang akan ditampilkan.
14
GeRAK juga menerima data yang bersumber dari pengaduan dari masyarakat maupun pengiriman publikasi dari organisasi lain. Bentuk pengaduan yang diterima GeRAK tidak hanya berupa data yang datang bersama orang yang mengadu, tetapi juga melalui twitter, telpon, atau email. Sehubungan dengan analisa data terpilah gender, hingga saat ini belum ada pengkajian informasi dengan menggunakan data terpilah gender. Namun demikian, GeRAK bisa melakukan analisa anggaran berperspektif gender, misalnya saja dalam analisis APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh) di tahun 2015. Selain mengumpulkan dan menerima informasi, GeRAK juga menyediakan informasi untuk keperluan penelitian baik itu skripsi atau tesis, dan untuk memenuhi permintaan dari masyarakat (yang datang untuk mengkonsultasikan kasus). GeRAK juga memiliki Dewan Etik yakni anggota board yang punya tugas mengawasi, menyampaikan pendapat seperti bila ada isu tata seputar governance yang menarik dan di Aceh dan memberikan saran. 2.3. Mekanisme Pengelolaan dan Penyelesaian Konflik Subkomponen ini memperoleh nilai 3,00 yang artinya CUKUP. Subkomponen ini membahas mekanisme pengelolaan dan penyelesaian konflik, kebijakan yang ditetapkan dan pengalaman penyelesaian konflik yang pernah dilakukan. Bentuk-bentuk konflik internal yang pernah terjadi, yakni penyajian laporan keuangan (fraud) dan penyalahgunaan wewenang. Sedangkan bentuk konflik eksternalnya berupa fitnah dan pembunuhan karakter lembaga (sehubungan dengan kerja sama dengan pemerintah provinsi untuk membangun gedung SAKA). Penyelesaian konflik biasanya dilakukan melalui rapat internal dengan menggunakan pendekatan kekeluargaan. Pada kasus di mana dianggap ada staf yang melakukan pelanggaran etik (fraud) maka board diminta untuk membantu menyelesaikannya. Pada kasus masalah keuangan, penyelesaian dilakukan dengan mengedepankan musyawarah dan kekeluargaan dan menghasilkan keputusan kewajiban untuk mengembalikan seluruh temuan dalam laporan keuangan (sesuai hasil audit). Dalam kerjanya, terutama satu tahun terakhir, GeRAK mulai mendapat pengaduan soal penggunaan dana desa. Bagi GeRAK pendekatan bagi kasus yang terjadi di tingkat masyarakat, misalnya, penyalahguanaan dana gampong harus bisa mengutamakan proses musyawarah, sementara itu belum ada staf GeRAK yang memiliki kapasitas memediasi konflik antar warga. GeRAK juga merasa perlu untuk meningkatkan kapasitas agar dapat melakukan negosiasi dengan perusahaan ketika berhadapan konflik di masyarakat; bagaimana melakukan mediasi sengketa informasi. Dari pembahasan tiga subkomponen di atas, kita bisa melihat bagaimana GeRAK memiliki kapasitas yang cukup (dengan skor antara 3,00-3,11) dalam komponen manajemen organisasi. Tantangan dan kekuatan dari komponen ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: Tantangan
Kapasitas staf yang dianggap kurang untuk investigasi, analisa, monitoring kasus, dan memediasi konflik.
15
Bagaimana meningkatkan jumlah dan kapasitas staf perempuan memiliki kesempakatan yang sama, tantangan sedemikian tinggi --apa strategi yang dibangun agar staf GeRAK yang kompeten baik laki ataupun perempuan. Pangkal dari rekruitmen (dan kaderisasi) GeRAK adalah melalui SAKA. namun demikian, kepengurusan SAKA masih dibantu oleh staf GeRAK (walaupun telah memiliki kepala sekolah sendiri yang merupakan alumni SAKA angkatan pertama). Bagaimana membuat sebuah mekanisme keamanan informasi yang dimiliki organisasi. GeRAK juga merasakan perlunya SOP untuk dimiliki PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) organisasi yang baru saja dibentuk. Dalam SOP tersebut diharapkan bisa dirincikan informasi apa saja yang bisa diakses publik dan bagaimana bentuknya. GeRAK belum pernah bisa menyelenggarakan semacam Rapat Umum Anggota, yang juga melibatkan perwakilan GeRAK di kabupaten.
Kekuatan
GeRAK memiliki SOP yang mengatur pengelolaan sumber daya manusia. Pimpinan organisasi yang dinilai bertanggung jawab oleh stafnya. Dewan pengawas yang menjalankan fungsi pengawasan (walaupun sering melalui mekanisme komunikasi informal). GeRAK telah memiliki jalur rekrutmen yang telah dipraktekkan dan terbukti berhasil mendapatkan staf yang handal (walaupun belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan kualifikasi) dan dapat dipercaya. Hal terakhir ini sangat penting bagi organisasi yang bekerja di bidang anti korupsi.
Rekomendasi Ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam komponen ini untuk mengatasi berbagai tantangan yang selama ini dihadapi, yakni:
Membangun mekanisme pengelolaan informasi, termasuk pengamanan informasi. Penguatan kapasitas untuk mengelola pengaduan terutama dari isu anggaran desa. Meningkatkan Kualitas SDM yang tidak mencukupi: investigasi, advokasi, analisis hukum dan ekonomi, mediasi. Memperkuat SAKA sebagai sumber pertama rekruitmen dan kaderisasi agar jumlah peserta yang diwisuda bisa mencapai 100% (saat ini kurang dari 50%), termasuk di sini bagaimana menambah minat dan menyediakan mekanisme yang bersahabat bagi perempuan mulai dari sekolah/SAKA (pelamar SAKA 6 pelamar perempuan dari 60 pelamar). Meningkatkan kapasitas untuk dapat melakukan negosiasi dengan perusahaan ketika berhadapan konflik dengan masyarakat.
3. Komponen Manajemen Program Komponen manajemen program terdiri dari 3 subkomponen, yaitu: (1) pendekatan pengelolaan program, (2) pelibatan penerima manfaat, (3) pengembangan proses pembelajaran/ruang pembelajaran. Skor dan Interpretasi Komponen Manajemen Program 16
Gambar 7: Skor Komponen Manajemen Program
Dari semua komponen OCPAT, skor komponen ini adalah skor yang paling rendah sebesar 2,81 masuk kategori CUKUP. Subkomponen pendekatan pengelolaan program mendapatkan penilaian baik (3,33), pelibatan penerima manfaat dinilai kurang (dengan skor 2,11) dan subkomponen pengembangan pembelajaran/ruang belajar yang mendapat nilai cukup (3,00). 3.1. Pendekatan pengelolaan program Subkomponen ini memperoleh nilai 3,33 yang artinya BAIK. Subkomponen ini membahas pendekatan pengelolaan program dan pemanfaatan pengalaman yang diperoleh, monitoring dan evaluasi. Para perencanaan programnya, GeRAK berpedoman pada visi dan misi organisasi. Tawaran kerja sama dan dukungan dari pihak lain (seperti lembaga donor) biasanya akan dikaji terlebih dahulu kesesuaiannya dengan visi, misi dan hasil renstra. Bilamana sesuai, maka GeRAK akan melakukan rapat, terutama antara manajer program dengan divisi yang dianggap paling relevan. Rapat-rapat untuk penyusunan program biasanya dilakukan berkali-kali dan melibatkan semua staf. Penyusunan proposal biasanya menggunakan pendekatan teori perubahan dan menggunakan pohon masalah dan pohon solusi. Masalah, solusi, dan rangka perubahan yang diinginkan dibentuk maka dilanjutkan dengan pemetaan aktor, pemetaan stakeholder (pemerintah daerah, OMS, DPRD) yang akan mendukung atau menghambat. Setelah itu semua selesai maka dilanjutkan dengan membuat rencana program hingga aktivitas-aktivitasnya. Dalam penyusunan programnya, GeRAK memilih untuk berfokus pada perubahan kebijakan serta anggaran daerah. GeRAK tidak memilih fokus pada pemberdayaan masyarakat. Fokus pada masyarakat akan lebih banyak dalam kerangka pendidikan
17
peningkatan kesadaran dan dalam rangka menggerakkan warga menjadi warga yang aktif. Mekanisme monitoring dilakukan dengan pertemuan mingguan, yakni setiap Jumat. Pada pertemuan ini semua hal yang berhubungan dengan pelaksanaan program, organisasi, dan perkembangan terbaru (kasus, berita, dll) dibahas bersama. GeRAK belum memiliki mekanisme monitoring dan evaluasi yang baku. Pengumpulan informasi yang terkait dengan perkembangan program biasanya dilakukan untuk keperluan laporan periodik program atau laporan tahunan lembaga (terakhir laporan tahunan 2014). 3.2. Pelibatan penerima manfaat Subkomponen ini membahas proses pelibatan penerima manfaat dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program. Nilai subkomponen ini 2,11 yang artinya KURANG. Nilai adalah yang terendah, baik bagi komponen managemen program maupun bagi keseluruhan komponen. Penerima manfaat GeRAK meliputi tiga kelompok. Pertama, masyarakat, khususnya yang berada di Aceh, kedua pemerintah daerah, dan ketiga 'komunitas' GeRAK itu sendiri (staf, SAKA, SPAK Aceh, dan Komunitas Anti Korupsi). Sayangnya, dalam siklus perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi, GeRAK belum melibatkan kelompok warga secara intensional untuk keperluan perencanaan maupun monev (monitoring dan evaluasi). Para penerima manfaat tersebut biasanya dilibatkan saat pelaksanaan program. Pada siklus pegelolaan program seperti dijelaskan di bagian 3.2 tampaknya memang konsentrasi pengembangan/perencanaan program berfokus pada staf saja. Skor yang sangat rendah dapat dipahami, karena hampir 50% dari peserta OCPAT bukanlah staf GeRAK, melainkan jaringan terdekat GeRAK yang datang dari para alumni dan siswa/peserta SAKA serta komunitas. Dalam diskusi sesi ini, memang nampak keinginan dari peserta OCPAT untuk juga terlibat dalam pengembangan program dan monev. 3.3. Proses Pengembangan Pembelajaran/Ruang Pembelajaran Subkomponen ini memperoleh nilai 3,00 yang artinya CUKUP. Subkomponen ini membahas mekanisme yang diciptakan lembaga untuk pengembangan proses pembelajaran dan pemanfaatan hasil pembelajaran. Mekanisme untuk belajar dan meluaskan pembelajaran yang dimiliki GeRAK terutama bertumpu pada pertemuan mingguan (Jumat) dan diskusi-diskusi informal mapun formal (tak berjadwal rutin). Muara dari proses belajar ini bisa dilihat dalam dua hal: pertama pada SAKA dan kedua pada program yang dirancang dan diimplementasikan. Pada SAKA, GeRAK berkomitmen untuk menjaga kualitas dan proses belajarnya dengan menggunakan 'guru' dari internal GeRAK maupun dari pihak luar (akademisi, aktivis, maupun komisioner lembaga negara di Aceh). GeRAK memang belum memiliki cara untuk menarik pembelajaran, merekam proses dan cerita sukes dari kerja-kerja mereka, bahkan sejak organisasi ini didirikan pada tahun 2003. GeRAK menyadari banyaknya pelajaran dari perjalanan mereka dan bahwa itu penting untuk didokumentasikan dan dibagikan kepada generasi muda atau kader mereka. GeRAK merasakan perlunya belajar dari pengalaman dan membaginya baik
18
untuk internal GeRAK dan jaringannya maupun untuk masyarakat sipil secara luas (baik sebagai narasumber atau partisipan diskusi maupun melalui website). Ini menjadi penting mengingat GeRAK telah memiliki outlet untuk penyebarannya, yakni melalui SAKA. Sebagai ilustrasi yang memperlihatkan GeRAK adalah organisasi yang belajar dapat dilihat bahwa pada masa kepengurusan yang sekarang ini mereka berani belajar dari kegagalan di Program SETAPAK 1 dan membuat perubahan bagi rencana Program SETAPAK 2. Evaluasi dari SETAPAK 1 memperlihatkan bahwa ternyata tidak bisa efektif melakukan perubahan di Aceh Besar dikarenakan sulitnya mencari champion dan Bupatinya sedang dilaporkan ke KPK (juga oleh GeRAK) untuk kasus dugaan korupsi proyek normalisasi Kuala Gigieng, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. Dari Program SETAPAK 1 GeRAK merasa berhasil menggabungkan pendidikan sektor tambang ke SAKA. GeRAK juga merasa berhasil menginisasi moratorium tambang. Berdasarkan pembelajaran dari Program SETAPAK 1 dan Program Kinerja (sebelum Program SETAPAK 1), maka pada Program SETAPAK 2 ini GeRAK memfokuskan kerjanya pada program kebijakan di daerah (dari pada provinsi), perubahan kebijakan, advokasi kasus, mendorong keterbukaan kasus, dan mendorong pemerintah untuk lebih membuka datanya bagi publik (melalui pendekatan open data). Ilustrasi lain yang memperlihatkan bagaimana GeRAK belajar dapat dilihat pada perubahan cara melihat multi-stakeholder forum. Pada awalnya GeRAK melihat multistakeholder forum sebagai kumpulan partisipan saja. Namun karena ada contoh di mana peserta multi-stakeholder forum kemudian menjadi aktif belajar dan aktif beraksi, maka saat ini multi-stakeholder forum dilihat sebagai kumpulan champion yang perlu terus dikawal agar menjadi aktor yang aktif. Bila melihat dari keseluruhan komponen manajemen program, kekuatan utama dari komponen ini adalah kemampuan GeRAK untuk mengambil pembelajaran dari pengalamannya masa lalu dan berani mencoba mengaplikasikannya pada program mendatang. Soliditas di dalam kepengurusan juga membantu pengelolaan program menjadi lebih baik. Dua hal inilah yang menjadi cara organisasi untuk mempertahankan performa organisasi walaupun ada kelemahan utama, yakni perlunya mekanisme PME (Perencanaa, Monitoring, dan Evaluasi) yang partisipatif dan mekanisme di mana organisasi bisa merekam, mendokumentasikan pembelajaran, dan mengembangkan pengetahuan baru darinya. Rekomendasi Rekomendasi peningkapatan kapasitas Manajemen Program • •
Membangun mekanisme perencanaan, monitoring dan evaluasi yang partisipatif (melibatkan penerima manfaat dan stakeholder). Membangun mekanisme pengelolaan pengetahuan (knowledge management).
4. Komponen Keberlanjutan Komponen keberlanjutan organisasi terdiri dari 3 subkomponen, yaitu: (1) fundraising/mobilisasi sumber-sumber daya, (2) kaderisasi dan regenerasi, (3) kepercayaan dan legitimasi publik. Skor dan Interpretasi Komponen Keberlanjutan
19
Gambar 8: Skor Komponen Keberlanjutan
Skor rata-rata komponen keberlanjutan adalah 3,25 yang artinya CUKUP (batas atas menuju baik). Nilai ini disumbangkan oleh 3 subkomponennya, yaitu: fundraising/mobilisasi sumber-sumber daya (3,35), kaderisasi dan regenerasi (3,10), kepercayaan dan legitimasi publik (3,30). 4.1. Fundraising dan Mobilisasi Sumber Daya Subkomponen ini memperoleh nilai 3,35 yang artinya BAIK. Subkomponen ini membahas strategi yang dikembangkan untuk menggalang sumber daya, tingkat keberhasilannya, proses perumusan strategi. Selama ini, GeRAK melakukan penggalangan sumber daya melalui tiga cara:
Penggalangan dana dilakukan melalui penyusunan proposal untuk kerja sama dengan donor maupun dengan pemerintah daerah (untuk pembangunan gedung SAKA). Sumbangan staf (dari potongan gaji). Kerelawanan melalui lulusan/alumni SAKA.
Salah satu keberhasilan yang paling berkesan bagi GeRAK adalah pembangunan gedung SAKA, di mana Pemda Provinsi memberikan hibah sebesar Rp. 2,1 Milyar. Karena gedung ini kemudian banyak menjadi sumber berita negatif tentang GeRAK, berikut ini adalah kutipan langsung dari Koordinator GeRAK seputar sejarah pembangunan gedung tersebut. "Kami memiliki laba atas nama GeRAK dengan total 140 juta. Dari pada uang ini dibelikan mobil dan menjadi konflik di internal, lebih bagus dengan membeli tanah untuk membangun bangunan untuk jangka panjang (yang sekarang dibangun menjadi gedung SAKA). Bagaimana membangun gedungnya sementara waktu itu ICCO juga tidak memperpanjang (cat: kerja sama tidak diperpanjang). Mencari dari donor tidak mungkin karena tidak ada lagi bantuan untuk membangun bangunan. Kalau dari DPR itu bahaya, takut yang memberikan terikat kasus korupsi dan itu berbahaya. Kita 20
akhirnya memilih ke pemerintah. [Sementara itu, kami juga mengetahui], dana yang dikelola Pemerintah Aceh, yaitu dana Otsus bukan untuk dana pemerintah saja. Kita konsultasi dengan Humas KPK yang menyarankan kalau pemerintah sepakat, sah saja diambil, asal masih menjaga nilai integritas di dalamnya. Nilai kita awal 200 juta, mereka (maksudnya Pemerintah Provinsi) kemudian [diusulkan] untuk [membangun yang] permanen saja. Itu juga penyampaian dari Pemerintah Aceh bahwa dia komit (maksudnya committed atau berkomitmen) untuk [mendukung program] anti-korupsi. Pada waktu itu LBH juga mengusulkan pembangunan sekolah. [GeRAK kemudian] dibicarakan kurang baik (oleh jaringan masyarakat sipil) karena dianggap sekarang sudah bekerjasama dengan pemerintah". 4.2. Kaderisasi/regenerasi Subkomponen ini memperoleh nilai 3,10 yang artinya CUKUP. Subkomponen ini membahas upaya lembaga untuk memastikan kaderisasi dan regenerasi, upaya mentransfer pengetahuan dan skill kepada staf lainnya, faktor penunjang dan kendala proses kaderisasi dan regenerasi. Strategi kaderisasi GeRAK memang belum dibuat secara tertulis. Dalam prakteknya GeRAK telah melakukan kaderisasi melalui SAKA, mengirim staf untuk ikut pelatihan, diskusi komunitas anti korupsi dan SPAK - Aceh. Upaya organisasi untuk memastikan distribusi keahlian individu menjadi keahlian kolektif organisasi dilakukan dengan cara melibatkan staf dan relawan dalam bedah kasus dan analisis kebijakan. Di SAKA peserta didik diberikan pengetahuan dan praktek ketrampilan melakukan investigasi, dilibatkan dalam uji akses, investigasi tambang, dana hibah dan kampanye. Salah satu keberhasilan dari SAKA adalah perubahan nilai-nilai anti korupsi (soal integritas) yang menjadi lebih tampak (ini disampaikan oleh semua alumni SAKA yang terlibat dalam OCPAT). Namun demikian, GeRAK merasa tingkat keberhasilan dari kaderisasi ini sangat bergantung pada masing-masing individu. Ada yang berminat dan melanjutkan tapi banyak juga yang memutuskan untuk berhenti di tengah jalan. GeRAK menganggap salah satu hal yang perlu diperbaiki dalam kurikulum SAKA adalah bagaimana agar proses belajar tersebut dapat memunculkan kepemimpinan. Isu pentingnya peningkatan kapasitas kepemimpinan ini ternyata juga dirasakan oleh seluruh staf dan SPAK Aceh yang terlibat dalam proses OCPAT. 4.3. Kepercayaan dan legitimasi publik Subkomponen ini memperoleh nilai 3,30 yang artinya BAIK. Subkomponen ini membahas mekanisme yang dibangun oleh lembaga untuk membangun kepercayaan dan legitimasi publik, sejauh mana tingkat keberhasilannya, apa saja rencana yang belum terlaksana dan apa kendalanya. Cara GeRAK mendapatkan dan menjaga kepercayaan dan legitimasi publik adalah dengan menjaga konsisten dalam menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam gerakan, terus-menerus memberi manfaat bagi publik (menerima pengaduan, menjadi narasumber diskusi, dll), menunjukkan integritas personal, transparansi pengelolaan keuangan lembaga, Kompetensi personal, non partisan (bila ada staf yang mau menjadi caleg harus mengundurkan diri), menjadi organisasi yang terbuka dan mudah diakses publik. Kepercayaan dan legitimasi dari publik dapat dilihat dari pengaduan kasus yang diterima dari masyarakat baik yang datang langsung ke kantor, melalui telepon, maupun
21
melalui media sosial. GeRAK juga tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah bila donor membutuhkan semacam rekomendasi dari pemerintah daerah. Selain itu, GeRAK juga masih menjadi salah satu narasumber yang dicari media, terutama media lokal Aceh bila ada pemeriksaan atau pelaporan kasus dugaan korupsi dan moratorium sektor tambang. Dari jejaring masyarakat sipil, GeRAK juga masih menjadi komponen aktif bagi jaringan nasional PWYP (Publish What You Pay), GeRAK Indonesia, dan Seknas FITRA. GeRAK keluar dari keanggotaan WALHI karena ingin membangun jaringan sendiri, gerakan anti korupsi untuk sektor lingkungan hidup. Walaupun tidak lagi menjadi anggota, GeRAK tetap terlibat dalam kegiatan berjejaring dengan WALHI. Kekuatan GeRAK pada komponen ini adalah kemampuan GeRAK untuk memobilisasi sumber daya (terutama dana dan relawan) dan jalur kaderisasi melalui SAKA yang telah berlangsung sejak tahun 2010. Namun demikian, GeRAK merasa sistem pendidikan di SAKA perlu dievaluasi dan diperbaiki agar bisa memastikan angka kelulusan mendekati 100% dan peserta perempuan yang bertambah. Rekomendasi Rekomendasi untuk komponen keberlanjutan adalah evaluasi sistem pendidikan SAKA agar menghasilkan jumlah siswa yang lulus meningkat, tetap mempertahankan kualitas hasil, termasuk untuk peningkatan jumlah peserta perempuan. Selain itu, perlu juga melihat bagaimana menangani lulusan SAKA dan menghubungkannya dengan pengawas dana desa. V. Rekomendasi Prioritas Ada lima buah rekomendasi prioritas: 1. Memperkuat manjemen pengetahuan dalam organisasi GERAK (di mana pengelolaan informasi publik adalah salah satu produknya). 2. Menyusun panduan program kerja untuk periode 2015 -2020. 3. Menguatkan kapasitas dalam bidang investigasi, advokasi, analisis hukum dan ekonomi, dan mediasi. Bidang mediasi sangat digarisbawahi di sini sebagai sebuah kebutuhan yang mendesak ketika terjadi kasus penyalahgunaan wewenang atau korupsi misalnya di tingkat masyarakat, penyalahguanaan dana gampong (bagaimana agar proses yang dipakai utamanya adalah musyawarah); bagaimana melakukan negosiasi dengan perusahaan ketika berkonflik dengan masyarakat; bagaimana melakukan mediasi sengketa informasi. Perlu ada tenaga negosiator (kapasitas dan legalitas). 4. Memperkuat staf untuk PME (perencanaan, monitoring, dan evaluasi). 5. Melakukan evaluasi dan perbaikan SAKA (Visioning/renstra, kurikulum, manajemen pengelolaan organisasi untuk sekolah anti korupsi).
22
Rekomendasi Prioritas yang akan dikerjakan selama satu tahun ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. KOMPONEN
ORIENTASI ORGANISASI
REKOMENDASI
1. Menghasilkan mediator yang tersertifikasi.
2. Memperkuat SAKA (Sekolah Anti Korupsi): sebelum Juli sudah ada pertemuan-pertemuan untuk SAKA.
KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS YANG DIBUTUHKAN 1. Mengikuti pelatihan mediasi resmi, misalnya http://pmn.or.id/pmn/jadualpelatihan-sertifikasi-mediator2016/
2. a. Visioning dan renstra. b. Mengkaji ulang pendekatan dan kurikulum (termasuk bagaimana menemukan potensi terbaik dari peserta didik hingga meningkatkan kuantitas dan kualitas lulusan, terutama perempuan). c. manajemen pengelolaan organisasi untuk Sekolah Anti Korupsi.
REKOMENDASI KHUSUS UNTUK TAF TERKAIT PROGRAM SETAPAK RESPON PELAYANAN
WAKTU PELAKSANA
PIHAK YANG DIHARAPKAN MENDUKUNG
Kuarter 1 akan mulai ikut TAF pelatihan. Sebelum Mei sudah harus ada yang lulus/mendapat sertifikat. Sebelum Juli sudah mulai ada pertemuanpertemuan untuk mengevaluasi dan renstra SAKA.
TAF untuk mencarikan konsultan yang dapat melakukan TA (Technical Assistance) untuk pengelolaan SAKA
CARA BERKOMUNIKASI
0
Lampiran DATA KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA GeRAK Aceh
NO Nama 1. Askhalani
Posisi di organisasi Koordinator
2.
Mulyadi
Manager Program
3.
Heryanah
Manager keuangan
4.
Hayatuddin
5.
Fernan
6. 7.
Erna Safitri Satria Sagita
8.
Mahmuddin
9. 10. 11. 12.
Fauzul Husni Taufik Munawar Muhammad rizal Efan Saputra
Kadiv Advokasi Korupsi Kadiv Kebijakan dan Anggaran publik Akuntan Staf Data dan Dokumen Staf Bidang Pengorganisasian Staf Media Relation Pengurus Sekolah Pengurus Sekolah Pengurus Sekolah
Kompetensi yang dimiliki Manajemen SDM, pengorganisasian, advokasi (lobby, analisis kebijakan,riset aksi, fasilitasi, monitoring dan evaluasi) analisa anggaran manajemen program, pengorganisasian, advokasi, lobby, analisis kebijakan,riset, fasilitasi, monitoring dan evaluasi Manajemen keuangan, auditor internal, akuntan pengorganisasian, advokasi korupsi Riset, analisa anggaran, analisa kebijakan dan fasilitasi akuntan Bidang IT dan data base (open data) Pengorganisasian, Advokasi Humas, media, kampanye dan IT Bid Perpustakaan pengorganisasian pengorganisasian
0
DATA KEGIATAN PENGEMBANGAN KAPASITAS GeRAK Aceh
Kategori
1. Mempelajari pengetahuan
Kegiatan pengembangan kapasitas (bentuk, tema/isu)
1. Training Advokasi Melalui Media Sosial
2. Training Analisa Anggaran Publik
3. Training Analisis dan kebijakan publik
4. Training Advokasi
5. Training Investigasi dan monitoring
SDM yang terlibat (nama dan posisi dalam organisasi)
Pihak pendukung kegiatan pengembangan kapasitas (donor/pemerintah/ swasta/jaringan) 1. Fauzul Husni (Staf 1. TAF Media Relation) 2. Satria Sagita (Staf Data dan Dokumen) 3. Fernan (Kadiv 2. Seknas FITRA Kebijakan dan Anggaran publik) 4. Askhalani (koordinator) 5. Mulayadi (manager program) 6. Fernan (Kadiv 3. FES dan Kinerja Kebijakan dan Anggaran publik) 7. Askhalani (koordinator) 8. Mulayadi (manager program) 9. Fernan (Kadiv 4. TII Kebijakan dan Anggaran publik) 10. Askhalani (koordinator) 11. Mulayadi (manager program) 12. Hayatuudin (kadiv Advokasi korupsi) 13. Fernan (Kadiv 5. TII Kebijakan dan Anggaran publik) 14. Askhalani (koordinator) 15. Mulayadi (manager program) 1
6. Training Perencanaan, Pelaksanaan dan Pelaporan Laporan Keuangan
2. Praktik pengetahuan dan keterampilan
1. Fasilitator workshop Review Qanun Pertambangan 2. Fasilitator perencanaan partisipatif 3. Fasilitasi pendidikan anti korupsi
4. Fasilitasi penganggaran daerah yang responsif Gender 5. Trainer Anggaran dan keterbukaan informasi Publik
6. Strategi Plaining
3. Pembelajaran
1. Tim monitoring tambang pemerintah Aceh 2. Tim penyusunan Daftar rencana Induk Otsus Aceh 3. Tim penyusunan Perbub dan Perwal
16. Hayatuudin (kadiv Advokasi korupsi) 17. Heriyanah (manager keuangan) 18. Erna Safitri (staf) 19. Mulaydi (manager program) 20. Askhalani (koordinator) 1. Fernan
6. TAF
1. TAF
2. Mulyadi dan askhalani
2. LGSP
3. Fernan, mulyadi, askhalani, hayatuddin, mahmuddin 4. Fernan, mulyadi, askhalani, hayatuddin, mahmuddin, Hariyanah, 21. Fernan (Kadiv Kebijakan dan Anggaran publik) 22. 23. Askhalani (koordinator) 24. Mulayadi (manager program) 5. Hayatuudin (kadiv Advokasi korupsi) 25. Askhalani (koordinator) 26. Mulayadi (manager program 27. heriyanah 1. GeRAK Aceh
3. SAKA
2. GeRAK Aceh
2. Bappeda Aceh
3. GeRAK Aceh
3. Pemko Banda Aceh Dan
4. LGSP
5. Kinerja
6. ICCO
1. Pemerintah Aceh
2
BOSP 4. 5. 6.
Pemkab Simelue 4. 5. 6.
4. 5. 6.
3