KARYA A TULIS IL LMIAH
PENAT TALAKS SANAAN N FISIOT TERAPI PADA KASUS K CER REBRAL PALSY P S SPASTIK K QUAD DRIPLEG GI DI Y YAYASA AN SAYA AP IBU YOGYA Y AKARTA A
Disusun Oleh : E Ellen Sugesti J J100141047
Diajukaan Guna Mellengkapi Tuggas dan Mem menuhi Syara at-Syarat un ntuk Menyeleesaikan Proggram Diplom ma III Fisioterrapi
PROGR RAM STUDI DIPLOMA A III FISIOTE ERAPI
F FAKULTAS S ILMU KESEHATAN N UNIVERSITAS MUH HAMMADIY YAH SURA AKARTA 2014
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA (Ellen Sugesti,
,
halaman)
Abstrak Latar Belakang : Cerebral palsy spastik quadriplegi merupakan suatu kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non - progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang yang menunjukan adanya gangguan simetrik pada keempat ekstremitas, dimana kedua lengan dan kaki hampir sama beratnya. Permasalahan yang sering timbul pada CP spastik quadrilegi berupa gangguan postur tubuh, kontrol gerak, keseimbangan dan koordinasi gerak yang akan berpotensi terganggunya aktifitas fungsional sehari-hari. Tujuan : Untuk mengetahui manfaat snoezelen, vojta therapy, dan massage dalam menurunkan spastisitas, dan rileksasi serta meningkatkan fungsional pada kasus cerebral palsy spastik quadriplegi. Hasil : setelah dilakukan terapi sebanyak kali didapatkan hasil adanya penurunan spasme dengan palpasi yaitu pada m.upper trapezius, penurunan spastisitas yang diukur menggunakan skala Aswoth dimana penurunannya hanya bertahan ± menit setelah dilakukan terapi dan untuk kemampuan fungsional dengan GMFM nilai total score saat T : dan pada T : tidak adanya peningkatan untuk fungsional miring kanan dan kiri. Kesimpulan : snoezelen, vojta therapy dan massage dapat menurunkan spasme pada m.upper trapezius, spastisitas dan merileksasikan tubuhpada kondisi CP spastik quadriplegi namun belum mampu untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya. Kata kunci : cerebral palsy (CP), snoezelen, vojta therapy dan massage.
viii
A. PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Masalah Cerebral palsy merupakan suatu kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non – progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang yang mempengaruhi
sistem
motorik
dan akibatnya anak tersebut
mempunyai koordinasi yang lemah, keseimbangan yang lemah, pola gerak yang abnormal atau gabungan dari karakteristik tersebut. Dari sekian banyak gangguan karena kerusakan otak pada anak salah satunya adalah CP spastik quadriplegi. CP spastik quadriplegi adalah tipe dari cerebral palsy yang menunjukan adanya gangguan simetrik pada keempat ekstremitas, dimana adanya spastisitas pada kedua lengan dan kaki hampir sama beratnya (Rudolph, 2007). Permasalahan umum yang timbul pada kondisi CP spastik quadriplegi adalah peningkatan tonus otot-otot postur karena adanya spastisitas yang akan berpengaruh pada kontrol gerak. Abnormalitas tonus postural akan mengakibatkan gangguan postur tubuh, kontrol gerak, keseimbangan
dan
koordinasi
gerak
yang
akan
berpotensi
terganggunya aktifitas fungsional sehari-hari (Pradana, 2013). Adapun beberapa pendekatan yang dapat dilakukan fisioterapi pada kasus CP spastik quadriplegi adalah dengan menggunakan terapi snoezelen, vojta therapy dan massage yang diharapkan dapat menurunkan dan mengontrol tingkat spastisitas pada anak yang mengalami CP
sehingga memudahkan terapis untuk melakukan latihan yang kemudian dapat meningkatkan kemampuan fungsional pasien. Terapi snoezelen adalah suatu aktifitas yang dirancang untuk mempengaruhi sistem saraf pusat melalui
pemberian stimulus yang
berupa stimulasi penglihatan, pendengaran, rangsangan, penciuman untuk merangsang rasa nyaman pada panca indera manusia (Anezaki, 2010). Vojta therapy adalah bentuk terapi fisik yang menggunakan teknik penguatan isometrik melalui stimulasi taktil untuk meningkatkan fungsi melalui pola normal pergerakan tubuh (Wright, 2011). Massage atau pijat merupakan
terapi sentuh yang ditujukan untuk menjaga kesehatan
ataupun untuk pengobatan (Roesli, 2001). 2.
Tujuan Dari rumusan masalah yang dikemukakan maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui manfaat snoezelen, vojta therapy dan massage dalam menurunkan spastisitas, meningkatkan fungsional dan merileksasikan otot pada kasus CP spastik.
B. KERANGKA TEORI Cerebral Palsy adalah sekumpulan gangguan motorik akibat kerusakan otak yang terjadi sebelum, selama, atau setelah lahir (Miller dan Bachrach, 2007). CP spastik quadriplegi merupakaan keadaan yang ditunjukan dengan adanya gangguan simetrik pada keempat ekstremitas yang ditandai dengan adanya hipertonus pada otot (Miller dan Bachrach, 2007).
Penyebab terjadinya CP dapat dibagi menjadi tiga yaitu pre – natal yang dapat berupa infeksi misalnya oleh infeksi pada saat kehamilan (bakteri dan parasit) toksoplasma, (virus) rubela, cytomegalovirus (CMV) dan penyakit inklusi sitomegalik. Anoksia, malforasi, gangguan metabolik pada ibu seperti diabetes melitus, dan keracunan saat kehamilan dapat menimbulkan CP. Masa perinatal juga dapat menyebabkan terjadinya CP, antara lain anoksia/hipoksia, perdarahan otak, meningitis, prematuritas. Dan pada post natal dimana pada masa ini ada banyak faktor yang menyebabkan kerusakan otak seperti adanyanya gangguan pembuluh darah otak, cedera kepala, keracunan Pb (plumbum / timah hitam), serangan epilepsy,trauma (fraktur tengkorak, kontusio cerebri), infeksi (meningitis, ensefalitis), kecelakaan cerebrovaskular, anoksia (syok, keracunan, tenggelam), dan tumor otak (Levitt, 2007). Kelumpuhan pada CP tipe quadriplegi disebabkan adanya lesi cortex cerebri pada lobus frontalis area 6 tepatnya medial dan lateral. CP spastik quadriplegi memiliki beberapa pola spastisitas yang terjadi pada anggota gerak atas dan bawah. Pada anggota gerak atas adalah adduksi dan internal rotasi bahu, ekstensisiku, pronasi lengan bawah, fleksi dan ulnar deviasi wrist dan fleksi jari – jari. Sedangkan pada anggota gerak bawah adalah adduksi dan internal rotasi hip, fleksi knee, plantar fleksi dan inversi ankle serta fleksi jari-jari (Rudolph, 2007). Adapun bagian bagian otak yang berhubungan dengan CP adalah Cerebrum yang dibagi menjadi dua, hemisperium kiri dan hemisperium kanan
yang dihubungkan oleh corpus collasum. Kedua hemisper berkomunikasi dan saling bekerja sama melalui pertukaran informasi instan lewat koneksi corpus collasum. Masing – masing hemisper terdiri dari satu lapisan tipis substansia grisea disebelah luar yaitu cortex cerebri dimana cortex cerebri dibagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus occipitalis, dan lobus temporalis (Syaifudin, 2012). Ganglia basalis merupakan sekelompok massa substansia grisea yang terletak dalam di diensefalon dan kedua sisi talamus dan otak tengah bagian atas yang memproses dan mempengaruhi informasi dan jaringan saraf ekstrapiramidal. Massa – masa tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdala dan claustrum (Corwin, 2007). Cerebellum merupakan bagian otak yang ditemukan lebih banyak neuron individual dibandingkan dengan bagian otak lainnya. Cerebelum terdiri dari tiga bagian yang secara fungsional berbeda dengan peran berbeda yang terutama berkaitan dengan kontrol bawah sadar aktivitas motorik (Sherwood, 2009).
Pada kasus CP spastik quadriplegi memiliki berbagai macam problematika fisioterapi yang dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu : spastisitas dan fungsi motorik . Spastisitas pada kasus CP spastik quadriplegi biasanya terdapat spastisitas pada lengan dan tungkai dimana spastisitas ini terjadi karena
terdapat lesi pada area 6 yang disebut area premotor. Spastisitas dapat diukur menggunakan skala Asworth (Miller, 2007). Fungsi motorik
dapat memicu terjadinya
gangguan keseharian
aktivitas, seperti miring kanan dan kiri dimana anak dengan spastisitas mempunyai kesulitan dalam menggerakkan bagian yang terkena (Miller, 2007). Selain itu juga menyebabkan terjadinya disability dimana anak tidak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan perkembangan usia anak misalnya bermain dengan teman sebayanya. Pemeriksaan kemampuan motorik pada pasien dilakukan dengan menggunakan Gross Motor Function Measurement (GMFM). Permasalahan serta gangguan yang terjadi pada anak CP dapat di tangani dengan beberapa cara seperti pemberian snoezelen yang merupakan sebuah terapi yang dirancang untuk mempengaruhi sistem saraf pusat melalui pemberian rangsang yang cukup pada sistem sensori primer seperti pengelihatan, pendengaran, peraba dan pembau serta dilakukan didalam ruangan yang dibuat kedap suara dan gelap, agar anak benar - benar merasakan berada di dunianya tanpa adanya gangguan suara dari luar dan agar anak dapat menimati cahaya warna - warna yang ditampilkan. Komponen yang digunakan dalam snoezelen meliputi matras bergelombang, lampu serat cahaya, lampu manik - manik, beberapa mainan, aromaterapi dan type yang berisikan musik mozard (Anezaki, 2010). Adapun cara lain adalah dengan vojta therapy yang merupakan terapi fisik yang menggunakan menggunakan teknik penguatan isometrik melalui
stimulasi taktil untuk meningkatkan fungsi melalui pola normal pergerakan tubuh (Jonischkeit, 2001). Saat melakukan vojta therapy untuk merangsang refleks berguling dapat dilakukan dengan posisi supine lying atau side lying dimana pola gerakan refleks berguling memiliki zona khusus yang ditujukan untuk menstimulasi sistem saraf pusat untuk menggunakan prosedur pengolahan difersifikasi jaringan saraf aferen. Pada posisi supine lying dilakukan pada zona payudara di ruang interkonsta 7 dan 8 di bawah puting pada baris mammillary dengan rotasi kepala ditahan oleh terapis dan untuk posisi side lying dilakukan pada zona medial skapula dan SIAS. Vojta therapy dilakukan 5 – 20 menit dan dilakukan beberapa kali dalam sehari serta harus intensif untuk mendapatkan hasil yang diinginkan (Jonischkeit, 2001). Terapi massage juga dapat diberikan dimana massage dilakukan dengan teknik berupa (1) Stroking yaitu teknik usapan ringan yang biasanya diberikan saat mengoleskan minyak atau lotion massage (2) Effleurage yaitu usapan dengan tekanan menuju ke arah jantung (3) Petrissage yaitu berupa gerakan kneading, squeezing dan rolling dan (4) Friction yaitu gerakan putaran mendalam pada satu area (Roesli, 2001).
C. PROSES FISIOTERAPI Pasien bernama Keisya Alivia V, umur 3 tahun 10 bulan, agama islam, jenis kelamin perempuan, dengan diagnosa cerebral palsy spastik quadriplegi dimana pasien tinggal di Panti II Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta
dikeluhkan adanya kekakuan pada AGA dan AGB nya dan belum bisa miring kanan kiri. Dari pemeriksaan yang dilakukan didapat adanya spasme pada upper trapezius, spastisitas pada AGA dan AGB dan belum bisa melakukan aktifitas fungsional yaitu miring kanan kiri. Spastisitas diukur dengan skala Asworth dan fungsional diukur dengan GMFM. Kondisi pasien mengakibatkan pasien kesulitan untuk menggerakan kedua tangan dan kakinya sehingga pasien tidak bisa untuk melakukan aktivitas seperti anak seusianya. Dimana dengan gangguan yang ada pada pasien tersebut maka diberikan penatalaksanaan berupa snoezelen untuk mengurangi spastisitas, vojta therapy untuk fungsional dan massage sebagai rileksasi dan menurunkan spasmenya.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Hasil Dalam terapi yang diberikan kepada Keysia Alivia V (4 tahun) yang
berupa snoezelen, vojta therapy, dan massage yang dilakukan sebanyak 6 kali terapi yaitu pada tanggal 7, 10, 11, 14, 16, dan 18 Juli didapatkan hasil :
Spastisitas 4,5 4 3,5 3 SHOULDER
2,5
ELBOW
2
WRIST
1,5
HIP
1
KNEE
0,5 0
ANKLE T0
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Grafik 4.1 Penurunan spastisitas dengan skala Asworth. Dari tabel diatas dapat dilihat adanya penurunan spastisitas setelah dilakukan terapi dengan snoezelen, vojta therapy dan massage namun penurunan spastisitas hanya berlangsung ± 30 menit setelah dilakukan terapi dimana keesokan harinya spastisitas pasien kembali seperti semula. Kemampuan Fungsional 20,00% 15,00% 10,00% 5,00%
T0 T6
0,00% DIMENSI A
DIMENSI B
DIMENSI C
DIMENSI D
DIMENSI E
Grafik 4.2 Hasil evaluasi kemampuan fungsional dengan GMFM
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa tidak ada peningkatan kemampuan fungsional pada pasien yaitu total kedua score T0 : 4,21% dan pada T6 tetap 4,21%. 2.
Pembahasan Dari hasil dapat dilihat bahwa massage yang telah dilakukan kepada pasien dapat memberikan rasa nyaman serta dapat mengurangi spasme pada m.upper trapezius dimana ujung – ujung saraf yang terdapat dalam permukaan kulit akan bereaksi terhadap sentuhan dan kemudian dikirimkan ke otak melalui jaringan saraf yang berada di tulang belakang yang kemudian diatur oleh hypothalamus untuk meningkatkan aktivitas neurotransmiter serotonin yang berfungsi untuk mengurang hormon stres sehingga meningkatkan daya tahan tubuh dan akan mengurangi spasme pada otot m. upper trapezius (Roesli, 2011). Spastisitas juga mengalami penurunan meskipun hanya bersifat sementara, ini dikarenakan pemberian snoezelen dan massage dimana ketika seoarang anak dengan CP spastik quadriplegi diberikan terapi snoezelen maka ada stimulasi pada pengelihatan dengan lampu warna warni, pendengaran musik mozart, taktil dengan mainan dan penciuman dengan aromatherapy dari bunga mawar sehingga hasil dari stimulasi tersebut dapat membuat tubuh menjadi lebih rileks dan akhirnya menurunkan spastisitas (Hulsegge, 1987). Vojta therapy memiliki kemampuan untuk meningkatkan fungsional pasien dikarenakan ketika dilakukan votja therapy yang
menggunakan teknik penguatan isometrik yang dilakukan secara berulang ulang
maka adanya resistensi dalam latihan dapat
memancing aktifitas yang telah ada yang akan mengubah gerakan phasic menjadi suatu aktivitas otot isometrik dimana lama kelamaan dapat dimodulasi oleh terapis tanpa adiksi (receiver proprioseptif). Resistensi ini menyebabkan akumulasi temporo – spasial, kemudian fenomena neuronal "meluap" untuk "memaksa" terbentuknya sebuah program neuron baru yang terjadi dengan cara perekrutan aferen baru ke SSP untuk aktivasi area yang awalnya tidak berespon. Efek terhadap sistem saraf pusat ini bisa bertahan selama ½ - 1 jam setelah stimulasi berakhir.
E. SIMPULAN DAN SARAN 1.
Simpulan Pasien dengan nama Keisya Alivia Viandra usia 4 tahun dengan diagnosa CP spastik quadriplegi dengan gangguan adanya spasme pada upper trapezius, spastisitas pada AGA dan AGB dan belum mampu miring kanan dan kiri yang telah dilakukan terapi sebanyak 6 kali terapi dadapatkan hasil bahwa adanya penurunan nilai spastisitas otot setelah dilakukannya terapi namun penurunannya tidak terjadi secara menetap melainkan hanya sementara yang berkisar kurang lebih 20 hingga 30 menit setelah terapi dan setelah itu spastisitasnya kembali seperti semula dan untuk kemampuan miring kanan dan kiri tidak ada kemajuan sedikitpun.
Dari hasil tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ada manfaat dari diberikannya snoezelen, vojta therapy dan massage karena dapat menurunkan spasme dan spastisitas meskipun tidak secara menetap, namun belum ada manfaatnya terhadap fungsional.
Dan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dibutuhkan waktu terapi yang lama dan latihan yang dilakukan secara intensif. 2.
Saran Walaupun belum ada hasil sesuai yang diinginkan tetapi terapi yang diberikan harus selalu dilakukan untuk menjaga kondisi pasien saat ini agar tidak semakin memburuk serta terapis dapat melakukan latihan tambahan lainnya yang di anggap dapat membantu memberikan hasil yang baik untuk pasien seperti pemberian latihan pasif dan beberapa stimulasi untuk membantu pasien agar bisa miring kanan dan kiri, kemudian pengasuh panti dapat disarankan untuk lebih memperhatikan apa kekurangan dan kelebihan yang dimiliki pasien agar kekuranggannya dapat ditingkatkan serta kelebihan pasien dapat dijaga agar tidak terjadi penurunan serta harus adanya kerja sama diantara fisioterapi, pengasuh panti serta dari pihak medis lainnya agar yang diinginkan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Anezaki, Hiroshi. 2010. Relaxation Effects Of Snoezelen For Infants with Severe Motor and Intellectual Disabilities. Mie University Bulletin of The Faculty of Education. 61: 119-126. Japan Butje, A. B. And Shattell M. 2008. Healing Scents: An Overview of Clinical Aromatherapy For Emotional Distress. Journal of Psychosocial Nursing and Mental Health Services: Volume 46 (10): 46-52. Campbell, D. 2003. Efek Mozart, Memanfaatkan Kekuatan Musik untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas dan Menyehatkan Tubuh (Edisi Terjemahan oleh Hermaja, T.), Cetakan Kedua, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Chusid, J. G. 1993. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Edisi ke4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Danuatmaja, Bonny.2003. Terapi Anak Autis. Jakarta: Puspa Swara Elizabeth, J Corwin. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EGC Hulsegge, J. And Verheul A. 1987. Snoezelen: Another World. Chesterfield: ROMPA International Ltd Alaoui-Ismaili, O., Robin, O., Rada, H., Dittmar, A., & Vernet-Maury, E. 1997. Basic emotions evoked by odorants: Comparison between autonomic responses and self-evaluation. Physiology & Behavior, 62, 713–720. Levitt, S. 2007. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. 4nd ed. USA: Blackwell Publishing Michael PB & Garth RJ (ed). 2008. Upper Motor Neurone Syndrome and Spasticity Clinica. New York: Cmbridge University Press Miller, Freeman. 2007. Physical Therapy of Cerebral Palsy. New York: Springer Science and Business Media Miller F & Bachrach SJ. 2004. Cerebral Palsy a Complete Guide for Caregiving. 2nd ed. USA: The Johns Hopkins University Press Pountney, Teresa. 2007. Cerebral Palsy. USA: Elsevier Ltd
Pradana, Anas. 2013. Efek Snoezelen (Multi Sensory Environment) Terhadap Penurunan Tingkat Spastisitas pada Anak Cerebral Palsy Spastik Diplegi. Skripsi. Surakarta: Program Studi S1 Transfer Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadyah Surakarta
Rudolph. 2007. Buku Ajar Pediatri. Edisi ke-20. Dialihbahasakan oleh Wahab S dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Roesli, Utami. 2001. Pedoman Pijat Bayi. Jakarta: Trubus Agriwidya Setiawan, 2009: Hand Out FT C Tepi, Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan, Surakarta. Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia. Edisi ke-6. Dialihbahasakan oleh Pendit. BU. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Subakti Y dan Anggraini DR. 2008. Keajaiban Pijat Bayi dan Balita. Jakarta: PT Wahyu Media Syaifudin. 2012. Anatomi Fisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Wright, Anthea. 2011. Vojta (Reflex Locomotion) Neuromuscular Stabilisation. UK: Cerebra
Therapy/Dynamic