DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Sarjana Humaniora (S.Hum)
Disusun Oleh: Trisna Ernawati NIM: 107022001292
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2011 M
DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KBRUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI
Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh: Trisna Ernawati NIM: 107022001292
Pembimbing
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA I43r Hl 2011
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
i
Skripsi dengan judul "Disintegrasi Umat Islam: Study Tentang Keruntuhan Kekuusaan Islum di Andatusia Abad 77", telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Jum'at tanggal 22 September 201
l. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta, 22 September 20 1 I
Sidang Munaqasyah Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. M. Ma'ruf Mistrah
NIP. 19591222199103
tus Sa'divah- M.Pd
NrP. 197s0417 2A0501 2 007
1 003
Anggota
\lPenguji-'II
Pengufi I
Prof. Dr.LltiBudi Sulistiono. M. Hum NrP. 19611025 199403
1 001
NrP. 195410i0 198803 I 001
Pembimbing
(
un Derani. MA 27 199203
I 001
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 15 Agustus 2011
Trisna Ernawati
ABSTRAK
TRISNA ERNAWATI DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI Penelitian ini menemukan bahwa kehancuran Islam di Andalusia disebabkan oleh pertikaian sesama mereka, di mulai dari konflik perseteruan antar suku yang dilakukan oleh kaum Berber dengan bangsa Arab, suku Mudar dengan suku Yaman, perebutan kekuasaan oleh para elite penguasa, sampai pada hubungan tidak harmonis antara Ulama dan pemerintah. Akibat dari kondisi dan situasi terpecah inilah memberi kesempatan kepada musuh untuk bangkit, menyusun kekuatan, untuk merebut kekuasaan yang selama ini mereka pegang, yang pada akhirnya pada tahun 1492 Umat Islam di Andalusia terusir. Berdasarkan penemuan di atas saya menyimpulkan bahwa kehancuran Umat Islam di Andalusia di sebabkan oleh Umat Islam sendiri (Al-Islam Mahjub bil Muslim) yang menimbulkan benih-benih kehancuran dengan adanya disintegrasi, dalam keadaan seperti itu memberikan peluang kepada Umat Nasrani untuk bangkit, dan mendorong umat Islam kepada jurang kehancuran.
ii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, penulis panjatkan puji serta syulur kehadirat Ilahi Rabbi, Dzat yang maha pengatur dan Pemberi Kemudahan, Allah SWT. Akhirnya, jerih payah dan kesabaran menanti kepastian yang telah digoreskan Sang Penguasa kehidupan telah terjawabkan, tanpa keridhoan dari-Nya mimpi ini tidak akan pernah jadi kenyataan. Hanya Dia yang setia menemani ketika jiwa ini dalam kerapuhan, fikiran, hati yang tersesat, kelelahan yang tiada tara, waktu yang terus merongrong. Demi Dzat yang maha sempurna, penu;is tidak akan bisa bertahan tanpa inayah dan hidayah dari-Nya. Untaian shalawat dipersembahkan untuk Khatam Al-Nabiyyin, pemimpin sejati, pembawa pesan cahaya Ilahi, Muhammad saw. Di pengantar Skripsi ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang Tua tercinta; Ayahanda Dedi .M. Iskandar dan Ibunda Teti Hartati. Terima kasih yang tulus, rasa ta’dzim dan hormat penulis haturkan atas kesabaran, nasihat dan kasih sayang yang tiada pernah berujung. Adik-adik ku Azis M. Fauzi dan Akbar M. Irsyadillah. Ini wujud ‘bangga’ untuk keluarga dari ananda, semoga Allah selalu memberi kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin. 2. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.Ag. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora 3. Drs. H. Ma’ruf Misbah, M.A, selaku Ketuan Jurusan Sejarah dan Peradaban
iii
Islam 4. Sholikatus Sa’diyah, M.pd. selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam 5. Drs. Saidun Derani, M.A, Selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, dan salah satu dosen yang memiliki komitmen dan loyalitas dalam mengajar mahasiswa-mahasiswanya. Terimakasih atas bimbingan, masukan, saran dan waktu luan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh dosen Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan ilmu pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis. 7. Seluruh Staff akademik Fakultas Adab dan Humaniora. 8. Kakak-kakak dan adik-adikku seperjuangan di SPI. Sahabat saya Mela, Ian, Odading Club; Lara, Tatik, Riri , keluarga KKN Crew21, keluarga alumni AlMasthuriah 2007, serta teman-teman SPI 2007, semoga kita tetap menjaga silaturahmi. 9. Seseorang yang selalu menikmati hangatnya secangkir teh mimpi, terimakasih untuk support, perhatian, proses pendewasaan, kepekaan terhadap sekitar, dan hal-hal yang belum pernah saya jamah. Semoga hidup jaya raya kita menjadi bukti nyata. 10. Terimakasih kepada Organisasi HMI KOFAH, dan teman-teman LK1 2007.
Jakarta, 15 Agustus 2011 Penulis
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Permasalahan penelitian .......................................................
11
C. Tujuan ...................................................................................
12
D. Kontribusi .............................................................................
12
E. Metodologi penelitian ...........................................................
12
F. Sistematika Penulisan ...........................................................
14
BAB II MULUK AT-TAWAIF ................................................................
16
A. Islam di Andalusia Dari Segi Historis .............................................
16
B. Latar Belakang Terjadinya Disintegrasi .........................................
22
C. Keadaan Sosial Umat Islam Dalam Masa Disintegrasi...................
81
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISINTEGRASI .............
85
A. Kebangkitan Umat Nasrani ............................................................
85
B. Dampak Social Setelah Munculnya Disintegrasi ...........................
93
C. Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Umat Islam ...........................
130
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
v
138
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keruntuhan Umat Islam di Andalusia adalah hukum alam yang memang harus diakui, teori perkembangan yang tak dapat dielakan oleh manusia bahwa suatu negara akan tumbuh, dan berkembang kemudian mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai puncak kejayaan dan secara perlahan akan mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Begitupun yang terjadi di Andalusia yang kali ini lebih akrab di sebut Spanyol. Nama Andalusia berasal dari nama bahasa Arab "Al Andalus", yang merujuk kepada bagian dari jazirah Iberia yang dahulu berada di bawah pemerintahan Muslim. Sejarah Islam Spanyol dapat ditemukan di pintu masuk al-Andalus. Tartessos, ibu kota dari Peradaban Tartessos yang dahulu besar dan berkuasa, terletak di Andalusia, dan dikenal di dalam Alkitab dengan nama Tarsus. Andalusia merupakan salah satu tempat dimana Islam pernah berjaya, pada abad ke 7 Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad disebut-sebut sebagai tokoh pelaku yang membawa Islam masuk ke wilayah itu. Berawal dari ekspansi pasukan muslim ke Semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa, merupakan serangan terakhir dan paling dramatis dari seluruh operasi militer penting yang dijalankan oleh orang-orang Arab. Serangan itu menandai puncak ekspansi muslim ke wilayah Afrika-Eropa, seperti halnya penaklukan Turkistan yang menandai titik terjauh ekspansi ke kawasan Mesir-Asia.
1
2
Dari sisi kecepatan operasi dan kadar keberhasilannya, ekspedisi ke Spanyol memiliki kedudukan yang unik dalam sejarah militer Abad Pertengahan. Pengintaian pertama dilakukan pada bulan Juli 710 ketika Tharif, orang kepercayaan Musa Ibn Nushair, gubernur terkemuka di Afrika Utara pada Periode Umayah, mendarat di semenanjung kecil membawa bala tentara berkekuatan seratus pasukan kavaleri dan empat ratus pasukan invanteri yang terletak hampir diujung paling selatan benua Eropa. Semenanjung ini, sekarang disebut Tarifa, sejak saat itu menyandang namanya, Jazurah (kepulauan) Tharif. Musa, yang telah menguasai kegubernuran kira-kira sejak 700, berhasil memukul mundur pasukan Bizantium selamanya dari wilayah barat Kartago dan perlahan-lahan meluaskan penaklukannya sampai ke Atlantik, sehingga memberikan batu loncatan kepada Islam untuk menyerang Eropa. Terdorong oleh keberhasilan Tharif dan melihat adanya konflik penguasa di Kerajaan Spanyol Gothic Barat, juga didorong oleh hasrat untuk memperoleh barang rampasan, bukan hasrat untuk melakukan, Musa mengutus seorang budak Berber yang sudah dibebaskan, Thariq Ibn Ziyad, pada tahun 711 ke Spanyol memimpin 7000 pasukan, yang sebagian besar terdiri atas orang-orang Berber. Thariq mendarat dekat gunung batu besar yang kelak mengabadikan namanya, Jabal (gunung) Thariq (Gibraltar). Kapalkapal mereka, menurut sejumlah riwayat, disediakan oleh Julian, pangeran Ceuta, yang namanya cukup melegenda, meski lebar selat itu hanya sekitar tiga belas mil. Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang mengepalai 12.000 pasukan, pada 19 Juli 711 berhadapan dengan pasukan Raja Roderick di mulut Sungai
3
Barbate di pesisir laguna Janda. Roderick berhasil naik tahta setelah menggulingkan pendahulunya, putera Witiza. Kendati berjumlah 25.000 orang, tentara Gothic barat bisa dikalahkan karena adanya pengkhianatan dari musuh-musuh politik Roderick, yang dikepalai oleh Uskup Oppas, saudara Witiza.1 Hadirnya Islam menjadi titik awal perubahan yang gemilang bagi sejarah di negeri tersebut. Islam membuka suatu era baru dimana kebenaran dan keadilan ditegakan, kebebasan beragama terjamin, bagi mereka beragama Yahudi dan Kristen. Sendi-sendi dasar Islam ditegakkan demi membentuk sebuah masyarakat yang soleh, pemerintahan yang adil dan mengayomi masyarakatnya mewarnai masa kegemilangan ini. Kembali mengenang kejayaannya di masa lampau, adalah Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abd arRahman I, seorang keturunan Bani Umayah yang kemudian meneruskan pengibaran panji-panji Islam di Andalusia sebagai Emir of Andalus.2 Abd arRahman I melakukan restorasi politik dan kenegaraan bersamaan dengan pembangunan infrastruktur kemasyarakatan. Salah satunya mengawali pembangunan masjid Cordoba, taman-taman yang indah, jembatan-jembatan, benteng-benteng. Andalusia adalah pusat peradaban dunia dalam kurun waktu hampir 700 tahun lebih, kemakmuran dan kemegahannya diwarnai pula oleh kemajuan pesat dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, teknologi, militer, perekonomian, sehingga Spanyol yang kita kenal sekarang hanya pernah benar-benar mencapai puncak kemajuannya selama masa pemerintahan Islam.
1
Philiph K Hitti, History of the Arab (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal
627-628 2
Scalles. Peter C, The fall of the caliphate of Córdoba: Berbers and Andalusis in conflict (New York: Koln Brill, 1994), hal 113
4
Cordoba sebagai kota penting di Andalusia, merupakan kota termegah, terkaya dan salah satu yang terbesar di dunia pada pertengahan.3 Hal ini sangat berbeda dengan kota-kota Eropa lainnya, dimana bangsa Eropa pada saat itu tengah dilanda kegelapan dan kebodohan.4 Apa yang menjadi kemajuan barat pada saat ini adalah kontribusi besar kemajuan peradaban yang di tumbuhkan masyarakat Islam di Eropa pada saat itu.5 Namun dibalik Kemakmurannya Islam disana bukan berarti tidak mengalami hambatan dan masalah, banyak benih-benih kehancuran mulai terlihat, diantaranya: Terjadinya pemberontakan-pemberontakan ditubuh kerajaan itu sendiri, seperti pemberontakan yang dipimpin oleh sekelompok orang yang pernah belajar dibawah bimbingan Imam Malik, yang juga merupakan orang-orang yang menyebabkan al-Muwatha‟Imam Malik diterima secara luas di Andalusia. Ditambah para pemimpin yang saling guling mengulingkan untuk memperebutkan tahta kerajaan,6 perseteruan antara antar suku dan para ulama dengan pemerintah menjadi faktor-faktor timbulnya Disintegrasi umat islam. Didukung kaum Nasrani yang menyatukan kekuatan untuk menghancurkan umat Isla m di Andalusia. Ini menjadi hal menarik untuk dikaji bagaimana Islam menguasai Andalusia hingga 7 abad kemudian menjadi hancur akibat benih-benih perpecahan di dalam tubuh penguasa Islam sendiri didukung dengan perlawanan yang dilakukan oleh umat Nasrani. 3
Ahmad Thomson dan Muhammad ‟Ata‟ Ur Rahim, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), hal 46-48. 4 Bernard Lewis, The Arabs In History. Penerjemah Drs. Said Jamhuri (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994 ) hal 123 5 W. montgorry 6 Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993) hal.290
5
Perpecahan yang terjadi timbul akibat konflik yang berkepanjangan, diantara konflik itu adalah Perselisihan antar suku yang menjadikan rakyat Andalusia tidak memiliki solidaritas social, kecuali dalam kalangan terbatas sepersukuan, atau dalam batas etnis tertentu. Hal tersebut terlihat pada sifat pemberontakan yang ditimbulkannya. Seperti pemberontakan suku-suku Berber melawan suku-suku Arab, dan suku-suku Arab utara (Mudar) melawan suku Arab Selatan (Yaman) yang timbul pada 740 M. Padahal mereka semua seagama. Solidaritas keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat menunjukkan keberadaannya. Atau jika solidaritas keagamaan itu menonjol di kalangan mereka, maka hal tersebut terjadi pada waktu suasana damai antar suku terjalin dengan baik. Dan jika suasana permusuhan antar suku mulai menguasai keadaan, maka solidaritas keagamaan tidak mampu menahan gejolak perasaan yang bersifat permusuhan itu lagi. Selain konflik perseteruan antar suku, konflik di dalam tubuh kerajaan mewarnai hal-hal yang mendukung hancurnya Islam ditanah Andalusia. diantaranya, Ketika Andalusia dipimpin pada masa Hisyam II peran Khalifah sangat lemah, kedudukan beliau tidak ubahnya seperti boneka, Hisyam yang pada saat itu berumur 11 tahun, kekuasaan kerajaan di ambil alih oleh Ibunya yang bernama Sultanah Subh, dan sekretarisnya negara yang bernama muhammad Ibnu Abi Amir.7 Menjelang tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang ambisius menjadikan dirinya sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat, ia mengirimkan tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang berhasil menetapkan 7
Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, hal. 308
6
keunggulaannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada tahun itu juga Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur Billah.8 Hisyam II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara, tindakannya menimbulkan kelemahan dalam negeri. la tidak dapat membaca gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan mengancam kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar putra Al-Mansur Billah pada tahun 1009 yang pada saat itu sempat menggantikan kedudukan ayahnya. Setelah wafat Al-Muzaffar, Ia di gantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.9 Seiring berjalannya waktu pergantian penguasa demi penguasa tidak membuahkan hasil untuk menciptakan Andalusia yang damai, dari sinilah kerajaan muslim di Andalusia mulai menunjukan tanda-tanda pembusukan yang kasat mata. Badan politik kaum muslim terpecah dan terus terpecah belah dalam jangka waktu lima belas tahun setelah kematian Al-Manshur, seluruh Andalusia telah terbagi-bagi menjadi banyak sekali kerajaan kecil yang oleh orang Arab di sebut Muluk Al-Thawaif,10 hal ini disebabkan partikularisme baik pribumi atau ras menjadi salah satu pendorong terbentuknya kerjaan-kerajaan kecil yang masing-masingnya mempunyai penguasa sendiri.11 Di Kordova keluarga Jahwariyah mengepalai sejenis Republik yang pada tahun 1068 diambil alih oleh Bani Abbad di Seville, sejak saat itu dominasi
8 9
diantara
Negara-negara
muslim
terletak
di
Seville,
yang
Thomsond & Rahim, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal.
97 10
Lewis, The Arab in History, hal 129 W. Montgomery Watt & Pierre Chachia, A History of Islamic Spain (Edinburgh University Press, 1992) Hal 91 11
7
kedudukannya selalu dihubungkan dengan Kordova. Kemudian di Granada terdapat pusat kekuasaan rezim Ziriyah, yang namanya diambil dari nama pendirinya yang berkebangsaan Berber, Ibn Ziri. Rezim ini di hancurkan oleh sekelompok Murabitun Maroko pada 1090. Inilah satu-satunya kota muslim Spanyol yang di dalamnya seorang Yahudi, Wazir Isma‟il ibn Naghzalah, pernah memegang kekuasaan yang benar-benar kuat. Di Malaga dan distrikdistrik sekitarnya, kekuasaan distrik Hamudiyah, yang pendirinya dan dua penerusnya menjadi Khalifah di Kordova, berakhir sampai 1057. Serta kekuasaan Ziriyah berakhir, Malaga akhirnya berada dibawah cengkraman Murabitun. Di Saragosa, banu Hud berkuasa dari 1039 sampai di kalahkan orang Kristen pada 1141, diantara raja-raja kecil ini, pemerintahan terpelajar Abbadiyah di Seville adalah paling kuat yang merupakan cikal-bakal datangnya Murabitun ke Andalusia.12 Semua kerajaan ini di pimpin oleh penguasa-penguasa yang berasal dari berbagai macam suku bangsa dan golongan. Di samping itu, hal ini juga mencerminkan adanya ketidakharmonisan etnik dan persaingan antar kelompok militer yang dapat menimbulkan peperangan satu sama lainnya, seringkali para raja-raja itu meminta bantuan orang-orang Kristen Trinitarian yang tentunya amat senang hati membantu. Pada ketika itu kaum muslim terpecah belah dan mulai mengukur diri mereka sebagai anggota dari bangsabangsa yang berbeda, sebab perpecahan dari kalangan mereka ini, diiringi dengan kepentingan kotor dan ambisi berlebih-lebihan dari beberapa Raja dari
12
Philiph K Hitti, History of the Arab, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010, hal 683
8
mereka, dalam keadaan seperti ini orang-orang Kristen mampu menyerang kaum muslim secara tuntas dan menundukan mereka satu demi satu. 13 Kerajaan-kerajaan tersebut yang berbatasan langsung dengan teritorial yang dikuasai orang-orang Kristen Trinitarian di bagian Utara semenanjung Iberia, mereka diwajibkan untuk membayar upeti tahunan kepada orang-orang Kristen supaya tetap memperoleh “kemerdekaan” nya. guna membayar upeti ini serta mempertahankan kemewahan hidup di bawah kekuasaan mereka, Para penguasa dari kerajaan-kerajaan kecil ini menarik pajak yang tinggi kepada rakyat yang hidup dibawah kekuasaan mereka, Pajak ini jauh melebihi batas penarikan pajak yang di bolehkan oleh hukum-hukum Islam. 14 Sebuah perjuangan sia-sia bagi mereka yang berjuang untuk mempertahankan atau menerapkan kembali ajaran Islam dalam segala aspeknya yang kemudian tidak hanya mendapatkan diri mereka berperang melawan orang-orang Kristen Trinitian di Utara, tetapi juga melawan saudarasaudara muslim mereka. mereka terjebak dalam posisi pecah dan pembusukan yang tak dapat di putar mundur kembali.15 Selama kaum muslim Andalusia tetap bersatu dalam ajaran Islam mereka, mereka terus berkembang dan meluas. Begitu mereka mulai mengabaikan agama Islam dan menjadi terpecah belah, jumlah mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mulai mampu mengambil alih urusan yang ada di Andalusia. Perpecahan di dalam umat ini merupakan satu dari faktor-faktor yang fundamental yang menjadi penyebab
13
Khilafah,” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam , jilid II (Ichtiar Baru Van Hoeve, tanpa tahun) hal 201-202 14 Thomsond & Rahim , Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81 15 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal 98
9
pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia, sebab hal ini merupakan kelemahan yang sepenuhnya di manfaatkan oleh kaum Kristen Trinitarian di Utara. Ketika kaum muslim di Andalusia terpecah, bala tentara Gereja Trinitarian memperoleh tumpuan di Negeri itu dan dibantu oleh orang-orang Kristen yang hidup di wilayah kekuasaan muslim, yang sebenarnya telah bertambah jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan muslim yang amat toleran, cengkraman mereka atas negri itu semakin kuat. Dalam menuruti rencana-rencananya, raja Kristen tidak pernah melewati momen-momen untuk melakukan serbuan ke negeri umat muslim, yang umumnya didapati dalam keadaan penuh perselisihan dan pertikaian internal, hal-hal yang mempercepat keruntuhan dan kehancuran mereka sendiri. Sesungguhnya, bukan hanya kepala-kepala suku independen pada waktu itu terus menerus melancarkan perang satu sama lain, tetapi mereka juga tidak jarang menarik keuntungan bagi diri mereka sendiri. Dengan menggunakan bala tentara dan senjata dari orang-orang Kristen, mereka menyerang dan menghancurkan saudara sebangsa serta seagama mereka sendiri, memboroskan hadiah-hadiah mahal dari Alfonso (leluhur dari semua raja Kristen yang dikenal dengan nama tersebut) dan memberikan kepadanya harta karun sebanyak-banyaknya yang dia inginkan supaya bisa mendapat uluran tangan darinya dan untuk menjamin keamanan bagi diri mereka sendiri, serta bantuan untuk menghadapi musuh-musuh mereka. Orang-orang Kristen, yang melihat kaum muslim telah jatuh ke dalam
10
kondisi korup, menjadi luar biasa gembira; sebab, pada waktu itu, amat sedikit orang yang memiliki ahlak mulia dan prinsip Islam yang kuat di tengah kaum muslim, masyarakat umum mulai minum-minuman keras dan melakukan segala hal yang berlebih-lebihan. Para pemimpin Andalusia hanya berfikir tak lain soal membelanjakan uang untuk mengundang atau membeli penyanyi perempuan,
budak-budak
untuk
melayani
mereka,
berpesta
pora
menghabiskan sampai bersih harta Negara yang telah terkumpul di masa lalu, dan menindas rakyat mereka dengan segala bentuk pajak dan pungutan, dan mereka mengirimkan hadiah-hadiah dan persembahan mahal kepada Alfonso, serta memohon kepadanya untuk membantu mereka mencapai keinginankeinginan ambisius mereka.16 Segalanya berlangsung dalam cara ini di tengah para kepala suku Andalusia yang saling bertentangan satu sama lain, hingga kelemahan menguasai orang-orang yang menjadi penakluk diantara mereka, juga orang-orang yang di taklukan; dan kehinaan memangsa menyerang, sebagaimana hal itu melumat mereka yang di serang; para jenderal dan kapten tak lagi menunjukan keberanian mereka; penduduk negeri terjerumus kedalam penderitaan dan kemiskinan terparah. Islam, tak terpisahkan seperti tubuh di tinggalkan jiwa, tak lebih hanya mayat semata. Diantara para penguasa muslim, yang pada dasarnya tidak tunduk pada Alfonso;
setuju untuk membayar upeti tahunan kepadanya. Dan dengan
demikian menjadi pengumpul kekayaan bagi kerajaan Kristen di wilayah kekuasaan mereka sendiri, ketika keadaan serupa ini terus berlangsung tak seorang pun yang berani menentang kehendak ataupun melanggar perintah-
16
Hitty, History of the Arab, hal 686
11
perintah Alfonso. Dibawah kepemimpinan Alfonso tersebut, satu demi satu kota kaum muslim jatuh ke tangan orang-orang Kristen Trinitarian dan pada 1072 ia telah menjadi penguasa Leon, Castilia, dan portugis. Aktivitasnya berpuncak pada perebutan Toledo, setelah pengepungan yang di lancarkannya selama tujuh taun.17 Berdasarkan
pemikiran
di
atas,
penulis
mengambil
judul
“DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI”
B. Permasalahan penelitian Pembahasan mengenai situasi budaya, agama dan politik umat Islam di wilayah Andalusia diharapkan menjadi gambaran awal faktor terjadinya disintegrasi tersebut. Adapun supaya pembahasan skripsi ini tidak mengalami pelebaran, maka penulis memfokuskan pada permasalahan: 1. Yang dimaksud dengan disintegrasi disini adalah perpecahan yang terjadi pada umat Islam di Andalusia. 2. Skripsi ini akan membahas faktor internal dan eksternal terjadinya proses disintegrasi berdasarkan teori konflik Ralf Dahrendorf.
Dengan Perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa
yang
menyebabkan
Umat
Islam
di
Andalusia
mengalami
Disintegrasi? 17
Thomsond & Rahim , Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 91
12
2. Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia?
C. Tujuan Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Mengetahui sejarah awal mula keruntuhan Islam di Andalusia 2. Memahami secara baik keadaan dan dampak disintegrasi yang terjadi pada umat Islam di Andalusia 3. Dalam skala yang lebih global, mengambil pelajaran untuk berbuat yang lebih baik di masa yang akan datang bersandarkan pada peristiwa sejarah tersebut.
D. Kontribusi Secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan terkait dengan historisitas Kemunduran Islam di Andalusia. Dan aplikasi terhadap penulis dapat menambah khazanah kesejarahan dan pengetahuan tentang penyebab dari munculnya Disintegrasi umat Islam di Andalusia pada abad 11.
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial. Lebih tepatnya, dalam membedah sejarah Islam di Andalusia ini, saya akan menggunakan teori social yang membicarakan tentang konflik. Teori konflik ini saya gunakan Ralf Dahrendorf untuk melihat pihak yang bertikai, yang berakibat pada kemunduran Islam di Andalusia.
13
2. Sumber data Data ataupun sumber penelitian dapat dikategorikan menjadi dua; data primer dan data sekunder. Data primer, adalah beberapa data yang merupakan data rujukan utama yang menjadi rujukan keilmiahan. Bentuknya, berupa dokumen-dokumen penting pada zaman itu. Sedangkan data Sekunder bentuknya seperti buku-buku bacaan, artikel-artikel, jurnal, dan hasil wawancara pada tokoh yang mempunyai kapasitas yang mumpuni di bidang Islam di Andalusia. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research (study kepustakaan). Yaitu dengan menelaah buku-buku, majalah, artikel-artikel yang memuat tentang Islam di Andalusia. Sedangkan untuk sumber lainnya, terutama untu sumber sekunder, penulis mendapatkannya lewat hasil penjelajahan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain itu, penulis juga mendapatkannya di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora. Beberapa sumber liannya yang didapat, juga berasal dari pribadi, dan dari teman penulis. 4. Analisa Data Data-data yang sudah terkumpul kemudian masuk pada tahap analisa untuk mendapat sumber yang otentik dan otoritatif. Data tulisan diklasifikasi untuk menentukan waktu penulisan dan isi dari dokumen tersebut. Sedangkan, hasil wawancara akan
ditranskrip dalam tulisan,
kemudian diintegrasikan, diolah, dengan data-data yang telah ada. Selain proses analisis di atas, data-data tersebut akan masuk ke fase
14
kritik sumber. Pada tahap inilah, sumber itu mulai terlihat layak atau tidaknya data itu disebut otentik, sehingga karya sejarah ini dapat diuji secara ilmiah. Kemudian fakta sejarah yang telah dianalisis dengan metode kritik sumber akan diadakan interpretasi dengan menggunakan pendekatan multidesipliner dalam ilmu-ilmu sosial.
F. Sistematika Penulisan Hasil penelitian skripsi ini disajikan kedalam empat bab: Bab I menyajikan pokok mengenai latar belakang masalah, permasalahan penelitian, tujuan, kontribusi, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II memuat pembahasan gambaran umum mengenai Islam di Andalusia dari segi historis, latar belakang terjadinya disintegrasi, keadaan sosial pada masa disintegrasi. Bab III memuat tentang kebangkitan umat Nasrani, dampak dari terjadinya disintegrasi sampai pada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan disintegrasi. Bab IV bab penutup, yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh isi tulisan beserta saran.
BAB II MULUK AL-TAWAIF
A. Islam di Andalusia dari segi Historis Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah al-Walid (705-715 M), salah seorang Khalifah dari bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara 18 dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasa sepenuhnya atas afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibn Nu‟man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu‟man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Dizaman al Walid itu, Musa ibn Nushair, memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan kedaerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah bani Umayah memakan waktu selama 53tahun yaitu mulai tahun30 H (masa pemerintahan Muawiyah Ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa alWalid)19 sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam dikawasan ini
18
Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo Persada, Cet ke II 2000.
Hal. 87 19
A. Syalabi, Sejarah dan kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983, cetakan pertama), hlm. 154
16
17
sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekusaan islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai umat islam dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan romawi, yaitu kerajaan gothic. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kekuasaan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol, dengan demikian Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol. Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuannya pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif dapat disebut-sebut perintis dan penyelidik, ia menyebragi selat yang berada diantra Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.20 Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti, Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotic yang memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan Thariq
20
Ibid., hlm. 158.
18
bin ziyad.21 Thariq ibn ziyad lebih banyak dikenal sebagai panaklukan pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa bin Nusair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah al-Walid pasukan itu kemudian menyebrangi selat dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.22 sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya dikenal dengan gibraltar. Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas memasuki spanyol. Dalam pertempuran ini disuatu tempat yang bernama bakkah, Raja Roderrck dapat dikalahkan, dari situlah Thariq dan pasukannya terus menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota Goth pada jaman itu)23 sebelum Thariq menaklukan kota-kota Toledo ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara, Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothic yang jauh lebih besar 100.000 orang Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq bin Ziyad, membuka jalan untuk menaklukan wilayah yang lebih luas lagi, untuk itu Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar ia berangkat menyebrangi selat itu dan satu persatu kota dilewatinya dapat
21
Philip K. Hitty, History of the Arabs (London: Macmillan Press, 1970), hlm 493 Carl, Brockelmann, History of the Islamic Peoples, (London: Rotledge & Kegan Paul, 1980), hlm 83 23 A. Syalabi, op. cit., hlm 161 22
19
ditaklukannya, setelah Musa ibn Nushair berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasaa Kerajaan Ghotic theodomir di Oriheula, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian Utaranya mulai dari Sargosa sampai Navarre.24 Gelombang perluasan
wilayah berikutnya muncul pada masa
pemerinthan khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditunjukan untuk menguasai daerah sekitar pergunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepadad al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd al-Rahman ibn Abdullah alGhafiqi. Dengan pasukkannya ia menyerang kota Tours, akan tetapi diantara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan olehh Charler martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol. Sesudah itu masih juga terdapat penyerangan-penyerangan seperti ke Avirignon tahun 734 M ke Lyon 743 M dan pulau-pulau yang terdapat dilaut tengah Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ketangan Islam di zaman bani Umayah.25 Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke 8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar
24
Brockelmann, History of the Islamic Peoples, Hal 14 Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima), hal 62 25
20
jauh menjangkau Perancis tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.26 Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah hal itu dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan, yang dimaksud faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat didalam negeri Spanyol sendiri pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial politik dan ekonomi negeri ini terkoyak dan terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil, bersamaan dengan itu penguasa Ghotic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain Yahudi. Penganut agama Yahudi, yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibabtis menurut agama Kristen, yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.27 Rakyat dibagi-bagi kedalam sistem kelas sehingga keaadaaannya meliputi oleh kemelaratan ketertindasan dan ketiadaan persamaan hak. Didalam situasi seperti itu kaum tertindas menanti kedatanagan juru bebas dan juru pembebasannya mereka temukan di islam.28 Kerajaan berada dalam kemelut, membawa akibat perlakuan yang keji koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan ini amat banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri. Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat ketika 26
Bertold Spuler, The Muslim World: A Historical Survey, (Leiden: E.J. Brill, 1960) hal
100 27
Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983) jal 118 Syed Mahmuddunnasir, Islam Its Concept & History, (New Delhi: Kitab Bhavan, 1981), hal 214 28
21
Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh padahal sewaktu Spanyol berada dibawah pemerintahan Romawi berkat kesuburan tanahnya pertanian maju pesat demikian juga pertambangan industri dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi setelah Spanyol berada dibawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun, hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup dan diantara satu darerah dengan yang lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan. Buruknya sosial ekonomi dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaaan politik yang kacau, kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderik, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam. Awal
kehancuran
Raja
Ghot
adalah
ketika
Raja
Roderick
memindahkan ibukota Seviile ke Toledo sementra Witiza yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila kakak dan anak Witiza. Kedua nya kaemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum Muslim. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick
dengan Ratu Julian,
mantan penguasa Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai Tharif dan Thariq dan Musa. Hal yang menguntungkan tentara Islam adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri
dari para budak yang tertindas tidak lagi
22
mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin. Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yanng terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat tentaranya kompak bersatu dan percaya diri. Merekapun cakap berani dan tabah dalam menghadapi setiap persolalan, yang terpenting adalah ajaran Islam yang ditunjukan para tentara Islam yaitu toleransi persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi persaudaraan dan tolong menolong itu menyebabkan penduduk spanyol menyambut kehadiran Islam.29
B. Latar Belakang Disintegrasi Umat Islam M. Lombard,30 menyebutkan bahwa tujuhbelas ribu pasukan Tariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nusayr ke Spanyol yang terdiri dari orang-orang Berber dan Arab adalah, mereka yang Berdarah militer alami. Tidak seorangpun dari mereka kembali ke Afrika. Kemudian diikuti para imigran Berber maghribi, yang tertarik kepada kesuburan tanah taklukan baru itu. Keadaan tersebut terus berlangsung sampai abad pertengahan, yang memungkinkan Kerajaan Granada dapat bertahan sampai abad kelimabelas. Dengan demikian di samping penduduk Spanyol, terdapatlah orang-orang Berber Afrika Utara dan
29
Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Hal 93 Lihat M. Lombard, The Golden Age of Islam, (Amsterdam: North-Holland Publishing Company, 1975), h. 78; selanjutnya disebutkan The Golden saja. 30
23
Arab. Dan karena Afrika lebih dekat ke Spanyol dibanding Suria dan Arabia, maka orang Berber lebih banyak dari orang Arab. Hal yang kemudian menimbulkan permasalahan adalah, penempatan bekas pejuang atau penakluk Andalusia yang berasal dari Afrika, dan Arab. Kedua bangsa ini sama-sama berjasa dalam penaklukan Spanyol. Tetapi orang-orang Arab yang menduduki kursi kepemimpinan kata al-'Ibadi31, mengambil wilayah sebelah timur dan selatan yang subur dan berudara baik untuk kaum bangsanya sendiri, sementara itu untuk kaum Berber diberikan atau mendapat bahagian di sebelah utara yang berudara dingin dan kering atau tidak subur. Al-'Abbadi mengecam sikap orang Arab fanatik yang. menempatkan diri mereka lebih tinggi dari orang lain, sebagai halnya orang Yunani dan Romawi, yang memandang pihak lain sebagai barbar dan tidak beradab. Bani Umayyah, katanya lebih lanjut, telah membangkitkan rasa kesukuan, yang merusak nama baik mereka dan bangsa Arab.32 Orang-orang Berber itu tidak dapat menerima perlakuan yang demikian. mereka bangkit melawan, tidak
31
'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus (Kairo: Dar al-Qalam, 1964)h h. 50 32 Dalam kalangan Bani Umayyah, barangkali Khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz sajalah yang mampu mengembalikan nama baik Bani Umayyah, dengan sikap-sikapnya yang wara' dan penuh pengertian. Kefanatikan orang-orang Arab terhadap kabilahnya, kadang-kadar)g mengalahkan kecintaan mereka kepada Islam. salah seorang pengikut nabi palsu, Musaylamah mengakui: "Aku tahu Musaylamah itu pendusta besar, tetapi pendusta suku Rabi'ah ini, lebih baik bagiku daripada org. yang selalu berkata benar dari suku Mudar." Yaitu nabi kaum Muslimin (Lihat al-Tabari, Jami' al-Bayan fi Tafsir al-qur'an (Kairo: al-Misriyyah, 1324 H.), j. ii, h. 508. demikian pulalah halnya ketika Abu Bakar di bay'at, Sa'ad bin ubadah menolak membai'atnya, karena cintanya kepada sukunya sendiri. Tidak jauh bedanya dengan Abu Sufyan yg juga tidak rela Abu Bakar menjadi khalifah, juga berlatar belakang fanatisme sempitnya kepada keluarganya sendiri. Lihat Ibid., h. 449; lihat juga Alau al-Din al-Hindi, Kanz al-Ummal, (Haidar Abad, Dairat al-Maarif 1336) j. ii Kerajaan (Bandung: Mizan, 1984) h. 126-7) dalam contoh tersebut, yang mempelopori kefanatikan dan kesombongan terhadap suku atau kabilah adalah, orang-orang terkemuka dari kalangan mereka sendiri. Padahal mereka selalu menjadi panutan kaumnya.
24
hanya karena harta yang berharga itu saja, tetapi juga karena perasaan mereka telah tersinggung. Dan ini merupakan salah satu faktor timbulnya gerakan Khawarij, dengan peperangan dahsyat di Afrika, yang mendapat dukungan orang-orang Berber.33 Sementara itu, Musa Ibn Nusayr yang punya pengalaman banyak dengan orang-orang Berber ketika menjawab pertanyaan Khalifah Sulayman Ibn 'Abd al-Malik mengatakan: "Mereka wahai Amir al-Mu'minin, banyak persamaannya dengan orang Arab dibanding dengan orang 'ajam lainnya; terus terang dan pemberani (liqa' wa najdah), ulet dan lihai berkuda (sabran wa Furusiya) lpang dada dan lugu (samahat wa badiyat), kecuali wahai Amir al-mu'minin, mereka suka culas (ghudr)." Dan bahwa yang negatif dari mereka adalah, ketidak jujuran. yang nampaknya bertentangan dengan sifat mereka yang lain, yaitu badiyah atau dusun (murni) dan hertendensi baik. Tapi mengapa dikatakannya tidak jujur? Barangkali karena Tariq yang diberi wewenang untuk membatasi gerakan, justru melanggar perintah atasannya, yaitu Musa sendiri. Sungguhpun demikian, dapat dipahami juga mengapa pembagian tempat domisili itu berbeda kondisinya. Pertama, karena mereka (Berber dan Arab) bukan satu kesatuan bangsa yang berintegrasi secara total, atau berasimilasi penuh. sehingga tidaklah mungkin satu tempat didiami oleh dua suku secara bersamaan. Kedua, setiap pihak membawa adat kebiasaan yang berlainan, sungguhpun banyak persamaannya (sebagai yang digambarkan
33
'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus , op.cit., hh 53-4
25
Musa). Dan ini alamiyah sifatnya (sunnat Allah),34 sehingga pemisahan tempat adalah alami juga. Ketiga, orang-orang Arab menduduki posisi kepemimpinan, sedangkan orang-orang Berber di bawah mereka. Kekuasaan di Semenanjung Iberia itu diperoleh melalui gerakan militer, sehingga hirarki kemiliteran amat berperan di dalam kepemimpinan mereka. Dalam kalangan militer penghormatan terhadap komandan merupakan unsur kedisiplinan yang harus ditaati. dengan demikian bila pihak Arab yang menduduki tempat teratas dalam hirarki militer, mengambil tempat yang lebih subur untuk diri mereka terlebih dahulu dan sisanya bagi orang Berber, dapat dipandang sebagai sesuatu hal yang wajar saja, sungguhpun menimbulkan ketidak puasan pada pihak yang "dirugikan", dalam hal ini Berber. Salah satu akibat dari kebijaksanaan kepemimpinan Arab pada masa Imarah tersebut di atas ialah: timbulnya pemberontakan orang-orang Berber pada tahun 740 M. kebangkitan mereka menentang kepemimpinan Arab berlanjut sehingga dua abad kernudian.35 Pertentangan juga terjadi di antara sesame bangsa Arab; Qays dan Kalb. 36 Dan di antara Mudar dari utara dan orang Yaman dari selatan Arabia.Yang utara dipengaruhi oleh Sunni, yang lain oleh Syi'ah.37 Sesudah itu timbul pula kelompok Islam lainnya yang terdiri dari orangorang Spanyol sendiri dan orang-orang Slavia. Masing-masing kelompok
34
Lihat al-Qur‟an, 49:13 Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher, tt. J. xx,, h. 1087, orang Berber juga mernberontak di Afrika (Marokko) pada tahun 740 36 Ibid 37 Hitty, History, op, cit., h. 502. Kedua "partai" tersebut (Sunni dan Syi'ah), bertentangan dalam hal berebut kepemimpinan kaum Muslimin (kekhalifahan Islam) dan bersifat politis. Di antara keduanya juga terdapat perbedaan dalam hal menyangkut hukum dan ketentuan-ketentuan syari'at, yang sering dikategorikan dalam bidang fiqih. 35
26
tersebut memiliki pengikut dan tujuan sendiri. Pertentangan, perselisihan dan peperangan yang timbul di antara mereka terus-menerus hingga terjadi ketidakstabilan pemerintahan yang berkepanjangan. Tidak pernah ada ketenangan politik di Iberia ini, kecuali bila yang menjadi pemimpinnya adalah seorang yang benar-benar kuat dan mampu menundukkan rakyatnya.38 Gejala perpecahan ini sudah nampak di mata Karel Martel, yang pernah menghadang Abdurrahman al-Ghafigi di Poitiers. Ia menasihati kaumnya untuk tidak menghadang bangsa Arab, agar membiarkan mereka melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Karena orang-orang itu mempunyai kemauan keras, dan niat yang suci dan benar. Dalam keadaan demikian orang Arab tersebut, tidak dapat dihancurkan, "Tunggulah" katanya, "sampai mereka menjadi tenang menyelesaikan segala persoalan, kemudian akan berlomba lomba memperebutkan kursi kepemimpinan, kekayaan dan harta. Ketika itulah mereka akan berselisih dan menjadi lemah, dan memberikan kesempatan kepada kalian untuk melawannya dengan mudah".39 Dan ramalan tersebut ternyata tidak meleset. Dalam periode keamiran pertama, Spanyol dipimpin oleh kaum militer,140 yang berasal dari para penakluk yang datang dari Afrika Utara, yang kemudian menjadi penghuni tetap. Dalam periode ini terdapat dua puluh orang amir, yang masing-masing memerintah dalam masa jabatan relatif singkat. Hal tersebut karena mereka menganut sistem yang bebas dan terbuka dalam 38
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,( Kairo: 1969) v, h. 36. 39 'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus (Kairo: Dar al-Qalam, 1964)h. 53 40 Lombard, The Golden Age of Islam, h. 78.
27
menentukan dan menilai kepemimpinan seorang amir. Dan sekaligus menunjukkan adanya ketidak stabilan41 dan pergolakan dalam kepemimpinan mereka. Amir terakhir yang berkuasa, dan sekaligus merupakan penutup periode keamiran pertama, yang demokratis itu adalah Yusuf b. Abd al-Rahman alFihri. Ia digulingkan oleh pendatang baru dari Damaskus. Sejak itu periode keamiran kedua dimulai, dan tidak ada lagi amir yang dipilih secara langsung dan bebas oleh rakyatnya. Karena yang berkuasa adalah keluarga Raja. Tetapi gelar amir tetap juga digunakan.42 „Abd al-Rahman B. Muawwiyah, pengganti Yusuf al-fihri merupakan tokoh legendaris; yang berhasil melepaskan diri, ketika seluruh keluarganaya keluarganya dibantai oleh lawan politik mereka di Damaskus. Ia adalah salah seorang cucu Hisyam khalifah Islam yang kesepuluh Dinasti Bani Umayah. Ketika pembunuhan massal berlangsung terhadap keluarganya, ia sempat bersembunyi dalam sebuah kemah Badui di tepi sungai Effrat. Riwayat hidupnya hampir saja berakhir, ketika bendera hitam lambang Abbasiyah melintas di dekat tempat persembunyiannya. Menyadari ada bahaya yang akan merenggut nyawanya, ia melompat ke dalam sungai bersama saudaranya yang masih berusia tigabelasan tahun. Semangatnya untuk tetap hidup, mendorong keberaniannya melawan arus berenang ke tepi seberang sungai. sementara saudaranya berbalik ke belakang, mungkin karena takut terbawa hanyut bersama arus sungai yang deras, atau mungkin juga karena terbujuk oleh janji 41
Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus op.cit., h 49 Mungkin karena meyakini konsep bahwa di dunia Islam hanya ada seorang Khalifah, yang waktu itu, b.Abbas. 42
28
mereka yang memburunya, ia datang kepada mereka. Nasibnyapun ditetapkan di ujung pedang pembunuhnya.43 Abd al-Rahman B. Mu'awiyah menempuh perjalanan panjang bersama pembantunya yang setia, Badr. Pemuda yang serusia duapuluhan itu, membungkus dirinya dalam penyamaran, untuk mengelabui mata-mata jeli kaum Abbasiyah, yang pada setiap saat siap menyudahi riwayatnya. Selama limatahun ia mengadu nasibnya ke Palestina, Mesir, dan akhirnya ia tiba di Ceuta (755) di Afrika Utara. Dan keberuntungan masih tetap menyertainya, ketika gubernur Afrika utara yang masih punya hubungan keluarga dengan AlFihri, nyaris membunuhnya. Di sini ia mendapat bantuan salah seorang paman dari pihak ibunya, seorang keturunan Berber. Disini juga segala rencana diputuskan. Badr dikirim ke daratan Iberia untuk menghubungi simpatisan keluarga Bani Umayyah. Nampaknya nama Umayyah masih mendapat cukup banyak simpati. Dan barangkali ia sendiripun tidak menduga sebelumnya, Sebuah kapal khusus dikirim untuk menjemput pemimpin mereka ke Ceuta. orang-orang Yaman yang diKalahkan Yusuf al-Fihri dari suku Mudar, mendukung kehadiran 'Abd al-Rahman b. Mu'awiyah, yang kemudian mendapat gelar al-Dakhil, karena berhasil melepaskan diri dari pengejaran Bani Abbas dan masuk ke Spanyol.44 Pengalamannya dalam pengembaraan selama lima tahun, dan pendidikan yang diterimanya dalam keluarga kerajaan, menjadikannya seorang yang matang dalam kepemimpinan dan politik kenegaraan. Tidak sulit
43 44
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh (Beirut: Dar Sadir, 1965) j. vi,., j. v, h. 377 Ibid
29
baginya menghimpun para pendukung dalam suasana yang serba kacau, dan lawan yang dihadapinya dapat ditundukkan, setelah beberapa wilayah di selatan Spanyol menerima kehadirannya tanpa perlawanan; Archidona, Sidona, dan Seville. Dari Seville ia menyerang kordoba. Dan pada 14 Mei 756 di tepi sungai Guadalquivir, kedua pasukan bertemu. Pertempuran tidak berlansung lama, yusuf nampak melarikan diri dan kemudian Kordoba dikuasai dalam kesempatan lain, Yusuf terbunuh di Toledo.45 Dengan naiknya 'Abd al-Rahman b. Mu'awiyah kepanggung politik di Andalus, maka kekuasaan Bani Abbas mendapat tantangan dari Bani Umayyah yang baru saja digulingkannya. Di Bagdad pada waktu itu sedang berkuasa khalifah Abu Ja'far 'Abdullah Ibn Muhammad al-Mansur (136158/754-775), khalifah kedua yang menggantikan Abu al-'Abbas al-saffah (132-136/750-754). 'Abd al-Rahman I (al-Dakhil) di Andalus itu, segera memutuskan hubungannya dengan Bagdad, setahun setelah ia berkuasa, di dalam khutbah-khutbah dihapuskan nama khalifah Abbasiyyah, tetapi ia sendiri tidak menggunakan gelar khalifah untuk dirinya. Ia tetap memakai gelar Amir sebagaimana yang berlaku ketika itu di Andalus.46 Sementara itu, Al-Mansur di Bagdad sedang menghadapi bahaya yang datang dari Kerajaan Bizantium yang berada di bawah pimpinan Kaisar Constantine V (740-775), di Asia Kecil,2 Dengan demikian Al-Mansur tidak
45
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh op.cit., h. 57 Hitty, History, op,cit., h. 508, Ketidak beranian „Abd al-Rahman menggunakan gelar khalifah, erat kaitannya dengan keyakinan umum umat Islam pada waktu itu; yaitu di dunia Islam hanya ada seorang khalifah saja. Keyakinan ini berubah di kemudian hari, ketika Kaum Syi'ah menggunakan gelar khalifah bagi kepala negaranya di Mesir. Tindakan syi‟ah tersebut, mendorong Abd al-Rahman III dari Andalus untuk berbuat serupa Dan ternyata kaum Muslimin menerimanya. 46
30
dapat mengambil tindakan apapun untuk menghukum 'Abd al-Rahman yang telah dengan gemilang memisahkan dirinya dari Bagdad. Baru pada tahun 761 Khalifah Al-Mansur memberanikan diri mengirim Al-A'la Ibn Mughit‟s ke Spanyol bersama tujuh ribu anggota pasukannya, dari Afrika utara. Dalam sebuah pertempuran sengit di selatan, Al-A'la tewas bersama sejumlah anggota pasukannya.47 'Abd al-Rahman mengirim kepala mereka yang terbunuh ke Qairawan, dan kepala Al-A'la dikirim kepada Almansur yang sedang menjalankan ibadah hajinya di Mekkah, bersama dengan bendera hitam, lambang abbasiah.48 Ketika itulah Al-Mansur menyatakan rasa syukurnya kepada Allah yang telah memisahkan dirinya dan musuhnya itu dengan lautan.49 Iapun menjuluki 'Abd al-Rahman I sebagai seekor Rajawali Quraisy (Saqr Quraisy). Rajawali Quraisy kemudian berhadapan dengan para pemberontak yang bersimpati, atau sisa-sisa pengikut Yusuf al-Fihri, seperti Sulaiman b. Yaqzan al-A'rabi al-Kalbi seorang penguasa Barcelona, bersama 'Abd al-Rahman b. Habib al-Fihri, Abu Sa'ud al-Fihri dan Abu al-Aswad b. Yusuf. mereka meminta bantuan Al-Mansur melalui Afrika Utara, dan meminta infiltrasi Charlamagne dari Perancis, agar memperluas wilayah kekuasaannya ke Asbania. Diperoleh kesepakatan, bahwa Al-Fihri dan kawan-kawannya akan menyerang dari selatan bersama pasukan dari Afrika Utara, sementara pihak
47
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh , op.cit., j. vi, hh. 7-8. Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar, (Bulan: 1248), j. vii., j. iv, h. 122-4. Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar alMaghrib, (Leyden, 1848)ed. Dozy, j. ii h. 671, h. 61 49 Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy, (Leyden, 1855), j.i h. 166; 48
31
Charlemagne menyerang 'Abd al-Rahman dari sebelah utara. Tetapi al-Fihri dan al-Kalbi tidak sabar menanti kedatangan sekutunya, Charlamagne. Mereka menyerang lebih dulu dari selatan, dan 'Abd al-Rahman mematahkannya
dengan
mudah.
Dan
ketika
Charlamagne
memulai
penyerangannya (778) dari arah timurlaut Spanyol menuju ke Saragossa, pintu kota ditutup di depan mata mereka. Dan pada saat bersamaan dengan itu, tersiar kabar tentang penyerangan orang-orang Saxon, dari utara terhadap Charlamagne. Sehingga pasukan tersebut ditarik kembali, dan digiring pulang. Dalam perjalanan yang “penuh dengan kekecewaan" itu, orang-oranq Franka di pegunungan Pirennea menyerang mereka, dalam satu gerakan bersifat kejutan, Sehingga banyak korban yang jatuh. Dan di antara korbannya adalah pahlawan gagah berani, Roland. peristiwa tersebut mengilhami para penyair menyusun epic, sejenis sastra yang bernada pemujaan terhadap sifat berani. yang kemudian menjadi bibit dari syair "hamasah" dalam kesusasteraan Perancis.50 Dengan demikian 'Abd al-Rahman menunjukkan keunggulannya, terhadap lawan-lawannya, baik yang ada di Barat; atau pun yang ada di Timur. Kekuatan Barat yang diwakili Perancis yang tentu saja amat khawatir terhadap "bahaya Islam" itu, untuk sementara harus menerima keunggulan 'Abd alRahman I. Sedangkan Daulat Abbasiyah dari timur, telah merasa cukup mendapat pil pahit, sejak kegagalan Al-A'la b. Mughits di tahun 761/146, yang kepalanya dikirimkan kepada Al-Mansur. Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal, j. vii, hh. 123-4; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, hal 80-3 50
32
Untuk lebih memantapkan kekuasaannya, dalam menghadapi musuhmusuhnya, 'Abd al-Rahman I membangun angkatan bersenjata dengan tentara bayaran, yang terdiri dari suku bangsa Berber dari Afrika. Empatpuluh ribu orang anggota vasukan elite yang berdisiplin keras itu, dapat dengan mudah diperintahkannya untuk menundukkan lawan-lawannya diarena petempuran. Dan dengan itu pula, ia dapat mendesak lawan-lawan politiknya untuk berdamai, atau mengadu kekuatan. Dengan demikian ia selalu diperhitungkan oleh musuh-musuhnya, yang ingin "mengusik-usik" wilayah kekuasaannya. kemudian iapun menampakkan kemampuannya membangun negara, dan membina kesejahteraan umatnya, serta membangun sarana-sarana penunjang bagi pembangunan dimaksud. 'Abd al-Rahman memperindah ibu-kota keamirannya, Kordoba, dan memagarinya dengan tembok yang kokoh, sebagaimana kebiasaan kota-kota di dunia ketika itu. Kemudian ia menggali sebuah kanal air tawar, dan dibangunnya jembatan indah di atasnya, dengan kamar-kamar mandi umum serta hotel-hotel, tempat menginap para pelancong. Dan untuk lebih memperindah ibu-kota ia membangun kebun-kebun hias, di tepi sungai Wadi al-Kabit. Ia menambah kesemarakan kota dengan istana bergaya Timur, sebagai yang dibangun kakeknya Hisyam di Damaskus. Ia juga memberi perhatian terhadap perkembangan di bidang pertanian, dengan membangun saluran air dan jalan-jalan. Disediakannya sekolah-sekolah, yang tersebar di kota-kota di Andalusia. Para ulama dan murid-murid mereka, didorong untuk maju dan menciptakan suasana yang menarik bagi negerinya, kemudian
33
memberi kesempatan untuk menuntut ilmu bagi para pelajar yang datang dari Eropa. Mesir, Syam dan Irak. Sehingga Kordoba menjadi pusat kegiatan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Apalagi negeri ini dihuni oleh penduduk yang multi rasial, yang terdiri dari bangsa-bangsa Arab, Berber, Numidia, Gothia, Spanyol-Arab; menjadi tempat bertemunya segala bangsa. Asia, Afrika, dan Eropa. Dua tahun menjelang wafatnya 'Abd al-Rahman membangun sebuah mesjid agung yang monumental, di pusat ibu kotanya Kordoba, yang kemudian diperindah dan diperluas oleh Para penggantinya. bentuknya yang istimewa, dengan pilar-pilarnya yang megah dan agung, memberi kesan menakjubkan sampai berabad-abad kemudian bahkan setelah dijadikan katedral oleh Ferdinand III. Pada tahun 1236, mesjid itu tetap dikenal sampai kini, dengan nama "La mezquita".51 Demikianlah 'Abd al-Rahman I, menguasai Spanyol dan menurunkan warisan kekuasaan kepada keturunannya, sejak tahun 756 - 1031/ 138 - 422. Setelah itu Spanyol dikuasai oleh Muluk al-Tawaif. 'Abd al-Rahman al-Dakhil menyadari bahwa Andalus dikuasainya itu, berada pada suatu wilayah yang berbatasan langsung dengan musuh. Dan sampai saat ia memerintah keadaan saling bermusuhan masih terus terjadi, atau pengumuman perang di antara kedua belah pihak belum lagi cabut. Jika terdapat suasana damai di antara kedua belah pihak, maka hal tersebut terjadi karena pihak lawan belum mampu atau mampu menyerangnya, dan saling mengintai serta mencari kesempatan. Atau kedua belah pihak terikat oleh
51
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh , op.cit., j. vi, h. 77
34
suatu perjanjian tidak saling menyerang. Jika kedua kondisi tersebut sudah tidak ada lagi, maka perang kembali menguasai keadaan. dengan demikian, Andalusia selalu terancam perang, sungguhpun suasananya dalam keadaan dama. Perang dan damai silih berganti dan dapat terjadi pada setiap waktu. Maka untuk menjaga stabilitas negeri ini, diperlukan adanya persatuan dan kedamaian di dalam negeri disamping adanya kekuatan angkatan bersenjata yang kuat. Sehingga musuh negara harus berfikir beberapa kali untuk menyerang pemerintah; baik yang datang dari luar, maupun yang muncul dari dalam. Mungkin pertimbangan tersebutlah, yang mendorong Abd al-Rahman I, mempersiapkan puteranya Hisyam menjadi penggantinya, di samping pertimbangan dinasti Umayyah yang juga harus dipertahankan dan dilestarikan. Sehingga perebutan kekuasaan di antara sesama saudara tidak terjadi. Sungguhpun demikian, pengangkatan Hisyam mendapat tantangan dari dua orang puteranya yang lain, yaitu Sulaiman dan Abdullah. Hisyam mendapat latihan khusus dari ayahnya dalam bidang politik dan peperangan.52 Ia diangkat menjadi penguasa di wilayah perbatasan, Merida, dengan tujuan agar menguasai pola-pola dan teknik perang pihak lawan, dan terbiasa dalam memimpin. Ketika Hisyam memangku jabatannya setelah ayahnya wafat, ia mengangkat sulayman menjadi penguasa di Toledo, dan saudaranya 'Abdullah menjadi penggantinya di Merida. Tetapi kedua-duanya bersatu memberontak melawan Hisyam. Sehingga memaksa Hisyam menghadapi saudaranya 52
Kepala negara pada masa itu, tidak hanya menjadi panglima angkatan bersenjata karena jabatan, tetapi memang harus mahir memainkan senjata dan memimpin perang.
35
sendiri, yang memakan cukup banyak waktu untuk menundukkan kedua mereka.53 Hisyam disebutkan meniru tingkah laku pemerintah Umar Ibn Abd alAziz yang wara' dan saleh dan banyak melakukan kegiatan keagamaan. Hisyam suka menolong orang susah, dan berjalan di malam hari mencari orang-orang yang sakit yang memerlukan pertolongan. Ia juga mengharuskan adanya kegiatan jaga malam, untuk mencegah terjadinya kemaksiatan, pertengkaran dan tindakan-tindakan kriminal di dalam masyarakat. Ia juga mengirimkan para da'i ke semua wilayah kekuasaannya untuk tugas-tugas amar makruf nahi munkar, sehingga orang-orang lalim menjadi amat berkurang, keamanan masyarakat menjadi lebih terjamin.54 la berjalan keliling kota Kordoba dan bercampur aduk dengan rakyatnya. mungkin karena ia sebagai pelindung terhadap rakyatnya yang tertindas.55 "Keberanian" mengambil resiko semacam itu, memang bukan hanya milik Hisyam, tetapi juga pernah dipraktekkan oleh kepala-kepala negara yang jujur dan bertanggung jawab, sebagaimana halnya dengan Umar Ibn Khattab dan Umar Ibn Abd al-Aziz pada masa yang lalu. Dan barangkali karena keadaan di dalam negeri dipandang stabil, maka Hisyam menghadapi musuhnya dari luar. kepemimpinannya yang religius itu, memancing simpati kaum Muslimin untuk mengabulkan seruannya melakukan perang suci ke utara. Beribu-ribu orang tua dan muda, didukung oleh orang-
53
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,j. v, h. 43 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 86-7; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah AtTarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiya., h. 44; Lane Poole, The Arabs in Spain, (New York:1911) h. 61-2. 55 Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah, ibid, Lihat juga Dozy: History of Muslim In Spain, (London: Frank Cass, tt), h. 242 54
36
orang kaya, yang memberi harta mereka untuk penyedia peralatan perang dan menjadi perajurit di bawah kepemimpinan Hisyam ketika menyerang Galicia. Kemudian ia menunjuk wazirnya Abd al-Malik bin mughis untuk menyerang Perancis. Kedua peperangan itu, dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan harta rampasan perang yang melimpah.56 Pada masa Hisyam memerintah Andalusia, di Madinah al-Nunawwarah berkembang mazhab Maliki. Imam Malik yang hidup sezaman dengannya, menaruh simpati kepada Hisyam. Dan Hisyam sendiripun menerima mazhab Maliki menjadi mazhab negara, yang dianut di seluruh Andalus. Dan menjadi lebih berkembang, setelah Hisyam mengundang para murid Imam Malik untuk bekerja di Andalus, seperti Ziyad ibn 'Abd al-Rahman dan Yahya bin Yahya Al-Laitsi. Pengaruh para ahli fikih pada masa Hisyam cukup dominan, baik dalam bidang hukum dan peradilan maupun dalam bidang politik. Hal tersebut dimungkinkan mengingat Hisyam sendiri, adalah seorang yang taat kepada agama, dan amat hormat pada para ulama. Ia diceritakan tidak begitu terpengaruh dengan kemegahan dan kemewahan duniawi. Hal tersebut dibuktikan ketika ia menyempurnakan pembangunan sebuah jembatan di atas sungai Quadalquivir yang dimulai Al-Samh b, Malik al-Khawlami, sehingga menjadi pembicaraan umum. Sementara itu, orang banyak mempergunjingkan pembangunan jembatan yang indah itu, untuk memudahkan jalan baginya untuk berburu. Mengetahui pergunjingan itu, lalu ia bersumpah untuk tidak
56
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh j. vi, h. 80; menyebutkan penyerangan ke Galicia dipimpin juga oleh amirnya/ wazirnya abd-Malik b. Mughis. Berbeda dgn Mausu' ah dikutip di atas.
37
menggunakan jembatan tersebut, sebagai tempat ia berlalu,57 Di samping itu, Hisyam juga amat menaruh perhatian terhadap perkembangan bahasa Arab, sebagaimana yang diberikan oleh Abd al-Malik B. Marwan di Damaskus.58 yang menyempurnakan pengetahuan orang-orang bukan Arab yang telah mulai pandai berbahasa Arab. Dan barangkali juga Hisyam menyadari bahwa, bahasa merupakan faktor utama baqi komunikasi masyarakat,untuk dapat memahami pikiran atau pendapat, antara satu dengan lainnya. Apalagi bahasa Arab itu, tidak saja menjadi bahasa agama yang tercantum dalam kitab suci al-Qur'an dan Hadis, tetapi juga menjadi bahasa wajib dalam ibadah kaum Muslimin, sehingga bahasa Arab menjadi faktor utama bagi pembentukan masyarakat Islam di Andalusia. Dalam perkembangan selanjutnya, bahasa Arab dipakai oleh sekolah-sekolah yang didirikan kaum Yahudi. Dan sungguhpun ia seorang yang fanatik terhadap agama, dan memimpin sendiri pertempuran melawan orang-orang Kristen di utara seperti disebutkan di atas, ia amat toleran terhadap kaum zimmi baik dari kalangan Kristen maupun Yahudi di dalam wilayah kekuasaannya, mereka diizinkan membangun sekolah dan rumah-rumah ibadah, dan mengangkat sejumlah besar dari mereka menjadi pegawai dalam pemerintahannya.59 Setelah Hisyam wafat tampuk kepemimpinan di pegang oleh Puteranya ialah Al-Hakam b. Hisyam, Ia gemar berolah raga dan berburu, senang pada
57
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy., j.i, h. 160 Lihat Islam dan Aspeknya, op.cit., j. I, h. 63 59 Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah ,j. v, h. 44 ; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 82-3. 58
38
keindahan dan seni suara. Nampaknya ia lebih "duniawi" dibanding ayahnya yang taat dan saleh, sehingga disebut lebih menyerupai Umar ibn 'Abd al'Aziz. Dan karena itu pula, ia beda dengan ayahnya dalam hal kebijaksanaannya menghadapi ulama fikih. Sungguhpun ia masih tetap hormat pada mereka, tetapi campur tangan ulama fikih dalam pemerintahan mulai dibatasi.60 Dan sebagaimana diketahui, para ulama fikih yang berpengaruh besar di Andalus pada masa ayahnya Hisyam I, adalah pengikut mazhab Maliki. Menurut Al-Hakam, setiap Muslim mempunyai hak yang sama dihadapan Allah, sehingga hasil pemikiran para ulama, tidak mutlak benar dalam segala hal, sehingga mereka menjadi “perantara” dengan Allah dalam pengambilan putusan politik, karena kemutlakannya itu. Atau mungkin juga, karena al-hakam lebih dekat kepada kalangan bukan ulama, bahkan lebih dekat pada kelompok yang suka pada kemewahan dan pesta pora, maka kualitas keagamaannya lebih “longgar” dibanding ayahnya yang saleh, sehingga kebijaksanaan politiknya berbeda jauh dengan para ulama fikih yang berpola fikir “mazhabi”. Sementara itu dapat terjadi, pandangan ulama fikih yang tidak jarang berbeda-beda dalam satu hal yang sama, membuat AlHakam lebih condong pada mazhab lain, yang lebih sesuai dengan pemikirannya, tetapi terhalang oleh Keterikatannya terhadap satu madzhab saja, yaitu madzhab Maliki. Dalam hal inilah penilaian al-„Ibadi yang menyatakan al-Hakam lebih cerdas dari ayahnya, dapat dipahami.61 Sementara itu para ulama sendiri berpendapat, jika terjadi perbedaan pendapat dalam 60 61
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 79 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 79
39
kalangan umat, maka Negara Islam dan imam kaum Muslimin berhak memilih salah satu pendapat fikih dan mewajibkannya kepada umat.62 Kebijaksanaan al-Hakam I, terhadap ulama dan para pengikut mazhab Maliki, menimbulkan kemarahan dan tantangan keras dari pihak mereka dan orang-orang awam. Nampaknya kemarahan itu, tidak semata-mata karena peranan para ahli fikih yang menjadi kecil, akan tetapi juga akibat kebijaksanaan al-Hakam yang menggunakan tentara bayaran,untuk membangun sistem pertahanannya. Bahkan dialah orang yang menggunakan cara ini di Andalusia, sehingga banyak orang yang mengasingkan diri, dan menambatkan kuda-kuda perang mereka dipintu rumahnya. Dan yang lebih menarik lagi, adalah bahwa pasukan inti pertahanan Al-Hakam, terdiri dari orang-orang Negro dan budak belian, yang sama sekali tidak mengerti bahasa Arab. Mereka dinamakan sibisu atau al-khars, yang berjumlah sekitar 5.000 orang.63 Sehingga komunikasi mereka dengan rakyat yang berbahasa Arab putus. Pengawal pribadinya juga tordiri dari bangsa Zanji, yang „bisu‟, serta dinilai berhati keras, dan amat membenci orang-orang Arab.64 Hal tersebut amat tidak menguntungkan bagi keamanan, dan stabilitas politik pemerintahan al-Hakam di Andalusia. Kebencian penduduk kepada pengawal istana, dan sebaliknya kebencian pengawal istana terhadap orang-orang Arab, yang menjadi rakyat dari kepala negara yang dikawalnya itu, dapat merupakan dua kutub yang saling berjauhan dan saling bertentangan. Kedua belah pihak saling 62
Sa' d Hawaa, Membina Angkatan Mujahid, (Jakarta: Islahy, 1408/1987), h. 36. terjemahan AbuRidha. 63 Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar, j. iv, h. 122 64 Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j. I h. 160
40
menghimpun kebencian dan dendam kesumat, bagaikan mengumpulkan zat kimia untuk bahan peledak. Dan untuk mumbuat sebuah letusan cukuplah bila ada saja orang yang dapat menyulutnya. Dan memang demikianlah yang terjadi. Pada suatu ketika di tahun 202 H, salah seorang serdadu mendatangi seorang budak di perkampungan Rabad, untuk memperbaiki pedangnya. Kemudian di antara mereka berdua terjadi pertengkaran, yang berkesudahan dengan terbunuhnya si budak, ahli pertukangan; pandai besi itu. Bara api di perapian pandai besi itu, menimbulkan kebakaran, sehingga menarik perhatian penduduk di sekitarnya, yang terdiri dari segala macam tukang yang ahli dalam pekerjaan tangan, dan kaum terpelajar, murid-murid para ahli fikih dan rakyat awam yang hidup bercampur aduk di perkampungan Rabd tersebut. Dengan alasan ini, masa rakyat yang sudah lama memendam kebencian kepada al-hakam, langsung membunuh perajurit tadi, dan melanjutkan
pelampiasan
kemarahan
mereka,
dengan
mengarahkan
"demonstrasi" mereka ke istana, yang letaknya tidak jauh dari tempat tersebut. Rabd hanya dipisahkan oleh sebuah jembatan indah yang terkenal, di atas Wadi al-Kabir, yang diperbaharui Hisyam I, sebelumnya. Para demonstran yang bersenjata kapak, tongkat, pisau, dan apa saja yang terambil ketika mulai bergerak itu, mengepung istana. Dan di antara para ahli fikih yang ikut berdemonstrasi itu terdapat seorang tokoh terkemuka, Yahya bin Al-Laytsi. Al-Hakam yang merasa dirinya telah dikepung massa rakyat, memerintahkan sebahagian perajuritnya menyalakan api di perkampungan Rabd, sehingga kaum demonstran yang melihatnya segera berlari-lari pulang
41
untuk menyelamatkan keluarga mereka. Sedangkan sebahagian para perajuritnya menghadapi kaum pemberontak ini, di depan istana. Dan ketika yang belari pulang itu, tiba di dekat jembatan, mereka telah dihadang oleh pasukan al-Hakam, dari depan dan diserang dari belakang, sehingga korban jiwa tidak dapat dihindarkan lagi. Dan setelah pemberontakan dikenal dengan "Tsawrah al-fuqaha "' ini dapat dipadamkan, Al-Hakam memerintahkan pengosongan wilayah Rabd tersebut dari penghuninya, hanya dalam waktu tiga hari.65 Dan betapapun keadaannya, dan apapun yang menjadi alasannya, peristiwa tersebut telah menghancurkan kepercayaan rakyat kepada al-Hakam. Pemerintahannya telah ternoda. Mungkin saja Al-Hakam cukup puas, karena telah menumpas sebuah pemberontakan yang digerakkan oleh para fukaha', yang tidak disukainya dan dirasakan begitu banyak ikut campur dalam urusan pemerintahan yang bukan urusan mereka. Akan tetapi ia telah melukai hati rakyatnya, dan merusak hubungannya dengan mereka melalui pengusiran. Di antara mereka ada yang menuju ke Afrika Utara, dan menetap di Fas, yang dibangun Idris I. Dan kehadiran mereka disambut dengan baik. Bahkan diberikan sebuah perkampungan,
yang
sampai
sakarang
tetap
dikenal
dengan
nama
perkampungan orang-orang Andalusia. Di tempat mereka yang baru ini, keahlian pertukangan menjadi lebih berkembang. Sebahagian lainnya mengembara ke arah Timur, melalui laut dan darat, dan melakukan
65
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus; Dozy, Reinhart. Spanish Islam. (London: Frank Cass, tt),h. 250
42
penyerangan ke Iskandariah, lalu memerintah negeri itu Tetapi kemudian dapat ditundukkan oleh seorang penguasa Mesir,'Abd Allah bin Tahir bin alHusayn. Mereka akhirnya menuju ke Crete yang dikuasai Bizantium, dengan persetujuan dan bantuan Abdullah, Mereka dapat menguasai Crete ter sebut, dan membangun sebuah pemerintahan, yang dikenal dengan nama Dinasti Kalbi. Pendiri dinasti ini adalah Abu Hafs 'Umar al-Balluti.66 Pada tahun 961, orang Yunani merebut kembali wilayah Crete dari tangan mereka. Dari kenyataan ini dapat diduga bahwa, kaum pemberontak tersebut terdiri dari kaum politisi, dan para pejuang yang frustrasi, yang memiliki kemampuan
tempur,
ditunjukkannya
di
dan
keahlian
wilayah
mengurus
pengasingan.
negara.
Dengan
Hal
demikian
tersebut besar
kemungkinannya bahwa warga Andalusia yang terusir itu adalah mereka yang memiliki idealisme dan iktikad baik untuk ikut berpartisipasi membangun negara. mereka adalah kaum intelektual berjiwa keagamaan, yang dikenal sebagai ahli Fikih. Ada kemungkinan, Al-Hakam menduga para ahli fikih itu akan berusaha menguasai dirinya sebagai mana mereka telah menguasai ayahnya. Karena mereka tidak mungkin akan menggulingkan seorang amir, yang keberadaannya diakui sah oleh hukum fikih kalau terjadi perbedaan antara al-Hakam dengan para fukaha ini, diperkirakan berkisar pada kebijaksanaan politik yang sulit diterima oleh al-Hakam, yang agak "sekuler" itu. Karena sebagai disebut di atas al-Hakam senang berolah raga berburu dan
66
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 79-82; Reinhart. Spanish Islam., hh. 2534. barangkali mereka yang terusir itu, berasal dari satu suku, atau satu keluarga besar yang berpengikut banyak, sehingga dapat menyerang sesuatu daerah dan membangun pemerintahan yang berdaulat, seperti kabilah Kilab ini.
43
mencintai kemewahan serta seni suara. Dalam kaitan ini, kemewahan merupakan suatu kecondongan, yang mungkin akan mendapatkan banyak tantangan dari fukaha'. Karena pada dasarnya kemewahan itu lebih dekat kepada hal-hal yang dibenci oleh agama. Kemungkinan lain dapat juga terjadi sebagaimana yang biasanya terjadi pada setiap orang yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi yaitu, bahwa mereka lebih condong hatinya kepada orangorang yang dapat dikuasai atau yang dapat diperintah sesuai dengan keinginanya. Dan amat tidak senang kepada orang-orang yang berfikir kritis dan yang berusaha meluruskan suatu kondisi atau perilaku yang nenyimpang. Pengusiran kaum intelektual dari tanah air mereka ke Negeri lain oleh penguasa, atau penindasan terhadap kebebasan mereka, serta intimidasi dan pemenjaraan tanpa melalui proses hukum, atau melalui proses hukum yang penuh misteri, bukanlah kejadian aneh dalam sejarah semenjak dahulu hingga kini dan mungkin untuk masa yang akan datang karena tampaknya pemilikan kekuasaan itu, membuat manusia terdorong untuk tetap mempertahankannya. Salah satu “bahaya" yang dapat mengancam kelanggengan sebuah kekuasaan adalah, kata-kata, benar atau salah, diucapkan secara jujur atau dalam bentuk fitnah, akan mempunyai dampak yang “menggoyahkan" kursi kekuasaan. Dan cara yang paling aman adalah membasmi setiap "suara sumbang" yaitu suara yang bertentangan dengan suara penguasa. Selama penguasa itu mampu menggunakan "alat peredam suara" itu dengan baik, selama itu pula yang bersangkutan berada di puncak kekuasaan. Bagaimanapun haInya kemampuan manusia adalah terbatas, terlepas
44
dari baik dan buruknya tujuan sebuah kekuasaan. Sementara itu para ahli fikih yang ikut memberontak, banyak pula yang bersembunyi di dalam kota, termasuk di antaranya adalah Yahya al-Laytsi yang mendapat perlindungan dari orang-orang Berber. Tokoh lainnya adalah Kadi, yang setelah bersembunyi selama setahun, menemui Al-Hakam dan meminta maaf atas kesalahannya yang telah ikut Memberontak, Untuk maksud tersebut ia mengharap Al-Hakam mencontoh Nabi Muhammad yang memaafkan kaum Quraisy yang juga telah memusuhinya. Dan al-Hakam memberi maaf kepada Kadi dan juga kepada Al-Laysi, serta lainnya. Kecuali kepada seorang yang bernama Talhut, yang menampakkan sikap sombong di hadapan al-Hakam, padahal ia datang untuk mengharapkan sebuah pengampunan darinya. yang ditempuhnya melalui salah seorang muridnya, Abu Bassam yang menjadi wazir al-Hakam. Sehingga al-Hakam terpaksa mengusirnya dan tak ingin melihatnya lagi. Tetapi ketika Talhut meninggal dunia, al-Hakam tetap ikut hadir pada saat Talhut dikubur. Bahkan al-Hakam masih memberikan hadiahhadiah berharga kepada ahli fikih yang keras hati ini, sebelum ia meninggal.67 Pada masa pemerintahan 'Abd al-Rahman II bin al-Hakam I, Andalus menjadi lebih cemerlang dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Para pemikir Timur banyak yang berdatangan ke Andalusia, untuk mengembangkan kemampuan mereka masing-masing, dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang berkembang pada waktu itu. Hal tersebut didukung oleh sifat 'Abd al-Rahman sendiri yang mencintai ilmu, sehingga iapun
67
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus.
45
terkenal sebagai ilmuan dan budayawan ternama. Dan pada masa yang hampir bersamaan di Timur, muncul al-ma‟mun, Khalifah khalifah Abbasiah yang terkenal dan pencinta ilmu. Kedua kota Islam pada masa itu, Kordoba dan
Bagdad
berlomba-lomba
menerangi
dunia
dengan
sinar
ilmu
pengetahuan, hasil karya dan kesungguhan putera-puteta zamannya. Di antara yang dikembangkan adalah bahasa Arab, dan melalui bahasa Inilah ilmu pengetahuan diajarkan kepada manusia. Dan melalui bahasa Arab, seni sastra Arab Islam mencapai puncak kejayaannya. Terpengaruh dengan pesona sastra Arab, sebahagian umat Nasrani memandang rendah mutu dan kemampuan bahasa Latin. Alvaro seorang penulis yang mempertahankan tradisi bahasa Latin, menyesali kaumnya dan Mengatakan: "Orang-orang Kristen pengikut saya, amat senang dengan syair dan roman Arab, mereka mempelajari teologi Islam dan falsafat, bukan untuk membantah dan membuktikan ketidak benarannya, tetapi untuk mendapatkan suatu gaya bahasa yang indah dan benar dalam bahasa Arab". Dia mengeluh tentang sulitnya mendapatkan orang yang mampu membaca komentar Injil dalam bahasa Latin, di kalangan awam. Orang-orang muda tidak memahami bahasa latin, sebaik pemahaman mereka tentang bahasa Arab. Bahkan mereka amat menyenangi cerita puji-pujian, yang dibacakan dengan berlagu di dalam Bahasa Arab. Kemudian mereka amat merendahkan kitab-kitab keagamaan Kristen, bahkan dipandangnya tidak layak untuk diperhatikan.68 68
Dozy, Reinhart. Spanish Islam, h. 268. Dikatakan juga Kardinal Ximenes, telah membalas sakit hatinya dengan membakar 80.000 kitab bahasa Arab di Granada, ketika kota tesebut ditaklukkan. la menilai bahasa Arab sebagai bahasa yang kasar, dan hanya digunakan oleh orang yang hina saja. karena itu ia melarang umat Nasrani mempelajarinya. Begitulah caranya Ximenes melumpuhkan kemampuan bahasa Arab, dan dengan demikian, nampaklah betapa seorang pendeta menilai sesuatu.
46
Dalam gambaran Dozy tersebut di atas, yang tidak seluruhnya dikutip-, terdapat kesan bahwa pengaruh bahasa Arab sudah amat merata, dan tidak sekadar dipahami untuk keinginan komunikasi, tetapi telah dipelajari secara mendalam sehingga mereka menghayati,al-zuq al-'arabiyyah-nya secara prima. Sementara itu, perhatian mereka terhadap bahasa Latin, yang menjadi bahasa keagamaan dalam dunia Kristen, telah dibaikan. Alvaro merasa sulit menemukan orang yang sanggup membalas sepucuk surat sekalipun, yang ditulis dalam bahasa Latin. Penghargaan orang muda Kristen terhadap kemampuan bahasa Arab, sebagai alat untuk mengekspressikan perasaan dan fikiran, secara lebih sempurna, tentu saja sulit untuk disebut sebagai hasil sebuah pemaksaan. Mereka mencintai karya bahasa Arab dan merendahkan karya bahasa Latin. Sebab lain yang membuat bahasa Arab menjadi bahasa yang "merakyat" mungkin karena digunakan oleh para Penguasa dan orang-orang terpelajar, dan ditemukan dimana saja, pada setiap kali orang berkomunikasi. Di samping itu
pemerintah menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa
administrasi, dan bahasa resmi pada setiap kali pemerintah berhubungan dengan pihak lain, termasuk dengan rakyat. Untuk tingkat pertama, rakyat bukan Arab mungkin merasa sulit menggunakan bahasa asing itu, akan tetapi setelah membiasakannya, tumbuhlah rasa cinta dan menyukainya. Tetapi mengapa sebahagian anak muda membenci bahasa Latin? Dozy tidak menjelaskannya, demikian juga Alvaro tidak menyebutkan mengapa pengikutnya senang pada syair dan roman berbahasa Arab.
47
Keistimewaan bahasa Arab dibanding bahasa-bahasa lainnya, termasuk bahasa Latin adalah, karena bahasa Arab nampaknya sudah “sempurna” sejak dahulu, sehingga tetap mampu melayani konsep-konsep pemikiran manusia sepanjang masa. Untuk mengujinya dapat dibandingkan dengan bahasa inggris dewasa ini, dengan bahasa Inggris pada sepuluh abad yang lalu. Pada kedua ujung dari panjangnya waktu tersebut, terlihat perbedaan yang amat jauh, dalam segi kebahasaannya. Sebaliknya bahasa Arab pada masa Nabi Muhammad masih "tetap" sama dengan bahasa Arab sekarang. Demikian pula dengan bahasa Indonesia atau bahasa lain yang manapun, terdapat perbedaan yang menyolok setelah berlalu beberapa abad, dalam hal perkembangannya, penggunaan kata-katanya, atau pramasastranya. Banyak bahasa agama seperti Bahasa Latin dan Sangsekerta, begitu juga Ibrani, tidak dipakai lagi pada masa sekarang, sehingga menjadi bahasa mati. Dalam hal menyangkut urusan keagamaan, nampaknya „Abd alRahman lebih condong memilih sikap kakeknya Hisyam, daripada sikap ayahnya Al-Hakam. Dan sebagaimana halnya Hisyam I, 'Abd al-Rahman menaruh hormat pada para ulama fiqih, ia memilih Yahya bin Yahya al-Laysi menjadi penasihatnya. Yahya adalah salah seorang murid Imam Malik dari Madinah, dan merupakan ulama cukup terkemuka di Andalusia69. Apalagi yahya telah berada di Andalus, sejak ia mendampingi Hisyam, lalu berontak terhadap al-Hakam, dan kemudian dimaafkan bersama dengan sejumlah ulama fiqih lainnya, lalu bersama 'Abd Al-Rahman. Dengan demikian ulama ini
69
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh 85-6
48
semakin dihormati, baik karena ketuaannya atau umurnya, maupun pengalamannya. Tentu saja ilmunyapun bertambah, untuk mendampingi wibawa seorang ulama. Sementara itu Dozy,70 menggambarkan yahya sebagai seorang bekas pemberontak, yang melakukan kesalahan, dan merasa perlu menjadi penjilat untuk mendapatkan kedudukan dan merebut pengaruh dalam istana raja. Dan Abd al-Rahman sendiri membiarkan ulama yang sombong dan kasar serta amat ditakuti itu, karena ia telah bersedia tunduk kepada semacam penebusan dosa yang tidak disenanginya, dihadapan beberapa orang petugas penerima pengakuan dosa di istana.71 Keterangan Dozy tersebut di atas amat aneh. Kelihatannya Dozy telah melihat Yahya, seorang ulama yang di segani pada masa Abd al-Rahman, sebagai seorang pendeta di kalangan umat Nasrani. mungkin Dozy tidak menyadari bahwa seorang ulama di dalam Islam, tidaklah sama dengan seorang pendeta dalam agama Nasrani. Terutama dilihat dari sudut wewenang mereka terhadap agama. Seorang ulama dikalangan kaum muslimin, betapapun dalam ilmunya, dan besarnya wibawa dan pengaruhnya, serta bagaimanapun bebasnya ia berfikir, tidaklah mungkin ia menerima pengakuan dosa manusia, konon pula mengampuninya. Ulama Islam tidak mendapat mandat menebus dosa-dosa manusia. Karena ulama islam itu bukanlah “orang-orang suci” yang tanpa dosa. Dalam pandangan Islam jangankan ulama yang sering disebut “pewaris para Nabi”, biarkan Nabi itu sendiri, tidak 70
Dozy, Reinhart. Spanish Islam,h 260-1 Dozy, Reinhart. Spanish Islam, hh. 260-1: 1"Abd Al-Rahman indeed tolerated Yahya's hectoring speeches and even his fits of ill-humour, submitted with docility to the disagreeable penances laid upon him by his severe confessor, bowed his head before the power of this religious tribune.." 71
49
dapat mengampuni dosa orang lain. Karena pahala dan dosa itu, sepenuhnya berada dalam wewenang dan kekuasaan Tuhan yang Maha Kuasa. Berbeda halnya dengan kaum pendeta dalam kalangan umat Nasrani. Mereka dipandang sebagai "orang-orang suci", yang mempunyai wewenang menerima pengakuan dosa umatnya lalu memberikan pengampunan dosa, atas nama Tuhan! Bahkan di Abad Pertengahan, kaum pendeta dapat menjual surat pengampunan dosa kepada siapa saja yang mampu menebusnya dengan uang atau materi. Sehingga nilai-nilai ruhani yang luhur, dapat diganti dengan materi yang nilainya berbeda. Dengan wewenang yang demikian besarnya, para pendeta dapat memberi “nasihat" kepada seorang raja Recarred dari Dinasti Gothia Atau Visigoth di Spanyol, sebelum Islam, dengan "fatwa" mematikan bagi umat Yahudi. Dan raja tidak boleh bertanya mangapa orangorang Yahudi itu harus dibunuh. Seandainya, Raja Recarred tidak memeluk Katolik, atau tidak bersedia menerima fatwa pendeta semacam itu, tentulah toleransi beragama tetap terjamin di negeri Spanyol, sebelum Islam. Hal tersebut dapat dilihat pada masa Kerajaan Romawi masih berkuasa, ketika itu, para penguasa Kerajaan Romawi tidak “akrab” dengan kaum pendeta, bahkan kaum pendeta menuduh para penguasa sebagai orang-orang yang tidak memperdulikan agama. Dan justru karena itu, umat Yahudi yang berbeda kepercayaannya dengan umat Katolik dapat hidup berdampingan. Wewenang pendeta yang demikian besarnya tidak terdapat di dalam keyakinan kaum Muslimin. Sikap Dozy mempersamakan seorang ulama Islam seperti yang di atas, yang telah membuat Abd al-Rahman tunduk kepada semacam penebusan dosa, sulit dipahami.
50
Orang penting lainnya yang turut mewarnai suasana pemerintahan 'Abd al-Rahman al-Awsat adalah, Hasan Ibn 'Ali Ibn Nafi‟. Ia seorang ahli musik terkemuka dan murid Ishaq al-Mawsili; seorang musisi kenamaan dari Bagdad. Di luar pengetahuan gurunya, ia menyusun sejenis seni-suara, yang ketika diperdengarkannya di hadapan gurunya dan khalifah Harun al-Rasyid, mereka dan segenap hadirin menjadi amat terpesona. Dan setelah itu Hasan diberi peringatan oleh gurunya yang dengan kecerdasannya ia langsung menyadari, bahwa "kelancangan" nya itu, dapat mengancam hari depan gurunya sendiri. Iapun menyurati al-Hakam untuk mencari peruntungan di Barat. Al-Hakam menyambut permohonannya dengan tangan terbuka dan menjanjikan tempat yang layak di istana. Tetapi ia tiba di Kordoba, ia mendengar berita wafatnya amir yang baik hati itu. Hampir saja ia pulang kembali ke tanah airnya jika tidak bertemu dengan utusan khusus al-Hakam sendiri, seorang musisi berkebangsaan Yahudi bernama Mansur. Mansur meyakinkan dia bahwa 'Abd al-Rahman putera al-Hakam mempunyai hobbi yang sama dengan ayahnya. Demikianlah ia kemudian menjadi amat dekat dengan Istana.72 "Ziryab" adalah nama julukan al-Hasan yang dikenal namanya melebihi namanya sendiri. Ziryab sebenarnya adalah nama seekor burung berwarna hitam di Arabia, dan nama ini dipakai kepadanya karena ia juga berkulit hitam seperti Ziryab. keistimewaan Ziryab terletak pada alat musiknya yang benama al-'Ud. Alat musik tersebut mempunyai empat utas tali (awtar) yang masing-
72
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h 87
51
masingnya melambangkan karakter jiwa manusia, (taba’I al-nafs albasyariyyat) dan sekaligus menggambarkan karakter dari unsur pokok penciptaan manusia. (tabai'al-mawwadal-Ula) Yang pertama, al-hadi' (ketenangan), al-‘asabiy (fanatisme), al-safrawi (netral/kosong), al-barid (dingin, beku). Sedangkan sifat dari karakter kedua adalah, al-ma' (air), alhawa' (udara), al-turab (tanah) dan
al-Nar (api). Kemudian Ziryab
menambahkan yang kelima dan kemudian diberinya nama soul, soul yang menjadi lambing dari "ruh", yang diletakkannya di antara al-hadi' dan alasabi. Diceritakan bahwa dialah orang pertama yang memperkenalkan nyanyian koors, sehingga murid yang baru itu tidak langsung secara sendiri menghadapi public. Dan ia juga mempunyai cara yang baik untuk melatih sura yang bersih tetapi kuat, dan membuat dasar-dasar bagi music Spanyol, yang kemudian berkembang melalui tangan-tangan dan terampil dari murid-muridnya, sehingga musik ini memiliki keistimewaan yang melebihi musik Arab lainnya, baik yang muncul di Barat, maupun yang tumbuh di Timur.1 Dan hal penting lain yang tumbuh dari adanya musik kegiatan kesenian kelompok Ziryab adalah, timbulnya pakaian sesuai dengan musim, yang sebelumnya tidak di kenal, karena musim boleh berganti, tanpa merubah pakaian. Sedangkan Ziryab memakai pakaian yang terbuat dari katun pada musim panas (saif) dan pakaian dari sauf:, (wol) pada musim dingin (syita'). Sementara itu ia juga amat mahir dalam menata perabot rumah tangga dan pesta-pesta, serta menciptakan berbagai ragam masakan dan makanan dan cara
52
menghidangkannya. Dengan demikian ia memperkenalkan sejenis kehidupan yang bersifat glamor dan mewah, kepada rakyat Andalus.73 'Abd al-Rahman juga didampingi oleh seorang yang punya hobbi aneh (pada waktu itu), yaitu 'Abbas ibn Farnas, seorang ahli ilmu pengetahuan alam dan kimia. Keahlian ini di Eropa pada waktu itu, kata „Abadi, dapat mengundang kebencian dan dipandang sama dengan ahli sihir yang jahat, sehingga dapat dihukum bunuh dan dibakar. Di samping itu ia memperkenalkan kepada masyarakat barat ilmu falak, yang dibuat secara visual di rumahnya. Ia membuat gambar langit dalam bentuk kubah dan dibagi-bagikannya ke dalam sejumlah buruj (gugusan-gugusan bintang) dan tempat bagi turunnya sinar matahari menerangi seluruh angkasa dalam jangka waktu selama peredaran setahun. Dan berusaha menjelaskan perbedaan posisi bulan dengan menggunakan semacam peralatan yang dapat distel. Akan tetapi orang yang diundangnya untuk menyaksikan, tidak semua memahaminya, sehingga ada yang menuduhnya sebagai tukang sihir atau orang gila. menurut keterangan 'Abbadi, 'Abbas bin Farnas juga pernah berusaha membuat pesawat terbang, yang jika benar, berarti usaha untuk itu sudah dimulai sejak lama.74 Orang-orang lain yang ikut mempengaruhi pemikiran emir Andalus ini adalah seorang eunuch atau al-khassi yang mungkin dapat diartikan seorang pengawal keluarga raja, atau harem. Tetapi lebih banyak bersifat kehidupan pribadi dan tidak menyangkut urusan kenegaraan. Demikian pula dengan seorang wanita yang bernama Tarub, yang cukup terkenal karena 73
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., hh 86-9; Dozy, Reinhart. Spanish Islam,h
74
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., hh 89-90;
261-4
53
kecantikannya, sehingga amat berpengaruh kepada
sang amir 'Abd al-
Rahman. Demikian juga dengan Yahya bin Hakam al-Bakri, seorang yang lancar dalam menggubah syair dan mudah menyusun kata-kata sastra yang memikat.75 Demikianlah 'Abd al-Rahman dikelilingi oleh para Ulama, ilmuan, budayawan, seniman dan penyair. Sehingga terasa bahwa kehidupan di Spanyol pada masa pemerintahannya bukan saja penuh dengan kemewahan, tetapi juga ditandai oleh kegiatan ilmiah putera zamannya. Dan tidak dijumpai sesuatu informasi, yang menyebutkan bahwa kaum Muslimin di Spanyol, berusaha mengumpulkan kekayaan negeri tersebut, lalu mengirimkan ke negeri asalnya di Timur. Yang ditemui adalah bahwa mereka berkarya untuk kepentingan tanah air, dan tempat tinggalnya, serta masa depan bersama mereka di Spanyol. Kecemerlangan 'Abd al-Rahman II tidak dapat di wariskan kepada kedua anaknya, Abdullah dan Muhammad. Tetapi tahta kekuasaan telah beralih ke tangan Muhammad I yang memerintah pada (236-273/852-886) .Ia tidak dapat mempertahankan kebesaran orang tuanya, apa lagi melebihinya. Bahkan ia digambarkan sebagai seorang yang senang dengan kemewahan dan pesta-pora. Sehingga perimbangan pembagian dan alokasi keuangan negara menjadi timpang dan berat sebelah. Karena pengeluaran untuk membiayai kesenangan amir ini semakin membengkak, mengakibatkan biaya pembangunan dan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat menjadi semakin mengecil dan menciut.
75
Ibid
54
Keadaan yang bertolak belakang antara masa-masa pemerintahan Abd al-Rahman dan puteranya Muhammad, tidak saja menimbulkan ketimpangan dalam hal keuangan dan perbelanjaan Negara, akan tetapi juga dalam hal perimbangan kekuatan sosial dan politik. Apalagi masyarakat Andalusia yang sejak semula memang sudah amat heterogen, baik karena adanya perbedaan suku bangsa, maupun karena perbedaan perilaku, watak dan agama serta keyakinan. Jika perbedaan tersebut dapat dikendalikan dan mendapatkan penyaluran, serta setiap pihak memperoleh haknya masing-masing, maka pada masa Muhammad ini, tidak akan terdapat ketimpangan semacam itu lagi. Negara menjadi lemah, wibawa pemerintah menjadi luntur, pertentangan menjadi semakin meluas, dan musuh Muslimin pun menjadi semakin berani. Orang-orang Nasrani mengulangi tindakan mereka, untuk mendapatkan kematian terhormat, dengan jalan menghina nabi kaum Muslimin dan umatnya. Kota Toledo yang dihuni oleh kebanyakan kaum bangsawan Visigoth dan pendeta-pendeta Katolik yang pernah berkuasa, menjadikan kota ini sebagai pusat kegiatan untuk melancarkan gerakan tersebut, yang keudian berkembang dan meluas ke seluruh Andalusia. Islamo phobia yang semula terbatas dalam kalangan pendeta-pendeta yang menderita sejenis maniac, dan mendapat kecaman dari saudaranya sendiri orang-orang Nasrani, kini menjadi paham yang dipandang saleh menurut agama Nasrani. Kemudian Banu Hajjaj di Seville, memisahkan dirinya dari pemerintahan pusat di Kordoba. Lalu disusul oleh kaum Barbari terutama Banu Zu al-Nun di sebelah barat, dan Ibn Takit di Merida. Selanjutnya Ibn Hafsun menguasai wilayah selatan dan barat;
55
malaka dan Runda. Dan „Abd al-Rahman ibn Marwan diMerida dan Asybuna (Lisbon, Lissabon) serta musuh utama di sebelah utara.76 Timbulnya
perlawanan
terhadap
pemerintah
amir
yang
baru,
nenimbulkan kesan, bahwa Andalusia benar-benar penuh tantangan. Rakyatnya benar-benar memiliki sifat. Spontanitas yang tinggi, dan tidak ada solidaritas sosial yang melebihi kesukuan dan kebangsaan. Disebut memiliki spontanitas yang tinggi, karena sifat perlawanan yang spontan itu dan kelihatannya dalam setiap pergantian pemimpin negara, kekacauan mesti timbul. Tidak ada seorang penguasa yang naik tahta, tanpa harus menumpas sesuatu pemberontakan terlebih dulu. Atau dengan perkataan lain, setiap penguasa baru dipandang, lemah kecuali ia mampu membuktikan sebaliknya. Dan pembuktian itu adalah dengan menumpas pemberontakan. Dengan demikian, rakyat Andalusia hanya tunduk kepada penguasa yang benar-benar kuat dan berwibawa. Tidak perduli apakah pemimpin itu adil atau lalim. Dan sebaliknya jika ternyata bahwa pemimpin mereka itu seorang yang lemah, dan jelas kelemahannya, maka segera saja akan timbul kekacauan. seolah-olah setiap orang mampu menjadi kepala negara, sebagai yang terjadi dengan pemerintahan Muhammad I ini. Kemudian disebutkan bahwa rakyat Andalusia tidak memiliki solidaritas sosial, kecuali dalam kalangan terbatas sepersukuan, atau dalam batas etnis tertentu. Hal tersebut kelihatan pada sifat pemberontakan yang
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar,, j. iv, h. 135-6; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, h. 103-8, . Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,( Kairo: 1969, h 52; Dozy, Reinhart. Spanish Islam,, h. 294-300 76
56
ditimbulkannya. Misalnya pemberontakan suku-suku Berber melawan sukusuku Arab, dan suku-suku Arab utara (Mudar) melawan suku Arab Selatan (Yaman). Padahal mereka semua seagama. Solidaritas keagamaan sama sekali . atau seakan-akan tidak dapat menunjukkan keberadaannya. Atau jika solidaritas keagamaan itu menonjol di kalangan mereka, maka hal tersebut terjadi pada waktu suasana damai antar suku terjalin dengan baik. Dan jika suasana permusuhan antar suku mulai menguasai keadaan, maka solidaritas keagamaan tidak mampu menahan gejolak perasaan yang bersifat permusuhan itu lagi. Jika gerakan kaum muslimin ke Spanyol dikaitkan dengan prinsipprinsip dasar ajaran Islam, maka tujuannya adalah untuk melindungi agama dari serangan musuh, dan berusaha mengembangkan ajaran Islam yang suci kepada umat manusia. Kemudian menunjukkan contoh ajaran Islam ke dalam praktek hidup sehari-hari, sebagai mana yang dicontohkan oleh pembawa Risalah Islam itu sendiri dan para sahabatnya. di antara ajarannya adalah bahwa seorang Muslim harus mendahulukan kepentingan agama di atas kepentingan lainnya.77 ternyata kecintaan mereka kepada suku, atau etnis dan kelompok tertentu dengan kepentingan tertentu lebih di utamakan dibanding kecintaan mereka kepada Islam. Masing-masing kelompok yang berbeda itu melakukan tindakan sendiri-sendiri, bahkan saling bertentangan satu dengan 77
Al-Qur'an, al-Taubah (9):24. "Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.
57
lainnya. inilah yang disebutkan bahwa mereka memang kurang memiliki solidaritas sosial, kecuali terbatas dalam persukuan saja. sementara itu, kecintaan seseorang terhadap sukunya, jika mencapai
tingkat "fanatik"
mendapat kecaman dari Nabi.78 Tampuk kepemimpinan dilanjut oleh Al-Munzir b. Muhammad I (273275/886-888) Al-Munzir lahir tahun 229/844, dan menggantikan ayahnya pada tahun 273/886 dalam usia empatpuluh empat tahun hingga ia wafat pada 15 Safar 275/ 29 Juni 888.79 nampaknya ia belum sempat berbuat banyak, atau apa yang ia lakukan tidak banyak membawa pengaruh, bagi kestabilan dan kemajuan keamirannya. Setelah Al-Munzir di lanjut oleh „Abd b. Muhammad I,(275-300/888-912) Ia adalah saudara kandung dari Al-Munzir, yang di lahirkan pada 229/844 sama seperti tahun kelahiran almunzir tersebut di atas, tetapi tidak ada keterengan apakah mereka berdua bersaudara kembar atau lain ibu. Ia menjadi Amir Andalus sampai wafatnya pada 1 Rabi' 1-awwal 300/ 16 oktober 912.80 Pada dasarnya keadaan politik pada masa tiga orang amir setelah 'Abd al-Rahman al-Awsat, berada dalam kekacauan penuh pertentangan. Ketiga orang tersebut adalah, puteranya sendiri, Muhammad dan dua orang cucunya, al-Munzir dan'Abdullah. Atau sejak 238-300/852-912, lebih kurang 60 sampai 62 tahun. Paling tidak dapat dikatakan bahwa, penguasaan Andalus tidak hanya berada dalam tangan amir dari Bani Umayyah, tetapi juga berada dalam tangan Hajjaj orang Yaman. Dan ditangan Musa beserta tiga puteranya dari 78
Hadis. Orang yang meninggal karena mempertahankan kesukuannya, dipandang kufur. Encyclopaedia. The Encyclopaedia of Islam. (Leiden: E. J. Brill, 1960. H.A.R. Gibb et. Al)., j. I, hal 493 80 Ibid 79
58
kelompok berber, yang bermarkas di wilayah barat Estremadura, yang lebih dikenal sebagai keluarga Zu al-Nun. Lalu orang Spanyol sendiri yang diwakili Ibn Hafsun. Sebagaimana disebutkan di belakang. Tetapi di balik kenyataan politik yang tidak menguntungkan itu, tersembunyi suatu kemajuan dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Misalnya ketika Ibrahim b. al-Hajaj yang memisahkan diri dari amir Umayyah-- yang membangun sebuah kerajaan kecil di Seville, is dikelilingi oleh para sastrawan, sejarawan, budayawan dan para ahli di bidang lainnya. Di antara mereka yang terkemuka disebutlah nama Ibn „Abd Rabbih, penulis kitab 'al-'Iqd al-Farid. Seolah-olah Isybilia atau Seville pada masa itu, sebagai sebuah kota satelit dari Bagdad yang ada di Timur. Di masa Amir Muhammad ibn „Abd al-Rahman al-awsat, filsafat berkembang untuk pertama kalinya di Spanyol. Pada masa inilah Ibn Sa‟id al-Andalusi menyusun sebuah kitab yang amat berharga Tabaqat al-Umam yang membicarakan tantang berbagai bangsa dengan berbagai kebudayaan, ilmu, seni dan sastra mereka masing-masing. Dan khusus tentang Spanyol disebutkannya bahwa Amir Muhammad seorang yang mencintai ilmu dan kesusasteraan dan seni, Dalam buku inilah disebutkan ilmu filsafat muncul pertama kali pada zaman Muhammad I bin 'Abd al-Rahman al-awsat.81 Setelah itu tampuk kepemimpinan di lanjut oleh Abd al-Rahman alNasir, yang biasa disebut Abdrahman III, Ketika 'Abdullah b. Muhammad menjadi amir, ia berada dalam usia tua, yang dihadapinya tidak saja kemelut politik yang diwariskan pendahulunya, akan tetapi anaknya sendiripun ikut 81
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., hal 105-108
59
memusingkan kepalanya; Muhammad berontak dan bahkan kemudian bergabung dengan Ibn Hafsun. Sungguhpun pemberontakan Ibn Hafsun tidak dapat dipadamkannya, tetapi
anaknya Muhammad dapat ditangkap dan
dikurung dalam sebuah kamar di istananya. Sementara itu ia harus memimpin pertempuran di luar kota. Maka puteranya yang lain yaitu matraf, diangkat menjadi wakilnya di istana. Dalam kesempatan inilah Matraf,yang tidak setuju terhadap sikap ragu-ragu 'Abdullah kepada anaknya yang berontak itu, membunuh Muhammad yang sudah tidak berdaya lagi. Mengetahui tindakan matraf yang kejam terhadap saudaranya sendiri, Abdulah menjadi salah tingkah. Tetapi ia tidak menambah jumlah korban berikutnya, dengan membunuh Matraf misalnya. 'Abd al-Rahman putera dari Muhammad yang terbunuh oleh matraf tersebut di atas, yang masih menyusu pada ibunya menjadi tumpuan perhatian dan kasih sayang sang kakek Abdullah, Dialah yang kemudian diangkat sebagai putera mahkota dan bukan anaknya. Dan tidak ada seorangpun yang Berusaha membatalkannya. Dan barangkali air mata penyesalan kakeknya itu telah jatuh ke dalam. Tetapi kemudian ia mekar menjadi suatu kekuatan raksasa yang dapat "menyelamat" kan Andalusia dari kehancuran, dan menimbulkan cahaya terang benderang, menyinari daratan Eropa dengan berkembangnya ilmu petahuan dan kebudayaan Islam, pada saat ia menduduki tampuk kekuasaan, sementara kakeknya tersenyum puas di dalam pusaranya. Abd al-Rahman III b Muhammad ternyata menjadi bintang pada masanya. Ia memadamkan semua
60
pemberontakan, dan mengembalikan keadaan yang kacau kepada ketenangan dan kemajuan, yang belum pernah dicapai oleh generasi sebelumnya. Orangorang yang murtad disadarkan, sementara orang Nasrani yang ekstrem dibujuk untuk menjadi orang yang sehat kembali, dan menggunakan akalnya.82 Pada awal pemerintahan 'Abd al-Rahman, orang-orang Nasrani di utara menyerang orang-orang Berber yang bertetangga dengan mereka. Dan sebagaimana biasanya mereka membunuh para tawanan perang, dan berlaku kejam terhadap kaum Muslimin, serta menghancurkan mesjid-mesjid dan membakar kitab-kitab. Maka untuk memadamkan pemberontakan umat Nasrani tersebut, Abd al-Rahman mengirim Abu Ubaidah ke kerajaan Leon. Abu Ubaidah gugur kena panah, setelah ia memperoleh beberapa kali kemenangan. Kemudian Hajib Badr menggantikan kedudukan Abu Ubaidah untuk menuntut balas. Selanjutnya 'Abd al-Rahman sendiri memimpin pertempuran dan meruntuhkan pertahanan kerajaan tersebut. kerajaan Aragon, sebuah kerajaan Kristen lainnya di utara, juga melancarkan pemberontakan mereka terhadap 'Abd al-Rahman. Di antara pendukungnya terdapat Muhammad ibn Hasyim, seorang penguasa Muslim yang diberi wewenang mengurus
wilayah
perbatasan
di
utara.
Pemberontakan
inipun
di
padamkannya, dan ia menerima permintaan maaf dari petugasnya yang memberontak dan bekerja-sama dengan musuhnya itu.83
82
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy., j.i h. 166; Ency. Of Islam, op.cit., j.i. h. 494; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus. 110 83 Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar, j. iv., hh. 141-2
61
Pemberontakan lainnya yang agak unik dilakukan oleh Umar ibn Hafsun, seorang keturunan bangsawan Gothia yang semula mengakui memeluk Islam. Ia telah memulai pemberontakannya sejak 'Abd al-Rahman al-Awsat berkuasa. keunikannya justru karena ia dapat menarik dukungan dari sebahagian kaum Muslimin dan Nasrani asal Andalusia, dan memisahkan dirinya dari Kordoba. Lalu membangun benteng di Bubastro di selatan Spanyol. Nampaknya keinginannya membangun suatu kekuatan politik bagi dirinya cukup besar. Ia pernah meminta perhatian Bani Abbasiyah dan Bani Aghlab di Afrika Utara untuk mendukung gerakannya. Tetapi harapannya tidak terpenuhi. Mungkin karena itu ia kecewa, dan iapun segera membuka dirinya dengan mengumumkan kenasraniannya, dan membuang kedok Islam yang selama ini dipakai untuk mencari pengaruh, pada tahun 299. Dan 'Abd al-Rahman menekan kekuatan Ibn Hafsun sampai ke titik terendah, akhirnya menjadi lemah, dan hancur ketika Ibn Hafsun meninggal 305 H.84 Abd al-Rahman memadamkan semua pemberontakan. la merukunkan orang-orang Arab dengan orang-orang Berber, dan menghadapi orang-orang Nasrani ektrem dengan penuh kebijaksanaan. Setelah itu barulah ia mempersiapkan rakyatnya menghadapi masa depan yang cemerlang yang belum pernah dicapai oleh seorang penguasa Andalusia seblumnya dan juga sesudahnya. Ia mendapat gelar al-Nasir karena ia selalu keluar sebagai pemenang dalam setiap pertempuran, atau ia adalah seorang penyelamat dan penolong keamiran yang terancam kehancuran, akibat pemberontakan yang 84
Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib, j. iii., h. 671; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah hh. 58-9; Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar j. iv., h. 135.
62
merajalela di seluruh wilayah Andalusia. Karenanya ia sering digambarkan muncul dari kegelapan dan membawa sinar kecemerlangan. Ia seorang yang berpikiran cemerlang, cerdas dan penuh energi. Kemudian ia juga seorang yang tulus dan dapat dipercaya.dalam menghadapi kemelut negerinya, ia membuat garis kebijaksanaan yang jelas, terang dan tidak berbelit-belit, bahkan amat sederhana. Ia menyatakan akan membinasakan setiap musuh dimanapun, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk menyerah dan mendapatkan pengampunan. maka setiap pembakang yang datang kembali ke tengah masyarakat, diberi maaf dan dihormatinya serta mendapatkan penghargaan.85 Sikap politik 'Abd al-Rahman yang cukup jelas itu, melambangkan sikap mentalnya dalam mengendalikan negara, dan menggunakan kekuasaan yang ada di tangannya yang sering digambarkan sebagai "amanah" rakyst, atau amanah Tuhan; bagi seorang demokrat tentu amanah rakyat, dan bagi seorang Muslim tentu amanah Allah.86 Ia membangun Andalus untuk putera Andalus sendiri, tanpa membeda-bedakan agama, etnis dan warna kulit. Barangkali dengan motivasi semacam inilah orang-orang Arab, membangun Suria, Irak, Iran, Mesir, Afrika Utara, India, Transxonia dan lain-lain, sejak awal kehadiran mereka diwilayah-wilayah baru yang mereka kuasai.
85
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j,i., h. 126-7 Demokrasi membutuhkan konsensus antara penguasa dan rakyat, maka jika rakyat hilang kepercayaan para penguasa merasakan berkurangnya kepercayaan itu. (lihat David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, (Jakarta: LP3ES, 1985) h. 170, yang mengutip Harold J.Laski, A Grammar of Politics (London: George Allen and Unwin, 1938). Selanjutnya disebut analisa Politik saja. Kepercayaan itu disebut amanah dalam Qur‟an, 33:72. Dengan demikian, pertanggungan-jawabannya tidak hanya kepada rakyat, tetapi juga kepada Tuhan; Sang Pemilik Alam Semesta, yang menjadi pemilik amanah. 86
63
Kemudian pola pikir ini menjadi semacam model, bagi agama, 87 kemanusiaan dan sebagainya. Karena bagi agama, kemanusiaan dan sebagainya. Karena bagi seorang Muslim bumi yang diinjaknya itulah tanah airnya, dan memang diciptakan untuk mereka,88 sehingga tidak ada bedanya bagi mereka, apakah tinggal di Andalusia atau di wilayah lain di mana saja di muka bumi. Seolaholah mereka warga negara internasional; karena negara mana saja yang didatanginya, dipandangnya sebagai tanah atau bumi Allah yang diperuntukkan bagi setiap cucu Adam. Dalam kaitan ini, barangkali cukup menarik untuk diperhatikan yaitu, kelihatannya semua penguasa Islam yang memerintah Andalusia, tidak bekerja untuk kepentingan negeri asal mereka di Timur misalnya, baik Bagdad, Damaskus, atau Afrika Utara dan lain-lainnya.89 Mungkin sesuai dengan konsep di atas, dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak, dimana orang mencari nafkah di situ pula mereka mengabdi. Ini menjadi menarik karena, pertama karya mereka dalam bidang apa saja, dilakukan dan dikembangkan sampai ke batas kemampuan penguasa dan rakyat di mana mereka mengabdi. Hal ini berbeda dengan imperialisme Barat di kemudian hari, yang men87
dalam konsepsi Islam, seorang manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Tuhan. Artinya menjalankan apa saja yang diperintahkan, dan menjauhi apa saja yang dilarangNya(lihat Q.S. 51:56). motivasi mengabdi kepada Allah sering digambarkan sebagai sikap jujur dan ikhlas, yang tanpa terkait sedikitpun kepada penilaian manusia (lihat Ihya'' ulum al-din op.cit., j. viii., hh.54-60). Tentu saja sebuah Konsepsi tidak selalu dapat dilihat ujudnya dalam kenyataan. Demikian juga dengan kejujuran seorang penguasa, apa lagi penguasa yang mempunyai hak mutlak seperti raja-raja. 88 Lihat Q.S. 2:29. Mungkin karena itulah mereka tidak mengenal "nasionalisme". Di mana mereka tinggal disitulah tanah air mereka. 89 Ada ketentuan, jika suatu negara yang diperangi itu dapat dikuasai kaum Muslimin, seperti Andalusia, maka hasil pendapatan negaranya diperuntukkan bagi negara yang bersangkutan sekiranya dikirim ke pusat pemerintahan, hanya jika ada kelebihan saja. Sebaliknya jika ada wilayah tertentu dalam wilayah kekuasaan Islam, dalam keadaan kekurangan, maka pusat berkewajiban menanggulangi kekurangan tersebut. (Lihat Salah Paham, op .cit., h 265-277)
64
jalankan kebijaksanaan negeri asal mereka di Eropa, dan terbatas pada hal-hal yang diperkirakan tidak membahayakan negri induknya di Barat. Kedua, negeri asal mereka, atau pusat pemerintahan Islam, tidak menetapkan pajak dari Andalusia. karena Andalus sendiri, negri yang bebas dan berdiri sendiri. Keistimewaan 'Abd al-Rahman yang amat menonjol di antara lain adalah, keberaniannya menyandang gelar khalifah yang selama dua abad tetap bertahan dalam satu tangan saja dan diakui oleh seluruh dunia Islam. Tetapi "pelanggaran ini tidak dilakukan oleh Abd al-Rahman saja, bahkan Bani Fatimiyah adalah pihak pertama, yang menggunakan gelar Khalifah bagi kepala negaranya, ketika mereka menguasai Qairawan tahun 297/909.90 Pada mulanya Abd al-Rahman tetap menggunakan nama gelar amir, sebagaimana halnya dengan para pendahulunya. Dan diwaktu itu dunia Islam hanya mengakui seorang khalifah saja. Yang berhak memberi putusan dan menerima pengakuan dari seluruh wilayah taklukan Islam sebagai suatu pangkat atau kedudukan yang dipandang suci dan luhur. Tetapi pada waktu Fatimiyah berkuasa di Afrika Utara tahun 296-7/909, dan mereka menggunakan gelar "khalifah", maka atribut yang demikian sucinya berubah dari hanya satu menjadi dua. Nampaknya bagi kaum Syi'ah, gelar khalifah hanya berhak disandang oleh keturunan Ali dan Fatimah. Penerimaan mereka terhadap kekhalifahan yang tidak dari turunan Ali sebelumnya, adalah karena terpaksa saja (taqiyyah). sementara itu, Daulat 'Abbasiyah di Bagdad tidak lagi mempunyai seorang khalifah yang benar-benar berkuasa sebagaimana halnya 90
h. 2.
Khuda Bakhsh, DS. Margolioth, The Renaissance of Islam, (Delhi: Idarah Adabiyah-i),
65
seorang khalifah, di masa-masa sebelumnya. Kekuasaan yang sesungguhnya berada di tangan para sultan. $ehingga banyak wilayah kekuasaannya melepaskan diri dari Pusat pemerintahan, dan mendirikan kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri.91 Dengan demikian fungsi khalifah sebagai seorang imam, di tengah-tengah kaum muslimin tidak berlaku sebagaimana mestinya. Dan jika kaum Sunni tidak mampu lagi mempertahankan seorang khalifah sebagai imam, maka barangkali kaum Syi'ah merasa telah saatnya untuk tampil kedepan, menggantikan imam Sunni yang telah "lumpuh" itu. dan ternyata bahwa pihak 'Abbasiyah, yang dalam hal ini mewakili kaum Sunni, tidak berbuat banyak, atau tidak dapat berbuat apa-apa, selain membiarkan khalifah umat Islam menjadi dua di Dunia Islam. Selanjutnya bagi 'Abd alRahman III al-Nasir, memakai gelar khalifah, dapat berarti memakai kembali gelar yang pernah disandang nenek moyangnya, sebelum kekuasaan mereka ditumbangkan oleh Dinasti Abbasiyah.92 Barangkali gelar khalifah yang disandangnya itu, tidaklah sekedar mengambil kembali apa yang pernah menjadi miliknya, akan tetapi juga sebagai salah satu usaha untuk mengembalikan. kewibawaan khalifah sunni yang menjadi pudar di tangan Bani Abbasiyah di Bagdad. Orang-orang Syi'ah yang mengalami terlalu banyak tekanan dan penderitaan pada masa Umayyah di Damaskus, tidak mendapatkan tempat yang selayaknya pada masa Abbasiyah, apalagi diikut
91
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy, j. i, h. 166; Kelemahan itu mulai oleh prakarsa al-mu'tasim, yang memberi kepercayaan lebih besar kepada bangsa Turki daripada kepada bangsa Arab. (lihat H.Z.A.Ahmad, Ilmu Politik Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1977)j. iii, h. 257. 92 Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar, iv, h. 122; Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib, j. ii, hh. 162,212.
66
sertakan di dalam kepemerintahan, sungguhpun mereka telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi tegaknya Bani Abbas. 93 Dan melemahnya wibawa khalifah Abbasiyah, memberikan kesempatan bagi mereka untuk muncul ke permukaan. Hal tersebut bukan saja telah menampar muka khalifah Abbasiyah, akan tetapi juga berarti telah mencoreng arang di kening 'Abd al'Rahman; salah seorang turunan Bani Umayyah. Ia ingin menyatakan bahwa khalifah Sunni itu tidaklah lemah. Dan ia sendiripun telah menunjukkan hal tersebut, dalam usahanya mengembalikan stabilitas dan keamanan di dalam negerinya. Dengan munculnya 'Abd al-Rahman III menjadi kepala Negara dengan gelar khalifah, maka Dunia Islam memiliki tiga orang khalifah dalam satu masa; yang belum pernah terjadi sebelumnya. 'Abd al-Rahman al-Nasir nampaknya memang seorang yang cukup matang dalam dunia politik. Ia tidak ingin menggantinya merusak tatanan politik yang sudah dibinanya dengan susah payah. Untuk itu ia memilih puteranya Al - Hakam menjadi putera mahkota. Dan menyerahkan anaknya itu kepada seorang tokoh terkemuka Abu 'Ali al-Qali, untuk membimbingnya dalam kepemerintahan dan taktik perang. Ternyata anaknya yang lain Abdullah, tidak menerima kebijaksanaan orang tuanya, dan bersama rekanrekannya ia berkomplot menentangnya. 'Abd al-Rahman membunuh dan menghancurkan mereka tanpa ragu-ragu.94 Ketika Al-Hakam II naik tahta, ia
93
H.Z.A.Ahmad, Ilmu Politik Islam j.iii, h. 212; lihat juga Yoesoef Sou'yb, Sejarah Daulat Abbasiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), j. i, h. 12. Pada mulanya turunan Abbas mendukung ide pengembalian jabatan khalifah kepada turunan Ali, tetapi belakangan membentuk gerakan sendiri secara diam-diam. Dan merebut jabatan khalifah dari tangan Bani Umayyah. 94 Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar j. iv, h. 143;kelihatannya di dalam dunia politik, seorang ayah bisa membunuh anaknya demikian juga sebaliknya.
67
sudah berusia empatpuluh tahun. Ia dikenal sebagai pencinta buku dan menjadi pelindung bagi ilmuan. Sehingga ada dugaan masa ini lebih menonjol dalam bidang ilmu pengetahuan dibanding politik. Al-Hakam banyak memberi hadiah kepada para ilmuan dan membangun sekolah-sekolah umum di ibukota.95 Selama pemerintahannya, Universitas Kordoba yang dibangun oleh 'Abd al-Rahman III berkembang menjadi sebuah lembaga terunggul di dunia dalam bidang pendidikan, sungguhpun Al-Azhar dan al-Nizamiyah lebih dahulu deripadanya. Lembaga pendidikan Tinggi Universitas Kordoba itu, telah menarik perhatian para pelajar Kristen dan Islam, baik dari Asia Afrika maupun Eropa. Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi sivitas akademika, al-Hakam menyalurkan air melalui pipa-pipa besar ke lokasi tersebut, dan memperluas mesjid yang ditempati universitas, dan menghiasinya dengan mozaik hasil karya para seniman Bizantium. Proyek luar biasa ini memakan biaya ratusan ribu dinar. kemudian untuk tenaga pengajarnya, al-Hakam mengundang para ahli dari Timur. Antara lain misalnya Abu Qutiyyah, sejarawan terkemuka, yang juga mengajarkan ilmu tatabahasa dan memperbaharui ilmu filologi, yang didatangkan dari Bagdad. Kemudian Abu 'Ali al-Qali, pengarang kitab Amali yang sampai sekarang kedua kitab mereka masih dipelajari.96 Di atas disebutkan al-Hakam adalah seorang ilmuan dan tentu saja pecinta
buku.
Untuk
mendapatkan
buku-buku
bagi
kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan di Andalus, utusan-utusan al-Hakam tidak segan-segan memaksa pemilik buku-buku untuk menjual kepada mereka 95
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh j. viii, h. 498; Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib,, j. ii, h. 256; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-, h. 125 96 Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib,, j. ii, h.253-7
68
buku-buku yang di inginkannya, dalam jumlah besar, atau menkopinya dari manuskrip asli, untuk dibawa pulang ke Andalusia. Dikatakan orang, ada sekitar 400.000 judul buku, yang dicatat balam catalog yang terdiri dari 44 jilid, setiap jilid berisi 20 lembar yang memerlukan keahlian tersendiri pula.97 Ibn Khaldun menggambarkan al-Hakam sebagai seorang yang mencintai ilmu. "Ia mencintai ilmu dan memuliakan orangnya, mengumpulkan kitab dalam berbagai bidang,yang belum pernah dilakukan oleh pendahulunya, dari para raja.”98 Barangkali Al-Hakam adalah yang terpelajar diantara para khalifah Islam. Ia membuktikan keunggulannya melalui catatan pinggir pada buku-buku tertentu yang dibacanya. Ini memberi sumbangan cukup berharga bagi mereka yang bergelut dalam bidang ilmu pengetahuan, yang datang kemudian. Ia juga begitu bernafsu untuk mendapatkan buku yang bermutu, dan untuk itu ia bersedia membayar mahal. Misalnya untuk mendapatkan kepastian diperolehnya buku al-ghani karangan al-Asfahani, al-Hakam mengirimkan seribu dinar (uang emas) kepada si pengarangnya.99 Barangkali memang benar juga pepatah Arab yang menyatakan bahwa rakyat itu, mengikuti agama rajanya. Maka jika al-Hakam, atau al-Nasir mencintai ilmu, rakyat merekapun mencintai ilmu. Dan sebagai yang dikemukakan oleh pengamat Barat, hampir setiap orang pada masa itu mampu menulis dan membaca. Sementara di Eropa pada waktu itu orang baru
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar,, j. iv, h. 146; Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j.i, h. 249 98 Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar, op.cit., j. iv, h. 146 99 Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy., j. i, h. 250 97
69
mengenal huruf. Itupun hanya dikenal oleh sebahagian kecil orang saja, terutama para pendeta.100 Sementara itu Kordoba, mempunyai tujuhribu buah perpustakaan dan sejumlah besar toko-toko buku.101 Ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan atau intelektualitas masyarakat Islam atau non Muslim di bawah Islam cukup
khalifah
tinggi. Atau sekurang-kurangnya perhatian rakyat, dikota
metropolitan Kordoba, terhadap buku sebagai sarana ilmu pengetahuan cukup besar.Dalam bidang militer, al-Hakam tidak begitu menonjol. Sungguhpun demikian, ia pernah juga mengirimkan pasukannya ke utara, untuk meluruskan pandangan umat Nasrani, yang memandangnya lemah, sehingga perjanjian yang pernah mereka ikrarkan kepada Abd al-Rahman III pada 348/959, untuk menyerahkan sejumlah benteng kepada kaum Muslimin tidak jadi mereka lakukan. Tentu saja al-Hakam menjadi murka. Dan pasukannya mampu meluruskan kekeliruan umat Nasrani diwilayah perbatasan bahagian utara itu.102 Berikutnya al-Hakam juga menghadapi Bani Idris selatan negerinya, yang berusaha merebut Andalusia settolah Daulat Fatimiyyah pindah ke Mesir. Usaha mereka dapat digagalkan oleh pasukan al-Hakam, bahkan sisa keluarga Idris dapat ditawan dan dibawa ke Kordoba.103 Dari kenyataan yang ada, al-Hakam merupakan pewaris kekhalifahan yang tepat, dari 'Abd al-Rahman III. Ia juga pelanjut kebijaksanaan yang
100
The Cambridge medieval history, (New York: 1922)j. iii, h 434 Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j.i, h. 298 102 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h 126 103 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 126 101
70
bijaksana dari pendahulunya, dan seorang pemimpin yang berkualitas. Akan tetapi
kemampuannya
mempertahankan
stabilitas
politik,
dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, tidaklah berarti dapat diterima secara baik oleh semua pihak dari kalangan rakyatnya. Di satu pihak, umat Nasrani lebih senang "menguji" dulu Kemampuan tempur al-Hakam, barulah kemudian mereka bersedia memenuhi janji mereka, menyerahkan beberapa benteng kepada kaum Muslimin, sebagaimana janji mereka dengan 'Abd Al-Rahman sebelumnya. Selanjutnya dari pihak kaum Muslimin sendiri, rongrongan datang dari Afrika, keluarga Idrisiyah seperti iri hati
melihat
keberhasilan
saudaranya
di
Spanyol,
lalu
mencoba
menyerangnya, kalau bisa menaklukkannya. Kedua golongan tersebut harus dihadapi, karena siapapun mereka, membahayakan negara dan pemerintahan Islam di Andalus kemudian tantangan juga datang dari pihak tertentu, yan mungkin lebih tepat disebut kaum munafik. Misalnya Muhammad bin Hasyim, seorang Muslim yang diberi kekuasaan memerintah wilayah perbatasan dengan umat Masehi di utara Spanyol. Ibn Hasyim ternyata lebih senang bergabung dengan musuh negaranya untuk melawan pemerintahnya yang sah, ketimbang ikut menghancurkan musuh-musuh negara. Dengan demikian seorang kepala negara, menghadapi tiga musuh, yang siap menghancurkan seluruh karirnya dan melenyapkan pemerintahan dan kepemimpinannya. Dan ketiga-tiganya adalah musuh dari luar dirinya, yang jelas wujudnya, jelas tujuan dan motivasinya. Pertama, pihak Kristen ingin menghancurkan dan mengusir serta melenyapkan Islam dari Semenanjung
71
Iberia itu. Kedua orang Muslim yang merasa tidak senang melihat nikmat Allah, berada pada tangan saudaranya. Sifat dengki dan iri hati di kalangan sesama saudara seagama, sekeluarga, senegara dan sebagainya, sudah merupakan tanda-tanda zaman di sepanjang masa, pada kelompok yang mana saja. Kepentingan kelompok ini sesuai dengan konsep teori konflik yang digadangkan oleh Ralph Dahrehdrof yang mana kelompok yang mempunyai struktur, organisasi, tujuan program, serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang jelas-jelas menjadi sumber nyata bagi timbulnya konflik di dalam masyarakat.104 Dan ketiga orang munafik, yang mempunyai sifat ingin mendapatkan keuntungan, yang lebih banyak dari yang ada ditangannya, dan yang menjadi haknya, sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan yang dijanjikan negara kepadanya. Orang munafik ini, tidak pernah senang pada pemimpin yang jujur, apalagi jika membatasi keinginannya. Ibn Hasyim tersebut di atas, cukup mengerti bahwa, negaranya selalu diserang umat Kristen, dan secara logika sehat, ia tidak akan mungkin bekerjasama dengan musuh. Akan tetapi ia memang tidak menyukai kewajaran, kejujuran dan kesetiaan kepada kebenaran, kecuali jika hal tersebut menguntungkan dirinya.105
104
Ed. Yusron Rozak, Sosilogi sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepektif Islam, (Jakarta:LSA) 2008, Hal 42 105 Pada zaman ini kepemimpinan seorang kepala negara, atau kebijaksanaan suatu pemerintahan, misalnya kapitalis,dll. dalam percaturan politik internasional juga menghadapi hal serupa. Pertama, pihak musuh (katakanlah komunisme) ingin menghancurkan sistem dan eksistensi Kapitalisme. Kedua iri hati diantara (dirumuskan sebagai persaingan) sesama negara Kapitalis. ketiga, pengkhianatan para pejabat negara itu sendiri, dalam bentuk ingin mengeruk keuntungan bagi dirinya sendiri, dan amat marah kepada orang yang jujur dan setia kepada kebenaran.
72
Ketika 'Abd al-Rahman III wafat, ia telah mempersiapkan seorang pewaris tahtanya. Ia memilih al-Hakam dan bahkan membunuh anaknya yang lain, yang berusaha menentang kebijaksanaan khalifah, yang adalah juga orang tuanya. Ketegasan Abd al-Rahman dan putusannya membunuh anaknya itu, membuat suksesi kepemimpinannya, menjadi aman dan damai. Abd alRahman III rupanya, tidak hanya seorang ilmuwan dan pecinta kemajuan, tetapi ia adalah juga seorang negarawan, yang sadar benar peda watak dan karakter umat dan bangsa, yang dipimpin dan dibimbingnya. Spanyol memerlukan seorang laki-laki perkasa, yang tegas dan bijaksana. Hal tersebut terbukti setelah kepergiannya. Di antaranya al-Hakam naik tahta tanpa tantangan dan keributan, adalah karena ketegasan dan kebijaksanaannya. Tetapi tidak demikian halnya dengan al-hakam sendiri, setelah ia wafat dan meninggalkan tahta kekhalifahan kepada pewarisnya. Ketika Al-Hakam meninggal, ia hanya mempunyai seorang putera yang berusia antara sepuluh dan duabelas tahun yang bernama Hisyam II b. AlHakam II (366-399/976-1009). Para pemimpin pemerintahan terpecah dua. Pertama, pihak militer yang terdiri dari bangsa Slav dan sejumlah orang-orang istana. Kedua kaum elite di bawah al-Hajib Ja'far al-Mushafi. Pihak pertama, merasa bahwa tanggungjawab kenegaraan yang demikian besar, dan yang penuh tantangan, terutama yang datang dari pihak Kristen, dan pemberontakan-pemberontakan yang timbul dari dalam, tidaklah pantas dipikulkan kepada seorang anak yang belum baligh, seperti halnya Hisyam. Karena itu mereka berusaha mengangkat dan membai'at al-Mughirah b. 'Abd al-Rahman al-Nasir, paman dari Hisyam
73
itu sendiri.
106
Kedengaranya pendapat tersebut objektif dan jujur serta punya
iktikad baik. Akan tetapi hal semacam itu tidaklah selalu dapat diterima oleh semua pihak, yang berkepentingan. Karena sungguhpun rambut sama-sama hitam, pikiran lain-lain. Ibu suri Subh bersama Ibn Amir107, bekerjasama dengan al-hajib Ja'far al-Mushafi, dapat menyingkirkan al-Mughirah sebelum dibai'at, oleh pihak pertama tersebut di atas, dan mengumumkan pembai‟atan mereka terhadap Hisyam, sebagai khalifah pengganti al-Hakam, dan karena masih di bawah umur, segala urusan ditangani oleh ibu suri "Al-Subh" 108 Kelompok elite di bawah pimpinan al-hajib Ja'far al-mushafi, dapat menundukkan pihak militer dan sejumlah orang-orang istana, yang bersimpati kepada al-mughirah. Sehingga istana menjadi bersih dari kaum opposisi. Sementara itu, Ibn Abi Amir mendapat kepercayaan menghadapi umat beragama Nasrani di belahan utara. Dalam tugas ini, ia memperlihatkan kemampuannya yang luar biasa di medan laga, sehingga ia tidak terkalahkan. Untuk itu ia diberi gelar kehormatan "Al-Mansur", sebagai tanda simpati dan hormat kepadanya. Kedudukannya di mata pihak militer menjadi semakin
106
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h 147-8 Sementara al-Hakam menjalankan pemerintahannya, dalam keadaan yang relatif aman dan penuh kedamaian, isterinya "al-Subh" tertarik kepada seorang anak muda terpelajar, yang nampak cerdas dan dapat dipercaya. Sehingga Subh memandangnya pantas untuk mendapatkan kepercayaan dari istana, mengurus persoalan berhubungan dengan rakyat dan keluhan-keluhan mereka. Pemuda tersebut bernama Muhammad b. 'Abd Allah b‟ Abi „ Amir al-Ma‟azi al-Qahtani, sering disebut Ibn Abi Amir. ia adalah seorang keturunan salah seorang pendatang pertama di zaman penaklukan Spanyol, ketika Tariq bin ZIyad dan Musa Ibn Nusayr, menjejakan kakinya ke tanah Semenanjung Iberia ratusan tahun sebelumnya. (Lihat al-„ajab fi talkhis, akhbar al-Maghrib, op.cit. h. 17-18), lihat juga al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus; al-Mausu‟ah j.v, op.cit., h. 61 108 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus. barangkali, jika mereka ikut membai‟at alMughirah, yang lebih tua dan lebih pantas menjadi pengganti al-hakam, disbanding Hisyam, maka pihak elite istana, tidak akan mendapatkan kekuasaan atau wewenang, sebagai yang diperolehnya dari Hisyam. Jadi, motivasi kekuasaanlah yang bukan pengabdian untuk agama dan Negara yang menjadi dasar. 107
74
kuat. apalagi setelah itu ia mempersunting puteri Ghalib ibn Abd al-Rahman, seorang panglima angkatan bersenjata. Posisi yang demikian nampaknya memang direncanakan: Ibn Abi Amir, secara matang. Dengan posisi yang kuat ituIah, ia menuduh al-hajib Ja'far al-Mushafi melakukan tindak pidana korupsi, dan menyeretnya ke pengadilan. Ia mendapat ganjaran hukuman penjara, dan akhirnya meninggal didalam sel tahanannya. "Al-Mansur" Ibn Abi Amir, meraih kemenangan dalam dunia politik, setelah ia berhasil menduduki tempat terhormat dalam bidang militer. karena yang menggantikan alMushafi, adalah Ibn Abi Amir sendiri.109 Ibn Abi Amir yang menduduki tempat tertinggi dalam pemerintahan Hisyam, nampaknya belum merasa aman jika sang panglima yang adalah juga mertuanya- Ghalib bin Abd al-Rahman, tetap menjabat panglima angkatan bersenjata. Bisa jadi, pada masa itu, istilah "mutasi" belum melembaga, sehingga "Al-Mansur" menggunakan jalan pintas,yaitu membunuhnya atau mungkin juga sudah melembaga, akan tetapi tidak terdapat alasan yang kuat untuk memutasikan Ghalib ke tempat lain yang sesuai dengan professinya, misalnya. Padahal ia cukup berjasa untuk menyeret al-Mushafi ke meja hijau, dan kemudian melempangkan jalan bagi naiknya Ibn Abi Amir ke puncak kekuasaan, sebagai seorang al-hajib, atau tangan kanan Khalifah, yang masih belum baligh itu. Dan mungkin juga Ghalib bersedia memenjarakan al-hajib al-Mushafi, mengingat Ibn Abi Amir adalah menantunya sendiri, yang akan Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar,, h. 147-9; al-Marrakusyi, „Abd-al-Wahid. al-Mu’jib fi Talkhis Akhbar al-Maghrib, ed. Dozy. Leyden,1881 h. 17. Keinginan Ibn Amir untuk menjadi “orang besar” sudah ada semenjak ia dibangku sekolah, dan telah didiskusikannya dengan rekan-rekannya. 109
75
menggantikan al-Mushafi, yang dituduh korupsi itu. Sedangkan dilain pihak, Ibn Abi Amir nampaknya tidak memandang Ghalib sebagai mertuanya, akan tetapi Ghalib sebagai sebagai seorang panglima angkatan bersenjata, yang mempunyai kedudukan dan wewenang yang cukup menentukan dalam pemerintahan. Sekiranya pada suatu ketika, Ghalib mempunyai gagasan atau hal-hal lain yang bersifat menentukan, bagi kelancaran atau kelangsungan kekuasaan, yang bertentangan dengan Ibn Abi Amir maka Ghalib merupakan batu penarung yang cukup berat untuk dapat disingkirkan begitu saja. Oleh karena itu, ia memilih jalan pintas, dengan. membunuhnya. Sungguhpun yang dibunuh itu adalah mertuanya sendiri. Jika apa yang tersebut di atas dapat dipandang benar, atau mendekati kebenaran, maka Ibn Abi Amir memang seorang "al-mansur" yang tak terkalahkan. Kadangkala ia dijuluki "The Bismarck of the tenth century"110, atau ia disebut dictator militer111, yang telah menggunakan asas al-ghayah tubarrir al-wasilat, tujuan menghalalkan cara.112 Ibn Abi Amir tampil dalam sejarah Islam di Spanyol sebagai seorang yang berkemauan keras, yang tidak mengenal lelah, dan tidak hanya menanti kesempatan, tetapi berusaha merebutnya atau menciptakannya. Ia menguasai seluruh ke-bijaksanaan khalifah Hisyam, sehingga dialah penguasa yang sebenarnya. Hisyam tidak lebih dari sebuah "boneka" atau barangkali "robot" yang berbicara dan bertindak, sesuai dengan program yang disusun oleh Ibn
110 111
Hitty, History, h. 509 Encyclopaedia. Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher, tt. j.
xx, h. 1087 112
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus ,h. 131
76
Abi Amir. Dan dialah yang menentukan siapa yang "berhak" untuk berada di puncak kekuasaan, dan siapa yang harus disingkirkan. Dan untuk itu ia mendapat dukungan dan persetujuan Hisyam, sang raja yang bergelar khalifah, yang tetap saja berada di dalam genggaman Ibn Abi Amir.113 Dalam menghadapi
kerajaan-kerajaan Nasrani,
Ibn Abi Amir
membangun angkatan bersenjatanya, dengan jalan membaharui pasukannya. Pada mulanya tentara Umayyah itu, terdiri dari bangsa Arab, Barbar dan Slavia. Ibn Abi Amir melihat orang-orang Arab sudah tidak cocok Lagi menjadi perajurit, karena mereka sudah berjiwa sebagai aristokrat, sehingga semangat tempurnya, bukan saja menurun bahkan mereka cenderung menjadi penakut. Sementara orang_orang Slavia, kurang tepat untuk membela sebuah kekuasaan, yang sejak terjadinya pembunuhan terhadap al-mughirah, berpihak kepada lawan Ibn Abi Amir. Dengan demikian tinggal hanya satu unsur saja yang cocok untuk menjadi prajuritnya,yaitu bangsa Barbar. Untuk itu semua suku Barbar yang beraneka macam, dicampur menjadi satu, agar tidak tumbuh benih kekuasaan kesukuan yang sempit di kalangan mereka. Dengan demikian Ibn Abi Amir mendapatkan sejumlah orang yang dapat dididiknya menjadi prajurit yang berdisiplin baja. Dan dikuasainya secara penuh. Ia melakukan gerakan militer ke utara, dua kali dalam setahun, yaitu pada musim bunga (rabi‟) dan musim (kharif) (di antara musim panas dan musim dingin). Dan tidak kurang dari limapuluh kali ia terjun ke medan laga bersama prajuritnya, selama duapuluh lima tahun ia berkuasa. Lalu ia sendiripun menghembuskan Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar, j. iv, hh. 147-9;. la membunuh Ghalib melalui tangan ja‟far b. Ahmad b. Hamdun, dan Ja'far dibunuh lagi melalui tangan Ibn Jahur don Ibn zi al-Nun 113
77
nafasnya yang terakhir di medan pertempuran, di Medinacelli.114 Setelah
wafat
al-Mansur
(1002/392)
anaknya
'Abd
al-Malik
menggantikannya. Anaknya ini sama cerdas dan kemahirannya dalam memerintah dengan ayahnya Ibn Abi Amir. Dan setelah tujuh tahun berkuasa, ia digantikan pula oleh saudaranya Abd al-Rahman. Akan tetapi ia tidak secerdas ayah dan saudaranya yang mendahuluinya. Bahkan 'Abd al-Rahman inilah yang menutup periode Ibn Abi Amir, dalam sejarah Islam di Spanyol. Kehebatan orang tua dan saudaranya sedikitpun tidak diwarisinya, bahkan ia amat menyukai kemewahan dan bersenang-senang. Sehingga ia lebih dekat kepada seorang raja yang suka berbuat zalim. Akhirnya, ia melakukan suatu kesalahan yang amat fatal, yaitu meminta kepada Hisyam untuk mengangkat dia sebagai putera mahkota. Hisyam yang terbiasa dengan keluarga Ibn Abi Amir, yang begitu dipercayainya, meluluskan permintaan Abd al-Rahman. akan tetapi reaksi yang tumbuh dalam masyarakat, di luar perhitungan mereka yang sedang mabuk dalam kekuasaan itu. Kaum Mudar mengkhawatirkan kursi kekuasaan akan berpindah ke tangan orang Yaman, dan turunan Quraisy akan kehilangan hak sebagai pewaris pemangku khalifah. Tetapi kedua pihak yang bersengketa sejak dulu itu (Mudar dan Yaman) bersatu, menghadapi Hisyam, lalu memecatnya, dan mengangkat khalifah baru turunan al-Nasir, Muhammad ibn Hisyam ibn Abd al-Jabbar ibn Amir al-Mukminin al-Nasir, dengan gelar "alMahdi billah" sementara itu, Abd al-Rahman yang sudah resmi menerima jabatan "Putera mahkota" sedang berada di daerah perbatasan di sebelah utara. 114
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 137-8, diceritakan bahwa seorang pendeta, karena bencinya menulis: "Pada tahun 1002 M. al-mansur mati, dan dikuburkan dalam neraka jahim."
78
Mendengar kabar tersebut di atas, iapun segera pulang ke ibu kota, dan tentu saja ia dihadang kaum pemberontak, dan sekaligus menamatkan riwayatnya. Itu terjadi pada tahun 399 H.115 Dengan demikian berakhirlah dinasti Ibn Abi Amir sampai di sini. Suatu hal yang menarik adalah, ketika al-hajib ibn Abi Amir dan puteranya 'Abd al-Malik menguasai Hisyam, orang-orang Arab tidak memperlihatkan perlawanan yang serius, kecuali pada awal pembaiatan terhadap al-mughirah. Dalam hal ini, sebahagian mereka mendukung al-Mughirah bersama orang Slavia, dan sebahagian lagi mendukung Ibn Abi Amir, yang berpihak kepada pendukung Hisyam. Dan ketika Hisyam telah menjadi "boneka" tidak terdapat keterangan dalam buku sejarah adanya perlawanan dari pihak Arab, yang menentang perlakuan Ibn Amir terhadap Hisyam itu, Ibn Khaldun menyebutkan sebab dari penguasaan Ibn Abi Amir terhadap khalifah Umayyah Andalusia, adalah karena ketika itu fanatisme atau 'asabiyah kearaban sudah luntur, demikian juga yang terjadi ketika Kerajaan-kerajaan kecil berkuasa di Spanyol.116 kemunduran
Keterangan dari
Ibn
kalangan
Khaldun orang
tersebut Arab.
Dan
menunjukkan kemunduran
adanya yang
dimaksudkannya adalah berkurangnya rasa'asabiyah. Setelah Hisyam dimakzulkan dari tahata kekhalifahannya, dan digantikan oleh Muhammad II (399-400), Maka sejak masa itu dan seterusnya, dynasty Umayyah berada dalam suatu periode yang teramat kacau, yang
115
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah j/ iv, h. 6; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, hal 139 116 Lihat Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Jakarta: Pustaka Firdaus 1986), h. 189. terjemahan Ahmadie Thoha, dan selanjutnya disebut Muqaddimah saja
79
menggoncangkan sendi-sendi kekhalifahannya, terutama dilihat dari segi tegaknya kewibawaan seorang Khalifah dimata umatnya. Dalam periode ini, para Khalifah tidak memerintah Andalusia sampai meninggal, sebagaimana yang lazim berlaku pada periode-periode yang lalu. Hal tersebut menunjukkan bahwa, ada kekuatan lain yang menentukan atau menilai dan menetapkan apakah
seorang
Khalifah,
diberi
kesempatan
untuk
kepemimpinannya ataukah sudah cukup syaratnya untuk
meneruskan
digantikan oleh
orang lain. Pada masa sebelumnya kekuatan semacam itu tidak kelihatan, atau barangkali tidak ada, karena seorang khalifah biasanya tetap memerintah umat sampai akhir hayatnya. Dengan demikian apa yang terjadi di Andalusia pada masa itu, merupakan perkembangan baru dari sebuah sistem yang sudah berjalan berabad-abad. Dan perkembangan dimaksud, nampaknya berbentuk penilaian kebijaksanasaan seorang khalifah, oleh "kekuatan" tertentu yang tidak meIembaga. Dalam kasus pemakzulan khalifah Hisyam, dilakukan oleh dua “kekuatan” yang selama ini sering bertentangan, yaitu suku Yaman dan suku Mudar. Mereka tidak membentuk sesuatu lembaga resmi untuk memberi penilaian terhadap kebijaksanaan seorang khalifah, tidak jelas bagaimana caranya mereka bergabung, tetapi dapat diduga mereka mengikuti cara-cara masa lampau, yang sering disebut dengan wa amruhum Syura baynahum. Dan system ini mendorong mereka mengirim wakil masing-masing untuk berembuk dan membicarakan permasalahan yang diinginkan. Hal yang baru di sini bukanlah musyawarahnya, akan tetapi isi musyawarahnya. Isi musyawarah mereka nampaknya berbentuk penilaian
80
terhadap kebijaksanaan seorang khalifah, yang belum pernah dilakukan oleh generasi sebelumnya. mungkin karena khalifah itu merupakan pucuk pimpinan yang paling tinggi, dan tidak ada seorang pun yang lebih tinggi dari seorang khalifah kecuali Allah. Dan khalifah tidak memberi
pertanggungan
jawabannya kepada sesuatu lembaga, sebagaimana seorang Perdana menteri memberi pertanggungan jawabannya kepada Parlemen dalam sebuah negara demokrasi. Seorang Perdana Menteri dapat dijatuhkan oleh Parlemen jika kebijaksanaannya dinilai buruk, dan dapat meneruskan kekuasaannya jika parlemen menilai baik kebijaksanaannya. Tidak demikian halnya dengan seorang
khalifah.
Seorang
Khalifah
mempertanggung-jawabkan
kebijaksanaannya di hadapan Allah, bukan di hadapan sebuah lembaga tertentu, sehingga seorang khalifah harus berbuat sesuai dengan perintah Allah, walaupun manusia barangkali menentangnya. Dan untuk kasus-kasus tertentu yang tidak ada pedoman yang jelas dari Allah dan Rasulnya, maka seorang khalifah biasanya mengajak kaumnya untuk berembuk, dan mencari jalan keluar dari kesulitannya. Konsep tersebut di atas, memerlukan tokoh "ideal" untuk duduk di singgasana kekhalifahan Islam. Dan ketika tokoh dimaksud sudah tidak mampu menunjukan keteladanan maka hilanglah rasa hormat umat kepada Khalifah. Ketika seorang Khalifah sudah tidak berwibawa lagi, maka timbulah “keberanian” umat melanggar ketentuan yang sudah mapan selama berabad-abad. Pemecatan Hisyam oleh kedua kelompok masyarakat Arab yang amat berpengaruh itu, menunjukkan adanya kelemahan ketidak-percayaan umat
81
kepada khalifah. Pengangkatan Muhammad II (399-400) menjadi khalifah, dan bukan salah seorang dari kalangan suku Mudar atau suku Yaman, menunjukannya rasa hormat umat Islam kepada suku Quraisy yang nampaknya mempunyai “hak istimewa” sebagai pemangku jabatan khalifah. Dalam pengangkatan khalifah pada periode ini terdapat perbedaan dengan periode sebelumnya. Semula keluarga khalifah yang paling menentukan siapa yang berhak menjadi khalifah. Sekarang orang-orang Mudar dan Yaman mengaturnya.117 Setelah pemecatan Hisyam ada enam orang khalifah yang mendapat kepercayaan menduduki kursi kekhalifahan. Mereka adalah Muhammad II Ibn Hisyam b. „Abd al-Jabbar b. al-Nasir (399-400), kemudian disusul oleh Sulayman bin al-Hakam b. Sulayman b. 'Abd al-Rahman III (399403/1009-13) 'Abd al-Rahman IV (403-406/1013-18), 'Abd al-Rahman V (408-414/1018-23), Muhammad III (414-16/1024-25) dan terakhir Hisyam III B. Muhammad (420-22/1029-31). Masa pemerintahan mereka relatif singkat.118
C. Keadaan Sosial Umat Islam pada masa Disintegrasi Dalam keadaan seperti itu badan kaum muslimin terpecah dan terus terpecah belah. Seluruh Andalusia terbagi-bagi menjadi banyak sekali kerajaan kecil, yang masing-masing mempunyai penguasa sendiri. Di Kordoba, keluarga Jahwariyah mengepalai sejenis republic yang pada tahun 1068 diambil alih oleh Bannu „Abbad di Seville. Sejak saat itu, dominasi di 117 118
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah j. iv. H 66 Lihat daftar nama mereka pada Ency of Islam, op.cit., j,I, h 494
82
antara Negara-negara Muslim terletak di Seville, yang kedudukannya selalu dihubungkan dengan Kordoba. Granada adalah pusat kekuasaan Rezim Ziriyyah, yang namanya diambil dari nama pendirinya dari kebangsaan Berber, Ibn Ziri (1012-1019). Dan Rezim ini dihancurkan oleh kelompok Murabitun Maroko pada 1090. Di Malaga, dan distrik-distrik sekitarnya, kekuasaan dinasti Hamudiyah, yang pendirinya dan dua penerusnya menjadi Khalifah di Kordoba, berakhir 1057. Setelah kekuasaan Ziriyah berakhir, Malaga akhirnya berada didalam cengkraman Murabbitun. Tahta Toledo diduduki oleh Banu dzu al-Nun (1032-1085), sebuah keluarga Berber juno yang sering memberontak hingga dihancurkan oleh Alfonso VI dari Leon dan Castille, di Saragossa Banu Hud berkuasa dari 1039 sampai dikalahkan oleh orang Kristen pada 1141. Di antara raja-raja kecil ini, pemerintahan terpelajar Abbadiyah di Seville adalah yang paling kuat.119 Kerajaan-kerajaan ini terusmenerus berperang satu sama lainnya. Dan yang lebih merusak dari itu semua adalah, setiap pihak yang bersengketa mencari dukungan orang Nasrani, untuk melawan musuhnya. Sementara bagi pihak Kristen, hal tersebut merupakan kesempatan emas yang tidak dilewatkan begitu saja. Apalagi mereka masih memendam kepada Ibn Abi Amir, yang telah berkali-kali memporak-porandakan benteng dan pertahanan mereka. Khalifah Umayah terakhir adalah al-Muktamid billah, setelah itu tidak ada lagi yang berhak menjabat jabatan khalifah. Dan dengan meninggalnya al-mu'tamid billah, maka mungkin dengan pertimbangan
119
Hitty, History, hal 683-684
83
bahwa, sungguhpun yang berhak menjadi khalifah tidak ada, akan tetapi umat Islam tidak boleh dibiarkan tanpa pemimpin, maka bekas perdana menteri atau wazir Abu muhammad'ibn Jahur, mengumumkan bahwa dia dan para menteri tetap memimpin sebuah pemerintahan, yang diatur orang banyak (jumhur).120 Kerajaan-kerajaan tersebut, atau di sebut Taifa, yang berbatasan langsung dengan territorial yang dikuasai orang-orang Kristen Trinitarian di bagian Utara Semenanjung Iberia, yang telah lenyap persatuannya, diwajibkan untuk membayar upeti tahunan kepada orang-orang Kristen supaya tetap memperoleh “kemerdekaan” mereka. Guna membayar upeti ini serta mempertahankan kemewahan hidup di istana-istana mereka, para penguasa dari kerajaan-kerajaan kecil ini menarik pajak yang tinggi kepada rakyat yang hidup dibawah kekuasaan mereka. Pajak ini jauh melebihi batas penarikan pajak yang dibolehkan oleh hukum-hukum Islam. Mereka yang berjuang untuk mempertahankan atau menerapkan kembali ajaran Islam dalam segala aspeknya kemudian tidak hanya mendapati diri mereka berperang melawan orang-orang Kristen Trinitarian, tetapi juga melawan saudara-saudara Muslim mereka. Sebuah perjuangan sia-sia. Mereka mendapatkan diri mereka terjebak dalam proses pecah dan pembusukan yan tak dapat diputar mundur kembali. Selama kaum Muslim Andalusia tetap bersatu dalam ajaran mereka, mereka terus berkembang da meluas. Begitu mereka mulai mengabaikan di Islam dan menjadi terpecah belah, jumlah mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mampu memulai urusan pengambilalihan Andalusia. 120
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 140
84
Selanjutnya, karena perpecahan yang disayangkan yang telah terjadi antara Barat dan Timur di dalam umat Islam sendiri, tidak ada bantuan dari kaum Muslim di Timur pada masa selanjutnya. Perpecahan di dalam umat ini merupakan satu dari faktor-faktor fundamental yang menjadi penyebab pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia, sebab hal ini merupakan kelemahan yang sepenuhnya dimanfaatkan oleh kaum Kristen Trinitarian memperoleh tumpuan di negeri itu dan, dibantu oleh orang-orang Kristen yang hidup di wilayah kekuasaan Muslim, yang sebenarnya telah bertambah jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan Muslim yang amat Toleran, cengkraman mereka atas negeri itu tumbuh semakin kuat.121
121
Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 91-92
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISINTEGRASI
A. Kebangkitan Umat Nasrani Sikap menentang pemerintah dan menolak kepemimpinan kaum Muslimin oleh umat Nasrani Andalusia yang nampak tidak pernah mengendor merupakan faktor penting dari penyebab terusirnya kaum Muslimin dari Semenanjung Iberia. Kaum bangsawan Visigoth yang berdomisili di Toledo; bekas ibukota kerajaan mereka yang telah hilang, selalu saja menimbulkan pertentanngan dengan setiap gubernur yang berasal Arab. kota ini merupakan sebuah wilayah yang penuh dengan pertentangan dan pergolakan. Pola berfikir lama, yang di pengaruhi para pendeta, dan kenangan indah kepada kerajaan yang telah hilang cukup besar, dan amat mempengaruhi jiwa mereka, sehingga mereka menunjukan sikap tidak mau diperintah dan suka menghasut.122 Bagaimanapun, kehancuran kekuasaan Visigoth amat menyakitkan dan menusuk harga diri mereka. Apalagi kekalahan itu datang dengan cara yang tidak diduga-duga. Bukankah dan umatnya itu adalah, orang-orang yang anti Kristus? Bagaimana mungkin orang "penyembah berhala" itu mengalahkan umat Nasrani yang beriman? Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah, jumlah orang-orang Islam sedikit, dibanding dengan umat Nasrani di Spanyol, tetapi dengan mudah saja menghancurkan pasukan yang terlatih, dart sebuah 122
Dozy, Reinhart. Spanish Islam. h. 246,suasana semcam ini terjadi pada orang-orang, yang tertekan perasaannya. dan orang-orang Nasrani di Toledo, yang kebanyakannya kaum awam, mungkin turunan para penguasa zaman Visigoth,yang menginginkan kejayaan masa lampau,terulang kembali pada masa mereka. Hal tersebut tidak mungkin lagi, lalu merekapun jengkel.
85
86
kerajaan yang berusia ratusan tahun. Mungkin pada mulanya mereka terpengaruh, bingung dan terpesona, pada kehebatan dan keluar-biasaan pendatang, yang telah memukau dan nembuat mereka menjadi bingung dan keheranan atas kekalahan yang mereka derita. Akan tetapi setelah “kesadaran” mereka kembali, maka mereka mencoba menangkap makna peristiwa yang telah dialaminya. Ternyata orang-orang yang telah mengalahkan mereka adalah, manusia biasa seperti mereka juga. Dalam teorinya Ibn Khaldun123 mengatakan bahwa golongan yang kalah selalu berusaha meniru golongan yang menang dalam pakaian, tanda-tanda kebesaran, akidah kepercayaan dan lain-lain adat kebiasaan. Karena mereka beranggapan bahwa pihak yang menang itu lebih unggul dan lebih sempurna. Dan hal tersebut memang dapat dilacak dalam data sejarah Spanyol Islam, sebagai halnya di negara negara sedang berkembang, pada abad keduapuluh, yang berusaha untuk menjadi "Barat",sungguhpun mereka tetap tidak pernah menjadi “Barat”, kecuali secara lahiriah saja. Berbeda halnya dengan teori Ibn Khaldun tersebut, di Toledo umat Nasrani bukan saja tidak meniru umat Islam, yang telah mengalahkan mereka, bahkan sebaliknya berusaha merendahkan dan memfitnah dan melawan musuh mereka itu, penulis menduga, bahwa setelah umat Nasrani "sadar" terhadap apa yang dialaminya, merekapun berontak terhadap kenyataan yang ada. Karena sebagai tersebut di atas, setelah mereka menyadari diri, barulah nampak bahwa umat Islam yang telah mengalahkan mereka tidak lebih dari manusia biasa juga. Oleh karena itu 123
Issawi, Charles, Filsafat Islam Tentang Sejarah. Terjemahan H.A Mukti Ali (Jakarta: Tintamas), 1962 hal 71
87
bangkitlah rasa harga diri mereka, yang dimanifestasikan dalam bentuk kemarahan. Tentu saja, mereka memandang orang Islam yang menguasai Negri Andalusia itu, telah merendahkan martabat mereka, yaitu martabat orang-orang bangsawan Visigoth. Mungkin itulah sebabnya mengapa kaum bangsawan Visigoth selalu menunjukkan sikap tidak mau diperintah dan suka menghasut. Keadaan semacam itu mendorong Al-Hakam (350-366/ 861-976) mengangkat gubernur baru non Arab asal Spanyol, yang Muslim. Pilihan itu jatuh pada Amrus Ibn Yusuf. Ia memulai debutnya sebagai seorang pemain yang berbakat pada 807. Dan berusaha membujuk kaum bangsawan Visigoth untuk menerima dirinya, yang pada dasarnya adalah sama dengan mereka, yaitu sama-sama membenci orang Arab dan khalifah Bani Umayyah. Percaya kepada buah percakapan Amrus Ibn yusuf kaum bangsawan Visigoth menerima baik kehadirannya. Di Toledo. Dan Amruspun merencanakan sebuah jebakan maut, untuk menghentikan perlawanan dan pemberontakan yang tidak pernah kunjung selesai dari mereka. Amrus mengirimkan undangan kepada semua kaum bangsawan Visigoth untuk menghadiri jamuan makan, menghormat kehadiran putera mahkota „Abd alRahman, yang pada waktu itu baru berusia empat belas tahun. Penerimaan tamu diatur sedemikian rupa sehingga setiap orang masuk satu demi satu. Pasukan pengawal yang dipersiapkan sebelumnya, telah menanti para tamu dengan pedang terhunus. Maka satu demi satu di antara tamu itu, dipenggal lehernya. Dan dilemparkan ke dalam lobang yang telah dipersiapkan
88
sebelumnya. Maka setelah peristiwa tersebut Toledo menjadi aman.124 Berapa jumlah korbannya sulit diperhitungkan, tetapi ada sumber yang menyebutkan tujuhratus orang. Dan ada sumber lain menyebutkan jumlah limaribu orang.125 Rasanya jumlah tujuhratus Lebih realistis karena pembantaian itu terjadi dalam beberapa jam saja. Apalagi yang diundang itu terbatas pada orangorang tertentu yang diyakini menjadi biang keladi setiap kerusuhan. Bahkan rencana pembantaian ini direncanakan, justru setelah tercium adanya usaha untuk memberontak terhadap al-Hakam. Dan sungguhpun cara ini menghendaki pembantaian yang bertaraf wajar, dan kelihatan amat licik, serta tidak sportif, nampaknya pengikut mereka, rakyat kecil tidak menjadi korban. Sumber yang adapun tidak menyebutkan tentang ada atau tidak adanya para isteri atau anak mereka yang ikut dalam pesta tersebut. Demikianlah setiap pembantaian terjadi sepanjang sejarah, dan dilakukan oleh mereka yang melakukannya atas nama politik, seperti tersebut di atas, atau nama rasialisme seperti Hitler membantai umat Yahudi pada abad keduapuluh. Atau atas nama apa saja sebagai yang terjadi terhadap umat Palestina di Syatila Libanon oleh orang-orang Israel. Atau manusia itu bersepakat untuk membunuh diri secara bersama-sama, sebagai yang terjadi di Amerika dan Korea, pada abad duapuluh ini. Dan bahwa manusia suka menumpahkan darah, tidak hanya tersebut dalam al-Qur'an,126 tetapi juga dalam kenyataan.
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar,., j. iv, h. 126; 125 Dozy, Reinhart. Spanish Islam. 126 Lihat al-Qur‟an, 2:30 124
89
Pemberontakan umat Katolik tersebut di atas, mempunyai latar belakang keagamaan, sebagai yang dilakukan oleh mereka yang mencari syahid, ada pula yang berlatarbelakang politik, sebagai yang dilakukan kaum bangsauan Visigoth di kota Toledo. Ada lagi motif rasialisme, sebagai yang ditunjukkan oleh Ibn Hafsun. Ia memeluk Islam dan mendapat kepercayaan dari bahagian ketenteraan Bani Umayyah di Kordoba. Dan ketika keadaan umat Islam kacau balau, pada masa antara pemerintahan 'Abd al-Rahman alAwsat dan al-Nasir Ibn Hafsun memimpin pemberontakan melawan pemerintah, dan sempat menjadi pemimpin yang berpengaruh di wilayah selatan Spanyol, serta membangun sebuah benteng di Basytar atau Bobastro. Dalam pertempuran yang berlangsung di antara pasukan Ibn Hafsun dengan pihak pemerintahan di kedua belah pihak banyak berjatuhan korban.127 Umar Ibn Hafsun dapat memikat hati orang-orang asli Spanyol, baik yang beragama Islam maupun Katolik, dan pernah ia mencoba menarik perhatian Bani Abbas yang berkuasa di Afrika, yang pada waktu itu di bawah Bani Aghlab, meminta bantuan untuk menguasai Spanyol. 128 Usaha tersebut tidak
mendapat
tanggapan
baik.
Barangkali
karena
Bani
Aghlab
memperhitungkan tidak akan mempu menghadapi kekuatan Bani Umayyah di daratan Andalusia. Mungkin juga karena mempertimbangkan kredibilitas Umar Ibn Hafsun, sebagai Muslim yang diragukan kejujurannya. Kemudian pada tahun 299 H. ia mengumumkan kenasraniannya kembali, dengan nama 127
Al-Khatib, Akhbar Majmu’ah Fi Fath al-Andalus, Lafuente Alcantara. (Madrid: 1867) j. h 150 sebagai dikutip Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah AlIslamiyah., j. v. h. 58 128 Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar., ia mengharapkan Bani Abbas mengakui kedudukannya sebagai seorang Amir, di Adalus
90
baptis Samuel, yang selama ini disembunyikannya.129 Kasus Ibn Hafsun yang tersebut di atas, bersifat rasial dan bukan semata-mata agama. Karena yang ikut berjuang di pihak Ibn Hafsun itu, termasuk sebahagian dari umat Islam juga, tetapi berasal Iberia. Dan dengan sikap memurtadkan dirinya dari Islam, nampak bahwa keislamannya itu mempunyai motifasi untuk menarik saudaranya sebangsa, agar memberontak kepada pemerintah Islam. Dan setelah ia melihat kegagalan, ia kembali ke agama asalnya. Bagaimanapun juga, pemberontakan tersebut, melambangkan ketidak puasan dan protes keras dari kalangan umat penguasa. Dan ketidakpuaan masyarakat, dalam sebuah Negara, adalah milik segala zaman pada semua bangsa di dunia. Dan bahwa sebuah pemberontakan yang timbul akibat sentimen keagamaan, bukan sesuatu yang luar biasa. Hal itu dapat terjadi setiap saat, terutama jika penguasa mengambil jalan yang menyinggung perasaan keagamaan rakyatnya. Ini Barangkali bisa dijadikan dasar, mengapa umat Katolik merasa tidak puas terhadap penguasa Islam Andalusia; kurangkurangnya dapat diduga sebagai penyebabnya. Konsili keduabelas Toledo, kaum gerejawan merasa dipermalukan dan merasa amat sedih, atas pembatasan-pembatasan yang ditetapkan pemerintah terhadap hak untuk memanggil (summoning councils), dan terhadap lembaga pengangkatan dan pemberhentian Bishop, tidak diizinkan ditangani oleh rajaraja Visigoth, tetapi diserahkan kepada sultan-sultan Arab. Demikian juga ada kantor-kantor Bishop yang tidak dipakai lagi, dijual kepada pihak lain yang
129
Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib j.ii, h. 143
91
tinggi penawarannya.130 Selanjutnya semua gereja di ibu-kota Islam Andalus dimusnahkan kecuali sebuah Katedral S. Vincent, yang pada tahun 747 diserahkan kepada umat Katolik melalui sebuah perjanjian. Tetapi setelah Kordoba menjadi padat oleh pendatang dari Syria, dan mesjid yang ada tidak mampu menampung jamaah lagi, maka setengah dari gereja dipakai menjadi mesjid. Beberapa tahun berselang 'Abd al-Rahman I membeli yang separo lagi dengan harga 400.000 dinar, dan mengizinkan umat Kristen Katolik membangun gereja baru untuk mereka di tempat lain.131 Peristiwa penghancuran gereja dan pengambilalihan katedral menjadi mesjid, sebagai tersebut di atas, nampaknya memang sulit diterima. Sungguhpun barangkali kordoba yang telah menjadi ibu-kota keamiran, dipenuhi kaum Muslimin, baik pendatang maupun penduduk aslinya. Dengan demikian umat Katolik relatif menjadi ciut jumlahnya, sehingga banyak nya gereja tidak bermanfaat lagi.132 Banyak pula kantor-kantor Bishop yang tidak dipakai lagi oleh pemiliknya, dan kemudian dilelang oleh pemerintah. Ini menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan, dalam hal ini agama Katolik, tidak berjalan sebagaimana sebelumnya. Disebut sulit diterima karena katedral yang dibeli 'Abd al-Rahman al-Dakhil, secara hukum masih terikat dengan perjanjian yang dibuat peda tahun 747, saat Yusuf b. 'Abd al-Rahman al-Fihri (746-56) memegang kendali pemerintahan. Boleh jadi perjanjian tersebut 130
Dozy, Reinhart. Spanish Islam h. 238-9 Ibid. Barangkali karena mesjid bagi umat Islam adalah pusat kegiatan kemasyarakatan, dan lambang supremasi pemerintahannya, maka dipandang tidak layak ada lambang agama lain yang menyainginya. Sebagaimana mesjid Kordoba menjadi gereja setelah Islam terusir dari sini. 132 Sebagai halnya di Eropa dewasa ini, banyak gereja yang tidak lagi berfungsi sebagai rumah ibadah, sehingga dijual untuk dimanfaatkan bagi kepentingan lain. Ada yang di jadikan gudang, tempat hiburan, dan juga mesjid. 131
92
dibuat untuk menarik dukungan umat Katolik bagi kekuasaannya. dan apapun yang menjadi latar belakangnya, sebuah perjanjian tetap harus dihormati, sungguhpun ditandatangani oleh saudaranya yang lain.133 Kebijaksanaan politik Abd al-Rahman menyangkut gereja Katolik, di ibu-kota Kordoba sungguhpun dapat dipahami, tetapi memang untuk umat Katolik cukup menyakitkan. Dan sentimen keagamaan berkembang menjadi semacam dendam kesumat yang sulit dihilangkan, dan kadang-kadang menimbulkan sikap yang aneh-aneh, sebagai halnya sikap mencari mati syahid dengan menghina kaum Muslimin. Rasa tertekan dan ingin melawan, tetapi kekuatan amat terbatas, berbaur menjadi satu. Hal ini dapat menimbulkan trauma dalam jiwa mereka, terutama yang fanatik terhadap agama. Di samping itu timbul pula sikap nekad dan tidak lagi memikirkan akibat dari kenekatannya. Dan itulah yang diterima oleh kaum Muslimin pada masa itu. Kebijaksanaan politik dari sebuah pemerintahan yang dimotori oleh agama, menghasilkan sikap yang bernafas keagamaan. Kebijaksanaan politik sekuler yang non agamis, menghasilkan sikap yang sesuai dengan itu pula. Maka jika Abd al-Rahman I menghancurkan gereja-gereja Katolik di ibu kota keamirannya, tentu saja karena ia seorang amir dari sebuah negara yang berdasarkan Islam, sebagai yang dipahaminya. Dan tidak mustahil ada orang lain pada masa itu yang tidak menyetujui kebijaksanaan tersebut, tetapi juga
133
Hal ini dipandang dari sudut agama,misalnya: Al-Qur'an, 2:177; 17: 34; 3:76; dll. Juga Huzaifah b. Yaman berjanji dengan orang Quraisy, tidak akan memerangi mereka, artinya tidak bergabung dgn nabi untuk melawan Quraisy, sehingga ia dan anaknya diizinkan hijrah ke Madinah. Ketika keduanya mendaftarkan diri untuk ikut Perang Badar, nabi melarang mereka berdua untuk ikut memerangi orang Quraisy dgn alasan terikat janji. (Al-Hufi Min Akhlaq al-Nabi, (Kairo: Al-Syu'un al-Islamiyyah, 1968 , h. 297.
93
mendasarkan pemikirannya kepada Islam sebagai agama. Bagi umat Katolik di Spanyol pada waktu itu, menerima atau memolak mengandung resiko dan berdampak negatif. Menerima berarti melepaskan sebahagian dari sarana keagamaan, dan menolak berarti menentang keputusan penguasa; serba salah.
B. Dampak social setelah munculnya disintegrasi Secara lahiriah, tidak sulit mencari Bagaimana dampak social setelah munculnya disintegrasi? Dan mungkin yang sulit menjawabnya adalah, mengapa sampai terjadi disintegrasi atau berpecah? Apapun yang menjadi jawabannya, perpecahan itu sendiri berakibat fatal; menimbulkan keberanian pihak
lawan,
pengkhianatan,
melemahkan dan
sulit
pertahanan, mempertahankan
memudahkan prinsip
yang
timbulnya diyakini
kebenarannya, sehingga harga diripun melorot jatuh, bahkan tanpa harga. Dan jika perpecahan itu timbul di kalangan para pemimpin, maka yang menjadi korbannya adalah yang dipimpin, dengan segala akibatnya. Dan itulah yang dialami para pemimpin dan rakyat di Kerajaan Kecil, Muluk al-Tawa'if. Dan itulah pula yang dialami oleh Dinasti Nasir di Granada pada penutup sejarah Islam di Spanyol, ketika merekapun berpecah dan bertengkar di antara sesama kaum Muslimin. Puncak kehancuran Muluk al-Tawa'if ditandai oleh jatuhnya Toledo ke tangan Alfonso VI (1065-1109) pada tahun 1085, yang ketika itu berada di bawah Banu Zi al-Nun (1032-1085). Alfonso memanfaatkan pertentangan raja-raja kecil itu, dengan memberi bantuan kepada salah satu pihak yang
94
bertikai, bahkan ia diminta untuk menjadi penengah,134 dalam pertikaian tersebut. Serangan pihak Kristen semakin seru, bahkan pernah sudah mencapai Cadiz di selatan. Dalam pada itu pula seorang yang bergelar Cid di Valensia bekerjasama dengan orang-orang Castilia, mulai mengusik bani 'Abbad (102391). Banu 'Abbad yang pada waktu itu di bawah al-Mu'tamid (1068-91) di Seville, adalah seorang penyair
terkemuka. la melihat bahaya besar
mengancam umat Dan dirinya, yang tidak mungkin dilawannya sendiri. Mungkin karena ia melihat semua kekuatan Islam di Spanyol sudah berantakan, maka ia memandang baik meminta bantuan ke Afrika Utara. Ketika orang mengecamnya ia mengatakan bahwa, menjadi penggembala seekor unta di Afrika labih baik daripada menjdi kawanan babi di Castilia135, Amir Sevilla Mu'tamid, menyebrangi Gibraltar meminta bantuan Yusuf Ibn Tasyfin pada tahun 479. Yusuf meninggalkan Afrika bersama duapuluh ribu anggota pasukannya, menuju daratan Eropa. Sementara itu Alfonso sedang mengepung Saragossa. mengetahui bala bantuan kaum Muslimin telah tiba, Alfonso mernpersiapkan limapuluh ribu tentara dan menyambutnya di Zallaqa136, Pertempuran sengit terjadi pada 23 Oktober 1086/479137, Alfonso terpaksa
meninggalkan
puluhan
ribu
mayat
anggota
pasukannya,
menyelamatkan diri dari serangan dahsyat putra Afrika yang berdarah Negro itu. Dan Yusuf segera meninggalkan Spanyol begitu ia selesai menjalankan 134
Encyclopaedia of Islam, op.cit., j. I, h 495 penengah itu disebutnya arbiter, apa tidak mungkin mereka yang meminta Alfonso VI menjadi "hakim" tsb. sebagai halnya ketika pelanduk menjadi hakim terhadap dua ekor anjing yang memperebutkan sepotong daging? Setiap kelebihan timbangan lalu dimakannya, sehingga kedua ekor anjing akhirnya tertipu? 135 Ency Britannica, op,cit., j. xx, h. 1088; Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j. i, h. 288; Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar,, j. iv, h. 161; 136 juga disebut Sacralias, sekarang Sagrajas 137 Dalam Ency. of Islam, disebut tanggal 22 Rajab 479/2 Nopember 1086. op.cit., j. i, h. 495
95
tugas sucinya.138 Kekalahan Alfonso di Zallaqa, menimbulkan kemarahan pihak Kristen, yang berakibat diserangnya benteng al-Mu'tamid di Loyath, sehingga mendorong raja Seville itu meminta kembali bantuan Yusuf dari al-Murabitun di Afrika, (1090/483). Permohonan ini diterimanya lagi, akan tetapi ia melihat ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di kalangan kaum Muslimin Spanyol, yang memuakkannya. Yusuf akan datang dan tidak untuk menolong mereka yang mabuk di dalam kemewahan, tetapi justru untuk menguasai mereka. Yusuf melihat raja-raja kecil di Andalusia itu hidup dalam kemewahan dan suka boros. la memperkirakan tentu mereka, telah memeras pajak yang melebihi kewajiban umat. Untuk itu ia menganjurkan mengurangi pajak, tetapi tidak ada yang mengacuhkan pikirannya, kecuali ibn 'Abbad. Yusuf juga mengetahui keadaan mereka lebih banyak, melalui pengaduanpengaduan yang dibuat para raja-raja kecil itu, saling menyalahkan pihak lain, dan membenarkan tindakannya sendiri. Dari informasi yang diterimanya, ia tidak lagi percaya kepada mereka. Ia memutuskan menguasai raja-raja kecil (Muluk al-Tawa'if) itu, dan menyerang mereka bersama dengan menyerang pihak Kristen. Sikap Yusuf tersebut mendapat dukungan para fukaha' (ahli hukum Islam) yang selama ini pendapat dan fatwa mereka selalu dijadikan pedoman di dalam mengambil langkah-langkah politiknya. Hal itu menjadi lebih meyakinkan dirinya lagi, setelah dua ulama terkemuka, Imam al-Ghazali dan Imam al-Turtusyi, mendukung fatwa ulama Andalusia.139 Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar, j. vi, hh. 180-7; Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh j. x, hh. 101-3; W. Montgomery Watt, The Mayesty That Was Islam, (London: William Clows & Sons Ltd.?) h. 245 139 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 162-3; E.o.I, op.cit., h. 495; Al-Tarikh al-Islami, op.cit., j. iv, h. 124 138
96
Pada bulan Nopember 1090/483, Yusuf memasuki kota Granada dan menangkap Abdullah ibn Balkin sekutu Alfonso, kemudian ia melakukan serangan-serangan ke wilayah lain, satu demi satu kota Muluk al-Tawa'if dikuasainya, kecuali Toledo yang tetap berada dalam tangan kaum Kristen.140 Setelah kehancuran Muluk al-Tawa‟if muncul Al-Murabitun (448-541/10541147), 0rganisasi pergerakan al-Murabitun, semula bergerak dalam bidang kegiatan ibadah, kemudian menjadi meluas dan berkembang dalam bentuk gerakan politik yang radikal. Dan karena Islam pada abad ke 11 telah menjadi suatu agama yang berurat dan berakar di Afrika, maka ia berkembang menjadi suatu kekuatan spiritual yang dahsyat. Kombinasi semangat keagamaan dan potensi suku atau kabilah telah mampu membentuk sebuah dawlat, yang bersifat politik yang sempat mewarnai Afrika Utara dan Spanyol. 141 Semula, mereka muncul di tengah-tengah kabilah Lamtunah, suku sanhajah. Menurut riwayat mereka berasal dari kabilah Arab Himyari, yang mengembara dari Yaman ke Syam, kemudian menuju ke Afrika dan bertempat tinggal di padang pasir, sebagai nomaden.142 Tokoh utama mereka adalah, Yahya ibn Ibrahim, pemimpin kabilah Lamtunah, Abu Imran al-Fasi, seorang ulama Maliki, dan Abdullah ibn Yasin alJazuli yang juga seorang ulama. Mereka menarik pengikut nya dari kabilah Lamtunah tersebut, dan membangun ribat.143 di sebuah pulau di dekat Senegal, Semula jumlah mereka, berkisar seribu orang “santri”, yang kemudian dapat menarik sejumlah orang Negro memeluk Islam. 140
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus Ibid Marshal G.E. Hodgson, The Venture of Islam (University of Chicago Press, ?) h. 268 142 Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh , j. ix, h. 232 143 Ribat biasanya merupakan pusat kegiatan para ahli tarikat, yang bersifat mengintensifkan ibadah kepada Allah, yang dilakukan secara berkelompok, dipimpin seorang tokoh yang dipandang lebih taqwa dari lain-lainnya, dengan disiplin keras, tetapi juga diimbangi rasa kasih sayang yang mendalam. Ribat juga berarti pusat kekuatan militer (ingat: Ribat al-Khayl) 141
97
Dan setelah berapa tahun membangun diri, mereka menjadi yang dipertuan disepanjang utara dan barat Afrika dan akhirnya Spanyol.144 Di Senegal ribat tersebut menjadi pusat kegiatan peribadatan kaum muslimin, dan menjadi sentral dari kekuatan bagi pertahanan diri terhadap serangan aliran lain. Yahya ibn Ibrahim dan Abdullah ibn Yasin membina aspek politik bagi kekuatan baru ini, dengan jalan mengumpulkan para fukaha' di bawah Yahya ibn Amir. Mereka memberantas Bid'ah dan menegakkan hukum Islam. Pengaruhnya meluas ke padang pasir Sudan, Dar' ah, Sijilmasah. Di bawah pimpinan Abu Bakr Ibn Amir al-Lamtuni, mereka menguasai Sus dan Masmudah. Ketika itu Yusuf ibn Tasyfin menjadi komandan pasukan, yang setelah menyempurnakan penaklukan Sus, membebaskan negeri itu dari pengaruh Syi'ah bajaliyyah. Lalu menguasai Nafis, Aghmat dan Ghargawatha, dan membebaskan wilayah tersebut dari pengaruh sesat dan pengikut Salih ibn Tarif, yang mengaku dirinya sebagai nabi.145 Setelah Ibn Yasin gugur dalam pertempuran ini, ia digantikan oleh Abu Dakar ibn Amir. Ia kemudian merasa bahwa Yusuf ibn Tasyfin lebih pantas dari dirinya untuk menjadi pemimpin, maka Yusuf dibai'at sebagai gantinya, Kemudian diikuti pihak lainnya. Pengangkatan ini diumumkan kepada rakyat melalui mesjid-mesjid di Maghribi dan di Andalusia. Inilah untuk kali pertama seorang Berber memegang peranan penting dalam percaturan politik di kawasan Afrika Utara dan Semenanjung Iberia, dengan mengambil gelar
144 145
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh., j. I, h 425-7 Ibrahim Hasan, al-Tarikh al-Islami (Kairo: al-Nahdah, ?), j. iv, h. 286-8
98
"Amir al-Muslimin".146 Sementara itu orang-orang al-Murabitun mendapat sorotan dari umat Islam di Andalusia. Sebahagian mereka memuji kesalehan dan ketaatan serta kesederhanaan "santri" dari Afrika itu. Sebahagian yang lain, terutama para penggemar
sastra
dan
kebudayaan,
para
ahli
seni
dan
penguasa,
mencemoohkan dan merendahkan mereka. Karena orang "dusun" itu terlalu tolol dengan perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai umat Islam Andalusia. Mereka dipandang terlalu kasar dan kaku dalam beragarna serta amat fanatik.147 Apapun pendapat orang terhadap al-Murabitun, yang jelas bahwa mereka telah menyelamatkan umat Islam dari serangan Kristen, sekurangkurangnya menunda kehancuran mereka untuk sementara. Dan semangat juang yang demikian tingginya, serta keberhasilan mereka mematahkan perlawanan Alfonso VI, lebih banyak ditentukan oleh sifat-sifat mereka yang masih lugu, "bodoh, kasar dan fanatik". Atau dengan perkataan lain, mereka belum mengenal kehidupan sebagai yang dikenal umat Islam Andalusia. Barangkali apa yang dihadapi mereka pada waktu itu, dihadapi juga oleh generasi berikutnya sepanjang zaman. Pertanyaan yang menggoda adalah, mengapa orang Al-Murabbitun yang katakanlah "bodoh dan kampungan” itu, dapat mengalahkan pasukan Alfonso VI sebegitu meyakinkan? Bahkan sumber Hitti menyebutkan umat Kristen mengalami kekalahan yang amat
146
LG.E von Grunebaum, Classical Islam, (London: Utwin Brother Ltd. ?) h. 180: History, op.cit., h. 542 147 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, op.cit., h. 163; Hitti bahkan menyatakan mengundang Murabbitun suatu kesalahan yang amat fatal, History, op.cit., h. 540
99
memalukan, dan diperkirakan sekitar 300.000 umat Nasrani menjadi korban, 40.000 di antaranya dikirimkan ke,, Afrika oleh pemimpin al-Murabitun dalam bentuk kepalanya saja, sebagai trophy.148 Terlepas dari apakah catatan sebut benar ataukah dilebih-lebihkan, yang jelas umat Nasrani tidak akan memandang enteng terhadap yang "bodoh dan kampungan" itu. Sebaliknya, umat Islam Andalusia sudah maju dan modern, bahkan mempunyai reputasi internasional. mereka berilmu pengetahuan luas, memiliki para sarjana: yang handal dalam segala bidang, baik ketika Andalusia dibawah pimpinan para khalifah umayyah, maupun pada saat Muluk al-Tawaif
yang berantakan itu. Tradisi ilmu sudah begitu
memasyarakat, sehingga sudah seharusnya mereka maju. Dinasti al-Murabitun merebut kota-kota Andalusia satu demi satu. Dan dalam bulan November 1090 mereka merebut Granada. Tahun berikutnya Seville. Kota yang diperintah oleh Banu 'abbad, di tempat al-Mu'tamid berkuasa. Dan yang telah "berjasa" mengundang al-Murabitun ke Iberia, mendapat surat agar ia tunduk kepada Yusuf Ibn Tasyfin. Tidak jelas apa yang dipertimbangkan al-Mu‟tamid; surat itu tidak dibalasnya. Iapun dikepung dan akhirnya terpaksa menyerah. la dikapalkan bersama keluarganya ke Marokko, dan meninggal di Aghmat tahun 487/1095. Kemudian pendudukan terhadap Andalusia menjadi lebih sempurna, setelah jatuhnya Valencia (495/1102). Kota ini telah dikuasai Cid Campedor Rodrigo Diaz tahun 478/1085. Kemudian Saragossa menyerah setelah meninggalnya raja terakhir Banu Hud, 148
Ibn al-Khatib, al-Hulal al-Mawsyiyah Fi Zikr al-Akhbar al-Marakusyiyah, (Tunis, 1329) h. 43: History, op.cit., h. 540
100
al-Musta'in (503/1110). Satu-satunya kota yang tetap berada dalam kekuasaan Kristen dan tak mampu di rebutnya adalah kota toledo, sunguhpun mereka dapat memenangkan pertempuran di Ucles th 512/1118).149 Pemerintahan al-Murabitun sudah mulai stabil pada tahun 495/1102. Sejak itu mereka telah menjadi yang dipertuan di sepanjang utara Afrika, dan Andalusia. Suasana di negara mereka digambarkan berada damai. Harta dan jiwa manusia mendapat perlindungan secara hukum. Masyarakat nenjadi biasa menghormati hukum. Karena kepastian benar-benar diwujudkan. orang-orang Nasranipun mendapatkan hak mereka sesuai dengan hukum yang berlaku. Kemakmuran rakyat terasa meningkat dalam masa pemerintahan al-Murabitun di Andalusia, untuk beberapa dasawarsa.150 Sementara itu para fukaha' amat dominan dalam mengatur ketertiban hukum, dan mengatur kebijaksanaan politik al-Murabitun. Sejumlah cendikiawan merasa tidak senang dengan para fukaha' tersebut. Demikian pula dengan para negarawan Andalusia yang kini tidak memiliki kekuasaan apapun lagi. Mereka memandang ulama Fikih itu amat kaku dalam menghadapi persoalan yang tumbuh dalam masyarakat. Terutama menyangkut bidang ilmu pengetahuan, filsafat, dan pemikiran. Pola berfikir mereka amat terikat dengan ilmu fikih dan tafsir, dan bahkan mengecam ilmu kalam. Kemudian memperdayakan orang-orang pemerintah untuk membakar karya al-Ghazali, karena dipandang tidak sejalan dengan mazhab Maliki yang menjadi mazhab resmi al-Murabitun. Sungguhpun al-
149
Lihat Encyclopaedia of Islam, op.cit., j.i. h 495; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh AlAndalus h 163; History, op.cit.., h. 540; Ibn Khallikan, wafayat al-A‟yan (Kairo, 1299), j. ii, h. 419: Khaqan, Qala‟id al-„Iqyan (Bulaq, 1283), h. 25 150 Lihat Encyclopaedia of Islam, loc.cit.
101
Ghazali termasuk ulama terkemuka yang mendukung tindakan al-Murabitun menyerang Muluk al-tawa'if dan menguasainya.
Dan karya al-Ghazali
dimasukkan ke dalam daftar hitam pada masa putera Yusuf naik tahta, Ali ibn Yusuf (1106-43). 151 Di atas telah disebutkan bahwa, pemerintahan al-Murabitun dapat menegakan hukum Islam dan memakmurkan rakyatnya, sungguhpun ada sementara pihak yang tidak berkenan dengan cara-cara yang ditempuh fuqaha' dan pola berfikir mereka, yang dinilai kaku dan statis. Barangkali Andalusia akan tetap menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan megah, melalui pedang dan ketangguhan al-Murabitun, seandainya mereka tetap memiliki sifat-sifat badui padanya pasir yang sederhana, dan tetap mempertahankan tradisi dan keberanian milik mereka sendiri. Akan tetapi ternyata setelah berlalu beberapa waktu, merek tidak kuat bertahan dengan keketatan hukum dan kepastian pelaksanaannya. Mereka yang pada mulanya datang ke Asbania dengan hati yang tegar dan tangguh, dan tidak menaruh minat untuk mereguk kenikmatan, serta benci pada kelemah lembutan. Mereka datang membanggakan keberanian dan kekuatan, dengan hati yang sarat oleh fanatisme keagamaan, diiringi oleh darah panas dan pemikiran yang sederhana. Mungkin mereka adalah manusia qana' ah; yang merasa cukup dengan apa adanya, yang amat bersahaja. Apalagi, menilik pada awal sejarah kebangkitan mereka, yang bermula dengan ribat; suatu cara diantara sekian cara yang ditempuh oleh mereka yang sudah ingin menjauhi
151
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, h. 164
102
"dunia". Kini Mereka terlempar di tengah-tengah hiruk pikuknya dunia. Mereka harus “meluruskan” orang yang sudah “menyeleweng” yang selama ini dibencinya, tetapi sama-sekali tidak pernah dikenalnya. Ternyata setelah mereka sering melihat dan mengetahui, karena terlibat langsung dalam kancah "pertarungan abadi" antara kebajikan dan keburukan, antara perintah dan larangan, antara kepatuhan dan kelalaian, bahkan pertentangan, maka merekapun tergoda. Mereka hanyut bersama kemewahan yang ditawarkan Andalusia. Dengan melihat jalan yang ditempuh al-Murabitun, mungkin dapat ditemukan penyebab kejatuhannya. Ternyata mereka jatuh setelah menempuh jalan, yang ditempuh oleh saudaranya umat Islam Andalusia. Barangkali mereka bukan menempuh jalan yang pernah dilalui pendahulunya, melainkan meniru apa yang pernah dilihat pada saudaranya di Andalusia. Dan karena meniru, maka mereka tidak mengetahui lebih dari apa yang nampak secara lahir saja. Dan karena itu pula, mungkin mereka menjadi heran, mengapa mereka mendapat hasil yang berbeda, padahal sudah meniru apa yang orang lain lakukan, "Qul hal yastawi allazina ya'lamuna wa allazina la ya'lamun ?" 152
dan apa yang selama ini dibenci mereka, kini menjadi disenangi, bahkan
menjadi kebutuhan. Mereka mereguk Kenikmatan sepuas-puasnya, mandi dengan kemewahan, dan berenang bersama kemaksiatan. Sehingga mereka goncang.
152
Lihat Al-Qur‟an. Al-Zumar, 39:9; Lihat juga 5:100; (al-Ma‟idah); al-An‟am, 6;50; alRa‟d, 13:16; Fatir, 35:12
103
Akhlak mereka menjadi rusak. Sifat berani dan terus-terang bertukar menjadi penakut dan penuh kemunafikan. Kejantanan yang selama ini dibanggakan, telah luntur bersama khamar dan kaum Hawa. lni tidak melebihi jangka waktu duapuluh tahun. sehingga tidak ada lagi orang yang mampu mempertahankan serangan pihak Kristen, yang semakin meningkat dan semakin intensif, dari hari ke hari.153 Serangan pihak Kristen mendatangkan banyak kerugian, akan tetapi tidak ada tindakan balasan yang mampu dilakukan pihak penguasa alMurabitun. Hal tersebut nimbulkan kegelisahan bagi kaum Muslimin di Andalusia. Sementara itu di Afrika Utara, sedang muncul suatu kekuatan baru yang mengancam keberadaan al-Murabitun, yaitu alMuwahhidun. Umat Islam Andalusia memberontak dan berhasil mengusir al-Murabitun kembali ke Afrika. Al-Murabitun yang memerintah sejak 1090 kini berakhir dengan su'ul Khatimah (1147). sepeninggal al-Murabitun, Andalusia terpecah-pecah lagi, "penyakit" Muluk al-Tawa'if kambuh
kembali. Di Kordoba berkuasalah
Hamdin bin Muhammad (Bani Hud) (538-541). Banu Mardanisy menjadi yang dipertuan di Valencia (439_555), di Qadis muncul Ibn el-Lumtani di Granada.154 Begitulah Andalusia yang penuh dengan pergolakan, tidak akan menjadi tenang tanpa sesuatu kekuatan yang benar-benar kokoh dan kuat. Keadaan Umat Islam semacam itu, meninggalkan berbagai kesan negatif, kepada generasi dibelakangnya. Bermacam dugaan dapat timbul, dalam bentuk makian dan kutukan sejarah, yang ditujukan kepada mereka. 153 154
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 164; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,., h 74
104
karena kekalahan kaum Muslimin terhadap umat Kristen pada masa alMurabitun misalnya, bukan karena kalah perang yang dihadapi dengan penuh keimanan, akan tetapi rnereka telah tersungkur sebelum pedang musuh dapat menyentuh kulit mereka. Oleh karena kemewahan telah menjerat semua, langkah keperkasaan, yang selama ini dibanggakan mereka. Barangkali materi tidak lagi sebagai alat untuk mengabdi kepada Allah, tetapi telah berubah menjadi tujuan hidup mereka. Sehingga mereka takut kehilangan materi, lalu dipertahankannya. Padahal materi itu diperoleh setelah mereka berada di puncak kekuasaan. Dan kekuasaan itu didapatkan melalui kekompakan dan kerjasama, dengan tekad dan keberanian sebagai pelengkapnya. Akan tetapi setelah kemewahan mempengaruhi jalan pikiran mereka, lupalah kacang akan kulitnya. Ibn Khaldun meriwayatakan bahwa kemewahan itu melenyapkan Ketegaran hidup padang
pasir, dan melemankan solidaritas sosial dan
keberanian. Keturunan merekapun tumbuh dan berkembang dalam gaya demikian, yaitu hidup bersenang-senang. Akhirnya solidaritas sosial dan keberanian terjadi lenyap, dan mereka sendiri menjadi binasa. 155 Demikianlah Al-Muwahidun datang menggantikan Al-Murabbitun. Potensi Islam Afrika Utara cukup besar. mungkin karena sifat keagamaan Islam yang memberi keleluasaan berfikir kepada umatnya, maka perkembangan pemikiran keagamaan dalam Islam menjadi berkembang dan terbuka. Hal serupa yang dialami dunia Islam wilayah lain, dialami juga oleh Afrika. Di antara pengembangan pemikiran dalam Islam terdapat suatu aliran 155
Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun, Pustaka Firdaus) 1986
terjemahan Ahmadie Thoha (Jakarta:
105
yang sering dinamakan mujassimah atau antropomorphisme, yang memahami ayat al-Qur'an secara tajsim.156 aliran ini mendapat tantangan dari sebahagian umat Islam yang tidak sepaham dengan paham tersebut. Di antaranya dipelopori oleh Ibn Tumart dengan al-Muwahhidunnya. Sesuai dengan namanya, aliran ini bertujuan hendak mengembalikan penafsiran ayat al-Qur'an tentang Allah, sebagaimana yang ditafsirkan oleh para sahabat pada masa awal Islam. Atau dengan perkataan lain, ingin memurnikan Islam. Ibn Tumart misalnya berusaha meniru Nabi hampir dalam segala hal. Ia menserupakan kepergiannya ke Tinamal dengan hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah. Kemudian pernyataan setia para pengikutnya, sengaja dilangsungkan di bawah sebuah pohon. Para pembantunya dinamakan Ansar. Ia juga mempersaudarakan para pengikutnya dari berhagai suku, sebagaimana nabi persaudarakan kaum Muhajirin dan Ansar di Madinah pada masa awal Hijrah Nabi.157 Jika nabi punya sahabat sepuluh orang yang dijamin masuk Surga, maka Ibn Tumart punya "ahl al'asyrah” atau kelompok sepuluh yang dekat dengannya, yang akan menggantikan kedudukannya kemudian hari,dan berfungsi sebagai majlis wuzara' (pleno menteri), yang menjadi inti daulat alMuwahidun,. Masih ada lagi kelompok lima, ahl khamsin dan ahl sab'in, kelompok tujuh, dan lain-lain."158 Dari nama kelompok yang digunakan dan sikap meniru nabi yang 156
Paham ini sering juga disebut Musyabbihah, yang Menserupakan Allah dengan manusia. misalnya Allah itu mempunyai tubuh yang terdiri dari darah dan daging, bemuka, bermata, bertangan, berkaki, bahkan mereka menetapkan bahwa Tuhan itu berkelamin lelaki. (Lihat KH. Siradjuddin Abbas, I‟tikad Ahlussunnah Wal-Jama'ah (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1987) h. 253 157 Grunebaum, Classical Islam., h. 187 158 Ibrahim Hasan, al-Tarikh al-Islami., j. iv, h. 301.
106
ditunjukkannya, nampaknya Ibn Tumart berusaha membangun kembali citra dunia Islam abad pertama. la ingin mengembalikan kenangan lama, dan membangkitkan semangat orang orang beriman masa nabi, untuk kemudian mengharapkan adanya semacam "kesadaran" dari kaum muslimin, untuk kembali mengikuti teladan Rasul Allah dan sunnahnya.159 Ibn Tumart juga meniru Nabi dalam menyebar-luaskan ajarannya, melalui surat ke berbagai kabilah,dan menyerukan agar tunduk kepada ajarannya, memberi jaminan keamanan kepada mereka yang tunduk dan memerangi mereka yang menolak. Ia segera memperoleh pengakuan dari berbagai kabilah, Hantanah, Janfisah, Hargha, dipegunungan Atlas. Dalam usahanya menebarkan ajaran al-Muwahhidun, Ibn Tumart tewas dalam pertempuran Bahirah (524), dan pasukannya kalah. Kematiannya dirahasiakan untuk menjaga pengaruh buruk pengikutnya. Murid dan pendampingnya yang cerdas 'Abd al-Mu'min, menggantikan kedudukannya, dan ia dibai'at
olef
ahl 'asyrah tahun 524. Dua tahun kemudian baru dilakukan pembai'atan secara umum dan terbuka di mesjid Tinamal, 20 R. Awwal 526 H.160 'Abd al-Mu'min memakai gelar Amir al-Muslimin dan memerintah selama 33 tahun. Dan pada 541/1146 -1147 'Abd al-Mu'min merebut kota Marokko ibu kota Daulat AlMurabitun, sekaligus menutup riwayatnya. Dua tahun sebelumnya ia
159
Apa yang dilakukan Ibn Tumart pada abad 6/12 itu, juga diusahakan orang pada abad keduapuluh. Atau barangkali juga terjadi sepanjang zaman, setelah wafat Rasulullah, meniru Rasulullah, secara tekstual teologis memang dianjurkan. Tetapi juga dipersoalkan yang manakah yang diperintahkan untuk ditiru. terlepas dari hal mana yang ditiru, sikap meniru nabi dan sahabat,bahkan usaha mengembalikan suasana masa rasul, telah banyak mempengaruhi sikap batin umat ini. 160 Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah., j. v, h. 186; Classical Islam, op.cit., h. 187
107
menghancurkan pasukan al-Murabitun dekat kota Tilimsan, kemudian berikut kota Fas, Ceuta, Tangir dan kota Aghmat. Sementara itu umat Islam Spanyol mendapat serangan dari pihak Kristen, apalagi mereka sudah kembali ke suasana untuk al-Tawaif yang berpecah-belah, tentu dengan mudah menjadi bulan-bulanan. Sekali lagi Afrika Utara menjadi tumpuan harapan bagi umat Islam Andalusia yang kini terjepit. Abd al-Mu'min mengirim pasukannya ke Andalusia (539/1144) dan dalam tempo yang relatif singkat, Andalusia seluruhnya berada di bawah kekuasaannga, tidak sampai lima tahun. Dan ibu kota kerajaannya tetap di Afrika,
yaitu
marokko.
Untuk
mengutus
pemerintahan
Andalusia
dipercayakan kepada perwakilannya saja. mungkin itu pula yang menjadi sebab, Andalusia tidak dapat dikuasainya dengan baik, dan tidak menjadi lebih kuat. Apalagi Andalusia itu sendiri, memang sejak awal,telah menjadi ajang pertarungan, antar suku-suku bangsa dan amat heterogen, dengan berbagai tujuan dan beraneka keinginan,161 Setelah 'Abd al-Mu'min meninggal (1163), penguasa al-Muwahhidun yang terbesar lainnya adalah, cucunya Abu Yusuf Ya'qub al-mansur (1184-99). Pada masa ia berkuasa, Seville dijadikan ibu kota kerajaan untuk Andalusia (1170). Marokko di Afrika tetap sebagai pusat Kerajaan al-muwahhidun. Ia juga melanjutkan pembangunan mesjid dengan menara yang indah, yang sampai sekarang masih ada, dan telah dijadikan Katedral. Di samping itu ia membantu kaum Muslimin mesir, melawan tentara salib, dengan mengirim 180 kapal kepada Salahuddin al-Ayyubi. Masa al-
161
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 168
108
Mansur
dipandang
sebagai
masa
keemasan
bagi
Muwahhidun,162
Pemberontakan umat Nasrani melawan kaum muslimin dan pemerintahan mereka, semakin lama semakin meningkat. Kedudukan kaum muslimin sebagai penguasa, dan bahkan keberadaan mereka sebagai pengikut Nabi Muhammad, menjadi semakin goyah dan terancam punah. Sejumlah wilayah yang dikuasai kaum muslimin telah jatuh ke tangan umat Nasrani. Tortossa dan Lerida misalnya, yang berada di wilayah Catalonia, telah jatuh ke tangan Ramon Berenguer IV. Sementara itu, tokoh terkemuka reconquista, Raja Alfonso VIII dari Castille (1158-1214) memperoleh posisi penting di Silves, Evora dan Cuenca. Dengan demikian dukungan terhadap gerakan reconquista menjadi semakin meluas di kalangan umat Nasrani yang mungkin selama ini terdapat keragu-raguan, karena sungguhpun umat Islam itu dalam keadaan kacau balau, tidaklah mudah mematahkan mereka. Dengan semangat yang menyala-nyala, umat Nasrani semakin gencar menyerang umat Islam. Seolaholah mereka sudah tidak sabar lagi menanti saat yang tepat, untuk mengusir kaum Muslimin dari Andalusia. Dan arus balikpun terjadi. mereka kalah di Alarces (al-Arak) pada 8 Sya'ban 591/18 Juli 1195. Kemenangan tersebut tidak lebih kecil dari kemenangan al-Murabitun di Zallaqah.2 Ya'qub alMansur membangun sebuah observatory sesudah perang di Alercos. Dan membangun rumah-rumah sakit di hampir semua kota di wilayahnya, berikut tempat menyantuni fakir miskin dan orang-orang jompo. Al-Mansur juga seorang khalifah al-Muwahhidun yang mencintai ilmu sejak masa remajanya.
162
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j. ii, h. 693
109
Ia menekuni filsafat, ilmu falak dan ilmu kedokteran. Dan pada masanya remaja, Marokko menjadi salah satu pusat kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.163 Membaiknya keadaan ekonomi, dan adanya keamanan, menumbuhkan minat manusia untuk berkarya, dan memperluas wawasan mereka dalam dunia ilmu pengetahuan. Sementara itu, para ahli fikih mempunyai pengaruh yang cukup besar di kalangan rakyat awam yang taat beragama. Dan biasanya, setiap pengembangan pikiran yang dipandang bertentangan dengan agama oleh para fukaha& tersebut, sering menimbulkan kerawanan. Dalam hal ini para penguasa haruslah benar-benar bijaksana, terutama wilayah Andalusia yang sering menghadapi serangan umat Nasrani. Karena jika fatwa ulama telah dikeluarkan, maka pengaruhnya akan lebih besar daripada kekuasaan pemerintah sendiri. Salah satu contoh terjadi pada karya Ibn Rusyd, dalam bidang filsafat, yang terpaksa dibakar oleh Ya'qub, karena karya tersebut tidak mendapat simpati para ulama fikih. Dan ibn Rusyd sendiri diusir ke Afrika, setelah perang di Alarcos, dan diterima di istana Marokko.164 Padahal Ibn Rusyd sendiri adalah seorang ahli fikih terkemuka, yang sampai hari ini kitab Bidayahal-Mujtahidnya, tetap menjadi referensi ulama Islam. Tidak sampai limabelas tahun setelah pertempuran Al-Arak (591/1195), yang dimenangkan oleh kaum Muslimin, terjadilah sebuah pertempuran dahsyat, yang memporak-porandakan pasukan kaum Muslimin di Al-'Iqab (Las Navas de Tolosa) pada 15 Safar 609/ 17 Juli 1212. Pihak penguasa almuwahhidun dipimpin oleh Muhammad al-Nasir bin Mansur billah (1199163 164
Lihat Sarancens, op.cit., h. 538. Grunebaum, Classical Islam., 188
110
1214), membawahi sekitar lima atau enamratus ribu anggota pasukannya, menghadapi sebuah koalisi Kristen di bawah pimpinan Alfonso VIII (11581214) dari Castile, yang membawahi pasukan-pasukan yang dipimpin raja-raja Kristen di dalam negeri Spanyol, seperti Navarre, Aragon, Portugal serta Castilia dan Leon. Kemudian dibantu oleh pasukan Salib dari Perancis, Jerman, Inggris dan Italia.165 Tidak jelas berapa besar kekuatan mereka semuanya. Al-Nasir yang gagal memenangkan pertempuran tersebut, melarikan diri ke ibu kota al-Muwahhidun, marokko, dan wafat di sana dua tahun kemudian.166 Kemenangan yang gilang gemilang bagi umat Nasrani, dalam pertempuran di al-'Iqab tersebut, merupakan pukulan telak yang hampir menghancurkan seluruh kekuatan umat Islam di Andalusia. Dan berbeda dengan pertempuran yang terjadi sebelumnya, yang nampaknya tidak ada campur tangan asing, kali ini, di al-'Iqab hal tersebut telah berubah. Semangat Salib yang semula, mungkin dimaksudkan untuk memudahkan umat Kristen naik haji ke Betlehem, yang mendapat halangan dari Dinasti Saljuk, sehingga Paus Urban II berseru kepada umat Kristen Eropa di tahun 1095 supaya mengadakan perang suci terhadap Islam167 dan perang itu pecah di Timur168, kini bara api yang masih berasap ditangan mereka, telah menyulut peperangan 165
Ency. Britannica, j. xx, h. 1089; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, h. 169 ; Encyclopaedia of Islam (E.o.I), j.i, h. 495 166 Hitty, History, h. 549 167 Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1979), j. I, h. 78 168 Perang Salib I :(1095-99) P.S. II, (1147-49 Di pimpin oleh Conrad III dari Jerman dan Louis VII dari P'cis. PS III,(1187-93) dpp. Frederick Barbarossa, Richard I dari Inggris, dan Philip II dari Perancis. PS IV, (1202-04) dpp Perancis. PS V, (1217-21) dpp Pelasius. PS VI (1228-29), dpp. Frederick II. PS VII (1248-54) dpp. Raja Louis IX dari Perancis. PS VIII, (1270) menyerang Tunis, matinya Louis IX (lihat Almanak Reader's Digest, 1967). Seluruhnya terjadi di Timur Islam, atau Barat Kristen menyerang Timur Islam, sejak PS I, sampai sekarang (dalam bentuk budaya).
111
melawan Islam di al-'Iqab, di Barat. Barangkali juga karena al-Mansur, (118499) salah seorang penguasa al-Muwahhidun, pernah mengirim 180 kapal kepada Salahuddin al-Ayyubi, sebagai bantuan al-Muwahhidun untuk menghadapi perang Salib.169 Sehingga Negara-negara Eropa mempunyai cukup alasan membantu Spanyol, memukul habis umat Islam di al-'Iqab tersebut. Atau mungkin juga tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan perang di Timur, yang ada adalah Eropa Kristen membantu saudaranya Spanyol Kristen menghadapi musuh bersama, Islam di mana saja. Selanjutnya satu demi satu kota-kota di Andalus jatuh ke tangan Kristen. Jacques I dari Aragon merebut kota Valencia (636/1238). Ferdinand III (1217-52) merebut Kordoba (1236) dan Seville (646/1248). Dengan semangat dan jiwa Perang Salib yang ditanamkan dalam gereja Spanyol oleh tatakerja Cluniac dan Cistercian, Ferdinand pertama-tama mengusir penduduk moor di kota-kota Andalusia secara massal, tetapi kemudian terpaksa merubah kebijaksanaannya karena kehancuran perekonomian Andalusia yang tak terelakkan. Ia juga menyetujui rencana pendirian kerajaan Granada, terutama karena alasanalasan keuangan, dibawah kedaulatan Castilia.170 Sementara itu penguasa alMuwahhidun di Andalusia diusir ke Afrika sejak 633/1235. Dan setelah alNasir, masih ada sembilan orang lainnya memerintah di marokko, yang kesemuanya masih keturunan Abd al-Mu'min. Pada 1269 Marokko jatuh ke tangan Banu marin, suatu cabang dari kabilah Zanatah, 171 Di Andalusia sendiri, setelah al-Muwahhidun terusir, majulah Banu Hud mengambil alih
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar, j. vi, h. 246 170 Britannica, op,cit., j. xx, h. 1089 171 Hitty, History, op.cit., h. 549 169
112
pemerintahan dan menguasai wilayah selatan Spanyol, selama tiga tahun. Dan akhirnya Bani Nasir menguasai keadaan dan berkuasa di Granada. Kerajaan Granada adalah kerajaan terakhir orang Arab di Spanyol, setelah kedaulatan mereka di negeri ini direbut kembali oleh pihak Kristen, dan kota-kota Andalus, jatuh ketangan umat Nasrani. Granada sebuah wilayah di Selatan Spanyol, yang dikelilingi oleh pegunungan Siera-Nevada, terus ke Selat Gibraltar di selatan dan Laut Tengah di timur, tetap bertahan bagaikan batu karang di tengah-tengah samudera, untuk selama dua setengah abad menahan ombak dan gelombang massa. Pendiri kerajaan ini adalah seorang pria Arab keturunan kabilah Khazraj dari Madinah yang terkenal, bernama Muhammad Yusuf lbn Nasir (1232-73) dan dijuluki Ibn al-Ahmar, sesuai dengan kulitnya yang kemerah-merahan. la seorang pria yang berbudi luhur dan kuat (maras), dan berpengaruh, sehingga disebut juga al-syaikh. Betapapun kelebihan yang dimilikinya, ia justru dipandang bijaksana karena menyadari keterbatasan dirinya dan pengikutnya. la terkurung di tengahtengah umat Nasrani yang sedangterbakar oleh fanatisme keagamaan, yang terpantul dari percikan api salib yang mara di timur. la tidak akan mempu memperluas wilayahnya melebihi batas Granada yang masih mendapat perlindungan dari pihak Kristen, karena mereka mengharapkan pembayaran pajak yang tinggi , untuk menunjang ke kehidupan perekonomian mereka, yang porak-poranda akibat di usirnya kaum Muslimin dikota-kota Islam yang direbutnya.172 172
Lihat Britannica, op.cit., j. xx, h. 1089
113
Tegaknya
Granada
di
tengah-tengah
kerajaan-kerajaan
Kristen
berhaluan keras, sebagai halnya Spanyol, nampaknya sebagai suatu keajaiban, apalagi Granada bertahan selama lebih kurang dua setengah abad lamanya. Wilayahnyapun relative kecil dengan penduduk yang tentu saja, tidaklah sebanding dengan umat Kristen tetangganya. Apalagi mengingat hampir semua wilayah kekuasaan Islam, yang telah berkuasa berabad-abad yang lalu, telah jatuh ke tangan Nasrani semuanya kecuali Granada. Dan saat alMuwahhidun terusir dari semenanjung ini, kaum Muslimin sebagaimana biasanya, sejak Muluk al-Tawa'if saling bertikaian. Dinasti Muhammad Yusuf Ibn Nasir, atau bani Nasir yang dijuluki Ibn al-Ahmar atau Bani al-Ahmar, melakukan sesuatu hal yang mengejutkan. la mengadakan aliansi dengan pihak Kristen. Tindakan tersebut memang tidak baru, yang baru adalah tujuan aliansinya. Aliansi sebahagian kaum Muslimin dengan pihak Nasrani pada masa Muluk al-Tawaif, yang bertujuan melemahkan atau menghancurkan lawan politiknya sesama muslim. Dengan perkataan lain, bertujuan demi kepentingan diri sendiri. Tetapi aliansi yang dilakukan Ibn al-Ahmar, bertujuan untuk melestarikan keberlangsungan hidup kaum Muslimin di Granada. Atau sekurang-kurangnya Bani ini tidak lagi punya musuh atau lawan politik pihak Islam. Mungkin timbul pertanyaan mengapa tokoh Bani Ahmar beraliansi dengan pihak Kristen dan tidak menempuh jalan saudaranya yang lalu, meminta bantuan kaum Muslimin di Afrika? Barangkali jawabannya karena, di Afrika tidak ada kekuatan yang mampu menolong mereka. Sementara ke
114
wilayah lain seperti Mesir, Turki dan lain-lain, bukan saja letaknya jauh, bahkan belum pernah terjadi sebelumnya. Mungkin faktor jauhnya itulah yang utama, bukan karena belum pernah terjadi. Untuk menjawab apa yang mendorong Ibn al-Ahmar melakukan aliansi dengan pihak Kristen, mungkin dapat di lacak dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang merajai Spanyol pada saat itu. Sementara itu motivasinya dapat terungkap, dengan memperhatikan langkah-langkah politiknya dan sikapnya terhadap rakyatnya. Pertama, nampaknya Ibn Al-Ahmar telah menyadari kelemahan kaum Muslimin Spanyol yang mabuk kemewahan dan lupa pada pesatuan dan kesatuan umat Islam. Kemudian satu demi satu kota-kota Islam Andalusia jatuh ke tangan musuh. Jika tidak ada satu tindakanpun yang diambil, maka ketika itu juga kaum Muslimin sudah terusir dari Andalusia, bersama-sama atau sedikit lebih terlambat dari masa terusirnya al-Muwahhidun, karena tidak akan ada lagi kota yang dapat dipertahankan dari serangan pihak Kristen, yang semakin mendapat banyak kemajuan. Inilah kondisi objektif yang tidak terelakkan, yang dihadapi kaum Muslimin Asbania. Kedua, umat Islam yang ada di kota-kota Andalusia yang telah jatuh ke tangan umat Kristen, seperti Kordoba, dan Seville misalnya, diusir secara massal oleh Ferdinand III (1217-52). Pengusiran tersebut didorong oleh semangat Perang Salib yang sedang menyala, dan mendapat dukungan dari Cluniac dan Cistercian dari gereja Spanyol.173 Keadaan ini tentu amat mencemaskan kaum Muslimin. Tetapi tidak ada tindakan yang dapat mereka 173
Lihat Britannica, op. cit., j. xx, h. 1089; Kota Kordoba jatuh tahun 1236, Seville tahun 1248. Dua kota Islam Andalusia yang pernah dijadikan ibu kota negara.
115
lakukan untuk mengimbangi kekuatan yang sedang dibangun umat Kristen untuk mengusir kaum Muslimin tersebut. Satu-satunya yang dapat dilakukan adalah menanti giliran atau meninggalkan negeri ini sebelum malapetaka itu datang menimpa diri mereka. Ketiga, pengusiran kaum muslimin dari kota-kota Andalusia tersebut, telah berakibat tidak baik bagi Spanyol dalam bidang ekonomi. Hal tersebut mudah dimengerti, jika diingat bahwa mereka lah yang menentukan warna Spanyol selama ini. Orang Islam ahli dalam pertanian, perdagangan, dan industri. Sedangkan umat Kristen pada masa itu masih terbelakang dan bahkan terisolasi selama berabad-abad, semestinyalah mereka belajar pada kaum muslimin dan bukan mengusir mereka, padahal mereka belum siap mengambil alih kepemimpinan negara yang ditinggalkan kaum Muslimin. Keempat, hancurnya perekonomian kota-kota Andalusia setelah pengusiran kaum Muslimin, menyadarkan pihak Kristen akan kekeliruan mereka. Kehancuran itu tidak akan terjadi, sekiranya umat Kristen, dalam hal ini kaum pendeta, dapat memanfaatkan atau bersedia menerima kaum muslimin hidup berdampingan bersama mereka. Tetapi nampaknya kaum padri itu merasa lebih baik "bodoh" daripada harus menerima ilmu dan bekerjasama dengan kaum Muslimin. Atau mereka memanfaatkan orangorang Kristen yang pernah hidup bersama dengan kaum Muslimin, yang mereka sebut kaum "mozareb", dan umat Islam yang berasal Spanyol, yang dinamakan "mudejar". Perbedaan pandangan di antara para penguasa semacam Alfonso VI misalnya, yang toleran terhadap kaum Muslimin, dan kaum pendeta yang bersikap sebaliknya, barangkali karena perbedaan pola
116
berfikir. Alfonso VI mungkin cukup sadar pada keterbelakangan kaumnya, yang terisolasi selama berabad-abad di pergunungan Asturia. Dia merasa lebih menguntungkan kaumnya jika bersikap toleran dibanding dengan mengusir kaum Muslimin. Pertarungan dua kutub pemikiran itu nampaknya cukup tajam, dan sulit dipertemukan. Tetapi Ibn Ahmar dapat memanfaatkan pertentangan tersebut, untuk kepentingan dirinya dan kaum Muslimin yang mengikutinya. Nampaknya ia benar-benar melihat jauh ke depan, dan memperhitungkan berbagai kemungkinan, yang pada prinsipnya: umat Islam tidak mampu melawan umat Kristen yang demikian banyaknya dan yang demikian besar kebenciannya sejak dulu, kecuali berkelit. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat dipahami sikap yang diambil Ibn al-Ahmar. Ia bersedia membayar pajak yang tinggi, yang ditetapkan pihak Kristen dalam hal ini Kerajaan Castile, dan dapat dipahami pula bahwa, tindakan tersebut lebih banyak didorong oleh keinginan untuk hidup, atau mempertahankan keberadaan kaum Muslimin di Asbania, dari pada suatu gagasan untuk maju dan kemajuan bersama semata-mata. Kondisi kaum muslimin Asbania, yang penuh percekcokan dan pertentangan, sejak Muluk al-Tawa'if sampai akhir masa al-Muwahhidun terusir dari Spanyol, tidak memungkinkan adanya kerjasama di antara sesama mereka. Dalam uraian terdahulu, tergambar satu karakter umum kaum Muslimin Andalusia sepanjang sejarah mereka, memberi kesan bahwa, suatu pemerintahan yang lemah hampir dapat dipastikan, cenderung menimbulkan pemberontakan. Dan barangkali begitulah caranya mereka menyampaikan ketidakpuasan atau protes. Dan pemerintahan yang kuat dan bersih,
117
menimbulkan wibawa dan menarik simpati serta menghimpun dukungan banyak pihak, untuk membantu kelancaran pemerintahannya. Ibn al-Ahmar digambarkan sebagai seorang yang memiliki pandangan jauh ke depan. la merasa bahwa, untuk tetap bertahan di hadapan musuhmusuhnya, ia memerlukan banyak orang (rijal ), dan untuk itu la memerlukan harta atau dana (al-mal). Kemudian untuk membangkitkan semangat kebersamaan, keadilan dan kepastian hukum harus ditegakkan, setelah itu kebijaksanaan yang tepat harus menjadi tujuan pokok pada setiap tindakan kepemerintahannya, (husn alsiyasah). Ibn al-Ahmar mempraktekkan sikap adil di tengah-tengah rakyatnya, dan iapun menjalankan kebijaksanaan yang tepat guna, sehingga masyarakatnya mencapai tingkat kehidupan yang relative tinggi dan penuh ketenangan (al-Rakha ‘wa al-Istiqrar)174. Keadilan dan kebijaksanaan yang tepat, telah lama terkubur dan hilang dari kenyataan kehidupan kaum Muslimin Asbania. Ketika keduanya dihidupkan kembali, masyarakat Islam nampaknya amat gembira dan bersyukur, karena apa yang seharusnya menjadi milik mereka telah dikembalikan ke asalnya atau ke tempatnya. Gairah hidup dan semangat bekerja, telah mendorong mereka mencapai titik tertinggi dalam keberhasilan membangun sebuah kota yang adil dan makmur. Itulah barangkali faktor utama yang mendorong mereka menjadi maju dan disegani, sehingga mampu bertahan selama lebih kurang dua setengah abad lamanya. Dan janganlah dikira bahwa semua raja-raja yang menggantikan Ibn Al-Ahmar itu, sama bijaksananya dan sama adilnya terhadp 174
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h 172. Dalam faktor rijal itu, dapat dimasukan para Ksatria yang gagah berani, yang melarikan diri dari Granada, dari kota lain.
118
rakyat. Kota Granada bukan saja sebuah kota perjuangan, tetapi adalah juga kota yang penuh pesona, ia sering disejajarkan dengan Damaskus di timur. Kemudian orang Islam yang pindah ke Granada adalah, orang-orang yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang keterampilan; petani, pedagang, dan industriawan serta seniman dan budayawan. Dengan demikian masing-masing mereka mempunyai andil untuk memakmurkan negeri kecil tersebut, sesuai dengan keahlian mereka masing-masing. Petaninya memanfaatkan tanah untuk pertanian, dan tidak ada sejengkal tanahpun yang dibiarken menganggur tidak digarap. Dalam bidang perdagangan misalnya, terdapat kemajuan pesat berkat majunya industri tekstil sutera, yang dieksport ke Italia. Begitu pula dengan usaha komersial lainnya yang dapat mendatangkan keuntungan materi bagi masyarakat.175 Disamping itu perlu dicatat bahwa, kaum muslimin yang berdiam di kota-kota Andalusia lainnya, yang telah jatuh ke tangan umat Nasrani, tidak mendapatkan perlakuan yang wajar dari saudara mereka umat Kristen, terutama dalam hal keagamaan. Mungkin karena umat Nasrani pada masa itu di tempat tersebut, tidak mengenal toleransi beragama, terutama kaum pendeta mereka. Sesak dada mereka melihat ada manusia lain, yang berlainan agama dengan mereka dan tidak ada jalan yang dapat ditempuh untuk membangun saling pengertian, selain menerima Katolik menjadi agama, atau meninggalkan kota-kota tersebut sebelum diusir atau dibunuh. Barangkali sulit dapat digambarkan betapa keadaan kaum Muslimin yang menghadapi persoalan semacam itu. Bagi sebahagian orang mungkin tidak begitu sulit 175
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, j. i, hh. 109,721, Al-Lamhah al-Badriyah fi’ al-Dawlat al-Nasriyah (ed. alKhatib1(Cairo,1347) h. 13.
119
meninggalkan akidah keyakinannya yang Islam, dan dengan mudah memeluk agama Nasrani, sebagai mudahnya orang yang berganti pakaian. Tetapi bagi sebahagian lainnya, lebih suka memilih lari, menyelamatkan agamanya, daripada menempuh jalan murtad, dan dunia inipun memang tidaklah kecil,176 sehingga seorang Muslim lebih senang berhijrah, sungguhpun ketika hijrah berlansung, hati mereka penuh dengan sejuta perasaan dalam bentuk kekesalan, kedongkolan, kebencian, kemarahan atau dendam yang nenyalanyala. Sementara itu, mereka yang tidak ikut berhijrahpun merasakan hal yang serupa, dan kondisi batin yang semacam ini, dapat merubah bentuk yang negatif tersebut, menjadi sifat positif, dari marah menjadi berani, dan dari kekesalan, kebencian dan lain-lain, menjadi nekad dan pasrah serta siap mati untuk satu tujuan mulia. Mungkin inilah penyebabnya, mengapa Granada dapat dipertahankan sekian lama. Keamanan dan kemakmuran serta keadilan penguasa, mendorong tumbuhnya kemajuan dalam banyak bidang kehidupan. Bidang pertambangan menambah kekayaan negara, sehingga dibangunkanlah rumah-rumah sakit untuk memelihara kesehatan masyarakat, dan digalakkan mendirikan sekolah-sekolah untuk tempat anak-anak mereka menuntut ilmu. Dalam bidang budaya dan seni, Granada mempersembahkan sebuah karya sejarah yang monumental, yaitu al-Hambra. Sebuah istana yang disulap dari sebuah benteng lama Bani Umayyah masa lalu. Al-Hambra atau al-Hamra' yang terbuat dari unsur-unsur semen merah dan marmer, berada di puncak
176
Lihat al-Qur'an, 4:97. "... Malaikat bertanya: dalam keadaan bagaimana kamu ini?" mereka menjawab: "Adalah kami orang yang tertindas..." ... bukankah bumi Allah itu luas?...". Ayat ini mengecam mereka yang menyerahkan “nasib" kepada orang lalim. mengapa kalian tdak lari saja`?..
120
sebuah bukit, kemudian dibuat sebuah pelataran seperti Acropolis di Athena, dengan hiasan bergaya Arab klasik, dan diperindah lagi oleh penerus Ibn alAhmar, sehingga menjadi salah satu karya yang mengagumkan dunia. Granada yang unik ini menjadi sebagai besi bermagnit yang menarik kaum ulama berdatangan kemari. Pada masa Muhammad al-Khamis (763/1362) salah seorang penerus Ibn al-Ahmar yang cemerlang, dua ulama terkemuka berdiam di Granada, Ibn Khaldun dan Lisan al-Din al-Khatib, kedua-duanya ahli sejarah yang jarang tandingannya.177 Rupanya Granada yang berkesan itu, setelah berada di puncak kejayaannya di masa Muhammad al-Khamis tersebut, ia lalu menjadi layu, karena para penerusnya tidak ada lagi yang mampu menegakkan kewibawaan pendahulu mereka. Faktor lain yang menunjang tegaknya Bani al-Ahmar di Granada adalah, adanya kerjasama di antara Granada dan Bani Marrin di Al-Maghribi. Bani marrin selalu mengirim bantuan ke Granada, terutama jika terancam perang, bahkan ada sejumlah perajurit yang diserahkan di bawah pimpinan penguasa Granada, untuk digunakan sewaktu-waktu terjadi serangan dari pihak Kristen. Tetapi pada abad kesembilan hijriyah, daulat lain menggantikan Bani marrin, sehingga bantuan yang biasanya diperoleh dari al-Maghribi, tidak diperolehnya lagi. Dan Granadapun berada pada kondisi yang lemah dan siap menjadi mangsa pihak Kristen.178 Mungkin juga, Granada dibiarkan tetap hidup dan berkembang oleh pihak Kristen, karena mereka sendiri terlibat dalam pertikaian di antara sesama negara Kristen, dan juga sedang menyelesaikan 177 178
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 173-4 Ibid h. 172
121
problem yang timbul dari wilayah yang sudah ditaklukkannya. Dan sedikit saja terdapat kesempatan untuk menyerang, Granadapun segera menjadi sasaran. Dan
kedua
belah
pihak
secara
bergantian
memperoleh
kemenangan dan kekalahan. Tetapi setiap kali terjadi kontak senjata, maka kedua-duanya telah dikuasai oleh hawa-nafsu ingin membunuh dan membalas dendam, serta saling menganiaya yang sudah berada di luar batas-batas kewajaran,179 Gerakan merebut kembali Spanyol dari tangan kaum Muslimin, yang sudah menjadi hangat sejak kaum Muslimin yang sudah menjadi hangat sejak kaum Muslimin terpecah belah, menjadi semakin semarak di pengujung abad ke 15. Terutama dengan bersatunya dua kerajaan yang biasanya tidak selalu rukun, Aragon dan Castile. Dan penyebabnya adalah karena dua orang Raja mereka,
Ferdinan
dari
Kerjaan
Aragon
dan
Isabella
dari
Castile
melangsungkan pernikahan (1479). Dengan demikian urusan penaklukan kembali Spanyol atau Reconquista menjadi semakin mudah. Sejumlah kotakota Islam di Andalusia telah dikuasai sebelumnya, dan tanah terakhir yang masih tersisa adalah Granada. Granada yang selama ini menjadi pembayar pajak yang paling banyak dan paling setia, menjadi pembangkang pada masa Ali Abu al-Hasan naik tahta (1461-82 dan 83-85). Apa yang mendorong Ali Abu al-Hasan melakukan pembangkangan tidak begitu jelas, tetapi ia disebut sebagai seorang pemberani, Cuma saja kurang perhitungan (da’if al-ra’y). Mungkin ia merasa dihina atau direndahkan oleh utusan dari pihak Kristen
179
Hitty, History, op.cit., h. 551
122
yang amat nyinyir (lahha) ia berkata: “katakana pada majikanmu, para raja Granada yang anda musushi, dan membayar pajak telah mati. Granada yang sekarang jangan anda harapkan lebih dari sekadar perang”.180 Untuk mewujudkan kata-katanya, Abu al-Hasan menyerang Castile. Serangan itu mengalami kegagalan, bahkan Ferdinan membalas menyerang dan merebut Hammah di barat daya Granada. dalam keadaan gawat itu, puteranya Muhammad Abu Abdullah merebut kekuasaan dengan menyerang al-Hamra', dan menyatakan dirinya sebagai penguasa, (1482). Setahun kemudian, Abu Abd Allah menyerang Lucena, tetapi gagal dan ia tertawan. Sementara itu Abu al-Hasan kembali ke istana memegang kekuasaan kembali, tapi pada 1485 ia menyerahkan estafet kepemimpinan umat kepada adiknya Muhammad XII yang bergelar al-Zaghl. Al-Zaghal disebut sebagai seorang pemberani dan taguh pendirian, dan raja terkuat terakhir di Granada.181 Barangkali Ferdinan dan Isabella sudah melihat bahaya besar jika al-Zaghal dibiarkan meneruskan kepemimpinannya di wilayah yang makrnur itu. Bersamaan dengan itu nampak pula jalan keluar yang paling menggelitik, yang jika berhasil merupakan pukulan yang paling menyakitkan bagi lawannya, dan jika tidak berhasil tidak ada pula yang perlu disesali. Abu Abdullah dihasut agar melawan pamannya. Dan tentu saja dengan segala macam janji-janji palsu, dan hamburan pujian dalam ekspressi wajah yang meyakinkan, Rupanya Abu Abdullah yang ketika menyerang al-Hamra' terpengaruh dengan hasutan 180
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 174. Tidak mustahil utusan pihak Kristen itu, bertindak di luar kesopanan karena mereka berkuasa, lalu merendahkan Abu al-Hasan tersebut. 181 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus;; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh AlIslami wal hadzarah Al-Islamiyah. j.iv, h 76
123
ibunya, kini iapun terpengaruh dengan hasutan musuhnya. Akal sehatnya sudah dikalahkan oleh keinginannya menjadi raja. Dua tokoh terkemuka Kristen itu, menjanjikan kepadanya akan menyerahkan Granada, bila alZaghal tersingkir. Percaya kepada janji orang yang telah diperanginya itu, Abu Abdullah mengobarkan perang saudara. Untuk itu orang-orang Castile telah diikut sertakan melawan pamannya, disamping itu ia juga di bantu dengan dana secukupnya oleh Ferdinan dan Isabella. Abu Abdullah dapat merebut sebahagian Granada, dan dengan demikian terdapat dua orang raja sekaligus. Tentu saja, hal tersebut menjadi salah satu tanda dari kehancuran. Dan bersamaan dengan itu pula pasukan Kristen menyerang wilayah Granada, dan satu demi satu benteng Islam jatuh ke tangan umat Nasrani (1486). Setahun setelah itu Malagapun jatuh pula, dan sebahagian besar penduduknya dijual sebagai budak. Di sini, Abu Abdullah meluapkan kegembiraannya, dengan mengirimkan ucapan selamat kepada Ferdinan.182 Sementara itu, al-Zaghal selalu dihalang-halangi oleh Abdullah ini, sehingga ia sia-sia menumpahkan seluruh kemampuannya untuk bertahan. Ia dikalahkan, dan menyerahkan kota Almeria kepada Ferdinan. Kemudian iapun mengundurkan diri ke Afrika, di Tilimsan,
setelah
ia
mencoba
menghimbau
negara
Afrika
untuk
membantunya. Tidak ada negara Islam yang membantu, terutama Afrika yang sedang dalam perang saudara pula.183 Ferdinan dan Isabella mengirim surat kepada Abu Abdullah, agar menyerahkan Granada kepada mereka (1490). Hal
182
Sikap “aneh” itu mungkin sulit dipahami, tapi selalu ditemui dikalangan kaum Muslimin setiap masa 183 Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy, j.ii, h. 810
124
tersebut bertentangan dengan janji mereka kepadanya, ketika menjadi tawanan. Dan nampaknya Abdullah amat yakin pada kejujuran kedua tokoh Kristen tersebut waktu itu, sehingga ia bersedia membantu keduannya mengalahkan pasukan pamannya sendiri. Bahkan ia mengucapkan selamat kepada mereka, ketika orang-orang Islam yang membangkang melawan pasukan Kristen, kalah dan dijual sebagai budak. Mungkin bagi Abdullah apa yang dialami oleh umat Islam waktu itu adalah kesalahan umat Islam sendiri, karena kebodohan umat yang tidak tau memilih teman. Dan sebaliknya Ahmad Syalabi, menyebut Abdullah orang tamak pada kekuasaan.184 Ketamakannyalah yang membuat ia menjadi bodoh, dan kebodohannya itu, bukanlah karena ia tidak berilmu, tetapi karena akalnya telah dibimbing oleh hawa nafsunya. Ketika hawa nafsu telah menguasai seseorang, maka apa yang sebenarnya baik, dipandangnya tidak baik. Akalnya ditekan atau diarahkan agar mendukung keinginannya itu, sehingga ia yakin bahwa apa yang ia percaya itu, adalah benar. Dalam hal ini, sungguhpun Abu Abdullah telah menyerang Ferdinan dan Isabela, kedua orang tersebut tidaklah marah kepadanya. Karena itu mungkin tidak sedikitpun ia merasa bahwa ia telah mengkhianati Islam yang dipimpinnya. Bahkan jalan yang ditempuh. Itulah jalan yang seharusnya ditempuh kaum Muslimin. Itulah jalan kebenaran. Itulah jalan keselamatan.185
184
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah Lihat al-Qur'an, 2:11, "Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi" mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan". Al-Kahf, 1L3:103,104, "... yaitu orangorang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaikbaiknya". Lihat juga: surat 45:23 185
125
Ternyata ia menempuh jalan yang keliru, itu bukan jalan kebenaran, dan bukan pula jalan keselamatan. Boleh jadi Ia telah sadar, dan sungguhpun terlambat, ia telah melakukan sesuatu yang positif di lihat dari segi umat Islam. Ia menolak menyerahkan Granada kepada Ferdinan dan Isabella dan bersama Musa ibn Abi al-Ghassan, keturunan Arab campuran Persia ia menantang perang. Pasukan Ferdinan melakukan Blokade untuk menghancurkan semua hasil pertanian dan hasil panen tahun 1491. Hal tersebut mendatangkan hasil. Umat Islam kelaparan, makanan habis, jalan lari tertutup. Ketika itulah serangan yang mematikan itu dilancarkan. Abdullah -sebagai biasanya- menempuh jalan damai, ia percaya Ferdinan dan Isabella itu seorang juru-selamat untuk kaum Muslimin. Iapun menyerah dan menerima janji lagi. Janji seorang "juru-selamat". Sedangkan Musa ibn Ghassan dan pengikutnya, memilih syahid dan tidak bersedia menyerah. Mungkin ia tidak percaya bahwa kedua tokoh Katolik itu adalah "juru selamatnya", mungkin ia dan rekan-rekannya lebih yakin kepada janji Allah. Janji yang diberikan oleh pihak Katolik yang memenangkan perang, kepada kaum Muslimin yang kalah dalam perang, di dapati 67 buah syarat bagi penyerahan tersebut. Di antara lain menjamin jiwa, harta dan keluarga, membiarkan mereka di tempat tinggalnya masing-masing, dan menjalankan keyakinan agamanya, dan tidak menghukum seseorang kecuali dengan hukum syari'at yang diyakininya, membiarkan rumah ibadah, mesjid dan harta wakaf sebagaimana adanya, tidak memaksa seseorang meninggalkan agamanya. Dan
126
seorang Muslim dijamin keamanannya jika melakukan perjalanan di negeri orang Nasrani baik jiwa maupun harta, dan agar tidak diberikan kepada mereka tanda-tanda sebagai yang diberikan kepada orang Yahudi. Agar kaum Muslimin dapat memimpin sekelompok jamaah dari kalangan mereka sendiri. Dan orang Spanyol agar mengkhususkan tempat bagi para tawanan kaum Muslimin. Dan agar diberi hak untuk meninggalkan Spanyol menuju ke Afrika dengan harta dan anak-anak mereka, kapan saja mereka mau dan seterusnya.186 Apa yang dijanjikan di atas adalah, apa yang sewajarnya diterima sebagai hak-hak azasi manusia. Dan bagi kaum muslimin tidak ada yang istimewa, tetapi apakah umat Katolik mengenal hak-hak manusia lain semacam di atas? Kelihatannya sampai abad ketujuhbelas mereka belum mengenal hak-hak asasi manusia. Dan tidak ada seorangpun yang berhak merubah catatan sejarah yang sudah ada, menyangkut perlakuan umat Katolik terhadap umat Islam pada masa itu. Hal
yang
paling
mengesankan
adalah
ketika
Abu
Abdillah
menyerahkan kunci kota Granada kepada kedua tokoh yang pernah memberinya janji-janji palsu, Ferdinand dan Isabella . Ketika ia dipanggil untuk menghadap, barulah terasa kehinaan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan ketika tali kekang kudanya memutar ke belakang, untuk melihat kali terakhir kota yang pernah didiaminya, nampak ia tidak mampu menahan cucuran air matanya. Ibunya dengan tepat berkata: "Menangislah sebagai seorang wanita 186
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 180; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah AtTarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah., j. v, h. h, 78; Akhbar al-'Asr fi ingida' Dawlat Bani Nasr, ed. M.J.Muller (Munich,l836)'h.49
127
terhadap sebuah kerajaan yang telah hilang. Yang tak 'kan mampu dipertahankan, sungguhpun oleh pria-pria perkasa". Tempatyang penuh kenangan itu kini dikenal dengan nama El Ultimo Suspiro del Moro (The last sight of the Moors). Abu Abd Allah Yang malang itu akhirnya pindah ke Fas dan wafat di sana pula (1533-4).187 Begitulah setelah berlalu beberapa lama, perjanjian yang dibuat di antara kaum Muslimin dan umat Katolik , dibatalkan sepenggal-demi sepenggal. Cardinal Ximenez de Cisneros yang biasa menerima pengakuan dosa Isabella,tidak dapat menerima kebijaksanaan Uskup Granada Hornando Tala vera, yang bersikap toleran terhadap kaum Muslimin. Ximenez mengatakan kepada raja bahwa, menjaga janji dengan kaum muslimin, sama artinya dengan berkhianat kepada janji Allah. Dan realisasi dari nasihat pendeta kepada raja, adalah penindasan terhadap semua kaum Muslimin, sama artinya dengan berkhianat kepada janji Allah.188 Dan realisasi dari nasihat pendeta kepada raja, adalah penindasan terhadap semua kaum Muslimin. Tetapi Karena kaum Muslimin tidak dapat menrima begitu saja pemaksaan agama Katolik kepada mereka, maka timbullah pemberontakan. Pemaksaan agama Katolik kepada umat Islam di Spanyol dimulai pada 1499. Kardinal 187
History, op.cit., h. 555 al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 180. Kalimat Kardinal tersebut, menggambarkan keyakinan pihak Katolik, bahwa menghormati janji itu bukanlah sifat yang terpuji. Atau dipandang terpuji juga, kecuali dengan umat Islam. Agama Katolik tidak sebagai agama Islam, yang Nabinya Muhammad diutus menjadi rahmat bagi seluruh alam. (21:107) sedangkan Katolik khusus untuk umat Katolik saja. Dengan demikian sikap mereka membenci Islam adalah suatu keyakinan dan tanda-tanda keimanan. Sebaliknya Islam mengajarkan menghormati janji dengan siapa saja tanpa membedakan agama dan etnis manusia. Umat Katolik juga diajarkan membenci dan memusuhi umat Yahudi, karena mereka telah menyalib Tuhan Jesus. "It is the wrath of God! It is due to the crime of the Jews!" (Lihat Spanish Islam, op. cit., h. 227). Lihat juga al-Qur'an 2:120. "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti ajaran agama mereka..." mungkin, kamu dipaksa jadi Katolik! 188
128
Ximenez menetapkan bahwa setiap Muslim harus meninggalkan agamanya, atau meninggalkan Spanyol. Generasi berikutnya sejak dari anak-anak harus dididik menjadi Katolik oleh pihak gereja, mesjid-mesjid ditutup, kitab-kitab berbahasa Arab di bakar, dan kaum Muslimin mendapat siksaan keras sebagai usaha pihak Katolik untuk membujuk mereka, memasuki agama yang menganjurkan kelemah lembutan dan kasih sayang itu. Dan lembaga Inkuisisi bekerja keras untuk melegalisasikan pelaksanaan melanggar hak-hak asasi manusia.189 Mungkin pemberontakan di Spanyol merupakan ciri khas sepanjang sejarahnya. Akan tetapi jika pemberontakan sebelum ini, lebih banyak bersifat politis dan dalam kerangka kebebasan berfikir dan bertindak, maka kini pemberontakan timbul akibat hak-hak mereka sebagai manusia, telah dicabut dan diperkosa oleh umat Nasrani. Nampaknya mengerikan, tetapi persoalannya menjadi amat gamblang, dan amat mudah menentukan sikap. Karena dalam menghadapi pemaksaan terhadap agama hanya ada dua pilihan, pertama, dibunuh atau menang (Yuqtal aw yaghlib)190, dan kedua, berpura-pura murtad. Sikap pertama milik orang-orang yang gagah dan kuat imannya, dan kedua milik orang-orang yang lemah atau mungkin saja orang-orang yang bijaksana. Sementara ketika menentukan sikap terhadap sebuah perilaku politik, orang masih memperdebatkan apakah "ijtihad"nya itu sungguh-sungguh karena iman atau karena hawa nafsu. Tidak demikian halnya dalam hal membela keyakinan atau mempertahankan akidah. Dan hanya orang yang beriman saja yang 189 190
Ibid Lihat Al-Qur‟an 4:74
129
merasa tersinggung, jika akidahnya dirusak. Dan Islam tidak pernah memaksa manusia melebihi kemampuannya. Lokasi pemberontak berada di pergunungan alBusyarrat atau Bubasytro di antara Sierra Nevada dan laut yang panjangnya sekitar 19 mil dan lebarnya 11 mil, yang diselang-selingi tanah rendah yang datar dan keras serta lembah yang dalam.191 Seolah-olah tempat tersebut merupakan sebuah arena yang telah dipersiapkan,untuk mempertaruhkan nyawa, demi memperjuangkan hak untuk hidup dan hak untuk meyakini sesuatu kebenaran keagamaan, atau akidah. Dan barangkali tempat ini bukanlah satu-satunya tempat, atau arena pertarungan, karena pertumpahan darah dan pertarungan maut juga terjadi di gereja-gereja dan di rumah-rumah penduduk, di penjara-penjara dan di mana saja. Pemberontakan yang timbul akibat dorongan yang bersifat sentimen keagamaan, barangkali merupakan suatu hal atau tindakan yang amat sensitif. Kedua belah pihak yakin pada kebenaran tindakan mereka. Yang satu menindas dan yang lain tertindas. Umat Nasrani memperkosa hak-hak asasi umat Islam mempertahankan kebenaran keyakinan mereka. Umat Nasrani yakin bahwa, membunuh dan memperkosa hak orang lain yang di luar agama Nasrani;192 baik Yahudi maupun Islam, dipandang sebagai menjalankan perintah Tuhan mereka. Sementara umat Islam memandang mempertahankan diri terhadap musuh yang ingin menghancurkan akidah mereka adalah termasuk menjalankan salah satu perintah Allah. Dengan begitu kedua-dua belah pihak meyakini kebenaran tindakan masing-masing, sungguhpun keduaduanya bertolak belakang. 191
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 183. Keterangan Ximenes, memenuhi janji kepada umat Islam melanggar perintah Tuhan. Sikap Nasrani kepada Yahudi pun cukup jelas. 192
130
Umat Islam di Spanyol tidak hanya dipaksa menjadi Nasrani, dipaksa murtad dari agama mereka, tetapi mereka juga dilarang mengikuti adat istiadat yang diwariskan dari nenek moyang mereka, dan bahkan dilarang memakai pakaian Arab, bahasa Arab dan nama-nama "Arab".1 Mungkin semua yang berbau Arab. Ferdinan sendiri, salah seorang tokoh Nasrani yang ikut membuat ikrar janji kepada umat Islam, ternyata aktif sekali membantai kaum Muslimin termasuk membakar sebahagian dari kaum Muslimin, dan merampas harta mereka serta menganiaya mereka dengan berbagai cara. Dan puncak kebuasan dan kebiadaban dilakukan oleh Philip III (1609-1614). Dan pada masanyalah semua orang Islam lenyap di Spanyol. Diperhitungkan sejak jatuhnya Granada sampai awal abad ke tujuh belas, terdapat tiga juta kaum Muslimin menjadi korban.193 Inilah pertarungan agama dalam bentuk bentrokan fisik. Kedua belah pihak melakukan tindakan-tindakan yang sudah di luar garis kemanusiaan. Tidak ada lagi peri kemanusiaan, tidak ada lagi kasih sayang, tidak ada lagi kedamaian dan ketenangan. Dunia menjadi gelap, hati penuh dengan dendam, persaudaraan menjadi sebuah Impian kosong, dan agama menjadi alat untuk saling membunuh. Agama di tangan manusia yang sempit dadanya, sama dengan senjata di tangan perampok dan pembunuh.
C. Faktor-faktor penyebab disintegrasi umat Islam Perkembangan Islam di Andalusia, yang dimotori oleh orang-orang Arab dan Afrika, sulit dipisahkan dari perwujudan watak mereka masing193
Lihat History, op.cit., h. 556; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus . h. 183; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah., j. v, h. 81.
131
masing. Pergolakan pemikiran dan manifestasinya dalam tingkah laku menghasilkan sikap-sikap positif dan negatif. Positifnya, mereka adalah orang-orang yang bebas dalam berfikir dan bertindak. negatifnya, sulit mendapatkan kesatuan
langkah dan pandanggan, lalu
menghasilkan
perpecahan. Perpecahan itu pada mulanya biasanya timbul akibat adanya perbedaan pendapat, dan perbedaan tersebut muncul akibat manusia menggunakan akalnya dan daya penalarannya. Islampun mendukung setiap kegiatan yang bersifat penalaran dan usaha berfikir untuk memecahkan sesuatu persoalan.194 Kemudian nabi Muhammad sendiri menyatakan bahwa perbedaan pendapat di antara umatnya adalah rahmat.195 Tetapi Islam bukanlah agama yang hanya mendorong akal untuk berfikir dan memecahkan persoalan dan fikiran yang sehat, islam juga menuntut umatnya membangun motivasi yang tujuannya, semata-mata mencari kerelaan Allah.196 Jika tujuan luhur ini telah terlepas dari diri umat Islam, maka Islampun melepaskan diri dari tanggung-jawab dan bimbingannya. Besar kemungkinan perbedaan pendapat di antara umat Islam di Semenanjung Iberia, tidak lagi dengan motif mencari kerelaan Allah, sebagai yang tersebut dalam ajaran Islam, melainkan telah menyimpang ke arah lain. 194
Dalam Al-Qur'an terdapat 41 ayat yang menggunakan kata-kata kaifa , yang menuntut setiap otang menggunakan daya pikirnya. (misalnya surat ke 25 : 9, 45. (27) :14 51, 69. (28): 40, (30): 9, 42, 48, 50. dan seterusnya. Lihat juga Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, h.5-11 195 Hadis inipun tidak bertujuan menonjolkan perbedaan semata-mata. Yang menjadi masalah pokoknya adalah, setiap orang dapat menggunakan daya pikirnya, sungguhpun berakibat terjadi perbedaan-perbedaan, atau menimbulkan berbagai variasi di dalam memandang sesuatu persoalan. 196 Hadis Nabi yang berbunyi: Innama al-a'mal bi alniyyat, dan seterusnya, cukup dikenal dalam Islam, sehingga setiap Muslim dituntut untuk membersihkan dirinya dari tujuan yang bersifat duniawi semata-mata. Atau hal lain yang bersifat mencari kerelaan selain Allah. Dalam ajaran Islam Allah menjadi fokus bagi setiap gerak dan tindakan.
132
Misalnya untuk mencari kekayaan bagi diri sendiri, lalu membonceng kebebasan berpendapat. Dan meyakinkan orang lain bahwa, perbedaannya dengan lawannya semata-mata karena mencari kerelaan Allah. Tidak seorangpun berhak dan mampu mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi dalam batinnya. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah, di antara umat Islam dan umat Nasrani di Spanyol, terdapat perbedaan agama yang mendasar, menyangkut soal keyakinan, atau keimanan dan akidah. Akidah ini bisa amat berpengaruh dalam diri manusia. Terutama dalam komunikasinya dengan sesama manusia dan dengan Tuhannya. Akidah ini pula yang mempengaruhi pola berfikir manusia dalam menghadapi hidup dan tantangannya. Dengan demikian jika terdapat perbedaan sikap di antara umat Islam dan umat Nasrani, dalam menghadapi sesuatu persoalan, maka perbedaan itu berasal dari perbedaan akidah kedua belah pihak. Adapun perbedaan yang terjadi di antara sesame umat Islam, biasanya karena adanya perbedaan penafsiran terhadap sesuatu kata atau sesuatu konsep yang "multi dimensional", sehingga dari sudut manapun dipandang, masih dapat memantulkan satu segi dari multi dimensional tersebut dan dapat dibuktikan kesahehannya. Sehingga perbedaan itu lebih mengarah pertentangan. Sementara itu, perbedaan yang terjadi antara umat Islam. dan umat Nasrani dalam hal sikap masing-masing pihak terhadap adanya perbedaan agama, amatlah berbeda. Toleransi atau kebebasan beragama dalam system Islam, bukanlah semacam kebijaksanaan politik yang dibuat-buat (jika "agama dan negara" dipisahkan) untuk menarik rasa simpati non Muslim terhadap Islam dan kaum
133
Muslimin. Akan tetapi merupakan keyakinan yang berakar Dada kitab suci alQur'an197, yang juga telah diwujudkan dalam sejarah. Sekiranya sikap toleran atau konsep tasamuh dalam Islam itu dipandang sebagai suatu kebijaksanaan politik (karena kebijaksanaan tersebut berada di dalam tangan penguasa),maka itulah kebijaksanaan, yang berdasarkan perpaduan diantara agama dan negara dalam sistem pemerintahan Islam. dan jelas kebijaksanaan Islam itu amat berbeda dengan kebijaksanaan yang dibuat penguasa Spanyol, ketika Recarred mencoba menggabungkan agama Katolik dengan negara, dan di masa inkuisisi mempertaruhkan nama agama di arena politik.198 Dan Gerakan Reconquista, ini adalah salah satu gerakan yang menjadi faktor disintegrasi di tanah Andalusia, Gerakan ini mulai muncul secara lebih terkoordinasi sejak jatuhnya Dinasti Umayyah Spanyol pada abad V/XI. Kejatuhan dinasti ini mendorong umat Nasrani kepada keyakinan bahwa Spanyol akan berhasil direbut kembali, setelah dikuasai kaum Muslimin selama berabad-abad. Sementara para sejarawan Spanyol berkeyakinan, bahwa gerakan reconquista itu telah dimulai sejak Playo199 dari Asturia memimpin
197
Al-Qur'an, II:156. Ayat ini jelas menjadi dasar hukum bagi kaum muslimin dalam tindakan hukumnya menghadapi non Muslim. Tetapi agak aneh juga jika Schacht mengingatkan bahwa hukum Islam tidak mempunyai dasar ke-Islam-an (apalagi dasar Qur'an). Hukum Islam katanya- adalah hukum Romawi Barat, Bizantium, Persia den lain-lain yang dipadu --tetapi tidak pernah secara sempurna-- dengan suatu sistem persyaratan-persyaratan moral yang di "wahyukan", tetapi diakui sebagai wahyu oleh ulama Islam. dst. (Lihat Gustave E. von Grunebaum (ed.), Islam Kesatuan Dalam Keragaman,(Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1975), h. 9, 79-102). nampaknya, orientalisme memang punya gaya berfikir yang berdasarkan pada pembedaan ontologis dan epistemologis yang dibuat antara”Timur" (the Orient) dan (hampir selalu) "Barat" (the Occident)Lihat Edward W. Said, Orientalism (New York: Vintage Books,1978) h. 2. Bagi Al qur'an, Islam diterima manusia melalui hidayah (7:178; 17:98; 18:17; 42:52). Oleh karena itu tidak ada manfaatnya mengharap orang kafir mengakui Islam (43:40; 10:43; 2:6-7) apalagi mengakui keunggulan Islam dan hati mereka dipandang mengidap semacam penyakit (2:10). 198 Dozy, Reinhart. Spanish Islam. h. 224; 199 Kaum bangsawan Visigoth mengangkat Playo menjadi pemimpin mereka di tempat pelarian mereka di Asturia (Britannica, op. cit., j. xx, h. 1088)
134
perlawanan terhadap kaum muslimin diCavadonga (718). Tetapi gerakan tersebut mungkin lebih tepat dimasukkan ke dalam usaha mempertahankan diri, dan bukan usaha untuk merebut kembali tanah yang sudah direbut umat Islam. Berbeda halnya dengan gerakan yang dimulai pada hart-hari terakhir Bani Umayyah di Spanyol. Ketika itu keadaan umat
Islam sudah melemah,
stamina mereka telah menurun. Akhirnya satu demi satu kota-kota di Iberia direbut kembali oleh umat Nasrani, kecuali Granada, yang direbut setelah lebih kurang duaratus tahun kemudian. Reconquista menampakkan dirinya sebagai sebuah gerakan yang bertujuan membebaskan negeri Spanyol/Iberia dari pengaruh Islam dan segala hal yang berkaitan dengannya. Gerakan ini sekaligus melambangkan pemberontakan umat Nasrani terhadap pemerintahan Islam dan kaum Muslimin, Dan pemberontakan tersebut telah berlangsung selama berabadabad Akan tetapi sifatnya tidak menyeluruh, dan tanpa koordinasi yang baik. Hal itu dapat dipahami, mengingat kekuatan umat Islam masih berada pada posisi yang sulit dipatahkan, walau pun kekuatan kaum Muslimin itu terpecahpecah, karena perpecahan dan pertikaian serta pergolakan-pergolakan yang timbul dan tenggelam sepanjang masa. Barulah kemudian pada akhir masa kekuasaan Bani Umayyah di Spanyol, gerakan pemberontakan reconquista meluas dan terkoordinasi, dari yang bersifat sporadis menjadi menyeluruh dari gerakan-gerakan kecil menjadi gerakan besar. Gerakan reconquista dapat muncul dan berkembang karena umat Nasrani dapat membangun masyarakatnya sendiri di utara Spanyol. Dengan demikian mereka dapat melestarikan adat istiadat dan tradisi serta agama di wilayah perbatasan di sebelah utara tersebut. Hal ini dapat terjadi kerena
135
ketika penaklukan Spanyol yang dilakukan oleh umat Islam pada masa awal atau pada masa Musa dan Tariq, tidak tuntas. Padahal sepanjang yang dapat kita baca dalam riwayat penaklukan mereka, tidaklah sulit bagi kedua tokoh legendaris ini untuk menghancurkan seluruh kekuatan umat Nasrani yang ada. Tetapi mengapa mereka tidak melakukannya atau mengapa mereka membiarkan orang yang sudah tidak berdaya itu memperoleh hak hidup mereka lagi? Mengapa mereka tidak bertindak sebagai mana tindakan orangorang Barat yang menaklukkan Amerika, beberapa abad sesudah itu, yaitu menghancurkan
seluruh
kekuatan
dan
potensi
bangsa
Indian,
atau
sebagaimana yang dilakukan orang-orang Inggris terhadap bangsa Aborigin di Australia? Inilah soal akidah. soal pandangan hidup atau way of life yang berlainan, cara menyelesaikan persoalan manusia yang berbeda. Mungkin jika orang ingin memperturutkan perasaanya, memenuhi kepuasan hati yang bersifat hawa nafsu, akar muncul rasa "penyesalan" dalam dirinya. Akan tetapi di sinilah letaknya arti nilai-nilai moral dalam hidup umat manusia, nilai-nilai kemanusiaan yang tidak sekedar berperang untuk membunuh saja, tetapi berperang untuk mengancurkan kebatilan, dan menegakkan kebenaran serta menganjurkan manusia berbuat kebajikan dan melarang mereka melakukan kejahatan,200 200
Ketika Nabi Muhammad mengirim pasukan untuk menghadapi orang Badui beragama Kristen (Bani Kalb) yang berdiam di sekitar Daumat al-Jandal, yang melakukan perampokan hingga ke Madinah berkata: "Sekali-kali kamu tidak boleh menipu atau mengkhianat, dan tidak boleh membunuh anak-anak kecil." Pada setiap kali Nabi mengirim ekspedisinya mengingatkan pasukannya agar "Dalam menuntut balas terhadap penganiayaan yang dilakukan orang terhadap kita, janganlah ganggu penghuni rumah yang tidak bersalah, jangan usik perempuan yang lemah, jangan sakiti anak yang masih'menyusu atau orang yang tidak bisa bangun karena sakit. Janganlah hancurkan rumah-rumah penduduk yang tidak berdaya, janganlah memusnahkan mata pencahariannya dan pohon-pohonoebuahannya, dan janganlah singgung pohon kurma." Abu Bakr menambahkan lagi nasihatnya kepada pasukannya: antara lain "Hai Yazid! janganlah sekali-kali menindas kaummu sendiri, atau mengganggu ketenteramannya, tapi nasihatilah mereka, lakukanlah apa yang benar dan adil. Jika kamu melihat para pendeta mengasingkan diri mereka dalam biara-biara, mereka merasa dengan jalan demikian mengabdi kepada Tuhannya pula Biarkanlah mereka, jangan bunuh mereka dan jangan binasakan biaranya. (Lihat Ameer Ali, Api Islam, op. cit., j.i, hh. 146-7 dan seterusnya).
136
Umat Nasrani dapat hidup dan berkembang serta memiliki potensi untuk bangkit kembali melawan kaum Muslimin dari wilayah perbatasan sebelah utara Spanyol, pada dasarnya bukanlah kesalahan sikap dari Musa dan Tariq atau para pemimpin umat Islam generasi berikutnya, yang tidak membinasakan mereka. Akan tetapi hidup dan berkembangnya umat Nasrani itu adalah haknya mereka sepenuhnya dari Allah, yang dihormati oleh kaum Muslimin, sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya kepada umat Islam selama umat Islam masih mengakui Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai nabi mereka. Artinya sikap membiarkan umat Nasrani hidup dan berkembang di perbatasan Spanyol, adalah sikap yang berlandaskan keyakinan dan akidah kaum Muslimin itu. Ketika umat Nasrani bangkit dalam gerakan merebut kembali wilayah Spanyol dari tangan kaum Muslimin, maka gerakan tersebut pada dasarnya tidaklah aneh, dan bukan sesuatu yang tidak masuk akal. Tetapi sesuatu yang wajar dan manusiawi, dan menjadi hak mereka yang sah. Sedangkan Yang menjadi persoalan kita bukanlah reconquistanya itu. Yang menjadi masalah adalah tindakan umat Nasrani terhadap umat Islam yang diawali oleh gerakan ini, dengan jalan membunuh siapa saja yang mengaku beragama Islam. Padahal sebelum pembantaian ini terjadi, pihak Isabella dan Ferdinan telah menanda-tangani suatu perjanjian yang berisi, kesediaan mereka untuk menghormati hak-hak sah yang asasi dari seorang manusia, yang kebetulan beragama Islam. Sekiranya perjanjian untuk menghormati dan memberikan hak kepada kaum Muslimin untuk memeluk agama dan kepercayaannya, menghormati rumah-rumah ibadah dan hak untuk berusaha dan mendapatkan nafkah hidup,
137
dan lain-lain lagi tidak ada, umat Nasranipun tentu mengenal juga nilai-nilai kemanusiaan semacam itu. Bukankah mereka memeluk suatu agama yang mengajarkan manusia untuk saling mencintai, bahkan meminta agar mencintai musuh-musuh mereka sekalipun? Inilah soalnya. Jadi, bukan soal reconquista, bukan tentang hak umat Islam saja, tetapi tentang hak seorang manusia! yang berjumlah sekitar tiga juta. Yang berlansung dari abad ke 15 hingga ke 17 Masehi, baik terbunuh maupun yang diusir.201 Seandainya pembunuhan tersebut terjadi ketika per tempuran sedang berkecamuk, maka berapapun jumlah manusia, yang jatuh menjadi korbannya, masih dapat dipahami, sungguhpun mungkin kita akan menyesalinya, sebagaimana orang menyesali jatuhnya korban bom atom di Hirosyima dan Nagasaki. Akan tetapi masih memiliki alasan untuk melakukannya. Dan apa yang dijadikan alasan oleh umat Nasrani Spanyol untuk membenarkan tindakan mereka, hanya merekalah yang tahu!
201
Lihat History op, cit, h. 556; Tidak jelas apakah sikap mereka ada hubungannya dengan titah Nabi orng Israil di dalam I Sem. xv, 3; dan Jehezk. ix, 6: "Demikianlah firman Tuhan seru sekalian alam. Pergilah sekarang & dan gempurlah Amalik, hancurkan samasekali seluruh miliknya dan jangan beri mereka ampun; bunuhlah laki-laki maupun perempuan, anak tanggung maupun bayi menyusu, sapi maupun domba, onta maupun keledai". Dan "bunuhlah sama sekali org tua dan muda, anak dara, anak-anak perempuan".
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1.
Apa yang menyebabkan Umat Islam di Andalusia mengalami Disintegrasi? Disintegrasi Umat Islam di Andalusia di sebabkan oleh konflik yang
ditimbulkan oleh umat Islam itu sendiri, diantara konflik itu ialah, adanya perselisihan antar sesama muslim, perselisihan yang lebih kepada solidaritas terhadap sukunya sendiri daripada agama yang mereka anut, dan hal ini terdapat dalam tubuh bangsa Arab dan kaum Berber Afrika Utara, suku Mudar dengan suku Yaman, walaupun mereka satu agama nampaknya solidaritas keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat menunjukkan keberadaannya, konflik selajutnya yaitu pergolakan politik yang timbul di dalam pemerintahan itu sendiri, perebutan kekuasaan, raja yang terlalu bergelimangan dalam kemewahan menjadikan ia lupa diri hingga menuju titik lemah dalam memimpin pemerintahan, didukung pula
kebijaksanaan-
kebijaksanaan raja dalam menghadapi para ulama yang menimbulkan konflik berkepanjangan. 2.
Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia? Dampak dari disintegrasi ini cukup fatal, karena disintegrasi ini telah
melemahkan potensi umat, dan mendorong umat Nasrani untuk menyerang lebih bersemangat. Sekiranya umat Nasrani punya keinginan untuk maju, maka mereka akan berusaha memanfaatkan kaum Muslimin. Selain itu, dunia
138
139
Islam pada saat itu sedang menurun, dan penuh dengan pergolakan, sehingga tidak dapat memberikan perhatian yang sepantasnya untuk Spanyol. Baik gerakan reconquista, maupun timbulnya peradilan inkuisisi, dan bahkan semua gerakan pengusiran kaum Muslimin dari Iberia. kelihatannya sulit dipisahkan dari pengaruh yang amat dominan dari kaum pendeta Katolik. Ketika kaum muslimin berkuasa dan memerintah negeri ini di bahagian selatan, umat Nasrani membangun masyarakatnya di perbatasan Spanyol di belahan utara. Kedua belah pihak selalu dalam keadaan siap siaga terusmenerus, tidak pernah lengah. Pemerintahan Islam mendapat tantangan sepanjang sejarahnya di Spanyol. Baik tantangan itu datang dari pihak Nasrani maupun datang dari pihak Islam sendiri. Disintegrasi menyebabkan fitalitas Umat Islam menurun, hingga berujung pada pengusiran umat Islam di Andalusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, KH. Siradjuddin, I’tikad Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1987 Al-’Ibadi, ‘Abd al-Hamid, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus. Kairo: Dar al-Qalam, 1964 Al-Asir, Ibn. Al-Kamil Fi al-Tarikh. Beirut: Dar Sadir, 1965 Ali, Ammer. Api Islam. Jakarta: PT pembangunan, 1967 Al-Khatib, Akhbar Majmu’ah Fi Fath al-Andalus, Lafuente Alcantara. Madrid: 1867 al-Khatib, Ibn , al-Hulal al-Mawsyiyah Fi Zikr al-Akhbar al-Marakusyiyah, Tunis, 1329. Al-Maqarri. Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy. Leyden, 1855 Al-Marrakusyi, ‘Abd-al-Wahid. al-Mu’jib fi Talkhis Akhbar al-Maghrib, ed. Dozy. Leyden,1881 Al-Tabari. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-qur’an. Kairo: al-Misriyyah, 1324 H Arnold, Thomas W., Sejarah Da’wah Islam, Jakarta: Wijaya, 1983 Brockelmann, Carl, History of the Islamic Peoples, London: Rotledge & Kegan Paul, 1980. David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1985. Khuda Bakhsh, DS. DS. Margolioth, Khuda Bakhsh, Adabiyah-I, tt.
The Renaissance of Islam, Delhi: Idarah
Ed. Yusron Rozak, Sosilogi sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepektif Islam, (Jakarta:LSA) 2008 Encyclopaedia. Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher, tt. Encyclopaedia. The Encyclopaedia of Islam. Leiden: E. J. Brill, 1960. H.A.R. Gibb et. Al
Grunebaum, G.E von, Classical Islam, London: Utwin Brother Ltd.Al-Hufi, Min Akhlaq al-Nabi, Kairo: Al-Syu'un al-Islamiyyah, 1968. H.Z.A.Ahmad, Ilmu Politik Islam. Jakarta: Bulan Bintang,1977 Hasan, Ibrahim, al-Tarikh al-Islami. Kairo: al-Nahdah, tt. Hawaa, Sa' d , terj AbuRidha, Membina Angkatan Mujahid. Jakarta: Islahy, 1408/1987 Hawaa, Sa’ d. Membina Angkatan Mujahid, terjemahan AbuRidha. Jakarta: Islahy, 1408/1987 Hitti, Philiph K. History of the Arab. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010 Hodgson, Marshal G.E., The Venture of Islam. University of Chicago Press, tt Issawi, Charles, Filsafat Islam Tentang Sejarah. Terjemahan H.A Mukti Ali Jakarta: Tintamas, 1962 Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun, terjemahan Ahmadie Thoha Jakarta: Pustaka Firdaus 1986, Khaldun, Ibn. Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar. Bulan: 1248 Khallikan, Ibn, wafayat al-A’yan. Kairo, 1299. Khilafah,” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, jilid II Ichtiar Baru Van Hoeve, tanpa tahun Lewis , Bernard, The Arabs In History. Penerjemah Drs. Said Jamhuri Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994 M. Lombard, The Golden Age of Islam. Amsterdam: North-Holland Publishing Company, 1975 Mahmudunnasir, Syed. Rosdakarya, 1993
Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Remaja
Margolioth, The Renaissance of Islam. Delhi: Idarah Adabiyah-i Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbaqai Aspeknya. Jakarta:UI Press, 1979 Peter C, Scalles. The fall of the caliphate of Córdoba: Berbers and Andalusis in conflict. New York: Koln Brill, 1994 Poole , Lane. The Arabs in Spain. New York:1911
Reinhart, Dozy. History of Muslim In Spain, London: Frank Cass, tt Reinhart, Dozy. Spanish Islam. London: Frank Cass, tt Spuler, Bertold, The Muslim World: A Historical Survey, Leiden: E.J. Brill, 1960 Syalabi, Ahmad, Sejarah dan kebudayaan Islam, Jilid 2, cet I, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983. Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah. Kairo: 1969 Thomson, Ahmad dan Ur Rahim , Muhammad ‘Ata’, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004 Watt , W. Montgomery & Chachia, Pierre, A History of Islamic Spain. Edinburgh University Press, 1992 Watt, W. Montgomery, The Mayesty That Was Islam, London: William Clows & Sons Ltd. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006