Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA DAN SISILIA Afifuddin* Abstract: This article is discusses about the existence and progress also setbacks Islamic education in Andalusia and Sicilia. Andalusia and Sicilia present a major advance and it is very important in the world of Islamic education. The development of Islamic educatuin in both regions is accommodated and largerly determined by the policies as well as the desire of the rulers or the caliph at the time. The pattern of education in Andalusia and Sicilia was originally non-formal education, and in the next stage madrasah was founded as special education providers that will developed into a university. Keywords: Islamic Education, Andalusia and Sicilia I. PENDAHULUAN Membicarakan pendidikan Islam secara komprehensif tidak dapat dilepaskan dari realitas kesejarahan pendidikan Islam itu sendiri. Secara umum, sejarah pendidikan memberikan gambaran bagaimana peran sosiohumanistik yang dimainkan pendidikan sebagai salah satu sarana pembudayaan manusia, sehingga pendidikan tidak sekedar menjadi “menara gading” di tengah upaya keras manusia dalam mempertahankan eksistensi dan kesejahteraan hidupnya di alam ini. Di samping itu, sejarah pendidikan menggambarkan bagaimana kronologi dari upaya panjang manusia dalam membangun dan mengembangkan hidupnya, serta interaksinya dengan berbagai faktor kebudayaan yang melingkupinya, seperti faktor perubahan sosial, dinamika dan gejolak politik, doktrin agama, kondisi ekonomi dan sebagainya. Kajian kesejarahan dalam hal ini diperlukan guna menjadi landasan teoretis dalam mengembangkan muatan dan peran lembaga pendidikan Islam. Terkait dengan tema di atas, ada tuntutan masyarakat untuk menemukan sebuah format atau model pendidikan baru yang lebih baik, yaitu suatu proses interaksi belajar mengajar yang bisa menghasilkan lulusanlulusan berkualitas. Di antaranya adalah perlunya memformat suasana demokratis dalam proses belajar mengajar berlangsung, kurikulum harus bisa disesuaikan dengan kebutuhan anak didik (child oriented) bukan berorientasi pada kebutuhan guru (teacher oriented) yang bersifat parsial, adanya kebebasan berpendapat dan berpikir analitis yang ditumbuhkan pada diri anak didik dan sebagainya.
*
Afifuddin: Dosen Univeritas Islam Makassar
1 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
Oleh karenanya dalam melaksanakan model pendidikan yang ideal seperti yang disebutkan di atas, kiranya diperlukan „pencerahan kembali‟ terhadap praktek pendidikan yang pernah terjadi dan berlangsung pada masa dulu. Upaya penciptaan sebuah pendidikan yang lebih baik akan mensyaratkan sebuah paradigma idealistik yang beranjak dari nilai-nilai historis dan pengalaman pelaksanaan pendidikan di masa lalu. Misalnya, dalam konteks pendidikan Islam, sejarah telah mencatat bahwa kemajuan pendidikan pernah dialami pada era dinasti Abbasiah dan Dinasti Umayyah di Andalusia. Bukti kemajuan tersebut banyak ditandai banyak hal, seperti kemajuan ilmu pengetahuan berbarengan dengan lahirnya para tokoh di bidangnya, juga ditandai dengan penghargaan yang luar biasa dari pihak penguasa terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Kebebasan berpendapat dan upaya penerjemahan terhadap ilmu pengetahuan juga terlihat pada zaman itu ( Fajar, 1999:83). Dunia mengenal sejumlah tokoh filsuf dan ilmuwan muslim yang menjadi pionir penemuan dan pengembangan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Di antara mereka ada al-Farabi sebagai astronom Islam, al-Razi dan Ibnu Sina dalam bidang kedokteran, Jabir bin Hayyan di bidang Kimia, Ibnu Khaldun sebagai Bapak Perintis Ilmu Sosiologi modern, Ibnu Rusyd di bidang filsafat dan fikih dan sebagainya. Ilmu pengetahuan yang mereka geluti dan kembangkan tidak hanya terbatas pada ilmu keagamaan, tapi juga pada ilmu pengetahuan umum dan teknologi. Abuddin Nata berpendapat, Islam pada kenyataannya juga mengembangkan matematika di India, kedokteran di Cina, logika di Yunani dan sebagainya. Oleh karena itu, Islam merupakan mata rantai peradaban dunia yang amat penting. Islam mewarisi peradaban Yunani-Romawi, Persia, Cina dan India ketika peradaban besar di Barat dan Timur sedang mengalami kemerosotan (Nata, 2000:81). Paparan tersebut merupakan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa sesungguhnya Islam pernah mengalami masa keemasan, terutama dalam pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Namun demikian masih sedikit dari umat Islam yang mampu meneliti keberadaan para tokoh tersebut dan menganalisis kemajuan ilmu pengetahuan dari sudut pandang kondisi social, politik dan budaya yang pernah terjadi pada masa itu. Karena itu, usaha penelusuran sejarah sosial pendidikan Islam kelihatannya sudah menjadi syarat bagi umat Islam dalam rangka menstimulus penciptaan kondisi dan situasi pendidikan Islam sekarang ini. Makalah ini mencoba mengungkap sejauh mana keberadaan dan kemajuan serta kemunduran pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia, dua wilayah yang pernah dikuasai pemerintahan Islam dan mencapai puncak keemasannya di bidang kebudayaan, arsitektur dan ilmu pengetahuan.
2 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
II. PEMBAHASAN A. Islam di Andalusia (Spanyol) Dalam sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, tanah Spanyol lebih banyak dikenal dengan nama Andalusia, yang diambil dari sebutan tanah semenanjung Iberia. Julukan Andalusia ini berasal dari kata Vandalusia, yang artinya negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan semenanjung ini pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum mereka dikalahkan oleh bangsa Gothia Barat pada abad V. Daerah ini dikuasai oleh Islam setelah penguasa Bani Umayah merebut tanah semenanjung ini dari bangsa Gothik Barat pada masa Khalifah al-Walid ibn Abd al-Malik ( Maryam. Dkk, hal.69). Sejarah mencatat bahwa Andalusia (Spanyol) diduduki umat Islam pada masa Khalifah al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Andalusia, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari Dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abd al-Malik (685-705 M). Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan Ibn Nu‟man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu (Syalabi, 1983:154). Setelah penguasaan di Afrika Utara, khalifah kemudian memusatkan perhatiannya kepada daerah-daerah yang merupakan kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kawasan ini termasuk rawan karena kerajaan tersebut sering menghasut penduduknya agar melakukan kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam (Yatim, 2003:88). Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Andalusia. Islam masuk ke Spanyol pada tahun 711 M (93 H) di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad yang memimpin angkatan perang Islam untuk membuka Andalusia. Andalusia dapat ditaklukkan dengan mudah oleh Tariq bin Ziyad bersama panglimanya yang bernama Mughit ar-Rumi ke Cordova yang membawa 700 orang pasukan berkuda (Suwito (ed.), 2005:110). Sejak pertama kali Islam menginjakkan kakinya di tanah Andalusia hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, yaitu sekitar tujuh setengah abad lamanya, Islam memainkan peranan yang besar, baik dalam bidang kemajuan intelektual (filsafat, sains, fikih, musik, kesenian, bahasa, dan saatra) maupun kemegahan bangunan fisik yang dapat disaksikan di Cordova dan Granada. Pada periode 711-755 M wilayah Andalusia berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas politik dan keamanan belum sempurna. Gangguan internal dan eksternal masih sering terjadi. Perselisihan elit penguasa, perbedaan etnis dan golongan maupun dari kalangan non-muslim. Pada periode 755-912 M wilayah ini berada di bawah pemerintahan Amir, sekalipun tidak tunduk kepada Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir 3 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
pertama yaitu Abd al-Rahman I (al-Dakhil), keturunan Bani Umayah yang lolos dari kejaran penguasa Bani Abbas. Selanjutnya adalah Hisyam I, Hakam I, Abd al-Rahman al-Ausath, Muhammad bin Abd al-Rahman, Munzir bin Muhammad dan Abdullah bin Muhammad (Ibid., h. 111). Pada periode 755-912 M inilah Islam di Andalusia (Spanyol) memberi pengaruh yang besar dalam kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan di Eropa, baik dari segi politik maupun peradaban. Abd alRahman al-Dakhil mendirikan mesjid Cordova dan sekolah-sekolah di kotakota besar Spanyol. Hisyam berjasa dalam menegakkan hukum Islam. Hakam dikenal sebagai pembaru dalam bidang militer, dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periodenya. Ia juga mengundang para ahli dari dunia Islam untuk datang ke Spanyol, sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak (Yatim, h. 88). Abd Rahman al-Dakhil menjadikan Cordova sebagai ibu kota negara, yang menjadikannya sebagai pusat perkembangan ilmu, pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan di seluruh Eropa. Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kebiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting, di antara penguasa di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd al-Rahman (852-886) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976) (Ibid., h. 105). Atas inisiatif al-Hakam inilah karya-karya ilmiah dan filsafat diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam (Fakhri, 1986:357). Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Andalusia. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing (Hasan, h. 428). Masyarakat Islam di wilayah tersebut merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihan masing-masing. B. Islam di Sisilia Sisilia adalah sebuah pulau di laut Tengah, letaknya di sebelah selatan semenanjung Italia, dipisahkan oleh selat Messina. Pulau ini bentuknya mendekati segitiga dengan luas ± 25.708 km². Sebelah Utara terdapat teluk Palermo dan Italia, sebelah Timur terletak teluk Catania. Pulau ini dibagi menjadi tiga bagian: Val de Mazara, Val de Noto dan Val de Mone. 4 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
Islam telah menjadi agama resmi di Val de Mazara, sedangkan di dua bagian lain kebanyakan penduduknya masih menganut agama Kristen (Mahayuddin, 1990:159). Pulau terbesar di antara Laut Tengah dan Laut Lonia ini merupakan satu propinsi dari Kerajaan Bizantium yang penduduknya mayoritas berbangsa Barbar (al-Afifi, 2002:166). Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, hubungan antara khalifah dengan Bizantium kurang harmonis, karena adanya sejarah dan pengalaman pahit semenjak zaman Rasulullah, hal inilah yang menyebabkan terjadinya perang Mu‟tah. Sebelum dikuasai Islam, penguasaan pulau ini berpindah-pindah dalam beberapa abad mulai dari Yunani, Cartage, Romawi, Vandals dan Bizantium, kemudian dikuasai oleh kaum muslimin. Usaha untuk menjadikan Sisilia sebagai wilayah Islam telah dimulai sejak Khalifah Usman bin Affan dengan mengirim gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan menyerang pulaupulau di laut Tengah, termasuk Sisilia pada tahun 652 M (Sunanto, 2003:161). Kemenangan dan perebutan Sisilia ke tangan Islam mencapai kesempurnaannya setelah seluruh wilayah Sisilia ditaklukkan di bawah pimpinan Bani Aghlab setelah menghabiskan waktu dari tahun 827 sampai 902 M. Islam di Sisilia berkuasa selama kurang lebih empat abad (827-1194 M). keseluruhan pemerintahan Islam di Sisilia di bawah kekuasaan tiga dinasti, yaitu dinasti Bani Aghlab (827-909 M), disusul dinasti Fathimiyah (909-1091 M) dan akhirnya dilanjutkan dinasti Kalbiyah (1091-1194 M) (Ibid., h. 164). Sepanjang masa dinasti Bani Aghlab, Sisilia banyak diwarnai oleh pemberontakan-pemberontakan sehingga kebudayaan Islam di Sisilia kurang berkembang. Demikian juga masa daulah Fathimiyah baru mulai dirintis kesejahteraan secara fisik, namun pada segi peradaban belum berkembang. Kebudayaan baru berkembang pada masa berikutnya, yaitu pemerintahan daulah atau dinasti Kalbiyah, di mana Sisilia mengalami kemajuan dalam segala bidang. Amir-Amir hidup mewah, kota Palermo semakin menonjol dengan 150 tempat pemotongan hewan, 300 mesjid, 7000 jamaah shalat jum‟at, 300 sekolah guru untuk mendidik pelajar-pelajar. Akibat kemakmuran itu terjadi perpindahan penduduk dari Afrika Utara ke Sisilia secara besar-besaran (Ibid., h. 166-167). Kebudayaan Islam di Sisilia berkembang pada masa dinasti Kalbiyah dan awal pemerintahan bangsa Nurmandia. Sarjana-sarjana yang muncul berasal dari berbagai bidang ilmu. Namun perkembangan ilmu agama Islam pada masa dinasti Bani Aghlab justru lebih menonjol dibanding bidang kajian lainnya. Ilmu fikih misalnya, sudah membicarakan masalah-masalah yang menyangkut hukum positif waktu itu. Para ahli hukum menyesuaikan penafsiran al-Qur‟an dengan perkembangan zaman. Umat Islam waktu itu tidak menjalankan hukum Romawi, Yunani atau Kristen, tetapi mereka yang mempengaruhi perubahan dalam dunia hukum, termasuk di dalamnya hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antar agama. Al-Qur‟an dan Hadis 5 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
dijadikan sebagai sumber pokok hukum Islam. Dengan demikian ilmu bantu pun ikut berkembang seperti tafsir, ilmu Hadis, bahasa Arab dan lain-lain (Ibid., h. 170). Dalam ilmu Kalam, sastra, sejarah, fisika, kedokteran, ilmu bumi juga ikut berkembang. Dalam ilmu Kalam terkenal Abd al-Haq ibn Muhammad dan Ibn Zafar (yang mengkritik al-Juwaini). Bidang sastra diwakili oleh Ali Hamzah al-Basri (seorang pengagum al-Mutanabbi). Bidang sejarah muncul Abu Zaid al-Ghumari dan Ibnu Qotta. Bidang fisika dikenal nama Abu Said Ibrahim dan Abu Bakar as-Siqli. Bidang kedokteran tercatat nama Abul Abbas Ahmad ibn Abd al- Salam. Sedang dalam bidang ilmu bumi dikenal nama al-Idrisi yang mengarang buku Nuzhat al-Mustaq fi Ikhtiraq al-Afaq. Konsekuensi dari perkembangan ilmu maka kegiatan penterjemahan pun berkembang (Ahmad, op. cit., h. 171). Berdasarkan gambaran ringkas di atas, masyarakat muslim di Sisilia waktu itu mempunyai peradaban tinggi yang tidak berbeda dengan zaman pemerintahan abbasiyah dan Islam Spanyol dalam memperkaya khazanah peradaban Islam. C. Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia Meskipun terdapat persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Andalusia, namun hubungan budaya antara Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung Barat wilayah Islam ke ujung Timur dan sebaliknya, dengan membawa buku-buku dan gagasan-gagasan cerdas. Sejumlah sarjana muslim juga telah dikirim ke dataran India dan Cina untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Pada kesempatan yang sama, banyak kalangan terpelajar dan penguasa dari Jerman, Perancis, Italia dan India belajar ke Andalusia (Suwito, op. cit., h. 116). Pada saat madrasah berkembang pesat di berbagai belahan dunia Islam, terutama di wilayah Timur, istilah madrasah masih tidak dikenal di Andalus. Sistem pengajaran diselenggarakan di mesjid-mesjid. Charles Stanton, seperti dikutip Hanun, mengungkapkan alasan mengapa madrasah tidak dikenal di Andalusia. Menurutnya, hal ini disebabkan karena mayoritas muslim di Andalus menganut mazhab Maliki yang konservatif dan tradisional. Penguasa-penguasa yang mengatur wakaf tidak memberikan kesempatan kepada para dermawan untuk mempengaruhi pemilihan dan pergantian guru, syekh atau pengganti-penggantinya, atau mengajukan dirinya untuk menjadi pengawas wakaf (Asrahan, 1999:115). Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam tergantung kepada keluarga penguasa, terutama khalifah, yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan keilmuan di Granada, Seville dan Cordova. Fikih merupakan inti kurikulum, namun mereka lebih menekankan kepada mazhab Maliki daripada mazhab-mazhab lainnya (Maryam, op. cit., h. 91). Hal ini juga berlaku pada saat menentukan tenaga pengajar dan kurikulum yang akan diterapkannya, peran khalifah dan penasehat-penasehat dekatnya amat dominan. Karena 6 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
khalifah dan keluarganya amat menentukan dalam penyediaan dana dan arah kegiatan lembaga-lembaga pendidikan di Andalusia, maka maju mundurnya lembaga-lembaga tersebut amat tergantung kepada interest patronase penguasa terhadap kegiatan keilmuan Islam (Asrahan, loc. cit.). Kekuatan intelektual muslim Spanyol sebenarnya baru dimulai pada abad kesepuluh, tetapi kontribusinya yang paling signifikan baru dilakukan selama periode paruh terakhir abad kesebelas hingga pertengahan abad ketiga belas. Pada saat ini Spanyol telah memantapkan bangunan fondasinya dalam dunia ilmu pengetahuan yang telah dirintisnya beberapa waktu sebelumnya, termasuk di antaranya adalah dengan mulai masuknya Islam sejak abad ke VII. Berbagai khazanah Islam mulai diperkenalkan kepada dunia Eropa, sejalan dengan meningkatnya arus mahasiswa dan cendekiawan dari Eropa Barat yang belajar di sekolah-sekolah tinggi dan universitas Spanyol dan melalui terjemahan-terjemahan karya-karya muslim yang berasal dari sumber-sumber (berbahasa) Arab. Hal inilah yang merangsang tumbuh dan berkembangnya teori dan praktik dunia kedokteran, modifikasi doktrindoktrin teologi, memprakarsai dunia baru dalam bidang matematika, menghasilkan kontroversi baru dalam bidang teologi dan filsafat (Suwito, op. cit. h. 117). Pada dunia pendidikan Islam, khususnya di kawasan Islam Timur mulai dikenal lembaga madrasah, namun istilah madrasah ini belum banyak dikenal di kawasan Andalusia. Masjid dan perpustakaan masih menjadi basis dalam pengembangan dunia ilmu pengetahuan. Istilah madrasah tidak dikenal di Andalusia hingga abad ke-13 M. Baru pada pertengahan abad ke-14, sebuah bangunan madrasah yang besar didirikan di Granada oleh penguasa Nasrid, yaitu Yusuf Abu al-Hajjaj pada tahun 750 H (1349 M). Pembangunan madsarash diGranada tersebut akhirnya menjadi contoh bagi pendirian madrasah-madrasah di empat lain di Andalusia (Ibid.). Pada zaman kegemilangan Islam di Andalusia, ilmu-ilmu dan seni semakin bertambah banyak dan berkembang dengan pesat sehingga sukar dihimpun semuanya. Namun demikian bangunan keilmuan Islam pada masa itu dapat diklasifikasi sebagai berikut: a. Pengetahuan dan syariah, yaitu ilmu Tafsir, ilmu Qira’ah (tata cara membaca al-Qur‟an), Tajwid dan pemberian harakat (dlabt), ilmu Hadis, ilmu Mushtalah Hadis, ilmu Fikih, ilmu Ushul Fikih, ilmu Kalam, dan Tasawuf. b. Ilmu-ilmu Bahasa dan Sastra, yaitu: Ilmu bahasa, ilmu Nahwu, Sharaf dan „Arudl, ilmu sastra, ilmu Balaghah dan ilmu kritik sastra (naqd aladab). c. Ilmu-ilmu sejarah dan sosial, yaitu: ilmu Sirah, peperangan dan biografi, ilmu sejarah, politik dan sosial, dan ilmu jiwa, pendidikan, akhlak, sosiologi, ekonomi dan tata laksana yang terdiri dari ilmu-ilmu berikut: ilmu geografi dan perencanaan kota. d. Ilmu-ilmu Falsafah (filsafat), logika, debat dan diskusi. e. Ilmu-ilmu murni, yaitu matematika, ilmu Falak dan ilmu musik 7 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
f.
Ilmu-ilmu kealaman dan eksperimental, yaitu ilmu Kimia, ilmu Fisika dan Biologi g. Ilmu-ilmu terapan dan praktis, yaitu ilmu Kedokteran, Farmasi dan Pertanian (Langgulung, 2003:13-14). Maju- mundurnya suatu kegiatan pendidikan sangat ditentukan oleh kondisi dan stabilitas sosio-politik lingkungan yang melingkupinya. Demikian halnya dengan pendidikan Islam di Andalusia, juga hal yang sama yang terjadi di Sisilia, kekalahan-kekalahan muslimin dari orang Kristen Spanyol turut mempengaruhi kehidupan dunia pendidikan Islam di kawasan tersebut. Pengusiran-pengusiran yang dilakukan oleh penguasa Kristen Spanyol telah berpengaruh besar, bukan saja terhadap kehidupan dunia pendidikan Islam, namun juga umat Islam Spanyol. Orang-orang Islam dihadapkan kepada pilihan yang sulit, yaitu tetap di Spanyol dan masuk Kristen atau tetap beragama Islam namun harus keluar dari Spanyol. Umumnya kalangan Islam lebih memilih pindah ke kota-kota di pantai utara Afrika. Pada tahun 1690 M dapat dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol (Suwito, op. cit., h. 118). Dengan demikian, dunia pendidikan Islam, khususnya madrasah hanya berjalan sebentar saja di Andalusia, yaitu kurang lebih satu setengah abad (Asrahah, op. cit. h. 116). Hal ini juga tidak terlepas dari pasang surutnya dunia Islam di Spanyol saat itu. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Badri Yatim bahwa terdapat beberapa alasan yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran kekuatan Islam di Spanyol, antara lain adanya konflik antara Islam dengan Kristen, tidak adanya ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan dan keterpencilan Spanyol dari tanah Arab yang menjadi basis Islam (Yatim, op. cit. h. 107-108). Namun harus diakui bahwa kawasan Andalusia di bawah pengariuh Islam pada saat itu sudah mencapai tingkat peradaban yang sangat maju dibandingkan dengan kawasan Eropa lainnya. Hampir tidak seorang pun penduduknya yang buta huruf, baik tulis maupun baca. Di sisi lain Eropa Kristen saat itu baru mengenal asas-asas ilmu pengetahuan, itu pun masih terbatas pada beberapa kalangan, yaitu kalangan pendeta dan penguasa. Dari tanah Andalusia pun dunia ilmu pengetahuan dan peradaban Arab mengalir dengan deras ke Negara-negara Eropa Kristen melalui kelompok-kelompok terpelajar yang mengecap pendidikan di universitas Cordoba, Malaga, Granada, Seville dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan lainnya di kawasan Andalusia. Pengaruh-pengaruh tersebut sampai hari ini sebagian masih dipertahankan sebagai bukti sejarah bagaimana kontribusi Islam terhadap kebudayaan dan peradaban Barat. Dengan demikian dapat dibayangkan bagaimana besarnya peranan Spanyol di dalam naungan umat Islam, yang dikenal dengan Andalusia, dalam mengantarkan dunia Eropa memasuki periode baru, yaitu masa kebangkitan (rennaissance) Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pendidikan dan kemajuan ilmu pengetahuan di Sisilia patut mendapat tempat tersendiri dalam sejarah peradaban Islam. Salah satu analisis menyebutkan bahwa penyebab 8 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
kemajuan pendidikan di Sisilia tidak terlepas dari sosio-kultural masyarakat ketika itu yang sangat haus dan mencintai ilmu pengetahuan. Di sisi lain, belahan Eropa waktu itu berada dalam kegelapan dan di ambang keterbelakangan, sehingga keadaan itu akan menjadi pelajaran berharga bagi pemerintahan Sisilia. Pada prinsipnya, kebodohan akan menghantarkan kita kepada keterbelakangan. Sepanjang penelitian sejarah, lembaga pendidikan terendah yang paling banyak ditemukan di Sisilia adalah Kuttab. Tentang pola pendidikan kuttab di Sisilia ini, dikatakan oleh Abu Bakar Ibnul Arabi, mereka mempunyai cara yang baik dalam mengajar, yaitu bila telah kelihatan gejalagejala kecerdasan pada seseorang anak, dikirimlah dia ke Maktab. Di sana anak itu belajar menulis, berhitung dan bahasa Arab (Syalaby, 1973:88). Selanjutnya, Syalaby menyebutkan bahwa pada kota Palermo terdapat 300 orang guru kuttab, jumlah ini termasuk hitungan yang sangat banyak masa itu. Dengan bukti banyaknya kuttab-kuttab yang berkembang dan lembaga pendidikan dapat diprediksi bahwa pantas dalam waktu singkat Sisilia apat mewujudkan impian besarnya yang terbukti sampai sekarang dengan masih eksisnya Universitas Palermo yang cukup memberikan kontribusi pada kemajuan peradaban dunia. Kehadiran Palermo telah dapat menjawab dan menyalurkan generasi muda yang belajar di kuttab, sehingga memekarkan kesturi intelektual di masa itu (Nizar (ed.), 2007:104). Kota Palermo merupakan bukti nyata dari kemajuan pendidikan Islam di Sisilia, dibuktikan dengan porsi pendidik dan kuttab yang sangat banyak jumlahnya. Kemajuan pendidikan Islam di wilayah ini tidak jauh berbeda dengan kemajuan pendidikan di Spanyol dan dunia Islam pada umumnya. Di Sisilia terdapat perguruan tinggi yang mereka samakan namanya dengan kotanya “Palermo”. Perguruan tinggi ini dapat menjawab semua harapan perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu dengan adanya pusat kajian sains dan teknologi yang sangat modern di kala itu. Ini pulalah yang menjadi cikal bakal muncul dan menjalarnya ilmu pengetahuan di benua Eropa, terutama di Italia dan kota-kota lainnya (Ibid.). Peranan dan kontribusi historis yang ditorehkan Sisilia Islam untuk peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat dipungkiri, karena pada daerah ini telah banyak dicetak ulama-ulama besar yang melahirkan karya-karya besar, di antaranya yaitu: a. Muhammad ibn Khurasan dan Ismail bin Khallaf, di bidang ilmu alQur‟an dan Qira‟at. b. Abu Abbas dan Abu Bakar ibn Muhammad al-Yamimi dalam bidang Hadis c. Ibn al-Farra dan Musa ibn Hasan dalam bidang ilmu kalam d. Ali Hamzah al-Bashri dalam bidang sastra e. Abu Sa‟id Ibrahim dan Abu Bakar al-Shiqli dan bidang fisika, kimia dan matematika 9 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
f.
Abu Abbas Ahmad ibn al-Salam dalam bidang kedokteran (Soekarno dkk., 1996:360). Pada sumber yang sama disebutkan bahwa kemajuan pendidikan Islam di Sisilia pada dasarnya disebabkan faktor-faktor sebagai berikut: a. Para penguasa Muslim di Sisilia adalah orang pecinta ilmu dan berwawasan luas. Mereka mengirim siswa-siswa berbakat untuk belajar di universitas-universitas terkemuka di dunia Islam. b. Menggaji para dosen, peneliti dan ilmuwan. c. Membebaskan para ilmuwan, dosen, peneliti dan guru dari wajib militer d. Migrasi para ilmuwan, peneliti, dosen dan guru dari berbagai penjuru dunia Islam ke Sisilia, karena tertarik dengan tunjangan yang memadai (Ibid., h. 322). Sangat dapat dipahami bahwa kebijakan dan perhatian pemerintah Sisilia untuk kemajuan bidang pendidikan telah pula berdampak besar bagi orang-orang yang hidup di zaman sekarang. Semua itu akan dapat dijadikan mutiara berharga bagi umat yang mau menjadikannya sebagai pelajaran bagaimana kiat-kiat untuk memajukan pendidikan dan menciptakan peluang besar bagi para pelaksana pendidikan, hal yang perlu ditiru oleh pemerintah sekarang. III. KESIMPULAN Kemunculan, perkembangan dan prestasi yang ditorehkan dunia pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia, yang nota bene kedua wilayah tersebut adalah daerah taklukan Islam dan mayoritas penduduknya adalah non-Arab, patut dijadikan sebagai barometer keberhasilan umat Islam dalam memajukan peradaban dunia, dan secara khusus, merupakan tahapan sejarah perkembangan intelektual Islam yang patut dijadikan landasan historis bagi kemajuan pendidikan Islam ke depan. Dari uraian di atas disimpulkan sebagai berikut: 1. Andalusia dan Sisilia merepresentasikan kemajuan besar dan sangat penting dalam dunia pendidikan Islam. Kemajuan pendidikan Islam di kedua wilayah ini diakomodasi dan sangat ditentukan oleh kebijakan serta keinginan besar dari para penguasa atau khalifah pada waktu itu. Hal itu dibuktikan dengan besarnya perhatian dan dukungan moril dan materil dari pihak penguasa, seperti impor buku secara besar-besaran, kedatangan para ulama dan ilmuwan muslim ke kedua wilayah tersebut, dan pendirian pendidikan tinggi Islam. 2. Pola pendidikan di Andalusia pada awalnya merupakan pendidikan non-formal yang menjadikan mesjid dan perpustakaan sebagai basis pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada tahapan berikutnya didirikanlah madrasah sebagai lembaga khusus penyelenggara pendidikan yang nantinya berkembang menjadi universitas. Adapun di Sisilia, pola pendidikan banyak menggunakan sarana kuttab, selain 10 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
adanya perguruan tinggi yang terkenal yaitu universitas Palermo sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan di Sisilia. DAFTAR PUSTAKA Al-Afifi, Abdul Hakim, 1000 Peristiwa dalam Islam Bandung: Pustaka Hidayah, 2002 Asrahan, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999 M Fajar, Malik, Reorientasi Pendidikan Islam Jakarta: Fajar Dunia, 1999 Fakhri, Madjid, Sejarah Filsafat Islam Jakarta: Pustaka Jaya, 1986 Hasan, Hasan Ibrahim, Tarikh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’iy Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyah, T.Th Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam dalam Abad ke-21, Cet. III, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003 Mahayuddin, Islam di Spanyol dan Sicilly, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1990 Maryam, Siti, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga Modern Yogyakarta: SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga & LESFI, T.Th Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta:Rajawali Press, 2000 Nizar, Syamsul (ed.), Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007 Soekarno dkk., Ensinklopedia Sejarah dan Kebudayaan Islam, cet. IV, Jakarta: Logos, 1996 Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, 2003 Suwito (ed.), Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005 Syalabi, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam, Jilid 2, Jakarta: Pustaka alHusna, 1983
11 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015
Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (Afifuddin), h. 1-12
______________, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Muchtar Yahya dan Sanusi Latif (Jakarta: Bulan Bintang, 1973 Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003 .
12 Didaktika, Jurnal Kependidikan Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone, Volume 10 Tahun 2015