BAB V RANCANG BANGUN/DISAIN LANDFILL
5.1. Penimbunan/Landfill Limbah B3 Penimbunan/landfill hasil pengolahan limbah B3 merupakan tahap akhir dari pengelolaan limbah B3. Lokasi landfill merupakan lokasi khusus yang diperuntukkan sebagai tempat penimbunan limbah B3 dengan disain yang dilengkapi dengan sistem pengumpulan timbulan lindi dan unit pengolahannya. Limbah B3 yang dapat ditimbun adalah limbah yang telah telah diolah atau limbah yang tidak memerlukan pengolahan lagi tetapi sudah memenuhi kriteria (lulus uji TCLP, uji kuat tekan/ 2
compressive strength, mempunyai nilai tekan minimum 10 ton/m , dan lolos uji paint filter test) Tujuan dari penimbunan limbah B3 di tempat penimbunan (landfill) adalah untuk menampung dan mengisolasi limbah B3 yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang. Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus dilakukan secara tepat, baik tempat, tata cara maupun persyaratannya. Meskipun limbah B3 yang akan ditimbun sudah diolah (secara fisika, kimia, biologi) sebelumnya, tetapi limbah tersebut masih berpotensi mencemari lingkungan dari timbulan lindinya. Untuk mencegah pencemaran akibat timbulan lindi, maka limbah B3 harus ditimbun pada lokasi yang memenuhi persyaratan-persyaratan teknis tertentu. Selain itu lokasi bekas (pasca) pengolahan dan penimbunan limbah B3-pun harus ditangani dengan baik untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Secara sistematis teknik penimbunan limbah B3 dapat dilihat seperti
60
Gambar 5.1. Di lokasi landfill limbah yang sudah ditimbun dihindarkan terjadi kontak dengan air tanah yang ada.
5.2.Jenis/Kategori Landfill Ada tiga jenis/kategori disain landfill untuk tempat penimbunan limbah B3, yang mana setiap jenis landfill tersebut dapat digunakan untuk menimbun limbah sesuai dengan jenis dan karakteristik dari limbah yang akan ditimbun. Rancang bangun/disain pelapisan dasar bagi masing-masing kategori landfill yang digunakan untuk tempat penimbunan limbah B3 dan penutup dari ketiga jenis landfill tersebut adalah sebagai berikut: A.
Kategori I (Secure Landfill Double Liner). Rancangan bangun minimum untuk kategori I (secure landfill double liner) adalah sebagai berikut: Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen berikut :
61
(1). Lapisan Dasar (Subbase) Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan penyiapan di antaranya : a. pengupasan tanah yang tidak kohesif; b. perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya); c.
pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperlukan untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di atasnya.
Lapisan dasar (subbase) berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1 x 10
-9
m/detik di atas lapisan tanah
setempat. Ketebalan minimum lapisan dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari lapisanlapisan tipis (15 - 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisan di atasnya, limbah B3 yang ditimbun dan lapisan penutup. (2). Lapisan Geomembran Kedua (Secondary Geomembrane) Lapisan dasar dilapisi dengan lapisan geomembran kedua berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HDPE (High Density Polyethylene) dengan ketebalan minimum 1,5 - 2,0 mm (60 - 80 mil). Semua lapisan sintetik pada peraturan ini harus dipasang sesuai dengan American Society of Testing Materials (ASTM) D308-786 atau yang setara. Lapisan sintetik ini
62
harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama instalasi, operasi dan penutupan landfill. (3). Lapisan
untuk
Sistem
Pendeteksi
Kebocoran
(Leak
Detection System) Sistem Pendeteksi Kebocoran dipasang di atas lapisan geomembrane kedua dan terdiri dari geonet HDPE. Geonet HDPE tersebut harus memiliki transmisivitas planar sama dengan
atau
lebih
besar
dari
transmisivitas
planar
bahan/tanah butiran setebal 30 cm dengan konduktivitas hidraulik jenuh 1 x 10
-4
m/detik. Komponen teratas dari
sistem pendeteksi kebocoran ini adalah "non woven geotextile" yang dilekatkan pada geonet pada proses pembuatannya. Sistem Pendeteksi Kebocoran harus dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan terkumpul. Timbulan lindi tersebut
dialirkan
dengan
menggunakan
pompa
submersible menuju ke tangki penampung atau pengumpul lindi; (4). LapisanTanahPenghalang (Barrier Soil Liner) Lapisan
tanah
penghalang
berupa
dipadatkan hingga berpermeabilitas 10
tanah -9
liat
yang
m/detik dengan
ketebalan minimum 30 cm atau "geosynthetic clay liner (GCL)" dengan tebal minimum 6 mm. GCL tersebut berupa bentonit yang diselubungi oleh lapisan geotekstil. Jenisjenis GCL adalah: Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang sejenis.
63
(5). Lapisan Geomembran Pertama (Primary Geomembrane) Lapisan Geomembran pertama berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HDPE dengan ketebalan minimum 1,52,0 mm (60 - 80 mil). Lapisan geomembran pertama ini harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama proses instalasi, konstruksi, operasi dan penutupan landfill. (6). Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL) SPPL pada dasar landfill terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10
-4
m/detik. Pada dinding landfill
digunakan geonet sebagai SPPL nya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan -4
konduktivitas hidraulik jenuh minimum 1 x 10 m/detik. (7). Lapisan Pelindung (Operation Cover) Sistem pungumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama 0perasi (LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang
untuk
mencegah
kerusakan
komponen
pelapisan dasar landfill selama penempatan limbah di landfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan akan dipasang pada dinding set selama masa aktif sel landfill. Rancang bangun landfill kategori I dapat dilihat pada Gambar 5.2.
64
Cover
Geomembran primer Geomembran sekunder
Gambar 5.2 : Landfill Kategori I (Secure Landfill Double Liner).
B. Kategori II (Secure Landfill Single Liner) Rancangan bangun minimum untuk kategori II (secure landfill single liner) adalah sebagai berikut : Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen berikut: (1). Lapisan Dasar (Subbase) Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan penyiapan lahan diantaranya : a. pengupasan tanah yang tidak kohesif; b. perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya); c.
pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperlukan untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di atasnya.
Lapisan
dasar
(subbase)
berupa
tanah
lempung
yang
dipadatkan ulang yang memiliki konduktivitas hidraulik jenuh -9
maksimum 1 x 10 m/detik di atas lapisan tanah setempat.
65
Ketebalan minimum lapisan dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari lapisan-lapisan tipis (15 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisan di atasnya, limbah B3 yang ditimbun, dan lapisan penutup. (2). Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System) Sistem Pendeteksi Kebocoran dipasang di atas lapisan dasar (subbase) dan terdiri dari geonet HDPE. Geonet HDPE tersebut harus memiliki transmisivitas planar sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar bahan/tanah butiran -4
setebal 30 cm dengan konduktivitas hidraulik jenuh 1 x 10
m/detik. Komponen teratas dari sistem pendeteksi kebocoran ini adalah "non woven geotextile" yang dilekatkan pada geonet pada proses pembuatannya. Sistem Pendeteksi Kebocoran harus dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan terkumpul. Timbulan lindi tersebut dialirkan dengan menggunakan pompa submersible menuju ke tangki penampung atau pengumpulan lindi; (3). Lapisan Geomembran (Geomembrane) Lapisan dasar dilapisi dengan lapisan geomembran berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HDPE (High Density Polyethylene) dengan ketebalan minimum 1,5 - 2,0 mm (60 80 mil). Semua lapisan sintetik pada peraturan ini harus dipasang sesuai dengan American Society of Testing Materials (ASTM) D308-786 atau yang setara. Lapisan sintetik ini harus
66
dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama instalasi, konstruksi operasi dan penutup landfill. (4). Lapisan Tanah Penghalang (Barrier Soil Liner) Lapisan tanah penghalang berupa tanah fiat yang dipadatkan hingga
berpermeabilitas
10
-9
m/detik
dengan
ketebalan
minimum 30 cm atau “geosynthetic clay liner” (GCL) dengan tebal minimum 6 mm. GCL tersebut berupa bentonit yang diselubungi oleh lapisan Geotekstil. Jenis-jenis GCL adalah Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang sejenis. (5). Sistim Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL) SPPL pada dasar landfill terdiri sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik -4
minimum 1 x 10
m/detik. Pada dinding landfill digunakan
geonet sebagai SPPLnya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas hidraulik jenuh -4
minimum 1 x 10 m/detik. Untuk meminimumkan terjadi penyumbatan pada SPPL, harus dipasang geotekstil pada bagian atas SPPL. SPPL harus mempunyai kemiringan sedemikian rupa sehingga timbulan lindi akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke tangki penampungan penampung/pengumpul lindi. (6). Lapisan Pelindung (Operation Cover) Sistim pengumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama Operasi (LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah kerusakan komponen pelapisan dasar landfill selama pelapisan limbah di landfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat yang lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada dasar
67
landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan akan dipasang pada dinding sel selama masa aktif sel landfill. Rancang bangun landfill kategori II dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3 : Landfill Kategori II (Secure Landfill Single Liner).
C. Kategori III (Landfill Clay Liner). Rancangan bangun minimum untuk kategori III (landfill clay liner) adalah sebagai berikut : Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen berikut : (1). Lapisan Dasar (Subbase) Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan penyiapan lahan diantaranya : a. pengupasan tanah yang tidak kohesif; b. perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya); c.
pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperiukan untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di atasnya.
68
Pelapis dasar berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang -9
yang memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1x10 m/detik di atas tanah setempat.
Ketebalan minimum pelapis dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari lapisan-lapisan tipis (15 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisan-lapisan di atasnya, limbah B3 yang ditimbun, dan lapisan penutup; (2). Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System) Sistem Pendeteksi Kebocoran dipasang di atas lapisan tanah setempat terdiri dari bahan butiran atau geonet HDPE dan "non woven geotextile". Bahan butiran atau geonet HDPE tersebut harus memiliki transmisivitas planar sama atau lebih besar dari transmisivitas planar bahan butiran setebal 30 cm dengan -4
konduktivitas hidrolik 1 x 10 m/detik. Sistem Pendeteksi Kebocoran harus dirancang sedemikian rupa sehingga timbulan lindi akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke tempat penampungan/pengumpulan lindi; (3). Lapisan Tanah Penghalang (Barrier Soil Liner) Lapisan tanah penghalang berupa tanah liat yang dipadatkan hingga
berpermeabilitas
10
-9
m/detik
dengan
ketebalan
minimum 30 cm atau "geosynthetik clay liner (GCL)" dengan tebal minimum 6 mm. GCL tersebut berupa bentonit yang diselubungi oleh lapisan geotekstil. Jenis-jenis GCL adalah : Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang sejenis;
69
(4). Sistem Pengumpulan atau Pemindahan Lindi (SPPL) SPPL pada dasar landfill terdiri dan sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik -4
minimum 1 x 10
m/detik. Pada dinding landfill digunakan
geonet sebagai SPPL nya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas hidraulik jenuh -4
minimum 1 x 10 m/detik. Untuk meminimumkan terjadi penyumbatan pada SPPL, harus dipasang geotekstil pada bagian atas SPPL. SPPL harus mempunyai kemiringan sedemikian rupa sehingga timbulan lindi akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke tangki penampung/pengumpul lindi; (5). Lapisan Pelindung (Operation Cover) Sistem pengumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama Operasi (LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah kerusakan komponen pelapisan dasar landfill selama penempatan limbah di-landfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan akan dipasang pada dinding sel selama masa aktif set landfill. Rancang bangun landfill kategori III dapat dilihat pada Gambar 5.4.
70
Gambar 5.4 : Landfill Kategori III (Landfill Clay Liner). D. Pelapisan Penutup Akhir (Final Cover) Landfill Kategori I, II & III Setelah landfill diisi penuh dengan limbah, landfill harus ditutup dengan pelapis penutup akhir (PPA). PPA tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu : a. meminimumkan perawatan di masa yang akan datang setelah landfill ditutup; b. meminimum infiltrasi air permukaan ke dalam landfill, dan c.
mencegah lepasnya unsur-unsur limbah dari landfill.
Pelapis penutup akhir landfill limbah B3, mulai dari bawah ke atas, terdiri dari : (1). Tanah Penutup Perantara (Intermediate Soil Cover) Tanah penutup perantara (TPP) ditempatkan di atas limbah ketika tahap akhir dari penimbunan limbah di landfill limba B3 telah dicapai. TPP berupa tanah dengan ketebalan sekurang-kurangnya 15 cm. Lapisan ini harus berfungsi memberikan dasar yang stabil untuk penempatan dan pemadatan lapisan di atasnya;
71
(2). Tanah Tudung Penghalang (Cap Soil Barrier) Tanah tudung penghalang berupa lapisan lempung yang dipadatkan hingga permeabilitas maks.1 x 10
-9
m/detik.
Ketebalan min.tanah penghalang penutup adalah 60 cm; (3). Tudung Geomembran (Cap Geomembrane) Tudung geomembran berupa HDPE dengan ketebalan minimum 1 mm (40 mil) dan permeabilitas maksimum 1 x -9
10
m/detik. Tudung geomembran ini harus dirancang
tahan terhadap semua tekanan selama instalasi, konstruksi lapisan atas, dan saat penutupan landfill; (4). Pelapisan untuk Tudung Drainase (Cap Drainage Layer) Pelapisan untuk tudung drainase (PTD) harus dirancang mampu mengumpulkan air permukaan yang meresap ke dalam lapisan tumbuhan yang ada di atasnya dan kemudian menyalurkan ke tepian landfill. PTD ini berupa bahan butiran atau geonet HDPE dengan transmisivitas planar minimum sama dengan transmisivitas planar lapisan bahan.tanah butiran setebal 30 cm dengan konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10
-4
m/detik. Untuk memperkecil
penyumbatan pada PDT oleh lapisan tanah tumbuhan di atasnya maka harus dipasang geotekstil di atas PTD; (5). Pelapisan Tanah untuk Tumbuhan (Vegetative Layer) Pelapisan tanah untuk tumbuhan (PTT) berupa tanah setempat atau tanah dari tempat lain dengan sifat fisik perbedaan kembang kerut kecil. Ketebalan minimum 60 cm. PTT harus mampu mendukung tumbuhnya tumbuhan di atasnya;
72
(6). Tumbuh-tumbuhan (Vegetation) Setelah konstruksi selesai untuk meminimumkan erosi pada
PTT
atau
sistem
penutup.
Tanaman
yang
digunakan/ditanam adalah tanamana yang membutuhkan perawatan sederhana, cocok dengan daerah setempat dan tidak mempunyai potensi merusak lapisan di bawahnya (tanaman rerumputuan). Rancang bangun penutup akhir dapat dilihat pada Gambar 5.5
Gambar 5.5 : Pelapis penutup akhir untuk landfill limbah B3 kategori I, II dan III 5.3. Sistem Penimbunan Limbah Ada tiga sistem penimbunan limbah yang dapat diterapkan menurut jenis limbah yang akan ditimbun, yaitu sistem penimbunan limbah anorganik (inorganic waste landfill), sistem penimbunan limbah organik (organic waste landfill) dan sistem penimbunan limbah berbahaya dan beracun /B-3 (hazardous waste landfill). Pemilihan sistem yang akan diterapkan pada suatu pusat penimbunan limbah tergantung jenis limbah dan kondisi lokasi penimbunan itu sendiri 73
dengan memperhatikan faktor keamanan dari sistem itu. Gambar detail dari ketiga sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.5 sampai Gambar 5.8. Timbunan limbah organik dan limbah berbahaya dapat menghasilkan cairan lindi (leachate) yang mengandung bahan-bahan kimia dari hasil reaksi limbah yang ditimbun atau dari kemungkinan terlepasnya bahan kimia dari limbah yang telah disolidifikasi, sehingga jika leachate ini terlepas langsung ke lingkungan dapat menimbulkan pencemaran.
Untuk mengendalikan leachate agar tidak terlepas
langsung
lingkungan
ke
penimbunan
dilengkapi
maka dengan
pada sistem
bagian
bawah
pengumpul
sistem
leachate.
Leachate yang terkumpul di bagian bawah landfill akan mengalir melalui pipa-pipa pengumpul menuju ke unit/kolam pengumpul leachate. Leachate yang telah terkumpul di kolam dipompa ke unit pengolah leachate. Padatan hasil pengolahan leachate ditimbun bersama-sama dengan limbah kembali, sementara cairan hasil pengolahan leachate yang telah memenuhi baku mutu limbah buangan baru boleh dibuang ke perairan. Dengan penerapan sistem dan operasional yang baik seperti tersebut di atas, maka terjadinya pencemaran terhadap air dan tanah di sekitar lokasi penimbunan dapat dihindari. Diagram alir dari sistem penimbunan limbah organik dan limbah berbahaya dapat dilihat pada Gambar 5.10. Bagi wilayah yang telah padat penduduknya, penempatan lokasi penimbunan limbah merupakan permasalahan yang serius dan sulit untuk dipecahkan terutama untuk penempatan lokasi penimbunan limbah organik dan limbah berbahaya.
Untuk penimbunan limbah
anorganik yang bukan limbah berbahaya hal ini dapat dilakukan di suatu
tempat
dan
bagian
atas
dari
lokasi
tersebut
dapat
dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas umum, seperti stadion atau sarana lainnya. Gambar lengkap dari sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 5.11.
74
Pagar (Fence)
Tembok beton (Concrete wall)
Gambar 5.6 : Penimbunan Limbah An-organik non B3
Pagar pengaman
Unit pengolahan air leachate (lindi)
Pengumpul leachate
Pipa pengumpul leachate
Lapisan pengaman kebocoran
Gambar 5.7 : Penimbunan Limbah Organik dan Limbah B3
Atap
Saluran air
Beton penutup
Timbunan limbah Dinding/beton
Gambar 5.8 : Penimbunan Limbah Berbahaya Sederhana Dengan Skala Kecil
75
Tumbuhan penutup
Ventilasi gas
Tanah penutup akhir Lapisan drainase Membran penutup
Timbunan limbah beracun Lapisan membran primer Lapisan drainase Lapisan membran sekunder
Pipa pengambilan sampel untuk analisis leachate
Aliran leachate/lindi ke unit pengolahan air lindi
Gambar 5.9 : Potongan sistem penimbunan limbah organik dan limbah berbahaya
Gambar 5.10 : Diagram Alir Sistem Penimbunan Limbah Organik Dan Limbah Berbahaya
76
Gambar 5.11 : Bangunan Lengkap Sistem Penimbunan Limbah Anorganik 5.4. Pemilihan Jenis dan Sistem Penimbunan Limbah Jenis limbah yang dapat ditimbun di suatu landfill merupakan limbah padat atau limbah yang sudah dijadikan dalam bentuk padat atau limbah yang telah dipadatkan dan sudah dalam kondisi yang stabil sehingga dihindari terjadinya reaksi kimia atau perubahan bentuk dari limbah tersebut. Limbah padat yang telah siap untuk ditimbun ini ditempatkan pada suatu bangunan landfill yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam menyiapkan bangunan landfill untuk suatu jenis limbah tertentu harus memperhatikan faktor biaya investasi awal dan biaya operasional yang akan ditanggung disamping faktor keamanan dari sistem
yang
harus
diutamakan.
Ada
dua
hal
yang
dapat
dipertimbangkan agar biaya investasi dan operasional ini dapat ditekan tanpa mengabaikan faktor keamanan sistem, yaitu: a.
pemilihan jenis landfill disesuaikan dengan jenis limbah (limbah an-organik, limbah organik atau limbah berbahaya) yang akan di-landfill (lihat sub bab 5.3).
77
b.
pemilihan kategori landfill disesuaikan dengan jenis limbah yang akan di-landfill (lihat kategori landfill I, II dan III di sub bab 5.2);
5.4.1. Pemilihan Kategori Landfill Pemilihan kategori landfill untuk limbah B3 didasarkan atas tingkat bahaya yang kemungkinan dapat ditimbulkan dari timbunan limbah tersebut. Untuk limbah B3 dari sumber yang spesifik seperti yang tertera pada Tabel 5.1 berikut, tempat penimbunannya harus di landfill kategori I (seperti tertera pada Gambar 5.2). Sedangkan untuk limbah B3 dari sumber spesifik lainnya yang mengandung zat pencemar tertentu dengan kadar yang telah diketahui melalui hasil uji laboratorium penimbunannya (landfill) mengacu pada Tabel 5.2 berikut. 5.4.2.
Pemilihan Jenis Landfill Pemilihan jenis landfill yang akan digunakan tergantung dari jenis limbah yang akan ditimbun. Ada tiga pilihan jenis landfill yang dapat dipakai, yaitu landfill untuk limbah an-organik non-B3, untuk limbah organik non-B3 dan untuk limbah B3 (organik maupun an-organik). Ketiga jenis landfill tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.6 s/d 5.8.
78
Tabel 5.1 : Jenis industri/kegiatan penghasil limbah B3 dari sumber yang spesifik yang tempat penimbunan limbahnya harus di-landfill Kategori I Kode limbah D202
Jenis Industri Pestisida
Uraian Limbah - Sludge pengolahan limbah cair - Tong dan macam-macam alat yang digunakan untuk formulasi
D203
Proses kloro alkali
- Sludge pengolahan limbah cair (proses merkuri)
D204
Adesif (UF, PF, MF, lain-lain)
- Buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi
D205
Industri polimer (PVC, PVA, lainlain)
- Monomer yang tidak bereaksi
D207
Pengawetan kayu
- Sludge
D210
Peleburan timbal bekas
- Sludge
- Katalis
- Katalis
- Debu - Slag D212
Pabrik tinta
D214
Perakitan kendaraan
- Sludge
D215
Elektrogalvani dan elektroplating
- Sludge
D216
Industri cat
- Sludge
D217
Baterai kering
- Sludge
- Sludge - Sludge yang mengandung logam berat
- Pasta (Mix) - Buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi D218
Aki
D219
D225
Perakitan dan komponen elektronika Penyamakan dan pengolahan kulit Zat warna
D228
Laboratorium riset dan komersil
- Sludge - Debu
D224
- Sludge - Sludge - Sludge
- Sisa contoh Sumber : Kep. Kepala Bapedal No. 04/BAPEDAL/09/1995
79
Tabel 5.2 : Total Kadar Maksimum Limbah B3 yang belum terolah dan Tempat Penimbunannya
Bahan Pencemar
Catatan:
Total Kadar Maksimum (mg/kg berat kering) KOLOM A Lebih Besar Dari atau Sama Dengan – Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI I Lebih Kecil Dari -- Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI II
1. 2. Arsenic 300 Barium Cadmium 50 Chromium 2500 Copper 1000 Cobalt 500 Lead 3000 Mercury 20 Molybdenum 400 Nickel 1000 Tin 500 Selenium 100 Silver Zinc 5000 Cyanide 500 Fluoride 4500 Phenols: 10 Pentachlorophenol (PCP) 2,4,5-trichlorophenol 2,4,6-trichlorophenol Monocyclic Aromatic 70 Hydrocarbons: Benzene Nitrobenzene Monocyclic Aromatic 200 Hydrocarbons: o-cresol m-cresol p-cresol total cresol 2,4-dinitrotoluene methyl ethyl ketone pyridine Total Petroleum Hydrocarbons 1000 (C6 to C9) TPH (all Cn) -Total Petroleum Hydrocarbons 10000 (> C9) Organochlorine Compounds : 10 Carbon tetrachloride Chlorobenzene Chloroform Tetrachloroethylene (PCE) Trichloroethylene (TCE) 1,4-dichlorobenzene 1,2 dichloroethane 1,2-dichloroethylene Hexachlorobenzene Hexachlorobutadiene Hexachloroethene Vynil chloride Sumber : Kep. Kepala Bapedal No. 04/BAPEDAL/09/1995
80
Total Kadar Maksimum (mg/kg berat kering) KOLOM B Lebih Kecil Dari atau Sama Dengan - Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI I
3. 30 5 250 100 50 300 2 40 100 50 10 500 50 450 1
7
20
100 -1000 1