Dipidana Karena Melawan Pola Bangsa Berpikir Mundur? *) Dahlan Iskan Hadirkan Mobil Listrik Rp. 4,5,- Miliar OLEH: DEREK MANANGKA http://www.rmol.co/read/2017/06/14/295551/Dipidana-Karena-Melawan-Pola-Bangsa-Berpikir-Mundur-
RABU, 14 JUNI 2017 , 04:58:00 WIB
Foto/ Facebook Derek Manangka DI depan pintu lobi Graha Pena, kantor pusat “Jawa Pos Grup”, di Surabaya, diparkir dua buah mobil sedan sport. Kedua mobil itu cukup menarik perhatian, terutama karena warnanya. Yang satu berwarna kuning ‘jreng’ sedang yang satunya lagi abu-abu tua. Kedua mobil listrik itu milik Dahlan Iskan, reporter sebuah harian kecil di Samarinda, Kalimantan Timur, 40 tahun lalu, yang saat ini sukses menjadi Raja Media di Indonesia. Sebagai Raja Media, Dahlan mengontrol tidak kurang dari 200 harian “Radar” yang tersebar di berbagai kota provinsi, kabupaten dan kota madya. Ditambah dengan tidak kurang dari 20 buah stasiun TV lokal di berbagai kota di Indonesia. Selain harian “Jawa Pos” yang menjadi induk dari semua bisnis medianya, masih ada beberapa penerbitan lain seperti tabloid “Nyata” yang berpusat di kota Surabaya. Manjadikan grup “Jawa Pos” sebagai salah satu perusahaan media terbesar di Indonesia. Dahlan Iskan dengan status pemilik media sebanyak itu, merupakan salah seorang pembayar pajak individu terbesar di Indonesia. “Yang abu-abu ini baru seminggu tiba dari Amerika. Saya beli sekitar Rp. 4,5,- miliar”,
1
jelas Dahlan Iskan, tentang mobil listrik bermerek “Tesla”, hari Sabtu lalu. Nama “Tesla” diambil dari Nikolai Tesla, seorang ahli fisika berdarah Serbia - negara pecahan Yugoslavia. Tesla yang lahir di Amerika menjadi pengembang atas penggunaan listrik untuk semua perangkat dan aplikasi. Salah satu aplikasinya, mobil listrik. Nikolai Tesla mirip Thomas Edison yang menemukan bola lampu listrik. Keduanya berkontribusi hal yang positif bagi umat manusia. Percakapan singkat tentang mobil listrik itu terjadi Sabtu pagi 10 Juni 2017 lalu. Singkat, karena semakin lama kami berdiri dan bercengkrama di depan kedua kendaraan sport tersebut, semakin banyak orang yang mendekat. Mereka ingin berfoto bersama Dahlan Iskan, mantan Dirut PLN dengan latar belakang dua sedan listrik tersebut. Dahlan Iskan yang juga mantan Menteri BUMN, sekalipun berstatus terpidana tahanan kota, dengan tuduhan korupsi - eksistensinya di Surabaya ternyata tak tercemar sebagai pribadi yang punya integritas. Apresiasi sejumlah masyarakat Surabaya, terutama yang mengidolakannya, ternyata tak luntur. Paradoks memang. Di mata sementara penegak hukum, Dahlan Iskan seorang penista hukum. Namun bagi rakyat yang awam hukum, Dahlan Iskan seorang pejuang kebenaran. Karena itu, Dahlan tak mampu menolak setiap permintaan untuk berfoto bersama dengan mereka yang datang ke kompleks kantor pusat “Jawa Pos Grup”. Dahlan sendiri sedang bersiap berkampanye tentang manfaat Mobil Listrik bagi masyarakat Indonesia. Karena baginya mobil listrik termasuk bagian dari akselarasi kemajuan bangsa. Sehingga dia juga membutuhkan rakyat yang tertarik tentang mobil listrik. Dahlan berkeyakinan hanya dengan lewat proyek mobil listrik, Indonesia mampu menjadi produsen mobil terbesar di Asia Tenggara. Atau hanya dengan teknologi mobil listrik beban anggaran masyarakat dan pemerintah, bisa menjadi ringan. Dengan mobil listrik, pencemaran lingkungan dapat dicegah. Dahlan terobsesi menjadi promotor tanpa dibayar oleh produsen mobil listrik. Karena
2
Dahlan beranggapan kegagalan pemerintah menghadirkan Indonesia sebagai produsen mobil, diakibatkan oleh masih adanya birokrat yang “sumbu pendek”. “Mind set” yang ada di kalangan pengendali kekuasaan adalah mobil listrik justru lebih mahal harga dan perawatannya. Tanpa mau berfikir secara komprehensif, “judgdement” keliru itu, terus dimasyarakatkan. Penilaian sesat inilah yang mau dikoreksi oleh Dahlan Iskan. Faktanya memang ketika Dahlan dan sejumlah anak muda yang menjadi pegiat dalam pengembangan mobil listrik menggagas proyek mobil listrik, yang terjadi sebuah aksi kontra produktif. Proyek yang digagasnya saat menjadi Menteri BUMN di tahun 2012, “ditorpedo” oleh jejaring hukum yang dipaksakan pada tahun 2015. Akibatnya dua-duanya rugi. Dahlan tidak mendapat apa-apa, apalagi pemerintah. Asep Achmadi misalnya seorang Insinyur mesin lulusan ITB yang dia rekrut mengerjakan proyek mobil listrik, tersandung. Tekadnya untuk membuat Mobil Listrik Pertama di Indonesia kandas, dan ia pun menjadi terpidana. Empat pemuda lainnya yang disiapkan membangun Proyek Mobil Listrik Nasional, juga terlantar. Asep Achmadi dituduh merugikan negara sebesar Rp. 20,- miliar, karena pekerjaan pembuatan mobil listrik, tidak sesuai dengan target dan komitmennya. Targetnya pada KTT APEC 2013, Asep sudah harus menghadirkan karyanya. Namun apa nyana. Janji Asep digagalkan. Dana Rp. 20,- miliar yang dijanjikan oleh sebuah konsorsium BUMN berupa sponsorhip, tidak cair sesuai waktu kebutuhan. Asep menjadi terpidana sekalipun menurut Dahlan, semestinya kasus Asep merupakan kasus perdata. Nah karena Asep merupakan anak muda yang direkrut Dahlan Iskan, maka bos media yang tengah menjadi Menteri BUMN saat itu kemudian dituduh melakukan “korupsi secara bersama-sama”. Asep sebagai tunas bangsa yang bercita-cita mengembangkan penemuan baru yang bermanfaat bagi kehidupan bangsa, menjadi korban.
3
Sedangkan Dahlan Iskan, juga dituduh melakukan kejahatan bersama-sama dengan Asep Achmadi, ikut menjadi atau dijadikan korban. Bagi Dahlan Iskan salah satu penyebab mengapa Asep dan dia dipidana oleh pengadilan, dikarenakan pemahaman penegak hukum tentang mobil listrik, sangat minim. Dia sadar kegagalannya mensosialisasikan manfaat mobil listrik bagi kehidupan masyarakat luas, ikut menyebabkan tujuan baik bagi proyek mobil listrik berjalan salah arah. Lantas disalahartikan. “Jadi saya sengaja membeli mobil ini untuk keperluan riset dan modifikasi. Tujuan saya untuk membuktikan bahwa mobil listrik itu merupakan sebuah proyek yang masuk akal dan bermanfaat bagi bangsa Indonesia”, ujar Dahlan Iskan tentang sedan “Tesla”. Kakek dari 6 cucu ini berasumsi, semakin banyak orang yang ingin tahu tentang Mobil Listrik, hal itu akan semakin baik. Dia pun tidak segan-segan berperan sebagai “sale & marketing executive”, memberi penjelasan soal Mobil Listrik Indonesia. Persepsi umum yang masih menyesatkan tentang mobil listrik, mau dia ganti dengan pemahaman yang sehat. Saat buka puasa di sore hari, pada hari yang sama, Sabtu 10 Juni - di sebuah restoran ala Prancis di bilangan Citra Land, Surabaya, tema Mobil Listrik itu, kembali dilanjutkan. “Saya beli mobil ini bukan untuk gagah-gagahan. Tapi saya ingin Indonesia kelak memproduksi mobil serupa di sini. Saya ingin buktikan bahwa program Mobil Listrik Indonesia, sesuatu yang tepat dan dibutuhkan oleh Indonesia”, ujarnya. Selama satu setengah hari di Surabaya, mobil listrik Tesla terbaru itu, juga kami uji cobakan. Mengapa Dahlan bersedia menggunakan uang pribadinya sendiri? Hanya dengan berkorban seperti itu, mobil listrik yang bisa diuji cobakan. Sambil diuji coba, penelitian dan pengembangan pun dilakukan secara bersamaan. Jadi uang yang dikeluarkannya sebasar Rp. 4,5,- miliar itu ibarat sebuah proyek riset dan uji coba yang “mobile”. Dan inilah pertama kalinya di Indonesia, sebuah perusahaan
4
pers mempelopori sebua riset yang berada di luar “core” bisnisnya. Dahlan sangat yakin, kita bangsa Indonesia kelak bisa memiliki mobil buatan kita sendiri. Hanya dengan mobil listrik Indonesia bisa mensejajarkan diri dengan negara industri otomotif. Indonesia berhak memproduksi mobil dengan mencantumkan catatan “Made in Indonesia”. Mobil listrik tidak menggunakan mesin. Sehingga tak perlu ada kekhawatiran bahwa Indonesia melakukan pelanggaran atas hak patent. “Kalau untuk membuat mobil yang menggunakan bensin, sudah pasti kita kalah. Karena para produsen sudah melangkah jauh meninggalkan kita”, katanya. Jika mobil listrik bisa dihadirkan di Indonesia secara masif, harganya pasti akan lebih murah dan manfaat serta positifnya akan sangat banyak. Selain itu dalam prediksinya paling lambat 10 tahun, mobil listrik sudah menjadi moda transportasi alternatif. Mobil listrik akan menurunkan tingkat polusi dan pencemaran lingkungan. Penurunan diperhitungkan akan terjadi secara signifikan. Apalagi bukan hanya mobil listrik yang merajai jalan-jalan raya tetapi juga sepeda motor listrik. Udara segar yang sehat, makin banyak bisa dihirup masyarakat Indonesia. Dengan begitu alam yang sehat dan bersih dari polusi, bisa menumbuhkan masyarakat yang sehat. Hanya saja sayangnya, “mind set” tentang mobil listrik, masih dipengaruhi oleh konsep para produsen mobil berbahan bakar bensin. Bahwa mobil listrik mahal dan sulit dirawat. Dahlan Iskan justru bertanya dan curiga. Jangan-jangan “mind set” yang keliru tentang mobil listrik, sengaja dihembuskan oleh produsen mobil berbahan bakar bensin. Terutama, mengingat Indonesia merupakan pasar konsumen yang sangat besar sejak tahun 1967. Setengah abad. Dahlan pantas curiga, sebab proyek mobil listrik ini sudah dibahas dan disetujui di sidang kabinet yang dipimpin Presiden SBY, pada tahun 2012. Artinya apa yang dilakukan Dahlan, tidak melanggar aturan apalagi etika. Keputusan Sidang Kabinet menggunakan mobil listrik dibuat satu tahun menjelang KTT APEC 2013, di Bali.
5
Di forum internasional itu Presiden SBY memutuskan bahwa Indonesia sebagai tuan rumah harus memamerkan mobil listrik buatan sendiri. Di KTT tersebut sekaligus Indonesia menegaskan dukungannya terhadap program lingkungan hidup global yang mengharuskan dilakukan pengurangan emisi sampai dengan ke tingkat 27 persen. Keputusan lainnya dari sidang kabinet, di KTT APEC itu semua bis yang digunakan oleh para peserta, harus ramah lingkungan. Bahan bakar bio-solar menjadi pilihan. Namun keputusan sidang kabinet menjadi sia-sia, ketika target memamerkan mobil listrik itu tak berhasil dicapai oleh Asep Achmadi. Yang runyam, peran otoritas yang menjadi penyebab kegagalan itu, tidak disinggung apalagi dipidana dan dihukum. Pencairan dana sponsor untuk proyek mobil listrik, yang tidak lancar - sehingga berakibat pada pemuatan sampel mobil, tidak pernah diakui. Asep Achmadi dijadikan kambing hitam, sementara Dahlan Iskan sebagai penggagas juga dinyatakan bertanggung jawab karena ikut "bersama-sama melakukan korupsi". Penyesatan persoalan itulah sebetulnya yang menjadi pangkal penyebab, mengapa Dahlan yang merupakan salah seorang pemilik media terkaya di Indonesia tersandung untuk proyek bernilai Rp. 20,- miliar. Inikah sesuatu yang bisa disebut absurd? [***] Penulis adalah wartawan senior
6