DINAMIKA SOLITON DNA KUINTIK DENGAN KOEFISIEN DISPERSI DAN NONLINEARITAS BERGANTUNG RUANG BERDASARKAN PRINSIP VARIASI
CASSANDRA MUTIARA
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Dinamika Soliton DNA Kuintik dengan Koefisien Dispersi dan Nonlinearitas Bergantung Ruang Berdasarkan Prinsip Variasi adalah benar karya saya di bawah bikbingan Dr. Husin Alatas, S. Si, M. Si dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013
Cassandra Mutiara G74090049
ABSTRAK CASSANDRA MUTIARA. Dinamika Soliton DNA Kuintik dengan Koefisien Dispersi dan Nonlinearitas Bergantung Ruang Berdasarkan Prinsip Variasi. Dibimbing oleh HUSIN ALATAS. Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah salah satu biomolekul yang paling penting dalam sel dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam mentransfer informasi genetik. Struktur double helix DNA sangat kompleks yang berhubungan dengan proses biologis seperti pada proses transkripsi DNA. Pada awal proses tersebut terjadi denaturasi gelembung yang merupakan proses dengan amplitudo kecil, selama dapat merambat sepanjang untai yang memungkinkan pembukaan ikatan hidrogen dan pembentukan gelombang denaturasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan mekanisme denaturasi gelembung pada DNA dengan amplitudo yang besar yang dinyatakan dalam persamaan QNLS dimana koefisien dispersi dan nonlinearitas bergantung ruang dengan prinsip variasi. Profil-profil yang ditinjau menunjukan adanya pergerakan untai DNA kearah kanan dan pertambahan kecepatan jika mengalami efek dispersi yang lebih besar, sedangkan jika diberi pengaruh nonlinearitas yang semakin besar maka melibatkan sedikit nukleotida tetapi tidak mempengaruhi kecepatan untai DNA itu sendiri. Kata kunci: denaturasi gelembung, dispersi, DNA, nonlinearitas, QNLS
ABSTRACT CASSANDRA MUTIARA. Dynamics Of Quintic DNA Soliton With The Coefficient Of Dispersion And Nonlinearity Dependent Spaces Based On The Principle Of Variation. Supervised by HUSIN ALATAS. Deoxyribonucleic acid is one of the most important biomolecules in the cell and has an important function in transferring genetic information. The double helix structure in DNA is indeed very complex especially when it is related to the biological process such as DNA transcription. In the initial process of transcription, the bubbling denaturation, a process with small amplitude will keep continuing as far as the denaturation process keeps propagating along the DNA strain which then allows the denaturation of the hydrogen bond and the forming of the denaturation wave, occured. The aim of this research is to describe the mechanism of bubling denaturation in DNA with the great amplitude which is stated in the QNLS equation in which the dispersion and nonlinearity coefficient dependent spaces based on the principle of variation. The profiles examined, show the increasing of velocity of DNA strain if the dispersion effect is larger. If the nonlinearity increases, then the DNA denaturation comprises only a few of nucleotides, but does not affect the velocity of the DNA strain itself. Keywords: bubble denaturation, dispertion, DNA, nonlinearity, QNLS
DINAMIKA SOLITON DNA KUINTIK DENGAN KOEFISIEN DISPERSI DAN NONLINEARITAS BERGANTUNG RUANG BERDASARKAN PRINSIP VARIASI
CASSANDRA MUTIARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Nama NIM
: Dinamika Soliton DNA Kuintik dengan Koefisien Dispersi dan Nonlinearitas Bergantung Ruang Berdasarkan Prinsip Variasi : Cassandra Mutiara : G74090049
Disetujui oleh
Dr. Husin Alatas, S. Si, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Akhiruddin Maddu Ketua Departemen Fisika IPB
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih karunia yang diberikan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Dinamika Soliton DNA Kuintik dengan Koefisien Dispersi dan Nonlinearitas Bergantung Ruang Berdasarkan Prinsip Variasi”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Kisman dan Ibu Yanti Chandra, Ci Grace, dede Agnes, Ie Okta, dan keluarga besar Cen serta ko Junius yang selalu memberikan doa, nasehat, dan motivasi kepada penulis, 2. Bapak Dr. Husin Alatas sebagai dosen pembimbing skripsi, 3. Bapak Mahfuddin Zuhri, M.Si selaku pembimbing akademik serta semua dosen dan staff Departemen Fisika, 4. Rekan kerja terkasih Nurul Huda, teman seperjuangan Upri, Nadia, Firda, Robi, Made, Rady, Pak komti Zas, teman-teman 46 lainnya, senior-senior angkatan 44 dan 45, yang telah saling mengingatkan dan memberikan semangat. 5. Ci Erni, Stella, Irena, Irma, kakak tik-tik, dan keluarga besar “Family House” yang selalu menemani belajar bersama, serta ko Ali yang juga ikut memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dengan cepat. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan bagi penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya. Damai sejahtera dan kasih karunia Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita semua. Amin. Bogor, April 2013 Cassandra Mutiara
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... i DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ii PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 Perumusan Masalah ................................................................................... 2 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 2 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2 Struktur DNA............................................................................................. 2 Proses Replikasi dan Transkripsi DNA ..................................................... 3 Denaturasi Gelembung .............................................................................. 5 Gelombang Soliton DNA Model PBD ...................................................... 5 Persamaan QNLS..................................................................................... 10 METODE ………………………………………………………………………..10 Waktu dan Tempat ................................................................................... 10 Alat dan Bahan ........................................................................................ 10 Studi Pustaka ........................................................................................... 10 Penurunan Solusi Secara Analitik ........................................................... 11 Analisa Hasil Perhitungan Analitik ......................................................... 11 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 11 Solusi Variasional Persamaan QNLS Ideal ............................................. 11 Solusi Varisional Persamaan QNLS Pertubatif ....................................... 13 Analisa Hasil Perhitungan ....................................................................... 15 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 22 Simpulan .................................................................................................. 22 Saran ........................................................................................................ 23 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23 LAMPIRAN ……………………………………………………………………..25 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 52
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. (a) Rangkaian kimiawi basa nitrogen pada DNA (b) Struktur DNA double helix lengkap ............................................................................ 3 Gambar 2. (a) stuktur double helix DNA saat terjadi replikasi (b) replikasi semikonservatif .................................................................................... 3 Gambar 3. Proses Transkripsi DNA........................................................................ 4 Gambar 4. Representasi grafis model pegas sederhana untuk untai DNA2 ............ 5 Gambar 5. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA ideal pada saat = 0.1, A1 = 1, P = 20, dan R = 20 (a) Plot F terhadap S pada t = 0 (b) Profil soliton DNA tampak atas (c) Profil soliton DNA dalam tiga dimensi............................................................................................... 16 Gambar 6. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA ideal pada saat = 0.1, A1 = 1; dimana grafik merah menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P = 100 R = 20, dan grafik hijau pada saat P = 20 R = 100............................................................................ 16 Gambar 7. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA kasus 1 pada saat = 0.1, A1 = 1 (a) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 20 (b) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 20 (c) Plot F terhadap S pada P = 100, R = 20 (d) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 100, R = 20 (e) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 100 (f) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 100 (g) Plot F terhadap S, dimana grafik berwarna merah menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P =100 R = 20, dan grafik hijau pada saat P = 20 R = 100 ...................................................................................... 18 Gambar 8. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA kasus 2 pada saat = 0.1, A1 = 1, c = 50, j = 150 (a) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 20 (b) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 20 (c) Plot F terhadap S pada P = 100, R = 20 (d) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 100, R = 20 (e) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 100 (f) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 100 (g) Plot F terhadap S, dimana grafik berwarna merah menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P =100 R = 20, dan grafik hijau pada saat P = 20 R = 100 .......................................................... 19 Gambar 9. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA kasus 3 pada saat = 0.1, A1 = 1 (a) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 20 (b) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 20 (c) Plot F terhadap S pada P = 100, R = 20 (d) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 100, R = 20 (e) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 100 (f) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 100 (g) Plot F terhadap S, dimana grafik berwarna merah menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P =100 R = 20, dan grafik hijau pada saat P = 20 R = 100 ...................................................................................... 20 Gambar 10. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA kasus 4 pada saat = 0.1, A1 = 1 (a) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 20 (b) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 20 (c) Plot F terhadap S pada P = 100, R = 20 (d) Profil soliton DNA tampak atas pada P =
100, R = 20 (e) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 100 (f) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 100 (g) Plot F terhadap S, dimana grafik berwarna merah menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P =100 R = 20, dan grafik hijau pada saat P = 20 R = 100 ...................................................................................... 22
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Solusi Variasional Persamaan QNLS Ideal...................................... 26 Lampiran B. Solusi Variasional Persamaan QNLS Pertubatif .............................. 29 Lampiran C. Program Analisa Persamaan QNLS Ideal ........................................ 46 Lampiran D. Program Analisa Persamaan QNLS Kasus 1 ................................... 47 Lampiran E. Program Analisa Persamaan QNLS Kasus 2 .................................... 48 Lampiran F. Program Analisa Persamaan QNLS Kasus 3 .................................... 49 Lampiran G. Program Analisa Persamaan QNLS Kasus 4 ................................... 50
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Soliton adalah gelombang nonlinear berbentuk gelombang soliter (sebuah paket gelombang atau pulsa) yang mempertahankan bentuknya dan menjalar dengan kecepatan konstan. Soliton disebabkan oleh efek nonlinear dan efek dispersif dalam medium. Efek dispersif merujuk pada hubungan dispersi, hubungan antara frekuensi dan kecepatan gelombang dalam medium. Dalam istilah yang lebih teknis, dapat dikatakan bahwa soliton merupakan solusi klasik persamaan diferensial parsial nonlinear yang memiliki energi total berhingga, terlokalisasi dalam ruang, bersifat stabil dan tidak menyebar. Ketika mengalami interaksi, soliton dapat mempertahankan cirinya dengan kecepatan dan bentuk yang sama, yakni bersifat stabil. Gejala soliton muncul dalam berbagai bidang sains, salah satunya adalah biofisika pada Deoxyribonucleic Acid (DNA). Penemuan mengenai struktur double helix DNA tidak diragukan lagi sebagai salah satu penemuan yang paling penting dalam sejarah ilmu pengetahuan1. DNA adalah salah satu biomolekul yang paling penting dalam sel dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam mentransfer informasi genetik. Struktur double helix DNA sangat kompleks yang berhubungan dengan proses biologis seperti pada proses transkripsi DNA. Proses tersebut (denaturasi) merupakan proses dengan amplitudo kecil, selama dapat merambat sepanjang untai yang memungkinkan pembukaan ikatan hidrogen dan pembentukan gelombang denaturasi.2 Usaha untuk menjelaskannya pertama kali dilakukan oleh Englander et al 1, dan kemudian dimodifikasi oleh banyak peneliti dengan keakuratan yang meningkat. Pada model-model tersebut, pergerakan torsi DNA dianggap bertanggung jawab penuh terhadap proses pembukaan DNA. Pada sisi yang lain, Peyrard dan Bishop1 telah mengembangkan model yang sederhana dengan menitikberatkan pada perambatan pembukaan pasangan basa terlokalisasi dikenal sebagai bubble denaturasi (gelembung denaturasi), yang terjadi akibat pergerakan transversal (peregangan) dari setiap untaian pada arah ikatan hidrogen. Kemudian, Dauxois2 menyisipkan pasangan (coupling) helicoidal diantara setiap untaian ke dalam model. Helicoidal ini atau yang dikenal sebagai model Peyrard-BishopDauxois (PBD).2 Model PBD dapat menampung keberadaan gelombang soliton. Persamaan gelombang soliton yang sampai saat ini sudah diinvestigasikan untuk mempelajari dinamika dari pembukaan DNA dengan amplitudo yang lebih besar belum pernah melebihi orde 4. Sehingga peneliti sebelumnya memasukan konteks orde ke-5 ini yang dikenal sebagai Persamaan Quintic Nonlinear Schrodinger (QNLS) dengan menggunakan ekspansi Taylor, dimana koefisien dispersi dan nonlinearitasnya masih berupa konstanta. Berdasarkan fakta ini, penelitian yang sekarang ini mendiskusikan solusi persamaan QNLS dengan koefisien dispersi dan nonlinearitas bergantung runag berdasarkan prinsip variasi.
2 Perumusan Masalah Rumusan masalah yang ditinjau dalam tugas akhir ini meliputi pemecahan persamaan QNLS akibat pengaruh koefisien dispersi (P) dan nonlinearitas (R) yang tidak bergantung ruang dan bergantung ruang dengan berbagai profil P(S) dan R(S) berdasarkan prinsip variasi.
Tujuan Penelitian Studi ini bertujuan untuk menyelesaikan dinamika soliton persamaan QNLS akibat pengaruh koefisien dispersi (P) dan nonlinearitas (R) yang tidak bergantung ruang dan bergantung ruang dengan berbagai profil P(S) dan R(S) berdasarkan prinsip variasi, sehingga dapat menerangkan mekanisme denaturasi terhadap gelombang soliton DNA.
Manfaat Penelitian Studi ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang dinamika soliton DNA kuintik dan aplikasinya terhadap mekanisme denaturasi DNA bagi kepentingan pengembangan sains.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi dengan persamaan QNLS dimana koefisien dispersi (P) dan nonlinearitas (R) merupakan koefisien yang bergantung ruang dengan berbagai profil P(S) dan R(S).
TINJAUAN PUSTAKA Struktur DNA DNA pada dasarnya merupakan struktur kompleks yang terdiri dari dua untaian polimer yang linear dari nukleotida, dimana setiap untai terdiri atas gula, basa purin [adenin (A) dan guanin (G)], basa pirimidin [timin (T) dan sitosin (S)], dan fosfat2. Setiap adenine dalan untai DNA berkaitan dengan timin yang terdapat pada untai yang lain oleh dua ikatan hidrogen, sedangkan sitosin saling melengkapi dengan guanine oleh tiga ikatan hidrogen3. Dua untai polinukleotida ini terhubung dengan ikatan hidrogen yang lemah sehingga mudah putus oleh pemanasan. Keadaan tersebut dinamakan denaturasi DNA. Dinamika pembukaan
3 pasangan basa atau proses denaturasi terjadi karena adanya perambatan energi pada DNA , adanya pengaruh enzim helikase dan suasana alkali1,3.
(a) (b) 3 Gambar 1. (a) Rangkaian kimiawi basa nitrogen pada DNA (b) Struktur DNA double helix lengkap4 DNA memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai pembawa informasi genetik dari suatu generasi ke generasi lainnya, mengontrol aktivitas dalam sel, menentukan proses pembentukan protein (sintesis protein), dan membentuk RNA3.
Proses Replikasi dan Transkripsi DNA DNA sebagai pembawa informasi genetik dapat berfungsi sebagai heterokatalis dan autokatalis. Heterokatalis artinya DNA dapat menyintesis molekul lain seperti membentuk RNA, sedangkan autokatalis artinya DNA mampu membentuk atau memperbanyak dirinya sendiri. Fungsi DNA sebagai autokatalitik dilakukan melalui proses replikasi. Proses replikasi DNA merupakan proses dimana untai DNA sebagai template untuk menghasilkan DNA baru melalui reaksi hidrolisis oleh enzim helikase sehingga terbentuk dua untai tunggal mononukleotida. Replikasi DNA dikatakan semikonservatif jika masing-masing untai DNA berlaku sebagai template untuk sintesa untai baru, dua molekul DNA baru akan dihasilkan, masing-masing dengan satu untai baru dan satu untai lama dengan bantuan enzim polimerase5.
(a)
(b)
Gambar 2. (a) stuktur double helix DNA saat terjadi replikasi6 (b) replikasi Semikonservatif7
4 Setelah proses replikasi, sel membelah dan salinan DNA ini diwariskan ke sel-sel anak. Tetapi banyak perubahan gen yang diwariskan kepada sel anak yang terjadi melalui rekombinasi (pertukaran gen dan kromosom) dan mutasi (akibat perubahan pada DNA). Ekspresi gen didalam sel memerlukan dua proses, transkripsi dan translasi. DNA mengalami transkripsi untuk menghasilkan asam ribonukleat (RNA) dan kemudian melalui proses translasi akan menyintesis protein8. Informasi genetik pada DNA berupa kode-kode sandi atau kode genetik. Grup nukleotida yang spesifik untuk satu asam amino disebut kode atau kodon. Kodon terdiri dari kodon singlet, duplet, dan triplet. Transkripsi adalah proses pembentukan RNA dengan DNA sebagai modelnya. RNA mengandung gula D-ribosa, basa nitrogen pirin (adenin [A] dan guanin [G]), basa nitrogen pirimidin (sitosin [S] dan urasil [U]), dan senyawa fosfat. Ketika terjadi proses transkripsi, RNA akan disintesis mulai dari ujung 5’ ke ujung 3’ sehingga untai RNA komplementer (yang merupakan pasangan DNA template) dibentuk secara antiparalel terhadap untai DNA dengan bantuan enzim RNA polimerase. Semua gen direkam pada molekul RNA yang memiliki panjang kurang lebih sama dengan DNA template.
Gambar 3. Proses Transkripsi DNA9 Transkripsi terjadi dalam tiga tahap, yakni inisiasi, elongasi, dan terminasi. Pada tahap insiasi, RNA polimerase menempel pada promoter, yakni urutan basa nitrogen khusus pada DNA yang dapat memberikan sinyal inisiasi transkripsi. Untai DNA yang digunakan pada proses perekaman gen hanya satu buah, dinamakan untai sense. Tahap elongasi ditunjukan oleh aktivitas RNA polimerase yang bergerak sepanjang untai DNA sehingga dihasilkan untai RNA yang mengandung urutan basa nitrogen pertama sebagai hasil perekaman (leader sequence). Perekemanan tersebut menghasilkan tiga puluh buah basa nitrogen yang diikat oleh suatu senyawa kimia pada ujung 5’RNA. Senyawa kimia tersebut berfungsi sebagai penutup (chemical cap) yang memberikan sinyal insisiasi pada tahap translasi dan mencegah terjadinya degradasi RNA. Ketika memasuki tahap
5 terminasi, proses perekaman (transkripsi) berhenti dan molekul RNA yang baru akan terpisah dari DNA template. Akhirnya dihasilkan produk transkripsi yang lengkap dinamakan mRNA.3
Denaturasi Gelembung Denaturasi gelembung terjadi bersamaan dengan proses transkripsi DNA (gambar 3). Sebelum RNA polimerase bergerak, enzim restriksi endonuklease (RNE) berperan dalam proses awal ini. Enzim RNE mengenai kodon triplet basa nitrogen sehingga terjadi pembukaan ikatan hidrogen pada untai DNA. Enzim RNE mempunyai sisi aktif yang mengakibatkan terjadinya fase transisi dimana enzim tersebut akan terikat sementara dengan kodon triplet yang menandakan lokasi terjadinya pembukaan ikatan hidrogen tersebut. Namun, enzim RNE juga dapat menyetabilkan pembukaan ikatan hidrogen yang terjadi oleh ikatan hidrogen juga dengan posisi yang berbeda, yaitu antara enzim dan basa nitrogennya. Pembukaan untaian yang diikuti dengan penutupan kembali untaian DNA inilah yang dikenal sebagai denaturasi gelembung (bubble denaturation).
Gelombang Soliton DNA Model PBD Struktur DNA dimodelkan oleh James Watson dan dan Francis Crick yang menjelaskan bagaimana DNA bekerja sebagai template untuk replikasi dan penyaluran informasi genetik8. Bentuk B-DNA dalam model Watson-Crick merupakan helix ganda, terdiri atas dua jalur s1 dan s2 (gambar 4) yang dihubungkan oleh interaksi secara harmonik dengan tetanggaterdekat sepanjang untai. Untai dipasangkan satu sama lain oleh suatu ikatan hidrogen, yang bersesuaian untuk perpindahan transversal nukleotida.
Gambar 4. Representasi grafis model pegas sederhana untuk untai DNA10 Berdasarkan gambar 4, massa nukleotida pada DNA dan kopling k konstan di sepanjang untai yang sama. Struktur helikoid dari untai DNA yang menunjukkan bahwa adanya interaksi dua nukleotida yang berdekatan seperti nukleotida n dan (n+h) serta n dan (n-h). nukleotida selanjutnya mengalami
6 perpindahan gerak transversal un dan vn dari ruang keseimbangannya di sepanjang arah ikatan hidrogen. Perambatan energi nukleotida pada DNA tersebut diberikan melalui Hamiltonian2 m
H ∑N {
(u̇
v̇ )
[(un - vn k )
k
[(un - un- )
(vn - vn- ) ]
}
(1)
(un - vn-k ) ] D[exp(-a[un - vn ]) - ]
Dimana un(t) dan vn(t) adalah fungsi bergantung waktu yang mempresentasikan ruang dari nukleotida ke-n pada dua untaian. Persamaan (1) menggambarkan pergerakan transversal dari -nukleotida pada DNA dengan mengasumsikan mempunyai massa yang sama, k adalah konstanta harmonik helicoids untuk untai yang sama, K adalah konstanta harmonik helicoids untuk untai yang berbeda, D adalah kedalaman potensial Morse, dan a adalah jarak antar nukleotida pada untai yang berbeda.Dengan mentransformasikan persamaan (1) ke koordinat pusat massa yang mewakili gerak transversal ke dalam dan ke luar, maka akan memudahkan menggambar gerakan dua alur, yaitu (un vn )
xn
(un - vn )
dan yn
√
(2)
√
Dari transformasi ini, maka akan menghasilkan persamaan gerak DNA yang menggambarkan gelombang linear dan gelombang nonlinear ̈
(
8
mÿ n
-
-
)
k (yn - yn yn- )
(
- (yn
-
9
)
(3a)
√ aD(exp[- a√ yn ] - ) exp[- a√ yn ]
yn yn-h )
h
-
(3b)
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa pergerakan DNA dengan amplitudo yang besar akan menimbulkan efek nonlinearitas yang direpresentasikan melalui persamaan (3b), yang kemudian ditransformasikan oleh ⁄
yn
(4)
n
Dimana dan menerapkan ekspansi Taylor orde ke-5, didapatkan persamaan gerak untuk k
̈n 8
m
(
( m
n
-
n
n h
n
)9) n-h
n-
g(
n
n
3 n
n
)
(5)
Dimana a D g
m
-
3a
a
√
3
-
5a3 √
(6)
7 Dengan solusi pendekatan semi-diskrit diperoleh n
F ( nl t) exp i
n
cc
⁄
[
F ( nl t) F ( nl t) exp i
n
cc
] O( )
(7)
Dengan mengasumsikan orde ⁄ pada suku sebelah kanan persamaan (7) sedikit berbeda dengan persamaan aslinya. Pada persamaan (7) varibel nql - t, dengan parameter l dan q yang n menyatakan jarak antara dua nukleotida yang berdekatan pada untai yang sama, frekuensi vibrasi, dan setara dengan bilangan gelombang, sedangkan k adalah panjang gelombang yang terkait. Fungsi Fi divariasikan untuk i = 0, 1, 2 dengan ruang yang sama pada orde . Hal ini berbeda dengan pendekatan sebelumnya dimana kecilnya amplitudo pada pembukaan basa dan lembutnya variasi gelombang dalam ruang-waktu pada orde yang sama, dianggap berbeda. Perbedaan ini akan dinyatakan dalam ekspansi Taylor orde kelima untuk persamaan gerak DNA. Untuk pendekatan semi-diskrit, dapat diasumsikan nl sebagai z untuk fungsi Fi Fi [ (n h)l t]
Fi (
T) hl
Fi
h l
Fi
i
(8)
Dimana variabel kontinu z dan t telah ditransformasi oleh z dan t T . Kemudian persamaan (7) ke dalam persamaan (5) dengan mengumpulkan exp(i0) diperoleh hubungan dari orde ⁄ : F
|F |
(9)
dimana -
(10)
m g
Di sisi lain, dari suku harmonik (exp[2i n ]), didapatkan hubungan F2 : F
F
(11)
dimana m g [k(cos ql- )- (cos qlh
)] m(
- g)
(12)
Dari persamaan dasar (9) dan (11), akan diperoleh kondisi konsisten untuk exp(i0) dengan orde 3⁄ : (
)
(
)
(13)
dengan hanya memfokuskan pada suku harmonic exp(i n ) dan mengabaikan efek pada orde yang lebih tinggi, maka diperoleh persamaan:
8 F
F T
i
T
F
k 0 F (cos ql m { m
0 F (cos ql
-
g
{ orde
0
) (
[
F
)
i l
)
sin qlh
l
F
lh
)
cos qlh1
}
)
(14) 1 |F | F
}
[k( - cos ql)
(
cos ql h)]
(15)
g
Selanjutnya, didefinisikan koordinat perpindahan: S hasil transformasi persamaan (14) adalah l g- m
(k sin ql - h sin qlh)+
F
i
S
g
Untuk orde , sedangkan untuk orde [
cos ql1
Hubungan dispersi dapat dicari dengan menyamakan persamaan (14) dengan : m
*
F
] |F | F
3 ( (3
sin ql
F
i lh
3
F
l g- m (
k cos ql )] - h cos qlh
F S
-i
F
[
(
gT
-
dan
) 3 ]|F | F
T, sehingga
(16)
diberikan oleh: -
g
0
3 (
) (3
)
1 |F | F
(17)
Dari hubungan dispersi pada persamaan (15), diperoleh hubungan kecepatan grup yang didefinisikan dengan g d dq, diberikan oleh: l g
m
(k sin ql - h sin qlh)
(18)
Dengan mudah dapat dilihat bahwa kecepatan grup (18) menghilangkan suku sebelah kiri pada persamaan (16). Hal ini menyebabkan, melalui persamaan (12) diperoleh kondisi konsistensi yang kedua: (
) 3
(19)
Ini menarik karena sisi kiri pada persamaan (18) sebanding dengan koefisien “Q” pada persamaan CNLS. Pemecahan secara simultan dari kondisi konsisten pada persamaan (13) dan (19) diperoleh dan : -
√
-
(20a)
9 √
-
-
(20b) dimana dan diberikan oleh persamaan (6). Dengan mudah dibuktikan ⁄ bahwa persamaan (20) selalu real dengan syarat . Dengan mengevaluasi persamaan (20) dengan persamaan (10), (12) dan hubungan disperse (15), akan didapatkan konstanta pegas k dan K yang dinyatakan dalam parameter ql, a, D, h, dan m: - m k
g(
)
(21a)
[cos qlh - (cos qlh
m g ( - 3)
)]
(21b)
(cos ql - )
persamaan (21b) menjadi tak hingga untuk ql . Perlu disadari bahwa konstanta k dan K merupakan sifat internal dari struktur DNA terkait, sedangkan bilangan gelombang q menentukan karakteristik osilasi pada pembukaan DNA. Persamaan (21) menunjukkan bahwa keberadaan pembukaan DNA terkait dibatasi karena nilai k dan K secara unik ditentukan oleh parameter ql, a, D, h, dan m. berdasarkan persamaan (17), persamaan QNLS secara singkat dapat dituliskan sebagai i
P
R| |
S
(22)
dengan l
[ (k cos ql - h cos qlh)-
P
m
R -
g
[3 (
)
(3
g]
(23a) )]
(23b)
Pada point ini, sangat berguna untuk menuliskan kembali persamaan CLNS yang sudah didapatkan sebelumnya: i
P
S
Q| |
(24)
dimana P diberikan oleh persamaan (23a), sedangkan Q
-
g
[
(
) 3 ]
(25)
Sudah dibuktikan bahwa koefisien Q pada CNLS (24) sebanding dengan sisi kiri pada keadaan konsisten (19) sehingga Q=0 untuk parameter terkait, khususnya k, K, dan ql. Berdasarkan fakta tersebut, persamaan QNLS (22) merupakan persamaan yang dibatasi dengan parameter-parameter terkait yang tidak dapat diselesaikan
10 oleh persamaan CNLS (24). Sama halnya dengan CNLS, QNLS juga merupakan solusi soliton yang mempunyai karakteristik dinamik yang berbeda.
Persamaan QNLS Persamaan QNLS dinyatakan melalui persamaan (22). Persamaan QNLS merupakan persamaan dengan orde kelima yang diduga mempunyai keakuratan lebih tinggi dibandingkan orde sebelumnya dan mampu menampung dinamika denaturasi DNA. Pada persamaan (22) suku P dan R yang dimaksud merupakan sebuah koefisien dispersi dan nonlinearitas. Koefisien P dan R persamaan (22) masih merupakan konstanta. Pada persamaan QNLS yang akan dibahas ini, parameter a menjadi an, artinya semua koefisien P dan R adalah fungsi yang terkait dengan ruang yaitu P(S) dan R(S). Profil P(S) dan R(S) yang akan dibahas merupakan kasus kontinu.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Teori Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor mulai bulan Juni 2012 sampai bulan April 2013.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah pensil, kertas, penghapus, laptop pribadi yang dilengkapi dengan perangkat lunak Maple 15 dan MATLAB R2011a yang bertujuan untuk mempermudah dan menganalisa hasil perhitungan serta simulasi dari hasil perhitungan analitik.
Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memahami proses penyelesaian persamaan Cubic Nonlinear Schrodinger (CNLS) dengan prinsip variasi yang menjadi acuan dalam menyelesaikan persamaan QNLS untuk interaksi dua soliton sehingga mempermudah mendapatkan anzats (solusi tebakan) persamaan QNLS untuk memperoleh dinamika parameter yang terkait.
11 Penurunan Solusi Secara Analitik Metode ini dilakukan dengan memvariasikan koefisien dispersi P(S) dan nonlinearitas R(S) ke dalam persamaan (20) sampai persamaan (23), sehingga diperoleh dinamika parameter soliton termodifikasi yang terkait. Profil P(S) dan R(S) divariasikan sebanyak 8 kasus dengan : 1. P(S)
tanh (S dan R(S)
sech (S
2. P(S)
tanh (S dan R(S)
tanh (S
3. P(S)
{
c - S j S
dan R(S)
sech (S
4. P(S)
{
c - S j S
dan R(S)
tanh (S
5. P(S)
sech (S dan R(S)
sech (S
6. P(S)
sech (S dan R(S)
tanh (S
7. P(S)
tanh (S dan R(S)
sech (S
8. P(S)
tanh (S dan R(S)
tanh (S
Analisa Hasil Perhitungan Analitik Metode ini dilakukan dengan memakai dua jenis perangkat lunak yaitu Maple 15 dan MATLAB R2011a. Perangkat lunak Maple 15 digunakan untuk mempermudah perhitungan integral, penurunan terhadap parameter terkait, dan penggambaran kurva trigonometri hiperbolik, sedangkan MATLAB R2011a digunakan untuk menganalisis dan mensimulasi sehingga menperoleh gambar solusi persamaan QNLS soliton DNA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Solusi Variasional Persamaan QNLS Ideal Persamaan DNA tidak bergantung ruang dipresentasikan dalam persamaan (22) dengan nilai konstanta R yang merupakan koefisien nonlinearitas dan konstanta P yang merupakan koefisien dispersi. Untuk memecahkan persamaan (22) maka diperlukan sebuah fungsi tebakan (anzats), dengan F sebagai fungsi dari ruang (S) dan waktu ( )
12 F(S )
A ( ) sech {A ( [S-v( ]} exp i{ ( )S-w( }
(26)
dimana A1, A2, v, , dan w merupakan parameter soliton yang mewakili amplitudo, lebar, kecepatan, bilangan, dan fase gelombang. Sebelum menyubtitusi persamaan (26) ke persamaan (22) untuk mendapatkan parameter dan membuktikan bahwa persamaan (26) adalah anzats yang tepat, maka persaman (22) harus dibuktikan terlebih dahulu melalui persamaan Euler-Lagrange: d d
(
Lg x
d
)
dS
Lg
(
xS
)-
Lg
(27)
x
dimana x mempresentasikan F atau F̅ , yang didiferensialkan terhadap ruang dan waktu, dan Lg merupakan kerapatan Lagrangian persamaan QNLS yang diberikan oleh Lg
i
(FF̅ - F̅ F ) P|FS | -
R 3
|F|
(28)
Dengan menyubtitusi persamaan (28) ke persamaan (27), maka terbukti persamaan (22) merupakan persamaan QNLS dan untuk konjugatnya. Langkah selanjutnya adalah dengan menyubtitusi anzats pada persamaan (26) ke persamaan (28) kemudian mengintegrasikannya terhadap ruang L ∫- Lg dS
(29)
Diperoleh A
L
, ̇ v - ẇ
A
P
[A
]-
R
A-
(30)
Dan dengan menggunakan persamaan reduksi Euler-Lagrange untuk menentukan lima parameter soliton termodifikasi yang terkait dengan waktu ( ) L
d
( )-
d
L
( ̇)
(31)
Dimana A A v dan w Akan diperoleh hubungan antara parameter-parameter soliton yang terkait : ̇
(32a)
v̇
P
ẇ
P
(32b) R
3
RA
(32c)
A
( 3P )
A
(32d)
A
konstanta
(32e)
13 Substitusi kembali parameter-parameter yang didapatkan (32) untuk anzats persamaan QNLS dan konjugatnya, artinya anzats yang digunakan sudah tepat.
Solusi Varisional Persamaan QNLS Pertubatif Kondisi pertubatif adalah kondisi dimana perambatan soliton tersebut mengalami gangguan (pertubasi). Dalam kondisi ini, koefisien P dan R pada persamaan (22) merupakan koefisien yang terkait dengan ruang. Sehingga persamaan (22) menjadi F
i
P
F
R|F| F
S
P( -
)
F S
R( -
)|F| F
(37)
dimana P( - )FSS R( - )|F| F merupakan suku pertubatif yang dilambangkan dengan G. Melalui cara yang sama pada persamaan QNLS ideal dengan memperhitungkan suku pertubatif yang ada, maka akan didapatkan variasi parameter-parameter soliton terkait
̇
A
-
∫- {
P { -
v̇
̇
P
̇v
P
sech[A (S-v)] PA . / - 3 sech3 [A (S-v)] } tanh[A (S - v)] dS
R
RA sech3 [A (S-v)]
A
∫- (
sech[A (S - v)] tanh[A (S - v)]) (S - v)}
A
A -3A -
(38a)
-
A
∫- {
R
A
∫- {
PA .
(38b)
sech[A (S-v)]
/ - 3 sech3 [A (S-v)] } dS
(38c)
RA sech3 [A (S-v)]
sech[A (S-v)] / PA . -3 sech3 [A (S-v)] } ,A -(S-v) tanh[A (S-v)]- dS RA sech3 [A (S-v)]
(38d) dimana dan tergantung pada profil P(S) dan R(S) yang diberikan. Kasus pertama dan kedua, merupakan kasus dengan profil P(S) yang sama yaitu tanh (S serta R(S) yang berbeda yaitu [ sech (S ] dan [ tanh (S ]. Dari kedua kasus ini didapatkan parameter soliton terkait yaitu ̇
(39a)
v̇
P
ẇ
P
(39b) A(
)
(39c)
14 A
(3P)
A
konstanta
A
(39d) (39e)
Kasus ketiga dengan profil R(S) [ sech (S ] sedangkan kasus keempat dengan profil R(S) = [ tanh (S ], yang keduanya mempunyai profil P(S) yang c - S sama yaitu P(S) { . Diperoleh parameter soliton terkait yaitu j S ̇
(40a)
v̇
P - (c
ẇ
A *
A
(
A
(c
j
(40b) + P
j - 5P
)
A
A
A
(40c) (40d)
konstanta
(40e)
Untuk kasus selanjutnya, profil P(S) yang memenuhi adalah [ sech (S ], sedangkan profil R(S) [ sech (S ] untuk kasus kelima dan R(S) = [ tanh (S ] untuk kasus keenam. Parameter soliton terkait yang diperoleh dalam kasus ini adalah ̇
(41a)
v̇
P -
ẇ
A (
A
(3P
A
(41b) P
- ) P - RA )
A
(41c)
A
(41d)
konstanta
(41e)
Untuk dua kasus terakhir, profil P(S) yang digunakan adalah [ tanh (S ], sedangkan profil R(S) [ sech (S ] untuk kasus ketujuh dan R(S) = [ tanh (S ] untuk kasus kedelapan. Dari kasus ini diperoleh parameter soliton terkait yaitu ̇
(42a)
v̇
-
ẇ
A *
(42b) P
- + P
- RA -
A
(42c)
15 R
A
(5
A
konstanta
P-
)
A
(42d) (42e)
Dari perhitungan kedelapan kasus yang ditinjau, parameter-parameter soliton terkait yang didapatkan menghasilkan parameter yang sama untuk profil R(S) yang berbeda. Artinya, efek dispersi untuk setiap kasus lebih dominan dibandingkan dengan efek nonlinearitasnya.
Analisa Hasil Perhitungan Bagian ini akan membahas hasil solusi analitik dari dinamika dan interaksi soliton DNA pada kondisi ideal dan pertubatif yang disajikan dalam bentuk grafik dua dan tiga dimensi. Program yang dipakai untuk menyelesaikan persamaan tersebut dibuat dengan menggunakan parameter-parameter yang sudah diperoleh untuk setiap kasus. Gambaran umum dari proses denaturasi DNA merambat dari tengah hingga ke ujung untai atas dan ujung untai bawah. Dengan bertambahnya waktu, maka pergerakan proses ini terlihat seperti penjalaran sebuah gelombang. Karakteristik pergerakan soliton ideal diperlihatkan pada gambar 5 dengan amplitudo yang cukup stabil sepanjang perambatannya. Pada gambar 6, merepresentasikan perbandingan adanya pengaruh efek dispersi dan nonlinearitas pada soliton ideal. Pada saat efek dispersi diperbesar (gambar 6 biru), maka soliton DNA semakin melebar, bergerak ke kanan, dan gelombang yang terbentuk lebih sedikit. Hal ini berhubungan dengan kecepatan DNA yang semakin cepat, dimana kecepatan dan efek dispersi berbanding lurus. Berbeda ketika efek nonlinearitas yang diperbesar (gambar 6 merah), maka soliton DNA semakin menyempit dan terbentuk banyak gelombang tetapi tidak mengubah kecepatan, karena efek nonlinearitas tidak mempengaruhi kecepatan gelombang.
(a)
(b)
16
(c) Gambar 5. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA ideal pada saat = 0.1, A1 = 1, P = 20, dan R = 20 (a) Plot F terhadap S pada t = 0 (b) Profil soliton DNA tampak atas (c) Profil soliton DNA dalam tiga dimensi
Gambar 6. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA ideal pada saat = 0.1, A1 = 1; dimana grafik kuning menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P = 100 R = 20, dan grafik merah pada saat P = 20 R = 100 Kasus pertama, dibuat melalui persamaan (39). Terlihat dari gambar 7, untuk nilai P yang semakin besar untai DNA akan semakin lebar dan bergeser ke arah kanan, artinya ada pertambahan kecepatan yang disebabkan oleh efek dispersi yang semakin besar. Berbeda dengan kondisi ideal, ketika profil soliton divariasikan terhadap R, penjalaran soliton tidak bergeser dan gelombang yang terbentuk lebih sedikit. Suatu hal yang menarik adalah untuk koefisien nonlinearitas yang berbeda jauh, kecepatan dan lebar gelombang soliton tetap
17 konstan tetapi mempunyai fase gelombang yang berbeda. Hal ini ditunjukkan pada gambar 7 (g), dimana grafik merah bertumpang tindih dengan grafik kuning.
(g)
18 Gambar 7. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA kasus 1 pada saat = 0.1, A1 = 1 (a) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 20 (b) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 20 (c) Plot F terhadap S pada P = 100, R = 20 (d) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 100, R = 20 (e) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 100 (f) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 100 (g) Plot F terhadap S, dimana grafik berwarna kuning menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P =100 R = 20, dan grafik merah pada saat P = 20 R = 100 Kasus kedua dibuat dari persamaan (40). Kasus ini merupakan kasus dimana efek dispersi merupakan fungsi diskrit. Batas daerah yang mempengaruhi tergantung pada konstanta c dan j. Jika nilai konstanta 24(c+j) < 45P, maka lebar gelombang menjadi imajiner, sehingga tidak dapat dihasilkan gelombang soliton. untuk memenuhi syarat ini, nilai c dan j yang diambil masing-masing adalah 50 dan 150. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 8, karakteristik soliton DNA kuintik ini akan semakin lebar jika nilai P diperbesar, sedangkan untuk nilai R yang diperbesar maka kecepatan dan lebar gelombang konstan hanya saja terjadi perubahan dalam fase gelombangnya dimana gelombang yang terbentuk akan lebih sedikit.
19
(g)
Gambar 8. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA kasus 2 pada saat = 0.1, A1 = 1, c = 50, j = 150 (a) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 20 (b) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 20 (c) Plot F terhadap S pada P = 100, R = 20 (d) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 100, R = 20 (e) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 100 (f) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 100 (g) Plot F terhadap S, dimana grafik berwarna kuning menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P =100 R = 20, dan grafik merah pada saat P = 20 R = 100 Kasus ketiga dibuat dari persamaan (41). Pada kasus ini juga dapat dilihat karakteristik soliton DNA kuintik yang akan bergerak ke kanan dan bertambah sempitnya gelombang soliton jika diberikan nilai koefisien dispersi yang semakin besar, sedangkan untuk koefisien R tetap tidak memberikan pengaruh pada kecepatan dan lebar gelombang, hal ini ditunjukan pada gambar 9 (g) dimana grafik merah dan kuning saling berhimpitan.
20
(g)
Gambar 9. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA kasus 3 pada saat = 0.1, A1 = 1 (a) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 20 (b) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 20 (c) Plot F terhadap S pada P = 100, R = 20 (d) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 100, R = 20 (e) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 100 (f) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 100 (g) Plot F terhadap S, dimana grafik berwarna kuning menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P =100 R = 20, dan grafik merah pada saat P = 20 R = 100 Kasus terakhir dibuat dari persamaan (42). Berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, agar terlihat perbedaannya konstanta sigma diambil nilai sama dengan 10. Kecepatan gelombang soliton tidak dipengaruhi oleh konstanta P dan R, serta mempunyai nilai negatif yang menunjukan pergerakan arah gelombang soliton ke kiri, tetapi lebar gelombang soliton ini masih dalam pengaruh koefisien P dan R. Padatnya gelombang yang terbentuk menunjukan banyaknya nukleotida yang terlibat dalam pembukaan untai DNA. Jika nilai P diperbesar, gelombang soliton akan semakin melebar, sebaliknya untuk nilai R yang diperbesar gelombang soliton akan semakin menyempit. Satu hal yang menarik perhatian dalam kasus ini adalah fase gelombang yang dihasilkan saat P = 20 dan R = 100 (gambar 10 (g)), hampir menyerupai karakteristik gelombang soliton ideal (gambar 6).
21
(g)
22 Gambar 10. Karakteristik solusi persamaan QNLS soliton DNA kasus 4 pada saat = 10, A1 = 1 (a) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 20 (b) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 20 (c) Plot F terhadap S pada P = 100, R = 20 (d) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 100, R = 20 (e) Plot F terhadap S pada P = 20, R = 100 (f) Profil soliton DNA tampak atas pada P = 20, R = 100 (g) Plot F terhadap S, dimana grafik berwarna merah menunjukan grafik pada saat P = 20 R = 20, grafik biru pada saat P =100 R = 20, dan grafik hijau pada saat P = 20 R = 100 Dapat dilihat pada gambar 5 sampai gambar 10, hasil yang diperoleh pada gelombang soliton DNA dalam keadaan ideal maupun non-ideal memperlihatkan amplitudo yang dicapai untuk semua gelombang dalam setiap kasus adalah sama. Amplitudo yang konstan ini dinyatakan dalam setiap parameter untuk setiap kasus yang didapat, dengan mengambil A1 = 1. Tampak terjadi perubahan dari keadaan idealnya (gambar 5) setelah diberikan gangguan berupa efek dispersi dan nonlinearitas (gambar 7-10). Gelombang soliton yang terbentuk mengalami undulasi pada untai bawah DNA yang diberikan oleh nilai anzats negatif (F(S ) ). Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa efek dispersi akan mempengaruhi frekuensi dan kecepatan gelombang. Hal ini terbukti dengan adanya pergerakan arah ke kanan ketika efek dispersi diperbesar. Efek nonlinearitas yang diberikan pada gelombang soliton DNA dari kondisi idealnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kecepatan gelombangnya. Tetapi dengan sangat jelas terlihat bahwa pemberian efek nonlinearitas akan mempengaruhi fase gelombang. Gelombang soliton yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi idealnya. Hal ini berarti adanya pengurangan jumlah nukleotida dalam proses denaturasi karena penyempitan akibat efek nonlinearitas, dimana nukleotida yang awalnya meregang terhalangi oleh efek nonlinearitas.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Proses denaturasi DNA adalah proses dimana terjadinya perambatan dari ujung atas dan ujung bawah untai DNA. Pada kondisi ideal, gelombang soliton merambat dengan amplitudo yang cukup stabil selama perambatannya, yang diperlihatkan dengan hanya ada satu undukan sepanjang perambatanya. Ketika diberi gangguan berupa efek dispersi dan nonlinearitas, profil soliton akan berubah. Tampak terdapat beberapa undukan pada anzats yang diberikan. Dari kedelapan kasus yang ditinjau, efek nonlinearitas tidak mempengaruhi parameterparameter yang dihasilkan. Efek dispersi pada gelombang soliton ini akan mempengaruhi kecepatan dan lebar gelombang, dimana gelombang soliton akan bergeser kearah kanan. Sedangkan efek nonlinearitas lebih berpengaruh terhadap fase gelombang, dimana
23 gelombang soliton yang dihasilkan lebih sedikit dari pada kondisi idealnya. Artinya, terjadi pengurangan nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi.
Saran Penelitian tentang dinamika pemodelan dan perambatan gelombang DNA merupakan salah satu penelitian yang cukup menarik. Untuk pengembangan selanjutnya ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Metode numerik yang digunakan sebaiknya menggunakan metode yang memiliki keakuratan yang tinggi, sehingga dalam proses pemodelannya akan lebih cepat dan akurat. Selain itu, pemodelan DNA dapat ditinjau dari model lain selain model PBD. Dalam penelitian ini, profil DNA ditinjau dalam kondisi ideal dan non-ideal akibat pengaruh efek dispersi dan nonlinearitas pada suhu konstan. Diharapkan adanya penelitian yang akan membahas pengaruh suhu terhadap denaturasi DNA.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3. 4.
5.
6. 7.
8.
9.
Englander SW, Kalenbach NR, Heeger AJ, Krumhansl JA, dan Litwin S. Nature Of The Open State In Long Polynucleotide Double Helices: Possibility Of Soliton Excitations. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 77, 72227226. 1980. Alatas H dan Hermanudin D. Semi-discrete DNA breather in PeyrardBishop-Dauxois model with fifth-orde-approximation Morse Potensial. Chaos, Solitons & Fractals No. 9.Chaos 7191. 2012. Karmana O. Cerdas Belajar Biologi. Jakarta: PT Grafindo Media Pratama. 2009. Anonim. DNA Structure 2 [Internet]. Plant Celluler & Molecular Biology At The Ohio University. Tersedia pada: http://www.biosci.ohiostate.edu/~plantbio/osu_pcmb/pcmb_lab_resources/pcmb101_activities/dna _protein/dna_protein_structure_2.htm Anonim. Metabolisme DNA [Internet]. Febuari 2009 [diunduh 2013 April 13]. Tersedia pada: http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wpcontent/uploads/2009/02/metabolisme-dna.pdf. Peng XH. DNA Cross Link [Internet]. [diunduh 2013 April 26]. Tersedia pada: http://alchemy.chem.uwm.edu/research/peng/index.html. Riyadi W. Replikasi DNA [Internet]. 2010 Mei 8 [diunduh 2013 April 13]. Tersedia pada: http://sciencebiotech.net/wpcontent/uploads/2010/05/dna_replication_britannicacom.gif. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Pendit BU, penerjemah; Suyono J, Sadikin V, Mandera LI, editor: Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. 1996. Maulana P. Proses Dan Tahapan Sintesis Protein, Pengertian Replikasi, Transkripsi DNA Dan Translasi RNA, Pembentukan Protein / Polipeptida
24
10.
11. 12.
[Internet]. 2013 Maret 5 [diunduh 2013 April 13]. Tersedia pada: http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/03/proses-dan-tahapansintesis-protein-pengertian-transkripsi-dna-dan-translasi-rna-pembentukanpolipeptida.html. Hermanudin D. Efek Osilasi Anharmonik Pada Soliton Deoxyribonucleic Acid Peyrard-Bishop-Dauxois [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen FisikaFMIPA, IPB. 2011. Calladine CR, Drew HR, Luisi BF, Travers AA. Understanding DNA the molecule and how it works 3rd ed. USA: Elsevier Academic Press. 2004. Rudiyanto. Dinamika pertubasi solusi satu soliton spasial pada “kawat” silikon fotonik nonlinier (nonlinear silicon photonic wire) [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Fisika-FMIPA, IPB. 2010.
25
LAMPIRAN
26 Lampiran A. Solusi Variasional Persamaan QNLS Ideal Persamaan kerapatan Lagrangian i
Lg
(FF̅ - F̅ F ) P|FS | -
R 3
|F|
(1)
Dengan menyubtitusi persamaan (1) ke persamaan Euler-Lagrange d
Lg
(
d
x
d
)
( dS
Lg xS
Lg
)-
(2)
x
Dan mengambil x = F̅ maka didapatkan d d d
d dS
i
d
( F)
d i
Lg ) F̅
(
dS
(
i
(PFS ) - (- F - R|F| F) i
F PFSS
Lg Lg )- ̅ ̅FS F
F R|F| F
iF PFSS R|F| F
(3)
Persamaan (3) dapat ditulis menjadi i
F
F
P
R|F| F
S
(4)
Persamaan (4) merupakan persamaan Nonlinear Schrodinger kuintik (QNLS), maka solusi tebakan (anzats) dari persamaan (4) adalah F(S ) A ( ) sech {A ( [S-v( ]} exp i{ ( )S-w( }
(5)
Dengan memisalkan sech {A ( [S-v( ]}
(6a)
G { ( )S-w( }
(6b)
Maka dapat dituliskan F A
eiG
(7a)
F̅ A
e-iG
(7b)
Dengan mendeferensialkan secara parsial persamaan (7) terhadap F
dA
F̅
dA
FS
A
d
eiG i A dS
eiG
̅̅̅ FS
A
d
e-iG dS
eiG A
d
d d
e-iG A
d
e-iG - i A dS
d d
dG
eiG i A
eiG
e-iG - i A
e-iG
d dG d
dG dS dG
Persamaan (8) dievaluasi masing-masing sesuai suku dalam persamaan (1)
(8a) (8b) (8c) (8d)
27 FF̅ - ̅FF
A ( dS )
(FF̅ )3
|F|
(9a)
d d
̅̅̅S FS F
|FS |
dG
- iA
dG
( dS )
A
(9b)
A
(9c) dan S, agar dapat memenuhi
Persamaan (6) juga dideferensialkan terhadap persamaan (9)
S
- sech {A ( [S-v( ]} tanh{A ( [S-v( ]} {Ȧ S-Ȧ v-A v̇ }
(10a)
- sech {A ( [S-v( ]} tanh{A ( [S-v( ]} A
(10b)
̇ S - ẇ
G
(10c)
GS
(10d)
Dengan menyubtitusi persamaan (8) sampai (10) ke persamaan (1) Lg A sech [ ̇ (q v)-ẇ ]
PA
[A sech
R
-A sech3
sech ]- 3 A sech3 (11)
A [S - v( ]; q
Dengan
S - v; S
q
v
Integrasikan persamaan (11) terhadap S L ∫- Lg dS L
A
L
A
A
( ̇ v - ẇ )
, ̇ v - ẇ
A
P
PA
[A
*A
A
-A
]-
R
A
A
+-
R 3
A
A
A-
(12)
Substitusikan persamaan (12) ke persamaan reduksi Euler-Lagrange L
d
( )-
d
L
( ̇)
(13)
Dimana X merupakan dinamika parameter,
A A
v dan w
Maka akan didapatkan parameter-parameter soliton terkait
A d dt
-
(
L )Ȧ
A
[-
̇v
A A
- ̇v
A
L
ẇ - PA - P
ẇ - PA - P
RA
RA ] (14a)
28 d dt
(
L )Ȧ
A
[-
̇v
A A
̇v
L
ẇ
PA
ẇ
-P
3PA R
P
RA ]
A
(14b)
Melalui persamaan (14a) dan (14b), diperoleh RA
PA
3 R
A
3P
A
R
( 3P )
A
A
(14c)
d
L
( ̇) dt d A
A
[
v] - [A P ]
dt A A Ȧ
v-
A A
A Ȧ A
A
v̇
A
L
A A
v̇ -
A A
P
P
A
v̇
v
P
(14d)
v d dt
L
L
( v̇ ) -
A A
v
̇
̇
(14e) w
Parameter w didapatkan dengan menyubtitusi persamaan (14c), (14d), dan (14e) ke persamaan (14a) - ̇v
ẇ - PA - P
ẇ
PA
ẇ
P * 3P A + P
ẇ
P R
P
- 3 RA
RA
- RA - RA (14f)
29 Lampiran B. Solusi Variasional Persamaan QNLS Pertubatif Persamaan QNLS yang dinyatakan pada Lampiran A persamaan (4), diubah menjadi i
F
P(S)
F S
R(S)|F| F
(15)
dimana P(S) P( -[ - ])
(16a)
])
R(S) R( -[ -
(16b)
Dengan menyubtitusi persamaan (16) ke persamaan (15) diperoleh i
F
i
F
P( -[ - ]) P
F S
F S
])|F| F
R( -[ -
R|F| F P( - )
F
)|F| F
R( -
S
(17)
suku sebelah kanan persamaan (17) merupakan suku pertubatif yang dimisalkan dengan G. Anzats untuk persamaan (17) adalah sama dengan anzats untuk persamaan (4) yang dinyatakan oleh persamaan (5). Kerapatan langrangian yang memenuhi persamaan (17) adalah
LG
(GF̅
Lg
i
̅ F) G
(FF̅ - F̅ F )
P|FS | -
R 3
|F|
(GF̅
̅ F) G
(18)
Integrasikan persamaan (18) terhadap S L
∫- Lg dS
L
i
L
A
∫- Lideal dS
(FF̅ - F̅ F )
A
* ̇ v - ẇ
P|FS | P
(A
∫- LG dS R 3
̅ F) dS ∫- (GF̅ G
|F|
)-
R
A + ∫- (GF̅
̅ F) dS G
(19)
30 Untuk mendapatkan dinamika parameter maka substitusikan persamaan (19) ke persamaan reduksi Euler-Lagrange yang diberikan pada persamaan (20) d d
L
L
( ẋ ) -
- ∫- (G
x
d
L
L
( v̇ ) -
F̅
A
v
F̅
̅ F) dS G
v
v
F̅ tanh[A (S-v)] dan
A
A
F
A
v
F tanh[A (S-v)]
̅ A F tanh[A (S-v)]- dS F̅ tanh[A (S-v)] G ̅ ] tanh[A (S-v)] dS
∫- [ ̅ ̇
(21a)
Variasi terhadap d
L
L
( ̇) -
d F̅
- ∫- (G F
-iSF̅ dan (
)
F̅
GiSF) dS ∫- (-GiS ̅ ̅̅̅
) ̇
̇
F ̅̅̅ G ) dS
iSF
(
̇
(
̅ F) dS ∫- (GF̅ - G ̇
̇
̇
̅ F) dS ∫- (GF̅ - G
)
(21b)
Variasi terhadap A1 d
(
d
L ̇
F̅
)-
L
- ∫- (G
F̅
*
F̅
F
̅̅̅ G
) dS
F
P
( ̇v - ̇
̇
(20)
x
- ∫- (G
v
- A ̇ - ∫- ,G
̅ F) dS G
x
Variasi terhadap v d
F̅
P
̇v
(A
)-
R
R
A
A)
+
F̅
̅̅̅ G
F
) dS
̅ F) dS G
∫- (GF̅
- A
∫- (G
(21c)
Variasi terhadap A2 d d
( F̅
*
L ̇
L
- ∫- (G
F̅ (
)
( ̇v - ̇
P
)-
F̅
F
̅̅̅ G
) dS
[A (S-v)] dan (A
R
)- A )
F
F( +
∫- (G
) F̅
[A (S-v)] ̅̅̅ G
F
) dS
31 P
̇
̇v - A
-
R
∫- (GF̅
A
̅ F)( G
)
[A (S-v)] dS (21d)
Kondisi konsisten persamaan (21c) dan (21d) P
R
A
GF) , ∫- (GF̅ ̅̅̅
A
3
(
)
[A (S - v)](21e)
Variasi terhadap w d d
L
F̅
d Ȧ A
- ∫- (G F
iF̅ dan
w
d
L
( ̇ )-
(-
A Ȧ
-
A
F
̅̅̅ G
) dS
- iF
w
- ∫- (GiF̅ - ̅̅̅ GiF)dS
)
A
F̅
iA
-
̅ F)dS ∫- (GF̅ - G
A
(21f)
Substitusi persamaan (21f) ke (21b), didapatkan ̅ F)( ∫- (GF̅ - G ̇
) dS
(21g)
Suku pertubasi diberikan oleh G
P( -
)FSS
R( -
)|F| F
(22a)
̅ G
P( -
̅̅̅̅ )F SS
R( -
)|F| F̅
(22b)
Untuk
persamaan (21a)
A
̇
∫- [GF̅
̇
A A
̇
-
A
A
-
A
̅ F] tanh[A (S-v)] dS G
FSS F) ∫- [ P(FSS F̅ ̅̅̅̅ PA A 4
∫-
̇
-
∫- 2
sech[A (S-v)] tanh [A (S-v)] - sech3 [A (S-v)] RA sech3 [A (S-v)]
{ A
R|F| ] tanh[A (S-v)] dS
PA (sech[A (S-v)] -3 sech3 [A (S-v)]) RA sech3 [A (S-v)]
5
tanh[A (S-v)] dS
} 3 tanh[A (S-v)] dS (23a)
Untuk v persamaan (21g) v̇
P
i
A A
̅ F) (S-v) dS ∫- (GF̅ - G
32
v̇
P -i
A
v̇
P -
A P
v̇
P { -
P(FSS F̅ - ̅̅̅̅ FSS F) (S-v) dS
∫-
A
A
sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)] (S-v) dS
∫-
sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)] (S-v) dS}
∫-
(23b)
Untuk w persamaan (21c) ẇ
P
̇v
A P
̇v A
-
R
A -
P
ẇ
-
P
[ẇ
R
A
A ] P
̇v
∫- (GF̅
A
PA A 4
∫-
A
A
sech[A (S-v)] tanh [A (S-v)] 5 dS - sech3 [A (S-v)] RA sech3 [A (S-v)]
{
A P
-
R
̅ F) dS G
A
A
}
sech[A (S-v)] / PA . -3 sech3 [A (S-v)] } dS
∫- {
RA sech3 [A (S-v)] (23c)
Untuk A1 atau A2 didapatkan dari Persamaan (21e) P
R
A -3A -
A A
̅ F) , -(S-v) tanh[A (S-v)]- dS ∫- (GF̅ G A PA A 4
P
R
A -3A -
A A
∫-
sech[A (S-v)] tanh [A (S-v)] 5 - sech3 [A (S-v)] RA sech3 [A (S-v)]
{
dS }
,A -(S-v) tanh[A (S-v)]P
R A A A ∫8 3
PA .
sech[A (S v)] / 3 sech3 [A (S v)] 9 { 3
RA sech [A (S v)]
A
(S v) tanh[A (S v)]} dS (23d)
dan
divariasikan berdasarkan profil P(S) dan R(S) S̃
dengan mentransformasikan S
v
A
Kasus 1 P(S) = tanh (S) R(S) = 1+sech (S)
tanh(S P
sech (S R
-
33
Untuk ̇
-
A
*
∫-
[ ̇
-
P
sech (S
*
{
A
- + RA sech3 [A (S-v)] }
R S̃ A
tanh(
v)
P
∫-
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ]
S̃ ( A
sech
[
{
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] tanh[A (S-v)] dS
tanh(S
v)
R
- ] RA sech3 [S̃ ]
̃
dS tanh[S̃ ] A
}
̇
(24a)
Untuk v P { -
A
v̇
P { -
A
v̇
P { -
A
v̇
P
v̇
∫- *
tanh(S
∫- [
- + sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)] (S-v) dS}
P S̃ A
tanh(
v)
P
̃
S - ] sech[S̃ ] tanh[S̃ ] (A )
dS̃ A
}
*- +} A
(24b)
Untuk A1 dan A2 * P
R
A -3A -
A
∫-
sech[A (S-v)] / - + PA . -3 sech3 [A (S-v)]
tanh(S P
*
{
sech (S
,A -(S-v) tanh[A (S-v)]-
[
S̃
[ P
R
A -3A -
A
∫{
tanh(A
P
A
R
A -3A -
A
[3
A A
v)
P
[
- ] PA .
S̃ A
sech (
v)
R S̃
-3
RA A
dS
]
sech[S̃ ] / -3 sech3 [S̃ ]
- ] RA sech [S̃ ]
,A - (A ) tanh[S̃ ]-
[ P
- + RA sech3 [A (S-v)] }
R
dS̃
3
A
} ]
]
A - 3A 3P
A
(24c)
34
Untuk w ẇ
P
̇v
A P
R
-
A
A
*
∫-
tanh(S
[ ẇ
P
̇v
A P
R
-
A
A
̇v
P
ẇ
̇v
P
A P
-
R
A
A
A P
- RA
A
[
A A
-
sech (S S̃ A
v)
P
[ RA A
sech
sech[A (S-v)]
/ -3 sech3 [A (S-v)] dS
- + RA sech3 [A (S-v)] }
R
tanh(
∫{
ẇ
P
*
{
- + PA .
- ] PA .
S̃ ( A
v)
R
sech[S̃ ] / -3 sech3 [S̃ ]
- ] RA sech [S̃ ]
dS̃ A
3
}
] (24d)
Subtitusi persamaan (24a), (24b), (24c) ke (24d) ẇ ẇ
P
̇v
*3P A + P
- RA
A
A ( -R)
P
(24e)
Kasus 2 tanh(S
P(S) = tanh (S)
P
tanh (S
R(S) = 1+ tanh2 (S)
R
-
Untuk
̇
-
A
*
[ [
-
A
P
∫{
̇
tanh (S S̃ A
v)
P
[
- ] RA sech3 [A (S-v)]
R
tanh(
∫{
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] tanh[A (S-v)] dS
tanh(S
tanh
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ]
S̃ ( A
R
v)
- ] RA sech3 [S̃ ]
}
̃
dS tanh[S̃ ] A
}
̇
(25a)
Untuk v v̇
P { -
A
∫- *
tanh(S P
- + sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)] (S-v) dS}
35
v̇
P { -
A
v̇
P { -
A
v̇
P
∫- [
S̃ A
tanh(
v)
P
̃
S - ] sech[S̃ ] tanh[S̃ ] (A )
A
}
*- +} A
(25b)
Untuk A1 dan A2 * P
R
A -3A -
A
∫-
sech[A (S-v)] / - + PA . -3 sech3 [A (S-v)]
tanh(S P
[
{
tanh (S R
S̃
[ P
R
A -3A -
A
∫-
P
[
P
A
R
A
[3
A A
- ] PA .
S̃ A
tanh (
v)
R
dS }
- ] RA sech [S̃ ]
RA A
dS̃
3
S̃
-3
]
sech[S̃ ] / -3 sech3 [S̃ ]
,A - (A ) tanh[S̃ ]-
[ A -3A -
v)
tanh(A
{
P
- ] RA sech3 [A (S-v)]
,A -(S-v) tanh[A (S-v)]-
[
dS̃
A
} ]
]
A - 3A 3P
A
(25c)
Untuk w
ẇ
̇v
P
A P
-
R
A
A
*
tanh(S
[ [
ẇ
̇v
P
A P
-
R
A
A
̇v
P
ẇ
̇v
P
A P
-
R
A
A
A P
- RA
A
[
A A
-
tanh (S
v)
P
[ RA A
tanh
/ -3 sech3 [A (S-v)] dS
- ] PA .
S̃ ( A
R
sech[A (S-v)]
- ] RA sech3 [A (S-v)]
R
S̃ tanh( A
∫{
ẇ
P
∫{
- + PA .
v)
sech[S̃ ] / -3 sech3 [S̃ ]
- ] RA sech [S̃ ]
}
dS̃ A
3
}
] (25d)
36 Subtitusi persamaan (25a), (25b), (25c) ke (25d) ẇ
P
̇v
ẇ
*3P A + P
- RA
A
A ( -R)
P
(25e)
Kasus 3 j
P(S) {
c - S j S
R(S) = 1 + sech (S) c
Untuk ∫-
̇
-
A
c
(P - ) PA (sech[A (S-v)] -3 sech3 [A (S-v)]) tanh[A (S-v)] dS j
(P - ) PA (sech[A (S-v)] -3 sech3 [A (S-v)]) tanh[A (S-v)] dS
∫
∫̇
-
[
- + RA sech3 [A (S-v)] tanh[A (S-v)] dS
R
̃
̃
j S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) tanh[S̃ ] d A
∫- [
S̃ A
sech (
v)
R
̃
S - ] RA sech3 [S̃ ] tanh[S̃ ] d A
]
̇
]
c S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) tanh[S̃ ] d A
∫
A
sech (S
∫- *
[
(26a) Untuk v c
v̇
P 8 -
A
6
∫- (P - ) (sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)])(S-v)dS j
∫ (P - ) (sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)])(S-v)dS S̃
c
A
6
P 8 -
v̇
P , - *(P - )
v̇
P , - * P (c j)- +-
v̇
P - (c j
c
Untuk A1 dan A2
S̃
∫- (P - ) (sech[S̃ ] tanh[S̃ ]) (A ) d A
v̇
̃
79
̃
j S S ∫ (P - ) (sech[S̃ ] tanh[S̃ ]) (A ) d A
79
j
(P - ) +-
(26b)
37
P
R
A -3A -
sech[A (S-v)]
c
(P - ) PA .
∫A
-3 sech3 [A (S-v)]
j
(P - ) PA .
∫ [ ∫- *
sech (S R
/ ,A -(S-v) tanh[A (S-v)]- dS
sech[A (S-v)]
/ , -(S-v) tanh[A (S-v)]- dS -3 sech3 [A (S-v)] A
- + RA sech3 [A (S-v)] ,A -(S-v) tanh[A (S-v)]- dS ]
sech[S̃ ] ̃ c S̃ ̃ ]- d S (P - ) PA . / , ( ) tanh[S A -3 sech3 [S̃ ] A A sech[S̃ ] j S̃ S̃ ̃ ∫ (P - ) PA . 3 ̃ / ,A - (A ) tanh[S]- d A -3 sech [S]
∫P
R
A -3A -
A
[ P
A
R
A -3A -
A
∫- [
S̃ A
sech (
v)
R
̃
̃
S S - ] RA sech3 [S̃ ] ,A - (A ) tanh[S̃ ]- d A
c
j
A
{ P [- (P - ) (- ) (P - )
]
R
(3 - 3 )]}
A
A (c j)- 5P
(26c)
Untuk w sech[A (S-v)] c (P - ) PA . / -3 sech3 [A (S-v)]
∫ẇ
̇v
P
A P
-
R
A
A
sech[A (S-v)] j (P - ) PA . / -3 sech3 [A (S-v)]
∫ ∫- *
[
ẇ
̇v
A P
-
R
̃
A
̃
j S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) d A
∫
A
∫- [
[
ẇ
̇v
A P
-
R
A
[ ẇ
̇v
ẇ
̇v
P
A P A P
-
R
A
A
- A (c j
v)
R
̃
S - ] RA sech3 [S̃ ] d A
] ̃
̃
j S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) d A
∫
A
S̃ A
sech (
c S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) d A
∫P
- + RA sech3 [A (S-v)] dS ]
R
c S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) d A
∫P
sech (S
∫- [ (
* A
S̃ A
sech ( R
) A
v)
S̃
- ] RA sech3 [S̃ ] d A (
)+ (26d)
]
38 Subtitusi persamaan (26a), (26b), (26c) ke (26d) ẇ
[
ẇ
[
A
] P 5P
(c j)-
- [
A ]* (c j)- 5P
A
] (c j
A
A
A
(c j)- 5P
+ P
A (26e)
Kasus 4 j
P(S) {
c - S j S
R(S) = 1 + tanh2 (S) c
Untuk ∫-
̇
-
A
c
(P - ) PA (sech[A (S-v)] -3 sech3 [A (S-v)]) tanh[A (S-v)] dS j
(P - ) PA (sech[A (S-v)] -3 sech3 [A (S-v)]) tanh[A (S-v)] dS
∫
∫̇
-
[
R
- + RA sech3 [A (S-v)] tanh[A (S-v)] dS ̃
̃
j S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) tanh[S̃ ] d A
∫- [
S̃ A
tanh (
v)
R
̃
S - ] RA sech3 [S̃ ] tanh[S̃ ] d A
]
̇
]
c S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) tanh[S̃ ] d A
∫
A
tanh (S
∫- *
[
(27a) Untuk v c
v̇
P 8 -
A
6
∫- (P - ) (sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)])(S-v)dS j
∫ (P - ) (sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)])(S-v)dS ̃
A
6
P 8 -
v̇
P , - *(P - )
v̇
P , - * P (c j)- +-
v̇
P - (c j
c
Untuk A1 dan A2
̃
c S S ∫- (P - ) (sech[S̃ ] tanh[S̃ ]) (A ) d A
v̇
̃
j
79
̃
S S ∫ (P - ) (sech[S̃ ] tanh[S̃ ]) (A ) d A
79
j
(P - ) +-
(27b)
39
P
R
A -3A -
A
j
R
A
A
R
A -3A -
A
R
/ , -(S-v) tanh[A (S-v)]- dS -3 sech3 [A (S-v)] A
- + RA sech3 [A (S-v)] ,A -(S-v) tanh[A (S-v)]- dS ]
c
sech[S̃ ] ̃ S̃ ̃ ]- d S / , ( ) tanh[S A -3 sech3 [S̃ ] A A
j
(P - ) PA .
∫
[ P
tanh (S
∫- [
/ ,A -(S-v) tanh[A (S-v)]- dS
sech[A (S-v)]
(P - ) PA .
∫A -3A -
-3 sech3 [A (S-v)]
(P - ) PA .
∫ [ ∫- *
P
sech[A (S-v)]
c
(P - ) PA .
∫-
S̃ A
tanh (
v)
R
sech[S̃ ] S̃ S̃ ̃ 3 ̃ / ,A - (A ) tanh[S]- d A -3 sech [S] ̃
̃
S S - ] RA sech3 [S̃ ] ,A - (A ) tanh[S̃ ]- d A
c
j
{ P [- (P - ) (- ) (P - )
A
]
R
(3 - 3 )]}
A
A (c j)- 5P
(27c)
Untuk w c
(P - ) PA (sech[A (S-v)] -3 sech3 [A (S-v)])
∫ẇ
̇v
P
A P
-
R
A
A
j
(P - ) PA (sech[A (S-v)] -3 sech3 [A (S-v)])
∫
ẇ
̇v
A P
-
R
A
̃
j S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) d A
∫- [
[
ẇ
̇v
A P
-
R
A
[ ẇ
̇v
ẇ
̇v
P
A P A P
-
R
A
A
- A (c j
v)
R
̃
S - ] RA sech3 [S̃ ] d A
] ̃
̃
j S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) d A
∫
A
S̃ A
tanh (
c S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) d A
∫P
- + RA sech3 [A (S-v)] dS ̃
∫
A
R
c S (P - ) PA (sech[S̃ ] -3 sech3 [S̃ ]) d A
∫P
tanh (S
∫- *
[
∫- [ (
* A
S̃ A
tanh ( R
) A
Subtitusi persamaan (27a), (27b), (27c) ke (27d)
v)
S̃
- ] RA sech3 [S̃ ] d A (
)+ (27d)
]
]
40 ẇ
[
ẇ
A ] (c j)- 5P
A ]* (c j)- 5P
[
A ] (c (c j)- 5P
- [
P
+ P
j
A
A
A
A
(27e)
Kasus 5 P(S) = 1+sech (S)
sech (S
R(S) = 1+sech (S)
sech (S
P R
-
Untuk ̇
-
A
∫-
P
A
R S̃ A
v)
sech
S̃ ( A
sech(
[ -
sech (S
*
{
̇
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] tanh[A (S-v)] dS
sech (S
*
P
∫[
{
- + RA sech3 [A (S-v)] } - ] PA . v)
R
sech[S̃ ] / -3 sech3 [S̃ ]
- ] RA sech3 [S̃ ]
̃
dS tanh[S̃ ] A
}
̇
(28a)
Untuk v
sech (S
P { -
A
v̇
P { -
A
v̇
P , - *P - +-
v̇
P , -
v̇
P -
v̇
∫- *
P
- + sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)] (S-v) dS}
S̃ A
sech(
∫- [
v)
P
̃
S - ] sech[S̃ ] tanh[S̃ ] (A )
dS̃ A
}
-
P
(28b)
Untuk A1 dan A2 * P
R
A- A3
A
∫-
{ [
sech (S P
*
sech[A (S-v)] / - + PA . -3 sech3 [A (S-v)]
sech (S R
- + RA sech3 [A (S-v)] }
,A -(S-v) tanh[A (S-v)]-
]
dS
41 S̃
sech(A
[ P
R
A -3A -
A
P
∫-
S̃ A
P
R
A
dS̃ A
}
,A - (A ) tanh[S̃ ]-
3A
RA 3A
]
]
A
A - A 3
A
- ] RA sech [S̃ ] 3
S̃
A
[-
v)
R
[ A -3A -
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ]
sech (
[
{
P
v)
A
(28c)
3P
Untuk w ẇ
P
̇v
A P
-
R
A
A
*
∫-
[ ẇ
P
̇v
A P
-
R
A
A
̇v
ẇ
̇v
P
A P
-
PA P
R
A
A
- + RA sech3 [A (S-v)] }
R S̃ A
v)
sech
S̃ ( A
sech( P
[
[- A A
- RA
sech (S
∫{
ẇ
P
*
{
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] dS
sech (S
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ]
R
AP
- A
A A
v)
- ] RA sech3 [S̃ ]
dS̃ A
}
( -R)] (28d)
Subtitusi persamaan (28a), (28b), (28c) ke (28d) P
ẇ
̇v
ẇ
[3P
A
]*
A
[3P P
] P + P
A
- RA
A
- RA
Kasus 6 P(S) = 1+sech (S) R(S) = 1+tanh2 (S)
Untuk
sech (S P
-
tanh (S R
-
A
- [3P
] (28e)
42
̇
-
A
sech (S
*
∫-
P
-
A
- + RA sech3 [A (S-v)] }
R S̃ A
v)
tanh
S̃ ( A
sech(
[ ̇
tanh (S
*
{
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] tanh[A (S-v)] dS
- ] PA .
P
∫[
{
v)
sech[S̃ ] / -3 sech3 [S̃ ]
- ] RA sech3 [S̃ ]
R
̃
dS tanh[S̃ ] A
}
̇
(29a)
Untuk v P { -
A
v̇
P { -
A
v̇
P , - *P - +-
v̇
P , -
v̇
P -
v̇
sech (S
∫- *
- + sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)] (S-v) dS}
P S̃ A
sech(
∫- [
v)
P
̃
S - ] sech[S̃ ] tanh[S̃ ] (A )
dS̃ A
}
-
P
(29b)
Untuk A1 dan A2 * P
R
A -3A -
A
∫-
sech (S P
*
{
tanh (S R
S̃
sech(A
[ R
A -3A -
A
∫-
S̃ A
tanh (
P
A
R
A - 3A A 3P
A
[-
v)
S̃
- ] RA sech [S̃ ]
,A - (A ) tanh[S̃ ]A 3A
-
RA 3A
dS
]
sech[S̃ ] / - ] PA . -3 sech3 [S̃ ]
R
[ A -3A -
v)
P
[
{
P
- + RA sech3 [A (S-v)] }
,A -(S-v) tanh[A (S-v)]-
[
P
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)]
dS̃
3
A
} ]
]
A (29c)
43
Untuk w ẇ
P
̇v
A P
R
-
A
A
∫-
P
[ ẇ
P
̇v
A P
R
-
A
A
̇v
ẇ
̇v
P
A P
R
-
PA P
A
A
A
- RA
S̃ A
v)
tanh
S̃ ( A
sech(
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ]
P
[
[- A
- + RA sech3 [A (S-v)] }
R
∫{
ẇ
tanh (S
*
{
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] dS
sech (S
*
v)
R
AP
A A
- ] RA sech [S̃ ]
dS̃ A
3
}
( -R)]
- A
(29d)
Subtitusi persamaan (28a), (28b), (28c) ke (28d) P
ẇ
̇v
ẇ
[3P
A
[
]*
A
] P
3P P
A
- RA
- + P
- [
A 3P
]
A
- RA
(29e)
Kasus 7 tanh (S
P(S) = 1+ tanh2 (S)
P sech (S
R(S) = 1+sech (S)
R
-
-
Untuk ̇
-
A
*
∫-
[ ̇
-
A
P
*
{
sech (S R
v)
sech
S̃ ( A
P
[
- + RA sech3 [A (S-v)]
S̃ A
tanh (
∫{
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] tanh[A (S-v)] dS
tanh (S
R
- ] PA . v)
sech[S̃ ] / -3 sech3 [S̃ ]
- ] RA sech3 [S̃ ]
}
̃
dS tanh[S̃ ] A
}
̇
(30a)
Untuk v v̇
P { -
A
∫- *
tanh (S P
- + sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)] (S-v) dS}
44 S̃ A
tanh (
∫- [
v̇
P { -
v̇
P , - P- -
v̇
A
v)
P
̃
S - ] sech[S̃ ] tanh[S̃ ] (A )
A
}
-
(30b)
Untuk A1 dan A2 * P
R
A -3A -
A
∫-
P
*
{
sech[A (S-v)] / - + PA . -3 sech3 [A (S-v)]
tanh (S
sech (S
S̃
[ P
R
A -3A -
A
∫-
tanh (A
R
P
A
A
}
dS
]
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ]
S̃ A
sech(
v)
R
dS̃
- ] RA sech [S̃ ] 3
A
}
S̃
,A - (A ) tanh[S̃ ]-
[ A -3A -
v)
P
[
{
P
- + RA sech3 [A (S-v)]
R
,A -(S-v) tanh[A (S-v)]-
[
dS̃
]
[ P - ]
A - 3 RA - A RA
(30c)
5 P-
Untuk w ẇ
̇v
P
A P
-
R
A
A
*
∫-
[ ẇ
̇v
P
A P
-
R
A
A
̇v
ẇ
̇v -
P
A P PA P
-
R
A
- RA -
A
A
sech (S R
v)
sech
S̃ ( A
P
[
- + RA sech3 [A (S-v)]
S̃ A
tanh (
∫{
ẇ
P
*
{
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] dS
tanh (S
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ] v)
R
[- A - A P - A
Subtitusi persamaan (30a), (30b), (30c) ke (30d)
A A
- ] RA sech [S̃ ]
A
dS̃ A
3
A R
}
}
] (30d)
45 ẇ
̇v -
ẇ
[5
RA P-
P
[5
RA
] P
PP
]*
A
- RA -
- + P
- RA -
- [5
RA P-
]
A
(30e)
Kasus 8 P(S) = 1+ tanh2 (S)
tanh (S
R(S) = 1+tanh2 (S)
tanh (S
P R
-
Untuk ̇
-
A
tanh (S
*
∫-
P
*
{
-
A
tanh (S
- + RA sech3 [A (S-v)] }
R S̃ A
v)
tanh
S̃ ( A
tanh (
[ ̇
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] tanh[A (S-v)] dS
P
∫[
{
- ] PA . v)
R
sech[S̃ ] / -3 sech3 [S̃ ]
- ] RA sech3 [S̃ ]
̃
dS tanh[S̃ ] A
}
̇
(31a)
Untuk v P { -
A
v̇
P { -
A
v̇
P , - P- -
v̇
v̇
tanh (S
∫- *
- + sech[A (S-v)] tanh[A (S-v)] (S-v) dS}
P S̃ A
tanh (
∫- [
v)
P
̃
S - ] sech[S̃ ] tanh[S̃ ] (A )
dS̃ A
}
-
(31b)
Untuk A1 dan A2 * P
R
A -3A -
A
∫-
{ [
tanh (S P
*
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)]
tanh (S R
- + RA sech3 [A (S-v)] }
,A -(S-v) tanh[A (S-v)]-
]
dS
46 S̃
tanh (A
[ P
R
A -3A -
A
P
∫-
S̃ A
R
A
P
v)
R
dS̃
- ] RA sech [S̃ ] 3
A
}
S̃
,A - (A ) tanh[S̃ ]-
[ A -3A
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ]
tanh (
[
{
P
v)
]
[ P - ]
A - RA - A 3
A
RA
(31c)
5 P-
Untuk w ẇ
P
̇v
A P
-
R
A
A
*
∫-
[ ẇ
P
̇v
A P
-
R
A
A
P
̇v
ẇ
̇v -
A P
-
PA P
R
A
A
- RA -
A
tanh (S
- + RA sech3 [A (S-v)] }
R S̃ A
v)
tanh
S̃ ( A
tanh ( P
∫[
{ ẇ
P
*
{
sech[A (S-v)] - + PA . / -3 sech3 [A (S-v)] dS
tanh (S
sech[S̃ ] - ] PA . / -3 sech3 [S̃ ] v)
R
[- A - A P -
- ] RA sech3 [S̃ ]
A A
- A
A R A
dS̃ A
}
] (31d)
Subtitusi persamaan (31a), (31b), (31c) ke (31d) ẇ
̇v -
ẇ
[5
RA P-
P
[
RA 5 P-
]*
P
] P - + P
- RA -
A
- RA -
- [5
RA P-
]
A
Lampiran C. Program Analisa Persamaan QNLS Ideal clear all clc close all %nilai parameter sigma = .1; A1 =1; P = input ('P = ');
(31e)
47 R = input ('R = '); A2 = sqrt((4*R*A1^4)/(3*P)); n = 5000; dt = 3.0000e-2; ds = 0.1; t(1) = 0; s(1) = -250; counter = 0; for k=1:n+1 s(k) = s(1)+(k-1)*ds; end for j=1:100 t(j) = t(1)+(j-1)*dt; w(j) = ((P*sigma^2)+((A1^4*R)/3))*t(j); v(j) = (2*P*sigma)*t(j); for k=1:n+1 F(j,k) = A1.*(sech(A2.*(s(k)-v(j)))).^(1/2)*cos((sigma*s(k))-w(j)); end counter = counter+1; end figure(1) %profil soliton DNA tampak atas surf(s,t,F); colorbar; shading interp; xlabel ('s'); ylabel ('t'); zlabel ('F'); figure(2) %profil soliton DNA 3D surf(s,t,F); colorbar; shading interp; xlabel ('s'); ylabel ('t'); zlabel ('F'); figure(3) %plot F terhadap s plot(s,F(1,:)); xlabel('s'); ylabel('F'); Lampiran D. Program Analisa Persamaan QNLS Kasus 1 clear all clc close all %nilai parameter sigma = 0.1;
48 A1 =1; P = input ('P = '); R = input ('R = '); A2 = sqrt((4*A1^4)/(3*P)); n = 5000; dt = 3.0000e-2; ds = 0.1; t(1) = 0; s(1) = -250; counter = 0; for k=1:n+1 s(k) = s(1)+(k-1)*ds; end for j=1:100 t(j) = t(1)+(j-1)*dt; w(j) = ((P*sigma^2)+(A1^4*(1-R)))*t(j); v(j) = (4*P*sigma)*t(j); for k=1:n+1 F(j,k) = A1.*(sech(A2.*(s(k)-v(j)))).^(1/2)*cos((sigma*s(k))-w(j)); end counter = counter+1; end figure(1) surf(s,t,F); view(0,90); colorbar; shading interp; xlabel ('s','fontsize',14); ylabel ('t','fontsize',14); zlabel ('F'); figure(2) plot(s,F(1,:)); xlabel('s','fontsize',14); ylabel('F','fontsize',14); Lampiran E. Program Analisa Persamaan QNLS Kasus 2 clear all clc close all %nilai parameter sigma = 0.1; A1 =1; P = input ('P = '); R = input ('R = '); c = 50;
49 j = 150; A2 = sqrt((4*A1^4)/((24*(c+j))-(45*P))); n = 5000; dt = 3.0000e-2; ds = 0.1; t(1) = 0; s(1) = -250; counter = 0; for k=1:n+1 s(k) = s(1)+(k-1)*ds; end for j=1:100 t(j) = t(1)+(j-1)*dt; w(j) = ((A2^2*((17*P/8)-c-j))+(P*sigma^2)+(A1^4/2)-(R*A1^4))*t(j); v(j) = ((4*P*sigma)-(sigma*(c+j)))*t(j); for k=1:n+1 F(j,k) = A1.*(sech(A2.*(s(k)-v(j)))).^(1/2)*cos((sigma*s(k))-w(j)); end counter = counter+1; end figure(1) surf(s,t,F); view(0,90); colorbar; shading interp; xlabel ('s','fontsize',14); ylabel ('t','fontsize',14); zlabel ('F','fontsize',14); figure(2) plot(s,F(1,:)); xlabel('s','fontsize',14); ylabel('F','fontsize',14); Lampiran F. Program Analisa Persamaan QNLS Kasus 3 clear all clc close all %nilai parameter sigma = 0.1; A1 =1; P = input ('P = '); R = input ('R = '); A2 = sqrt((4*A1^4)/((3*P)+48)); n = 5000; dt = 3.0000e-2; ds = 0.1; t(1) = 0;
50 s(1) = -250; counter = 0; for k=1:n+1 s(k) = s(1)+(k-1)*ds; end for j=1:100 t(j) = t(1)+(j-1)*dt; w(j) = ((A2^2*((17*P/8)-2))+(P*sigma^2)+(A1^4/2)-(R*A1^4))*t(j); v(j) = ((4*P*sigma)-(2*sigma))*t(j); for k=1:n+1 F(j,k) = A1.*(sech(A2.*(s(k)-v(j)))).^(1/2)*cos((sigma*s(k))-w(j)); end counter = counter+1; end figure(1) surf(s,t,F); view(0,90); colorbar; shading interp; xlabel ('s','fontsize',14); ylabel ('t','fontsize',14); zlabel ('F','fontsize',14); figure(2) plot(s,F(1,:)); xlabel('s','fontsize',14); ylabel('F','fontsize',14); Lampiran G. Program Analisa Persamaan QNLS Kasus 4 clear all clc close all %nilai parameter sigma = 0.1; A1 =1; P = input ('P = '); R = input ('R = '); A2 = sqrt((4*R*A1^4)/((51*P)-48)); n = 5000; dt = 3.0000e-2; ds = 0.1; t(1) = 0; s(1) = -250; counter = 0; for k=1:n+1 s(k) = s(1)+(k-1)*ds; end for j=1:100
51 t(j) = t(1)+(j-1)*dt; w(j) = ((A2^2*((-79*P/8)-2))+(P*sigma^2)-(A1^4/2)-R*A1^4))*t(j); v(j) = (-2*sigma)*t(j); for k=1:n+1 F(j,k) = A1.*(sech(A2.*(s(k)-v(j)))).^(1/2)*cos((sigma*s(k))-w(j)); end counter = counter+1; end figure(1) surf(s,t,F); view(0,90); colorbar; shading interp; xlabel ('s','fontsize',14); ylabel ('t','fontsize',14); zlabel ('F','fontsize',14); figure(2) plot(s,F(1,:)); xlabel('s','fontsize',14); ylabel('F','fontsize',14);
52
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada 2 Agustus 1991 anak kedua dari pasangan ayah Kisman dan ibu Yanti Chandra. Penulis mulai menjajaki pendidikan pada tahun 1997 di Yayasan Sekolah Dasar Eka Wijaya Cibinong, tahun 2003 di SMP Eka Wijaya Cibinong, tahun 2006 di SMA Negeri 3 Kota Bogor dan tahun 2009 di Institut Pertanian Bogor dengan jalur USMI (PMDK). Saat mengeyam pendidikan di SMP Eka Wijaya, penulis pernah mengikuti Olimpiade Matematika MOSI3+ Kabupaten Bogor dan Lomba Matematika yang diadakan SMA Kosgoro Bogor. Selama mengeyam pendidikan di IPB, penulis aktif di Persekutuan Mahasiswa Kristen sebagai anggota mulai dari tahun 2009, tahun 2011 penulis bergabung dengan Komisi Pelayanan Anak (KPA) dibawah naungan PMK IPB dan menjadi Kordinator Tim Literatur. Selain itu penulis juga mengajar sebagai asisten praktikum Eksperimen Fisika 1 untuk mahasiswa Fisika IPB semester 5.