Jurnal 56 Bioteknologi Pertanian, Vol. 9, No. 2, 2004, pp. 56-61
Masdiar Bustamam et al.
Variasi genetik padi tahan blas berdasarkan sidik jari DNA dengan markah gen analog resisten Genetic variation of blast resistant rice varieties derived from DNA fingerprinting using resistance gene analogue Masdiar Bustamam1, Reflinur1, Dita Agisimanto2, dan Suyono3 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Indonesia 2 Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik, Tlekung, Kotak Pos 22 Batu, Malang 65310 3 Universitas Islam Indonesia Sudan, Jalan Gajayana No. 50, Malang 65144, Indonesia 1
ABSTRACT Information on plant genetic variation is essential in breeding program. Characterization of germplasm for providing genotype variation data of the exotic varieties can be accomplished by phenotypic or genotypic assessment. The objective of this study was to obtain information on rice genetic variation based on DNA fingerprinting by using conservemotive region of resistance gene. DNA sample of 28 rice varieties were amplified using five resistance-gene analogue primers. The PCR products were separated on 5% polyacrylamide gel electrophoresis and DNA banding patterns were detected by using silver nitrate. The DNA polymorphism among rice varieties were scored on binary form based on the presence (1) and absence (0) of each band. Dendrogram of test plants was assembled through clustering analysis using NTSys pc-01. The result indicated that at 86% similarity index, RGA primers align the rice germplasm into three different groups. In wobbling fork, Indonesian blast differential varieties, i.e. Asahan, Cisokan, Cisanggarung, and Kencana Bali, were grouped on the first cluster. In addition, the CO39 and its derivatives C101A51, C101LAC, and Bio530 set into one subcluster at 90% similarity. At 86% level of similarity, blast resistant varieties like Cabacu, Gajah Mungkur, Grogol, Jambu, Hawara Bunar, and Mat Embun were clustered into second cluster with 73.9% of bootstrap assessment. [Keywords: Oryza sativa, genetic variation, germplasm]
ABSTRAK Informasi keragaman genetik tanaman sangat diperlukan dalam program pemuliaan. Karakterisasi plasma nutfah untuk menyediakan data genotipe tanaman eksotis dapat dilakukan melalui analisis fenotipe atau molekuler. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi keragaman genetik varietas padi berdasarkan sidik jari DNA menggunakan bagian motif urutan DNA yang terkonservasi dari gen resisten. Contoh DNA dari 28 varietas padi diamplifikasi dengan menggunakan lima primer resistance gene analogue, kemudian diseparasi dalam gel poliakrilamid 5% dengan teknik elektroforesis dan dideteksi dengan pewarna nitrat perak. Pita DNA diskor berdasarkan ada (1) dan tidak adanya (0) pita. Dendrogram dari tanaman uji dibentuk melalui program
NTSys pc-01 berdasarkan skor data DNA. Pada tingkat kemiripan 86%, 28 varietas padi yang dianalisis tergabung menjadi tiga kelompok. Varietas diferensial blas (Asahan, Cisokan, Cisanggarung, dan Kencana Bali) tergabung dalam kelompok yang sama dengan derajat kemiripan yang bervariasi. Hasil analisis juga menunjukkan walaupun dalam tingkat kepercayaan yang sangat rendah, CO39 dan turunannya seperti C101A51, C101LAC, dan Bio530 tergabung dalam satu kelompok yang tidak stabil. Pada tingkat kemiripan 86%, padi tahan blas seperti Cabacu, Gajah Mungkur, Grogol, Jambu, Hawara Bunar, dan Mat Embun terkelompok menjadi satu dengan derajat analisis bootstrap 73,9%. [Kata kunci: Oryza sativa, keragaman genetik, plasma nutfah]
PENDAHULUAN Pemuliaan tanaman padi untuk sifat ketahanan terhadap penyakit blas diarahkan untuk merakit varietas baru dengan spektrum ketahanan yang lebih luas dan waktu pematahan ketahanan yang lebih lama dibanding varietas yang telah ada. Untuk itu beberapa gen ketahanan harus dimasukkan ke dalam individu varietas (Hittalmani et al. 1995). Kombinasi beberapa gen mayor tahan blas seperti Pi-1, Pi-2, Pi-3, dan Pi-ta dengan gen minor lainnya terbukti mampu menahan serangan berbagai ras blas virulen. Mackill dan Bonman (1992) telah melakukan penggabungan tiga gen tahan blas dalam satu tanaman, yaitu gen Pi-1, Pi-z, dan Pi-ta. Perakitan varietas baru memerlukan ketersediaan plasma nutfah dengan keragaman genetik yang luas untuk digunakan sebagai tetua persilangan. Keragaman genetik merupakan faktor penting dalam pemuliaan tanaman. Nilai suatu plasma nutfah akan meningkat bila plasma nutfah itu dilengkapi dengan data keragaman morfologi dan karakterisasi genotipe serta responsnya terhadap cekaman biotik dan abiotik (Virk et al. 1995). Untuk itu diperlukan karakterisasi dan penelusuran sifat ketahanan pada plasma nutfah sebagai calon tetua guna mengelompokkannya ber-
57
Variasi genetik padi tahan blas berdasarkan sidik jari DNA ...
dasarkan sifat-sifat yang berhubungan dengan ketahanan terhadap blas. Karakterisasi plasma nutfah semula dilakukan secara langsung melalui pengamatan fenotipik, yaitu dengan mengamati gejala penyakit melalui inokulasi buatan strain Pyricularia grisea tertentu pada tanaman uji (Mogi et al. 1991, tidak dipublikasikan). Namun dengan kemajuan di bidang biologi molekuler, pengamatan dapat dilakukan dengan bantuan markah molekuler (molecular markers). Dibandingkan dengan pengamatan fenotipik, karakterisasi dengan bantuan markah molekuler menjanjikan akurasi dan efisiensi yang lebih tinggi. Identifikasi dilakukan pada tingkat DNA sehingga tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat dilakukan pada tahap awal pertumbuhan tanaman (Hittalmani et al. 1995). Markah DNA seperti RFLP, RAPD, SSR, dan AFLP telah banyak digunakan sebagai penciri genotipe tanaman. Markah DNA tersebut mampu membedakan genotipe di antara individu dengan tingkat akurasi yang tinggi, baik pada tingkat inter- dan intra-spesies maupun kerabat jauhnya (Virk et al. 1995; Powell et al. 1996; Chen 1998). Resistance gene analogue (RGA) merupakan markah spesifik yang dibuat berdasarkan urutan gen ketahanan. Gen-gen yang mengatur ketahanan terhadap patogen seperti virus, bakteri atau jamur telah diklon dari berbagai spesies. Perbandingan urutan gen-gen tersebut menunjukkan struktur yang mirip (Kanazin et al. 1996; Chen 1998). Berdasarkan kemiripan fungsi atau urutan asam amino dan protein yang dikodenya, gen-gen ketahanan (R-gene) dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelas. Kelas terbesar adalah gen ketahanan dengan motif NBS-LRR yang dicirikan oleh keberadaan nucleotide binding site pada terminal N dan leuchine rich repeats pada terminal C (HammondKosack dan Jones 1997; Aarts et al. 1998). Meski diklon dari spesies tanaman yang berbeda dan aktif mengendalikan sejumlah patogen, motif NBS-LRR ini memiliki fungsi yang sama dalam respons daya tahan tanaman (defense response) terhadap patogen, yaitu sebagai bagian dari signal transduction (Staskawicz et al. 1995). Isolasi dan karakterisasi R-gene ini penting untuk melengkapi petunjuk mekanisme resistensi, interaksi yang melibatkan gen dalam pengenalan patogen dan evolusi R-gene. Gen resisten yang telah teridentifikasi dapat dipindahkan ke spesies tanaman lain untuk mempelajari mekanisme resistensi pada individu yang memiliki latar belakang genetik yang jauh berbeda (Aarts et al. 1998). Pendekatan gen kandidat telah digunakan untuk mengisolasi gen-gen resisten pada tanaman lain dan
dikembangkan menjadi markah molekuler. Kemiripan di antara gen-gen resisten tersebut memungkinkan penggunaan markah molekuler untuk mengidentifikasi gen-gen ketahanan tanaman yang lain (Staskawicz et al. 1995). Artinya klon NBS-LRR yang diisolasi dari suatu spesies dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan R-gene pada spesies tanaman yang lain (Parker et al. 1997; Chen 1998). Urutan gen-gen ketahanan yang homolog telah diperoleh meski jumlahnya masih terbatas. Primer yang dibuat berdasarkan daerah homolog yang terkonservasi tersebut mungkin dapat digunakan untuk mengamplifikasi fragmen DNA resistance-gene-like (RGL) (Kanazin et al. 1996; Leister et al. 1996). Gen RPS2 dari Arabidopsis thaliana dan gen N dari tembakau telah digunakan untuk mengamplifikasi gen resisten yang terdapat pada kentang (Leister et al. 1996). Kanazin et al. (1996) telah mendesain primer berdasarkan gen L6 dari flax, gen N, dan RPS2 dan memetakan beberapa lokus RGA yang mengatur ketahanan pada kedelai. Penggunaan markah DNA seperti RGA belum banyak dilakukan pada karakterisasi plasma nutfah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi keragaman genetik beberapa varietas padi berdasarkan sifat ketahanannya terhadap penyakit blas. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah 28 genotipe padi yang memiliki karakter ketahanan terhadap penyakit blas, baik terhadap ras tertentu di rumah kaca maupun terhadap serangan blas di lapangan. Dua puluh delapan genotipe tersebut adalah Krueng Aceh, Way Rarem, Danau Tempe, Maninjau, Memberamo, Gajah Mungkur, Sentani, Asahan, Cisokan, Cisanggarung, Kencana Bali, C101A51, C101LAC, Bio530, B-8-5030, Cabacu, CO39, Grogol, Hawara Bunar, Simacan, Siderep, Sejang Ungu, Pandan Wangi, Pantat Ulat, Oryzica llanos-5, Mat Embun, Muncul, dan Jambu. Tanaman ditanam dalam pot dan dipelihara di rumah kaca. Sampel DNA diekstraksi dari daun paling muda dari tanaman berumur 3 minggu setelah tanam. Isolasi DNA dari total genom tanaman Isolasi DNA dari genom masing-masing tanaman (28 genotipe) yang diuji dilakukan berdasarkan metode Dellaporta et al. (1983). Uji kualitas dan kuantitas dilakukan menurut Sambrook et al. (1989).
58
Masdiar Bustamam et al.
Analisis PCR dan deteksi DNA Analisis PCR dilakukan dengan volume total reaksi 25 µl, masing-masing mengandung 60 ng cetakan DNA (DNA dari tanaman uji), 0,2 mM dari masing-masing dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP), 2,64 ng dari primer dan 1 unit enzim Taq DNA polymerase dalam 1 x larutan bufer. Urutan basa dari masing-masing primer RGA (forward dan reverse) yang digunakan adalah sebagai berikut: XLRR (F/R: 5'-CCG TTG GAC AGG AAG GAG-3'/ 5'-CCC ATA GAC CGG ACT GTT3'), NLLR (F/R: 5'-TAG GGC CTC TTG CAT CGT-3'/5'TAT AAA AAG TGC CGG ACT-3'), RLRR (F/R: 5'CGC AAC CAC TAG AGT AAC-3'/5'-ACA CTG GTC CAT GAG GTT-3'), Pto-kin1/Pto- kin2 (5'-GCA TTG GAA CAA GGT GAA-3'/5'-AGG GGG ACC ACC ACG TAG-3'), dan AS1/AS2 (5'-CAA CGC TAG TGG CAA TCC-3'/5'-IAG IGC AGI GGI AGI CC-3'. Amplifikasi PCR dilakukan dalam 45 siklus dengan kondisi satu siklus denaturasi awal pada suhu 94°C selama 5 menit, diikuti 45 siklus denaturasi (94°C selama 1 menit), annealing (45°C selama 5 menit), dan extension (72°C selama 2 menit). Siklus PCR diakhiri dengan final extension (72°C selama 7 menit). Hasil amplifikasi dipisahkan dalam gel elektroforesis menggunakan akrilamid (polyacrylamide gel electrophoresis atau PAGE) 4% selama 2 jam. Proses pewarnaan dan deteksi dilakukan dalam larutan perak nitrat (Chen et al. 1997).
yang banyak (Tabel 1). Banyaknya pita DNA yang terbentuk menunjukkan bahwa primer RGA bersifat multilokus (Gambar 1). Kemampuan suatu primer dalam mengungkap keragaman genetik koleksi plasma nutfah ditunjukkan oleh jumlah pita DNA polimorfis yang dihasilkan (Chen 1998). Tabel 1. Jumlah pita DNA hasil amplifikasi dengan lima primer RGA pada gel elektroforesis poliakrilamid. Table 1. Number of scorable DNA fragment developed by five RGA primers on polyacrylamide gel electrophoresis. Jumlah pita DNA yang dapat diskor Number of scorable DNA fragment
Pita DNA yang polimorfis Polymorphic DNA
XLRR For. XLRR Rev.
43
18
NLLR For NLRR Rev.
42
24
RLRR For. RLRR Rev.
47
15
Pto-kin1 Pto-kin2
31
16
AS1 AS2
40
20
Primer/Primer
Penskoran dan analisis data Pita-pita DNA yang terbentuk dari hasil amplifikasi PCR dianggap sebagai satu karakter yang mewakili satu lokus DNA. Semua pita DNA dengan laju migrasi yang sama diasumsikan sebagai lokus yang homolog. Data profil DNA selanjutnya diterjemahkan ke dalam data biner dengan ketentuan nilai nol (0) untuk tidak ada pita DNA dan satu (1) untuk setiap adanya pita DNA pada satu posisi yang sama dari beberapa individu yang diperbandingkan. Kekerabatan genetik tanaman dinilai dari posisi tanaman pada dendrogram yang dihasilkan dari analisis data biner pada program NTSys. Melalui pengelompokan SAHN, data matrik selanjutnya dikelompokkan menurut metode UPGMA. Untuk menguji validitas pengelompokan UPGMA dilakukan analisis bootstrap dengan menggunakan program WinBoot. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA plasma nutfah padi dengan lima primer RGA menghasilkan pita DNA dalam jumlah
650 bp
A = Kontrol tahan (C101A51, pembawa gen Pi2) B = Kontrol peka (C039, tidak memiliki gen ketahanan) A = Control of resistance gene (C101A51, carrying Pi2 gene) B = Control of susceptible gene (C039, no resistance gene) Gambar 1. Penampakan profil DNA tanaman padi pada gel poliakrilamid yang teramplifikasi oleh primer RGA AS1/AS2. Fig. 1. Rice DNA profile on polyacrylamid gel amplified with RGA AS1/AS2 primer.
59
Variasi genetik padi tahan blas berdasarkan sidik jari DNA ...
(Asahan, Cisanggarung, Kencana Bali, dan Cisokan) tergabung dalam satu kelompok (kelompok I) dengan posisi yang menyebar. Varietas Asahan sebagai tanaman kontrol yang memiliki ketahanan paling baik terhadap blas (Amir et al. 2001) mengelompok bersama-sama dengan beberapa varietas/galur yang diketahui tahan terhadap blas seperti B8503E, Muncul, Krueng Aceh, Way Rarem, Sentani, dan O. llanos. Varietas-varietas ini diduga memiliki kesamaan gengen tahan blas, sehingga cukup berpotensi sebagai sumber gen ketahanan dalam program pemuliaan padi tahan blas. Beberapa galur isogenik turunan CO39 (C101LAC dan C101A51) yang diintroduksi dari IRRI dan turunannya Bio-530, berada dalam satu kelompok (kelompok II) pada taraf kemiripan yang relatif rendah (2050%). Meskipun dalam taraf percabangan yang relatif tidak stabil (21-51%), analisis DNA dengan markah RGA mampu mengelompokkan hasil persilangan dan tetuanya. Sebagaimana diketahui, CO39 adalah salah satu tetua dari C101LAC yang membawa gen Pi-1(t)
35,1
Asahan Maninjau B8503 E Muncul Krueng Aceh Way Rarem Sentani Oryzica llanos-5 Cisanggarung
18,3 58,3
98,2
30,0 27,3
Kencana Bali Bio530 C101A51 C101LAC CO39 Pantat Ulat Simacan
51,0
19,8
Memberamo Siderep Pandan Wangi Danau Tempe Cisokan Cabacu Gajah Mungkur Grogol Jambu Hawara Bunar Mat Embun Sejang Ungu
42,3
75,8 33,7 84,7 78,9
0,80
0,85
0,90
0,95
I
II
▲
Sekitar 203 pita DNA dapat dideteksi dari produk PCR hasil amplifikasi DNA padi dengan lima primer RGA (yang dirancang berdasarkan urutan gen ketahanan yang terkonservasi). Dari jumlah tersebut, 42% atau 93 pita bersifat polimorfis. Tingginya pita polimorfis yang dihasilkan dengan markah RGA dibandingkan dengan yang diperoleh melalui teknik RAPD (Mackill dan Bonman 1992) dan mikrosatelit (Chen 1998) menunjukkan bahwa markah RGA cukup baik digunakan untuk mengelompokkan plasma nutfah dan analisis pedigree. Berdasarkan pita-pita yang dibentuk oleh kelima primer tersebut selanjutnya dibangun dendogram gabungan (Gambar 2). Gambar 2 memperlihatkan bahwa pada tingkat kemiripan 86%, plasma nutfah yang dianalisis tergabung menjadi tiga kelompok (lineage) dengan tingkat stabilitas percabangan yang relatif rendah (< 80%). Rendahnya nilai stabilitas percabangan dendrogram yang dihasilkan melalui program WinBoot mungkin disebabkan oleh kurangnya parameter peubah (jumlah primer RGA) yang digunakan. Varietas padi diferensial blas
III
1
Gambar 2. Dendrogram padi tahan blas berdasarkan motif terkonservasi dari lima primer RGA . Angka I, II, dan III menunjukkan pengelompokan pada tingkat similaritas 86%. Fig. 1. Dendrogram of blast resistant rice varieties based on conserve motive region of five RGA primers. Number I, II, and III indicate the lineage detected on 86% similarities.
60 dan C101A51 membawa gen Pi-2(t) (Mackill and Bonman 1992; Inukai et al. 1994), sedangkan Bio-530 merupakan galur yang membawa piramida gen Pi-1(t) dan P1-2(t) dari suatu persilangan ganda (Way Rarem/C101LAC//Cabacu/C101A51). Pada kasus ini, pengelompokan yang dihasilkan dengan primer RGA tidak semata-mata disebabkan oleh kesamaan gen-gen tahan blas yang dimiliki oleh varietas-varietas tersebut, tetapi juga karena varietas-varietas tersebut berada pada satu kelompok filogeni meskipun berasal dari beberapa persilangan. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa primer RGA mampu mendeteksi urutan gen ketahanan pada kisaran yang luas. Kencana Bali yang merupakan varietas rentan blas dan selama ini digunakan sebagai tanaman indikator rentan pada kelompok varietas diferensial blas Indonesia (Amir et al. 2001), pada penelitian ini tergabung dalam satu kelompok dengan Cisanggarung yang diketahui memiliki ketahanan terhadap suatu ras cendawan blas. Diduga Kencana Bali juga memiliki ketahanan terhadap penyakit blas, namun isolat blas yang tidak kompatibel (avirulen) untuk varietas ini belum diketahui. Selain itu sifat ketahanan terhadap wereng coklat pada Kencana Bali diduga ikut mempengaruhi penampilan fragmen DNA yang dihasilkan oleh primer RGA. Primer RGA yang dibentuk dari motif gen ketahanan yang terkonservasi mengamplifikasi setiap urutan R-gene homolog yang dikenalinya. Kondisi ini akan memberikan peluang untuk ditemukannya urutan R-gen dari tanaman yang sebelumnya tidak diketahui sifat ketahanannya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa varietasvarietas tahan blas seperti Cabacu, Gajah Mungkur, Grogol, Jambu, Hawara Bunar, dan Mat Embun tergabung dalam satu kelompok (kelompok II) dengan derajat stabilitas percabangan cukup tinggi (73,9%). Fenomena ini menunjukkan bahwa primer RGA dapat digunakan untuk mengelompokkan varietas tahan penyakit. Primer RGA didesain berdasarkan bagian motif yang terkonservasi dari gen-gen ketahanan penyakit secara umum. Setiap primer didesain berdasarkan urutan gen ketahanan pada setiap spesies tanaman (Chen 1998). Primer tersebut memiliki kemampuan mengamplifikasi urutan yang mirip pada gen-gen ketahanan dari spesies tanaman yang berbeda. Primer RGA dengan spektrum yang luas mampu mengamplifikasi urutan yang tidak dapat dideteksi melalui teknik hibridisasi seperti RFLP (Kanazin et al. 1996). Oleh karena itu, beberapa varietas/galur mengelompok menurut kesamaan gen ketahanan terhadap hama atau penyakit lain, bukan hanya terhadap blas.
Masdiar Bustamam et al.
KESIMPULAN Markah RGA mampu memperjelas hasil karakterisasi fenotipe padi tahan terhadap penyakit blas. Markah RGA yang digunakan mampu mendeteksi gen ketahanan pada kisaran yang luas dan dapat mengelompokkan varietas-varietas padi tahan penyakit blas. Pada tingkat kemiripan 86%, 28 genotipe padi yang dianalisis tergabung dalam tiga kelompok. Varietas padi diferensial blas (Asahan, Cisokan, Cisanggarung, dan Kencana Bali) tergabung dalam satu kelompok (kelompok I) bersama dengan beberapa varietas lainnya. Padi lokal Jambu tergabung pada kelompok II bersama padi tahan blas lainnya seperti Cabacu, Gajah Mungkur, Grogol, Hawara Bunar, dan Mat Embun, sedangkan Sejang Ungu terpisah dalam kelompok tersendiri (kelompok III).
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian dilakukan dengan fasilitas bahan kimia, primer, dan alat penunjang dari program kerja sama ARBN-IRRI Indonesia di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Ucapan terima kasih kami sampaikan juga kepada Saudara Fajar Suryawan, Mahrup, Syarif, dan Ahmad Dadang atas bantuan selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Aarts, M.G.M., B.L. Hekkert, E.B. Holub, J.L. Beyman, W.J. Stiekeme, and A. Pereira. 1998. Identification of R-gene homologous DNA fragments genetically linked to disease resistance loci in Arabidopsis thaliana. MPMI 11: 251-258. Amir, M., A. Nasution, Santoso, and B. Courtois. 2001. Pathogenecity of four blast races isolated from IR64. In Upland Rice Research in Indonesia, Current Status and Future Direction. Central Researh Institute for Food Crops, Bogor. Chen, X., S. Temnykh, Y. Cu, F.G. Cho, and S.R. McCouch. 1997. Development of a microsatellite framework map providing genome wide coverage in rice (Oryza sativa L.). Theor. Appl. Genet. 95: 553-567. Chen, X.M. 1998. Genome scanning for RGA in rice, barley, and wheat by high-resolution electrophoresis. TAG 97: 345-355. Dellaporta, S.L., J. Wood, and J.B. Hicks. 1983. A plant DNA minipreparation Version II. Plant. Mol. Biol. Rep. 1 (4): 19-21. Hammond-Kosack, K.E. and J.D.G. Jones. 1997. Plant disease resistance genes. Ann. Rev. Plant. Physiol. Plant Mol. Biol. 48: 575-607.
Variasi genetik padi tahan blas berdasarkan sidik jari DNA ... Hittalmani, S., M.R. Foolad, T. Mew, R.L. Rodriguez, and N. Huang. 1995. Development of a PCR-based marker to identify rice blast rasistance-gene, Pi-2(t), in a segregating population. Theor. Appl. Genet. 91: 9-14. Inukai, T., R.J. Nelson, R.S. Ziegler, S. Sakarung, D.J. Mackill, J.M. Bonman, I. Takamure, and T. Kinoshita. 1994. Allelism of blast resistance genes in near-isogenic lines of rice. Phytopathology 84: 1278-1283. Kanazin, V., L.F. Mack, and R.C. Shoemaker. 1996. Resistance gene analogs are conserved and clustered in soybean. PNAS 93: 11746-11750. Leister, D., A. Ballova, F. Salamini, and C. Gebhardt. 1996. A PCR-based approach for isolating pathogen resistance genes from potato with potential for wide application in plants. Nature Genet. 14: 421-429. Mackill, D.J. and J.M. Bonman. 1992. Inheritance of blast resistance in near-isogenic lines of rice. Phytopathology 82: 746-749. Parker, J.E., M.J. Coleman, V. Szabo, L.N. Frost, R. Schmidt, T. Moores, C. Dean, M.J. Daniels, and J.D.G. Jones. 1997.
61 Rpp5, a gene in Arabidobsis specifying resistance to the Oomycete pathogen Peronospora parasitica, is highly related to the tobacco viral resistance gene N and the flax rust resistance gene L6. Plant Cell: 879-894. Powell, W., M. Morgante, C. Andre, M. Hanafey, J. Vogel, S. Tingey, and A. Rafalski. 1996. The comparison of RFLP, RAPD, AFLP, and SSR markers for germplasm analysis. Mol. Breed. 2: 225-238. Sambrook, J., E. F. Fritsch, T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning: a laboratory manual, 2nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York. Staskawicz, B.J., F.M. Ausubel, B.J. Baker, J.G. Ellis, and J.D.G. Jones. 1995. Molecular genetics of plant diseases resistance. Science 268: 661-667. Virk, P.S., H.J. Newbury, M.T. Jackson, and B.V. Ford, B. Lloyd. 1995. The identification of duplicate accessions within a rice germplasm collection using RAPD analysis. TAG 90: 1049-1055.