IDENTIFIKASI VARIASI BASA NUKLEOTIDA GEN KETAHANAN PENYAKIT BLAS Pi33 PADA GALUR PADI TERSELEKSI
KALIA BARNITA
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK KALIA BARNITA. Identifikasi Variasi Basa Nukleotida Gen Ketahanan Penyakit Blas Pi33 pada Galur Padi Terseleksi. Dibimbing oleh SURYANI dan DWINITA WIKAN UTAMI. Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting bagi manusia, sehingga peningkatan produktivitasnya terus diupayakan. Salah satu kendala dalam peningkatan hasil produksi padi adalah penyakit blas karena dapat menurunkan tingkat produktivitas. Oleh karena itu, program pembentukan varietas tahan penyakit blas yang efektif perlu dilakukan. Salah satu gen ketahanan penyakit blas yang berspektrum luas adalah Pi33. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi variasi urutan basa nukleotida gen Pi33 pada lima galur terseleksi turunan Bio46 (IR64/Oryza rufipogon dan CT13432). DNA dari lima galur yang digunakan setelah diisolasi kemudian diamplifikasi menggunakan primer spesifik untuk gen Pi33, G1010. Hasil amplifikasi selanjutnya dipurifikasi sesuai dengan Exo1SAP protocol. Pelabelan dengan fluorescent dyes dilakukan sebelum analisis pengurutan basa nukleotida menggunakan mesin Genetic Analyzer CEQ8000. Hasil analisis variasi basa nukleotida menunjukkan dari lima galur, galur No. 28 memiliki introgresi lengkap dari ketiga genom tetuanya, yaitu indica (IR64), japonica (CT13432) dan O. rufipogon; sedangkan galur No. 79, 136, dan 143 identik dengan genom indica dan galur No. 195 identik dengan genom japonica. Diketahui pula adanya motif lestari (conserved) gen Pi33 pada kelima galur terseleksi, yaitu: CAGCAGCC yang merupakan kelompok protein G-heterotrimerik. Protein ini berperan sebagai reseptor tanaman untuk mengenali elisitor patogen dalam interaksi antara tanaman padi dan patogen blas.
ABSTRACT KALIA BARNITA. Identification of Nucleotide Base Variations Blast Disease Resistance Gene Pi33 Basis in Selected Rice Strains. Under the direction of SURYANI and DWINITA WIKAN UTAMI. Rice is one of the most important crops for human beings, thus increasing productivity are continually persecuted. Blast disease can reduce the rate of productivity of rice cultivation. Therefore, the forming programme of blast disease-resistant varieties needs to do effectively. One of broad-spectrum blast disease-resistant gene is Pi33. This study aims to identify the variation in the sequence of nucleotide bases of Pi33 gene in five interspesific strains which derived from Bio46 (IR64/Oryza rufipogon and CT13432). After isolated, DNA of five strains amplified used spesific primer for Pi33, G1010. Amplification result purified through Exo1SAP protocol. Labelling using fluorescent dyes done before sequencing nucleotide base using CEQ8000 instrument. The results showed that strains number 28 has introgesion of the three control its parent genome (subspecies of indica, subspecies of japonica, and O.rufipogon) while the strains number 79, 136, and 143 identical to indica genome, then number 195 strain identical to japonica genome. The result of ortholog analysis found conserved nucleotide base sequence, namely: CAGCAGCC which involved into heterotrimeric G-protein group. This protein has role as plant receptor for recognizing pathogen elicitor in interaction of rice and blast pathogen.
IDENTIFIKASI VARIASI BASA NUKLEOTIDA GEN KETAHANAN PENYAKIT BLAS Pi33 PADA GALUR PADI TERSELEKSI
KALIA BARNITA
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Identifikasi Variasi Basa Nukleotida Gen Ketahanan Penyakit Blas Pi33 pada Galur Padi Terseleksi Nama : Kalia Barnita NIM : G84062341
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Suryani, M.Sc Ketua
Dr. Dwinita Wikan Utami Anggota
Diketahui
Dr.Ir. I Made Artika, M.App. Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan Januari-Juni 2010 di Laboratorium Biomolekuler dan Laboratorium Terpadu, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen) dengan judul Identifikasi Variasi Basa Nukleotida Gen Ketahanan Penyakit Blas Pi33 pada Galur Padi Terseleksi. Ucapan terima kasih penulis tunjukkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Suryani, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi, Dr. Dwinita Wikan Utami sebagai pembimbing penelitian, dan Siti Yuriah, S.Si sebagai teknisi pada BB-Biogen. Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Dewi Praptiwi S.Si, Ganty Pratama S.Si, Nuri Izzatil Wafa, Donna Fujie RU, Sugihartati, Joel Rivandi, Taufik, dan Euis Marlina yang selalu memberikan dukungannya kepada penulis. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2010
Kalia Barnita
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 7 Februari 1989 dari ayah Ir. Makmur Subagio dan ibu Dra. Nining Diah Maharita Triatmanti. Penulis merupakan putri bungsu dari dua bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 81 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun berikutnya, setelah melalui masa Tingkat Persiapan Bersama penulis berhasil diterima pada program studi mayor Biokimia di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya sebagai bendahara Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB) periode 2006-2007 dan anggota divisi internal Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (DPM FMIPA) periode 2007-2008. Penulis juga melaksanakan Praktik Lapangan (PL) di Laboratorium Bioprospeksi Mikroba Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) periode Juli-Agustus 2009 dan menulis laporan ilmiah yang berjudul Identifikasi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Asal Saluran Cerna Manusia. Penulis juga pernah menjadi finalis pada lomba Agroindustrial Business Plan Competition 2008 yang berjudul Pengembangan Sup Instan Singkong sebagai Alternatif Makanan Penunjang Diversifikasi Pangan.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .....…………...……...…………………………………..
ix
DAFTAR GAMBAR …………...……...…………………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
ix
PENDAHULUAN .………………………...………………………………
1
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi ............................................................................................ Penyakit Blas ............................................................................................. Resistensi Tanaman Padi terhadap Patogen Blas ...................................... Marka Molekuler ...................................................................................... Polymerase Chain Reaction (PCR) .......................................................... Elektroforesis DNA .................................................................................. Pengurutan DNA ...................................................................................... Program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) ...........................
1 2 4 5 6 7 7 8
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ………………………………………………………….. Metode …………………………………………………………………...
8 8
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fenotip Tingkat Ketahanan Blas Galur Terseleksi …..........…. Isolasi DNA Galur Tersleksi ......….………......................................…… Pengujian Kuantitas DNA ......….……….......….....................…….......... Amplifikasi Gen Pi33 Galur Terseleksi ………………….…...........…… Analisis Urutan Basa Nukleotida Gen Pi33 …………..…………............ Analisis BLAST Alignment …………………………........………...........
10 11 11 11 11 12
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ………………………………………………………………… Saran ……………………………………………………………………..
14 14
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
14
LAMPIRAN ...................................................................................................
17
DAFTAR TABEL Halaman 1
Konsep gene for gene ............................................................................
5
2
Respon ketahanan lima galur terseleksi terhadap ras blas yang berbeda...................................................................................................
10
3
Hasil kuantifikasi DNA lima galur terseleksi ……….................……..
11
4
Matriks jarak kedekatan genetik lima galur terseleksi terhadap kontrol genom tetuanya …………….....................................................
13
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Pyricularia grisea .................................................................................
2
2
Blas daun padi (leaf blast) ....................................................................
2
3
Blas leher malai padi (neck blast) ………………………...…………..
3
4
Blas bulir padi (spikelet blast)...............................................................
3
5
Tahapan perkembangan penyakit blas ..................................................
3
6
Model lintasan sinyal dalam respon ketahanan tanaman ......................
4
7
Proses umum PCR ................................................................................
6
8
Isolasi DNA lima galur terseleksi .........................................................
11
9
Produk PCR lima galur terseleksi..........................................................
11
10
Urutan basa nukleotida gen Pi33 pada salah satu sampel (galur No.28) ...................................................................................................
12
11
Analisis online alignment pada subspesies indica galur No. 79............
12
12
Analisis profiling urutan basa nukleotida lima galur terseleksi terhadap genom tetuanya.......................................................................
13
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Alur penelitian .......................................................................................
18
2
Komposisi bufer ekstraksi DNA untuk 1 liter ......................................
19
3
Komposisi rice flour agar untuk 1 liter ................................................
19
4
Komposisi loading dye …............................................………………..
19
5
Skala penyakit blas berdasarkan evaluasi standar IRRI 1996 ...…...….
19
6
Penilaian skor blas lima galur terseleksi ….........…………...…….......
20
7
Pengurutan basa nukleotida gen Pi33 pada lima galur terseleksi dan kontrol gen Pi33 pada lokus Oso832600 ……………………...….......
22
8
Analisis offline alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33 ..........
23
9
Analisis online alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33 ...........
24
10
Pohon filogenetik lima galur terseleksi terhadap kontrol genom tetuanya untuk gen Pi33 ……........................................................…....
27
PENDAHULUAN Padi merupakan salah satu tanaman pangan penting di dunia, khususnya Indonesia. Usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi terus diupayakan. Produktivitas ini umumnya terganggu oleh adanya hama dan penyakit tanaman. Salah satu penyakit yang terus berkembang pada tanaman padi adalah penyakit blas. Penyakit blas merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang disebabkan oleh cendawan patogen Pyricularia grisea. Penyakit ini menyebabkan penurunan tingkat produksi beras dunia hingga mencapai 30-50% (Baker et al. 1997; Scarcadi et al. 1997). Patogen blas ini dikenal bersifat dinamis karena kemampuannya beradaptasi secara cepat pada tanaman inang. Pengendalian penyakit blas menggunakan varietas tahan penyakit merupakan salah satu cara yang efektif dibandingkan menggunakan fungisida yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, program pembentukan varietas tahan penyakit blas sangat penting dilakukan. Studi genetik sifat ketahanan terhadap patogen blas telah banyak dilakukan dan lebih dari 40 gen ketahanan telah dipelajari (Sallaud et al. 2003). Dasar genetik dari sifat ketahanan penyakit ini belum banyak dipahami. Pada umumnya dalam patosistem penyakit blas berlaku konsep interaksi antar gen (gene to gene), yaitu terjadinya interaksi antara R gene pada tanaman dan avr gene pada patogen blas (Sillue et al. 1992; Berruyer et al. 2003). Urutan alinea genom padi telah diketahui secara lengkap sehingga memungkinkan dalam pembentukan marka molekuler yang terpaut dengan gen ketahanan. Pembentukan galur yang memiliki sifat ketahanan terhadap penyakit blas ini dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi pemuliaan berdasarkan seleksi marka molekuler. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, BB-Biogen telah menghasilkan galur harapan yang berspektrum luas tahan terhadap beberapa ras patogen blas, yaitu galur Bio46. Galur Bio46 adalah galur haploid ganda turunan dari IR64 dan spesies padi liar Oryza rufipogon yang mengandung beberapa gen ketahanan penyakit blas. Centro International de-Agriculture Tropica (CIAT) juga telah membentuk galur multigen yang berpotensi memiliki ketahanan terhadap penyakit blas berspektrum luas. Galur multigen yang telah dibentuk oleh CIAT adalah galur dengan nama CT13432
(Tharreau 2007). Pembentukan galur baru turunan dari galur Bio46 dan galur CT13432 yang merupakan galur haploid ganda berpotensi sebagai galur tahan blas berspektrum luas dan tahan lama penting dilakukan. Menurut Ou (1985) gen ketahanan R gene pada tanaman padi dikenal sebagai Pi gene. Gen ini memberikan reaksi yang spesifik dengan patogen blas apabila menginfeksi tanaman. Salah satu gen avirulen patogen blas yang sudah dikarakterisasi adalah ACE1 dimana diketahui memberikan reaksi spesifik terhadap gen ketahanan tanaman padi Pi33 (Berruyer et al. 2003). Interaksi antara gen ketahanan dan patogen blas harus diketahui untuk dijadikan dasar dalam perakitan galur tahan blas. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya telah diperoleh beberapa galur padi turunan Bio46 dan CT13432 yang memiliki penampilan (fenotip) seperti galur harapan. Spesifitas spektrum ketahanan pada beberapa galur terseleksi memerlukan identifikasi variasi basa nukleotida dari gen ketahanan terhadap penyakit blas, yaitu gen Pi33. Variasi basa nukleotida dari gen Pi33 ini dapat menentukan tipe ketahanan dari galurgalur terseleksi terhadap penyakit blas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi variasi basa nukleotida gen ketahanan penyakit blas (Pi33) pada beberapa galur padi terseleksi sehingga diketahui tipe ketahanannya. Hipotesis penelitian ini adalah kandidat beberapa galur untuk padi terseleksi memiliki variasi basa nukleotida, yaitu termasuk kedalam subspesies indica, subspesies japonica, O. rufipogon atau introgresi antar ketiga kontrol genom tetuanya tersebut pada gen ketahanan terhadap penyakit blas (Pi33). Identifikasi variasi urutan basa nukleotida gen ketahanan penyakit blas (Pi33) ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mendukung pembentukan galur harapan baru tanaman padi yang dapat mengimbangi perubahan genetik patogen blas.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae. Padi memiliki akar serabut, daun berbentuk lanset atau sempit memanjang, urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga majemuk serta buah dan biji yang sulit dibedakan karena merupakan bulir atau kariopsis (Gardener 1991). Setiap bunga padi
2
memiliki enam kepala sari (antera) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan. Padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri karena 95% atau lebih serbuk sari membuahi sel telur pada tanaman yang sama. Satu set genom padi terdiri atas 12 pasang kromosom (Tjitrosoepomo 1987). Dua spesies padi yang dibudidayakan manusia, yaitu Oryza sativa yang berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan Himalaya dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai Niger). Oryza sativa terdiri atas dua subspesies, indica dan japonica (sinonim sinica). Padi japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi, namun mudah rebah, sekam mahkota (palea) berbulu, dan bijinya cenderung panjang. Padi indica berumur lebih pendek, postur lebih pendek, paleanya tidak berbulu, dan biji cenderung oval. Kedua anggota subspesies ini dapat saling membuahi tetapi persentase keberhasilannya rendah. Budidaya padi yang telah berlangsung lama telah menghasilkan berbagai macam jenis padi akibat seleksi dan pemuliaan (Garris et al. 2005). Kajian dengan bantuan teknik biologi molekuler menggunakan penanda restriction fragment length polymorphism (RFLP) dibantu dengan isozim menunjukkan bahwa selain dua subspesies O. sativa yang utama (indica dan japonica), terdapat pula subspesies minor. Kajian menggunakan penanda genetik lain, yaitu simple sequence repeat (SSR) di inti sel dan dua lokus di kloroplas menunjukan pula bahwa pengelompokan indica dan japonica adalah benar. Subspesies japonica terbagi lagi menjadi tiga subspesies minor: temperate japonica (dari Cina, Korea, dan Jepang), tropical japonica (dari Indonesia), dan aromatic (Garris et al. 2005). Berdasarkan bukti-bukti evolusi molekular diperkirakan kelompok besar indica dan japonica terpisah sejak ratusan tahun yang lalu dari suatu populasi spesies moyang O. rufipogon. Domestikasi padi terjadi di titik tempat yang berbeda terhadap dua kelompok yang sudah terpisah ini (Zohary & Hopf 2000). Padi tumbuh di tanah yang lembab dan berair. Di daerah tadah hujan, padi gogo banyak dikembangkan, padi ini merupakan tipe padi lahan kering yang relatif toleran tanpa penggenangan seperti di sawah. Budidaya padi gogo kini menjadi tidak optimal karena adanya penyakit blas
(Tjitrosoepomo 1987). Beberapa varietas unggul dan teknologi budidaya padi gogo yang telah dikembangkan oleh International Rice Research Institute (IRRI) yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan telah diadopsi oleh petani luas sehingga dapat meningkatkan produktivitas padi gogo. Penyakit Blas Penyakit blas merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea (Gambar 1). Cendawan blas dapat menginfeksi tanaman padi pada setiap tahapan pertumbuhannya dengan membentuk bercak pada daun (Gambar 2), buku (node blast), leher malai (Gambar 3), kolar daun (collar rot), dan bulir padi (Gambar 4) yang dapat menyebabkan kehampaan pada biji sehingga bisa mengakibatkan kegagalan panen (IRRI 2003). Bentuk warna dan ukuran bercak tersebut bervariasi tergantung pada ketahanan varietas, umur tanaman, dan umur bercak. Pada varietas yang tidak tahan, yaitu pada kondisi lingkungan yang lembab, pinggiran bercak berwarna coklat dikelilingi oleh warna kuning pucat (halo area) dan tengahnya berwarna putih keabu-abuan; sedangkan pada varietas yang tahan, bercak tidak berkembang melainkan hanya berupa titik coklat saat penetrasi sebesar jarum. Hal ini disebabkan adanya reaksi hipersensitif yang cepat dari tanaman inang sehingga cendawan blas tidak berkembang (Scardaci et al. 1997).
Gambar 1 Pyricularia grisea (Scardaci et al. 1997).
Gambar 2 Blas daun padi (leaf blast) (Sinaga 1996).
3
Gambar 3 Blas leher malai padi (neck blast) (Sinaga 1996).
Gambar 4 Blas bulir padi (spikelet blast) (Sinaga 1996). Bercak cendawan blas pada padi terbentuk melalui serangkaian proses interaksi antara tanaman padi dan cendawan blas. Pemahaman tentang interaksi tanaman dengan patogennya akan melandasi dalam mempelajari reaksi ketahanan yang terjadi dalam tanaman sehingga pada akhirnya akan membantu dalam program perbaikan tanaman, khususnya dalam pembentukan tanaman tahan terhadap penyakit blas (Utami 2005). Menurut Gee et al. (1988) cendawan blas ini mempunyai ras patogenik yang berbeda kemampuannya dalam menginfeksi inang. Secara keseluruhan proses interaksi antara tanaman padi dan patogen blas melibatkan beberapa tahapan (Gambar 5), yaitu pada patogen meliputi tahapan: inokulasi, penetrasi, infeksi, dan kolonisasi (Sinaga 1996). Interaksi dimulai dengan aktivitas patogen melalui proses inokulasi, yaitu terjadi deposisi atau kontak awal antara inokulum patogen dan tanaman padi. Patogen yang berupa konidia cendawan blas akan menempel pada permukaan sel tanaman padi, misalnya permukaan sel daun (proses penetrasi). Konidia ini dilepaskan oleh konidiafor dan berpindah ke permukaan daun yang tidak terinfeksi melalui percikan air atau bantuan angin. Konidia akan berkecambah pada kondisi optimum dengan cara membentuk buluh-buluh perkecambahan yang selanjutnya
menjadi apresorium. Apresorium digunakan sebagai alat infeksi bila terdapat sinyal infeksi, yaitu dengan membentuk hifa infeksi atau kapak penetrasi. Penetrasi ini diperkuat dengan adanya tekanan mekanik atau reaksi enzimatik (Dean et al. 1994). Proses selanjutnya adalah proses infeksi yang diikuti oleh proses kolonisasi oleh patogen blas. Proses ini dimulai dengan masuknya haustorium cendawan blas ke dalam sel tanaman. Pada tahap infeksi ini terjadi reaksi spesifik antar inang dan patogen. Hal ini karena patogen tersebut harus mampu membuat jalan masuk dan menembus inang untuk mendapatkan zat makanan dari inangnya sehingga patogen mampu melanjutkan pertumbuhannya dengan memperluas aktivitasnya dan menetralisir reaksi-reaksi pertahanan inang (Sinaga 1996). Utami (2005) menyebutkan bahwa perluasan pertumbuhan tersebut terjadi dengan mengubah kandungan sel inang ke dalam bentuk unit-unit yang dapat diserap dan diasimilasi oleh patogen sehingga patogen akan membentuk koloni. Menurut Scardaci et al. (1997) faktor yang mendukung perkembangan penyakit blas, antara lain adalah pemakaian pupuk nitrogen yang berlebihan, tanah dalam kondisi aerobik, dan stres kekeringan. Pada kelembaban tinggi, bercak pada tanaman yang rentan menghasilkan konidia selama 3-4 hari. Konidia sangat mudah tersebar dan merupakan inokulum untuk infeksi selanjutnya.
Gambar 5 Tahapan perkembangan penyakit blas: (a) proses inokulasi, (b) proses penetrasi, (c) proses infeksi, (d) proses kolonisasi (Sinaga 1996).
4
Bercak pertama akan muncul 4-5 hari setelah inokulasi pada suhu 26-280C dan akan tertunda kemunculannya 13-18 hari jika suhu mencapai 9-110C. Perkecambahan dari bercak kecil menjadi bercak besar berlangsung selama 8 hari jika suhu 320C. Perluasan bercak berlangsung lambat dan konstan pada suhu 160C selama 20 hari. Sporulasi berlangsung optimum pada suhu 280C selama 15 jam (kondisi gelap). Suhu optimum untuk perkecambahan spora, pembentukan bercak, dan sporulasi adalah 32-350C. Perbedaan bentuk, warna, dan ukuran bercak digunakan untuk membedakan ketahanan varietas (IRRI 2003). Tahapan pada tanaman saat terjadinya infeksi cendawan blas meliputi: pengenalan oleh gen R pada saat penetrasi, aktivasi protein kinase, aktivasi kelompok gen Rac, fosforilasi bertingkat, dan timbulnya respon pertahanan tanaman yang berupa diproduksinya senyawa fitoaleksin atau phatogenesis related (PR) protein (Gambar 6). Reaksi enzimatik yang terjadi pada proses penetrasi melibatkan protein pada ekstraseluler matriks (ECM), yaitu glikoprotein, vitronektin, dan fibronektin. Protein-protein ini berperan sebagai sinyal pengenal bagi pembentukkan apresorium sekaligus sebagai sinyal pengenal elisitor patogen bagi tanaman. Sinyal elisitor patogen tersebut akan dikenali oleh tanaman melalui elicitor binding receptor, yaitu gen R yang terdapat pada permukaan jaringan tanaman (Ito & Shibuya 2000). Sinyal penetrasi patogen akan ditangkap oleh protein yang disebut heterotrimerik protein G, subunit Gα untuk mengaktifkan gen OsRac1 (Suharsono et al. 2002). Shimamoto et al. (2001) menyebutkan bahwa kinase akan mengaktifkan gen Rice actin 1 (Rac1).
Gambar 6 Model lintasan sinyal dalam respon ketahanan tanaman.
Aktivitas gen Rac1 akan menyebabkan terjadinya proses fosforilasi oleh NADPH oksidase dan terjadi pembentukan intermediet oksigen ROS, seperti hidrogen peroksida (H2O2). Akumulasi mRNA dari gen Rac1 akan menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran akibat membukanya saluran ion-ion tertentu. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran H+ dan Ca2+ ke sitosol (ion fluks) serta keluarnya ion K + dan Cl- melewati dinding sel (ion efluks). Aliran ion ini sebagai isyarat bagi pengaktifan enzim mitogen activated protein (MAP) kinase dalam pembentukan PR protein yang selanjutnya dapat mengaktifkan mekanisme ketahanan penyakit blas. Mekanisme tersebut dapat berupa respon hipersensitif, yaitu sel atau jaringan yang tertular menjadi cepat mati sehingga penularan patogen dapat dilokalisasi (Hammond & Jones 1996). Gee et al. (2000) menyebutkan bahwa tanaman padi yang terinduksi oleh serangan patogen blas akan mengaktifkan kelompok gen (family genes) yang mengode PR protein sebagai pendegradasi sel patogen atau penghambat virulensi patogen dengan diproduksinya senyawa fitoaleksin. PR protein terakumulasi oleh infeksi patogen dan induksi bahan kimia, seperti salicylic acid (SA) dan benzo(1,2,3) thiadiazole-7-carbothioic acid Smethyl ester (BTH). Ekspresi gen ini pada tanaman padi dapat diinduksi pula oleh senyawa probenazol (3-allyloxy-1, 2benzisothiazole-1, 1-dioxode) yang dapat meningkatkan aktivitas enzim yang berkaitan dengan sistem pertahanan tanaman, seperti peroksidase, polifenoloksidase, amonia-liase, dan katekol-O-metiltransferase serta asam αlinolenik yang berfungsi sebagai penghambat perkecambahan konidia (Iwata 2001). Resistensi Tanaman Padi terhadap Patogen Blas Terdapat dua kelompok klasifikasi ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit, yaitu ketahanan vertikal (vertical resistance) dan ketahanan horisontal (horizontal resistance). Ketahanan vertikal memiliki gen mayor dan hanya efektif terhadap ras-ras spesifik saja. Interaksi yang terjadi antara gen mayor dan patogen adalah inkompatibel, gen mayor ini langsung mengenali patogen sehingga dapat menghambat siklus hidupnya. Sedangkan ketahanan horizontal memiliki gen minor dan tahan terhadap banyak ras patogen sehingga bersifat tidak spesifik (Agrios 1998). Pengenalan patogen oleh tanaman yang tahan, dikontrol oleh gen resistensi (R gene)
5
yang ada pada tanaman dan gen avirulen (Avr gene) yang terdapat pada patogen. Hal ini akan mengaktifkan sistem pertahanan (defense response) tanaman terhadap patogen. Interaksi antara patogen dan inang dijabarkan dalam konsep gene for gene (Tabel 1). Kendala yang sering dihadapi di lapangan adalah terputusnya ketahanan suatu varietas terhadap penyakit karena patogen berhasil beradaptasi membentuk ras baru sehingga berhasil menyerang varietas yang sebelumnya sudah diidentifikasi bersifat resisten (Amir 2002). Beberapa usaha pengendalian terhadap penyakit blas telah dilakukan, antara lain adalah penggunaan varietas tahan, penggunaan pupuk yang berimbang, dan pemakaian fungisida. Di antara usaha pengendalian tersebut, penggunaan varietas tahan merupakan metode yang sangat praktis dan ekonomis bagi petani serta ramah lingkungan. Toriyama et al. (1996) menyatakan metode pengembangan varietas padi tahan blas dapat dilakukan dengan penggabungan beberapa gen tahan dominan (true resistence) pada satu varietas, pembentukan varietas dengan beberapa gen ketahanan horizontal (field resistance), dan penggabungan gen-gen ketahanan true resistance dan field resistance, serta perakitan varietas-varietas multiline. Gen Pi33 adalah salah satu gen ketahanan yang terdapat pada varietas populer seperti IR64. Selain itu, gen ini juga terdeteksi pada spesies padi liar seperti O. rufipogon (Berruyer et al. 2003). Disamping itu, gen Pi33 ini juga diketahui bersifat spesifik dalam interaksinya dengan gen avirulen ACE1 yang terdapat pada patogen blas. Interaksi antara patogen dan gen ketahanan pada tanaman bersifat unik (Bohnert et al. 2004). Oleh karena itu, dengan diketahuinya respon gen Pi33 yang bersifat spesifik terhadap patogen blas tertentu, maka identifikasi variasi urutan basa nukleotida gen ketahanan penyakit blas (Pi33) ini diharapkan dapat mendukung pembentukan galur harapan baru yang dapat mengimbangi perubahan genetik isolat blas. Tabel 1 Konsep gene for gene Genotip patogen Avr vir
Genotip tanaman inang R/R atau R/s s/s Inkompetibel Kompatibel (tidak terjadi (penyakit) penyakit) Kompatibel Kompatibel (penyakit) (penyakit)
Marka Molekuler Penyakit blas tanaman padi dapat diketahui secara fenotip dan genotip. Pengamatan secara genotip dapat dilakukan dengan bantuan marka molekuler (molecular marker). Marka molekuler yang terpaut dengan gen-gen (lokus-lokus sifat kuantitatif) dapat mengurangi ukuran populasi dan waktu generasi dalam program pemuliaan. Selain itu, marka molekuler mampu menyeleksi sifatsifat yang sangat sulit, seperti morfologi perakaran, resistensi terhadap hama dan penyakit, serta toleransi terhadap cekaman abiotik. Dibandingkan dengan pengamatan fenotip, karakterisasi dengan bantuan marka molekuler mempunyai akurasi dan efesiensi yang lebih tinggi. Identifikasi dilakukan pada tingkat DNA sehingga tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat dilakukan pada tahap awal pertumbuhan tanaman (Hittalmani et al. 1995). Marka molekuler seperti RFLP (restriction fragment lenght polymorphism) telah banyak digunakan untuk analisa variasi genetik tanaman (Doi et al. 2000). Marka molekuler tersebut mampu membedakan genotip diantara individu dengan tingkat akurasi yang tinggi, baik pada tingkat interdan intra-spesies maupun kerabat jauhnya (Chen 1998). Pendekatan genotip yang telah dilakukan oleh marka molekuler digunakan untuk mengisolasi gen yang tahan terhadap suatu penyakit. Pembuatan marka molekuler dilakukan dengan membuat pustaka genom (padi) terlebih dahulu. DNA organisme yang digunakan direstriksi kemudian diseparasi dalam gel agarosa, selanjutnya koloni yang mengandung DNA organisme tersebut diseleksi berdasarkan motif urutan DNA tertentu. Seleksi ini dapat dilakukan dengan hibridisasi pelacak (probe). Koloni yang terseleksi kemudian diurutkan dan dibuat primernya. Tahap selanjutnya adalah memetakan urutan primer tersebut pada kromosom (padi) sehingga dapat diketahui letak primer. Informasi tentang posisi primer sangat diperlukan untuk kepentingan pemetaan atau marker assisted selection (MAS). Peta yang sudah dibuat akan melengkapi peta genom (padi) yang telah dibuat dengan menggunakan marka molekuler (Chen 1998). Terdapat beberapa marka molekuler lain, yaitu marka single nucleotide polimorphism (SNP) dan nuclear binding sites-leucine-rich repeat (NBS-LRR). Marka SNP ini memiliki keunggulan dalam mendeteksi keberadaan
6
polimorfisme dibanding marka yang lain. Marka ini dapat mendeteksi perbedaan hingga satu nukleotida saja (Feltus et al. 2004). Keunggulan lain dari marka SNP adalah seleksi dapat dilakukan secara langsung pada gen targetnya. Pengurangan daerah introgresi bukan target (linkage drag) yang terbawa dalam genom progeni dapat dilakukan lebih tepat sehingga seleksi lebih terarah. Seleksi marka ini digunakan untuk mendeteksi adanya gen ketahanan (Pi). Marka mikrosatelit simple sequence repeats (SSR) secara tandem dapat melakukan pengulangan mono hingga heksa motif nukleotida yang ada di seluruh genom eukariot dan pengulangan yang tinggi terjadi pada tingkat lokus. Pada genom padi, lebih dari 500 penanda mikrosatelit telah terpetakan untuk mengidentifikasi gen Pi (McCouch et al. 2001). Gen ketahanan lain diidentifikasi bersamaan dengan adanya motif urutan seperti nuclear binding sites (NBS) dan leucine-rich repeat (LRR) yang berperan dalam lintasan sinyal transduksi atas keberadaan patogen. NBS-LRR merupakan bagian dari struktur kandidat gen. NBS merupakan protein aktivator pada R-gene, sedangkan LRR berada dalam R-gene yang berinteraksi dengan protein avirulen (Avr) dari patogen (Qu et al. 2006). Populasi tanaman yang telah terseleksi secara fenotip, kemudian diseleksi menggunakan marka molekuler yang spesifik untuk gen target. Gen Pi33 yang terdapat pada kromosom 8, diseleksi menggunakan primer G1010 yang berasal dari modifikasi marka RFLP dan teknik PCR (Kurata et al. 1994). Marka molekuler yang dimodifikasi dengan teknik PCR memiliki tingkat polimorfisme lebih tinggi dibandingkan marka molekuler biasa (RFLP) sehingga dapat menjangkau seluruh kromosom 8 (Berruyer et al. 2003). Polymerase Chain Reaction (PCR) Teknik PCR merupakan teknik untuk mengamplifikasi fragmen DNA spesifik dalam jumlah besar secara in vitro dari sejumlah kecil templat awal. Komponen PCR terdiri atas sepasang primer, cetakan DNA, Taq polimerase, dNTP (deoxynucleotide triphosphate), bufer PCR, dan MgCl2 (Mikkelsen & Corton 2004). Perbanyakan fragmen DNA dilakukan secara selektif dan spesifik oleh sepasang oligonukleotida (primer F dan R). Primer adalah molekul oligonukleotida untai tunggal (F atau R) yang terdiri atas beberapa basa nukleotida.
Gambar 7 Proses umum PCR (Chakrabarti 2004). Primer akan berhibridisasi dengan potongan DNA target pada untai lainnya dan sintesis DNA terjadi dengan Taq polimerase menghasilkan daerah di antara dua primer. Taq polimerase berasal dari Thermus aquaticus yang digunakan untuk mengatalisis penempelan dua buah primer melalui urutan yang komplemen (Mikkelsen & Corton 2004). Siklus amplifikasi yang berulang-ulang melipatgandakan target DNA yang disintesis dalam siklus berikutnya, sehingga jumlah target potongan yang dihasilkan merupakan eksponensial. Proses umum PCR ditunjukkan pada Gambar 7. Tahap denaturasi merupakan tahap awal reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi, yaitu 94-960C, umumnya dilakukan sampai 5 menit. Tahap denaturasi bertujuan memisahkan utas ganda DNA menjadi utas tunggal dengan memutuskan ikatan hidrogen antar pasang basa. Chakrabarti (2004) menyebutkan bahwa peran energi panas dapat menggantikan fungsi enzim helikase, girase, dan protein pelindung utas tunggal (PPUT) sekaligus pada proses replikasi DNA. Tahap yang kedua adalah penempelan primer atau annealing pada suhu sekitar 42650C. Suhu penempelan ini bersifat spesifik yang merupakan rata-rata dari nilai melting temperature (Tm) yang dimiliki masingmasing primer, yaitu forward (5’-end) dan reverse (3’-end). Primer menempel pada bagian DNA cetakan yang memiliki urutan basa komplementer dengan urutan basa primer. Tahap ini di dalam replikasi sel berfungsi sebagai inisiasi sintesis DNA oleh primase untuk membentuk RNA primer pada situs ori (Chakrabarti 2004).
7
Tahap ketiga adalah perpanjangan primer yang bertujuan memberikan kondisi optimum bagi kerja enzim Taq polimerase dalam memanjangkan primer guna membentuk utas DNA baru. Chakrabarti (2004) menyebutkan bahwa peran Taq polimerase dapat menggantikan fungsi enzim DNA polimerase III, DNA polimerase I, dan ligase di dalam replikasi sel. Amplifikasi DNA dilakukan dengan pengulangan tahapan PCR dalam 3040 siklus. Elektroforesis DNA Elektroforesis gel merupakan salah satu teknik penapisan utama dalam biologi molekuler. Gel yang digunakan untuk memisahkan DNA adalah gel agarosa (Wilson & Walker 2000). Agarosa merupakan polimer linear dari D-galaktosa dan 3,6anhidrogalaktosa yang diisolasi dari rumput laut. Elektroforesis gel biasanya dilakukan untuk tujuan analisis, namun juga dapat digunakan sebagai teknik preparatif pemurnian molekul sebelum digunakan untuk teknik lebih lanjut. Prinsip dasar elektroforesis berdasarkan laju perpindahan suatu molekul oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel secara horizontal. Ukuran DNA dapat ditentukan dengan menyertakan marka atau penanda yang digunakan pada proses running. Pita DNA divisualisasi dengan metode pewarnaan (staining) dan penghilangan warna (destaining) pada gel. Pewarnaan DNA di dalam gel agarosa dilakukan dengan menggunakan larutan etidium bromida (0.5 μg cm-3) selama 15 menit agar molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet. Penghilangan warna dilakukan dengan perendaman dalam akuades selama 5-7 menit (Mikkelsen & Corton 2004). Pengurutan DNA Fungsi-fungsi gen sering dapat diturunkan dari urutan basa nukleotida, sebagai contoh dalam membandingkan urutan sampel dengan urutan gen yang diketahui fungsinya (Buchholz et al. 1999). Pengurutan DNA merupakan penentuan urutan basa nukleotida pada suatu fragmen DNA. Metode pengurutan DNA yang telah dikembangkan sejak tahun 1970 adalah metode Maxam-Gilbert dan Sanger (Sambrook & Russell 2001). Metode Maxam-Gilbert didasari oleh modifikasi kimiawi, melibatkan bahan radioaktif seperti fosfat, dan dilanjutkan dengan pemotongan DNA (Berg et al. 2002). Metode ini mulanya cukup populer, namun seiring dengan
dikembangkannya metode terminasi rantai, metode pengurutan DNA Maxam-Gilbert menjadi tidak populer. Metode Maxam-Gilbert melibatkan proses degradasi kimiawi terhadap fragmen DNA yang akan diurutkan. Fragmen DNA yang diberi label radioaktif pada salah satu ujungnya dipotong tidak sempurna (partial digest) dengan empat reaksi kimia yang terpisah. Masing-masing reaksi menyebabkan fragmen DNA tersebut terpotong pada basa tertentu. Hal ini menghasilkan empat macam populasi fragmen DNA yang diberi label pada semua ujungnya. Tiap populasi terdiri atas campuran fragmen DNA yang panjangnya ditentukan oleh lokasi basa tertentu disepanjang fragmen DNA yang diurutkan tersebut. Populasi fragmen DNA dipisahkan dengan elektroforesis dan dideteksi dengan autoradiografi. Selanjutnya urutan DNA dibaca dengan cara membandingkan lajur G (molekul DNA dengan basa G yang ujungnya dirusak), lajur A+G (basa A+G dirusak), lajur C+T (basa C+T dirusak), lajur C (basa C dirusak) (Muladno 2002). Metode degradasi kimiawi ini meliputi beberapa ketidakstabilan beberapa reaktan yang menyebabkan tidak konsistennya hasil dan juga menggunakan bahan kimia yang berbahaya seperti hydrazine, piperidine, dan dimetil sulfat (Zyskind & Bernstein 1992) sehingga metode ini sudah jarang digunakan. Pengurutan DNA juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger (Alberts et al. 2002). Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk urutan DNA tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi. Tahap awal metode Sanger adalah dengan membuat campuran reaksi pada empat tabung yang berbeda. Setiap tabung berisi cetakan DNA, primer, DNA polimerase, label radioaktif 32P, dan dideoksiribonukleosida trifosfat (ddNTP) keempat basa nukleotida. Perpanjangan rantai DNA pada metode ini dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek (primer) yang komplementer terhadap DNA pada daerah tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase. Selain itu, digunakan pula ddNTP yang tidak memiliki gugus –OH pada ujung 3’, berfungsi untuk menghentikan sintesis primer pada urutan DNA yang tidak memiliki gugus –OH. Penggabungan nukleotida pemutus rantai oleh DNA polimerase menghasilkan berbagai
8
fragmen DNA yang berhenti hanya pada posisi nukleotida tertentu. Sebagian besar pengerjaan pengurutan DNA telah diotomatisasi dan dikomputerisasi sehingga dikenal sebagai automated DNA sequencing. Metode ini merupakan modifikasi dari metode Sanger. Metode ini menggunakan pewarna berflouresens yang berbeda untuk memberikan label pada ddNTP. Pewarna berflouresens menggantikan peran radioaktif fosfat pada metode Sanger. Pembacaan urutan DNA dilakukan oleh sistem komputer dengan membedakan panjang gelombang yang berbeda dari perpendaran flouresens yang berbeda (Sambrook & Russell 2001). Program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) merupakan salah satu program dari Gramene (www.gramene.org) atau TIGR (www.tigr.org) yang digunakan untuk mencari similaritas suatu urutan nukleotida atau protein tertentu (query sequence) dengan urutan basis data (subject sequence) pada GenBank. Similaritas tersebut dapat digunakan untuk mengetahui fungsi suatu gen, memperkirakan anggota baru dari suatu famili gen, dan mengetahui hubungan kekerabatan. Tingkat similaritas suatu urutan DNA dapat dilihat melalui beberapa parameter hasil BLAST, yaitu bit score, expect value (E), identities, dan gaps. Bit score merupakan nilai perhitungan statistik hasil perbandingan antara query sequence dan subject sequence. Semakin tinggi nilai bit score, maka semakin tinggi pula nilai similaritas. Nilai E merupakan jumlah urutan pada subject sequence yang tidak terkait dengan query sequence. Semakin kecil nilai E maka semakin tinggi tingkat kepercayaan terhadap kesamaan urutan tersebut. Identities adalah persentase similaritas antara query sequence dan subject sequence. Gaps menunjukkan jumlah kekosongan basa yang muncul dari keseluruhan urutan yang dibandingkan (Costa & Lifschitz 2003).
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah tabung mikro Eppendorf, mikropipet, neraca analitik, autoklaf, vorteks, spektrofotometer, UV Illuminator ChemiDoc EQ Biorad, elektroforesis, tip, labu Erlenmeyer, kuvet, kertas aluminium, stopwatch, penangas air, microwave, gelas ukur, baki gel agarosa,
mesin PCR PTC-100 dan CEQ genetic analyzer. Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi DNA tanaman padi adalah daun padi galur terseleksi (No. 28, 79, 136, 143, dan 195), etanol 70%, etanol 95%, nitrogen cair, bufer ekstraksi, RNAase, dan larutan TE (Tris HCl 10 mM [pH 8,0], EDTA 1mM). Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis adalah loading dye, 1 x bufer TAE, agarosa, DNA hasil PCR, marker ladder 100 bp (0.1 µg/µL), etidium bromida, dan akuades steril. Komposisi bufer ekstraksi DNA ditunjukkan pada Lampiran 2. Bahan-bahan yang digunakan untuk amplifikasi DNA adalah dH2O, 10 x bufer PCR, dNTP mix 2 mM, Taq polimerase (5 U/µL), DNA hasil isolasi, GCrich, dan primer (G1010). Kit yang digunakan untuk tahap pengurutan DNA adalah Beckman DTCS Quick Start dengan fluorecent dyes dan primer pada pelabelan, sedangkan pada penghentian reaksi digunakan NaOAc 3M, EDTA 100mM, glikogen, alkohol 90%, alkohol 70%, dan SLS. Metode Pengujian Fenotip Tingkat Ketahanan Blas Galur Terseleksi Galur-galur terseleksi (hasil persilangan BIO46 dengan CT13432) dan galur Kencana Bali sebagai kontrol peka ditumbuhkan di rumah kaca dan lapang. Penumbuhan di rumah kaca dilakukan pada bak plastik ukuran 40x29x7 cm yang telah diisi kompos. Setiap baris dalam bak plastik ditumbuhkan 10-15 benih dari setiap galur. Tanah diusahakan tetap basah dengan penyiraman air dan pemberian larutan nutrisi setiap minggu. Pemupukan nitrogen sebanyak 8.6 g per baki diberikan 10, 3, dan 1 hari sebelum inokulasi untuk meningkatkan kepekaan terhadap blas. Beberapa ras blas yang digunakan sebagai ras uji ditumbuhkan pada Rice Flour Agar (Lampiran 3) pada suhu 250C dengan siklus fotoperiode 12 jam. Setiap galur yang ditumbuhkan dalam bak plastik diinokulasikan dengan 30 mL suspensi konidia dengan konsentrasi 50000 konidia/mL dan 0.5% gelatin selama 3-4 minggu setelah tanam (4-5 daun) dengan cara penyemprotan. Tanaman yang telah diinokulasi, selanjutnya diinkubasi pada ruang embun dengan suhu 240C dan kelembaban 95% selama 16 jam. Berbeda halnya yang terjadi pada pengujian galur terseleksi di rumah kaca, kelima galur terseleksi pada pengujian di lapang ditanam di lokasi endemik penyakit blas (Sukabumi) sehingga merupakan infeksi alami.
9
Gen ACE1 adalah salah satu gen virulensi pada patogen blas yang telah dikarakterisasi. Ketiga ras blas yang digunakan pada penelitian ini mengandung gen ACE1 yang memiliki genotip PH14 untuk ras 173, CM28 untuk ras 063, dan Guy11 untuk ras 101. Penilaian skor blas dilakukan pada fase vegetatif (umur ±1 bulan). Skor blas (skala kerusakan) pada setiap helai daun dinilai menurut system evaluation standard (SES) (IRRI 1996). Isolasi DNA Padi Galur Terseleksi (Sambrook & Russel 1989) Sebanyak 0.5 gram daun tanaman padi galur terseleksi (No. 28, 79, 136, 143, dan 195) hasil persilangan resiprokal antara galur CT13432 dan Bio46 sebagai galur murni dengan gen Pi33 yang tahan terhadap penyakit blas dimasukkan ke dalam tabung mikro Eppendorf yang berisi nitrogen cair dan dilisis dengan batang sumpit. Sampel daun padi menjadi beku setelah penambahan nitrogen cair. Sebanyak 700 µL bufer ekstraksi (NaCl, Tris-HCl, EDTA, dan SDS) ditambahkan. Proses lisis dengan bufer ekstraksi ini dilakukan pada suhu inkubasi 65°C selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk optimalisasi kerja bufer ekstraksi. Sebanyak 700 µL kloroform ditambahkan dan dikocok hingga merata. Ekstrak sampel yang diperoleh setelah penambahan kloroform adalah DNA bebas protein. Suspensi selanjutnya disentrifugasi pada IECCentra-Msentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Sentrifugasi dengan kecepatan tinggi, setelah penambahan kloroform dilakukan untuk optimalisasi homogenasi. Supernatan diambil dan ditambah dengan 50 µL amonium asetat dan 800 µL etanol absolut, lalu disentrifugasi kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. DNA yang dihasilkan selama tahap pemurnian pada umumnya adalah larutan DNA encer sehingga konsentrasinya perlu ditingkatkan dan diendapkan dengan cara sentrifugasi. Pemekatan DNA dilakukan dengan presipitasi etanol absolut dalam kondisi ada garam (Na+). Pelet putih yang diperoleh dicuci dengan 500 µL etanol 70% berfungsi untuk presipitasi lanjutan, kemudian dikeringkan dalam oven (± 500C) selama 15 menit. Pelet yang telah kering dilarutkan dengan 50 µL larutan TE (Tris-EDTA). Enzim RNAase ditambahkan pada larutan yang berisi ekstrak DNA dan berfungsi untuk memisahkan RNA
dari DNA. Kemurnian dan konsentrasi DNA selanjutnya diukur dengan spektrofotometer. Uji Kuantitas DNA Padi Galur Terseleksi Uji kuantitas DNA dilakukan berdasarkan metode Sambrook dan Russel (1989). Metode ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Sampel DNA yang digunakan sebanyak 2 µL ditambahkan 198 µL dH2O. Isolat DNA yang dihasilkan dapat dilihat nilainya secara kuantitatif dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260/ 280 nm. Amplifikasi Gen Pi33 Galur Terseleksi Sebanyak 5 sampel DNA padi galur-galur terseleksi diamplifikasi dengan primer G1010. Primer G1010 ini mengandung 22 bp forward sequence, %GC sebesar 50.0%, dan Tm 54.8C; serta 22 bp reverse sequence, %GC sebesar 40.9%, dan Tm 51.1C. Optimasi PCR dilakukan dengan volume total 20 µL, yaitu 3.2 µL dH2O, 2.5 µL 10 x bufer PCR, 3 µL primer (F+R) 10 mM, 1 µL dNTP 200 μM, 4 µL 5 x GC-rich, 0.3 µL enzim DNA Taq polimerase, dan 6 µL DNA sampel. Proses PCR terdiri atas 4 langkah program, yaitu denaturasi awal pada suhu 94°C selama 5 menit, denaturasi akhir pada suhu 940C selama 1 menit, annealing pada suhu 500C selama 1 menit, dan primer extention pada suhu 720C selama 2 menit. Keempat langkah ini dilakukan sebanyak 35 siklus yang dilanjutkan dengan 2 menit pada suhu 340C untuk persiapan extention step yang terakhir. Extention step yang terakhir dilakukan pada suhu 720C selama 5 menit. Tahapan terakhir (end) dilakukan pada suhu 150C. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pi33 (Elektroforesis) Gel agarosa disiapkan terlebih dahulu dengan bufer TAE 1x pada baki gel agarosa. Gel agarosa yang memadat dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis berisi bufer TAE 1x. Sebanyak 5 µL produk PCR ditambahkan dengan 2 µL loading dye. Marker ladder 100 pb sebanyak 2 µL dimasukan pada sumur gel pertama sebagai standar ukuran DNA. Komposisi loading dye ditunjukkan pada Lampiran 4. Hasil visualisasi DNA sampel dapat diketahui setelah dilakukan proses pewarnaan (staining) dengan larutan etidium bromida (EtBr) selama 15 menit, dilanjutkan dengan proses penghilangan warna (destaining) dengan air selama 5 menit. Larutan EtBr akan
10
menyisip pada untai heliks DNA sehingga dapat memvisualisasikan DNA di bawah sinar ultraviolet. Proses visualisai dengan sinar ultraviolet ini dilakukan dengan menggunakan alat UV Illuminator ChemiDoc EQ Biorad. Analisis Pengurutan Gen Pi33 Produk PCR yang diperoleh selanjutnya dimurnikan (purifikasi) dengan komposisi campuran reaksi (µL): eksonuklease I 0. 5; Shrimp Alkaline Phosphatase (SAP) 0.25; bufer SAP 1.3; dan akuades steril 0.95 sehingga jumlah total volume mencapai 10.0. Campuran larutan tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 60 menit, kemudian penghentian reaksi dilakukan pada suhu 750C selama 15 menit. Hasil purifikasi dapat disimpan pada suhu -200C. Produk PCR yang telah dipurifikasi (7 µL), dicampur dengan Beckman DTCS quick start kit dengan fluorescent dyes (4 µL), primer (1.7 µL), dan akuades steril (7.3 µL); kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR untuk reaksi pelabelan, yaitu denaturasi awal pada 960C selama 1.5 menit, diikuti dengan 30 siklus: (960C selama 20 detik; annealing 500C selama 20 detik; extension 600C selama 4 menit). Tahapan selanjutnya dilakukan pemberhentian reaksi dan presipitasi etanol. Tahap pemberhentian reaksi ini diawali oleh sentrifugasi sampel dengan glycogen mixture (2.0 μL NaOAc 3 M (pH 5.2), 2.0 μL Na2EDTA 100 mM (pH 8.0), dan 1.0 μL glikogen 20mg/mL). Tahap selanjutnya adalah presipitasi etanol, yaitu sampel ditambahkan 60 μL etanol absolut dingin dan disentrifugasi pada 4100 rpm pada suhu 40C selama 10 menit. Supernatan dibuang sedangkan pelet dibilas dua kali dengan 200 μL etanol 70% dan disentrifugasi selama 3 menit dalam keadaan dingin. Tahap akhir adalah sampel dicampur dengan 40 μL larutan Simple Loading Solution (SLS), dan dilakukan pengurutan basa nukleotida dalam mesin CEQ 8000. Analisis BLAST Alignment Analisis urutan basa nukleotida yang telah diperoleh dilakukan secara multiple alignment dengan menggunakan software BioEdit versi 7.0.9.0 untuk mengidentifikasi polimorfisme dengan marka seleksi. Alignment dilakukan dengan genom Indica (Gramene) dan dengan genom Japonica (TIGR Japonica). Penemuan daerah lestari (conserved) dilakukan dengan genom Greenphyl pada bagian ortholog sehingga dapat diketahui fungsi dari motif gen lestari tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fenotip Tingkat Ketahanan Blas Galur Terseleksi Material genetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima galur terseleksi (hasil persilangan BIO46 dengan CT13432) yang memiliki gen ketahanan terhadap penyakit blas, yaitu Pi33 berdasarkan hasil analisis molekuler menggunakan marka spesifik untuk gen Pi33. Disamping itu, kelima galur tersebut juga memiliki keragaman untuk beberapa karakter agronomi, seperti: umur berbunga, vigor tanaman, jumlah anakan produktif, dan warna gabah. Keragaman fenotip tersebut merupakan faktor penting dalam perakitan galur harapan padi tahan blas yang bersifat tahan lama (durable). Dalam perakitan galur padi tahan penyakit blas, disamping gen ketahanan penyakit yang terdapat pada tanaman padi, perlu diperhatikan juga keragaman genetik dari patogen blas. Dari hasil analisis keragaman genetik patogen blas, diketahui bahwa terdapat ras-ras patogen blas yang bersifat dominan di lapang dan memiliki faktor virulensi yang berbeda. Ketiga ras tersebut adalah Ras173, Ras063, dan Ras101 (Santoso et al. 2007). Hasil pengujian kelima galur terseleksi terhadap tiga ras blas tersebut menunjukkan bahwa kelima galur terseleksi pada umumnya tahan terhadap penyakit blas. Kelima galur terseleksi diamati luasan bercak serangan blas pada helai setiap daun. Acuan untuk menentukan nilai skor adalah penilaian skor blas menurut IRRI-SES seperti disajikan pada Lampiran 4 (IRRI 1996). Pada galur tahan (T) skornya 0-3, sedangkan pada galur peka (P) skornya 4-9 (Lampiran 5). Hasil pengujian tingkat ketahanan pada Tabel 2 di bawah ini menunjukkan adanya variasi respon tingkat ketahanan terhadap faktor virulensi yang berbeda. Tabel 2 Respon ketahanan lima galur terseleksi terhadap ras blas yang berbeda. Pengujian di rumah kaca Uji No Galur Ras lapang 173 063 101 1 28 T T T T 2 79 P P T T 3 136 P T P P 4 143 T P T T 5 195 T T T T 6 K. Bali P P P P T (tahan): skor 0-3; P (peka): skor 4-9
11
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada tabel 2, khususnya pada pengujian rumah kaca menunjukkan adanya variasi respon yang berbeda antara galur terseleksi dan ketiga ras blas. Hal ini dapat terjadi karena produksi beberapa molekul sinyal dari patogen blas yang berupa ligan memiliki kemampuan berikatan secara spesifik dengan reseptor tanaman. Begitupun yang terjadi pada pengujian lapang, ras blas yang menginfeksi pada lapang tidak dapat dideteksi secara khusus sehingga interaksi antara cendawan blas dan tanaman padi tidak dapat diprediksi. Isolasi DNA Galur Terseleksi Metode isolasi DNA pada kelima galur terseleksi dilakukan berdasarkan Sambrook dan Russel (1989) menggunakan metode lisis nitrogen cair. Hasil isolasi DNA dilihat dengan elektroforesis gel agarosa. Elektroforesis hasil isolasi DNA menggunakan kontrol pembanding berupa DNA lambda yang sudah diketahui konsentrasinya. Konsentrasi DNA lambda ini digunakan untuk menghitung konsentrasi DNA sampel dengan cara membandingkan luas atau tebal pita hasil elektroforesis. Konsentrasi DNA lambda yang digunakan adalah 25 ng/µL, 50 ng/µL, 100 ng/µL, dan 150 ng/µL. Hasil elektroforesis isolasi DNA dari kelima galur terseleksi menunjukkan bahwa konsentrasi DNA sampel dapat dibandingkan dengan DNA lambda, yaitu setara dengan kontrol λ50. Kualitas DNA yang baik adalah DNA utuh yang tidak mengalami degradasi, yaitu ditandai dengan tidak terdapatnya pita smear DNA pada gel agarosa (Gambar 8). Konsentrasi DNA yang diperoleh dari hasil isolasi jika hanya dilihat melalui pengujian gel agarosa belum menjamin keseragaman konsentrasi DNA tersebut pada setiap galur. Oleh karena itu, diperlukan uji kuantitas DNA dengan menggunakan spektrofotometer untuk menjamin bahwa jumlah DNA yang akan amplifikasi dengan PCR mempunyai konsentrasi yang sama.
Gambar 8 Isolasi DNA lima galur terseleksi.
Pengujian Kuantitas DNA Hasil isolasi DNA pada kelima galur terseleksi diukur nilai kemurniannya dengan spektrofotometer pada perbandingan panjang gelombang 260/280 nm. Hasil kuantifikasi isolasi DNA menunjukkan nilai kemurnian berkisar antara 1.6 dan 1.8 (Tabel 3). DNA sampel secara umum masih mengandung kontaminasi protein yang ditunjukkan dengan nilai kemurnian kurang dari 1.8 (Sambrook et al. 1989). Walaupun demikian, DNA hasil isolasi tersebut dapat langsung digunakan untuk diamplifikasi menggunakan teknik PCR karena teknik ini tidak membutuhkan DNA dengan kemurnian yang tinggi dan hanya membutuhkan volume DNA dalam ukuran mikroliter. Namun, untuk menjamin bahwa jumlah DNA yang akan amplifikasi dengan PCR mempunyai konsentrasi yang sama maka nilai konsentrasi DNA yang sudah diperoleh diseragamkan oleh pengenceran dengan dH2O menjadi 10 ng/µL. Tabel 3 Kuantifikasi DNA lima galur terseleksi. Vol Vol Galur [DNA] Kemurnian DNA Air 28 4740.5 1.1 498.9 1.7 79 1953.4 2.6 497.4 1.6 136 2652.3 1.9 498.1 1.8 143 3232.8 1.5 498.5 1.8 195 1220.2 4.1 495.9 1.6 Amplifikasi Gen Pi33 Galur Terseleksi Amplifikasi gen Pi33 pada kelima galur terseleksi, yaitu galur No. 28, 79, 136, 143, dan 195 menggunakan marka molekuler berbasis PCR. Hasil amplifikasi menunjukkan bahwa marka molekuler dari primer G1010 mampu mengamplifikasi gen Pi33 dengan panjang basa 210 bp (Gambar 9). Penggunaan primer tersebut berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kurata (1994). Namun, hasil pengamatan produk PCR menunjukkan pola pita yang kurang spesifik pada panjang basa 210 bp, fenomena ini dapat disebabkan oleh kurang optimumnya suhu annealing yang digunakan. Hal ini terlihat dari gel agarosa yang memiliki pola lebih dari satu pita tetapi terdapat satu pola pita yang lebih tebal dari pita lainnya, yaitu pada panjang basa 210 bp. Tahap selanjutnya setelah didapatkan produk PCR adalah pemurnian sampel dari primer dan dNTP bebas oleh Exo1SAP. Keberhasilan pada tahap ini ditunjukkan pada muculnya pola pita yang tebal pada panjang basa 210 bp.
12
Gambar 9 Produk PCR lima galur terseleksi. Analisis Urutan Basa Nukleotida Gen Pi33 Pelabelan dengan Beckman DTCS quick start kit pada tahap analisis urutan basa nukleotida gen Pi33 pada kelima galur terseleksi dilakukan setelah pemurnian sampel dari hasil amplifikasi non spesifik serta sisa primer dan dNTP. Reaksi pelabelan ini menggunakan pewarna berflouresens yang menimbulkan perbedaan warna pada setiap basa nukleotida sehingga memudahkan dalam analisis gen Pi33. Tahap selanjutnya setelah pelabelan adalah pemberhentian reaksi dan presipitasi dengan etanol, hasil presipitasi ini dapat langsung dimasukkan ke dalam alat CEQ8000 untuk mendapatkan hasil urutan basa nukleotida gen Pi33. Teknologi pengurutan basa nukleotida yang digunakan pada penelitian ini adalah Dye-terminator sequencing yang menghasilkan data berupa puncak kurva (peak-peak). Puncak-puncak kurva ini terdiri atas 4 warna yang mewakili masing-masing basa nukleotida, yaitu hijau untuk Adenine (A), merah untuk Thymine (T), biru untuk Cytocine (C), dan hitam untuk Guanine (G). Puncak kurva disebut juga elektroferogram yang diinterpretasikan secara otomatis oleh CEQ8000 menjadi urutan basa nukleotida (AC-G-T). Salah satu hasil analisis urutan basa nukleotida ini ditunjukkan pada Gambar 10 dan hasil keseluruhan terdapat pada Lampiran 6. Hasil pengurutan basa nukleotida gen Pi33 didapatkan bahwa galur No. 28 mengandung 345 basa, No. 79 mengandung 439 basa, No. 136 mengandung 201 basa, No. 143 mengandung 428 basa, dan No.195 mengandung 396 basa.
Gambar 10 Urutan basa nukleotida gen Pi33 pada salah satu sampel (galur No. 28). Berdasarkan elektroferogram yang dihasilkan terdapat sedikit kesalahan interpretasi alat dalam membaca puncak kurva yang saling bertumpuk pada posisi tertentu sehingga terbaca ‘N’ oleh CEQ8000. Solusi untuk mengatasi kesalahan ini adalah melakukan pemindaian pada elektroferogram terhadap kontrol gen Pi33. Posisi genetik dan lokus gen Pi33 yang berfungsi sebagai kontrol ditentukan berdasarkan hasil pemetaan dari genom padi dan dipilih berdasarkan MAP Kinase Putative Function Search Tool pada Rice Genome Anotation. Gen Pi33 terletak pada posisi 3,306 Mbp-3,309 Mbp dalam lokus LOC-Oso8g32600. Analisis BLAST Alignment Analisis BLAST alignment ini meliputi analisis baik offline maupun online dan analisis profiling urutan basa nukleotida serta analisis kedekatan genetik pada kelima galur terseleksi terhadap gen Pi33. Analsis offline alignment dilakukan dengan menggunakan program BioEdit, tujuan dari analisis ini adalah untuk memindai hasil urutan basa nukleotida gen Pi33 pada masing-masing galur terseleksi terhadap kontrol gen Pi33 (Lampiran 7). Analsis online alignment dilakukan dengan rice genom browser kelompok subspesies indica, japonica dan spesies O. rufipogon. Tujuan dari analisis ini adalah untuk membandingkan urutan basa nukleotida masing-masing galur yang dianalisis dengan kontrol genom padi (Lampiran 8). Basa nukleotida yang tercetak kuning menunjukan variasi basa yang sesuai dengan masing-masing kontrol genom tersebut (Gambar 11).
13
Gambar 11 Analsis online alignment pada subspesies indica galur No. 79. Analisis profiling urutan basa nukleotida berdasarkan introgresi genom tetua (CT13432/ Japonica, Bio46/Indica (IR64)O.rufipogon) dan identifikasi conserved sekuen ditunjukkan pada Gambar 12. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui tipe introgresi pada masing-masing galur terseleksi dari tetua-tetuanya. Melalui analisis ini juga dapat diketahui bahwa kelima galur terseleksi yang dianalisis urutan basa nukleotidanya pada gen Pi33 terdapat motif basa yang bersifat lestari (conserved), yaitu:
subspesies indica Oryza rufipogon subspesies japonica
CAGCAGCC yang merupakan kelompok protein G-heterotrimerik sebagai reseptor tanaman untuk mengenali elisitor patogen dalam interaksi antara tanaman padi dengan patogen blas (http://greenphyl.cirad.fr). Hasil pohon filogenetik masing-masing galur terseleksi untuk gen target Pi33 berdasarkan urutan basa nukleotidanya dengan menggunakan metode NeighborJoining/UPGMA (Unweighted Pair Group Method Arithmatic Mean) versi 3.6a2.1 ditunjukkan pada Lampiran 9. Matriks jarak kedekatan genetik pada Tabel 4 menunjukkan bahwa diantara kelima galur terseleksi yang digunakan dalam pengujian tahan blas, galur yang memiliki jarak genetik berdekatan dengan subspesies indica dan japonica serta O. rufipogon adalah galur No. 28. Hal ini dapat dikatakan bahwa terjadi introgresi urutan basa nukleotida ketiga kontrol tersebut pada galur No. 28. Adapun galur No. 79, 136, dan 143 memiliki jarak genetik berdekatan dengan subspesies indica (BIO46), sedangkan galur yang memiliki jarak genetik berdekatan dengan subspesies japonica (CT13432) adalah galur No. 195. Semakin kecil jarak genetik maka semakin dekat kekerabatannya.
subspesies indica dan japonica subspesies indica dan O. rufipogon subspesies indica, japonica, dan O. rufipogon
Gambar 12 Analisis profiling urutan basa nukleotida lima galur terseleksi terhadap genom tetuanya.
14
Tabel 4 Matriks jarak kedekatan genetik lima galur terseleksi terhadap kontrol genom tetuanya.
28 79 136 143 195
28 2,3 1,6 0,4 0,7
79 2,34 1,85 2,17 2,28
136 1,65 1,85 1,82 1,76
143 0,37 2,17 1,82 0,72
195 0,71 2,28 1,76 0,72 -
O. indica 1,71 1,37 1,75 1,37 1,87
O. rufipogon 1,80 2,64 2,20 2,09 2,23
O. japonica 1,91 1,66 2,02 1,67 1,79
O. indica
1,7
1,37
1,75
1,37
1,87
-
1,30
0,28
O. rufipogon
1,8
2,64
2,20
2,09
2,23
1,30
-
1,55
O. japonica
1,9
1,66
2,02
1,67
1,79
0,28
1,55
-
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Identifikasi variasi basa nukleotida gen ketahanan terhadap penyakit blas Pi33 pada galur terseleksi menunjukan bahwa variasi basa nukleotida gen ketahanan penyakit blas (Pi33) disebabkan oleh introgresi genom tetuanya, yaitu subspesies indica dan japonica serta spesies O. rufipogon. Adapun galur yang memiliki introgresi ketiga kontrol genom tetuanya adalah galur No. 28 sedangkan galur No. 79, 136, dan 143 identik dengan subspesies indica (BIO46) serta galur yang identik dengan subspesies japonica (CT13432) adalah galur No. 195. Motif urutan basa nukleotida yang bersifat lestari (conserved) pada kelima galur terseleksi, yaitu: CAGCAGCC yang merupakan kelompok protein Gheterotrimerik sehingga tipe ketahanan kelima galur terseleksi cenderung termasuk tipe ketahanan hulu (upstream regulated).
Alberts B et al. 2002. Molecular Biology of the Cell. Edisi ke-4. New York: Garland Science. Amir M. 2002. Strategi penyelamatan padi gogo dari ancaman penyakit blas. Di dalam: Hermanto, Kasim H, Adil WH, editor. Risalah Seminar 2000-2001 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 6876. Baker B, Zambryski P, Staskawicz B, Kumar D. 1997. Signalling in plant-microbe interactions. Science 276:726-733. Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L, Clarke ND. 2002. Biochemistry. New York: WH Freeman. Berruyer R et al. 2003. Identification and fine mapping of the rice resistence gene corresponding to the Magnaporthe grisea avirulence gene. Theor Appl Genet 107:1139-1147.
Saran Untuk mendukung program pengendalian ketahanan padi terhadap penyakit blas, disarankan agar analisis gen penyandi protein G heterotrimerik pada kelima galur terseleksi tersebut perlu dilakukan lebih lanjut. Selain itu, identifikasi variasi basa nukleotida gen ketahanan penyakit blas selain gen Pi33 penting untuk dikembangkan untuk memperoleh varietas yang memiliki ketahanan multigenik terhadap penyakit blas.
Buchholz W, Miller SJ, Spearman WJ. 1999. Manual DNA sequencing using fluorescence-labeled primers and a fluorescence scanner. Biotechniques 27: 646-648.
DAFTAR PUSTAKA
Chakrabarti R. 2004. PCR Technology: Current Innovation. Boca Raton: CRC Pr.
Agrios NG. 1998. Plant Pathology. Florida: Academic Pr. hlm 115-142.
Chen XM. 1998. Genome scanning for RGA in rice, barley, and wheat by high-
Bohnert HU et al. 2004. A putative polyketide syntase/ peptide syntase from Magnaporthe grisea signals pathogen attack to resistance rice. Plant Cell 16: 2499-2513.
15
resolution electroporesis. TAG 97:345355. Costa RLC, Lifschitz S. 2003. Database allocation strategies for parallel BLAST evaluation on clusters. Distrib Parallel Databases 13:99-127. Dean RA, YH Lee, TK Mitchell, DS Whitehead. 1994. Signaling system and gene expression regulating appresorium formation in Magnaporthe grisea. Di dalam: Rice Blast Disease. Manila: International Rice Research Institute. hlm 23-26. Doi K, Nonomura MN, Yoshimura A, Iwata N, Vaughan DA. 2000. RFLP relationship of a genome species in genus Oryza. J Fac Agr 45: 83-98. Feltus FA et al. 2004. A SNP resource for rice genetics and breeding based on subspecies Indica and Japonica. J Genome Res 14:1812-1819. Gardener FP, Pearce RB, Michell RL.1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Pr. Garris AJ, Tai TH, Coburn J, Kresovich S, McCouch S. 2005. Genetic structure and diversity in Oryza sativa L. Genetics 169:1631-1638. Gee MJD, Hamer JE, Hodges TK. 2001. Characterization of a PR-10 pathogenesisrelated gene family induced in rice during infection with Magnaporthe grisea. Molec Plant-Microbe Interac 14: 877-886. Hammond K, Jones GD. 1996. Resistance genedependent plant defense responses. The Plant Cell 8: 1773-1791. Hittalmani S, Foolad MR, Mew T, Rodriguez RL, Huang N. 1995. Development of a PCR-based marker to identify rice blast resistence gene, Pi2(t), in a segregating polpulation. Theor Appl Genet 91:9-14. [IRRI] International Rice Research Institute. 2003. Rice Blast. Manila: IRRI. [IRRI] International Rice Research Institute. 1996. Standard Evaluation System for Rice. Ed ke-4. Manila: IRRI. hlm 52. Ito Y, Shibuya N. 2000. Receptors for The Microbial Elicitors of Plants Defense Responses. Di dalam: Stacey G, Keen NT, editor. Plant Microbe Interaction. St. Paul: APS Pr.
Iwata M. 2001. Probenazole-A plant defence activator. The Royale Society of Chemistry: 28-31. Kurata N et al. 1994. A 300 kilobases interval genetic map of rice including 883 expressed sequences. Nature Genet 8: 365372. McCouch SR, Temnykh S, Lukashova A, Coburn J. 2001. Microsatellite markers in rice: abundance, diversity, and applications. Khush GS, editor. Rice Genetics IV. Manila: IRRI Pr. hlm 117133. Mikkelsen SR, Corton E. 2004. Bioanalytical Chemistry. New Jersey: John Wiley & Sons. Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Ou SH. 1985. Rice Disease. Ed ke-2. Surrey: Mycol Ist. Qu S et al. 2006. The broad-spectrum blast resistance gene Pi9 encodes a nucleotide binding site-leucine rich repeat protein and is a member of multigene family in rice. Genetics 172:1901-1914. Sallaud C, Lorieux M, Roumen E, Tharreau D, Berruyer R. 2003. Identification of five new blast resistance gene in highly blast resistence variety IR64 using a QTL mapping strategy. Theor Appl Genet 106:794-803. Sambrook J, Russel DW. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr. Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr. Santoso, Ahmad N, Dwinita WU, Ida H. 2007. Variasi genetik dan spektrum virulensi patogen blas pada padi asal Jawa Barat dan Sumatera. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 26: 150-155. Scardaci SC, Webster RK, Hill JE, Williams JF, Brandon DM. 1997. Rice blast: a new disease in California. Agronomy Fact 197:1-4. Shimamoto K, Takahashi A, Kawasaki T. 2001. Molecular signaling in disease resistance of rice. Di dalam: Rice Genetics IV. Manila: International Rice Research Institute. hlm 323-333.
16
Sillue D, Tharreau D, Notteghem JL. 1992. Identification of Magnaporthe grisea avirulence genes to seven rice cultivars. Phytopathology 82:1462-1467. Sinaga MS. 1996. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Bogor: IPB Pr. Suharsono U et al. 2002. The heterotrimeric G protein α subunit acts upstream of the small GTPase Rac in disease resistance of rice. Proc Natl Acad Sci 99: 13307-13312. Tharreau D. 2007. Generating Blast Durable Resistence by Using The Wild Rice Species. Montpellier: CIRAD. Tjitrosoepomo SS. 1987. Botani umum. Bandung: Angkasa. Toriyama K, Ezuka A, Asaga K, Yokoo M. 1996. A method for estimating true resistance genes to blast rice varieties. Rice Genetic 2: 325-333. Utami DW. 2005. Analisis QTL sifat ketahanan penyakit (Pyricularia grisea, Sacc) pada populasi hasil persilangan IR64 dengan spesies padi liar Oryza rufipogon, Griff [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wilson B, Walker K. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry. Edisi ke-5. Cambridge: CU Pr. Zohary D, Hopf M. 2000. Domestication of plants in the old world. Oxford: Oxford Univ. Pr. Zyskind, Bernstein. 1992. Recombinant DNA Laboratory Manual. San Diego: Acadmy Pr.
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Alur penelitian
Penanaman Benih Galur Padi Terseleksi
Isolasi DNA Galur Padi Terseleksi
Uji Kualitas dan Kuantitas DNA
Elektroforesis DNA
Amplifikasi DNA dengan PCR
Purifikasi Produk PCR
Analisis Pengurutan DNA
Analisis BLAST Alignment
Analisis Pohon Filogenetik
19
Lampiran 2 Komposisi bufer ekstraksi DNA untuk 1 liter Bahan
Jumlah
NaCl 5 M
100 mL
Tris-HCl 1 M
100 mL
EDTA 0.5 M
100 mL
SDS
12.5 g
Lampiran 3 Komposisi rice flour agar untuk 1 liter Bahan
Jumlah
Complete rice flour
15 g
Yeast extract
4g
Agar
15 g
Lampiran 4 Komposisi loading dye (10x BlueJuiceTM Gel Loading Buffer) Bahan
Konsentrasi
Sukrosa
65% (w/v)
Tris-HCl (pH 7.5)
10 mM
EDTA
10 mM
Bromophenol blue
0.3% (w/v)
Lampiran 5 Skala penyakit blas berdasarkan evaluasi standar IRRI 1996 Skala
Gejala
0
Tidak ada bercak
1
Bercak kecil sebesar ujung jarum, coklat tanpa ada pusat sporulasi
2
Bercak abu-abu bundar agak lonjong ø 1-2mm, tepi warna coklat
3
Tipe bercak sama dengan skala 2, umumnya ditemukan pada daun atas
4
Bercak khas blas berukuran 3 mm, luas daun terinfeksi kurang dari 4%
5
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 4-10%
6
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 11-25%
7
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 26-50%
8
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 51-75%
9
Luas daun terinfeksi lebih dari 75%
20
Lampiran 6 Penilaian skor blas lima galur terseleksi Ras173 No
Galur
Int (skor)
Respon
1
28
0
2
79
3
136
Ras063 Int (skor)
Respon
T
2
4
P
4
P
Gambar
Ras101 Int (skor)
Respon
T
2
T
6
P
2
T
2
T
5
P
Gambar
Gambar
21
Lanjutan lampiran 6 Penilaian skor blas lima galur terseleksi Ras173 No
Galur
Int (skor)
Respon
4
143
2
5
195
6
Kencana Bali
Ras063 Int (skor)
Respon
T
5
2
T
7
P
T (tahan): skor 0-3; P (peka): skor 4-9
Gambar
Ras101 Int (skor)
Respon
P
2
T
1
T
2
T
5
P
4
P
Gambar
Gambar
22
Lampiran 7 Pengurutan basa nukleotida gen Pi33 pada lima galur terseleksi dan kontrol gen Pi33 pada lokus Oso8g32600 >Pi33_28 AGCTGAGCATTGTGCTCACCGAGTGTAGAATTCATTGTGGACTCTATATACAGGAAGGGATGATGT CTGCTGAATGCGAGGGCATCTGGATTTGCTGAGCCAACTCATAGAACGAGAAAGATGTACATCTTT TCTCGTTCTATGAGTCGCCTATAGCAAATCAAGATGCCTCTGCTATCAGAAGAACATAATGCCCTT CCTGTTTATAGATGCCACAATGCGAAATTGTCACTAGCGTGGGGCAACATTTGCGTCTAAGTGCGC TATCTAAGCCAAGAATGTATATCTTGCGTATGTCTGTATGCACCATGACTGTACTCTGAAGAATAC TAGGTTAGGACGAAA >Pi33_79 GCCTGCAATAGCAGCATTTATCCCGCGGAGAGATTGCAGTCAGTTGATTGCGCCGGAGTTCATAAG GATTAAGTTTGAAGACCCTTTGCTACAGACACGTGCAAAGTCTGGATCTTTTCATCCTGTCATTTA GAGGCTGAAGACTAAAAGACATCTCGACATGTCGGCGTCTCGTTTAGCGAAGCCCTAAATCACTAT CACTTCAGATAATCCCCGTTGACCGCAGTTTGGGGCAGACGTGCAATCGGCCGCGGGGGGGAGAAA TATTTACCCGCCTTAATAATTTTGAAGTAACTTCTTAACCAGGAGGGGCCTTCCAAATTATCCTCC CGGTTGATACTCTAATCATGTCGCAAAAATTAATCTCGCATTCCTCAGCAGCTGTGTAACTCAGGA GCGGGTGCACCCCACCAACCAACAACCAAACCCAACCAACAAA >Pi33_136 CAAAGATGGCTTAAGTCCGGTGAGGTCCAGAACCGCTTTAACGAAGTACATCGACGAGATTCAGCT GCGTCTAAGTCAATGCTCACTCGCATAAAGACGTAGTCATGTCATCGTTGTACAGACCTGAAATTT CCGCAGGTCAGACCAACTTCGGGATCATAGTCATAAACTGACGCAGCTAACTTACGAGATCAAACG AGG >Pi33_143 CAGNCTTGCATGCGAACGTGTCTGTCTGACCGACGTGAAGAAACTCCTATTGATGGACTCTATATA CCAGCGAAGGGTATTGATGTCTGCTTGTAATACGAGGGGCAATCTTGGGGATTTGCTTAGCCCACC TCATAGAACGAGAAAAGATGTACATCTTTTCTCGTTCCTATGAGTCGCCCATGACAAATCCAAGAT GCCTCGTTATCGGAAGAACATAATCCCTTCCGTTATAGATGACACACGAGAGATGTCGCTAGGTGG GGCAACATTCGCCTCTATGTTCAGCTATCGTTACAACAAGTGATTGTAATAATCCTATGGCTTATT ATGGCCTCCTGGTAAATGATCAACCCCATTTGACCCCTGATCAACGTTCCCTCCAAGAGANTAATC AATCTTTAGGCTTAGTACGAGAGGCGNAGGTA >Pi33_195 GATGCATAGGCAAATTGTTCACCGATGTAGTGAACTGCATTGTGGCACGCTGATATCAGTGAGGTC GATTGATTGTCGTCNGAATTTGCGAGGGGCATCTTGGGATTTGCTTAGCCATTGCATAGAACGAGA AAAAGATGTACATCTTTCTCGTTGCCTATGGAAGTGGCCAATGAGCAAATGCACCAGATGCCCCTC TTGGTATTCGAGTAGGAAACATTAATGCCCCTTTCCTTGTTTTAATACGATTGACCTACAAAGGCG AGGATTGGTCACTAACGTGGGGGCAACCATGTGCTTCTAAAGTGCAGCTGTTCTTGGGGCAAGGAA TTGTAATAATCGTGGGCTGTTAGTGCTCCTGGTAATGGCCAACCCATTGAAACTTGTTAATCGTT C >Pi33_KONTROL TCTTTAGTCCCGGTTGTTCTCAACAACCAGGGGTAAAGATATCTTTACTCCCGATTGTTCTCATCA ACCGGGACTAAAGATCTAGGGGTATNTATATTCCCGATGCGCGCCCTCGTCTTCTCCACCAACACT TAGAAGTTTTNGGCCGATCGATCTCTCTCGGNTTCTCCTTCGCCGCCACTGNCTAGGGCATCCCCT CGCCGACGCCGCCGTCGTATCTCGCCGTCATCTCGCACTCATCGTCGTCGNCGCCTCCACCTCCTC CGCCGNCGNGGNATCGGTCCTAACTAAGGGATATGGGTTGCAAGTTATTTATGCTTTNATTATTAC TATTACTATTATTATTACTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTATTAC TATTATTATTATTATGTACCNAATTCTCAANGNTTTATCGGCGG
23
Lampiran 8 Analisis offline alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33
24
Lampiran 9 Analisis online alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33
25
Lanjutan lampiran 9 Analisis online alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33
26
Lanjutan lampiran 9 Analisis online alignment lima galur terseleksi untuk gen Pi33
27
Lampiran 10 Pohon filogenetik lima galur terseleksi terhadap kontrol genom tetuanya untuk gen Pi33