Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012 Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36 ISSN: 2089-9858 ® PS AGRONOMI PPs UNHALU
UJI DAYA HASIL DAN KETAHANAN PADI GOGO LOKAL TERHADAP PENYAKIT BLAS (Pyricularia oryzae) PADA BERBAGAI DOSIS PEMUPUKAN Yield Performance and Resistance to Blast Disease (Pyricularia oryzae) of Local Upland Rice Cultivars on Different Doses of Fertilizers Oleh: Hasfiah , Muhammad Taufik2*), dan Teguh Wijayanto2) 1)
1)
Alumni S2 Program Studi Agronomi Program Pascasarjana Unhalu 2) Dosen Program Pascasarjana Universitas Haluoleo, Kendari. *)
Alamat surat-menyurat:
[email protected]
ABSTRACT. The aims of the research were to study the interaction between local upland rice cultivars and fertilizers that can improve results yield and resistance to blast disease, to determine the yield of local upland rice and to determine the endurance of local upland rice against blast disease in different fertilizer doses. This research was conducted in a Screen House, at the Faculty of Agriculture, University of Haluoleo Kendari; took place from February to May 2010. The research was prepared in randomized block design in a factorial, consisting of two factors, namely cultivar as the first factor that consisted of five levels: V1 (Endokadia), V2 (Besu), V3 (Bakala), V4 (Nggalaru) and V5 (Kori). Doses of fertilizers was the second factor that consisted of four levels: N0 (no fertilizer), N1 (Urea 37.5 kg urea ha-1, SP-36 62,5 kg ha-1, and KCl 50 kg ha-1), N2 (Urea 75 kg ha-1, SP-36 125 kg ha-1, KCl 100 kg ha-1), and N3 (Urea 150 kg urea ha-1, SP-36 250 kg ha-1 and KCl 150 kg ha-1). The research results showed that the treatment combination between Nggalaru cultivar (V4) and without NPK fertilizer (N0) resulted in the highest number of empty grains per panicle (64.33%), whereas treatment combination between Bakala cultivar (V2) with recommended fertilizer dose according to the recommended dose resulted in the lowest number of empty grains per panicle (23.33%). Cultivar Bakala was the cultivar that had gave the best performances:164.93 cm plant height, number of productive tillers: 8.67 tillers, the fastest 50% flowering time: 98.85 days, harvesting (80%): 115 days, panicle length reached 25.50 cm, number of grains per panicle: 121.58, 3.86 g of seed weights per panicle, percentage of grain per panicle: 73.40%, weight of 1000 seeds: 34.77 g, and plant-root ratio: 13.38. Cultivar Besu gave the lowest performances: 149.61 cm plant height, number of productive tillers: 7.58 tillers, panicle length reached 23.36 cm, weight of 1000 seeds: 29.08 g, and plant-root ratio: 10.68. According to the recommended dose provided the best results. All the tested cultivars grouped into moderately resistant varieties, and cultivar Bakala had better survival rates than the other cultivars (6.08%, moderately resistant). Key words: Blast disease and fertilizers, resistance, upland rice, yield potential.
ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari interaksi antara kultivar padi ladang lokal dan pupuk yang dapat memperbaiki produksi dan ketahanan terhadap penyakit blas, menentukan produksi varietas lokal, dan menentukan ketahanan padi ladang varietas lokal terhadap penyakit blas pada berbagai dosis pemupukan yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kawat Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, mulai bulan Februari hingga bulan Mei 2010. Penelitian ini disusun menurut rancangan faktorial dalam pola rancangan acak kelompok yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah kultivar yang terdiri dari lima taraf perlakuan, yaitu: V1 (Endokadia), V2 (Besu), V3 (Bakala), V4 (Nggalaru) dan V5 (Kori). Dosis pemupukan sebagai faktor ke dua terdiri dari empat taraf perlakuan, yaitu: N0 (tanpa pemupukan), N1 (urea 37.5 kg urea ha-1, SP-36 62,5 kg ha-1, dan KCl 50 kg ha-1), N2 (urea 75 kg ha-1, SP-36 125 kg ha-1, KCl 100 kg ha-1), dan N3 (urea 150 kg ha-1, SP-36 250 kg ha-1 dan KCl 150 kg ha-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara kultivar Nggalaru tanpa pemupukan NPK menghasilkan jumlah gabah hampa per malai yang lebih tinggi (64.33%), sedangkan perlakuan kultivar Bakala dan pemupukan sesuai dosis rekomendasi menghasilkan jumlah gabah hampa per malai terendah (23.33%). Kultivar Bakala merupakan kultivar yang berpenampilan paling baik, yaitu dengan tinggi 164.93, jumlah anakan produktif 8,67 anakan, berbunga 50% lebih cepat: 98,85 hari, panen 80%: 115 hari, panjang malai mencapai 25,50 cm, jumlah gabah per malai: 121,58; berat 3,86 g bulir per malai, persentase bulir per malai: 73,40%, berat 1000 biji: 34,77 g, dan rasio pupus akar: 13,38. Kultivar Besu adalah kultivar dengan penampilan yang paling buruk, tingginya hanya 149,61 cm; 7,58 anakan produktif; 23,36 cm panjang malai; 29,08 g berat 1000 biji, dan rasio pupus akar 10,68. Hasil terbaik yang diperoleh adalah pada pemupukan sesuai dosis yang direkomendasikan. Semua kultivar yang diuji, dikelompokkan ke dalam varietas yang agak resisten, dan Bakala adalah varietas yang paling mampu bertahan terhadap penyakit blas dari kultivar lainnya (6.08%, agak resisten). Kata kunci: Padi ladang, penyakit blast dan pupuk, potensi hasil, resisten.
26
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
PENDAHULUAN Padi gogo (Oryza sativa L.) adalah padi yang ditanam pada lahan kering yang sepanjang hidupnya tidak digenangi air dan sumber kebutuhan airnya berasal dari kelembaban tanah yang berasal dari air hujan. Padi merupakan sumber utama makanan pokok bangsa Indonesia. Oleh karena itu setiap faktor yang mempengaruhi produksi padi penting untuk diperhatikan. Data Deptan (2008) menunjukkan bahwa luas panen padi gogo tahun 2007 baru mencapai 1,1 juta ha dengan produksi 2,93 juta ton dan produktivitas 2,7 ton/ha. Kondisi ini menyebabkan kontribusi padi gogo terhadap padi nasional masih rendah, yaitu sekitar 5- 6%. Penyebab rendahnya produksi padi gogo di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Tenggara khususnya adalah penggunaan kultivar lokal yang berdaya hasil rendah. Sebagian besar petani padi gogo menanam varietas lokal yang berdaya hasil rendah dan menggunakan benih produksi sendiri dari hasil panen pertanaman musim sebelumnya dan pemupukan yang tidak tepat. Upaya mengatasi permasalahan kultivar yang berdaya hasil rendah telah dilakukan dengan pemuliaan tanaman dan pemupukan yang tepat. Aplikasi pupuk yang tidak tepat diyakini dapat menghambat produksi kultivar padi gogo lokal. Beberapa peneliti telah merekomendasikan kebutuh-1 an pupuk pada padi gogo yakni urea 225 kg ha , SP-1 -1 36 125 kg ha dan KCl 100 kg ha (BPPP, 2009). Namun pemupukan khususnya urea juga mempengaruhi tingkat ketahanan tanaman terhadap penyakit. Penyerapan nitrogen yang tinggi akan mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap patogen termasuk P. oryzae. Selain penggunaan kultivar padi gogo lokal yang berdaya hasil rendah di Sulawesi Tenggara, penyebab lain rendahnya produksi padi gogo adalah penyakit blas yang disebabkan oleh cendawan P. oryzae. Di Indonesia, luas tanaman padi terinfeksi penyakit blas dapat mencapai luas 1.285 juta ha atau sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi di Indonesia (Sijabat, 2007). Ketahanan suatu varietas tanaman dapat dipatahkan karena adanya perubahan virulensi dari patogen. Sehingga skreening kultivar perlu dilakukan untuk mengetahui daya hasil dan tingkat ketahanan kultivar padi gogo lokal di suatu wilayah tertentu. Berdasarkan uraian sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian tentang uji daya hasil dan ketahanan padi gogo lokal terhadap penyakit blas (P. oryzae) pada berbagai dosis pemupukan. Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui interaksi antara kultivar padi gogo lokal
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
dan dosis pemupukan yang dapat meningkatkan hasil dan ketahanan terhadap penyakit blas, untuk mengetahui daya hasil dan ketahanan terhadap penyakit blas pada beberapa kultivar padi gogo lokal, dan untuk mengetahui daya hasil dan ketahanan beberapa kultivar padi gogo lokal terhadap penyakit blas pada berbagai dosis pemupukan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari, berlangsung mulai bulan Februari sampai Mei 2010. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan elektrik, rumah kasa, wadah persemaian, pengukur suhu (termometer), pengukur intensitas cahaya (light meter), pengukur kelembaban, mistar, kamera, dan alat tulis-menulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi gogo lokal berasal dari kebun petani di Desa Wolasi Kecamatan Konawe Selatan (kultivar Besu, Kori, Endokadia, Nggalaru, dan Bakala), pupuk urea, SP-36, dan KCl, polibag, kertas label, tanah, pupuk kandang, air, dan pinset. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan pola faktorial, kultivar sebagai faktor pertama yang terdiri atas 5: V1= Kultivar Endokadia, V2= Kultivar Besu, V3 = Kultivar Bakala, V4 = Kultivar Nggalaru, dan V5= Kultivar Kori. Dosis pupuk sebagai faktor ke dua yang terdiri atas 4 taraf: N0 = Kontrol (Tanpa -1 Pupuk), N1 = ½ x Dosis Anjuran (urea 37,5 kg ha , -1 -1 SP-36 62,5 kg ha , dan KCl 50 kg ha ), N2 = Sesuai -1 -1 Dosis Anjuran (urea 225 kg ha , SP-36 125 kg ha -1 dan KCl 100 kg ha ), N3 = 2 x Dosis Anjuran (urea -1 -1 -1 150 kg ha , SP-36 250 kg ha dan KCl 150 kg ha ). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 60 perlakuan. Tanah yang digunakan adalah tanah podzolik merah kuning yang diperoleh dari lahan petani. Sebelum digunakan tanah disterilkan dengan cara disangrai selama 2 jam. Tanah selanjutnya dicampur dengan pupuk kandang steril (2:1 v/v), dimasukkan ke polibag ukuran 30 x 40 cm, dan diletakkan pada lahan penelitian dengan jarak antar polibag 20 cm. Benih padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultivar lokal yang diperoleh dari kebun petani di Desa Wolasi, Kabupaten Konawe Selatan. Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik (bernas), maka dilakukan pemilihan benih dengan perendaman selama 24 jam. Setelah direndam 24 jam, benih yang mengapung dibuang dan benih yang tenggelam yang diambil. Setelah
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
27
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
itu benih disaring dan dikeringanginkan menggunakan tissu sampai benih berkecambah. Persemaian dilakukan dengan menggunakan wadah plastik yang di dalamnya sudah terdapat campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1 (v/v). Benih disemai di dalam tempat persemaian secara merata, kemudian ditutup dengan selapis tanah tipis. Bibit dipindahkan ke medium dalam polibag setelah berumur 21 hari setelah semai (berdaun dua helai), dengan jumlah 3 bibit per lubang tanam. Inokulasi patogen dilakukan secara alamiah, namun untuk memudahkan terjadinya inokulasi alami, sumber inokulum berupa rumpunan padi gogo terinfeksi diletakkan di antara polibag. Tanaman padi gogo yang bergejala penyakit blas diperoleh dari kebun petani di Desa Unggulino, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe. Pemupukan dilakukan dengan cara membuat lubang di sekitar tanaman dan menabur pupuk pada lubang tersebut sesuai dosis dan perlakuan. Pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu saat tanam, 6 dan 9 minggu setelah tanam. Akan tetapi pada umur 6 dan 9 minggu setelah tanam hanya pupuk urea yang diberikan. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang memperlihatkan tanda-tanda pertumbuhan yang terhambat (mati) atau hilangnya bibit akibat dimakan oleh hama, dengan cara mengganti dengan tanaman sulaman. Penyiangan dilakukan apabila ada gulma yang tumbuh, dengan cara mencabut langsung gulma dengan menggunakan tangan. Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari, jika tidak turun hujan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terdapat tanda adanya serangan hama dan penyakit. Panen dilakukan setelah tanaman tua, yang ditandai dengan menguningnya bulir padi secara merata dengan tingkat pemasakan 80%. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan gunting, kemudian gabah dirontok secara manual. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel pertumbuhan tanaman meliputi: tinggi tanaman (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang tanaman mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi, dihitung mulai umur 1, 2, 3...., 11 minggu setelah tanam (MST); jumlah -1 anakan produktif (anakan polibag ). Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua anakan yang menghasilkan malai per polibag, dihitung mulai umur 10, 11, 12, 13 dan 14 minggu setelah tanam (MST); umur tanaman berbunga (hari). Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman sejak benih ditanam sampai tanaman keluar bunga. Umur tanaman dapat dipanen (hari). Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman sejak benih di-
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
tanam sampai gabah masak 80%. Nisbah pupus akar (NPA). Pengamatan terhadap NPA dilakukan pada saat panen. Tanaman sampel dicabut secara perlahan, kemudian akarnya dicelup-celupkan di dalam air untuk menghilangkan tanah dan kotoran. Setelah bersih dari kotoran dan tanah, akar dan tajuk (bagian tanaman di atas pangkal akar) dipisahkan dengan memotong pada pangkal akar. Setelah diberi label, masing-masing sampel dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur o 90 C selama 24 jam. Akar dan tajuk kering ditimbang, kemudian NPA dihitung dengan rumus sebagai berikut (Sitompul, et al., 1995): NPA
Bobot kering tajuk (g) Bobot kering akar (g)
Panjang malai (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang malai mulai dari pangkal malai sampai bulir padi teratas pada saat panen. Berat kering tanaman (g). Pengukuran dilakukan pada saat panen dengan menimbang berat kering tanaman (akar dan tajuk) yang telah diovenkan. Variabel produksi tanaman, meliputi: jumlah gabah berisi per malai. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah gabah berisi per malai pada saat panen, jumlah gabah hampa per malai. Pengamatan dilakukan dengan menghitung gabah hampa per malai pada saat panen, persentase gabah berisi per malai (%). Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase gabah berisi per malai pada saat panen, dengan rumus banyaknya gabah berisi dalam satu malai dibandingkan seluruh jumlah gabah dalam satu malai kemudian dikalikan 100%. Bobot 1000 butir gabah per malai (g). Pengukuran dilakukan dengan menimbang berat 1000 butir gabah pada saat panen, bobot gabah per malai (g). Pengukuran dilakukan dengan menimbang berat gabah per polibag pada saat panen. Variabel ketahanan tanaman terhadap penyakit blas: laju infeksi penyakit. Pengamatan dilakukan dengan menghitung laju infeksi menurut rumus Van der Plank (1986):
r
2,8 Xt log t X0
dengan: r = laju infeksi; 2,8 = bilangan hasil konversi logaritma alami ke logaritma biasa (Ln X = 2,8 log X); t = waktu selang pengamatan; Xt = proporsi daun sakit pada waktu t; Xo = proporsi daun sakit pada awal pengamatan
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
28
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
Keparahan penyakit (%). Pengamatan dilakukan pada saat tanaman terinfeksi pertama kali dan diamati setiap 1 minggu sekali. Pengamatan intensitas serangan menurut skala klasifikasi serangan P. oryzae berdasarkan “Standard Evaluation System for Rice” (Ou, 1985) menggunakan rumus: I
( n * v) N *Z
dengan: I = Intensitas serangan penyakit (%); n = Jumlah tanaman yang terserang; v = Nilai skala yang terserang; N = Jumlah seluruh daun yang diamati; Z = skala tertinggi dari kategori skala serangan
Tabel 1. Kategori Skala Serangan pada Daun (Sijabat, 2007) Skala Kategori serangan Keterangan 1 1-5% Infeksi dari luas daun Tahan 3 5-11% Infeksi dari luas daun Agak Tahan 5 >11- ≤25% Infeksi dari luas daun Sedang 7 >25-≤75% Infeksi dari luas daun Agak Rentan 9 >75-100% Infeksi dari luas daun Rentan
Variabel pendukung penelitian adalah data iklim yang diperoleh dari stasiun meteorologi provinsi Sulawesi Tenggara berupa suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan curah hujan rata-rata per hari mínimum pukul 07.00 WITA dan maksimum pukul 12.00 WITA. Data hasil pengamatan dianalisis dengan meng-gunakan analisis ragam, bila F hitung lebih besar dari F tabel maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95%.
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
HASIL Berdasarkan hasil analisis ragam, interaksi antara kultivar dengan dosis pupuk NPK memberikan pengaruh tidak nyata terhadap semua variabel pertumbuhan dan produksi tanaman. Berdasarkan hasil analisis statistik terhadap tinggi tanaman diperoleh bahwa padi gogo lokal kultivar Endokadia (V1) merupakan kultivar yang paling tinggi diantara kultivar padi gogo lokal yang diujikan disusul oleh perlakuan kultivar Bakala, Nggalaru, Kori dan Besu. Secara morfologi kultivar Endokadia memperlihatkan penampilan tinggi yang berbeda dengan kultivar lain. Hal ini diduga juga dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman tersebut. Faktor genetik merupakan faktor yang ada dalam tanaman tersebut. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman dalam hal ini tinggi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Mildaerizanti, (2008) bahwa perbedaan tinggi tanaman lebih ditentukan oleh faktor genetik. Disamping dipengaruhi oleh faktor genetik, juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuh tanaman. Apabila lingkungan tumbuh sesuai bagi pertumbuhan tanaman maka dapat meningkatkan produksi tanaman. Keadaan lingkungan yang bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan tanaman akan keadaan lingkungan yang khusus akan mengakibatkan keragaman pertumbuhan tanaman. Pertambahan ukuran tanaman cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman.
Tabel 2. Pengaruh Kultivar Terhadap Tinggi Tanaman Padi Gogo Lokal Umur 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 MST Kultivar V1 (Endokadia) V2 (Besu) V3 (Bakala) V4 (Nggalaru) V5 (Kori)
Tinggi Tanaman (cm) 1 MST
2 MST
3 MST
27,33bc
53,63a
23,02d
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
10 MST
11 MST
78,47a 101,05a 122,43a 128,89a 135,38a 144,30a 155,48a
160,49a
164,98a
47,08b
66,93b
85,03b 111,83b 117,64c 123,22b 135,16b 142,38c
146,28c
149,61c
27,91b
52,70a
77,58a 101,68a 118,53a 122,10b 132,11a 143,76a 152,03a
159,57a
164,93a
29,68a
52,24a
76,99a 101,28a 117,77a 121,33bc 133,99a 143,59a 153,41a 158,87ab 165,47a
26,73c
51,00ab 75,82a
99,52a 118,71a 121,94bc 130,76a 140,53a 147,80b
154,48b
159,42b
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%, MST = Minggu setelah tanam.
Hasil pengamatan pengaruh kultivar terhadap jumlah anakan produktif padi gogo pada umur 13 dan 14 MST dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan pada jumlah anakan produktif dapat dilaporkan bahwa kultivar Bakala (V3) adalah kultivar yang sedikit lebih baik dibandingkan kultivar yang lain meskipun
berbeda tidak nyata dengan Nggalaru (V4) dan Kori (V5). Sebaliknya kultivar Besu adalah kultivar yang memiliki jumlah anakan produktif terendah yang juga berbeda tidak nyata dengan Endokadia seperti pada Tabel 3.
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
29
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Tabel 3. Pengaruh Kultivar Terhadap Jumlah Anakan Produktif Padi Gogo Umur 10, 11, 12, 13 dan 14 MST Jumlah Anakan Produktif (anakan) Kultivar 10 MST 11 MST 12 MST 13 MST V1 (Endokadia) 1,83b 3,58bc 5,00b 6,33b V2 (Besu) 2,17ab 3,50c 4,58b 6,00b V3 (Bakala) 2,67a 4,25a 6,17a 7,67a V4 (Nggalaru) 2,25ab 4,08ab 6,08a 7,50a V5 (Kori) 2,33ab 4,17a 5,92a 7,17a
14 MST 7,75bc 7,58c 8,67a 8,50a 8,33ab
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%, MST = Minggu setelah tanam
Pada Tabel 4 menunjukkan untuk respon pemupukan NPK terhadap jumlah anakan nampaknya perlakuan yang sesuai dosis rekomendasi (N2) 9,20 anakan pada 14 MST lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya meskipun tidak berbeda
dengan perlakuan N1 (8,60). Sementara perlakuan tanpa pemupukan (N0) memiliki jumlah anakan produktif terendah (7,0 anakan pada 14 MST).
Tabel 4. Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Jumlah Anakan Produktif Padi Gogo Lokal Umur 10, 11, 12, 13 dan 14 MST Pupuk NPK N0 N1 N2 N3
Jumlah Anakan Produktif 10 MST
11 MST
12 MST
13 MST
14 MST
1,47c 2,53ab 2,87a 2,13b
2,93c 4,07b 5,07a 3,60b
4,73c 5,73b 6,67a 5,07bc
5,93c 7,20b 8,00a 6,60bc
7,00c 8,60a 9,20a 7,87b
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%, N0 = Tanpa pupuk NPK (Kontrol), N1 = ½ x dosis anjuran, N2 = Sesuai dosis anjuran, N3 = 2 x dosis anjuran, MST = Minggu setelah tanam
Komponen produksi tanaman yang juga berpengaruh langsung terhadap tinggi rendahnya hasil gabah adalah anakan produktif. Dari hasil analisis statistik, rata-rata jumlah anakan produktif pada saat panen dari kultivar Bakala (V3) yang menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu 8,67 batang/ rumpun. Paradigma baru dari pemuliaan terhadap padi tipe baru adalah jumlah anakan maksimum yang relatif sedikit (10-14 batang/rumpun), jumlah anakan produktif antara 8-12 batang/rumpun dengan jumlah gabah/malai berkisar antara 250-300 butir. Hal ini disebabkan anakan yang tumbuh belakangan terlambat masak sehingga tidak dapat dipanen. Anakan yang tidak produktif merupakan pesaing dari anakan produktif untuk energi sinar matahari dan hara. Tidak adanya anakan non produktif berarti hasil fotosintesa lebih banyak ke gabah. Anakan non produktif yang banyak akan menyebabkan lingkungan mikro yang lembab sehingga sangat baik untuk perkembangannya hama dan penyakit misalnya blas. Hal ini didukung oleh Prayudi, (2008) bahwa populasi tanaman padi yang lebih tinggi diikuti dengan penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan akan memperparah kondisi penyakit. Hal ini membuat tanaman menjadi rimbun sehingga iklim mikro sekitar tanaman kondusif bagi perkembangan penyakit dan kelebihan nitrogen membuat tanaman menjadi lebih rentan terhadap patogen.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa kultivar berpengaruh sangat nyata terhadap umur tanaman berbunga (50%) dan umur tanaman dapat dipanen (80%). Nampaknya kultivar Bakala hanya memerlukan waktu 98,25 hari untuk berbunga 50% dan 115 hari untuk umur tanaman dapat dipanen. Sementara itu, Nggalaru memerlukan 101, 83 hari untuk umur berbungan 50% dan 119 hari untuk umur tanaman dapat dipanen seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Respon Kultivar Terhadap Umur Tanaman Berbunga (50%) dan Umur Tanaman Dapat Dipanen (80%) Umur Tanaman Umur Tanaman Kultivar Berbunga 50% Dapat Dipanen (hari) 80% (hari) V1(Endokadia) 99,42bc 116,50ab V2 (Besu)
100,75ab
118,00a
V3 (Bakala)
98,25c
115,00b
V4 (Nggalaru)
101,83a
119,00a
100,17abc
117,00ab
V5 (Kori)
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%.
Di daerah tropis, umur varietas padi gogo yang optimum untuk dapat berpotensi hasil
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
30
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
tinggi adalah 120 hari. Umur yang lebih pendek biasanya potensi hasilnya rendah karena tidak mempunyai cukup waktu untuk tanaman menggunakan sinar matahari dan hara di dalam tanah, sehingga tidak cukup waktu pertumbuhan vegetatifnya untuk hasil yang maksimum (Yoshida, 1976). Karena itu, umur varietas padi 100-130 hari diharapkan sudah dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan (Abdullah, 2004). Berdasarkan pada pengamatan 14 MST dan saat panen: panjang malai, gabah berisi per malai, bobot gabah permalai, bobot 1000 butir dan nisbah pupus akar dapat dicatat bahwa kultivar Bakala (V3) menunjukkan respon yang lebih baik yaitu panjang malai 25,50 cm, gabah berisi permalai 121,58 bulir, bobot gabah permalai 3,86 g, bobot 1000 butir 34,77g dan 13,38 NPA. Meskipun demikian kultivar Bakala dengan Nggalaru pada berbagai varibel pengamatan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata kecuali pada persentasi gabah berisi permalai. Kultivar Besu menampakan respon pertumbuhan vegetatif dan generatif yang lebih rendah dibandingkan dengan
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
kultivar lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kultivar Bakala mempunyai potensi genetik untuk dikembangkan lebih lanjut karena terbukti memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar lainnya. Tingginya produksi kultivar mungkin disebabkan oleh faktor genetik dari kultivar tersebut yang memang mempunyai potensi hasil yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mildaerizanti, (2008) yang mencatat bahwa dilihat dari segi hasil varietas Limboto mampu mencapai hasil -1 -1 3,6 ton ha dan Seratus Malam 2,08 ton ha di daerah aliran sungai (DAS). Hal tersebut telah mencapai kisaran potensi hasil yang ditunjukkan -1 pada deskripsi tanaman yaitu 3-5 ton ha untuk Limboto dan 1,5-2,5 ton untuk varietas Seratus Malam. Rata-rata respon kultivar terhadap panjang malai, jumlah gabah berisi per malai, bobot gabah per malai, persentase gabah berisi per malai, bobot 1000 butir, dan nisbah pupus akar tanaman padi gogo lokal dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Respon Kultivar Terhadap Panjang Malai, Jumlah Gabah Berisi Gabah Berisi per Malai, Bobot 1000 Butir dan Nisbah Pupus Akar (NPA) Jumlah Gabah Bobot Panjang Kultivar Berisi Per Gabah Per Malai (cm) Malai (bulir) Malai (g) V1(Endokadia) 22,13c 103,42b 3,59ab
per Malai, Bobot Gabah per Malai, Persentase Persentase Gabah Berisi Per Malai (%) 73,99a
Bobot 1000 Butir (g)
Nisbah Pupus Akar (NPA)
31,82bc
12,13ab
V2 (Besu)
23,36b
109,83ab
3,64ab
71,82ab
V3 (Bakala) V4 (Nggalaru)
25,50a 25,43a
121,58a 119,83a
3,86a 3,59ab
73,40a 68,79b
29,08c 34,77a 30,24c
10,68b 13,38a 13,39a
V5 (Kori)
25,34a
115,17a
3,32b
70,80ab
33,12ab
12,82a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Hasil pengamatan pengaruh pupuk NPK terhadap panjang malai, jumlah gabah berisi per malai, bobot gabah per malai, persentase gabah berisi per malai, bobot 1000 butir, dan berat kering tanaman padi gogo dapat dilihat pada Tabel 5.8. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa perlakuan pupuk NPK sesuai dosis anjuran memperlihatkan hasil yang terbaik dibanding dengan perla-
kuan lain. Pemupukan sesuai dosis anjuran maka pertumbuhan dan produksi tanaman padi gogo juga semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Howard dan Tiller (1989) yang menyatakan bahwa takaran nitrogen yang sesuai dosis akan memberikan hasil yang nyata dalam meningkatkan hasil biji jagung.
Tabel 7. Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Panjang Malai, Jumlah Gabah Berisi per Malai, Bobot Gabah per Malai, Persentase Gabah Berisi per Malai, Bobot 1000 Butir, dan Berat Kering Tanaman Padi Gogo Lokal. Jumlah Gabah Persentase Panjang Malai Bobot Gabah Bobot 1000 Berat Kering Pupuk NPK Berisi Per gabah Berisi (cm) Per Malai (g) Butir (g) (g) Malai (bulir) Per Malai (%) N0 23,89b 95,93c 3,13c 62,20d 31,03b 47,55c N1
24,33ab
117,33b
3,77ab
73,66b
31,30b
74,12ab
N2
25,18a
131,27a
4,02a
81,70a
33,98a
84,83a
N3
24,01ab
111,33b
3,49b
69,47c
30,91b
62,97bc
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%, N0 = Tanpa pupuk NPK (Kontrol), N1 = ½ x dosis anjuran, N2 = Sesuai dosis anjuran, N3 = 2 x dosis anjuran.
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
31
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
Kombinasi perlakuan V4N0 menunjukkan respon rata-rata jumlah gabah hampa per malai cukup tinggi (64,33%) diikuti oleh kombinasi V2N0 (63,33%), kombinasi V5N0 (61,67%), V3N0 (59,00%)
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
dan V1N0 (58,33%) sedangkan rata-rata jumlah gabah hampa terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan V3N2 (23,33%) seperti Tabel 8.
Tabel 8. Interaksi Kultivar dengan Pupuk NPK Terhadap Jumlah Gabah Hampa per Malai (%) pada berbagai kultivar Padi Gogo Lokal Pupuk NPK Kultivar DMRT 0,05 N0 (Tanpa N1 (1/2 x Dosis N2 (Sesuai Dosis N3 (2 x Dosis Pupuk) Anjuran) Anjuran) Anjuran) V1 (Endokadia) 58,33r 33,00t 23,67r 43,67r a c c b V2 (Besu) 63,33p 41,00rs 24,00r 45,67r 2=3,40 a c d b V3 (Bakala) 59,00qr 45,00q 23,33r 45,67r 3=3,58 a b c b V4 (Nggalaru) 64,33p 51,00p 40,67p 57,67p 4=3,69 a c d b V5 (Kori) 61,67pq 40,67s 36,33q 49,67q 5=3,77 a c d b DMRT 0,05 2=3,40 3=3,58 4=3,69 Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (pq) atau baris yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kultivar Nggalaru (V4) tanpa pemupukan NPK berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali kultivar Besu tanpa pemupukan NPK terhadap jumlah gabah hampa per malai. Interaksi kultivar dan dosis pupuk NPK yang terbaik memberikan pengaruh yang sangat nyata, disebabkan jika salah satu faktor mempunyai ketergantungan terhadap faktor lain atau terjadinya perubahan salah satu faktor akan menyebabkan perubahan faktor lain artinya jika faktor kultivar dengan dosis pupuk NPK berada dalam keadaan seimbang, maka interaksi akan nyata, sebaliknya apabila kedua faktor berada dalam keadaan tidak seimbang, maka pengaruh interaksi tidak nyata. Hasil analisis statistik pengaruh dosis pupuk NPK terhadap laju infeksi dan keparahan penyakit diperoleh bahwa pupuk NPK sesuai dosis anjuran merupakan dosis yang tepat dalam meningkatkan ketahanan tanaman padi gogo lokal terhadap infeksi penyakit blas (P. oryzae). Hal ini dibuktikan dengan laju infeksi yang lambat pada umur 12 dan 13 MST serta 13 dan 14 MST yaitu 0,085 dan 0,097. Sementara itu laju infeksi yang cepat terdapat pada perlakuan dosis NPK di atas dosis anjuran umur 12 dan 13 MST serta 13 dan 14 MST yaitu 0,057 dan 0,076. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara faktor kultivar dan faktor pupuk. Tetapi secara tunggal dapat dicatat bahwa rata–rata persentase keparahan penyakit tertinggi pada 12 MST diperoleh pada perlakuan N3 (2,61%) yang secara konsisten terjadi pada 13 MST (6,93%) dan 14 MST (8,41%) sedangkan keparahan penyakit
terendah umur 12 MST pada perlakuan N2 (1,82%) yang masih tetap sama pada umur 13 dan 14 MST. Tabel 9. Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Laju Infeksi Penyakit Blas Pada Tanaman Padi Gogo Lokal Umur 12 dan 13 MST dan 13 dan 14 MST Laju Infeksi Penyakit Pupuk NPK 12 dan 13 MST 13 dan 14 MST N0 N1 N2 N3
0,063bc 0,079ab 0,085a 0,057c
0,082ab 0,093ab 0,097a 0,076b
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%, N0 = Tanpa pupuk NPK (Kontrol), N1 = ½ x dosis anjuran, N2 = Sesuai dosis anjuran, N3 = 2 x dosis anjuran, MST = Minggu setelah tanam.
Tabel 10. Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Kepa-rahan Penyakit Blas Pada Tanaman Padi Gogo Lokal Umur 12, 13, dan 14 MST Perlakuan
Keparahan Penyakit (%) 12 MST
13 MST
14 MST
N0
2,42ab
6,67a
8,00a
N1
2,12b
4,67b
6,07b
N2
1,82c
3,41b
4,67b
N3
2,61 a
6,93a
8,41a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%, N0 = Tanpa pupuk NPK (Kontrol), N1 = ½ x dosis anjuran, N2 = Sesuai dosis anjuran, N3 = 2 x dosis anjuran, MST = Minggu setelah tanam.
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
32
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
Perlakuan kultivar dan dosis pupuk NPK secara statistik hanya berpengaruh secara mandiri pada semua variabel pengamatan. Meskipun demikian ada kecenderungan bahwa penambahan pupuk N dapat meningkatkan keparahan penyakit blas. Penambahan pupuk di atas rekomendasi (N3) menyebabkan keparahan penyakit tertinggi yaitu 8,41% pada 14 minggu setelah tanam. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Prayudi, (2008) bahwa pemupukan N yang berlebihan terbukti meningkatkan intensitas penyakit blas sebesar 23,8% dengan pemberian pupuk Urea -1 sebanyak 150 kg ha pada varietas IR64 pada lahan irigasi padi sawah di Jambi. Ditambahkan oleh hasil penelitian Pringadi et al. (2007) bahwa intensitas penyakit blas meningkat seiring dengan meningkat-1 nya pemberian pupuk N sebanyak 135 kg ha pada padi gogo varietas Situ Bagendit dengan persentase keparahan penyakit sebesar 28,5%. Tanaman yang kekurangan Urea (zat hara N) akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, anakan sedikit dan daunnya berwarna kuning pucat, terutama daun tua, sebaliknya tanaman yang diberikan pupuk secara berlebihan maka tanaman tumbuh subur, daunnya hijau, jumlah anakan banyak tetapi jumlah malai sedikit, mudah rebah, pemasakan lambat dan dapat memicu perkembangan penyakit blas (P. oryzae). Variasi intensitas penyakit berkaitan erat dengan variasi penggunaan pupuk nitrogen (Urea). Semakin tinggi penggunaan pupuk nitrogen semakin tinggi intensitas penyakit. Hal ini didukung oleh Semangun, (1991) bahwa pemupukan nitrogen yang berlebihan pada tanaman padi gogo mengakibatkan tanaman rentan terhadap infeksi penyakit blas. Tanaman yang kekurangan atau kelebihan pupuk NPK akan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis terhadap pertumbuhan tanaman khususnya dalam perkembangan penyakit. Oleh karena itu aplikasi pemupukan NPK harus sesuai dengan dosis anjuran dan kebutuhan tanaman akan unsur hara tersebut sehingga unsur hara tersebut dapat berfungsi secara optimal dalam meningkatkan pertumbuhan, produksi tanaman dan menekan perkembangan penyakit blas pada tanaman padi gogo lokal. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa keparahan penyakit pada umur 12, 13, dan 14 MST dicatat bahwa kultivar Bakala mempunyai keparahan penyakit rendah dibandingkan dengan kultivar lain yang dikategorikan dalam skala yang tahan dan agak tahan dengan rata-rata tingkat keparahan penyakit secara berturut-turut 2,16%, 4,69%, dan 6,08%. Sementara itu, kultivar yang memiliki keparahan penyakit yang tertinggi terdapat pada kultivar Kori (V5) pada umur 14 MST (7,41%) yang dikategorikan dalam skala agak tahan. Pengaruh kultivar terhadap keparahan penyakit disajikan pada Tabel 11.
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Tabel 11. Pengaruh Kultivar Terhadap Keparahan Penyakit Pada Tanaman Padi Gogo Lokal Umur 12, 13, dan 14 MST Kultivar
Keparahan Penyakit (%) 12MST
13MST
14 MST
2,28a
5,01ab
6,86a
2,28a
5,44ab
6,78a
V3 (Bakala)
2,16a
4,69b
6,08a
V4 (Nggalaru)
2,27a
6,07a
6,79a
V5 (Kori)
2,22a
5,88ab
7,41a
V1 (Endokadia) V2 (Besu)
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%, MST = Minggu setelah tanam.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis statistik perlakuan kultivar berpengaruh tidak nyata terhadap keparahan penyakit blas. Sesuai dengan hasil yang diperoleh dapat dilaporkan bahwa semua kultivar padi gogo yang diuji dapat dikelompokkan ke dalam kultivar yang agak tahan terhadap penyakit blas dengan tingkat keparahan penyakit yang relatif rendah (6-7%). Rendahnya tingkat keparahan penyakit blas pada semua kultivar yang diuji diduga disebabkan kultivar tersebut memiliki beberapa mekanisme ketahanan untuk melawan infeksi patogen penyebab penyakit blas. Dapat diduga bahwa semua kultivar yang diuji secara genetik memiliki struktur pertahanan terhadap infeksi patogen. Menurut Agrios, (2005) dan Goodman (1986) menjelaskan bahwa respon ketahanan tanaman data terjadi secara struktural dan biokimia. Pertahanan struktural adalah bentuk pertahanan seperti ketebalan epidermis sel atau ketebalan dinding sel. Sementara biokimia adalah bentuk pertahanan karena tanaman menghasilkan senyawa seperti fitoaleksin yang dapat menghambat penetrasi patogen di dalam jaringan tanaman. Meskipun demikian, mekanisme ketahanan pada kultivar yang diuji belum dapat diketahui. Selain itu dengan berdasarkan pada data laju infeksi menunjukkan bahwa infeksi patogen cenderung terjadi ketika tanaman mulai memasuki fase akhir generatif. Infeksi yang terjadi pada akhir fase generatif memberikan gambaran bahwa kerugian karena infeksi patogen pada fase akhir pertumbuhan tanaman tidak akan signifikan mengurangi hasil tanaman. Namun jika infeksi terjadi pada saat tanaman masih dalam fase
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
33
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
vegetatif (muda) maka akan signifikan mengurangi hasil tanaman. Seperti yang telah dilaporkan oleh Semangun, (1991) bahwa umur tanaman 55 hari setelah tanam adalah masa yang cukup rentan terhadap infeksi P. oryzae. Lebih lanjut diuraikan oleh Semangun (1991) bahwa padi jenis ketan sangat rentan terhadap P. oryzae karenanya dapat mati pada usia muda. Hasil tersebut berbeda dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini yang menunjukkan kultivar Bakala yang termasuk ke dalam padi gogo jenis ketan yang dikategorikan tahan terhadap blas dengan keparahan penyakit 6,08%. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa: Kombinasi perlakuan kultivar Nggalaru tanpa pupuk NPK menghasilkan jumlah gabah hampa per malai yang tertinggi (64,33%) sedangkan kombinasi perlakuan kultivar Bakala dengan pemupukan sesuai dosis anjuran menghasilkan jumlah gabah hampa per malai yang terendah (23,33%). Kultivar Bakala merupakan kultivar yang mempunyai penampilan parameter pertumbuhan dan produksi yang lebih baik dengan tinggi tanaman mencapai 164,93 cm, jumlah anakan produktif 8,67 anakan, umur berbunga (50%) yang tercepat 98,85 hari, umur dapat dipanen (80%) 115 hari, panjang malai mencapai 25,50 cm, jumlah gabah berisi per malai 121,58 bulir per malai, bobot gabah per malai 3,86 g, persentase gabah berisi per malai 73,40 %, bobot 1000 butir 34,77 g, dan Nisbah pupus akar 13,38. Kultivar Besu merupakan kultivar yang mempunyai penampilan parameter pertumbuhan dan produksi yang kurang baik dengan tinggi tanaman 149,61 cm dengan jumlah anakan produktif 7,58 anakan, panjang malai 23,36 cm, bobot 1000 butir 29,08 g, dan nisbah pupus akar 10,68. Pemupukan N,P,K yang sesuai dosis anjuran lebih baik dibanding perlakuan lain dengan tinggi tanaman mencapai 169,69 cm, jumlah anakan produktif 9,20 anakan, panjang malai 25,18 cm, jumlah gabah berisi per malai 131,27 butir, bobot gabah per malai 4,02 g, persentase gabah berisi per malai 81,70%, bobot 1000 butir 33,98 g, dan berat kering tanaman 84,83 g. Semua kultivar yang diuji dikelompokkan ke dalam kultivar yang agak tahan dan kultivar Bakala memiliki tingkat ketahanan yang lebih baik dibandingkan kultivar lain. Persentase keparahan penyakit tertinggi diperoleh pada perlakuan pemupukan NPK dengan dosis di atas anjuran mencapai 8,41% (agak tahan) sedangkan keparahan penyakit terendah pada perlakuan pemupukan NPK sesuai dosis anjuran 4,67%. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disarankan agar: Kultivar padi gogo lokal yang diujikan dapat dijadikan sebagai sumber plasma nutfah daerah Sulawesi Tenggara. Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lapangan untuk menguji ketahanan
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
tanaman padi gogo lokal terhadap infeksi penyakit blas pada lokasi dan waktu yang berbeda. KEPUSTAKAAN Abdullah, B. 2004. Pengenalan VUTB Fatmawati dan VUTB Lainnya. Panduan Pelatihan. Pemasyarakatan dan Pengembangan Padi Varietas Unggul Tipe Baru. Balai Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Agrios, GN. 2005. Plant pathology. 4th ed. Academic Press, New York. Alexopoulos, CJ., Mims, CW., and Balckweel, M. 1996. Introductory Mycology. John Wiley & Sons INC. Singapore. 866p Amir, M. 2001. Strategi Pengendalian Penyakit Blas (Pyricularia grisea) di Lahan Kering. Balitpa, Sukamandi. Amir, M., Kustianto, B., dan Lubis, E. 1993. Pewarisan Ketahanan terhadap Blas Daun (Pyricularia oryzae) Isolat 26 pada Beberapa Kultivar Padi. Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI, Yogyakarta, 6-8 September. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009. Petunjuk Pelaksanaan Percobaan Uji Multilokasi Padi Padi Gogo Dikti. Barnett, H., 1960. Imperfect Fungi. Burgess Publishing Company. Virginia. Bustamam, M., Raflinur, Agisimanto, D dan Suyono, 2004. Variasi genetic padi tahan blas berdasarkan sidik jari DNA dengan Markah gen analog resisten. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol. 9 No.2: 56-61 Basyer, A., Punarto, Suyanto, dan Supriyatin, 1995. Padi Gogo. Balittan, Malang. Buckman, H.O. dan N.C. Brady, 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bharata Karya, Jakarta. Deptan, 2008. Basis Data Pertanian. Departemen Pertanian. Diakses dari: http://database. deptan.go.id/bdspweb/bdsp2007/hasil_c om.a sp. Departemen Pertanian, 1997. Pedoman Bercocok Tanaman Padi, Palawija, Sayur-sayuran. Badan Pengendalian Bimas. Jakarta. Foth, H.D., 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta. Gardner, F.P. R.P. Pearce and R.L. Michell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan H. Susilo. UI Press. Jakarta.
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
34
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
Goodman, R.N., Z. Kiraly, K.R. Wood, 1986. The Biochemistry and Physiology of Plant Disease. Universty of Missouri Press. Columbia. Harahap, I., 1989. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. Hardjowigeno, S., 1992. Ilmu Tanah. Medigra-tama Sarana Prakarsa, Yakarta. Howard, D.D. and D.D. Tyler. 1989. Nitrogen Source, Rate, and Application Method for No-Tillage Corn. Soil Sci. Soc. Am. J. 53: 1573-1577. Indradewa, D., D. Kastono dan Y. Soraya, 2005. Kemungkinan Peningkatan Hasil Jagung dengan Pemendekan Batang. Jurnal Ilmu Pertanian Vol 12 No. 2, 2005: 117-124. Lubis, E., Harahap, Z., Diredja, M dan Kustianto, B. 1995. Perbaikan Varietas Padi Gogo. Di dalam Prosiding Kinerja Penelitian Tanaman Pangan 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. p. 437-447. Maclean, J. 1997. Rice Almanac. IRRI, Los Banos, Philippines 1975 Mildaerizanti. 2008. Keragaan Beberapa Varietas Padi Gogo Di Daerah Aliran Sungai Batanghari. http://katalog.pustaka-deptan.go.id/pdf. Nyakpa, Y.M., A.A. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, Go Ban Hong dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Unila, Lampung. Ou, SH. 1985. Rice Disease 2nd ed. CMI, England.58 Pringadi, K. H.M. Toha, dan B. Nuryanto. 2007. Pengaruh Pemupukan N Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Gogo. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. http://www. litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi2008-p2bnl-22.pdf. Prayudi, B. 2008. Pengendalian Penyakit Blas Pada Tanaman Padi (Kasus di Lahan Sawah Irigasi Sri Agung, Tanjung Jabung Barat, Diakses dari:http://katalog.pustakadeptan.go.id/ pdf. Santika, A dan Sunaryo, 2008. Teknik Pengujian Galur Padi Gogo Terhadap Penyakit Blas (Pyricularia oryzae). Di Akses dari:http://www. pustakadeptan.go.id/publikasi/ bt131082.pdf Semangun, H., 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indoneisa. UGM Press. Sijabat, ONS, 2007. Epidemi Penyakit Blas (Pyricularia oryzae cav) Pada Beberapa Varietas Padi Dengan Jarak Tanam yang Berbeda di Lapangan. Skripsi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Singh, R., 2001. Plant Disease. Oxford dan IBH Publishing CO. New Delhi. Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta.
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Soepraptohadjo, M., 1976. Jenis tanah di Indonesia, Seri 3 C klasifikasi Tanah. Training Pemetaan Tanah 1976-1977. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. Hlm.16. Soemartono, Somad, B. dan Hardjono, R., 1984. Bercocok Tanam Padi. Yasaguna. Jakarta. Sumarno dan Hidayat, JR. 2007. Perluasan Padi Gogo sebagai Pilihan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Iptek Tanaman Pangan Vol. 2 N0.1 : 26-40 Syam, M. dan Hermanto. 1995. Teknologi produksi Padi mendukung Swasembada Beras. Puslitbangtan. 62 Hlm. Sugeng, H., 2001. Bercocok Tanam Padi. Aneka Ilmu. Semarang. Sujitno, T., 2004. Varietas unggul tanaman pangan. Balitpa. Sutanto, A., B. Hadisutrisno, dan Tjokrosoedarsono, A. 1995. Peranan Anasir Cuaca Terhadap Perkembangan Penyakit Cacar The Di Perkebunan The NV. Tambi Wonosobo. Di Dalam Prosiding Kongres Nasional PFI Mataram. Sutedjo, MM. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. Tandisau, T. 2004. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi Gogo (Oryza sativa L.) Lokal Asal Kabupaten Muna Terhadap Cekaman Aluminium. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari. Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton, 1985. Soil Fertility and Fertilizers. Fourth Ed. Mac-millan Publ. Co., New York. 754pp. Totok, ADH dan Rahayu, AY. 2003. Analisis Efisiensi Serapan N, Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Kultivar Kedelai Unggul Baru dengan Cekaman Kekeringan dan Pemberian Biofertilisasi (Jurnal Agrin Oktober 2003). Totok, A.D.H., 2008. Mutiara yang terlupakan. (Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Melalui Pengembangan Padi Gogo Aromatik). Diakses dari: http://pascaunsoed. files. wordpress. com/2008/04/ orasi-ilmiah-guru-besartotok-agung.pdf. Thurston, H.D., 1984. Tropical Plant Diseases. Amer. Phytopath. Soc., St. Paul, Minn., 208. Utami, DW., Moeljopawiro, S., Aswidinnoor, H., Setiawan, A., dan Hanarida, I., 2005. Gen Pengendali Sifat Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Spesies Padi Liar Oryza rufipogon Griff. dan Padi Budi Daya IR64. Diakses dari: http:// ictcenter-purwodadi.net/pustaka maya/
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
35
Berkala PENELITIAN AGRONOMI April 2012
Vol. 1 No. 1 Hal. 26-36
files/disk1/30/ict-100-1001-dwinitawut1494-1-agrob. Yoshida and Parao, F.T., 1976. Climate Influence on Yield and Yield Component of Low-land Rice in Tropics. Proc. Of Symposium on Climate and Rice. IRRI, Los Banos, Philippines
ISSN: 2089-9858
® PS AGRONOMI PPs UNHALU
Wahyuni, S., Nugraha, US dan Kadir, TS., 2008. Hasil dan Mutu Benih Padi Gogo pada Lingkungan Tumbuh Berbeda. Diakses dari: http://www.litbang.deptan.go.id/ special/padi/jpptp_ 2008_2703_2.pdf.
Hasfiah et al., 2012. Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi Gogo………………………
36