EKSPLORASI BAKTERI DAN CENDAWAN ENDOFIT SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT BLAS (Pyricularia oryzae) PADA PADI SAWAH
IRWANTO SUCIPTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Eksplorasi Bakteri dan Cendawan Endofit Sebagai Agens Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) pada Padi Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Irwanto Sucipto NRP A352130121
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN IRWANTO SUCIPTO. Eksplorasi Bakteri dan Cendawan Endofit Sebagai Agens Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) pada Padi Sawah. Dibimbing oleh ABDUL MUNIF dan EFI TODING TONDOK. Penyakit blas awalnya merupakan masalah utama pada pertanaman padi gogo di Indonesia namun saat ini juga telah menjadi masalah pada pertanaman padi sawah. Informasi terkait penggunaan bakteri dan cendawan endofit sebagai pengendali penyakit blas pada padi khususnya padi sawah masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri dan cendawan endofit sebagai pengendali penyakit blas. Penelitian ini terdiri atas 5 tahapan, yaitu 1) eksplorasi bakteri dan cendawan endofit dari tanaman padi, 2) seleksi bakteri dan cendawan endofit, 3) uji penghambatan bakteri dan cendawan endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae, 4) uji penghambatan pertumbuhan P. oryzae di rumah kaca, 5) identifikasi bakteri dan cendawan endofit. Isolasi bakteri dan cendawan endofit menggunakan sterilisasi permukaan bertingkat dengan alkohol 70 % selama 0.5 menit kemudian dilanjutkan merendam sampel pada NaOCl 1 % selama 1 menit. Isolasi bakteri endofit dilanjutkan dengan menghancurkan bagian tanaman tersebut dengan mortar steril sampai halus dengan penambahan air 1:10. Sebanyak 0.1 ml diambil dari masing-masing suspensi daun, akar dan batang tersebut kemudian ratakan pada media tryptic soy agar (TSA) 20 %. Isolasi cendawan endofit dilakukan dengan meletakkan sampel pada media malt extract agar (MEA) 10% tanpa digerus dan diinkubasi selama 7 hari. Seleksi bakteri endofit dilakukan melalui 3 tahap yaitu pengujian reaksi hipersensitif (HR/hypersensitive reaction) terhadap tanaman tembakau, pengujian terhadap pertumbuhan benih padi (DPM/direct planting method) dan pengujian aktivitas hemolisis bakteri. Seleksi cendawan endofit dilakukan dengan pengujian cendawan endofit terhadap perkecambahan dan perkembangan benih padi. Uji penghambatan bakteri dan cendawan endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae secara in vitro di lakukan untuk melihat kemampuan antibiosis pada bakteri dan cendawan endofit. Empat isolat bakteri dan cendawan endofit terbaik diambil untuk dilakukan uji penghambatan pertumbuhan P. oryzae di rumah kaca. Masing-masing isolat yang digunakan di rumah kaca diidentifikasi lebih lanjut. Bakteri dan cendawan endofit yang berhasil diisolasi sebanyak 162 isolat terdiri atas 115 isolat bakteri endofit dan 47 isolat cendawan endofit. Berdasarkan hasil uji patogenesitas dan potensinya sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan plant growth promoting fungi (PGPF) masing-masing 19 bakteri endofit dan 14 cendawan endofit terpilih digunakan pada uji in vitro. Empat isolat bakteri endofit dan 4 isolat cendawan endofit yang memiliki aktivitas antibiosis tertinggi dilanjutkan pada uji penghambatan P. oryzae pada padi sawah varietas Kencana Bali. Bakteri dan cendawan endofit yang diuji mempunyai mekanisme antibiosis ditunjukkan dengan adanya zona bening antara pertemuan patogen dan endofit. Pengujian secara in vivo menunjukkan aplikasi mikroba endofit terbukti mampu menekan keparahan penyakit blas pada tanaman padi dengan tingkat penekanan penyakit sebesar 30 sampai 70%. Penekanan penyakit paling stabil mulai dari awal pengamatan sampai pada akhir pengamatan ditunjukkan oleh isolat EB9 dan CEA5.
Hasil perlakuan inokulasi bakteri dan cendawan endofit pada tanaman padi di rumah kaca menunjukkan adanya hubungan yang sesuai mulai dari hasil uji in vitro, in vivo sampai hasil pengamatan pada pertumbuhan tanaman padi. Selain dapat menekan pertumbuhan penyakit blas di rumah kaca, perlakuan isolat EB9 dan CEA5 menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap semua parameter pertumbuhan (tinggi tajuk, panjang akar, dan bobot biomassa) dibandingkan kontrol. Isolat bakteri endofit yang telah diuji memiliki homologi tertinggi dengan Burkholderia sp. Hu35C, Burkholderia sp. WP1, B. gladioli strain IHB B 15121, B. cepacia strain CH9, sedangkan isolat cendawan endofit yang telah diuji teridentifikasi sebagai Fusarium sp, Cladosporium sp, Phoma sp, Penicillium sp, berturut-turut untuk isolat EB 1, EB 9, EB 28, EA 35, CEA 5, CEA 3, CEB 3, dan CED 2. Kata kunci: pengendalian hayati, mikroba endofit, uji antagonis, uji patogenesitas.
SUMMARY IRWANTO SUCIPTO. Exploration of Endophytic Bacteria and Fungi as Biocontrol Agent of Blast Disease (Pyricularia oryzae) on Rice. Supervised by ABDUL MUNIF and EFI TODING TONDOK. Blast disease initially was the main problem in upland rice productivity in Indonesia but now also has been the main problem on lowland rice. Information related the use of endophytic bacteria and fungi for controlling blast disease in rice was still very limited. The objective of this research was to obtain endophytic bacteria and fungi as blast disease control was very important. This research consisted of 5 stages, namely 1) exploration of endophytic bacteria and fungi from rice, 2) selection of endophytic bacteria and fungi, 3) inhibition test of endophytic bacteria and fungi against P. oryzae growth, 4) inhibition test of blast disease in greenhouse 5) identification of endophytic bacteria and fungi. Isolation of endophytic bacteria and fungi using two steps of surface sterilization with alcohol 70 % for 0.5 minutes continued soaked the samples in NaOCl 1 % for 1 minute. Isolation endophytic bacteria followed by crush the samples with sterile mortar with the addition of water 1:10. As many as 0.1 ml taken from each suspension of leaves, roots and stems then plated on tryptic soy agar media (TSA) 20 %. Isolation of endophytic fungi was done by inoculating the samples to Malt extract agar media (MEA) 10 % without crushed and incubated for 7 days. Selection of endophytic bacteria was done through three assays, namely hypersensitive reaction test (HR) on tobacco plants, test on the growth of rice seed (DPM/ direct planting method) and testing of bacteria hemolysis activity. Selection of endophytic fungi was done by testing endophytic fungi against germination and development of rice seed. Inhibition test of endophytic bacteria and fungi on the growth of P. oryzae in vitro was aimed to see the antibiosis ability of endophytic bacteria and fungi. The best four isolates endophytic bacteria and fungi was taken to continue inhibition test of P. oryzae in the greenhouse. Each isolates used in greenhouse was identified further. Endophytic bacteria and fungi which succeeded isolated were 162 isolates consisted of 115 endophytic bacteria and 47 endophytic fungi. Based on the results of the pathogenicity test and the potential as plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) and plant growth promoting of fungi (PGPF), 19 endophytic bacteria and 14 endophytic fungi was used on in vitro test. Four isolates endophytic bacteria and 4 isolates endophytic fungi which have a highest antibiosis activity was continued on inhibition test of blast disease on rice, Kencana Bali varieties. Endophytic bacteria and fungi shown antibiosis mechanism, proved by clear zone between pathogen and endophytic microbe. In vivo test has shown that application of endophytic microbes were able to suppress severity of blas disease in rice to the level of emphasis disease of 30-70 %. The most stable of disease emphasis from the beginning observation until to the end of observation was showed by EB9 and CEA5 isolates. Inoculation of endophytic bacteria and fungi in rice showed appropriate relationship start from the result of in vitro test, in vivo test until the result of growth observation of rice. In addition to reduce growth of blast disease in greenhouse, treatment of EB9 and CEA5 isolates showed that there was a positive influence over all parameter growth (plant height, roots length, and biomass) compared than
control. Endophytic bacteria isolates tested have highest homology with Burkholderia sp. Hu35C, Burkholderia sp. WP1, B. gladioli strain IHB B 15121, B. cepacia strain CH9, while endophytic fungi isolates that has been tested identified as Fusarium sp, Cladosporium sp, Phoma sp, Penicillium sp, in succession for EB 1, EB 9, EB 28, EA 35, CEA 5, CEA 3, CEB 3, and CED 2. Keywords: antagonist test, biological control, endophytic microbe, patogenecity test.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
EKSPLORASI BAKTERI DAN CENDAWAN ENDOFIT SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT BLAS (Pyricularia oryzae) PADA PADI SAWAH
IRWANTO SUCIPTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin M.Si
Judul Tesis : Eksplorasi Bakteri dan Cendawan Endofit Sebagai Agens Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) pada Padi Sawah Nama : Irwanto Sucipto NIM : A352130121
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Abdul Munif, MSc Agr. Ketua
Dr Efi Toding Tondok, SP MSc. Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Fitopatologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc.
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 30 Oktober 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Eksplorasi Bakteri dan Cendawan Endofit Sebagai Agens Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) pada Padi Sawah” dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Abdul Munif, MSc Agr, Dr Efi Toding Tondok, SP MSc selaku komisi pembimbing dan Ir Yadi Suryadi MSc selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan petunjuk, saran dan motivasi bagi penulis baik dalam proses penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini serta Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran demi perbaikan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian yang telah memberikan izin penggunaan Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca “Moisture chamber for blast disease”. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya serta teman-teman departemen Proteksi Tanaman atas dukungannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2016
Irwanto Sucipto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi di Indonesia Penyakit Blas Bakteri Endofit Kolonisasi Bakteri Endofit Interaksi Prekolonisasi Pergerakan (Movement) Pelekatan (Attachment) Pengenalan (Recognition) Penetrasi (Penetration) Interaksi Postkolonisasi Multiplikasi (Multiplication) Kolonisasi (Localization) Cendawan Endofit Potensi Endofit Sebagai Agens Hayati METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Isolasi Bakteri dan Cendawan Endofit Seleksi Bakteri dan Cendawan Endofit Uji Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Bakteri dan Cendawan Endofit Uji Penghambatan Penyakit Blas pada Padi Sawah Pengaruh Bakteri dan Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit Identifikasi dan Karakterisasi Cendawan Endofit Uji Kemampuan Bakteri dan Cendawan Endofit Mengolonisasi Tanaman Padi HASIL DAN PEMBAHASAN Kelimpahan Bakteri dan Cendawan Endofit Asal Tanaman Padi Patogenesitas Bakteri Endofit Aktivitas Hemolisis Bakteri Patogenesitas Cendawan Endofit Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Bakteri dan Cendawan Endofit Penghambatan Penyakit Blas pada Padi Sawah
vi vi vii 1 1 2 2 2 3 3 4 5 6 6 6 6 7 7 7 8 8 9 10 12 12 12 12 12 13 15 16 17 17 18 19 19 20 21 21 22 24
Pengaruh Bakteri dan Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Identifikasi Bakteri Endofit Berdasarkan Analisis Genotipik Karakterisasi Bakteri Endofit Identifikasi Cendawan Endofit Berdasarkan Analisis Morfologi Karakterisasi Cendawan Endofit Kemampuan Bakteri dan Cendawan Endofit Mengolonisasi Tanaman Padi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
26 28 29 30 35 35 37 37 37 38 43 52
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perbandingan karakteristik dari cendawan endofit Klasifikasi cendawan endofit berdasarkan transmisi dan interaksi ekologi Skala (skor) pengukuran keparahan penyakit blas Jumlah isolat bakteri endofit asal tanaman padi dari beberapa daerah Jumlah isolat cendawan endofit asal tanaman padi dari beberapa daerah Hasil pengujian aktivitas hemolisis bakteri endofit pada agar darah Pengaruh bakteri endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae in vitro Pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae in vitro Pengaruh mikroba endofit terhadap respon pertumbuhan tanaman Hasil karakterisasi bakteri endofit Hasil karakterisasi isolat cendawan endofit
9 10 16 19 19 21 22 23 26 30 35
DAFTAR GAMBAR 1
Fase interaksi kolonisasi bakteri endofit pada permukaan akar (Hallmann 2001) 2 Kolonisasi external dan internal dari akar tumbuhan oleh bakteri endofit dapat terjadi secara: 1) acak di atas permukaan akar, 2) dibawah sel epidermis yang rusak, 3) berasosiasi dengan luka tumbuhan, 4) pada tempat pembentukan akar lateral, 5) secara intraseluler di sel epidermis akar termasuk rambut akar, 6) secara interseluler di dalam korteks akar atau 7) berasosiasi dengan jaringan vaskuler (Hallmann 2001) 3 Skema uji antagonis dari bakteri endofit terhadap P. oryzae secara in vitro 4 Skema uji antagonis dari bakteri endofit terhadap P. oryzae secara in vitro (a) perlakuan endofit, (b) perlakuan kontrol 5 Uji antagonis bakteri endofit (a) tidak memiliki zona hambat (b) memiliki zona hambat 6 Uji antagonis cendawan endofit (a) tidak memiliki zona hambat (b) memiliki zona hambat (c) P. oryzae tertekan oleh mekanisme kompetisi 7 Pengaruh mikroba endofit terhadap intensitas penyakit blas pada padi varietas Kencana Bali di rumah kaca 8 Gejala penyakit blas pada tanaman padi: gejala awal blas daun (skor 13), b) gejala blas daun untuk perlakuan kontrol (skor 4-6), c) gejala blas daun untuk perlakuan kontrol (skor 7-9), d) dan e) gejala blas node untuk perlakuan kontrol 9 Bobot basah dan bobot kering tanaman padi setelah perlakuan mikroba endofit 10 Hasil amplifikasi gen 16S rRNA bakteri endofit asal tanaman padi menggunakan primer universal prokariota 27F/1492R. Marker 1kb DNA Ladder, (1) EB 1, (2) EB 6, (3) EB 7, (4) EB 9 11 Hasil identifikasi morfologi isolat cendawan endofit 12 Hasil uji kolonisasi (a) isolat bakteri endofit EB 9 dan (b) isolat cendawan endofit CEA 5
6 8
14 14 22 23 24 25
27 28
31 36
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil positif uji hipersensitif pada tanaman tembakau 2 Metode penanaman benih pada biakan bakteri: (a) gejala nekrotik pada kecambah, (b) pertumbuhan normal dari kecambah 3 Hasil positif uji aktivitas hemolisis bakteri pada agar darah 4 Hasil uji patogenesitas cendawan endofit: (a) gejala nekrotik pada kecambah, (b) pertumbuhan normal dari kecambah 5 Pertumbuhan tinggi tanaman padi pada beberapa perlakuan: A) Kontrol, B) EB 1, C) EB 9, D) EB 28, E) EA 35, F) CEA 3, G) CEA 5, H) CED 2, I) CEB 3 6 Pertumbuhan tanaman padi mulai dari akar sampai tinggi tajuk pada beberapa perlakuan: A) Kontrol, B) EB 1, C) EB 9, D) EB 28, E) EA 35, F) CEA 3, G) CEA 5, H) CED 2, I) CEB 3 7 Karakterisasi bakteri endofit (a) Reaksi positif pada uji Gram dengan KOH 3%, (b) Reaksi negatif pada uji Gram dengan KOH 3%, (c) Reaksi positif pada uji katalase dengan substrat H2O2, (d) Reaksi negatif pada uji katalase dengan substrat H2O2, (e) Reaksi positif pada uji kitinolitik, (f) Reaksi negatif pada uji kitinolitik, (g) Reaksi positif pada uji lipolitik, (h) Reaksi negatif pada uji lipolitik, (i) (j) Reaksi negatif pada media King’s B, (k) (l) Reaksi negatif pada media YDCA 8 Analisis sikuen gen 16S rRNA 9 Hasil seleksi awal bakteri endofit 10 Hasil seleksi awal cendawan endofit
43 43 43 43 44
44
45
46 47 50
PENDAHULUAN Latar Belakang Padi merupakan salah satu tanaman pangan terpenting dan telah menjadi sumber karbohidrat utama dari setengah penduduk di dunia (Khush dan Jena 2009). Fluktuasi harga padi yang terjadi pada tahun 2007 telah mempengaruhi keamanan pangan pada beberapa negara berkembang dimana padi menjadi tanaman pangan pokok (Van Nguyen 2010). Di Indonesia, produksi padi pada tahun 2012 telah mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2011. Peningkatan produksi padi tahun 2012 tersebut banyak terjadi di Pulau Jawa (BPS 2012). Peningkatan produksi padi tersebut merupakan kebutuhan mendesak di Indonesia dalam penyediaan kebutuhan pangan karena adanya aktivitas peningkatan populasi. Lebih dari 90% padi dunia ditumbuhkan dan dikonsumsi di Asia dimana 60% penduduk dunia tinggal. Populasi konsumen padi terus meningkat dan permintaan akan padi juga meningkat. Meskipun potensi produksi padi 10 ton per hektar, petani rata-rata memanen hanya 5 ton per ha (Khush dan Jena 2009). Salah satu penyebab kesenjangan hasil ini karena kehilangan akibat cekaman biotik dan abiotik. Di antara cekaman biotik, penyakit blas merupakan salah satu yang paling penting dan merusak pada tanaman padi (Couch dan Kohn 2002). Penyakit blas mempengaruhi produksi padi pada semua kawasan penanaman padi (Khush dan Jena 2009). Penyakit blas dikenal sebagai penyakit demam pada padi (rice fever disease) di Cina pada awal tahun 1637, dilaporkan sebagai Imochi-byo di Jepang pada tahun 1704, dan disebut sebagai brusone di Itali pada tahun 1828. Penyakit ini juga dilaporkan di USA pada awal tahun 1876 dan pada tahun 1913 di India (Shafaullah et al. 2011). Tsunoda et al. (1998) menambahkan selain di Indonesia, blas juga merupakan penyakit yang paling mengancam pertanamanan padi di Jepang. Pada awalnya, penyakit blas di Indonesia merupakan masalah utama yang terdapat pada produktivitas padi gogo (Kustianto et al. 1993; Santoso dan Nasution 2009) namun saat ini penyakit blas juga dapat dijumpai pada pertanaman padi sawah. Penyakit blas pada padi yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae dianggap sebagai penyakit paling penting karena penyebarannya yang luas dan menyebabkan kehilangan hasil yang parah (Zheng et al. 1998). Bagali et al. (2000) menyatakan perubahan yang cepat dari virulensi populasi patogen merupakan ancaman yang terus ada bila menggunakan varietas resisten untuk mengendalikan penyakit blas. Pengendalian patogen tanaman harus dilakukan untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas dari hasil tanaman. Beberapa pendekatan yang berbeda digunakan untuk mencegah, mengurangi atau mengendalikan penyakit tanaman. Upaya pengendalian penyakit blas yang umum dilakukan adalah penggunaan fungisida (PPPTP 2003), perakitan varietas tahan (Utami et al. 2006; Taufik 2011), penggunaan cendawan rizosfer (Meiniwati et al. 2014) serta penggunaan bakteri rizosfer (Andini 2015). Input bahan kimia sintetis seperti fungisida merupakan upaya pengendalian yang paling sering dilakukan oleh petani diantara upaya pengendalian yang lain. Input kimia sintetis telah berkontribusi secara signifikan dalam pencapaian produktivitas dan kualitas tanaman selama kurang lebih 100 tahun. Namun polusi lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan dan penyalahgunaannya menyebabkan perubahan sikap manusia
2
terhadap penggunaan pestisida dalam pertanian (Pal dan McSpadden Gardener 2006). Seiring perkembangan waktu, terdapat tekanan publik berupa peraturan dan keinginan konsumen pangan untuk meminimalkan penggunaan bahan kimia di bidang pertanian sehingga beberapa peneliti memfokuskan pada upaya pengembangan input alternatif untuk mengendalikan penyakit tanaman tersebut. Di antara input alternatif tersebut mengacu pada praktek pengendalian hayati (Pal dan McSpadden Gardener 2006). Salah satu cara pengendalian hayati yang sangat efektif namun jarang digunakan adalah dengan menggunakan organisme antagonis yaitu bakteri dan cendawan endofit. Pengendalian hayati dengan menggunakan cendawan endofit dirasakan sebagai pengendalian yang tepat karena relung ekologi endofit berasal dari tanaman itu sendiri sehingga diasumsikan endofit mudah beradaptasi pada habitat baru. Malinowski dan Belesky (2000) menyatakan interaksi endofit dengan inang dapat menginduksi ketahanan inang dari serangan patogen penyebab penyakit. Berbeda dengan organisme seperti rizosfer atau filosfer, perbedaan habitat memungkinkan organisme sulit beradaptasi sehingga menyebabkan organisme filosfer dan rizosfer menjadi kurang efektif ketika diaplikasikan pada tanaman. Kata endofit digunakan untuk bakteri atau cendawan yang hidup di dalam jaringan tanaman, untuk memenuhi seluruh atau sebagian siklus hidupnya dan tidak menimbulkan gejala pada tanaman inangnya (Petrini 1991). Bakteri dan cendawan endofit dalam arti luas merupakan organisme yang mengolonisasi jaringan tanaman tanpa menyebabkan efek langsung pada tanaman inangnya. Definisi tersebut mencakup seluruh interaksi simbiotik antara cendawan dan tanaman yaitu parasitisme, komensalisme, mutualisme (Stone et al. 2004). Penggunaan endofit yang dapat menekan penggunaan input kimia sintetis menjadikan endofit sebagai metode dalam meningkatkan ketahanan tanaman yang ramah lingkungan sehingga perkembangan endofit menjadi semakin pesat. Namun informasi terkait dalam penggunaan organisme antagonis yaitu bakteri dan cendawan endofit sebagai pengendali penyakit blas pada padi khususnya padi sawah masih sangat terbatas. Oleh karena itu, informasi terkait eksplorasi bakteri dan cendawan endofit sangat penting dilakukan untuk mendapatkan bakteri dan cendawan endofit potensial sebagai pengendali penyakit blas akibat P. oryzae pada padi sawah. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan bakteri dan cendawan endofit yang berasal dari padi sawah, yang berpotensi menekan keparahan penyakit blas pada padi sawah yang disebabkan oleh P. oryzae. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terkait bakteri dan cendawan endofit yang terdapat pada padi sawah yang berpotensi menekan keparahan penyakit blas pada padi sawah yang diakibatkan oleh P. oryzae sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman padi sawah. Hipotesis Hipotesa penelitian ini adalah terdapat beberapa mikroba endofit dari golongan bakteri dan cendawan yang berpotensi menekan keparahan penyakit blas pada padi sawah yang diakibatkan oleh P. oryzae.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi di Indonesia Tanaman padi yang dibudidayakan (Oryza sativa L.) termasuk dalam suku Oryzeae dibawah sub famili Pooideae. Genus Oryza terbagi ke dalam beberapa bagian dan menempatkan O. sativa dibawah seri Sativa pada bagian Sativae. O. sativa merupakan tanaman asli pada benua Asia (Bardenas dan Chang 1965). Padi telah menjadi tanaman pangan sejak zaman prasejarah. Beberapa pihak menyebutkan bahwa tanaman padi berasal dari Cina, karena di wilayah ini banyak ditemukan jenis-jenis padi liar. Hal ini didasarkan pada teori N.I. Vavilov yang menyatakan bahwa daerah asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis liar tanaman tersebut. Bangsa Indonesia juga mempunyai cukup alasan untuk mengaku bahwa padi sebenarnya berasal dari pulau Jawa. Hal ini didasarkan pada hikayat Jawa Kuno, hikayat ini jelas menunjukkan simbolsimbol budidaya tanaman padi, yakni padi sawah yang diturunkan oleh Dewi Sri dan padi huma (gogo) dari Retna Dumila (Manurung dan Ismunadji 1988). Di Indonesia, padi ditanam diseluruh daerah, mulai dari dekat pantai sampai ke dataran tinggi di pegunungan. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85-90%) dan sebagian kecil diusahakan sebagai padi gogo (10-15%). Padi tergolong tanaman yang toleran terhadap kondiri pengairan, bisa ditanam pada tanah darat dan disebut sebagai padi gogo atau padi ladang dan dapat ditanam pada tanah tergenang atau disebut sebagai padi sawah. Tanaman padi yang ditanam sebagai padi gogo selama sekitar 2 bulan kemudian berangsur-angsur digenangi dan akhirnya tumbuh sebagai padi sawah sampai panen disebut sebagai padi gogo rancah (Taslim dan Fagi 1988). Keseluruhan organ tanaman padi terdiri atas dua kelompok, yakni organ vegetatif dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun sedangkan bagian generatif terdiri atas malai, gabah dan bunga (Taslim dan Fagi 1988). Akar padi digolongkan ke dalam akar serabut. Akar primer (radikula) yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar-akar lain yang muncul dari embrio disebut sebagai akar seminal yang jumlahnya antara 1-7. Apabila terjadi gangguan fisik terhadap akar primer, maka hal ini mempercepat pertumbuhan akarakar seminal lainnya. Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak), dari batang utama akan tumbuh anakan primer dan selanjutnya tumbuh anakan sekunder yang kemudian menghasilkan anakan tersier. Kapasitas anakan ini merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-varietas unggul. Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling, satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas (i) helai daun; (ii) pelepah daun yang membungkus ruas; (iii) telinga daun (auricle); (iv) lidah daun (ligule). Terdapatnya telinga daun dan lidah daun pada padi dapat digunakan untuk membedakannya dengan rumput-rumputan selagi keduanya dalam stadia bibit, karena daun rumputrumputan hanya memiliki lidah atau telinga daun atau tidak ada sama sekali. Batang tanaman padi terdiri atas ruas yang dibatasi oleh buku. Daun dan tunas (anakan) tumbuh pada buku batang tanaman padi tersebut (Manurung dan Ismunadji 1988). Scheuermann et al. (2012) menyatakan padi adalah salah satu tanaman sereal terpenting, memberi makan lebih dari 50% populasi di dunia. Pada beberapa tempat di Asia, tanaman sereal ini bertanggungjawab terhadap lebih dari setengah total asupan kalori. Menurut Prasetiyo (2002) banyaknya jumlah penduduk di Indonesia
4
mengakibatkan produksi pangan harus ditingkatkan, khususnya beras yang merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Di Brazil tanaman ini penting sebagai pensuplai makanan dan salah satu tanaman yang bertanggung jawab terhadap pemasukan ekonomi yang besar untuk warga Brazil bagian selatan. Jika mempertimbangkan peningkatan populasi penduduk dunia yang akan meningkat kira-kira sampai 30-40 tahun ke depan (sampai 2040-2050), maka permintaan akan pangan mutlak akan meningkat dan hal ini akan menjadi penting dalam dunia pertanian pada semua bagian di dunia (Scheuermann et al. 2012). Collard dan Mackill (2008) menyatakan peningkatan produksi tanaman akan sangat diperlukan kaitannya dalam memuncaknya berbagai permasalahan di masa mendatang seperti kelangkaan air, penurunan area lahan tanam, peningkatan polusi, kemunculan yang tak terhindarkan dari ras dan biotipe yang baru dari patogen dan hama, dan kemungkinan efek merugikan dari perubahan iklim. Penyakit Blas Penyakit blas pada padi yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae (teleomorph: Magnaporthe oryzae Couch) merupakan penyakit yang paling penting dan paling merusak pada tanaman padi (Couch dan Kohn 2002). Penyakit ini menyebar di seluruh dunia, terjadi pada seluruh area produksi padi dan dapat sangat merusak ketika kondisi lingkungan cocok. Keparahan penyakit bervariasi setiap tahunnya tergantung pada lokasi, kondisi cuaca serta praktek pengelolaan penanaman. Kehilangan hasil akibat penyakit blas pada padi dari suatu daerah di dunia diperkirakan berkisar antara 50-100%. Hal ini diperkirakan bahwa tiap tahunnya penyakit ini menghancurkan padi yang akan cukup dimakan oleh lebih dari 60 juta orang. Kehilangan hasil secara ekonomi tidak dapat terhitung, tetapi beberapa data menunjukkan nilainya lebih dari 70 milyar dolar pada beberapa negara di Asia (Scheuermann et al. 2012). Blas dapat terjadi di semua bagian padi di atas permukaan tanah dari tanaman dan hal ini terdeteksi pada fase awal pertumbuhan sampai akhir masa produksi bulir (Scheuermann et al. 2012). Agrios (2005) menyatakan penyakit blas pada padi terjadi di seluruh dunia dan merupakan salah satu penyakit penting pada padi. Umumnya penyakit ini terjadi pada padi dengan tingkat irigasi atau curah hujan yang tinggi serta pupuk nitrogen yang tinggi. Beberapa epidemik blas pada padi telah terjadi di belahan dunia yang berbeda, mengakibatkan kehilangan hasil pada area tersebut berkisar antara 50-90% dari tanaman. Gejala di daun dimulai dari lesio nekrotik kecil berwarna cokelat yang berkembang menjadi elips/belah ketupat yang lebih besar atau berbentuk gelendong (spindle-shaped) dan berwarna keputihan sampai abu-abu dengan batas tepi yang berwarna lebih gelap. Pada tepi daun, utamanya pada flag leaf ligule area, kehadiran lesio yang melingkar dapat menyebabkan daun menjadi gugur. Pada kondisi cuaca yang cocok, lesio mungkin membesar dan menyatu untuk mematikan keseluruhan daun dan kadang-kadang di bawah kondisi parah, tanaman dapat mati. Gejala juga terdeteksi pada tangkai dan leher malai. Infeksi pada leher malai disebut sebagai neck blast (neck rot atau fase panicle blast) (Agrios 2005) dan merupakan faktor kritis untuk produktivitas akhir. Jika infeksi terjadi pada dekat malai, bulir tidak akan terisi dan malai tetap ke arah atas sedangkan ketika malai terinfeksi pada fase akhir, bulir akan terbentuk sebagian (Scheuermann et al. 2012). Agrios (2005)
5
menambahkan blas juga mempengaruhi bagian collar, dimana kemungkinan dapat mematikan keseluruhan daun dan stem nodes. Patogen cendawan blas pada padi telah diketahui sebagai P. oryzae tetapi tidak dapat dibedakan dari P. grisea, yang menyebabkan bintik daun berwarna abuabu pada rumput-rumputan yang lain. Fase teleomorph yaitu Magnaporthe grisea tidak ditemukan di alam tetapi dapat diproduksi setelah menyilangkan isolat kompaktibel yang sesuai di laboratorium. Cendawan memproduksi konidiofor yang simple, bewarna abu-abu, berbentuk pear, kebanyakan konidia mempunyai dua septa (Agrios 2005). Patogen muncul sebagai miselium dan konidia pada jerami padi dan benih dan kemungkinan pada inang gulma. Pada daerah tropis, konidia muncul di udara sepanjang tahun. Cendawan memproduksi dan melepaskan konidia selama periode kelembapan relatif yang tinggi (90% atau ke atas). Konidia menjadi airborne dan mendarat di tanaman padi, melekat sangat kuat melalui lendir lengket yang dihasilkan di ujung konidia. Ketika daun padi atau permukaan batang basah, konidia berkecambah dan tabung kecambah memproduksi appressorium pada saat mempenetrasi permukaan tanaman. Appressorium juga dapat masuk melalui stomata. Produksi dan akumulasi melanin pada dinding sel appressorium penting untuk keberhasilan penetrasi. Bibit padi dan daun muda serta jaringan titik tumbuh lebih rentan dari pada tanaman dewasa dan bagian jaringan tanaman lainnya, pada temperatur optimum, lesio blas baru muncul dalam 4 sampai 5 hari setelah infeksi. Cuaca basah atau kelembapan relatif tinggi, konidia baru akan diproduksi dan dilepaskan dalam beberapa jam dari kemunculan lesio dan berlanjut untuk beberapa hari, dengan sebagian besar konidia dilepaskan pada tengah malam hingga matahari terbit. Blas pada padi sangat menyukai kondisi pupuk nitrogen tinggi, periode kebasahan daun yang panjang dengan temperatur malam sekitar 20 oC. Patogen terdiri atas beberapa ras patogenik, tiap ras membawa gen virulensi berbeda. Beberapa gen utama untuk ketahanan terhadap blas telah teridentifikasi pada kultivar padi yang berbeda, tetapi tiap gen resisten cepat dipatahkan ketahanannya oleh kemunculan ras patogen baru (dalam 2 sampai 3 tahun) (Agrios 2005). Bakteri Endofit Bakteri endofit merupakan bakteri yang mengolonisasi tumbuhan secara internal tanpa merugikan terhadap tumbuhan (Hallmann et al. 1997b). Bakteri endofit umumnya diisolasi dari jaringan internal tumbuhan baik secara langsung melalui sentrifugasi atau secara tidak langsung melalui sterilisasi permukaan (Hallmann et al. 1997a). Prosedur terpenting dalam melakukan isolasi endofit tersebut adalah teknik yang tepat dalam melakukan sterilisasi permukaan jaringan untuk menghindari kesalahan seperti didapatkannya koloni dari rizoplane/filosfer atau kontaminan yang berasal dari lingkungan sekitar. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, bakteri endofit, yang menekankan pada fakta bahwa bakteri tersebut tidak menyebabkan efek merugikan terhadap tanaman. Terdapat beberapa tipe interaksi dari endofit yaitu: (i) netralisme- dimana tidak ada partner yang saling mempengaruhi dengan yang lain; (ii) simbiosis- dimana kedua organisme saling menguntungkan; dan (iii) komensalisme- dimana salah satu partner mendapat keuntungan dari interaksi tersebut dan yang lainnya tetap tidak terpengaruh.
6
Kolonisasi Bakteri Endofit Sumber dari kolonisasi endofit sangat beragam dan dapat berkisar dari transmisi melalui benih dan material tanam vegetatif sebagai tempat masuk dari lingkungan sekitar seperti rhizosfer dan filosfer. Jika transmisi benih terjadi, bakteri akan menjadi pengkolonisasi sistemik yang sempurna, dapat tumbuh secara internal bersama tumbuhan dan mengolonisasi ovul (Hallmann 2001). Interaksi yang kuat diantara tumbuhan inang dan bakteri endofit sudah ada sebelum kolonisasi endofit dan terlihat menjadi prasyarat untuk keberhasilan pertumbuhan dari tumbuhan inang. Sehubungan dengan karakteristik fase kolonisasi eksternal dan internal untuk kebanyakan asosiasi bakteri endofit dengan tumbuhan dapat terbagi menjadi interaksi prekolonisasi dan postkolonisasi (Hallmann 2001). Interaksi Prekolonisasi Interaksi prekolonisasi akan mencangkup pergerakan bakteri menuju akar, penempelan bakteri pada permukaan akar, proses pengenalan (recognition) tumbuhan-bakteri pada permukaan akar dan akhirnya penetrasi akar oleh bakteri, sedangkan interaksi postkolonisasi akan lebih mempertimbangkan multiplikasi dan penempatan bakteri di dalam jaringan akar, termasuk efek menguntungkan tumbuhan potensial (Gambar 1). Pergerakan
Pelekatan
Pengenalan
Penetrasi Epidermis Akar
Gambar 1 Fase interaksi kolonisasi bakteri endofit pada permukaan akar (Hallmann 2001) Pergerakan (Movement) Bakteri endofit mungkin menemukan inangnya melalui kemotaksis atau melalui pertemuan yang tidak disengaja. Eksudat akar dilepaskan oleh tumbuhan memicu nutrisi yang dapat menarik bakteri endofit ke permukaan akar. Kontak bebas dengan akar mungkin menjadi penting dan sering diabaikan yang ternyata penting untuk menjadi prasyarat untuk penetrasi, terutama ketika mempertimbangkan efek dari faktor biotik seperti curah hujan dapat membantu pergerakan bakteri dalam tanah (Gambar 1). Pelekatan (Attachment) Reaksi inkompaktibel diantara tumbuhan dan bakteri patogen tumbuhan, dimana bakteri melekat pada dinding sel inang menginduksi kerusakan structural terhadap membran plasma, mengakibatkan pelepasan elektrolit dan kematian pada sel inang. Selama proses ini, kandungan fenolik yang bersifat racun juga dilepaskan dari sel inang untuk membunuh bakteri patogen di ruang interseluler. Bagaimanapun juga, pada interaksi kompaktibel pelekatan terhadap sel tumbuhan
7
dapat memicu pelepasan nutrient atau menstimulasi untuk pertumbuhan bakteri melalui tingkat degenerasi yang tingan dari membrane sel inang (Gambar 1). Pengenalan (Recognition) Masih terdapat pertanyaan apakah recognition merupakan hal penting yang menjadi persyaratan asosiasi endofit dan tumbuhan yang kompaktibel. Ketika bakteri endofit berada di dekat permukaan tumbuhan, terdapat pertanyaan yang muncul terkait mekanisme bakteri untuk recognition terhadap inang yang tepat atau mekanisme tumbuhan untuk recognition terhadap endofit yang sesuai. Jika recognition terjadi, kemudian membentuk specifik kontak diantara elisitor yang dilepaskan oleh bakteri maka reseptor koresponden dari tumbuhan inang harus telah dibentuk (Hallmann 2001). Menurut Vance (1983), kontak ini mungkin terjadi secara ekstraseluler sebagai kejadian awal dalam asosiasi endofit dengan tumbuhan atau mungkin terjadi kemudian pada tingkat interseluler atau intraseluler. Lebih jauh lagi, hasil recognition ini dapat menjadi positif yaitu terjadinya asosiasi endofit dengan tumbuhan atau menjadi negatif yaitu kemungkinan terdapat respon seperti hipersensitif, induksi ketahanan, akumulasi fitoaleksin, dan pembentukan papilla yang membuat perkecualian terhadap bakteri dari tempat masuk ke dalam tumbuhan. Proses recognition akan menjelaskan kenapa hanya bakteri tertentu dari tanah, rhizosphere atau lingkungan filosfer dapat menjadi endofit dan tidak yang lain. Hallmann (2001) menyatakan bagaimanapun juga, recognition dari bakteri endofit oleh tumbuhan dapat juga mengakibatkan stimulasi mekanisme pertahanan tumbuhan seperti reaksi hipersensitif atau akumulasi kandungan antrimikrobial dimana dapat menghambat kolonisasi endofit. Penetrasi (Penetration) Rute utama untuk masuknya bakteri endofit adalah: (1) lubang alami seperti hidatoda, stomata dan lentisel; (2) luka yang disebabkan abrasi oleh partikel tanah, serangan patogen, pembentukan akar lateral; (3) micropores; (4) kerusakan mekanik abiotik contoh hujan es. Bagaimanapun juga, hal yang pertama dan kemungkinan yang paling penting terhadap pintu masuk untuk bakteri endofit adalah melalui luka dan kehadiran micropores pada awal fase perkembangan akar. Jaringan akar muda biasanya lemah dan belum terdiferensiasi dan lapisan pelindung tanaman seperti lapisan lilin belum terbentuk untuk mencegah bakteri endofit dari pergerakan menuju lapisan yang dalam dari jaringan akar (Hallmann 2001). Berdasarkan mode of entry yang disebutkan, bakteri mengambil keuntungan dari lubang alami atau buatan pada permukaan tumbuhan. Bagaimanapun juga, pertanyaan masih tetap sama apakah penetrasi bakteri endofit lebih banyak pasif atau lebih aktif. Penetrasi pasif alami dapat diasumsikan untuk lubang alami seperti hidatoda dan stomata, dimana pintu masuk didukung oleh sebuah lapisan film air yang membentang dari permukaan daun sampai pada hidatoda atau stomata. Bakteri yang telah mencapai hidatoda dan stoma dapat dengan mudah mengolonisasi ruang interseluler daun (Hallmann 2001). Interaksi Postkolonisasi Setelah melakukan penetrasi jaringan tumbuhan, bakteri endofit harus dapat berkembang dan mengolonisasi jaringan tumbuhan. Bakteri endofit selain
8
mengolonisasi bagian tertentu dari tumbuhan secara extensive, menjadi pengkolonisasi sistemik atau tetap laten pada jaringan dimana penetrasi terjadi. Dengan demikian, asosiasi tumbuhan-bakteri endofit dapat menjadi baik netral terhadap tumbuhan atau positif ketika pertumbuhan tumbuhan dan/atau kesehatan terstimulasi. Kolonisasi external dan internal dari akar tumbuhan oleh bakteri endofit dapat terjadi secara: 1) acak di atas permukaan akar, 2) dibawah sell epidermis yang rusak, 3) berasosiasi dengan luka tumbuhan, 4) pada tempat pembentukan akar lateral, 5) secara intraseluler di sel epidermis akar termasuk rambut akar, 6) secara interseluler di dalam korteks akar atau 7) berasosiasi dengan jaringan vaskuler (Gambar 2) (Hallmann 2001). Multiplikasi (Multiplication) Kepadatan populasi endofit secara umum rendah dan jarang melebihi log 5 cfu/g jaringan tumbuhan segar. Hal ini membuat ilustrasi akan multiplikasi bakteri menjadi sangat sulit. Kolonisasi (Localization) Bakteri endofit telah dilaporkan mengolonisasi berbagai bagian tumbuhan seperti akar, umbi, batang, daun, buah dan benih. Kolonisasi bakteri pada sistem vaskular masih memerlukan perhatian lebih jauh untuk mengklarifikasi apakah bakteri endofit secara primer mengolonisasi xilem, floem, keduanya atau hanya pada ruang interseluler. Kolonisasi bakteri pada tumbuhan inang terbagi menjadi fase external dan internal. Secara external, bakteri endofit ditemukan secara random pada permukaan akar, dibawah sel epidermis atau terkonsentrasi di antara sel epidermis yang berasosiasi dengan luka dan permbentukan akar lateral (Hallmann 2001).
Epidermis Korteks Endodermis Jaringan Vaskular
Gambar 2 Kolonisasi external dan internal dari akar tumbuhan oleh bakteri endofit dapat terjadi secara: 1) acak di atas permukaan akar, 2) dibawah sel epidermis yang rusak, 3) berasosiasi dengan luka tumbuhan, 4) pada tempat pembentukan akar lateral, 5) secara intraseluler di sel epidermis akar termasuk rambut akar, 6) secara interseluler di dalam korteks akar atau 7) berasosiasi dengan jaringan vaskuler (Hallmann 2001) Meskipun bakteri endofit dilaporkan dapat muncul di ruang intraseluler tumbuhan, kebanyakan bakteri endofit ditemukan di ruang interseluler pada lapisan kortex tumbuhan dengan kepadatan yang tinggi. Jumlah yang tinggi dari bakteri endofit juga ditemukan pada asosiasi yang erat dengan jaringan vaskuler dan secara
9
intraseluler pada sel epidermis akar termasuk rambut akar. Secara umum, keberhasilan kolonisasi bakteri membutuhkan ketersediaan nutrisi pada jaringan tumbuhan untuk metabolisme bakteri. Sangat sedikit diketahui mengenai ketersediaan ruang internal untuk kolonisasi endofit. Ruang interseluler atau bahkan sel epidermis yang dikolonisasi oleh bakteri endofit biasanya dibungkus oleh sel bakteri, sedangkan area yang berdekatan dengan sel tersebut menjadi area bebas bakteri (Hallmann 2001). Cendawan Endofit Menurut Petrini (1991), cendawan endofit adalah semua cendawan yang hidup di dalam organ tumbuhan yang sebagian atau seluruh hidupnya mengolonisasi jaringan tumbuhan secara internal tanpa mengakibatkan dampak merugikan terhadap inangnya. Stone et al. (2004) menyatakan tumbuhan tingkat tinggi dilengkapi dengan berbagai macam susunan lapisan yang menyusun struktur tubuh tumbuhan. Tumbuhan tersebut memiliki habitat beragam yang mendukung kumpulan berbagai macam spesies dari mikroorganisme. Cendawan yang merupakan salah satu komponen dominan dari kumpulan tersebut terdiri atas berbagai tipe yaitu pengkolonisasi permukaan daun dan ranting (epifit), jaringan internal dari daun (endofit daun), kulit kayu (bark endophytes), dan kayu (endofit xilem dan pengurai kayu). Hal ini sangat menarik walaupun belum jelas keterkaitannya, yaitu kolonisasi jaringan internal pada tanaman sehat oleh cendawan endofit membuka suatu wawasan baru bahwa tanaman tingkat tinggi diasumsikan seperti pelabuhan yang merupakan tempat berlabuh bagi cendawan tersebut. Stone et al. (2004) juga menyajikan perbandingan karakteristik dari cendawan endofit yang terdapat pada inang berdaun sempit dan inang berdaun lebar (Tabel 1). Faeth (2002) melaporkan cendawan endofit, terutama yang berada dalam fase aseksual, kolonisasinya bersifat sistemik pada rumput. Hal tersebut merupakan bentuk mutualisme tanaman, dapat dilihat dari mikotoksin cendawan endofit, alkaloid pada rumput yang terinfeksi cendawan endofit, senyawa tersebut melindungi tanaman inang dari herbivora. Rodriguez et al. (2009) juga menyatakan semua tanaman pada ekosistem alami bersimbiosis dengan cendawan endofit. Kelompok cendawan yang beragam memberikan dampak besar pada komunitas tanaman melalui peningkatan kesehatan tanaman dengan memberikan toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik, meningkatkan biomasa dan menurunkan konsumsi air. Tabel 1 Perbandingan karakteristik dari cendawan endofit Cendawan endofit pada tanaman inang berdaun sempit Hanya terdapat beberapa spesies dari golongan Clavicipitaceae Kolonisasi jaringan lebih luas Terdapat pada beberapa spesies inang Bersifat sistemik, ditransmisikan melalui benih Kolonisasi inang hanya oleh satu spesies
Cendawan endofit pada tanaman inang berdaun lebar Mempunyai banyak spesies, beragam secara taksonomi Kolonisasi jaringan terbatas Memiliki spesies inang yang terbatas Tidak bersifat sistemik, ditransmisikan oleh spora Inang diinfeksi oleh beberapa spesies
10
Rodriguez et al. (2009) mengklasifikasikan cendawan endofit kedalam empat grup berdasarkan transmisi dan interaksi ekologinya (Tabel 2). Endofit kelas 1 menginfeksi inang berdaun sempit, secara umum memiliki transmisi vertikal dan memproduksi mikotoksin contohnya endofit rumput Epichloe festuca dan Neotyphodium sp. Endofit kelas 2 mempunyai kisaran inang berdaun lebar dan memiliki transmisi secara vertikal dan horizontal contohnya Phoma, Colletotrichum sp., Fusarium sp., and Curvularia sp.. Endofit kelas 3 dan kelas 4 menginfeksi inang berdaun lebar, memiliki transmisi horizontal dan menginfeksi tunas dan akar. Keempat kelas endofit tersebut dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan dari inang dan memberikan manfaat seperti meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan. Tabel 2 Klasifikasi cendawan endofit berdasarkan transmisi dan interaksi ekologi Kriteria
Clavicipitaceous Kelas 1
Kisaran Inang
Berdaun sempit
Kolonisasi jaringan Kolonisasi In planta Biodiversitas In planta
Tunas dan rhizoma
Transmisi
Nonclavicipitaceous Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Berdaun Berdaun Berdaun lebar lebar lebar Tunas, akar Tunas Akar dan rhizoma
Ekstensif
Ekstensif
Terbatas
Ekstensif
Rendah
Rendah
Tinggi
Tidak diketahui
Vertikal dan horisontal
Vertikal dan horisontal
Horisontal
Horisontal
Keuntungan kebugaran NHA dan NHA NHA NHA pada HA tanaman* *Keuntungan Nonhabitat-adapted (NHA) seperti toleransi terhadap kekeringan dan peningkatan pertumbuhan. Keuntungan Habitat-adapted (HA) muncul karena adanya tekanan selektif dari habitat spesifik seperti pH, temperatur dan salinitas. Potensi Endofit Sebagai Agens Hayati Ide awal dari pengendalian hayati sebenarnya sederhana, yaitu mengendalikan sebuah patogen dengan secara sengaja menggunakan organisme hidup. Pada ekosistem alami, hal tersebut sudah terjadi dalam jumlah yang tak terhitung. Tujuan aplikasi pengendalian hayati di dunia pertanian adalah untuk mengefektifkan penggunaan organisme yang menguntungkan dan memaksimalkan kemampuannya dalam mengurangi aktivitas patogen dalam sebuah lingkungan namun hal ini terlihat lebih mudah untuk dikatakan dari pada dilakukan karena permasalahan dalam aplikasinya (Lazarovits et al. 2007). Populasi semua organisme hidup, berdasarkan aksi alami di habitatnya selalu terdapat pengurangan oleh musuh alaminya. Hal ini disebut sebagai pengendalian alami, tetapi ketika patogen dikendalikan, hal ini sering disebut sebagai pengendalian hayati dan agens yang digunakan dalam pengendalian disebut sebagai musuh alami. Manusia dapat mengeskploitasi pengendalian hayati berdasarkan berbagai cara untuk menekan populasi patogen. Pengembangan metode pengendalian hayati menjadi sangat
11
berkembang setelah aplikasi pestisida kimia sintetis menjadi metode dominan dari pengendalian patogen. Penggunaan pengendalian hayati berkembang karena para praktisi membutuhkan untuk mencari solusi terhadap masalah patogen ketika pestisida kimia tidak bekerja dengan baik atau tidak sesuai untuk pengendalian patogen yang spesifik. Dorongan utama lainnya dalam penggunaan pengendalian hayati adalah adanya fakta bahwa pestisida kimia dapat menyebabkan efek negatif terhadap kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan sedangkan pengendalian hayati tidak meninggalkan residu kimia (Hajek 2004). Fenomena aplikasi agens hayati termasuk didalamnya organisme endofit terhadap tanaman yang memberikan efek terhadap pengurangan insidensi atau keparahan penyakit dapat disebut sebagai pengendalian hayati. Mekanisme pengendalian hayati yang paling banyak dilakukan adalah antagonisme. Mekanisme yang termasuk dari antagonisme adalah mekanisme predasi, kompetisi dan antibiosis. Mekanisme alternatif dari pengendalian hayati adalah metabolit organisme yang mempengaruhi tanaman untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen, proses ini disebut sebagai induce systemic resistance (ISR). Ketahanan juga bisa didapatkan dari tanaman itu sendiri dengan adanya serangan dari patogen dan proses ini disebut sebagai systemic acquired resistance (SAR). Dengan demikian, ISR dipicu oleh mikroorganisme nonpatogen, sementara SAR dipicu oleh patogen atau kandungan kimia dari patogen (Kloepper dan Ryu 2006). Ketertarikan dalam pengendalian hayati telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, yang dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan pengendalian alternatif terhadap pengendalian kimia karena aktivitas bahan kimia yang selalu kehilangan potensi pengendalian karena perkembangan resistensi patogen terhadap bahan kimia. Pada masa lampau, bakteri dan cendawan rhizosfer menunjukkan efektif sebagai agens antagonis terhadap patogen, namun beberapa studi terakhir mengindikasikan bahwa bakteri yang dapat mengolonisasi jaringan akar tidak hanya dapat bertindak sebagai agens antagonis tetapi bahkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kesehatan tanaman. Selain dapat menginduksi ketahanan tanaman, sedikit yang diketahui mengenai mekanisme lain yang digunakan oleh organisme endofit antagonis terhadap patogen seperti antibiosis, kompetisi dan lisis. Lebih jauh lagi organisme endofit diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Hallmann dan Berg 2006). Oleh karena itu endofit memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agens pengendali hayati di masa depan karena beberapa endofit tidak hanya memiliki satu fungsi sebagai agens antagonis seperti pada agens antagonis pada umumnya namun endofit ini memiliki multifungsi.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi, rumah kaca Moisture Chamber for Blast Disease Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, dan laboratorium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan September 2014 sampai September 2015 Metode Penelitian Isolasi Bakteri dan Cendawan Endofit Metode isolasi bakteri endofit menggunakan metode dari Munif et al. (2012b). Isolasi dilakukan pada bagian akar, batang dan daun tanaman padi yang berasal dari Bogor, Sukabumi dan Blitar. Bahan tanaman dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian ± 1 g dipotong menjadi beberapa bagian dengan panjang 3-5 cm. Potongan daun dan akar disterilisasi menggunakan sterilisasi permukaan bertingkat menggunakan alkohol 70 % selama 0.5 menit kemudian dilanjutkan merendam sampel pada NaOCl 1 % selama 1 menit. Potongan bagian batang menggunakan alkohol 70 % selama 1 menit, dilanjutkan dengan merendam sampel pada NaOCl 1 % selama 2 menit kemudian dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali lalu dikeringkan di atas tissue steril. Uji sterilisasi permukaan dilakukan dengan menempelkan potongan sampel tanaman pada media tryptic soy agar (TSA) kosong untuk mengetahui keberhasilan hasil sterilisasi permukaan dan diinkubasi selama 2 hari. Apabila pada media tersebut terdapat mikroba yang tumbuh, berarti sterilisasi permukaan belum berhasil dan harus diulang sampai diperoleh akar yang benar-benar steril permukaannya. Setelah itu bagian tanaman yang telah disterilisasi permukaan dihancurkan dengan mortar steril sampai halus dengan penambahan air 1:10. Sebanyak 1 ml suspensi dicampur dengan 9 mL air steril dalam tabung reaksi, suspensi akar dibuat pengenceran berseri yaitu 10-2, 10-3, dan 10-4. Sebanyak 0.1 ml diambil dari masing-masing suspensi daun, akar dan batang tersebut kemudian ratakan pada media TSA 20 %. Setelah 1 hari sampai 2 hari diinkubasi pada pada suhu ruang, bakteri yang muncul dimurnikan. Isolasi cendawan endofit dilakukan dengan meletakkan sampel pada media malt extract agar (MEA) 10% tanpa digerus dan diinkubasi selama 7 hari. Uji kesterilan dilakukan untuk mengetahui tingkat sterilisasi permukaan bagian tanaman yang diisolasi dengan menggunakan air bilasan terakhir dari pencucian bagian tanaman dan dioleskan pada media potato dextrose agar (PDA) sebanyak 0.1 mL menggunakan mikropipet. Bakteri dan cendawan pada media MEA 10% atau TSA 20%, selanjutnya dimurnikan berdasarkan bentuk dan warnanya. Masing-masing jenis disimpan pada media PDA untuk cendawan dan TSA 100% untuk bakteri sebagai bahan stok. Seleksi Bakteri dan Cendawan Endofit Seleksi bakteri endofit dilakukan melalui 3 tahap yaitu pengujian reaksi hipersensitif (HR/hypersensitive reaction) terhadap tanaman tembakau (Wick 2010), pengujian terhadap pertumbuhan benih padi (DPM/direct planting method)
13
dan pengujian aktivitas hemolisis bakteri (Chang et al. 2000). Suspensi bakteri yang digunakan disiapkan pada media tryptic soy broth (TSB) dan digoyang menggunakan rotary shaker selama 24 jam. Suspensi bakteri yang telah disiapkan disuntikkan ke dalam daun tanaman tembakau. Reaksi positif ditandakan dengan munculnya gejala nekrotik dalam waktu 12-24 jam. Uji selanjutnya yaitu uji DPM, benih terlebih dahulu disterilkan menggunakan teknik sterilisasi permukaan dengan perendaman menggunakan alkohol 70% selama 30 detik dan NaOCl 1% selama 1 menit, dibilas sebanyak 2 kali menggunakan air steril. Benih padi ditanam dalam cawan petri yang telah ditumbuhi bakteri endofit hasil pemurnian yang berumur 24 jam, serta benih padi ditanam dalam cawan petri tanpa bakteri pada media TSA 20% sebagai perlakuan kontrol. Benih yang ditanam sejumlah 10 bulir pada setiap perlakuan. Pengamatan perkecambahan benih dilakukan setelah 14 hari dan menghitung persentase benih berkecambah normal, persentase benih berkecambah nekrotik, persentase benih tidak berkecambah, panjang akar dan tinggi tajuk. Perlakuan benih yang memiliki pertumbuhan melebihi perlakuan kontrol dan tidak menimbulkan nekrotik pada kecambah akan digunakan pada uji berikutnya. Pengujian aktivitas hemolisis bakteri dilakukan untuk mengetahui keamanan penggunaan bakteri tersebut dalam kehidupan manusia. Koloni bakteri ditumbuhkan pada media agar darah dan diinkubasi selama 3 sampai 7 hari pada suhu ruang. Media agar darah yang dipakai memiliki komposis TSA 100% dan darah kambing 5%, media TSA 100% yang telah di sterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121 oC selama 5 menit, kemudian dicampur dengan darah kambing 5% yang telah disaring menggunakan milipore 0.22 µm. Indikasi positif bahwa bakteri tersebut dapat melakukan lisis pada agar darah adalah terbentuknya zona bening pada media disekitar koloni bakteri. Pengujian cendawan endofit dilakukan sesuai dengan pengujian bakteri tahap kedua yaitu dengan pengujian cendawan endofit terhadap perkecambahan dan perkembangan benih padi. Cendawan endofit yang digunakan adalah cendawan yang berumur 5 hari pada media PDA. Benih terlebih dahulu disterilkan menggunakan teknik sterilisasi permukaan dengan perendaman menggunakan alkohol 70% selama 30 detik dan NaOCl 1% selama 1 menit, dibilas sebanyak 2 kali menggunakan air steril. Benih padi ditanam dalam cawan petri yang telah ditumbuhi cendawan endofit hasil pemurnian, serta benih padi ditanam dalam cawan petri tanpa cendawan pada media PDA sebagai perlakuan kontrol. Benih yang ditanam sejumlah sepuluh bulir pada setiap perlakuan. Pengamatan perkecambahan benih dilakukan setelah 14 hari dan menghitung persentase benih berkecambah normal, persentase benih berkecambah nekrotik, persentase benih tidak berkecambah, panjang akar dan tinggi tajuk. Perlakuan benih yang memiliki pertumbuhan melebihi perlakuan kontrol dan tidak menimbulkan nekrotik pada kecambah akan digunakan pada uji berikutnya Uji Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Bakteri dan Cendawan Endofit Isolat P. oryzae menggunakan isolat P. oryzae strain R173 dari BB Biogen yang telah diuji virulensinya. Uji antagonisme cendawan endofit terhadap P. oryzae dilakukan dengan menggunakan metode Li et al. (2007) dengan 15 perlakuan dan 3 ulangan. Cendawan endofit berumur 2 minggu dipindah ke cawan petri berisi media PDA tepat di tengah cawan petri. Setelah itu diinkubasi selama 3 sampai 4
14
hari sebelum ditanam P. oryzae, 4 plak P. oryzae diambil dari biakan yang telah berumur 7 hari dan ditanam pada media PDA yang terdapat cendawan endofit pada bagian tengah cawan petri dan tanpa ada cendawan endofit sebagai kontrol. Uji antagonisme bakteri endofit terhadap P. oryzae dilakukan dengan menggunakan metode yang telah dimodifikasi dari Simanjuntak (2006) dengan 19 perlakuan dan 6 ulangan. Bakteri endofit dan patogen ditumbuhkan dalam satu cawan petri yang berisi media PDA, 2 plak P. oryzae diambil dari biakan yang telah berumur 7 hari dan ditanam pada kedua sisi cawan petri dimana terdapat bakteri endofit pada bagian tengah cawan petri. Diameter koloni diukur pada hari kelima setelah ditanam P. oryzae. Berikut adalah rumus persentase penghambatan oleh mikroba endofit: P = ((R1-R2)/R1) x 100% Keterangan: P = persentasi penghambatan oleh bakteri endofit R1 = rata-rata diameter koloni cendawan patogen yang menjauhi koloni isolat bakteri endofit R2 = rata-rata diameter koloni cendawan patogen yang mendekati koloni isolat bakteri endofit R2
R1
Gambar 3 Skema uji antagonis dari bakteri endofit terhadap P. oryzae secara in vitro Keterangan : = biakan P. oryzae = bakteri endofit P = ((R1-R2)/R1) x 100% Keterangan: P = persentasi penghambatan oleh cendawan endofit R1 = rata-rata diameter koloni cendawan patogen pada perlakuan kontrol R2 = rata-rata diameter koloni cendawan patogen pada perlakuan cendawan endofit a
b
Gambar 4 Skema uji antagonis dari bakteri endofit terhadap P. oryzae secara in vitro (a) perlakuan endofit, (b) perlakuan kontrol Keterangan : = biakan P. oryzae = cendawan endofit
15
Rancangan percobaan yang dilakukan pada pengujian penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh bakteri dan cendawan endofit adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program Statistical Analysis System (SAS). Perlakuan yang berpengaruh diuji lanjut dengan uji Tukey pada taraf α = 0,05. Uji Penghambatan Penyakit Blas pada Padi Sawah Persiapan suspensi isolat cendawan endofit tidak memproduksi konidia. Isolat cendawan endofit yang dipilih berdasarkan tingkat persentase pertumbuhan benih padi pada uji patogenesitas yang melebihi perlakuan kontrol dan tidak mengalami nekrotik pada kecambah. Masing-masing cendawan endofit diambil 3 potongan agar berdiameter 5 mm dan dimasukkan ke dalam potato dextrose broth (PDB) 100 ml kemudian diaduk menggunakan rotary shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 6 hari. Masa cendawan yang sudah berkembang dihomogenkan terlebih dahulu dengan cara mengaduk massa cendawan tersebut (Simanjuntak 2006). Pengamatan kepadatan propagul dilakukan menggunakan hemasitometer, dihitung dengan rumus : Jumlah propagul per ml = (Jumlah Propagul 5 Kotak x 5 x 104 / Faktor Pengenceran) Kepadatan yang diperoleh akan diencerkan sampai tingkat kerapatan 105 propagul/ml. Persiapan suspensi isolat cendawan endofit yang memproduksi konidia. Air steril sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam biakan murni cendawan endofit dalam cawan petri. Suspensi kemudian digerus-gerus dengan spatula sampai keruh. Apabila suspensi telah cukup keruh, dilakukan pengenceran suspensi sampai diperoleh tingkat kerapatan 105 propagul/ml Suspensi cendawan endofit yang telah diencerkan kemudian dihitung kerapatan sporanya dengan menggunakan hemasitometer (Hermawati 2007). Persiapan suspensi isolat bakteri endofit. Bakteri endofit yang diperoleh dari hasil seleksi uji patogenesitas benih padi ditumbuhkan pada media TSA selama 2 hari, kemudian dipanen dan disuspensikan dengan 7-8 ml akuades steril dalam tabung reaksi kemudian dihitung kepadatan bakteri sampai diperoleh koloni 108 cfu/ml (Munif et al. 2012b). Persiapan suspensi isolat cendawan Pyricularia oryzae. Pembuatan larutan konidia P. oryzae sebagai inokulum dilakukan dengan cara menggosok koloni berumur 10 hari pada media oat meal agar (OMA) menggunakan kuas No 10 dengan air steril ditambah streptomycin 100 ppm kemudian diinkubasi dalam laminar air flow selama 2 × 24 jam. Masing-masing cawan petri ditambahkan air steril yang mengandung Tween 20 sebanyak 0,1%, kemudian disaring menggunakan saringan teh dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, dilakukan perhitungan tingkat kerapatan sampai 109 propagul/ml. Uji in vivo aktivitas endofit bertempat di rumah kaca “Moisture Chamber for Blast Disease” Balai Besar Biogen. Uji dilakukan dengan menginduksi ketahanan pada tanaman padi melalui perendaman benih tanaman padi pada suspensi endofit yang telah dibuat. Benih yang akan diuji direndam terlebih dahulu menggunakan air panas selama 20 menit pada suhu 50 oC untuk mempercepat pertumbuhan benih padi dan menghilangkan mikroorganisme kontaminan pada permukaan benih padi. Benih kemudian direndam dalam larutan NaOCl 3% selama 1 menit, dibilas dengan
16
air steril 3 kali untuk sterilisasi benih padi. Benih selanjutnya direndam dalam suspensi cendawan dan bakteri endofit selama 6 jam dan ditanam dalam bak persemaian. ± 12-14 hari setelah tanam (hst), bibit yang telah tumbuh diinokulasi cendawan P oryzae dengan cara penyemprotan. Tanaman yang telah diinokulasi disimpan dalam kamar lembap selama 2x24 jam, kemudian dipindah ke dalam ruang pengkabut selama ± 1 minggu (Munif et al. 2012b). Pengamatan aktivitas cendawan P oryzae pada tanaman padi dilakukan pada minggu ke 3, 4 dan ke 5 setelah tanam (Sobrizal et al. 2010). Pengukuran keparahan penyakit dilakukan selama 3 hari sekali. Rumus pengukuran keparahan penyakit : S = Σ ( n x V ) / ( N x V ) x 100% Keterangan : S = Keparahan penyakit, n = jumlah daun dengan skor tertentu, v = skor daun yang terserang, N = jumlah daun yang diamati, V = skala skor tertinggi (IRRI 1996). Tabel 3 Skala (skor) pengukuran keparahan penyakit blas Skor Kerusakan Daun 0 Tidak ada bercak 1 Bercak kecil berwarna cokelat sebesar ujung jarum 2 Bercak nekrotik kecil membulat, abu-abu, sedikit memanjang, panjang 1-2 mm, tepi cokelat, bercak banyak ditemukan di bagian bawah daun 3 Tipe bercak mirip dengan skor 2, tetapi sejumlah besar bercak sudah ditemukan pada bagian atas daun 4 Bercak khas blas (belah ketupat), panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang kurang dari 2 % 5 Bercak khas blas, panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang 2-10% 6 Bercak khas blas, panjang 3 mm atau lebih, panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang 11-25% 7 Bercak khas blas, panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang 26-50% 8 Bercak khas blas, panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang 51-75%, beberapa daun mulai mati 9 Semua daun mati, luas daun terserang lebih dari 75% (IRRI 1996; Kharisma et al. 2013).
Klasifikasi Sangat tahan Tahan Cukup tahan
Agak tahan Moderat Moderat Moderat Agak rentan Rentan Sangat rentan
Rancangan percobaan yang dilakukan pada uji in vivo aktivitas endofit adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program Statistical Analysis System (SAS). Perlakuan yang berpengaruh diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf α = 0,05. Pengaruh Bakteri dan Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Pengaruh bakteri dan cendawan endofit terhadap pertumbuhan tanaman padi dilihat berdasarkan beberapa parameter pertumbuhan tanaman meliputi pengukuran
17
tinggi tajuk tanaman, pengukuran panjang akar, bobot basah dan bobot kering biomassa serta jumlah anakan tanaman padi. Tinggi tajuk tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga ke ujung daun terpanjang. Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan intensitas penyakit di rumah kaca. Bobot kering diukur setelah tanaman dikeringkan pada oven selama 12 jam dengan suhu 90 oC. Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit Identifikasi bakteri endofit dilakukan dengan menggunakan metode PCR koloni. Gen 16S rRNA diamplifikasi menggunakan primer forward 27F (5’-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG-3’) dan primer reverse 1492R (5’-TAC CTT GTT ACG ACT T-3’). Total volume reaksi untuk PCR adalah 48 µl yang terdiri atas PCR master mix 25 µl, ddH2O 19 µl, 27F primer 2 µl, 1492R primer 2 µl and DNA template 2 µl. Desain mesin PCR yang digunakan adalah satu siklus pradenaturasi pada suhu 95 oC selama 5 menit, diikuti 35 siklus denaturasi pada suhu 95 oC selama 1 menit, aneling pada 55 oC selama 1 menit, dan pemanjangan utas baru pada suhu 72 oC selama 2 menit. Reaksi diakhiri dengan 1 siklus pemanjangan akhir selama 10 menit pada suhu 72 oC. Produk PCR dikirim ke MACROGEN Inc., Korea Selatan, untuk sikuensing. Hasil sikuensing yang diperoleh kemudian dianalisis dengan program Basic Local Alaigment Search Tool (BLAST) pada situs Data Bank of Japan (DDBJ). Karakterisasi bakteri endofit dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah penentuan sifat Gram dengan KOH 3%, uji katalase, uji aktivitas kitinolitik uji aktivitas lipolitik, uji pelarut fosfat, uji fluorescent pada media Kings-B, uji warna koloni media YDCA. Penentuan sifat Gram dengan KOH 3% dilakukan dengan menggunakan metode Schaad (1988), yaitu dengan mengambil isolat bakteri sebanyak 1 ose penuh dan dicelupkan ke dua tetes KOH 3% sampai merata. Gram negatif pada bakteri ditunjukkan dengan munculnya lendir pada ose ketika ose yang berisi bakteri tersebut diangkat dari KOH 3% sedangkan untuk Gram positif tidak terbentuk lendir. Uji katalase menggunakan metode dari Sunatmo (2009) bertujuan untuk menguji kemampuan mikro penghasil enzim katalase dalam mendegradasi hidrogen peroksida (H2O2). Produksi katalase dapat dibuktikan dengan menambahkan 1 ose penuh bakteri ke dalam dua tetes H2O2 3%. Reaksi positif dari uji katalase ditandai dengan timbulnya gelembung gas dari oksigen bebas, sedangkan reaksi negatif tidak menunjukkan hal tersebut. Uji aktivitas kitinolitik dilakukan dengan menggunakan metode Pujiyanto et al. (2008) yaitu dengan cara menginokulasikan isolat bakteri pada media agar kitin dan diinkubasi selama 48-72 jam. Zona bening yang terbentuk pada sekitar isolat bakteri menunjukkan aktivitas kitinase pada bakteri tersebut. Uji aktivitas lipase dilakukan dengan menginokulasikan isolat bakteri pada media agar rhodamin-B dan diinkubasi selama 48 jam. Zona pendar berwarna oranye kemerahan di sekitar koloni bakteri di bawah sinar UV menunjukkan adanya aktivitas lipolitik Renjana et al. (2012). Identifikasi dan Karakterisasi Cendawan Endofit Identifikasi cendawan endofit secara morfologi dilakukan dengan menumbuhkan cendawan endofit pada medium water agar (WA). Pertumbuhan cendawan endofit diamati mulai dari awal pertumbuhan sampai dua minggu ke depan. Selanjutnya cendawan diidentifikasi dengan bantuan kunci identifikasi
18
Alexopoulos dan Mims (1996), Barnet dan Hunter (2006) dan Wanatabe (2002). Karakterisasi cendawan endofit yang dilakukan pengujian aktivitas kitinase dan pengujian aktivitas selulase. Uji aktivitas kitinolitik dilakukan dengan menginokulasikan isolat cendawan pada media agar kitin dan diinkubasi selama 4872 jam. Zona bening di sekitar isolat cendawan menunjukkan aktivitas kitinase pada cendawan tersebut. Uji aktivitas selulase dilakukan dengan menginokulasikan isolat cendawan pada media selulase dan diinkubasi selama 48-72 jam. Zona bening di sekitar isolat cendawan menunjukkan aktivitas selulase pada cendawan tersebut. Uji Kemampuan Bakteri dan Cendawan Endofit Mengolonisasi Tanaman Padi Uji kemampuan kolonisasi dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan sterilisasi menggunakan teknik sterilisasi permukaan dengan perendaman menggunakan alkohol 70% selama 30 detik dan NaOCl 1% selama 1 menit, dibilas sebanyak 2 kali menggunakan air steril kemudian benih direndam menggunakan suspensi bakteri dan cendawan endofit dan ditanam pada media WA. Bibit tanaman padi umur 2 minggu yang telah diinokulasi bakteri dan cendawan endofit diambil sebanyak 5 tanaman. Setelah itu dilakukan reisolasi pada bagian akar, batang dan daun. Reisolasi pada akar dilakukan secara pada bagian akar primer, reisolasi pada batang diambil 2 cm dari pangkal batang sedangkan reisolasi dari bagian daun diambil 2 cm dari pangkal daun. Tanaman dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian dipotong menjadi beberapa bagian. Potongan daun, akar dan batang disterilisasi menggunakan sterilisasi permukaan bertingkat menggunakan alkohol 70 % selama 0.5 menit kemudian dilanjutkan merendam sampel pada NaOCl 1 % selama 0.5 menit kemudian dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali lalu dikeringkan di atas tisu steril. Isolasi bakteri endofit dilanjutkan dengan menempelkan potongan sampel pada media TSA kosong untuk mengetahui keberhasilan hasil sterilisasi permukaan dan diinkubasi selama 2 hari. Apabila pada media tersebut terdapat mikroba yang tumbuh, berarti sterilisasi permukaan belum berhasil dan harus diulang sampai diperoleh akar yang benar-benar steril permukaannya. Setelah itu bagian tanaman yang telah disterilisasi permukaan dihancurkan dengan mortar steril sampai halus dengan penambahan air 1:10. Sebanyak 1 ml suspensi dicampur dengan 9 mL air steril dalam tabung reaksi, suspensi akar dibuat pengenceran berseri yaitu 10-2, 103 , dan 10-4. Sebanyak 0.1 ml diambil dari masing-masing suspensi daun, akar dan batang tersebut kemudian ratakan pada media TSA 20 %. Setelah 1 hari sampai 2 hari diinkubasi pada pada suhu ruang, bakteri yang muncul dimurnikan. Isolasi cendawan endofit dilanjutkan dengan meletakkan sampel pada media malt extract agar (MEA) 10% tanpa digerus dan diinkubasi selama 7 hari. Uji kesterilan dilakukan untuk mengetahui tingkat sterilisasi permukaan bagian tanaman yang diisolasi dengan menggunakan air bilasan terakhir dari pencucian bagian tanaman dan dioleskan pada media PDA sebanyak 0.1 mL menggunakan mikropipet. Setelah 7 hari diinkubasi pada pada suhu ruang, cendawan yang muncul dimurnikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kelimpahan Bakteri dan Cendawan Endofit Asal Tanaman Padi Sebanyak 115 isolat bakteri endofit dan 47 isolat cendawan endofit berhasil diisolasi dari bagian akar, batang dan daun tanaman padi dari beberapa lokasi yaitu Bogor, Sukabumi dan Blitar. Jumlah mikroba endofit asal akar, batang dan daun tanaman padi tersebut bervariasi. Berdasarkan hasil isolasi, bakteri endofit lebih banyak didapat pada bagian akar (Tabel 4), sedangkan cendawan endofit lebih banyak didapat pada bagian daun (Tabel 5). Total bakteri endofit yang ditemukan adalah sebanyak 115 isolat dimana terbagi menjadi 62 isolat endofit asal bagian akar, 35 isolat endofit asal bagian batang, dan 18 isolat endofit asal bagian daun. Total cendawan endofit yang ditemukan adalah sebanyak 47 isolat dimana terbagi menjadi 8 isolat endofit asal bagian akar, 14 isolat endofit asal bagian batang dan 25 isolat endofit asal bagian daun. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Hallmann (2001) menyatakan bahwa bakteri endofit telah banyak dilaporkan mengolonisasi pada berbagai bagian tanaman seperti akar, umbi, batang, daun, buah dan benih. Berbeda dengan cendawan endofit, Zakaria et al. (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa isolat cendawan endofit lebih banyak ditemukan pada bagian daun yaitu sejumlah 53 isolat pada bagian daun, 11 isolat pada bagian batang, dan 8 isolat pada bagian akar. Rodriguez et al. (2009) menyatakan bahwa cendawan yang memiliki kisaran inang berdaun sempit pada umumnya memiliki sistem transmisi secara vertikal dan horizontal. Sistem transmisi cendawan endofit secara vertikal melalui lapisan luar benih, benih, atau melalui bibit, sedangkan Tabel 4 Jumlah isolat bakteri endofit asal tanaman padi dari beberapa daerah Varietas Padi (Asal Daerah) Bagian Tanaman Akar Batang Daun Jumlah Total Isolat
Jumlah Mekongga Total Isolat (Blitar)
IR 64 (Bogor)
Inpari 16 (Sukabumi)
Sri Kuning (Sukabumi)
5 0 1
24 15 4
3 12 10
30 8 3
62 35 18
6
43
25
41
115
Tabel 5 Jumlah isolat cendawan endofit asal tanaman padi dari beberapa daerah Varietas Padi (Asal Daerah) Bagian Tanaman Akar Batang Daun Jumlah Total Isolat
IR 64 (Bogor)
Inpari 16 (Sukabumi)
Sri Kuning (Sukabumi)
Mekongga (Blitar)
Jumlah Total Isolat
0 3 1
1 4 0
4 7 5
3 0 19
8 14 25
4
5
16
22
47
20
sistem transmisi cendawan endofit secara horizontal melalui spora terbawa udara (Hodgson et al. 2014). Hal tersebut menunjukkan pada penelitian ini bahwa isolat cendawan endofit lebih banyak ditemukan pada bagian daun dibandingkan isolat bakteri endofit yang lebih banyak ditemukan pada bagian akar. Penyebaran cendawan endofit secara horizontal memungkinkan cendawan endofit lebih bergerak bebas sehingga pada bagian daun memungkinkan cendawan endofit lebih banyak ditemukan dibandingkan bakteri endofit. Sistem transmisi bakteri endofit lebih mengarah pada sistem transmisi secara vertikal dan sistem invasinya ke akar terjadi secara pasif melalui lubang alami pada akar atau pada luka. Hallmann dan Berg (2006) menyatakan akar merupakan lokasi utama infeksi bakteri endofit pada tanaman menjadikan bakteri endofit seharusnya lebih banyak ditemukan pada akar. Kebutuhan bakteri yang membutuhkan lebih banyak air dan cendawan yang tahan kekeringan menjadi salah satu alasan lain bakteri lebih banyak mengolonisasi pada daerah perakaran. Patogenesitas Bakteri Endofit Seleksi bakteri endofit pada uji HR ditemukan 110 isolat yang menunjukkan bahwa isolat tersebut berpotensi sebagai nonpatogen (Lampiran 9). Lima isolat yang menunjukkan reaksi positif pada uji HR berasal dari varietas INPARI 16, sejumlah 2 isolat pada bagian akar dan 3 isolat pada bagian batang. Konfirmasi terhadap hasil seleksi uji HR dilanjutkan dengan menggunakan uji DPM terhadap pertumbuhan benih padi. Sebanyak 19 isolat pada uji DPM menunjukkan bahwa isolat tersebut berpotensi sebagai nonpatogen. Sembilan puluh enam isolat bakteri endofit yang menunjukkan reaksi positif berasal dari varietas IR 64 sejumlah 4 isolat berasal dari bagian akar, 1 isolat dari bagian daun; dari varietas INPARI 16 sejumlah 21 isolat dari bagian akar, 9 isolat dari bagian batang, 4 isolat dari bagian daun; dari varietas Sri Kuning sejumlah 3 isolat dari bagian akar, 12 isolat dari bagian batang, 10 isolat dari bagian daun; dari varietas Mekongga sejumlah 25 isolat dari bagian akar, 5 isolat dari bagian batang, 2 isolat dari bagian daun. Pentingnya konfirmasi terhadap hasil uji HR ini dikarenakan, Wick (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jika stomata tanaman tembakau tersebut dalam posisi tertutup maka dapat menyebabkan suspensi bakteri sulit diinfiltrasikan sehingga terjadi false negative pada hasil uji HR. Pengujian terhadap pertumbuhan benih padi (DPM) dilakukan dengan menanam benih tanaman padi langsung pada biakan isolat bakteri endofit. Meskipun hal tersebut sangat kontras dengan keadaan di lapangan, dimana populasi bakteri di lapang tidak akan mencapai seperti populasi biakan bakteri dalam cawan petri sehingga jika sedikit saja bakteri tersebut memiliki sifat sebagai patogen maka akan langsung dapat terlihat. Berdasarkan hasil diantara uji hipersensitif dan uji DPM menunjukkan banyak perbedaan. Uji DPM lebih sensitif jika dibandingkan dengan uji HR karena banyak bakteri yang bersifat patogen yang tersaring pada uji tersebut. Hasil menunjukkan reaksi positif pada uji hipersensitif akan pasti menunjukkan hasil positif pada uji DPM, namun reaksi negatif pada uji HR belum tentu menunjukkan reaksi negatif pula pada uji DPM. Pada uji DPM, beberapa isolat menunjukkan reaksi berbeda, beberapa ada yang mematikan pada benih, beberapa ada yang membuat nekrotik pada kecambah dan beberapa ada yang memiliki hasil pertumbuhan yang sama pada kontrol dan bahkan beberapa isolat ada yang menunjukkan respon bahwa bakteri tersebut dapat bertindak sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).
21
Aktivitas Hemolisis Bakteri Uji agar darah adalah salah satu uji yang dapat menjadi indikasi apakah bakteri tersebut aman bagi kehidupan manusia. Satu dari sembilan belas bakteri menunjukkan dapat melakukan lisis pada agar darah (Lampiran 3). Terdapat 3 jenis kategori dari uji agar darah yaitu beta hemolysis (β), alpha hemolysis (α), dan gamma hemolysis (γ). Beta hemolysis (β) merupakan hemolysis yang sesungguhnya, terdapat zona bening disekitar koloni bakteri. Alpha hemolysis (α) merupakan setengah dari lisis yang sebenarnya, atau lebih tepatnya pengurangan sel darah merah di sekitar koloni sehingga menyebabkan media menjadi berwarna kehijauan atau kecokelatan. Gamma hemolysis (γ) merupakan kondisi dimana lisis tidak terjadi pada agar darah (Buxton, 2005). Berdasarkan hasil uji dari agar darah pada penelitian ini hanya menunjukkan satu tipe dari hemolysis yaitu beta hemolysis (Tabel 6). Bakteri yang dapat melewati tes ini akan dilanjutkan dalam pengujian antagonis terhadap Pyricularia oryzae. Tabel 6 Hasil pengujian aktivitas hemolisis bakteri endofit pada agar darah Kode Isolat 1 EA 2 2 EA 6 3 EA 8 4 EA 9 5 EA 34 6 EA 35 7 EA 36 8 EA 39 9 EA 45 10 EB 1
No
24 48 Tipe Kode 24 48 No Jam Jam Hemolisis Isolat Jam Jam ɣ hemolysis 11 EB 6 ɣ hemolysis 12 EB 7 ɣ hemolysis 13 EB 8 ɣ hemolysis 14 EB 9 ɣ hemolysis 15 EB 11 ɣ hemolysis 16 EB 28 ɣ hemolysis 17 EB 32 ɣ hemolysis 18 EB 33 ɣ hemolysis 19 ED 16 + + ɣ hemolysis
Tipe Hemolisis ɣ hemolysis ɣ hemolysis ɣ hemolysis ɣ hemolysis ɣ hemolysis ɣ hemolysis ɣ hemolysis ɣ hemolysis β hemolysis
Tanda (-) pada pengujian agar darah menunjukkan bahwa bakteri tersebut tidak dapat melisis agar darah yang ditandai dengan tidak adanya zona bening, tanda (+) pada pengujian agar darah menunjukkan bahwa bakteri tersebut dapat melisis agar darah yang ditandai dengan adanya zona bening
Patogenesitas Cendawan Endofit Hasil uji patogenesitas cendawan endofit terhadap perkecambahan benih padi menunjukkan reaksi berbeda-beda, beberapa ada yang mematikan pada benih, beberapa ada yang membuat nekrotik pada kecambah dan beberapa ada yang memiliki hasil pertumbuhan yang sama pada kontrol dan bahkan beberapa isolat ada yang menunjukkan respon bahwa bakteri tersebut dapat bertindak sebagai plant growth promoting fungal (PGPF) (Lampiran 4). Dari 47 isolat, terdapat 34 isolat dari cendawan endofit yang menunjukkan benih dapat berkecambah normal dan hanya 14 isolat cendawan endofit yang menunjukkan pertumbuhan benih mampu melebihi pertumbuhan pada perlakuan control (Lampiran 10). Selain itu juga terdapat isolat cendawan endofit yang menunjukkan reaksi pada kecambah hanya menghambat perkembangan kecambah tetapi tidak menimbulkan nekrotik sehingga pertumbuhan kecambah lebih rendah dari kontrol, maka cendawan tersebut dikategorikan sebagai cendawan yang berpeluang sebagai patogen. Isolat cendawan
22
endofit yang menunjukkan reaksi positif pada uji patogenesitas berasal dari varietas IR 64 sejumlah 2 isolat berasal dari bagian batang, 1 isolat dari bagian daun; dari varietas INPARI 16 sejumlah 2 isolat dari bagian batang; dari varietas Sri Kuning sejumlah 2 isolat dari bagian akar, 4 isolat dari bagian batang, 4 isolat dari bagian daun.; dari varietas Mekongga sejumlah 3 isolat dari bagian akar, 15 isolat dari bagian daun. Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Bakteri dan Cendawan Endofit Sepuluh isolat bakteri endofit dan empat belas isolat cendawan endofit yang terpilih dilanjutkan pada uji penghambatan pertumbuhan P. oryzae untuk melihat sifat antibiosis dari kedua mikroba tersebut pada cendawan patogen P. oryzae. Berdasarkan hasil uji antagonis, semua isolat bakteri endofit memiliki aktivitas daya hambat dengan persentase daya hambat yang berbeda-beda (Tabel 7). Menurut hasil analisis ragam, daya hambat tertinggi yang mencapai lebih dari 50% ditunjukkan oleh isolat EB 1, yaitu sebesar 63.77 %, kemudian diikuti oleh isolat EB 28 dan EB 9 berturut-turut sebesar 62.32 dan 60.87%. Berbeda dengan cendawan endofit, mekanisme bakteri endofit yang ditunjukkan pada uji antagonis tersebut lebih menunjukkan pada mekanisme sifat antibiosis dari bakteri endofit sedangkan pada cendawan endofit terdapat dua mekanisme yang dapat dilihat pada uji penghambatan terhadap pertumbuhan P. oryzae yaitu mekanisme antibiosis dan kompetisi. Tabel 7 Pengaruh bakteri endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae in vitro No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kode Isolat EB 1 EB 28 EB 9 EB 7 EB 6 EA 36 EA 35 EB 11 EA 8 EB 33
Daya Hambat % 63.7 a 62.3 ab 60.8 ab 59.4 ab 57.9 ab 56.5 ab 53.9 ab 53.6 b 36.9 c 23.9 d
No 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kode Isolat EB 32 EB 8 EA 9 EA 39 EA 6 EA 45 EA 34 EA 2 Kontrol
Daya Hambat % 16.6 de 13.0 ef 13.0 ef 13.0 ef 13.0 ef 13.0 ef 13.0 ef 4.3 fg 0g
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Tukey).
a
b
Gambar 5 Uji antagonis bakteri endofit (a) tidak memiliki zona hambat (b) memiliki zona hambat
23
Berdasarkan hasil uji antagonis cendawan endofit, sama dengan uji antagonis bakteri endofit semua isolat cendawan endofit tersebut memiliki aktivitas daya hambat (Tabel 8). Terdapat empat isolat cendawan endofit dengan mekanisme antibiosis yaitu isolat CEA 5 dengan daya hambat sebesar 60.37% kemudian diikuti oleh isolat CEB 3, CED 2, CEA 3 berturut-turut sebesar 50.56, 44.82, dan 38.52%. Sesuai dengan pernyataan Herre et al. (2007) yang menyatakan terdapat dua garis besar mekanisme potensial dari endofit yang dapat berkontribusi terhadap perlindungan inang: (1) menginduksi atau meningkatkan ekspresi mekanisme pertahanan inang dan (2) menyediakan tambahan sumber pertahanan lain terhadap inang (sebagai contoh adalah mekanisme antibiosis), sehingga pemilihan bakteri dan cendawan endofit didasarkan pada kemampuannya dalam menunjukkan sifat antibiosisnya. Sifat antagonis dari mikroba endofit yang memiliki mekanisme antibiosis menunjukkan bahwa mikroba endofit tersebut dapat mengeluarkan metabolit sekunder yang berguna bagi tanaman inang. Tabel 8 Pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae in vitro No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kode Isolat CEB 14 CEB 15 CEB 11 CEA 5 CED 22 CED 19 CED 17 CEB 3 CED 20 CEA 1 CEA 5.2 CEB 4 CED 2 CEA 3 Kontrol
Daya Hambat % 88.8 a 82.5 a 81.1 a 60.3 b 59.6 b 52.4 bc 51.6 bc 50.5 bc 50.0 bc 48.3 cd 47.5 cd 46.1 cd 44.8 cd 38.5 d 0e
Mekanisme Antibiosis Kompetisi + + + + + + + + + + + + + + -
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Tukey). Tanda (-) pada pengujian antagonis menunjukkan bahwa cendawan tidak memiliki mekanisme tersebut, tanda (+) pada pengujian antagonis menunjukkan bahwa cendawan memiliki mekanisme tersebut
a
b
c
Gambar 6 Uji antagonis cendawan endofit (a) tidak memiliki zona hambat (b) memiliki zona hambat (c) P. oryzae tertekan oleh mekanisme kompetisi
24
Hallmann (2001) berpendapat bahwa enzim yang bekerja pada mekanisme antibiosis harus memiliki kontak langsung dengan patogen. Tondok (2012) menyatakan zona hambat pada uji koloni ganda terbentuk karena senyawa antifungal dari cendawan endofit menghambat pertumbuhan patogen. Hinton dan Bacon (1995) dalam penelitiannya menggunakan seleksi uji antibiosis pada bakteri Enterobacter cloacae terhadap empat isolat Fusarium moniliforme. Munif et al. (2012a) menunjukkan bahwa bakteri endofit asal tanaman tomat memiliki sifat antagonisme terhadap cendawan patogen dan hal tersebut membuat bakteri tersebut ideal sebagai kandidat untuk pengendalian hayati dan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Penghambatan Penyakit Blas pada Padi Sawah
a a a
a
a 12
15
18
21
24
b b b b
b b b b
b b b b b b b b
c
bc bc bc bc c bc c
b b b b bc b bc
cd cd
c
d
c
b b
b
b
a bc bc b b cd b cd
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
d
Intensitas Penyakit (%)
Pada pengujian penghambatan penyakit blas pada padi sawah, aplikasi beberapa isolat mikroba endofit menunjukkan kemampuannya dalam menekan intensitas penyakit blas dibanding dengan kontrol. Intensitas penyakit yang ditunjukkan pada periode pengamatan menunjukkan nilai yang lebih rendah serta hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perlakuan endofit berbeda nyata dibanding dengan kontrol (Gambar 7). Pada awal pengamatan, intensitas penyakit perlakuan kontrol sudah hampir mendekati 60 % dan mencapai puncaknya pada akhir pengamtan. Pada tahap uji penghambatan penyakit blas ini, tingkat serangan awal pada tanaman kontrol sangat tinggi dan cepat. Tingkat serangan awal ini ditandai dengan skor dari penyakit ini yang sudah mencapai delapan yang ditandai terdapat ciri khas dari serangan penyakit blas pada tanaman terdapat bercak belah ketupat, sedangkan untuk perlakuan yang lain hanya ditunjukkan oleh bintik-bintik hitam (Gambar 8). Hal tersebut membuktikan bahwa perlakuan bakteri maupun cendawan endofit mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit blas.
27
Waktu Pengamatan (Hari Setelah Inokulasi) Kontrol
EB 1
EB 9
EB 28
EA 35
CEA 3
CEA 5
CED 2
CEB 3
Gambar 7 Pengaruh mikroba endofit terhadap intensitas penyakit blas pada padi varietas Kencana Bali di rumah kaca
25
Perlakuan endofit pada benih padi menunjukkan tingkat intensitas penyakit yang berbeda-beda. Perlakuan terbaik ditunjukkan oleh isolat bakteri endofit EB 9 dan isolat cendawan endofit CEA 5. Kedua isolat tersebut dapat menekan intensitas penyakit sampai pada level titik terendah dibanding dengan perlakuan lain terlihat dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan (Gambar 7). Namun terdapat satu perlakuan yaitu pada isolat CEA 3 terbukti pada akhir pengamtan mampu menekan intensitas penyakit sampai pada titik terendah dibanding dengan perlakuan lain meskipun pada awal pengamatan intensitas penyakit pada perlakuan tersebut masih tergolong tinggi jika dibanding dengan perlakuan lain (Gambar 7). Hal ini membuktikan bahwa isolat CEA 3 mampu menekan pertumbuhan penyakit yang berada di dalam tanaman. Benhamou dan Garand (2001) dalam penelitiannya melaporkan bahwa nonpatogenik F oxysporum mampu menstimulasi respon pertahanan tanaman. Ho et al. (2015) menunjukkan bahwa endofit Burkholderia cenocepacia 869T2 dapat menurunkan insidensi penyakit dari Layu Fusarium pada tanaman pisang. Tondok et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa cendawan endofit mampu menginduksi ketahanan tanaman inang terhadap penyakit busuk buah pada kakao. Meskipun telah banyak penelitian mengenai mikroba endofit yang efektif dalam menekan pertumbuhan patogen dalam menyebabkan penyakit, Malinowski dan Belesky (2000) menekankan bahwa kerja endofit dalam membantu tumbuhan lebih ke arah membentuk suatu komunitas mikroba sehingga tidak sendirian dalam melindungi inangnya. Oleh karena itu ketidakefektifan suatu mikroba endofit tidak dapat dilihat dari satu sisi saja melainkan dari berbagai faktor salah satunya adalah komunitas mikroba tersebut.
b
a
d
c
e
Gambar 8 Gejala penyakit blas pada tanaman padi: gejala awal blas daun (skor 13), b) gejala blas daun untuk perlakuan kontrol (skor 4-6), c) gejala blas daun untuk perlakuan kontrol (skor 7-9), d) dan e) gejala blas node untuk perlakuan kontrol
26
Pengaruh Bakteri dan Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Perlakuan mikroba endofit baik bakteri maupun cendawan endofit pada benih tanaman padi menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan bibit tanaman padi namun memiliki respon yang sama jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu meningkatkan pertumbuhan melebihi kontrol (Tabel 9). Hasil analisis ragam secara statistik dari 8 perlakuan isolat endofit, empat isolat endofit memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman padi dibandingkan dengan kontrol yaitu isolat EB 9, EB 28, CEA 3, CEA 5, dengan rataan tinggi tajuk berturut-turut mencapai 60.17, 59.72, 63.61, dan 61.45 cm. Selain perbedaan tinggi tajuk, isolat mikroba endofit juga mempengaruhi jumlah anakan (Tabel 9). Berdasarkan hasil analisis ragam secara statistik, semua perlakuan endofit menunjukkan adanya perbedaan pada jumlah anakan. Khaeruni dan Rahim (2015) menyatakan bahwa tanaman yang diinokulasi oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae mempengaruhi pembentukan anakan dan jumlah daun dikarenakan bakteri menginfeksi jaringan tanaman dengan cepat sehingga mengganggu metabolisme sel dan jaringan tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah anakan tersebut menjadi salah satu indicator dalam mengkompensasi ketahanan tanaman terhadap patogen. Pada penelitian ini rataan jumlah anakan pada perlakuan kontrol hampir mendekati angka nol yang berarti hampir seluruh tanaman padi pada perlakuan kontrol tidak membentuk anakan. Berbeda dengan perlakuan endofit yang memiliki rataan jumlah anakan mencapai dua anakan pertanaman yang menandakan bahwa tanaman yang diberi perlakuan endofit lebih cepat membentuk anakan dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tabel 9 Pengaruh mikroba endofit terhadap respon pertumbuhan tanaman No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter Pertumbuhan Tanaman
Kode Isolat
Tinggi Tajuk
Jumlah Anakan
Panjang Akar
EB 1 EB 9 EB 28 EA 35 CEA 3 CEA 5 CED 2 CEB 3 Kontrol
54.4 cd 60.3 abc 59.7 abc 57.7 abcd 63.6 a 61.5 ab 56.3 bcd 58.1 abcd 51.9 d
2.0 ab 2.4 ab 1.7 b 1.9 ab 2.3 ab 2.6 a 1.8 ab 1.7 b 0.3 c
22.9 bc 28.1 a 22.8 bc 23.7 b 25.2 ab 23.8 b 21.8 bc 23.9 b 19.5 c
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Tukey).
Tabel parameter pertumbuhan tanaman bagian panjang akar, terdapat lima perlakuan yang menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yaitu isolat EB 9, EA 35, CEA 3, CEA 5, dan CEB 3 , dengan rataan panjang akar berturutturut mencapai 28.12, 23.73, 25.22, 23.84, dan 23.93 cm. Namun pada tiga perlakuan yang lain yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol berdasarkan hasil analisis ragam secara statistik, menunjukkan bahwa kondisi
27
morfologi dari akar tersebut nampak jelas menunjukkan adanya perbedaan panjang akar antara perlakuan kontrol dengan tiga perlakuan mikroba endofit tersebut. Malinowski dan Belesky (2000) menyatakan interaksi endofit Neotyphodium spp. dapat menginduksi perubahan fisiologi tanaman terutama dalam morfologi akar dan fungsi akar. Selain itu Vasudevan et al. (2002) juga menunjukkan adanya peningkatan panjang akar dan tinggi tajuk pada tanaman yang diberi perlakuan formulasi bakteri. Perlakuan mikroba endofit juga memberikan peningkatan terhadap bobot basah dan bobot kering biomassa dari tanaman padi (Gambar 9). Perlakuan mikroba endofit terbaik ditunjukkan oleh isolat EB 9 dan CEA 5 yang memiliki penambahan bobot basah berturut-turut sebesar 2.7 dan 2 g. Peningkatan bobot basah tersebut juga diiringi dengan peningkatan bobot kering yaitu berturut-turut sebesar 1.1 dan 1 g. Schulz (2006) menyatakan bahwa kolonisasi dari cendawan endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang. Hal ini dibuktikan dari kolonisasi dari kedua cendawan endofit P. fortinii dan Cryptosporiopsis sp. pada akar bibit Larix decidua dapat meningkatkan panjang akar serta bobot kering dari akar dan tajuk. Tidak hanya kolonisasi, Schulz (2006) menambahkan bahwa ekstrak kultur dari endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang. Ernst et al. (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil isolasi cendawan endofit dari genus Stagonospora dapat meningkatkan biomassa dari alang-alang selain itu cendawan endofit ini juga dapat meningkatkan vigor dari alang-alang tersebut. Mucciarelli et al. (2002) menunjukkan pertumbuhan vegetatif tanaman peppermint secara in vitro menjadi meningkat ketika terinfeksi oleh cendawan endofit. Varma et al. (2001) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa perlakuan endofit dapat meningkatkan bobot biomassa dari tanaman inang.
7
Bobot Basah
Bobot Kering
Bobot (g) / tanaman
6 5 4 3 2 1 0 Kontrol EB 1
EB 9
EB 28
EA 35 CEA 3 CEA 5 CED 2 CEB 3
Gambar 9 Bobot basah dan bobot kering tanaman padi setelah perlakuan mikroba endofit
28
Identifikasi Bakteri Endofit Berdasarkan Analisis Genotipik Hasil amplifikasi gen 16S rRNA bakteri endofit dari tanaman padi menggunakan primer universal 27F/1492R ditampilkan pada Gambar 10. Empat isolat bakteri endofit menunjukkan amplifikasi gen 16S rRNA pada ukuran lebih kurang 1465 pb M
1
2
3
4
1465 pb
Gambar 10 Hasil amplifikasi gen 16S rRNA bakteri endofit asal tanaman padi menggunakan primer universal prokariota 27F/1492R. Marker 1kb DNA Ladder, (1) EB 1, (2) EB 6, (3) EB 7, (4) EB 9 Hasil analisis urutan nukleotida gen 16S rRNA ditampilkan pada lampiran 8. Analisis menggunakan progam BLAST dilakukan untuk mengetahui kemiripan sikuen isolat bakteri tersebut dengan isolat pada GenBank. Program BLAST akan merujuk pada suatu urutan basa dari keseluruhan urutan basa. Berdasarkan analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA, EB 1 memiliki kemiripan dengan Burkholderia sp. Hu35C (KJ_716615.1) sebesar 99%; Burkholderia gladioli strain IAC/BECa-035 (KJ_670084.1) sebesar 99%; Burkholderia gladioli strain S46 (KJ_396063.1) sebesar 99%; Burkholderia sp. FSGSD3 (KJ_185033.1) sebesar 99%. EB 9 memiliki kemiripan dengan Burkholderia sp. WP1 (KF_824767.1) sebesar 99%; Burkholderia sp. G1-11 (KC_153262.1) sebesar 99%; Burkholderia sp. 2314 (JX_174191.1) sebesar 99%; Burkholderia sp. C13 (JX_010990.1) sebesar 99%. EB 28 memiliki kemiripan dengan Burkholderia gladioli strain IHB B 15121 (KM_817203.1) sebesar 97%; Burkholderia sp. 2314 (JX_174191.1) sebesar 97%; Uncultured Burkholderiales bacterium gene (AB_666162.1) sebesar 97%; Burkholderia gladioli strain CFBP 2427 (NR_117553.1) sebesar 97%. EA 35 memiliki kemiripan dengan Burkholderia cepacia strain CH9 (FJ_969840.1) sebesar 81%; Burkholderia ambifaria strain YCJ01 (JQ_733582.1) sebesar 81%; Uncultured bacterium clone DMS16SrDNA2 (JQ_013148.1) sebesar 81%; Uncultured beta proteobacterium clone SHOF432 (HM_112829.1) sebesar 81%. Tingkat homologi tiap isolat yang mencapai 97-99% menunjukkan bahwa isolat tersebut memiliki kemiripan yang tinggi berdasarkan urutan basa pada GenBank dan menandakan isolat tersebut memang berasal dari genus spesies tersebut. Tingkat homologi yang hanya mencapai 81% dari isolat EA 35 menandakan bahwa belum adanya data yang cukup pada GenBank untuk menunjukkan kemiripan urutan basa pada isolat EA 35. Hal ini diduga isolat EA 35 merupakan isolat bakteri endofit yang jarang ditemukan sehingga keberadaan isolat tersebut masih belum diketahui secara spesifik.
29
Karakterisasi Bakteri Endofit Karakterisasi bakteri endofit terdiri atas uji Gram, uji katalase menggunakan substrat H2O2, uji aktivitas kitinolitik, uji aktivitas lipolitik, uji aktivitas perlarut fosfat, uji daya pendar pada media Kings’B, uji warna koloni pada media YDCA (Tabel 10). Penentuan sifat Gram pada karakterisasi bakteri umum dilakukan pada tahap pertama dikarenakan untuk mempermudah dalam mengetahui kelompok besar dari bakteri tersebut (Lampiran 7a, 7b). Schaad (1988) menyatakan bahwa Gram positif dan negatif dapat dibedakan kedalam dua grup besar menggunakan penentuan sifat Gram dengan KOH 3%. Gram negatif menunjukkan reaksi seperti terdapat lendir ketika ditetesi KOH 3% sedangkan Gram positif tidak. Halebian et al. (1981), Buck (1982) menyatakan pengujian ini sangat efektif pada skala laboratorium, cepat dan ekonomis. Uji katalase juga dilakukan pada penelitian ini untuk menguji kemampuan bakteri penghasil enzim katalase dalam mendegradasi hydrogen peroksida (Lampiran 7 c, d). Sunatmo (2009) menyatakan selama respirasi aerobik, mikroba menghasilkan hidrogen peroksida yang dalam kasus tertentu merupakan superoksida yang sangat toksik. Akumulasi senyawa itu dapat menyebabkan kematian bila tidak segera didegradasi. Senyawa ini dihasilkan bila mikroba aerobik, anaerobik fakultatif dan mikroaerofilik menggunakan lintasan respirasi aerobik dengan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir dan selama degradasi karbohidrat untuk menghasilkan energi. Mikroba yang menghasilkan katalase dpat segera mendegradasi hidrogen peroksida. Mikroba aerobik yang tidak mempunyai katalase dapat mendegradasi terutama superoksida toksis dengan enzim superoksida dismute dan produk akhir adalah H2O2 yang kurang toksis dibandingkan superoksida yang lain. Ketidakmampuan mikroba anaerobik mutlak untuk mensitensis katalase, peroksidase atau superoksida dismute menyatakan bahwa oksigen bersifat toksis bagi mikroba tersebut. Produksi katalase dapat dibuktikan dengan menambahkan substrat H2O2 ke dalam kultur media miring TSA. Dengan adanya katalase maka timbul gelembung gas dari oksigen bebas. Reaksi negatif tidak menunjukkan hal ini (Sunatmo 2009). Sejak diketahui bahwa dinding sel terdiri atas kitin, penelitian tentang kitinase terus berlanjut. Sebagai contoh Hariprasad et al. (2011) pada penelitiannya mengatakah bahwa isolat bakteri kitinolitik B. subtilis CRB20 dapat melindungi pembibitan tanaman tomat dari infeksi F. oxysporum melalui enzim kitinase. Kitinase adalah enzim yang dapat mendegradasi kitin yang berada di dalam dinding sel cendawan. Meskipun kitinase adalah enzim yang dapat mendegradasi enzim, Yan et al. (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kitinase memiliki mekanisme kerja yang berbeda dalam menghambat cendawan. Hal ini tergantung dari kandungan kitin dalam dinding sel cendawan. Lipid adalah salah satu komponen penting dalam struktur membran pada cendawan. Tetapi karena komposisi lipid pada cendawan tersebut sedikit, banyak penelitian dalam pengendalian hayati melupakan pentingnya faktor lipid dalam cendawan. Kitajima (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa lipid memainkan peran penting dalam pengaturan virulensi cendawan patogenik. Lösel (1990) menyatakan dalam gambaran membran cendawan kebanyakan melupakan komponen lipid lain seperti sterol, glycolipid dan sphingolipids. Weete (1980) menyatakan bahwa total kandungan lipid dari cendawan sangat bervariasi, berkisar antara 1 sampai 56% tergantung dari spesies, perkembangan dari fase pertumbuhan,
30
kondisi biakan. Enzim lipase yang ditunjukkan dalam uji aktivitas lipolitik mengindikasikan bahwa lipid dipecah menjadi bentuk lain sehingga menyebabkan membran cendawan menjadi bocor. Tabel 10 Hasil karakterisasi bakteri endofit Karakter Gram Uji Katalase (H2O2) Uji Kitinase Uji Lipase 24 Jam Uji Lipase 48 Jam Uji Pelarut Posfat Fluorescent YDCA
EB 1 + ++ ++ -
EB 9 ++ ++ ++ -
EB 28 ++ + + ++ -
EA 35 ++ ++ ++ -
Tanda (-) pada uji Gram menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki karakter Gram negatif, tanda (+) pada uji katalase menandakan bahwa bakteri tersebut memiliki aktivitas enzim katalase, tanda (-) pada uji kitinase menandakan bahwa bakteri tersebut tidak memiliki aktivitas enzim kitinase dan begitu sebaliknya, tanda (+) pada uji lipase menandakan bahwa bakteri tersebut memiliki aktivitas enzim lipase, tanda (-) pada uji pelarut posfat menandakan bahwa bakteri tersebut tidak memiliki aktivitas enzim pelarut posfat, tanda (-) pada uji fluorescent menandakan bahwa bakteri tersebut tidak memiliki daya pendar di bawah sinar ultraviolet, tanda (-) pada uji YDCA menandakan bahwa bakteri tersebut tidak berwarna kuning pada media YDCA.
Identifikasi Cendawan Endofit Berdasarkan Analisis Morfologi Identifikasi cendawan endofit dilakukan dengan mengamati morfologi dari cendawan secara mikroskopis. Ciri morfologi secara mikroskopis disajikan pada Gambar 11. Isolat CEA 5 memiliki miselium berwarna putih, menyerupai kapas halus dengan belakang koloni berwarna putih kekuningan serta memiliki tekstur halus. Struktur hifa bersepta, mikrokonidia dan makrokonidia berbentuk silindris, memiliki false head di ujung konidiofor diduga isolat tersebut merupakan isolat cendawan dengan spesies Fusarium sp. Isolat CEA 3 memiliki miselium berwarna hijau tua, kompak, dan memiliki rupa seperti kapas padat dengan belakang koloni berwarna hitam dengan bagian tepi berwarna putih. Struktur hifa bersepta dan hialin, fialid yang terbentuk bercabang mulai dari pangkal sampai ke ujung konidiofor dan melekat dengan konidia, dengan bentuk konida membulat diduga isolat tersebut merupakan isolat cendawan dengan spesies Cladosporium sp. Isolat CEB 3 memiliki miselium berwarna kecoklatan, non aerial, menyerupai benang-benang yang memiliki bintil pada bagian benang dengan belakang koloni kecoklatan. Struktur hifa yang terbentuk bersepta, memiliki struktur pycnidia yang membulat, diduga isolat tersebut merupakan isolat cendawan dengan spesies Phoma sp. Isolat CED 2 memiliki miselium berwarna coklat tua, memiliki rupa seperti kapas padat dengan bagian belakang koloni berwarna coklat kehitaman dan tepian coklat muda serta memiliki tekstur halus. Struktur hifa bersepta, fialid bercabang dari ujung konidiofor dan melekat dengan kondia yang berantai, dengan bentuk konida bulat diduga isolat tersebut merupakan isolat cendawan dengan spesies Penicillium sp.
31
Gambar 11 Hasil identifikasi morfologi isolat cendawan endofit Kode Isolat : CEA 5 Koloni cendawan pada media PDA :
Hasil Identifikasi : Fusarium sp.
Kecepatan tumbuh: 0.2 cm / hari Tidak terdapat pencaran spora a: bagian atas koloni berwarna putih b: bagian bawah koloni putih kekuningan
b
a
Pengamatan Mikroskopis : Mikroskopis pada media WA
False Head Mikroskopis pada media PDA Konidia
Mikroskopis pada media SNA Makrokonidia
Konidiofor
32
Kode Isolat : CEA 3 Koloni cendawan pada media PDA :
Hasil Identifikasi : Cladosporium sp.
Kecepatan tumbuh: 0.19 cm / hari Terdapat pencaran spora a: bagian atas koloni berwarna hijau kekuningan b: bagian bawah koloni hitam dengan tepian putih
a
b
Mikroskopis pada media WA
Konidia
Phialid Konidiofor
33
Mikroskopis pada media PDA
Kode Isolat : CEB 3 Koloni cendawan pada media PDA :
Hasil Identifikasi : Phoma sp.
Kecepatan tumbuh: 0.5 cm / hari Tidak terdapat pencaran spora a: bagian atas koloni berwarna putih kecoklatan b: bagian bawah koloni putih kecoklatan
a
b
Mikroskopis pada media WA Pycnidia
Tahap awal pembentukan pycnidia Ostiole
Mikroskopis pada media PDA
Konidia
34
Kode Isolat : CED 2 Koloni cendawan pada media PDA :
Hasil Identifikasi : Penicillium sp.
Kecepatan tumbuh: 0.15 cm / hari Terdapat pencaran spora a: bagian atas koloni berwarna coklat muda dengan tepian coklat tua b: bagian bawah koloni hitam dengan tepian berwarna coklat muda
b
a
Mikroskopis pada media WA
Konidia
Phialid Konidiofor
35
Karakterisasi Cendawan Endofit Karakterisasi cendawan endofit terdiri atas uji aktivitas selulase dan uji aktivitas kitinolitik (Tabel 11). Penelitian mengenai aktivitas kitinolitik pada cendawan endofit telah banyak dilakukan khususnya dalam hal pengendalian cendawan patogen. Herdyastuti et al. (2010) menyatakan mikroorganisme penghasil kitinase masih belum banyak diketahui baik dalam hal jumlah, diversitas masupun fungsi mendalam dari kitinase yang dihasilkan. Rajulu et al. (2011) melaporkan isolat cendawan dari golongan Phomopsis, Colletotrichum dan Fusarium dapat memproduksi kitinase sedangkan cendawan dari genus seperti Alternaria, Nigrospora, Pestalotiopsis dan Phyllosticta tidak dapat. Shubakov dan Kucheryavykh (2004) melaporkan tujuh genus dari golongan Aspergillus, Penicillium, Trichoderma, Paecilomyces, Sporotrichum, Beaueria, dan Mucor menunjukkan aktivitas kitinase. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak hanya bakteri endofit yang dapat menunjukkan aktivitas kitinase dalam pengujian biokontrol terhadap cendawan patogen namun cendawan endofit juga dapat menunjukkan hal yang serupa. Tabel 11 Hasil karakterisasi isolat cendawan endofit Karakter Uji Selulase Uji Kitinase
CEA 3 +
Isolat CEA 5 CED 2 + +
CEB 3 +
Tanda (-) pada uji selulase menunjukkan bahwa cendawan tersebut memiliki aktivitas enzim selulase dan begitu sebaliknya, tanda (-) pada uji kitinase menandakan bahwa bakteri tersebut tidak memiliki aktivitas enzim kitinase dan begitu sebaliknya.
Pengujian aktivitas selulase juga dilakukan pada penelitian ini mengingat banyaknya penelitian terkait dengan eksplorasi cendawan yang memiliki aktivitas selulase. Penggunaan cendawan selulolitik sering digunakan sebagai pendegradasi natural di alam sehingga bahan organik tersebut nantinya dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk menunjang pertumbuhan tumbuhan tersebut. Beberapa cendawan dengan aktivitas selulase yang banyak disebutkan antara lain berasal dari genus Trichoderma, Aspergillus, Penicillium dan Fusarium (Gautam et al. 2012; Kadarmoidheen et al. 2012; Khokhar et al. 2013; Reddy et al. 2014). Kemampuan Bakteri dan Cendawan Endofit Mengolonisasi Tanaman Padi Satu isolat bakteri endofit dan satu isolat cendawan endofit yang paling berpengaruh pada pengujian penghambatan penyakit blas pada padi sawah yaitu EB 9 dan CEA 5 dilakukan uji kolonisasi untuk mengetahui apakah mikroba tersebut benar bersifat endofit. Berdasarkan hasil uji kolonisasi baik pada akar, batang dan daun telah berhasil ditemukan kembali mikroba endofit EB 9 dan CEA 5 dengan tingkat kolonisasi yang tinggi pada bagian akar baik untuk perlakuan bakteri endofit maupun cendawan endofit (Gambar 12). Karakter bakteri endofit hasil reinokulasi pada benih padi memiliki kesamaan karakter morfologi dengan bakteri EB 9 yaitu bentuk koloni bundar, tepian koloni berombak, elevasi koloni datar, dan warna koloni kuning. Reinokulasi bakteri endofit ditemukan pada setiap potongan akar tanaman padi terbukti bahwa mikroba endofit tersebut mengolonisasi setiap jaringan akar primer sedangkan pada bagian batang, bakteri endofit ditemukan
36
paling banyak mengolonisasi bagian batang yang dekat dengan bagian akar dan pada bagian daun, jumlah koloni bakteri endofit lebih sedikit ditemukan. Karakter cendawan endofit hasil reinokulasi pada benih padi memiliki kesamaan morfologi dengan cendawan CEA 5 yaitu bentuk konidia silindris, warna miselium putih, struktur hifa bersepta dan hialin, dan warna koloni putih. Hal ini menandakan bahwa aplikasi cendawan endofit berhasil mengolonisasi kembali benih padi. Pada perlakuan cendawan endofit terlihat bahwa cendawan endofit telah ditemukan kembali pada bagian akar batang dan daun, namun pertumbuhan koloni cendawan pada bagian daun terlihat sedikit lama keluar. Hal ini dikarenakan kemungkinan koloni cendawan yang mengolonisasi daun masih berjumlah sedikit dibandingkan pada akar dan batang. Schulz dan Boyle (2006) menyatakan terlepas dari fakta bahwa bakteri adalah organisme prokariota dan cendawan adalah organisme eukariota, keduanya dapat mengolonisasi jaringan tanaman baik secara interseluler maupun intraseluler. Morfologi EB 9 Bentuk koloni
Bundar
Tepian koloni
Berombak
Elevasi koloni
Datar
Warna koloni
Kuning
Gambar a
Gambar
Morfologi CEA 5 Bentuk konidia
Silindris
Warna miselium
Putih
Struktur hifa
Bersepta dan hialin
Warna koloni
Putih
b
Gambar 12 Hasil uji kolonisasi (a) isolat bakteri endofit EB 9 dan (b) isolat cendawan endofit CEA 5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Bakteri dan cendawan endofit yang berhasil diisolasi dari bagian akar, batang dan daun dari berbagai daerah dengan varietas yang berbeda berjumlah 162 isolat, dimana terdapat 115 Isolat bakteri dan 47 Isolat cendawan non patogenik. Masingmasing 4 isolat dari golongan bakteri dan cendawan menunjukkan aktivitas penghambatan dengan mekanisme antibiosis terhadap pertumbuhan P. oryzae secara in vitro. Hasil pengujian in vivo terhadap 4 isolat bakteri endofit dan 4 isolat cendawan endofit diperoleh 2 isolat yang berpotensi dalam mengendalikan penyakit blas yaitu dengan tingkat penekanan intensitas penyakit sebesar 30% sampai 40%. Dua isolat tersebut yaitu EB 9 dan CEA 5 juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman inang baik dilihat dari segi pertambahan tinggi tanaman, panjang akar, bobot biomassa maupun jumlah anakan. Isolat bakteri endofit EB 9 memiliki homologi tertinggi dengan Burkholderia sp. WP1 dan isolat cendawan endofit CEA 5 teridentifikasi sebagai Fusarium sp. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan kompatibilitas antara isolat bakteri endofit dan cendawan endofit, selain itu perlu didapatkannya juga informasi terkait dengan formulasi untuk aplikasi bakteri dan cendawan endofit.
38
DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. London (UK): Elsevier Academic Press. Andini R. 2015. Potensi Rizobakteri Untuk Penghambatan Penyebab Blas Padi (Pyricularia oryzae Cav.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bagali PG, Hittalmani S, Shashidhar SY, Shashidhar H. 2000. Identification of DNA markers linked to partial resistance for blast disease in rice across four locations. Di dalam: Tharreau D, Lebrun MH, Talbot NJ, Notteghem JL, editor. Advances in Rice Blast Research. Springer. hlm 34-42. Bardenas EA, Chang TT. 1965. Morphology and Varietal Characteristics of the Rice Plant, The. Philippines (PH): Int. Rice Res. Inst. Benhamou N, Garand C. 2001. Cytological analysis of defense-related mechanisms induced in pea root tissues in response to colonization by nonpathogenic Fusarium oxysporum Fo47. Phytopathology 91(8):730-740. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tanaman Pangan 2012. [diakses 4 oktober 2014]. Buck JD. 1982. Nonstaining (KOH) Method for Determination of Gram Reactions of Marine Bacteria. Appl Environ Microbiol 44(4):992-993. Chang C-I, Liu W-Y, Shyu C-Z. 2000. Use of prawn blood agar hemolysis to screen for bacteria pathogenic to cultured tiger prawns Penaeus monodon. Dis Aquat Org 43(2):153-157. Collard BC, Mackill DJ. 2008. Marker-assisted selection: an approach for precision plant breeding in the twenty-first century. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci 363(1491):557-72. doi:10.1098/rstb.2007.2170 Couch BC, Kohn LM. 2002. A multilocus gene genealogy concordant with host preference indicates segregation of a new species, Magnaporthe oryzae, from M. grisea. Mycologia 94(4):683-693. Ernst M, Mendgen KW, Wirsel SG. 2003. Endophytic fungal mutualists: seedborne Stagonospora spp. enhance reed biomass production in axenic microcosms. Mol Plant-Microbe Interact 16(7):580-587. Faeth SH. 2002. Are endophytic fungi defensive plant mutualists? Oikos 98(1):2536. Gautam S, Bundela P, Pandey A, Awasthi M, Sarsaiya S. 2012. Diversity of cellulolytic microbes and the biodegradation of municipal solid waste by a potential strain. International journal of microbiology 2012. Hajek AE. 2004. Natural enemies: an introduction to biological control. Cambridge University Press. Halebian S, Harris B, Finegold SM, Rolfe RD. 1981. Rapid Method That Aids in Distinguishing Gram-Positive from Gram-Negative Anaerobic Bacteria. J Clin Microbiol 13(3):444-448. Hallmann J. 2001. Plant interactions with endophytic bacteria. Di dalam: Jeger MJ, Spence NJ, editor. Biotic Interaction in Plant-Pathogen Associations. London (US): CABI Publishing, New York. hlm 87-119. Hallmann J, Berg G. 2006. Spectrum and population dynamics of bacterial root endophytes. Di dalam: Schulz BJE, Boyle CJC, Sieber TN, editor. Microbial root endophytes. Jerman Springer. hlm 15-31.
39
Hallmann J, Kloepper J, Rodriguez-Kabana R. 1997a. Application of the Scholander pressure bomb to studies on endophytic bacteria of plants. Canadian journal of microbiology 43(5):411-416. Hallmann J, Quadt-Hallmann A, Mahaffee W, Kloepper J. 1997b. Bacterial endophytes in agricultural crops. Canadian Journal of Microbiology 43(10):895-914. Hariprasad P, Divakara ST, Niranjana SR. 2011. Isolation and characterization of chitinolytic rhizobacteria for the management of Fusarium wilt in tomato. Crop Protect 30(2011):1606-1612. doi:10.1016/j.cropro.2011.02.032 Herdyastuti N, Raharjo TJ, Mudasir M, Matsjeh S. 2010. Chitinase and Chitinolytic Microorganism: Isolation, Characterization and Potential. Indonesian Journal of Chemistry 9(1):37-47. Hermawati H. 2007. Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Pertumbuhan Populasi Aphis gossypii Glov.(Homoptera: Aphididae) pada Tanaman Cabai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Herre EA, Mejía LC, Kyllo DA, Rojas E, Maynard Z, Butler A, Van Bael SA. 2007. Ecological implications of anti-pathogen effects of tropical fungal endophytes and mycorrhizae. Ecology 88(3):550-558. Hinton DM, Bacon CW. 1995. Enterobacter cloacae is an endophytic symbiont of corn. Mycopathologia 129(2):117-125. Ho Y-N, Chiang H-M, Chao C-P, Su C-C, Hsu H-F, Guo C-t, Hsieh J-L, Huang CC. 2015. In planta biocontrol of soilborne Fusarium wilt of banana through a plant endophytic bacterium, Burkholderia cenocepacia 869T2. Plant Soil 387(1-2):295-306. Hodgson S, Cates C, Hodgson J, Morley NJ, Sutton BC, Gange AC. 2014. Vertical transmission of fungal endophytes is widespread in forbs. Ecology and evolution 4(8):1199-1208. [IRRI] International Rice Research Institute. 1996. International Evaluation System for Rice 4th edition. http://www.knowledgebank.irri.org/images/docs/ricestandard-evaluation-system.pdf [diakses 4 Okt 2014]. Kadarmoidheen M, Saranraj P, Stella D. 2012. Effect of cellulolytic fungi on the degradation of cellulosis agricultural wastes. Int. J. Appl. Microbiol. Sci 1(2):13-23. Khaeruni A, Rahim A. 2015. Induksi Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi di Lapangan Menggunakan Rizobakteri Indigenos. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 14(1). Kharisma SD, Cholil A, ‘Aini LQ. 2013. Ketahanan Beberapa Genotipe Padi Hibrida (Oryza sativa L.) Terhadap Pyricularia oryzae Cav. Penyebab Penyakit Blas Daun Padi. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan 1(2):pp. 19-27. Khokhar I, Haider MS, Mushtaq S, Mukhtar I. 2013. Isolation and screening of highly cellulolytic filamentous fungi. Journal of Applied Sciences and Environmental Management 16(3). Khush GS, Jena K. 2009. Current status and future prospects for research on blast resistance in rice (Oryza sativa L.). Di dalam: Wang G-L, Valent B, editor. Advances in genetics, genomics and control of rice blast disease. Springer. hlm 1-10.
40
Kitajima Y. 2000. Structural and Biochemical Characteristics of Pathogenic Fungus: Cell Walls, Lipids and Dimorphism, and Action Modes of Antifungal Agents. Japanese Journal of Medical Mycology 41(4):211-217. Kloepper JW, Ryu C-M. 2006. Bacterial endophytes as elicitors of induced systemic resistance. Microbial root endophytes. Springer. hlm 33-52. Kustianto B, Amin M, Suwarno. 1993. Studi Genetika Sifat Tahan Blas pada beberapa Varietas Padi Gogo. Penelitian Pertanian 13(1):21-24. Lazarovits G, Goettel MS, Vincent C. 2007. Adventures in Biocontrol. Di dalam: Vincent C, Goettel MS, Lazarovits G, editor. Biological Control: A Global Perspective: Case Studies from Around the World. London (UK): CAB International. hlm 1-6. Li CJ, Gao JH, Nan ZB. 2007. Interactions of Neotyphodium gansuense, Achnatherum inebrians, and plant-pathogenic fungi. Mycol Res 111(10):1220-7. doi:10.1016/j.mycres.2007.08.012 Lösel DM. 1990. Lipids in the Structure and Function of Fungal Membranes. Di dalam: Kuhn PJ, Trinci APJ, Jung MJ, Goosey MW, Copping LG, editor. Biochemistry of Cell Walls and Membranes in Fungi. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. hlm 119-133. Malinowski DP, Belesky DP. 2000. Adaptations of endophyte-infected cool-season grasses to environmental stresses: mechanisms of drought and mineral stress tolerance. Crop Sci 40(4):923-940. Manurung SO, Ismunadji M. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Di dalam: Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 55. Meiniwati, Khotimah S, Mukarlina. 2014. Uji Antagonis Pyricularia grisea Sacc. Penyebab Blas pada Tanaman Padi menggunakan Jamur Rizosfer Isolat Lokal. Protobiont 3(1):17-24. Mucciarelli M, Scannerini S, Bertea CM, Maffei M. 2002. An ascomycetous endophyte isolated from Mentha piperita L.: biological features and molecular studies. Mycologia 94(1):28-39. Munif A, Hallmann J, A. Sikora R. 2012a. Isolation of Endophytic Bacteria from Tomato and Their Biocontrol Activities against Fungal Diseases. Microbiology Indonesia 6(4):148-156. doi:10.5454/mi.6.4.2 Munif A, Wiyono S, Suwarno. 2012. Pemanfaatan bakteri endofit untuk meningkatkan Pertumbuhan dan kesehatan tanaman padi gogo. Di dalam: Prastowo, Sulistiono, Suprayogi A, Saharjo BH, editor. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor;2012b Des 10-11; Bogor, Bogor (ID): LPPM IPB. hlm 349-357 Pal KK, McSpadden Gardener B. 2006. Biological Control of Plant Pathogens. The Plant Health Instructor. doi:10.1094/phi-a-2006-1117-02 Petrini O. 1991. Fungal endophytes of tree leaves. Di dalam: Andrews JA, Hirano SS, editor. Microbial ecology of leaves. Springer. hlm 179-197. [PPPTP] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2003. Masalah Lapang: Hama, Penyakit, dan Hara pada Padi. [diakses 4 Okt 2014]. Prasetiyo YT. 2002. Budidaya Padi Sawah TOT (Tanpa Olah Tanah). Yogyakarta (ID): Kanisius.
41
Pujiyanto S, Kusdiyanti E, Hadi M. 2008. Isolasi dan seleksi bakteri kitinolitik isolat lokal yang berpotensi untuk mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti L. Jurnal Biodiversitas 9:5-8. Rajulu MBG, Thirunavukkarasu N, Suryanarayanan TS, Ravishankar JP, El Gueddari NE, Moerschbacher BM. 2011. Chitinolytic enzymes from endophytic fungi. Fungal Diversity 47(1):43-53. Reddy PLN, Babu BS, Radhaiah A, Sreeramulu A. 2014. Screening, Identification and Isolation of Cellulolytic fungi from soils of Chittoor District, India. Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci 3(7):761-771. Renjana E, Ni’matuzahroh, Sumarsih S. 2012. Skrining dan Uji Aktivitas Lipolitik Mikroba Hidrokarbonoklastik. Jurnal Ilmiah Biologi 1(1). Rodriguez RJ, White JF, Jr., Arnold AE, Redman RS. 2009. Fungal endophytes: diversity and functional roles. New Phytol 182(2):314-30. doi:10.1111/j.1469-8137.2009.02773.x Santoso, Nasution A. Pengendalian Penyakit Blas dan Penyakit Cendawan Lainnya [Internet]. Available from: http://www.litbang.pertanian.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_20.pdf Schaad NW. 1988. Initial Identification of Common Genera. Di dalam: Schaad NW, Jones JB, Chun W, editor. Laboratory guide for identification of plant pathogenic bacteria. APS press. hlm 1-15. Scheuermann KK, de Andrade A, Wickert E, Raimondi JV, Marschalek R. 2012. Magnaporthe oryzae genetic diversity and its outcomes on the search for durable resistance. Di dalam: Caliskan M, editor. The Molecular Basis of Plant Genetic Diversity. INTECH Open Access Publisher. hlm 331-356. Schulz B. 2006. Mutualistic interactions with fungal root endophytes. Microbial root endophytes. Springer. hlm 261-279. Schulz B, Boyle C. 2006. What are Endophytes? Di dalam: Schulz BJE, Boyle CJC, Sieber TN, editor. Microbial root endophytes. Jerman Springer. hlm 1-13. Shafaullah MAK, Khan NA, Mahmood Y. 2011. Effect of epidemiological factors on the incidence of paddy blast (Pyricularia oryzae) disease. Pak J. Phytopayhol 23(2):108-111. Shubakov A, Kucheryavykh P. 2004. Chitinolytic activity of filamentous fungi. Appl Biochem Microbiol 40(5):445-447. Simanjuntak SS. 2006. Eksplorasi cendawan endofit daun sebagai agen pengendalian agen pengendalian hayati penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora) Butl. Kakao (Theobroma cacao) [skripsi]. (ID): Institut Pertanian Bogor. Sobrizal, Bustamam M, Carkum C, Warsun A, Human S, Fukuta Y. 2010. Identification of A Major Quantitative Trait Locus Conferring Rice Blast Resistance Using Recombinant Inbred Lines. Indones J Agric Sci 11(1):110. Stone JK, Polishook JD, White JF. 2004. Endophytic fungi. Di dalam: Mueller GM, Bills GF, Foster MS, editor. Biodiversity of Fungi: Inventory and Monitoring Methods. Elsevier Academic Press. hlm 241-270. Sunatmo TI. 2009. Eksperimen Mikrobiologi dalam Laboratorium. Jakarta (ID): Ardy Agency.
42
Taslim H, Fagi AM. 1988. Ragam Budidaya Padi. Di dalam: Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 55. Taufik M. 2011. Evaluasi Ketahanan Padi Gogo Lokal Terhadap Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) di Lapang. Agriplus 21:68-74. Tondok ET. 2012. Keragaman Cendawan Endofit Pada Buah Kakao dan Potensinya Dalam Pengendalian Busuk Buah Phytophthora [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tondok ET, Sinaga MS, Widodo, Suhartono MT. 2012. Potensi Cendawan Endofit sebagai Agens Pengendali Hayati Phytophthora palmivora (Butl.) Butl. Penyebab Busuk Buah Kakao. J Agron Indonesia 40(2):146-152. Tsunoda Y, Jwa N-S, Akiyama K, Nakamura S, Motomura T, Kamihara K, Kodama O, Kawasaki S. Cloning of the rice blast resistance gene PI-B. Di dalam: Tharreau D, Lebrun MH, Talbot NJ, Notteghem JL, editor. Proceedings of the 2nd International Rice Blast Conference 4-8 August 1998;1998 Montpellier, France (FR): Springer. hlm 9-16 Utami DW, Aswidinnoor H, Moeljopawiro S. 2006. Pewarisan Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada Persilangan Padi IR64 dengan Oryza rufipogon Griff Inheritance of Blast Resistance (Pyricularia grisea Sacc.) on Interspecific Crossing between IR64 and Oryza rufipogon Griff. Hayati 13(3):107-112. Van Nguyen N. 2010. Sustainable intensification of rice production for food security in the near future–A summary report. Change 518:146. Vance C. 1983. Rhizobium infection and nodulation: a beneficial plant disease? Annual Reviews in Microbiology 37(1):399-424. Varma A, Singh A, Sahay NS, Sharma J, Roy A, Kumari M, Rana D, Thakran S, Deka D, Bharti K. 2001. Piriformospora indica: an axenically culturable mycorrhiza-like endosymbiotic fungus. Fungal Associations. Springer. hlm 125-150. Vasudevan P, Reddy M, Kavitha S, Velusamy P, PAULRAJ R, Purushothaman S, Brindha Priyadarisini V, Bharathkumar S, Kloepper J, Gnanamanickam S. 2002. Role of biological preparations in enhancement of rice seedling growth and grain yield. Curr Sci 83(9):1140-1143. Weete JD. 1980. Lipid biochemistry of fungi and other organisms. Springer US. Wick R. 2010. Tobacco Hypersensitivity; the First Test to Screen Bacteria for Pathogenicity. NPDN News 5(7):3-4. Yan R, Hou J, Ding D, Guan W, Wang C, Wu Z, Li M. 2008. In vitro antifungal activity and mechanism of action of chitinase against four plant pathogenic fungi. J Basic Microbiol 48(4):293-301. Zakaria L, Yaakop AS, Salleh B, Zakaria M. 2010. Endophytic fungi from paddy. Trop Life Sci Res 21(1):101. Zheng K-L, Chai R-Y, Jin M-Z, Wu J-L, Fan Y-Y, Leung H, Zhuang J-Y. 2000. Mapping of leaf and neck blast resistance genes with RFLP, RAPD and resistance gene analogs in rice. Di dalam: Tharreau D, Lebrun MH, Talbot NJ, Notteghem JL, editor. Proceedings of the 2nd International Rice Blast Conference 4-8 August 1998;1998 Montpellier, France (FR): Springer. hlm 28-33
43
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil positif uji hipersensitif pada tanaman tembakau
a
b
Lampiran 2 Metode penanaman benih pada biakan bakteri: (a) gejala nekrotik pada kecambah, (b) pertumbuhan normal dari kecambah
Lampiran 3 Hasil positif uji aktivitas hemolisis bakteri pada agar darah
a
b
Lampiran 4 Hasil uji patogenesitas cendawan endofit: (a) gejala nekrotik pada kecambah, (b) pertumbuhan normal dari kecambah
44
A
C
B
D
E
F
G
H
I
Lampiran 5 Pertumbuhan tinggi tanaman padi pada beberapa perlakuan: A) Kontrol, B) EB 1, C) EB 9, D) EB 28, E) EA 35, F) CEA 3, G) CEA 5, H) CED 2, I) CEB 3
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Lampiran 6 Pertumbuhan tanaman padi mulai dari akar sampai tinggi tajuk pada beberapa perlakuan: A) Kontrol, B) EB 1, C) EB 9, D) EB 28, E) EA 35, F) CEA 3, G) CEA 5, H) CED 2, I) CEB 3
45
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
Lampiran 7 Karakterisasi bakteri endofit (a) Reaksi positif pada uji Gram dengan KOH 3%, (b) Reaksi negatif pada uji Gram dengan KOH 3%, (c) Reaksi positif pada uji katalase dengan substrat H2O2, (d) Reaksi negatif pada uji katalase dengan substrat H2O2, (e) Reaksi positif pada uji kitinolitik, (f) Reaksi negatif pada uji kitinolitik, (g) Reaksi positif pada uji lipolitik, (h) Reaksi negatif pada uji lipolitik, (i) (j) Reaksi negatif pada media King’s B, (k) (l) Reaksi negatif pada media YDCA
46
Lampiran 8 Analisis sikuen gen 16S rRNA Kode Isolat EB1
EB9
EB28
EA35
Asal Isolat
Spesies
Homologi (%)
No Aksesi
Batang (Sukabumi)
Burkholderia sp. Hu35C
99
KJ_716615.1
Burkholderia gladioli strain IAC/BECa-035 Burkholderia gladioli strain S46 Burkholderia sp. FSGSD3
99
KJ_670084.1
99
KJ_396063.1
99
KJ_185033.1
Burkholderia sp. WP1
99
KF_824767.1
Burkholderia sp. G1-11
99
KC_153262.1
Burkholderia sp. 2314
99
JX_174191.1
Burkholderia sp. C13
99
JX_010990.1
Burkholderia gladioli strain IHB B 15121
97
KM_817203.1
Burkholderia sp. 2314
97
JX_174191.1
Uncultured Burkholderiales bacterium gene
97
AB_666162.1
Burkholderia gladioli strain CFBP 2427
97
NR_117553.1
Burkholderia cepacia strain CH9 Burkholderia ambifaria strain YCJ01 Uncultured bacterium clone DMS16SrDNA2 Uncultured beta proteobacterium clone SHOF432
81
FJ_969840.1
81
JQ_733582.1
81
JQ_013148.1
81
HM_112829.1
Batang (Sukabumi)
Batang (Blitar)
Akar (Blitar)
47
Lampiran 9 Hasil seleksi awal bakteri endofit No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Kode Isolat EA 1 EA 2 EA 3 EA 4 EA 5 EA 6 EA 7 EA 8 EA 9 EA 10 EA 11 EA 12 EA 13 EA 14 EA 15 EA 16 EA 17 EA 18 EA 19 EA 20 EA 21 EA 22 EA 23 EA 24 EA 25 EA 26 EA 27 EA 28 EA 29 EA 30 EA 31 EA 32 EA 33 EA 34 EA 35 EA 36 EA 37 EA 38 EA 39 EA 40 EA 41
Asal Isolat
Varietas
Akar (Bogor) Akar (Bogor) Akar (Bogor) Akar (Bogor) Akar (Bogor) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar)
IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 SK SK SK Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko
Uji Hipersensitif 24 Jam 48 Jam + + -
Uji DPM (14 Hari) + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
48
Lampiran 9 (lanjutan) No 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
Kode Isolat EA 42 EA 43 EA 44 EA 45 EA 46 EA 47 EA 48 EA 49 EA 50 EA 51 EA 52 EA 53 EA 54 EA 55 EA 56 EA 57 EA 58 EA 59 EA 60 EA 61 EA 62 EB 1 EB 2 EB 3 EB 4 EB 5 EB 6 EB 7 EB 8 EB 9 EB 10 EB 11 EB 12 EB 13 EB 14 EB 15 EB 16 EB 17 EB 18 EB 19 EB 20
Asal Isolat
Varietas
Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi)
Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 SK SK SK SK SK
Uji Hipersensitif 24 Jam 48 Jam + + + -
Uji DPM (14 Hari) + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
49
Lampiran 9 (lanjutan) No 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115
Kode Isolat EB 21 EB 22 EB 23 EB 24 EB 25 EB 26 EB 27 EB 28 EB 29 EB 30 EB 31 EB 32 EB 33 EB 34 EB 35 ED 1 ED 2 ED 3 ED 4 ED 5 ED 6 ED 7 ED 8 ED 9 ED 10 ED 11 ED 12 ED 13 ED 14 ED 15 ED 16 ED 17 ED 18
Asal Isolat
Varietas
Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Daun (Bogor) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar)
SK SK SK SK SK SK SK Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko IR 64 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 SK SK SK SK SK SK SK SK SK SK Meko Meko Meko
Uji Hipersensitif 24 Jam 48 Jam -
Uji DPM (14 Hari) + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
*IN 16 = Inpari 16, SK = Sri Kuning, Meko = Mekongga. Tanda (-) menunjukkan bahwa cendawan tersebut tidak bersifat patogenik, tanda (+) menunjukkan bahwa cendawan tersebut bersifat patogenik
50
Lampiran 10 Hasil seleksi awal cendawan endofit No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Kode Isolat CEA 1 CEA 2 CEA 3 CEA 4 CEA 5 CEA 6 CEA 7 CEA 8 CEB 1 CEB 2 CEB 3 CEB 4 CEB 5 CEB 5.2 CEB 6 CEB 9 CEB 10 CEB 11 CEB 12 CEB 13 CEB 14 CEB 15 CED 1 CED 2 CED 3 CED 4 CED 5 CED 6 CED 7 CED 8 CED 9 CED 10 CED 11 CED 12 CED 13 CED 14 CED 15 CED 16 CED 17 CED 18 CED 19 CED 20
Asal Isolat Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Sukabumi) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Akar (Blitar) Batang (Bogor) Batang (Bogor) Batang (Bogor) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Batang (Sukabumi) Daun (Bogor) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Sukabumi) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar)
Varietas IN 16 SK SK SK SK Meko Meko Meko IR 64 IR 64 IR 64 IN 16 IN 16 IN 16 IN 16 SK SK SK SK SK SK SK IR 64 SK SK SK SK SK Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko Meko
Uji DPM (14 Hari) + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
51
Lampiran 10 (lanjutan) No 43 44 45 46 47
Kode Isolat CED 21 CED 22 CED 23 CED 24 CED 25
Asal Isolat Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar) Daun (Blitar)
Varietas Meko Meko Meko Meko Meko
Uji DPM (14 Hari) + + + +
*IN 16 = Inpari 16, SK = Sri Kuning, Meko = Mekongga. Tanda (-) menunjukkan bahwa cendawan tersebut tidak bersifat patogenik, tanda (+)menunjukkan bahwa cendawan tersebut bersifat patogenik
52
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 15 Juni 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Wibowo Roestanajie dan Ibu Fifi Meliana. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Katolik Santo Paulus Jember tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Jember melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan). Penulis lulus pendidikan sarjana pada tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Fitopatologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan perolehan bantuan biaya pendidikan dari beasiswa pendidikan pascasarjana program BPPDN-DIKTI (Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri - Direktorat Pendidikan Tinggi).