POTENSI BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT BUSUK CABANG (Septobasidium sp.) PADA LADA
MULIANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendali Penyakit Busuk Cabang (Septobasidium sp.) pada Lada adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Muliani NIM A352120071
RINGKASAN MULIANI. Potensi Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendali Penyakit Busuk Cabang (Septobasidium sp.) pada Lada. Dibimbing oleh BONNY PW SOEKARNO dan ABDUL MUNIF. Penyakit busuk cabang lada yang disebabkan oleh Septobasidum sp. tergolong penyakit baru dan berpotensi merusak pertanaman lada di Kalimantan Barat. Gejala penyakit busuk cabang Septobasidium sp. pada tanaman lada tergantung pada stadia patogen. Gejala stadia awal respon tanaman tidak menunjukan gangguan pada daun atau cabang tetap segar dan hijau, stadia lanjut bagian tanaman yang terinfeksi terutama daun atau cabang akan rontok secara bertahap sampai tanaman mati. Penyakit busuk cabang lada ditandai dengan adanya rizomorf/miselium berwarna coklat kemerahan yang menginfeksi pada bagian cabang. Miselium dapat menyebar ke seluruh cabang dan mengakibatkan kematian jaringan tanaman lada. Penyakit ini juga sering disebut penyakit ganggang pirang, mati ranting, penyakit capit udang, penyakit hawar lembut (Serawak Malaysia), felt fungi, dan velvet blight. Penelitian ini bertujuan mendapatkan bakteri endofit asal lada yang potensial sebagai agens pengendali hayati penyakit busuk cabang dan pemacu pertumbuhan pada tanaman lada. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2013 sampai bulan April 2015 di Laboratorium Mikologi, Laboratorium Nematologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak, dan Laboratorium Biologi & Kesehatan Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor, serta kebun petani di Kecamatan Galing Kabupaten Sambas. Penelitian meliputi tahap in vitro dan in vivo. Tahap in vitro meliputi eksplorasi, uji reaksi hipersensitif, karakterisasi fisiologi dan uji antibiosis bakteri endofit. Eksplorasi bakteri endofit berasal dari contoh akar, cabang, dan daun dari tanaman lada sehat (tidak bergejala) di antar tanaman sehat, tanaman lada sehat di antara tanaman lada sakit, dan lada liar (lada hutan). Isolasi bakteri endofit dari akar batang dan daun dilakukan dengan cara sterilisasi permukaan menggunakan larutan NaOCL 10% dan alkohol 70%. Isolat bakteri yang didapat dimurnikan dan diindentifikasi berdasarkan tipe morfologi koloni bakteri kemudian dilakukan uji reaksi hipersensitif. Tahapan selanjutnya isolat bakteri endofit tersebut dilakukan karakterisasi aktivitas enzim kitinolitik, produksi IAA, penambat nitrogen, pelarut fosfat, pelarut kalium dan produksi senyawa fluorescent. Isolat bakteri endofit diuji antibiosis terhadap Septobasidium sp. dengan metode kultur ganda media PDA. Tahap in vivo meliputi uji kemampuan penghambatan isolat bakteri endofit terhadap Septobasidium sp. pada lada secara langsung, uji pemacu pertumbuhan tanaman, dan uji pemacu ketahanan tanaman menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Metode inokulasi bakteri endofit dengan cara perendaman bibit lada dalam suspensi bakteri endofit. Hasil penelitian in vitro diperoleh 33 isolat bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman lada sehat di antara lada sehat, lada sehat di antara lada sakit dan lada hutan, dengan kisaran kerapatan 6.3 x 103–9.2 x 106 cfu g-1 berat basah contoh jaringan tanaman. Hasil uji reaksi hipersensitif terhadap 33 isolat bakteri endofit diperoleh 10 isolat bakteri endofit bersifat bakteri patogenik pada reaksi
hipersensitif di daun tembakau, sehingga 23 isolat bakteri endofit yang yang bersifat non patogenik digunakan pada uji selanjutnya. Hasil karakterisasi dari 23 isolat bakteri tersebut, 20 isolat mampu memproduksi IAA, 3 isolat dapat menambat nitrogen, 10 isolat dapat melarutkan fospat, 6 isolat mempunyai aktifitas kitinolitik, 4 isolat mempunyai senyawa fluorescent dan semua isolat bakteri endofit tersebut tidak mampu melarutkan kalium. Hasil uji antibiosis terhadap Septobasidium sp. menunjukkan bahwa 8 isolat, yaitu isolat bakteri SHA3, SHC9, SKA1, SKA3, SKA4, SKD8, SKD10 dan LHD8 mampu menghambat pertumbuhan Septobasidium sp. antara 30.44-78.89% pada media PDA. Hasil penelitian in vivo, hasil uji di lapangan menunjukkan bahwa isolat SHC9, SKA3, SKD8, SKD10 dan LHD8 berpengaruh nyata terhadap penekanan hifa Septobasidium sp. pada tanaman lada dan berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman lada. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai potensi bakteri endofit asal tanaman lada sebagai agens pengendali penyakit busuk cabang, agens pemacu pertumbuhan dan agens pamacu ketahanan tanaman lada. Kata Kunci : busuk cabang, bakteri endofit, lada, Septobasidium sp.
SUMMARY MULIANI. Potential of Endophytic Bacteria as Control Agents for Rot Disease Branch (Septobasidium sp.) on Pepper. Supervised by BONNY PW SOEKARNO and ABDUL MUNIF. Pepper branch rot disease caused by Septobasidum sp. is relatively new disease which potentially damages pepper plantation in West Borneo. The symptoms of the disease depend on the stadia of pepper plant pathogens. The symptoms of early stage response do not show any interference to leaves and branches; therefore, they remain fresh and green. Further stadia, however, show certain infections on leaves and branches that lead them to fall off until the plant dies gradually. The disease is indicated by the presence of rizomorf or reddish brown mycelium that infects the branch. The mycelium spread to the entire branches and cause the pepper plant to die. The disease is also frequently called „blonde algae (ganggang pirang) disease‟, „dead twigs (mati ranting)‟, „pincers of shrimp (capit udang) disease‟, soft blight (hawar lembut) disease (in Sarawak, Malaysia)‟, felt fungi, and velvet blight. This study aims to obtain endophytic bacteria which originate from pepper plant as a potential biological control against branch rot and as plant growth promoting bacteria on pepper. The research was conducted from August 2013 to April 2015 in a farmer‟s pepper plantation in Galing, Sambas District of West Kalimantan. The samples were tested using three different laboratories–Mycology Laboratory, Nematologi Laboratory of Plant Protection Department of Bogor Agricultural University, Plant Disease Laboratory of Tanjungpura University, and Biology and Soil Laboratory of Indonesian Soil Research Institute in Bogor. The research applies in vitro and in vivo steps. In vitro phases include exploration, pathogenicity test, physiology characterization, and endophytic antibiosis test. Exploration of endophytic bacteria from samples of roots, branches, and leaves of healthy pepper (asymptomatic) were taken from among group of healthy plants, from among sick pepper and from wild pepper. Isolation of endophytic bacteria from of roots, stems, and leaves was done by sterilizing using solution of NaOCl 10% and 70% alcohol. The isolated bacteria are then refined and identified based on the type of colony morphology and then are diagnosed through hypersensitivity reactions test. The endophytic bacteria are then characterized based on their enzyme chitinolytic activity, IAA production, nitrogen fixation, phosphate and potassium solubilization, and production of fluorescent pigments. Then, the bacteria are antibiotic sensitivity tested toward Septobasidium sp. using PDA media dual culture method. In vivo phases include tests of inhibition capabilities of endophytic bacteria directly toward Septobasidium sp. and also test of growth and resistance enhancer using complete randomized design. In addition, endophytic bacteria inoculation method applied pepper seedlings immersion into endophytic bacteria suspension. There are 33 isolated endophytic bacteria obtained from in vitro phases isolated from with a density range of 6.3 x 103-9.2 x 106 cfu g-1 fresh weight of plant tissue samples. Pathogenicity test using hypersensitive reaction resulted of a total of 33 isolates of endophytic bacteria; 10 isolates are pathogenic bacteria and 23 isolates of endophytic bacteria which are non pathogenic used for the next
experiment. The characterization test of the 23 isolates resulted 20 isolates which were able to produce IAA, 3 isolates with nitrogen fixation, 10 with solubilization phosphate activities, 6 with chitinolytic activities, 4 with fluorescent pigments. All of the isolates are not able to produce potassium solubilization activities. Results of antibiosis test against Septobasidium sp. showed 8 isolates (SHA3, SHC9, SKA1, SKA3, SKA4, SKD8, SKD10 and LHD8) which are able to inhibit the growth of Septobasidium sp. between 30.44-78.89% on PDA. In vivo showed that isolates SHC9, SKA3, SKD8, SKD10 and LHD8 significantly reduced the growth of hyphae of Septobasidium sp. and significantly increase the growth of pepper plants. The results obtained are expected to be a source of information about the potential of endophytic bacteria as controlagents for rot branch disease of plant origin pepper, growth promotingagentand resistanceagent pepper plant. Keywords: rot disease branch, endophytic bacteria, pepper, Septobasidium sp.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT BUSUK CABANG (Septobasidium sp.) PADA LADA
MULIANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Elis Nina Herliyana MSi
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan ke khadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Tesis ini yang berjudul “Potensi Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendali Penyakit Busuk Cabang (Septobasidium sp.) pada Lada” dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Dr Ir Bonny PW Soekarno MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Abdul Munif MscAgr selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan arahannya selama proses penelitian hingga penulisan tesis ini. Terima kasih penulis disampaikan kepada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, teman-teman angkatan 2012 dan di Forum Wacana Entomologi-Fitopatologi atas semua bantuan, do‟a dan dorongannya kepada penulis. Rasa hormat dan terima kasih yang mendalam penulis haturkan kepada Ayahanda dan Ibunda atas kasih sayang dan do‟anya selama ini untuk kesuksesan penulis, Penulis mendo‟akan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang Fitopatologi.
Bogor, Februari 2016
Muliani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Busuk Cabang Lada Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendali Hayati Bakteri Endofit sebagai Agens Penginduksi Ketahanan Tanaman Bakteri Endofit sebagai Agens Pemacu Pertumbuhan Tanaman 3 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan Tanaman Contoh Isolasi Septobasidium sp. Eksplorasi Bakteri Endofit pada Lada Uji Reaksi Hipersensitif Karakterisasi Fisiologi Bakteri Endofit Uji Kemampuan Antibiosis Bakteri Endofit pada Septobasidium sp. Uji Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Penghambat Septobasidium sp. pada lada Uji Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Uji Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Pemacu Ketahanan Tanaman 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Bakteri Endofit pada Lada Karakterisasi Fisiologi Bakteri Endofit Kemampuan Antibiosis Bakteri Endofit terhadap Septobasidium sp. Kemampuan Bakteri Endofit terhadap Penghambatan Septobasidium sp. pada lada Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Pemacu Ketahanan Tanaman 5 PEMBAHASAN UMUM 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 3 3 3 3 5 6 9 10 12 12 12 12 13 14 15 15 16 16 18 19 21 23 24 25
30 30 31 37 43
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerapatan populasi bakteri dan jumlah isolat bakteri endofit dari tanaman lada Keragaman bakteri endofit Karakterisasi fisiologi isolat bakteri endofit asal tanaman lada Kemampuan antibiosis bakteri endofit terhadap Septobasidium sp. secara in vitro Pengaruh penghambatan bakteri endofit terhadap hifa Septobasidium sp. pada lada Pengaruh perlakuan isolat bakteri endofit terhadap pertambahan jumlah tunas tanaman lada Pengaruh perlakuan isolat bakteri endofit terhadap pertambahan tinggi tanaman lada Kejadian penyakit Septobasidium sp. pada tanaman lada Pengaruh bakteri endofit terhadap aktivitas peroksidase (POD) pada tanaman lada 3 bulan setelah inokulasi
18 19 20 22 23 24 25 25 26
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Diagram alir penelitian “Potensi bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit busuk cabang (Septobasidium sp.) pada lada” Gejala dan tanda penyakit busuk cabang Septobasidium sp. pada lada Skema uji antibiosis bakteri endofit terhadap Septobasidium sp. Daya hambat isolat bakteri endofit terhadap Septobasidium sp.
4 5 15 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Data isolat bakteri endofit lada: jumlah koloni, kerapatan populasi bakteri, frekuensi kemunculan isolat, dan indeks keragaman Uji reaksi hipersensitif dan ciri-ciri mofologi bakteri endofit lada Daya hambat isolat bakteri endofit terhadap Septobasidium sp. pada lada Pengaruh isolat bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman lada Analisis keragaman penghambatan isolat bakteri terhadap Septobasidium sp. pada lada Analisis keragaman pengaruh isolat bakteri pertambahan tunas lada Analisis keragaman pengaruh isolat bakteri terhadap pertambahan panjang lada Analisis keragaman pengaruh bakteri endofit terhadap aktivitas peroksidase (POD) pada tanaman lada 3 bulan setelah inokulasi
37 38 39 40 41 41 42 42
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditas ekspor di sektor perkebunan yang dapat memberikan kontribusi devisa bagi Indonesia. Dua produk lada Indonesia yang paling dikenal di pasar dunia adalah lada hitam (black pepper) dan lada putih (white pepper). Bentuk pengusahaan lada di Indonesia adalah berupa perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Produksi nasional lada setiap tahun mencapai 91 039 ton pada tahun 2013 dengan luas areal tanam 171 920 ha, sedangkan pada tahun 2014 produksi menjadi 91 908 ton dengan luas areal 172 034 ha, dengan rata-rata produktivitas nasional 0.8 ton/ha. Daerah sentra produksi lada utama di Indonesia adalah Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu dan Sulawesi Selatan (Dirjenbun 2014). Produksi lada di Kalimantan Barat menurun setiap tahun seiring dengan menurunnya luas areal tanam. Tahun 2009 dengan produksi total mencapai 4 620 ton dengan luas areal tanaman 9 629 ha, sedangkan pada tahun 2013 total produksi 3 470 ton dengan luas areal tanam 7 107 ha. Tahun 2014 produksi menurun menjadi 3 416 ton dan luas areal tanam 7 229 ha, dengan jumlah petani 20 475 kepala keluarga (Disbun Kalbar 2014). Penurunan produksi dan luas areal tanaman lada salah satunya disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit penting adalah penyakit busuk cabang lada yang disebabkan oleh Septobasidium sp. yang menyerang tanaman lada di Kalimantan Barat (Suswanto 2009). Tahun 2010 luas serangan Septobasidium sp. mencapai 997.98 ha terdiri atas serangan ringan 794.7 ha dan serangan berat 203.28 ha dari luas areal pengamatan 8 514 ha di 5 kabupaten dari 13 Kabupaten di Kalimantan Barat (BPTP Kalbar 2012). Serangan tertinggi terjadi pada tanaman lada di Kabupaten Bengkayang dengan keparahan penyakit sampai 100% (Rianto 2014). Kerugian akibat penyakit hawar beludru setiap bulan di Kabupaten Bengkayang diperkirakan dapat mencapai Rp 237 juta (BPTP Kalbar 2012). Penyakit busuk cabang lada atau hawar beludru (velvet blight) pertama kali ditemukan pada tanaman lada di India dan sudah tersebar di India, Malaysia dan Indonesia (Sarma et al. 2011; IPC 2016). Penyakit ini sudah dilaporkan pada pertanaman lada di Bangka, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat (Sarma et al. 2011). Di Kalimantan Barat penyakit busuk cabang lada tergolong penyakit baru dan minor yang berpotensi merusak pertanaman lada (Suswanto dan Rianto 2014). Petani lada sering menyebut penyakit ini dengan sebutan penyakit ganggang pirang, mati ranting, penyakit capit udang (Sambas, Kalimantan Barat), penyakit hawar lembut (Serawak, Malaysia) (Suswanto 2009). Tahun 2004 saat awal penyakit busuk cabang atau hawar beludru umumnya dijumpai pada kebun lada yang tidak terawat (Suswanto dan Rianto 2014). Penyakit busuk cabang Septobasidium sp. pada stadia awal tidak menunjukan gangguan pada daun atau cabang tetap segar dan hijau, stadia lanjut bagian tanaman yang terinfeksi, daun atau cabang, akan rontok secara bertahap sampai tanaman mati (Suswanto 2009). Penyakit busuk cabang lada ditandai dengan adanya rizomorf/miselium berwarna coklat kemerahan yang menginfeksi
2
pada bagian cabang. Miselium dapat menyebar ke seluruh cabang dan mengakibatkan kematian jaringan tanaman lada (Suswanto dan Rianto 2014). Miselium akan membentuk 3 lapisan yaitu lapisan pertama berupa jalinan miselia yang melekat pada permukaan jaringan tanaman. Lapisan kedua berupa talus yang tumbuh vertikal seperti pilar sehingga menciptakan ruang antara lapisan bawah dan atas. Lapisan ketiga berupa jalinan himenium yang terbentuk di bagian ujung pilar sehingga memberi kesan sebagai atap penutup (dome) (Gomez dan Horovitz 2001; Henk 2005). Perkembangan penyakit akan berlangsung cepat pada saat musim hujan, sedangkan pada musim kemarau perkembangan penyakit relatif lambat (Rianto 2014; Rianto et al. 2015). Kerugian yang disebabkan oleh penyakit busuk cabang lada dapat menyebabkan batang/cabang mengering sehingga buah tidak berkembang lebih lanjut. Buah lada yang terserang tidak dapat dijadikan lada putih. Selain itu serangan pada tandan buah menyebabkan buah keriput. Perkembangan penyakit yang cepat ini disebabkan oleh faktor tanaman dan lingkungan yang mendukungnya (Rianto 2014). Sampai sekarang petani lada di Kalimantan Barat belum menemukan cara pengendalian penyakit busuk cabang lada secara tepat, baik secara kimiawi maupun pengendalian secara kultur teknis. Banyak petani mengunakan fungisida yang mengandung belerang (Cu) fungisida tidak mampu menekan perkembangan penyakit busuk cabang dan mengakibatkan tanaman menjadi gugur akibat keracunan Cu yang tinggi. Penggunanan agens pengendali hayati bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit busuk cabang lada belum banyak dilaporakan. Bakteri endofit Arthrobacter spp., Bacillus megaterium, B. cereus, Enterobacter sp. Pseudomonas putida, P. aeruginosa, Curtobacterium luteum, Micrococcus spp., dan Serratia spp. pada tanaman lada mempunyai kemampuan menekan pertumbuhan penyakit busuk pangkal batang lada (BPB) yang disebabkan oleh Phytophthora capsici (Aravind et al. 2009a; Aravind et al. 2009b). Bakteri endofit dilaporkan mengendalikan penyakit batang dan penyakit akar yang disebabkan Fusarium oxysporum dan nematoda secara in vitro dan in vivo (Munif dan Harni 2011; Harni dan Munif 2012; Edward et al. 2013). Berdasarkan hasil laporan tersebut diduga bakteri endofit asal lada dapat menekan pertumbuhan penyakit busuk cabang Septobasidium sp. Kado (1992) mendefinisikan bakteri endofit sebagai bakteri yang hidup di dalam jaringan tumbuhan tanpa menimbulkan kerugian dan tanaman memperoleh manfaat atas keberadaannya. Menurut Hallmann et al. (1997), bakteri endofit dapat diisolasi dari jaringan tanaman yang telah dilakukan sterilisasi permukaan atau diekstraksi dari dalam tanaman, dan bakteri ini tidak merugikan tanaman. Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup pada di dalam jaringan tanaman sehat tanpa menimbulkan gejala penyakit pada inang (Carroll 1991). Kriteria untuk mengenali bakteri endofit juga telah dipublikasikan oleh Reinhold-Hurek dan Hurek (1998) yaitu bakteri endofit diisolasi dari jaringan tanaman yang permukaannya telah disterilisasi dan adanya bukti mikroskopik untuk memvisualisasikan tanda keberadaan bakteri di dalam jaringan tanaman. Bakteri endofit dilaporkan berperan sebagai pemacu pertumbuhan (plant growth promoting bacteria) dan agens hayati (biological control agent) pada tanaman lada (Harni dan Ibrahim2011; Munif dan Harni 2011; Harni dan Munif 2012). Baberapa bakteri endofit dilaporkan mampu memfiksasi nitrogen (N2),
3
melarutkan fosfor (P), mendegradasi besi (Fe) sebagai siderofor dan mensinteis fitohormon seperti IAA (Indole-3-aceticacid) (Furnkranz et al. 2009). Eksplorasi bakteri endofit sebagai agens hayati yang potensial sangat penting dilakukan. Bakteri endofit sudah banyak dilaporkan sebagai agens pengendali hayati, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan terhadap patogen (Hallmann et al. 1997; Jasim et al. 2013). Belum banyak laporan penggunaan bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit busuk Septobasidium sp. pada tanaman lada. Sementara itu, penyakit busuk cabang lada merupakan penyakit penting pada tanaman lada di Kalimantan Barat yang dapat mengurangi produktivitas tanaman lada sehingga diperlukan menyusun strategi pengendalian penyakit. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendapatkan bakteri endofit asal lada yang potensial sebagai agens pengendali hayati penyakit busuk cabang dan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman lada. Hipotesis Diduga bakteri endofit mampu menekan dan mengendalikan penyakit busuk cabang pada lada, dapat memacu pertumbuhan tanaman dan memacu ketahanan tanaman lada secara in vitro dan in vivo. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai potensi bakteri endofit asal tanaman lada sebagai agens pengendali penyakit busuk cabang, agens pemacu pertumbuhan dan agens pamacu ketahanan tanaman lada. Ruang Lingkup Penelitian Upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan adalah: (1) melakukan eksprolasi bakteri endofit hal ini dilakukan untuk mendapatkan isolat bakteri endofit non-patogenik dan isolat bakteri potensial. (2) Melakukan uji kemampuan isolat bakteri endofit hal ini dilakukan untuk mendapatkan isolat bakteri endofit yang efektif dalam mengendalikan penyakit busuk cabang Septobasidium sp. (Gambar 1).
4
Eksprolasi bakteri endofit
1. 2. 3. 4.
Isolasi bakteri endofit Uji patogenisitas Karakteristik bakteri endofit Uji antibiosis bakteri endofit
Uji kemampuan bakteri endofit
1. 2. 3.
Hasil : 1. Isolat bakteri endofit non-patogenik 2. Isolat bakteri potensial
Uji daya hambat secara langsung dan tidak langsung terhadap patogen Uji ketahanan tanaman dan pemacu pertumbuhan tanaman Produksi elisitor dan evaluasi terhadap aktivitas peroksidase
Hasil : 1. Bakteri efektif dalam mengendalikan patogen 2. Bakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman
Gambar 1 Diagram alir penelitian “Potensi bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit busuk cabang (Septobasidium sp.) pada lada”
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Busuk Cabang Lada Penyakit busuk cabang lada merupakan penyakit yang menimbulkan kerugian besar pada tanaman lada di Kalimantan Barat. Penyakit busuk cabang lada dapat menyerang semua stadia tanaman lada baik tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan atau saat masa pembibitan. Penyebab penyakit ini adalah Septobasidum sp. dengan tanda penyakit di lapangan pada tanaman sakit berupa lapisan miselium yang menyelimuti bagian batang, cabang, daun maupun buah lada (Gambar 2). Infeksi patogen lebih sering terjadi pada ruas batang (node) yang menghasilkan akar samping (sulur panjat) dibandingkan dengan batang tanpa akar samping (Suswanto 2009).
A B Gambar 2 Gejala dan tanda penyakit busuk cabang Septobasidium sp. pada lada. A, Miselium Septobasidium sp. sudah membungkus pada cabang; B, Gejala stadia awal Septobasidium sp. pada ranting. Perkembangan penyakit busuk cabang Septibasidium sp. akan berlangsung cepat jika terjadi pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau perkembangan penyakit relatif lambat. Miselium berkembang setelah terjadinya hujan akan terlihat pertumbuhan rizomorf yang keluar dari himenium yang telah mengalami keretakan (Rianto et al. 2015). Miselium membentuk 3 lapis yang terbentuk pada jaringan tanaman disebut basidiomata. Basidiomata terdiri lapisan pertama berupa jalinan miselia yang melekat pada permukaan jaringan tanaman yang berwarna coklat kemerahan. Lapisan kedua berupa talus yang tumbuh vertikal seperti pilar sehingga menciptakan ruang antara lapisan bawah dan atas. Lapisan ketiga berupa jalinan himenium yang terbentuk di bagian ujung pilar sehingga memberi kesan sebagai atap penutup, dimana himenium akan menghasilkan basidium yang berbentuk 4 sekat (Gomez dan Horovitz 2001; Henk 2005; Lu dan Gou 2009). Mekanisme kematian tanaman akibat infeksi patogen Septobasidum sp. pada lada bersifat parasit fakultatif yaitu cendawan bertahan dalam kurun waktu lama sebagai saprofit dan hanya dalam kondisi tertentu bersifat parasitik (Suswanto 2009). Kalimantan Barat memiliki iklim hujan tropis yang memiliki bulan basah mencapai 9 bulan dengan ciri utama antara bulan basah dan kering sulit dibedakan. Kejadian penyakit busuk cabang terutama antara bulan November-
6
Februari yang merupakan periode pertumbuhan miselium Septobasidium sp. Serangan yang sudah meluas ini berkaitan erat dengan kondisi tanaman dan juga cuaca yang mendukung perkembangan patogen (Suswanto 2009). Kelembaban udara juga berperan dalam menentukan infeksi, keparahan dan insidensi penyakit busuk cabang atau hawar beludru di lapangan dengan 86% kelembaban udara merupakan kondisi ideal untuk mendukung perkembangan penyakit. Kelembaban udara di sekitar pohon dipengaruhi oleh angin, penyinaran dan juga suhu. Suhu selain mempengaruhi perkecambahan spora juga bisa menentukan lama periode basah. Semakin tinggi suhu akan mengurangi lama periode basah (Rianto 2014). Septobasidium sp. hidup bersimbiosis dengan serangga kutu sisik Unaspis sp. meskipun belum diketahui hubungan antara keduanya (Couch 1930). Septobasidium sp. mampu tumbuh pada kisaran pH 3-6, pertumbuhan optimum pada pH 5.5, suhu optimum perkembangan miselia Septobasidium sp. pada suhu 30.2oC, viabilitas tubuh buah atau miselium mampu bertahan selama 90 hari saat di simpan didalam tanah (Rianto 2014). Septobasidium sp. termasuk dalam divisi: Basidiomycota, kelas: Pucciniomycetes, ordo: Septobasidiales, famili Septobasidiaceae, genus: Septobasidium (Alexopoulos dan Mims 1979). Septobasidium sp. yang memiliki ciri basidium bersekat melintang dan probasidium berdinding tebal sehingga jamur ini memiliki ketahanan yang baik terhadap kondisi lingkungan ekstrim (Lu dan Guo 2009). Menurut Gomez dan Horovitz (2001) ciri-ciri morfologi miselium Septobasidium sp. bersekat warna hialin-kecoklatan, modifikasi miselium berupa haustorium berbentuk gelendong, miselium akan membentuk probasidium bulatoval dan basidium dengan basidiospora yang dapat bertunas meski masih menempel pada basidium. Ciri lain miselium Septobasidium sp. tidak membentuk sel kait (clamp connection). Beberapa spesies telah dilaporkan sebagai patogen tumbuhan seperti S. pilosum, S. bogoriense, S. theae, S. pseudopedicilatum yang menyerang mangga, teh, lada dan jeruk (Couch 1930). Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendali Hayati Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman tersebut dan dapat diisolasi dari jaringan (Hallmann et al. 1997). Bakteri ini dapat hidup pada bagian tanaman seperti akar, batang, daun, dan buah dan jaringan tanaman yang dikolonisasi bakteri endofit memperoleh nutrisi dan perlindungan dari tanaman inangnya (Bacon dan Hinton 2006). Bakteri endofit banyak diteliti sebagai agens pengendali hayati penyakit tanaman. Peranan bakteri endofit pada tanaman sebagai agens pengendali penyakit telah dilaporakan beberapa peneliti. Aravind et al. (2009a) melaporkan bahwa aplikasi bakteri endofit Arthrobacter spp., B. megaterium, B. cereus, Enterobacter sp. P. putida, P. aeruginosa, C. luteum, Micrococcus spp., dan Serratia spp. meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit busuk pangkal bantang lada dan penyakit akar. Bakteri endofit tersebut juga dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh nematoda (Aravind et al. 2009b). Edward et al. (2013) melaporkan bahwa bakteri endofit yang diisolasi dari akar tanaman lada mampu menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit yang
7
disebabkan oleh F. oxysporum. Belum ada laporan penggunaan agens hayati untuk mengendalikan penyakti busuk cabang lada yang disebabkan oleh Septobasidium sp. Banyak spesies dari bakteri endofit yang bersifat antagonis di antaranya B. subtilis, Ralstonia solanacearum, P. fluorescens, P. putida, Agrobacterium radiobacter, A. tumifaciens, Erwinia herbicola, dan Serratia marcescens (Hallmann et al. 1997). Bakteri endofit Gram positif dan Gram negatif telah diisolasi dari beberapa jenis jaringan berbagai jenis tumbuhan. Populasi bakteri endofit melimpah dan beragam. Bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman terutama melalui zona akar, bagian tanaman, seperti bunga, batang, dan kotiledon. Bakteri endofit dapat bersifat obligat ataupun fakultatif dalam mengkolonisasi inangnya. Meskipun bakteri ini memiliki kisaran inang yang luas, namun ada beberapa bakteri endofit yang hanya dapat berasosiasi dengan inang dari famili tertentu. Simbiosis antara tanaman dengan bakteri endofit bersifat netral, mutualisme, atau komensialisme (Bacon dan Hinton 2006). Bakteri endofit merupakan agens hayati yang banyak dikembangkan saat ini untuk pengendalian berbagai penyakit tanaman. Bakteri endofit dilaporkan menghasilkan antibiotik dan enzim pendegradasi yang dapat menghambat perkembangan patogen secara in vitro (Hallmann 2001; Long et al. 2003; Sessitsch et al. 2004), meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen dengan menginduksi reaksi ketahanan tanaman (Benhamou et al. 1996; Kloepper dan Ryu 2006; Harish et al. 2008), dan memacu pertumbuhan tanaman (Sessitsch et al. 2004; Sturz et al. 2010). Bakteri endofit dapat ditemukan di dalam jaringan akar, batang, umbi, daun, benih, dan buah tanaman (Hallmann et al. 1997). Pada banyak tanaman, akar mempunyai jumlah endofit lebih banyak dibandingkan dengan jaringan diatas permukaan (Rosenblueth dan Romero 2004). Kerapatan populasi bakteri endofit pada akar adalah 105, batang 104, dan daun sekitar 103 cfu g-1 (Hallmann et al. 1997). Bakteri endofit umumnya berada dalam ruang interseluler dan pembuluh xilem (Reinhold-Hurek dan Hurek 1998). Compant et al. (2005) melaporkan bahwa strain Bulkholderia sp. ditemukan dalam pembuluh xilem dan ruang substomatal pada tanaman Vitis vinifera. Belum diketahui apakah pembuluh xilem hanya sebagai tempat transportasi bakteri endofit ke bagian lain dari jaringan tanaman atau melakukan perbanyakan diri dalam pembuluh xilem (Hallmann et al. 1997). Mekanisme bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati di antaranya memproduksi bahan campuran antimikrob, kompetisi ruang dan nutrisi, kompetisi mikronutrisi seperti zat besi dan produksi siderofor sehingga tanaman inang menjadi resisten (Bacon dan Hinton 2006). Disamping itu, beberapa bakteri endofit juga menghasilkan senyawa antibiotik seperti phenazines, pyrolnitrin, pycocyanin, phloroglucianol dan enzim ekstraseluler serta asam pseudomonat. Keanekaragaman spesies bakteri endofit merefleksikan banyaknya mekanisme yang mungkin terjadi untuk melawan patogen, yang memungkinkan patogen memproduksi senyawa antibiotik untuk melawan bakteri endofit tersebut (Hallmann dan Breg 2006). Enzim ekstraseluler yang dihasilkan bakteri endofit di antaranya adalah kitinase, protease, dan selulase. Enzim kitinase merupakan enzim penting yang dihasilkan oleh bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen tular tanah,
8
karena enzim ini dapat mendegradasi dinding sel patogen yang terdiri atas kitin seperti dinding sel cendawan, nematoda, dan serangga. Enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri selain berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen, juga digunakan untuk melakukan penetrasi secara aktif ke dalam jaringan tanaman. Benhamou et al. (1996) melaporkan enzim selulase dan pektinase yang dihasilkan P. fluorescens dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk mengkolonisasi daerah interseluler jaringan korteks akar, sehingga terjadi penghambatan invasi patogen. Supramana et al. (2008) menyatakan bahwa P. putida dapat menekan perkembangan penyakit tanaman dengan persaingan ruang dan nutrisi (unsur karbon), merangsang pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman. Huili et al. (2009) melaporkan bahwa Bacillus sp. strain CHM1 dapat menghambat pertumbuhan miselium F. oxysporum dan Rhizoctonia solani dalam uji in vitro. Satu agens biokontrol mungkin memiliki lebih dari satu mekanisme. Keberhasilan pengembangan agens hayati untuk mengendalikan patogen tanaman adalah tergantung dalam pemilihan jenis dan sumber agens hayati yang akan dikembangkan. Pada umumnya jenis agens hayati yang dikembangkan adalah mikrob alami, baik yang hidup sebagai saprofit di dalam tanah, air dan bahan organik, maupun yang hidup di dalam jaringan tanaman (endofit) yang bersifat menghambat pertumbuhan dan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi dengan patogen sasaran, atau bersifat menginduksi ketahanan tanaman. Tahap pertama dalam pengembangan agens hayati adalah seleksi agens hayati nonpatogen. Seleksi dilakukan dengan mengisolasi calon agens hayati dari populasi alaminya, seperti kelompok mikrob saprofit atau non patogen dari tanah atau dari bagian tanaman (Baker dan Cook 2007). Bakteri endofit mengolonisasi relung hidup yang sama dengan patogen tetapi tidak menimbulkan kerusakan pada inangnya (Sigee 1993). Bakteri ini dapat berperan sebagai agens pengendali hayati jika bakteri endofit telah berasosiasi dengan tanaman sebelum patogen menyerang tanaman tersebut (Bacon dan Hinton 2006). Cara kerja bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati antara lain memproduksi bahan campuran antimikrob, kompetisi ruang dan nutrisi, kompetisi mikro nutrisi seperti zat besi dan produksi siderofor, serta dapat menyebabkan tanaman inang menjadi resisten (van Loon 1997). Keanekaragaman spesies bakteri endofit merefleksikan banyaknya cara kerja yang mungkin terjadi untuk melawan patogen, yang memungkinkan patogen memproduksi senyawa antibiotik untuk melawan bakteri endofit tersebut (Bacon dan Hinton 2006). Selain sebagai agens pengendali hayati, hampir semua spesies bakteri endofit juga dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, terutama menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auksin dan sitokinin. Bakteri ini juga dapat meningkatkan kandungan zat besi dalam tanah, fosfor dan nitrogen bagi tanaman (Suzuki et al. 2003). Menurut Bacon dan Hinton (2006) efek dari pertumbuhan tanaman tidak terjadi secara langsung. Jika ada patogen yang menyerang tanaman, bakteri endofit lebih fokus untuk mengendalikan penyakit dari pada memacu pertumbuhan. Mekanisme kerja seperti ini juga terjadi jika terjadi tekanan abiotik pada tanaman seperti saat musim kering atau musim dingin. Bakteri endofit secara tidak langsung dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan menambah jumlah produksi fitohormon dan ketersediaan mineral.
9
Beberapa bakteri endofit dilaporkan mampu sebagai agens pengendali hayati penyakit tanaman. Wei et al. (1991) melaporkan bahwa P. fluorescens strain 68-4 yang diaplikasikan pada benih mentimun mampu mengolonisasi bagian dalam jaringan tanaman dan meningkatkan ketahanan secara sistemik terhadap penyakit antraknosa. Bakteri S. marcescens 90-166 dilaporkan dapat menghasilkan asam salisilat yang digunakan untuk menginduksi ketahanan secara sistemik pada tanaman tembakau yang diinfeksi oleh P. syringae pv. tabaci (Press et al. 1997). Bakteri Endofit sebagai Agens Penginduksi Ketahanan Tanaman Induksi ketahanan tanaman adalah fenomena terjadinya peningkatan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen akibat rangsangan. Ketahanan ini merupakan perlindungan tanaman yang didasari pada mekanisme ketahanan yang dirangsang oleh perubahan metabolik. Induksi ketahanan tanaman terhadap nematoda dapat melalui peningkatan asam salisilat, peroksidase, fitoaleksin, pathogenesis related protein (PR) dan senyawa fenolik (Tian et al. 2007). Mekanisme pengendalian yang lain adalah kompetisi tempat dan makanan dengan patogen (Sikora et al. 2007). Tanaman mempertahankan diri terhadap infeksi patogen dalam bentuk struktur anatomis dan sistem fisiologis yang diaktifkan oleh suatu sinyal (induksi ketahanan). Pertahanan dalam bentuk sistem fisiologis ini bersifat laten dan hanya terjadi apabila ada penginduksi yang tepat (van Loon 1997), seperti infeksi patogen non kompatibel atau terserapnya senyawa bioaktif (Sequeira et al. 1977). Induksi ketahanan tanaman merupakan aktivitas pertahanan tanaman untuk melindungi diri dari patogen atau hama melalui pengaktifan mekanisme ketahanan tanaman (Ouchi 1983). Mekanisme pertahanan tanaman terjadi akibat perlakuan agens penginduksi ketahanan dan infeksi challenge. Agens penginduksi akan diterima dan dikenali oleh reseptor tanaman yang berada diluar dan/atau pada membran sel. Agens penginduksi ketahanan bisa berperan sebagai sinyal itu sendiri atau hanya memacu sintesis sinyal tertentu yang ditransduksikan ke bagian tanaman lain. Sinyal tersebut diproduksi di satu bagian tanaman dan berperan di bagian lain. Transduksi sinyal dapat ditransfer secara intraseluler dan interseluler sehingga menyebabkan perlindungan sistemik. Beberapa sinyal yang terlibat dalam induksi ketahanan adalah asam salisilat (SA), asam jasmonat, sistemin, 2,6 dichloro-isonicotinic (Steiner dan Schönbeck 1995). Pengaktifan reaksi ketahanan ditandai dengan adanya perubahan aktivitas gen tanaman yang diindikasikan oleh suatu metilasi DNA genom setelah aplikasi agens penginduksi tertentu. Dalam ketahanan terinduksi terjadi peningkatan aktivitas enzim dalam lintasan produksi metabolit tertentu seperti kitinase, β-1,3glukanase, peroksidase dan pathogenesis related (PR). Sintesis protein-protein ini tampaknya diregulasi pada level mRNA (Park dan Kloepper 2000). Hoffland et al. (1996) mengemukakan bahwa induksi ketahanan tanaman oleh bakteri non-patogenik umumnya tidak menimbulkan kematian sel (hypersensitivity atau programmed cell death). Dampak fenotipik yang teramati berupa induksi ketahanan secara sistemik (induced systemic resistance atau ISR). ISR ditujukan pada penekanan perkembangan penyakit tanpa adanya hubungan
10
langsung antara bakteri penginduksi dengan patogen pada tempat infeksi. Menurut Sticher et al. (1997), beberapa hal yang membedakan antara mekanisme ISR dengan antagonisme, antara lain: tidak ada pengaruh toksik dari stimulan terhadap patogen, sifat induksi ketahanan menurun bila inhibitor (aktinomisin D) diaplikasikan, dan tidak ada korelasi dengan produksi metabolit toksik dari stimulan. Mulya et al. (1996) melaporkan adanya kelompok bakteri yang mempunyai habitat pada rizosfer tanaman atau disebut dengan rizobakteri yang dapat mengolonisasi jaringan dan menginduksi ketahanan tanaman. Bakteri P. fluorescens PfG32R dapat hidup dalam jaringan daun tembakau dan menginduksi aktivitas enzim fenilalanin amoniliase. Kemampuan hidup dan menginduksi enzim tersebut diduga ada kaitannya dengan keberadaan gen yang memiliki homologi dengan gen asal patogen yang mengode hipersensitivitas danpatogenesitas, yaitu gen hrp. Rizobakteri diaplikasikan melalui pencampuran dengan tanah steril, perendaman akar bibit tanaman atau pelapisan biji (Kloeper dan Ryu 2006). Faktor-faktor yang menentukan induksi ketahanan oleh rizobakteri meliputi produksi asam salisilat, siderofor, dan lipopolisakarida (LPS). Asam salisilat salah satu faktor penentu dalam induksi ketahanan tanaman tembakau terhadap tobacco mosaik virus (TMV) atau ketahanan kacang buncis terhadap Botrytis cinerea (Sticher et al. 1997). Lui et al (1995) menyatakan bahwa sebagai model analisis mekanisme induksi ketahanan tanaman sebagai agens pengendalian hayati dapat dilakukan dengan menyiramkan bakteri atau campuran bakteri ke tanah steril, pencelupan bakteri pada akar bibit tanaman, perendaman benih (coating) dengan suspensi bakteri sebelum disemaikan dan kemudian tanaman diinfeksi dengan patogen. Induksi ketahanan pada tanaman dapat diamati melalui indikator-indikator terjadinya proses induksi tersebut, seperti aktivitas enzim-enzim yang berhubungan dengan ketahanan tanaman dan senyawa-senyawa yang dapat berperan sebagai elicitor induksi ketahanan tanaman. Bakteri Endofit sebagai Agens Pemacu Pertumbuhan Tanaman Bakteri endofit dilaporkan juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (plant growth-promoting). Bakteri endofit yang mengolonisasi jaringan internal tanaman terlindungi dari stres lingkungan dan kompetisi dengan mikrob lain (Hallmann et al. 1997). Backman dan Sikora (2008) melaporkan bahwa keberadaan bakteri endofit di dalam jaringan tanaman selain berperan dalam perbaikan pertumbuhan tanaman (plant growth promotion), juga karena kemampuannya menghasilkan zat pemacu tumbuh, memfiksasi nitrogen, memobilisasi fosfat, dan berperan dalam kesehatan tanaman (plant health promotion). Bakteri endofit juga dilaporkan berperan sebagai pemacu pertumbuhan (plant growth promoting bacteria) dan agens pengendali hayati (biological control agent) melalui mekanisme langsung dan tidak langsung (direct and indirect mechanisms) sebagai penyuplai nutrisi pada tanaman seperti fiksasi nitrogen (N2) melarutkan fosfor (P) mendegradasi besi (Fe) sebagai siderofor.
11
Selain itu juga bakteri dapat mensintesis fitohormon seperti Indole-3-aceticacid (IAA), sitokinin dan menurunkan level etilen pada tanaman (Furnkranz et al. 2009). Bakteri endofit juga dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman seperti kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap serangan hama dan patogen (Ramamoorthy et al. 2001; Ryan et al. 2007). Hal ini dimungkinkan karena beberapa PGPR dapat masuk ke bagian dalam dari akar tanaman dan berasosiasi dengan bakteri endofit (Kloepper dan Ryu 2006). Beberapa bakteri endofit dilaporkan mampu sebagai agens pengendalian hayati penyakit tanaman. S. marcescens 90-166 dilaporkan dapat menghasilkan asam salisilat yang digunakan untuk menginduksi ketahanan secara sistemik pada tanaman tembakau yang diinfeksi oleh P. syringae pv. tabaci (Press et al. 1997). Dasteger et al. (2011) menyatakan bahwa bakteri endofit dari tanaman lada seperti S. nematodiphla dapat memacu pertumbuhan tanaman lada. Jasim et al. (2013) melaporkan bakteri endofit dari tanaman lada Klebsiella sp. (PnB 10) dan Enterobacter sp. (PnB 11) mampu memacu pertumbuhan tanaman lada. Ting et al. (2008) melaporkan bahwa isolat bakteri endofit Serratia UPM39B3 dan cendawan endofit F. oxysporum UPM31P1 mampu meningkatkan pertumbuhan bibit pisang. Kemampuan PGPR untuk menjadi endofit dalam tanaman inangnya menjadi indikasi bahwa secara alami endofit mampu menginduksi respon ketahanan tanaman sama seperti induksi oleh PGPR. Kelebihan lain dari PGPR di antaranya: menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang-kacangan; memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas; meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti fosfat, belerang, besi dan tembaga; memproduksi hormon tanaman; menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan, mengontrol hama dan penyakit tumbuhan dengan memproduksi siderofor, kitinase, selulase, antibiotik, sianida (Soesanto 2008). Bakteri endofit memacu pertumbuhan tanaman melalui sejumlah mekanisme, yaitu: aktivitas pelarutan fosfat, produksi auksin dan produksi siderofor (Verma et al. 2001; Lee et al. 2004; Ryan et al. 2008).
12
3 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2013 sampai bulan April 2015 di Laboratorium Mikologi, Laboratorium Nematologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak, dan Laboratorium Biologi & Kesehatan Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor, serta kebun petani di Kecamatan Galing Kabupaten Sambas. Pengambilan Tanaman Contoh Tanaman contoh sebagai sumber bakteri endofit diambil dari sentra tanaman lada di Kabupaten Sambas. Tanaman contoh diambil adalah tanaman yang sehat tidak tampak gejala dan tanda penyakit, hal ini mengindikasikan adanya mekanisme bakteri endofit di dalam jaringan tanaman. Tanaman sehat dipilih dari tanaman sehat (tidak bergejala) di antara tanaman sehat, tanaman sehat di antara tanaman sakit (bergejala) dan tanaman lada hutan. Tanaman tersebut masingmasing diambil pada bagian akar, cabang dan daun. Isolasi Septobasidium sp. Isolat Septobasidium sp. diperoleh dari koleksi Laboratorium Penyakit Tanaman Fakutas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. Isolat Septobasidium sp. diperbanyak di media kentang dexstrose agar (1000 mL, akuades, 20 g agar, 20 g dexstrose). Eksplorasi Bakteri Endofit pada Lada Bakteri endofit diisolasi dari akar, batang dan cabang lada. Metode isolasi adalah dengan teknik sterilisasi permukaan mengikuti metode dari Edward et al. (2013). Bagian-bagian tanaman lada disterilisasi permukaan secara berurutan dengan cara bagian tanaman direndam di dalam NaOCl 3% selama 3 menit, lalu direndam dengan alkohol 70% selama 1 menit, dan kemudian dicuci sebanyak 3 kali dengan akuades steril. Keefektifan sterilisasi permukaan dapat dilihat dengan cara membiakkan 100 µL akuades bekas pencucian akar yang ketiga pada media TSA 50% dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam. Kontrol dari sterilisasi permukaan, maka air pencucian 0.5 mL ditumbuhkan pada media TSA jika menunjukkan adanya pertumbuhan mikrob maka tidak dapat digunakan, sehingga dilakukan sterilisasi ulang sampai mendapatkan hasil sterilisasi permukaan yang bersih. Bagian tananam yang sudah disterilisasi permukaan dihaluskan menggunakan mortar steril. Potongan contoh (akar, cabang, dan daun) yang sudah halus dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang
13
bersisi 45 mL akuades steril, kemudian dilakukan pengenceran secara berseri sampai 10-3. Sebanyak 100 µL dari pengenceran 10-1-10-3 diinokulasikan pada media TSA 50%, kemudian masing-masing pengenceran diinokulasikan pada 3 cawan petri. Pengamatan terhadap pertumbuhan bakteri endofit dilakukan setelah masa inkubasi 24-48 jam. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah koloni bakteri yang tumbuh dan tipe morfologi koloni (Cappucino dan Sherman 2013). Tipe morfologi koloni bakteri yang diamati yaitu: warna koloni, bentuk koloni (circular, irreguler, filamentous, rizoid), Elavasi (risaid, canvax, Flat, umbulate, craterifom), tepian koloni (entri, undelate, filiform, curled, lobate). Masingmasing koloni menunjukkan perbedaan morfologi dimurnikan kembali pada media TSA 100%. Isolat yang telah dimurnikan diuji patogenisitas. Isolat-isolat bakteri endofit dari satu tanaman contoh yang didapat kemudian dikelompokkan menjadi satu contoh, kemudian dihitung frekuensi kemunculan isolat dalam masing-masing komunitas untuk menentukan isolat yang dominan frekuensi kemunculan isolat bakteri ditentukan berdasarkan jumlah koloni tunggal isolat bakteri pada media isolasi, yang menggunakan rumus :
Fi (x) = Frekuensi isolat (ke-i) dalam komounitas (x) Ni (x) = Jumlah koloni isolat (ke-i) dalam komunitas (x) N = Jumlah total koloni dalam komunitas (x) Indeks keanekaragaman dianalisis berdasarkan Krebs (1978) H’ = -Σ Pi ln Pi Keterangan: H’ = Indeks keragaman Shannon-Wiener Pi = Proporsi jumlah individu di bandingkan jumlah seluruh habitat.
Uji Reaksi Hipersensitif (HR) Uji reaksi hipersensitif dilakukan untuk mengetahui patogenisitas bakteri endofit berdasarkan reaksi pertahanan tanaman yang diwujudkan dalam gejala reaksi hipersensitivitas pada tanaman tembakau (Zou et al. 2006). Isolat bakteri endofit dibiakkan pada 5 ml media TSB 100% kemudian digoyang selama 48 jam. Suspensi bakteri endofit diambil sebanyak 2 ml dengan menggunakan syringe steril dan diinjeksikan pada permukaan bawah daun tembakau. Pengamatan hasil uji dilakukan pada 24-48 jam setelah injeksi. Reaksi yang positif terhadap bakteri yang bersifat patogenik ditunjukkan dengan adanya bercak nekrosis hipersensitif pada bagian daun yang diinjeksikan, sedangkan bagian daun yang tetap berwarna hijau (tidak menunjukkan gejala nekrosis) menunjukkan reaksi yang negatif (bakteri non patogenik). Isolat bakteri endofit yang non patogenik digunakan untuk uji selanjutnya dan disimpan dalam akuades steril, dan akuades ditambah griserol 20%.
14
Karakterisasi Fisiologi Bakteri Endofit Karakterisasi fisiologis dilakukan terhadap isolat bakteri endofit yang menunjukkan potensi pengendalian terhadap penyakit busuk cabang dan pemacu pertumbuhan tanaman lada. Karakter bakteri endofit yang diuji yaitu : produksi IAA, aktivitas kitinolitik, penambat nitrogen, pelarut fosfat, pelarut kalium dan produksi senyawa flourescent. Aktivitas kitinolitik: Tujuan uji akivitas kitinolitik untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri endofit menghasilkan enzim kitnase. Aktivitas kitinolitik diuji pada media koloidal kitin agar dengan komposisi : 0.2% kolidal kitin, 0.2% Na2HPO4, 0.1% KH2PO4, 0.05% NaCl, 0.1% NH4Cl, 0.05% MgSO4 7H2O, 0.05% CaCl2 2H2O, 0.05% yeast extract dan 2% agar, pada pH 6.2 disterilkan, kemudian dituang dalam cawan petri setelah agar beku biakan bakteri digoreskan pada permukaan agar dan diinkubasi pada suhu kamar selama 4 hari. Aktivitas kitinolitik diindikasikan dengan adanya zona bening di sekitar goresan biakan bakteri (Shu dan Lockwood 1975). Produksi IAA: Tujuan produksi IAA untuk melihat isolat bakteri endofit dapat menghasilkan hormon IAA. Bakteri endofit penghasil IAA dilakukan dengan menggunakan media TSB ditambahkan L-triptofan. Isolat bakteri endofit di inkubasi pada media TSB ditambahkan L-Triptofan selama 48 jam, kemudian isolat bakteri endofit ditetes dengan larutan Kovac’s Indol Regent dalam keadaan gelap tunggu sampai 15 menit. Isolat bakteri yang mampu memproduksi IAA ditunjukkan dengan perubahan warna merah pada media (Bric et al. 1991). Penambat Nitrogen: Tujuan uji penambat nitrogen untuk mengetahui isolat bakteri endofit yang dapat menambat nitrogen. Pengujian bakteri penambat nitrogen dilakukan dengan menggunakan medium Nitrogen Free dengan komposisi (perliter) : 5 g K2HPO4, 0.5 g MgSO4·7H2O, 0.2 g CaCl2, 0.02 g NaCl, 0.1 g FeSO4·7H2O, 0.5 g NaMoO4·2H2O, 2 mg MnSO4·H2O, 10 mg 0.5% bromothymol blue dalam 0.2 N KOH - 2 mL, 1.64% FeEDTA dalam larutan 4 mL, agar 2 g, 1000 mL akuades, pada pH 6.8 kemudian bakteri digoreskan pada permukaan agar dan diinkubasi pada suhu kamar selama 4 hari. Aktivitas penambat nitrogen diindikasikan dengan adanya zona bening di sekitar goresan biakan bakteri (Ghevariya dan Desai 2014). Pelarut Fosfat: Tujuan uji pelarut fosfat untuk mengetahui isolat bakteri endofit yang dapat melarutkan fosfat. Pengujian bakteri pelarut fosfat dilakukan dengan mengunakan media Pikovskaya dengan komposisi (perliter) : 10 g glukosa, 2.5 g Ca3 (PO4), 5 g MgCl2·6H2O, 0.25 g MgSO4·7H2O, 0.2 g KCl, 0.1 g (NH4)2SO4, 0.025 g Bromo phenol blue. Setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu ruang dilakukan pengamatan aktivitas fospat yang ditandai dengan terbentuknya zona bening pada media pikovskaya (Ghevariya dan Desai 2014). Pelarut Kalium: Tujuan uji pelarut kalium untuk mengetahui isolat bakteri endofit yang dapat melarutkan kalium. Pengujian bakteri pelarut kalium dilakukan dengan menggunakan media Aleksandrov dengan komposisi (perliter) : 5 g glukosa, 0.5 g estrak yeast, 0.5 g MgSo4.7H2O, 0.006 g FeCl3, 0.1 g CaCO3, 2 g CaPo4, 30 g agar, pada pH 4.5, kemudian bakteri digoreskan pada permukaan agar dan diinkubasi pada suhu kamar selama 4 hari. Aktivitas penambat nitrogen diindikasikan dengan adanya zona bening di sekitar goresan biakan bakteri (Ghevariya dan Desai 2014).
15
Produksi Senyawa Fluorescent: Tujuan uji produksi senyawa fluorescent untuk mengetahui isolat bakteri endofit dapat menghasilkan senyawa fluorescent. Produksi senyawa fluorescent dari bakteri endofit diuji dengan media King’B dengan komposisi 20 g pepton, 1.5 g K2HPO4, 1.5 g MgSO4, 15 mL gliserol, 15 g agar dan 1000 mL akuades. Bakteri endofit digoreskan pada media dan diinkubasi selama 2 hari. Produksi senyawa fluorescent dapat dilihat dengan meletakkan cawan petri di bawah cahaya ultra violet (360 nm) (Schaad et al. 2001). Uji Antibiosis Bakteri Endofit pada Septobasidium sp. Uji antibiosis dilakukan dengan teknik kultur ganda dengan mengacu Edward et al. (2013) yang telah dimodifikasi terhadap Septobasidium sp. pada media PDA. Bakteri endofit uji digoreskan melintang pada pusat media selanjutnya isolat Septobasidium sp. yang berumur 7 hari dengan diameter 0.6 cm diletakkan di antara goresan bakteri uji antara tepi cawan petri dengan jarak 2.25 cm (Gambar 2). Pengamatan dilakukan terhadap zona hambatan (zona bening) yang dihasilkan. Zona hambat dihitung menggunakan rumus: Zona hambat =
–
R1 jarak jari-jari miselium Septobasidium sp. hingga tepi bakteri dan R2 jarak jari-jari miselium Septobasidium sp. hingga tepi cawan. Lebar zona penghambatan adalah lebar zona antara kedua ujung koloni cendawan, diukur pada hari ke-3 setelah kedua koloni cendawan ditumbuhkan pada cawan petri.
Bakteri endofit Septobasidium sp.
Gambar 3 Skema uji antibiosis bakteri endofit terhadap Septobasidium sp. Uji Bakteri Endofit sebagai Penghambat Septobasidium sp. pada Lada Percobaan bakteri endofit sebagai penghambat Septobasidium sp. pada tanaman lada menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas isolat bakteri endofit yang potensial yaitu isolat SHC9, SKA3, SKD8, SKD10, LHD8 dan Kontrol (akuades steril). Data yang diperoleh dianalisis secara statistika dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 95%. Bibit lada yang digunakan adalah bibit yang sudah menunjukkan gejala dan tanda penyakit busuk cabang lada dari hasil perbanyakan petani lada di Kabupaten
16
Sambas, Provinsi Kalimantan Barat yang mempunyai keseragaman. Akar bibit lada dibersihkan dari kotoran media pembibitan dengan air mengalir, kemudian dikeringanginkan. Bibit direndam dalam 2 liter suspensi endofit (konsentrasi 108– 109 cfu mL-1) selama 2 jam, kemudian ditanam dalam pot plastik ukuran 20 cm yang berisi media tanah humus steril dan pupuk kandang steril. Masing-masing isolat bakteri endofit diintroduksikan pada masing-masing ulangan, metode ini mengacu pada Zakry et al. (2010). Perhitungan daya hambat (DH) = [KontrolPerlakuan/Kontrol]x100%. Pengamatan terhadap panjang hifa/meselium Septobasidium sp. Uji Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Percobaan kemampuan bakteri endofit sebagai pemacu perumbuhan tanaman menggunakan rancangan acak lengkap (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas isolat bakteri endofit yang potensial yaitu isolat SHC9, SKA3, SKD8, SKD10, LHD8 dan Kontrol (akuades steril). Data yang diperoleh dianalisis secara statistika dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 95%. Percobaan ini mengikuti metode Zakry et al. (2010) yang telah dijelaskan pada pengujian diatas. Bibit lada yang digunakan adalah bibit varitas Bengkayang yang sehat (tidak bergejala). Pengamatan terhadap pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan jumlah tunas baru. Uji Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Pemacu Ketahanan Tanaman Percobaan kemapuan bakteri endofit sebagai pemacu ketahanan tanaman menggunakan rancangan acak kelompok (RAL) dengan 6 perlakuan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas isolat bakteri endofit yang potensial yaitu isolat SHC9, SKA3, SKD8, SKD10, LHD8 dan Kontrol (akuades steril). Data yang diperoleh dianalisis secara statistika dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 95%. Percobaan ini mengikuti metode Zakry et al. (2010) yang telah dijelaskan pada pengujian diatas. Bibit lada yang digunakan adalah bibit varitas Bengkayang yang sehat (tidak bergejala). Kemudian tanaman tersebut dipelihara selama 3 bulan untuk menumbuhkan tunas baru, kemudian tanaman tersebut disimpan pada kebun yang terinfeksi oleh patogen (Septobasidium sp.) mengacu pada metode Aravind et al. (2009a). Pengamatan dilakukan dengan melihat infeksi oleh patogen pada bibit tersebut. Uji potensi ketahanan dari bakteri endofit dilakukan dengan metode split-root system (Hasky-Gunther et al.1998). Analisis peroksidase. Analisis peroksidase dilakukan 3 bulan setelah aplikasi bakteri endofit dengan mengacu pada metode Harni dan Ibrahim (2011). Aktivitas peroksidase diukur berdasarkan metode pengukuran absorbansi langsung menggunakan spektrofotometer. Akar ditimbang sebanyak 1 g kemudian dihancurkan dengan mortar dalam buffer fosfat 0.01 M, pH 6 dengan perbandingan 1:4. Ekstrak akar disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit pada suhu 4ºC, selanjutnya disaring mengunakan kertas saring Whatman. Supernatan yang diperoleh digunakan sebagai sediaan enzim.
17
Pengamatan aktivitas enzim dilakukan dengan memasukkan sediaan enzim sebanyak 0.2 mL yang sudah diencerkan 1:3 dengan buffer fosfat 0.01 M, pH 6 dimasukkan ke dalam tabung reaksi berdiameter 1 cm yang berisi 5 mL larutan pirogalol 0.5 M dan 0.5 ml H2O2 1%. Suspensi larutan dihomogenkan selama 510 detik dan nilai absorbansinya dihitung pada panjang gelombang 420 nm dengan interval waktu setiap 30 detik selama 150 detik. Apabila nilai absorban terlalu tinggi dapat dilakukan pengenceran terhadap sediaan enzim dengan buffer fosfat. Sebelum dilakukan penghitungan, nilai absorban yang diperoleh, terlebih dahulu dikurangi dengan blanko. Rata-rata nilai absorban (AOD). Unit aktivitas enzim (UAE) dihitung dengan rumus : UAE = AOD x sediaan enzim(ml)/bobot basah kontrol(g). Analisis peroksidase dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
18
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Bakteri Endofit pada Lada Hasil isolasi bakteri endofit dari akar, cabang dan daun tanaman lada diperoleh 33 isolat bakteri endofit, terdiri atas 13 isolat dari tanaman lada yang sehat, 10 isolat dari tanaman sehat di antara tanaman yang sakit dan 10 isolat dari tanaman lada hutan (Tabel 1). Tabel 1 Kerapatan populasi bakteri dan jumlah isolat bakteri endofit dari tanaman lada Kerapatan Jumlah Uji Reaksi Hipersensitif Bagian populasi isolat Tanaman Bakteri non Bakteri tanaman bakteri bakteri patogen patogen -1 (cfu g ) endofit Akar 2.6 x 104 6 5 1 Lada sehat di antara 6 Cabang 1.1 x 10 4 2 2 lada sehat Daun 3.2 x 104 3 0 3 4 Akar 3.7 x 10 4 4 0 Lada sehat di antara Cabang 9.2 x 106 3 2 1 lada sakit 5 Daun 3.1 x10 3 2 1 Akar 1.9 x 104 3 3 0 4 Lada hutan Cabang 3.1 x 10 3 2 1 Daun 6.3 x 103 4 3 1 Total 33 23 10 Populasi bakteri endofit dari masing-masing tanaman contoh berkisar antara 6.3 x 103–9.2 x 106 cfu g-1. Kelimpahan bakteri endofit dari tanaman lada sehat di antara lada sakit lebih besar dibandingkan dengan tanaman lada sehat di antara lada sehat, kisaran populasi sebesar 9.6 x 106 cfu g-1 dan 1.2 x 106 cfu g-1, sedangkan dari lada hutan populasi endofit 5.6 x 104 cfu g-1. Hasil uji patogenisitas dari 33 isolat terdapat 10 isolat yang menunjukkan reaksi positif dan 23 isolat menunjukkan reaksi negatif sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Hasil identifikasi bakteri secara morfologi menunjukkan adanya keanekaragaman bakteri endofit pada tanaman lada, namun dengan tingkat keanekaragaman rendah. Keanekaragaman jenis bakteri pada endofit tanaman lada dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai indeks keanekaragaman pada ketiga kriteria tanaman tersebut bernilai <1 yang menunjukkan tingkat keanekaragaman tergolong rendah, miskin dan cenderung tidak stabil. Bakteri endofit yang mengolonisasi tanaman lada tidak dipengaruhi bagian tanaman lada sehat, tanaman lada sakit maupun tanaman lada liar. Indeks keragaman jenis dikelompokan menjadi 3 kriteria yaitu nilai 1 untuk indeks keragaman jenis kecil (rendah), 2 untuk indeks karagaman jenis sedang, dan lebih dari 3 untuk indeks karagaman tinggi (Southwood dan Anderson 2000).
19
Tabel 2 Keragaman bakteri endofit Tanaman Lada Bagian tanaman Akar Lada sehat di antara lada sehat Cabang Daun Akar Lada sakit di antara lada sakit Cabang Daun Akar Cabang Lada Hutan Daun
Indeks Keragaman 0.78 0.47 0.82 0.96 0.61 0.77 0.78 0.74 0.82
Analisis frekuensi kemunculan masing-masing isolat bakteri endofit dalam satu contoh menujukan beberapa isolat dominan (Lampiran 1) berkisar 0.3–88 % dari isolat yang ada dari contoh yang diisolasi. Isolat bakteri dominan pada tanaman lada menunjukkan perbedaan morfologi koloni, menunjukkan bahwa isolat tertentu memiliki jumlah populasi yang lebih banyak dibandingkan dengan dengan jumlah isolat lainnya. Isolasi bakteri endofit lada pada bagian akar, batang dan daun dari 1 tanaman lada varitas Panniyur-v oleh Aravind et al. (2009a) diperoleh 39 isolat bakteri endofit, dalam penelitian ini diperoleh 33 isolat bakteri endofit jadi tidak berbeda dari penelitian sebelumnya. Perbedaan populasi bakteri endofit terjadi karena aktivitas agens hayati di dalam jaringan tanaman yang dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa pengaruh jenis tanaman, tipe jaringan baik akar, cabang dan daun serta umur tanaman, habitat serta amandemen tanah merupakan faktor yang dapat memengaruhi populasi bakteri endofit (Garbeva et al. 2004; Hallmann dan Breg 2006). Keragaman populasi ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (hujan dan suhu) dan teknik budidaya lada. Cara budidaya tanaman lada, seperti pemupukan yang berlebih dan penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran, waktu, dosis dan konsentrasi, jenis pestisida, dan cara aplikasi dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan keragaman dan kerapatan populasi mikrob di dalam akar dan tanah (Harni 2010). Karakterisasi Fisiologi Bakteri Endofit Hasil analisis karakter fisiologi bakteri endofit menunjukkan bahwa beberapa isolat menunjukkan hasil yang bervariasi. Sebanyak 23 isolat bakteri yang dianalisis menunjukkan keunggulan sebagai penghasil enzim kitinolitik, IAA, penambat nitrogen, pelarut fosfat, penambat kalium dan senyawa fluorescent (Tabel 5). Isolat bakteri SHA4, SKA2, SKA3, SKC5, SKC6 dan LHD10 yang mampu menghasilkan enzim kitinolitik berasal dari contoh akar, cabang dan daun. Bakteri kitinolitik merupakan kelompok bakteri yang mampu menghasilkan enzim kitinase untuk menguraikan zat kitin (Pleban et al. 1997; Harni dan Amaria 2012). Pleban et al. (1997) melaporkan bahwa bakteri P. fluoresens dan Bacillus sp. menghasilkan enzim kitinolitik yang mampu mendegradasi jaringan kitin pada
20
cendawan patogen Helminthosporium maydis dan Pyricularia oryzae. Menurut Harni dan Amaria (2012) bakteri kitinolitik mampu menghambat perkembangan P. capsici. Hallmann et al (1997) menjelaskan enzim seperti kitinase, protease dan selulase serta senyawa sekunder lainnya sangat berperan terhadap induksi ketahanan tanaman. Bakteri P. stutzeri menghasilkan enzim ekstraseluler kitinase dan β-1,3-glukanase yang dapat mendegradasi lapisan kitin dan glukan pada dinding sel miselium cendawan (Compant et al. 2005). Tabel 3 Karakteristik fisiologi isolat bakteri endofit asal tanaman lada Produksi No senyawa fluorescent 1 SHA1 + + 2 SHA2 3 SHA3 + + 4 SHA4 + + + + 5 SHA5 + 6 SHC7 + 7 SHC9 + 8 SKA1 9 SKA2 + + + + 10 SKA3 + + + 11 SKA4 + + 12 SKC5 + + 13 SKC6 + + 14 SKD8 + + + 15 SKD10 + + 16 LHA1 + + 17 LHA2 + 18 LHA3 + 19 LHC5 + 20 LHC6 + + 21 LHD8 + + + 22 LHD9 + + 23 LHD10 + + SH: lada sehat di antara lada sehat, SK: lada sehat di antara lada sakit, LH: lada hutan, A: akar, C: cabang, D: daun, (-) reaksi negatif dan (+) reaksi positif. Kode Isolat
Produksi Aktivitas Penambat IAA kitinolitik nitrogen
Pelarut fosfat
Pelarut kalium
Hasil analisis IAA menunjukkan bahwa hampir semua isolat bateri endofit memproduksi IAA kecuali isolat SHA2, SKA1, dan LHC6. IAA merupakan salah satu karakteristik bakteri yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Shabab et al. 2009) dan toleran terhadap stres lingkungan abiotik (suhu dingin, antibiotik dan radiasi ultraviolet) dan stres pada media antibiotik (ampicillin, chloramphenicol, carbenicillin dan vancomycin) (Bianco et al. 2006). Bakteri penghasil IAA juga dapat meningkatkan panjang akar dan jumlah daun pada tanaman jagung (Khan dan Doty 2009). Isolat Azotobacter, Klebsiella sp. (PnB 10) dan Enterobacter sp. (PnB 11), S. nematodiphla dari lada juga mampu menghasilkan zat pengatur
21
tumbuh, seperti IAA (Wedhastri 2002; Dasteger et al. 2011; Jasim et al. 2013). Bacon dan Hinton (2007) menjelaskan bahwa bakteri endofit dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auksin dan sitokinin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bakteri P. fluorescens menghasilkan fitohormon seperti IAA yang dapat memacu perakaran jagung (Benizri et al. 1998; Khan dan Doty 2009). Analisis isolat bakteri endofit yang dapat menambat nitrogen pada isolat SHA4, SKA2 dan LHC6. Hasil penelitian Khan dan Doty (2009) fungsi nitrogen pada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein dalam tanaman, melebarkan daun, menjadikan daun lebih hijau. Bakteri S. nematodiphla, Klebsiella sp. (PnB 10) dan Enterobacter sp. (PnB 11) mampu menyediakan nitrogen pada tanaman lada (Dasteger et al. 2011; Jasim et al. 2013). Bakteri penambat nitrogen di antaranya Pseudomanas spp., Enterobacteriaceae, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum dan Herbaspirillum telah terbukti mampu menambat nitrogen dari perakaran (James dan Oliveres 1997). Berdasarkan analisis pada media Pikovskaya menunjukkan isolat bakteri endofit SHA1, SHA3, SHA4, SKA2, SKA3, SKD8, LHD1, LHC6, LHD8 dan LHD9 dapat melarutkan fosfat. Tilak et al. (2005) menjelaskan Pseudomonas, Bacillus, Mycobaterium, Serratia spp. merupakan kelompok bakteri yang dapat melarutkan fosfat dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit Klebsiella sp. (PnB 10) dan Enterobacter sp. (PnB 11) dari tanaman lada dapat melarutkan fosfat (Jasim et al. 2013). Uji fluorescent merupakan salah satu uji yang memberikan kemudahan untuk dapat membedakan bakteri Pseudomonas sp. kelompok fluorescent dengan kelompok bakteri lainnya. Ciri khas P. fluorescens adalah berpendar di bawah sinar ultraviolet. Fluoresensi ini dihasilkan oleh pigmen fluorescent berupa senyawa fluoresein atau pioverdin yang akan terbentuk apabila bakteri tumbuh pada media yang kurang unsur besi seperti media King’s B. Kelompok bakteri penghasil pigmen flourescent merupakan kelompok bakteri Pseudomonas yang menghasilkan pigmen flourescent (Schaad et al. 2001). Kemampuan Antibiosis Bakteri Endofit terhadap Septobasidium sp. Hasil uji kemampuan antibiosis isolat bakteri endofit terhadap Septobasidium sp. mempunyai daya hambat yang bervariasi dengan kisaran 0.00– 78.89% (Tabel 4). Nilai persentase kemampuan daya hambat dari 23 isolat bakteri endofit yang dilakukan uji antibosis, sebanyak 8 isolat bakteri endofit menunjukkan antibiosis lebih dari 30% terhadap Septobasidum sp. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri endofit Arthrobacter spp., B. megaterium, B. cereus, Eneterobacter sp. P. putida, P. aeruginosa, C. luteum, Micrococcus spp., dan Serratia spp. dapat menekan pertumbuhan P. capsici sebesar 44.4–94.4% (Aravind et al. 2009a; Aravind et al. 2009b). Senyawa yang dihasilkan isolat bakteri endofit menghasilkan senyawa antibotik terhadap patogen. Edward et al. (2013) juga melaporkan bahwa isolat bakteri endofit genus Bacillus dan genus Pseudomonas dari tanaman lada mampu menekan perkembangan Phytophthora sp. secara in vitro. Bakteri endofit
22
mempunyai kemampuan dalam menghambat perkembangan Septobasidium sp. namun dengan tingkat kemampuan daya hambat yang berbeda (Gambar 4). Tabel 4 Kemampuan antibiosis bakteri endofit terhadap Septobasidum sp. secara in vitro No Isolat Daya Hambat (%)a 1 SHA1 9.8±2.4 2 SHA2 6.5±2.6 3 SHA3 30.8±5.5 4 SHA4 10.8±2.6 5 SHA5 8.3±2.8 6 SHC7 4.6±3.4 7 SHC9 49.1±3.2 8 SKA1 76.2±4.2 9 SKA2 1.5±1.5 10 SKA3 30.4±2.6 11 SKA4 63.4±5.0 12 SKC5 7.5±2.9 13 SKC6 0.0±0.0 14 SKD8 67.0±3.4 15 SKD10 67.9±4.3 16 LHA1 15.0±0.0 17 LHA2 0.0±0.0 18 LHA3 15.0±0.0 19 LHC5 0.0±0.0 20 LHC6 0.0±0.0 21 LHD8 78.9±6.3 22 LHD9 16.9±4.1 23 LHD10 16.9±4.1 Keterangan: a, pengukuran dilakukan pada hari ke-3.
be
be s
s
s
be s
s
s
A C B Gambar 4 Daya hambat isolat bakteri endofit terhadap Septobasidium sp. s, Septobasidium sp.; be, bakteri endofit; A, isolat LHD8; B, isolat SKD10; C,isolat SKD8.
23
Kemampuan Bakteri Endofit terhadap Penghambatan Septobasidium sp. pada Lada c Berdasarkan hasil penelitian pengaruh bakteri endofit pada 5 minggu setelah inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap penghambatan hifa Setobasidium sp., namun pada 10 minggu setelah inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap penghambatan hifa Septobasidium sp. isolat SHC9, SKA3, SKD10 dan LHD8 dibandingkan kontrol (Tabel 5). Isolat SKD10 mempunyai aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap perkembangan Septobasidium sp. sebesar 70.78%. Tabel 5 Pengaruh penghambatan bakteri endofit terhadap hifa Septobasidium sp. pada lada 5 MSI 10 MSI 15 MSI Pertambahan Daya Pertambahan Daya Pertambahan Daya Isolat panjang hifa hambat panjang hifa hambat panjang hifa hambat (cm) (%) (cm) (%) (cm) (%) SHC9 1.2ab 38.1 2.2b 45.6 2.7b 45.0 SKA3 1.2ab 43.7 2.1b 49.4 2.7b 45.9 SKD8 1.4ab 32.3 2.2b 36.0 2.5b 47.2 SKD10 0.6b 66.2 1.0b 74.7 1.4b 70.8 LHD8 1.3ab 36.8 2.5b 42.7 2.8b 47.1 Kontrol 2.1a 4.1a 4.9a Keterangan: Rataan selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 95%. MSI : minggu setelah inokulasi Bakteri endofit mempunyai mekanisme tersendiri dan mempunyai lebih dari satu mekanisme penghambatan. Bakteri endofit asal lada dapat menghambat pertumbuhan patogen tular tanah seperti P. capsici pada lada karena memiliki mekanisme bersifat antibiosis, aktivitas mikroparasitisme dan menghasilkan selulase, kitinase dan siderofor (Harni dan Amaria 2012). Bakteri yang mempunyai kemampuan menghasilkan enzim ekstraseluler kitinase dan β-1,3glukanase dapat melisis senyawa kitin dan glukan pada dinding sel cendawan (ElKatatny et al. 2000). Bakteri kitinolitik dilaporkan memiliki potensi sebagai pengendali hayati misalnya P. syringae, Burkholderia cepasia, B. subtilis, A. radiobacter, Enterobacter cloacae dan Streptomyces griseoviridis, Actinomycetes (Tahtamouni et al. 2006). Kemampuan antibiosis bakteri endofit asal lada B. megaterium, B. cereus, Bacillus sp., dan Enterobacter sp. dapat menghambat 41–43% miselia dan perkembangan spora F. oxysporum secara in vitro (Edward et al. 2013). Menurut Aravind et al. (2009b) bakteri endofit asal tanaman lada yaitu P. Aeruginosa, P. putida, dan B. megaterium secara in vitro mempunyai kemampuan antibiosis 84% terhadap miselium P. capsici dan secara in vivo dapat menghambat 70% zoospora P. capsici. Kemampuan kolonisasi akar oleh bakteri endofit dipengaruhi oleh faktor intrinsik dari mikrob dan cara aplikasi (Raajimakers et al. 1995). Ketika kolonisasi bakteri endofit terjadi pada akar tanaman, bakteri memberikan respon
24
ketahanan terhadap perkembangan patogen (Bakker et al. 2007). Faktor yang penting adalah kemampuan kolonisasi bakteri endofit pada tanaman sebagai agens pengendalian hayati penyakit tanaman. Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Isolat SKA3 dan SKD10 merupakan isolat yang dapat meningkatkan pertambahan tunas lada pada minggu ke-10 dan 15 dibandingkan dengan isolat SHC9, SKD8 dan LHD10 pada tabel 6. Tabel 6 Pengaruh perlakuan isolat bakteri endofit terhadap pertambahan jumlah tunas tanaman lada Pertambahan jumlah tunas Isolat 5 MSI 10 MSI 15 MSI SHC9 1.6a 4.1abc 6.3ab SKA3 1.5ab 4.7ab 9.0a SKD8 0.6c 3.2bc 6.8ab SKD10 1.6a 5.6a 8.4a LHD8 0.7bc 3.3bc 5.4ab Kontrol 0.9abc 2.5c 4.1b Keterangan: Rataan selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 95%. MSI: minggu setelah inokulasi Isolat bakteri menunjukkan bahwa keberadaan bakteri endofit dalam jaringan tanaman dalam jumlah tertentu tidak mengganggu proses fisiologis tanaman lada. Menurut Bacon dan Hinton (2007) respon antara bakteri endofit dan inang yang tidak memberikan pengaruh fisologis (netralisme) atau menguntungkan tanaman inang (komensalisme) serta dapat menguntungkan tanaman inang (mutualisme). Menurt Hallmann (2001) mikrob endofit dalam peningkatan pertumbuhan tanaman berperan sebagai pelarut nutrisi (pelarut fosfat), fiksasi nitrogen, dan produksi hormon pertumbuhan. Bacon dan Hinton (2007) menyatakan ketersedian nutrisi tanaman seperti nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya serta hormon petumbuhan seperti etilen auksin dan sitokinin dihasilkan oleh bakteri endofit. Kelompok bakteri endofit yang dapat mengikat nitrogen antara lain Azospirillum, Azotobacter, Acetobacter diazotrophicus, Azoarcus, kelompok pelarut fosfat Pseudomonas, Bacillus, Mycobaterium, Serratia spp. (Tilak et al. 2005). Peningkatan hormon IAA (indol-3- acetic acid) pada tanaman juga mampu dipacu oleh adanya aktivitas bakteri endofit pada jaringan tanaman (Eliza 2004). Selain itu bakteri yang bersifat pemacu pertumbuhan tanaman juga mempunyai enzim ketahanan pada patogen berupa enzim peroksidase dan asam salisilat (Hallmann 2001). Hasil pengamatan tinggi tanaman lada pada minggu ke-5 sampai 10 belum memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman lada, sedangkan pada minggu ke15 isolat SKA3 dan SKD10 memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman lada dibandingkan dengan kontrol (Tabel 7).
25
Tabel 7 Pengaruh perlakuan isolat bakteri endofit terhadap pertambahan tinggi tanaman lada Pertambahan tinggi tanaman lada (cm) Isolat 5 MSI 10 MSI 15 MSI SHC9 9.5ab 13.8ab 30.8abc SKA3 11.5ab 25.3ab 40.0a SKD8 7.4ab 18.4ab 24.1bc SKD10 11.9a 28.6a 33.8ab LHD8 7.5ab 17.5ab 21.9bc Kontrol 5.8b 13.8b 16.8c Keterangan : Rerataan selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 95%. MSI: minggu setelah inokulasi Menurut Jasim et al (2013) isolat bakteri endofit asal lada Klebsiella sp. dan Enterobacter sp. dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Beberapa hormon auksin, giberelin, sitokinin dan etilen dapat dihasilkan oleh rizobakteri dan bakteri endofit (Suzuki et al. 2003; Khan dan Doty 2009). Beberapa hormon tersebut dapat memacu pertumbuhan tanaman (plant growth promoting) dan pengendalian hayati (Khan dan Doty 2009). Efek auksin terhadap tanaman dapat memacu pemanjangan sel batang dan meningkatkan koleoptil, meningkatkan kekuatan pada dinding sel, memacu pertumbuhan lateral, memperlambat penuaan daun, serta mengatur perkembangan buah (Strange 2003). Hasil penelitian Harni dan Munif (2012) melaporkan bahwa perlakuan isolat bakteri endofit tunggal atau gabungan dapat meningkatkan tinggi, lingkar batang, jumlah daun, luas area daun dan indeks area daun lada dibandingkan dengan tanaman kontrol. Ting et al. (2008) mengatakan bahwa peningkatan auksin dan sitokinin tanaman merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan bakteri endofit sebagai PGPR. Uji Kemampuan Bakteri Endofit sebagai Pemacu Ketahanan Tanaman Hasil penelitian inokulasi bakteri endofit isolat (SHC9, SKA3, SKD8, SKD10, dan LHD8) pada bibit lada terhadap kejadian penyakit pada bibit lada (Tabel 8) pada minggu ke-15 perlakuan isolat bakteri endofit tidak menujukkan terjadinya kejadian penyakit busuk cabang pada tanaman lada secara alami di lapangan. Tabel 8 Kejadian penyakit Septobasidium sp. pada tanaman lada Kejadian penyakit (%) Isolat 5 Minggu 10 Minggu 15 Minggu SHC9 0.00 0.00 0.00 SKA3 0.00 0.00 0.00 SKD8 0.00 0.00 0.00 SKD10 0.00 0.00 0.00 LHD8 0.00 0.00 0.00 Kontrol 0.00 0.00 0.00
26
Hasil analisis tidak menunjukkan terjadinya penyakit pada perlakuan kemungkinan disebabkan oleh suhu, kelembapan udara (RH) dan curah hujan yang mempunyai kontribusi yang kuat dalam terjadinya infeksi penyakit busuk cabang Septobasidium sp pada lada hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rianto (2014). Menurut Rianto (2014) menyatakan bila suhu diatas kisaran optimum akan menyebabkan perkembangan penyakit terlambat. Sinar matahari secara langsung dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Penghambatan perkembangan keparahan penyakit bisa terjadi akibat aktivitas infeksi dan perkembangan cendawan terganggu, dalam hal tanaman perlakuan tidak ternaungi. Perubahan cuaca akan memengaruhi perkembangan penyakit karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan patogen penyakit. Pengaruh perbedaan cuaca terhadap tanaman tergantung pada jenis tanamannya. Perlakuan endofit yang diberikan pada bibit lada menunjukkan daun dan cabang lebih hijau dan toleran terhadap kering. Menurut Rianto (2014) menyatakan lada untuk tumbuh baik mempunyai daya toleransi terhadap lingkungan. Tanaman tidak terlalu toleran terhadap panas dan kekeringan mendukung untuk pertumbuhan dapat menjadikan tanaman mudah diinfeksi oleh patogen. Secara alami infeksi Septobasidium terjadi antara bulan April sampai Nopember, pada bulan Mei sampai Juni Septobasidium akan menghasilkan dan membentuk probasidium, pada musim semi atau awal musim panas probasidium akan menginfeksi tanaman dengan masa inkubasi yang cukup lama pada tanaman berkayu di didaerah sub tropis (Couch 1930). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri endofit Arthrobacter spp., B. megaterium, B. cereus, Enetrobacter sp. P. putida, P. aeruginosa, C. luteum, Micrococcus spp., dan Serratia spp. asal tanaman lada menunjukkan kemampuan dalam menekan pertumbuhan penyakit busuk pangkal batang lada yang disebabkan oleh P. capsici (Aravind et al. 2009a; Aravind et al. 2009b). Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakukan isolat bakteri endofit tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas peroksidase (POD) (Tabel 9). Aktivtias peroksidase tertinggi pada isolat LHD8 (0.0062 UEA menit-1). Perlakuan bakteri endofit pada isolat SHC9, SKA3, SKD8, dan SKD10 aktivitasnya rendah dibandingkan dengan kontrol. Tabel 9 Pengaruh bakteri endofit terhadap aktivitas peroksidase (POD) pada tanaman lada 3 bulan setelah inokulasi Isolat Aktivitas POD (UEA menit-1) SHC9 0.0047a SKA3 0.0045a SKD8 0.0030a SKD10 0.0050a LHD8 0.0062a Kontrol 0.0060a Keterangan: Rataan selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 95%
27
Induksi ketahanan tanaman lada terhadap Septobasidum sp. dengan peningkatan peroksidase, polifenol oksidase, fenilalanin amonia liase, fenol, kitinase, dan β-1.3 glukanase. Peningkatan aktivitas peroksidase dan polifenol oksidase juga terjadi pada tanaman kontrol (tanpa perlakuan bakteri endofit). Aktivitas peroksidase berperan penting dalam mekanisme penguatan dinding sel tanaman (lignifikasi) dan produksi senyawa-senyawa fenolik. Penguatan dinding sel tanaman dapat menghambat proses infeksi awal patogen karena patogen memerlukan nutrisi dari dalam sel tanaman. Selain itu, sel tanaman berperan sebagai tempat berlangsungnya mekanisme yang mengatur aktivitas respon pertahanan tanaman terhadap serangan patogen. Menurut Silva et al. (2004) pembentukan hidrogen peroksidase dan terjadinya lignifikasi diakibatkan tingginya aktivitas peroksidase dapat menghambat proses infeksi secara langsung atau pembentukan radikal bebas yang mempunyai efek antimikrob. Kekuatan mekanik sel tanaman terhadap penetrasi patogen dalam ruang mikrofibil dinding sel tanaman dapat mendegeradasi enzimenzim patogen dan mengalirkan nutrisi dan toksin. Peroksidase mempunyai fungsi sebagai katalis polimerasi monolignols (alkohol p-caumaryl, coniferyl, dan sinapyl) yang menyusun lignin (Strange 2003). Menurut Rahayuningsih et al. (1989), aktivitas polifenol oksidase dapat menginduksi ketahanan tanaman lada dari infeksi Phytoptora palmivora. Ketahanan terhadap infeksi patogen akibat dari peningkatan aktivitas polifenol oksidase yang tinggi sehingga menghasilkan toksin dalam konsentrasi tinggi (Agrios 2005). Peran bakteri endofit dalam ketahanan tanaman di antaranya menghasilkan senyawa metabolit seperti enzin peroksidase, peningkatan aktifitas kitinase, β-1,3 glucanase, dan patogenesis related protein, fitoaleksin yang merupakan bagian dari proses mekanisme menstimulasi tanaman untuk menginduksi ketahanan tanaman (Press et al. 1997). Senyawa-senyawa pertahanan tanaman seperti lignin, kitin dan beberapa senyawa lain yang menyusun dinding sel merupakan senyawa yang dihasilkan oleh enzim peroksidase (Hallmann 2001). Laporan Harni et al. (2011) menguji mekanisme bakteri endofit yang berasal dari tanaman nilam di antaranya Achromobacter xylosoxidans, B. subtilis, Alcaligenes faecalis, B. cereus, dan P. putida dapat meningkatkan kadar asam salisilat, peroksidase dan fenol untuk ketahanan tanaman.
28
5 PEMBAHASAN UMUM Aplikasi bakteri endofit dalam mengendalikan penyakit busuk cabang lada merupakan salah satu pengendalian hayati yang dapat dikembangkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri endofit dapat mengendalikan penyakit penting lada seperti penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh P. capsici dan penyakit akar yang disebabkan oleh F. oxysporum dan nematoda (Aravind et al. 2009a; Aravind et al. 2009b; Edward et al. 2013), dan menginduksi ketahanan serta mamacu perumbuhan pada tanaman lada (Munif dan Harni 2011; Harni dan Ibrahim 2011; Harni dan Munif 2012). Untuk mendapat bakteri endofit yang potensial sebagai agens pengendalian hayati penyakit busuk cabang lada, diperlukan serangkaian penelitian dan kajian. Hasil isolasi bakteri endofit dari akar, cabang dan daun lada diperoleh 33 isolat bakteri endofit dengan kisaran populasi antar 6.3 x 103–9.2 x 106 cfu g-1. Isolat bakteri yang berhasil diisolasi dari tanaman lada sehat di antara tanaman lada sehat 13 isolat, lada sehat di antara lada sakit 10 isolat, dan lada hutan 10 isolat. Uji reaksi hipersensitif dari 33 isolat bakteri endofit 10 isolat menujukkan bakteri bersifat patogenik. Aravind et al. (2013) melaporkan hasil dari isolasi bakteri endofit dari akar, batang dan daun tanaman lada varitas Panniyur-V (india) berhasil mendapatkan 39 isolat bakteri. Karakterisasi fisiologi dari 23 isolat bakteri endofit menunjukkan potensi isolat bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati dan sebagai pemacu pertumbuhan. Dalam hal ini isolat bakteri endofit mempunyai aktivitas kitinolitik, mampu memproduksi IAA, sebagai penambat nitrogen, pelarut fosfat, pelarut kalium dan mampu memproduksi senyawa fluorescent. Bakteri kitinolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim kitinase yang bersifat anti fungi (Pleban et al. 1997; Harni dan Amaria 2012). Karakteristik bakteri sebagai agens pemacu perumbuhan mampu memprodusi IAA sebagai zat pengatur tumbuh seperi etilen, auksin, dan sitokinin (Widhastri 2002; Bacon dan Hiton 2007; Dasteger et al. 2011; Jasim et el. 2013). Bakteri endofit penambat nitrogen non simbiotik dan pelarut fosfat, bakteri dapat menyediakan sumber nitrogen dan fosfat yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Dasteger et al. 2011; Jasim et al. 2013). Senyawa yang dihasilkan kelompok bakteri Pseudomonas yang menghasilkan senyawa fluorescent banyak dilaporkan sebagai agens pengendali hayati (Aravind et al. 2009b). Pendekatan seleksi bakteri endofit pada tanaman yang dilakukan umumnya adalah dengan mengaplikasikan isolat yang menunjukkan kemampuan antibiosis dan kompetisi tertinggi terhadap patogen. Nilai persentase kemampuan antibiosis dari 23 isolat bakteri endofit yang diuji, 8 isolat bakteri memiliki nilai lebih dari 30% daya hambat terhadap Septobasidium sp. Aravind et al. (2009b) menyatakan bahwa bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman lada mampu menekan perkembangan P. capsici sebesar 44.4-94.4% daya hambat. Dengan demikian dipilih 5 isolat bakteri endofit yang potensial yaitu SHC9, SKA3, SKD8, SKD10 dan LHD8. Isolat terpilih yang diuji kemampuan daya hambat Septobasidium sp. pada tanaman adalah lada isolat SKD10 mempunyai daya hambat tertinggi yaitu sebesar 70.8%. Bakteri endofit memiliki mekanisme yang bersifat antibiosis, aktivitas mikroparasitisme dan menghasilkan enzim anti fungi (kitinase) yang
29
dapat menekan perkembangan miselium Septobasidium sp. pada bibit tanaman lada. Isolat terpilih SHC9, SKA3, SKD8, SKD10 dan LHD8 di uji kemampuan dalam memacu perumbuhan dan ketahanan tanaman lada, isolat SKA3 dan SKD10 merupakan isolat bakteri yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman lada baik pertambahan jumlah tunas atau tinggi tanaman lada. Bakteri endofit berperan sebagai menyediakan nutrisi bagi tanaman seperi nitrogen, fosfat, dan mineral lain serta hormon pertumbuhan seperti auksin, etilen, sitokinin (Bacon dan Hinton 2007). Kemampuan mengolonisasi bakteri endofit pada jaringan tanaman merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kemampuan bakteri endofit dalam memacu pertumbuhan tanaman lada. Uji kemampuan endofit sebagai pemacu ketahanan tanaman dibuktikan dengan tidak terjadinya kejadian penyakit (KP) selama masa pengamatan 15 minggu baik tanaman perlakuan dan kontrol. Faktor lain yang mempengaruhi tidak terjadinya penyakit kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan. Rianto (2014) melaporkan bahwa kontribusi lingkungan faktor penting terhadap infeksi penyakit Sebtobasidium sp. pada tanaman lada. Faktor biotik (patogen) belum diketahui dalam proses patogenesis pada lada.
30
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan pada tanaman lada dapat diisolasi bakteri endofit yang mempunyai potensi untuk mengendalikan penyakit busuk cabang Septobasidium sp. pada lada. Isolat SKA3 dan SKD10 merupakan bakteri endofit potensial yang mampu menghambat perkembangan Septobasidium sp. penyebab penyakit busuk cabang dan mampu memacu pertumbuhan tanaman lada.
Saran Perlu dilakukan penelitian leibh lanjut untuk mengetahui terjadinya infeksi Septobasidium sp. di lapangan sehingga diketahui mekanisme ketahanan tanaman terhadap perlakuan bakteri endofit.
31
DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Edisi ke-5. New York (US):Academic Press. Alexopoulos CJ, Mims CW. 1979. Introductory Mycology. Edisi ke-3. New York (US):Jonh Wiley & Sons. Aravind R, Antony D, Santosh J, Epen, Kumar A, Ramana KV. 2009a. Isolation and evaluation of endophytic bacteria against plant parasitic nematodes infesting black pepper (Piper nigrum L.). Ind J Nematol. 36(2):211-217. Aravind R, Kumar A, Eapen SJ, Ramana KV. 2009b. Endophytic bacterial flora in root and stem tissues of black pepper (Piper nigrum L.) genotype: isolation, identification and evaluation against Phytophthora capsici. Lett Appl Microbiol. 48(1):58–64.doi:10.1111/j.1472-765X.2008.02486.x. Backman PA, Sikora RA. 2008. Endophytes: an emerging tool for biological control. Biol Control. 46(1):1-3. doi:10.1016/j.bio control.2008.03.009. Bacon CW, Hinton DM. 2007. Bacterial edophytes : The endophytic niche, its occupants, and its utility. Di dalam: Gnanamanickam SS, editor. PlantAssociated Bacteria. Netherland (NL):Springer. Hlm 155-195. Baker K, Cook RJ. 2007. Biological Control of Plant Pathogens. Di dalam Kelman A. Sequeira. editor. San Francisco (US):Freeman Camp. Bakker PAHM, Pieterse CM, Van Loon LC. 2007. Induced systemic resistance by fluorescent Pseudomonas spp.. Phytopathol. 97(2):239-243.doi: 10.1094/PHYTO-97-2-0239. Benhamou N, Kloepper JW, Quadt-Hallmann A, Tuzun S. 1996. Induction of defense-related ultra-structural modifications in pea root tissues inoculated with endophytic bacteria. Plant Physiol.112: 919–929. Benizri E, Courtade C, Guckert A. 1998. Role of maize root exudates in the production of auxin by Pseudomonas fluorescens M3.1. Soil Biol Biochem. 30(10-11):1481-1482. Bianco C, Imperlini E, Calogero R, Senatore B, Amoresano A, Pucci P, Defez R. 2006. Indole 3-acetic acid improves Escherichia coli’s. defences to stress. Arch Microbiol.185(5):373–382.doi:10.1128/AEM.02756-09. [BPTP Kalbar] Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Kalimantan Barat. 2012. Laporan Monitoring Organisme pengganggu tumbuhan Prov. Kalimantan Barat tahun 2012). Pontianak (ID):Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Kalimantan Barat. Bric JM, Bostock RM, Silverstone SE. 1991. Rapid in situ assay for indoleaceticacid production by bacteria immobilized on a nitrocellulose membrane. Appl Environ Microb. 57(2):535–538. Cappucino JG, Sherman N. 2013. Microbiologi, A laboratory Manul. Volume ke10. Californi (UK):BenjaminCummings. Carroll GC. 1991. Beyond Pest Deterrence-Alternative Strategies and Hidden Costs of Endophytic Mutualisms in Vascular Plants. Di dalam. Andrews JH, Hirano SS. editor. Microbial Ecology of Leaves. New York (US):SpringerVerlag.hlm. 358-375. Compant S, Reiter B, Sessitsch A, Nowak J, Clement C, Barka EA. 2005. Endophytic colonization of Vitis vinifera L. by a plant growth promoting bacterium Burkhoderia sp. strain PsJN. Appl Environ Microbiol. 71(4):1685-1693.doi.10.1128/AEM.71.4.1685-1693.2005.
32
Couch JN. 1930. The Biological Relationship between Septobasidium retiforme (B.&C.) Pat.and Aspidiotus Osborni New and Ckll. with plates15-19 and 60 text-figures. North Carolina (US): North Car.hlm 384-433. Dasteger SG, Deepa CK, Pandey A. 2011. Potential plant growth-promoting activity of Serratia nematodiphola NII-0928 on black pepper (Piper nigrum L.). J Microbiol Biotechonol. 27(2):259-265. doi.10.1007/s11274-010-0454. [Dirjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Lada (Peper Nigrum). Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta (ID):Direktorat Jendral Perkebunan. [diunduh 2014 Januari 6]. Tersedia pada : www.ditjenbun.pertanian.go.id/ [Disbun Kalbar] Dinas Perkebunan Kalimantan Barat. 2014. Pembangunan Perkebunan di Kalimatan Barat. Pontianak (ID):Dinas Perkebunan Kalimantan Barat. Pontianak. Edward EJ, King WS, Teck SLC, Jiwan M, Aziz ZFA, Kundat FR, Ahmed OH, Majid AM. 2013. Antagonistic activities of endophytic bacteria against Fusarium wilt of black pepper (Piper nigrum). Int J Agric Biol. 15(2):291296. Eliza. 2004. Pengendalian layu Fusarium pada pisang dengan bakteri perakaran graminae. [Tesis]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. El-Katatny MH, Somitsch W, Robra KH, El-Katatny MS, Gubitz GM. 2000. Production of chitinase and a-1,3-glucanase by Trichoderma harzianum for control of the phytopathogenic fungus Sclerotium rolfsii. Food Technol and Biotechnol. 38(3):173–180. Furnkranz M, Müller H, Berg G. 2009. Characterization of plant growth promoting bacteria from crops in Bolivia. J P Dis Protect. 116(4):149–155. Garbeva P, van-Veen JA, van Elsas JD. 2004. Assessment of the diversity, and antagonism towards Rhizoctonia solani AG3, of Pseudomonas species in soil fromdifferent agricultural regimes. FEMS Microbiol Ecol. 47(1):51–64. doi.10.1016/S0168-6496(03)00234-4. Gheavarya KK, Desai PB. 2014. Rhizobacteria of sugarcane: In vitro screening for their plant Growth Promoting potentials. J Recent Sci. 3(4):52-58. Gomez L, Horovitz KL. 2001. A new species of Septobasidium from Costa Rica. Mycotaxon. 35:255-259. Hallmann J, Berg G. 2006. Spectrum and Population Dynamics of Bacterial Root Endophytes. Di dalam: Schulz B. Boyle C. Sieber T. Editor. Microbial Root Endophytes. Volume 9. Berlin (GR):Springer-Verlag.hlm:15-31 Hallmann J, Quadt-Hallmannn A. Mahaffee WF. Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol 43(10):895-914.doi. 10.1139/m97-131. Hallmann J. 2001. Plant Interaction with Endophytic Bacteria. Di dalam: Jeger MJ, Spencer NJ. editor. Biotic Interaction in Plant-Pathogen Associations. CAB International. Hlm:87-119. Harish S, Kavino M, Kumar N, Saravanakumar D, Soorianathasumdaram K, Samiyappa R. 2008. Biohardening with plant growth promoting rhizosphere and endophytic bacteria induce systemic resistance against banana bunchy top virus. Appl Soil Ecol 39(2):187–200.doi.10.1016/j.apsoil.2007.12.006. Harni R, Amaria W. 2012. Potensi bakteri kitinolitik untuk pengendalian penyakit busuk pangkal batang lada (Phytophthora capsici). B Ristri. 3(1):7-12.
33
Harni R, Ibrahim MSD. 2011. Potensi bakteri endofit menginduksi ketahanan tanaman lada terhadap infeksi Meloidogyne incognita. J Littri. 17(3):118123. Harni R, Munif A. 2012. Pemanfaatan agens hayati endofit untuk mengendalikan penyakit kuning pada tanaman lada. B Ristri. 3(3):201-206. Harni R, Supramana, Sinaga MS, Giyanto, Supardi. 2012. Mekanisme bakteri endofit mengendalikan nematoda Pratylenchus brachyurus pada tanaman nilam. B Litro. 23(1):102-114. Harni R. 2010. Bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda peluka akar (Pratylenchus brachyurus) pada tanaman nilam. [disertasi]. Bogor (ID):Intitut Pertanian Bogor. Hasky-Gunther K, Hoffmann-Hergarten S, Sikora RA. 1998. Resistance against the potato cyst nematode Globodera pallida systemically induced by the rhizobacteria Agrobacterium radiobacter (G12) and Bacillus sphaericus (B43). Fundam Appl Nematol. 21(5):511-517. Henk DA. 2005. New species of Septobasidium from south Costa Rica and the southastern United State. Mycologia. 94(4):908-913. Hoffland E, Hakulinen J, van Pelt JA. 1996. Comparison of systemic resistance induced by avirulent and nonpathogenic Pseudomonas species. Phytopathol. 86(7):757–762.doi.10.1094/Phyto-86-757. Huili W, Wen K. Zhao X, Wang X, Li A, Hong H. 2009. The inhibitory activity of endophytic Bacillus sp. strain CHM1 against plant pathogenic fungi and its plant growth-promoting effect. Crop Protec. 28(8):634-639.doi. 10.1016/j.cropro.2009.03.017. [IPC] International Pepper Community. 2016. Pepper statistical yearbook 2012. http://www.ipcnet.org/n/psy2012/swps.htm [06 Januari 2016]. James EK, Oliveres FL. 1997. Infection and colonization of sugarcane and other graminiceous plants by endophitic diazotrophs. Plant Scien. 17(1):77119.doi.10.1080/07352689891304195. Jasim B, Jimtha CJ, Jyothis M, Radhakrishan EK. 2013. Plant growth promoting potenscial of endophytic bacterial from Piper nigrum. Plant Growth Regul. 71(1):251-257. Doi.10.1007/s10725-013-9802. Kado CI. 1992. Plant Pathogenic Bacteria. Di dalam: Balows A, Truper HG, Dworkin M, Harder W, Schleifer KH. Editor. The Prokaryotes.Volum I. New York (US). Springer-Verlag. Hlm; 659–674 Khan Z, Doty SL. 2009. Characterization of bacterial endophytes of sweet potato plants. Plant Soil. 322(1-2):197-207.doi.10.1007/s11104-009-9908-1. Kloepper JW, Ryu CM. 2006. Bacterial endophytes as elicitors of induced systemic resistance. Di dalam: Schulz B, Boyle C, Sieber TN. editor. Microbial Root Endophytic. Vulume ke-6. Berlin(GR):Spriger-verleg.hlm 33-43. Krebs CJ. 1978. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. New York (US):Harper & Row Publishers. Lee S, Encarnacion MF, Zentella MC, Flores LG, Escamilla JE, Kennedy C. 2004. Indole-3-acetic acid biosynthesis is deficient in Gluconacetobacter diazotrophicus strains with mutations in cytochrome C biogenesis genes. J Bacteriol. 186(16):5384–5391.doi.10.1128/JB.186.16.5384-5391.2004.
34
Lui L, Klopper JW, Tuzun S. 1995. Induction of systemic resistance in cucumber against Fusarium wilt by plant growth promoting rhizobacteria. Phytopathol. 85(2):695-698.doi.10.1094/Phyto-85-695. Long HH, Furuya N, Karose D, Takeshi M, Takanami Y. 2003. Isolation of the endophytic bacterial from Solanum sp. and their antibacterial activity against plant pathogenic bacterial. J Fac Agr. 48 (1-2):21-28. Lu C, Gou L. 2009. Two new species of Septobasidium (Septobasidiaceae) from China. Mycotaxon. 109:477-482.doi.10.5248/109.103 Mulya K, Takikawa Y, Tsuyumu S. 1996. The presence of region homologous to hrp cluster in Pseudomonas fluorescens PfG32R. Ann Phytopathol Soc Jpn. 65(4):355-359.doi.10.3186/jjphytopath.62.355. Munif A, Harni R. 2011. Keefektifan bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda parasit Meloidogyne incognita pada tanaman lada. B Ristri. 2(3):377-382. Ouchi S. 1983. Induction of resistance or susceptibility. Annu Rev Phytopathol. 21:289-315.doi.10.1146/annurev.py.21.090183.001445. Park KS, Kloepper JW. 2000. Activation of PR-1 a promoter by rhizobacteria that induce systemic resistance in tobacco against Pseudomonas syringae pv tabaci. Bio Contr. 18(5):2-9.doi.10.1006/bcon.2000.0815. Pleban S, Chermin L, Chet I. 1997. Chitinolytic activity of an endophytic strain of Bacillus cereus. Lett Appl Microbiol. 25(4):284-288.doi.10.1046/j.1472765X.1997.00224.x. Press C, Kisaalita W, Wilson M, Tuzun S, Kloepper JW. 1997. Effect of iron and siderophores on induced systemic resistance on cucumber mediated by Serratia marcescens 90-166. Proceedings edisi 4 Intern Workshop on Plant Growth-Promoting Rhizobacteria. Japan, 5-10 October 1997. Japan-OECD Joint Workshop. Hlm. 243-245. Raaijmakers JM, Leeman M, Van Oorschot MMP, Van der Sluis I, Schippers B, Bakker PAHM. 1995. Dose response relationships in biological control of fusarium wilt of radish by Pseudomonas spp. Phytopathol 85(10):1075– 1081.doi.10.1094/Phyto-85-1075. Rahayuningsih ST. Djojodirdjo S. Hartiko H. Woejono MD. 1989. Kajian peroksidase dan hubungan dengan sifat ketahanan tanaman lada terhadap infeksi Phytophthora palmivora. J Berkala Penelitian Pascasarjana UGM. Hlm 467-471. Ramamoorthy V, Viswanathan R, Raguchander T, Prakasam V, Samiyappan R. 2001. Induction of systemic resistance by plant growth promoting rhizobacteria in crop plants against pests and diseases. Crop Protect. 20(1):1-11.doi.10.1016/S0261-2194(00)00056-9. Reinhold-Hurek B, Hurek T. 1998. Interactions of gramineous plants with Azoarcus spp. and other diazotrophs: Identification, localization, and perspectives to study their function. Crit Rev Plant Sci. 17(1):2954.doi.10.1080/07352689891304186 Rianto F, Sinaga MS, Widodo, Wiyono S. 2015. Septobasidium pseudopedicellatum Burt. caused velvet blight disease on black pepper in Indonesia. Ijsbar. 20(2):76-86.
35
Rianto F. 2014. Diagnosis Bioekologi dan Analisis Faktor Epidemik Penyakit Hawar Beludru (Velvet Blight) pada lada di Kalimantan Barat. [disertasi]. Bogor (ID):Intitut Pertanian Bogor. Rosenblueth M, Romero EM . 2004. Rhizobium etli maize populations and their competitiveness for root colonization. Arch Microbiol. 181(5):337344.doi.1008/s002000-004-0661-9. Sarma YR, Manohara D, Premkumar T, Eapen SJ. 2011. Diseases and Insect Pests of Black Pepper (Piper nigrum L.). Jakarta(ID): Int Pepper Com. Ryan RP, Germaine K, Franks A, Ryan DJ, Dowling DN. 2008. Bacterial endophytes: recent developments and applications. FEMS Microbiol Lett. 278(1):1–9.doi.1574-6968.2007.00918.x. Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria. Third Eds Minnesosa : APS Press. Sequeira L, Gaard G, De Zoeten GA. 1977. Interaction of bacteria and host cell walls: its ralation to mechanism of induced resistance. Physiol Plant Pathol 10(1):43-50.doi.10.1016/0048-4059(77)90006-6. Sessitsch A, Reiter B, Berg G. 2004. Endophytic bacterial communities of fieldgrown potato plants and their plant-growth-promoting and antagonistic abilities. Can J Microbiol. 50(4):239-249.doi.10.1139/w03-118. Shabab S, Nuzhat A, Nasreen SK. 2009. Indole acetic acid production and enhanced plant growth promotion by indigenous PSBs. Afr J Agr Res. 4(11): 1312-1316. Shu SC, Lockwood. 1975. Powdered chitin agar as a selective medium for enumeration of actinomycetes in water and soil. Appl Microbiol.29(3):422426. Sigee DC. 1993. Bacterial Plant Pathology : Cell and Molecular Aspect. Manchester (UK):Cambridge University Press. Sikora RA, Schafe K, Dababat AA. 2007. Modes of action associated with microbially induced in planta suppression of plant parasitic nematodes. Aus Plant Pathol. 36(2):124-134.doi.10.1071/AP07008 Silva HSA, Romeiro RS, Macagnan D, Halfeld-vieira BA, Pereira MCB, Mounteer A. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plants: non-specific protection and increase in enzyme activities. Biol Control 29(2): 288–295.doi.10.1016/S1049-9644(03)00163-4. Steiner U, Schönbeck F. 1995. Induced resistance in monocot. Di dalam Hammerschmidt R. Kuc J. editor. Induced Resiatance to Disease in Plant. Dordrecht (NL). Kluwer. Hlm:111-140. Sticher L, Mauch-Mani B, Metraux JP. 1997. Systemic acquired resistance. Ann Rev Phytopathol. 35(1):235-270. Strange RN. 2003. Introduction to Plant Pathology. England (UK). John Wiley & Sons Ltd. Sturz AV, Christie BR, Nowak J. 2010. Bacterial endophytic : Potential role in developing sustainable systems of crop production. Crit Rev Plant Sci 19(1):1-30.doi.10.1080/07352680091139169 Supramana, Supriadi, Harni R. 2007. Seleksi dan karakterisasi bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda Pratylenchus brachyurus pada tanaman nilam. Laporan Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor dengan Litbang Pertanian Proyek KKP3T. Hlm: 28.
36
Soesanto L. 2008. Pengantar pegenalian hayati penyakit tanaman. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Southwood TRE, Anderson PA. 2000. Ecological Methods. London(UK): Blackwell Sci. Suswanto I, Rianto F. 2014. Epidemi penyakit hawar beludru Septobasidium pada kebun lada dengan jenis tajar berbeda. JPL Trop. 4(2):1-8. Suswanto I. 2009. Kajian septobasidium sp sebagai penyebab penyakit busuk cabang lada (Piper nigrum L.). B Agr Indus. 25(1):14-25. Suzuki S, He Y, Oyaizu H. 2003. Indole-acetic acid production in Pseudomonas fluorescens hp 72 and it is association with suppression of creeping bentgrass brown patch. Curr Microbiol 47(2):138-143. Tahtamouni M, Hameed KM, Saadoun IM. 2006. Biological control of Sclerotinias clerotiorum using indigenous chitinolytic actinomycetes in Jordan. Plant Pathol J. 22(2): 107-114.doi.10.5423/PPJ.2006.22.2.107. Tian B, Yang J, Zhang K. 2007. Bacteria used in the biological control of plantparasitic nematodes : populations, mechanisms of action, and future prospects. FEMS Microbiol Ecol. 61(2):197-213.doi.10.1111/j.15746941.2007.00349.x. Tilak VBR, Ranganayaki N, Pal KK, De R, Saxena AK, Nautiyal CS, Mittal S, Tripathi AK, Johri BN. 2005. Diversity of plant growth and soil health supporting bacteria. Cur Sci.89 (1):136-140. Ting ASY, Sariah M, Jugah K, Son R, Gurmit S. 2008. Endophytic microorganisms as potential growth promoters of banana. Bio Control. 53(1):541-553.doi 10.1007/s10526-007-9093-1 Van Loon LC. 1997. Induced resistance in plants and role of pathogenesis-related proteins. Eur JPlant Pathol. 103(9):753-765.doi.10.1023/A:1008638109140 Verma SC, Ladha JK, Tripathi AK. 2001. Evaluation of plant growth promoting and colonization ability of endophytic diazotrophs from deep water rice. J Biotechnol.91(2-3):127–141.doi.10.1016/S0168-1656(01)00333-9. Wedhastri S. 2002. Isolasi dan seleksi Azotobacter spp. penghasil faktor tumbuh dan penambat nitrogen dari tanah masam. J Tanah Ling. 3(1):45-51. Wei G, Kloepper JW, Tuzun S. 1991. Induction of systemic resistance of cucumber to Colletotrichum orbiculare by select strains of plant growthpromoting rhizobacteria. Phytopathol.81(12):1508–1512.doi.10.1094/Phyto81-1508. Zakry FA, Halimi MS, Rahim AKB, Osumanu HA, Wong, SK, Franklin RK, Stephen LCT, Make J. 2010. Isolation and plant growth-promoting properties of Rhizobacterial diazotrophs from pepper vine (Piper nigrum L.). Malays Appl Biol. 39(2):41-45. Zou LF, Wang X., Xiang Y, Zhang B, Li YR, Xiao YL, Wang JS, Walmsley AR, Chen GY. 2006. Elucidation of the hrp clusters of Xanthomonas oryzae pv. oryzicola that control the hypersensitive response in nonhost tobacco and pathogenicity in susceptible host rice. Appl Environ Microbiol. 72(9):6212– 6224.doi.10.1128/AEM.00511-06.
LAMPIRAN
37
Lampiran 1
Data isolat bakteri endofit lada: jumlah koloni, kerapatan populasi bakteri, frekuensi kemunculan isolat dan indeks keragaman (H’)
Contoh tanaman
Akar
Lada sehat di antara lada sehat
Cabang
Daun
Akar
Lada sehat di antara lada sakit
Cabang
Daun
Akar
Lada hutan
Cabang
Daun
Kode isolat
Jumlah koloni
SHA1 SHA2 SHA3 SHA4 SHA5 SHA6 Jumlah (N) SHC7 SHC8 SHC9 SHC10 Jumlah (N) SHD11 SHD12 SHD13 Jumlah (N) SKA1 SKA2 SKA3 SKA4 Jumlah (N) SKC5 SKC6 SKC7 Jumlah (N) SKD8 SKD9 SKD10 Jumlah (N) LHA1 LHA2 LHA3 Jumlah (N) LHC4 LHC5 LHC6 Jumlah (N) LHD7 LHD8 LHD9 LHD10 Jumlah (N)
197 56 5 1 9 1 269 3 101 6 4 114 214 79 27 320 181 37 156 1 375 10 695 220 925 6 159 147 312 76 109 5 190 161 147 3 311 45 12 5 1 63
Kerapatan populasi bakteri cfu g-1 1.9 x 105 5.6 x 103 5.0 x 102 1.0 x 102 9.0 x 102 1.0 x 102 2.6 x 104 3.0 x 104 1.0 x 106 6.0 x 104 4.0 x 104 1.1 x 106 2.1 x 104 7.9 x 103 2.7 x 103 3.2 x 104 1.8 x 104 3.7 x 103 1.5 x 104 1.0 x 102 3.7 x 104 1.0 x 105 6.9 x 106 2.2 x 106 9.2 x 106 6.0 x 103 1.5 x 105 1.4 x 105 3.1 x105 7.6 x 103 1.0 x 104 5.0 x 102 1.9 x 104 1.6 x 105 1.4 x 104 3.0 x 102 3.1 x 104 4.5 x 103 1.2 x 103 5.0 x 102 1.0 x 102 6.3 x 103
Frekuesi kemunculan isolat 0.732 0.208 0.019 0.004 0.033 0.004 0.026 0.886 0.053 0.035 0.669 0.247 0.084 0.483 0.099 0.416 0.003 0.011 0.751 0.238 0.019 0.510 0.471 0.400 0.574 0.026 0.518 0.473 0.010 0.714 0.190 0.079 0.016
H' 0.22 0.32 0.07 0.02 0.11 0.02 0.78 0.09 0.10 0.15 0.11 0.47 0.26 0.34 0.20 0.82 0.35 0.22 0.36 0.01 0.96 0.04 0.21 0.34 0.60 0.07 0.34 0.35 0.77 0.36 0.31 0.09 0.78 0.34 0.35 0.04 0.74 0.24 0.31 0.20 0.06 0.82
38
Lampiran 2 Uji reaksi hipersensitif reaksi (HR) dan ciri-ciri morfologi bakteri endofit lada Bentuk morfologi koloni Isolat HR Bentuk Warna koloni Elevasi Bagian tepi koloni SHA1 Kuning, jernih Sikular Flat Entire SHA2 putih Sikular Flat Undulate SHA3 Kuning, keruh Sikular Flat Entire SHA4 Merah muda Rhizoid Flat Filamentus SHA5 Kuning Rhizoid Flat Entire SHA6 + Putih keruh Rhizoid Flat Entire SHC7 Putih Sikular Flat Entire SHC8 + Kuning Sikular Flat Entire SHC9 Putih keruh Sikular Flat Entire SHC10 + Putih Sikular Flat Entire SHD11 + Kuning keruh Sikular Flat Entire SHD12 + Putih jernih Sikular Flat Entire SHD13 + Kuning jernih Rhizoid Flat Entire SKA1 Kuning keruh Sikular Konvax Entire SKA2 Putih Sikular Flat Entire SKA3 Kuning Sikular Konvax Entire SKA4 Putih keruh Ireguler Flat Lobate SKC5 Putih keruh Ireguler Flat Serrete SKC6 Kuning keruh Sikular Flat Entire SKC7 + Putih keruh Ireguler Flat Serrete SKD8 Putih keruh Ireguler Flat Serrete SKD9 + Putih keruh Sikular Flat Serrete SKD10 Putih keruh Sikular Flat Entire LHA1 Kuning Sikular Flat Entire LHA2 Putih keruh Sikular Flat Entire LHA3 Putih Sikular Flat Entire LHC4 + Kuning jernih Sikular Flat Entire LHC5 Kuning Sikular Flat Entire LHC6 Kuning Sikular Flat Entire LHD7 + Putih Rhizoid Flat Entire LHD8 Kuning keruh Rhizoid Flat Serrete LHD9 Kuning keruh Sikular Flat Lobate LHD10 Putih Ireguler Flat Serrete -, Reaksi HR negatif; +, Reaksi HR positif.
39
Lampiran 3 Daya hambat isolat bakteri endofit terhadap Septobasidium sp. pada lada. A, kontrol minggu ke 1; B, kontrol minggu ke 10; C, perlakuan isolat endofit SKD10 minggu ke 1; D, perlakuan endofit SKD10 minggu ke 10
12 cm
8 cm
A
75 cm
B
12 cm
C
D
40
Lampiran 4 Pengaruh isolat bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman lada. A, Kontrol; B, isolat SKA3; C, isolat SHC9; D, isolat LHD8; E; isolat SKD8; F, isolat SKD10
E
A
B
C
D
F
41
Lampiran 5 Analisis keragaman penghambatan isolat bakteri terhadap Septobasidium sp. pada lada Sumber Keragaman 5 MSI Perlakuan Galat Total Terkoreksi
df
JK
KT
F Value
Pr > F
5 12 17
3.33 3.50 6.83
0.66 0.29
2.28
0.112
10 MSI Perlakuan Galat Total Terkoreksi
5 12 17
14.57 8.17 22.74
2.91 0.68
4.28**
0.018
15 MSI Perlakuan 5 19.73 3.94 3.88* Galat 12 12.20 1.02 Total Terkoreksi 17 31.93 Keterangan **Berbeda sangat nyata pada uji DNMRT taraf ά 0.05 MSI : minggu setelah inokulasi
0.025
Lampiran 6 Analisis keragaman pengaruh isolat bakteri pertambahan tunas lada Sumber Keragaman df JK KT F Value Pr > F 5 MSI Perlakuan 5 4.17 0.83 3.29* 0.02 Galat 18 4.57 0.24 Total Terkoreksi 23 8.74 10 MSI Perlakuan Galat Total Terkoreksi
5 18 23
25.65 28.58 54.23
5.13 1.58
3.23*
15 MSI Perlakuan 5 68.31 13.66 2.48 Galat 18 99.23 5.51 Total Terkoreksi 23 167.54 Keterangan *Berbeda sangat nyata pada uji DNMRT taraf ά 0.05 MSI : minggu setelah inokulasi
0.02
0.07
42
Lampiran 7 Analisis keragaman pengaruh isolat bakteri terhadap pertambahan tinggi lada Sumber Keragaman 5 MSI Perlakuan Galat Total Terkoreksi
df
JK
KT
F Value
Pr > F
5 18 23
120.78 243.21 363.99
24.15 13.51
1.79
0.10
10 MSI Perlakuan Galat Total Terkoreksi
5 18 23
641.67 1192.01 1745.64
128.33 56.76
2.09
0.11
15 MSI Perlakuan 5 1456.42 291.28 3.45* Galat 18 1518.46 84.35 Total Terkoreksi 23 2974.88 Keterangan *Berbeda sangat nyata pada uji DNMRT taraf ά 0.05 MSI : minggu setelah inokulasi
0.02
Lampiran 8 Analisis keragaman pengaruh bakteri endofit terhadap aktivitas peroksidase (POD) pada tanaman lada 3 bulan setelah inokulasi Sumber Keragaman df JK KT F Value Pr > F Perlakuan 5 0.0000273 0.00000547 0.58 0.71 Galat 18 0.0001705 0.00000947 Total Terkoreksi 23 0.0001978
43
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semparung Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat pada tanggal 8 Maret 1987 dari pasangan Bapak Arbit dan Ibu Fadilah. Penulis menyelesaikan studi S1 di Jurusan Agronomi Minat Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak, dan mendapatkan gelar sarjana tahun 2011. Penulis bekerja di PT. Maralah Consulting Group bidang Perbankan sebagai staff sejak 2011. Penulis juga aktif di Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah sampai sekarang. Tahun 2012 penulis mendapatkan Beasiswa Unggulan dari Kementerian Pendidikan Nasional untuk melanjutkan studi di Program Studi Fitopatologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.