ANALISIS SIDIK JARI DNA PADI BERAS MERAH, PADI AROMATIK, DAN PADI GENJAH
ADERAHMA ILHAMI
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK ADERAHMA ILHAMI. Analisis Sidik Jari DNA Padi Beras Merah, Padi Aromatik, dan Padi Genjah. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan DWINITA WIKAN UTAMI. Padi merupakan salah satu komoditas utama pertanian dengan keragaman fenotip yang tinggi. Diantara keragaman tersebut terdapat kelompok fenotip plasma nutfah padi beras merah, padi aromatik, dan padi genjah. Kelompok tersebut dapat dibedakan genotipnya berdasarkan sidik jari DNA menggunakan marka molekuler berbasis gen. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi ciri spesifik genotip plasma nutfah padi beras merah, padi aromatik serta padi genjah dan keragaman genetiknya menggunakan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR). Materi genetik padi dari daun diisolasi menggunakan metode standar isolasi DNA, dengan cara memecah dinding sel, mengeluarkan isi sel, dan mengendapkan bagian DNA-nya (metode Sambrook). DNA hasil isolasi kemudian diamplifikasi menggunakan prosedur polymerase chain reaction (PCR) dan hasil amplifikasinya dianalisis lebih lanjut menggunakan perangkat lunak trait analysis by association, evolution, and linkage (TASSEL). Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi pola pita DNA hasil amplifikasi pada masing-masing plasma nutfah padi dengan ukuran pita berkisar antara 100-350 pb. Analisis asosiasi antara sifat fenotip dan genotip masing-masing varietas pada klaster melalui pengolahan data menggunakan perangkat lunak TASSEL, menghasilkan dendrogram yang memperlihatkan keragaman genetik masing-masing varietas.
ABSTRACT ADERAHMA ILHAMI. DNA Fingerprinting Analysis of Red Rice, Aromatic Rice, and Genjah Rice. Under the direction of I MADE ARTIKA and DWINITA WIKAN UTAMI. Rice is one of major crops comodities with a high fenotype diversity. It can be divided into 3 cluster, red rice, aromatic rice, and genjah rice. The differences between those cluster, can be seen from fenotype and genotype of each variety using molecular markers based on gene. The objective of this research is to identify the specific character of red rice, aromatic rice, and genjah rice and the genetic diversity using Simple Sequence Repeat (SSR) molecular markers. Material genetic from rice was isolated using isolation DNA standard method, break the cell wall, expel parts of the cell, and precipitate the DNA parts (Sambrook method), and then the isolate was amplified using polymerase chain reaction (PCR) amplification procedure. Subsequently, analysis by association, evolution, and linkage (TASSEL) software was used for data processing. Genetic variation is based on the result of DNA amplification using PCR process from rice variety used. The results of this research showed the variation of DNA bands from 100 bp until 350 bp of red rice, aromatic rice, and genjah rice varies, also there is association between fenotype and genotype of variety in cluster. TASSEL was used to obtain description of variety and produced a dendrogram that show us the variety type of those variety, also which variety and markers has a significant result in amplification procedure.
ANALISIS SIDIK JARI DNA PADI BERAS MERAH, PADI AROMATIK, DAN PADI GENJAH
ADERAHMA ILHAMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Analisis Sidik Jari DNA Padi Beras Merah, Padi Aromatik, dan Padi Genjah Nama : Aderahma Ilhami NIM : G84050007
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc. Ketua
Dr. Dwinita Wikan Utami Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc. Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Kelompok Peneliti Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) dari bulan April sampai September 2009 dengan judul Analisis Sidik Jari DNA Padi Beras Merah, Padi Aromatik, dan Padi Genjah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc. dan Dr. Dwinita Wikan Utami atas bimbingan dan saran-saran yang diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen, staf, dan peneliti BB Biogen atas semua bantuannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bambang Padmadi dan Nurani Pertiwi sebagai rekan kerja yang banyak membantu dalam kegiatan penelitian serta teman-teman Biokimia angkatan 42 atas kehangatan dan kekompakannya. Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan adik tercinta atas perhatian, kasih sayang, dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang Biokimia.
Bogor, Maret 2010
Aderahma Ilhami
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada tanggal 21 Oktober 1987 dari ayahanda Drs. H. Adlim Dt. Bandaro Tinggi dan ibunda Herani Syaf Yahya. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 04 Cinangka. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 1 Pamulang dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciputat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Laboratorium Research and Development PT Kalbe Farma Tbk Cikarang selama periode Juli sampai dengan Agustus 2008 dengan judul Validasi Metoda Analisis Penetapan Kadar Cefadroksil Kapsul 500 mg. Penulis berhasil terseleksi dan mendapatkan dana penelitian dari DIKTI melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian tahun 2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix DAFTAR TABEL ...............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
x
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... Padi .............................................................................................................. Plasma Nutfah Padi Beras Merah ................................................................ Plasma Nutfah Padi Aromatik ..................................................................... Plasma Nutfah Padi Genjah ......................................................................... Marka Molekuler ......................................................................................... Polymerase Chain Reaction (PCR) ............................................................. Elektroforesis ............................................................................................... Tassel ...........................................................................................................
1 1 2 3 3 4 5 5 6
BAHAN DAN METODE ................................................................................... Alat dan Bahan............................................................................................. Metode Penelitian ........................................................................................
6 6 7
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... Uji Kuantitas DNA Daun Padi..................................................................... Amplifikasi DNA......................................................................................... Plasma Nutfah Padi Beras Merah ................................................................ Plasma Nutfah Padi Aromatik ..................................................................... Plasma Nutfah Padi Genjah .........................................................................
8 8 10 10 15 16
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22 LAMPIRAN ........................................................................................................ 24
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skema struktur transcript klon LOC_Os7g11010.2....................................
3
2 Peta QTL untuk sifat waktu berbunga pendek hasil persilangan varietas Nipponbare dan Kasalath...............................................................
4
3 Program amplifikasi DNA ...........................................................................
5
4 Proses terjadinya elektroforesis ...................................................................
6
5 Dendrogram dari 40 sampel padi menggunakan 10 marka molekuler ........ 10 6 Hasil PCR menggunakan primer RCt3 untuk sifat beras merah.................. 11 7 Hasil PCR menggunakan primer RCt9 untuk sifat beras merah.................. 11 8 Hasil PCR menggunakan primer RC12 untuk sifat beras merah................. 12 9 Hasil PCR menggunakan primer RM224 untuk sifat beras merah .............. 12 10 Dendrogram untuk hubungan asosiasi padi beras merah............................. 13 11 Hasil PCR menggunakan primer penanda untuk sifat aromatik .................. 16 12 Hasil PCR menggunakan primer RM563 untuk sifat genjah....................... 17 13 Hasil PCR menggunakan primer RM1306a untuk sifat genjah ................... 17 14 Hasil PCR menggunakan primer RM1306b untuk sifat genjah ................... 18 15 Hasil PCR menggunakan primer RM3571 untuk sifat genjah..................... 18 16 Hasil PCR menggunakan primer RM3857a untuk sifat genjah ................... 18 17 Hasil PCR menggunakan primer RM3857b untuk sifat genjah................... 19 18 Hasil PCR menggunakan primer RM6070 untuk sifat genjah..................... 19 19 Dendrogram untuk hubungan asosiasi padi genjah...................................... 20
DAFTAR TABEL Halaman 1 Sekuen dan nama primer ..............................................................................
8
2 Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA .............................................
9
3 Pemberian skor untuk sampel padi beras merah berdasarkan warna bulir padi ...................................................................................................... 13 4 Hasil analisis gabungan antara data genotip dan data fenotip padi beras merah .......................................................................................... 14 5 Pemberian skor untuk sampel padi genjah berdasarkan umur pembungaan padi ......................................................................................... 20 6 Hasil analisis gabungan antara data genotip dan data fenotip padi genjah ................................................................................................... 20
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Deskripsi varietas padi beras merah, padi aromatik, dan padi genjah ......... 25 2 Tahapan alur penelitian................................................................................ 28 3 Tahapan isolasi DNA daun padi .................................................................. 29 4 Pengenceran konsentrasi DNA .................................................................... 31 5 Hasil amplifikasi padi beras merah dengan marka spesifiknya ................... 33 6 Hasil amplifikasi padi aromatik dengan marka spesifiknya ........................ 33 7 Hasil amplifikasi padi genjah dengan marka molekuler SSR ...................... 34
1
PENDAHULUAN Identifikasi dan diskriminasi varietas secara akurat diperlukan untuk pendaftaran dan perlindungan varietas. Sebuah varietas harus memenuhi kriteria DUS (distinctness, uniformity dan stability), yaitu benar-benar mengandung kebaharuan dan unik walaupun hanya berbeda dalam satu karakter dengan semua varietas yang sudah ada, harus menunjukkan keseragaman, dan stabilitas karakter yang diklaim (Bredemeijer et al. 2002) serta harus dilengkapi dengan konfirmasi varietas turunan esensial (essentially derived varieties) (van Eeuwijk & Baril 2001). Namun dengan semakin bertambahnya varietas yang didaftarkan ke kantor perlindungan varietas tanaman (PVT) setiap tahun, perbedaan varietas baru dengan yang sudah ada di dalam pangkalan data PVT akan menjadi sulit apabila karakterisasi hanya berdasarkan pada morfologi dan fisiologi. Terlebih lagi, karena varietas-varietas baru umumnya berasal dari persilangan antara anggota kelompok elit dengan tetua yang mirip secara genetik, keragaman genetik antar varietas yang baru dikembangkan menjadi semakin sempit. Marka molekuler dapat memecahkan masalah ini dengan menyediakan profil unik DNA dari varietasvarietas yang akan dilindungi. Karakterisasi varietas tanaman atau plasma nutfah menggunakan sidik jari DNA selain akurat juga dapat memberikan hasil yang lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan karakterisasi konvensional karena dapat digunakan pada stadium awal tanaman, bahkan dapat dilakukan pada benih, tidak bersifat merusak karena hanya dibutuhkan sedikit sampel, dan tidak bias oleh faktor lingkungan (netral). Data molekuler akan melengkapi data konvensional yang telah ada dan akan terus digunakan untuk menentukan keunikan sebuah varietas baru. Usaha pembuatan pangkalan data sidik jari DNA untuk keperluan identifikasi dan diskriminasi varietas telah dimulai pada beberapa tanaman. Pada tomat misalnya, Bredeimeijer et al. (2002) berhasil mengidentifikasi 92 % dari 500 varietas tomat di Eropa dengan menggunakan 20 marka molekuler. Identifikasi varietas unggul dan plasma nutfah tanaman pangan Indonesia berdasarkan marka molekuler masih belum banyak dilakukan (Septiningsih et al. 2004). Oleh karena itu, kegiatan ini mutlak dilakukan dalam upaya perlindungan varietas dan eksploitasi kekayaan plasma nutfah kita secara
maksimal melalui studi keragaman genetik dan identifikasi alel yang bermanfaat untuk perbaikan genetik tanaman. Diluar negeri upaya perlindungan varietas-varietas yang bernilai komersial tinggi melalui karakterisasi molekuler telah dilakukan. Sebagai contoh, peneliti di India telah menganalisis sidik jari DNA padi aromatik seperti Basmati dan varietas-varietas unggul dengan kualitas tinggi lainnya (Aggarwal et al. 2004). Treuren et al. (2000) telah berhasil mengidentifikasi marka molekuler dari lokus mikrosatelit pada tanaman padi yang diapit oleh suatu urutan nukleotida terkonservasi, sehingga urutan DNA pengapit ini dapat digunakan untuk merancang primer spesifik untuk diamplifikasi menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Sweeney et al. (2006) berhasil mengidentifikasi gen rc-bHLH yang merupakan faktor transkripsi untuk protein pigmen warna prothocyanidin pada biji padi beras merah. Gen fgr yang terdapat pada kromosom 8 dari genom padi aromatik diduga berperan sebagai pengkode protein pengkatalisis pembentukan 2-asetil-1-pirolin (Bradbury et al. 2005). Berdasarkan sekuen basa nukleotida gen fgr, maka didesain primer spesifik yang diharapkan dapat membedakan DNA pada padi aromatik. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi ciri spesifik genotip plasma nutfah padi beras merah, padi aromatik, dan padi genjah (padi berumur pendek) menggunakan beberapa marka molekuler, yaitu: simple sequence repeat (SSR) untuk padi genjah dan beberapa marka spesifik untuk sifat beras merah dan aromatik. Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai tingkat keragaman genetik, hubungan kekerabatan serta asosiasi antara sifat fenotip dan genotip masing-masing varietas dan data yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan pendaftaran pada pangkalan data PVT dalam rangka perlindungan plasma nutfah yang kita miliki, terutama plasma nutfah padi.
TINJAUAN PUSTAKA Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) diklasifikasikan dalam divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledone, Ordo poales/glumiflorae, keluarga graminae, genus Oryza, dan spesies Oryza sativa L. (Prihatman 2000). Menurut Manurung dan Ismunadi (1999), akar tanaman padi digolongkan ke dalam tipe akar serabut.
2
Akar primer yang tumbuh sewaktu berkecambah selanjutnya akan digantikan oleh akar adventif. Daun tanaman padi tumbuh berselang-seling pada batang, satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helai daun (terletak pada batang padi dan selalu ada), pelepah daun (bagian daun yang menyelubungi batang), dan lidah daun (terletak pada perbatasan antara helai daun). Daun batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku daun dan tunas, pada permulaan stadium tumbuh hanya terdiri atas pelepah-pelepah daun dan ruas yang tertumpuk padat (Prihatman 2000). Morfologi butir gabah padi terdiri atas lapisan terluar sekam (palea dan lemma) yang menutupi butir beras pecah kulit kariopsis. Penyusun dari bagian kariopsis ini terdiri atas 1-2 % pericarp, aleuron, dan testa 4-6 %, lemma (sekam kelopak 2-3 %). Lapisan terluar dari kariopsis adalah lapisan tipis pericarp yang bersifat impermeabel terhadap difusi O2, CO 2, dan uap air, pelindung yang sangat baik dari gangguan jamur, oksidasi, dan kerusakan enzimatis. Di sebelah dalamnya terdapat lapisan tegmen dan aleuron dengan ketebalan 1-7 sel, kaya dengan protein, lemak, dan vitamin (Juliano 2003). Secara umum padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45° LU sampai 45° LS dengan curah hujan yang baik yaitu antara 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Di dataran rendah padi tumbuh pada ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22-27 °C, sedangkan di dataran tinggi 650-1500 meter dpl dengan temperatur 19-23 °C. Padi termasuk ke dalam genus Oryzae, Oryza sativa L. merupakan salah satu spesies yang dibudidayakan di Asia, sedangkan Oryza glaberrima S. adalah salah satu yang dibudidayakan di Afrika (Manurung & Ismunadi 1999). Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Proses evolusi kedua spesies tersebut berkembang menjadi tiga subspesies ekogeografik, yaitu Indika, Javanika, dan Japonika. Masing-masing subspesies tersebut memiliki komposisi penyusun yang berbedabeda, terutama dalam hal kandungan amilosaamilopektinnya (Juliano 2003). Perbedaan komposisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah pertanian, pemupukan, lingkungan tempat tumbuhnya, dan iklim. Varietas-varietas Indika dan Javanika yang banyak ditanam di daerah tropis mengandung amilosa sedang sampai tinggi berkisar antara 20-25.5 % dan 22 %.
Varietas-varietas Japonika yang umumnya ditanam di daerah subtropis memiliki kandungan amilosa yang rendah, yaitu sebesar 14.8 %. Perbandingan kadar antara amilosa dan amilopektin ini dijadikan dasar dalam menentukan mutu, rasa, dan tekstur nasi. Padi dengan kandungan amilosa tinggi menghasilkan nasi pera dan kering, sebaliknya padi dengan kandungan amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak. Beberapa contoh varietas dari ketiga subspesies tersebut, diantaranya: varietas Cisadane, Gajah Mungkur, dan IR64 termasuk ke dalam subspesies Indika. Varietas Nipponbare, Waseoikoku, dan Koshikari termasuk ke dalam subspesies Japonika. Varietas Pindjan, Rodjolele, dan Pandan Wangi termasuk ke dalam subspesies Javanika (Manurung & Ismunadi 1999). Plasma Nutfah Padi Beras Merah Beras merah atau red rice adalah beras yang tidak digiling atau setengah digiling, jadi bisa dikatakan berbutir utuh. Beras merah telah dikenal sejak tahun 2800 SM. Oleh para tabib saat itu beras merah dipercaya memiliki nilai-nilai medis yang dapat memulihkan kembali rasa tenang dan damai. Banyak penulis di Asia Timur masa dahulu mengatakan bahwa beras merah merupakan jenis makanan yang dapat menyembuhkan penyakit lantaran keseimbangan alamiahnya. Beras merah umumnya pecah kulit, yang kulit arinya tak banyak hilang. Kulit ari beras mengandung zat-zat gizi yang penting bagi tubuh, di dalam kulit ari tersebut kaya serat dan minyak alami. Serat tak hanya mengenyangkan, namun juga mencegah berbagai penyakit saluran pencernaan. Di samping itu beras merah pun lebih unggul dalam hal kandungan vitamin dan mineral daripada beras putih (Nolding et al. 1999). Padi beras merah memiliki kedekatan nenek moyang dengan spesies padi liar. Beberapa karakter spesies padi liar yang dimiliki beras merah, antara lain habitus tanaman yang bersifat serak, daun dan biji terdapat bulu, tanaman tinggi, biji mudah rontok, memiliki dormansi, batang kecil, dan mudah rebah (Nolding et al. 1999). Karakterkarakter tersebutlah yang seringkali merupakan kendala dalam usaha budidaya padi beras merah. Untuk lebih dapat memahami karakter spesifik dari padi beras merah diperlukan penelitian yang berkesinambungan sehingga dapat membudidayakan segala potensi yang ada pada padi beras merah dengan mengeliminir
3
karakter-karakter yang tidak diinginkan. Salah satu usaha untuk mendapatkan karakter spesifik yang dimiliki oleh padi beras merah adalah dengan menganalisis urutan basa nukleotidanya menggunakan marka molekuler yang terpaut dengan gen penentu sifat terdapatnya pigmen warna pada bagian pericarp dari biji padi. Sweeney et al. (2006) telah mengidentifikasi gen rc-bHLH, merupakan faktor transkripsi untuk protein pigmen warna prothocyanidin yang terdapat pada biji padi. Gen rc-bHLH ini terdapat di kromosom 7 pada posisi 6,061,189-6,067,617 pb, pada klon AP005098 atau LOC_Os07g11010.2 (TIGR transcript ID). Beberapa primer spesifik telah didesain berdasarkan analisis sekuensing basa nukleotida beras merah lokal Indonesia yang disejajarkan dengan sekuen gen rc-bHLH ini (Utami et al. 2009) (Gambar 1). Beberapa primer spesifik untuk gen rc-bHLH inilah yang digunakan dalam penelitian ini.
A
B
_________ RC12 : Beras merah-coklat TAC . . . . . . .CGG
…. …. RCt9 : Beras Putih GCC..............GGT
RCt3 : Beras hitam-ungu ACA……TCG
Gambar 1 A. Struktur transkripsi klon LOC_ Os7g11010.2. Ekson dan intron digambarkan sebagai kotak dan garis. Segitiga hitam dan putih menunjukkan situs insersi dan delesi basa nukleotida yang aktif berperan dalam sintesis pigmen warna prothoantocyanidin. B. Hasil analisis penjajaran basa nukleotida padi beras warna dan padi beras putih, berturut-turut pada posisi ini didesain primer RC12, RCt3, dan RCt9 (Sweeney et al. 2006). Plasma Nutfah Padi Aromatik Padi aromatik merupakan padi yang mengandung unsur aroma wangi dan pulen. Padi jenis ini banyak digemari konsumen karena kepulenan dan aromanya. Penanaman padi aromatik dapat memberikan nilai tambah bagi petani karena harganya relatif lebih mahal dibandingkan padi non aroma. Namun
penanaman varietas lokal tersebut kurang bisa berkembang, dikarenakan umurnya relatif lebih panjang dan hasilnya tidak setinggi varietas non aroma, sehingga tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasar (Deptan 2001). Beberapa contoh varietas padi aromatik antara lain varietas Sintanur, Gilirang, Pulu Mandoti, Pare Bau, Gunung Perak, Pindjan, Celebes, Pandan Wangi, Rodjolele Gepyok, Ciganjur, Mentik Wangi Kristal, Mentik Wangi Susu, dan Situ Patenggang. Aroma pada padi disebabkan oleh senyawa kimia yang mudah menguap. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lebih dari 114 senyawa pada padi aromatik (Buterry et al. 1983). Namun demikian, hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa senyawa utama yang menyebabkan aroma wangi pada padi aromatik adalah 2-asetil-1 pirolin (Buterry et al. 1983). Hasil yang sama diperoleh oleh Lin et al. (1990) yang menyimpulkan bahwa 2-asetil-1-pirolin merupakan penyebab aroma wangi yang khas pada padi. Meskipun siklus biosintesis dari 2asetil-1-pirolin ini belum diketahui secara detail, namun L-prolin telah diketahui sebagai senyawa prekursor untuk protein pembawa sifat aromatik pada padi tersebut. Gen fgr diduga mengkode protein yang mengkatalisis pembentukan 2-asetil-1-pirolin (Bradbury et al. 2005). Gen ini diketahui terpaut dengan sifat aromatik padi dan homolog dengan gen pengkode betaine aldehyde dehydrogenase (BAD). Berdasarkan sekuen basa nukleotida gen fgr, maka telah didesain primer spesifik yang digunakan dalam penelitian ini. Sifat aroma padi aromatik tidak hanya dapat dicium pada nasi. Seringkali aroma dapat tercium saat tanaman padi berbunga di lahan. Selain itu, senyawa aromatik, ditemukan pada bagian tanaman padi yang lain seperti pada daun (Mittal et al. 1995). Plasma Nutfah Padi Genjah Tipe pertumbuhan padi adalah tegak dan merumpun. Umur berbunganya beragam antara 70-75 hari setelah tanam (HST) tergantung varietasnya. Pembungaan dipengaruhi oleh lama penyinaran dan suhu. Biasanya terjadi pada hari cerah antara jam 10.00-12.00 dengan suhu berkisar antara 3032 °C. Waktu pemasakan kariopsis menjadi benih dan siap untuk dipanen hasilnya ± 25 hari setelah penyerbukan dan tergantung varietas. Umur berbunga padi antar varietas beragam, rata-rata umur berbunga padi 100 150 HST. Padi yang beumur 100 HST
4
tergolong genjah, 116-125 HST tergolong setengah genjah, 126-135 HST tergolong setengah dalam, 135-150 HST tergolong dalam, dan lebih dari 150 HST tergolong dalam sekali (Susanto 2001). Sifat genjah tanaman padi berkaitan erat dengan pembungaan. Pembungaan merupakan transisi dari fase vegetatif ke fase generatif. Oryza sativa PRR (pseudo response regulator) adalah kelompok gen yang berhubungan dengan fotoperiod sehingga penting dalam meregulasi waktu pembungaan. Gen-gen tersebut berhubungan dengan quantitative trait loci (QTL) heading date (Hd) untuk sensitivitas fotoperiod. Sebanyak 14 QTL Hd (Hd1 sampai dengan Hd14) telah dipetakan pada kromosom padi. QTL Hd yang sudah dipelajari secara intensif antara lain Hd1, Hd3, dan Hd6. Gen Hd1 mengatur sensitivitas fotoperiod dan mengkode sebuah protein zinc finger. QTL Hd3 diidentifikasi memiliki 2 gen yang berbeda, yaitu Hd3a dan Hd3b. Hd6 mengkode subunit alfa yang berfungsi memperlambat pembungaan pada kondisi hari panjang (Murakami et al. 2005). Beberapa marka mikrosatelit atau SSR telah diketahui terpaut dengan gen pengatur panjang pendeknya umur berbunga tanaman padi. Beberapa QTL untuk sifat waktu berbunga pendek telah terpetakan pada beberapa kromosom padi, seperti pada Gambar 2. Beberapa marka SSR yang terpaut dengan beberapa gen Hd tersebut digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 2 Peta QTL (Hd1-Hd14) hasil persilangan varietas Nipponbare dan Kasalath (Yano et al. 2001). Marka Molekuler Program pemuliaan tanaman adalah salah satu aspek yang memegang peranan penting khususnya dalam menghasilkan varietas berpotensi hasil tinggi. Pemuliaan konvensional sampai sekarang masih terfokus pada seleksi turunan superior dari populasi segregasi dan seleksi umumnya berdasarkan pada penampilan karakter fenotip. Kelemahan
dari metode ini terdapatnya efek yang tidak terkendali dari pengaruh faktor lingkungan terhadap fenotip. Oleh sebab itu, dicanangkan teknologi baru yang dapat membuat prosedur lebih efisien dan dapat lebih dipercaya. Teknologi marka molekuler menawarkan peluang dengan mengadopsi hal-hal baru dalam skala luas untuk meningkatkan efisiensi strategi seleksi dalam pemuliaan tanaman khususnya padi. Marka molekuler merupakan teknik yang digunakan dalam genetika modern sebagai alat bantu mengidentifikasi genotip suatu individu. Marka molekuler merupakan ekspresi pada individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat tertentu, yang menunjukkan dengan pasti genotip suatu individu. Gupta et al. (1999) mengelompokan marka molekuler menjadi empat kelompok. Kelompok pertama adalah hibridisasi berdasarkan marka. Kelompok kedua adalah PCR berdasarkan marka. Kelompok ketiga adalah marka molekuler berdasarkan PCR yang dilanjutkan dengan hibridisasi. Kelompok keempat adalah sekuensing DNA berdasarkan marka. Marka molekuler yang dikenal hingga saat ini antara lain, RLFP yang merupakan marka bersifat kodominan dan cukup berlimpah serta polimorfik. Marka ini juga mudah dipetakan dalam peta genetik dan bersifat stabil. Kelemahannya, marka ini memerlukan DNA dalam jumlah besar serta melibatkan penggunaan pelabelan isotop radioaktif (meskipun kini telah ditemukan teknik tanpa radioaktif). RAPD yang merupakan marka bersifat dominan, dapat membedakan kelas genotip resesif dari kelas-kelas genotip yang lain. Kelemahan RAPD yang sering terjadi, dalam analisisnya biasa memperlihatkan hasil yang kurang stabil, sehingga dianggap kurang faktual, khususnya untuk keperluan sidik jari DNA. Selain kedua marka di atas juga dikenal marka molekuler lain, seperti VNTR, AFLP, dan SSR seperti yang digunakan dalam penelitian ini (Gupta et al. 1999). Simple sequence repeat (SSR) atau Mikrosatelit dapat digunakan untuk tujuan karakterisasi tanaman pada taraf genotip (Gupta et al. 1999). SSR merupakan sekuen sederhana berulang dan biasa melimpah dalam genom suatu spesies. SSR memiliki pengulangan sekuen yang berurutan dua sampai 4 motif sekuen nukleotida sebagai suatu sekuen yang konservatif. Marka ini sangat berguna sebagai marka genetik karena bersifat kodominan, sehingga dapat mendeteksi keragaman alel pada level yang
5
tinggi, mudah pengaplikasiannya karena menggunakan proses PCR, terdistribusi secara melimpah, dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi (banyak alel dalam lokus), merupakan alat uji yang memiliki reproduksibilitas dan ketepatan yang sangat tinggi, merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotip untuk karakter yang diinginkan, serta studi genetik populasi dan analisis diversitas genetik. Kelemahan teknik ini adalah marka SSR tidak tersedia pada semua spesies tanaman, sehingga untuk merancang primer baru membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal. Marka ini muncul sebagai marka yang sangat variatif dan mudah diulang, menjadikan sangat ideal untuk pemetaan genom (McCouch et al. 2002). Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase chain reaction (PCR) merupakan teknik sederhana yang digunakan untuk memperbanyak molekul DNA secara in vitro. Teknik ini dapat digunakan untuk membuktikan keberadaan gen yang diintroduksikan. Molekul DNA yang diperoleh dari proses PCR sangat banyak, karena jumlah perbanyakan molekul DNA bertambah secara eksponensial. Oleh sebab itu, ribuan molekul DNA dapat dibuat dalam waktu yang singkat. PCR dapat diaplikasikan dalam analisis genetik, seperti: diagnosis medis dan forensik (Graham 1997). PCR merupakan metode yang sangat sensitif, sehingga dari satu pasang molekul DNA dapat diperbanyak menjadi jutaan kali lipat setelah 30-40 siklus PCR. Adapun komponen yang dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah DNA target, primer, taq polimerase, dinukleotida (dNTP), dan bufer PCR. PCR banyak digunakan untuk berbagai keperluan, karena memiliki beberapa keuntungan, diantaranya cepat, memerlukan DNA dalam jumlah yang sedikit, dan dapat dilakukan pada tahap dini dengan teknik isolasi DNA sederhana. Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam reaksi PCR adalah sekuen primer, dNTP, enzim polimerase, dan suhu annealing (Muladno 2002). Reaksi PCR dilakukan dalam tiga tahap. Tahap peleburan atau denaturasi merupakan tahap awal reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi, yaitu 94–96 °C sehingga ikatan hidrogen DNA terputus atau terdenaturasi dan DNA menjadi berutas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua
utas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi cetakan bagi primer PCR. Tahap kedua adalah penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA cetakan yang komplementer urutan basanya. Hal ini dilakukan pada suhu antara 45–60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat (Muladno 2002). Tahap ketiga adalah pemanjangan atau elongasi. Enzim polimerase akan memperpanjang primer dengan basa nitrogen yang tersedia. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA polimerase yang dipakai. Proses ini biasanya menggunakan taq polimerase dan dilakukan pada suhu 72 °C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit (Gambar 3). Setelah tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Tahap berikutnya menunjukkan perkembangan yang terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa utas baru menjadi cetakan bagi primer lain dan akhirnya terdapat utas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial (Muladno 2002).
Gambar 3
Program amplifikasi DNA pada PCR (Muladno 2002).
Elektroforesis Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen/molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan, bentuk, dan ukuran. Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk separasi makromolekul (Clark et al. 2005). Prinsip dasar elektroforesis adalah memisahkan molekul berdasarkan muatan listrik intrinsiknya. Muatan listrik positif akan menarik muatan negatif dan menolak sesama muatan positif. Sebaliknya, muatan negatif
6
akan menarik muatan positif dan menolak sesama muatan negatif. Dua elektrode, masing-masing bermuatan positif dan negatif dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi. Menurut hukum listrik, molekul yang berbeda muatan akan saling tarik menarik. DNA dan RNA arah pergerakannya adalah menuju elektroda positif, disebabkan rangka gula fosfat yang dimilikinya (Gambar 4). Beberapa faktor yang mempengaruhi pemisahan komponen pada elektroforesis adalah densitas muatan molekul, pengaruh bufer (pH, kekuatan ion, komposisi bufer), bentuk molekul, ukuran molekul, dan media pendukung (restriksi pada mobilitas dan pengaruh difusi) (Clark et al. 2005). Material elektroforesis gel yang sering digunakan untuk DNA adalah agarosa dan akrilamid. Elektroforesis menggunakan gel agarosa atau poliakrilamid merupakan metode standar untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA. Teknik ini sangat sederhana, tidak memakan banyak waktu, dan dapat menghasilkan fragmen DNA yang tidak dapat dipisahkan secara adekuat dengan prosedur lain seperti density gradient centrifugation. Gel agarosa dapat digunakan untuk memisahkan molekul yang berukuran lebih dari 100 pasang basa (pb). Untuk resolusi yang lebih tinggi atau untuk separasi yang lebih efektif dari molekul DNA yang lebih pendek sebaiknya menggunakan gel poliakrilamid. Jenis bufer yang biasa digunakan dalam elektroforesis DNA adalah bufer TAE (Tris-Acetate-EDTA) yang akan menghasilkan resolusi baik untuk fragmen DNA dengan ukuran lebih dari 4 kb, sedangkan bufer TBE (Tris-Borate-EDTA) akan menghasilkan resolusi yang baik untuk fragmen DNA berukuran 0.1–3 kb (Corkill & Rapley 2008). Gel yang digunakan dalam penelitian adalah agarosa yang berasal dari ekstrak rumput laut yang telah dimurnikan. Elektroforesis gel untuk DNA menggunakan standar berat molekular (marka) untuk mengkalibrasi ukuran sampel yang dianalisis. Standar berat molekuler DNA, mengandung campuran fragmen DNA yang sudah diketahui massa molekulnya. Setelah tahap elektroforesis selesai, dilakukan visualisasi (pewarnaan/staining) DNA menggunakan fluorescent intercalating dye seperti etidium bromida (EtBr) selama 5 menit. EtBr akan mengikat DNA dengan cara menginsersi diantara stacked base-pairs, yang disebut dengan interkalasi dan akan menghasilkan warna merah berfluoresen ketika diiluminasi
dengan cahaya UV. Tahap terakhir adalah penghilangan warna dengan cara memasukkan gel ke dalam aquades selama 10 menit) (Corkill & Rapley 2008).
Gambar 4
Proses terjadinya elektroforesis (Clark et al. 2005).
Trait Analysis by Association, Evolution, and Linkage (TASSEL) Data yang dihasilkan dari proses amplifikasi dianalisis menggunakan perangkat lunak trait analysis by association, evolution and linkage (TASSEL), guna mengetahui seberapa besar tingkat keragaman genetik dan seberapa dekat hubungan kekerabatan antara aksesi yang satu dengan aksesi lainnya. Pemilihan TASSEL dalam tahap analisis disesuaikan dengan tingkat ploidi yang dimiliki masing-masing varietas. TASSEL merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk mengevaluasi hubungan asosiasi, pola evolusi, dan hubungan kekerabatan antara suatu varietas tanaman. Kelebihan perangkat lunak ini adalah integrasinya dengan berbagai varietas tanaman, seperti padi, jagung, gandum, dan lainnya; memiliki hasil berupa dendogram; menunjukkan seberapa besar tingkat keragaman genetik dari plasma nutfah yang menjadi bahan penelitian, menghasikan data statistik yang kuat serta memiliki asosiasi yang kuat dengan perangkat pemetaan lain, seperti general linear model (GLM) dan mixed linear model (MLM); dan memiliki kemampuan untuk menangani indeks. Meskipun sebagian besar perangkat lunak jenis ini mengabaikan polimorfisme. Namun, dalam beberapa varietas (padi dan jagung) polimorfisme jarang dianalisis (Hardy OJ & Vekemans X 2002).
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk isolasi DNA yaitu tabung mikro, seperangkat mortar, tip pipet mikro, satu set pipet mikro, vorteks, sentrifus, dan inkubator. Alat yang digunakan
7
untuk pengukuran kualitas DNA adalah spektrofotometer dan seperangkat alat elektroforesis. Seperangkat alat dokumentasi gel (chemidoc gel system) digunakan untuk visualisasi hasil elektroforesis. Bahan-bahan yang digunakan adalah 40 jenis plasma nutfah padi yang berbeda, yaitu 9 padi jenis beras merah (Cempo Merah, Andel Merah, RI1, Aeksibundong, Mandel, Segreng, Saodah Merah, Hawara Bunar, dan Pulu Mandoti), 22 jenis padi aromatik (Gilirang, Pindjan, Menthik Putih, Pare Barri, Celebes, Rodjolele Gepyok, Paretea, Menur, Cempo Putih, Gunung Perak, Lestari, Pare Bau, Kenanga, Pandan Wangi, Sibau, Dupa, Kombong, Lanbau, Rodjolele, Sintanur, Ciganjur, dan KDM), dan 9 padi jenis genjah (Silugonggo, Waseoikoku, Kinamaze, Inpari I, Dodokan, Fatmawati, IR7714, CT13432, dan Nipponbare) (Lampiran 1), bufer ekstrak DNA (SDS, lauryl sarcosine , NaCl, Tris-HCl, dan EDTA). Bahan lain yang digunakan untuk isolasi DNA adalah fenol kloroform isoamilalkohol, kloroform isoamilalkohol, Proteanase K, RNAase A, potasium asetat, etanol 70%, dan bufer TE yang mengandung RNAse. Bahan yang digunakan pada reaksi PCR adalah ddH20, 1x bufer PCR (10 mM Tris-HCl (pH 8.3) + 1.5 mM MgCl 2, 0.01 % Gelatin), dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dTTP), 4 primer spesifik beras merah (RM224, RC12, RCt3, dan RCt9), 1 primer spesifik aromatik (Afrag), 5 primer SSR (RM563, RM1306, RM3571, RM3857, dan RM5070), DNA, dan Taq DNA polimerase. Bahan penunjang analisis elektroforesis yang digunakan adalah gel agarosa, loading dye, bufer TAE, etidium bromida, dan DNA standar yang digunakan pada bahan. Metode Penelitian Persiapan Benih Padi Benih padi dari 40 sampel yang telah disiapkan sebelumnya dipanaskan pada oven pada 50 °C selama 3 hari, kemudian ditumbuhkan pada cawan petri dengan media kertas saring yang diisikan benih dan air. Setelah itu diinkubasi pada suhu ruang selama 3 minggu - 1 bulan, kemudian benih yang tumbuh siap untuk diisolasi. Isolasi DNA Genom Padi Bibit padi berumur 3 minggu diisolasi DNA-nya mengacu pada metode Sambrook et al. (1989). Daun padi dipotong dengan ukuran 4-7 cm, ditambahkan nitrogen cair dan digerus. Ditambahkan 1 mL bufer ekstraksi
dan 10 µL protease K. Setelah itu diinkubasi pada 60 °C selama 3 menit, lalu tambahkan RNAase sampai konsentrasi 0.1 µg/mL. Campuran disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 10 menit dan supernatan yang didapat ditambahkan 1 volum fenol kemudian diaduk. Campuran disentrifugasi kembali pada 5.000 rpm selama 5 menit dan supernatan yang didapat ditambahkan 1 volum fenol kloroform isoamilalkohol. Sentrifugasi kembali pada 12.000 rpm selama 15 menit. Pelet yang didapat ditambahkan 1 volum kloroform isoamilalkohol dan dicampur dengan baik. Disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 5 menit dan fase atas yang didapat dipindahkan pada tabung mikro yang baru, dilakukan pengulangan sampai didapat fase yang jernih diantara 2 fase. Supernatan yang didapat dicampur dengan 0.1 mL volum larutan potasium asetat dan 2.5 volum etanol 95 %, dilakukan pencampuran secara perlahan. Lalu diinkubasi selama 1 jam pada 80 °C Kemudian disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 15 menit dengan suhu 4 °C dan supernatan yang dihasilkan dibuang secara perlahan. Pelet yang didapat dicuci dengan hati-hati menggunakan 2 volum etanol 70 %. Disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 15 menit dan supernatan yang dihasilkan dibuang dengan perlahan. Pelet yang didapat dikeringkan dan DNA pada pelet dilarutkan kembali menggunakan 100 µL bufer TE. Pengukuran Kuantitas DNA Ekstrak DNA padi hasil isolasi dihitung konsentrasinya menggunakan alat spektrofotometer mengacu pada metode Sambrook et al. (1989). Total volume yang digunakan pada pengukuran spektrofotometer sebanyak 200 µL dengan faktor pengenceran sebesar 100 kali. Larutan blanko yang digunakan adalah ddH2O sebanyak 200 µL. Pengukuran konsentrasi DNA dilakukan pada panjang gelombang 260 nm. Sebaliknya untuk pengukuran kemurnian DNA dilakukan dengan perbandingan absorban 260/280 (OD 260/280). DNA yang murni mempunyai OD 260/280 = 1.8 hingga 2.0. Apabila nilainya kurang dari 1.8 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan protein, untuk menghilangkannya ditambahkan proteinase. Apabila nilainya lebih dari 2.0 maka sampel DNA masih mengandung kontaminan RNA dan untuk menghilangkannya ditambahkan ribonuklease. Kalibrasi spektrofotometer dilakukan sebelum digunakan untuk pengukuran sampel DNA. Sebanyak 200 µL ddH2O dimasukkan
8
ke dalam kuvet, lalu dimasukkan ke dalam spektrofotometer dan ditekan tombol read blank. Sebanyak 2 µL sampel DNA dimasukkan ke dalam kuvet kemudian ditambahkan ddH2O sebanyak 198 µL, lalu dilakukan pengukuran konsentrasinya. Tahap selanjutnya DNA diencerkan dengan konsentrasi akhir 50 µg/mL untuk proses amplifikasi PCR. Amplifikasi DNA Amplifikasi DNA yang dilakukan mengacu pada metode Sambrook et al. (1989). Disiapkan 20 µL volume yang mengandung 10 x bufer PCR (10 mM TrisHCl (pH 8.3) + MgCl2 sebanyak 2 µL, 2 µL masing-masing dNTP 2 mM, 2 µL masingmasing primer yang digunakan (tabel 1), 0.2 µL Taq DNA polimerase, DNA 50 µg/mL sebanyak 3 µL, dan ditepatkan volumnya hingga 20 µL dengan ddH2O sebanyak 10.8 µL. Mesin PCR yang digunakan untuk amplifikasi DNA adalah PCR TETRAD sebanyak 36 siklus. Program PCR yang digunakan sebagai berikut: denaturasi permulaan selama 5 menit pada 94 ºC, dilanjutkan 35 siklus yang terdiri atas: denaturasi selama 1 menit pada 94 ºC, proses penempelan primer selama 1 menit pada 55 ºC dan 2 menit pada 72 ºC. Pengulangan step 2-4 sebanyak 13 kali, dengan program touchdown (penurunan suhu secara teratur) dengan perbedaan sebanyak 0.5 ºC setiap siklusnya, kemudian diikuti dengan perpanjangan primer terakhir pada 72 ºC selama 7 menit. Tahap terakhir dilakukan inkubasi pada 4 ºC. Elektroforesis DNA Elektroforesis DNA yang dilakukan mengacu pada metode Sambrook et al. (1989). Disiapkan 2 % gel agarosa dengan 1x bufer TAE pada cetakan. Sebanyak 2 gr agarosa dilarutkan dengan 100 mL bufer TAE dan dipanaskan dengan microwave selama lebih kurang 3 menit. Gel yang telah padat dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang berisi 1x bufer TAE. Sebanyak 4 µL produk PCR ditambahkan dengan 3 µL loading dye dan dicampur sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel. Disertakan 1 kb penanda sebagai marka untuk melihat ukuran DNA. Tahap selanjutnya sampel DNA dialiri arus dengan voltase 80 Volt selama 45 menit. Gel agarosa diwarnai dengan larutan etidium bromida (10 mg/L) selama 5 menit (pewarnaan gel/staining gel). Tahap selanjutnya adalah penghilangan warna gel
(destaining gel). Tahap ini dilakukan dengan perendaman di dalam air selama 10 menit. Gel agarosa selanjutnya divisualisasi dengan alat dokumentasi gel. Hasil amplifikasi yang diperoleh diproses lebih lanjut dengan program TASSEL guna mengetahui seberapa besar variasi, tingkat keragaman genetik, dan seberapa dekat hubungan kekerabatan diantara aksesi-aksesi yang ada serta asosiasi antara sifat fenotip dan genotip masing-masing varietas. Tabel 1 Sekuen primer yang digunakan pada analisis plasma nutfah padi beras merah, padi aromatik, dan padi genjah (McCouch et al. 2002) No 1
2
3 4
5 6
7
8 9
10
Primer
Sekuen primer
RC12
F: TATGGCTACAGCCTACACG
(Beras merah)
R:GAAGCGTGGGATGTTTGTTT
RCt9
F: ATAAGGTTATTCCCGCTTAC
(Beras merah)
R: TAAGGCACAGTACGGGAA
RCt3
F: CTTATCATTTGGACATAGG
(Beras merah)
R: AGGATACACGCCACCAGA
RM224
F: ATCGATCGATCTCACGAGG
(Beras merah)
R: TGCTATAAAGGCATTCGGG
RM1306
F: TGCCAATTACCTTCCCGTAC
(Genjah)
R: TGCTCCGTATTGCTGCTATG
RM3571
F: TGCGTGAACTAAACACAGC
(Genjah)
R: AGACAACCTGGCCATTCAC
RM3857
F: TTCTTGGTATGCCGCGTG
(Genjah)
R: GAGCCTCTCCCTCTCCTCTC
RM6070
F: CAGCATCTCTCTCTCCTCTG
(Genjah)
R: GATAGCAGGAGAGGCGTTG
RM563
F: CGACCCTAGGGTTTCTCC
(Genjah)
R: CTCGACGTCGTGGAAAGC
Afrag
F: TTGCAAATTTAGTCGGTGA
(Aromatik)
R: CCATCCATGGCCTCTCCTTG
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kuantitatif DNA Daun Padi Penelitian menggunakan 40 jenis plasma nutfah padi berbeda, yang berasal dari berbagai kawasan di Indonesia. Dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keragaman genetik, hubungan kekerabatan serta asosiasi antara sifat fenotip dan genotip masing-masing varietas. Data yang dihasilkan digunakan untuk keperluan pendaftaran pada pangkalan data PVT dalam rangka perlindungan plasma nutfah yang kita miliki. Plasma nutfah padi yang digunakan yaitu 9
9
padi jenis beras merah (Cempo Merah, Andel Merah, RI1, Aeksibundong, Mandel, Segreng, Saodah Merah, Hawara Bunar, dan Pulu Mandoti), 22 jenis padi aromatik (Gilirang, Pindjan, Menthik Putih, Pare Barri, Celebes, Rodjolele Gepyok, Paretea, Menur, Cempo Putih, Gunung Perak, Lestari, Pare Bau, Kenanga, Pandan Wangi, Sibau, Dupa, Kombong, Lanbau, Rodjolele, Sintanur, Ciganjur, dan KDM) dan 9 padi jenis genjah (Silugonggo, Waseoikoku, Kinamaze, Inpari I, Dodokan, Fatmawati, IR7714, CT13432, dan Nipponbare. Uji DNA padi secara kuantitatif dilakukan menggunakan spektrofotometer yang meliputi konsentrasi dan kemurnian DNA. Uji ini dilakukan untuk menjamin tidak terdapat kontaminasi protein dan polisakarida pada DNA yang diisolasi. Isolasi DNA daun padi dilakukan menggunakan metode Sambrook et al. (1989), yaitu protokol umum isolasi DNA dari daun. Metode ini merupakan teknik isolasi DNA yang umum digunakan karena konsentrasi DNA yang diperoleh relatif lebih baik dibandingkan dengan metode yang lain. Keuntungan lain dari metode ini adalah tidak membutuhkan waktu isolasi yang lama serta tahapan metode yang relatif lebih mudah. DNA hasil isolasi diuji kualitasnya dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 260 nm untuk pengukuran konsentrasi DNA dan panjang gelombang dengan rasio A260/A280 untuk kemurnian DNA. Data Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran kualitas DNA secara kuantitatif yang meliputi konsentrasi dan kemurnian DNA. Dari seluruh sampel yang dihitung konsentrasi dan kemurniannya, secara umum konsentrasi DNA hasil isolasi memiliki konsentrasi yang relatif baik dan sudah cukup digunakan pada proses amplifikasi dengan mesin PCR. Hal ini juga sejalan dengan hasil pengukuran konsentrasi DNA padi menggunakan metode CTAB, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2009), yang memperlihatkan konsentrasi DNA hasil isolasi nilainya berkisar 1000– 10.000 µg/mL. Konsentrasi DNA yang diperoleh dari hasil isolasi tidak seragam. Oleh sebab itu, konsentrasi DNA yang sudah diperoleh diseragamkan dengan pengenceran. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin bahwa jumlah DNA yang akan diamplifikasi dengan PCR mempunyai konsentrasi yang sama dengan harapan jumlah perbanyakan molekul DNA pada proses amplifikasi juga seragam.
Konsentrasi DNA dari seluruh sampel diseragamkan menjadi 50 µg/mL dengan pengenceran. Nilai kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2.0 (Sambrook et al. 1989). Nilai kemurnian DNA hasil isolasi yang didapat sudah sesuai dengan batasan pada literatur. Oleh sebab itu, DNA hasil isolasi sudah dapat digunakan untuk amplifikasi PCR karena sudah tidak terkontaminasi polisakarida maupun protein. Tabel
2
Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA daun padi
No
Varietas padi
Konsentrasi (µg/mL)
A260/280
1 2 3 4 5 6 7 8
Aeksibundong Andel Merah Celebes Cempo Merah Cempo Putih Dodokan Dupa Fatmawati
1481.0 2558.2 4232.1 6090.6 6962.9 362.0 867.9 2751.1
1.85 1.84 1.84 1.80 1.83 1.80 1.83 1.90
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Gilirang Gunung Perak Hawara Bunar Inpari I IR7144 Kenanga Kinamaze Lanbau Lestari Mandel Menthik Putih Menur Pandan Wangi Pare Barri
7103.1 14057 889.1 2438.3 1822.3 4621.4 1491.9 8062.8 4757.2 7902.9 8358.5 1146.6 11141.3 9488.3
1.88 1.96 1.84 1.86 1.85 1.87 1.86 1.81 1.84 1.80 1.88 1.94 1.84 1.80
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Pare Bau Pare Kombong Paretea Pindjan Pulu Mandoti RI1 Rodjolele Saodah M erah Segreng Sibau Silugonggo Waseoikoku
8675.6 7170.9 6802.8 3246.9 6991.4 250.1 1022.0 6297.4 8043.2 847.8 683.4 1167.95
1.95 1.89 1.95 1.84 1.87 1.89 1.98 1.82 1.98 1.92 1.87 1.96
35 36 37 38 39 40
Ciganjur KDM Nipponbare Rodjolele G Sintanur CT13432
1128.1 1184.1 1068.8 7954.9 1675.2 729.3
1.82 1.86 1.80 1.97 1.88 1.87
10
Amplifikasi DNA Penelitian seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam analisis PCR digunakan marka-marka molekuler yang yang berbasis pada gen spesifik untuk sifat padi beras merah, padi aromatik, dan padi genjah. Beberapa gen tersebut adalah (1) untuk sifat padi beras merah, marka-marka molekuler didesain berdasarkan sekuen basa nukleotida gen penyandi faktor transkripsi untuk protein pigmen warna prothocyanidin; (2) untuk sifat padi aromatik, marka molekuler yang digunakan didesain berdasarkan sekuen basa nukleotida gen penyandi protein pengkatalis sintesis 2 -asetil-1-pirolin; dan (3) untuk sifat padi umur genjah, marka molekuler yang digunakan adalah marka SSR yang terpaut dengan gen pengatur waktu pembungaan (heading date/Hd). Hasil analisis PCR menggunakan total 10 marka molekuler pada 40 aksesi plasma nutfah padi yang memiliki sifat beras merah, aromatik, dan umur genjah, hasil pengelompokannya ditunjukkan pada Gambar 5. Pengelompokan ini merupakan hasil pengolahan data menggunakan program TASSEL guna mengetahui seberapa besar tingkat keragaman genetik dan seberapa dekat hubungan kekerabatan antar aksesi. Pemilihan program TASSEL dalam tahap analisis ini disesuaikan dengan tingkat ploidi yang dimiliki masing-masing varietas. Hasil analisis pengelompokan tersebut menunjukkan adanya klasterisasi yang cukup jelas dari 40 varietas plasma nutfah padi yang digunakan, yaitu kelompok besar padi aromatik dan kelompok besar padi genjah, dengan terdapatnya penyebaran beberapa varietas padi beras merah pada masing-masing kelompok. Pada kelompok besar padi aromatik terdapat tiga subkelompok, pada gambar ditunjukkan dengan no 1, 2, dan 3. Pada kelompok besar padi genjah terdapat beberapa subkelompok, pada gambar ditunjukkan dengan no 4, 5, 6, 7, dan 8. Masing-masing subkelompok tersebut memiliki karakteristrik berbeda-beda dan unik yang mewakili identitas genotip dan fenotip dari kelompoknya. Lebih lanjut dapat dilihat dalam penjelasan mengenai uji hubungan asosiasi berikutnya. Densitas dendogram memperlihatkan, bahwa masing-masing kelompok mempunyai tingkat keragaman genetik yang cukup seimbang. Meskipun jumlah varietas masingmasing jenis padi yang digunakan berbeda, namun keseimbangan yang didapat diduga ada kaitannya dengan cukup banyaknya jumlah
plasma nutfah padi dan marka molekuler yang digunakan, terutama marka molekuler spesifik untuk sifat padi umur genjah.
1 2
3
4 5 6 7
8 Gambar 5 Pengelompokan 40 nomor aksesi plasma nutfah padi menggunakan 10 marka molekuler spesifik untuk sifat beras merah, aromatik, dan umur genjah. Plasma Nutfah Padi Beras Merah Amplifikasi DNA dilakukan dengan mesin PCR TETRAD. Primer yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sweeney et al. (2006). Digunakan empat buah primer, yaitu: RCt3, RCt9, RC12, dan RM224 yang merupakan marka molekuler untuk sifat beras merah dan akan menempel pada masing-masing sekuen DNA padi secara spesifik. Marka molekuler ini didesain berdasarkan hasil analisis sekuen basa nukleotida beberapa aksesi plasma nutfah padi warna yang disejajarkan dengan sekuen basa nukleotida klon LOC_Os7g11010.2 yang merupakan salah satu klon dari gen pigmen warna prothocyanidin. rc-bHLH terdapat pada posisi 6,061,189-6,067,617 pb dari kromosom 7 dalam genom padi (Sweeney et al. 2006 & Utami et al. 2009). Hasil amplifikasi PCR dengan markamarka penanda untuk sifat beras merah
11
menunjukkan bahwa diantara keempat marka yang digunakan, marka RCt3 (Gambar 6) dan RCt9 (Gambar 7) menunjukkan hasil amplikon berupa 1 pita DNA yang masingmasing berukuran 150 pb dan 100 pb. Primer RC12 (Gambar 8) menghasilkan amplikon berupa 3 pita DNA yang berukuran 100 pb, 170 pb, dan 315 pb. Sementara untuk RM224 (Gambar 9) menghasilkan amplikon berupa 2 pita DNA yang berukuran 150 pb dan 300 pb. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa amplifikasi dengan primer RCt9, dari 9 varietas padi beras merah yang digunakan, yaitu: Cempo Merah, Andel Merah, RI1, Aeksibundong, Mandel, Segreng, Saodah Merah, Hawara Bunar, dan Pulu Mandoti, menunjukan adanya 5 varietas, yaitu: Cempo
Merah, Aeksibundong, Hawara Bunar, RI1, dan Segreng saja yang menghasilkan pola pita hasil amplifikasi pada proses PCR. Terdapat beberapa varietas diluar padi beras merah yang juga menghasilkan pola pita hasil amplifikasi, seperti Dupa, Gunung Perak, Kenanga, Lanbau, Menur, Pare Bau, Pare Kombong, Pindjan, Sibau, Ciganjur, KDM, dan Sintanur yang merupakan varietas padi aromatik, berturut-turut pada lubang no 7, 10, 14, 16, 17, 19, 20, 23, 24, 26, 32, 36, dan 39. Serta Dodokan, Fatmawati, Inpari I, IR7714, Kinamaze, Silugonggo, Waseoikoku, Nipponbare, dan CT13432 yang merupakan varietas padi genjah, berturut-turut pada lubang no 6, 8, 12, 13, 15, 33, 34, 37, dan 40.
Gambar 6 Hasil PCR menggunakan primer RCt3 pada aksesi plasma nutfah padi beras merah. Lubang no 1, 2, 4, 11, 18, 27, 28, 30, dan 31 berturut-turut adalah Aeksibundong, Andel Merah, Cempo Merah, Hawara Bunar, Mandel, Pulu Mandoti, RI1, Saodah Merah, dan Segreng. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA.
100 bp
1000 bp 800 bp 700 bp 500 bp 400 bp 300 bp 100 bp
1000 bp
800 bp
1 2
4
11
18 500 bp 400 bp
1000 bp 800 bp 650 bp 500 bp 300 bp 100 bp
100 bp
200 bp 150 bp
27 28
30 31
Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RCt9 pada aksesi plasma nutfah padi beras merah. Lubang no 1, 2, 4, 11, 18, 27, 28, 30, dan 31 berturut-turut adalah Aeksibundong, Andel Merah, Cempo Merah, Hawara Bunar, Mandel, Pulu Mandoti, RI1, Saodah Merah, dan Segreng. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA.
12
1000 bp 800 bp
1000 bp
600 bp 550 bp 500 bp 400 bp
800 bp
315 bp
700 bp
300 bp
100 bp
500 bp 400 bp 300 bp
170 bp
200 bp
1 2
4
11
100 bp
27 28
30 31
Gambar 8 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RC12 pada aksesi plasma nutfah padi beras merah. Lubang no 1, 2, 4, 11, 18, 27, 28, 30, dan 31 berturut-turut adalah Aeksibundong, Andel Merah, Cempo Merah, Hawara Bunar, Mandel, Pulu Mandoti, RI1, Saodah Merah, dan Segreng. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA.
1000 bp 1000 bp
1000 bp 800 bp
800 bp
800 bp 600 bp 550 bp 400 bp
150 bp
600 bp
600 bp 500 bp 400 bp
300 bp
400 bp
300 bp
350 bp
100 bp
100 bp
1
2
4
11
100 bp
18
2728
3031
Gambar 9 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RM224 pada aksesi plasma nutfah padi beras merah. Lubang no 1, 2, 4, 11, 18, 27, 28, 30, dan 31 berturut-turut adalah Aeksibundong, Andel Merah, Cempo Merah, Hawara Bunar, Mandel, Pulu Mandoti, RI1, Saodah Merah, dan Segreng. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA. Hal yang sama juga terjadi pada marka molekuler untuk sifat beras merah lainnya. Ini mungkin didasari karena bulir padi beras merah memiliki intensitas warna yang berbeda-beda, tergantung dari posisi ekson dan intron dari basa penyandi pigmen warna pada LOC_Os7g11010.2 (Sweeney et al. 2006). Kemungkinan tersebut diperoleh dari sampel bulir padi beras merah yang digunakan ternyata mempunyai intensitas warna yang berbeda-beda. Akibat yang ditimbulkan dari perbedaan posisi ekson dan intron tersebut adalah penempelan primer menjadi tidak spesifik, sehingga dapat menjadi alasan mengapa tidak semua DNA padi beras merah dapat teramplifikasi menggunakan primer tersebut. Data yang diperoleh dari hasil amplifikasi aksesi padi beras merah menggunakan PCR
selanjutnya diolah menggunakan program TASSEL guna mengetahui seberapa besar tingkat keragaman genetik dan seberapa dekat hubungan kekerabatan antara aksesi yang satu dengan aksesi lainnya. Pemilihan program TASSEL dalam tahap analisis disesuaikan dengan tingkat ploidi yang dimiliki masingmasing varietas. Analisis hubungan asosiasi varietas padi beras merah menggunakan program TASSEL memperlihatkan adanya 2 klaster utama pada varietas padi yang diujikan. Klaster pertama terdiri atas varietas RI1, Cempo Merah, Aeksibundong, dan Segreng serta klaster kedua yang terdiri atas varietas Pulu Mandoti, Saodah Merah, Andel Merah, dan Hawara Bunar (Gambar 10). Pola penyebarannya tidak secara langsung dapat memperlihatkan perbedaan pada masing-masing varietas beras merah yang
13
digunakan. Pembagian klaster yang terjadi merata diantara varietas dengan tingkat kecerahan warna pada pericarp dan aleuron yang beragam, sehingga perbedaan identitas fenotip pada masing-masing varietas pada klaster juga tidak secara jelas dapat terlihat. Selain itu sulitnya menilai tingkat kecerahan warna pericarp dan aleuron pada masingmasing varietas juga menjadi faktor penyebab kurang jelasnya perbedaan pada masingmasing klaster tersebut (Tabel 3). Dihasilkannya pembagian ini dimungkinkan terjadi lebih besar karena faktor amplifikasi dan hasil pemberian skor pada tingkat genotip menggunakan beberapa primer spesifik beras merah. Namun apabila dilihat dari deskripsi fenotip lain dari masing-masing varietas, pada klaster pertama yang terdiri atas varietas RI1, Cempo Merah, Aeksibundong, dan Segreng diketahui bahwa pada masing-masing varietas terdapat beberapa kesamaan ciri fenotip, diantaranya memiliki bulu pada gabah cere, bulu gabah tidak berbulu, bentuk gabah ramping, dan warna beras merah terdapat sampai kulit ari. Pada klaster kedua yang terdiri atas varietas Pulu Mandoti, Saodah Merah, Hawara Bunar, dan Andel Merah diketahui pada masing-masing varietas juga terdapat beberapa kesamaan ciri fenotip,
diantaranya memiliki bulu pada bagian cere, bulu gabah memiliki bulu, dan bentuk gabah yang panjang. Tidak termasuknya Mandel ke dalam salah satu klaster utama tersebut dimungkinkan karena dari deskripsi varietas yang didapat, varietas Mandel memiliki ciri yang berbeda dengan varietas lainnya. Mandel memiliki bulu pada bagian gabah cere, terdapat bulu pendek pada bulu gabah, bentuk gabah yang gemuk, serta warna merah beras sampai pada bagian endospermae (Manurung dan Ismunadi 1999).
1
2
Gambar 10
Dendrogram untuk hubungan asosiasi padi beras merah.
Tabel 3 Pemberian skor untuk sampel padi beras merah berdasarkan warna bulir padi Morfologi benih Pericarp Aleuron
Skor Pericarp Aleuron
No
Varietas
Subspesies
1
Cempo Merah
Japonica
1
4
2
Andel Merah
Japonica
1
2
3
RI 1
Japonica
2
2
4
Aeksibundong
Japonica
1
3
5
Mandel
Japonica
1
3
6
Segreng
Japonica
1
2
7
Saodah Merah
Japonica
1
1
8
Hawara Bunar
Indica
1
3
9
Pulu Mandoti
Japonica
1
4
Keterangan skor : Pericarp: 1 : Pericarp berwarna merah 2 : Pericarp berwarna merah dengan kadar warna putih yang berbatas
Aleuron: 1 : Aleuron berwarna merah 2 : Aleuron berwarna keputihan tanpa batas 3 : Aleuron berwarna keputihan dengan batas jelas 4 : Aleuron berwarna putih
14
Usaha yang dilakukan dalam rangka menentukan signifikansi antara keragaman genotip berdasarkan keempat marka beras merah terhadap keragaman fenotip yang teramati. Dilakukan uji gabungan (association test) antara keduanya melalui general linier model (GLM) tes dengan program TASSEL (Terry 2009). Hasil Uji gabungan ini seperti pada Tabel 4. RC12 dan RM224 merupakan primer yang paling signifikan menghasilkan pola pita DNA padi beras merah pada proses amplifikasinya. Nilai signifikansinya (Pvalue) masing-masing sebesar 1.13 dan 3.76. Nilai signifikansi ini terkait dengan seberapa baiknya primer yang digunakan dapat mengamplifikasi DNA secara spesifik dari varietas target yang digunakan dan seberapa besar dapat memperlihatkan perbedaan diantara varietas yang digunakan dalam penelitian. Nilai signifikansi ini juga terkait dengan pemilihan parameter pada pemberian skor secara fenotip untuk masing-masing varietas padi beras merah yang digunakan. Nilainya berbanding lurus dengan nilai signifikansi yang dipilih, semakin kecil skor yang diberikan pada padi beras merah dengan intensitas warna merah bulir tertinggi, maka nilai signifikansi yang dipilih adalah nilai terkecil dan bernilai positif pada primer yang dihasilkan. Nilai signifikansi ini didapat berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan program TASSEL. Tabel 4 Hasil analisis gabungan antara data genotip dengan data fenotip padi beras merah Galur
Ukuran (pb)
Lokus
∑ Sampel
2,3,4,5
150
RCt3
9
100
RCt9
9
100
Rc12a
9
170
Rc12b
9
315
Rc12c
9
150
RM224a
9
300
RM224b
9
3,4,5
5
4
Pvalue
7.52E05 0.0 7.52E05 0.0 1.13E04 0.0 3.76E05
Primer RC12 merupakan primer yang terpaut dengan gen rc pengkode protein BHLH dan bersifat monogenetik. Terletak di kromosom 7 pada lokus 44 padi. Gen ini berperan dalam peningkatan sintesis prothocyanidin yang bertanggung jawab dalam memproduksi pigmen warna pada bulir beras merah (Nagao & Takahashi 1999). Selain itu analisis RC12 menggunakan program TASSEL, hasil analisis GLM memperlihatkan bahwa primer RC12 merupakan primer yang signifikan untuk varietas padi beras merah dengan ciri fenotip warna pericarp merah dan warna alueron putih. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa varietas Cempo merah merupakan varietas yang paling signifikan dan juga memiliki tingkat amplifikasi tertinggi pada penggunaan primer RC12, hal ini terlihat dari dihasilkannya pola pita pada masing-masing proses amplifikasi menggunakan primer tersebut. Ukuran alel untuk varietas tersebut adalah 100 pb dan 315 pb. Cempo merah merupakan varietas dengan ciri, gabah berbentuk ramping, hasil panen dapat mencapai 4-6 ton/ha, bentuk batang tegak, dan jumlah anakan mencapai 20-25 batang. Primer RM224 merupakan salah satu marka molekuler SSR yang terdapat pada kromosom 11 DNA padi di posisi 21,849,538 21,849,683 pb dengan motif pengulangannya yaitu (AAG)8(AG)13. Hal ini didasarkan pada penelitian Yano et al. (2001) yang menampilkan QTL analisis dari kromosom 11 DNA tanaman padi menggunakan persilangan antara Oryza sativa dengan Oryza nivara. Selain itu hasil analisis GLM menggunakan program TASSEL, memperlihatkan bahwa primer RM224 merupakan primer yang signifikan untuk varietas padi beras merah dengan ciri fenotip warna pericarp merah dan warna alueron putih dengan batas yang jelas. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa varietas Mandel dan Aeksibundong merupakan varietas yang paling signifikan dan juga memiliki tingkat amplifikasi tertinggi pada penggunaan primer RM224, hal ini terlihat dari dihasilkannya pola pita pada masing-masing proses amplifikasi menggunakan primer tersebut. Ukuran alel untuk masing-masing varietas tersebut adalah 150 pb dan 300 pb. Mandel merupakan varietas dengan ciri, batang berbentuk tegak, produksi 2 ton/ha, terdapat bulu pada gabah cere, warna kepala putik (stigma) kuning, mudah rontok, bulu gabah (apiculus) pendek, warna ujung gabah kuning pucat, warna kelopak bunga
15
(sterillema) putih kekuningan, gabah berwarna jerami, bentuk gabah gemuk, berat 1000 butir sebesar 27 g, tipe endosperma beras berperut, warna beras merah sampai endosperma, cukup tahan terhadap hama penggerek batang padi serta cukup tahan terhadap hawar pelepah daun dan kresek. Aeksibundong merupakan varietas dengan ciri, bentuk tanamanan tegak, produksi 4-8 ton/ha, tinggi tanaman 112 cm, jumlah anakan mencapai 18 batang, bentuk gabah ramping, kerontokan sedang, bobot 1000 butir sebesar 27 g, tahan hama wereng coklat biotipe 2 dan 3, tahan penyakit bakteri hawar daun strain IV, dan cocok untuk lokasi dengan ketinggian sedang (+700 m dpl). Plasma Nutfah Padi Aromatik Amplifikasi DNA dilakukan dengan mesin PCR TETRAD. Primer yang digunakan untuk ampilfikasi DNA ini yaitu Afrag yang merupakan marka molekuler untuk sifat beras aromatik dan akan menempel pada masingmasing sekuen DNA padi secara spesifik. Marka molekuler ini didesain berdasarkan hasil analisis sekuen basa nukleotida gen fgr yang merupakan gen pada kromosom 8 dari genom padi aromatik dan diduga berperan sebagai pengkode protein pengkatalisis pembentukan 2-asetil-1-pirolin (Bradbury et al. 2005). Sifat aromatik padi disebabkan adanya senyawa 2-asetil-1-pirolin pada bagian tertentu tumbuhan padi. Senyawa tersebut terbentuk akibat delesi kromosom nomor 8 yang menjadi gen badh2. Fungsi gen tersebut adalah bertanggung jawab terhadap metabolisme senyawa 2-asetil-1-pirolin yang menyebabkan aroma wangi pada padi. Oleh sebab itu, padi aromatik dapat dibedakan berdasarkan sekuen DNA yang terdelesi pada kromosom nomor 8 (Bradbury et al. 2005). Delesi kromosom nomor 8 pada sampel padi yang digunakan kemungkinan mempunyai panjang yang berbeda-beda. Perbedaan panjang delesi tersebut mungkin berpengaruh terhadap kemampuan gen badh2 dalam mengekspresikan sifat aromatik. Kemungkinan tersebut diperoleh dari sampel padi aromatik yang digunakan ternyata mempunyai intensitas aroma wangi yang berbeda-beda. Akibat yang ditimbulkan dari perbedaan panjang delesi pada kromosom nomor 8 adalah penempelan primer menjadi tidak spesifik, sehingga ukuran DNA yang diamplifikasi tidak seperti yang diharapkan. Hal ini dapat menjadi alasan mengapa tidak semua sampel padi aromatik yang digunakan
dapat teramplifikasi menggunakan primer Afrag. Turut teramplifikasinya varietas padi non aromatik dapat dikarenakan, pada varietas tersebut juga mengalami delesi pada kromosom 8 atau mengalami delesi namun delesi tersebut tidak sampai merubah sifat non aromatik menjadi aromatik. Delesi yang terjadi kemungkinan hanya beberapa basa saja (10 basa). Pada padi-padi aromatik delesi yang terjadi telah merubah sifat non aromatik menjadi aromatik yaitu sekitar 21 basa atau 7 asam amino (Pandan Wangi, Rodjolele, Gilirang, dan Pulu Mandoti) atau 42 basa/14 asam amino (Sintanur, Mentik Wangi, dan Gunung Perak (Lang & Buu 2008). Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer Afrag untuk sifat padi aromatik pada Gambar 11 menghasilkan amplikon berupa 1 pita DNA yang berukuran 257 pb. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa amplifikasi dengan primer Afrag, dari 22 aksesi plasma nutfah padi yang digunakan menunjukkan adanya 9 varietas yang positif untuk marka Afrag, yaitu Lanbau, Menur, Pare bau, Pare kombong, Dupa, Sibau, Ciganjur, KDM, dan Sintanur. Sementara ada beberapa varietas diluar padi aromatik yang juga menghasilkan pola pita hasil amplifikasi, seperti Aeksibundong, Cempo Merah, Hawara Bunar, Mandel, Pulu Mandoti, RI1, Saodah Merah, dan Segreng, yang merupakan varietas padi beras merah, berturut-turut pada lubang no 1, 4, 11, 18, 27, 28, 30, dan 31; serta Dodokan, Fatmawati, Inpari I, IR7144, Kinamaze, Silugonggo, Waseoikoku, CT13432, dan Nipponbare yang merupakan varietas padi umur genjah, berturut-turut pada lubang no 7, 10, 14, 16, 17, 19, 20, dan 23. Dengan demikian primer yang digunakan pada penelitian ini dapat digunakan untuk membedakan padi varietas aromatik dan non aromatik meskipun secara keseluruhan tidak semua varietas padi aromatik dapat teramplifikasi secara baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lang & Buu (2008), yang mengamplifikasi padi aromatik dan non aromatik menggunakan marka RM223 yang merupakan gen penyandi sifat aromatik pada padi. Hasil penelitiannya memperlihatkan padi non aromatik mempunyai ukuran DNA 160 bp dan 150 bp, sedangkan pada padi aromatik mempunyai ukuran fragmen DNA hasil amplifikasi sebesar 257 bp (Pandan Wangi, Rodjolele, Gilirang, Pulu Mandoti, Sintanur, Mentik Wangi, dan Gunung Perak). Diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Bradbury
16
et al. (2005) yang menyebutkan bahwa ukuran fragmen DNA hasil amplifikasi pada padi aromatik dan non aromatik mempunyai variasi panjang fragmen DNA antara 200 pb-300 pb.
1000 bp 800 bp
257 pb
500 bp 300 bp 200 bp 100 bp
1000 bp 800 bp 500 bp 300 bp 200 bp 100 bp
257 pb
1000 bp
800 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp
257 pb
Gambar 11 Hasil PCR menggunakan primer Afrag menghasilkan pita berukuran 257 pasang basa. Lubang no 3, 5, 7, 9, 10, 14, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 32, 35, 36, 38 dan 39 berturutturut adalah Celebes, Cempo Putih, Dupa, Gilirang, Gunung Perak, Kenanga, Lanbau, Lestari, Menthik Putih, Menur, Pandan Wangi, Pare Barri, Pare Bau, Kombong, Paretea, Pindjan, Rodjolele, Sibau, Ciganjur, KDM, Rodjolele gepyok dan Sintanur.
Plasma Nutfah Padi Genjah Amplifikasi DNA dilakukan dengan mesin PCR TETRAD. Untuk menganalisis sidik jari DNA plasma nutfah padi dengan sifat umur genjah, digunakan beberapa marka mikrosatelit/SSR yang terpaut dengan beberapa gen penentu umur berbunga pendek (Hd) pada kromosom dalam genom padi. Beberapa marka SSR dan gen Hd tersebut adalah: RM563 (Hd13, kromosom 12), RM1306 (Hd2, kromosom 7), RM3571 (Hd12, kromosom 8), RM3857 (Hd7, kromosom 2), dan RM6070 (Hd14, kromosom 10). Hasil amplifikasi PCR dengan markamarka penanda untuk sifat padi genjah menunjukkan bahwa diantara kelima marka yang digunakan, marka RM563 (Gambar 12) menghasilkan amplikon berupa 2 pita DNA yang berukuran 130 pb dan 150 pb. Primer RM1360 (Gambar 13) menghasilkan amplikon berupa 3 pita DNA yang berukuran 80 pb, 100 pb, dan 130 bp. Primer RM3571 (Gambar 14) menghasilkan amplikon berupa 3 pita DNA yang berukuran 80 pb, 280 pb, dan 300 pb. Primer RM3857 (Gambar 15) menghasilkan amplikon berupa 3 pita DNA yang berukuran 100 pb, 290 pb, dan 315 pb. Serta RM6070 menghasilkan amplikon berupa 2 pita DNA yang berukuran 80 pb dan 280 pb. Data tersebut memperlihatkan, bahwa amplifikasi dengan primer RM563, Dari 9 varietas padi genjah yang digunakan, menunjukkan varietas Dodokan, Kinamaze, Silugonggo, Waseoikoku, dan Nipponbare saja yang menghasilkan pola pita hasil amplifikasi pada proses PCR. Sementara ada beberapa varietas diluar padi genjah yang juga menghasilkan pola pita hasil amplifikasi, seperti Celebes, Cempo Putih, Dupa, Lanbau, Lestari, Menthik Putih, Menur, Pare Barri, Pare Bau, Pare Kombong, Paretea, Pindjan, Rodjolele, Sibau, dan Ciganjur yang merupakan varietas padi aromatik, berturutturut pada lubang no 3, 5, 7, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 32, dan 35; Aeksibundong, Cempo Merah, Hawara Bunar, Mandel, Pulu Mandoti, RI1, Saodah Merah, dan Segreng, yang merupakan varietas padi beras merah, berturut-turut pada lubang no 1, 4, 11, 18, 27, 28, 30, dan 31. Proses amplifikasi DNA padi genjah menggunakan primer RM563 dihasilkan 2 pola pita dengan ukuran yang berbeda, hal ini dapat dikarenakan pada masing-masing lokus padi tersebut terdapat lebih dari 1 sekuen target yang terpaut dengan marka molekular yang digunakan. Hal ini merupakan dasar mengapa terdapat beberapa varietas padi non
17
genjah yang turut teramplifikasi DNA-nya dalam proses PCR. Selain itu masing-masing padi genjah memiliki nilai HST yang berbedabeda tergantung dari letak lokus gen pengatur panjang pendeknya waktu berbunga. Beberapa varietas berumur 80-90 HST, beberapa yang lain lebih dari 100 HST. Hal ini dapat menjadi
alasan mengapa tidak semua DNA padi genjah dapat teramplifikasi menggunakan primer tersebut. Proses amplifikasi yang terjadi tergantung dari marka molekular yang digunakan serta ada tidaknya gen Hd yang terpaut dengan marka molekuler yang digunakan tersebut.
1000 bp 800 bp 600 bp 550 bp 400 bp 300 bp
130 bp
100 bp
6
8
12 13
15
1000 bp 800 bp 600 bp 550 bp 400 bp 300 bp
150 bp
100 bp
33
34
37
40
Gambar 12 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RM563 pada aksesi plasma nutfah padi genjah. Lubang no 6, 8, 12, 13, 15, 33, 34, 37, dan 40 berturut-turut adalah Dodokan, Fatmawati, Inpari I, IR7144, Kinamaze, Silugonggo, Waseoikoku, Nipponbare, dan CT13432. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA.
1000 bp 800 bp 600 bp 550 bp 400 bp
130 bp
100 bp
300 bp 100 bp
6
8
12 13
15
Gambar 13 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RM1306a pada aksesi plasma nutfah padi genjah. Lubang no 6, 8, 12, 13, dan 15 berturut-turut adalah Dodokan, Fatmawati, Inpari I, IR7144, dan Kinamaze. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA.
18
1000 bp 800 bp 600 bp 550 bp 400 bp
80 bp
300 bp 100 bp
33 34
37
40
Gambar 14 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RM1306b pada aksesi plasma nutfah padi genjah. Lubang 33, 34, 37, dan 40 berturut-turut adalah Silugonggo, Waseoikoku, Nipponbare, dan CT13432. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pada pengukuran konsentrasi DNA.
1000 bp 800 bp 600 bp 550 bp 400 bp 300 bp
280 bp 80 bp
100 bp
6
8
1213 15
3334
37
40
Gambar 15 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RM3571 pada aksesi plasma nutfah padi genjah. Lubang no 6, 8, 12, 13, 15, 33, 34, 37, dan 40 berturut-turut adalah Dodokan, Fatmawati, Inpari I, IR7144, Kinamaze, Silugonggo, Waseoikoku, Nipponbare , dan CT13432. DNA standar : 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA.
1000 bp 800 bp 600 bp 550 bp 400 bp
315 bp
290 bp
300 bp 100 bp
6
11
13
15
Gambar 16 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RM3857 a pada aksesi plasma nutfah padi genjah. Lubang no 6, 8, 12, 13, 15, 33, 34, 37, dan 40 berturut-turut adalah Dodokan, Fatmawati, Inpari I, IR7144, Kinamaze, Silugonggo, Waseoikoku, Nipponbare, dan CT13432. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA.
19
1000 bp
1000 bp
800 bp
800 bp 600 bp 550 bp 400 bp
600 bp 550 bp 400 bp
290 bp
300 bp
300 bp
100 bp
100 bp
33 34 37 40 Gambar 17 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RM3857b pada aksesi plasma nutfah padi genjah. Lubang no 33, 34, 37, dan 40 berturut-turut adalah Silugonggo, Waseoikoku, Nipponbare, dan CT13432. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA.
1000 bp 800 bp 600 bp 550 bp 400 bp 300 bp
80 bp 100 bp
6
8
12
13
15
1000 bp 800 bp 600 bp 550 bp 400 bp 300 bp
280 bp
100 bp
33 34
37
40
Gambar 18 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RM6070 pada aksesi plasma nutfah padi genjah. Lubang no 6, 8, 12, 13, 15, 33, 34, 37, dan 40 berturut-turut adalah Dodokan, Fatmawati, Inpari I, IR7144, Kinamaze, Silugonggo, Waseoikoku, Nipponbare, dan CT13432. DNA standar: 1000 pb. Urutan sampel nomor 1 sampai dengan 40, sesuai dengan urutan sampel pada pengukuran konsentrasi DNA. Data yang diperoleh dari hasil amplifikasi menggunakan PCR selanjutnya diolah menggunakan program TASSEL, guna mengetahui seberapa besar tingkat keragaman genetik dan seberapa dekat hubungan
kekerabatan antara aksesi yang satu dengan aksesi lainnya. Pemilihan program TASSEL dalam tahap analisis disesuaikan dengan tingkat ploidi yang dimiliki masing-masing varietas. Analisis hubungan asosiasi varietas
20
padi genjah menggunakan program TASSEL, memperlihatkan adanya 2 klaster utama pada varietas padi yang digunakan (Gambar 19). Klaster pertama terdiri atas varietas Kinamaze, Waseoikkoku, Silugonggo, dan Nipponbare yang merupakan padi dengan umur pertumbuhan kurang dari 90 hari, sedangkan klaster kedua terdiri atas varietas Fatmawati, Inpari I, CT13432, Dodokan, dan IR7144 merupakan padi dengan umur pertumbuhan lebih dari 90 hari. Tabel 5 memperlihatkan hasil pemberian skor pada analisis fenotip padi genjah. Nilai yang diberikan disesuaikan dengan umur pembungaan pada masing-masing varietas padi genjah yang digunakan.
1
2
Usaha yang dilakukan untuk menentukan signifikansi antara keragaman genotip berdasarkan kelima marka padi genjah terhadap keragaman fenotip yang teramati. Dilakukan uji gabungan (association test) antara keduanya melalui GLM tes dengan program TASSEL (Terry 2009). Hasil uji gabungan ini seperti pada Tabel 6. Primer RM3571 merupakan primer yang paling signifikan menghasilkan pola pita DNA padi genjah pada proses amplifikasinya. Nilai signifikansinya (Pvaluae) adalah 1.13. Nilai ini terkait dengan seberapa baik primer yang digunakan dapat mengamplifikasi DNA secara spesifik dari varietas target yang digunakan dan seberapa besar primer tersebut dapat memperlihatkan perbedaan diantara varietas yang digunakan dalam penelitian. Nilai signifikansi ini juga terkait dengan pemilihan parameter pada pemberian skor secara fenotip untuk masing-masing varietas padi genjah, nilainya berbanding lurus dengan nilai signifikansi yang dipilih, semakin kecil skor yang diberikan pada padi genjah dengan umur pertumbuhan terpendek, maka nilai signifikansi yang dipilih adalah nilai terkecil dan bernilai positif pada primer yang dihasilkan, berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan program TASSEL. Tabel 6 Hasil analisis gabungan antara data genotip dengan data fenotip padi genjah
Gambar 19
Dendrogram untuk hubungan asosiasi padi genjah.
Tabel 5 Pemberian skor sampel padi genjah berdasarkan umur pembungaan padi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Varietas Silugonggo Waseoikoku Kinamaze Inpari 1 Dodokan Fatmawati IR 7714 CT 13432 Nipponbare
Keterangan skor : 1: 70 – 80 hari 2: 90 – 100 hari 3: > 100 hari
Umur padi (Hari) 85-90 80 79 115 100-105 105-115 90 105 80
Ukuran Galur
2,3,4,5
Skor 2 1 1 3 3 3 2 3 1
Lokus
∑Sampel
Pvalue
130
RM563a
9
7.52E05
150
RM563b
9
80
RM6070a
9
280
RM6070b
9
80
RM1360a
9
100
RM1360b
9
130
RM1360c
9
80
RM3571a
9
280
RM3571b
9
300
RM3571c
9
100
RM2857a
9
290
RM2857b
9
315
RM2857c
9
(pb)
0.0
7.52E3,4,5
05 0.0 1.13E-
1,2
04 0.0
3.76E4
05
21
RM3571 terpaut dengan heading date 12 (Hd12) pada kromosom 8 DNA padi. Hal ini didasarkan pada penelitian Yamamoto et al. (2000) yang menampilkan QTL analisis dari heading date tanaman padi menggunakan beberapa tipe anakan dari hasil persilangan antara Nipponbare dan Kasalath. Pada penelitiannya diketahui bahwa Hd12 terdeteksi melalui persilangan balik diantara anakan, seperti BC3 F2 atau BC4 F2, tetapi tidak terdapat pada F2 atau BC1F 5. Hd12 ditengarai berpengaruh dalam proses pengisian bulir padi serta umur pertumbuhan pada padi. Selain itu analisis RM3571 menggunakan program TASSEL, hasil analisis GLM memperlihatkan bahwa primer RM3571 merupakan primer yang signifikan untuk varietas padi genjah dengan umur pertumbuhan 70-80 hari dan 8090 hari. Berdasarkan hal itu diketahui bahwa varietas Silugonggo dan Nipponbare merupakan varietas yang paling signifikan dan juga memiliki tingkat amplifikasi tertinggi pada penggunaan primer RM3571, terlihat dari dihasilkannya pola pita pada masingmasing proses amplifikasinya menggunakan primer RM3571 tersebut. Ukuran alel untuk varietas Silugonggo sebesar 300 pb, sedangkan untuk varietas Nipponbare sebesar 170 bp dan 300 pb. Silugonggo merupakan varietas padi genjah dengan umur pertumbuhan 85-90 hari, tinggi tanamannya mencapai 80-85 cm, memiliki anakan produktif sebanyak 9-11 batang, bentuk gabah yang ramping, warna gabah kuning jerami, kerontokan, dan kerebahan sedang, tekstur nasi agak pulen, rata-rata hasil 4.5 ton/ha, tahan terhadap penyakit wereng coklat biotipe 1 dan 2, tahan terhadap penyakit blas, tidak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri, dan baik ditanam pada daerah dengan ketinggian 500 m dpl. Nipponbare merupakan varietas padi genjah dengan umur pertumbuhan 80 hari, bentuk tanaman tegak, tinggi tanaman antara 95-105 cm, bentuk gabah sedang, warna gabah kuning bersih, kerontokan, dan kerabahan sedang serta rata-rata hasil 6 ton/ha (Manurung & Ismunadi 1999).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsentrasi dan kemurnian DNA yang dihasilkan dari isolasi daun padi relatif baik, yaitu masing-masing berkisar antara 500010.000 µg/mL dan 1.8-1.9 sesuai dengan batasan pada literatur. Penggunaan 10 marka molekuler spesifik untuk masing-masing sifat
beras merah, aromatik, dan genjah dapat memberikan klasterisasi yang cukup jelas dari 40 varietas plasma nutfah padi yang digunakan. Terdapat dua klaster utama yang dihasilkan, yaitu klaster padi aromatik dan klaster padi genjah, dengan penyebaran yang merata dari varietas padi beras merah pada masing-masing klaster. Hasil analisis hubungan asosiasi pada padi genjah diperoleh dua klaster utama, yaitu padi dengan umur pertumbuhan kurang dari 90 hari dengan varietas dengan umur pertumbuhan lebih dari 90 hari. Pada analisis padi beras merah juga diperoleh dua klaster utama, yaitu klaster yang terdiri atas varietas dengan ciri deskriptif adanya bulu pada gabah dan klaster yang terdiri atas varietas dengan ciri deskriptif tidak terdapatnya bulu pada gabah. Pengolahan data menggunakan program TASSEL dapat memberikan gambaran, bahwa pada dasarnya masing-masing plasma nutfah padi yang diteliti mempunyai sidik jari DNA atau identitas DNA yang unik, sehingga dapat dihasilkan dendrogram yang memperlihatkan keragaman genetik masing-masing varietas. Saran Analisis sidik jari DNA dapat memberikan berbagai informasi penting. Informasi tersebut terutama mengenai identitas genetik suatu aksesi dan tingkat keragaman serta hubungan kekerabatan dari koleksi plasma nutfah yang kita punyai. Oleh karena itu disarankan, penelitian mengenai analisis sidik jari DNA tanaman padi ini perlu mendapat prioritas pengerjaan dan perlu diperluas untuk komoditas-komoditas penting lainnya. Serta perlu dilakukan penambahan juga penelusuran lebih lanjut terhadap penggunaan primer spesifik dan marka molekuler untuk keperluan analisis sidik jari lanjutan, agar didapat hasil yang lebih baik untuk menggambarkan pola keragaman genetik pada tanaman, terutama dalam hal ini tanaman padi.
DAFTAR PUSTAKA Aggarwal R, Shenoy V, Ramadevi J, Rajkumar R, Sing L. 2002. Molecular characterization of some indian basmati and other elite rice genotypes using fluorescent-AFLP. Gene 105: 680-690. Bradbury LMT, Henry RJ, Jin Q, Reinke RF, Waters DLE. 2005. A perfect marker for fragrance genotyping in rice. Mol Breed 16: 279-283.
22
Bredemeijer et al. 2002. Construction and testing of a microsatellite containing more than 500 tomato varieties. Gene 105: 1019-1026. Buttery RG, Ling LC, Juliano BO, Turnbaugh JG. 1983. Cooked rice aroma and 2asetil-l-pirolin. J Agric 31: 823-826. Clark DP, LD Russel. 2005. Molecular Biology: Made Simple and Fun. Ed ke-3. St. Louis: Cache River Pr. Corkill G, Rapley R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools and Techniques in Molecular Biomethods Handbook. Ed ke-2. USA: R Humana Pr. [Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Padi aromatik varietas sintanur. [terhubung berkala]. http://deptan.go.id [12 Juni 2009]. Graham
A, Newton CR. 1997. PCR (Polymerase Chain Reaction). Ed ke2. New York: Springer Verlag.
Gupta PK, Varshney RK, Sharma PC, Ramesh B. 1999. Molecular markers and their application in wheat breeding. J Plant Breed 118: 369390. Hardy OJ, Vekemans X. 2002. Spagedi: a versatile computer program to analyse spatial genetic structure at the individual or population levels. Molecular Ecology Notes 2: 618-620. Juliano BO. 2003. Rice Chemistry and Quality. Philippine: PhilRice. Lang NT, Buu BC. 2008. Development of PCR based markers for aroma (fgr) gene in rice. Omonrice 16: 16-23. Lin CF, Hsieh RCY, Hoff BJ. 1990. Indentification and quantification of the popcorn-like aroma in lousiana aromatic della rice. J Food Sci 35: 1466-1467. Manurung SO, Ismunadi M. 1999. Buku Padi. Ed ke-1. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. McCouch et al. 2002. SSR Primer. [terhubung berkala]. http://www.Gramene.org [1 Juli 2009]. Mittal UK, Preet K, Singh D, Shukla KK, Saini RG. 1995. Variability of aroma in some land races and cultivars of
scented rice. Crop Improv 22: 109122. Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Murakami M, Matsushika A, Ashikari M. 2005. Circadian associated rice pseudo response regulators, insight into the control of flowering time. Biotechnol Biochem 69: 410-414. Nagao S, Takahashi M, Kinoshita T. 1999. Genetic studies on rice plant. J Fac Agr 52: 20-50. Nolding JA, Chandler JM, McCauley GN. 1999. Red rice biology. Weed Technol 13: 12-18. Prihatman K. 2000. Padi (Oryza Sativa). Jakarta: Badan Pemberdayaan dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pertanian. Sambrook J, Russell DW. 1989. Molecular Cloning a Laboratory Manual. Ed ke-3. New York: Cold Spring Harbor Laboratory. Santoso. 2009. Identifikasi sifat aroma tanaman padi menggunakan marka berbasis gen aromatik. [Laporan Hasil Penelitian]. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Septianingsih, Tri JS, Dwinita WU, Nurul H. 2004. Analisis sidik jari DNA varietas tanaman pangan. [Laporan Hasil Penelitian]. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Susanto H. 2001. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta : Rineka. Sweeney TM, Thomson MJ, Pfeil BE, Couch SM. 2006. Cought red-handed, rc encodes a basic helix-loop-helix protein conditioning red pericarp in rice. J Plant Cell 18: 283-294. Terry C. 2009. Trait analysis by association, evolution and linkage. [terhubung berkala]. http://www.maizegenetics.net / index.php / page= bioinformatic / tassel/ [13 Juni 2009].
23
Treuren
RV. 2000. Genetic marker. [terhubung berkala]. http://www. Plant. wageningen- ur.nl/ about/ Biodiversity/ cgn/research/molgen/html [5 Agu 2009].
Utami DW, Somantri IH. 2009. Karakter spesifik plasma nutfah padi beras warna. [terhubung berkala]. http://indonesiaindonesia.com/wartab iogen [5 juli 2000]. van EA, Baril CP. 2001. Conceptual and statistical issues related to the use of molecular markers for distinctness and essential derivation. Acta Hort 546: 35-53. Yamamoto et al. 2000. Fine mapping of quantitative trait loci Hd-1, Hd-2, and Hd-3, controlling heading date of rice, as single mendellian factors. Theor Appl Genet 97: 37-44. Yano M, Kojima S, Takahashi Y, Lin H, Sasaki T. 2001. Genetic control of flowering time in rice, a short-day plant. J Plant Physiol 127: 14251429.
24
LAMPIRAN
25
Lampiran 1 Deskripsi varietas padi beras merah, padi aromatik, dan padi genjah (padi berumur pendek) No 1
Varietas Aeksibundong
Jenis Beras merah
2 3
Andel merah Hawara bunar
Beras merah Beras merah
4
Cempo merah
Beras merah
5 6
Cempo putih RI 1
Beras putih Beras merah
7
Mandel
Beras merah
8
Segreng
Beras merah
9 10
Saodah merah Gilirang
Beras merah Aromatik
11
Celebes
Aromatik
Karakter Agronomi Produksi 4-8 ton/ha, tinggi 112 cm, anakan produksi 18, bentuk gabah ramping, kerontokan sedang, bobot 1000 butir 27 gram, dan cocok untuk lokasi dengan ketinggian sedang (+ 700 mdpl). Memiliki bulu pada bagian cere, bulu gabah memiliki bulu, dan bentuk gabah yang panjang. Produksi 5-6 ton/ha, memiliki bulu pada bagian cere, bulu gabah memiliki bulu, dan bentuk gabah yang panjang Produksi 5.04 ton/ha, memiliki bulu pada gabah cere, bulu gabah tidak berbulu, dan warna beras merah pada kulit ari Produksi 4.39 ton/ha Produksi 4-8 ton/ha, Jumlah anakan mencapai 60-70 batang. Hasil panen dari padi ini dapat mencapai 5-6 ton/ha. Kandungan zat besi padi RI 1adalah 4,61 mg/100 gram, dan kandungan zat seng) 8,30 mg/100 gram Produksi 2 ton/ha, bentuk batang tegak, bulu pada gabah cere, warna stigma (kepala putik) kuning, mudah rontok, bulu gabah (apiculus) pendek, warna ujung gabah kuning pucat, warna sterillema (kelopak bunga) putih kekuningan, warna gabah warna jerami, bentuk gabah gemuk, berat 1000 butir 27 g, tipe endosperm (beras) berperut; Beras : warna beras merah sampai endosperm. Produksi 3.86 ton/ha, bulu pada gabah cere, warna stigma (kepala putik) kuning, kerontokan mudah rontok, bulu gabah (apiculus) berbulu, warna ujung gabah kuning pucat, warna sterillema (kelopak bunga) putih kekuningan, warna gabah warna jerami, bentuk gabah ramping, berat 1000 butir 24,33 g, tipe endosperm (beras) ramping; beras: warna beras merah pada kulit ari. Memiliki bulu pada bagian cere, bulu gabah memiliki bulu, dan bentuk gabah yang panjang. Produksi 6.0 ton/ha, tinggi tanaman 116-125 cm, anakan produktif 10-15 batang, daun bendera tegak sampai miring, bentuk gabah sedang, warna gabah kuning bersih, bobot 1000 butir 28 gram, tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2, agak tahan biotipe 3, serta tahan penyakit hawar daun strain III. Produksi 5.0 ton/ha, tinggi tanaman 90-100 cm, anakan produktif 14-18 batang, daun bendera tegak, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning emas, bobot 1000 butir 25 gram, tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2, rentan biotipe 3, serta tahan penyakit tunglo dan blas.
Subspesies Trop-Japonica
Japonica Indica Trop-Japonica Trop-Japonica Trop-Japonica
Trop-Japonica
Japonica
Trop-Japonica Japonica
Japonica
26
Lanjutan lampiran 1 No Varietas 12 Gunung perak 13 Dupa 14 Rodjolele
Jenis Aromatik Aromatik Aromatik
15 16 17 18 19
Lambau Sibau Ciganjur KDM Rodjolele gepyok
Aromatik Aromatik Aromatik Aromatik Aromatik
20
Sintanur
Aromatik
21 22
Pulu mandoti Pandan wangi
Aromatik Aromatik
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Pare barri Parebau Pare kombong Paretea Pindjan Menur Kenanga Menthik putih Lestari Waseoikoku CT13432
Aromatik Aromatik Aromatik Aromatik Aromatik Aromatik Aromatik Aromatik Aromatik Genjah Genjah
Karakter Agronomi Produksi 4-8 ton/ha Produksi 4-8 ton/ha Produksi 4.2 ton/ha, umur tanaman 155 hari, tinggi tanaman 146-155 cm, bentuk tanaman tegak, anakan produktif 8-9 batang, bentuk gabah gemuk, warna gabah kuning, tahan kerontokan, bobot 1000 butir 32 gram,dan peka terhadap wereng coklat. Produksi 4-5 ton/ha Produksi 5 ton/ha Produksi 4-6 ton/ha Produksi 6 -7 ton/ha. Produksi 5.59 ton/ha, umur tanaman 140 hari, tinggi tanaman 150-160 cm, bentuk tanaman tegak, anakan produktif 11-12 batang, bentuk gabah gemuk, warna gabah kuning, tahan kerontokan, dan bobot 1000 butir 36 gram. Produksi 5.0 ton/ha, tinggi tanaman 115-125 cm, anakan produktif 16-20 batang, daun bendera tegak, bentuk gabah sedang, warna gabah kuning bersih, bobot 1000 butir 27 gram, tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2, rentan biotipe 3, serta tahan penyakit hawar daun bakteri strain III. Produksi 4-8 ton/ha Produksi 4.42 ton/ha, umur tanaman 155 hari, tinggi tanaman 168 cm, anakan produktif 15-18 batang, bentuk gabah bulat, warna gabah kuning mas, tahan kerontokan, bobot 1000 butir 29.7 gram, rentan terhadap hama wereng coklat biotipe 2 dan 3, rentan terhadap penyakit hawar daun strain 4, dan rentan terhadap penyakit tunglo. Produksi 4-5 ton/ha Produksi 4.5 ton/ha Produksi 4.7 ton/ha Produksi 6 ton/ha Produksi 5 ton/ha Produksi 5.93 ton/ha Produksi 5.77 ton/ha Produksi 5.36 ton/ha Produksi 5.66 ton/ha Produksi 5-6 ton/ha, umur tanaman 80 hari. Produksi 5-6 ton/ha, umur tanaman 105 hari.
Subspesies Japonica Japonica Japonica
Japonica Japonica Japonica Japonica Japonica
Japonica
Japonica Japonica
Japonica Japonica Japonica Japonica Japonica Trop-Japonica Trop-Japonica Trop-Japonica Trop-Japonica Japonica Japonica
27
Lanjutan lampiran 1 No Varietas 34 Kinamaze 35 Silugonggong
Jenis Genjah Genjah
36
Dodokan
Genjah
37 38
Nipponbare Inpari 1
Genjah Genjah
39
IR 7714
Genjah
40
Fatmawati
Genjah
Karakter Agronomi Produksi 5-6 ton/ha, umur tanaman 79 hari. Produksi 6.0 ton/ha, tinggi tanaman 97-116 cm, anakan produktif 15-22 batang, daun bendera tegak pendek, bentuk gabah ramping, warna gabah kuning, bobot 1000 butir 21.3 gram, agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3, serta tahan penyakit tunglo. Produksi 5.1 ton/ha, umur pertumbuhan 100-105 hari, bentuk tanaman tegak, tinggi tanaman 80-95 cm, bentuk gabah ramping, warna gabah warna jerami, kerontokan dan kerebahan sedang, bobot 1000 butir 23.3 gram, cukup tahan hama wereng biotipe 1 dan 2, dan cukup tahan terhadap blas. Produksi 5-6 ton/ha, umur tanaman 80 hari. Produksi 10 ton/ha, tinggi tanaman 93 cm, anakan produktif 16 batang, daun bendera tegak, bentuk gabah ramping, warna gabah kuning bersih, bobot 1000 butir 27 gram, tahan terhadap wereng coklat biotipe 2, agak tahan biotipe 3, serta tahan penyakit hawar daun strain III. Produksi 5.5 ton/ha, tinggi tanaman 90-99 cm, anakan produktif 14-17 batang, daun bendera tegak sempit, bentuk gabah ramping, warna gabah kuning bersih, bobot 1000 butir 25 gram, tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3, tahan wereng hijau,serta tahan penyakit tunglo. Produksi 6.0 ton/ha, tinggi tanaman 95-110 cm, anakan produktif 8-14 batang, daun bendera tegak, bentuk gabah ramping, warna gabah kuning bersih, bobot 1000 butir 29 gram, agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3, serta tahan penyakit HDB strain III.
Subspesies Indica Japonica
Indica
Japonica Trop-Japonica
Indica
Indica
28
Lampiran 2 Tahapan alur penelitian
Penanaman Padi
Isolasi DNA Daun Padi
Pengukuran Konsentrasi DNA dengan Spektrofotometer
Amplifikasi DNA dengan PCR
Analisis Pola DNA dengan Elektroforesis
Analisis Pola DNA dengan menggunakan program komputer TASSEL
29
Lampiran 3 Isolasi DNA menggunakan metode Sambrook et al.1989 Daun padi ± 5 cm
1 mL buffer ekstraksi dan 10 µl protease K Tabung mikro
Inkubasi 60 ˚ C selama 3 menit (tiap 5 menit digoyang-goyang)
+ RNA ase sampai konsentrasi 0.1 µg/mL
Sentrifugasi, 12000 rpm selama 10 menit Supernatan + 1 volume fenol dan dilakukan pengadukan Sentrifugasi, 5000 rpm selama 5 menit Supernatan
+ 1 volume fenolkloroform-isoamilalkohol dan dilakukan pengadukan
Sentrifugasi, 12000 rpm selama 5 menit +1 volume fenol-kloroform, Supernatan lakukan pengadukan
Sentrifugasi, 12000 rpm selama 5 menit Dilakukan pengulangan penambahan fenolisoamilalkohol hingga didapat fase jernih diantara 2 fase
30
Lanjutan lampiran 3 Supernatan + 0.1 mL potasium asetat + 2.5 mL etanl 95% Inkubasi 80 ˚ C selama 60 menit, Sentrifugasi, 12000 rpm selama 15 menit dengan suhu 4 o C Pellet
+ 2 volume etanol 70%
Sentrifugasi, 12000 rpm selama 15 menit Pellet
Pellet dilarutkan dengan penambahan 100 µL buffer TE
31
Lampiran 4 Pengenceran konsentrasi DNA menjadi 50 µg/mL No
Varietas padi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Aek Sibundong Andel Merah Celebes Cempo Merah Cempo Putih Dodokan Dupa Fatmawati Gilirang Gunung Perak Hawara Bunar Inpari I IR 7717 Kenanga Kinamaze Lambau Lestari Mandel Menthik Putih Menur Pandan Wangi Pare Barri Pare Bau Pare Kombong Parelea Pindjan Pulu Mandoti RI 1 Rodjolele Saodah Merah Segreng Sibau Silugonggo Waseoikoku Ciganjur KDM Nipponbare Rodjolele Gepyok Sintanur CT
Konsentrasi (µg/mL) 1481.0 2558.2 4232.1 6090.6 6962.9 362.0 867.9 2751.1 7103.1 14057 889.1 2438.3 1822.3 4621.4 1491.9 8062.8 4757.2 7902.9 8358.5 1146.6 11141.3 9488.3 8675.6 7170.9 6802.8 3246.9 6991.4 250.1 1022.0 6297.4 8043.2 847.8 683.4 1167.95 1128.1 1184.1 1068.8 7954.9 1675.2 729.3
Volume DNA (µL) 3.4 2.0 1.2 0.8 0.7 13.8 5.8 1.8 0.7 0.4 5.6 2.1 2.7 1.1 3.4 0.6 1.1 0.6 0.6 4.4 0.4 0.5 0.6 0.7 0.7 1.5 0.7 20.0 4.8 0.8 0.6 5.9 7.3 4.3 4.4 4.2 4.7 0.6 2.9 6.8
Volume ddH2 O (µL) 496.6 498.0 498.8 499.2 499.3 486.2 494.2 498.2 499.3 499.6 494.4 497.9 497.3 498.9 496.6 499.4 498.9 499.4 499.4 495.6 499.6 499.5 499.4 499.3 499.3 498.5 499.3 480.0 495.2 499.2 499.6 494.1 492.7 495.7 494.6 495.8 495.3 499.4 497.1 493.2
32
Lanjutan lampiran 4 Contoh perhitungan: Andel Merah M1 x V1 = M2 x V2 M1 V1 M2 V2
: konsentrasi DNA : volume DNA yang akan diambil : konsentrasi akhir (50 µg/mL) : volume akhir (100 µL)
M1 x V1 = M 2 x V2 2558.2 µg/mL x V1 = 50 µg/mL x 100 µL 2558.2 µg/mL x V1 = 5000 µL µg/mL 5000 µL µg/mL
V1 =
2558.2 µg/mL
V1 = 2.0 µL
33
Lampiran 5
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hasil amplifikasi padi beras merah dengan marka molekuler spesifiknya
Varietas Aeksibundong Andel Merah Cempo Merah Hawara Bunar Mandel Pulu Mandoti RI1 Saodah Merah Segreng
RCt3 Pita 1 2 + + + + + + + + + + + +
1 + + + + + +
RC12 Pita 2 + + + -
Lampiran 6 Hasil amplifikasi padi aromatik dengan marka molekuler spesifiknya No Varietas Afrag 1. Gilirang + 2. Pindjan 3. Menthik Putih 4. Pari Barri 5. Celebes 6. Rodjolele Gepyok 7. Paretea 8. Menur + 9. Cempo Putih 10. Gunung Perak 11. Lestari 12. Pare Bau + 13. Kenanga 14. Pandan Wangi 15. Sibau + 16. Dupa + 17. Pare Kombong + 18. Lanbau + 19. Rodjolele 20. Sintanur + 21. Ciganjur + 22. KDM + Keterangan : (+) : Terdapat pola pita hasil amplifikasi (-) : Tidak Terdapat pola pita hasil amplifikasi
RCt9 3 + -
+ + + +
RM224 Pita 1 2 + + + + + + + + + + + +
34
Lampiran 7 Hasil amplifikasi padi genjah dengan marka molekuler SSR
No
RM3857
RM1306
RM3571
RM5304
RM277
Pita
Pita
Pita
Pita
Pita
Varietas 1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
1
2
1
Dodokan
+
+
-
+
+
-
-
-
-
-
-
+
+
2
Fatmawati
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
3
Inpari I
-
-
-
+
+
-
-
+
-
-
-
-
-
4
IR7144
+
+
-
+
+
-
-
+
-
+
-
-
-
5
Kinamaze
-
-
-
+
+
-
-
-
+
+
+
+
+
6
Silugonggo
-
-
-
+
-
-
+
-
+
-
-
+
+
7
Waseoikoku
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
+
+
8
Nipponbare
+
-
-
+
-
-
+
-
+
-
-
+
+
9
CT13432
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : (+) : Terdapat pola pita hasil amplifikasi (-) : Tidak Terdapat pola pita hasil amplifikasi