DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DESA LEMAHDUHUR (Studi Tentang Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor)
GENTINI IKA LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur (Studi Tentang Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Gentini Ika Lestari NRP. I353080071
ABSTRACT
DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DESA LEMAHDUHUR (Studi Tentang Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur Kecamatan CaringinKabupaten Bogor) THE DYNAMICS OF COMMUNITY FOREST FARMER GROUPS IN LEMAHDUHUR
Abstract The objectives of this research are, first, to analyze the dynamics and self reliance of the community forest farmer groups of the Lemahduhur Village, Caringin SubDistrict, Bogor; second, to identify the factors that affect to the dynamic and self reliance of the farmer groups; and the last, third, to explore the sustainability of the said forest farmer groups. Research was conducted on March-May 2011. Two farmer groups were studied through qualitative approach i.e the ‘Bina Mandiri’ and the ‘Puspa Mandiri’. The results show that the dynamic and self-reliance of the both groups are categorized as low. Educational background, ages, farm experiences and land size are factors that strongly influence the dynamic and self-reliance of the groups. The last findings, the sustainability of the studied groups were categorized as low or limited in terms of its management, efforts and participation of the member. Keywords: forest farmer group, group dynamics, self-reliance of the group, sustainability of the group.
RINGKASAN GENTINI IKA LESTARI. Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur (Studi Tentang Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor). Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS., sebagai ketua dan Ir. Nuraini Wahyuning Prasodjo, MS., sebagai anggota. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis dinamika dan kemandirian kelompok tani hutan rakyat di desa Lemahduhur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor; 2) menganalisis karakteristik individu anggota kelompok yang berperan penting dalam membangun dinamika kelompok tani hutan rakyat; dan 3) menelaah keberlanjutan pengembangan usaha ekonomi kelompok tani hutan rakyat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dua kelompok tani yang secara historis berbeda proses pembentukannya (top down dan bottom up) menjadi fokus utama studi ini, yakni kelompok tani Bina Mandiri (bentukan dari atas, top down) dan kelompok tani Puspa Mandiri (bentukan dari bawah, bottom up). Kedua kelompok berada di Desa Lemahduhur, Kecamatan Caringin, Kabupaten
Bogor,
Kedua
kelompok
tersebut
ditelaah
dalam
konteks
melaksanakan kegiatan Program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam (in depth interview), metode pengamatan (observasi), dan dukungan studi literatur. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011. Data selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Merujuk pada konsep dinamika kelompok, hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika kedua kelompok tani yang diteliti tergolong rendah. Namun demikian, kelompok tani Puspa Mandiri (yang dibentuk secara bottom up) cenderung lebih dinamis dibanding dengan kelompok tani Bina Mandiri (top down). Faktor-faktor individual yang diduga kuat mempengaruhi dinamika kelompok adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusahatani dan luas lahan. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi dinamika kelompok adalah kepemimpinan dan usia kelompok tani. Merujuk pada konsepsi kemandirian kelompok, penelitian ini menunjukkan bahwa kemandirian
kedua kelompok tani yang diteliti tergolong terbatas baik dari segi kemandirian manajemen, kemandirian sosial maupun kemandirian pengembangan diri. Hal-hal tersebut
membawa
implikasi
pada
rendahnya
keberlanjutan
pengurus,
keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi anggota di dua kelompok tani yang diteliti.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DESA LEMAHDUHUR (Studi Tentang Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor)
GENTINI IKA LESTARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sosiologi Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Terimakasih Kepada Dr. Satyawan Sunito, Penguji Luar Komisi, atas masukan, kritikan dan inspirasinya.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbilalamin, penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT yang telah memberikan bimbingan dan karuniaNya sehingga Tesis yang berjudul ” Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur (Studi Tentang Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor) dapat terselesaikan. Tesis ini berusaha mengkaji dinamika kelompok dan kemandirian kelompok serta keberlanjutan usaha ekonomi kelompok tani di Desa Lemahduhur Kacamatan Caringin Kabupaten Bogor. Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada: 1. Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. dan Ir. Nuraini Wahyuning Prasodjo, MS. atas bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. 2. Kementrian Kehutanan, atas kesempatan yang sangat berharga ini, semoga penulis mampu memberi yang terbaik. 3. Pengurus dan Anggota Kelompok Tani Bina Mandiri dan Kelompok Tani Puspa Mandiri serta warga masyarakat petani Desa Lemahduhur yang telah menerima penulis dengan tulus dan memberikan informasi yang dibutuhkan. 4. Kedua Orangtua dan Adik-adik tersayang atas doa, perhatian dan dukungan semangat semoga Alloh SWT membalasnya. 5. Heru Pramono. S., suami tercinta atas doa, perhatian, kepercayaan dan dukungannya. 6. Alya Raihana Alifa, Amira Rasyanda Alifa dan Adinda Rizqulla Alifa, putriputri sholehah yang menjadi energi terbesar dalam setiap langkahku. 7. Teman seperjuangan SPD Angkatan 2008 ; Nendah
Kurniasari, Eko
Cahyono, Dian Ekowati, Nurul Hayat, Usep Setiawan, Aldi Basir dan Favor A. Bancin terimakasih atas doa dan dukungan semangatnya. 8. Seluruh keluarga dan sahabat atas doa dan motivasi yang sangat berharga. Penulis sangat menyadari jika tesis ini jauh dari sempurna, oleh karenanya untuk memperoleh hasil yang lebih baik masukan berupa saran dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga Tesis ini dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2012 Gentini Ika Lestari
RIWAYAT HIDUP
GENTINI IKA LESTARI, dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 Desember 1970, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan H.Soleh Sukmana, dan Hj. Nyinyih Wasyiah. Saat ini penulis merupakan istri dari H. Heru Pramono S., dan ibu dari tiga orang putri yaitu Alya Raihana Alifa, Amira Rasyanda Alifa dan Adinda Rizqulla Alifa. Pendidikan formal yang telah diselesaikan penulis adalah Taman KanakKanak Mexindo pada Tahun 1977, Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 2 Bogor tahun 1984, SMPN 4 Bogor tahun 1987, SMAN 1 Salatiga Tahun 1990. Kemudian penulis melanjutkan ke program Sarjana jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta yang diselesaikan pada tahun 1995. Sejak September 2008, penulis melanjutkan studi ke Program Pascasarjana Program Studi Sosiologi Pedesaan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor atas Biaya dari Kementrian Kehutanan. Tahun 1997 – 2002, penulis merupakan staf pada Direktorat Jenderal Reboisasi Lahan dan Perhutanan Sosial(RLPS), Departemen Kehutanan di Jakarta. Sejak tahun 2002 sampai sekarang penulis merupakan staf pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Dan Kebijakan Kehutanan (Puspijak), Badan Litbang Kehutanan, Kementrian Kehutanan di Bogor.
DAFTAR ISI Halaman xii xiv xv xvi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian.................................................................
1 7 8 9
II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1.1. Tinjauan Pustaka................................................................... 2.1.1.1. Kelompok dan Dinamika Kelompok..................................... 2.1.1.2. Kelompok Tani...................................................................... 2.1.1.3. Hutan Rakyat......................................................................... 2.1.1.4. Kemandirian Kelompok Tani............................................... 2.1.1.5. Karakteristik Individu........................................................... 2.1.1.6. Keberlanjutan Usaha Ekonomi............................................. 2.1.1.7. Kepemimpinan...................................................................... 2.1.1.8. Hasil Beberapa Penelitian Tentang Dinamika Kelompok dan Hutan Rakyat.................................................................. 2.1.2. 2.2. 2.2.1. 2.2.2. 2.2.3. 2.2.4. III.
IV.
11 11 17 19 20 21 23 24 26
Kerangka Pemikiran.............................................................. Pendekatan Lapang............................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. Pendekatan Penelitian........................................................... Data, Metode Pengumpulan dan Analisis Data.................... Pendekatan Kualitatif...........................................................
27 33 33 33 34 35
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1. Keadaan Geografis dan Kondisi Alam.................................. 3.2. Kependudukan dan Matapencaharian Penduduk.................. 3.3. Tingkat Pendidikan Penduduk.............................................. 3.4. Sejarah Penguasaan Lahan.................................................... 3.5. Profil Kelompok Tani............................................................ 3.5.1. Profil Kelompok Tani Bina Mandiri........................... 3.5.2. Profil Kelompok Tani Puspa Mandiri......................... 3.6. Karakteristik Responden....................................................... 3.7. Ikhtisar...................................................................................
39 40 41 42 45 45 46 48 55
DINAMIKA KELOMPOK 4.1. Dinamika Kelompok............................................................. 4.1.1. Dinamika Kelompok Tani Bina Mandiri.................... 4.1.2. Dinamika Kelompok Tani Puspa Mandiri.................. 4.1.3.Hubungan Dinamika Kelompok Dengan
57 57 86 103
xii
Karakteristik Individu................................................. 4.1.4. Faktor Eksternal.......................................................... 4.1.5. Ikhtisar......................................................................... V.
VI.
119 124
KEMANDIRIAN KELOMPOK DAN KEBERLANJUTAN USAHA EKONOMI 5.1. Kemandirian Kelompok................................................. 5.1.1. Kemandirian Kelompok Tani Bina Mandiri............... 5.1.2. Kemandirian Kelompok Tani Puspa Mandiri............. 5.2. Keberlanjutan Usaha Ekonomi.............................................. 5.2.1. Keberlanjutan Usaha Ekonomi Pada Kelompok Tani Bina Mandiri............................................................... 5.2.2. Keberlanjutan Usaha Ekonomi Pada Kelompok Tani Puspa Mandiri............................................................. 5.3. Ikhtisar...................................................................................
129 122 125 134 134 142 147
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan............................................................................ 6.2. Saran......................................................................................
151 151 154
DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Tingkat Pendidikan Penduduk........................................................................ 38 2. Karakteristik Responden Anggota Kelompok Tani ........................................ 45
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Bagan Kerangka Pemikiran........................................................................32
xv
LAMPIRAN 1. Peta Desa Lemah duhur 2. Foto-Foto Penelitian
xvi
DAFTAR ISI Halaman xii xiv xv xvi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian.................................................................
1 7 8 9
II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1.1. Tinjauan Pustaka................................................................... 2.1.1.1. Kelompok dan Dinamika Kelompok..................................... 2.1.1.2. Kelompok Tani...................................................................... 2.1.1.3. Hutan Rakyat......................................................................... 2.1.1.4. Kemandirian Kelompok Tani............................................... 2.1.1.5. Karakteristik Individu........................................................... 2.1.1.6. Keberlanjutan Usaha Ekonomi............................................. 2.1.1.7. Kepemimpinan...................................................................... 2.1.1.8. Hasil Beberapa Penelitian Tentang Dinamika Kelompok dan Hutan Rakyat.................................................................. 2.1.2. 2.2. 2.2.1. 2.2.2. 2.2.3. 2.2.4. III.
IV.
11 11 17 19 20 21 23 24 26
Kerangka Pemikiran.............................................................. Pendekatan Lapang............................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. Pendekatan Penelitian........................................................... Data, Metode Pengumpulan dan Analisis Data.................... Pendekatan Kualitatif...........................................................
27 33 33 33 34 35
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1. Keadaan Geografis dan Kondisi Alam.................................. 3.2. Kependudukan dan Matapencaharian Penduduk.................. 3.3. Tingkat Pendidikan Penduduk.............................................. 3.4. Sejarah Penguasaan Lahan.................................................... 3.5. Profil Kelompok Tani............................................................ 3.5.1. Profil Kelompok Tani Bina Mandiri........................... 3.5.2. Profil Kelompok Tani Puspa Mandiri......................... 3.6. Karakteristik Responden....................................................... 3.7. Ikhtisar...................................................................................
39 40 41 42 45 45 46 48 55
DINAMIKA KELOMPOK 4.1. Dinamika Kelompok............................................................. 4.1.1. Dinamika Kelompok Tani Bina Mandiri.................... 4.1.2. Dinamika Kelompok Tani Puspa Mandiri.................. 4.1.3.Hubungan Dinamika Kelompok Dengan
57 57 86 103
xii
Karakteristik Individu................................................. 4.1.4. Faktor Eksternal.......................................................... 4.1.5. Ikhtisar......................................................................... V.
VI.
119 124
KEMANDIRIAN KELOMPOK DAN KEBERLANJUTAN USAHA EKONOMI 5.1. Kemandirian Kelompok................................................. 5.1.1. Kemandirian Kelompok Tani Bina Mandiri............... 5.1.2. Kemandirian Kelompok Tani Puspa Mandiri............. 5.2. Keberlanjutan Usaha Ekonomi.............................................. 5.2.1. Keberlanjutan Usaha Ekonomi Pada Kelompok Tani Bina Mandiri............................................................... 5.2.2. Keberlanjutan Usaha Ekonomi Pada Kelompok Tani Puspa Mandiri............................................................. 5.3. Ikhtisar...................................................................................
129 122 125 134 134 142 147
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan............................................................................ 6.2. Saran......................................................................................
151 151 154
DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Tingkat Pendidikan Penduduk........................................................................ 38 2. Karakteristik Responden Anggota Kelompok Tani ........................................ 45
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Bagan Kerangka Pemikiran........................................................................32
xv
LAMPIRAN 1. Peta Desa Lemah duhur 2. Foto-Foto Penelitian
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pembangunan kehutanan menuntut untuk lebih memperhatikan dan memperhitungkan keberadaan hutan rakyat. Pengembangan hutan rakyat dianggap mampu memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara adil dan lestari. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Reboisasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS), Departemen Kehutanan (2009) dinyatakan bahwa luas total hutan rakyat di seluruh Indonesia mencapai 3.589.343 hektar. Prosentase luas hutan rakyat masih akan terus bertambah bila melihat data luas lahan kritis di luar kawasan hutan di Indonesia yang saat ini tercatat sekitar 10.690.312 hektar. Hutan rakyat berperan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi kayu, meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan. Pengembangan hutan rakyat diarahkan untuk mendorong berkembangnya bisnis rakyat berbasis hutan khususnya di pedesaan. Pembangunan hutan rakyat dimaksudkan untuk merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas lahan serta kelestarian sumber daya alam agar dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada petani pemilik hutan rakyat, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Disamping dapat memberikan sumbangan berupa pemenuhan kebutuhan akan kayu, hutan rakyat dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan rakyat yang cukup besar dari hasil hutan non kayu yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Dengan demikian hutan rakyat memberikan manfaat ekonomi yang cukup tinggi. Tujuan usaha hutan rakyat adalah untuk penyediaan bahan baku industri, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan mutu lingkungan. Berdasarkan tujuan tersebut, pembangunan hutan rakyat tidak dapat dilaksanakan secara perorangan/parsial, tetapi harus secara bersama-sama. Pembangunan hutan rakyat lebih efektif dilaksanakan secara komunal (kelompok). Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Margono (2001) bahwa pendekatan kelompok dipandang lebih efisien dan dapat menjadi media untuk terjadinya proses belajar dan berinteraksi dari para petani, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku petani ke arah
yang lebih baik atau berkualitas. Pendekatan kelompok dan keberadaan kelompok tani di masa depan masih sangat diperlukan karena membantu memudahkan bimbingan
dan
pendampingan
petani
yang
jumlahnya
besar
melalui
pengelompokkan. Disamping itu pendekatan kelompok juga mampu mengurangi berbagai kendala seperti luasnya wilayah, sebaran kondisi geografis yang beragam, terbatasnya jumlah petugas, waktu dan biaya penyuluhan pertanian (Suharno, 2009). Dalam pengelolaan hutan rakyat diperlukan pengorganisasian petani yang terlembaga. Pentingnya pembinaan petani dengan pendekatan kelompok tani dikemukakan oleh Mosher (1968) dalam Djiwandi (1994) bahwa salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian adalah adanya kegiatan petani yang tergabung dalam kelompok tani. Hutan rakyat di Desa Lemahduhur, Kecamatan Caringin pada umumnya dikelola secara komunal (kelompok) pada lahan milik perorangan yang tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan dan pola usaha taninya. Secara keseluruhan pola pengembangan hutan rakyat di Desa Lemahduhur, Kecamatan Caringin dapat diklasifikasikan ke dalam pola hutan rakyat wanatani (Agroforestry), yaitu kombinasi antara tanaman kayu dengan tanaman perkebunan serta tanaman bawah tegakan. Pola pengembangan hutan rakyat sangat terkait dengan luas kepemilikan lahan. Secara umum luas pemilikan lahan berkisar antara 25 ha. Kepemilikan lahan yang tidak terlalu luas menyebabkan para petani mengelola hutan rakyat dengan sistem yang lebih intensif. Hal ini dapat terlihat dari beragamnya jenis tanaman yang dikembangkan. Pengelolaan hutan rakyat di Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin dalam pelaksanaannya dilakukan secara terprogram, diperlukan pengorganisasian petani yang terlembaga. Dalam kaitan tersebut kelompok tani
sebagai lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya),
keakraban, kepentingan bersama dan saling percaya mempercayai, serta mempunyai pimpinan untuk mencapai tujuan bersama (Departemen Pertanian, 1989). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarko (2010) tentang Hubungan Dinamika dan Peran Kelompok dengan Kemampuan Anggota dalam Penerapan Inovasi Teknologi Usahatani Kopi Rakyat di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur menyebutkan bahwa para petani yang
2
berkelompok menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berkelompok. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa usahatani secara berkelompok berperan cukup besar dalam mengembangkan skala usaha yang lebih ekonomis dan efisien. Berkembangnya kelompok tani ini berarti terjadi peningkatan
dinamika kelompok,
berarti pula peningkatan
fungsi
dan
kegiatannya. Keuntungan berkelompok dalam mengelola hutan rakyat, diantaranya petani dapat saling menukar informasi, pengetahuan, inovasi teknologi dan pengalaman mengenai usahatani hutan rakyat melalui wadah kelompok. Petani juga dapat saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan dalam usahataninya dalam wadah kelompok. Melalui wadah kelompok tani akan memudahkan dalam penyampaian program, tujuan dan proyek yang akan dan hendak dicapai oleh kelompok tani. Namun persoalanya banyak kelompok tani baik yang terbentuk secara top down maupun kelompok yang terbentuk secara bottom up telah ditumbuhkan, tetapi banyak pula kelompok tani yang mati atau hanya tinggal nama saja sehingga dipertanyakan eksistensinya. Sering kelompok tumbuh menjamur seiring dengan adanya bantuan program dari pemerintah atau instansi swasta. Fakta juga menunjukkan, dengan berakhirnya bantuan tersebut, maka berakhir pula kelompoknya dan teknologi anjuran mulai ditinggalkan (Purwanto & Wardani 2006). Disamping itu, matinya kelompok tani
juga diakibatkan adanya
ketidakpastian kebijakan pemerintah. Menurut Purwanto dan Wardani (2006) adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri Tahun 1991
menjadikan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tidak
berfungsi, karena BPP berfungsi sebagai instalasi Dinas Subsektor. Balai Informasi Penyuluhan Pertanian yang mempunyai instalasi BPP adalah pengelola kelompok tani sehingga apabila lembaga pengelolanya tidak jelas maka keberadaan kelompok tani juga tidak jelas pula. Artinya, walaupun kelompok tani tersebut ada namun akibat tidak jelas pembinaannya umumnya kelompok tani tersebut kurang atau tidak dinamis, peran dan fungsi kelompok tani tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3
Sebaliknya ada juga kelompok tani yang berumur panjang dan bertahan lama. Hasil Penelitian Sutjipta (1987) tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dinamika Subak dan Hubungannya dengan Mutu Hidup Anggota, menyimpulkan bahwa faktor pengikat subak sampai kini terus terpelihara, sehingga kehidupan kelompok dapat terus terjaga. Faktor-faktor pengikat tersebut meliputi : (1) ketergantungan anggota subak pada kebutuhan air, (2) keterikatan anggota pada pura sebagai tempat persembahyangan bersama, (3) keterikatan pada tata upacara adat dan keagamaan, (4) otonomi subak, baik kedalam maupun keluar, (5) konsep hidup ”tri hita karana”, yaitu tiga cara mencapai kebahagiaan melalui keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam.
Keteraturan
pelaksanaan kegiatan, tingkat partisipasi anggota yang tinggi dan adanya keterbukaan
pada
perubahan
yang
terjadi
menyebabkan
subak
dapat
mempertahankan hidupnya. Terbentuknya kelompok tani tersebut memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Kelompok tani yang ada di desa Lemahduhur ada yang terbentuk atas inisiatif warga (bottom up) dan ada juga yang terbentuk secara topdown karena keproyekan atau program. Pada saat dilakukan penelitian di desa Lemahduhur sedang berjalan program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yang merupakan program yang diperkenalkan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dengan sumber dana APBD I (Propinsi). Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) merupakan gerakan moral untuk membangun kesadaran masyarakat khususnya masyarakat Jawa Barat dalam rangka memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Adapun yang menjadi tujuan GRLK adalah untuk meningkatkan ketersediaan bibit tanaman untuk merehabilitasi lahan; mengurangi luasan lahan kritis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010). Anggaran APBD I (Propinsi) melalui kegiatan GRLK berupa kegiatan pengayaan tanaman/pembuatan hutan rakyat. Sasaran pembuatan tanaman hutan rakyat diutamakan pada lahan dengan rata-rata kemiringan di atas 45%. Kondisi topografi desa Lemahduhur dengan kemiringan >45%
4
memenuhi persyaratan untuk menerima bantuan program GRLK yang
disalurkan kepada kelompok tani Bina Mandiri berupa bibit sengon, suren dan cengkeh untuk ditanam pada lahan seluas 50 hektar yaitu ; 25 hektar Blok Sinagar dan 25 hektar blok Punjul. Sedangkan kelompok tani Puspa Mandiri menerima bantuan bibit untuk ditanam di blok Pasir Ipis seluas 25 hektar. Kelompok tani yang telah terbentuk, diharapkan dapat dijadikan media untuk berkelompok dalam rangka meningkatkan kemampuan petani dengan atau tanpa adanya intervensi dari luar sehingga pendapatannya dapat meningkat, dan akhirnya kesejahteraan akan turut meningkat pula, sehingga akan timbul kedinamisan dari kelompok tersebut. Peran kelompok tani terhadap anggotanya diharapkan akan berdampak terhadap pembangunan hutan rakyat, sehingga para anggota akan dengan serius terus mengembangkan tanaman hutannya.
Oleh
karena itu pembentukan kelompok tani yang beranggotakan masyarakat sekitar merupakan suatu keharusan (Diniyati , 2003). Dengan adanya kelompok tani diharapkan imbas pembelajaran dalam pengelolaan hutan rakyat diharapkan akan lebih tersebar. Kelompok yang dinamis ditandai oleh selalu adanya kegiatan atau interaksi baik didalam maupun dengan pihak luar kelompok untuk secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-tujuannya (Djoni, 2000). Lebih lanjut Soekanto S (1990) mengemukakan bahwa kelompok sosial haruslah memenuhi syarat, yaitu: 1) anggota kelompok sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan; 2) ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya; 3) ada faktor ( misalnya; nasib, kepentingan, tujuan, ideologi, politik dan lain-lain) yang sama, sehingga hubungan diantara mereka bertambah erat; 4) berstruktur, berkaidah dan mempunyai perilaku dan 5) bersistem dan berproses. Pengertian dan syarat yang harus dimiliki oleh suatu kelompok menjadi petunjuk bahwa setiap kelompok sosial cenderung untuk tidak statis, akan tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Seperti dikemukakan oleh Soekanto S (1990), bahwa kelompok sosial seperti kelompok tani ini bukan merupakan kelompok yang statis, karena pasti mengalami perkembangan serta perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut, dan
5
karena pengaruh dari luar. Selain itu keadaan yang tidak stabil tersebut juga dapat terjadi karena adanya konflik antar individu dalam kelompok atau karena adanya konflik antar bagian kelompok tersebut sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu sendiri. Selanjutnya menurut Santoso (1992) perubahan disebabkan oleh interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok secara timbal balik, yang mencerminkan adanya dinamika kelompok. Dinamika kelompok merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh kelompok yang akan menentukan perilaku kelompok dan anggota-anggotanya. Dengan dinamisnya suatu kelompok diharapkan terjadinya perubahan perilaku anggota kelompok yang pada gilirannya akan merubah pola pikir masyarakat dalam pemanfaatan hutan rakyat. Kelompok yang kompak akan memiliki daya lekat tinggi yang akan mendorong keefektifan anggota pada kelompoknya. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat merupakan hal yang tidak dapat dihindari, karena tidak ada sedikitpun bagian kawasan hutan yang bebas dari kepentingan hidup masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat merupakan salah satu modal sosial yang dapat dikembangkan secara integratif melalui berbagai kegiatan kreatif dalam rangka memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara lestari dan berkelanjutan. Pengelolaan hutan rakyat dituntut untuk memenuhi azas keadilan, yaitu hutan harus menjadi sumber daya bagi masyarakat setempat dan harus dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat. Masyarakat setempat yang terkonsentrasi dalam kelompok-kelompok harus dapat melakukan pengelolaan hutan rakyat secara utuh mulai dari pemanfaatan, rehabilitasi, sampai pada perlindungan hutan. Partisipasi tersebut tidak berdasarkan pada motivasi untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan bersama. Mengingat pentingnya kelompok tani baik dalam hal meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri dan keluarganya maupun dalam memberikan sumbangan pada pelestarian hutan, maka perlu memperhatikan hal-hal yang dapat meningkatkan keefektifannya dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok itu sendiri.
6
arena itu kelompok tani perlu ditumbuhkembangkan agar supaya produktif dan dapat mencapai tujuan-tujuannya secara efektif. Untuk meningkatkan manfaat atau keuntungan dari adanya kelompok tani tidak terlepas dari bagaimana meningkatkan peran kelompok tani tersebut, yaitu dengan menjaga bagaimana kelompok tani tersebut dinamis. Suatu kelompok dapat dikatakan dinamis apabila kelompok itu efektif dalam mencapai tujuantujuannya. Suatu konsep yang menunjukan kefektifan kelompok dalam mencapai tujuan-tujuannya adalah konsep dinamika kelompok. Dengan dinamika kelompok ini memberikan peluang sebesar-besarnya kepada anggota untuk bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Oleh karena itu studi ini ingin mendalami tentang bagaimana kelompok mampu berkelanjutan.
1.2. Perumusan Masalah Di Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin terdapat tiga kelompok tani yang masing-masing diberi nama: Kelompok Tani Puspa Mandiri, Kelompok Tani Bina Mandiri, Kelompok Tani Berkah dan Satu Gabungan Kelompok Tani yang diberi nama Gapoktan Berkah. Pengelolaan hutan rakyat di Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin didukung oleh keberadaan kelompok tani. Kelompok tani Bina Mandiri dan Kelompok Tani Puspa Mandiri mengelola hutan rakyat bantuan program sedangkan kelompok tani Berkah di bidang hortikultura. Program yang sedang berjalan di Kecamatan Caringin yaitu Program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yang diperkenalkan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dengan sumber dana APBD I (Propinsi), dengan target penanaman 1000 pohon per hektar, bantuan berupa bibit tanaman sengon, suren, dan cengkeh, dikelola oleh kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri, yang ditanam pada lahan milik seluas 75 hektar terbagi di 3 Blok yaitu blok Sinagar, blok Punjul dan blok Pasir Ipis. Kenyataannya kelompok tani yang ada sekarang ini, umumnya merupakan hasil dari bentukan program pemerintah. Keberhasilan-keberhasilan yang dicapai diantaranya disebabkan program masih memberikan bantuan berupa subsidi kepada petani peserta program yang terorganisir dalam kelompok-kelompok tani. Namun, apabila program berakhir, apakah aktivitas pengelolaan hutan rakyat
7
akan tetap berlanjut dan apakah kelompok-kelompok tani yang ada akan tetap survive? Dilihat secara sosiologis apakah program tersebut telah melembaga dalam kehidupan petani? Seiring dengan waktu, banyak kelompok tani yang tidak dapat mempertahankan para anggotanya sehingga kelompok tersebut hanya tinggal nama saja. Namun ada juga kelompok yang semakin maju walaupun tidak ada lagi bantuan yang diterima oleh kelompok tani (Diniyati, Dian 2000). Dinamika kelompok merupakan suatu konsep yang dapat mengukur keefektifan kelompok tani dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dinamika kelompok merupakan tenaga atau kekuatan yang diturunkan dari individu-individu anggota dan interaksi di dalam kelompok. Totalitas dari kekuatan-kekuatan itu akan membawa kelompok berperilaku aktif (dinamis). Karena itu, dinamika kelompok mencakup faktor-faktor yang menyebabkan kelompok itu hidup, bergerak, aktif dan efektif dalam mencapai tujuan. Faktor-faktor inilah yang dikaji dalam penelitian ini. Sudah tentu, dari sekian banyak kelompok tani memiliki kekuatankekuatan yang bervariasi sehingga menyebabkan tingkat dinamika kelompok tani bervariasi pula. Melihat kenyataan tersebut, dengan demikian timbul masalah menyangkut eksistensi kelompok tani yang ada, maka menarik untuk dikaji lebih lanjut: 1. Menganalisis dinamika dan kemandirian kelompok tani hutan rakyat di desa Lemahduhur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis karakteristik individu anggota kelompok yang berperan penting dalam membangun dinamika kelompok tani hutan rakyat. 3. Menelaah keberlanjutan pengembangan usaha ekonomi kelompok tani hutan rakyat.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk : 1. Menganalisis dinamika kelompok tani hutan
rakyat di Desa Lemahduhur
Kecamatan Caringin. 2. Menganalisis kemandirian kelompok tani hutan rakyat di Desa Lemahuduhur Kecamatan Caringin.
8
3. Menelaah keberlanjutan pengembangan usaha ekonomi kelompok tani hutan rakyat di Desa Lemahuduhur Kecamatan Caringin. 3. Mengetahui faktor-faktor karakteristik individu (anggota kelompok) apa sajakah yang mempengaruhi tingkat dinamika kelompok tani hutan rakyat.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Dari sudut akademis ; hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai Dinamika Kelompok dan Kemandirian Kelompok . 2. Dari sudut implikasi praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangan informasi dan sebagai pertimbangan bagi penentu kebijakan mengenai program-program Kehutanan yang saling menguntungkan dan program penanggulangan kemiskinan lainnya. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk melaksanakan penelitian sejenis (penelitian evaluasi) secara mendalam atau dalam lingkup yang lebih luas.
9
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Pendekatan Teoritis 2.1.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1.1. Kelompok dan Dinamika Kelompok Beberapa konsep tentang kelompok yang dikemukakan oleh pakar dapat kita jumpai, baik yang membahas dari sudut pandang sosiologis, antropologis, maupun dari sudut pandang psikologis. Beberapa konsep tentang kelompok antara lain: Soedijanto(1981), mengemukakan bawa definisi kelompok adalah ”dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya kesamaan, berinteraksi melalui pola/struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama dalam kurun waktu yang relatif panjang”. Hubungan antara dua orang atau lebih individu ini dinyatakan oleh Gunardi sebagaimana dikutip oleh Soedijanto(1981) adalah ”mereka yang mempunyai beberapa kesamaan obyek perhatian, berinteraksi secara mantap, bersama menyusun suatu struktural, dan bersama berpartisipasi dalam kegiatankegiatan tertentu”. Ungkapan yang hampir sama dikemukakan oleh Gerungan (1978) bahwa kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang telah mengadakan interaksi yang intensif dan teratur sehingga diantara mereka terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan tersebut. Tidak berbeda dengan pandangan Syamsu, dkk (1990) kelompok sebagai kumpulan dua orang atau lebih, yang secara intensif dan teratur selalu mengadakan interaksi sesama mereka untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan, dan secara sadar mereka merasa bagian dari kelompok yang memiliki norma tertentu, peranan, struktur fungsi dan tugas masing-masing anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok merupakan kumpulan orang-orang yang menyatukan diri karena adanya kesamaan tujuan yang hendak dicapai. Kemudian Horton dan Hunt (1999) mendefinisikan bahwa kelompok merupakan setiap perkumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Dari beberapa pengertian mengenai kelompok dapat disimpulkan bahwa ciri terpenting dalam kelompok
11
adalah adanya interaksi dan saling ketergantungan, serta memiliki kepentingan bersama dan tujuan bersama. Kelompok-kelompok sosial timbul karena manusia dengan sesamanya mengadakan hubungan yang langgeng untuk suatu tujuan atau kepentingan bersama (Soemardjan dan Soemardi, 1964). Menurut pengertian sosiologis kelompok sosial adalah kumpulan individu-individu yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain, dimana didalamnya terdapat ikatan perasaan yang relatif sama. Kelompok-kelompok dalam sistem sosial bukan merupakan kelompok yang statis, karena setiap kelompok sosial cepat atau lambat hampir dapat dipastikan akan mengalami perubahan dan perkembangan. Sistem sosial merupakan entitas sosial yang dicirikan oleh individu-individu atau unit sosial lainnya yang berproses secara fungsional saling terkait satu sama lain. Menurut Cartwright dan Zander (1968) salah satu orientasi teoritis dalam mempelajari dinamika kelompok yaitu pendekatan teori sistem. Dalam pandangan ini kelompok dilihat sebagai suatu sistem yaitu merupakan sistem orientasi, sistem saling keterhubungan dari posisi-posisi dan peran-peran, dan sistem komunikasi. Kelompok dipandang sebagai sistem yang terbuka, yang dianalogikan dari konsep biologi. Teori sistem menekankan kepada berbagai jenis input ke dalam sistem dan output keluar sistem. Menurut Slamet (2006), sistem sosial adalah suatu kesatuan dari banyak unsur yang dapat menghasilkan suatu output tertentu. Sistem terbentuk oleh adanya komponen atau unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain membentuk suatu jaringan. Masing-masing komponen mempunyai fungsi sendiri yang berbeda satu dengan lainnya. Fungsi komponen yang satu dipengaruhi oleh fungsi komponen lain yang berhubungan dengannya. Kelompok sebagai sistem sosial memiliki beberapa ciri misalnya dalam kelompok terdapat orang-orang yang saling berinteraksi; mempunyai pola perilaku yang teratur dan sistematis; bisa diidentifikasi bagian-bagiannya; dan bisa dilihat sebagai sistem sosial. Sistem sosial terdiri dari interaksi yang terpola dari para anggotanya. Sistem sosial merupakan interaksi dari beragam individu yang hubungannya satu dengan yang lain diorientasikan kepada definisi dan mediasi dari pola simbolsimbol terstruktur dan harapan-harapan. Dalam sistem sosial, terdapat interaksi yang spesifik antara anggota dan bukan anggota(Loomis&Loomis, 1961).
12
Kelompok - kelompok sosial bersifat dinamis dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, selalu bergerak dan aktif. Dalam sosiologi gerak perubahan dan pergerakan kekuatan yang ada dalam kelompok lazim disebut Dinamika Kelompok. Menurut Soekanto S (1990) definisi dinamika kelompok di dalam kelompok sosial cenderung tidak merupakan kelompok yang statis, akan tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Dinamika kelompok diartikan sebagai suatu studi yang menganalisis berbagai kekuatan yang menentukan perilaku anggota dan perilaku kelompok yang menyebabkan terjadinya gerak perubahan dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Dinamika kelompok akan mencakup faktor-faktor yang menyebabkan suatu kelompok itu hidup, bergerak, aktif, efektif dalam mencapai tujuan. Selanjutnya menurut Jetkins (1950) dalam Sudaryanti (2002), Dinamika Kelompok merupakan kajian terhadap kekuatankekuatan yang terdapat di dalam maupun di lingkungan kelompok yang akan menentukan
perilaku
anggota
kelompok
dan
perilaku
kelompok
yang
bersangkutan, untuk bertindak atau melaksanakan kegiatan-kegiatan demi tercapainya tujuan bersama yang merupakan tujuan kelompok tersebut. Menelaah dinamika kelompok berarti menelaah kekuatan-kekuatan yang muncul dari berbagai sumber di dalam kelompok, mencoba menerangkan perubahanperubahan yang terjadi dalam kelompok dan
mencoba menemukan serta
mempelajari keadaan dan gaya yang dapat mempengaruhi kehidupan kelompok. Lebih lanjut Horton dan Hunt (1999) mengutarakan bahwa dinamika kelompok mempelajari
interaksi dalam
kelompok
dan
pemecahan
masalah
serta
pengambilan kesimpulan untuk mencapai pemahaman dan penanggulangan masalah organisasi. Menelaah dinamika kelompok berarti menelaah kekuatan-kekuatan yang muncul dari berbagai sumber didalam kelompok. Menurut Slamet (1978) dalam Tonny (1988) kekuatan-kekuatan didalam kelompok tersebut, yaitu: 1. Tujuan Kelompok (Group Goals) Tujuan kelompok merupakan gambaran tentang sesuatu hasil yang diharapkan dicapai oleh kelompok. Untuk mencapai hasil tersebut diperlukan bermacam-macam usaha kelompok. Anggota kelompok berbuat sesuai dengan
13
tujuan kelompok karena kelompok mempunyai tujuan yang jelas dan anggota kelompok mengetahui arah kelompok. Akibatnya tujuan kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok menjadi kuat karena kegiatan anggota kelompok. Anggota kelompok yang berorientasi kepada kelompoknya (group oriented motives) menggambarkan kesetiaan atas kelompok sehingga dengan tercapainya tujuan kelompok mengakibatkan masing-masing anggota kelompok merasa puas. Tujuan kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok menjadi semakin lemah jika tujuan kelompok semakin tidak mendukung tujuan anggota kelompok. 2. Struktur Kelompok (Group Structure) Struktur kelompok yaitu hubungan antara individu-individu di dalam kelompok yang disesuaikan dengan posisi dan peranan masing-masing individu. Kelompok yang telah memiliki struktur yaitu kelompok yang telah memiliki hubungan yang stabil antar anggota kelompok. Struktur kelompok berhubungan dengan struktur kekuasaan atau pengambilan keputusan, tugas dan pembagian kerja, struktur komunikasi dan bagaimana aliran komunikasi terjadi dalam kelompok serta sarana bagi kelompok untuk berinteraksi. Struktur kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin lemah jika pengambilan keputusan kelompok semakin didominasi oleh orang-orang tertentu, Struktur tugas menjadi semakin baik jika masing-masing anggota kelompok semakin merasakan terlibat dalam tugas-tugas kelompok. Semakin baik struktur tugas maka struktur kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat. Dalam struktur komunikasi, anggota kelompok menjadi puas jika komunikasi di dalam kelompok lancar dan struktur kelompok menjadi semakin kuat. Sedangkan dalam proses interaksi, struktur kelompok semakin kuat jika semakin besar kemungkinan berinteraksi. 3. Fungsi Tugas (Task Function) Fungsi tugas adalah segala kegiatan yang harus dilakukan kelompok sehingga tujuannya tercapai. Kriteria yang digunakan untuk melihat fungsi tugas, adalah
(1)
fungsi
memberi
informasi,
kelancaran
arus-arus
informasi
menunjukkan fungsi tugas berjalan dengan baik sehingga fungsi tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat; (2) fungsi memuaskan anggota, semakin tinggi tingkat kepuasan anggota kelompok mengakibatkan
14
fungsi tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat; (3) fungsi menyelenggarakan koordinasi, semakin baik penyelenggaraan koordinasi maka fungsi tugas semakin baik yang berarti fungsi tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat; (4) fungsi menghasilkan inisiatif, semakin tinggi tingkat inisiatif kelompok maka fungsi tugas semakin baik yang berarti fungsi tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat; fungsi mengajak untuk berperanserta, semakin sering kelompok mengajak anggotanya berperanserta dalam setiap kegiatan kelompok maka fungsi tugas semakin baik, dan fungsi tugas semakin kuat; fungsi menjelaskan kepada anggota tentang segala sesuatu yang kurang jelas maka fungsi tugas semakin baik. Dengan demikian fungsi tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat. 4. Pembinaan Kelompok (Group Building and Maintenance) Pembinaan kelompok dimaksudkan sebagai usaha mempertahankan kehidupan kelompok. Usaha mempertahankan kehidupan kelompok dapat dilihat dari (1) peranserta semua anggota kelompok, (2)adanya fasilitas dalam pelaksanaan pembinaan kelompok, (3) adanya kegiatan kelompok, (4)adanya kesempatan mendapatkan anggota baru, dan (5)adanya sosialisasi sebagai proses pendidikan yang membuat anggota mengetahui norma, tujuan dan lain-lainnya didalam kelompok. Apabila semua ciri tersebut ada di dalam kelompok maka pembinaan kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat. 5. Kekompakan Kelompok (Group Cohesion) Anggota kelompok yang tingkat kekompakan kelompoknya tinggi lebih terangsang untuk aktif mencapai tujuan kelompok dibandingkan anggota kelompok yang tingkat kekompakan kelompoknya rendah. Kekompakan kelompok yaitu adanya keterikatan anggota kelompok terhadap kelompoknya. Tingkat rasa keterikatan yang berbeda-beda menyebabkan adanya perbedaan kekompakan. Tujuh faktor yang mempengaruhi kekompakan kelompok, yaitu : (1)kepemimpinan kelompok dapat menumbuhkan rasa kesamaan diantara anggota kelompok, (2)anggota kelompok menunjukkan kemauan dan saling memilki sehingga kelompok terasa sebagai milik bersama, anggota kelompok memiliki penilaian yang tinggi terhadap tujuan kelompok, rasa kesamaan diantara anggota kelompok dan jumlah anggota kelompok semakin sedikit.
15
6. Suasana Kelompok (Group Atmosphere) Kelompok mempunyai suasana yang menentukan reaksi anggota terhadap kelompoknya. Suasana kelompok yang dimaksud yaitu rasa hangat dan setia kawan, rasa takut dan saling mencurigai, sikap saling menerima dan sebagainya. Kelompok yang suasananya kondusif adalah kelompok yang memiliki suasana dimana anggotanya merasa saling diterima dan dihargai. Demikian juga halnya jika suasana kelompok penuh rasa persahabatan maka kelompok menjadi menarik. Faktor yang mempengaruhi suasana kelompok, yaitu : hubungan antara anggota kelompok, kebebasan berperanserta dan lingkungan fisik. 7. Tekanan Pada Kelompok (Group Pressure) Tekanan pada kelompok ialah segala sesuatu yang menimbulkan tegangan pada kelompok untuk menumbuhkan dorongan berbuat sesuatu dan tercapainya tujuan kelompok. Sistem penghargaan maupun hukuman bagi anggota kelompok merupakan salah satu tekanan pada kelompok. Memberi penghargaan kepada anggota kelompok yang berbuat baik dan menghukum anggota yang berbuat salah terhadap kelompok menimbulkan ketegangan psikologis sehingga mempengaruhi dorongan berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan kelompok. 8. Efektifitas kelompok Efektifitas kelompok
mempunyai pengaruh
timbal
balik
dengan
kedinamisan kelompok. Kelompok yang efektif meningkatkan kedinamisan kelompok. Kelompok yang dinamis meningkatkan efektifitasnya. Efektifitas dilihat dari segi : (1) produktivitas, moral dan (2)kepuasan anggota. Tercapainya tujuan kelompok dipakai mengukur produktivitas. Semangat dan sikap anggota dipakai mengukur moral misalnya para anggota merasa bangga dan bahagia berasosiasi dengan kelompoknya. Keberhasilan anggota mencapai tujuan pribadi dipakai mengukur kepuasan anggota. Semakin berhasil kelompok mencapai tujuannya, semakin bangga anggota berasosiasi dengan kelompoknya dan semakin puas anggota karena tujuan pribadinya tercapai, maka kelompok semakin efektif. Dengan demikian efektifitas kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat. Dinamika kelompok dalam penelitian ini akan dilihat sari 8(delpan) unsur dinamika kelompok, yaitu:
16
(I)Tujuan Tujuan kelompok yang dianalisis dilihat dari indikator-indikator yaitu: hubungan tujuan dengan anggota, kejelasan tujuan dan kesepakatan tujuan. (II) Struktur Kelompok Indikator yang digunakan untuk melihat struktur kelompok dalam tujuan ini yaitu; struktur kekuasaan, struktur tugas dan struktur komunikasi. (III). Fungsi Tugas Dalam melihat fungsi tugas kelompok ini digunakan indikator: pemberian informasi, pemberian dorongan belajar, pemberian penjelasan dan penyalur sarana produksi. (IV). Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok Dalam melihat pembinaan kelompok ini digunakan indikator: peningkatan partisipasi, pengadaan fasilitas kelompok, jenis kegiatan kelompok, adanya kontrol sosial, adanya koordinasi dan komunikasi antar anggota kelompok. (V). Kekompakan Kelompok Indikator yang digunakan untuk melihat kekompakan kelompok adalah: kerjasama, kinerja pengurus kelompok dan keanggotaan kelompok. (VI). Suasana Kelompok Indikator lingkungan fisik dan interaksi dalam kelompok digunakan untuk melihat hal suasana kelompok. (VII). Tekanan Pada Kelompok Ada dua indikator untuk melihat tekanan kelompok, yaitu: tekanan dari dalam dan tekanan dari luar. (VIII) Efektivitas Kelompok Ada tiga indikator untuk melihat efektivitas kelompok, yaitu: produktivitas kelompok, moral kelompok dan kepuasaan.
2.1.1.2. Kelompok Tani Menurut Departemen Pertanian (1989), kelompok tani adalah kumpulan petani yang terikat secara non formal atas dasar keserasian, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya), keakraban, kepentingan bersama dan saling percaya mempercayai, serta mempunyai pimpinan untuk mencapai tujuan
17
bersama. Penumbuhan kelompok tani didasarkan atas faktor-faktor pengikat antara lain: a) adanya kepentingan bersama antara anggotanya; b) adanya kesamaan kondisi sumberdaya alam dalam berusahatani; c) adanya kondisi masyarakat dan kondisi sosial yang sama; d) adanya saling percaya mempercayai diantara sesama anggota. Kerjasama antara individu anggota kelompok dalam proses belajar, proses berproduksi, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil untuk peningkatan pendapatan dan kehidupan yang layak dapat dijalin melalui pendekatan kelompok (Abbas, 1995). Kelompok tani secara khusus biasanya mempunyai ciri-ciri: 1) antara sesama anggota saling mengenal dengan baik, akrab dan saling mempercayai; 2) mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusahatani; 3) memiliki kesamaan-kesamaan seperti dalam tradisi/kebiasaan, pemukiman, hamparan usahatani, jenis usaha, status ekonomi maupun sosial; dan 4) bersifat non formal, dalam arti tidak berbadan hukum tetapi mempunyai pembagian tugas dan tanggungjawab atas kesepakatan bersama baik tertulis atau tidak (Departemen Pertanian, 1989). Terbentuknya kelompok tani tersebut memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Kelompok tani ini akan berfungsi sebagai kelas belajar, wahana bekerjasama dan unit produksi serta sebagai sarana untuk menyampaikan suatu program. Oleh sebab itu, pembentukan kelompok
dalam rangka pelaksanaan
program merupakan salah satu alternatif untuk keberhasilan program. Selain itu kelompok dapat berfungsi sebagai wadah kerjasama antar pesanggem, dalam hal ini adalah: modal, tenaga kerja, dan informasi serta lebih efektif melakukan kontrol sosial (Wong 1979 dalam Suharjito 1994). Kelompok sosial seperti kelompok tani ini bukan merupakan kelompok yang statis, karena pasti mengalami perkembangan serta perubahan sebagai akibat formasi ataupun reformasi dari pola-pola didalam kelompok tersebut, dan karena pengaruh dari luar (Soekanto S, 1990). Lebih lanjut Soekanto S mengutarakan bahwa perubahan dalam setiap kelompok sosial, ada yang mengalami perubahan secara lambat, namun adapula yang mengalami perubahan secara cepat (Soekanto S, 1982).
Suatu kelompok yang dinamis akan mudah melakukan kerjasama
dengan pihak manapun. Seperti dikemukakan oleh Djoni dkk (2000) bahwa
18
kelompok yang dinamis ditandai oleh selalu adanya kegiatan ataupun interaksi baik di dalam maupun dengan pihak luar kelompok untuk secara efektif dan efisien mencapai tujuan-tujuannya.
2.1.1.3. Hutan Rakyat Pengertian dan Dasar Hukum Hutan Rakyat Pengertian hutan rakyat sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan SK Menteri Kehutanan No. 49/KptsII/1997 adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Adapun tujuan usaha hutan rakyat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, penyediaan bahan baku industri, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan mutu lingkungan. Hutan rakyat ini dapat dibangun pada lahan hak milik dan hak-hak lainnya serta pada kawasan hutan yang dapat dikonversi yang tidak bertumbuhan pohon-pohon. Pendapat Hardjosoediro (1981),
Hutan rakyat adalah hutan yang
pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, lahan komunal (bersama), lahan adat maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat terjadi secara alami dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis. Lebih lanjut Hardjanto,2000 ( dalam Daniyati,2009) menegaskan bahwa hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Hutan rakyat yang ada di lokasi lahan milik perorangan dikelola berdasarkan keinginan pemiliknya, sedangkan hutan rakyat yang ada di lahan milik kelompok dikelola secara kelompok/komunal yang terikat oleh peraturan kelompok. Sementara itu Hinrichs et.al, 2008 (dalam Daniyati, 2009) memandang bahwa hutan rakyat tidak hanya berdasarkan kepemilikan lahannya, namun juga keterlibatan masyarakat dalam mengelola kawasan hutan.
19
Sistem pengelolaan hutan rakyat tidak mengarah hanya pada kayu, namun lebih pada pengembangan pengelolaan hasil hutan non kayu sebagai produk utama dari sistem hutan rakyat.
Pada umumnya hutan rakyat tidak berwujud
suatu kawasan hutan yang murni, melainkan berdiri bersama-sama dengan penggunaan lahan yang lain, seperti tanaman pertanian, tanaman perkebunan, rumput pakan ternak atau dengan tanaman pangan lainnya yang bisanya disebut dengan pola Agroforestry atau wanatani. Pola Agroforestry atau wanatani bermanfaat secara ganda, disamping meningkatkan pendapatan petani, juga menjaga kelestarian lingkungan (ekologi) karena pola ini berorientasi pada pemanfaatan lahan secara rasional baik dari aspek ekologi, ekonomi, maupun aspek sosial budaya (Fauzi, 2005).
2.1.1.4. Kemandirian Kelompok Tani Ismawan (1994) mengemukakan bahwa definisi kemandirian adalah kemampuan untuk memilih berbagai alternatif yang tersedia agar dapat digunakan untuk melangsungkan kehidupan yang serasi dan berkelanjutan. Sedangkan Kartasasmita mengartikan bahwa kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau suatu bangsa mengenali dirinya, masyarakatnya, serta semangat dalam menghadapi tantangan-tantangan. Kemandirian juga dapat diartikan sebagai perwujudan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan perilaku yang terbaik (Hubeis, 1992). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, kemandirian dapat didefinisikan sebagai keberadaan individu atau kelompok dalam melangsungkan kehidupan yang serasi dan berkelanjutan dengan kemampuan sendiri. Kemandirian petani adalah suatu kondisi yang dapat ditumbuhkan melalui proses pemberdayaan (empowerment). Kemandirian petani dapat diartikan sebagai perwujudan kemampuan (perilaku aktual yang ditampilkan) petani untuk memanfaatkan segala potensi dirinya dalam menjalankan agribisnis sesuai kehendak sendiri (merdeka) dan diyakini manfaatnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Steinberg (2001) menjelaskan bahwa dimensi kemandirian meliputi kemandirian emosi (emotional autonomy), kemandirian perilaku
20
(behavioral autonomy) dan kemandirian nilai (values autonomy). Harigust (1972) menambahkan kemandirian terdiri dari beberapa aspek yaitu: emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Soedijanto (2001) kegiatan penyuluhan pertanian dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis harus memiliki sasaran tercapainya kemandirian petani dan perilaku agribisnis lainnya yang meliputi kemandirian material, kemandirian intelektual dan kemandirian pembinaan. Menurut Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi dan PKM dan LPM UNIBRAW, 2001 (dalam Marliati, 2008) kemandirian petani dalam beragribisnis dicirikan oleh empat elemen pokok, yaitu terdiri dari : kemandirian intelektual, kemandirian sikap mental, kemandirian manajemen dan kemandirian material.
2.1.1.5. Karakteristik individu Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat dinamika kelompok tani dan kemandirian anggota kelompok (petani) adalah karakteristik individu/anggota. Karakteristik adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada sesuatu (benda, orang atau mahluk hidup lainya) yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupannya (Mardikanto, 1993). Lebih jauh, Mardikanto (1993) memberikan contoh tentang karakteristik individu, yaitu sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupannya, antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, jabatan, status sosial dan agama. Lionberger (1960) mengemukakan bahwa karakteristik individu atau personal adalah semua faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan, yaitu umur, pendidikan dan karaktersitik psikologis. Karakteristik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai bisnis, dan kemudahan menerima inovasi. Merujuk pada pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat-sifat pribadi yang dimiliki seseorang yang diwujudkan dalam pola pikir, sikap dan tindakannya terhadap lingkungan. Karakteristik individu atau petani dalam penelitian ini adalah (1)umur, (2)pendidikan formal, (3)pendidikan non formal, (4)jumlah tanggungan keluarga, (5)luas lahan usahatani, (6)pengalaman berusahatani, (7)lamanya menjadi anggota dan (8)kekosmopolitan.
21
Menurut Padmowihardjo (2002) menyatakan bahwa umur bukan merupakan faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang dimiliki. Dapat dikatakan bahwa umur merupakan suatu indikator tentang kapan sutau perubahan harus terjadi. Mardikanto (1993) menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis. Salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani adalah pendidikan( Soekartawi, 1986). Menurut Tjondronegoro (Sastraatmaja, 1986), bahwa pendidikan non formal merupakan perpaduan dari kegiatan mengubah minat atau keinginan, menyebarkan pengetahun, ketrampilan dan kecakapan sehingga diharapkan terjadinya perubahan perilaku (sikap, tindakan dan pengetahuan). Menurut Kusnadi (2006), pendidikan formal memiliki hubungan yang nyata terhadap efektivitas kelompok tani. Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya orang yang menjadi tanggungan baik keluarga maupun bukan yang tinggal serumah dan menjadi tanggungjawabnya (Soekartawi, 1986). Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi suatu keluarga (Asdi, 1996). Menurut Istiyanti dan Hadidarwanto (1999), bahwa jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata terhadap perilaku petani terutama terhadap pengambilan resiko dalam berusaha tani. Lahan merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting dalam berbagai segi kehidupan manusia khususnya petani (Mosher, 1986). Lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi dan sekaligus sumber kehidupan. Mosher
(1986)
mengemukakan
bahwa
pengalaman
berusahatani
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi dan aktivitas petani
22
dalam usahataninya. Menurut Padmowihardjo (2002) bahwa pengalaman, baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan akan berpengaruh pada proses belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami keberhasilan dalam proses belajar, maka ia telah memiliki perasaan optimis akan keberhasilan di masa mendatang,
Sebaliknya,
seseorang
yang
pernah
memiliki
pengalaman
mengecewakan, maka dia telah memiliki perasaan pesimis untuk dapat berhasil. Pengalaman seseorang bertambah sejalan dengan bertambahnya usia. Kusnadi (2006) berpendapat bahwa masa keanggotaan memiliki hubungan yang nyata terhadap efektivitas kelompok tani. Lamanya seorang petani menjadi anggota kelompok akan berdampak kepada pengalaman yang dimiliki sebagai anggota kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki masa keanggotaan yang dapat bersamaan dan juga dapat berbeda-beda. Menurut Rogers dan Shoemoker (1995) sikap kekosmopolitan akan dapat mempertinggi kemampuan empati dan daya empati. Kekosmopolitan dapat diartikan sebagai sifat-sifat keterbukaan petani terhadap dunia luar dan dapat dengan mudah menerima bentuk ide-ide baru dalam rangka pembaharuan.
2.1.1.6. Keberlanjutan Usaha Ekonomi Pada awalnya konsep keberlanjutan (sustainable) merupakan konsep yang banyak digunakan untuk menjelaskan berbagai usaha-usaha yang dilakukan mempertahankan keberlangsungan atau keberlanjutan suatu pembangunan yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Namun pada saat ini, penerapan konsep keberlanjutan (sustainable) lebih menitikberatkan pada perlunya keseimbangan antara berbagai aspek yang ada dalam pembangunan tersebut, yaitu aspek lingkungan, ekonomi dan kehidupan masyarakat itu sendiri. Selain itu, konsep keberlanjutan (sustainable) harus berbicara untuk jangka waktu yang lama dan perlu menerapkan pendekatan yang terintegrasi. Disamping itu keberlanjutan juga menekankan perlunya penerapan teknologi praktis untuk memanfaatkan seoptimal mungkin sumber-sumber yang ada guna meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat (dalam Tampubolon Joyakin, 2006). Sedangkan di dalam konsepsi pertanian tentang keberlanjutan, Reintjes et all (1992) mengatakan sustainability pada dasarnya mengacu pada the capacity
23
to remain productive while maintaining the resource base. Artinya bagaimana kita harus dapat mengelola sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhankebutuhan manusia (human need) dengan tetap menjaga keseimbangan dan kelestarian sumberdaya yang ada. Untuk menjaga keberlanjutan program, maka pelaksanannya harus dilandasi oleh konsep-konsep tertentu yang dapat menjamin bahwa program ini dapat dan harus sampai pada kelompok sasaran (target group) untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu peningkatan kesejahteraan dan sekaligus membawa peningkatan sumberdaya manusia dan sumberdaya social (social capital) dari kelompok sasaran (Khandker,et al.,1995 dalam Yuliarso, 2004). Di dalam keberlanjutan perlu adanya unsur kemandirian, seperti yang dikemukakan oleh Hubeis (1992).
2.1.1.7. Kepemimpinan Dinamika dalam suatu kelompok akan sangat terkait peran pemimpin kelompok dalam menggerakkan para anggotanya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tersirat juga didalamnya proses kepemimpinan yang terjadi dalam mewujudkan dan mempertahankan para anggota kelompok dalam mengambil keputusan dalam hal-hal yang berkaitan dengan program dimana bimbingan dan arahan tersebut dapat mempertahankan bahkan mencapai keefektifan dari kelompok. Paranowo (1985) dalam Sri Rejeki (1988) mengelompokkan pemimpin dalam dua kelompok status kepemimpinan, yaitu (1)pemimpin formal dan (2)informal. Menurut Kartono (2001) pemimpin formal adalah orang yang oleh organisasi/lembaga ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya untuk mencapai sasaran organisasi. Sedangkan pemimpin informal adalah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, dia memiliki keunggulan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat. Ciri-cirinya adalah : a) tidak memiliki penunjukkan formal atau legitimasi sebagai pemimpin, b) ditunjuk dan diakui oleh kelompok rakyat dan masyarakat sebagai
24
pemimpin dan status kepemimpinannya itu berlangsung selama kelompok yang bersangkutan masih mau mengakui dan menerima pribadinya, c) tidak mendapatkan dukungan dari suatu organisasi formal dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, d) tidak mendapatkan imbalan balas jasa atau apabila mendapatkan imbalan balas jasa, maka imbalan itu diberikan secara sukarela, e) tidak perlu memenuhi persyaratan formal tertentu, dan f) tidak dapat dihukum apabila melakukan kesalahan, kecuali pribadinya tidak diakui lagi dan ditinggalkan massanya. Termasuk dalam pemimpin formal adalah kepala desa dan perangkatnya,sedangkan pemimpin informal adalah tokoh adat, tokoh agama, dan kaum intelektual desa. Dalam Shaw(1971) dikatakan bahwa ada tiga faktor yang berhubungan dengan kepemimpinan, yaitu 1) Group goal facilitation (fasilitasi tujuan kelompok) artinya kemampuan pemimpin dalam membantu kelompok untuk mencapai tujuannya; 2) Group sociability (sosiabilitas kelompok) artinya factorfaktor yang diperlukan untuk menjaga kelompok tetap berfungsi dengan baik; 3) Individual prominence (kemajuan individu) yang meliputi faktor-faktor yang mewakili aspirasi anggota. Peran kepemimpinan dalam kelompok (Gibson et all : 1993) merupakan suatu karakteristik penting dalam kelompok. Pemimpin kelompok mempunyai pengaruh tertentu terhadap para anggota kelompok. Peran kepemimpinan juga merupakan faktor penting dalam kelompok informal. Orang yang menjadi pemimpin kelompok informal pada umumnya dipandang sebagai anggota yang dihormati dan berwibawa yang berfungsi: 1) membantu kelompok dalam mencapai tujuannya; 2) memungkinkan para angota memenuhi kebutuhan; dan 3) mewujudkan nilai kelompok. Pemimpin pada pokoknya merupakan personifikasi dari nilai, motif dan aspirasi dari keanggotaan; 4) Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin kelompok lain; 5) Merupakan seorang fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik kelompok (Jaka Sulaksana, 2002). Pemimpin informal seringkali dapat berganti-ganti karena situasi dan kondisi yang berbeda-beda yang terdapat pada suatu saat tertentu. Seorang pemimpin yang tidak mampu mempertahankan kehormatan dan wibawanya seperti yang dirasakan oleh para anggota dapat diganti dengan pemimpin lain
25
yang diangap lebih berwibawa dan pantas sesuai dengan aspirasi keanggotaan kelompok. Jika ingin tetap menjadi pemimpin dalam jenis kelompok apapun juga, orang harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk membantu dan membimbing kelompok ke arah penyelesaian tugas. Kepemimpinan muncul dalam dua bentuk yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal diperoleh individu karena ditunjuk atau dipilih dalam posisi tertentu oleh otoritas formal dari organisasi. Kepemimpinan informal dimiliki individu dan menjadi berpengaruh karena memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh orang lain.
2.1.1.8. Hasil Beberapa Penelitian Tentang Dinamika Kelompok dan Tentang Hutan Rakyat Hasil penelitian Dinamika Kelompok dan Partisipasi Anggota dalam Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) di Nusa Tenggara Barat, yang dilakukan oleh Syarifuddin (1999) dengan menggunakan pendekatan sosiologis. Dengan metode deskriptif, dan pengumpulan data dengan menggunakan tehnik survai melalui wawancara langsung serta pengamatan langsung membuktikan bahwa kelompok yang dinamis memiliki tingkat partisipasi dan tingkat kemandirian yang tinggi dibandingkan kelompok yang kurang dinamis. Penelitian Dinamika Kelompok Tani Hutan berdasarkan pendekatan psikologi sosial yang dilakukan oleh Sudaryanti (2002) pada Program Perhutanan Sosial Desa Kemang BKPH Ciranjang Selatan, Kabupaten Cianjur membuktikan bahwa kelompok yang dinamis mempengaruhi perilaku anggotanya. Penelitian lain mengenai dinamika kelompok yang juga menggunakan pendekatan psikologi sosial dengan judul Analisis Dinamika Kelompok Tani Sebagai Pelaksana Intensifikasi Padi Sawah di WKBPP Cikampek Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat oleh Sugandi (1990). Dari hasil analisis data disimpulkan bahwa faktor suasana kelompok tani yang merupakan salah satu unsur dinamika kelompok tani memberikan peranan yang besar terhadap kedinamisan kelompok tani. Sedangkan faktor tekanan kelompok memberikan peranan yang kecil terhadap kedinamisan.
26
Sedangkan
penelitian
tentang
Peranan
Pemimpin
Lokal
dalam
Meningkatkan Dinamika Kelompok oleh Rejeki (1998) membuktikan bahwa dinamika kelompok dipengaruhi oleh peranan pemimpin lokal. Hasil penelitian mengenai hutan rakyat, dari Daniyati (2009) dengan judul Efektifitas Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kulon Progo) menyatakan bahwa keberadaan kelompok tani hutan rakyat telah memberikan banyak manfaat bagi anggota dalam menambah pengetahuan. Penelitian lainnya mengenai Partisipasi Petani Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat (Kasus di Kecamatan Kertanegara, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah) oleh Fauzi (2009) membuktikan bahwa partisipasi petani dalam pengelolaan hutan rakyat di kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga berada pada kategori sedang. Partisipasi dalam perencanaan berada pada kategori tinggi, partisipasi dalam pelaksanaan termasuk dalam kategori sedang dan partisipasi dalam pemanfaatan hasil termasuk kategori sedang.
2.1.2. Kerangka Pemikiran Terbentuknya kelompok tani hutan rakyat pada umumnya merupakan bantuan dari proyek. Bantuan dari proyek serta lingkungan pemberi pengaruh seperti ketua kelompok, pembina, penyuluh atau lingkungan lain merupakan stimulus untuk mempersatukan anggota kelompok dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama yaitu pelaksanaan pembangunan hutan rakyat untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Namun perlu diperhatikan, bahwa keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai tersebut diantaranya disebabkan proyek masih memberikan bantuan berupa subsidi kepada kelompok tani peserta proyek (program). Mengacu pada kenyataan tersebut timbul suatu pertanyaan pokok, apabila program(proyek) berakhir apakah program tersebut akan tetap berlanjut dan apakah kelompok-kelompok tani yang ada akan tetap survive? Dari sudut pandang sosiologis, memunculkan pertanyaan;
sampai sejauhmana
program tersebut telah melembaga dalam kehidupan petani? Banyak hasil riset lain setelah bantuan proyek berakhir banyak kelompok tani yang tidak dapat mempertahankan para anggotanya sehingga kelompok tersebut hanya tinggal
27
nama saja. Namun ada juga kelompok yang semakin maju walaupun tidak ada lagi bantuan yang diterima oleh kelompok tani. Karena itu, kelompok tani ini perlu ditumbuhkembangkan agar supaya produktif dan dapat mencapai tujuantujuannya secara efektif. Mengacu pada kenyataan tersebut, maka dalam penelitian ini akan digali mengenai (1)keberadaan kelompok tani , apakah kelompok tersebut benar-benar ada, hidup dan aktif dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan, (2) kemandirian, dan (3) keberlanjutan usaha ekonomi kelompok. Untuk melihat keberadaan kelompok tani
dalam penelitian ini akan
digunakan kerangka teori yang dikemukakan oleh Soekanto(2000), bahwa kelompok sosial haruslah memenuhi syarat, yaitu: 1) anggota kelompok sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan; 2) ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya; 3) ada faktor (misalnya; nasib, kepentingan, tujuan, ideologi, politik dan lain-lain) yang sama, sehingga hubungan diantara mereka bertambah erat; 4) berstruktur, berkaidah dan mempunyai perilaku dan 5) bersistem dan berproses. Menelaah kehidupan atau eksistensi suatu kelompok berarti menelaah pula dinamikanya dan selanjutnya menelaah unsur-unsur yang menjadi kekuatan kelompok. Dalam kaitannya dengan program pengelolaan hutan rakyat yang fokus pelaksanannya adalah masyarakat yang telah membentuk kelompok dalam hal ini kelompok tani , maka penelitian ini akan mengkaji proses dinamika kelompok tani berdasarkan aspek-aspek dinamika kelompok seperti yang dikemukakan oleh Slamet (1978). Aspek-aspek yang membentuk dinamika kelompok adalah: (1) Tujuan Kelompok; (2) Struktur Kelompok; (3) Fungsi Tugas ; (4) Pembinaan dan Pengembangan Kelompok; (5) Kekompakan Kelompok; (6) Suasana Kelompok; (7) Tekanan Kelompok; (8) Efektifitas Kelompok. Dalam penelitian ini peubah Dinamika kelompok diukur berdasarkan 8 (delapan) indikator, yaitu : Tujuan kelompok, Struktur Kelompok, Fungsi Tugas , Pembinaan dan Pengembangan Kelompok, Kekompakan Kelompok, Suasana Kelompok, Tekanan Kelompok, Efektifitas Kelompok. Tujuan kelompok tani yang jelas dan sesuai dengan tujuan anggota kelompok dapat menumbuhkan sikap positif dan
28
motivasi untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan program. Dengan adanya kejelasan tujuan tersebut menambah semangat
kerja
anggota
kelompok
dan
memunculkan
motivasi
untuk
berpartisipasi dalam program. Tujuan yang telah ditetapkan dan diputuskan bersama menjadikan kelompok semakin dinamis. Maka dari itu, dalam penelitian ini akan dilihat peranan tujuan kelompok, mengerti tidaknya anggota tentang tujuan kelompok, kesesuaian tujuan, ada tidaknya dokumentasi tujuan kelompok, setuju tidaknya anggota kelompok terhadap tujuan kelompok, pihak yang menetapkan tujuan kelompok. Struktur Kelompok merupakan pola hubungan yang menetap diantara anggota kelompok. Dalam struktur kelompok parameter yang akan dilihat adalah peranan pihak yang mengambil keputusan, bentuk komunikasi dalam kelompok, tingkat kesesuaian kegiatan, fasilitas kelompok, tingkat kelancaran komunikasi, ada tidaknya pembagian peran, cara pembagian peran dalam kelompok, tingkat kejelasan pembagian peran, penggantian peran dalam kelompok, jumlah anggota kelompok, dan tingkat kecukupan anggota kelompok. Fungsi Tugas merupakan fungsi yang memudahkan tercapainya tujuan kelompok. Parameter yang akan diukur untuk mengukur indikator ini adalah: cara penentuan jenis kegiatan kelompok, perlu tidaknya kelompok dibentuk, ada tidaknya diskusi tentang konsep baru, ada tidaknya keterkaitan kelompok dengan kelancaran usaha anggota, ada tidaknya perbedaan sebelum dan sesudah dibentuk kelompok. Pembinaan dan Pengembangan Kelompok merupakan usaha untuk mempertahankan keberadaan kelompok. Parameter yang dipergunakan untuk mengukur indikator tersebut adalah peningkatan partisipasi, pengadaan fasilitas kelompok, jenis kegiatan kelompok, adanya kontrol sosial, adanya koordinasi dan komunikasi antar anggota kelompok. Kekompakan Kelompok merupakan daya lekat yang menjadi modal dasar keberhasilan suatu kelompok. Parameter yang akan diukur yang diduga mempengaruhi indikator ini adalah; ukuran keakraban kelompok, bentuk kerjasama
kelompok,
sikap
anggota
kelompok
kesatupaduan anggota kelompok terhadap
terhadap
kelompoknya,
kelompoknya, sebab anggota
29
berkelompok,
homogenitas kelompok yang dilihat dari jenjang pendidikan
anggota, umur anggota. Suasana Kelompok adalah keadaan moral atau perasaan-perasaan yang muncul dari dalam kelompok, yang dapat dilihat dari para anggotanya. Keadaan ini dapat diukur melalui persepsi anggota kelompok terhadap indikator-indikator yang terdiri dari: (a) keadaan hubungan antar sesama anggota kelompok tani; (b) kebebasan anggota berpartisipasi; dan (c) keadaan lingkungan fisik. Tekanan Kelompok meliputi pemberian penghargaan bagi para anggota yang berpartisipasi dan hukuman atau ganjaran bagi anggota yang melanggar norma
aturan-aturan
yang
telah
disepakati
bersama
dalam
kelompok.
Pengukurannya dilakukan berdasarkan persepsi anggota kelompok terhadap setiap pemberian penghargaan dan hukuman/ganjaran oleh kelompok. Efektifitas Kelompok merupakan peningkatan atau usaha mempertahankan kedinamisan kelompok. Parameter untuk mengukur indikator ini adalah; ada tidaknya manfaat kelompok bagi petani, cara pemasaran hasil produksi, jenis komoditas yang paling menguntungkan, prospek pasar bagi komoditas yang diusahakan, motivasi menjadi anggota kelompok, persepsi anggota terhadap kelompoknya. Sedangkan penelitian ini juga akan memfokuskan pada observasi mengenai kemandirian. Kemandirian diartikan sebagai keberadaan individu atau kelompok dalam melangsungkan kehidupannya yang serasi dan berkelanjutan dengan kemampuan sendiri. Kemampuan kelompok akan terwujud apabila kondisi kelompok tersebut dinamis. Keberhasilan dari program pengelolaan hutan rakyat salah satu indikatornya dapat dilihat dari dampak program hutan rakyat terhadap meningkatnya kemandirian kelompok. Dari 6 (enam) elemen pokok kemandirian kelompok dalam Marliati(2008) dalam penelitian ini hanya akan diamati 3 (tiga) elemen pokok saja, yaitu : kemandirian manajemen, kemandirian sosial dan kemandirian pengembangan diri karena peneliti mengalami beberapa kesulitan untuk mengumpulkan data dari keenam elemen pokok kemandirian kelompok disebabkan karena keterbatasan
30
yang dimiliki peneliti. Adapun ketiga elemen pokok kemandirian kelompok yang dilihat dalam peneltian ini adalah : 1. Kemandirian Manajemen Berusahatani Kemampuan otonom untuk mengelola diri, menjalani serta mengelola kegiatan usahatani (merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi) agar terwujud efisiensi dan efektivitas kerja sehingga ada perubahan ke arah yang lebih baik dalam situasi kehidupan agribisnis petani. 2. Kemandirian Sosial Kemampuan yang ditampilkan/diwujudkan petani untuk mengadakan interaksi, bekerjasama dalam kelompok dan menjalin jaringan kerjasama atau bermitra dengan lembaga atau pihak lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. 3. Kemandirian Pengembangan Diri Kemampuan yang ditampilkan petani untuk mengembangkan dirinya melalui proses pembelajaran (discovery learning) tanpa harus tergantung atau menunggu sampai adanya pembinaan atau penyuluh dari luar guru mereka dan memegang prinsip belajar seumur hidup. Perkembangan kemandirian kelompok dapat ditelusuri dengan pendekatan proses melalui perkembangan kelompok dari awal program pengelolaan hutan rakyat dimulai sampai pelaksanaan penelitian ini. Penelitian ini juga selain mempelajari keberadaan kelompok, dinamika kelompok dan kemandirian kelompok juga akan mengamati keberlanjutan usaha ekonomi apabila program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) berakhir nanti. Keberlanjutan usaha ekonomi dalam penelitian ini akan diidentifikasi dengan 3 (tiga) indikator yaitu : keberlanjutan pengurus, keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi. Untuk mempelajari hak kepemilikan dan penguasaan sumberdaya dalam penelitian ini akan digunakan teori yang dikemukan oleh Lynch dan Harwell serta Feeny et al. Beberapa karakteristik pribadi anggota yang diduga mempengaruhi tingkat dinamika kelompok tani adalah: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal,
31
jumlah tanggungan keluarga, luas lahan usahatani, pengalaman berusahatani, lamanya menjadi anggota dan kekosmopolitan.
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Keberlanjutan Usaha Ekonomi (Keberlanjutan pengurus, keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi)
Kemandirian Kelompok (Kemandirian manajemen, kemandirian social dan kemandirian pengembangan diri)
Dinamika Kelompok (Tujuan, struktur, fungsi tugas, pembinaan dan pemeliharaan, suasana kelompok, kekompakan kelompok, tekanan kelompok,efektivitas kelompok
Karakteristik Individu (Umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan usahatani, pengalaman berusahatani, lamanya menjadi anggota kelompok dan kekosmopolitan
Keterangan : tanda panah menunjukan hubungan Penelitian ini berangkat dari suatu pemikiran
bahwa kelompok tani
mempunyai kedudukan yang strategis di dalam mewujudkan kemandirian kelompok dalam berusahatani. Untuk itu kelompok tani yang ada harus memiliki gerak atau kekuatan yang dapat menentukan dan mempengaruhi perilaku kelompok dan anggotanya. Dengan kata lain kemandirian kelompok dapat ditumbuhkan melalui dinamika kelompok tani.
Dinamika kelompok sebagai
indikator keefektifan kelompok dalam rangka mencapai tujuannya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada dan terjadi di dalam kelompok. Beberapa faktor tersebut adalah adanya tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi tugas kelompok, pembinaan dan pemiliharaan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tekanan pada kelompok; dan efektivitas kelompok. Apabila kelompok tani memiliki dinamika yang tinggi maka kemandirian
32
kelompok diharapkan meningkat pula. Kemandirian kelompok dapat dilihat dari 3 aspek yaitu : kemandirian manajemen, kemandirian sosial dan kemandirian pengembangan diri. Dinamika kelompok, kemandirian kelompok diduga dapat meningkatkan keberlanjutan usaha ekonomi apabila bantuan program atau proyek berakhir. Karakteristik anggota kelompok tersebut diduga akan berhubungan dengan dinamika kelompok dan kemandirian kelompok.
2.2. Pendekatan Lapang 2.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan desa yang memiliki areal hutan rakyat yang dikelola petani yang tergabung dalam kelompok tani. Aksesibitas ke lokasi penelitian yang mudah. Selain itu di Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin belum pernah dilakukan penelitian tentang Dinamika Kelompok. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011.
2.2.2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk melihat gejala dinamika kelompok dan kemandirian kelompok tani hutan rakyat di desa Lemahduhur Kecamatan Caringin. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus 2 (dua) kelompok tani yang terbentuk secara top down dan bottom up. Dalam penelitian ini studi kasus kelompok tani hutan rakyat yang terbentuk secara top down dan bottom up diterapkan pada kasus dinamika kelompok tani hutan rakyat yang sedang melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Pilihan kasus kelompok tani bentukan dari atas (top down) adalah kelompok tani Bina Mandiri dan pilihan kasus kelompok tani bentukan dari bawah (bottom up) adalah kelompok tani Puspa Mandiri. Pemilihan strategi penelitian studi kasus didasarkan pada (1) kesesuaian dengan pertanyaan penelitian yang bersifat eksploratif, (2) peluang peneliti sangat kecil untuk mengontrol peristiwa/gejala sosial yang hendak diteliti dan (3)
33
pumpunan penelitian adalah peristiwa/gejala sosial kontemporer (masa kini) dalam kehidupan nyata (Robert K. Yin. Dalam Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan (MT. Felix Sitorus, 1998). Pumpunan penelitian kualitatif adalah aspek subyektif perilaku manusia dimana subyektif berarti melihat dari sudut pandang tineliti sebagai subyek penelitian, sehingga hubungan peneliti dengan tineliti dirumuskan sebagai hubungan intersubyektivitas. Secara logis, dapat dikemukakan bahwa jika ingin melihat gejala sosial secara kritis, maka terlebih dahulu harus dipahami masyarakat dimana gejala sosial tersebut terjadi. Untuk memahami sifat kritis, maka sudut pandang yang dibawakan tidak cukup dengan hanya sudut pandang peneliti saja, karena akan memunculkan bias/rancu. Oleh karena itu dibutuhkan intersubyektivitas antara peneliti dengan tineliti, sehingga peneliti benar-benar memahami secara benar masyarakat yang diteliti sekaligus memahami gejala sosial yang timbul. Tehnik triangulasi berupa pengamatan, wawancara mendalam dan kajian data sekunder diperlukan untuk menangkap realitas sosial secara lebih valid. Dalam penelitian ini data-data induk yang ingin dikumpulkan merupakan informasi yang memiliki realitas histori karena tentu saja keseluruhan terbentuk melalui perjalanan sejarah yang tidak terlepas dari perkembangan masyarakat. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan menelusuri secara prosesual fakta-fakta antar waktu yang menggambarkan dinamika kelompok tani.
2.2.3. Jenis Data, Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam (in depth interview) dan pengamatan (observasi) di lapangan. Wawancara mendalam dilakukan pada informan kunci dan untuk mendapatkan informan kunci dapat diterapkan tehnik bola salju. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporanlaporan instansi terkait yang berhubungan dengan aspek yang diteliti. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Analisis dilakukan terhadap petani yang tergabung dalam kelompok tani hutan rakyat. Dipilih kelompok tani secara sengaja. Data kualitatif dianalisis melalui tiga jalan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
34
(Miles & Huberman, 1992). Reduksi data berupa proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul secara tertulis di lapangan. Penyajian dimaksudkan adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Sedangkan penarikan kesimpulan dalam hal ini mencakup juga verifikasi atas kesimpulan itu.
2.2.4. Pendekatan Kualitatif Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif. Hal ini untuk menambah dan melanjutkan pembahasan melalui pemanfaatan informasi tambahan/pelengkap dan catatan harian. Data kualitatif lebih mengarah pada pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka tentang mengapa, bagaimana atau alasan-alasan maupun pandangan tentang suatu jawaban terhadap daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Pokok penelitian, data dan metode pengumpulan data sebagaimana tercantum dalam matriks dibawah ini:
35
Matriks Pokok Penelitian, Data dan Metode Pengumpulan Data No.
Pokok Penelitian
1.
Gambaran fisik daerah penelitian
2.
Proses terbentuknya Kelompok Tani Keberadaan Kelompok Tani sebagai suatu sistem sosial
3.
4.
Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat
Data yang dikumpulkan Kondisi geografis, data kependudukan, data sosialekonomi Sejarah, tujuan dibentuk, siapa yang membentuk 1. kesadaran petani sebagai anggota kelompok tani 2. hubungan timbal balik antar anggota kelompok tani 3. kesamaan faktor-faktor (nasib, kepentingan, tujuan) 4. struktur, kaidah, perilaku 5. sistem dan proses Aspek-aspek dinamika kelompk 1. Tujuan : hubungan tujuan dgn anggota, kejelasan tujuan, kesepakatan tujuan 2. Struktur Kelompok : peranan pihak yang mengambil keputusan, bentuk komunikasi dalam kelompok, tingkat kesesuaian kegiatan, fasilitas kelompok, tingkat kelancaran komunikasi, ada tidaknya pembagian peran, cara pembagian peran dalam kelompok, tingkat kejelasan pembagian peran, penggantian peran dalam kelompok, jumlah anggota kelompok, dan tingkat kecukupan anggota kelompok. 3. Fungsi Tugas : cara penentuan jenis kegiatan kelompok, perlu tidaknya kelompok dibentuk, ada tidaknya diskusi tentang konsep baru, ada tidaknya keterkaitan kelompok dengan kelancaran usaha anggota, ada tidaknya perbedaan sebelum dan sesudah dibentuk kelompok. 4.Pembinaan dan Pengembangan Kelompok : peningkatan partisipasi, pengadaan fasilitas kelompok, jenis kegiatan kelompok, adanya kontrol sosial, adanya koordinasi dan
36
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder, wawancara, pengamatan Pengamatan dan Wawancara mendalam
Pengamatan dan Wawancara mendalam
Pengamatan dan Wawanca mendalam
komunikasi antar anggota kelompok. 5. Kekompakan Kelompok : ukuran keakraban kelompok, bentuk kerjasama kelompok, sikap anggota kelompok terhadap kelompoknya, kesatupaduan anggota kelompok terhadap kelompoknya, sebab anggota berkelompok, homogenitas kelompok yang dilihat dari jenjang pendidikan anggota, umur anggota. 6. Suasana Kelompok : keadaan hubungan antar sesama anggota kelompok tani; kebebasan anggota berpartisipasi; dan keadaan lingkungan fisik 7.Tekanan Kelompok : pemberian penghargaan dan hukuman/ganjaran oleh kelompok 8. Efektivitas Kelompok : ada tidaknya manfaat kelompok bagi petani, cara pemasaran hasil produksi, jenis komoditas yang paling menguntungkan, prospek pasar bagi komoditas yang diusahakan, motivasi menjadi anggota kelompok, persepsi anggota terhadap kelompoknya. 5.
Kemandirian Kelompok
6.
Karakteristik Individu
7.
Keberlanjutan Usaha Ekonomi
kemandirian manajemen, kemandirian sosial, dan kemandirian pengembangan diri. umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan usahatani, pengalaman berusahatani, lamanya menjadi anggota dan kekosmopolitan. Keberlanjutan usaha, keberlanjutan pengurus, keberlanjutan partisipasi
Pengamatan dan wawancara mendalam
Pengamatan dan wawancara mendalam
Pengamatan dan wawancara mendalam
37
BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
3.1.Keadaan Geografis dan Kondisi Alam Desa Lemahduhur secara geografis termasuk wilayah Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor, dengan wilayah : Sebelah Utara
: Desa Cimande
Sebelah Selatan
: Desa Pasir Muncang
Sebelah Timur
: Desa Gunung Pangrango
Sebelah Barat
: Desa Cimande Hilir
Secara geografis Desa Lemahduhur tergolong desa pertanian tanaman sayur sayuran dan terletak pada ketinggian 700 meter diatas permukaan laut, dengan kondisi topografi bagian timur dataran tinggi/pegunungan dan bagian selatan dataran yang merupakan daerah pertanian yang subur. Sedangkan kondisi alam desa Lemahduhur dengan Curah hujan rata-rata 24 mm/tahun dengan suhu rata-rata harian 24-25 derajat Celcius. Data potensi dasar desa dan kelurahan tahun 2011 menunjukkan bahwa luas wilayah Desa Lemahduhur adalah hektar, difungsikan sebagai areal pertanian terdiri dari sawah yaitu sawah irigasi teknis, sawah irigasi setengah teknis dan sawah tadah hujan, tegalan, kebun pekarangan dan hutan rakyat. Lahan sawah dapat ditanami dengan padi sebanyak dua kali. Tegalan ditanami cengkih dan pala. Kebun pekarangan ditanami jagung, kacang tanah, kacang panjang, ubi kayu, ubi jalar, cabe, tomat, sawi, buncis, terong dan talas. Sedangkan hutan rakyat diatanami sengon, albasia dan mahoni. Pendapatan ekonomi rumahtangga petani yang utama adalah dari hasil usaha tanaman sayur sayuran. Desa Lemahduhur merupakan daerah penyuplai sayur sayuran terbesar sekecamatan Caringin. Sedangkan tanaman keras atau kayu-kayuan bagi petani dianggap sebagai tanaman sampingan yang hasilnya merupakan penunjang dari produksi tanaman sayur sayuran, yang dalam pengelolaannya kurang diperhatikan tehnik bercocoktanam hal ini disebabkan karena ketidakjelasan status lahan. Sehingga menyebabkan mereka enggan untuk menanam tanaman kayu-kayuan dengan
39
anggapan tanaman kayu hanya akan menguntungkan pemilik lahan saja apabila suatu saat lahan diambil alih oleh pemiliknya. Tanaman kayu-kayuan hanya akan ditanam pada saat ada program dan apabila suatu saat program berakhir mereka lebih memilih menanam tanaman sayur sayuran karena masa panennya lebih cepat dan cepat menghasilkan uang. Jarak dari Desa Lemahduhur sampai ibu kota kecamatan Caringin sekitar 5 km yang dapat ditempuh dengan kendaran roda empat dan roda dua serta merupakan jalan untuk membawa hasil bumi untuk dijual di pasar Caringin. Sedangkan jalan dari kampung Leuwisapi dan kampung Nanggeleng ke Desa Lemahduhur merupakan jalan dusun berbatu, sempit, berbukit dan licin apabila hujan turun yang hanya dapat dilalui oleh kendaran roda dua.
3.2. Kependudukan dan Mata Pencaharian Penduduk Penduduk Desa Lemahduhur, sebagian besar merupakan penduduk asli yang merupakan masyarakat adat kasepuhan dengan tokoh kasepuhan Eyang Kartasinga dan sebagian lagi merupakan migran dari beberapa daerah di Jawa Barat dan adapula pendatang dari Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Desa Lemahduhur masih memegang teguh adat istiadat, masih banyak pantangan-pantangan dan masih ada beberapa ritual upacara adat yang apabila dilanggar dan tidak dilaksanakan akan terkena sangsi dari hukum adat. Desa Lemahduhur dalam Angka tahun 2011, jumlah penduduk Desa Lemahduhur adalah 11.697 terdiri dari 6.044 orang berjenis kelamin laki-laki dan 5.653 orang berjenis kelamin perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga 2900. Tingkat kepadatan penduduk sebesar 400 jiwa per kilometer persegi, atau dengan kata lain setiap satu kilometer persegi luas wilayah ditempati oleh 400 jiwa. Keadaan ini menggambarkan bahwa Desa Lemahduhur merupakan daerah yang termasuk padat penduduknya(Profil Monografi Desa Lemahduhur, 2011). Penduduk Desa Lemahduhur mempunyai pandangan ke masa depan yang maju, terlihat dari motivasi orangtua yang lebih mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya daripada menumpuk harta kekayaan. Hal ini juga tergambar dari jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat 512 orang, jumlah penduduk tamat D-2 ada 2 orang, jumlah penduduk tamat D-3 ada 2 orang, jumlah penduduk tamat S1
40
ada 12 orang dan terdapat 9 orang penduduk yang sedang duduk di perguruan tinggi (S1). Juga nampak dari kesadaran penduduk akan program wajib belajar 9 Tahun terlihat dari 5.016 orang jumlah keseluruhan penduduk usia 7 sampai 15 tahun, yang masih sekolah terdiri dari 400 orang (8%) sedangkan hanya 84(2%) orang yang tidak sekolah. Tingginya jumlah anak usia sekolah yang menempuh pendidikan dapat disebabkan juuga oleh cukup tersedianya sarana pendidikan di Desa Lemahduhur. Mata pencaharian penduduk desa Lemahduhur sebagian besar adalah petani yang bekerja di sektor pertanian dan kehutanan.
3.3. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Lemahduhur. Tabel.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Lemahduhur, 2011. Tingkat Pendidikan Penduduk
Jumlah
%
(orang) Jumlah Penduduk buta aksara dan huruf latin
905
7,74
Jumlah Penduduk usia 3-6 tahun yang masuk TK dan Kelompok Bermain
10
0,08
Jumlah anak dan penduduk cacat fisik dan mental
6
0,05
Jumlah penduduk sedang SD/Sederajat
4.034
34,49
Jumlah penduduk tidak tamat SD/Sederajat
4.448
38,03
Jumlah penduduk sedang SLTP/Sederajat
540
4,62
Jumlah Penduduk tamat SLTP/Sederajat
1.140
9,75
Jumlah penduduk sedang SLTA/Sederajat
297
2,54
Jumlah penduduk tidak tamat SLTP/Sederajat
317
2,71
Jumlah penduduk tidak tamat SLTA/Sederajat
0
0
11.697
100
Sumber: Profil Desa Lemahduhur 2011
Pada tabel diatas memperlihatkan bahwa secara umum tingkat pendidikan di desa Lemahduhur dikategorikan tertinggal yakni jumlah terbesar penduduk yang tidak tamat SD sebesar 4.448 orang (38,03 %).
41
3.4. Sejarah Penguasaan Lahan Tanah garapan di Desa Lemahduhur awalnya merupakan perkebunan teh Belanda. Setelah kemerdekaan RI perkebunan ini kemudian diambil alih (dinasionalisasi) oleh Pemerintah Indonesia. Pada tahun 1964, lewat PTPN XI, tanaman teh perkebunan diganti dengan tanaman karet. Penguasaan PTPN XI terhadap perkebunan ini hanya berlangsung sampai tahun 1982, karena berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan. Aparat desa Lemahduhur menganjurkan kepada masyarakat agar membuat permohonan kepada pemerintah (menurut masyarakat; kepada pemerintah propinsi Jawa Barat dan pemerintah kabupaten Bogor) untuk memanfaatkan lahan eks perkebunan ini. Permohonan inipun diajukan kepada pemerintah. Pemerintah lewat pemerintah desa Lemahduhur mendata dan menentukan seluruh masyarakat yang berhak untuk menerima lahan eks perkebunan PTPN XI tersebut. Namun, ketika akan dibagikan, aparat desa (dengan paksaan dan intimidasi) mengharuskan masyarakat untuk membayar tanah tersebut dengan besaran Rp. 50.000/bidang tanah per calon penerima. Masyarakat banyak yang merasa tidak mampu untuk menyiapkan dana sebesar Rp. 50.000 karena pada saat itu upah mereka hanya Rp. 350.-/per hari. Karena masyarakat tidak mampu membayarnya, tanah-tanah tersebut kemudian dijual kepada orang-orang di luar desa (yang kebanyakan berasal dari Bogor dan Jakarta). Masyarakat (calon penerima) dipaksa untuk menandatangani surat yang masyarakat sendiri tidak tahu isi surat tersebut (karena sebagian besar masyarakat pada waktu itu tidak bisa membaca dan menulis/buta huruf) serta hanya diberikan uang sebagai kompensasi yang juga jumlahnya bervariasi. Ada yang mendapatkan uang sebanyak Rp. 10.000, Rp. 7.000, dan Rp. 4.000, bahkan ada masyarakat yang hanya diberikan uang Rp. 2.500 saja. Ironisnya, lahan-lahan yang dikuasai sejak 1982 oleh orang-orang di luar desa ini, telah banyak berpindahtangan atau dijual kembali kepada orang lain (bahkan praktek jual beli tanah terjadi sampai hari ini). Lahan-lahan ini kemudian disewakan lagi kepada petani yang menggarapnya. Dengan besaran sewa yang bermacam-macam jumlahnya, tergantung luasan lahan tersebut. Salah satu bentuk sewa lahan yang ada saat ini yaitu, Pajak Bumi dan Bangunan(PBB) dari lahanlahan yang dimiliki oleh orang-orang di luar desa harus dibayar oleh petani yang
42
menggarapnya. Menurut informasi yang diperoleh dari Ketua Kelompok Tani Puspa Mandiri yang bertugas untuk mengumpulkan dan membayarkan PBB dari tanah-tanah ini ke BRI dari petani di kampung Leuwisapi desa Lemahduhur, jumlah petani pembayar pajak yang dikoordinirnya sebanyak 20 orang. Berbicara mengenai hak kepemilikan dan penguasaan sumberdaya menurut Broomley (1989:2000), Mc. Cay dan Achenson (1990) diacu dalam Lynch dan Harwell (2002) mengemukakan bahwa hak kepemilikan merupakan faktor penting dalam pengelolaan sumberdaya alam. Lebih lanjut Lynch dan Harwell (2002) menyebutkan bahwa hak kepemilikan tidak didasari pada pemberian oleh negara atau dokumentasi formal. Berdasarkan statement tersebut dan dikaitkan dengan kondisi lahan yang ada di desa Lemahduhur Kecamatan Caringin terlihat bahwa kejelasan hak kepemilikan lahan merupakan hal penting dalam pengelolaan hutan rakyat dan tanaman hortikultura. Warga masyarakat desa Lemahduhur merasa bahwa lahan tersebut dahulu adalah lahan milik mereka dan suatu saat pun harus kembali ke tangan mereka. Hanya saja mereka tidak mengetahui bagaimana caranya agar lahan mereka kembali. Yang mereka inginkan saat ini adalah adanya penyuluhan dan sosialisasi mengenai kejelasan status lahan oleh pihak yang berkompeten dalam hal ini seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN). Adanya ketidakjelasan status lahan ini menjadi penyebabnya warga masyarakat (petani) enggan untuk menanam tanaman keras karena ada rasa khawatir pada suatu saat lahan garapan akan diambil oleh pemiliknya, apalagi apabila hal ini benar terjadi pada saat mendekati masa tebang, masyarakat tidak akan mendapatkan apa-apa dan tidak dapat berbuat apa-apa. Kondisi yang ada di desa Lemahduhur pada saat ini adalah terjadinya klaim-klaim terhadap sumberdaya. Adanya klaim-klaim terhadap sumberdaya melahirkan konsep property regime. Property regime merupakan sekumpulan aturan (hukum, kebijakan,kebisaan) yang menentukan property rights (Buck, 1998 dalam Satria 2009). Property right (hak pemilikan) adalah sebuah klaim terhadap aliran manfaat (benefit stream) (Gibbs dan Bromley, 1989). Pemilik lahan di desa Lemahduhur merupakan orang-orang luar desa yang kebanyakan tinggal di Jakarta dan Bogor menetapkan peraturan bahwa lahan boleh digarap tetapi pajak dibayarkan oleh penggarap, ada juga pemilik lahan
43
yang menerapkan aturan sewa lahan per tahun. Sebagian masyarakat siap menyatakan perang apabila lahan yang sebenarnya milik mereka tidak dapat kembali kepada tangan mereka. Masyarakat merasa dibodohi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Gambaran masyarakat desa Lemahduhur saat ini, merupakan suatu bagian dari konflik agraria nasional, terutama berupa konflik penguasaan tanah. Wiradi (2000) mendefinisikan konflik agraria sebagai proses interaksi antara dua atau lebih orang atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas objek yang sama, yaitu tanah dan bendabenda lain yang berkaitan dengan tanah, seperti air, tanaman, tambang, dan juga udara yang berada diatas tanah bersangkutan. Sumber utama konflik tersebut adalah karena pemerintah Orde Baru kurang memberi perhatian kepada masalah agrarian khususnya tentang system hukum (Tjondronegoro, 1999). Kepastian hukum merupakan aspek pokok yang menentukan hubungan antara orang dengan tanah, terutama tentang pemilikan dan penguasaan, yang keduanya kemudian menjadi bagian pokok dalam membentuk struktur social ekonomi masyarakat yang berbasiskan pertanian. Ketimpangan penguasaan tanah akan menghasilkan ketimpangan pendapatan (Hayami dan Kikuchi, 1987). Berdasarkan pembagian 4 (empat) tipe rejim penguasaan sumberdaya alam milik bersama (common property) yang dikemukakan oleh Feeny et al (1990) nampak bahwa lahan di desa Lemahduhur kecamatan Caringin merupakan milik pribadi (private property) dimana sumberdaya dimiliki oleh individu atau dimiliki oleh suatu organisasi. Ada aturan yang mengatur hak-hak pemilik dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik. Hak pemilikan dapat dipindahtangankan. Dengan mengacu pada pernyataan tersebut diatas terlihat bahwa lahan di desa Lemahduhur kepemilikannya dapat dipindahtangankan apabila sudah ada kejelasan status lahan. Lahan yang digarap adalah lahan milik perorangan atau orang-orang mampu yang tinggal di luar desa Lemahduhur yang dikelola oleh kelompok tani. Aturan-aturan untuk mengelola lahan garapan diatur oleh kelompok tani dan pemilik lahan terutama menyangkut pembayaran pajak. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penguasaan lahan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah desa Lemahduhur dari sewa, bagi hasil dan milik sendiri.
44
Untuk lahan hutan rakyat pada umumnya penguasaan lahan ada yang berdasarkan status kepemilikan dan sewa tahunan atau pajak dibayar oleh penggarap. Proses pengalihan hak milik/penguasaan atas tanah di desa Lemahduhur biasanya dilaksanakan sebagai berikut : 1). Untuk warisan, pengurusannya dilakukan oleh perangkat desa apabila terjadi bagi waris dalam suatu keluarga. Proses pembagian warisan telah selesai apabila sudah ada perubahan nama wajib pajak dari SPPT nama pewaris menjadi SPPT atas nama ahli waris. 2) Untuk jual beli , antara penjual dan pembeli menandatangani perjanjian jual beli diatas kertas bermaterai yang disaksikan oleh perangkat desa dengan diketahui oleh kepala desa. Pada beberapa kasus pembelian tanah, dimana antara penjual dan pembeli masih ada hubungan kekerabatan, maka tidak menandatanagani perjanjian diatas kertas bermaterai, hanya bermodalkan saling percaya saja. 3) Untuk sewa menyewa, biasanya hanya kesepakatan tidak resmi mengenai PBB yang harus dibayar oleh petani penggarap. Dari 27 kepala keluarga yang dijadikan responden dalam penelitian ini ternyata hanya 25 % merupakan milik sendiri, sedangkan sisanya milik keluarga 25% dan hanya 50% yang melakukan sewa. Kepemilikan masih sedikit sekali yang memiliki sertifikat tanah dan lebih dari25 % hanya berupa SPPT. Luas lahan garapan yang dijadikan obyek penelitian berkisar antara 5000 m2.
3.5. Profil Kelompok Tani 3.5.1. Kelompok Tani Bina Mandiri Kelompok Tani Bina Mandiri yang berlokasi di kampung Nangeleng Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor, berdiri pada tahun 2007, saat dilaksanakan program Gerakan Rehabilitasi Lahan (Gerhan) oleh Departemen Kehutanan. Jumlah anggota saat ini hanya sebanyak 30 orang. Kelompok Tani Bina Mandiri mengalami pasang surut dalam hal keanggotaannya. Pada saat berdirinya kelompok tani ini beranggotakan sebanyak 70 orang. Seiring dengan waktu jumlah anggota berkurang. Kelompok tani Bina Mandiri diketuai oleh penduduk asli desa Lemahduhur yang masih keturunan Eyang Cimande. Beliau juga menjabat sebagai ketua RT di kampung Nangeleng. Kharisma kepemimpinan ketua
45
kelompok tani Bina Mandiri sangat kuat sehingga menimbulkan keengganan dan rasa sungkan anggota terhadap ketuanya. Ada kecenderungan lebih melihat siapa yang bicara daripada apa yang dibicarakan. Apapun yang dikatakan oleh ketua, akan disetujui oleh anggota kelompok, walaupun sebenarnya apa yang disampaikan oleh ketua kelompok tersebut tidak sesuai dengan keinginan anggota, sehingga menimbulkan ketidakjujuran dalam kelompok tani Bina Mandiri. Pada saat dilakukan penelitian kelompok tani Bina Mandiri mengelola hutan rakyat program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yang merupakan proyek Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor. Dengan bantuan berupa bibit sengon, suren dan cengkeh sejumlah 1000 pohon per hektar. Program GRLK diberikan pada tahun 2010. Luas lahan garapan (yang disewa) anggota kelompok tani ini seluas 25 hektar yang berada di Blok Sinagar, yang khusus diperuntukan bagi tanaman keras dan tanaman hortikultura dibawah tegakan pohon kayu.
3.5.2. Kelompok Tani Puspa Mandiri Cikal bakal berdirinya kelompok tani Puspa Mandiri adalah adanya Sentra Penyuluh Kehutanan Pedesaan (SPKP) yang terbentuk atas inisiatif dari Pusat Penyuluhan Departemen Kehutanan dan lembaga USAID pada tahun 2002. SPKP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas SDM petani dan pemahaman tentang kehutanan dam lingkungan. Pada saat itu, jumlah anggota SPKP sebanyak 60 orang dari seluruh masyarakat desa Lemahduhur. Namun pada tahun 2007, SPKP bubar karena tidak adanya dukungan dari pemerintah. Berangkat dari semangat SPKP sebelumnya dan dengan adanya dukungan dari koperasi pondok pesantren Darul Falah Ciampea Bogor bersama beberapa orang petani kampung Leuwisapi, kemudian dibentuk Kelompok Tani Puspa Mandiri pada tahun 2009 yang diketuai oleh eks ketua SPKP yang merupakan pendatang dari Sumatera Selatan. Beliau menetap di kampung Leuwisapi desa Lemahduhur karena beristrikan penduduk desa Lemahduhur. Karena kemampuan dan pengalamannya dalam berorganisasi, maka beliau dipilih menjadi ketua. Kelompok tani Puspa Mandiri ini baru disahkan oleh Kantor Desa Lemahduhur pada tahun 2010 dengan diterbitkannya SK Kepala Desa Lemahduhur. Pada saat pertama berdiri kelompok tani Puspa Mandiri memiliki
46
anggota sebanyak 15 orang dan sekarang telah bertambah menjadi 30 orang. Dukungan dari koperasi pondok pesantren Darul Falah Ciampea Bogor berupa bibit tanaman sengon yang ditanam pada lahan milik pribadi maupun di lahan yang disewa dari oranglain. Pada tahun 2009 kelompok tani Puspa Mandiri memperoleh bantuan bibit berupa bibit sengon, suren dan cengkeh dari program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, yang ditanam diatas lahan milik seluas 75 hektar pada blok Punjul dan Pasir Ipis. Kelompok Tani Puspa Mandiri juga menjalin kerjasama dengan Koperasi Pondok Pesantren Darul Falah Ciampea Bogor dalam sengonisasi dan sedang merancang kerjasama dengan perusahaan swasta Olympic. Kelompok tani Bina Mandiri dan Kelompok tani Puspa Mandiri dapat dikatakan sebagai kelompok tani karena memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri memiliki anggota yang terdiri dari petani yang tinggal menetap di kampung Nangeleng dan kampung Leuwisapi Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Kedua kelompok tani ini telah ditetapkan dan telah disepakati untuk saling mengadakan kerjasama dalam mencapai tujuan kelompok karena kebutuhan dan minat dari masing-masing anggota kelompok. b. Adanya hubungan timbal balik dan adanya ketergantungan antara anggota kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri satu dengan lainnya. Ada kebutuhan yang dapat dipenuhi melalui kegiatan kelompok tani terutama dalam hal memperoleh informasi dan inovasi baru terkait usahatani hutan rakyat. c. Anggota kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri mempunyai kesamaan dalam hal nasib, kepentingan dan tujuan sehingga hubungan diantara mereka bertambah erat. d. Kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri memiliki struktur dan organisasi yang jelas atau pasti. Yang telah ditetapkan oleh surat keputusan (SK Kepala Desa Lemahduhur).
47
e. Kelompok Tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri sengaja dibentuk atas dasar musyawarah dan kesepakatan anggota kelompok dan pihak luar yang berkepentingan. Dalam melaksanakan kegiatan kelompok disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Syarat-syarat yang dimiliki oleh kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa kelompok sosial haruslah memenuhi syarat-syarat yaitu: 1) anggota kelompok sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan; 2) ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya; 3) ada faktor (misalnya; nasib, kepentingan, tujuan, ideologi, politik dan lain-lain) yang sama, sehingga hubungan diantara mereka bertambah erat; 4) berstruktur, berkaidah dan mempunyai perilaku dan 5) bersistem dan berproses (Soekanto, 2000). Kelompok tani Bina Mandiri dan Kelompok tani Puspa Mandiri dapat dikategorikan sebagai kelompok sosial, karena kedua kelompok ini merupakan himpunan petani secara sukarela yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
3.6. Karakteristik Responden Karakteristik responden anggota kelompok tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri yang diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi : umur, pendidikan formal, pendidikan non formal (mengikuti kursus atau pelatihan yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan Hutan Rakyat), jumlah tanggungan keluarga, luas lahan usaha tani(khususnya usahatani hutan rakyat), pengalaman berusahatani(khususnya usahatani hutan rakyat), lamanya menjadi anggota kelompok tani dan kekosmopolitan. selengkapnya disajikan pada tabel berikut :
48
Gambaran karakteristik responden
Tabel 2. Karakteristik Responden Anggota Kelompok Tani Bina Mandiri dan Kelompok Tani Puspa Mandiri No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Karakteristik Petani Anggota Kelompok Tani Umur : • Muda (30-39 tahun) • Dewasa(40-49 tahun) • Lanjut (50-70 tahun) Pendidikan Formal : • Tamat/Tidak Tamat SD • Tamat/Tidak Tamat SLTP • Tamat/Tidak Tamat SLTA Pendidikan Non Formal (Kursus/pelatihan terkait usahatani Hutan Rakyat) • Mengikuti kursus/pelatihan • Tidak mengikuti Jumlah Tanggungan Keluarga • Kecil (2-3 orang) • Sedang (4-5 orang) • Banyak (6-7 orang) Luas Lahan Usahatani (khususnya usahatani Hutan Rakyat) • Sempit (0,25-0,80 ha) • Sedang (0,90-1,00 ha) • Luas(1,25-2,80 ha) • Tidak memiliki lahan Pengalaman Berusahatani (khususnya Usahatani Hutan Rakyat) • 1- 3 tahun • 4-6 tahun • Lebih dari 6 tahun Lamanya menjadi Anggota Kelompok Tani • 1-3 tahun • 4-6 tahun • Lebih dari 6 tahun Kekosmopolitan • Terbuka • Tertutup
KT. Bina Mandiri Jumlah Persentase (orang) (%)
KT. Puspa Mandiri Jumlah Persentase (orang) (%)
3 4 5
25 % 33 % 42 %
6 4 5
40 % 27 % 33 %
9 2
75 % 17 %
12 2
80 % 13 %
1
8%
1
7%
3
25 %
3
20%
9
75 %
12
80%
3 7 2
25 % 58 % 17 %
3 8 4
20% 54% 26 %
4 0 2 6
33 % 0 % 17 % 50 %
2 0 1 12
13 % 0% 7% 80 %
8 4 0
67 % 33 % 0%
9 6 0
60 % 40 % 0%
12 0 0
100 %
15 0 0
100 %
5 7 N = 12
42 % 58 % 100 %
4 11 N=15
27 % 73 % 100%
49
Jumlah anggota kelompok tani responden yang terpilih dari kelompok tani Bina Mandiri sebanyak 12 orang dan 15 orang anggota kelompok tani Puspa Mandiri.
1. Kelompok Tani Bina Mandiri Anggota kelompok tani responden dari kelompok tani Bina Mandiri sebanyak 12 orang kepala keluarga (KK) dipilih dari 30 orang anggota kelompok tani yang mengelola lahan hutan rakyat. Umur responden bervariasi mulai yang termuda 30 tahun dan yang tertua 70 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota kelompok tani berusia muda (30tahun-39 tahun) sebanyak 3 orang (25%), berusia dewasa (40-49 tahun) sebanyak 4 orang (33%) dan berusia lanjut (50 -70 tahun) sebanyak 5 orang (42%).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
anggota kelompok tani Bina Mandiri tergolong kelompok umur produktif. Seperti yang dikemukakan oleh Simanjuntak (1982) bahwa umur produktif tenaga kerja adalah antara umur 15 – 64 tahun.
Dengan demikian responden anggota
kelompok tani secara fisik dan psikologis masih sanggup bekerja atau berusahatani untuk memperoleh penghasilan. Tingkat pendidikan sebagian besar 9 orang (75%) tamat/tidak tamat SD, 2 orang (17%) tamat/tidak tamat SLTP dan 1 orang (8%) tamat/tidak tamat SLTA. Tingkat pendidikan formal anggota kelompok tani tergolong sangat rendah. Dengan latar belakang pendidikan yang tergolong sangat rendah mempengaruhi pola pikir dan daya nalar petani dalam berusahatani. Mereka cenderung bersikap pasrah terhadap keadaan,
kurang adanya inisiatif untuk mengembangkan
usahatani khususnya usahatani Hutan Rakyat, sehingga kegiatan-kegiatan usahatani kurang terencana dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh Soekartawi (1986) bahwa salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani adalah pendidikan. Sejalan dengan pendapat Mardikanto (1993) bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Keadaan pendidikan non formal responden juga termasuk kategori rendah. Tampak bahwa hanya 25% responden yang mengikuti kegiatan pelatihan atau kursus yang terkait dengan kegiatan usahatani Hutan rakyat. Sedangkan sebagian
50
besar responden sebanyak 75 % tidak pernah megikuti kegiatan kursus atau pelatihan terkait usahatani hutan rakyat. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden rendahnya tingkat pendidikan non formal ini disebabkan karena tidak adanya keinginan untuk mengikuti kegiatan pelatihan karena merasa tidak mampu dan rendah diri, sebagian responden mengaku kurang informasi mengenai adanya kegiatan pelatihan atau kursus, dan beberapa orang responden menyatakan tidak adanya transportasi dan akomodasi untuk mengikuti pelatihan. Sebagian lagi menyatakan karena kegiatan pelatihan pengelolaan hutan rakyat waktunya berbenturan dengan waktu untuk bertani. Dengan rendahnya tingkat pendidikan non formal tidak tampak adanya perubahan sikap, tindakan dan perilaku petani dalam berusahatani, mereka masih berusahatani secara tradisional dan otodidak. Menurut Tjondronegoro dalam Sastraatmaja (1986) bahwa pendidikan non formal merupakan
perpaduan
dari
kegiatan
mengubah
minat
atau
keinginan,
menyebarkan pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan sehingga diharapkan terjadinya perubahan perilaku (sikap, tindakan dan pengetahuan). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa anggota kelompok tani tidak mengerti akan manfaat dari hasil mengikuti kegiatan pelatihan atau kursus usahatani Hutan Rakyat. Mereka beranggapan bahwa apabila mengikuti kursus atau pelatihan apabila tidak ada dukungan dana maka tidak dapat diterapkan dalam kegiatan berusahatani sehingga percuma saja atau akan sia-sia. Jumlah tanggungan keluarga bervariasi dari 3 sampai dengan 6 orang per KK. Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi suatu keluarga ( Asdi, 1996). Dalam kegiatan berusahatani di lahan petani dibantu oleh istri dan anak-anak mereka seperti dalam kegiatan pemeliharaan dan penyiangan tanaman hutan rakyat. Dengan demikian maka jumlah tanggungan keluarga merupakan sumber daya manusia terutama dalam hal tenaga kerja pada usia produktif. Jumlah tanggungan keluarga juga mempengaruhi perilaku petani terutama dalam pengambilan resiko dalam berusaha tani, seperti ketakutan apabila gagal panen responden tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan ada kekhawatiran tidak ada biaya untuk pendidikan anak-anak mereka. Juga dalam hal pemilihan jenis bibit tanaman kayu, untuk tanaman keras mereka lebih memilih sengon daripada mahoni atau jati karena sengon masa panen lebih cepat
51
kurang lebih 5 tahun sedangkan usia tebang mahoni dan jati kurang lebih 7 sampai 10 tahun. Pengalaman dalam pengelolaan hutan rakyat (sengon) bervariasi antara 1 sampai dengan 6 tahun. Dilihat dari luas lahan garapan, rata-rata luas pemilikan lahan seluas 0,25 ha sebanyak 4 orang (33 %), 1,25 ha sebanyak 2 orang (17 %) dan sebagian besar tidak memiliki lahan sebanyak 6 orang (50%). Luas lahan anggota kelompok tani terdiri atas lahan milik dan lahan garapan milik orang lain dengan sistem sewa atau pajak ditanggung oleh petani penggarap (lahan milik orang Jakarta dan Bogor).
Petani yang memiliki lahan milik lebih banyak
mengelola hutan rakyat dengan menanam sengon yang dibawah tegakannya ditanami tanaman sayur-sayuran seperti buncis, kol, cabe, leunca, tomat, cabai. Sedangkan petani yang mengelola lahan garapan lebih sedikit menanam tanaman keras karena adanya rasa kekhawatiran apabila tanaman kayu sudah mendekati usia tebang lahan akan diambil oleh pemiliknya, apabila hal ini terjadi petani tidak dapat berbuat apa-apa. Padahal lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi sekaligus sebagai sumber kehidupan. Tanpa adanya ketersediaan lahan yang cukup, maka sulit bagi petani untuk mengembangkan produksi usahatani. Karena luas lahan merupakan faktor utama untuk memperbesar skala produksi usahatani yang akan dikembangkan. Ditinjau dari pengalaman berusahatani, khususnya usahatani hutan rakyat, responden petani termasuk kategori kurang berpengalaman. Mereka lebih berpengalaman dalam usahatani padi sawah dan tanaman sayur-sayuran atau hortikultura dibanding tanaman keras atau tanaman kayu-kayuan. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman berusahatani hutan rakyat rata 3 tahun, dengan kisaran 1-5 tahun. Responden anggota kelompok tani yang mempunyai lahan milik lebih berpengalaman dalam usahatani hutan rakyat, mereka memanfaatkan tanah yang kosong dan tanah yang miring untuk ditanami tanaman kayu-kayuan untuk menjaga lingkungan agar tidak erosi. Secara ekologis mereka sudah menyadari bahwa tanaman keras akan mencegah banjir dan longsor, terutama anggota kelompok tani yang tinggal di kampung Leuwisapi apabila terjadi musibah longsor kampungnya akan tertimbun lelongsoran dan mereka tidak tahu harus mengungsi kemana. Maka dari itu untuk menghindari dan mencegah kelongsoran
52
di lahan miring mereka menanam tanaman keras. Seperti yang diungkapkan oleh Mosher (1986) bahwa pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi dan aktivasi petani dalam usahataninya. Pengalaman responden anggota kelompok tani dalam kegiatan berusahatani khususnya usahatani hutan rakyat sangat menentukan keterampilan petani dalam mengelola usahataninya. Lamanya menjadi anggota kelompok tani rata-rata 3 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa responden anggota kelompok tani telah memasuki kelompok tani selama rata-rata 3 tahun. Anggota kelompok tani yang memiliki pengalaman (1 - 3 tahun) sebanyak 8 orang (67%) dan yang mempunyai pengalaman (4 – 6 tahun) sebanyak 4 orang (33%). Mereka rata-rata menjadi anggota kelompok tani sejak dibentuknya kelompok tani, sehingga mereka ratarata sudah lama memasuki kelompok tani. Lamanya anggota kelompok tani terlibat di dalam kelompok tani akan berdampak pada pengalaman yang dimiliki sebagai anggota kelompok. Anggota kelompok tani yang sudah lama memasuki kelompok tani lebih merasakan pentingnya eksistensi kelompok tani dan manfaat kelompok tani dalam membantu meningkatkan hasil usahatani khususnya usahatani hutan rakyat. Dilihat dari Kekosmopolitan, responden anggota kelompok tani termasuk kategori rendah. Sikap kekosmopolitan yang diartikan sebagai sifat-sifat keterbukaan petani terhadap dunia luar dan dapat dengan mudah menerima bentuk ide-ide baru dalam rangka pembaharuan. Tampak bahwa hanya 5 orang (42%) yang memiliki sikap kekosmopolitan terbuka dan 7 orang (58%) memiliki sikap kekosmopolitan tertutup. Hal ini dapat dilihat dari frekwensi seringnya pergi keluar desa untuk mencari informasi yang berhubungan dengan usahatani hutan rakyat, seringnya melihat dan mendengarkan media elektronik seperti Televisi dan Radio sehubungan dengan usahatani hutan rakyat, seringnya membaca koran atau majalah terkait dengan ionformasi hutan rakyat. Responden anggota kelompok tani yang berpendidikan rendah terutama petani yang tidak bisa baca tulis (buta huruf) enggan untuk membaca koran atau majalah. Untuk memperoleh informasi mengenai usahatani hutan rakyat mereka lebih memilih bertanya kepada sesama anggota kelompok. Mereka juga malas pergi keluar desa dengan alasan sibuk
53
menggarap lahan dan tidak punya uang untuk transport dan bekal di perjalanan. Tingkat pendidikan yang rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi menjadi penyebab rendahnya tingkat kekosmopolitan responden kelompok tani di desa Lemahduhur.
2. Kelompok Tani Puspa Mandiri Anggota Kelompok tani responden dari kelompok tani Puspa Mandiri sebanyak 15 orang dipilih dari 30 orang anggota kelompok tani yang mengelola hutan rakyat. Umur responden bervariasi mulai dari yang termuda 30 tahun sampai dengan 70 tahun, anggota kelompok tani yang berumur 30 tahun – 39 tahun sebanyak 6 orang ( 40%), yang berumur 40 tahun – 49 tahun sebanyak 4 orang ( %), yang berumur 5 orang (27%). Anggota kelompok tani Puspa Mandiri tergolong usia produktif. Tingkat pendidikan tamat/tidak tamat SD sebanyak 12 orang ( 80%), tamat/tidak tamat SLTP sebanyak 2 orang (13 %) dan sebanyak 1 orang (7 %) tamat/tidak tamat SLTA. Tingkat pendidikan non formal anggota kelompok tani hanya sebanyak 3 orang (20%) yang pernah mengikuti pelatihan atau kursus terkait usahatani hutan rakyat dan sebagian besar sebanyak 12 orang (80%). Anggota kelompok tani Puspa Mandiri memiliki jumlah tanggungan keluarga( 2-3 orang) sebanyak 3 orang(20%), tanggungan keluarga (4-5 orang) sebanyak 8 orang (54%), dan memiliki tanggungan (6-7 orang) sebanyak 4 orang (26%). Luas Lahan sempit (0,25-0,80 ha) sebanyak 2 orang (13%), tidak ada yang memiliki luas lahan sedang (0,90-1,00 ha), yang memiliki luas lahan (1,25-2,80 ha) sebanyak 1 orang (7%) dan sebagian besar anggota kelompok tidak memiliki lahan sebanyak 12 orang (80%). Dalam hal pengalaman berusahatani khususnya usahatani hutan rakyat rata-rata anggota kelompok tani memiliki pengalaman sejak masuk menjadi anggota kelompok. Pengalaman berusahatani 1- 3 tahun sebanyak 9 orang (60%), yang memiliki pengalaman berusahatani selama 4-6 tahun sebanyak 6 orang (40%). Lamanya menjadi anggota kelompok tani, sebagian besar anggota kelompok menjadi anggota kelompok sejak terbentuknya kelompok tani. Seluruh
54
anggota kelompok sebanyak 15 orang (100% )menjadi anggota kelompok selama 1-3 tahun. Kekosmopolitan dicirikan dengan seringnya pergi ke luar desa maupun seringnya
melihat
televisi sehubungan dengan usahatani
hutan rakyat.
Kekosmopitan terbuka sebanyak 4 orang (27%) dan anggota kelompok tani dengan kekosmoplitan tertutup sebanyak 11 orang (73%).
3.7. Ihktisar Hasil pemetaan sosial menunjukkan bahwa masyarakat desa Lemahduhur dengan
tingkat
pendidikan
yang
relatif
rendah
menyebabkan
tingkat
perekonomian juga rendah dan termasuk kategori desa dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Kelompok Tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri di desa Lemahduhur mewadahi kerjasama petani dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk membahas masalah yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan hutan rakyat di desa Lemahduhur. Kegiatannya hanya pada tingkat pesiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan, sedangkan pemanenan dilakukan oleh tengkulak. Dalam kelompok tani musyawarah merupakan mekanisme yang wajib dalam memutuskan semua persoalan kelompok tani. Frekwensi pertemuan kelompok sangat jarang dilakukan, tidak ada jadwal rutin pertemuan kelompok. Dalam kelompok sudah ada peraturan namun belum tertulis dimana aturan kelompok dibuat berdasarkan musyawarah anggota dalam kelompok. Lahan di desa lemahduhur merupakan lahan milik dan lahan garapan yang dikelola oleh kelompok tani. Lahan garapan adalahan lahan yang pemiliknya adalah orang-orang yang tinggal di luar desa Lemahduhur yang dipercayakan kepada petani desa Lemahduhur untuk menggarapnya dengan peraturan sewa tanah tahunan ataupun pajak dibayar oleh penggarap.
55
BAB IV DINAMIKA KELOMPOK
4. 1. DINAMIKA KELOMPOK Dalam bab ini akan dibahas mengenai dinamika kelompok tani hutan rakyat Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri yang berada di desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Dinamika kelompok dalam penelitian ini akan dilihat dari 8 (delapan) unsur dinamika kelompok,
yaitu:
(I)Tujuan; (II) Struktur Kelompok; (III). Fungsi Tugas; (IV). Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok; (V). Kekompakan Kelompok; (VI). Suasana Kelompok; (VII). Tekanan Pada Kelompok dan (VII) Efektivitas Kelompok.
4.1.1. Dinamika Kelompok Tani Bina Mandiri (I) Tujuan Kelompok Tujuan kelompok tani Bina Mandiri dilihat dari indikator hubungan tujuan dengan anggota yaitu kesesuaian tujuan anggota kelompok dengan tujuan kelompok, sebagian besar anggota kelompok menyatakan bahwa tujuan kelompok yang dimasukinya tidak sesuai dengan tujuan mereka secara individual. Sebagian besar anggota merasa kecewa bahwa tujuan mereka menjadi anggota kelompok tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Salah satu yang menjadi tujuan ikut kelompok tani Bina Mandiri adalah tujuan modal ekonomi untuk kebutuhan sehari-hari, namun tidak semua mendapatkan tujuan ini. 1 Terlihat tidak ada kesesuaian antara tujuan anggota memasuki kelompok dengan tujuan kelompok. Para anggota kelompok tidak paham akan tujuan kelompok yang sebenarnya apa. Hal ini menimbulkan kekecewaan karena harapan mereka tidak sesuai dengan kenyataan. Ketidaktahuan anggota akan tujuan kelompok yang sesungguhnya dikarenakan
mereka
tidak
hadir
pada
saat
diadakan
pertemuan
yang
1 Hasil Wawancara dengan, FH (50 tahun) salah seorang anggota kelompok tani Bina Mandiri mengatakan bahwa: ”Tujuan saya masuk kelompok tani Bina Mandiri untuk mendapatkan bantuan berupa uang agar bisa saya gunakan untuk usahatani dan sebagian lagi uangnya akan saya gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup saya. Ternyata bantuan yang saya peroleh bukan uang, tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan. Saya merasa sedikit kecewa. Sampai sekarang saya tidak mengerti tujuan kelompok yang sesungguhnya itu apa. Yang saya tahu hanya tujuan kelompok adalah untuk memperoleh bantuan dari pemerintah”. (6 Maret 2011)
57
membicarakan masalah tujuan kelompok. Ketua dan pengurus kelompok tidak mensosialisasikan tujuan yang telah ditetapkan dalam pertemuan kelompok kepada anggota yang tidak hadir dalam pertemuan. Namun ada pula beberapa orang anggota kelompok tani Bina Mandiri yang sudah merasa harapannya terpenuhi setelah menjadi anggota kelompok tani yang dimasukinya. Tujuan mereka masuk kelompok tani adalah untuk memperoleh bantuan bibit agar mereka bisa tetap berusahatani hutan rakyat. Hal inilah yang menjadi salah satu daya tarik kelompok tani diminati oleh masyarakat. Meskipun sebagaian belum mendapatkan keuntungan secara ekonomi 2. Ada beberapa keraguan anggota masyarakat yang masuk Kelompok Tani, disebabkan karena belum jelasnya tujuan kelompok yang dimasukinya. Pernyataan MS (70 tahun) salah satu anggota kelompok tani yang berusia paling tua, ketika ditanyakan mengenai apakah tujuan kelompok tani Bina Mandiri, menunjukkan kearaguan tersebut. Tanggapan serupa tidak
hanya ditunjukkan oleh MS,
sebanyak 50% responden menyatakan hal serupa. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota kelompok tani tidak mengetahui tujuan kelompoknya. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat tidak adanya tujuan kelompok yang bersifat spesifik disebabkan karena tidak adanya upaya kelompok dalam merumuskan tujuan dan tidak ada penyusunan rencana kerja atau rencana kegiatan kelompok secara tertulis. Semua kegiatan kegiatan kelompok dilakukan secara spontan. YN (49 tahun) ketua kelompok tani Bina Mandiri yang juga merangkap sebagai ketua RT setempat mengemukakan bahwa tidak ditetapkannya tujuan secara tertulis disebabkan oleh ketidakmampuan ketua karena rendahnya tingkat pendidikan ketua yang tidak tamat SD dan juga karena sebagian besar anggota kelompok tani yang dipimpinnya memiliki anggota yang pendidikannya rendah dan sebagian buta huruf, dan mayoritas telah berusia lanjut yaitu 50 tahun keatas 3. Penuturan AD(50 tahun) salah satu tengkulak kaya yang memiliki lahan relatif luas di kampung Nangeleng : 2
Wawancara dengan MS (70 tahun) :”Saya merasa senang menjadi anggota kelompok tani Bina Mandiri, karena saya bisa mendapatkan bantuan bibit sengon sehingga saya tetap bisa mengelola hutan rakyat walaupun saya tidak punya uang. Walaupun keadaan ekonomi keluarga saya belum berubah baik, tetapi saya sudah cukup puas karena keinginan saya untuk memperoleh bantuan bibit dan mengelola hutan rakyat sudah terpenuhi”. (9 maret 2011)
3
Diolah dari hasil wawancara dengan YN (49 tahun) ketua kelompok tani Bina Mandiri, 7 Maret 2011.
58
”Saya ikut menjadi anggota kelompok tani Bina Mandiri karena diajak oleh pak YN (ketua kelompok tani) yang juga sebagai ketua RT. Jadi saya tidak enak kalau menolak ajakannya. Apalagi rumah saya bersebelahan dengan rumahnya. Kalau saya tolak takut beliau marah pada saya”. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa faktor rendahnya tingkat pendidikan dan usia lanjut menyebabkan rendahnya dinamika kelompok terutama unsur tujuan kelompok. Selaras dengan pernyataan ketua kelompok tani diatas menurut anggota kelompok tani Bina Mandiri selama ini belum pernah ada pertemuan khusus yang membicarakan tujuan dan rencana kegiatan kelompok. Dalam pertemuan kelompok hanya membahas mengenai bantuan program apa yang akan diberikan oleh pemerintah kepada kelompok tani Bina Mandiri 4. Melihat pernyataan ketua kelompok tani Bina Mandiri dan pernyataanpernyataan dari beberapa anggota kelompok tani, nampak bahwa kondisi tersebut berkaitan dengan tujuan dan latar belakang berdirinya kelompok yang tidak lepas sebagai bagian dari keproyekan untuk keberhasilan suatu program. Pembentukan kelompok tani Bina Mandiri dilatarbelakangi oleh adanya proyek Gerakan Rehabilitasi Lahan (Gerhan) dari Departemen Kehutanan. Tujuan dari program ini adalah rehabilitasi lahan kritis di wilayah pegunungan 5. Kelompok tani Bina Mandiri terbentuk secara top down, karena kepentingan program Gerhan dari Departemen Kehutanan pada tahun 2007. Bagi pemerintah pembentukan kelompok tani dimaksudkan untuk memudahkan pembinaan dan pelayanan dari instansi terkait kepada para petani yang berada di wilayah kerjanya. Disisi lain, bagi petani dibentuknya kelompok tani bertujuan untuk mendapatkan bantuan program. Ketidaktahuan anggota terhadap tujuan pembentukan kelompok tani disebabkan pula oleh motivasi atau alasan masing-masing anggota kelompok masuk menjadi anggota kelompok tani karena diajak oleh teman atau sekedar ikut-ikutan teman saja, ada juga karena diajak oleh pak RT yang kebetulan menjabat sebagai ketua kelompok tani Bina Mandiri, sehingga merasa tidak enak
4
Diolah dari hasil wawancara dengan beberapa orang anggota kelompok tani Bina Mandiri, 11 Maret 2011.
5
Petunjuk Teknis Pelaksanaan GRLK, Dinas pertanian dan kehutanan, 2010.
59
atau segan apabila menolak ajakannya, ataupun mereka memiliki kepentingan pribadi dengan kelompok tersebut yaitu hanya agar mendapatkan bantuan bibit dari program 6. Motivasi yang berbeda-beda tersebut menjadikan para anggota kurang memperhatikan apa tujuan kelompok yang dimasukinya tesebut. Namun demikian para anggota kelompok mengetahui bahwa tujuan kelompok adalah untuk meningkatkan usahatani khususnya usahatani hutan rakyat. Antusias petani desa Lemahduhur sangat tinggi jika mendapat informasi mengenai adanya bantuan program pemerintah. Hal ini yang memotivasi masuk menjadi anggota kelompok, selain itu ada keengganan untuk menolak ajakan ketua kelompok dan pengaruh ajakan teman. Hal ini menjadi suara mayoritas yang mendasari masuknya masyarakat dalam kelompok tani7. Desa Lemahduhur yang termasuk kategori desa miskin menjadi sumber motivasi petani untuk masuk menjadi anggota kelompok dengan harapan untuk memperoleh bantuan berupa uang dan bibit. Kelompok tani Bina Mandiri yang terkesan lebih tradisional yang diketuai oleh YN (49 tahun) yang juga sebagai ketua RT kampung Nangeleng dan merupakan sesepuh yang disegani di Kampung Nangeleng,
diperoleh informasi bahwa tujuan dari kelompok tani yang
diketuainya adalah untuk memperoleh bantuan program dan untuk meningkatkan usahatani hutan rakyat serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggotanya 8. Mekanisme perumusan tujuan kelompok merupakan sebuah hal yang sangat penting, karena membawa dampak psikologis terhadap persepsi anggota kelompok terhadap kelompok. Menurut para pendiri dan ketua kelompok tani, tujuan kelompok merupakan sebuah kesepakatan bersama yang ditetapkan melalui musyawarah anggota. Dasar penyusunan tujuan kelompok secara partisipatif ini menjadi kelebihan yang terus dipertahankan. Sehingga seluruh keputusan kelompok bukan menjadi keputusan individu, tetapi kesepakatan bersama. Ketika 6
Diolah dari hasil wawancara dengan beberapa orang anggota kelompok tani Bina Mandiri, 9 Maret 2011.
7
Wawancara dengan FH (50 tahun):”Alasan masuk kelompok tani Bina Mandiri karena diajak oleh pak YN (ketua kelompok tani Bina Mandiri). Katanya akan ada bantuan bibit sengon dari pemerintah.” begitu juga yang disampikan oleh seorang anggota kelompok CI (46 tahun) ikut menjadi anggota kelompok karena termotivasi oleh teman dan rendahnya tingkat ekonomi petani.”Saya masuk kelompok tani Bina Mandiri karena diajak oleh teman. Katanya kalau masuk menjadi anggota kelompok enak bisa dapat bantuan bibit dan uang.” (8 maret 2011). 8
Hasil wawancara dengan YN (49 tahun) ketua kelompok tani Bina Mandiri, (9 Maret 2011).
60
hal ini ditanyakan kepada beberapa orang anggota kelompok yang hadir pada saat ditetapkannya tujuan, jawaban yang diperoleh berbeda-beda. Hal ini membuktikan belum meratanya kesepakatan tujuan kelompok yang diinginkan. 9 Ketidakselarasan informasi yang diberikan oleh ketua dan anggota kelompok tani, mengenai mekanisme perumusan tujuan menunjukkan bahwa tidak semua anggota kelompok terlibat dalam perumusan tujuan kelompok. Hasil analisa dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketidakpahaman anggota kelompok terhadap tujuan kelompoknya dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan, yang mana sebagian besar pendidikan anggota kelompok tani hanya sampai tingkat SD, bahkan mayoritas dari mereka tidak tamat SD sehingga mereka mempunyai keterbatasan dalam memahami tujuan kelompoknya. Ketidaktahuan akan tujuan kelompok yang dimasukinya juga dipengaruhi oleh umur anggota kelompok, pada anggota kelompok yang berusia antara umur 50 tahun sampai 70 tahun nampak sekali bahwa mereka tidak mengerti apa yang menjadi tujuan dari kelompok yang dimasukinya dan tidak ada upaya untuk mencari tahu dengan bertanya, mereka sudah merasa puas dengan menjadi anggota kelompok dan bagi mereka tidak penting mengetahui tujuan kelompok, bagi mereka yang penting tetap bisa mengelola hutan rakyat. MS (70 tahun) salah seorang anggota kelompok yang berumur paling tua menyatakan: ”Saya mah nggak tahu tujuan kelompok itu apa. Nggak terlalu pentinglah. Tujuan saya masuk kelompok hanya ingin bisa mengelola hutan rakyat walaupun tidak punya lahan dan tidak punya uang. Cukup itu saja, karena umur saya sudah tua jadi nggak aktif dalam kegiatan kelompok.” Sikap anggota kelompok tani mencerminkan ketidakpedulian terhadap kelompok karena dipengaruhi oleh faktor umur yang sudah cukup tua. Hal ini juga berkaitan dengan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat karena tingkat kemiskinan yang tinggi.
9
Hasil wawancara Menurut YN (49 tahun), ketua kelompok tani Bina Mandiri”Tujuan kelompok tani Bina Mandiri bukan saya sendiri yang membuatnya. Tapi tujuan kelompok ditetapkan dalam pertemuan kelompok secara musyawarah. Setelah semua anggota kelompok sepakat maka tujuan kelompok kita tetapkan, namun tidak tertulis. Hanya disampaikan secara lisan saja.” Soal pernyataan tujuan yang berebda, disampikanselain AD (50 tahun): ”Waktu itu saya datang dalam pertemuan kelompok, tapi hanya membahas mengenai bantuan program yaitu bibit sengon saja, tidak bicara masalah penetapan tujuan kelompok.” (20 Maret 2011).
61
(II) Struktur Kelompok Indikator yang digunakan untuk melihat struktur kelompok dalam tujuan ini yaitu; struktur kekuasaan, struktur tugas dan struktur komunikasi. Struktur kekuasaan dalam penelitian ini dilihat dari struktur kepengurusan kelompok tani Bina Mandiri yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota kelompok. Namun struktur kepengurusan kelompok tani Bina Mandiri belum tercantum dalam dokumen tertulis. Untuk kelompok tani Bina Mandiri belum diterbitkan SK Kepengurusan, karena persyaratan dan kelengkapan berkas untuk pembuatan SK Kepala Desa baru saja diajukan oleh pengurus kelompok kepada Kantor Desa Lemahduhur. 10 Kejelasan mengenai struktur kepengurusan kelompok sudah diketahui oleh sebagian besar anggota kelompok. Beberapa orang anggota kelompok juga hadir pada saat pemilihan pengurus yang dilakukan secara musyawarah dalam pertemuan kelompok. Guna menjaga proses pemilihan yang demokratis, seluruh putaran pemilihan ketua kelompok selalu diadakan dengan musyawarah mufakat. Sehingga semua suara anggota kelompok terakomodasi. 11 Meski demikian, patut menjadi catatan penting bahwa proses sosialisasi kepengurusan masih menjadi hambatan tersendiri. Sebab sebagian anggota kelompok masih banyak yang belum mengetahui susunan pengurus baru yang sudah ditetapkan bersama 12. Keadaan seperti ini kemungkinan dikarenakan pada saat dilakukan pemilihan pengurus kelompok tani ada beberapa orang anggota yang tidak hadir dalam pertemuan sehingga mereka tidak tahu kesepakatan hasil pertemuan tentang kepengurusan kelompok tani. Dan tidak ada upaya dari ketua dan pengurus 10
Menurut penyataan bendahara kelompok tani Bina Mandiri IS (33 tahun ) mengungkapkan : ”Struktur kepengurusan kelompok tani Bina Mandiri yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara sudah cukup jelas dan diketahui oleh semua anggota kelompok. Tetapi belum disahkan oleh SK Kepala Desa Lemahduhur, karena saya terlambat menyerahkan persyaratan-persyaratan yang diminta oleh kantor Desa Lemahduhur. Karena sebetulnya ini merupakan tugas dari sekretaris. Karena sekretaris kelompok tani Bina Mandiri baru saja dikeluarkan dari kelompok, maka saya mengurus administrasi-adiministrasi kelompok ini dengan dibantu oleh pak BD (ketua kelompok tani Puspa Mandiri).” (11 Maret 2011). 11
Menurut penuturan JJ (33 tahun): ”Pemilihan pengurus dilakukan dalam pertemuan kelompok berdasarkan kesepakatan anggota kelompok. Semua anggota yang hadir dalam pertemuan pada waktu itu menyatakan setuju dengan keputusan kelompok. Diputuskan yang menjadi ketua kelompok adalah pak YN, sekretaris DE dan bendahara IS.” ( 11 Maret 2011). 12
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat anggota kelompok yang tidak mengetahui siapa yang menjadi pengurus dalam kelompoknya.”Tidak tahu struktur kepengurusan dan tidak tahu siapa saja yang menjadi pengurus kelompok tani ini. Tidak pernah diajak pertemuan kelompok.” MZ (58 tahun),(10 Maret 2011).
62
kelompok untuk menyampaikan informasi kepengurusan kelompok kepada anggota kelompok yang tidak hadir pada pertemuan tersebut. Terlihat bahwa anggota yang hadir dalam pertemuan mengetahui struktur kepengurusan kelompoknya. Mengenai struktur kekuasaan dalam kelompok tani Bina Mandiri, yang lebih banyak berperan adalah Bendahara kelompok yang juga merupakan menantu dari ketua kelompok. Ketua kelompok menyerahkan urusan kegiatan pengelolaan kelompok kepada sang menantu yang dipandangnya mampu menjalankan tugas ketua karena tingkat pendidikannya lebih tinggi dari ketua, yaitu tamatan SLTA, dan masih muda baru berumur 33 tahun, sedangkan ketua kelompok tani Bina Mandiri pendidikannya hanya tamat SD dan sudah tua (49 tahun) yang secara fisik sudah lemah. Dengan demikian bendahara kelompok berperan juga sebagai ketua terutama untuk kegiatan di luar kelompok seperti menghadiri pertemuanpertemuan di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten yang terkait dengan kegiatan usaha pengelolaan hutan rakyat. ”Untuk urusan kelompok terutama yang berhubungan dengan pihak-pihak luar saya serahkan kepada menantu saya IS. Karena dia masih muda dan tamatan SLTA jadi lebih pintar dari saya. Saya capek kalau harus pergi keluar desa, apalagi kalau naik motor, tidak tahan anginnya. IS juga sebagai bendahara merangkap sekretaris, karena sekretaris yang lama DE (40 tahun) saya keluarkan dari kelompok, karena tidak bisa menjalankan tugas kelompok dengan baik. Selama ini IS lah yang lebih banyak berperan membantu saya.” YN (49 tahun). Sikap YN sebagai ketua kelompok tani Bina Mandiri menunjukkan tidak adanya jiwa kepemimpinan (leadership) pada diri ketua kelompok. Pendidikan ketua kelompok yang relatif rendah (tamatan SD) dan berusia cukup tua (49 tahun) melatarbelakangi ketidakmampuan YN dalam memimpin kelompoknya. Hanya bermodalkan pengalaman usahatani hutan rakyat saja maka dirinya dipilih oleh sebagian besar anggota kelompoknya. Selain itu, karena YN termasuk tokoh yang disegani di kampung Nangeleng sehubungan beliau masih keturunan Eyang Cimande yang disegani warga masyarakat. Disamping itu, YN dikenal sebagai pribadi yang loyal dan dermawan, beliau rela berkorban demi kepentingan orang banyak. Terlihat bahwa tingginya rasa hormat masyarakat pada seorang tokoh
63
kharismatik (orang yang dituakan di masyarakat) melatarbelakangi pengangkatan secara demokratis sesepuh tersebut menjadi ketua kelompok. Untuk struktur tugas, dalam kelompok tani Bina Mandiri kedudukan, pembagian tugas dan wewenang kurang jelas karena anggota dapat berbagi tugas dan tanggungjawab saat ada sesuatu hal rintangan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sekretaris dalam kelompok tani Bina Mandiri pun tidak dapat menjalankan fungsi tugasnya. Maka sampai pada saat dilakukan penelitian tugas sekretaris dijalankan oleh Bendahara dibantu oleh ketua kelompok tani Puspa Mandiri dalam urusan administrasi kelompok tani. Sekretaris kelompok tani Bina Mandiri DE (40 tahun) baru saja dikeluarkan dari keanggotaan kelompok dikarenakan sudah mengecewakan kelompok. Sudah beberapa kali mendapat teguran dari ketua akan tetapi tidak ada perubahan dan tidak menunjukkan itikad baik, maka pada akhirnya dikenai sangsi dikeluarkan dari kelompok. Nampak bahwa untuk kepengurusan kelompok dapat berganti dengan cepat sesuai dengan keadaan dan kehendak kelompok. Peran ketua dan pengurus mudah digantikan. Sehingga pembentukan kepengurusan kelompok hanya berdasarkan kesepakatan anggota kelompok saja dan tidak ada peraturan yang mengikat kelompok. Dari hasil analisa dan pengamatan ketika dilakukan FGD nampak jelas bahwa ketua kelompok tani Bina Mandiri mempunyai pengaruh yang besar terhadap anggota kelompok sepertinya kharisma ketua kelompok begitu besar disebabkan ketua kelompok merupakan sesepuh yang masih keturunan Eyang Cimande yang disegani, sehingga apa yang dikatakan oleh ketua kelompok selalu disetujui oleh anggota, walaupun berdasarkan hasil wawancara dengan anggota sebenarnya mereka ingin membantah namun merasa segan dan takut menyinggung perasaan ketua kelompok. Hal ini mnunjukkan bahwa dominasi orang-orang tertentu dalam kelompok masih menonjol dibanding pemerataan kekuasaan dan atas nama anggota. Sehingga gagasan yang diperhatikan oleh anggota kelompok lebih kepada siapa yang bicara, daripada apa yang dibicarakan 13. 13
Pendapat AD (50 tahun) mengenai ketua kelompoknya:”Pak YN itu orangnya simpatik membuat kita segan padanya. Beliau itu masih keturunan Eyang Cimande dan orangnya rela berkorban demi kelompoknya, mau mengeluarkan uang dari kantong pribadi. Apapun yang beliau sampaikan kita selalu setuju saja,
64
Dua orang anggota kelompok mengaku segan dan takut kepada ketua kelompoknya. Berdasarkan pengakuan dari anggota kelompok tani Bina Mandiri menyiratkan adanya pemimpin yang berpengaruh, bahwa ketua kelompoknya merupakan pemimpin yang kharismatik dan loyal. Anggota kelompok tahu kalau ketua kelompok nya tipikal yang loyal, tidak hitung-hitungan mengeluarkan uang pribadi untuk kegiatan kelompok atau keperluan kelompok serta rela berkorban demi kemajuan kelompok yang dipimpinnya. Karena dari pengamatan tampak bahwa keadaan ekonomi ketua kelompok tani Bina Mandiri cukup mapan atau mampu, terlihat dari bangunan fisik rumah berlantai dua dan memiliki rumah kosong yang direlakannya untuk digunakan sebagai sekretariat kelompok tani Bina Mandiri yang juga digunakan sebagai tempat kursus menjahit program PNPM Mandiri 2011, serta sudah mempunyai kendaraan roda dua. Jauh berbeda dengan kondisi rumah ketua kelompok tani Puspa Mandiri yang bangunan fisik rumahnya semi permanen. Struktur komunikasi dalam kelompok tani Bina Mandiri termasuk kurang baik. Komunikasi yang terjadi antara ketua, pengurus dan anggota belum berjalan lancar. Tidak semua informasi mengenai kegiatan kelompok sampai kepada semua anggota. Hanya beberapa orang anggota kelompok saja yang mengetahui informasi mengenai kegiatan kelompoknya. Itupun disampaikan secara tidak sengaja, pada saat bertemu di kebun, di jalan ataupun di rumah salah seorang anggota kelompok. Ketua maupun pengurus kelompok tidak mensosialisasikan informasi-informasi mengenai kegiatan kelompok. 14 Dari apa yang diungkapkan oleh ketua dan bendahara kelompok terlihat bahwa tidak ada upaya ketua kelompok dan pengurus kelompok untuk mensosialisasikan informasi kepada anggota kelompoknya. Pengurus kelompok menyatakan bahwa informasi selalu disampaikan pada anggota pada saat bertemu di kebun, sedangkan bagi anggota yang tidak hadir dalam pertemuan akan walaupun dalam hati sebenarnya tidak sesuai dengan keinginan kita. Tapi segan menyampaikannya dan takut beliau marah pada kita”. (10 maret 2011). 14
Menurut YN (49 tahun) ”Kalau ada informasi-informasi tentang kegiatan-kegiatan kelompok saya sampaikan pada waktu diadakan pertemuan kelompok. Tidak hanya ketua saja yang bisa menyampaikan informasi. Siapa saja bebas menyampaikan informasi. Anggota kelompok yang hadir pada waktu pertemuan tahu informasi-informasi apa saja yang saya sampaikan, sedangkan bagi anggota kelompok yang tidak hadir pada saat itu, tidak diberi tahu tentang ini.” YN (11 Maret 2011).
65
bertanya pada sesama anggota yang hadir pada saat diadakan pertemuan. Hal ini memungkinkan fleksibilitas arus informasi hasil keputusan di kelompok tani. Sebab para anggota kelompok tani memiliki kedekatan baik di tempat kerja (kebun) maupun tempat tinggal. 15 Meski demikian secara keseluruhan proses komunikasi yang diharapkan belum mampu dikelola dengan baik, sebab masih banyak distorsi informasi akibat dari ketidakhadiran secara langsung dalam rapat kelompok.
(III). Fungsi Tugas Dalam melihat fungsi tugas kelompok ini digunakan indikator: pemberian informasi, pemberian dorongan belajar, pemberian penjelasan dan penyalur sarana produksi. Dalam hal pemberian informasi, kelompok tani hanya menjembatani komunikasi antara pihak program dengan anggota kelompok tani. Kelompok tani hanya sebagai penghubung saja, apa-apa yang disampaikan oleh pihak program akan disampaikan kepada anggota kelompok tani dalam pertemuan kelompok. Kelompok hanya bersifat menunggu arahan dari pihak program saja. Belum nampak adanya inisiatif dari kelompok untuk proaktif mencari informasi terkait kegiatan usahatani hutan rakyat. Dalam hal pemberian informasi, YN (49 tahun), ketua kelompok mengatakan: ”Kalau ada informasi dari pemerintah pemberi bantuan selalu saya sampaikan kepada anggota kelompok saya di dalam pertemuan. Selama ini saya hanya menunggu informasi dari mereka (pihak program) karena saya jarang pergi ke luar desa. Saya sibuk di kebun. Kalau ada keperluan keluar desa yang berhubungan kegiatan usahatani hutan rakyat, seperti mengikuti pelatihan, menghadiri pertemuan di kecamatan atau undangan dari dinas kehutanan saya utus IS menantu saya untuk hadir bersama-sama dengan BD (ketua kelompok tani Puspa Mandiri).” Pengadopsian inovasi dalam sistem sosial akan terjadi jika terjalin suatu interaksi antar anggota sistem sosial tersebut dalam sebuah proses komunikasi
15
Menurut IS (33 tahun) ”Apabila ada informasi terkait dengan bantuan program dan informasi-informasi mengenai kegiatan pengelolaan hutan rakyat, selalu kami sampaikan kepada semua anggota yang hadir dalam pertemuan kelompok. Tetapi bagi anggota yang tidak hadir, informasi akan disampaikan ketika kita bertemu di kebun atau pada waktu ngobrol-ngobrol santai di rumah teman ataupun saat bertemu di jalan. Kebanyakan anggota aktif bertanya kepada sesama anggota yang hadir pada saat diadakan pertemuan.” (11 Maret 2011).
66
yang dinamis. Rogers dan Shoemaker (1987) menyebutkan bahwa pengoperan ide-ide lebih sering terjadi antara sumber penerima yang sepadan atau homofili 16. Dalam hal pemberian dorongan belajar, kelompok hanya berfungsi sebagai mediator, belum dapat memberikan informasi dengan cepat, belum mampu melakukan inisiatif yang positif pada petani dan belum dapat memenuhi keinginan petani. Kurang berfungsinya kelompok secara optimal berkaitan dengan latar belakang dan tujuan dibentuknya kelompok. Karena terbentuknya kelompok secara top down yang tidak terlepas dari keproyekan untuk keberhasilan suatu program. Kurang dinamisnya kelompok tani Bina Mandiri karena tujuan dibentuknya untuk mendapat bantuan proyek yang pada saat itu ada proyek Gerakan Rehabilitasi Lahan (Gerhan) dari Departemen Kehutanan. Kurang berfungsinya kelompok dalam hal pemberian informasi disebabkan oleh kurangnya frekwensi pertemuan kelompok dan keterbatasan pengetahuan dan wawasan ketua, pengurus dan anggota kelompok terutama mengenai tehnik usahatani hutan rakyat yang diperolehnya secara otodidak berdasarkan pengalaman saja. Beragamnya tujuan dan motivasi untuk ikut dalam kelompok tani ini, mestinya menjadi dasar penyusunan program kelompok. Misalnya kebutuhan ketrampilan teknik pengelolaan hutan, dan teknik pertanian lain yang memang menjadi kebutuhan dasar anggota kelompok tani. 17 Mengenai pemberian dorongan belajar, terlihat kurang adanya kesempatan kelompok tani untuk berkreativitas. Tidak ada upaya dari pihak program untuk meningkatkan keterampilan petani dalam usahatani hutan rakyat. Pihak program hanya sebatas memberikan bantuan bibit dan melihat langsung ke lapangan untuk mengontrol apakah bantuan bibit yang diberikan benar-benar sudah ditanam pada lahan yang telah ditetapkan antara pihak program dan kelompok tani. Untuk meningkatkan kemampuan petani dalam berusahatani khususnya usahatani hutan rakyat, perlu diadakannya pendampingan di desa Lemahduhur. Ketika ditanyakan 16
Homofili adalah suatu tingkatan dimana pasangan individu yang berinteraksi sepadan dalam perangkat tertentu, seperti kepercayaan, nilai-nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya. Kedekatan secara sosial dan psikologis memungkinkan terjadinya suatu interaksi yang intensif antar individu. 17
Menurut IS (33 tahun);”Saya ingin adanya pelatihan tentang teknik pengelolaan hutan rakyat. Karena selama ini, petani mengelola hutan rakyat secara tradisional, hanya berdasarkan pengalaman saja. Selain itu saya dan anggota kelompok lainnya sangat mengaharapkan adanya penyuluhan tentang kejelasan status lahan kami, kalau status lahan sudah jelas, kami lebih bersemangat menanam tanamanan keras dan lebih rajin mengelola hutan rakyat.” (15 Maret 2011).
67
kepada anggota kelompok tani Bina Mandiri, hampir sebagian besar anggota kelompok menghendaki diadakannya penyuluhan mengenai pemeliharaan tanaman dan penyuluhan mengenai kejelasan status lahan garapan dan juga mengharapkan adanya pendampingan dari instansi maupun LSM 18. Terlihat bahwa kelompok belum dapat memberikan inisiatif yang positif kepada anggota dan juga belum dapat menciptakan kreativitas dalam kegiatan kelompok. Karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang dimiliki oleh ketua dan pengurus kelompok. Pemberian penjelasan, dalam kelompok tani Bina Mandiri disampaikan oleh ketua, pengurus maupun anggota kelompok yang dipandang mampu memberikan penjelasan seputar kegiatan kelompok. 19 Anggota kelompok memperoleh informasi berkaitan dengan teknis usahatani hutan rakyat melalui kelompok tani atau pihak pemberi program. Dalam hal penyalur sarana produksi anggota kelompok tani masih bergantung pada tengkulak yang lebih banyak merugikan petani karena tengkulak membeli hasil panen dengan harga terendah di pasar. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-haripun anggota kelompok masih tergantung pada uang pinjaman dari tengkulak yang akan dibayarkan dengan hasil panen. Kelompok tani akan berusaha melepaskan keterikatan petani dengan tengkulak dengan mendirikan koperasi yang baru saja diresmikan pada bulan April 2011. Diharapkan dengan adanya koperasi akan menghilangkan tengkulak di Desa Lemahduhur. Koperasi yang dibentuk bersama-sama diharapkan dapat mempermudah dalam memasarkan hasil. Anggota kelompok banyak yang mengeluh dengan keberadaan tengkulak yang sangat merugikan mereka. Pernyataan KK (52 tahun) mengenai keberadaan tengkulak di desa Lemahduhur: ”Di desa ini masih banyak tengkulak, sehingga hasil panen kami langsung diambil oleh tengkulak dan dikasih harga yang paling rendah di pasar. Kami tahu harga setelah tengkulak pulang dari pasar. Sebetulnya sangat merugikan kami petani, tapi karena untuk sarana bertani kami pinjam uang dari tengkulak. Jadi kami tidak bisa lepas dari tengkulak.” 18
Diolah dari hasil wawancara dengan beberapa orang anggota kelompok tani Bina Mandiri, 12 Maret 2011.
19 Sebagaiman dituturkan YN (49 tahun) ”Setiap ada informasi baru dari pihak program kami selalu mengundang anggota untuk hadir dalam pertemuan untuk menyampaikan informasi dan mendiskusikan halhal yang baru kami dapat dari petugas. Informasi tidak hanya disampaikan oleh ketua dan pengurus saja. Tapi bisa disampaikan oleh anggota lain yang lebih mengetahui tentang informasi hutan rakyat.” (15 Maret 2011).
68
Menurut pendapat anggota kelompok tani Bina Mandiri ini merasa terikat dengan tengkulak karena kondisi ekonomi yang kurang mampu. UJ (33 tahun) yang sudah keluar dari kelompok tani Berkah beserta beberapa orang anggota kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri dengan didukung oleh pihak dari Desa Lemahduhur mempelopori berdirinya koperasi di desa Lemahduhur. Koperasi ini diharapkan dapat menghilangkan tengkulak di desa Lemahduhur. Sebab dengan keberadaan koperasi diharapkan hasil panen petani dapat dihargai dengan harga pasar yang baik. Dan lebih jauh diharapkan keberadaan koperasi dapat menolong anggota kelompok terbebas dari jerat tengkulak. 20 Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa kelompok tani belum dapat menjadi penyalur sarana produksi. Dalam hal penyalur sarana produksi di desa Lemahduhur peran tengkulak sangat besar. Keadaan ini dikarenakan kondisi ekonomi masyarakat desa Lemahduhur yang sangat rendah. Rendahnya perekonomian
masyarakat
desa
Lemahduhur
menyebabkan
adanya
ketergantungan kepada tengkulak bukan hanya dalam kebutuhan sarana produksi saja bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-haripun mereka meminjam uang pada tengkulak yang pengembaliannya dibayar dengan hasil panen nanti.
(IV). Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok Dalam melihat pembinaan dan pemeliharaan kelompok ini digunakan indikator: peningkatan partisipasi, pengadaan fasilitas kelompok, jenis kegiatan kelompok, adanya kontrol sosial, adanya koordinasi dan komunikasi antar anggota kelompok. Pendapat ketua dan pengurus kelompok tani Bina Mandiri mengenai partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok dirasakan masih kurang 21. 20
Pengakuan UJ menyebutkan bahwa :”Koperasi yang baru saja dibentuk satu bulan atas inisiatif beberapa orang petani dan pihak dari desa Lemahduhur diharapkan dapat menghilangkan tengkulak di desa kami. Karena keberadaan tengkulak sangat merugikan kami. Saya berharap dengan adanya koperasi, keadaan ekonomi kami membaik. Hasil panen kami dihargai dengan harga yang wajar sesuai dengan kualitas hasil usahatani kami.” ( 15 Maret 2011).
21 Penuturan JJ (33 Tahun) menyakan bahwa : ”Setiap ada tamu yang datang ke kelompok tani, saya selalu datang. Siapa tahu akan dikasih bantuan. Saya berharap akan ada lagi bantuan program sehingga bisa tetap mengelola hutan rakyat.” Begitu juga penyataan YN (49 Tahun) ”Partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok sangat kurang. Bisa dilihat dari banyaknya anggota yang hadir dalam pertemuan kelompok. Biasanya yang hadir hanya orang-orang yang sama (itu lagi-itu lagi). Anggota hanya semangat apabila mendengar akan ada bantuan program saja”. (12 Maret 2011).
69
Pernyataan dan sikap anggota kelompok menggambarkan bahwa kelompok belum dapat mengajak anggotanya untuk lebih giat berperan serta dalam kegiatan-kegiatan kelompok. Karena kegiatan kelompok hanya aktif pada saat baru saja bantuan bibit diberikan. Selanjutnya kegiatan kelompok hanya mengadakan pertemuan yang jadwalnya tidak ditentukan serta frekwensi waktunya kurang. Anggota kelompok hanya sibuk mengelola lahan hutan rakyat masing-masing.
Kelompok
belum
dapat
mengajak
anggotanya
untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok. Karena alasan berbenturan waktu, jarak yang jauh serta lelah setelah bertani juga karena kekosongan kegiatan kelompok menyebabkan anggota menjadi kurang bersemangat. Sebagian anggota kelompok menginginkan untuk bisa mendapatkan bantuan program agar usahatani hutan rakyat tetap berlanjut 22. Nampak bahwa ada motivasi untuk berusahatani hutan rakyat itu, namun karena keterbatasan dalam kondisi ekonomi yang tidak mampu menimbulkan sikap pesimis, karena petani merasa tidak mampu untuk membeli bibit tanaman keras yang harganya cukup mahal. Berdasarkan hasil wawancara terlihat adanya anggapan dari anggota bahwa tamu yang datang akan memberikan bantuan atau subsidi kepada kelompok tani. Mengenai fasilitas kelompok yang tersedia saat ini yaitu saung pertemuan yang terbuat dari kayu, bambu dan bilik yang sangat sederhana bentuknya dan sempit sehingga tidak dapat menampung semua anggota apabila hadir semua. Kapasitas saung pertemuan milik kelompok tani Bina Mandiri tidak sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Untuk Kelompok tani Bina Mandiri, apabila anggota kelompok yang hadir lebih dari separuh maka pertemuan diadakan di rumah ketua kelompok yang kebetulan tidak ditempati, karena memiliki dua rumah, yang satu digunakan untuk tempat tinggal sedangkan satunya lagi dipakai untuk kegiatan pertemuan kelompok dan kegiatan kursus menjahit setiap hari Sabtu, program PNPM Mandiri tahun 2011. 23 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fasilitas
22
Hasil wawancara dengan beberapa orang anggota kelompok tani Bina Mandiri, 12 Maret 2011.
23
Mengenai pengadaan saung pertemuan kelompok dituturkan oleh YN (49 tahun) sebagai berikut: ”Pengadaan saung pertemuan kelompok tani mendapat bantuan berupa uang dari pemerintah. Tetapi uang bantuan tersebut tidak cukup untuk membuat saung pertemuan. Maka saya tambahkan uang pribadi saya yang penting saung pertemuan bisa selesai dan bisa digunakan. Tapi karena saung pertemuannya sempit tidak bisa
70
kelompok belum memadai, kelompok hanya memiliki saung pertemuan yang tidak bisa menampung seluruh anggota yang hadir dalam pertemuan. Belum ada papan informasi yang diperlukan untuk menyampaikan informasi kepada kelompok. Kelompok Tani Bina Mandiri sama sekali belum mempunyai dokumen tertulis. Ketika ditanyakan kepada ketua, informasi yang diperoleh untuk keperluan dokumen tertulis digabung saja dengan kelompok tani Puspa Mandiri, karena ketua kelompok Puspa Mandiri lebih berpendidikan, demikian pernyataan yang diungkapkan oleh ketua kelompok tani Bina Mandiri 24. Kelompok tani Bina Mandiri hanya memiliki stempel kelompok saja untuk kegiatan administrasi kelompoknya. Tampak bahwa kelompok belum tertib administrasi. Tidak ada buku keuangan yang seharusnya mencatat pengeluaran dan pemasukan uang kelompok. Juga tidak ada buku catatan hasil pertemuan kelompok. Semuanya belum dirumuskan secara tertulis. Anggota kelompok menginginkan fasilitas alat-alat pertanian yang modern untuk memperbaiki peralatan tradisional yang selama ini dimiliki masyarakat yang sangat terbatas, seperti cangkul, sabit, dll. 25 Alasan-alasan yang dikemukakan oleh anggota kelompok tani diatas menggambarkan adanya keinginan untuk merasakan teknologi pertanian yang modern. Selama ini mereka bertani secara tradisional. Mereka mengharapkan adanya modernisasi pertanian dan kehutanan. Frekuensi pertemuan kelompok tani Bina Mandiri sangat jarang dilakukan. Tetapi apabila diadakan pertemuan hampir seluruh anggota kelompok menghadiri pertemuan kelompok. Menurut pengakuan ketua kelompok tani Bina Mandiri jarang diadakan pertemuan karena terkait dengan dana konsumsi untuk pertemuan kelompok, yangmana setiap ada pertemuan ketua kelompok selalu mengeluarkan uang pribadi untuk konsumsi pertemuan kelompok. Demikian pula apabila ada tamu dari pihak program atau penyuluh ketua harus rela mengeluarkan uang menampung semua anggota kelompok, maka pertemuan lebih sering diadakan di rumah saya yang kebetulan kosong dan setiap hari sabtu dipakai untuk kursus menjahit program PNPM.” (12 Maret 2011). 24
Hasil wawancara dengan YN (49 Tahun) ketua kelompok tani Bina Mandiri, 12 Maret 2011.
25
Hasil wawancara dengan MZ (58 tahun) dan MS (70 tahun).” (12 Maret 2011).
71
pribadi untuk menjamu tamu 26. Anggota kelompok akan hadir apabila diundang dalam pertemuan karena berharap akan dapat bantuan dan juga ada rasa tidak enak menolak undangan yang disampaikan oleh ketua secara lisan tanpa undangan tertulis. Jenis kegiatan kelompok pada saat dilakukan penelitian, terlihat bahwa kelompok sedang mengelola hutan rakyat bantuan program GRLK yang sudah berjalan selama satu tahun. Kegiatan kelompok lainnya yaitu menaman tanaman hortikultura dan sayur-sayuran. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa anggota kelompok lebih banyak menanam tanaman sela sayur-sayuran karena lebih cepat masa panennya yaitu 3 (tiga) bulan sudah bisa menghasilkan. 27 Sejauh ini kegiatan kelompok tani dalam usahatani hutan rakyat lebih banyak pada kegiatan pemeliharaan tanaman kayu bantuan bibit dari program GRLK. Karena pemeliharaan tanaman kayu hanya perlu penyiangan saja, maka anggota kelompok lebih banyak melakukan kegiatan menanam tanaman hortikultura. Kegiatan kelompok lainnya yaitu pertemuan kelompok yang waktunya tidak terjadwal dan mengikuti kegiatan-kegiatan di luar desa khususnya yang berkaitan dengan usahatani hutan rakyat. Mengenai kontrol sosial, pada saat dilakukan penelitian terlihat bahwa kurang tampak adanya kontrol sosial dalam kelompok baik itu intern kelompok maupun kontrol sosial dari pihak program. Menurut IS (33 tahun) pihak program hanya 2 kali datang ke lokasi yaitu pada saat pemberian bantuan bibit dan setelah bibit ditanam. Hanya ingin melihat apakah bantuan bibit benar-benar ditanam pada lokasi yang telah ditentukan. Setelah itu tidak pernah ada lagi pengawasan dari pihak program 28. Sebenarnya anggota kelompok menginginkan agar pihak program lebih sering memonitor ke lapangan agar melihat kondisi fisik tanaman dan memberikan dana untuk pemeliharaan tanaman. 29 Masih minimnya pengawasan dan kontrol ini membuat banyak bibit tanaman bantuan yang ditanam 26
Diolah dari hasil wawancara dengan YN (49 tahun), ketua kelomopok tani Bina Mandiri, 12 Maret 2011.
27
Menurut pernyataan FH (50 tahun) ; ”Bibit sengon bantuan program banyak yang terbuang karena terlalu kecil lalu mati, kurang lebih ada 40 bibit yang mati. Saya sekarang lebih banyak menamam tanaman sayursayuran dan memelihara sisa tanaman kayu bantuan program yang masih hidup.” (15 Maret 2011).
28
Hasil wawancara dengan IS (33 tahun), bendahara kelompok tani Bina Mandiri, 13 Maret 2011.
29
Pemeliharaan tanaman hutan rakyat meliputi kegiatan:pemupukan, penyiangan, pendangiran.
72
warga menjadi kurang terawat dan sebagian mati. 30
Pernyataan-pernyataan
tersebut cukup beralasan, karena pihak program hanya datang pada saat memberikan bantuan bibit kepada kelompok tani, setelah itu tidak ada pengawasan dan tidak pernah memonitor ke lapangan sehingga tidak tahu kondisi fisik tanaman. Selain itu tidak ada dana bantuan untuk pemeliharaan menyebabkan petani mengalami kesulitan menghadapi kendala-kendala yang dihadapi dalam mengelola hutan rakyat. Dalam hal ini sebaiknya peran pihak program sebagai fasilitator dan memberikan dukungan kepada kelompok tani yang terbentuk secara top down. Pihak program sebaiknya dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam lingkungan kelompok dan membantu mencari solusi pemecahan masalah yang dihadapi kelompok dengan mempelajari kondisi sosial ekonomi lingkungan kelompok agar dapat menentukan tujuan dan dukungan yang efektif dan tepat bagi kelompok. Bagi kelompok yang ketergantungan
terhadap
pihak
terbentuk secara top down, menimbulkan program
dan
dapat
mengakibatkan
ketidakmampuan anggota dalam memaksimalkan kemampuannya. Koordinasi dan komunikasi dalam kelompok tani Bina Mandiri, berdasarkan hasil pengamatan nampak belum optimal. Terlihat dari adanya beberapa orang anggota kelompok yang tidak mengetahui tujuan dan kegiatan kelompok. Menurut pengakuan UJ (33 tahun) salah seorang anggota kelompok mengatakan bahwa ketidakpahaman terhadap tujuan dan kegiatan kelompok dikarenakan pengurus tidak pernah memberikan penjelasan atau masa bodoh terhadap anggotanya. 31 30
Keinginan anggota kelompok ini disampaikan oleh MZ (58 tahun) salah seorang anggota kelompok yang tanaman sengonnya mati karena menurutnya bibit yang diberikan terlalu kecil. ”Bibit sengon yang saya terima banyak yang mati, karena bibit terlalu kecil, akhirnya saya buang. Bibit yang bisa ditanam hanya sedikit lebih banyak yang terbuang. Tapi pihak program tidak tahu tentang ini, karena tidak pernah melihat langsung ke lahan. Maunya saya pihak program melihat lahan yang sudah ditanami bibit bantuan program, jadi tahu bagaimana keadaan tanaman.” Hal yang sama dialami oleh YN (49 tahun), ketua kelompok tani Bina Mandiri, mengemukakan pengalamannya sebagai berikut:”Bantuan bibit sengon yang saya tanam banyak yang mati, karena kena semprot pestisida oleh anggota kelompok, tapi sampai sekarang saya tidak tahu siapa orangnya yang berbuat. Pihak program tidak pernah datang melihat lahan yang ditanami bibit bantuan, jadi mereka tidak tahu kenyataan-kenyataan yang terjadi. Saya mengharapkan pihak program lebih sering datang kesini mengontrol tanaman.” (13 maret 2011) 31 Menurut CI (46 tahun) Demikian pernyataan yang dikemukan oleh UJ (33 tahun):”Rasanya ketua dan pengurus belum pernah nerangin masalah tujuan kelompok dan kegiatan kelompok. Semuanya berjalan begitu saja tanpa adanya arahan dan petunjuk dari ketua dan pengurus. Mungkin mereka anggap semua anggota sudah paham. Padahal sih hanya sebagian anggota saja yang sudah mengerti.” (12 Maret 2011).
73
Ketua dan pengurus kelompok belum dapat menjalankan perannya dikarenakan
ketidakmampuan
pengurus
kurang
komunikatif
dalam
mensosialisasikan seluruh informasi kepada anggota. Hal ini disebabkan tidak dimilikinya persyaratan minimal sebagai pemimpin. Belum lancarnya komunikasi dalam kelompok dikemukakan oleh beberapa anggota kelompok. 32 Begitupula komunikasi antara kelompok dengan pihak luar yaitu pemberi program dan penyuluh tidak ada koordinasi dan komunikasi yang baik. Tidak ada jadwal khusus untuk penyuluhan. Penyuluhan akan dilakukan apabila diperlukan oleh petani. Tidak adanya koordinasi diantara petani dan penyuluh menimbulkan kecurigaan diantara keduanya. Beberapa pengakuan dari anggota yang sudah keluar dari kelompok tani menyebutkan bahwa penyuluh hanya ke kelompok tertentu karena kedekatan mereka. Sehingga menimbulkan asumsi negatif bahkan fitnah. UJ (33 tahun) yang sudah keluar dari kelompok tani Berkah menjelaskan mengenai keberadaan penyuluh di desa Lemahduhur. ”Penyuluh lebih sering mendatangi kelompok tani Berkah yang juga merupakan Gapoktan yang diketuai oleh UB. Kelompok tani Berkah juga sering kedatangan tamu berseragam (memakai pakaian dinas). Kelihatannya tamu itu dari instansi pemerintah yang akan memberikan bantuan. Pak UB keliahatan sangat akrab dan kompak dengan penyuluh. Pada waktu ada pertemuan di kecamatan keduanya tidak hadir dalam acara tersebut. Hal ini menimbulkan fitnah dari kelompok tani lain. Mungkin tingkah lakunya takut ketahuan.” Persepsi yang diutarakan oleh UJ eks anggota kelompok tani Berkah yang keluar dari kelompoknya karena merasa tertekan dengan sikap ketua dan merasakan tidak adanya keterbukaan dalam kelompok, mencerminkan bahwa tidak berfungsinya mekanisme koordinasi diantara penyuluh dan kelompok tani menimbulkan konflik diantara petani dan penyuluh.
32 Menurut CI (46 tahun) ”Kalau ada yang nanya tentang jenis-jenis kegiatan kelompok saya tidak bisa jawab, karena saya tidak tahu. Yang saya tahu kegiatan kelompok itu hanya pertemuan saja itu juga jarang-jarang. Sama ngelola hutan rakyat bantuan pemerintah. Memang juga saya jarang datang ke pertemuan, soalnya waktunya suka bentrok.” (12 Maret 2011).
74
(V). Kekompakan Kelompok Indikator yang digunakan untuk melihat kekompakan kelompok adalah: kerjasama, kinerja pengurus kelompok dan keanggotaan kelompok. Kekompakan kelompok cenderung belum tercapai, karena terlihat belum adanya kerjasama yang baik dalam kelompok. Masing-masing anggota kelompok sibuk mengerjakan lahan masing-masing. Kerjasama yang mendorong semangat anggota untuk mencapai tujuan kelompok belum terjadi. Hal ini disebabkan karena usia kelompok yang relatif masih muda dan program GRLK yang baru berjalan satu tahun belum terlihat keberhasilannya sehingga tidak memotivasi kinerja anggota kelompok. Kerjasama yang dilakukan hanya sebatas pembuatan saung pertemuan kelompok, perbaikan jalan dan jembatan saja. 33 Terlihat bahwa dalam kelompok belum terjalin kerjasama yang baik, hal ini disebabkan oleh latar belakang berdirinya kelompok tani yang secara top down, merupakan bentukan dari proyek (program) sehingga kerjasama hanya dilakukan pada saat bantuan bibit diterima oleh anggota kelompok. Selanjutnya masing-masing anggota sibuk mengurusui lahan dan tanamannya masing-masing. Proses pembentukan kelompok secara top down menyebabkan solidaritas yang lemah dan partisipasi yang rendah dari mereka. Sebagai masyarakat desa yang masih memegang sikap gotong royong, kerjasama yang dijalankan yaitu ketika ada perbaikan jembatan dan jalan di desa Lemahduhur. Ketika ditanyakan kepada anggota mengenai kerjasama dalam kelompok, ada yang menjawab bahwa mereka menyadari bahwa untuk mencapai tujuan kelompok tidak dapat dicapai secara individu maka dari itu perlu sekali adanya kerjasama dalam kelompok. Namun ada sebagian anggota yang mempunyai anggapan bahwa tujuan kelompok merupakan tugas pengurus kelompok. ”Seharusnya anggota sadar kalau tujuan kelompok tidak bisa tercapai kalau tidak ada keinginan untuk maju dan tidak mau ikut kerjasama kelompok. Karena menurut saya, tujuan kelompok tidak bisa dicapai secara perorangan tapi harus bersama-sama dan harus kompak.” UJ (33 tahun).
33
Menurut YN (49 Tahun) ”Kerjasama dalam kelompok hanya dalam mengelola hutan rakyat bantuan program saja. Itu juga hanya pada saat penanaman bibit saja. Setelah itu, anggota sibuk masing-masing. Paling juga kerjasama waktu bikin saung pertemuan, perbaikan jalan dan jembatan.” ( 13 maret 2011).
75
Ketidakpahaman anggota terhadap tujuan kelolmpok menimbulkan sikap apatis anggota terhadap kegiatan kelompok. Anggota kelompok menyerahkan tugas kelompok kepada pengurus kelompok. 34 Berdasarkan pernyataan dua orang anggota kelompok tersebut nampak bahwa ketidakpedulian terhadap kerjasama kelompok disebabkan karena ketidaktahuan anggota terhadap tujuan kelompok dan tidak adanya sosialisasi tujuan kelompok oleh pengurus terhadap anggota. Kinerja pengurus kelompok nampaknya belum dapat menjalankan peran sesuai dengan status dalam kelompok. Nampak bahwa peran ketua dengan mudah dapat digantikan. Begitupun peran sekretaris yang dijalankan oleh bendahara. Pergantian peran sangat mudah digantikan sesuai dengan kehendak kelompok. 35 Dilatarbelakangi oleh pemilihan ketua dan pengurus kelompok secara demokratis dalam pertemuan kelompok yang tidak melihat syarat dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Pemilihan ketua kelompok dan pengurus kelompok hanya berdasarkan kharismatik seseorang di kampungnya dan berdasarkan kedekatan hubungan personil anggota dengan ketua, termasuk hubungan keluarga. 36 Dari alasan-alasan yang dikemukakan oleh YN sebagai ketua dan IS sebagai bendahara merangkap sekretaris menunjukkan bahwa kepengurusan dalam kelompok tani Bina Mandiri belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, bersifat fleksibel, mudah berubah peran sesuai dengan situasi dan kondisi yang dikehendaki oleh kelompok. Ketua dan pengurus kelompok tidak memiliki kepandaian untuk mengatur dan menghidupkan kelompok. Kelompok tani Bina Mandiri, yang ketuanya adalah ketua RT dan merupakan sesepuh keturunan Eyang Cimande, yang disegani maka sebagian 34 ”Saya tidak punya semangat untuk mencapai tujuan kelompok, alasannya karena saya sendiri tidak tahu tujuan kelompok itu apa, pengurusnya saja masa bodoh, tidak ngejelasin ke saya, makanya saya anggap tugas penguruslah yang harus mewujudkan tujuan kelompok.” CI (46 tahun). 35 ”Saya sebagai ketua kelompok tani Bina Mandiri tidak mampu menjalankan tugas saya sebagai ketua, terutama yang berhubungan dengan pihak luar yang mengharuskan pergi ke luar desa. Maka saya serahkan tugas itu kepada IS menantu saya. Karena saya anggap IS masih muda dan lebih pintar daripada saya (tamatan SMA).”YN (49 tahun). 36
”Bapak mertua saya mempercayakan sebagian tugasnya kepada saya. Kalau ada undangan di kecamatan atau instansi saya yang disuruh hadir. Saya maklum dengan keadaan bapak. Selain itu saya juga mengerjakan tugas-tugas sekretaris dibantu oleh pak BD (ketua kelompok tani Puspa Mandiri), karena beliau lebih berpengalaman. Sekretaris dikeluarkan dari kelompok karena sudah diberi peringatan oleh ketua tapi tidak dilaksanakan.” IS(33 tahun).
76
besar anggota setuju saja dengan apa yang diungkapkan oleh ketua walaupun bertolak belakang dengan keinginan yang sesungguhnya. Namun mereka tidak dapat mengungkapkan kejujuran karena ada perasaan takut dan segan. Sejalan dengan pendapat Jakson (1978) dalam Tony (1988), terdapat dua macam pola hubungan (kekuasaan) di masyarakat pedesaan Priangan Timur 37. Pertama, pola hubungan dalam bentuk ”wewenang tradisional” (traditional authority), suatu hubungan antara pemimpin dan pengikut, dimana pengikut berkelakuan sesuai dengan posisi pemimpinnya tanpa menilai terlebih dahulu apakah tindakan itu baik atau buruk menurut patokan-patokan hidup yang dikenalnya 38. Akan tetapi ketaatan pengikut terhadap pribadi pemimpinnya tidak selalu membawa perubahan terhadap opini pengikut. Pengikut tetap taat, tetapi mungkin berbeda dalam ideologi. Kekuasaan dan wewenang itu disebut tradisional karena hubungan itu telah berjalan berpuluh-puluh tahun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pernyataan yang diungkapkan oleh ketua kelompok tani Bina Mandiri, sejujurnya beliau sudah tidak mau jadi ketua lagi, tanggungjawabnya berat dan rawan fitnah terutama apabila bantuan program turun. Ketua kelompok tani Bina Mandiri bersumpah bahwa dirinya tidak mungkin menggelapkan uang kelompok justru malah sebaliknya rela berkorban mengeluarkan uang pribadi demi kepentingan kelompoknya. Berdasarkan pengalaman, pada kenyataannya justru sebaliknya, ketua kelompok sering berkorban demi menyelamatkan kelompoknya. Pada waktu ada program pengelolaan jamur tiram, ketua kelompok tani Bina Mandiri harus menanggung resiko kerugian jutaan rupiah untuk membayar upah dan mengembalikan utang-utang anggota kelompoknya. Pengalaman dan kegagalan di masa lalu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi ketua kelompok tani Bina Mandiri. Jangan sampai pengalaman pahit di masa lalu terulang kembali di waktu yang akan datang. Apabila akan ada bantuan program ketua kelompok akan lebih
37 Kekuasaan(power) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi kelakukan orang lain sehingga terjadi perubahan. 38
Wewenang(authority) adalah kekuasaan yang diakui oleh masyarakat sekitarnya.
77
selektif dan berpikir panjang akan resiko-resiko kegagalan dan tantangantantangan yang akan dihadapi 39. Loyalitas kelompok tani Bina Mandiri juga tergambar dari pernyataan YN (49 tahun) sebagai ketua kelompok bahwa untuk membangun saung pertemuan kelompok Tani Bina Mandiri ketua kelompok rela mengeluarkan uang pribadi karena uang bantuan yang diberikan pihak program tidak mencukupi. Terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Kadang karena persoalan tidak enak dan tidak ada yang mau lagi maka bersedia menjadi ketua. 40 Berdasarkan hasil wawancara terlihat bahwa dalam kelompok terjadi konflik intern antara anggota dengan ketua. Keanggotaan kelompok tani Bina Mandiri sejak terbentuknya sampai pada saat dilakukan penelitian, mengalami pengurangan jumlah anggota. Pada awal terbentuknya kelompok tani Bina Mandiri memiliki 70 anggota, tetapi seiring dengan waktu jumlah anggota berkurang menjadi 30 orang. Berkurangnya jumlah anggota kelompok dikarenakan kekosongan kegiatan kelompok sehingga anggota merasa bosan dengan kegiatan yang monoton. 41 Berkurangnya jumlah anggota kelompok karena ada rasa jenuh anggota terhadap kekosongan kegiatan kelompok. Ketua dan pengurus kelompok belum dapat menghidupkan suasana kelompok. Apabila dengan terbentuknya kelompok, maksud dan tujuan anggota tidak tercapai kemungkinan terburuk anggota akan keluar dari kelompok. Berkurangnya anggota kelompok dalam jumlah yang banyak menyebabkan kelompok tidak dapat dipertahankan, lambat laun kelompok akan bubar.
(VI). Suasana Kelompok Indikator lingkungan fisik dan interaksi dalam kelompok digunakan untuk melihat hal suasana kelompok. 39
Diolah dari hasil wawancara dengan YN(49 tahun), ketua kelompok tani Bina Mandiri, 15 Maret 2011.
40 ”Sebenarnya jadi ketua kelompok itu tidak enak. Saya sebenarnya tidak mau. Tapi berhubung tidak ada yang mau, ya sudah saya terima saja. Tidak enaknya jadi ketua kelompok karena rawan fitnah. Sudah capekcapek kerja, tidak digaji, malahan lebih sering ngeluarin uang pribadi masih dicurigai juga. Selain itu, tanggungjawabnya berat, kalau terjadi apa-apa dengan kelompok, pasti ketua yang disalahin oleh anggota.” YN (49 tahun). 41
”Saya tidak tahu kenapa anggota saya berkurang. Pada waktu baru dibentuk kelompok tani Bina Mandiri, petani semangat menjadi anggota karena mereka tahu mau ada bantuan program. Mungkin lama-lama mereka ngerasa bosan, karena kegiatan kelompok hanya itu-itu saja.” YN(49 tahun).
78
Lingkungan fisik yaitu kondisi sarana dan fasilitas yang menciptakan kemudahan dan kedamaian anggota di dalam kelompok agar tercapai tujuan kelompok. Tentang lingkungan fisik, sebagian besar anggota menyatakan bahwa sarana dan fasilitas kelompok tidak mendukung suasana kerja yang kondusif. Berdasarkan pengamatan, sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh kelompok tani belum memadai. Kelompok tani Bina Mandiri hanya memilik saung pertemuan dan belum memiliki alat-alat pertanian seperti yang diinginkan oleh anggota kelompoknya. Saung pertemuan yang didanai dari bantuan program belum dapat menampung semua anggota apabila hadir dalam pertemuan kelompok. Untuk bertani pun anggota masih menggunakan alat pertanian pribadi, karena belum ada barang atau alat pertanian inventaris kelompok. Kecuali kebutuhan utama kelompok tani, misalnya saung pertemuan. Sementara yang dibutuhkan adalah kebutuhan alat pertanian modern, pemotong kayu dan peralatan pendukung lainnya untuk pertanian dan kebun. 42 Minimnya sarana dan fasilitas kelompok kurang mendukung dalam pengelolaan lahan. Anggota menginginkan sarana usahatani yang modern untuk mempermudah dan memperlancar pengelolaan lahan. Interaksi dalam kelompok dilihat dari sikap anggota yang merasa senang dengan adanya kelompok, bahkan dalam kelompok tani Bina Mandiri ada beberapa orang anggota kelompok yang baru bergabung setelah keluar dari kelompok tani Berkah dikarenakan merasa tertekan oleh sikap ketua yang tidak adil dalam kelompok sebelumnya. ”Dengan adanya kelompok memudahkan saya dalam mengelola lahan. Yang biasanya dikerjakan sendiri, setelah menjadi anggota kelompok mengelola lahan secara bersama-sama. Sayangnya kelompok saya tidak banyak kegiatannya. Jadi walaupun saya merasa senang dengan adanya kelompok ini, tapi kadang-kadang saya bosan karena tidak ada kegiatan. Jadi hanya mengelola hutan rakyat dan pertemuan saja, tapi jarang. Beda sekali dengan kelompok tani Berkah, lebih banyak kegiatannya, karena ketuanya lebih aktif dan dekat dengan penyuluh. Tapi saya merasa tertekan karena tidak ada keterbukaan antara anggota dengan ketua. Kalau di kelompok tani Bina Mandiri, lebih enak, karena ketuanya orangnya baik
42
”Kelompok belum punya barang inventaris, Cuma punya saung pertemuan saja, untuk bertani masingmasing anggota menggunakan alat bertani milik pribadi saja. Sebenernya saya dan teman-teman yang lain berharap ada bantuan berupa alat pertanian modern, alat pemotong kayu dan alat-alat canggih lainnya biar lebih mudah ngelola lahan. Kalau harus ngeluarin uang, kelompok belum ada dana untuk itu.” IS (33 tahun).
79
dan terbuka sama anggota walaupun kurang ada kegiatan kelompok.” UJ (33 tahun). Suasana kelompok membuat anggota senang karena sikap terbuka ketua terhadap anggota tergambar bahwa terjadi interaksi antara ketua dan anggota kelompok sehingga anggota merasa nyaman berinteraksi dalam kelompok. Anggota kelompok berinteraksi satu sama lain dan diantara sesama anggota kelompok ada saling ketergantungan. Adanya harapan dari setiap anggota kelompok bahwa dalam kelompok ada kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh kehadiran individu lain, sehingga satu sama lain saling memerlukan. Lain halnya pada kelompok tani Berkah dimana UJ salah seorang eks anggota kelompok tersebut merasakan masalah psikologis, sehingga mendorongnya untuk keluar dari keanggotaan kelompok. Walaupun dari segi intensitas kegiatan kelompok yang lama lebih baik, tetapi baginya kenyamanan psikologis yang dicari43. Namun ada pula konflik dalam kelompok, seperti yang diutarakan oleh salah seorang anggota kelompok tani Bina Mandiri yang sudah 3 tahun menjadi anggota kelompok merasakan ada konflik dalam kelompok. KK (52 tahun) merasa ada seorang anggota yang tidak suka pada dirinya, sehingga dia tidak pernah diundang dalam pertemuan justru yang diundang adalah mereka yang bukan merupakan anggota kelompok. Sehingga dia mempunyai anggapan jika ada bantuan uang dirinya tidak diundang dalam pertemuan kelompok, tapi apabila tidak ada bantuan dia diundang dalam pertemuan kelompok. Menurut beberapa hasil wawancara dengan beberapa narasumber dari kelompok terlihat konflik intern dalam kelompok yang belum diketahui faktor pemicu terjadinya konflik tersebut. Konflik dalam kelompok (in-group) tani cenderung memperlemah kekompakan kelompok (group cohesion). Konflik antara dua orang anggota kelompok ini tidak menimbulkan keinginan untuk keluar dari kelompok. Namun, walaupun terjadi konflik dalam kelompok, anggota
43
Diolah dari hasil wawancara dengan UJ (33 tahun) eks anggota kelompok tani Berkah yang sekarang telah menjadi anggota kelompok tani Bina Mandiri, 17 Maret 2011.
80
enggan untuk keluar dari kelompok karena merasa manfaat dari adanya kelompok. 44 Alasan anggota tersebut menunjukkan bahwa konflik dalam kelompok belum menimbulkan masalah psikologis yang berat bagi anggota. Tampak bahwa anggota masih senang hidup berkelompok dan masih merasa nyaman walaupun terjadi konflik. Konflik yang terjadi mendorong motivasi untuk lebih maju. Konflik juga terjadi antara sekretaris kelompok tani Bina Mandiri dengan anggota kelompok. Ada kecurigaan anggota kelompok terhadap sekretaris kelompok. Ketua sudah berupaya menyelesaikan konflik dalam kelompoknya dengan jalan musyawarah anggota dalam pertemuan kelompok. Namun sudah diberi peringatan lebih dari tiga kali tidak ada perubahan atau perbaikan. Sehingga pada akhirnya sekretaris dikenai sanksi dikeluarkan dari keanggotaan kelompok tani Bina Mandiri. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa peraturan dan sanksi dalam kelompok memiliki kekuatan walaupun tidak tertulis.
(VII). Tekanan Pada Kelompok Ada dua indikator untuk melihat tekanan kelompok yaitu tekanan dari luar dan tekanan dari dalam. Tekanan dari luar adalah adanya tengkulak yang lebih banyak merugikan daripada menguntungkan petani. Anggota kelompok tani Bina mandiri sedikit demi sedikit sudah mulai melepaskan diri dari tengkulak, terlihat dari inisiatifnya untuk mendirikan koperasi yang baru didirikan satu bulan. Diharapkan dengan adanya koperasi lambat laun tengkulak akan hilang. Tekanan dari tengkulak sangat memberatkan anggota kelompok. ”Tengkulak sangat mencekik petani. Saya jengkel sama tengkulak. Hasil panen dihargain sangat murah, kita petani baru tahu harga sesudah tengkulak kembali dari pasar. Tengkulak cari harga yang paling murah di pasar. Petani sangat dirugikan. Jadi petani tambah susah sedangkan tengkulak semakin kaya saja. Saya ngajak petani untuk membentuk koperasi. Alhamdulillah sekarang di desa sudah ada koperasi. Mudahmudahan setelah ada koperasi lama-lama tengkulak hilang.” CI (46 tahun). 44 Penuturan KK (52 tahun) menyebutkan bahwa :”Saya akan tetap menjadi anggota kelompok meski ada yang sentimen dan tidak suka sama saya. Biarin saja selama tidak merugikan diri saya. Saya masih merasa senang bergabung dalam kelompok. Toh yang tidak suka hanya satu orang. Dengan anggota yang lain saya tidak ada masalah kok. Lagian jarang juga ada pertemuan kelompok. Justru saya ingin tunjukin kalau saya tidak sejelek yang dia kira, saya ingin tunjukin kalau saya bisa lebih dari dia.” (12 Maret 2011)
81
Sikap dan pernyataan-pernyataan tersebut diatas menggambarkan kondisi yang tidak adil. Keuntungan berpihak hanya pada seseorang saja sedangkan ada pihak lain yang dirugikan. Hal inilah yang membuat banyak masyarakat yang menjadi anggota koperasi berharap banyak agar dapat membantu mereka untuk dapat menanggulangi jerat tengkulat selama ini, khususnya atas hasil panen mereka. 45 Keterpurukan ekonomi menimbulkkan keterikatan petani terhadap tengkulak demi memenuhi kebutuhan hidup. Pendapat Hardjanto (2000), mengatakan bahwa pihak yang berperan dalam sistem usaha hutan rakyat terutama dalam rantai usaha akan lebih solid jika pihak-pihak tersebut menguasai informasi (pasar) sehingga memiliki posisi tawar yang lebih kuat. Tekanan dari luar juga terjadi karena adanya kelompok tani Berkah dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Berkah yang tidak sejalan dengan kelompok tani Bina Mandiri. Tidak adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara kelompok tani ini. Bahkan menurut pengakuan ketua YN (49 tahun) penyuluh pun berpihak pada kelompok tani Berkah sehingga kelompok tani pak YN merasa dianaktirikan. Terlihat juga adanya persaingan yang tidak sehat antara kelompok tani Bina Mandiri dengan kelompok tani Berkah dan Gapoktan Berkah yang diketuai oleh UB. Informasi yang diperoleh oleh Gapoktan tidak disosialisasikan kepada kelompok tani lainnya. Begitupun sikap penyuluh yang lebih memprioritaskan kunjungan kepada kelompok tani Berkah menimbulkan kecumburan sosial. Nampak adanya ketimpangan-ketimpangan dalam beberapa hal. Adanya tekanan dari luar kelompok memacu semangat kelompok untuk lebih maju. Tekanan untuk maju menurut hasil wawancara dengan ketua kelompok tani Bina Mandiri karena adanya keinginan untuk maju seperti kelompok tani di desa lain yang sering memperoleh bantuan program. Tekanan untuk maju juga didapat dari adanya kesenjangan sosial antara kelompok tani Berkah di desa 45
”Kelompok tani Berkah dan Gapoktan Berkah yang ketuanya UB tidak pernah menyampaikan informasi tentang bantuan program. Seharusnya gapoktan menyampaikan informasi dan menyalurkan bantuan kepada kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan. Ini sih yang sering dapat bantuan hanya kelompok tani Barkah saja. Mungkin karena UB lebih dekat dengan penyuluh dan orang-orang dari instansi. Soalnya sering kedatangan tamu pake seragam dinas gitu. Maunya saya kalau ada apa-apa itu kita juga dikasih tahu, biarpun tidak dikasih setidaknya cukup tahu ajalah.” hal yang sama dinyatakan bahwa ”Iya tengkulak tuh bener-bener tidak punya perasaan. Maunya dapat untung gede, padahal uang yang sampai ke petani hanya sedikit. Memang petani disini sangat butuh pada tengkulak, kalau tidak ada tengkulak kita mau pinjam uang sama siapa. Moga-moga kalau koperasinya sudah jalan, hasil panen dihargain bagus maksudnya harga paling tinggilah di pasaran.” FJ (60 tahun).
82
Lemahduhur, yang juga merupakan Gabungan Kelompok Tani yang lebih sering mendapatkan bantuan program dan lebih sering dikunjungi oleh penyuluh. Ada ketidakmerataan perhatian oleh penyuluh kepada kelompok tani. 46 Penjelasan YN sebagai ketua, menggambarkan adanya keinginan untuk maju karena terpicu oleh adanya kesenjangan sosial. Namun belum ada upaya dari ketua dan anggota untuk memajukan kelompoknya. Hanya sebatas angan-angan saja belum ada realisasinya. Sedangkan tekanan dalam kelompok terjadi pada kelompok tani Bina Mandiri dimana terjadi konflik dengan sekretaris yang telah menyelewengkan uang kelompok, sampai pada akhirnya dikenai sangsi dikeluarkan dari kelompok tani. Ini merupakan salah satu bentuk konflik internal yang terjadi, meskipun ada konflik lainnya yang belum tergali semua.
47
Nampak bahwa dalam kelompok terdapat sangsi dan norma, dimana bagi anggota yang tidak mentaati peraturan kelompok dikenai sangsi dikeluarkan dari kelompok setelah diputuskan dalam musyawarah anggota. Terlihat bahwa walaupun peraturan dalam kelompok tidak tertulis, namun tetap diterapkan dalam kelompok. Tekanan dalam kelompok tani Bina Mandiri lainnya yaitu, terdapat konflik antara anggota satu dengan anggota lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota yang mengalami konflik, didapat informasi bahwa anggota tersebut tidak pernah diundang dalam pertemuan kelompok apabila anggota kelompok yang menjadi lawan atau musuhnya hadir dalam pertemuan kelompok 48. Pernah suatu ketika dua orang anggota kelompok yang sedang konflik tersebut dua-duanya hadir dalam pertemuan kelompok, kelihatan sekali dari mimik wajah mereka bahwa mereka tidak saling suka. Konflik ini pernah
46
”Adanya perbedaan-perbedaan antara kelompok tani Berkah dengan kelompok tani saya, mendorong kelompok saya untuk maju juga, supaya bisa sering mendapatkan bantuan. Saya juga lagi berfikir bagaimana caranya bisa maju seperti kelompok tani di desa lain. Saya sering ngobrol dengan anggota tentang masalah ini. Anggota sih lebih banyak mendukung, belum banyak bergerak.” YN (49 tahun). 47
Menurut ketua kelompok, YN (49 tahun), dikeluarkannya sekretaris dari kelompok karena telah berulangkali diberi peringatan tapi tidak dihiraukan. ”DD sekretaris kelompok ibaratnya seperti Gayus lah. Nakal dalam masalah keuangan kelompok. Sudah tiga kali saya kasih peringatan tidak berubah juga. Satu kali saya diamkan, dua kali saya diamkan, tidak berubah juga. Akhirnya setelah saya musyawarahkan dengan anggota kelompok, maka DD saya keluarkan. Sekarang yang menjadi sekretaris kelompok menantu saya, merangkap sebagai bendahara juga.” (12 Maret 2011)
48
Hasil wawancara dengan KK (52 tahun) anggota kelompok tani Bina Mandiri, 15 Maret 2011.
83
diselesaikan oleh ketua namun belum menemukan solusi yang tepat untuk mendamaikan kedua orang anggota kelompok tani Bina Mandiri tersebut. Dengan adanya konflik yaitu tekanan dari dalam dan tekanan dari luar kelompok menyebabkan ketua kelompok tani Bina Mandiri merasa sudah lelah mengurusi kelompoknya. Apalagi ditambah adanya kecurigaan dan fitnah dari anggota, sudah capek mengurus anggota, tidak mendapat imbalan masih dicurigai juga. 49 Terdapat pro dan kontra atas kepemimpinan di kelompok tani Bina Mandiri. Hal yang paling sensitif yang menyangkut keuangan menimbulkan kecurigaan anggota terhadap diri ketua kelompok. Ketika mengenai masalah ini ditanyakan kepada salah seorang anggota kelompok, MS menyampaikan keinginannya jika ada bantuan program di masa yang akan datang, lebih baik langsung disalurkan kepada anggota agar lebih adil jangan melalui ketua. 50 Sikap MS tersebut menggambarkan adanya negatif thinking anggota terhadap ketua karena adanya konflik dalam alokasi bantuan atau subsidi pemerintah. Dalam kepemimpinan YN terlihat tidak adanya keterbukaan terutama menyangkut keuangan kelompok. Karena kelompok tani Bina Mandiri belum memiliki buku kas dan keuangan kelompok, sehingga penerimaan dan pengeluaran keuangan kelompok tidak tercatat dalam buku.
(VIII). Efektivitas Kelompok Ada tiga indikator untuk melihat efektivitas kelompok, yaitu: produktivitas kelompok, moral kelompok dan kepuasaan. Produktivitas kelompok, terutama dalam usahatani hutan rakyat bantuan program GRLK belum terlihat. Karena program baru berjalan selama kurang lebih satu tahun belum menghasilkan. Diketahui bahwa masa panen tanaman sengon kurang lebih 5 tahun.
49
”Capek lama-lama ngurus kelompok tani. Sudah capek, masih harus ngeluarin uang pribadi. Tapi kadangkadang anggota tidak mau ngerti. Ada aja omongan-omongan jelek tentang saya. Apalagi kalau bantuan program turun, wah saya bisa dicurigain dan difitnah yang enggak-enggak. Tidak apa-apalah Allah Maha Tahu. Biarin difitnah juga, yang penting saya tidak berbuat. Yang penting saya tetap menjalankan amanat sebagai ketua kelompok.” YN (46 tahun)
50 ”Lain kali kalau ada bantuan langsung dikasihkan ke anggota saja. Tidak usah lewat ketua, supaya tidak ada fitnah dan lebih merata pembagiannya.” MS (70 tahun).
84
Moral kelompok dilihat dari semangat dan sikap anggota. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa anggota kurang bersemangat dalam kegiatan kelompok. Hal ini disebabkan karena kegiatan kelompok hanya sebatas mengelola hutan rakyat bantuan program saja dan pertemuan kelompok yang dari segi frekuensi sangat kurang atau jarang. 51 Anggota menginginkan adanya variasi kegiatan kelompok seperti teknologi pertanian dan kehutanan. Sikap dua orang anggota kelompok tani tersebut mencerminkan bahwa kegiatan kelompok
tidak variatif, hanya sebatas pertemuan kelompok dan
mengelola hutan rakyat bantuan program saja. Jadi terkesan monoton dan membosankan sehingga tidak menimbulkan semangat bagi anggota. Yang diinginkan oleh anggota adalah pelatihan dan adanya inovasi baru dalam usahatani. Kepuasan anggota kelompok dari hasil penelitian dan pengamatan serta hasil wawancara dengan beberapa anggota kelompok nampak bahwa ada rasa puas dengan kondisi fisik tanaman yang sudah sesuai dengan target. Dilihat dari umur tanaman dengan pertumbuhan fisik tanaman ada keberhasilan mengelola hutan rakyat. Anggota kelompok sudah merasa puas dengan adanya kelompok tani. Rasa puas ini karena adanya bantuan yang diperoleh dan juga adanya kerjasama dalam kelompok. ”Saya merasa puas melihat tanaman sengon yang saya tanam tumbuh dengan baik. Saya juga senang bisa kerjasama dengan anggota kelompok. Kalau tidak masuk kelompok saya harus kerja sendiri. Sekarang sih dikerjakan bareng-bareng.” KK (52 tahun). Keberadaan kelompok cukup memuaskan anggota kelompok. Walaupun belum ada hasil panen, namun anggota sudah merasa puas dengan kondisi fisik tanaman. Keberadaan kelompok juga tetap diinginkan oleh anggota, walaupun vacum kegiatan. Dari pernyataan anggota kelompok tampak bahwa anggota tetap menginginkan adanya kelompok walaupun minim kegiatan. Dengan berkelompok memudahkan dalam pengelolaan lahan, wadah kerjasama dan kelompok merupakan ajang silaturahmi antar petani.
51
”Saya mah kurang semangat ikut kegiatan kelompok soalnya kegiatannya hanya itu-itu saja. Biasa-biasa saja, kalau cuma sekedar ngelola lahan mah saya juga udah bisa udah punya pengalaman. Maunya saya disampaikan ilmu-ilmu baru seperti cara-cara bertani yang modern itu kaya apa.” MZ (58 tahun).
85
Tekanan untuk maju menurut hasil wawancara dengan ketua kelompok tani Bina Mandiri karena adanya keinginan untuk maju seperti kelompok tani di desa lain yang sering memperoleh bantuan program. Tekanan untuk maju juga didapat dari adanya kesenjangan sosial antara kelompok tani Berkah di desa Lemahduhur, yang juga merupakan Gabungan Kelompok Tani yang lebih sering mendapatkan bantuan program dan lebih sering dikunjungi oleh penyuluh. 52 Nampak ada motivasi dalam diri ketua untuk memajukan kelompok yang dipimpinnya. Ada upaya untuk mencari informasi demi kemajuan kelompok. Kepuasan anggota terlihat masih kurang optimal. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara diperoleh informasi bahwa pada tahun pertama anggota merasa tidak puas dengan perkembangan tanaman sengonnya. Terjadi pada kelompok tani Bina Mandiri pada triwulan pertama tanaman sengon mati karena kena semprot pestisida oleh salah seorang anggota. Namun tidak ada yang mengaku siapa yang telah berbuat. Dilihat dari ukuran pohon yang tidak sesuai dengan umur tanamnya. Para anggota merasa tidak puas karena curahan waktu kerja dan tenaga yang terkuras tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka peroleh. Para anggota pun merasa pesimis kalau tanaman dapat mencapai target yang diinginkan. Mereka merasa pesimis karena bantuan program untuk pemeliharaan hanya selama tahun pertama berjalan. Untuk selanjutnya tidak ada bantuan dana untuk pemeliharaan, sehingga anggota harus mengupayakan dana pemeliharaan secara swadaya. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja petani masih tergantung pada tengkulak yang meminjamkan uang yang dibayar dengan hasil panen apabila masa panen tiba.
4.1.2. Dinamika Kelompok Tani Puspa Mandiri (I). Tujuan Tujuan kelompok tani Puspa Mandiri termasuk baik ditinjau dari kesuaian antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok. Sebagian besar anggota sudah paham dengan tujuan kelompoknya. Dan beberapa orang anggota memiliki kesesuaian antara tujuan individual dengan tujuan kelompok. Sehingga mereka 52
”Saya ingin kelompok tani ini bisa maju seperti kelompok tani lainnya dan lebih sering mendapat bantuan juga sering dikunjungi tamu dari dinas, lebih sering ada penyuluhan. Sekali-sekali saya suka silaturahmi ke kelompok lain, tanya-tanya bagaimana caranya supaya kelompok bisa sering mendapat bantuan program.” YN (49 tahun).
86
merasa cukup puas bahwa apa yang mereka inginkan sudah tercapai walaupun belum maksimal. Nampak ada keinginan dan upaya dari anggota kelompok untuk mewujudkan tujuan kelompoknya. ”Tujuan saya masuk kelompok untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan ingin tetap mengelola hutan rakyat. Alhamdulillah apa yang saya inginkan sudah terpenuhi, walaupun keadaan ekonomi keluarga belum berubah baik, tapi sedikit-sedikit ada peningkatan.” NH (56 tahun). Sebagian besar anggota kelompok masuk dalam kelompok karena motif ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Sudah ada sedikit kesesuaian antara tujuan kelompok dengan tujuan individu anggota kelompok.53 Dari hasil pengamatan terlihat bahwa tujuan kelompok sudah relevan dengan tujuan anggota. Anggota merasa senang karena harapannya sudah terpenuhi. Tujuan kelompoknya sudah sesuai dengan keinginan anggota. Kesesuaian tujuan ini dapat ditinjau dari latar belakang terbentuknya kelompok tani Puspa Mandiri yang terbentuk secara bottom up, atas dasar inisiatif dari beberapa orang petani kampung Leuwisapi yang berkeinginan untuk membentuk kelompok tani dengan semangat SPKP,
dikarenakan mereka
mengetahui bahwa apabila ada kelompok tani maka akan memperoleh bantuan dari program. Terbentuknya kelompok secara bottom up menumbuhkan solidaritas yang kuat dari anggota dan dapat memaksimalkan kapasitas anggota. Menurut Mills (1967) suatu kelompok dibentuk untuk suatu maksud tertentu sehingga kontak-kontak yang diadakan menjadi berarti atau memberikan hasil yang diharapkan. Terbentuknya kelompok karena ada kesamaan motivasi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pembentukan kelompok sebaiknya terjadi berdasarkan inisiasi yang berasal dari dalam lingkungan kelompok itu sendiri (FAO, 1998). Pihak-pihak yang ada dalam lingkungan kelompoklah yang menjadi inisiator kelompok. Kelompok tani Puspa Mandiri mempunyai tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dalam kelompok
53 ”Rasanya tujuan saya masuk kelompok dengan tujuan kelompok tani Puspa Mandiri sudah sesuai. Setahu saya tujuan kelompok untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan meningkatkan usahatani hutan rakyat. Saya menjadi anggota kelompok karena ingin hidup lebih sejahtera dan ada peningkatan dalam usahatani.” NR (40 tahun).
87
dalam pertemuan kelompok. Namun tujuan kelompok yang telah dirumuskan bersama dengan semua anggota kelompok yang hadir dalam pertemuan belum ditetapkan secara tertulis. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok, BD (41 tahun) yang berlatarbelakang pendidikan cukup tinggi yaitu tamatan SLTA, yang sebelumnya menjabat sebagai ketua SPKP dan juga sebagai anggota Pengamanan Hutan Swakarsa (Pamhutswakarsa), menyatakan alasan belum dirumuskannya tujuan kelompok secara tertulis karena kesibukan ketua kelompok dan menurut pengakuan beliau akan segera ditetapkan tujuan kelompok secara tertulis 54. Walaupun tujuan tidak secara tertulis, akan tetapi anggota kelompok tani
mengetahui dan paham tujuan hakiki dari kelompok tani. Selain itu
berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mengetahui
tujuan
kelompok
yang
seluruh anggota kelompok
diikutinya.
Dikarenakan
pada
saat
ditetapkannya tujuan kelompok secara musyawarah pada pertemuan kelompok, semua anggota hadir dalam pertemuan kelompok. ”Tujuan kelompok tani saya yaitu tujuan jangka panjang untuk lebih meningkatkan kegiatan kelompok agar kelompok tani dapat maju sehingga bantuan program akan terus mengalir. Tujuan jangka pendek kelompok tani Puspa Mandiri adalah meningkatkan kegiatan usahatani hutan rakyat dan meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok. Tujuan kelompok ditetapkan berdasarkan musayawah dalam pertemuan kelompok, yang disepakati oleh seluruh anggota yang hadir pada waktu itu. Meskipun tujuan tidak dirumuskan secara tertulis, hanya secara lisan saja, tapi untuk anggota yang hadir sudah mengerti tujuan kelompok ini, kecuali anggota yang tidak hadir, mungkin tidak tahu kalau tidak bertanya. Karena memang saya tidak menyampaikan kepada anggota yang tidak hadir. Tapi saya bilang sama anggota yang hadir untuk menyampaikan informasi ini pada anggota yang tidak hadir yang kebetulan rumahnya dekat. Karena saya repot kalau harus datang ke rumah-rumah anggota yang jaraknya berjauhan dan harus jalan kaki.” BD (41 tahun). Sejauh ini berlangsungnya kegiatan kelompok lebih banyak menunggu arahan dari penyuluh atau petugas lapangan. Terdapat ketergantungan terhadap pihak program. Pihak luar sebagai fasilitator belum dapat memberikan dukungan secara temporer. Kondisi seperti inilah menyebabkan kurang dinamisnya kelompok tani.
54
Hasil wawancara dengan BD (41 tahun), ketua kelompok tani Puspa Mandiri, 19 Maret 2011.
88
Kejelasan tujuan kelompok tani Puspa Mandiri tergambar dari pernyataan ketua kelompok tani, pengurus dan anggota kelompok yang menyatakan dengan baik mengenai apa yang menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek kelompok tani Puspa Mandiri. Adapun yang menjadi tujuan jangka panjang kelompok tani Puspa Mandiri yaitu lebih meningkatkan kegiatan kelompok agar kelompok tani dapat maju sehingga bantuan program akan terus mengalir. Tujuan jangka pendek kelompok tani Puspa Mandiri adalah meningkatkan kegiatan usahatani hutan rakyat dan meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok 55. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok tani Puspa Mandiri diperoleh informasi bahwa penetapan tujuan kelompoknya dilakukan berdasarkan musyawarah
anggota
kelompok
dalam
pertemuan
kelompok.
Menurut
pernyataannya, walaupun tujuan tidak secara tertulis namun anggota yang hadir dalam pertemuan pada saat itu bisa memahami apa yang menjadi tujuan kelompok. Kecuali bagi anggota yang tidak menghadiri pertemuan, karena tidak ada sosialisasi mengenai tujuan kelompok bagi anggota yang tidak hadir dalam pertemuan maka mereka tidak tahu akan tujuan kelompok yang telah disepakati bersama anggota kelompok. Umumnya anggota kelompok yang tidak hadir pada waktu diadakan pertemuan, diketahui bahwa sebagian besar anggota kelompok tidak mengetahui akan tujuan kelompok tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari ketua kelompok tani Puspa Mandiri hal ini disebabkan pada saat ditetapkannya kesepakatan tujuan kelompok tersebut ada beberapa orang anggota kelompok yang tidak menghadiri pertemuan. Dan ketua tidak memiliki waktu luang untuk mensosialisasikan tujuan kelompok kepada seluruh anggotanya. Menurut pendapat ketua kelompok tani Puspa Mandiri untuk dapat mencapai tujuan kelompok diperlukan kegiatan kelompok secara rutin. Sedangkan anggota yang hadir dalam pertemuan hanya sedikit dan yang datang hanya orang-orang tertentu saja, dengan alasan sibuk, tempat tinggal jauh dan kelelahan setelah seharian bertani. Dengan demikian kejelasan tujuan yang disampaikan dalam pertemuan kelompok tidak disertai dengan pemahaman anggota terhadap tujuan tersebut.
55
Hasil wawancara dengan BD (41 tahun), ketua kelompok tani Bina Mandiri, 19 Maret 2011.
89
Selain itu dari pengamatan di lapangan jika dilihat dari kesesuaian tujuan kelompok dengan tujuan anggota kelompok sebagian besar menyatakan mengerti atau menyatakan tahu. Mereka juga menyatakan bahwa tujuan kelompok cukup jelas walaupun tujuan kelompok tidak tertulis. Hanya sebagian kecil saja yang menyatakan tidak mengerti dan tidak tahu apa yang menjadi tujuan kelompoknya. Sebagian kecil anggota kelompok tidak mengerti akan tujuan kelompok yang dimasukinya. Ketidaktahuan ini dikarenakan anggota tidak hadir ketika dirumuskan tujuan kelompok. Alasan ketidakhadiran anggota dalam pertemuan kelompok dikatakan oleh ED (36 tahun) disebabkan karena faktor waktu yang berbenturan dengan kegiatan lain dan karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan. 56
(II). Struktur Kelompok Struktur kekuasaan dalam hal ini adalah struktur kepengurusan kelompok tani yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Struktur Kepengurusan tersebut tercantum secara tertulis pada dokumen tertulis di Kantor Desa Lemahduhur. Untuk kelompok tani Puspa Mandiri telah diterbitkan SK Kepengurusan Kelompok Tani yang disyahkan oleh Kepala Desa Lemahduhur. Struktur kepengurusan kelompok tani Puspa Mandiri sudah cukup jelas dan diketahui oleh seluruh anggota kelompok. Sebagian besar anggota kelompok mengetahui struktur kepengurusan dan mekanisme pemilihan ketua dan pengurus kelompok. 57 Mengenai kejelasan struktur kepengurusan kelompok tani Puspa Mandiri, dikatakan bahwa semua anggota mengetahui struktur kepengurusan kelompok yang sudah terdapat dalam dokumen tertulis. 58 Mengenai struktur kekuasaan dari hasil pengamatan dan wawancara dengan anggota kelompok tani terlihat bahwa kewenangan diberikan oleh anggota kelompok kepada ketua dan 56
”Saya diundang oleh pak BD, katanya mau ada pertemuan kelompok di madrasah. Sebenernya saya pengen datang, tapi waktu itu saya ada pengajian di tempat lain, jadi tidak bisa datang. Kata teman saya, ada musyawarah tentang tujuan kelompok dan membicarakan bantuan pemerintah. Cuma itu saja yang saya tahu, tapi tujuan kelompok itu apa, nah..... saya tidak dikasihtahu.” 57 ”Kelompok tani Puspa Mandiri diketuai oleh pak BD, sekretarisnya pak ustadz NZ dan bendaharanya pak ED. Pengurus dipilih secara musyawarah berdasarkan kesepakatan seluruh anggota kelompok yang hadir dalam pertemuan kelompok.” AL (35 tahun). 58
”Semua anggota kelompok tahu tentang kepengurusan kelompok. Karena kepengurusan adalah hasil musyawarah anggota. Kepengurusan kelompok tani sudah tercantum dalam SK Kepala Desa Lemahduhur.”
90
pengurus kelompok untuk mengatur interaksi antar anggota serta mengkoordinir kegiatan kelompok tani. 59 Seluruh anggota kelompok menaruh kepercayaan penuh kepada ketua dan pengurus kelompok untuk mengelola kelompok yang dimasukinya. Dari uraian di atas nampak bahwa kepengurusan dalam kelompok tani Puspa Mandiri sudah berjalan sesuai fungsinya walaupun terlihat ketua lebih dominan dalam kelompok tani. Unsur lainnya seperti sekretaris, bendahara dan anggota sudah dapat menjalankan peran dan tugasnya masing-masing, tetapi masih menunggu arahan dari ketua kelompok. Hal ini tampak dari penjelasan mereka akan tugasnya masing-masing dalam menjalankan kegiatan kelompok. Tampak pada saat dilakukan wawancara terhadap sekretaris dan bendahara, ketika ditanyakan mengenai tugas dan fungsinya, mereka menyatakan mengerti tapi butuh arahan dan bimbingan dari ketua. Terlihat adanya upaya untuk membagi tugas atau tanggungjawab pada yang lainnya. Ustadz NZ (40 tahun) sebagai sekretaris dalam kelompok tani Puspa Mandiri mengaku belum bisa maksimal menjalankan tugasnya sebagai sekretaris. 60 Alasan keterbatasan waktu karena adanya kegiatan lain menjadi penyebab tidak maksimalnya kinerja sekretaris dalam kelompok. Terlihat bahwa peran dapat dengan mudah digantikan sesuai dengan kebutuhan kelompok. Demikian pula sikap bendahara kelompok, ED (36 tahun) merasa tidak percaya diri apabila mengerjakan tugas keuangan kelompok.61 Menurut penuturan ketua kelompok, sekretaris kelompok tani Puspa Mandiri dan bendahara kelompok pun sudah dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ketua kelompok, BD (41 tahun) mengakui bahwa dirinya juga ikut 59
”Mengenai urusan kelompok saya percayakan pada ketua dan pengurusnya saja, asalkan mereka dapat menjalankan amanat dan bersikap adil kepada semua anggota kelompok, tidak pilih kasih.” 60 ”Saya akui bahwa saya belum bisa menjalankan tugas saya sebagai sekretaris, karena saya sibuk mengajar di madrasah, sehingga urusan kelompok keteter, sehingga pak ketua mungkin merasa kesal kepada saya. Tugas saya sebagai sekretaris tetap saya kerjakan tapi kadang-kadang diselesaikan oleh beliau (ketua). Mungkin karena kelamaan nunggu hasilnya. Tapi saya tidak tersinggung apalagi marah. Justru berterimakasih pada beliau yang mau membantu saya.” Ustadz NZ (40 tahun) 61
”Tugas sekretaris dan bendahara saya kerjakan bareng-bareng dengan NR dan ED. Biar cepat beres saja. Karena saya lihat mereka lambat, padahal maunya saya semua pekerjaan itu diselesaikan tepat waktu. Tapi saya maklum karena pak ustadz sibuk di madrasah dan bendahara kurang paham akan tugasnya. Saya ikhlas mengerjakan ini semua demi kemajuan kelompok dan untuk kepentingan bersama. Selagi saya mampu mengerjakannya.” Begitu pula yang disampaikan bendahara: ”Sebagai bendahara tugas saya mengelola keuangan kelompok. Tapi tidak saya kejakan sendiri. Karena tugas bendahara juga dikerjakan oleh ketua. Karena ketua tamatan SLTA sedangkan saya hanya tamatan SLTP, jadi ketua lebih pintar daripada saya. Saya tidak marah, hanya merasa tidak enak saja, malah menambah beban ketua.”
91
menjalankan tugas sekretaris dan bendahara, karena memahami kesibukan dan keterbatasan kemampuan pengurus kelompoknya. Dari pernyataan ketua kelompok, terlihat bahwa ketua memiliki dedikasi yang tinggi.
Pengabdiannya terhadap kelompok benar-benar dilakukannya
dengan ikhlas dan sepenuh hati. Hal ini berkaitan dengan latar belakang berdirinya kelompok tani, atas inisitiaf dari dirinya untuk membentuk kelompok tani Puspa Mandiri dengan semangat SPKP dan pengalaman yang dimilikinya. Dalam hal pengaturan tugas dan komunikasi semua terpusat pada ketua kelompok. Segala hal yang berkaitan dengan kegiatan kelompok hanya dikendalikan oleh ketuanya saja. Sejauh ini upaya ketua kelompok didalam mengelola kelompok dan mempengaruhi aktivitas kelompok dan anggotanya untuk mendinamiskan kelompoknya cukup baik. Tampak adanya upaya ketua kelompok untuk menjadikan kelompoknya lebih berkembang dan dinamis, agar dapat membantu dan meningkatkan ekonomi anggota dalam berusaha tani hutan rakyat lebih baik lagi. Ketua tampak aktif, dengan semangat mencari informasi ke kelompok tani di desa lain, terutama mencari informasi mengenai bantuan program. Ketua kelompok sering berkunjung ke kelompok tani di desa lain terutama kelompok tani yang sudah sering mendapat bantuan dari pemerintah. BD (41 tahun) sebagai ketua kelompok mengutarakan keinginannya untuk memajukan kelompok yang dipimpinnya baik melalui bantuan dari negara maupun LSM yang terkait. Sampai sejauh ini di dalam menjalankan fungsi tugas sebagai ketua cenderung masih menunggu arahan dari petugas terkait program, ketua masih bersifat reaktif sehingga baru bergerak apabila ada instruksi dari petugas. Dapat dikatakan bahwa ketua kelompok hanya berperan sebagai jembatan penghubung antara pihak petugas dengan para anggotanya sedangkan perannya sebagai penggerak untuk lebih memajukan kelompok yang dipimpinnya belum terlihat. Ketika hal ini ditanyakan kepada ketua kelompok, diperoleh jawaban karena tidak adanya dana untuk transportasi untuk mengajak anggotanya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di luar desa yang berhubungan dengan usahatani hutan rakyat. Untuk keperluan menghadiri pertemuan-pertemuan di luar desa saja
92
ketua menumpang kendaraan roda dua bendahara kelompok tani Bina Mandiri 62. Sedangkan anggota kelompok tidak mau mengeluarkan uang transport, maka anggota tidak pernah hadir dalam pertemuan di tingkat desa atau kecamatan. Oleh sebab itu dalam hal pengaturan tugas dan komunikasi pun semuanya bertumpu pada ketua kelompok. Dari pernyataan diatas terlihat adanya kendala finansial dan benturan waktu, sehingga ketua tidak dapat mengajak anggota, sehingga anggota kelompok tidak dapat mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan.
Salah seorang anggota
kelompok, AL (34 tahun) mengutarakan alasan ketidakikutsertaannya dalam kegiatan kelompok di luar desa. Umumnya mereka tidak bisa hadir karena benturan dengan tugas dan tanggung jawab ngurus kebun mereka. Alasan dua orang anggota kelompok tersebut ketidak ikutsertaannya dalam kegiatan di luar desa khususnya yang berhubungan dengan usahatani hutan rakyat karena faktor ekonomi dan waktu yang terbatas.
(III). Fungsi Tugas Kelompok Ditinjau dari fungsi tugas kelompok terlihat bahwa kelompok hanya berfungsi sebagai media penyalur bantuan program dalam hal ini bantuan bibit dari dinas terkait program pengelolaan hutan rakyat dan sebagai penyalur sarana produksi yang dibutuhkan oleh anggota kelompok. Sedangkan fungsi-fungsi lainnya sampai sejauh ini relatif belum berjalan sebagaimana mestinya. ”Sampai saat ini kelompok baru bisa berfungsi sebagai jembatan antara pihak program dengan anggota kelompok saja. Maksudnya apabila ada bantuan bibit dari program, kelompok hanya berfungsi menyalurkannya kepada anggota kelompok. Kelompok belum bisa menjalankan fungsi lainnya karena rendahnya pendidikan anggota kelompok yang kebanyakan hanya tamatan SD.” BD (41 tahun). Belum berfungsinya tugas kelompok dikarenakan keterbatasan pendidikan anggota kelompok yang mayoritas hanya tamatan SD. Dalam hal pemberian informasi, fungsi tugas kelompok dapat diketahui dari informasi yang diberikan oleh anggota kelompok, bahwa semua informasi khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat sampai pada semua anggota, terutama anggota 62
Diolah dari hasil wawancara dengan BD (41 tahun), ketua kelompok tani Bina Mandiri, 21 Agustus 2011.
93
yang hadir pada saat diadakan pertemuan. Hanya sebagian anggota saja yang tidak memperoleh informasi, karena mereka tidak hadir. Pada umumnya informasi dari petugas hanya sebatas pada ketua saja. Kemudian ketua menyampaikan informasi tersebut dalam pertemuan kelompok. Informasi yang disampaikan sifatnya temporer dan terbatas. Sulit dan kurangnya koordinasi dikarenakan sumberdaya manusia yang relatif rendah. Tidak terlihat adanya informasi secara tertulis (buku catatan khusus informasi) serta belum tersedianya papan informasi guna memudahkan penyebaran informasi kepada semua anggota. 63 Penyampaian informasi kepada anggota kelompok dilakukan dalam pertemuan kelompok. Bagi anggota yang tidak hadir pada saat diadakan pertemuan lebih banyak bertanya kepada anggota lain yang pada saat pertemuan hadir. Ketua tidak dapat mensosialisasikan informasi kepada anggota yang tidak hadir karena tempat tinggal anggota yang berjauhan, tidak memungkinkan ketua kelompok untuk mendatangi satu persatu. Fungsi kelompok dalam pelaksanaan pemberian dorongan dapat ditinjau dari frekuensi penyuluhan yang kurang memadai. Tidak ada jadwal tetap atau rutin untuk kegiatan penyuluhan. Penyuluhan akan dilaksanakan apabila merasa diperlukan. Juga tidak adanya jadwal khusus untuk kegiatan pembelajaran atau penerapan inovasi teknologi pengelolaan hutan rakyat. Tidak adanya upaya kelompok untuk mendatangkan petugas yang kompeten di bidang pengelolaan hutan rakyat. Selama ini hanya ada satu orang penyuluh dari UPT Kabupaten Bogor dan seorang penyuluh dari UPTD kecamatan Caringin. Dari segi frekwensi kegiatan penyuluhuhan dalam kelompok cenderung kurang memadai. Penyuluh lebih sering mengunjungi kelompok tani Berkah yang mengelola hortikultura. Hubungan pribadi penyuluh dengan ketua kelompok tani Berkah sangat dekat. Sehingga terlihat begitu kompak. Hal ini membuat kelompok tani Puspa Mandiri dinomorduakan,(BD, 41 tahun). Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh ketua kelompok, nampak adanya kesenjangan sosial antara kelompok tani Puspa
63
”Setiap ada informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat dari petugas, saya selalu sampaikan pada semua anggota. Anggota saya undang dalam pertemuan. Bagi yang menghadiri pertemuan mereka tahu akan informasi yang saya sampaikan. Tapi bagi anggota yang tidak hadir, bisa mengetahui informasi tersebut dari sesama anggota ataupun pada waktu bertemu saya di kebun atau di rumah salah satu anggota kelompok. Karena saya tidak ada waktu kalau harus datang dari rumah ke rumah, karena tempatnya berjauhan.” BD (41 tahun).
94
Mandiri dengan kelompok tani Barkah. Dan ada kecurigaan ketua kelompok terhadap penyuluh. Ditinjau dari hal pemberian penjelasan dapat dilihat bahwa pemberian penjelasan dilakukan secara insidentil saja, jika diperlukan hanya sewaktu-waktu saja. Tidak disediakan waktu khusus untuk membahas berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan kelompok dan anggota. Sehingga penjelasan hanya disampaikan oleh ketua ataupun anggota kepada anggota lainnya apabila mereka bertemu secara tidak sengaja. Dengan demikian tidak ada fasilitas kelompok untuk memberikan penjelasan kepada anggotanya tentang hak-hak dan kewajibankewajiban anggota dalam kelompok. Demikian pula tidak ada upaya kelompok guna mendukung anggotanya agar memperoleh hak-haknya sebagai anggota kelompok. Kelompok tani Puspa Mandiri yang terbentuk secara bottom up atas dasar inisiatif masyarakat petani yang menginginkan adanya kelompok tani di kampung Leuwisapi seperti kelompok tani lain di kampung dan desa tetangga yang sudah mendapat bantuan proyek. Disamping itu pula dari pihak proyek(program) kurang adanya kesempatan kelompok tani untuk berkreativitas.
Sehingga perlu
diadakanya pendampingan di desa Lemahduhur. Ketika ditanyakan kepada anggota kelompok tani Puspa Mandiri, hampir sebagian besar anggota kelompok menghendaki diadakannya penyuluhan mengenai pemeliharaan tanaman dan penyuluhan mengenai kejelasan status lahan garapan dan juga mengharapkan adanya pendampingan dari instansi maupun LSM. Dan anggota kelompok menginginkan apabila bibit bantuan program merekalah yang menentukan jenis bibit yang akan ditanam di lahannya dan mereka menginginkan bantuan program langsung diberikan pada anggota kelompok saja, tidak melalui ketua karena akan menimbulkan fitnah dan kecurigaan anggota terhadap ketua kelompok 64. Ketika diselenggarakan FGD tampak bahwa anggota memiliki keinginan untuk diadakan penyuluhan mengenai kejelasan status lahan. 65 Ketidakjelasan status lahan 64
Diolah dari hasil wawancara dengan beberapa orang anggota kelompok tani Bina Mandiri, 21 Maret 2011.
65 Penuturan NH (46 tahun) mengenai kejelasan status lahan:”Saya ingin ada penyuluhan tentang hutan rakyat dan status lahan. Sekarang petani mengelola hutan rakyat hanya berdasarkan pengalaman saja, belum canggihlah. Petani juga agak malas menamam tanaman kayu karena status lahan yang tidak jelas. Khawatir kalau sewaktu-waktu lahan diambil oleh pemiliknya, padahal ada tanaman kayu yang ditanaman oleh petani. Makanya saya ingin di desa ini ada penyuluhan dari BPN atau dinas lainnya.”
95
memotivasi mereka untuk lebih fokus menanam tanaman sayur-sayuran daripada tanaman keras, karena adanya kekhawatiran apabila menanam kayu, suatu saat lahan akan diambil oleh pemiliknya. (IV). Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok Kelompok tani Puspa Mandiri mengadakan pertemuan kelompok di madrasah kampung Leuwisapi, karena saung pertemuan kelompok tidak dapat menampung seluruh anggota kelompok yang hadir. Kelompok Tani Puspa Mandiri lebih sering mengadakan pertemuan yang biasanya diadakan setelah pengajian rutin bulanan dan bertempat di madrasah kampung Leuwisapi. Tidak ada buku catatan khusus mengenai notulensi pertemuan. Yang ada hanya buku tamu saja. Itupun baru saja dibuat, karena pada saat dilakukan penelitian, penelitilah yang pertama kali menulis di buku tamu. Peraturan dan norma dalam kelompok sudah ada namun tidak tertulis, hanya
disampaikan
secara
lisan.
Musyawarah
merupakan
mekanisme
pengambilan keputusan dalam kelompok. Walaupun peraturan dan norma tidak tertulis namun anggota sudah memahami peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam pertemuan kelompok, tertutama bagi anggota yang hadir dalam pertemuan pada saat ditetapkan peraturan kelompok. Mengenai dokumen kelompok dan peraturan kelompok, BD (41 tahun) mengatakan bahwa kelompoknya belum memiliki dokumen lengkap. ”Kelompok tani Puspa Mandiri belum punya dokumen tertulis. Rencana mau dibuat buku keuangan kelompok, buku catatan hasil pertemuan kelompok. Sekarang baru ada buku tamu saja. Kalau peraturan kelompok sudah ada. Disepakati oleh anggota dalam musyawah kelompok. Biarpun tidak tertulis tapi anggota sudah paham pada peraturan kelompok.” Walaupun peraturan kelompok belum tertulis namun sudah memiliki kekuatan untuk mengatur anggota, dan anggota sudah mengetahui isi dari peraturan kelompok. Kelompok Tani Puspa Mandiri hanya memiliki dokumen tertulis berupa buku tamu dan daftar absensi pertemuan kelompok saja serta SK Kepengurusan yang disahkan oleh Kepala Desa Lemahduhur. Dalam penerimaan anggota baru, sampai sejauh ini belum ada penerimaan anggota baru, namun keanggotaan terbuka untuk siapa saja yang berminat untuk
96
bergabung dalam kelompok tani dengan syarat petani tinggal menetap di Desa Lemahduhur. Sejak kelompok tani Puspa Mandiri dibentuk telah mengalami penambahan jumlah anggota kelompok dari 15 orang menjadi 30 orang. Hal ini dilatar belakangi oleh terbentuknya kelompok secara bottom up atas inisiatif beberapa orang warga, sehingga menimbulkan solidaritas yang tinggi. Kenyataan yang ada justru ada beberapa orang yang menurut informasi dari ketua kelompok adalah anggota dari kelompok yang dipimpinnya, namun ketika ditanyakan kepada anggota yang bersangkutan pada kenyataannya orang yang bersangkutan tidak tahu menahu kalau dirinya dimasukan dalam kelompok tani. Terutama anggota kelompok tani yang sudah tua atau berusia diatas 50 tahun nampak keragu-raguan ketika ditanyakan apakah dirinya masuk dalam kelompok tani. Jawabannya adalah mereka pernah diajak oleh ketua kelompok dan juga oleh anak mereka untuk masuk dalam kelompok tani karena akan ada bantuan program. Akan tetapi anggota tersebut belum pernah diundang untuk menghadiri pertemuan kelompok 66. Hal ini terjadi pada keanggotaan kelompok tani Puspa Mandiri. Mereka mendapat informasi tentang kelompok dari anak-anak mereka yang kebetulan aktif dalam kegiatan kelompok. Sehingga kecenderungan yang ada adalah nama-nama yang terdaftar dalam anggota kelompok tani tidak semuanya aktif dalam kegiatan kelompok. Daftar nama anggota tersebut terkait dengan proyek
atau program yang
mengsyaratkan jumlah minimal anggota kelompok untuk memperoleh bantuan program. Maka anggota kelompok harus mau didaftar dalam anggota kelompok. Pada saat ini kelompok tani Puspa Mandiri memiliki anggota sebanyak 30 orang yang terbagi menjadi 2 (dua kelompok bidang usaha) yaitu 15 orang mengelola usahatani hutan rakyat dan 15 orang lagi mengelola pertanian. Pada saat dibentuk kelompok tani Puspa Mandiri hanya beranggotakan 15 orang. Dalam perkembangannya keanggotaan kelompok tani mengalami peningkatan jumlah keanggotaan dari 15 orang menjadi 30 orang. Pembinaan dan pemeliharaan
66
Diolah dari hasil wawancara dengan beberapa orang anggota kelompok tani Puspa Mandiri, 22 Maret 2011.
97
kelompok yang masih rendah ini menjadi penyebab kurang berkembangnya kelompok tani. 67 Ketua dan pengurus kelompok belum mampu menghidupkan suasana kelompok dan belum dapat mendinamiskan kelompok yang dipimpinnya. Dalam perkembangannya terlihat bahwa keanggotaan kelompok tani Puspa Mandiri mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan pentingnya manfaat kelompok serta adanya keinginan petani untuk menjadi anggota kelompok tani.
(V). Kekompakan Kelompok Kinerja ketua kelompok dan pengurus kelompok lainnya belum berfungsi sebagaimana mestinya. Tidak terlihat upaya ketua kelompok dan pengurus yang ditujukan untuk mencapai target program dalam pengelolaan hutan rakyat. Ketua kelompok terlihat hanya sebagai penghubung dengan pihak program (proyek), bilamana dibutuhkan oleh anggota. Menurut informasi dari ketua kelompok tani Puspa Mandiri karena sekretaris dan bendahara tidak dapat menjalankan tugas-tugasnya, maka ketua berinisiatif mengerjakan tugas sekretaris dan bendahara. Alasan ketua, sekretaris dan bendahara tidak tanggap dan lamban dalan menjalankan tugas, penyebabnya karena rendahnya pendidikan sekretaris dan bendahara, dan sibuk dengan kegiatan masing-masing, sedangkan ketua kelompok Puspa Mandiri adalah tamatan SLTA dan pernah menjadi ketua SPKP sebelumnya dan merupakan anggota Pengamanan Hutan Swakarsa (Pamhutswakarsa) sehingga sudah mempunyai sedikit pengalaman dalam berorganisasi. Sebenarnya sekretaris dan bendahara kelompok sudah bisa melaksanakan tugasnya masing-masing, tapi lamban. Sehingga membuat ketua turun tangan mengerjakan tugas mereka. Apalagi kurangnya kemampuan pengetahuan dan ketrampilan mereka. Hubungan antara ketua dengan anggota kelompok dilihat dari pengamatan tampak adanya kekurangharmonisan. Tercermin dari pernyataan beberapa anggota kelompok yang menyatakan keinginannya, apabila akan ada bantuan program lagi di waktu yang akan datang, sebaiknya jangan lewat ketua, lebih baik langsung 67
”Jumlah anggota kelompok bertambah. Pada saat berdirinya hanya ada 15 orang anggota lama-lama bertambah banyak, sekarang ada 30 orang. Kalau ada sebagian anggota yang tidak tahu masuk kelompok atau tidak, itu karena tidak pernah hadir pertemuan. Karena sudah tua, kecapekan di kebun. Tapi waktu diajak masuk kelompok, orang itu mau. Jadi bingung kalau ditanya mengenai kelompok.” BD (41 tahun).
98
dibagikan kepada anggota kelompok saja. Terkesan ada fitnah dalam kehidupan berkelompok. Beberapa orang anggota kelompok menginginkan bantuan diberikan langsung kepada anggota tidak melalui ketua kelompok. 68 Perasaan curiga dari anggota terhadap ketua pun dirasakan oleh ketua kelompok tani Puspa Mandiri. Ketua kelompok tani Puspa Mandiri menyatakan bahwa tidak mungkin dirinya menyelewengkan dana bantuan program, karena dia tahu dirinya hanya sebagai pendatang di Desa Lemahduhur, ada ketakutan dirinya akan diusir oleh warga setempat yang merupakan penduduk asli Desa Lemahduhur. Hal ini disebabkan juga oleh keberadaan ketua kelompok Puspa Mandiri yang merupakan pendatang dari Sumatera Selatan, yang menetap di kampung Leuwisapi Desa Lemahduhur karena beristrikan penduduk setempat. Namun karena kemampuannya dan sifatnya yang pandai bergaul dan komunikatif maka beberapa anggota kelompok menunjuknya dan mempercayainya untuk dijadikan sebagai ketua kelompoknya. Pengakuan BD (41 tahun) bahwa dirinya ditunjuk sebagai ketua kelompok karena pengalamannya dalam berorganisasi. Namun BD merasa ada
yang pro dan kontra terhadap kepemimpinannya. 69
Nampak dalam kehidupan berkelompok ada isu-isu negatif terhadap diri ketua. Pada masa kepemimpin ketua kelompok ada yang pro dan kontra terhadap sifat kepemimpinannya. Dalam hal kekompakan kelompok terdapat keterikatan antara anggota kelompok terhadap kelompoknya. Anggota kelompok memiliki keinginan untuk tetap tinggal di dalam kelompoknya.
(VI). Suasana Kelompok Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lingkungan fisik belum memadai. Lingkungan fisik dilihat dari lingkungan sosial masyarakat yang tidak memberikan dorongan untuk mewujudkan suasana kelompok yang ideal. Dilihat dari pelayanan yang diberikan oleh pihak-pihak terkait terutama penyuluh yang 68
”Nanti kalau ada bantuan lagi lebih baik dibagikan langsung ke anggota kelompok, jangan lewat ketua, biar lebih terbuka dan adil. Kalau sekarang kan bantuan lewat ketua kelompok, dia yang bagikan jadi banyak yang ngomongin dia. Jadi fitnah.” MM (50 tahun). 69 ”Saya juga merasa ada yang curiga sama saya. Dikiranya saya menyelewengkan dana bantuan. Saya sih berusaha tegar saja, toh saya tidak berbuat. Sebenarnya saya kesal, sudah cape ngurusin kelompok masih juga dicurigai tanpa bukti-bukti. Tidak mungkin saya berbuat macem-macem. Saya sadar kalau saya sebagai pendatang disini, karena saya nikah sama orang sini, takut diusir penduduk asli. Saya berusaha menjaga kepercayaan anggota yang sudah menunjuk saya sebagai ketua.” BD (41 tahun).
99
jumlahnya terbatas dan tidak memiliki jadwal tetap atau rutin berkunjung ke kelompok. Begitupun pertemuan antara pihak program (proyek) tidak ada jadwal pasti untuk mengunjungi kelompok, tergantung kebutuhan pihak program (proyek). Tidak adanya jadwal rutin dan pasti serta tingkat frekwensi kunjungan yang cenderung kurang menggambarkan bahwa suasana kelompok relatif kurang dinamis. Kunjungan penyuluhan dilakukan apabila ada permintaan sesuai dengan kebutuhan anggota kelompok. Menurut keterangan yang diperoleh dari ketua kelompok, pengurus kelompok dan beberapa orang anggota kelompok diperoleh keterangan bahwa penyuluh lebih sering mengadakan pertemuan atau penyuluhan kepada kelompok Tani Berkah yang fokus pada bidang hortikultura, dimana kelompok Tani Berkah inipun merupakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Keadaan ini dikarenakan kedekatan hubungan personil antara penyuluh dengan ketua kelompok tani Berkah yang juga sebagai tengkulak dan ekonominya cukup mapan. ”Penyuluh jarang sekali datang ke kelompok Puspa Mandiri, lebih sering ke kelompok tani Berkah. Jadi menimbulkan fitnah dari anggota kepada kelompok taninya UB (ketua kelompok tani Berkah). Kalau ada permintaan dari kelompok baru penyuluh datang. Harus ada inisiatif dari kelompok. Pihak program juga baru datang dua kali, pada waktu akan ada bantuan, sama setelah bantuan turun untuk melihat bibit bantuan yang ditanam, sesudah itu tidah pernah kesini lagi.” BD (41 tahun). Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua dan hasil pengamatan menunjukkan terdapat adanya kesenjangan sosial antara kelompok tani Berkah yang khusus mengelola hortikultura dengan Kelompok Tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri yang mengelola hutan rakyat. Hal ini menimbulkan prasangka buruk terhadap kelompok tani Berkah. Terjadi adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan secara psikologis. Bahkan ada beberapa orang eks anggota kelompok tani Berkah yang keluar dari kelompoknya, karena merasa tertekan dengan sikap ketuanya yang tidak terbuka terhadap anggota 70. Adanya faktor tekanan psikologis dan ketidakadilan sikap ketua dan pengurus kelompok mendorong anggota untuk keluar dari keanggotaan kelompok.
70
”Saya keluar dari kelompok tani Berkah karena ketuanya tidak transparan, rasanya tertekan jadi anggota kelompok tani Berkah. Makanya saya tidak tahan, saya keluar dan sekarang masuk kelompok tani Puspa Mandirinya pak BD.” UJ (33 tahun).
100
Interaksi dalam kelompok hanya merupakan bagian dari kegiatan seharihari, bertemu di jalan, bertemu sedang di lahan, ngobrol-ngobrol santai, bertemu di rumah salah seorang anggota. Interaksi yang terjadi dalam kelompok hanya sebatas sebagai anggota kelompok, tidak didasari atas kesadaran rasa memiliki kelompok yang kuat. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa anggota merasa senang dengan adanya kelompok, mereka tetap menginginkan adanya kelompok walaupun nanti program akan berakhir. Bahkan dalam kelompok tani ada beberapa orang anggota kelompok yang baru bergabung setelah keluar dari kelompok tani Berkah dikarenakan merasa tertekan oleh sikap ketua yang tidak adil dalam kelompok sebelumnya. Dari hasil pengamatan terlihat walaupun partipasi anggota dalam kegiatan kelompok termasuk rendah namun anggota merasa akan manfaat dari kelompok nampak dari keinginannya agar kelompok tetap eksis walaupun program berakhir nanti. Keuntungan menjadi anggota adalah karena lebih banyak informasi dan menambah wawasan usahatani dan juga bisa dapat bantuan. Karena itu diharapkan jangan sampai kelompok tani bubar, malahan kalau bisa lebih banyak kegiatan lagi sehingga bantuan lebih banyak untuk kelompok tani Berkah, AL (34 tahun). Anggota merasakan manfaat adanya kelompok sebagai wadah kerjasama petani dan ajang silaturahmi anggota. Kelompok yang terbentuk secara bottom up menimbulkan keinginan anggota untuk tetap mempertahankan dan memajukan kelompok yang terbentuk atas swadaya masyarakat petani. Anggota memiliki solidaritas yang kuat dan loyalitas terhadap kelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai pandangan dan harapan bahwa di dalam kelompok tani terdapat kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh keberadaan anggota kelompok lain, sehingga satu dan lainnya saling membutuhkan. Di dalam kelompok tani anggota berpartisipasi terus menerus secara interaktif untuk mempertahankan kehidupan kelompok tanpa adanya paksaan.
(VII). Tekanan Pada Kelompok Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kelompok tani Puspa Mandiri terdapat tekanan dari luar yaitu dari para penyuplai barang atau yang disebut tengkulak. Hal ini dipicu oleh keadaan anggota kelompok yang belum bisa
101
melepaskan diri dari tengkulak dari kondisi ekonomi mereka yang serba kekurangan. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun mereka sangat bergantung pada pinjaman dari tengkulak yang dibayarkan dengan hasil panen. Beberapa orang anggota menyatakan keberatannya terhadap keberadaan tengkulak di desanya. ”Petani disini kalau ada keperluan apa-apa, misalnya beli pupuk atau keperluan lainnya pinjam sama tengkulak. Dikembaliinnya nanti kalau panen.Cuma hasil panen teh dihargainnya paling murah di pasaran. Yah, kalau ngitung untung rugi sih, jelas petani rugi. Tapi, mau gimana lagi ya, kita kalau butuh apa-apa tengkulak yang ngasih pinjaman. Mudahmudahan lama-lama tengkulak tidak ada lagi disini.” ED (36 tahun). Kecurangan tengkulak dalam menentukan harga merugikan petani. Namun karena kondisi ekonomi yang sulit menyebabkan para petani tetap menjaga hubungan baik dengan tengkulak demi memperoleh pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta untuk aktivitas usahatani. Persoalan tengkulak yang menjerat petani masih menjadi prioritas masalah yang harus diselesaikan. 71 Keberadaan tengkulak di kampung Leuwisapi secara psikologis sangat menekan petani, namun secara ekonomi memberikan manfaat walaupun ada ketidakadilan dalam penentuan harga hasil panen petani. Tekanan dari dalam kelompok untuk maju hanya dinginkan oleh ketua kelompok Puspa Mandiri saja yang berjuang demi kelompok taninya untuk bisa maju seperti kelompok tani di desa lain. Kelompok tani Puspa Mandiri sudah menjalin kerjasama yang baik dalam sengonisasi dengan koperasi pondok pesantren Darul Falah Ciampea Bogor. Ketua kelompok tani Puspa Mandiri merasa sudah lelah mengurusi kelompoknya yang anggotanya sulit untuk diajak berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok. Apalagi apabila ada kecurigaan dari anggota dan fitnah dari anggota yang ditujukan kepada dirinya. Namun kondisi seperti ini tidak mengurangi semangat ketua untuk tetap memimpin kelompoknya dan memajukan kelompoknya. Ketua kelompok, BD (41 tahun) memiliki keinginan untuk membuat kelompok lebih dinamis, mandiri dan berkelanjutan. 71
MM (50 tahun) menceritakan tentang keberadaan tengkulak di desa Lemaduhur: ”Di kampung Nangeleng tengkulaknya lebih banyak daripada di kampung Leuwisapi. Lihat saja disana lebih banyak rumah bagus dibanding disini. Rumahnya tengkulak bagus-bagus, mereka mah banyak uangnya. Sekarang saya kalau perlu uang atau beli pupuk pinjam sama tengkulak. Sebenarnya rugi pinjam uang sama tengkulak, dibayarnya pakai hasil panen yang harganya paling murah. Coba kalau kita sendiri yang jual ke pasar, mungkin harganya tidak semurah itu.”
102
Sebab apa yang dilakukannya ingin seperti kelompok tani lain di tetangga desa. Jika mereka bisa mengapa dirinya tidak bisa. Karena itu perlu untuk belajar kepada kelompok tani lain, baik pertanian maupun kehutanan..
(VIII). Efektivitas Kelompok Anggota kelompok tani Puspa Mandiri merasa puas dengan menjadi anggota kelompok taninya, karena mereka merasa lebih mudah dalam berusahatani. Anggota kelompok tani pun merasa puas dengan adanya kelompok tani karena mereka bisa bekerja sama dan menambah wawasan dan pengalaman dalam berusahatani khususnya usahatani hutan rakyat. Dan dengan adanya kelompok merupakan wadah untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam berusahatani hutan rakyat. Namun mereka merasa semangat dalam kegiatan kelompok apabila ada bantuan program saja, hal ini dikarenakan rendahnya kondisi ekonomi anggota kelompok. Karena mereka merasa harga bibit tanaman keras sangat mahal sehingga mereka tidak mampu membeli. 72 Masalah ekonomi dan ketidakmampuan memiliki lahan mengakibatkan petani merasa perlu kehidupan berkelompok agar tetap dapat mengelola lahan dan memperoleh bantuan bibit. Ketika ditanyakan apakah sudah merasa puas menjadi anggota kelompok tani, salah seorang anggota mengaku merasa puas apalagi tanaman sengon yang ditanam di lahan kelompok secara fisik sangat memuaskan. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh beberapa orang diatas menggambarkan adanya kepuasan tersendiri setelah menjadi anggota kelompok tani, lebih mudah untuk berinteraksi dengan sesama petani dengan melakukan kerjasama dalam pengelolaan lahan khususnya mengelola hutan rakyat bantuan program.
4.1.3. Hubungan Dinamika Kelompok Dengan Karakteristik Individu Anggota Kelompok Tani (Petani) Karakteristik individu anggota kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri yang diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi : umur, pendidikan formal, pendidikan non formal (mengikuti kursus atau pelatihan yang 72
”Saya puas masuk kelompok tani, karena bisa tetap usahatani hutan rakyat biarpun tidak punya uang. Enak bisa kerjasama dengan petani lain, sebelum jadi anggota ngelola lahan sendiri-sendiri, pakai uang sendiri. Saya juga puas lihat tanaman kayu bibit bantuan tumbuhnya bagus, tidak ada yang mati.” UG (35 tahun).
103
berhubungan dengan kegiatan pengelolaan Hutan Rakyat), jumlah tanggungan keluarga, luas lahan usaha tani (khususnya usahatani hutan rakyat), pengalaman berusahatani (khususnya usahatani hutan rakyat), lamanya menjadi anggota kelompok tani dan kekosmopolitan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha tani, lamanya menjadi anggota kelompok dan luas lahan mempengaruhi tingkat dinamika kelompok. Sedangkan faktor jumlah tanggungan keluarga dan kekosmopolitan tidak mempengaruhi tingkat dinamika kelompok. Hal tersebut tampak pada kasus yang terjadi pada kedua kelompok tani yang diteliti.
Umur Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata umur anggota kedua kelompok yang diteliti adalah 45 tahun (50%), dengan kisaran antara umur 20-70 tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota kelompok tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri tergolong kelompok umur produktif. Seperti yang dikatakan oleh Simanjutak (1982) bahwa umur produktif tenaga kerja adalah antara umur 15-64 tahun.
Dengan demikian anggota
kelompok tani secara fisik dan psikologis masih sanggup bekerja atau berusahatani untuk memperoleh penghasilan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan antara umur dengan dinamika kelompok terutama unsur tujuan dan struktur kelompok menunjukkan bahwa anggota kelompok yang berusia muda, akan membantu terwujudnya pengelolaan kelompok yang semakin baik. Sedangkan umur anggota kelompok yang sudah lanjut usia (tua) menunjukkan bahwa tujuan masuk menjadi anggota kelompok karena merasa segan dan ikut-ikutan teman, sehingga mereka tidak peduli dengan kemajuan kelompoknya. Dalam hal struktur kelompok, dalam pembagian peran, anggota kelompok yang berusia muda lebih aktif
untuk
terciptanya pengelolaan kelompok yang lebih baik, sedangkan yang berumur tua pasif dan tidak peduli terhadap kegiatan kelompok. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota kelompok tani yang berumur tua yang secara fisik
104
dan psikologis tidak sanggup bekerja atau
berusahatani secara maksimal untuk mendapatkan penghasilan mempengaruhi rendahnya dinamika kelompok. Pendidikan Formal Dari hasil penelitian terhadap dua kelompok tani yang diteliti dapat dilihat hampir 75% tamat/tidak tamat SD, 15% tamat/tidak tamat SLTP, 15% tamat/tidak tamat SLTA. Dengan latar belakang pendidikan yang tergolong sangat rendah mempengaruhi pola pikir dan daya nalar petani dalam berusahatani. Mereka cenderung bersikap pasrah terhadap keadaan,
kurang adanya inisiatif untuk
mengembangkan usahatani khususnya usahatani Hutan Rakyat, sehingga kegiatan-kegiatan usahatani kurang terencana dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh Soekartawi (1986) bahwa salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani adalah pendidikan. Sejalan dengan pendapat Mardikanto (1993) bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Hasil pengamatan menunjukan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan dinamika kelompok. Tingkat pendidikan anggota kelompok yang rendah menyebabkan rendahnya dinamika kelompok terutama unsur (1)tujuan dan (2)kekompakan kelompok. Anggota kelompok yang tingkat pendidikannya rendah tidak mengerti tujuan kelompok yang sesungguhnya, karena alasan masuk kelompok hanya sekedar ikut-ikutan teman saja, dalam hal kekompakan kelompok kurang adanya kerjasama dalam kegiatan kelompok.
Pendidikan Non Formal Tampak bahwa hanya 25% responden yang mengikuti kegiatan pelatihan atau kursus yang terkait dengan kegiatan usahatani Hutan rakyat. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden rendahnya tingkat pendidikan non formal ini disebabkan karena tidak adanya keinginan untuk mengikuti kegiatan pelatihan karena merasa tidak mampu dan rendah diri, sebagian responden mengaku kurang informasi mengenai adanya kegiatan pelatihan atau kursus, dan beberapa orang responden menyatakan tidak adanya transportasi dan akomodasi untuk mengikuti
105
pelatihan. Sebagian lagi menyatakan karena kegiatan pelatihan pengelolaan hutan rakyat waktunya berbenturan dengan waktu untuk bertani. Dengan rendahnya tingkat pendidikan non formal tidak tampak adanya perubahan sikap, tindakan dan perilaku petani dalam berusahatani, mereka masih berusahatani secara tradisional dan otodidak. Menurut Tjondronegoro dalam Sastraatmaja (1986) bahwa pendidikan non formal merupakan perpaduan dari kegiatan mengubah minat atau keinginan, menyebarkan pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan sehingga diharapkan terjadinya perubahan perilaku (sikap, tindakan dan pengetahuan). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan non formal dengan dinamika kelompok. Bahwa rendahnya tingkat pendidikan non formal menyebabkan rendahnya dinamika kelompok dalam hal tujuan kelompok.
Jumlah Tanggungan Keluarga Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga responden anggota kelompok tani rata-rata memiliki 6 orang tanggungan keluarga, dengan kisaran antara 3.- 12 orang. Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi suatu keluarga ( Asdi, 1996). Dalam kegiatan berusahatani di lahan petani dibantu oleh istri dan anak-anak mereka seperti dalam kegiatan pemeliharaan dan penyiangan tanaman hutan rakyat. Dengan demikian maka jumlah tanggungan keluarga merupakan sumber daya manusia terutama dalam hal tenaga kerja pada usia produktif. Dikaitkan dengan dinamika kelompok dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa faktor jumlah tanggungan keluarga tidak memiliki hubungan dengan tingkat dinamika kelompok.
Luas Lahan Usahatani Dilihat dari luas lahan garapan yang diusahakan untuk pengelolaan hutan rakyat rata-rata 5000 m2. Luas lahan anggota kelompok tani terdiri atas lahan milik dan lahan garapan milik orang lain dengan sistem sewa atau pajak ditanggung oleh petani penggarap (lahan milik orang Jakarta dan Bogor). Petani yang memiliki lahan milik lebih banyak mengelola hutan rakyat dengan menanam sengon yang dibawah tegakannya ditanami tanaman sayur-sayuran seperti buncis,
106
kol, cabe, leunca, tomat, cabai. Sedangkan petani yang mengelola lahan garapan lebih sedikit menanam tanaman keras karena adanya rasa kekhawatiran apabila tanaman kayu sudah mendekati usia tebang lahan akan diambil oleh pemiliknya, apabila hal ini terjadi petani tidak dapat berbuat apa-apa. Padahal lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi sekaligus sebagai sumber kehidupan. Tanpa adanya ketersediaan lahan yang cukup, maka sulit bagi petani untuk mengembangkan produksi usahatani. Karena luas lahan merupakan faktor utama untuk memperbesar skala produksi usahatani yang akan dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara faktor luas lahan dengan dinamika kelompok terutama unsur tujuan kelompok. Anggota kelompok yang tidak memiliki lahan mempunyai tujuan masuk kelompok agar tetap dapat mengelola lahan hutan rakyat walaupun tidak memiliki lahan. Adanya pengetahuan anggota kelompok tentang nilai ekonomis tanaman keras (kayu) yang cukup tinggi serta merupakan investasi untuk kepentingan pendidikan anak mendorong petani untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan. Keterbatasan lahan hutan rakyat mendorong anggota kelompok untuk lebih intensif mengelola lahan hutan rakyat. Hasil dari hutan rakyat memiliki kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Pengalaman Berusahatani Ditinjau dari pengalaman berusahatani, khususnya usahatani hutan rakyat, responden petani termasuk kategori kurang berpengalaman. Mereka lebih berpengalaman dalam usahatani padi sawah dan tanaman sayur-sayuran atau hortikultura dibanding tanaman keras atau tanaman kayu-kayuan. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman berusahatani hutan rakyat rata-rata 3 tahun, dengan kisaran 1-5 tahun. Responden anggota kelompok tani yang mempunyai lahan milik lebih berpengalaman dalam usahatani hutan rakyat, mereka memanfaatkan tanah yang kosong dan tanah yang miring untuk ditanami tanaman kayu-kayuan untuk menjaga lingkungan agar tidak erosi. Secara ekonomi, anggota kelompok mengetahui nilai ekonomi tanaman kayu yang memiliki nilai jual tinggi dan merupakan investasi bagi pendidikan anak mereka. Secara ekologis mereka sudah menyadari bahwa tanaman keras akan mencegah banjir dan longsor, terutama
107
anggota kelompok tani yang tinggal di kampung Leuwisapi apabila terjadi musibah longsor kampungnya akan tertimbun lelongsoran dan mereka tidak tahu harus mengungsi kemana. Maka dari itu untuk menghindari dan mencegah kelongsoran di lahan miring mereka menanam tanaman keras. Seperti yang diungkapkan oleh Mosher (1986) bahwa pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi dan aktivasi petani dalam usahataninya. Dari hasil pengamatan terlihat adanya hubungan antar pengalaman berusahatani dengan dinamika kelompok. Sebagian besar anggota kelompok tani mengelola hutan rakyat atas dorongan dan kemauan sendiri. Bantuan dan arahan dari pihak pemberi program atau bantuan hanya bersifat pendorong bagi aktivitas usahatani hutan rakyat.
Lamanya Menjadi Anggota Lamanya menjadi anggota kelompok tani rata-rata 3 tahun, dengan kisaran 1-5 tahun. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa responden anggota kelompok tani telah memasuki kelompok tani selama rata-rata 3 tahun. Mereka rata-rata menjadi anggota kelompok tani sejak dibentuknya kelompok tani, sehingga mereka rata-rata sudah lama memasuki kelompok tani. Lamanya anggota kelompok tani terlibat di dalam kelompok tani akan berdampak pada pengalaman yang dimiliki sebagai anggota kelompok. Anggota kelompok tani yang sudah lama memasuki kelompok tani lebih merasakan pentingnya eksistensi kelompok tani dan manfaat kelompok tani dalam membantu meningkatkan hasil usahatani khususnya usahatani hutan rakyat. Terdapat hubungan antara lamanya menjadi anggota kelompok dengan dinamika kelompok. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
anggota
kelompok
menginginkan
agar
kelompoknya tetap ada walaupun bantuan program berakhir dan berharap kelompoknya bisa lebih maju.
Kekosmopolitan Sikap kekosmopolitan yang diartikan sebagai sifat-sifat keterbukaan petani terhadap dunia luar dan dapat dengan mudah menerima bentuk ide-ide baru dalam rangka pembaharuan. Menurut Everett M. Rogers dalam Abdillah Hanafi (1987),
108
inovasi adalah sebuah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi itu secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi (bagi orang itu). Pengertian baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui oleh seseorang beberapa waktu yang lalu (yaitu ketika ia kenal dengan ide itu) tetapi ia belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadapnya, apakah ia menerima atau menolaknya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hanya 25% petani yang bersifat terbuka terhadap dunia luar sedangkan 75% tertutup. Hal ini dapat dilihat dari frekwensi seringnya pergi keluar desa untuk mencari informasi yang berhubungan dengan usahatani hutan rakyat, seringnya melihat dan mendengarkan media elektronik seperti Televisi dan Radio sehubungan dengan usahatani hutan rakyat, seringnya membaca koran atau majalah terkait dengan informasi hutan rakyat. Hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekosmopolitan dengan dinamika kelompok. Hanya sebagian kecil anggota kelompok tani mengakses informasi melalui televisi, radio dan surat khabar. Sebagian besar anggota kelompok tani memperoleh informasi mengenai usahatani hutan rakyat dari sesama anggota kelompok. Sifat petani di pedesaan umumnya subsiten dan kurang peka terhadap inovasi baru.
Kasus Pada Kelompok Tani Bina Mandiri Hubungan antara Umur Dengan Dinamika Kelompok Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan antara umur dengan dinamika kelompok terutama dalam unsur tujuan dan struktur kelompok menunjukkan bahwa anggota kelompok yang berusia muda, akan membantu terwujudnya pengelolaan kelompok yang semakin baik. Sedangkan umur anggota kelompok yang sudah lanjut usia (tua) menunjukkan bahwa tujuan masuk menjadi anggota kelompok karena merasa segan dan ikut-ikutan teman, sehingga mereka tidak peduli dengan kemajuan kelompoknya. Berdasarkan wawancara dengan MS (70 tahun) diketahui bahwa beliau cenderung bersikap pasrah terhadap kegiatan kelompok, kurang adanya inisiatif untuk memajukan
109
kelompoknya, hal ini dipicu pula oleh latar belakang motivasi beliau masuk kelompok karena ajakan pak RT bukan karena motivasi dari dirinya sendiri. 73 Sikap dan alasan yang diutarakan oleh MS dan MZ tersebut menunjukkan sikap ketidakpedulian terhadap kelompok, tampak tidak adanya keinginan untuk memajukan kelompok
karena dipengaruhi oleh faktor umur yang sudah tua.
Ketika hal ini ditanyakan kepada anggota kelompok yang berusia muda, tampak adanya motivasi untuk membuat kelompok lebih maju dengan berusaha mengelola kelompok lebih baik lagi. 74 Hal yang sama diungkapkan oleh IS (33 tahun) mengungkapkan alasan masuk kelompok atas motivasi intern didorong oleh inisiatif untuk dapat memudahkan memperoleh informasi mengenai usahatani hutan rakyat. Dari pernyataan dua orang anggota kelompok tani yang berusia muda terlihat bahwa mereka memiliki semangat yang tinggi untuk memajukan kelompoknya dengan berusaha untuk berperan aktif dalam mengelola kegiatan kelompok. Dalam hal struktur kelompok, dalam pembagian peran, anggota kelompok yang berusia muda lebih aktif untuk terciptanya pengelolaan kelompok yang lebih baik, sedangkan yang berumur tua pasif dan tidak peduli terhadap kegiatan kelompok. Anggota kelompok yang berusia muda memiliki solidaritas yang tinggi untuk memajukan kelompok agar kelompok dapat lebih hidup dan dinamis. Sedangkan anggota kelompok yang berusia tua cenderung bersikap apatis dikarenakan kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk aktif mengelola kelompok. Alasan anggota kelompok aktif dalam kegiatan kelompok antara lain untuk mempererat tali silaturahmi, menjalin kerjasama antara sesama petani,
73 ”Saya mah ikut kelompok karena diajak oleh Pak RT katanya mau dikasih bantuan bibit sengon. Sekarang saya nggak aktif dalam kelompok jadi nggak tahu kegiatan kelompok itu ngapain saja. Pokoknya mah terserah sama pengurus dan anggota yang masih muda sajalah yang ngurusin kelompok mah. Saya ikut seneng kalau kelompok bisa maju, tapi karena saya sudah tua nggak bisa aktif, bertani saja saya sudah kecapean.” MS(70 tahun).Kasus serupa dialami oleh MZ (58 tahun) yang tidak mengerti apa tujuan kelompok yang sesungguhnya. ”Saya nggak tahu tujuan kelompok itu apa yaaa....Buat saya yang penting tetep bisa ngelola hutan rakyat saja, biarpun nggak punya uang. Karena saya sudah tua, nggak kuat lagi ikutikutan kegiatan kelompok.” 74
”Tujuan saya masuk kelompok ingin meningkatkan kesejahteraan keluarga, saya juga ingin supaya kelompok saya bisa maju seperti kelompok tani di desa lain bisa sering mendapat bantuan. Sekarang sih saya hanya bisa aktif dalam kegiatan kelompok. Saya selalu hadir dalam pertemuan kelompok. Saya berharap kelompok bisa maju walaupun tidak ada lagi bantuan.” UJ(33 tahun).
110
memperoleh informasi baru tentang teknis usahatani hutan rakyat serta menambah wawasan dan keterampilan dalam mengelola hutan rakyat 75.
Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Dinamika Kelompok Hasil pengamatan menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan dinamika kelompok. Tingkat pendidikan anggota kelompok yang rendah menyebabkan rendahnya dinamika kelompok terutama unsur tujuan dan kekompakan kelompok. Anggota kelompok yang tingkat pendidikannya rendah tidak mengerti tujuan kelompok yang sesungguhnya, karena alasan masuk kelompok hanya sekedar ikut-ikutan teman saja, dalam hal kekompakan kelompok kurang adanya kerjasama dalam kegiatan kelompok. ”Saya ditunjuk sebagai ketua kelompok tani Bina Mandiri bukan karena pintar, saya mah nggak sekolah tinggi, mungkin dipilih karena saya termasuk sesepuh di desa ini. Sebenernya saya minder takut nggak bisa mimpin anggota karena saya hanya tamatan SD. Makanya saya mah nggak pernah ikutan kalau ada kegiatan di kecamatan atau kabupaten. Percumalah kalau ikut juga nggak bakalan ngerti, saya bodoh. Untuk kemajuan kelompok saya serahin ke menantu saya saja. Terserah mau diapakan kelompok ini. Sekarang sih kegiatannya hanya ngelola hutan rakyat bantuan program saja. Bingung ya mau bikin kegiatan apa, saya nggak banyak informasi tentang hutan rakyat sih ya”. ”Saya ditunjuk sebagai ketua kelompok tani Bina Mandiri bukan karena pintar, saya mah nggak sekolah tinggi, mungkin dipilih karena saya termasuk sesepuh di desa ini. Sebenernya saya minder takut nggak bisa mimpin anggota karena saya hanya tamatan SD. Makanya saya mah nggak pernah ikutan kalau ada kegiatan di kecamatan atau kabupaten. Percumalah kalau ikut juga nggak bakalan ngerti, saya bodoh. Untuk kemajuan kelompok saya serahin ke menantu saya saja. Terserah mau diapakan kelompok ini. Sekarang sih kegiatannya hanya ngelola hutan rakyat bantuan program saja. Bingung ya mau bikin kegiatan apa, saya nggak banyak informasi tentang hutan rakyat sih ya.” YN (49 tahun).
Rendahnya tingkat pendidikan ketua dan tidak dimilikinya persyaratan sebagai pemimpin menimbulkan kevakuman kegiatan kelompok. Sebagian besar anggota kelompok merasa enggan untuk mengikuti kegiatan kursus ataupun pelatihan karena tidak mampu menyerap materi pelatihan yang disampaikan. 76 Dari dua kasus anggota kelompok tani tersebut diatas terlihat bahwa tingkat 75
Diolah dari hasil wawancar a dengan beberapa orang anggota kelompok tani Bina Mandiri, 25 Maret 2011. FJ(50 tahun) dan FH(60 tahun) mengemukakan sikap dan alasannya sebagai berikut:”Kita berdua nggak sekolah, SD saja nggak tamat. Jadi percumalah ikutan kegiatan pelatihan atau datang ke acara-acara pertemuan di luar desa mah. Buang-buang ongkos saja, kita mah buta huruf jadi nggak bakalan ngerti apa-apa. Pengen sih punya kelompok bisa maju kaya kelompok lain.Urusan kelompok mah kita pasrahin ke anggota yang muda-muda dan yang pendidikannya diatas kita saja. Kerjasama dalam kelompok kayanya kurang ya...karena rumah anggota pada jauh-jauh, jadi susah kerjasamanya. Paling juga kerjasama waktu perbaikan jembatan dan jalan.” 76
111
pendidikan yang rendah mempengaruhi rendahnya dinamika kelompok. Nampak dari sikap yang pasrah dan kurang semangat dalam memajukan kelompoknya. Pada anggota kelompok yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk memajukan kelompok yang dimasukinya. Diantara mereka ada yang lulusan sekolah dasar, menengah, maupun atas. Ada usaha untuk mempertahankan kelompok walaupun nanti bantuan berakhir dan akan mengusahakan supaya dapat memperoleh bantuan baik dari pemerintah maupun swasta. Dalam hal ini ditunjukkan bahawa soal tingkat pendidikan yang tinggi memotivasi mereka untuk memajukan kelompok hal ini didasari oleh tujuan masuk kelompok karena adanya keinginan untuk membuat kelompok yang dimasukinya lebih maju. Keinginan untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok cukup tinggi.
Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Dinamika Kelompok Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan non formal dengan dinamika kelompok. Bahwa rendahnya pendidikan non formal menyebabkan rendahnya dinamika kelompok dalam hal tujuan kelompok. Rendahnya tingkat pendidikan non formal serta rendahnya tingkat perekonomian anggota menjadi faktor penyebab tidak adanya partisipasi anggota dalam kegiatan pelatihan. Anggota tidak mampu mengaplikasikan materi pelatihan di lapangan. Anggota merasa buang-buang waktu, tenaga dan uang saja apabila ikut dalam kegiatan pelatihan usahatani. Mereka lebih memilih bertani secara tradisional yang diperoleh secara turun temurun dari orangtua. Anggota memberi kesempatan kepada anggota lain yang tingkat pendidikannya lebih tinggi. Melihat pengalaman dua orang anggota kelompok terlihat bahwa walaupun mendapat informasi baru dengan cara mengelola lahan, namun mereka tetap mengelola lahan secara tradisional berdasarkan pengalaman yang mereka miliki dengan keterbatasan peralatan yang ada. Anggota kelompok yang pernah mengikuti kegiatan pelatihan pengelolaan hutan rakyat merasakan banyak informasi baru yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Namun belum dapat
mengaplikasikannya di lapangan karena
keterbatasan dana dan peralatan untuk bertani. Pengurus kelompok selalu hadir
112
apabila ada kegiatan kursus maupun pelatihan dan selalu mengajak anggota untuk hadir. Tapi karena keterbatasan sarana dan prasarana maka untuk sementara informasi usahatani yang didapat belum bisa dipraktekan di kebun. 77 Salah satu anggota kelompok tani yang pernah mengikuti kegiatan pelatihan merasa manfaat dari kegiatan pelatihan namun karena tidak memiliki modal belum dapat menerapkan materi yang diperoleh di lapangan. Berdasarkan penuturan dua orang anggota tersebut, nampak bahwa pendidikan non formal dalam hal ini mengikuti kegiatan pelatihan sehubungan dengan pengelolaan hutan rakyat memiliki hubungan dengan dinamika kelompok. Karena keterbatasan finansial anggota kelompok tani tidak dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dari kegiatan pelatihan. Dengan demikian anggota kelompok tani tetap bertani secara tradisional berdasarkan pengalaman yang dimiliki.
Hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan dinamika kelompok Anggota Kelompok Tani Bina Mandiri rata-rata memiliki jumlah tanggungan sebanyak 6 orang. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga tidak mempengaruhi dinamika kelompok. Anak-anak dan istri tidak banyak membantu dalam pengelolaan hutan rakyat. Sebagian besar anak-anak masih duduk di bangku sekolah berpendidikan SD dan SMP sehingga tidak memiliki waktu untuk bertani, sedangkan istri sibuk di dapur. Walaupun anggota kelompok tani memiliki banyak tanggungan keluarga namun mereka tidak produktif di kebun karena mempunyai kegiatan di sekolah. 78 Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota kelompok tampak bahwa tidak ada hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan dinamika kelompok. Karena masing-masing anggota keluarga mempunyai kegiatan masing-masing. Waktu
77
Seperti yang dikemukakan oleh IS (33 tahun): ”Setiap ada kegiatan pelatihan baik itu di tingkat kecamatan atau kabupaten saya selalu hadir. Banyak manfaat yang saya dapat. Tapi sayangnya saya nggak bisa mempraktekan di lahan hutan rakyat. Karena tidak ada modal dan peralatan yang memadai. Tapi nggak apaapa sih, yang penting dapat ilmunya dulu, sambil menabung untuk modal ngelola lahan hutan rakyat sesuai dengan yang disampaikan dalam pelatihan.” 78
”Saya punya tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan. Yang tiga sekolah di SD, yang dua lagi umur 4 tahun sama 5 tahun. Kalau libur hari minggu kadang-kadang anak-anak ikut bantu-bantu di kebun apalagi kalau lagi panen sayuran mereka seneng ikut-ikutan kerja di kebun. Istri saya kadang-kadang suka ke kebun, tapi lebih sering diam di rumah. Jadi biarpun punya tanggungan keluarga banyak, tapi jarang membantu bertani.” ED (57 tahun).
113
mereka sudah habis untuk sekolah. Mereka hanya sekali-kali saja ikut bertani karena sudah lelah sekolah.
Hubungan antara luas lahan dengan dinamika kelompok tani Hasil analisa dari data dan pengamatan lapang menunjukkan bahwa anggota kelompok luas lahan tersempit adalah 0,25 hektar dan terluas adalah 2,8 hektar. Anggota kelompok tani di kampung Nangeleng sebagian besar tidak memiliki lahan. Anggota kelompok tani yang memiliki lahan luas merupakan tengkulak kaya di kampung Nangeleng. Terdapat hubungan antara luas lahan dengan dinamika kelompok. Anggota kelompok tani yang memiliki lahan lebih luas akan lebih inovatif dalam mengelola usahataninya. Semakin luas lahan semakin besar pula potensi hasil usahataninya, sehingga semakin besar keuntungan yang akan didapat saat panen tiba. Sebagian besar anggota kelompok yang tidak memiliki lahan bertujuan masuk kelompok agar tetap dapat mengelola lahan. Begitu pula anggota kelompok yang hanya memiliki lahan sempit yang digunakan untuk menanam sayur-sayuran, masuk kelompok dengan tujuan agar dapat mengelola lahan hutan rakyat. Keterbatasan lahan anggota kelompok mendorong anggota untuk menanam berbagai jenis tanaman dalam satu luasan lahan dengan mempertimbangan waktu panen yang lebih cepat dan memilih bibit tanaman yang murah. Anggota kelompok yang memiliki lahan luas merupakan tengkulak kaya di kampung Nangeleng lebih semangat dalam mengelola lahan demi meraih keuntungan yang tinggi. NZ (58 tahun) salah seorang tengkulak kaya di kampung Nangeleng menyatakan: ”Saya punya lahan 2,8 hektar, saya serahkan anggota kelompok untuk ngelola lahan hutan rakyat. Yang penting lahan ada yang ngurus dan ngelola. Kalau dikelola kelompok khan lebih baik karena ada ilmu baru hasil dari pelatihan usahatani hutan rakyat dan ada kerjasama. Berharap hasil panennya semakin baik. Karena saya ga bisa ngelola lahan sendiri yang lumayan luas. Saya harap kelompok bisa bertahan dan makin maju.” Motivasi yang tinggi dalam usahatani hutan rakyat adalah motif ekonomi untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
114
Hubungan antara pengalaman berusahatani dengan dinamika kelompok Dari hasil pengamatan terlihat tidak adanya hubungan antar pengalaman berusahatani dengan dinamika kelompok. Anggota kelompok tani yang mempunyai lahan milik lebih berpengalaman dalam usahatani hutan rakyat. Mereka memanfaatkan tanah yang kosong dan tanah yang miring untuk ditanami tanaman kayu-kayuan untuk menjaga lingkungan agar tidak erosi. 79 Tampak ada kesadaran untuk menanam tanaman kayu disamping untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi juga menjaga agar tanah miring tidak longsor. Sebagian anggota kelompok memperoleh pengalaman mengelola lahan hutan rakyat setelah masuk menjadi anggota kelompok. Tampak bahwa pengalaman anggota kelompok tani rata-rata 3 tahun, sehingga mayoritas anggota kelompok sudah memiliki pengalaman usahatani hutan rakyat. Pengalaman yang diperoleh melalui proses belajar dalam kelompok dapat meningkatkan keberhasilan dan kemajuan usahatani di waktu yang akan datang. Pengalaman yang dimiliki anggota kelompok mempunyai peran dalam mendinamiskan kegiatan produktif anggota kelompok tani dalam memanfaatkan sumberdaya lahan.
Hubungan antara lamanya menjadi anggota dengan dinamika kelompok. Terdapat hubungan antara lamanya menjadi anggota kelompok dengan dinamika kelompok. Semakin lama menjadi anggota kelompok maka semakin banyak partisipasi dalam kegiatan kelompok maka akan mempermudah mencapai tujuan kelompok. Rata-rata anggota kelompok masuk menjadi anggota kelompok sejak terbentuknya kelompok tani. Sebagian anggota kelompok aktif dalam kegiatan kelompok karena mempunyai persepsi bahwa kalau bukan anggota siapa yang akan memajukan kelompok. Pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam mengelola hutan rakyat semakin bertambah dengan terciptanya jalinan interaksi antar sesama angota
79
”Alhamdulillah saya punya lahan seluas 2,8 hektar yang dikelola oleh kelompok tani Bina Mandiri untuk usahatani hutan rakyat bantuan program GRLK. Sebelum ada program pemerintah memang saya sudah nanam tanaman kayu-kayuan tapi Cuma sedikit saja. Karena saya tahu kalau banyak tanaman kayu akan mencegah banjir dan longsor. Selain itu hasil dari tanaman kayu lumayan untungnya gede bisa buat modal untuk nyekolahin anak-anak. Karena lahan saya luas saya serahin ke kelompok untuk ngelolanya. Pasti akan lebih baik hasilnya, daripada saya kelola sendiri.” NZ (58 tahun).
115
kelompok, anggota kelompok dengan kelompok serta anggota kelompok dengan kegiatan pelatihan yang pernah diikutinya.
Hubungan antara kekosmopolitan dengan dinamika kelompok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekosmopolitan dan dinamika kelompok. Kekosmopolitan dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan serta pemanfaatan media massa seperti televisi, radio, koran dan majalah. Sebagian besar anggota kelompok tertutup terhadap dunia luar karena keterbatasan ekonomi dan rendahnya tingkat pendidikan. Anggota kelompok jarang pergi ke luar desa untuk mencari informasi mengenai usahatani hutan rakyat dan jarang sekali mendengarkan informasi mengenai usahatani hutan rakyat yang disiarkan di televisi dan radio. Alasan yang mendasari keengganan untuk terlibat dalam pelatihan karena mereka tidak memiliki uang untuk transport ke luar desa, dan mereka tidak tertarik siaran mengenai hutan rakyat yang disiarkan media elektronik karena keterbatasan kemampuan mereka dalam menangkap informasi dan inovasi tersebut. Selain
itu,
keengganan
masyarakat
juga
dilatarbelakangi
oleh
ketidakfahaman bahasa dan materi pelatihan, sehingga pasca pelatihan materimateri yang didapatkan tidak dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menjadi satu catatan kritis atas kerja-kerja pemberdayaan masyarakat pedesaan yang banyak dilakukan oleh kalangan terdidik yang masih memakai kacamata dan bahasa menurut pemahaman mereka sendiri, dan kecenderungan mengabaikan sensitifitas mereka akan kondisi lokal masyarakat yang dihadapi. Sehingga
pada
gilirannya
mempengaruhi
tingkat
keberhasilan
tujuan
pemberdayaan masyarakat. Sifat-sifat pelatihan ”top down” semacam inilah yang dikritik oleh Sajogyo (2009) sebagai hal yang mengabaikan suara dari bawah. 80
80
Selaras dengan pandangan Chambers (1987) yang menyatakan bahwa pembangunan pedesaan mesti mendahulukan suara dan mengutamakan potensi dari bawah atau kelompok yang paling terbelakang (putting the last first). Lihat, Robert Chamber Pembangunan Desa Mulai dari Belakang, Jakarta, LP3ES.
116
Kasus Pada Kelompok Tani Puspa Mandiri Hubungan Antara Umur Dengan Dinamika Kelompok Umur yang relatif tua mempengaruhi rendahnya dinamika kelompok. Menurut KM (50 tahun) kondisi fisik yang cepat lelah dan mudah sakit, karena faktor usia menjadi alasan ketidakikutsertaannya dalam kegiatan kursus maupun pelatihan terkait usahatani hutan rakyat. Masalah kondisi kesehatan menjadi alasan kurangnya partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok. Dapat dikatakan bahwa tidak adanya semangat dan keinginan untuk mengurus dan memajukan kelompoknya karena secara fisik mereka sudah tidak mampu aktif dalam kegiatan kelompok.
Hubungan Antara Pendidikan dengan Dinamika Kelompok Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya tingkat dinamika kelompok yaitu tingkat pendidikan yang rendah. Dua orang anggota kelompok yang hanya tamatan SD krisis percaya diri apabila diundang untuk mengikuti kegiatan pelatihan. Rendahnya tingkat pendidikan menimbulkan sikap minder petani dalam menghadapi pihak pemberi program dan memberi kesempatan kepada anggota yang berpendidikan lebih tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan mempengaruhi sikap mereka terhadap kelompok. Secara psikologis karena pendidikan rendah menimbulkan sikap rendah diri dan tidak peduli terhadap kegiatan kelompok.
Hubungan antara luas lahan dengan dinamika kelompok Lahan dan manusia memiliki hubungan yang erat, seperti yang dikemukakan oleh Wiradi (1996) melihat lahan sebagai sesuatu yang memberikan kesempatan kerja bagi semua warga. Disamping itu setiap komunitas memperoleh peluang untuk turut menikmati, bagaimanapun sedikitnya hasil lahan itu (Geertz, 1970). Sebagian besar anggota kelompok tani Puspa Mandiri tidak memiliki lahan, hanya beberapa orang saja yang memiliki lahan sempit 0,25 hektar yang banyak ditanami tanaman sayur-sayuran. Ketidakmampuan memiliki lahan mendorong petani masuk ke dalam kelompok dengan tujuan agar bisa mengelola
117
lahan hutan rakyat bantuan program. 81 Tujuan anggota kelompok masuk dalam kelompok agar tetap dapat mengelola lahan sudah tercapai. Karena himpitan ekonomi, mereka giat mengelola lahan kelompok. Sebagian anggota yang memiliki lahan sempit mengakui memiliki semangat yang tinggi untuk memanfaatkan lahan sempit yang digunakan semaksimal mungkin untuk usahatani tanaman sayur-sayuran. Salah satu faktor pembatas dalam pengelolaan hutan rakyat adalah kepemilikan lahan yang rata-rata sempit mendorong petani untuk mengelola lahan hutan rakyat lebih intensif dengan pemilihan jenis-jenis tanaman yang komersial dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup seharihari diperoleh dari hasil panen tanaman sayur-sayuran sedangkan untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang seperti pendidikan dan investasi rumah tangga diperoleh dari hasil tanaman keras (kayu). Sempitnya lahan menimbulkan keterbatasan dalam mengelola usahatani. Menurut Rogers (2003) dan Leuwis (2004), anggota kelompok tani yang memiliki lahan yang lebih luas akan lebih inovatif dalam mengelola usahataninya.
Hubungan antara pengalaman berusahatani dengan dinamika kelompok Anggota kelompok tani memiliki pengalaman berusahatani hutan rakyat sejak bergabung dalam kelompok tani. Anggota lebih berpengalaman dalam usahatani pertanian yang diperoleh dari orangtua. Pengalaman merupakan guru yang terbaik bagi anggota kelompok tani. Pengalaman yang dimilik petani memudahkan untuk menerima inovasi teknologi karena anggota bisa mencoba dan membuktikannya sendiri.
Hubungan antara lamanya menjadi anggota kelompok dengan dinamika kelompok Rata-rata lamanya menjadi anggota kelompok sejak dibentuknya kelompok tani. Lamanya anggota kelompok bergabung dengan kelompok maka anggota akan semakin mengerti dengan kegiatan kelompok dan mempermudah dalam mencapai tujuan kelompok. 81
“Saya mah miskin nggak punya lahan. Jangankan untuk beli lahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja pinjam uang sama tengkulak. Sekarang saya ngelola lahan kelompok. Itu juga maksud dan tujuan saya masuk kelompok supaya bisa ngelola lahan.” MM,(50 tahun).
118
Hubungan antara kekosmopolitan dengan dinamika kelompok Menurut Mardikanto (1993), kekosmopolitan dicirikan oleh frekwensi dan jarak perjalanan serta pemanfaatan media massa. Mayoritas anggota kelompok tani Puspa Mandiri belum terbuka terhadap berbagai inovasi dan informasi usahatani. Anggota jarang pergi ke luar desa untuk mencari informasi terkait usahatani hutan rakyat dan mereka menganggap hal itu tidak penting. Anggota kelompok tani Puspa Mandiri masih tertutup dan terkungkung hal ini karena tingkat kemiskinan yang tinggi.
4.1.4.Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor diluar kelompok tani yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kelompok tani. Dalam penelitian ini factor ekternal yang diteliti yaitu kepemimpinan dan usia kelompok tani. Hasil pengamatan terhadap kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri mengungkapkan bahwa selain karakteristik individu anggota kelompok tani berhubungan dengan dinamika kelompok, ada karakteristik kelompok tani yang terkait erat dengan dinamika kelompok yaitu aspek kepemimpinan dan usia kelompok tani. Menurut Soekanto (1990), orang-orang yang menjadi anggota kelompok, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan kemampuan tersebut akan memunculkan pembagian tugas dan wewenang
yang
berbeda-beda
pula.
Perbedaan
kemampuan
tersebut
memunculkan adanya pemimpin dan anggota kelompok. Kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praktekpraktek kepemimpinan yang terjadi dalam kelompok tani, mekanisme pemilihan peminpin, keaktifan pemimpin dalam kelompok. Usia kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya kelompok tani dapat bertahan hidup dari saat awal terbentuknya sampai saat penelitian dilakukan. Pembahasan mengenai aspek kepemimpinan dan usia kelompok tani disajikan dalam uraian berikut.
119
Kasus Pada Kelompok Tani Bina Mandiri Kepemimpinan pengurus pada kelompok tani Bina Mandiri tergolong rendah ditandai oleh pemimpin ditentukan oleh musyawarah anggota dan petugas, sifat kepemimpinan tertutup, keputusan diambil oleh ketua kelompok, tidak ada persyaratan bagi pemimpin, pemimpin kurang aktif. Proses kepemimpinan dalam kelompok tani masih belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh anggota. Peran pemimpin dan pengurus kelompok relatif masih lemah dimana peran dengan mudah dapat digantikan sesuai dengan kebutuhan kelompok. Kemampuan dan persyaratan yang harus dimiliki oleh pemimpin dan pengurus kelompok belum tampak pada kelompok tani Bina Mandiri. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan pemilihan ketua dan pengurus kelompok yang dipilih berdasarkan kesepakatan dan musyawarah anggota kelompok dalam pertemuan kelompok. Pemimpin atau ketua kelompok tani dipilih karena latar belakang ketua sebagai salah satu sesepuh yang kharismatik di kampung Nangeleng yang juga masih keturunan eyang Cimande. Demikian pula pengurus kelompok yang terdiri dari sekretaris dan bendahara dipilih karena kedekatan hubungan dengan ketua kelompok. Persoalan kedekatan hubungan yang menjadi dasar bagi pemilihan pengurus banyak diceritakan oleh warga di desa Lemahduhur. Pemilihan ketua dan pengurus kelompok tani Bina Mandiri berdasarkan musyawarah anggota dalam pertemuan kelompok. Terpilihnya ketua, juga karena tidak ada yang bersedia. Alasan pemilihan ketua juga di dasarkan karena jabatan tertentu di administrasi desa atau karena sesepuh atau tokoh masyarakat kampung/desa. Tapi kadang juga karena ada ikatan keluarga. Berdasarkan beragam argumen pemilihan pengurus tersebut tampak bahwa belum ada kemampuan dan kepandaian yang harus dimiliki oleh pemimpin untuk mengatur dan menggerakkan anggota. Ketua dan pengurus kelompok dipilih oleh anggota karena status dan kedudukannya di kampung Nangeleng. Dapat dikatakan bahwa peran ketua dan pengurus dapat dengan mudah digantikan oleh orang lain. Seperti pada saat dilakukan penelitian, dalam kelompok tani peran sekretaris digantikan oleh bendahara karena sekretaris baru saja dikeluarkan dalam kelompok karena telah terjadi konflik intern dalam kelompok tani Bina Mandiri. Demikian pula peran ketua dapat dengan mudah
120
digantikan oleh bendahara terutama kegiatan kelompok yang harus berhubungan dengan pihak program atau orang luar. Dikarenakan ketidakmampuan anggota untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak luar. Karena pemimpin tidak memiliki kepandaian untuk mengatur dan menggerakkan anggota, bijaksana dalam menyelesaikan konflik kelompok. Pemimpin dan pengurus kelompok harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan perannya yang menentukan keaktifan mengurus kelompok, karena hidup matinya kelompok bergantung pada pengurus yang mampu berfungsi sesuai perannya sebagai penggerak utama yang menghidupkan kelompok yang dipimpinnya. Sehingga kelompok menjadi lebih dinamis. Usia kelompok tani Bina Mandiri termasuk kategori muda. Kelompok Tani Bina Mandiri dibentuk pada tahun 2007 oleh Departemen Kehutanan pada saat diselenggarakan program Gerhan (Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis). Pembentukan kelompok tani oleh pemerintah terjadi karena adanya asumsi pemerintah
bahwa kelembagaan tradisional
lemah sehingga pemerintah
membentuk kelompok tani kepada masyarakat desa dengan bentuk dan pola yang seragam. Dalam proses pembentukannya pemerintah mengabaikan prakarsa masyarakat dan tidak memperhatikan kondisi lingkungan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelompok tani Bina Mandiri, pembentukan kelompok tani didorong oleh adanya anjuran dari petugas pemberi bantuan program. Petugas pemberi bantuan melupakan kelemahan dan keterbatasan anggota kelompok tani. Hal ini menimbulkan ketergantungan sehingga menyebabkan anggota tidak dapat memaksimalkan kemampuannya yang pada akhirnya menimbulkan kejenuhan anggota karena kekosongan kegiatan kelompok. Tampak dari keanggotaan kelompok yang mengalami pengurangan. Pada saat kelompok tani dibentuk kelompok tani Bina Mandiri memiliki 70 orang anggota, seiring dengan waktu anggota kelompok berkurang. Pada saat dilakukan penelitian jumlah anggota kelompok tani Bina Mandiri adalah 30 orang. Beragam alasan dikemukakan oleh masyarakat di desa Lemahduhur terkait dengan persoalan pengurangan jumlah anggota kelompok tani Bina Mandiri. Salah satunya terkait dengan persolan rutinitas yang menjadi membosankan, tidak ada kontribusi ekonomi bagi
121
kebutuhan mereka sehar-hari, konflik pribadi, kecurigaan satu dengan lainnya yang menyebabkan ketidakkompakan sebagai satu kelompok tani. ”Biasalah pada waktu akan dibentuk kelompok banyak warga yang berminat menjadi anggota kelompok. Terdaftar ada 70 orang anggota kelompok. Soalnya anggapan mereka pasti akan dapat bantuan berupa uang. Keanggotaan kelompok terbuka buat siapa aja yang penting warga tinggal di kampung Nangeleng. Lama-lama jumlah anggota berkurang sedikit sedikit, sekarang tinggal 30 orang. Mungkin pada bosen ya, soalnya kegiatan kelompok hanya itu-itu aja”. Begitu juga pengakuan IS (33 tahun) bendahara kelompok :”Jumlah anggota makin berkurang, dari 70 orang sekarang tinggal 30 orang saja. Keliatannya mereka udah bosen karena kegiatan kelompok hanya pertemuan itu juga nggak rutin, sama kegiatan ngelola lahan saja. Makanya mereka bosen terus keluar dari kelompok. Mungkin kalau denger mau ada bantuan lagi pasti pada masuk kelompok lagi. Biasanya memang gitu, kalau ada bantuan mereka semangat karena berharap dapat uang.” YN (49 tahun). Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan anggota yang sudah keluar dari kelompok diketahui faktor penyebab keluar dari keanggotaan kelompok karena jenuh dengan kekosongan kegiatan kelompok dan adanya konflik intern dalam kelompok. Aktivitas kelompok merupakan nyawa dan kehidupan kelompok. Terlihat adanya kecurigaan dan fitnah dalam kelompok ketika bantuan program turun. Sebagian dari anggota menginginkan agar bantuan langsung diberikan kepada anggota saja tidak melalui ketua dan pengurus kelompok. Sedangkan anggota yang masih bertahan dalam kelompok merasakan pentingnya kehidupan berkelompok karena mereka beranggapan bahwa kelompok merupakan wadah kerjasama dan ajang silaturahmi para petani. Dengan adanya kelompok anggota tetap bisa mengelola lahan walaupun tidak memiliki lahan. Selain itu kekerabatan yang terjalin dalam sebuah kelompok tani juga ditentukan oleh adanya kontribusi ekonomi yang didapatkan secara bersama-sama dari program kelompok. Namun demikian, tidak semua anggota kelompok tidak bertujuan untuk mendapatkan input ekonomi, sebab yang menjadi motivasi dan latarbelakang keikutsertaan dalam kelompok ingin membangun silaturrahmi dan menambah jalinan persaudaraan. 82 Beragam maksud dan tujuan anggota yang beragam mesti
82
Penuturan MS (50 tahun) mengenai keinginannya agar kelompok tetap bertahan dan bisa maju.”Sesuai dengan tujuan saya masuk kelompok supaya dapat bantuan dan tetep bisa ngelola lahan karena saya nggak
122
diwadahi dalam kepentingan kelompok, sebab jika tidak sesuai dengan apa yang diharapkan maka mereka akan keluar dari kelompok. Apabila anggota yang keluar dalam jumlah yang besar memungkinkan kelompok tani akan bubar. Hal ini selaras dengan pandangan Soekanto yang menyatakan bahwa masyarakat melakukan kegiatan kelompok atas dasar beragam motif dan tujuan baik, ekonomi, sosial maupun politik. (Soekanto, 1990). Dan hal inilah yang menjadi perekat sosial dalam kelompok yang pada gilirannya dapat menentukan lama tidaknya seorang anggota kelompok akan tetap terlibat dalam kegiatan kelompok tersebut.
Kasus Pada Kelompok Tani Puspa Mandiri Pada kelompok tani Puspa Mandiri kepemimpinan termasuk kategori tinggi yang dicirikan oleh pemimpin ditentukan oleh anggota, sifat kepemimpinan terbuka, keputusan diambil berdasarkan musyawarah anggota, pemimpin aktif dan kepatuhan anggota tinggi. Pak BD (41 tahun) ketua kelompok tani merupakan pendatang dari Sumatera Selatan dipilih menjadi ketua kelompok berdasarkan hasil kesepakatan kelompok pada pertemuan kelompok. Alasan dipilihnya BD sebagai ketua kelompok karena pengalamannya dalam berorganisasi. Sebelum menjadi ketua kelompok BD pernah aktif dalam SPP dan Pamhutswakarsa. Terbentuknya kelompok tani Puspa Mandiri atas inisiatif warga yang dipelopori oleh BD. Keinginan BD untuk membentuk kelompok tani karena melihat kelompok tani di desa lain yang maju dan sering mendapatkan bantuan. Dengan adanya kelompok memudahkan pihak luar dalam memberikan bantuan dan program usahatani. BD sebagai pendatang yang sudah bermukim di kampung Leuwisapi karena menikah dengan warga setempat merasa segan dijadikan ketua kelompok, sepantasnya yang memimpin kelompok adalah warga asli desa Lemahduhur. Dalam kepemimpinan BD ada yang pro dan kontra bahkan timbul fitnah dalam kelompok ketika bantuan turun. 83 Walaupun ketua kelompok
punya lahan. Makanya sampai sekarang saya tetap jadi anggota kelompok. Biarpun kegiatan kelompok hanya sedikit sekali dan ngebosenin, tapi ada manfaatnya juga. Bisa menjalin kerjasama, tetep ada silaturahmi juga lebih mudah dapat informasi. Pokoknya saya mau tetap jadi anggota selama kelompok tani tetap ada. Mudahmudahan bertahan lama nggak bubar dan mudaha-mudahan sering dapat bantuan program.” 83 Seperti yang diceritakan oleh BD (41 tahun):“Saya juga tahu kalau saya difitnah yang nggak-nggak oleh beberapa orang anggota, dikiranya saya nyelewengin uang kelompok. Yah, nggak mungkinlah saya berbuat
123
mendapat tekanan psikologis dari anggota kelompok, tetap bersikap loyal terhadap kelompok yang dibentuk atas inisiatifnya. Kelompok tani Puspa Mandiri yang dibentuk pada tahun 2009 secara bottom up atas inisiatif beberapa warga petani kampung Nangeleng tergolong berusia relatif muda. Mudanya usia kelompok identik dengan masih sedikitnya pengalaman yang dimiliki oleh anggota kelompok dalam mengelola kelompok. Namun, latar belakang organisasi yang dimiliki ketua kelompok yang pernah tergabung dalam Pamhutswakarsa dan SPKP mendorong keinginan pengurus untuk menghidupkan kegiatan kelompok dan menjadikan kelompok dinamis. Dari hasil wawancara penulis dengan ketua kelompok tani Puspa Mandiri, BD (41 Tahun), walaupun kelompok tani relatif masih muda dan minim pengalaman namun dengan latar belakang pengalaman ketua dalam berorganisasi mampu mendinamiskan kelompok dengan giat menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah dan swasta.
4.1.5. Ikhtisar Dinamika kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri termasuk kategori rendah dilihat dari rendahnya kedelapan unsur dinamika kelompok, yaitu: Tujuan, Struktur, Fungsi Tugas, Pembinaan dan Pemeliharaan, Kekompakan, Suasana Kelompok, Tekanan Pada Kelompok, dan Efektivitas Kelompok. Kedua kelompok yang diteliti menunjukkan profil yang berbeda ditinjau dari delapan unsur dinamika tersebut. Tujuan Kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri merupakan hasil kesepakatan bersama melalui musyawarah anggota kelompok tani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan kelompok tani masih tergolong rendah, terlihat dari : 1)Belum adanya tujuan secara spesifik terkait dengan halhal yang ingin dicapai oleh kelompok. 2) Belum adanya perumusan tujuan secara tertulis serta tidak adanya rencana kegiatan atau rencana kerja kelompok secara tertulis. Tujuan kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri kurang jelas dan kurang disosialisasikan sehingga anggota kurang memahami macam-macam apalagi yang berhubungan dengan keuangan kelompok, masalah yang sangat sensitive. Saya sadar sebagai pendatang, nggak boleh neko-neko, bisa-bisa saya diusir dari kampung Leuwisapi.”
124
tujuan kelompok yang diikutinya. Tujuan kedua kelompok ini kurang relevan dengan
tujuan
anggota.
Kedua
kelompok
belum
mempunyai
rencana
kerja/rencana kegiatan kelompok yang dapat dijadikan pedoman dalam berusahatani hutan rakyat. Struktur kelompok tani Bina Mandiri tidak tertulis sehingga anggota kurang memahami struktur organisasi kelompok yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Sedangkan struktur organisasi kelompok tani Puspa Mandiri sudah tertulis dan sudah disahkan oleh SK Kepala Desa Lemahduhur. Namun hubungan struktural kedua kelompok yang diteliti ini kurang berfungsi sebagaimana mestinya sehingga pembagian tugas tidak proporsional. Dalam kelompok tani Puspa Mandiri ketua lebih dominan dimana tugas sekretaris dan bendahara dikerjakan semua oleh ketua. Dalam kelompok tani Bina Mandiri, tugas ketua terutama yang berhubungan dengan pihak program diwakilkan kepada Bendahara kelompoknya. Sedangkan tugas sekretaris dikerjakan oleh ketua kelompok tani Puspa Mandiri. Nampak bahwa ketua kelompok belum mampu menjalankan
peranan
sebagai
pemimpin
sehingga
pemimpin
kurang
mengembangkan tanggungjawab sekretaris, bendahara dan anggota kelompok. Belum ada pelimpahan wewenang karena kurang didistribusikan dengan baik, sehingga kekuasaan yang dijalankan tidak proporsional. Dalam hal manajemen (pengelolaan) kelompok, kelompok tani Bina Mandiri lebih tradisional dan konvensional sedangkan kelompok tani Puspa Mandiri selangkah lebih maju, karena sudah mulai mengusahakan adanya dokumen-dokumen tertulis. Fungsi Tugas Kelompok hanya berfungsi sebagai penghimpun informasi. Terlihat dari hasil pengamatan bahwa kelompok hanya sebagai penghubung antara pihak program(proyek) dengan anggota kelompok. Anggota kurang memiliki prakarsa dan tidak memiliki inisiatif dan partisipasi dalam kegiatan kelompok. Sehingga kelompok kurang berperan sebagai wadah kerjasama petani. Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok, dari segi frekwensi waktu sangat terbatas. Tidak ada jadwal pasti untuk penyuluhan dan pertemuan kelompok. Penyuluhan akan dilakukan apabila dibutuhkan oleh petani. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa pembinaan partisipasi anggota kurang intensif dimana
125
sosialisasi kegiatan masih sangat terbatas. Tidak semua anggota kelompok mengetahui dan aktif dalam kegitan kelompok. Belum ada pembinaan hubungan yang harmonis antara kelompok dengan pihak program dan penyuluh. Pada umumnya tidak terlihat adanya upaya dari kelompok dalam menjaga kehidupan berkelompok. Tidak ada upaya kelompok untuk menumbuhkan partisipasi anggota dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Kurangnya partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok disebabkan pada saat diadakannya kegiatan kelompok kadang-kadang terbentur dengan kegiatan lain sehingga anggota tidak dapat terlibat dalam kegiatan kelompok tersebut. Pada kelompok tani Bina Mandiri pertemuan kelompok jarang diadakan. Pertemuan kelompok akan diadakan apabila diperlukan oleh petugas atau penyuluh yang berkepentingan dengan program. Sehingga apabila tidak ada penyuluhan maka tidak ada pertemuan kelompok. Pada Kelompok tani Puspa Mandiri pertemuan kelompok diadakan rutin satu bulan sekali, yang diadakan setelah pengajian bulanan bertempat di madrasah kampung Leuwisapi. Kekompakan kelompok, belum terwujud kesatuan dan persatuan kelompok dimana kebersamaan kelompok dan kerjasama kelompok masih rendah. Hanya terjadi kerjasama diantara anggota kelompok yang memiliki kepentingan yang sama yang terjadi secara insidentil. Identifikasi keanggotaan belum dilaksanakan sehingga ada anggota yang tidak tahu bahwa dirinya adalah anggota dari kelompok tani jadi hanya terdaftar namanya saja dalam kelompok untuk memenuhi persyaratan turunnya bantuan program. Sedangkan anggota pasif dalam kegiatan kelompok. Tekanan kelompok muncul dari dalam kelompok dan dari luar kelompok. Konflik internal dalam kelompok terjadi antar sesama anggota. Juga muncul fitnah dan rasa curiga anggota kelompok terhadap ketua kelompok terutama apabila bantuan program turun atau uang bantuan cair. Penerapan sangsi dalam kelompok kurang tegas sehingga konflik internal tidak dapat diselesaikan dalam kelompok. Muncul konflik eksternal dengan adanya persaingan tidak sehat antara kedua kelompok tani yang diteliti dengan kelompok tani Berkah yang juga sebagai Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di desa Lemahduhur. Tekanan luar
126
juga datang dari tengkulak. Kegiatan kelompok lebih statis karena kepemimpinan lebih dominan dan otoriter. Efektivitas Kelompok, belum terlihat produktivitas dan hasil hutan rakyat bantuan program, karena baru berjalan selama satu tahun setengah, sedangkan masa panen tanaman sengon adalah 5 tahun. Efektifitas kelompok tergolong rendah terlihat dari adanya rasa ketidakpuasaan anggota terhadap kegiatan kelompok, timbul rasa tidak senang diantara sesama anggota. Timbulnya ketidaksukaan dan kekesalan diantara sesama anggota karena adanya anggapan terjadinya ketidakadilan dalam pembagian bantuan program. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa anggota kurang memiliki semangat dan kesungguhan dalam berusahatani hutan rakyat karena salah satunya disebabkan karena tidak adanya dana bantuan untuk pemeliharaan. Faktor-faktor karakteristik anggota kelompok tani yang mempengaruhi tingkat dinamika kelompok terutama unsur tujuan, struktur dan kekompakan kelompok adalah karakteristik umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusahatani dan luas .lahan. Umur yang relatif tua mempengaruhi rendahnya dinamika kelompok. Sedangkan tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi rendahnya dinamika kelompok. Faktor- faktor lainnya yang diteliti yaitu lamanya menjadi anggota kelompok tani dan kekosmopolitan tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan tingkat dinamika kelompok tani. Karakteristik kelompok tani lainnya yang memiliki ikatan erat dengan dinamika
kelompok
yaitu
aspek
kepemimpinan
dan
usia
kelompok.
Kepemimpinan pada kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri belum memenuhi persyaratan minimal sebagai pemimpin dimana pemimpin kelompok belum memiliki kepandaian untuk mengatur kelompoknya. Lemahnya kemampuan pemimpin kelompok untuk mengelola kelompoknya. Kepemimpinan
pengurus
dan
pengelolaan
kelompok
yang
baik
dapat
mempengaruhi keefektifan kelompok dan mendorong dinamisnya kelompok. Seperti yang dikemukakan oleh Soedijanto (1981) bahwa kepemimpinan kelompok merupakan faktor yang ikut mempengaruhi keefektifan kelompok. Usia kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri masih tergolong muda. Dengan demikian masih minimnya pengalaman anggota maupun
127
pengurus dalam mengelola kelompok. Semakin tua usia kelompok maka semakin banyak pengalaman anggota maupun pengurus dalam mengelola kelompok.
128
BAB V KEMANDIRIAN KELOMPOK DAN KEBERLANJUTAN USAHA EKONOMI 5.1. KEMANDIRIAN KELOMPOK Dalam penelitian ini kemandirian kelompok yang dianalisis adalah : Kemandirian Manajemen, Kemandirian Sosial dan Kemandirian Pengembangan Diri.
5.1. 1. Kemandirian Kelompok Tani Bina Mandiri Dilihat dari kemandirian manajemen tergambar bahwa kemandirian manajemen termasuk masih rendah. Dapat dilihat dari tidak adanya perencanaan yang matang terhadap suatu kegiatan yang akan dilaksanakan. Tidak ada penetapan rencana kegiatan secara spesifik dan tertulis. Rencana kegiatan dibuatkan berdasarkan perkiraan kasar saja dan tidak rasional. Kelompok tani belum bisa mengevaluasi kegiatan kelompok dan belum dapat memperhitungkan secara ekonomis, semua dijalankan secara spontanitas saja. Berdasarkan hasil pengamatan semua kegiatan usahatani hutan rakyat berjalan secara spontanitas saja. Berdasarkan pengalaman masing-masing anggota dan kemampuan anggota dalam berusahatani hutan rakyat yang diperoleh secara otodidak. Tidak memperhitungkan untung rugi dan tidak melihat resiko kegagalan yang bakal terjadi. ”Belum ada rencana kegiatan kelompok secara tertulis, tapi kalau ada rencana kegiatan selalu musyawarah dulu dengan semua anggota. Semua anggota diundang datang ke pertemuan. Jadi kegiatan berjalan begitu saja, spontan saja. Kebanyakan anggota saya khan sudah berpengalaman dalam bertani, jadi tidak ada masalah menjalankan kegiatan, toh kegiatannya hanya mengelola hutan rakyat saja. Kalau masalah untung rugi mah itu urusan belakangan saja.” YN (49 tahun). Kegiatan kelompok tidak terencana dengan baik, dijalankan secara spontanitas berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh anggota kelompok. Tidak ada monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan kelompok yang sedang dan telah dilaksanakan. Kegiatan perencanaan berkaitan dengan pemilihan jenis tanaman
129
didasarkan atas pertimbangan praktis ekonomis. Sebagai suatu sistem usahatani dengan
masa
panen
yang
cukup
lama,
anggota
kelompok
mencoba
mengembangkan dengan pola tumpangsari agar pemenuhan kebutuhan konsumsi dapat terpenuhi. Mengenai kemandirian manajemen kelompok, salah seorang anggota kelompok mengungkapkan perlunya ditetapkan rencana sebelum pelaksanaan kegiatan. Sebab perencanaan awal, atau rencana strategis ini dapat menjadi pijakan bagi seluruh aktivitas organisasi. 84 Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok, nampak bahwa (1) kemandirian manajemen dalam kelompok belum diterapkan dalam kelompok ditandai dengan belum adanya penetapan rencana kegiatan kelompok secara tertulis, dimana semua dilaksanakan secara spontanitas. Dari ungkapan-ungkapan anggota kelompok tersebut, mencerminkan bahwa tidak ada keberanian untuk mengungkapkan saran kepada kelompok. Karena masalah ketakutan secara psikologis, takut pendapatnya tidak diterima oleh anggota lainnya. (2) Kemandirian sosial termasuk masih rendah, ditinjau dari kerjasama yang terjalin antara kelompok tani Bina Mandiri dengan pihak luar. Dalam hal ini kelompok tani Bina Mandiri hanya bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dalam program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yang baru berjalan satu tahun setengah. Dengan bantuan berupa bibit sengon sebanyak 1000 pohon per hektar. Masyarakat kampung Nangeleng ikut merasakan manfaat adanya kelompok tani, yaitu telah didirikannya koperasi untuk menghilangkan tengkulak di desa Lemahduhur. Kelompok tani belum dapat melakukan kerjasama secara baik dilihat dari kurangnya koordinasi dengan pihak program dan frekwensi penyuluhuan yang dari segi waktu sangat kurang. Hal ini memungkinkan pentingnya koordinasi dengan dinas-dinas terkait dengan Dinas Kehutanan, Pertanian dll. Terlihat bahwa ketua kelompok mempunyai harapan untuk adanya kerjasama yang berkelanjutan dengan pihak luar. Namun ketua kelompok merasa keterbatasan kemampuannya untuk menjalin komunikasi dan kerjasama dengan 84
”Seharusnya memang ada perencanaan yang baik sebelum kegiatan dilaksanakan, belum pernah saya bilang ke ketua. Takut dibilang sok pintar dan sok tahu, jadi ngikutin hasil musyawarah saja. Tapi biarpun tidak ada perencanaan, kegiatan kelompok lancar-lancar, lagian memang tidak ada kegiatan hanya ngelola lahan sama kadang-kadang ada pertemuan, tapi jarang juga.” UJ (33 tahun). (15 Maret 2011)
130
pihak lain. Anggota kelompok juga sangat antusias dengan adanya kerjasama kelompoknya dengan pihak luar. Termasuk dengan pihak swasta dan bantuan dari lembaga lain yang bisa membantu kelompok tani. (3) Kemandirian pengembangan diri masih tergolong rendah, nampak bahwa belum semua anggota kelompok tani mengikuti kursus atau pelatihan yang berhubungan dengan usahatani hutan rakyat. Ada keinginan untuk mengikuti pelatihan atau kursus terkait dengan usahatani hutan rakyat. Namun karena keterbatasan finansial dan tidak ada waktu luang maka keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi. Akan tetapi jika kegiatan pelatihan tersebut ada uang transport dan akomodasi serta ada dana kompensasi untuk mengganti upah harian mereka yang perhari sebesar 17 ribu Rupiah, maka mereka berminat mengikuti kegiatan tersebut. Namun kenyataan sebaliknya ditemui pada anggota kelompok tani yang buta huruf dan sudah lanjut usia, mereka tidak ada minat untuk mengikuti pelatihan atau kursus-kursus hutan rakyat karena percuma saja mengikuti pelatihan karena tidak bisa mengaplikasikannya di lapangan karena tidak paham dan terbentur dana. Bagi responden yang pernah mengikuti kegiatan pelatihan atau kursus-kursus yang berhubungan dengan kegiatan hutan rakyat mereka selalu menyampaikan hasilnya informasi kepada anggota lain yang disampaikan pada saat pertemuan kelompok ataupun pada saat bertemu di lahan atau pun ngobrol santai di rumah salah seorang anggota. Selama ini informasi mengenai usahatani hutan rakyat yang mereka peroleh dari teman sesama anggota kelompok, teman dari kelompok lain, juga dari televisi dan radio. Keterbatasan ekonomi menjadi penghalang dalam partisipasi dalam kegiatan pelatihan. Bagi anggota kelompok yang secara ekonomi mampu ketidakikutsertaannya dalam kegiatan pelatihan dikarenakan faktor benturan waktu. Hal ini menjadi penyebab utama bagi terhambatnya banyak aktivitas kelompok
tani.
Banyak
pernyataan
anggota
kelompok
terkait
dengan
cengkeraman tengkulak yang masih menjadi hantu tersendiri. Diketahui juga bahwa tidak ada masalah finansial tetapi karena masalah benturan waktu dengan kegiatan lain yang menyebabkan tidak dapat mengikuti pelatihan. Alasan lain dikemukakan oleh seorang anggota kelompok yang sudah lanjut usia.
131
Dari pernyataan MS, salah seorang anggota kelompok tani Bina Mandiri yang tertua dalam kelompoknya nampak bahwa alasan umur dan kondisi fisik yang melatarbelakangi tidak adanya minat dan keinginan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan.
5.1.2. Kemandirian Kelompok Tani Puspa Mandiri Kemandirian manajemen dalam kelompok tani Puspa Mandiri termasuk masih rendah. Tidak ada rencana kegiatan secara tertulis dan spesifik. Kelompok tani belum mampu membuat rencana kegiatan yang dapat dijadikan pedoman dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya resiko gagal panen, penentuan harga pasar dan lain sebagainya yang berkaitan dengan usahatani hutan rakyat. Kegiatan kelompok berjalan secara spontanitas dimana ketua lebih dominan dalam kegiatan kelompok. Tidak ada distribusi kegiatan yang baik dalam kelompok
sehingga
kegiatan
kelompok
tidak
proporsional
pembagian
kegiatannya. Mengenai kemandirian manajemen ketua kelompok mengakui bahwa kegiatan kelompok tanpa perencanaan yang sistematis. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok, terlihat bahwa ketua belum mampu merumuskan perencanaan kegiatan kelompok secara tertulis dan sistematis. Semua kegiatan berjalan berdasarkan spontanitas. Mengenai kemandirian manajemen anggota kelompok mengakui tidak paham dengan rencana kegiatan kelompok, karena langsung terjun di lapangan mengelola lahan. Ajakan ketua lebih pada upaya untuk kerja saja, tetapi belum dengan rencana yang matang. Dari pernyataan NH, salah seorang anggota kelompok tani Puspa Mandiri, nampak belum ada sosialisasi kegiatan dari ketua kepada anggota. Anggota diajak bekerjasama tanpa ada informasi mengenai rencana kegiatan. Tercermin bahwa anggota tidak peduli dengan rencana kegiatan kelompok, bagi anggota yang penting ikut melakukan kerjasama dalam kegiatan kelompok. Kemandirian sosial tergolong cukup baik.. Dalam penelitian ini kemandirian sosial dilihat dari adanya kerjasama dengan kelompok lain, kerjasama dengan perusahaan atau LSM
yang berkaitan dengan kegiatan
usahatani hutan rakyat. Juga ditinjau dari adanya manfaat bagi masyarakat yang bukan merupakan anggota kelompok tani. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
132
tingkat kemandirian sosial termasuk cukup baik, karena dapat dilihat adanya kerjasama dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, perusahaan swasta Olympic dan pondok pesantren Darul Falah dalam sengonisasi. Masyarakat yang bukan merupakan anggota kelompok tani juga merasakan manfaat dari adanya hutan rakyat, karena lahan kosong ditanami dengan tanaman keras atau tanaman kayu-kayuan yang bisa mencegah erosi dan kelongsoran dan dahan dan ranting pohonnya pun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak kambing. Nampak bahwa masyarakat sudah mengerti akan manfaat ekonomis dan manfaat ekologis dari adanya hutan rakyat. Terlihat kelompok tani sudah mampu menjalin kerjasama dengan beberapa pihak yang satu sama lain saling menguntungkan. Kerjasama kelompok tani Puspa Mandiri dengan kelompok tani Bina Mandiri sudah cukup baik terutama dalam hal urusan administrasi kelompok. Kemandirian sosial pada kelompok tani Puspa Mandiri cukup baik, sudah terjalin kerjasama dengan instansi swasta dan pemerintah. 85 Salah seorang elit kelompok yang memiliki pengalaman dalam berorganisasi terlihat memiliki motivasi dan semangat yang tinggi untuk menjalin kerjasama dengan pihak manapun. Dari hasil pengamatan nampak bahwa BD lebih dominan dalam hal urusan kelompok yang berhubungan dengan pihak luar. Salah seorang anggota masyarakat yang bukan merupakan anggota kelompok mengungkapkan rasa senang dengan adanya kelompok karena ikut merasakan manfaatnya juga. Kemandirian pengembangan diri masih kurang. Dilihat dari adanya keinginan untuk menambah wawasan khususnya dalam hal pengelolaan hutan rakyat. Namun keinginan ini belum dapat terwujud karena keterbatasan ekonomi dan berbenturan waktunya dengan kegiatan usahatani. Tetapi apabila disediakan dana untuk transportasi dan ada dana kompensasi pengganti upah harian mereka akan senang mengikuti kegiatan pelatihan. Anggota kelompok tani hanya memperoleh informasi mengenai usahatani hutan rakyat dari sesama anggota secara tidak sengaja apabila sedang bertemu di kebun ataupun sedang ngobrol santai di salah satu rumah anggota kelompok tani. Kelompok tani 85
BD (41 tahun), ketua kelompok tani Puspa Mandiri, menemukakan:”Kerjasama yang sedang berjalan sekarang ini, dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yaitu program GRLK, terus kerjasama dengan kopontren Darul Falah, dan kerjasama dengan perusahaan olympic yaitu sengonisasi. Manfaat dari kerjasama ini bisa dirasakan juga oleh semua masyarakat desa Lemahduhur. Karena dengan adanya tanaman kayu-kayuan bisa mencegah longsor, apalagi kampung Leuwisapi khan tanahnya miring, rawan longsor kalau tidak ada tanaman keras.”
133
belum dapat memanfaatkan tenaga penyuluh, karena penyuluhan hanya dilakukan apabila dibutuhkan oleh kelompok tani, sehingga kegiatan penyuluhan tidak terjadwal secara rutin. Sebagian anggota kelompok belum pernah mengikuti kegiatan pelatihan karena masalah finansial. 86 Alasan yang dikemukakan oleh UJ (33 tahun) mencerminkan adanya keinginan untuk mengembangkan diri tapi tidak bisa terealisasi karena benturan ekonomi dan waktu. 87 Sikap dan alasan yang dikemukan oleh anggota dan ketua menunjukkan adanya keterbatasan finansial dan benturan waktu yang menjadi penyebab tidak adanya partisipasi anggota dalam kegiatan-kegiatan pelatihan.
5.2. KEBERLANJUTAN USAHA EKONOMI Keberlanjutan yang dimaksudkan disini menunjuk pada kemampuan anggota kelompok dan ketua dan pengurus kelompok tani untuk mengelola kegiatan usahatani hutan rakyat secara swadaya atau swakelola serta sejauhmana tujuan yang dicapai kelompok tani menjadi tujuan masing-masing anggota kelompok sehingga ada kepuasan dari masyarakat terhadap kelompok tani. Keberlanjutan usaha ekonomi dalam penelitian ini akan diidentifikasi dengan tiga indikator yaitu : keberlanjutan pengurus, keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi.
5.2.1. Keberlanjutan Usaha Ekonomi pada Kelompok Tani Bina Mandiri Keberlanjutan pengurus, dilihat dari keinginan pengurus untuk tetap mengelola kelompok taninya walaupun bantuan program GRLK dari Dinas Pertanian dan Kehutanan berakhir nanti. Dari hasil wawancara dengan ketua kelompok tani Bina Mandiri dan pengurusnya, didapat keterangan bahwa
ada
keinginan dari ketua kelompok tani Bina Mandiri beserta pengurus dan anggota kelompoknya untuk terus berusaha mengembangkan usahatani hutan rakyat 86
Penuturan UJ (33 tahun): ”Saya belum pernah sekalipun ikut pelatihan, karena masalah uang. Pas ada yang ngajak, saya lagi ga ada uang. Pernah juga diajak tapi saya lagi di kebun. Waktunya belum pas. Mudahmudahan kalau ada pelatihan lagi saya bisa ikutan, pengen nambah wawasan bertani.” 87
BD (41 tahun) menuturkan:”Kalau ada kegiatan pelatihan, saya selalu ikut bareng sama pak IS dari kelompok tani Bina Mandiri, saya dibonceng pak IS pakai motornya. Jadi tidak keluar ongkos. Karena saya juga numpang motor pa IS, makanya saya tidak bisa ngajak anggota, tapi selalu saya kasih tahu kalau ada kegiatan pelatihan. Tapi kebanyakan pada nolak, yaah alasan macem-macem, karena uanglah, sibuklah, capeklah, tapi saya tidak bosen-bosen selalu ngajak, Cuma belum bisa nanggung transportnya.”
134
walaupun sudah tidak ada bantuan program lagi. Mereka menginginkan kelompok taninya tetap eksis dan berkembang. Ketua kelompok akan berupaya dan berjuang keras untuk bekerjasama dengan pihak swasta, pondok pesantren dan LSM kehutanan. Ketua kelompok akan bekerja keras untuk mencari informasi mengenai usahatani hutan rakyat agar kelompok taninya tetap dapat menjalankan usahatani hutan rakyat. Agar kelompok tani bisa terus berkembang yang dapat menopang kehidupan perkonomian petani dan akan selalu berusaha untuk meningkatkan partisipasi petani terhadap kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung keberlanjutan usaha tani hutan rakyat. Hal ini diharapkan akan melepaskan ketergantungan kelompok tani terhadap tengkulak yang lebih banyak merugikan petani. Ironisnya karena tidak ada lagi bantuan untuk pemeliharaan tanaman keras, para anggota kelompok tani di kampung Nangeleng dan kampung Leuwisapi desa Lemahduhur menggantungkan hidupnya kepada tengkulak. Ketergantungan ini dalam bentuk pemberian pinjaman kepada para petani yang membutuhkan biaya produksi, sarana produksi bahkan untuk kebutuhan seharihari. Hal ini mengakibatkan kondisi ekonomi petani tidak mengalami perubahan. Karena selalu hasil produksi pertanian (karena belum ada produksi dari tanaman keras) langsung diambil oleh tengkulak untuk dibawa ke pasar. Petani tidak pernah tahu tentang harga pasar untuk komoditas pertanian yang mereka hasilkan. Informasi tentang harga pasar didapat petani setelah tengkulak kembali dari pasar. Dan biasanya harga yang diberikan kepada petani adalah harga terendah di pasaran. Petani mengharapkan nantinya hasil produksi kayu tidak diambil oleh tengkulak sehingga petani bisa bebas memilih untuk memasarkan hasil kayunya nanti. Terlihat juga ada upaya dari pengurus untuk membebaskan para petani dari tengkulak dapat dilihat telah berdirinya koperasi yang didirikan pada bulan April 2011 oleh anggota kelompok tani beserta pihak dari kantor desa Lemahduhur. Dari hasi pengamatan nampak bahwa ada keberlanjutan pengurus untuk meneruskan kegiatan usahatani hutan rakyat. Ketua kelompok akan terus mengelola kelompok taninya dalam kegiatan hutan rakyat walaupun bantuan program akan berakhir dan tetap mengupayakan agar di tahun-tahun mendatang bisa memperoleh bantuan program lagi. Namun yang diinginkan adanya perubahan sistem pemberian bantuan, dimana penentuan bibit hendaknya
135
berdasarkan keinginan dari masyarakat tidak atas kehendak pihak program atau secara bottom up, karena petani lah yang lebih mengetahui bibit apa yang cocok untuk di tanam di lahannya. Jadi tidak mubazir bantuan bibit yang diberikan oleh pihak program. Apabila bibit bantuan program yang diberikan kepada petani tidak sesuai dengan keinginan petani ada kemungkinan bibit tidak akan ditanama bahkan kemungkin terburuk bibit akan dijual oleh petani apalagi tidak ada bantuan dana untuk pupuk dan pemeliharaan.
Ketua kelompok akan
menjembatani untuk menyampaikan keinginan anggota kelompoknya. Bahkan ada anggota kelompok yang menginginkan bantuan berupa uang saja sehingga anggota kelompok lebih leluasa dalam pemilihan atau penentuan jenis bibit yang akan ditanam di lahannya. Keberlanjutan usaha, secara tidak langsung keberlanjutan usaha ekonomi dapat dilihat dari minat atau keinginan anggota kelompok untuk melanjutkan usahatani hutan rakyat apabila program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yang diperkenalkan oleh Pemda berakhir. Keberlanjutan dibatasi pada kemampuan petani dari sisi finansial setelah mendapatkan bantuan program dan upaya kelompok tani dalam mempertahankan usahatani khususnya usahatani hutan rakyat. Program yang baru berjalan satu setengah tahun ini, belum memberi harapan kepada petani, karena masa panen kayu sengon yang masih lama, kurang lebih 5 tahun. Ketika dilakukan wawancara kepada anggota kelompok tani, sebagian besar anggota kelompok cenderung untuk memilih tanaman sayursayuran atau hortikultura daripada tanaman keras atau kayu-kayuan terutama anggota kelompok yang tidak memiliki lahan . Alasan yang dikemukakan oleh responden sebagian besar anggota kelompok mengutarakan bahwa masa panen kayu-kayuan lebih lama sedangkan tanaman sayur sayuran lebih cepat masa panennya(tiga bulan sekali) sehingga mereka bisa cepat memperoleh uang. Sebagian anggota kelompok memilih tanaman keras atau kayu karena mereka tahu harga jual kayu tinggi atau mahal dan dapat dijadikan untuk investasi sebagai modal untuk pendidikan anak mereka. Dan mereka masih bisa menanam tanaman sayur-sayuran dibawah tegakan tanaman keras, sehingga untuk kebutuhan seharihari mereka bisa mendapatkan uang dari hasil panen sayur-sayuran, sedangkan untuk masa depan mereka mengandalkan tanaman kayu-kayuan. Anggota
136
kelompok yang minat pada tanaman kayu kebanyakan memiliki lahan milik sendiri. Sedangkan anggota kelompok yang kurang minat pada tanaman kayu karena mereka menanam pada lahan garapan sehingga ada kekhawatiran apabila ditanami tanaman keras pada saat tanaman sudah besar dan mendekati masa panen, tanah garapan diambil alih oleh pemilik lahan, dengan demikian mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Anggapan mereka, kita yang menanam mereka pemilik lahan lah yang akan menuai hasilnya. Namun kehawatiran ini akan hilang apabila ada kejelasan status lahan. Sebenarnya mereka tahu bahwa harga jual kayu mahal atau tinggi dan bisa untuk investasi bekal pendidikan anak-anak. Selain tahu akan manfaat ekonomi dari hutan rakyat mereka juga paham akan manfaat ekologis dari hutan rakyat, sebagai penahan erosi dan banjir untuk menjaga kelestarian lingkungan. Apalagi kampung Leuwisapi yang berada di lahan miring, apabila tidak ada hutan rakyat dikawatirkan akan longsor dan tertimbun oleh lelongsoran. Apabila terjadi bencana longsor mereka tidak tahu harus pindah tempat tinggal kemana. Adanya rasa kekhawatiran akan bencana longsor ini menimbulkan keinginan untuk tetap menanam tanaman keras dan untuk menjaga lingkungan. Anggota yang lebih memilih tanaman keras juga berpendapat bahwa hutan rakyat tidak repot dalam pemeliharaannya, tidak perlu sering dipupuk hanya perlu disiangi saja. Selain itu daunnya bisa untuk pakan ternak kambing. Bagi responden yang lebih memilih tanaman keras mereka rela mengeluarkan uang secara swadaya untuk memperoleh bibit dan untuk sarana produksi hutan rakyat, karena mereka tahu manfaat dari hutan rakyat. Demikian pernyataan tiga orang anggota kelompok tani Bina Mandiri NZ, OD, KM, mengenai keinginannya untuk mengelola hutan rakyat. ”Kalau program GRLK sudah selesai nantinya saya tetap ingin menanam tanaman kayu. Karena harga jualnya lumayan mahal, bisa buat modal sekolah anak-anak. Kalau untuk kebutuhan sehari-hari sih bisa ngandalin tanaman sayur-sayuran, karena lebih cepat masa panennya.” NZ (56 tahun). ”Setelah program GRLK berakhir mudah-mudahan sih berlanjut ada tahap berikutnya misalnya dana pemeliharaan, karena selama ini cuma dapat bantuan bibit tapi tidak ada dana untuk pemeliharaan. Mungkin kalau ada bantuan dana untuk pemeliharaan tanaman kayunya jadi lebih terpelihara
137
dan lebih bagus lagi tumbuhnya. Sekarang petani beli pupuk pinjam ke tengkulak. Coba kalau sudah disediain pupuk sama pihak program, petani tinggal ngerjain tidak usah repot-repot cari pinjaman uang. Kalau tetep dapat bantuan saya tetep ingin ngelola hutan rakyat, kayunya bisa dijual mahal trus bisa nyegah longsor di kampung Leuwisapi. Tapi kalau tidak ada bantuan bibit lagi sih, saya pilih nanam tanaman sayur-sayuran saja, karena bibitnya lebih murah terus 3 bulan udah bisa dipanen. OD (33 tahun). Anggota kelompok telah merasakan manfaat ekonomi dan ekologi dari tanaman kayu hutan rakyat. Namun karena mahalnya harga bibit tanaman kayu maka anggota mengharapkan adanya bantuan bibit. Apabila tidak ada lagi bantuan maka anggota kelompok lebih memilih menanam tanaman sayur-sayuran saja. Dari hasil pengamatan dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap anggota kelompok tani Bina Mandiri keberlanjutan usaha ekonomi hutan rakyat tergolong masih kurang. Terlihat dari lebih banyaknya anggota yang cenderung lebih memilih tanaman sayur-sayuran atau hortikultura daripada tanaman keras atau kayu-kayuan, apabila bantuan program berakhir. Pengusahaan hutan rakyat masih merupakan usaha sampingan karena yang pokok adalah usahatani tanaman sayur-sayuran. Usahatani hutan rakyat pada umumnya dilakukan oleh petani kecil biasanya subsisten yang merupakan ciri umum petani Indonesia (Darusman dan Hardjanto, 2006). Golongan petani subsisten tersebut menurut Scott (1976) memiliki kebiasaan mendahulukan selamat artinya apa yang diusahakan prioritas pertama adalah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri yang biasa disebut dengan etika subsisten. Pada Umumnya petani di Desa Lemahduhur tidak hanya menekuni satu bidang saja, selain mata pencaharian sebagai petani di sektor pertanian dan kehutanan, ada kontribusi pendapatan dari sektor diluar pertanian, seperti kontribusi pendapatan dari warung 88dan sebagai tukang ojeng 89. Besarnya
88
MS(60 tahun) :”Upah saya dari bertani hanya 17 ribu rupiah per hari. Yah, kalau mau dibilang mah nggak cukup untuk menuhin kebutuhan sehari-hari juga. Untuk nutup kekurangan, istri dan anak perempuan saya buka usaha warung kecil-kecilan jualan sembako kaya telur, gula, garam, minyak. Hasil dari warung kalau lagi rame bisa dapat untung 30 ribu per hari, tapi namanya jualan di kampung lebih banyak yang ngutang daripada yang bayar langsung. Tapi lumayanlah, tiap hari ada pemasukan, paling sedikit dapatlah 15 ribu-20 ribu sehari”. Hasil wawancara penulis dengan MS, pada tanggal 7 Juli 2012. 89 MZ (58 tahun):”Kalau ngandalin dari upah tani yang Cuma 17 ribu mah nggak cukup buat ke dapur. Untungnya menantu saya yang laki-laki, yang masih tinggal serumah dengan saya, punya motor jadi dia
138
pendapatan petani dari luar sektor pertanian lebih besar dari yang dihasilkan di sektor pertanian. Berdasarkan hasil wawancara dengan MS dan MZ, anggota kelompok tani diperoleh informasi bahwa pendapatan riil dari satu Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah anggota keluarga terdiri dari 5 (lima) orang adalah kurang lebih 900.000,- Rupiah dengan rata-rata pendapatan peranggota keluarga sebesar 30.000,- Rupiah. Masing-masing anggota rumahtangga memiliki kontribusi pendapatan yang berbeda terhadap total pendapatan rumahtangga. Secara umum, besarnya pendapatan petani (hanya dari sector pertanian) berkisar antara 700.000,- Rupiah s/d 800.000,- Rupiah per keluarga pertahuan lebih sedikit dibandingkan pendapatan di luar sektor pertanian (pendapatan istri dan anak). Dengan kata lain, istri dan anak lebih banyak memperoleh pendapatan dari luar pertanian dibandingkan kepala keluarga. Dalam konteks rumahtangga pedesaan yang berpola nafkah ganda terdapat strategi hidup yang berbeda antara lapisan (Sajogyo, 1978). Bagi lapisan atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi, dimana surplus pertanian mampu membesarkan usaha di luar pertanian atau sebaliknya. Bagi lapisan menengah, pola nafkah ganda merupakan strategi konsolidasi dimana sector luar pertanian dipertimbangkan sebagai potensi untuk perkembangan ekonomi. Bagi lapisan bawah pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan hidup, dimana sector luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutupi kekurangan dari sector pertanian. Lebih lanjut Sajogyo (1978) menjelaskan bahwa lapisan atas memiliki Modal Cadangan Pangan (MPC) dan Modal Cadangan Pengembangan Usaha (MCPU). Lapisan tengah hanya mempunyai MCP, sedangkan lapisan bawah tidak memiliki keduanya. Untuk keberlanjutan usaha ekonomi hutan rakyat mereka menginginkan diadakannya penyuluhan serta sosialisasi dari instansi terkait dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengenai kejelasan status lahan. “Petani disini ingin informasi mengenai status lahan. Maunya pihak pemerintah mengadakan penyuluhan tentang status lahan. Tidak adanya kejelasan status lahan bikin resah petani, takut sewaktu-waktu tanah akan diambil oleh pemiliknya. Padahal petani yang nanam nanti pemilik tinggal menikmatin hasilnya, apalagi kalau ditanam sengon dan tanaman kayu lainnya yang harga jualnya mahal. Mudah-mudahan pemerintah mau mendengar suara petani.” IS (33 tahun). sehari-harinya ngojeg di desa Lemahduhur, dari pagi sampai sore kalau lagi bagus suka dapat 30 ribu bersih potong bensin. Kalau lagi sepi 15 ribu”. Hasil wawancara penulis dengan MZ, pada tanggal 7 Juli 2012.
139
Seperti yang dikemukakan oleh Hayami dan Kikuchi bahwa kepastian hukum merupakan aspek pokok yang menentukan hubungan antara orang dengan tanah, terutama tentang pemilikan dan penguasaan, yang keduanya kemudian menjadi bagian pokok dalam membentuk struktur social ekonomi masyarakat yang berbasiskan pertanian. Ketimpangan penguasaan tanah akan menghasilkan ketimpangan pendapatan (Hayami dan Kikuchi, 1987).
Ada beberapa orang
anggota kelompok tani yang juga sebagai tengkulak yang memiliki lahan luas menginginkan semua lahannya ditanami sengon karena dari segi ekonomi sangat menguntungkan untuk investasi masa depan. Ada keinginan untuk mengadakan kerjasama dengan perusahaan Korea dalam bidang meubelair. Mereka mendengar informasi bahwa ada perusahaan Korea yang sedang membutuhkan penyuplai tanaman kayu untuk meubeulair. Sedangkan tanaman sayur-sayuran masih bisa ditanam juga dibawah tegakan tanaman kayu. Dari hasil pengamatan tampak bahwa petani bertindak rasional untuk dapat mempertahankan hidupnya petani bergantung pada tanaman pokok yaitu sayur-sayuran sedangkan untuk kebutuhan investasi pendidikan anak mereka serta untuk investasi keperluan rumahtangga seperti untuk menikahkan anaknya kelak mereka mengandalkan hasil panen tanaman keras(tanaman kayu) hasil dari usahatani hutan rakyat. Sejalan dengan pendapat Dharmawan (2001) tentang tujuan strategi nafkah, maka strategi nafkah berarti tindakan rasional individu untuk mempertahankan keadaan hidupnya. Strategi nafkah selain untuk mengamankan kehidupan sehari-hari dapat juga berupaya untuk memperbaiki kehidupan ekonomi (Dharmawan, 2001). Secara sederhana strategi nafkah diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki hidup (Chambers dan Conway, 1991). Di desa Lemahduhur usahatani hutan rakyat merupakan usaha sampingan sedangkan yang pokok adalah usahatani tanaman sayur-sayuran, dimana Desa Lemahduhur merupakan penyuplai sayur-sayuran terbesar di Kecamatan Caringin. Usahatani merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan hidup saja, bukan merupakan usaha komersil, maka petani tidak mengejar keuntungan maksimal dari kerjanya sebagai petani. Subsistensi petani terlihat pada kecenderungannya untuk memilih tanaman pokok daripada tanaman perdagangan. Kegiatan usahatani subsisten
140
terlihat dari usaha petani untuk mengurangi resiko gagal panen dengan menanam beberapa jenis tanaman. ED salah seorang anggota kelompok tani Bina Mandiri yang pernah menjadi sekretaris dalam kelompoknya, namun kena sangsi dikeluarkan dari kelompok, sedang merancang kerjasama dengan perusahaan Korea dalam bidang meubelair. Pada kenyataannya anggota kelompok tani Bina Mandiri pun menginginkan tanaman kayu untuk menjaga tanahnya yang berada di lahan miring agar tidak terjadi longsor. Namun dikarenakan tidak mempunyai lahan milik dan ketidakmampuan ekonomi maka anggota kelompok tani yang berada di kampung Nangeleng lebih memilih tanaman sayur-sayuran yang masa panennya lebih cepat yaitu tiga bulan sekali sudah bisa dipanen. Dalam hal keberlanjutan usaha, responden anggota kelompok tani terbentur pada kemampuan petani dari sisi finansial dan ketidakjelasan status lahan. 90 Pengelolaan sumberdaya lahan berdasarkan prinsip keberlanjutan juga perlu memperhatikan hirarki sosial kehidupan masyarakat terutama yang berkaitan dengan penguasaan lahan. Status petani pada masyarakat pedesaan Jawa dapat dibedakan menjadi petani pemilik lahan,petani sewa, petani penggarap dan buruh tani didalamnya terjadi interaksi social karena status kepemilikan lahan tersebut (Pawana, 2002). Di desa Lemahduhur peraturan yang disepakati antara pemilik lahan dan penggarap adalah dengan membayar sewa tahunan ataupun membayar pajak. Keberlanjutan partisipasi dalam hal ini partisipasi anggota kelompok dalam kegiatan usahatani hutan rakyat responden anggota kelompok tani Bina Mandiri masih menginginkan bekerjasama dalam kelompok untuk mengelola hutan rakyat asalkan tidak mengeluarkan uang dari kantong pribadi. Harapan petani lebih pad kebutuhan bibit, pupuk, sarana teknologi modern di bidang pertanian. Responden anggota kelompok tani Bina Mandiri yang secara ekonomi tergolong lebih mampu mereka merelakan lahannya untuk digarap bersama90 ”Sebenarnya saya dan temen-teman petani lainnya tertarik nanam tanaman kayu-kayuan, tapi karena harga bibit tanaman kayu mahal makanya kami lebih memilih nanam tanaman sayur-sayuran saja. Selain itu karena staus lahan yang tidak jelas. Soalnya disini khan ada lahan milik perorangan ada juga lahan garapan. Kalau ngelola lahan garapan kita harus bayar sewa tahunan atau bayar pajaknya, takutnya pas dekat masa tebang, lahan diambil sama pemiliknya.” UJ (33 tahun).
141
bersama
anggota
kelompok,
dengan
memberikan
bantuan
uang
yang
pengembaliannya nanti apabila sudah panen. Terlihat bahwa masyarakat sudah sadar akan manfaat ekonomis dan manfaat ekologis dari usahatani hutan rakyat. Dengan demikian diperlukan kerja keras dan semangat ketua kelompok dan pengurus untuk meningkatkan partisipasi anggota kelompoknya terhadap kegiatan usahatani hutan rakyat untuk mendukung keberlanjutan usaha ekonomi hutan rakyat.
5.2.2. Keberlanjutan Usaha Ekonomi Pada Kelompok Tani Puspa Mandiri Keberlanjutan pengurus, dapat dilihat dari kemampuan dan keinginan pengurus untuk mengelola kelompoknya. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa ketua kelompok, dan pengurus lainnya yaitu sekretaris dan bendahara memiliki semangat yang tinggi dalam mengurusi kelompoknya. Tampak ketua lebih dominan, karena latar belakang pendidikan dan pengalaman berorganisasi yang dimiliki ketua yang menyebabkan ketua lebih banyak bergerak mengelola kelompoknya. Harapan yang banyak dikemukakan para elit dan anggota kelompok tani adalah agar kelompok tani tetap bertahan walaupun tidak ada bantuan lagi. Caranya mengembangkan dan mencari informasi mengenai kerjasama dengan pihak mana saja. Tujuan ini mesti di dasari dengan memfungsikan peran dan struktur yang ada di dalam organisasi. Dalam tujuan ini mesti diupayakan agar kerjasama dengan Instansi pemerintah terkait kegiatan usahatani hutan rakyat, perusahaan Olympic dan Pondok pesantren Darul Falah dalam sengonisasi tetap berlanjut. Kerjasama yang sudah berjalan dengan koperasi pondok pesantren Darul Falah (kopontren Darul Falah) adalah diberikannya bantuan berupa bibit tanaman sengon dimana banyaknya bibit yang diberikan tergantung dari luas lahan anggota kelompok tani, biaya penanaman sejumlah 350.000 Rupiah, pupuk urea sebanyak 50 kg dan cangkul. Kesepakatan yang dibuat antara kelompok tani Puspa Mandiri dan pihak kopontren Darul Falah adalah jika sudah dipanen (ditebang) maka pembagiannya adalah 40 % untuk kopontren Darul Falah dan 60 % untuk anggota kelompok tani Puspa Mandiri. Kopontren Darul Falah pun akan membantu menyiapkan pasar bagi tanaman sengon tersebut. Keberlanjutan kerjasama terjadi
142
jika terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak. Penerapan pola kerjasama selain untuk mengatasi masalah kekurangan modal, menjamin pemasaran hasil, rendahnya
teknologi
pertanian/kehutanan
sehingga
dapat
meningkatkan
pendapatan petani serta harus bersifat menguntungkan kedua belah pihak yang bekerjasama, karena bila tidak ada persyaratan tersebut maka kerjasama tidak akan berkelanjutan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok tani didapat informasi bahwa yang menjadi sumber motivasi untuk mengadakan kerjasama dengan perusahaan adalah karena terjaminnya pemasaran, tersedianya bibit tanaman yang punya produktivitas tinggi, tersedianya pupuk dan pestisida. Keberlanjutan usaha ekonomi pada kelompok tani Puspa Mandiri dilihat dari keinginan anggota untuk tetap menanam tanaman keras atau tanaman kayukayuan setelah program GRLK berakhir nanti. Minat anggota terhadap tanaman keras cukup baik karena mereka sudah mengetahui perhitungan ekonomi hasil panen tanaman kayu lebih tinggi. Jika program GRLK sudah selesai nanti dan tidak ada lagi bantuan pemerintah untuk kelompok, masih banyak anggota kelompok tani yang akan tetap menanam tanaman kayu-kayuan secara swadaya. Namun, uang untuk membeli bibit tetap melalui tengkulak. Sebagian masyarakat lebih suka menanam tanaman keras atau kayu-kayuan karena bisa mendapat untung lebih banyak dibandingkan tanaman hortikultura. Dan sebagian umumnya untuk ditabung untuk keperluan sekolah anak-anak, menikahkan anak. Namun kelemahannya adalah masa panennya cukup lama. Sebagian besar masyarakat guna memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih banyak memilih nanam tanaman sayur-sayuran. Dengan kata lain, meskipun bantuan program GRLK telah selesai dan tidak diteruskan, masyarakat akan tetap mengelola hutan rakyat, (KM (50 tahun). Alasan serta sikap yang ditunjukkan oleh ED dan KM menggambarkan adanya keberlanjutan usaha ekonomi hutan rakyat dapat dilihat dari adanya minat yang cukup baik terhadap tanaman keras. Sejalan dengan pendapat Popkin (1986) dan
Harjono
(1983)
memandang
perilaku
petani
yang
komersil
mempertimbangkan secara rasional faktor-faktor yang dapat meningkatkan usahataninya sebagai perilaku rasional.
143
Keberlanjutan usaha dapat dilihat dari kegigihan dan keuletan pak BD sebagai ketua kelompok tani untuk memperjuangkan usaha pengelolaan hutan rakyat dengan mencari informasi mengenai bibit dan bantuan dari pihak luar. Banyak informasi di dalam warga yang menunjukkan bahwa terdapat kekhawatiran takut diperlakukan secara tidak adil, dirugikan maupun dieksploitasi oleh pihak luar yang memiliki modal. Struktur masyarakat yang memposisikan petani berada pada pihak yang lemah, sehingga ketidakadilan ini kadang-kadang tidak tampak. Keberlanjutan partisipasi
dapat dilihat dari keinginan anggota untuk
terlibat dalam meneruskan kegiatan kelompok seperti kehadiran dalam pertemuan kelompok dan keikutsertaan dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat bantuan program apabila program GRLK berakhir nanti. Dari hasil pengamatan nampak bahwa ada kesadaran dan inisiatif dari anggota kelompok agar kelompoknya tetap eksis dan bisa berlanjut. Salah seorang anggota kelompok tani Puspa Mandiri menyatakan: ”Saya tetep ingin nerusin kegiatan kelompok, tetep hadir kalau ada pertemuan kelompok, tetep ikut ngelola hutan rakyat. Pokoknya ikut ngusahain supaya kelompok ini nggak dibubarin. Kalau nggak ada kelompok nggak ada wadah silaturahmi dan kerjasama petani. Mudahmudahan kelompok bisa maju dan dapat bantuan lagi dari pemerintah atau dari mana sajalah, yang penting ada dana bantuan.” MS (60 tahun). Sikap dan alasan anggota kelompok tersebut menunjukkan adanya keberlanjutan partisipasi. Tergambar dari keinginan anggota untuk berupaya mempertahankan kelompoknya agar tetap eksis dan maju walaupun bantuan program telah berakhir nanti. Semua usaha keberlanjutan kemandirian yang dilakukan masyarakat adalah salah satu upaya kelembagaan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan yang mereka alami selama ini. Usaha kelompok tani untuk mempertahankan keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat ini merupakan satu usaha untuk mengatasi problem kemiskinan yang mereka hadapi, dan baru salah satu dari upaya untuk mengatasi salah satu sebab kemiskinan yaitu kelembagaan ekonomi. Namun jika dilihat dari definisinya memang banyak definisi tentang kemiskinan. Termasuk bagaimana faktor-faktor dan indikator untuk menyusun kemiskinan. Menurut BPS misalnya, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain,
144
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non-makanan yang bersifat mendasar” (BPS, 2002). Ada juga yang mengatakan kemiskinan sebagai “Ketidakmampuan seseorang atau satu keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, baik makanan maupun bukan makanan, dari hasil usaha atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau para anggota keluarga tersebut”. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor penyebab munculnya kemiskinan adalah dari beragam multidimensi. Sementara indikator kemiskinan, ada yang melihat dari kecukukapan gizi dan kalori yang masuk (BPS), setara dengan pengeluaran beras/bulan/orang (Sajogyo) atau dengan standar 1 dan 2 $/hari (Bank Dunia). Menurut Edi Suharto, secara konseptual terdapat empat faktor yang ikut melahirkan kemiskinan terjadi, yaitu faktor individual, sosial, kultural dan struktural. Sedangkan Friedman (1991), menyebut tujuh faktor akses yang menentukan pemiskinan masyarakat yaitu; akses informasi, pengetahuan, ruang hidup, jaringan sosial, surplus waktu, sumber keuangan, organisasi sosial. Ketujuh faktor ini saling mempengaruhi satu dengan lainya. Pemahaman ini menumbangkan penjelasan tentang pemahaman kemiskinan dalam satu sudut dimensinya saja. Namun, pada umumnya, menurut Shohibuddin dan Sutarto (2009) kemiskinan oleh para perencana pembangunan dan pengambil kebijakan lebih sering dilihat sebagai sebuah “kondisi” , ketimbang sebuah “konsekuensi”. Sebagai kondisi, maka parameter yang digunakan untuk melihat kemiskinan adalah ukuran-ukuran yang statis, seperti kondisi tempat tinggal, jenis dan jumlah asupan gizi, tingkat pendapatan, tingkat kepemilikan aset, dan sebagainya. Kemiskinan merupakan “atribut negatif” dari ukuran-ukuran ini dalam suatu gradasi. Demikianlah maka kondisi kemiskinan dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Departemen Sosial misalnya, memperkenalkan istilah: Keluarga Pra Sejahtera, Sejahtera I, Sejahtera II, Sejahtera III, dan Sejahtera III plus. Berdasarkan ini, maka intervensi-intervensi kunci dapat
disusun,
direncanakan,
dan
kemudian
dilaksanakan
untuk
dapat
“mengentaskan” keluarga-keluarga miskin dari satu jenjang ke jenjang yang lebih tinggi.
145
Pandangan semacam ini pada dasarnya adalah konstruksi mengenai kemiskinan yang a-historis karena melepaskannya dari perkembangan sejarah berikut aneka faktor yang membentuk dan mempertahankannya. Kemiskinan dalam hal ini justru dianggap sebagai ciri sosial yang discrete, terukur dan gamblang; ketimbang melihatnya sebagai bersifat relasional dan terkait dengan hubungan-hubungan kuasa yang dinamis dalam konteks ruang dan waktu. Bagaimanapun, cara pandang seperti itulah yang kemudian memungkinkan pengukuran kemiskinan menurut indikator-indikator kuantitatif yang tentu saja berlaku generik, tanpa mempedulikan keragaman konteks dan sejarah. Menurut pandangan ini, apa yang tidak tertangkap dari konstruksi semacam itu adalah bahwa kondisi kemiskinan, baik pada tingkat rumah tangga ataupun komunitas, memiliki sejarah dan dinamika yang berbeda-beda. Status dan kondisi kemiskinan boleh saja serupa pada, misalnya, berbagai komunitas adat terpencil. Akan tetapi, tanpa memahami berbagai proses yang membentuk kemiskinan dan ketimpangan, dan mekanisme-mekanisme sosial yang membuatnya terus bertahan dan berlanjut (bahkan dicipta kembali), maka penetapan level-level kesejahteraan
maupun
introduksi program-program
pengentasan
kemiskinan
konvensional, tidak bakal dapat menjawab problem kemiskinan pada akar permasalahannya (Ibid). Oleh karena itu, suatu perspektif mengenai kemiskinan yang bersifat relasional amatlah diperlukan untuk dapat membongkar proses-proses pembentukan kemiskinan semacam ini. Dalam pandangan relasional, maka kemiskinan dilihat bukan pertama-tama sebagai kondisi
melainkan konsekuensi.
Sebagai suatu konsekuensi, maka ia merupakan efek dari relasi-relasi sosial, yang tidak terbatas dalam pengertian koneksi atau jaringan semata (asumsi di balik teori modal sosial yang individualistis), melainkan dalam pengertian hubungan-hubungan kekuasaan yang timpang (Mosse 2007). Pada konteks semacam inilah proses pemiskinan dapat terjadi berulang dan terwariskan. Secara relasional kemiskinan semacam ini harus dipandang sebagai hasil dari beroperasinya berbagai relasi kuasa yang timpang ini, ketimbang sebagai produk dari proses-proses yang abnormal dan patologis. Suatu “kepekaan ekonomi politik (a sense of political economy) menjadi esensial” di sini untuk dapat “menyibakkan hubungan-hubungan historis yang menciptakan ketimpangan distribusi kekuasaan, kemakmuran dan kesempatan di tengah-tengah masyarakat” (Du Toit dalam Mosse 2007).
146
5.3. Ikhtisar Dengan perspektif kemiskinan yang bersifat relasional di atas, apa yang dilakukan anggota kelompok tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri adalah salah satu cara untuk memutus relasi-relasi struktur sosial dan ekonomi yang timpang. Baik karena cengkeraman tengkulak maupun penguasa pasar yang selama ini memiliki dana besar. Maka penting dilihat lebih jauh mengenai kemandirian kelompok tani dan keberlanjutan usaha ekonomi. Kemandirian kelompok yang dimaksud adalah kemandirian manajemen, kemandirian sosial dan kemandirian pengembangan diri. Keberlanjutan usaha yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keberlanjutan pengurus, keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi. Jika disarikan kemandirian manajemen kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri termasuk kategori rendah, dengan ciri-ciri : kelompok tani belum mampu membuat rencana kegiatan secara spesifik dan tertulis, perencanaan hanya dibuat secara spontanitas tanpa perhitungan ekonomis, tidak ada perencanaan untuk mengantisipasi resiko gagal panen dan penentuan harga pasar. Kelompok tani belum mampu mengevaluasi kegiatan kelompok. Kemandirian sosial kelompok tani Bina Mandiri termasuk rendah dilihat dari kerjasama yang terjalin antara kelompok tani dengan pihak program pemberi bantuan belum berjalan dengan baik. Kelompok tani belum dapat mewujudkan kerjasama yang saling menguntungkan dan membesarkan. Kurang adanya koordinasi antara kelompok tani dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam kegiatan usahatani hutan rakyat. Sedangkan kemandirian sosial kelompok tani Puspa Mandiri tergolong sedang, karena kelompok tani ini sudah dapat menjalin kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dengan perusahaan swasta olympic dan koperasi pondok pesantren Darul Falah Bogor dalam sengonisasi. Kemandirian pengembangan diri kedua kelompok tani yang diteliti termasuk kategori rendah, dengan ciri-ciri sebagai berikut; kelompok tani belum mendapatkan kesempatan dan memanfaatkan kursus atau pelatihan-pelatihan usahatani hutan rakyat, karena terbentur oleh masalah ekonomi dan waktu bertani. Kelompok tani belum dapat memanfaatkan tenaga penyuluh dan pihak-pihak yang kompeten dalam usahatani hutan rakyat. Penyuluhan hanya dilakukan apabila
147
dibutuhkan oleh kelompok tani. Belum ada koordinasi dan komunikasi yang baik dengan pihak program. Kelompok tani belum secara baik berbagi ilmu, pengetahuan, keterampilan dan wawasan khususnya yang berkaitan dengan usahatani hutan rakyat dengan sesama anggota kelompok tani. Dari segi kualitas dan kuantitas kelompok tani belum bisa memanfaatkan sumber informasi demi kemajuan kelompok taninya. Keberlanjutan usaha yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keberlanjutan pengurus, keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi. Keberlanjutan pengurus dalam kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri termasuk rendah dengan ciri-ciri; tugas dalam kelompok hanya diselesaikan oleh beberapa orang saja. Dalam kelompok tani Puspa Mandiri ketua lebih dominan dalam mengerjakan tugas kelompok. Sedangkan dalam kelompok tani Bina Mandiri tugas kelompok dilimpahkan oleh ketua kepada bendahara kelompok terutama kegiatan kelompok yang berhubungan dengan pihak luar. Terlihat belum ada koordinasi yang baik antara pengurus dengan anggota kelompok dan pihak luar kelompok. Pembagian tugas dalam kelompok belum merata dan belum proporsional.Terlihat bahwa ketua lebih dominan dalam kelompok. Keberlanjutan usaha kedua kelompok yang diteliti masih rendah. Hasil pengamatan memperlihatkan adanya keterbatasan kemampuan kelompok tani dalam menganalisis masalah, mengidentifikasi kebutuhan kelompok, dalam merencanakan kegiatan. Belum ada evaluasi terhadap kegiatan kelompok yang sudah berjalan. Kelompok tani pasif terhadap inovasi baru khususnya usahatani hutan rakyat. Kelompok tani lebih terbiasa dengan yang konvensional dan tradisional.
Anggota kelompok belum memahami sesungguhnya makna
pembaharuan usahatani hutan rakyat. Adanya rasa takut untuk memulai dan mengembangkan usahatani hutan rakyat berhubung dengan keterbatasan ekonomi anggota. Adanya rasa takut akan kegagalan dalam menerapkan inovasi baru. Keberlanjutan partisipasi masih rendah. Terlihat dari sedikitnya anggota kelompok yang hadir dalam pertemuan kelompok. Dalam pertemuan kelompok hanya sebagian kecil anggota kelompok yang mampu mengemukakan pendapat, memberikan saran dan masukan. Ada beberapa anggota yang mendominasi dalam
148
diskusi kelompok. Terlihat bahwa anggota kelompok kurang aktif dalam pelaksanaan dan pengambilan keputusan sehingga hasil yang dicapai kurang maksimal. Bagi anggota kelompok tani, usahatani hutan rakyat merupakan suatu tabungan jangka panjang yang dapat digunakan sebagai modal untuk biaya pendidikan anak-anak, menikahkan anak ataupun dapat dijual pada saat ada kebutuhan mendesak dan pada saat membutuhkan biaya yang cukup besar disaat musim paceklik. Dalam rangka menuju pengelolaan hutan rakyat yang berkelanjutan (sustainable), dan memutus ketimpangan struktural penyebab kemiskinan maka pengelolaan hutan rakyat harus memperhatikan upaya-upaya konservasi. Kelembagaan kelompok tani dan koperasi perlu lebih diaktifkan yaitu dengan jalan memperjelas hak dan kewajiban anggota.
149
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.Tingkat dinamika kelompok tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri di Desa Lemahuduhur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor termasuk kategori rendah. Tingkat dinamika ini ditentukan oleh faktor-faktor sebagai indikatornya, yaitu : a) tujuan kelompok, b) struktur kelompok, c) fungsi tugas kelompok, d) pembinaan kelompok, e) kekompakan kelompok, f) suasana kelompok, g) tekanan kelompok dan h) efektivitas kelompok. Rendahnya unsur-unsur dinamika kelompok terlihat dari 1) belum adanya tujuan kelompok yang tertulis dan spesifik yang berhubungan dengan hal-hal yang ingin dicapai oleh kelompok, belum adanya rencana kerja atau rencana kegiatan kelompok secara tertulis, semua dilakukan secara spontanitas. Belum spesifiknya tujuan kelompok dan rencana kegiatan kelompok menyebabkan kurang dinamisnya kelompok; 2) masih lemahnya kelompok dalam menyusun hierarki status dan peran dalam kelompok. Struktur kekuasaan hanya dikendalikan oleh ketua saja. Walaupun kepengurusan sudah lengkap namun hanya bersifat formalitas.
Rendahnya
struktur
kelompok
menunjukkan
bahwa
kelompok tani belum dapat menjadi wadah kerjasama petani dan tempat belajar bagi petani; 3) dalam hal fungsi tugas belum ada inisiatif dari dalam kelompok, masih tergantung pada pihak pemberi program/bantuan dari pemerintah atau instansi terkait; 4) belum ada upaya kelompok untuk menghidupkan dan mendinamiskan kelompok; 5) rasa keterikatan anggota terhadap kelompok hanya sebatas sebagai bagian dari keanggotaan kelompok; 6) interaksi anggota dalam kelompok belum didasari oleh adanya kesadaran atas kepemilikan identitas sosial yang kuat.
151
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua kelompok yang diteliti menunjukkan profil yang berbeda ditinjau dari delapan unsur dinamika tersebut. Perbedaan profil antara kelompok tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri yaitu terletak pada : •
Struktur kelompok tani Bina Mandiri tidak tertulis sehingga anggota kurang memahami struktur organisasi kelompok yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota, sehingga struktur tersebut hanya sebagai formalitas saja. Sedangkan struktur organisasi kelompok tani Puspa Mandiri sudah tertulis dan sudah disahkan oleh SK Kepala Desa Lemahduhur.
•
Dalam kelompok tani Puspa Mandiri ketua lebih dominan dimana tugas sekretaris dan bendahara dikerjakan semua oleh ketua. Tugas dan komunikasi terfokus pada ketua kelompok. Dalam kelompok tani Bina Mandiri, tugas ketua terutama yang berhubungan dengan pihak program diwakilkan kepada Bendahara kelompoknya.
•
Dalam hal managemen kelompok, kelompok tani Bina Mandiri lebih tradisional dan konvensional sedangkan kelompok tani Puspa Mandiri selangkah lebih maju, karena sudah mulai mengusahakan adanya dokumen-dokumen tertulis.
3. Kelompok tani Puspa Mandiri (bottom up) cenderung lebih dinamis dibanding dengan kelompok tani Bina Mandiri (top down). Kelompok tani bentukan dari bawah (bottom up) memiliki solidaritas yang kuat dan mempunyai keinginan untuk memaksimalkan kemampuan anggota kelompok. Sedangkan kelompok tani yang terbentuk secara top down, sangat bergantung pada pihak pemberi bantuan, sehingga solidaritas lemah dan kurangnya inisiatif petani untuk memajukan kelompok tani. Kelompok tani yang dinamis cenderung lebih mandiri. Selanjutnya Kelompok tani yang mandiri cenderung lebih memiliki keberlanjutan usaha ekonomi. 4.
Karakteristik yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok terutama unsur tujuan, struktur dan kekompakan kelompok adalah karakteristik
152
umur,
pendidikan
formal,
pendidikan
non
formal,
pengalaman
berusahatani dan luas lahan. a) umur anggota kelompok tani yang relatif muda memiliki motivasi yang tinggi untuk menjaga kelompok agar tetap dinamis sedangkan umur kelompok tani yang relatif tua bersikap apatis terhadap kegiatan kelompok; b) Tingginya tingkat pendidikan formal mempengaruhi sikap
anggota terhadap
kelompok,
anggota
yang
mempunyai tingkat pendidikan tinggi memiliki semangat yang tinggi untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok; 3) tingkat pendidikan non formal dalam hal ini adalah kegiatan pelatihan terkait dengan usahatani hutan rakyat memiliki hubungan dengan dinamika kelompok. Tingginya tingkat pendidikan non formal menyebabkan anggota memiliki motivasi untuk mengaplikasikan materi pelatihan yang diperolehnya dalam mengelola hutan rakyat; 4) keterbatasan lahan anggota kelompok mendorong anggota kelompok untuk memilih bibit tanaman yang lebih murah dan masa panen yang lebih cepat. Salah satu faktor pembatas dalam pengelolaan hutan rakyat adalah kepemilikan lahan yang rata-rata sempit; 5) Pengalaman berusahatani khususnya usahatani hutan rakyat mempunyai hubungan dengan dinamika kelompok. Lamanya pengalaman berusahatani menyebabkan anggota lebih inovatif dalam mengelola lahan hutan rakyat. 5. Dari tujuh faktor karakteristik anggota kelompok tani yang diteliti hanya faktor lamanya menjadi anggota kelompok, jumlah tanggungan keluarga dan kekosmopolitan yang tidak berhubungan dengan dinamika kelompok. 6. Faktor-faktor karakteristik
kelompok tani yang memiliki kaitan erat
dengan dinamika kelompok adalah aspek kepemimpinan dan umur kelompok. Rendahnya kepemimpinan kelompok menyebabkan rendahnya dinamika kelompok terutama dalam unsur struktur kelompok, fungsi tugas, pembinaan dan pemeliharaan kelompok.Umur kelompok yang relatif masih muda menyebabkan rendahnya dinamika kelompok. Masih kurangnya
pengalaman
kelompok
dalam
mengelola
kelompok
menyebabkan kurang dinamisnya kelompok. 7. Kemandirian kelompok tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri termasuk kriteria kemandirian terbatas. Kemandirian kelompok yang dianalisis
153
dalam penelitian ini adalah kemandirian manajemen, kemandirian sosial dan kemandirian pengembangan diri.
Hasil penelitian menunjukkan
terdapat perbedaan pada dua kelompok yang diteliti dalam hal kemandirian sosial. •
Kemandirian sosial kelompok tani Bina Mandiri termasuk rendah dilihat dari kerjasama yang terjalin antara kelompok tani dengan pihak program pemberi bantuan belum berjalan dengan baik. Kelompok tani belum dapat mewujudkan kerjasama yang saling menguntungkan dan membesarkan. Kurang adanya koordinasi antara kelompok tani dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam kegiatan usahatani hutan rakyat.
•
Kemandirian sosial kelompok tani Puspa Mandiri tergolong sedang, karena kelompok tani ini sudah dapat menjalin kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dengan perusahaan swasta olympic dan koperasi pondok pesantren Darul Falah Bogor dalam sengonisasi.
8. Keberlanjutan usaha pada kelompok tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri tergolong rendah. Keberlanjutan usaha yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keberlanjutan pengurus, keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi. Hasil pengamatan memperlihatkan adanya keterbatasan kemampuan kelompok tani dalam menganalisis masalah, mengidentifikasi kebutuhan kelompok, dalam merencanakan kegiatan. Belum ada evaluasi terhadap kegiatan kelompok yang sudah berjalan. Kelompok tani lebih terbiasa dengan yang konvensional dan tradisional.
6.2. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat disampaikan adalah : 1. Dinamika kelompok tani di desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor perlu ditingkatkan melalui perbaikan faktor-faktor dinamika kelompok, terutama struktur kelompok, pembinaan kelompok, fungsi tugas kelompok dan memperjelas tujuan kelompok kepada anggota kelompok, sehingga kelompok dapat mencapai tujuan-tujuannya secara
154
lebih efektif melalui Dinas Kehutanan untuk mewujudkan kemandirian kelompok tani dalam mengelola usahatani hutan rakyat. 2. LSM yang bisa memberikan pendampingan dapat diajak bekerjasama. 3. Bagi pemerintah, perlu diupayakan pendampingan pasca program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Upaya ini diharapkan dapat mengaktifkan kembali kegiatan-kegiatan kelompok tani yang tidak berjalan, sehingga pemberdayaan kelompok tani dimungkinkan dapat tercapai. 4. Kelompok tani perlu diberdayakan secara fungsional dalam rangka mewujudkan
kemandirian
kelompok
sehingga
berfungsi
sebagai
determinan terbentuknya petani-petani yang produktif dan mandiri berbasis pembangunan kehutanan. 5. Hal-hal lainnya yang perlu diperhatikan di dalam memberdayakan kelompok tani, terutama di dalam mendukung skala usahanya adalah adanya penyediaan kredit bunga rendah khususnya untuk pembelian bibit tanaman keras. Disamping itu adalah pemanfaatan teknologi pengelolaan hutan rakyat dan pengembangan kerjasama dengan Instansi Pemerintah, Perusahaan/Swasta dan LSM dalam pemanfaatan penanaman tanaman hutan rakyat.
155
DAFTAR PUSTAKA
Abbas S,1995. Sembilan Puluh Tahun Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jakarta. Departemen Pertanian RI. Asdi A. 1996.”Sutainability of Food and Nutrition Diservication Project in West Sumatera Indonesia”(Disertasi).Los Banos,Philipina:UPLB. Chambers, Robert dan Conway, Gordon, 1991, Sustainable Rural Livelihoods: Practical Concepts For the 21st Century, IDS Discussion Paper 296, Desember 1991. Coleman, James S., 1994, A Rational Choice Perspektive on Economic Sociology, dalam Neil J., Smelser and Richard Swedberg, 1994, The Sociology Perspective on the economy, dalam. Neil J. Smelser dan Richard Swedberg (Eds.), The Handbook of Economic Sociology, Princeton University Press dan Russel Sage Foundation, New York. Darusman,D. dan Hardjanto, 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan, Jakarta, Departemen Kehutanan. Dharmawan, Arya Hadi, 2001, Farm Household Livelihood Strategies and Socio Economic Changes in Rural Indonesia, Wissenchaftsverlag Vauk Kiel KG,Kiel. Diniyati D, Suyarno, Anas Badrunasar, Tjetjep Sutisna. 2003. Kajian Sosial Ekonomi Hutan Rakyat di Desa Boja Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap, Prosiding Seminar Sehari, Prospek Pengembangan Hutan Rakyat di Era Otonomi Daerah. Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon Ciamis, Cilacap. Djoni dan Jaenal Abidin. 2000. Dinamika Kelompok di Kalangan Kelompok Tani Pondok Pesantren (PONTREN) Pelaksana Usahatani Model Wanatani di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Laporan Kajian Kelembagaan, Sosiologis, Ekonomi dan Biofisik, Kerjasama Universitas Siliwangi Dengan Balai RLKT DAS Cimanuk-Citanduy Ditjen RLPSDEPHUTBUN RI. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan. Daniyati, 2009. Efektifitas Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kulon Progo). Tesis. Pasca Sarjana IPB. (Tidak Diterbitkan) Ellis, Frank, 2000, Rural Livelihoods and Diversity in Developing Countries, Oxford University Press, New York.
Fauzi, 2009. Partisipasi Petani Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat (Kasus di Kecamatan Kertanegara, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah). Tesis. Pasca Sarjana. (Tidak Diterbitkan. Friedman, Jhon, Empowerment;The Politics of Alternative Development. Cambridge MA & Oxford UK. Blackwell. 1992. Geertz, 1975. Involusi Pertanian, Proses Perubahan Ekologi di Indonesia Diterbitkan Untuk Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan, Institut Pertanian Bogor dan Yayasan Obor Indonesia. Gerungan, W.A., 1978. Psikologi Sosial. Eresco.Bandung. Gibbs Christopher J.N. dan Broomley Daniel W. 1989. Institutional Arrangements for Management of Rural Resources: Common-Property Rezims dalam Berkes Fikret: Common Property Resources. Hardjanto, 2000, Penguasaan Hutan Rakyat di Jawa, Didik Suharjito (Penyunting) Hutan Rakyat di Jawa. Bogor : Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Mansyarakat (P2KM), Fahutan IPB. Istiyanti E, Hadidarwanto D.1999.”Perilaku Petani Terhadap Resiko dalam Pengembangan Usahatani Bawang Merah.”Agrosains.Vol1:79-84. Horton,Paul.B. and Hunt, Chester L.. 1999. Sosiologi Jilid I. Edisi VI. Penerbit Erlangga. Jakarta. Ismawan, Bambang.1994. Pengembangan Kelompok Masyarakat Dalam Program IDT Dalam Bambang Ismawan dan DE. Suparto (Editor). ”Program IDT : Kelompok masyarakat Pendampingnya” Bina Swadaya. Jakarta. Kusnadi D. 2006.”Kepemimpinan Kontaktani dalam Meningkatkan efektivitas Kelompok Tani.”Penyuluhan Pertanian.Vol.1:14-28. Lionberger HF.1960. adoption of New Ideas and Practices. Ames, Lowa: The Lowa State University Press. Loomis, Charles P. And Zona K. Loomis, 1961. Modern Social Theories. Princeton. New Jersey. Lynch, Owen J. Dan Harwell, Emily. 2002. Sumberdaya Milik Siapa? Siapa Penguasa Barang dan Publik? Penerjemah; Studio Kendil. Jakarta. Lembaga Studi dan advokasi Masyarakat (ELSAM). Mardikanto, Totok, 1992. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta. Sebelas Maret University Press. Margono,Slamet. 2001. Kelompok organisasi dan Kepemimpinan Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan (tidak diterbitkan). Program Pasca Sarjana IPB. Margono, Slamet. 1978. Beberapa Catatan Tentang Pengembangan Organisasi dalam Margono Slamet (Penghimpun), Kumpulan Bahan Bacaan Penyuluhan Pertanian. Bogor. Marliati.2008.”Pemberdayaan Petani Untuk Pemenuhan Kebutuhan Pengembangan Kapasitas dan Kemandirian Petani dalam Usaha Agribisnis”(Disertasi). IPB (Tidak Diterbitkan). Moh. Shohibuddin & Endriatmo Sutarto. Krisis Agraria Sebagai Akar Kemiskinan; Menuju Pandangan Relasional Mengenai Kemiskinan. 2009 Morgan B, Holmes G, Bundy C. 1962. Methods in Adult Education. Danville Illinois: The Interstate Printers Publisher. Mosher AT. 1986. Menggerakkan dan Membangun Pertanian.Jakarta:Yasaguna. Mosse,Adam.2007.Power and The Durability of Poverty: A Critical Exploration Of The Links Between Culture, Marginality and Chronic Poverty Working Paper 107, Chronic Poverty Research Centre Padmowihardjo S.2002. Pembangunan Pertanian:Sebelum dan Pasca Krisis Pergeseran Paradigma dan Pengembangan SDM Pendukungnya. Bahan disampaikan pada Lustrum ke X SPMA Medan: 27 September 2002. Purwanto, Wardani.2006.”Keragaan Dinamika Kelompok tani.”Penyuluhan Pertanian.Vol 1: 1-10. Rejeki, 1998. Peran Pemimpin Lokal dalam Meningkatkan Dinamika Kelompok. Tesis Pasca Sarjana. IPB. (Tidak Diterbitkan) Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations. New York: Free Press. Rogers EM, Shoemaker FF. 1995. Communication of Innovations : A Cross Cultural Approach New Yoark: Free Press A Division of Mc. Milland Publ.Co. Rogers EM, Shoemaker, 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Abdilah Hanafi (Penerjemah). Surabaya : Usaha Nasional
Sajogyo.1978.Lapisan Masyarakat Yang Paling Lemah di Pedesaan Jawa.Prisma Nomor 3 April 1978:3-14.
Sardi Idris, 2010, Konflik Sosial Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan (Studi Kasus Di Taman Nasional Bukit Duabelas Propinsi Jambi), Tesis. Tidak Diterbitkan. Sastraatmadja E. 1986. Penyuluhan Pertanian: Falsafah, Masalah dan Strategi. Bandung:Alumni. Soekartawi. 1986.Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia. Santoso .S. 2000. Dinamika Kelompok. Bina Aksara. Satria, Arif. 2009. Ekologi Politik Nelayan. PT. LkiS Printing Cemerlang. Yogyakarta. Scott,J.C.1976. Moral Ekonomi . Pengolahan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Terjemahan Hasan Besari.LP3ES.Jakarta. Siegel, S. 1988. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu Sosial. PT. Gramedia. Jakarta Sitorus,M.T.Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. IPB. Bogor. Soekanto Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soedijanto, 1981. Keefektifan Kelompok Tani dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian (Disertasi tidak diterbitkan). Pasca Sarjana IPB Sudarko, 2010. Hubungan Dinamika Dan Peran Kelompok Dengan Kemampuan Anggota Dalam Penerapan Inovasi Teknologi Usahatani Kopi Rakyat, Tesis.Pasca Sarjana IPB. Tidak diterbitkan. Sudarta W. 2002.”Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Tanaman Terpadu.”SOCA.Vol.2:31-34. Sudaryanti, 2002. Dinamika Kelompok Tani Hutan ( Kasus Program Perhutanan Sosial Desa Kemang BKPH Ciranjang Selatan, Kabupaten Cianjur), Tesis. Pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbitkan. Suharjito,D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa dalam Didik Suharjito (Penyunting) Hutan Rakyat di Jawa.Bogor. Program Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (P2KM). Fahutan IPB. Suhardjito Didik.1994. Pelembagaan dan Kemandirian Kelompok Tani Hutan. Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB.
Sumarjan Selo dan Soemardi Soelaeman. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Syamsu S, Yusril M dan Suwarto F, 1991. Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan Sebuah Pengantar. Yogyakarta. Universitas Atmajaya. Syarifuddin, 1999. Dinamika Kelompok dan Partisipasi Anggota dalam Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)di Nusa Tenggara Barat. Tesis. Pasca Sarjana IPB (Tidak Diterbitkan) . Tim Bina Swadaya. 2001. Pengalaman Mendampingi Petani Hutan, Kasus Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Tjondronegoro,S.M.P.1999. Sosiologi Agraria: Kumpulan tulisan terpilih, Yayasan Akatiga, Bandung.xvi,201 hal.
Tonny, F. 1988. Dinamika Kelompok Tani dan Partisipasi Petani dalam Program Konservasi Tanah dan Air di Daerah Aliran Sungai Citanduy. Tesis. Pasca Sarjana IPB (Tidak Diterbitkan). Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Wiraatmadja S.1990.Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta :Yasaguna. Wiradi,Gunawan.1996.Fungsi Sosial Hak-hak atas Tanah dalam rangka Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Petani.Makalh disampaikan dalam diskusi nasional pertanahan oleh HKTI di Jakarta, 29 Oktober 1996. Wiradi, Gunawan,2000. Reforma Agria: Perjalanan Yang Belum Berakhir. Yogyakarta: Insist Press, KPA, dan Pustaka Pelajar.) Yuliatin. 2002.”Tingkat Kedinamisan Kelompok Tani Transmigran dan Lokal dalam Kemandirian Anggota Kelompok”.Tesis Pasca Sarjana IPB (Tidak Diterbitkan). Yuliarso.2004. ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberlanjutan Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Desa (Kasus Unit Pengelolaan Keuangan Desa (UPKD) di Kabupaten Seluma, provinsi Bengkulu), Tesis Pasca Sarjana (Tidak Diterbitkan).
FOTO-FOTO TANAMAN HUTAN RAKYAT
FOTO-FOTO TANAMAN HUTAN RAKYAT
PENGURUS KELOMPOK TANI
WARUNG MILIK SALAH SEORANG ANGGOTA KELOMPOK TANI
KAMPUNG LEUWISAPI
KAMPUNG NANGELENG
PANEN TANAMAN SAYUR-SAYURAN
PERTEMUAN KELOMPOK TANI
SAUNG KELOMPOK TANI BINA MANDIRI
KOPERASI MITRA HORTIKULTURA
RUMAH KETUA KELOMPOK TANI BINA MANDIRI (TEMPAT KURSUS MENJAHIT PROGRAM PNPM MANDIRI)