DINAMIKA IMPLEMENTASI SUNSHINE POLICY OLEH KOREA SELATAN DALAM RANGKA REUNIFIKASI KOREA (1998-2003) Sasmithaningtyas Prihasti Laraswari1 dan Meidi Kosandi2 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK Abstrak Penelitian ini membahas mengenai inefektifitas kebijakan Sunshine Policy oleh Korea Selatan sebagai upaya reunifikasi Korea selama masa kepemimpinan Presiden Kim Dae Jung (19982003). Penelitian ini adalah penelitian eksplanatif dengan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa inefektifitas kebijakan Sunshine Policy oleh Korea Selatan sebagai upaya reunifikasi Korea disebabkan oleh tiga faktor yaitu perbedaan dalam perilaku negosiasi (dari sisi Korea Selatan), perbedaan ideologi (dari sisi Korea Utara), dan adanya intervensi dari lingkungan eksternal (Amerika Serikat, Jepang, China, dan Rusia). Kata kunci: Korea Selatan; Korea Utara; Lingkungan eksternal; Reunifikasi Korea; Sunshine Policy Abstract This study focuses on the ineffectivity of Sunshine Policy by South Korea in an effort of Korean re-unification under the President Kim Dae Jung’s leadership (1998-2003). Methodology used in this study is qualitative with explanatory type of research. The study shows that the ineffectivity of Sunshine Policy by South Korea as was determined by three factors which is negotiating behavior of South Korea, competing ideology and intervention from the external actors (United States, Japan, China, Russia) Keywords: External environment; North Korea; South Korea; Korea Re-unification; Sunshine Policy
Pendahuluan Pada tahun 1592, tepatnya pada masa Dinasti Choson (Dinasti Yi), Jepang masuk untuk melakukan invasi dan berhasil menguasai Korea pada tahun 1910.3 Jepang menguasai Korea selama 35 tahun, tepatnya hingga 15 Agustus 1945. Oleh karena Jepang kalah dalam Perang Dunia II, Jepang harus kembali ke negaranya dan pendudukan Jepang di Semenanjung Korea digantikan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pada masa pendudukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet inilah Semenanjung Korea terbagi menjadi dua secara resmi dengan terbentuknya 1
Sasmithaningtyas Prihasti Laraswari adalah seorang mahasiswi jurusan Ilmu Politik Reguler di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Angkatan 2009. 2 Meidi Kosandi S. IP., M.A. adalah dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Beliau adalah dosen pembimbing skripsi penulis. 3 Andrew C. Nahm, Ph. D., A Panorama of 5000 Years: Korean History (Seoul: Hollym Corporation, Publisher, 1989), hlm. 59.
1 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Republik Korea (ROK) dan Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) pada tahun 1948. Pemisahan kedua Korea ini kemudian berkembang menjadi faktor-faktor yang menghambat upaya reunifikasi Korea. Pada tahun 1998, setelah terpilih sebagai Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung mengeluarkan sebuah kebijakan yang dinamakan “Sunshine Policy” dalam berhubungan dengan Korea Utara. Sebenarnya kebijakan ini bernama Policy of Reconciliation and Cooperation toward North Korea, namun pada perkembangannya lebih dikenal sebagai Sunshine Policy.4 Dari sebuah cerita fabel karangan Aesop5 yang berjudul “Angin dan Matahari”, Presiden Kim Dae Jung ingin Korea Selatan menjadi matahari dalam menghadapi Korea Utara dibandingkan menjadi angin. Oleh karenanya, kebijakan Sunshine Policy bertujuan untuk melunakkan perangai Korea Utara terhadap Korea Selatan dengan meningkatkan interaksi dan bantuan ekonomi. Inti dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan privatisasi ekonomi, hubungan kebudayaan dan kemanusiaan demi mendukung kontribusi jangka panjang menuju rekonsiliasi.6 Sebagai pencetus dari Sunshine Policy, Presiden Kim Dae Jung menetapkan tiga poin utama, yaitu tidak adanya toleransi terhadap provokasi angkatan bersenjata, tidak ada tujuan untuk memaksa Korea Utara bergabung, dan melakukan segala upaya yang berhubungan dengan kerjasama dan interaksi damai di antara kedua Korea.7 Pada awalnya kebijakan ini berjalan dengan baik. Ini ditunjukkan dengan adanya undangan dari Kim Jong Il pada Oktober 1998 kepada pemimpin Hyundai, Chung Ju-Yung, untuk melakukan negosiasi sembilan poin kerjasama yang salah satunya adalah mengenai peresmian dari tempat wisata Gunung Keumgang sebagai daerah wisata turis di pantai timur Korea Utara. Akan tetapi, karena Korea Utara keluar dari Perjanjian Non-Proliferasi dan mengeluarkan pernyataan telah mengaktifkan kembali reaktor nuklir miliknya pada Desember 2002, hubungan antara Korea Selatan dengan Korea Utara kembali mendingin.8 4
Dalam pidato Yang Sung Chul (Duta Besar Korea Selatan untuk Amerika Serikat) dalam acara Asia Society pada 12 April 2000, yang berjudul South Korea's Sunshine Policy. Diunduh dari http://www.asiasociety.org pada 15 Oktober 2012, pukul 13.25. 5 Aesop adalah seorang penulis cerita fable dari Yunani dan hidup pada masa 600 SM. Oleh karenanya, pada perkembangannya cerita fable disebut sebagai Aesop’s Fable. Penjelasan mengenai biografi Aesop dapat dilihat di http://www.biography.com/people/aesop-9176935. 6 David. G. Brown, North Korea in 1998: A Year of Foreboding Developments, dalam jurnal Asian Survey, Vol. 39, No. 1 (USA: The Regents of the University of California, 1999), hlm. 131. 7 Tong-Whan Park, South Korea in 1998: Swallowing the Bitter Pills of Restructuring, dalam jurnal Asian Survey, Vol. 39, No. 1 (USA: The Regents of the University of California, 1999), hlm. 138. 8 Choong Nam, Kim, The Korean Presidents: Leadership for Nation Building (USA: EastBridge, 2007), hlm. 347.
2 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Sebagai negara yang pernah bersatu pada masa Kerajaan Silla (668) hingga tahun 1948, upaya reunifikasi selalu dilakukan sejak tahun 1950-an. Akan tetapi, di dalam praktiknya upaya ini selalu gagal direalisasikan. Reunifikasi Korea belum bisa terlaksana karena masih adanya perbedaan dalam proses negosiasi dan perbedaan ideologi di antara Korea Selatan dengan Korea Utara, serta kepentingan lingkungan eksternal (Amerika Serikat, Jepang, China, dan Rusia). Dilihat dari pandangan Korea Selatan, faktor yang menghambat proses reunifikasi adalah proses negosiasi yang terjadi di antara kedua Korea akibat adanya perbedaan dalam perilaku negosiasi. Perbedaan ini membuat proses negosiasi yang terjadi menjadi tidak berkesinambungan. Tidak sinambungnya proses negosiasi terlihat dari kunjungan yang dilakukan pihak Korea Selatan ke Korea Utara hanya terjadi di akhir masa pemerintahan,9 sementara pihak Korea Utara tetap melakukan intrusi ke wilayah Korea Selatan sehingga membuat reunifikasi Korea masih belum dapat diwujudkan.10 Tindakan intrusi dilakukan oleh kapal selam Korea Utara ke dalam perairan Korea Selatan pada tahun 1998, masuknya kapal patroli Angkatan Laut Korea Utara yang mengkonfrontasi Angkatan Laut Korea Selatan di pantai barat pada Juni 1999, dan masuknya kapal patroli Korea Utara melintasi garis demarkasi di Laut Kuning pada Juni 2002. Selain itu, keinginan dari pihak Korea Selatan agar Korea Utara melakukan denuklirisasi juga membuat proses negosiasi yang terjadi di antara kedua Korea terhambat.11 Alasan keamanan internasional menjadi dasar dari Korea Selatan dalam mengajukan poin denuklirisasi ini. Akan tetapi, Korea Utara tidak bersedia untuk melakukan denuklirisasi karena Korea Utara memerlukan keberadaan nuklir untuk mempertahankan bargaining position-nya di dunia internasional, termasuk untuk menghadapi Korea Selatan. Kepentingan ini berhubungan dengan perilaku negosiasi yang diterapkan oleh Korea Utara dalam menghadapi negara-negara di sekitarnya. Korea Utara akan menggunakan keberadaan nuklir sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kelangsungan hidup negaranya. 9
Kunjungan ini terjadi pada tanggal 12 Juni – 15 Juni 2000, tepatnya saat diadakan North-South Summit di Pyongyang, Korea Utara. Pada saat inilah untuk pertama kalinya, setelah terpisah sejak tahun 1948, pemimpin masing-masing Korea melakukan pertemuan. 10 Penjelasan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pidato Yang Sung Chul (Duta Besar Korea Selatan untuk Amerika Serikat), Op. Cit.; Young-Kwan Yoon, The Sunshine Policy: A South Korean Perspective, dalam konferensi “InterKorean Relations: Past, Present and Future”, yang diadakan oleh CSIS dan The Council of Foreign Relations, Washington, D.C., tanggal 12-13 Juni 2002, hlm. 6. 11 Terdapat dalam tulisan karya Youngho Kim dari Sungshin Women's University yang berjudul The Sunshine Policy and Its Aftermath, diunduh melalui http://web.sungshin.ac.kr/~youngho/data/academy/s-9.pdf, pada 15 Oktober 2012 pukul 13.00. Dituliskan oleh Kim bahwa upaya denuklirisasi terhadap Korea Utara yang dilakukan Korea Selatan dapat dilihat pada Chosun Ilbo, 13 Juni 2000.
3 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Dilihat dari pandangan Korea Utara, faktor yang menghambat reunifikasi adalah perbedaan ideologi dan perbedaan bentuk pemerintahan antara Korea Selatan dan Korea Utara,12 karenanya hubungan timbal balik belum dapat berjalan dengan baik di antara kedua Korea. Melalui kerjasama ekonomi dan bantuan kemanusiaan, Sunshine Policy bertujuan agar Korea Utara secara bertahap keluar dari sistem ekonomi terpimpin yang tersentralisasi dan menghilangkan keinginan Korea Utara untuk mewujudkan reunifikasi Korea melalui kekerasan. Hal ini tentunya bertentangan dengan keinginan dari Korea Utara untuk tetap dapat mempertahankan ideologi dan bentuk pemerintahannya. Dilihat dari pandangan lingkungan eksternal, keadaan Korea yang selama lebih dari 35 tahun mengalami pendudukan oleh Jepang (1910-1945) dan dilanjutkan dengan pendudukan oleh dua negara besar dengan ideologi yang berbeda, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, mulai tahun 1945 pada perkembangannya menyebabkan persaingan di antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Masing-masing dari kekuatan ini kemudian berusaha untuk mempertahankan keberadaan pengaruh mereka, baik di Korea Selatan maupun Korea Utara, karena letaknya yang strategis. Kepentingan dari lingkungan eksternal ini dalam mempertahankan pengaruhnya terlihat dari dibentuknya Six Party Talks13, yang beranggotakan Amerika Serikat, Jepang, China, Rusia, Korea Selatan dan Korea Utara. Apabila keadaan di atas tidak dapat diatasi, maka upaya reunifikasi masih akan sulit untuk diwujudkan. Penting bahwa dalam mewujudkan reunifikasi diperlukan adanya pengakuan oleh pemimpin politik dari kedua negara bahwa manfaat nasional dari adanya reunifikasi lebih banyak dan patut untuk diperjuangkan dibandingkan dengan mementingkan rasa khawatir akan ketidakstabilan posisi kekuatan pribadi. Masalah reunifikasi Korea ini menjadi suatu isu yang menarik untuk dibahas karena dalam kasus Korea Selatan dan Korea Utara sebagai dua negara yang terpisah, tidak terdapat perbedaan dalam hal ras, bahasa, budaya, sejarah, dan tradisi. Oleh karena berasal dari sebuah negara yang awalnya bersatu membuat tidak adanya etnis minoritas baik di Korea Selatan maupun di Korea Utara. Sebuah survey mengenai permasalahan reunifikasi pernah dilakukan pada 11 Agustus-12 Agustus 2011 oleh Seoul National University bekerjasama dengan stasiun 12
M. P. Srivastava, The Korean Conflicts: Search for Unification (New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited, 1982), hlm. 64. 13 Six Party Talks adalah sebuah forum internasional yang terdiri dari Amerika Serikat, Jepang, China dan Rusia dan kedua Korea. Tujuan dari dibentuknya Six Party Talks adalah untuk menghentikan program nuklir Korea Utara melalui jalur negosiasi, Six Party Talks dikenal juga dengan sebutan Six Way Talks. Penjelasan mengenai Six Party Talks dapat dilihat di http://www.cfr.org/proliferation/six-party-talks-north-koreas-nuclear-program/p13593.
4 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
televisi KBS. Dari 193 warga Seoul dan wilayah metropolitan sekitarnya, 91,2% merasa bahwa reunifikasi diperlukan dan 72,6% merasa bahwa hal itu akan membawa manfaat bagi Korea Selatan.14 Hal ini membuat reunifikasi Korea patut untuk diupayakan. Akan tetapi, Korea Selatan dan Korea Utara masih belum menemukan formula yang pas untuk mewujudkan reunifikasi Korea hingga saat ini. Selain itu, menurut Macdonald,15 dengan melakukan reunifikasi, Korea akan menjadi sebuah negara berukuran sedang yang cukup kuat sehingga bisa terlepas dari dominasi kekuatan besar negara-negara tetangganya, keadaan ekonomi yang lebih baik, dan terbebasnya masyarakat Korea dari trauma perpisahan keluarga yang mereka alami hingga saat ini. Macdonald mengatakan bahwa indikator dari pendapat di atas adalah jumlah sumberdaya alam yang cukup dan pasar dalam negeri yang lebih besar dibandingkan saat mereka terpisah seperti saat ini. Selain itu Korea akan kembali memiliki batas-batas negara alamiah yang pernah mereka miliki. Berdasarkan upaya-upaya reunifikasi yang telah dilakukan semenjak tahun 1950-an, seharusnya Sunshine Policy bisa menjadi upaya reunifikasi yang berhasil mempersatukan kembali Korea Selatan dengan Korea Utara. Dasar dari pemikiran ini adalah isi dari Sunshine Policy dan respon positif yang ditunjukkan oleh pemerintah kedua Korea. Puncak dari keberhasilan Sunshine Policy adalah diadakannya North-South Summit di Pyongyang, Korea Utara, pada 13 Juni – 15 Juni 2000 dimana untuk pertama kalinya presiden dari kedua Korea bertemu setelah terpisah sejak 1948. Akan tetapi, pada praktiknya tidak demikian, sehingga muncul pertanyaan “Mengapa Sunshine Policy oleh Korea Selatan sebagai upaya reunifikasi Korea tidak berhasil dan bagaimana dinamika implementasinya?” Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai bagaimana hubungan Korea Selatan dengan Korea Utara dan kedua Korea dengan lingkungan eksternal selama Sunshine Policy diberlakukan dan mengapa kebijakan Sunshine Policy oleh Korea Selatan tidak berhasil dalam membawa kedua Korea melangkah lebih jauh untuk mewujudkan reunifikasi Korea. Penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian pada fenomena kebijakan Sunshine Policy yang diterapkan pada tahun 1998-2003, tepatnya pada pemerintahan Kim Dae Jung. Alasan terhadap dibatasinya 14
“Deliberative Poll on Korean Reunification (Seoul, South Korea)”, diakses dari http://participedia.net/en/cases/deliberative-poll-korean-reunification-seoul-south-korea, pada 27 Juni 2013 pukul 11.47. 15 Donald Stone Macdonald, The Koreans: Contemporary Politics and Society (Colorado: Westview Press, Inc., 1990), hlm. 274.
5 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
ruang lingkup ini adalah untuk memfokuskan penelitian pada fenomena yang akan dikaji lebih lanjut. Tinjauan Teoritis Dalam menganalisa permasalahan, kerangka konseptual yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Teori Integrasi dan Teori Transisi Kekuatan. Dalam banyak studi tentang subyek ini, penggunaan teori integrasi dan unifikasi umumnya merujuk kepada perilaku politik yang sama, yaitu upaya atau proses untuk menyatukan dua entitas politik yang berbeda. Karenanya integrasi dan unifikasi adalah dua konsep yang bisa saling dipertukarkan (interchangeable). Integrasi adalah proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya menjadi suatu komunitas yang harmonis, yang didasarkan pada tatanan yang oleh anggotaanggotanya dianggap sama harmonisnya.16 Salah satu cara dalam mewujudkan integrasi adalah dengan melakukan kompromi. Tercapainya sebuah kompromi tidak menjamin sebuah konflik selesai, bisa jadi yang tercapai hanya sebuah gencatan senjata. Sebuah integrasi murni baru akan tercapai apabila egoisme atas kepentingan individu berhasil dikesampingkan dan digantikan dengan usaha untuk mewujudkan kepentingan bersama. Teori unifikasi politik berkaitan erat dengan teori integrasi politik yang melakukan spekulasi berdasarkan faktor ekonomi untuk membangun hubungan yang damai antara negara dengan masyarakat.17 Sebelum sampai pada tingkatan unifikasi politik, terdapat beberapa tahapan integrasi, yaitu:18 1. Free Trade Area (FTA) adalah tahap awal dimana antara negara yang bersangkutan, segala larangan terkait kegiatan perdagangan dihapuskan. 2. Customs Union adalah tahap berikutnya setelah FTA. Dalam tahap ini negaranegara yang bersangkutan menetapkan kesamaan tarif dan larangan terkait kegiatan perdagangan dengan negara di luar kesatuan. Tahap ini pada prakteknya berjalan beriringan dengan tahapan common market. 16
Maurice Duverger, Sosiologi Politik terjemahan Daniel Dhakidae (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 310. 17 Michael Haas, Paradigms of Political Integration and Unification: Applications to Korea dalam jurnal Journal of Peace Research, Vol. 21, No. 1 (Sage Publications, Ltd., 1984), hlm. 48. 18 Robert Gilpin, Global Political Economy: Understanding the International Economic Order (New Jersey, Princeton University Press, 2001), hlm. 343.
6 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
3. Common Market adalah tahap ketiga setelah FTA dan Custom Union. Dalam tahap ini negara yang bersangkutan memasukkan poin mengenai kebebasan bagi pergerakan faktor-faktor produksi seperti barang, pelayanan, manusia dan modal. 4. Economic Union adalah tahap keempat dalam proses integrasi. Pada tahapan ini terdapat poin tambahan mengenai harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter antar negara yang bersangkutan. 5. Political Union adalah tahapan akhir dari proses integrasi dan menjadi tujuan akhir. Michael Haas (1984:48) mengatakan terdapat dua faktor yang digunakan dalam menilai apakah masyarakat atau negara dapat mencapai berbagai tingkat dari integrasi, unifikasi politik, atau pun bentuk politik lain yang lebih modern dalam lingkup yang sama, yaitu faktor attitudinal dan faktor material. Faktor attitudinal (cara berpikir atau bertindak), mengikuti tradisi Mazzini, berpendapat bahwa opini elit, publik, atau keduanya, harus menginginkan integrasi bila menginginkan adanya perkembangan, dengan kata lain adalah idealisme. Sementara itu, faktor material berhubungan dengan pencapaian hal-hal yang bersifat materi, seperti terwujudnya kerjasama ekonomi. Dalam tulisannya, Haas juga menuliskan bahwa terdapat tiga tingkatan untuk integrasi.19
menganalisa
Tingkat
pertama
adalah
pra-kondisi
yaitu
sebuah
tahapan
mengumpulkan elemen-elemen yang dibutuhkan untuk bisa beralih dari tahap pertama, ke tahap kedua, dan seterusnya. Tingkat kedua adalah arus transaksi yaitu naik turunnya trend dalam perilaku integrasi antar ruang atau antar waktu yang pada tahap berikutnya membutuhkan identifikasi terhadap sub-cluster dari sebuah negara dengan pola interaksi yang berbeda. Tingkat ketiga adalah peran dari lingkungan eksternal yaitu apakah lingkungan eksternal (sekutu dari masing-masing negara) mendukung integrasi atau menghambat integrasi dan mengapa mereka mengambil tindakan ini. Tingkat ketiga dalam tulisan Haas berhubungan dengan Teori Transisi Kekuatan. Setelah Perang Dunia II berakhir, dapat dikatakan bahwa terdapat dua ideologi besar yang berpengaruh di dunia, ideologi liberal (Amerika Serikat) dan ideologi komunis (Uni Soviet). Oleh karenanya, setelah tahun 1945 konsepsi kekuatan dunia, termasuk kawasan Asia Timur, bersifat bipolar. Selama masa kekuatan bipolar berpengaruh, Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah aktor utama 19
Ibid., hlm. 49.
7 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
yang dominan, sementara negara pendukung masing-masing blok (Amerika Serikat dengan Blok Barat dan Uni Soviet dengan Blok Timur) hanya menjadi pendukung dari segala bentuk kepentingan negara dominan.20 Memasuki tahun 1970-an, Jepang dan China mulai muncul sebagai kekuatan baru yang harus dipertimbangkan pengaruhnya di Asia Timur. Kemunculan Jepang dan China ini menyebabkan terjadinya perkembangan dalam hal konsepsi kekuatan di Asia Timur. Konsep bipolar yang selama ini telah terbentuk harus mengalami transisi menjadi multipolar karena negara yang memiliki kekuatan berpengaruh di Asia Timur telah bertambah dengan kemunculan Jepang dan China. Penyebab dari terjadinya transisi kekuatan di Asia Timur adalah konflik SinoSoviet, perkembangan China sebagai negara independen, keberhasilan pembangunan ekonomi Jepang, dan adanya kesediaan dari Amerika Serikat untuk menjalin kerjasama dengan China dan Jepang dalam memelihara kedamaian di kawasan Asia Timur.21 Memasuki tahun 1990-an, Uni Soviet mengalami disintegrasi dan terpecah menjadi beberapa negara, dengan Rusia sebagai negara pecahan terbesar. Perpecahan Uni Soviet ini menyebabkan terjadinya pergeseran porsi kekuatan di Asia Timur, dari yang awalnya Amerika Serikat, Uni Soviet, Jepang, dan China menjadi Amerika Serikat, Jepang, China, dan Rusia.22 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yang merupakan penelitian yang diangkat dari realitas yang ada, diinterpretasikan dan tidak melewati prosedur statistika dan kuantifikasi lainnya.23 Penelitian kualitatif melibatkan pendekatan yang lebih bersifat interpretatif dalam mengkaji objek penelitian. Oleh karena itu, penelitian kualitatif mempelajari sesuatu dengan cara memberikan interpretasi terhadap fenomena dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat.24 Dalam penelitian ini, fenomena yang akan dikaji adalah fenomena tidak tercapainya tujuan kebijakan Sunshine Policy oleh Korea Selatan sebagai upaya reunifikasi Korea pada tahun 1998-2003. Penelitian kualitatif dipilih oleh penulis karena untuk dapat mengetahui penyebab dari inefektifitas implementasi kebijakan 20
Myung Hyun Cho, Korea and The Major Powers: An Analysis of Power Structure in East Asia (Seoul: Research Center for Peace and Unification of Korea, 1989), hlm. 341. 21 Ibid., hlm. 224. 22 Samuel S. Kim, The Two Koreas and The Great Powers (New York: Cambridge University Press, 2006), hlm. 105. 23 Jane Ritchie dan Jane Lewis, Qualitative Research Practice: A Guide for Social Science Students and Researchers (London: Sage Publications, 2004) hlm 2-3. 24 Ibid.
8 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Sunshine Policy oleh Korea Selatan sebagai upaya reunifikasi Korea, penulis melakukan penelitian terhadap proses, interaksi, yang diteliti melalui perilaku dalam sejarah. Dalam penelitian ini, penulis menetapkan untuk menggunakan penelitian eksplanatif. Jenis penelitian eksplanatif adalah penelitian yang bertujuan menjelaskan bagaimana cara terjadinya suatu fenomena sosial. Penelitian eksplanatif diadakan untuk menggali lebih jauh suatu topik dengan mencari sebab dan alasan terjadinya sesuatu.25 Penelitian eksplanatif dipilih oleh penulis karena penulis bertujuan untuk mengetahui alasan mengapa implementasi kebijakan Sunshine Policy oleh Korea Selatan sebagai upaya reunifikasi Korea pada tahun 1998-2003 tidak mendapatkan hasil yang efektif. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan sumber data sekunder. Menurut Creswell dalam bukunya Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mix Methods Approaches Second Edition, terdapat dua karakteristik penelitian kualitatif yaitu penelitian kualitatif dapat menggunakan berbagai sumber data dan strategi. Sumber data dan strategi yang beragam dalam penelitian dapat berasal dari hasil observasi, dokumen-dokumen, dan sumber elektronik. Hasil observasi yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi literatur. Sehingga data sekunder dalam penelitian ini didapatkan penulis melalui studi literatur, studi dokumen serta sumber elektronik berupa jurnal dan beberapa situs-situs internet. Studi literatur dilakukan untuk menelusuri data-data yang berkaitan dengan permasalahan dan pembatasan masalah penelitian, serta penyusunan kerangka konsep, seperti hasil kajian terhadap beberapa laporan penelitian, makalah, serta buku-buku perpustakaan. Dalam hal ini, data-data yang dikumpulkan oleh penulis berkaitan dengan Korea Selatan, Korea Utara, dan Sunshine Policy. Selanjutnya, penulis mengumpulkan data dari sumber-sumber tertulis seperti majalah, buku, jurnal, dokumen, atau arsip, dan sumber tertulis dari media elektronik. Data-data ini dikumpulkan untuk digunakan penulis dalam membangun sekaligus memperkuat argumentasi penulis dalam skripsi ini. Sumber-sumber tersebut termasuk ke dalam sumber sekunder, yakni data primer yang telah diolah lebih lanjut sebelumnya baru disajikan, baik oleh pengumpul data primer atau pihak lainnya.26 25
Vinita Susanti, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Permasyarakatan: Metode dan Praktek Penelitian Sosial (Jakarta: Badan Pengembangan SDM Hukum dan HAM AKIP, 2009), hlm. 45-46. 26 Ibid.
9 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Sumber sekunder yang akan penulis gunakan tentunya adalah sumber-sumber yang berkaitan dengan politik di Korea Selatan dan Korea Utara, terutama studi mengenai upaya reunifikasi di antara negara tersebut. Selain itu, penulis juga akan menggunakan situs-situs internet utama seperti www.eng.unikorea.go.kr (website resmi Kementerian Unifikasi) dan www.kinu.or.kr (website resmi Institut Unifikasi Nasional Korea) untuk mendapatkan data-data tambahan lainnya. Hasil Penelitian Pada 25 Februari 1998, setelah terpilih sebagai Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung mengeluarkan sebuah kebijakan yang dinamakan “Sunshine Policy” dalam berhubungan dengan Korea Utara. Sunshine Policy adalah sebuah kebijakan luar negeri Korea Selatan yang memisahkan permasalahan ekonomi dengan politik pada pelaksanaannya sebagai langkah awal dari proses integrasi kedua Korea. Pemisahan permasalahan ekonomi dengan politik dilakukan agar kedua Korea tetap bisa melanjutkan ketiga langkah tersebut di tengah adanya kemungkinan Korea Utara melakukan tindakan provokasi militer dan politik yang bisa mengancam keberlangsungan proses integrasi. Tujuan formal dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan hubungan antar Korea melalui upaya mempertahankan kedamaian dan meningkatkan rekonsiliasi serta kerjasama.27 Kebijakan ini memiliki tujuan akhir untuk menciptakan sebuah negara unifikasi (secara de facto) yang memungkinkan warga kedua Korea untuk pergi melintasi perbatasan dengan bebas dan mengembalikan homogenitas nasional Korea.28 Dalam pidatonya yang berjudul Address to the Nation, Presiden Kim menyatakan bahwa tujuan dari kebijakan Sunshine Policy adalah menjamin perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea serta menjamin kerjasama di antara kedua Korea. Unifikasi Nasional akan didiskusikan dan dicapai setelahnya secara bertahap.29 Dalam Sunshine Policy, Presiden Kim Dae Jung menetapkan tiga poin utama yaitu 1) prinsip mengenai tidak adanya toleransi terhadap ancaman militer atau provokasi angkatan bersenjata oleh Korea Utara, 2) penghapusan tujuan untuk melakukan reunifikasi dengan cara menyerang, menekan, dan mengancam Korea Utara, serta 3) melakukan segala upaya yang 27
Unification White Paper 2001, hlm. 24. Ibid. 29 Ralph A. Cossa, Managing Relations with North Korea: Some Suggestions for President Kim Dae-jung dalam jurnal International Journal of Korean Unification Studies Vol. 7 (Korea: Korea Institute for National Unification, 1998), hlm. 65. 28
10 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
berhubungan dengan peningkatan kerjasama dan interaksi damai di antara kedua Korea berdasar pada 1991 Basic Agreement on Reconciliation, Non-aggresion, Exchanges, and Cooperation.30 Ketiga poin di atas sebenarnya adalah perkembangan dari usulan pertama yang diajukan oleh Presiden Kim saat mengikuti kampanye pemilihan presiden Korea Selatan tahun 1971. Ketiga poin yang diajukan Presiden Kim pada tahun 1971 lebih kepada menjelaskan tahapan menuju unifikasi. Hyung Gu Lynn menuliskan dalam bukunya bahwa terdapat tiga tahapan unifikasi menurut Kim Dae Jung, yaitu konfederasi, federasi, dan unifikasi.31 Akan tetapi, kembali kepada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai unifikasi de jure (sah secara sistem dan hukum) seperti yang disebutkan sebelumnya, Presiden Kim memutuskan untuk mewujudkan unifikasi Korea secara de facto terlebih dahulu melalui kebijakan Sunshine Policy.32 Chung-in Moon (1999:38-42) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat enam prinsip operasi utama Sunshine Policy. Pertama, kebijakan yang pro-aktif, dimana Sunshine Policy diterapkan untuk meningkatkan kerjasama kedua Korea dengan mengesampingkan reaksi awal Korea Utara yang negatif. Kedua, flexible dualism, dimana Presiden Kim memisahkan antara persoalan politik dan ekonomi. Oleh karenanya, walaupun Korea Utara melakukan beberapa tindakan provokasi militer selama Sunshine Policy berlaku Presiden Kim tetap bisa mempertahankan kerjasama ekonomi dengan Korea Utara. Ketiga, dibutuhkan kemampuan militer yang meyakinkan dalam menciptakan kerjasama dan keamanan dengan tindakan tidak mentolerir provokasi militer oleh Korea Utara, namun tidak langsung berpengaruh pada penghentian kerjasama eonomi dan sosial (specific reciprocity) serta memelihara hubungan aliansi ROK-Amerika Serikat. Keempat, kolaborasi internasional. Dalam menyelesaikan konflik antara kedua Korea, Presiden Kim berkolaborasi dengan dunia internasional melalui Six Party Talks. Kelima, konsensus dalam negeri, dimana pada kepemimpinan presiden sebelumnya, dilakukan tindakan provokasi militer dan politik terhadap Korea Utara kemudian mengangkat permasalahan keamanan nasional ini demi mendapatkan dukungan kelompok konservatif menjelang pemilihan umum. Keenam, pseudo-unification. Presiden Kim menyadari bahwa unifikasi secara de jure 30
Chung-in Moon, Understanding the DJ Doctrine: The Sunshine Policy and the Korean Peninsula, dalam Chung-in Moon dan David I. Steinberg (ed.), Kim Dae-jung Government and Sunshine Policy: Promises and Challenges (Seoul: Yonsei University Press, 1999), hlm. 37. 31 Hyung Gu Lynn, Bipolar Orders: The Two Koreas since 1989 (UK: Zed Books, 2007), hlm. 169. 32 Yang Seung-yoon dan Mohtar Mas’oed, Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), hlm. 41.
11 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
akan memakan waktu yang sangat lama, karenanya Presiden Kim ingin mencapai unifikasi secara de facto sebagai langkah awal. Unifikasi secara de facto sudah tercapai bila pergerakan dan pertukaran manusia seperti layaknya pertukaran barang, jasa, dan modal terjadi sepenuhnya dan pembangunan kepercayaan serta pengawasan persenjataan sudah terwujud. Berdasarkan uraian mengenai enam prinsip operasional di atas, terlihat bahwa melalui Sunshine Policy Presiden Kim juga bertujuan untuk memperbaiki keadaan perekonomian Korea Utara. Perbaikan keadaan ekonomi Korea Utara diperlukan karena Korea Utara mengalami kesulitan ekonomi dan musibah kelaparan setelah Uni Soviet, negara penyokong Korea Utara sejak sebelum medeka, runtuh pada awal 1990-an. Oleh karena itu, Korea Selatan berupaya membantu Korea Utara melewati masa sulit ini dengan menerapkan kebijakan Sunshine Policy. Langkah pertama yang langsung dilakukan setelah ditetapkannya Sunshine Policy adalah pengiriman 500 ekor sapi ke Korea Utara oleh Chung Ju Yung, pendiri Hyundai.33 Setelah langkah pertama berhasil, langkah berikut yang ditempuh oleh kedua Korea adalah pertemuan antara Kim Jong Il, Presiden DPRK, dengan Chung untuk membahas kerjasama pariwisata Gunung Keumgang. Korea Utara menyetujui kerjasama pariwisata Gunung Keumgang dengan Korea Selatan dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan krisis ekonomi yang sedang dihadapi negaranya. Sejak peresmiannya pada tanggal 11 November 1998, terjadi peningkatan signifikan terkait jumlah kunjungan warga Korea Selatan ke Korea Utara maupun sebaliknya. Tercatat bahwa pada akhir tahun 2000, untuk kunjungan ke Gunung Keumgang saja, sebanyak 371.637 orang telah mengunjungi Gunung Keumgang.34 Tabel 1. Data Kunjungan di luar Pariwisata Gunung Keumgang (1997-2000) Jumlah Tahun
Kunjungan ke Korea Utara oleh Warga Korea Selatan
1997 1998 1999 2000
(orang) 1,015 3,317 5,599 7,280
(kasus) 136 341 822 804
Kunjungan ke Korea Selatan oleh Warga Korea Utara (orang) (kasus) (-) (-) (-) (-) 62 1 706 10
33
Sangsoo Lee dan Alec Forss, The 17th South Korean Presidential Election: No More Sunshine for North Korea? (Sweden: Institute for Security and Development Policy, 2007), hlm. 8. 34 Ibid., hlm. 100.
12 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Diolah dari: Unification White Paper 2001 hlm. 99 dan Ki-Jung Kim dan Deok Ryong Yoon, Beyond Mt. Kumkang: Social and Evonomic Implications, dalam Chung-in Moon dan David I. Steinberg (ed.), Kim Dae-jung Government and Sunshine Policy: Promises and Challenges (Republik Korea: Yonsei University Press, 1999), hlm. 113.
Selain peningkatan jumlah kunjungan baik warga Korea Selatan maupun Korea Utara ke kedua Korea, terjadi pula peningkatan dalam jumlah impor dan ekspor terkait kegiatan perdagangan antara kedua Korea. Krisis ekonomi yang terjadi di Korea Selatan sempat menyebabkan menurunnya jumlah impor Korea Selatan sebesar 52,2% atau sebanyak USD$ 100.805 juta. Keadaan ini menurunkan tingkat perdagangan antar Korea sebesar 28%.35 Di sisi lain, jumlah ekspor Korea Selatan mengalami peningkatan akibat diresmikannya proyek pariwisata Gunung Keumgang sebesar 11% atau sebanyak USD$ 114.409 juta. Tabel 2. Perdagangan Antar Korea (1997-2000) Jumlah (dalam USD) Impor Ekspor Total 1997 193,069,000 115,270,000 308,339,000 1998 92,264,000 129,679,000 221,943,000 1999 121,604,000 211,832,000 333,437,000 2000 152,373,000 272,775,000 425,148,000 Diolah dari: Unification White Paper 2001 hlm. 109 dan Ki-Jung Kim dan Deok Ryong Yoon, Beyond Mt. Kumkang: Social and Evonomic Implications, dalam Chung-in Moon dan David I. Steinberg (ed.), Kim Dae-jung Government and Sunshine Policy: Promises and Challenges (Republik Korea: Yonsei University Press, 1999), hlm. 122. Tahun
Selain melakukan proyek pariwisata Gunung Keumgang dan kegiatan perdagangan, pemerintah ROK juga mengirimkan bantuan pangan ke Korea Utara. Penjabaran bantuan pangan yang dilakukan Korea Selatan kepada Korea Utara sejak 1998-2001 apabila diilustrasikan dalam tabel adalah sebagai berikut. Tabel 3. Bantuan Ekonomi oleh Korea Selatan kepada Korea Utara di luar Proyek Pariwisata Gunung Keumgang (1998-2001) Jumlah Jenis Bantuan* Jagung Tepung Pupuk Obat-obatan Dana
Tahun 1998 30,000 10,000 (-) (-) (-)
(dalam ton) Tahun Tahun 1999 2000 (-) 100,000 (-) (-) 155,000 200,000 (-) (-) (-) (-)
Tahun 2001 (-) (-) 200,000 (-) (-)
Tahun 1998 (-) (-) (-) (-) (-)
(dalam USD) Tahun Tahun 1999 2000 (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Tahun 2001 (-) (-) (-) 500,000 460,000
35
Ki-Jung Kim dan Deok Ryong Yoon, Beyond Mt. Kumkang: Social and Evonomic Implications, dalam Chung-in Moon dan David I. Steinberg (ed.), Kim Dae-jung Government and Sunshine Policy: Promises and Challenges (Republik Korea: Yonsei University Press, 1999), hlm. 121.
13 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Diolah dari: Unification White Paper 2001; Majalah Sunshine Policy for Peace & Cooperation; dan Chae Kyung Suk, The Future of the Sunshine Policy: Strategies for Survival dalam jurnal East Asian Review Vol. 14, No. 4 (Korea: IEAS, 2002).
Ketiga poin utama dari Sunshine Policy berhasil diterapkan oleh pemerintahan Korea Selatan. Terhadap poin pertama, selama pemberlakuan Sunshine Policy, pihak Korea Selatan tetap menjalin kerjasama ekonomi dengan Korea Utara walaupun Korea Utara beberapa kali melakukan tindakan provokasi yang mengancam keamanan dan keadaan damai dengan tetap melakukan perlawanan militer terhadap provokasi militer Korea Utara. Dengan adanya prinsip pemisahan antara permasalahan ekonomi dengan politik diterapkan dalam Sunshine Policy, Presiden Kim bisa melakukan kedua hal tersebut secara beriringan (berhubungan dengan prinsip flexible dualism)36. Penerapan poin pertama berhubungan dengan penerapan poin kedua Sunshine Policy. Sunshine Policy ditetapkan Presiden Kim sebagai starting point menuju reunifikasi Korea, karenanya Presiden Kim tidak mencabut kebijakan Sunshine Policy dalam menghadapi Korea Utara dan penerapan dari poin kedua Sunshine Policy bertujuan untuk mewujudkan reunifikasi Korea secara damai walaupun melalui proses yang panjang. Hal ini yang menjadi dasar bagi Presiden Kim untuk tetap memberikan bantuan kemanusiaan dan ekonomi kepada Korea Utara walaupun mendapatkan banyak kritik dari para kritikus. Kritikus merasa bahwa melalui Sunshine Policy, pemerintah Korea Selatan telah memberikan pemerintahan Kim Jong Il kesempatan untuk mengembangkan nuklir.37 Akan tetapi, Presiden Kim percaya bahwa dengan memberikan bantuan secara konsisten terhadap Korea Utara, Korea Utara akan secara bertahap keluar dari sistem ekonomi terpimpin dan kemungkinan terwujudnya reunifikasi semakin besar. Poin ketiga dari Sunshine Policy bertujuan untuk meningkatkan komunikasi dan kerjasama di antara kedua Korea sehingga mendukung terwujudnya reunifikasi. Selain dengan memberikan bantuan kemanusiaan dan ekonomi, pihak Korea Selatan juga berusaha untuk memperbaiki komunikasi di antara kedua Korea. Salah satu upayanya adalah dengan dibuatnya saluran telepon hot-line antara kedua Korea dan melakukan pertukaran informasi mengenai pergerakan pasukan, pelatihan militer, dan pergantian personil militer.38 Selain itu, kedua Korea juga melaksanakan program reuni keluarga. Pada tahun 1995 hingga tahun 1998, kunjungan reuni keluarga kembali mengalami peningkatan setelah turun sejak 36
Chung-in Moon, Op. Cit., hlm. 38-42. Lee dan Alec Forss, Op. Cit., hlm. 9. 38 Pidato Yang Sung Chul (Duta Besar Korea Selatan untuk Amerika Serikat), Op. Cit. 37
14 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
1993-1994, bahkan mencapai peningkatan sebanyak 53 kasus pada tahun 1998. Akan tetapi, jumlah kasus reuni keluarga kembali mengalami penurunan pada akhir tahun 2000, dimana tercatat hanya 148 kasus yang berhasil diselenggarakan.39 Tabel 4. Reuni Keluarga (1990-2000) Tahun
Kasus Reuni (berhasil diselenggarakan)
1990
6
1991
11
1992
19
1993
12
1994
11
1995
17
1996
18
1997
55
1998
108
1999
200
2000
148
Diolah dari: Unification White Paper 2001 dan Ki-Jung Kim dan Deok Ryong Yoon, Beyond Mt. Kumkang: Social and Evonomic Implications, dalam Chung-in Moon dan David I. Steinberg (ed.), Kim Dae-jung Government and Sunshine Policy: Promises and Challenges (Republik Korea: Yonsei University Press, 1999), hlm. 129.
Keberhasilan dalam pencapaian tiga poin utama Sunshine Policy seharusnya menjadikan Sunshine Policy kebijakan yang mampu mewujudkan reunifikasi Korea. Akan tetapi, pada akhir masa kepemimpinan Presiden Kim hubungan di antara kedua Korea justru kembali mendingin. Hal ini menyebabkan Sunshine Policy gagal menjadi kebijakan yang mampu mewujudkan reunifikasi Korea. Pembahasan Dalam kasus proses integrasi kedua Korea, Kim Dae Jung sebagai pencetus dari Sunshine Policy menyadari hal ini dan mencoba mengaplikasikannya dalam Sunshine Policy. Oleh karenanya, salah satu inti dari kebijakan Sunshine Policy adalah untuk meningkatkan privatisasi ekonomi agar dapat terbentuk sebuah integrasi ekonomi antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Mengacu kepada lima tahapan integrasi yang disebutkan sebelumnya, kebijakan Sunshine Policy sudah berhasil mencapai tingkatan ketiga. Akan tetapi, Sunshine Policy belum mencapai tingkat common market secara penuh. Pergerakan faktor-faktor produksi yang terjadi antara 39
Unification White Paper 2001, Op. Cit., hlm. 142.
15 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
kedua Korea hanya ke daerah tertentu saja, seperti Gunung Keumgang, bukan bebas dalam arti menyeluruh seperti yang dimaksudkan pada penjelasan common market. Kasus kedua Korea juga merupakan kasus unik karena berbeda dengan kasus Uni Eropa, dimana negara-negara Eropa berhasil melanjutkan integrasi ke tingkat economic union setelah mencapai tingkat common market. Buktinya adalah kembalinya mendinginnya hubungan antara kedua Korea pada tahun 2002 walaupun kedua Korea dapat dikatakan telah mencapai tingkat common market. Reunifikasi Korea belum bisa diwujudkan karena faktor pertama yaitu attitudinal (cara berpikir atau bertindak) yang belum terbentuk, dimana belum ada opini elit, publik, atau keduanya, yang menginginkan integrasi secara sungguh-sungguh, akibatnya belum ada perkembangan signifikan terkait reunifikasi. Ketika Sunshine Policy diberlakukan, kedua Korea baru berhasil memenuhi faktor material dari sebuah upaya integrasi berupa kerjasama ekonomi. Selain itu, tingkat ketiga dalam menganalisa integrasi dan unifikasi politik yaitu peran dari lingkungan eksternal yang masih menghambat integrasi. Amerika Serikat, Jepang, China dan Rusia cenderung menghambat reunifikasi Korea karena dengan berhasilnya reunifikasi Korea maka pengaruh mereka di Semenanjung Korea akan berkurang dan Korea yang bersatu lebih berbahaya bagi mereka dibandingkan Korea yang terpisah. Oleh karenanya keempat negara ini cenderung memilih untuk lebih mempertahankan status quo di Semenanjung Korea. Peranan dari keempat negara ini menjadi berpengaruh karena adanya transisi kekuatan di kawasan Asia Timur pada awal tahun 1970-an, dari kekuatan yang bersifat bipolar (Amerika Serikat dan Uni Soviet) menjadi multipolar (Amerika Serikat, Jepang, China, Rusia). Berdasarkan analisis di atas, inefektifitas kebijakan Sunshine Policy oleh Korea Selatan dalam menciptakan pondasi yang kuat untuk reunifikasi Korea terjadi karena hubungan antara Korea Selatan dengan Korea Utara yang mengalami pasang surut dan adanya peranan dari lingkungan eksternal dalam kehidupan bernegara kedua Korea. Pernyataan ini juga diungkapkan oleh Gottfried-Karl Kinderman.40 Hal di atas kemudian menjadi penyebab dari ketidakberhasilan Sunshine Policy menjadi kebijakan yang mampu mewujudkan reunifikasi Korea.
40
Gottfried-Karl Kinderman, Comparisons and Suggestions Regarding Korea’s Unification Strategies dalam jurnal International Journal of Korean Unification Studies Vol. 7 (Korea: Korea Institute for National Unification, 1998), hlm. 154.
16 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Tabel 5. Indikator Penyebab Sunshine Policy Inefektif Sudut Pandang Faktor Kegagalan
Proses Negosiasi
Korea Selatan
Terus melakukan pendekatan (sebagai pencetus kebijakan) Menuntut denuklirisasi
Visi Presiden Kim mengenai demokrasi dan pembangunan ekonomi Ideologi dan Pemerintahan Menginginkan unifikasi de facto sebagai langkah awal (unifikasi politik sebagai hasil akhir reunifikasi Korea) Intervensi Asing
(-)
Korea Utara
Menerapkan perilaku wait and see dan melanjutkan pengembangan nuklir Poin-poin Sunshine Policy bertentangan dengan ideologi Juche milik Korea Utara Menginginkan konfederasi sebagai bentuk akhir dari Korea reunifikasi (-)
Lingkungan Eksternal (Amerika Serikat, Jepang, China, dan Rusia)
Hasil
(-)
Proses negosiasi menjadi tidak sinambung dan muncul salah paham dari pihak Korea Selatan
(-)
Terdapatnya perbedaan terkait ideologi dan bentuk pemerintahan Korea reunifikasi di masa depan
Dibentuknya Six Party Talks
Intervensi asing dilakukan demi mempertahankan status quo
Penulis melihat bahwa terdapat tiga faktor yang berperan dalam ketidakberhasilan dari kebijakan Sunshine Policy sebagai upaya reunifikasi Korea. Faktor pertama adalah adanya perbedaan proses negosiasi yang terjadi di antara kedua Korea, menurut Korea Selatan. Perbedaan dalam proses negosiasi yang terjadi di antara kedua Korea disebabkan karena adanya perbedaan perilaku negosiasi yang dimiliki. Korea Selatan sebagai pihak yang mencetuskan dan mengajukan kebijakan Sunshine Policy terus melakukan pendekatan kepada Korea Utara. Akan tetapi, Korea Utara sebagai pihak yang menerima penawaran terkesan menerapkan perilaku wait and see dalam menghadapi tawaran dan tuntutan denuklirisasi yang diajukan Korea Selatan. Bahkan pihak Korea Utara terbukti tetap melanjutkan pengembangan nuklir. Perbedaan ini mengakibatkan proses negosiasi antara kedua Korea menjadi tidak sinambung dan berakhir dengan salah paham dari pihak Korea Selatan. Perilaku wait and see adalah sebuah aksi reaktif yang diambil pemerintah Korea Utara dalam menghadapi dunia internasional, dimana pemerintah Korea Utara berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari bantuan-bantuan yang diberikan oleh dunia internasional sekaligus tetap memelihara bentuk pemerintahan otoriter negaranya. Perilaku ini didasarkan pada 17 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
kebutuhan Korea Utara dalam mempertahankan kelangsungan hidup negaranya dalam kancah dunia internasional, tetapi Korea Utara tidak bersedia merubah dasar pemerintahan negaranya yang telah ada selama ini. Perilaku wait and see ini menjadi berkesan negatif karena Korea Utara seperti ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari Sunshine Policy tanpa memberi komitmen yang jelas. Faktor kedua adalah adanya perbedaan ideologi dan perbedaan bentuk pemerintahan antara Korea Selatan dan Korea Utara,41 karenanya hubungan timbal balik belum dapat berjalan dengan baik di antara kedua Korea. Inti kebijakan Sunshine Policy yang berbunyi meningkatkan privatisasi ekonomi berhubungan erat dengan tujuan Sunshine Policy untuk membuat Korea Utara keluar dari sistem ekonomi tersentralisasi dan visi Presiden Kim mengenai pembangunan ekonomi. Tujuan ini dipandang Korea Utara sebagai usaha untuk mendemokratisasi Korea Utara melalui sebuah kebijakan. Hal ini tentu bertentangan dengan ideologi Juche42 yang menjadi dasar dari pemerintahan Korea Utara. Perbedaan dalam bentuk pemerintahan di antara kedua Korea terlihat dari perbedaan bentuk Korea unifikasi di masa depan yang diajukan sejak tahun 1980. DPRK mengajukan bentuk konfederasi dengan nama DCRK (Republik Demokratik Konfederasi Korea), sementara Korea Selatan mengajukan bentuk federasi dengan nama KNCUF (Formula Komunitas Unifikasi Nasional Korea).43 Pada pertemuan kepala negara kedua Korea pada Juni 2000, kedua kepala negara sepakat bahwa terdapat kesamaan di antara dua bentuk Korea reunifikasi yang mereka ajukan. Kesamaan di antara kedua Korea tercermin dari bentuk konfederasi sebagai bentuk dari Korea reunifikasi nantinya. Akan tetapi, karena konfederasi hanyalah tahap pertama dari tiga tahap yang dicetuskan Presiden Kim membuat konfederasi bukan hasil akhir dari sebuah Korea reunifikasi. Dalam tulisannya, McNaugher mengatakan bahwa Korea Selatan masih menginginkan Korea reunifikasi berada dalam satu pemerintahan sebagai hasil akhir.44 Faktor ketiga adalah adanya intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Jepang, China, dan Rusia di kedua Korea. Tindakan intervensi yang dilakukan keempat negara ini terlihat 41
Srivastava, Op. Cit. Ideologi Juche adalah ideologi yang mengandalkan sumber daya yang dimiliki dalam mempertahankan kelangsungan DPRK dan agar DPRK dapat merdeka secara nasional, etnis, dan ekonomi dari negara asing. Penjelasan mengenai Juche dapat dilihat dalam Bruce Cummings, The Corporate State in North Korea, dalam Hagen Koo (ed.), State and Society in Contemporary Korea (USA: Cornell University Press, 1993), hlm. 213. 43 Kang Suk Rhee, Korea's Unification: The Applicability of the German Experience dalam jurnal Asian Survey, Vol. 33, No. 4 (USA: University of California Press, 1993), hlm. 366-367. 44 Thomas L. McNaugher, Reforging Northeast Asia's Dagger? U.S. Strategy and Korean Unification dalam jurnal The Brookings Review, Vol. 11, No. 3 (The Brookings Institution, 1993), hlm. 15. 42
18 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
dari dibentuknya Six Party Talks dengan alasan menjaga keamanan internasional. Selain itu, setiap negara memiliki kepentingan yang relatif sama yaitu mencegah hilangnya pengaruh negara tersebut di Semenanjung Korea dan meminimalisir segala kemungkinan akan terbentuknya Korea reunifikasi yang membahayakan posisi mereka. Karena rasa kekhawatiran ini, membuat mereka lebih memilih untuk mempertahankan status quo di Semenanjung Korea dibandingkan dengan memaksakan sesuatu yang memiliki kemungkinan untuk menimbulkan permasalahan baru bagi mereka. Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk menghentikan perkembangan nuklir di Korea Utara dan memperkuat hubungan diplomatik dengan Korea Utara agar kedamaian dan stabilitas dapat diciptakan di Semenanjung Korea, atas alasan keamanan internasional. Amerika Serikat merasa bahwa jalinan hubungan diplomatik yang rapuh dengan Korea Utara adalah akar permasalahan dari kedamaian dan stabilitas Semenanjung Korea di masa depan. Jepang memiliki kepentingan untuk menghentikan bahkan menghilangkan kemampuan WMD milik Korea Utara dan menjaga keamanan nasional negaranya. Akan tetapi, karena adanya latar belakang sejarah antara Jepang dan kedua Korea yang buruk, menyebabkan Jepang membutuhkan bantuan dari negara lain dalam mewujudkan kepentingannya ini. Selain Amerika Serikat dan Jepang, China memiliki kepentingan untuk mencegah Korea Utara hancur, mempertahankan posisi tawarnya di dunia internasional dan mencegah terjadinya perang. Apabila perang sampai terjadi, China akan merasakan dampak terhadap politik dalam negeri dan permasalahan ekonomi.45 Selain ketiga negara di atas, Rusia memiliki kepentingan untuk mempertahankan pengaruhnya di Asia Timur dan sekitarnya serta mempertahankan keamanan dan stabilitas negaranya. Seperti China, Rusia juga akan terkena dampak apabila terjadi perang di Semenanjung Korea. Oleh karena Korea Utara masih mempertahankan pengaruh Uni Soviet (sebelum terpecah menjadi Rusia dan Eropa Timur), maka peranan Rusia dalam Six Party Talks dapat dikatakan penting.
45
Joel S. Wit dan Jon Wolfsthal, et. al, The Six Party Talks and Beyond: Cooperative Threat Reduction and North Korea (Washington D. C.: CSIS, 2005), hlm. 41.
19 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Kesimpulan Berdasarkan pertanyaan penelitian “Mengapa Sunshine Policy oleh Korea Selatan sebagai upaya reunifikasi Korea tidak berhasil dan bagaimana dinamika implementasinya?” dan metode penelitian kualitatif yang digunakan penulis, hasil penelitian ini secara umum telah menjawab pertanyaan di atas. Hingga saat skripsi ini ditulis, reunifikasi Korea masih terus diupayakan perwujudannya. Sunshine Policy semasa pemerintahan Presiden Kim Dae Jung (1998-2003) seharusnya bisa membangun landasan bagi upaya reunifikasi yang berhasil mempersatukan kembali Korea Selatan dengan Korea Utara. Dasar dari pemikiran ini adalah kerjasama ekonomi yang berhasil terjalin di antara kedua Korea. Kerjasama ekonomi di antara kedua Korea ini dapat dikatakan telah mencapai tingkat common market walaupun belum secara penuh. Akan tetapi, hingga akhir kepemimpinan Kim Dae Jung, Sunshine Policy gagal menjadi kebijakan yang mampu mewujudkan reunifikasi Korea karena beberapa faktor. Faktor pertama adalah adanya perbedaan dalam proses negosiasi yang terjadi di antara kedua Korea. Perbedaan dalam proses negosiasi yang terjadi di antara kedua Korea disebabkan karena adanya perbedaan perilaku negosiasi yang dimiliki. Faktor kedua adalah adanya perbedaan ideologi dan perbedaan bentuk pemerintahan antara Korea Selatan dan Korea Utara, karenanya hubungan timbal balik belum dapat berjalan dengan baik di antara kedua Korea. Faktor terakhir adalah adanya intervensi, berupa pembentukan Six Party Talks, yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Jepang, China, dan Rusia dalam usaha untuk menjamin kepentingan mereka, baik di Korea Selatan maupun Korea Utara, karena letaknya yang strategis. Dinamika implementasi Sunshine Policy hingga akhirnya menemui kegagalan terjadi karena adanya peranan dari ketiga faktor di atas sebagai faktor penyebab dari gagalnya Sunshine Policy. Dampak positif dan negatif yang muncul selama pemberlakuan Sunshine Policy seakan menjadi bukti dari keadaan ini. Walaupun diawali dengan keadaan yang baik dan terlihat meyakinkan, ternyata Sunshine Policy harus berakhir sama seperti kebijakan-kebijakan sebelumnya, yaitu gagal mewujudkan reunifikasi Korea. Penulis berpendapat bahwa reunifikasi Korea mungkin untuk dicapai karena Korea terpisah bukan karena keinginan dari rakyat Korea, melainkan karena intervensi negara lain. Rakyat Korea, baik di Utara maupun di Selatan, berasal dari suku bangsa yang sama dan memiliki latar belakang sejarah yang sama oleh karenanya, berdasarkan hasil survey, masih adanya perhatian dari rakyat Korea sebanyak 91,2% untuk mengenai perlunya reunifikasi juga 20 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
menjadi faktor pendukung. Oleh karena itu, walaupun telah terpisah sejak 1948, harapan untuk mewujudkan reunifikasi Korea masih besar. Saran Untuk penelitian selanjutnya mengenai upaya reunifikasi Korea, pokok bahasan mengenai format reunifikasi yang diperdebatkan dan menyebabkan gagalnya Sunshine Policy perlu diteliti lebih lanjut. Bukan hanya dilihat berdasarkan bentuk institusinya, tetapi lebih membahas mengenai bagaimana proses dan dampak (model kewenangan) yang diinginkan kedua Korea. Analisis mengenai bentuk, proses dan dampak ini diperlukan untuk mengatasi faktor-faktor penyebab gagalnya Sunshine Policy, sehingga reunifikasi bisa benar-benar dicapai di kemudian hari. Selain itu, penulis juga menyarankan untuk melakukan pencarian data mengenai proposal reunifikasi yang pernah diajukan oleh Korea Utara sejak tahun 1998 hingga saat ini. Tujuan dari disarankannya penelitian mengenai hal ini karena masih minimnya data mengenai proposal reunifikasi oleh Korea Utara. Penelitian mengenai hal ini juga dapat diperbandingkan dengan proposal reunifikasi oleh Korea Selatan yang pernah diajukan sejak tahun 1998 hingga saat ini. Apabila mendapatkan kesulitan, penelitian mengenai kebijakan reunifikasi oleh Korea Selatan masa kepemimpinan Presiden Park Geun-hye dan atau faktor-faktor penyebab kemenangan Park Geun-hyae dalam pemilihan umum presiden 2012 juga bisa menjadi penelitian yang menarik menurut penulis. Alasan penulis menyarankan hal ini adalah visi misi dari Park Geun-Hye yang kurang mengedepankan reunifikasi Korea apabila dibandingkan dengan lawannya dalam pemilihan umum, Moon Jae-in, dimana beliau adalah kandidat yang mengedepankan visi reunifikasi Korea selama masa kampanye. Kepustakaan Brown, David. G. (1999). North Korea in 1998: A Year of Foreboding Developments, dalam jurnal Asian Survey, Vol. 39, No. 1. USA: The Regents of the University of California. Chae, Kyung Suk. (2002). The Future of the Sunshine Policy: Strategies for Survival dalam jurnal East Asian Review Vol. 14, No. 4. Korea: IEAS. Cho, Myung Hyun. (1989). Korea and The Major Powers: An Analysis of Power Structure in East Asia. Seoul: Research Center for Peace and Unification of Korea.Nahm, Andrew C., 21 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Ph. D. (1989). A Panorama of 5000 Years: Korean History. Seoul: Hollym Corporation, Publisher. Cossa, Ralph A. (1998). Managing Relations with North Korea: Some Suggestions for President Kim Dae-jung dalam jurnal International Journal of Korean Unification Studies Vol. 7. Korea: Korea Institute for National Unification. Cummings, Bruce. (1993). The Corporate State in North Korea dalam Hagen Koo (ed.), State and Society in Contemporary Korea. USA: Cornell University Press. “Deliberative
Poll
on
Korean
Reunification
(Seoul,
South
Korea)”,
diakses
dari
http://participedia.net/en/cases/deliberative-poll-korean-reunification-seoul-south-korea, pada 27 Juni 2013 pukul 11.47. Duverger, Maurice. (2007). Sosiologi Politik terjemahan Daniel Dhakidae. Jakarta: PT. Persada. Gilpin, Robert. (2001). Global Political Economy: Understanding the International Economic Order. New Jersey: Princeton University Press. Haas, Michael. (1984). Paradigms of Political Integration and Unification: Applications to Korea dalam jurnal Journal of Peace Research, Vol. 21, No. 1. Sage Publications, Ltd. Kim, Choong Nam. (2007). The Korean Presidents: Leadership for Nation Building. USA: EastBridge. Kim, Ki-Jung dan Deok Ryong Yoon. (1999). Beyond Mt. Kumkang: Social and Evonomic Implications, dalam Chung-in Moon dan David I. Steinberg (ed.), Kim Dae-jung Government and Sunshine Policy: Promises and Challenges. Seoul: Yonsei University Press. Kim, Samuel S. (2006). The Two Koreas and The Great Powers. New York: Cambridge University Press. Kinderman, Gottfried-Karl. (1998).
Comparisons
and
Suggestions
Regarding
Korea’s
Unification Strategies dalam jurnal International Journal of Korean Unification Studies Vol. 7. Korea: Korea Institute for National Unification. Lee, Sangsoo dan Alec Forss. (2007). The 17th South Korean Presidential Election: No More Sunshine for North Korea?. Sweden: Institute for Security and Development Policy. Lynn, Hyung Gu. (2007). Bipolar Orders: The Two Koreas since 1989. UK: Zed Books. Macdonald, Donald S. (1990). The Koreans: Contemporary Politics and Society. Colorado: Westview Press, Inc. 22 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Majalah Sunshine Policy for Peace & Cooperation, yang dipublikasikan pada Mei 2002 oleh Kementerian Unifikasi, Republik Korea, dapat diakses melalui www.eng.unikorea.go.kr. McNaugher, Thomas L. (1993). Reforging Northeast Asia's Dagger? U.S. Strategy and Korean Unification dalam jurnal The Brookings Review, Vol. 11, No. 3. The Brookings Institution. Moon, Chung-in. (1999). Understanding the DJ Doctrine: The Sunshine Policy and the Korean Peninsula, dalam Chung-in Moon dan David I. Steinberg (ed.), Kim Dae-jung Government and Sunshine Policy: Promises and Challenges. Seoul: Yonsei University Press. Park, Tong-Whan. (1999). South Korea in 1998: Swallowing the Bitter Pills of Restructuring, dalam jurnal Asian Survey, Vol. 39, No. 1. USA: The Regents of the University of California. Pidato Yang Sung Chul (Duta Besar Korea Selatan untuk Amerika Serikat) dalam acara Asia Society pada 12 April 2000, yang berjudul South Korea's Sunshine Policy. Diunduh dari http://www.asiasociety.org pada 15 Oktober 2012, pukul
13.25.
Penjelasan mengenai Aesop, http://www.biography.com/people/aesop-9176935. Penjelasan
mengenai
Six
Party
Talks,
http://www.cfr.org/proliferation/six-party-talks-
northkoreas-nuclear-program/p13593. Rhee, Kang Suk. (1993). Korea's Unification: The Applicability of the German Experience dalam jurnal Asian Survey, Vol. 33, No. 4. USA: University of California Press. Richie, Jane dan Jane Lewis. (2004). Qualitative Research A Guide for Social Students and Researcher. London; Sage Publications. Srivastava, M. P. (1982). The Korean Conflicts: Search for Unification. New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited. Susanti, Vinita. (2009). Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Permasyarakatan: Metode dan Praktek Penelitian Sosial. Jakarta: Badan Pengembangan SDM Hukum dan HAM AKIP. Tulisan karya Youngho Kim dari Sungshin Women's University yang berjudul The Sunshine Policy
and
Its
Aftermath,
diunduh
melalui
http://web.sungshin.ac.kr/~youngho/data/academy/s-9.pdf, pada 15 Oktober 2012 pukul 13.00.
23 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013
Unification White Paper 2001 Kementerian Unifikasi, Republik Korea, diakses melalui www.eng.unikorea.go.kr. Wit, Joel S. dan Jon Wolfsthal, et. al. (2005). The Six Party Talks and Beyond: Cooperative Threat Reduction and North Korea. Washington D. C.: CSIS. Yang, Seung-yoon dan Mohtar Mas’oed. (2004). Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yoon, Young-Kwan. (2002). The Sunshine Policy: A South Korean Perspective, dalam konferensi “Inter-Korean Relations: Past, Present and Future”, yang diadakan oleh CSIS dan The Council of Foreign Relations. Washington, D.C.
24 Dinamika implementasi..., Sasmithaningtyas Prihasti Laraswati, FISIP-UI, 2013