perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UPAYA REUNIFIKASI KOREA (STUDI TENTANG PEMERINTAHAN PRESIDEN KIM DAE JUNG DI KOREA SELATAN TAHUN 1998 - 2003)
Disusun oleh:
SKRIPSI
Oleh: DESSY FATHIMATUZZAHRAH K4408025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UPAYA REUNIFIKASI KOREA (STUDI TENTANG PEMERINTAHAN PRESIDEN KIM DAE JUNG DI KOREA SELATAN TAHUN 1998 - 2003)
Oleh: DESSY FATHIMATUZZAHRAH K4408025
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
keadaan suatu kaum sehingga, mereka
(QS. Al Fushilat: 34)
(Einstein)
sebaliknya doa tanpa perjuangan hanya akan sia-sia (Penulis)
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukurku pada-Mu, ku persembahkan karya ini untuk :
Bapak dan Ibu Terima kasih untuk semua kasih sayang yang tak terbatas, do a dan harapan yang selalu disertakan untukku. Semua ini tak berarti tanpa dukungan kalian.
Kedua adikku, Ridlo dan Rozaq Terima kasih untuk kalian yang selalu memberi dukungan dalam canda. Tawa kalian sebagai penghibur penat hari-hariku.
M. Catur Wasono Terimakasih telah memberiku semangat, cinta dan sayangmu selama ini yang selalu sabar dalam membimbing dan menungguku. . TemanTerima kasih untuk teman-
atas hari-hari, perjuangan,
kerjasama, dan semangatnya. Kalian telah memberi keluarga baru untukku.
Almamater
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Dessy Fathimatuzzahrah. UPAYA REUNIFIKASI KOREA (STUDI TENTANG PEMERINTAHAN PRESIDEN KIM DAE JUNG DI KOREA SELATAN TAHUN 1998 2003). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung; (2) Latar belakang munculnya upaya reunifikasi Korea tahun 1998; (3) Kebijakan Presiden Kim Dae Jung dalam upaya mereunifikasi Korea tahun 1998-2003. Penelitian ini menggunakan metode sejarah (historis). Langkah-langkah dalam metode sejarah adalah heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sesuai dengan jenis penelitiannya, maka teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik analisis historis. Langkah-langkah analisis data dilakukan dengan cara: (1) menyediakan sumber sejarah yang mendukung penelitian proses perbandingan sumber; (2) mengklasifikasikan data yang sudah terkumpul dengan pendekatan kerangka berpikir yang mencakup berbagai konsep atau teori politik, ekonomi dan sosial sehingga didapatkan suatu fakta sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya; (3) mempertinggi kredibilitas penulis. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung diawali tahun 1954 dengan menjadi aktivis gerakan pro demokrasi dan anti militerisme. Tahun 1971, 1987, dan 1992 Kim Dae Jung gagal dalam pemilihan presiden. Akhirnya, pada tahun 1997 Presiden Kim Dae Jung memenangkan pemilu dan menjadi presiden Korea Selatan tahun 1998-2003; (2) Latar belakang munculnya upaya reunifikasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa pribadi Kim Dae Jung yang konsisten, cinta damai, dan ambisius serta adanya kepentingan ekonomi dan politik. Adapun faktor eksternal berupa dukungan empat negara besar Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Rusia; (3) Kebijakan Kim Dae Jung untuk upaya reunifikasi Korea adalah dengan mencetuskan Kebijakan Sinar Matahari. Hasilnya, terjadi pertemuan antara Presiden Kim Dae Jung dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Il di Pyongyang tanggal 13-15 Juni 2000. Pertemuan kedua pemimpin bertujuan untuk membicarakan penyatuan Korea dan hubungan antar kedua Korea selanjutnya. Simpulan penelitian ini adalah pemerintahan Kim Dae Jung berupaya menyatukan Korea Selatan dan Korea Utara dengan menerapkan Kebijakan Sinar Matahari. Penyatuan antar kedua Korea bertujuan supaya tercipta Semenanjung Korea yang aman, damai, dan sejahtera serta dapat melakukan kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Kata kunci: reunifikasi, Kim Dae Jung, Kebijakan Sinar Matahari
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Dessy Fathimatuzzahrah. THE EFFORT OF REUNIFICATION KOREA (A STUDY OF PRESIDENT KIM DAE JUNG GOVERNMENT IN SOUTH KOREA IN 1998 - 2003). Thesis. Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University. Desember 2012. The aims of the research are to identify: (1) Politics carrier a President Kim Dae Jung; (2) The background of reunification Korea in 1998; (3) President ted Korea in 1998-2003. This research uses the methods of history (historical). The steps in the method is a heuristic history, criticism, interpretation, and historiography. In accordance with this type of research, the data analysis techniques used in this study is a historical analysis technique. Step-by-step analysis of the data is done by: (1) provide the historical sources that support the research process of comparison source, (2) classifying the data that have been collected with the framework approach that includes a variety of concepts or theories of political, economic and social development to obtain a historical fact credible truth, (3) enhance the credibility of the author. The outcomes of the research show that: (1) Politics corner of President Kim Dae Jung started in 1954. He become activise of pro democration and anti militarism. In 1971, 1987, and 1992, Kim Dae Jung failed in presiden election. Finally, he won the president election in 1997 then become president South Korea in 1998-2003. (2) The background of reunification divided into two, intern and extern factors. Intern factor was Kim Dae Jung character which is consist, love peace, and ambisious. He also has economics and politics importonces. The extern factor was the support from four big countries, US, Japan, Chine, and Rusia. (3)
Il in Pyongyang in 13 until 15 June 2000. The goal of the meeting was to discuss about the unity of Korea and their next relationship. The conclusion was Kim Dae Jung government tried to unity South and North Korea used Sunshine Policy. The goal of unity was to create Korea Peninsula wich peacefull, safety, wealth and also has benefit relationship. Key words: reunification, Kim Dae Jung, Sunshine Policy
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
......................
ii
HALAMAN PENGAJUAN .....................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................
v
HALAMAN MOTTO ..............................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................
vii
HALAMAN ABSTRAK ..........................................................................
viii
DAFTAR ISI .
....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL.........................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xiv
KATA PENGANTAR .....................................................................
xv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................................
1
B. Perumusan Masalah ............................................................
7
C. Tujuan Penelitian ................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ..............................................................
7
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ........................................................................
9
1. Peran Politik ...................................................................
9
2. Kekuasaan ......................................................................
13
3. Kebijakan .......................................................................
16
4. Hubungan Internasional .................................................
21
B. Kerangka Berpikir ...............................................................
34
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................
36
B. Metode Penelitian ...............................................................
37
C. Sumber Data .......................................................................
38
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................
40
E. Teknik Analisis Data ............................................................
41
F. Prosedur Penelitian .............................................................
42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karir Politik Kim Dae Jung ................................................
47
1. Kehidupan Kim Dae Jung ...............................................
47
2.
49
B. Latar Belakang Upaya Reunifikasi Korea ...........................
55
1. Perkembangan Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara .....................................................................
55
a) Sejarah Korea .............................................................
55
b) Perkembangan Hubungan Korea ................................
57
2. Latar Belakang Upaya Reunifikasi Korea.......................
60
3. Faktor Pendukung Reunifikasi........................................... 66 a) Faktor Internal ....... ......................................................
66
b) Faktor Eksternal ............ ..............................................
70
4. Kendala Reunifikasi Korea .............................................
73
a) Perbedaan Sistem Politik ............................................
73
b) Ancaman Kekuatan Militer Korea Utara ....................
74
C. Kebijakan Kim Dae Jung dalam Upaya Reunifikasi Korea ....................................................................................
75
1. Kebijakan Sinar Matahari ...............................................
75
a) Latar Belakang Kebijakan Sinar Matahari .................
75
b) Kebijakan Sinar Matahari Kim Dae Jung...................
77
c) Keberhasilan Kebijakan Sinar Matahari .....................
79
2. Pengaruh Kebijakan Sinar Matahari ...............................
80
a) Proyek Mempertemukan Keluarga Terpisah ..............
80
b) Kerjasama Bidang Ekonomi .......................................
81
c) Kerjasama Bidang Pertahanan....................................
82
d) Kerjasama Bidang Sosial dan Budaya........................
83
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
digilib.uns.ac.id
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan .............................................................................
85
B. Implikasi .............................................................................
86
C. Saran ...................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
90
LAMPIRAN ....... .....................................................................................
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
halaman Gambar 1 : Kerangka Berpikir .................................................................... 34 Gambar 2 : Bagan Prosedur Penelitian Sejarah .......................................... 43 Tabel 3
: Waktu Penyusunan Penelitian.................................................. 37
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
halaman Lampiran 1 : Peta Wilayah Korea ...............................................................
97
Lampiran 2 : Peta Wilayah Negara Korea Selatan ......................................
98
Lampiran 3 : Profil Presiden Kim Dae Jung ................................................
99
Lampiran 4 : Pengusulan Kerjasama Ekonomi Korea Selatan dan Korea Utara ............................................................................
100
Lampiran 5 : Alasan Rusia Mendukung Penyatuan Korea..........................
101
Lampiran 6 : Reunifikasi Jerman Mengilhami Penyatuan Korea ................
102
Lampiran 7 : Pelaksanaan KTT antar Korea yang Pertama ........................
103
Lampiran 8 : Permasalahan yang akan Dibahas dalam KTT antar Korea ...
105
Lampiran 9 : Hasil Pemilu Parlemen Menghambat Kinerja Presiden Kim Dae Jung ..........................................................
106
Lampiran 10 : KTT Korea Langkah Awal Penyatuan Korea ........................
108
Lampiran 11 : Implementasi KTT antar Korea .............................................
109
Lampiran 12 : Bantuan Korea Selatan dalam Peningkatan Hidup Korea Utara ............................................................................
110
Lampiran 13 : Dukungan Negara Luar terhadap Unifikasi Korea ................
111
Lampiran 14 : Reunifikasi Korea ..................................................................
112
Lampiran 15 : Kunjungan Presiden Kim Dae Jung ke Pyongyang ...............
113
Lampiran 16 : Deklarasi 15 Juni 2000...........................................................
115
...................................
117
..............................................
135
Lampiran 19 : Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi .............................
151
Lampiran 20 : Surat Keputusan Dekan Tentang Ijin Menyusun Skripsi .......
152
-
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat UPAYA REUNIFIKASI KOREA (STUDI TENTANG PEMERINTAHAN PRESIDEN KIM DAE JUNG DI KOREA SELATAN TAHUN 1998 - 2003) Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan ijin dalam penyusunan skripsi. 3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini. 4. Drs. Leo Agung S., M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Isawati, S. Pd., M. A. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Ayah, Ibu, kedua adikku, sahabat-sahabatku dan semua keluarga tercinta yang senantiasa memberi doa, semangat, dukungan dan kasih sayang. 7. Teman-teman Prodi Sejarah khususnya Angkatan 2008, yang telah memberikan bantuan, doa dan dukungannya kepada penulis.
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas amal baik semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan khususnya bagi mahasiswa Prodi Sejarah.
Surakarta, Januari 2013
Penulis
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Korea merupakan sebuah negara kecil yang terletak di kawasan Asia Timur. Luas Korea Selatan adalah 99.274 km2, lebih kecil dibanding Korea Utara. Keadaan topografinya sebagian besar berbukit dan tidak rata. Pegunungan di wilayah timur umumnya menjadi hulu sungai-sungai besar, seperti Sungai Han dan Sungai Naktong. Sementara wilayah barat merupakan bagian rendah yang terdiri dari daratan pantai yang berlumpur. Wilayah barat dan selatan terdapat banyak teluk yang digunakan sebagai pelabuhan, seperti Incheon, Yeosu, Gimhae, dan Busan. Republic of Korea biasanya dikenal sebagai Korea Selatan adalah sebuah negara di Asia Timur yang meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Sebelah utara, Republik Korea berbatasan dengan Korea Utara, keduanya bersatu sebagai sebuah negara hingga tahun 1948. Sebelah timur berbatasan dengan Laut Jepang. Laut Cina Timur menjadi batas di sebelah selatan negara Korea Selatan dan Laut Kuning sebagai batas sebelah barat (Leo Agung, 2006). Korea Selatan memiliki sekitar 3.000 pulau, sebagian besar adalah pulau kecil dan tidak berpenghuni. Pulau - pulau ini tersebar dari barat hingga selatan Korea Selatan. Pulau Jeju yang terletak sekitar 100 kilometer di bagian selatan Korea Selatan adalah pulau terbesar dengan luas area 1.845 km2. Gunung Halla adalah gunung berapi tertinggi sekaligus sebagai titik tertinggi di Korea Selatan yang terletak di Pulau Jeju. Pulau yang terletak di wilayah paling timur Korea Selatan adalah Uileungdo dan Batu Liancourt sementara Marado dan Batu Socotra merupakan pulau yang berada paling selatan di wilayah Korea Selatan (Kristianto, 2008). Korea pada awalnya merupakan kerajaan yang merdeka di bawah kekuasaan Raja Sunjong. Tanggal 22 Agustus 1910 Jepang menduduki Korea berdasarkan Perjanjian Aneksasi yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Yi Wan-Yong. Pada tanggal 29 Agustus 1910 Perjanjian Aneksasi diumumkan oleh Raja Sunjong, tetapi tidak disetujui oleh rakyat. Ketidaksetujuan rakyat Korea
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
mencapai klimaks pada tanggal 1 Maret tahun 1919 dengan mengadakan demonstrasi damai yang dikenal dengan gerakan 1 Maret. Demontrasi ditanggapi Jepang dengan tindakan kekerasan yang menyebabkan 7500 rakyat Korea meninggal dan 16.000 terluka (Yoon & Setiawati, 2003). Perang Dunia II memberikan momentum yang baik bagi Korea untuk mempersiapkan pasukan melawan Jepang dengan membentuk pasukan restorasi Korea (Han-Guk Kwangbokkun) pada tahun 1940 yang termasuk pasukan militer Korea. Persiapan lainnya adalah menciptakan kerjasama dan hubungan dengan komunis Cina. Dari sisi perjuangan luar negeri, tokoh seperti Rhee Syngman yang berada di Cina dan Kim Sung Il yang ada di Uni Soviet berencana untuk kembali dan memulai kembali perjuangan. Posisi yang semakin terjepit dalam Perang Dunia II menyebabkan Jepang mencoba mencari dukungan dari tokoh Korea agar penguasaan terhadap Korea tetap berlangsung. Mendapat posisi tawar Yu OnHyung meminta Jepang untuk memperbolehkan persiapan kemerdekaan yang diperbolehkan oleh kekaisaran Jepang. Persiapan berjalan dengan baik hingga 15 Agustus 1945 Korea memperolah kemerdekaan. Perayaan kemerdekaan tidak berlangsung lama. Masuknya dua kekuatan ideologi besar membagi Korea tepat pada garis lintang utara 380. Dua negara besar adalah Amerika Serikat yang menduduki wilayah selatan dan Uni Soviet yang menduduki wilayah utara. Tindakan kedua negara besar ini berdasarkan keputusan tiga menteri (Inggris, Uni Soviet dan Amerika Serikat) yang memutuskan bahwa di Korea akan dibentuk pemerintah perwalian. Pemerintahan perwalian ini akan diawasi oleh PBB dan akan berlangsung selama lima tahun. Pemerintah perwalian ini jelas bertentangan dengan republik rakyat Korea dan ditentang secara keras oleh rakyat Korea. Kemerdekaan Korea juga menandai berakhirnya Perang Dunia II. Korea dibebaskan dari penjajahan Jepang tanggal 15 Agustus 1945. Amerika Serikat (AS) mendukung pemulihan kemerdekaan Korea dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Pihak Sekutu sepakat penarikan pasukan Jepang dari Korea akan dibagi menjadi dua, pasukan Uni Soviet (US) akan menerima penyerahan Jepang di utara garis lintang 380, sedangkan pasukan Amerika Serikat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
akan menerima penyerahan Jepang di selatan garis lintang 380. Proses penyerahan tidak ada maksud untuk membagi Korea menjadi dua negara secara permanen dan sejalan dengan kesepakatan menjadi satu negara merdeka (Hendrawan, 2004). Penarikan pasukan Jepang di Korea yang terbagi menjadi dua, mengakibatkan kemacetan total dan melahirkan rezim yang berbeda di Korea Utara dan Korea Selatan. Perpecahan intern Korea tersebut menjadi konflik yang berkepanjangan. Perang Korea yang terjadi tahun 1950-1953 telah menyebabkan hilangnya banyak nyawa dan harta, serta keretakan hubungan persaudaraan antara sesama masyarakat Korea. Orang-orang Korea Selatan dan Korea Utara saling bermusuhan satu sama lain dengan meninggalkan perasaan pertalian keluarga satu bangsa (Munthe, 2001). Terbaginya Korea menjadi dua bagian merupakan simbol warisan persaingan ideologi pada masa Perang Dingin. Campur tangan kedua negara mampu membuat suara Korea terpecah khususnya dalam barisan pimpinan perjuangan kemerdekaan. Uni Soviet mendukung Kim Sung Il untuk membuat pemerintahan sendiri di bawah bendera komunis, sedangkan pada bagian selatan, Amerika Serikat mendukung Rhee Shyngman sebagai pemimpin Korea Selatan. Adanya dua calon pemimpin menciptakan kebuntuan di Korea, sehingga masalah ini diserahkan Amerika Serikat kepada PBB. PBB kemudian membentuk UNTCOK atau United Nation Temporary Commision on Korea yang dibentuk pada tanggal 7 November 1947 dan bertujuan sebagai panitia penyelenggara pemilu. Panitia ini dibentuk oleh PBB dan akan menyebar diseluruh Semenanjung Korea. Penyebaran panitia tidak berjalan sesuai rencana karena dari pihak Korea Utara tidak mengijinkan panitia untuk melintasi garis batas 380 Yoon, 2005). Pada bulan Mei 1948 diadakan pemilu di Korea Selatan. Pemilu melahirkan Republik Korea (Republic of Korea) dengan dasar negara demokrasi kapitalis dengan presiden pertama Rhee Syngman pada tanggal 15 Agustus 1948. Hasil pemilu di Korea Selatan dibalas juga dengan pemilu di Korea Utara pada tanggal 25 Agustus 1948 dengan hasil akhir terpilihnya Kim Sung-Il sebagai perdana menteri. Korea Utara memproklamirkan diri dengan nama Democratic
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
dengan paham sosialis komunis. Kedua Korea samasama mengklaim sebagai pemerintah yang legitimate di Semenanjung Korea. Tahun 1948 Uni Soviet meninggalkan Korea Utara disusul pada Juni 1949 Amerika Serikat juga meninggalkan Korea Selatan. Kepergian dua kekuasaan dari Semenanjung Korea tidak menyurutkan keinginan kedua negara untuk menguasai satu sama lain sehingga menciptakan atmosfir permusuhan di Semenanjung Korea. Pertentangan antara Korea Selatan dan Korea Utara mengenai perbedaan ideologi selalu menjadi pusat perhatian masyarakat internasional. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat sesungguhnya kedua Negara Korea itu merupakan satu bangsa. Reunifikasi Korea adalah hal penting yang sudah lama dinantikan oleh masyarakat Korea. Perang Korea telah membuat permusuhan di antara kedua negara tetap menghangat dan krisis di Semenanjung Korea tidak menemui jalan keluar yaitu perdamaian. Proses reunifikasi Jerman tahun 1990 mengilhami Presiden Kim Dae Jung untuk mengupayakan agar reunifikasi terjadi di Semenanjung Korea. Kim Dae Jung berupaya mewujudkan penyatuan kembali kedua Korea dalam berbagai forum internasional, seperti saat tampil dalam APEC Forum on Shared Prosperity and Harmony di Seoul. Dalam kunjungannya ke Jerman pada bulan Maret 2000, melalui Deklarasi Berlin Kim Dae Jung menyerukan pihak Pyongyang agar mulai mengembangkan kembali dialog langsung dengan Seoul. Berlin dijadikan tempat yang tepat untuk mengungkapkan Deklarasi Berlin karena Kota Berlin pernah terpecah akibat perbedaan ideologi, tetapi akhirnya bisa bersatu kembali. Deklarasi Berlin diharapkan dapat sebagai acuan menciptakan Semenanjung Korea yang makmur, damai, dan aman di masa mendatang. (Kompas, 2000). Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung yang memerintah tahun 1998-2003 memiliki itikad baik di dalam setiap pelaksanaan kebijakannya, yang selalu berupaya memprioritaskan pemulihan hubungan bilateral antara Korea Utara dan Korea Selatan. Kim Dae Jung juga memiliki komitmen jelas terhadap unifikasi bahkan, sejak isu unifikasi masih sangat sensitif di Korea Selatan. Kim Dae Jung mengangkat persoalan penggabungan kembali Korea pertama kali tahun 1971 ketika menentang Park Chung Hee dalam pemilihan presiden. Tidak sedikit dana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
yang dikeluarkan oleh Presiden Kim Dae Jung untuk memberikan pertolongan bagi Korea Utara yang sangat membutuhkan bantuan. Tujuan dasar kebijakan politik Kim Dae Jung adalah untuk membawa ketenangan di Semenanjung Korea dengan rekonsiliasi dan kerjasama yang didasarkan pada perdamaian yang tahan lama. Kim Dae Jung memilih pendekatan yang pragmatis dengan menempatkan tiga prinsip di Korea Utara. Pertama, tawaran untuk mengakhiri konfrontasi militer dan meminta kedua Korea untuk meninggalkan provokasi militer dan mengirim tanda kepemimpinan Pyongyang bahwa sistem politik Korea Utara dapat bertahan. Kedua, kebijakan keamanan Kim Dae Jung yang mengakibatkan Pyongyang datang untuk bernegosiasi dengan jaminan bahwa Korea Selatan akan menjamin pertahanan dan keamanan Korea. Ketiga, Kim Dae Jung ingin meneruskan upaya rekonsiliasi dan kerjasama dengan Korea Utara, berupa proyek-proyek dengan resiko yang kecil (Munthe, 2001). Kim Dae Jung melakukan upaya-upaya untuk merangkul Korea Utara, antara lain mengadakan kerjasama ekonomi, mengembangkan infrastruktur di Korea Utara, seperti jalan raya, pelabuhan, dan fasilitas komunikasi. Selain itu, Korea Selatan juga akan membantu dalam bidang pangan, penyediaan alat-alat pertanian, pupuk, dan perbaikan sistem irigasi. Dalam aspek internasional, Kim Dae Jung meminta dunia internasional untuk menginvestasikan dana di Korea Utara dengan tujuan menolong Korea Utara untuk keluar dari kesulitan ekonomi, disamping mengundang Bank Dunia dan beberapa agensi internasional untuk secara langsung memberikan bantuan finansial kepada Korea Utara. Tantangan berat bagi pemerintahan Kim Dae Jung adalah kondisi Korea Utara yang memburuk dengan cepat karena tidak dapat memberikan makanan sendiri kepada masyarakatnya, sementara kebijakan militer terus ditingkatkan sehingga justru membuat Korea Utara semakin menderita. Para pengamat banyak yang mengatakan bahwa menolong Korea Utara hanya akan membantu rezim Kim Jong Il, bukannya menolong masyarakat Korea Utara sendiri. Di samping itu, Korea Utara juga menolak untuk berdialog dengan Korea Selatan serta mengabaikan kesempatan yang ada untuk melakukan pembicaraan dengan Seoul
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
yang akan memberikan bantuan dana bagi Korea Utara sehingga membuat Korea Selatan mengambil tindakan yang tepat untuk membantu Korea Utara. Korea Selatan akan menyediakan dana dalam jumlah yang besar untuk membantu Korea Utara meskipun ada ancaman. Menurut Far Eastern Economic Review, Korea Selatan harus mengeluarkan 22,5 milyar dollar Amerika sampai tahun 2010 untuk menaikkan standar hidup Korea Utara agar dapat mencapai level kehidupan seperti Korea Selatan. Hal ini tentu saja akan mengurangi kemakmuran penduduk Korea Selatan. Dana ini belum termasuk dana 2 milyar dollar AS yang harus dikeluarkan Seoul setiap tahun guna merestorasi perekonomian Korea Utara untuk mencapai level setara ekonomi Korea Selatan. Samsung Economic Research Institute menyatakan bahwa proyek-proyek infrastruktur di Korea Utara seperti jalan raya dan kereta api akan menelan biaya sekitar 10 trilyun won (sekitar 8,93 milyar), dimana dana ini harus dikeluarkan jika terjadi kerjasama pembangunan ekonomi yang ada dalam rencana Kim Dae Jung (Kompas, 2000). Reunifikasi Korea memang belum tercipta, meski demikian Kim Dae Jung sudah mempersiapkan beberapa tahapan menuju reunifikasi apabila hal tersebut menjadi kenyataan. Ada tiga tahapan yang disiapkan Kim Dae Jung dalam proses penggabungan Korea yang tetap dalam situasi perang sejak tahun 1953. Pertama, kedua Korea ini membentuk suatu konfederensi dimana kedua pihak akan mempertahankan prinsip satu bangsa, dua negara dan dua pemerintahan terpisah, serta kerjasama bilateral. Kedua, kedua Korea akan membentuk sebuah federasi yang akan memiliki satu bangsa, satu negara, dan satu sistem, tetapi dua pemerintahan regional yang otonomi. Berdasarkan federasi ini, hubungan luar negeri diplomasi, pertahanan, dan berbagai masalah luar penting lainnya akan ditangani pemerintah pusat, sedangkan dua pemerintahan regional akan mengatur berbagai masalah domestik lainnya. Ketiga, apabila terjadi suatu unifikasi yang utuh, akan terdapat satu pemerintah pusat dengan dua pemerintahan regional (Kompas, 2000). Keantusiasan dan motivasi Kim Dae Jung dalam mengupayakan reunifikasi Korea telah menunjukkan kemauan hatinya agar proses perdamaian di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Semenanjung Korea cepat terealisasi sehingga dapat memberi masukan dan potensi yang lebih besar kepada kedua negara tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji tentang Upaya Reunifikasi Korea (Studi Tentang Pemerintahan Presiden Kim Dae Jung di Korea Selatan Tahun 1998 -
B. Perumusan Masalah Rumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain : 1. Bagaimana perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung? 2. Bagaimana latar belakang munculnya upaya reunifikasi Korea tahun 1998? 3. Bagaimana kebijakan Presiden Kim Dae Jung dalam upaya mereunifikasi Korea tahun 1998-2003?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah untuk mengetahui : 1. Perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung. 2. Latar belakang munculnya upaya reunifikasi Korea tahun 1998. 3. Kebijakan Presiden Kim Dae Jung dalam upaya mereunifikasi Korea tahun 1998-2003.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai masalah upaya reunifikasi Korea yang diambil oleh Presiden Kim Dae Jung. b. Memberikan sumbangan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam rangka pengembangan ilmu sejarah khususnya Sejarah Asia Timur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
c. Dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian yang sejenis secara lebih mendalam.
2. Manfaat Praktis a. Memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Menambah perbendaharaan referensi di Perpustakaan Program Sejarah FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Memberikan sumbangan terhadap penelitian selanjutnya, khususnya dalam sejarah luar negeri khususnya Korea Selatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Peran Politik a. Pengertian Peran Politik Peranan seseorang dalam kedudukan dapat dilihat apabila seseorang tersebut melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Antara peranan dan kedudukan sama-sama memiliki fungsi yang saling terkait, bagaikan dua sisi mata uang, artinya tidak ada kedudukan tanpa peranan. Demikian juga sebaliknya, tidak ada peranan tanpa kedudukan. Masing-masing kedudukan dan peranan akan ditentukan oleh norma-norma sosial setelah seseorang berhubungan dengan orang lain. Peranan dan kedudukan seseorang akan sangat erat hubungannya dengan orang lain. Dengan demikian, jika seseorang telah menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka seseorang
telah
menjalankan suatu peran sosial (Setiadi & Kolip, 2011). Setiap orang memiliki berbagai macam peranan yang berasal dari pola pergaulan hidupnya. Kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh masyarakat menentukan apa yang diperbuat bagi masyarakat. Peranan sangat penting karena peranan itu mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang berada pada batas-batas tertentu. Peranan menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang dapat menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta melaksanakan suatu peranan. Menurut Levinson (mengutip simpulan Soekanto, 1982) peranan mencakup tiga hal: 1) Meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. 2) Suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
3) Perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Setiap peranan bertujuan supaya antar individu yang melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang di sekitarnya yang tersangkut, atau ada hubungannya dengan peranan tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak. Menurut Miriam Budiarjo (1977) politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem dan melaksanakan tujuan-tujuan. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Politik menurut Hoogerwerf sebagai pertarungan kekuasaan. Hans J. Morgenthau juga mendefinisikan politik sebagai usaha mencari kekuasaan (Philipus & Aini, 2006). Peran politik adalah fungsi seseorang dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses menentukan dan melaksanakan tujuan dari sistem politik. Proses menentukan dan melaksanakan tujuan menyangkut perilaku penting yang dilakukan bagi kepentingan orang banyak, konsep pemikiran yang dicetuskan dalam sebuah sistem, dan selalu terkait dengan perebutan kekuasaan. Setidaknya melalui ketiga hal itu peran politik dapat terjadi. Unsur dasar dari proses politik ditopang dengan adanya peran individu yang berpolitik. Peran menjadi struktur dari bangunan politik itu sendiri. Winarno (2007) berpendapat, peran individu. Peran merupakan pola-pola perilaku yang teratur, yang ditentukan lewat harapan-harapannya sendiri dan tindakan-tindakan dan orang lain (hlm. 83). Berdasarkan uraian di atas, peran politik menyangkut aktivitas dalam kegiatan berpolitik. Aktivitas berpolitik merupakan keterlibatan atau partisipasi individu dalam kegiatan politik. Pembacaan dari partisipasi individu dalam kegiatan berpolitik akan memperlihatkan perannya pada suatu sistem politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
b. Partisipasi dalam Peran Politik Menurut David dalam Arifin Rahman (1998) partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama. Menurut Sudijono Sastroatmodjo, partisipasi politik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. Sedangkan Menurut Huntington partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga negara yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah (Sastroatmodjo, 1995). Ramlan Surbakti mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintah. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut Herbert McClosky, partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat yang mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum (Budiarjo, 1981). Istilah partisipasi politik diterapkan pada aktivitas orang dari semua tingkat sistem politik. Perbandingan pada setiap negara dalam menentukan tingkat partisipasi politik warganya sangat bervariasi, bahkan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik, memberi suara, atau untuk menduduki jabatan pemerintah telah dibatasi hanya untuk kelompok kecil orang yang berkuasa, kaya, dan keturunan terpandang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Menurut Myron Weiner dalam Mohtar Masoed & Colin Mac Andrews (1993), terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi dalam proses politik, yaitu: 1) Modernisasi: komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkat, penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan pembangunan media komunikasi massa. 2) Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Begitu terbentuk suatu kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik. 3) Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern. 4) Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik. 5) Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan seseorang dalam partisipasi politik yaitu: pendidikan tinggi, perbedaan jenis kelamin dan status sosial ekonomi, serta keanggotaan dalam partai politik ( Colin, 1993). Partisipasi politik dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul dan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, ikut serta dalam pemilihan pemerintah. Sedangkan partisipasi pasif berupa mentaati peraturan, menerima, dan melaksanakan begitu saja keputusan pemerintah (Sastroatmodjo, 1995). Menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson (1976) dalam Afan Gafar (1991) menggolongkan partisipasi politik dalam beberapa bentuk kegiatan seperti berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
1) Electoral Activities, yang mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum, mulai dari pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye, pemberian suara dan juga penghitungan suara. 2) Lobbying, aktivitas individual ataupun kelompok untuk menghubungi pejabat pemerintah atau pemimpin politik untuk mempengaruhi keputusan pemerintah atau pemimpin politik tentang sesuatu hal. Umumnya tindakan ini diharapkan untuk memperoleh dukungan ataupun untuk menciptakan oposisi. 3) Organizational Activities, yang mencakup kegiatan yang berkaitan dengan dukungan terhadap suatu organisasi baik politik maupun non politik, termasuk di dalamnya menjadi anggota organisasi untuk mempengaruhi pemerintah. 4) Contacting, tindakan individu yang menghubungi secara langsung pejabat pemerintah untuk menyampaikan segala sesuatu persoalannya. 5) Violence, tindakan yang berbentuk unjuk rasa dapat juga dimasukkan dalam kategori partisipasi politik, seperti misalnya demonstrasi, bahkan kekerasan politik. Biasanya tindakan seperti ini dijalankan kalau saluran untuk menyampaikan aspirasi politik tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Kekuasaan a. Pengertian Kekuasaan Menurut Noviyanto (2009), kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain, artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak sama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
dengan wewenang, namun wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi. Menurut Jones Walter (1993), pada umumnya yang menjadi sasaran kekuasaan adalah orang, wilayah dan kekayaan. Couloumbis dan Wolfe
Pengukuran wilayah kekuasaan internal misalnya dilakukan dengan berdasar indikator luas wilayah geografis, besarnya jumlah penduduk yang dikenai oleh kekuasaan pemerintah pusat dan besarnya Produk Nasional Bruto masing-masing. Wilayah kekuasaan eksternal misalnya menyamakan lingkungan pengaruh negara besar dengan sistem aliansi yang negara bentuk dan menjumlahkan luas wilayah, jumlah penduduk dan Produk Nasional Bruto dari anggota-anggota aliansi itu. Ruang lingkup kekuasaan didefinisikan oleh Deutsch sebagai sekumpulan jenis perilaku, hubungan dan urusan yang secara efektif tunduk pada kekuasaan pemerintah. Hal ini meliputi semua tipe kegiatan yang ditentukan oleh pemerintah, baik internal maupun eksternal. Akibat pertumbuhan teknologi dan kota-kota, ruang lingkup internal kekuasaan pemerintah menjadi meningkat pesat. Dengan berjalannya waktu, peran pemerintah telah meluas fungsinya terutama di bidang-bidang pengaturan seperti perdagangan dalam dan luar negeri, komunikasi, transportasi, pendidikan, pelayanan kesehatan, pengelolaan hubungan perburuhan, penelitian keilmuan dan sebagainya. Anggaran belanja pemerintah dan bagan organisasi pemerintah bisa dipakai sebagai bukti tentang luas dan keanekaragaman fungsi-fungsi yang diatur dan diawasi oleh pemerintah. Pada umumnya, pemerintah demokratis liberal mengizinkan lebih banyak inisiatif dan perusahaan swasta dalam bidang ekonomi, sosial dan kultural daripada pemerintah sosialis, terutama pemerintah komunis. Ruang lingkup eksternal kekuasaan juga meningkat. Hubungan pengendalian yang sederhana, seperti penguasaan tingkah laku negara lain yang lebih lemah melalui penarikan upeti, pengiriman armada laut atau pemaksaan kepatuhan simbolis, telah diganti dengan sistem dependensi dan interdependensi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
kompleks dan multifungsional. Suatu negara bisa mengendalikan kekuasaan negara lain tanpa mengirim pasukan militer. Ruang lingkup eksternal sudah meluas ke berbagai jenis kegiatan, sehingga suatu negara mengendalikan kekuasaan negara lain melalui penguasaan dalam bidang seperti teknologi yang vital, sumber energi seperti uranium, modal untuk investasi, tenaga ahli manajemen, tenaga buruh murah dan peralatan militer (Jones Walter, 1993). Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok untuk menaati atau menuruti segala perintah dari penguasa negara.
b. Sumber Kekuasaan Menurut Noviyanto (2009), kekuasaan tidak begitu saja diperoleh setiap individu (mengutip dari simpulan John Brench dan Bertram Raven), ada 5 sumber kekuasaan menurut, yaitu: 1) Kekuasaan menghargai (reward power). Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah. 2) Kekuasaan memaksa (coercive power) Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan. 3) Kekuasaan sah (legitimate power) Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada batas tertentu. 4) Kekuasaan keahlian (expert power) Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
5) Kekuasaan rujukan (referent power) Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi. Morgenthau (2010) menegaskan bahwa kekuasaan adalah fokus utama studi dan praktik hubungan internasional. Pemikirannya tentang realisme politik dan tentang kekuasaan tercermin dalam kutipan berikut ini : Politik internasional, seperti halnya semua politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan. Negarawan-negarawan dan bangsa-bangsa mungkin mengejar tujuan akhir berupa kebebasan, keamanan, kemakmuran, atau kekuasaan itu sendiri. Mereka mungkin mendefinisikan tujuan-tujuan mereka itu dalam pengertian tujuan yang religious, filosofis, ekonomis, atau sosial. Mereka mungkin berharap bahwa tujuan ini akan terwujud melalui dinamika dalam tujuan itu sendiri, melalui takdir Tuhan atau melalui perkembangan alamiah urusan kemanusiaan. Tetapi begitu mereka berusaha mencapai tujuan-tujuan mereka dengan menggunakan politik internasional, mereka melakukannya dengan berupaya memperoleh kekuasaan .(hlm. 29) Morgenthau mendefinisikan kekuasaan (power) sebagai kemampuan seseorang untuk mengendalikan pikiran dan tindakan orang lain. Morgenthau selanjutnya menyatakan bahwa tujuan negara dalam politik internasional adalah mencapai kepentingan nasional, yang berbeda dengan kepentingan yang sub-nasional dan supra-nasional. Menurut Morgenthau, negarawan-negarawan
yang
paling
berhasil
dalam
sejarah
adalah
negarawan-negarawan yang berusaha memelihara kepentingan nasional, yang didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan secara bijaksana untuk menjaga berbagai kepentingan yang dianggap paling vital bagi kelestarian negara.
3. Kebijakan a. Pengertian Kebijakan Kebijakan publik dan partisipasi masyarakat secara harfiah adalah terjemahan langsung dari kata policy science. Istilah kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy biasanya dikaitkan dengan keputusan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
pemerintah, karena pemerintah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk
mengarahkan
masyarakat,
dan
bertanggungjawab
melayani
kepentingan umum. Arti dari kebijakan itu sendiri adalah suatu peraturan yang dibuat pemerintah untuk memajukan masyarakatnya dan dijadikan pedoman untuk menjalankan pemerintahan (http://massofa.wordpress.com). Kata policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani (Greek), yang berarti negara. Dalam bahasa latin kata ini menjadi politia, artinya negara. Masuk ke dalam bahasa Inggris lama, kata tersebut menjadi policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan pemerintah atau administrasi pemerintah. Uniknya dalam bahasa Indonesia, kata yang diterjemahkan dari kata policy tersebut mempunyai konotasi tersendiri. Kata tersebut mempunyai akar kata bijaksana atau bijak yang dapat disamakan dengan pengertian wisdom, yang berasal dari kata sifat wise dalam bahasa Inggris. Orang yang bijaksana mungkin tidak pakar dalam sesuatu bidang ilmu, namun memahami hampir semua aspek kehidupan. Kebijakan
publik
dan
partisipasi
masyarakat
sebagaimana
dinyatakan Said Z. A. (2004), bahwa Hugh Helgo menyebutkan kebijakan sebagai
atau sebagai
suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Helgo ini, selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired ends to be achieved). Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara keinginan tidak diperhitungkan. Kedua, rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Keempat, keputusan yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan,
membuat
dan
menyesuaikan
commit to user
rencana,
melaksanakan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
mengevaluasi program dalam masyarakat. Menurut pendapat lainnya, Jones merumuskan
kebijakan
sebagai
repeatitiveness associated with efforts in and through government to resolve (perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini memberi makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis (http://massofa.wordpress.com). Menurut Nasution (1989), kebijakan adalah arah tindakan yang direncanakan untuk mencapai sesuatu sasaran. Dalam hal ini terdapat dua masalah. Pertama, kebijakan luar negeri suatu negara menunjukan dasardasar umum yang dipakai pemerintah untuk bereaksi terhadap lingkungan internasional. Di lain pihak, suatu kebijakan merupakan arah tindakan yang ditujukan pada satu sasaran, maka suatu negara akan mempunyai banyak macam kebijakan karena banyaknya sasaran yang ada padanya. Kedua, suatu kebijakan selalu menyangkut keputusan dan tindakan. Tindakan untuk mencapai sasaran dapat dihasilkan dari kebijakan, apabila keputusan menunjukan yang terkandung dari pemikiran pembuat kebijakan. Keputusan resmi yang telah dituangkan di atas kertas biasanya mencakup sedikitnya tiga unsur penjelasan dan petunjuk bagi siapa saja yang bertanggung jawab dalam hal pelaksanaannya, yaitu: 1) Perumusan sasaran yang jelas. 2) Sifat tindakan yang akan diambil dinyatakan secara jelas sebagai pembimbing dan pengarahan bagi pejabat lainnya. 3) Bentuk-bentuk dan jumlah kekuatan nasional yang akan dipergunakan dalam pencapaian sasaran. Kerangka analisis yang berguna untuk memahami suatu kebijakan adalah sebagai berikut: 1) Isi hukum (content of law), yakni uraian atau penjabaran tertulis dari suatu kebijakan yang tertuang dalam bentuk perundang-undangan, peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pemerintah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
2) Tata laksana hukum (structure of law), yakni semua perangkat kelembagaan dan pelaksana dari isi hukum yang berlaku. 3) Budaya hukum (culture of law), yakni persepsi, pemahaman, sikap penerimaan, praktek-praktek pelaksanaan, penafsiran terhadap dua aspek sistem isi hukum dan tata laksana hukum (Abdullah, Zakaria, Mahmudi, Suralaga & Marut, 2001). Berdasarkan pendapat di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kebijakan adalah keputusan pemerintah mempunyai arah tindakan yang direncanakan untuk mencapai sesuatu sasaran untuk memecahkan permasalahan umum.
b. Bentuk Kebijakan Menurut Abdullah, dkk. (2001), bentuk kebijakan dapat dibedakan dalam tiga tingkatan : 1) Kebijakan umum Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan yang bersifat positif ataupun bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Kebijakan umum untuk wilayah negara mengambil bentuk undang-undang atau keputusan presiden dan sebagainya. Sementara untuk suatu propinsi, selain dari peraturan dan kebijakan yang diambil pada tingkat pusat juga ada keputusan gubernur atau peraturan daerah yang diputuskan oleh DPRD. Kebijakan umum dapat menjadi pedoman bagi tingkatan kebijakan di bawahnya, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Pertama, cakupan kebijakan itu meliputi keseluruhan wawasannya. Kebijakan itu tidak hanya meliputi dan ditujukan pada aspek tertentu atau sektor tertentu. Kedua, tidak berjangka pendek. Masa berlakunya atau tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan tersebut berada dalam jangka panjang ataupun tidak mempunyai batas waktu tertentu. Ketiga, strategi kebijakan umum tidak bersifat operasional. Sesuatu yang dianggap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
umum untuk tingkat kabupaten mungkin dianggap teknis atau operasional untuk tingkat propinsi dan sangat operasional dalam pandangan tingkat nasional. Makin umum suatu kebijakan, makin kompleks dan dinamis kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan karena pada tingkat kebijakan umum banyak aspek yang terlibat, banyak dimensi ilmu yang diperlukan untuk menganalisisnya dan banyak pihak yang terkait. Sebaliknya semakin teknis suatu kebijakan, semakin tidak kompleks kebijakan itu. 2) Kebijakan pelaksanaan Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan
umum.
Tingkat
pusat,
peraturan
pemerintah
tentang
pelaksanaan suatu undang-undang, atau keputusan menteri yang menjabarkan pelaksanaan keputusan presiden adalah contoh dari kebijakan pelaksanaan. Tingkat propinsi, keputusan bupati atau keputusan seorang kepala dinas yang menjabarkan keputusan gubernur atau peraturan daerah bisa jadi suatu kebijakan pelaksanaan. 3) Kebijakan teknis Kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan itu. Secara umum, dapat disebutkan bahwa kebijakan
umum
adalah
kebijakan
tingkat
pertama,
kebijakan
pelaksanaan adalah kebijakan tingkat ke dua, dan kebijakan teknis adalah kebijakan tingkat ke tiga atau yang terbawah. Kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah. Namun, dalam ilmu kebijakan pemisahan nama tersebut hanya menyangkut subjek yang membuat kebijakan, sedangkan dilihat dari sifatnya sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemerintahan dan dari objek yang dituju, yaitu masyarakat secara umum, maka kedua jenis keputusan ini dapat dikatakan sebagai kebijakan. Selain dari perbedaan cakupan pada masing-masing strata kebijakan, juga terlihat ada perbedaan isi atau tekanan dari masing-masing kebijakan. Sesuai dengan sifatnya yang bersifat umum, kebijakan umum berada pada level strategis. Karena itu, pengambilan keputusan kebijakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
umum perlu dilakukan dengan pembahasan yang matang dengan melibatkan banyak pihak. Ini berarti bahwa kebijakan umum juga perlu memperhitungkan segi operasionalisasinya.
4. Hubungan Internasional a. Pengertian Hubungan Internasional Hubungan Internasional merupakan satu kesatuan disiplin, dan memiliki ruang lingkup serta konsep-konsep dasar. Menurut Soeprapto (1997) terdapat dua sebab yang mendorong lahirnya Ilmu Hubungan Internasional. Kedua sebab tersebut adalah : 1) Adanya minat yang besar terhadap fenomena yang ada setelah Perang Dunia I selesai. Fenomena tersebut banyak menarik perhatian negaranegara. 2) Perang Dunia I telah banyak menelan korban manusia serta kerusakankerusakan materil. Melihat akibat dari Perang Dunia I tersebut timbul kesadaran tentang pentingnya kebutuhan untuk mencegah peperangan dan terselenggaranya ketertiban dunia. Hubungan internasional atau hubungan antarbangsa merupakan interaksi manusia antarbangsa baik secara individu maupun kelompok, dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung dan dapat berupa persahabatan, persengketaan, permusuhan ataupun peperangan. Menurut Kusuma Atmaja, hubungan dan kerjasama antar bangsa muncul karena tidak meratanya pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri di seluruh dunia sehingga terjadi saling ketergantungan antara bangsa dan negara yang berbeda. Karena hubungan dan kerjasama ini terjadi terus menerus, sangatlah penting untuk memelihara dan mengaturnya sehingga bermanfaat dalam pengaturan khusus sehingga tumbuh rasa persahabatan dan saling pengertian antarbangsa di dunia. Hubungan antarbangsa sudah lama terjadi dan hubungan tersebut berlangsung dalam suatu masyarakat yang disebut dengan masyarakat antarbangsa. Hubungan yang semula dalam bentuk primitif kemudian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
berkembang ke dalam bentuk yang lebih modern. Hubungan tersebut terjadi karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan membutuhkan orang lain. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain. Untuk memenuhi semua kebutuhan suatu negara tidak mungkin dapat dilakukan dengan sendirinya maka dari itu negara tersebut membutuhkan negara lainnya sehingga tercipta suatu hubungan internasional. Secara sederhana pengertian hubungan internasional dipahami sebagai interaksi yang terjadi antar aktor-aktor tertentu, yaitu interaksi telah melampaui batas yurisdiksi nasional sebuah negara. Pada dasarnya tujuan utama
studi
hubungan
internasional
adalah
mempelajari
perilaku
internasional, yaitu perilaku aktor, negara maupun non negara, di dalam arena transaksi internasional, perilaku tersebut bisa berwujud perang, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional dan
). Hubungan internasional pada dasarnya merupakan studi mengenai
interaksi antar aktor, baik negara maupun aktor non-negara, yang berlangsung di dalam sistem internasional dan hubungan yang dijalin dapat berbentuk hubungan ekonomi, sosial budaya, maupun politik, yang memiliki konsekuensi-konsekuensi penting bagi aktor-aktor lainnya diluar unit politiknya. Menurut T. May Rudy (1993) hubungan internasional dapat disimpulkan sebagai berikut: Hubungan Internasional adalah hubungan yang mencakup berbagai macam hubungan atau interaksi yang melintasi batasbatas wilayah negara dan melibatkan pelaku-pelaku yang berbeda kewarganegaraan, berkaitan dengan segala bentuk kegiatan manusia. Hubungan ini dapat berlangsung baik secara kelompok maupun secara perorangan dari suatu bangsa atau negara, yang melakukan interaksi baik secara resmi maupun tidak resmi dengan kelompok atau perorangan dari bangsa atau negara lain (hlm. 3). Ilmu Hubungan Internasional dapat dikaji menggunakan berbagai pendekatan. Hal itu dijelaskan T. May Rudy (1993), dalam kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Hubungan internasional merupakan ilmu dengan kajian interdisipliner, maksudnya, ilmu ini dapat menggunakan berbagai teori, konsep, dan pendekatan dari bidang ilmu-ilmu lain dalam mengembangkan kajiannya. Sepanjang menyangkut aspek internasional (hubungan / interaksi yang melintasi batas negara) adalah bidang hubungan internasional dengan kemungkinan berkaitan dengan ekonomi, hukum, komunikasi, politik, dan lainnya. Demikian juga untuk menelaah Hubungan Internasional dapat meminjam dan menyerap konsep-konsep sosiologi, psikologi, bahkan matematika (konsep probabilitas), untuk diterapkan dalam kajian Hubungan Internasional (hlm. 3). Menurut Nasution (mengutip dari simpulan EH. Carr, 1965), munculnya hubungan internasional sebagai bidang studi sendiri adalah keinginan setiap negara untuk memahami sebab-sebab terjadinya konflik dan membina dunia lebih damai yang dilakukan sesudah Perang Dunia I. Sekitar tahun 1920 sampai 1930-an, studi hubungan internasional dipelajari melalui tiga jalur. Pertama, hubungan internasional dipelajari melalui penelaahan kejadian-kejadian yang sedang terjadi dan mencoba dibuat urutan kejadian. Sehingga setiap kesalahpahaman dan konflik antarbangsa bisa dihindari. Kedua, hubungan internasional dipelajari melalui studi tentang organisasi internasional. Ini didasarkan pada kesimpulan bahwa konflik bisa diselesaikan jika diciptakan suatu aturan atau tata tertib hukum yang didukung oleh organisasi seperti Liga Bangsa-Bangsa. Ketiga, studi hubungan internasional pada masa itu adalah sebuah analisa yang menitikberatkan pada ekonomi internasional (Nasution, 1984). Paradigma realis, yang mendominasi teori hubungan internasional selama kurang lebih dua dasawarsa sesudah Perang Dunia II, merupakan wujud dari upaya mengembangkan pendekatan teoritis yang sekaligus bisa mendeskripsikan dan menjelaskan perilaku dalam hubungan internasional dan bisa memberikan kerangka preskriptif bagi para negarawan dalam membuat keputusan. Menurut Nasution, ada beberapa pendekatan dalam hubungan internasional (mengutip dari simpulan Crayson Kirk), di antaranya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
1) Pendekatan historis, oleh para sejarawan hubungan internasional sebagai gejala sejarah mutakhir saja, sehingga orang kehilangan banyak data berguna waktu lampau untuk mengerti subjek ini, 2) Pendekatan legalistis, oleh para ahli hukum, mereka memandang aspekaspek legal dari hubungan antar negara itu saja, tanpa berusaha mencari sebab-sebab kurangnya dan tidak sempurnanya tali-temali hukum dalam subjek ini, 3) Pendekatan ideal, oleh para idealis, lebih suka memandang sistem hubungan internasional yang lebih sempurna, yang akan didirikan daripada menyelidiki apa yang ada. Kerja sama internasional adalah bentuk hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan untuk kepentingan negara-negara di dunia. Kerja sama internasional, yang meliputi kerja sama di bidang politik, sosial, pertahanan keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, berpedoman pada politik luar negeri masing-masing negara. Kerjasama akan dilakukan apabila manfaat yang diperoleh diperkirakan akan lebih besar daripada konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggungnya. Oleh sebab itu keberhasilan suatu kerjasama dapat diukur dari perbandingan besarnya manfaat yang dicapai terhadap konsekuensi yang ditanggung. Masalah kerjasama terletak pada pencapaian sasaran. Tujuan akhir yang kemudian dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran kerjasama ditentukan oleh persamaan kepentingan yang fundamental dari masing-masing pihak yang melakukan kerjasama. Menurut Koesnadi Kartasasmita (1997), menjelaskan pengertian kerjasama internasional yang dapat dipahami sebagai: Kerjasama dalam masyarakat internasional suatu keharusan sebagai akibat terdapatnya hubungan interdepedensia dan bertambah kompleksnya hubungan manusia dalam masyarakat internasional. Kerjasama internasional terjadi karena national understanding serta mempunyai arah tujuan sama, keinginan yang didukung oleh kondisi internasional yang saling membutuhkan. Kerjasama itu didasari oleh kepentingan bersama diantara negaranegara, namun kepentingan itu tidak identik (hlm. 20).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Menurut Ginanjar (2008) yang mengutip pernyataan Soeprapto dalam buku Hubungan Internasional Sistem Interaksi dan Perilaku, menggolongkan kerjasama internasional ke dalam empat bentuk yaitu: 1) Kerjasama Global Adanya keinginan yang kuat dari berbagai bangsa di dunia untuk bersatu dalam suatu wadah yang mampu mempersatukan cita-cita bersama merupakan dasar utama bagi kerjasama global. Sejarah kejasama global dapat ditelusuri kembali mulai dari dibentuknya kerjasama multilateral seperti yang diperlihatkan oleh perjanjian Westphalia tahun 1648 dan merupakan akar dari kerjasama global. 2) Kerjasama Regional Merupakan kerjasama antar negara yang secara geografis letaknya berdekatan. Kerjasama tersebut bisa berada dalam bidang pertahanan tetapi juga bisa di bidang lain seperti pertanian, hukum, kebudayaan, dan lain sebagainya. 3) Kerjasama Fungsional Permasalahan maupun metode kerjasamanya menjadi semakin komplek disebabkan oleh semakin banyaknya berbagai lembaga kerjasama yang ada. Walaupun kompleksitas dan banyak permasalahan yang dihadapi dalam kerjasama fungsional baik di bidang ekonomi maupun sosial, untuk pemecahannya diperlukan kesepakatan dan keputusan politik. Jadi, kerjasama fungsional tidak bisa dilepaskan dari power. 4) Kerjasama Ideologi Pengertian ideologi adalah alat dari suatu kelompok kepentingan untuk membenarkan tujuan dan perjuangan kekuasaan. Dalam hal perjuangan atau kerjasama ideologi batas-batas teritorial tidaklah relevan. Berbagai kelompok
kepentingan
berusaha
mencapai
tujannya
dengan
memanfaatkan berbagai kemungkinan yang terbuka di forum global. Suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Dengan kata lain kerjasama dapat terbentuk karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
kehidupan internasional yang meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan. Hal tersebut memunculkan kepentingan yang beraneka ragam sehingga mengakibatkan berbagai masalah sosial. Untuk mencari solusi atas berbagai masalah tersebut maka beberapa negara membentuk suatu kerjasama internasional. Saat ini, sebagian besar transaksi dan interaksi antarnegara dalam sistem internasional sekarang bersifat rutin dan hampir bebas dari konflik (http://www.ginandjar. com/public/unpas26nov.pdf). Berbagai jenis masalah nasional, regional, ataupun global yang bermunculan memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Dalam sebagian besar kasus yang terjadi, pemerintah saling berhubungan dengan mangajukan alternatif pemecahan, perundingan atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai bukti teknis untuk menopang pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri perundingan dengan membentuk suatu perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan bagi semua pihak. Proses seperti ini biasa disebut kerjasama atau kooperasi. Menurut K.J. Holsti (1987), ada beberapa alasan suatu negara melakukan kerjasama dengan negara lainnya: 1) Meningkatkan kesejahteraan ekonominya, melalui kerjasama dengan negara lainnya, negara tersebut dapat mengurangi biaya yang harus ditanggung dalam memproduksi suatu produk kebutuhan bagi rakyatnya karena keterbatasan yang dimiliki negara tersebut; 2) Meningkatkan efisiensi yang berkaitan dengan pengurangan biaya; 3) Adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan bersama; 4) Mengurangi kerugian negatif yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan individual negara yang member dampak terhadap negara lain. Menurut Muhadi Sugiono (2006), ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam kerjasama internasional. Pertama, negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil. Kedua, kerjasama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masingmasing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya bisa mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara negara anggotanya, tetapi juga memiliki dan bisa memaksakan kepentingannya sendiri. Kerjasama yang terbentuk pada akhirnya akan mengarah pada terciptanya
interdependensi, organisasi internasional sebagai wadah
kerjasama memainkan peran penting dengan kapasitasnya sebagai aktor non-negara. Tujuan akhir dari kerjasama yang terjalin ditentukan oleh persamaan kepentingan yang hakiki dari masing-masing pihak yang terlibat.
b. Pola Interaksi Hubungan Internasional Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh pelaku negara-negara maupun oleh pelaku-pelaku bukan negara. Konflik dan kompetisi merupakan hal-hal yang tidak mudah terhindarkan dalam interaksi hubungan internasional. Masalahnya adalah bagaimana menempuh langkah-langkah untuk membina upaya bersama guna mengurangi serta menghindari konflik yang berkepanjangan. Sumber konflik bisa terletak pada
kelangkaan sumber-sumber daya serta
egosentrisme masing-masing negara atau kesatuan sosial tertentu, yaitu aspirasi untuk terus menungkatkan kekuatan serta kedudukan dalam hubungan dengan negara-negara lain atau keastuan sosial lainnya (Holsti, 1987). Dalam kajian hubungan internasional, konflik tidak selalu berarti perang atau langsung berada pada taraf setara perang, tetapi bisa berupa krisis hubungan
diplomatik,
protes,
penolakan,
tuduhan,
tuntutan,
peringatan, ancaman, tindakan balasan, serta pemboikotan produk. Timbulnya konflik bisa dipicu oleh sikap serta tindakan yang bernuansa permusuhan
atau
saling
ketidakpercayaan
commit to user
yang
bertalian
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
kecenderungan untuk memberikan reaksi keras dan berlebihan terhadap suatu peristiwa di antara dua atau lebih entitas sosial yang berbeda. Solusi yang perlu dicapai serta dikembangkan adalah kerjasama. Pola-pola kerjasama multilateral dan global perlu diperbanyak dan terus ditingkatkan, karena semakin luas dan banyak masalah global yang tidak bisa lagi diatasi oleh beberapa negara saja, tetapi perlu pemecahan maslah bersama-sama oleh banyak negara dan dengan mengikutsetakan pula aktor-aktor nonnegara. Penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain, ketergantungan suatu bangsa atas bangsa lain dan hubungan sama derajat. Ada tiga macam pola hubungan antar bangsa, yaitu: 1) Pola Penjajahan Penjajahan pada hakekatnya adalah penghisapan oleh suatu bangsa atas bangsa lain yang ditimbulkan oleh perkembangan paham kapitalis, negara penjajah membutuhkan bahan mentah bagi industrinya dan juga pasar bagi hasil industrinya. Inti dari penjajahan ini adalah penguasaan wilayah bangsa lain. 2) Pola Ketergantungan Umumnya terjadi pada negara-negara berkembang yang karena kekurangan modal dan tekhnologi untuk membangun negaranya, terpaksa mengandalkan bantuan negara-negara maju yang akhirnya mengakibatkan ketergantungan pada negara-negara maju tersebut. Pola hubungan ini dikenal sebagai neo-kolonialisme (penjajahan dalam bentuk baru). 3) Pola Hubungan Sama Derajat Pola hubungan ini sangat sulit diwujudkan, namun merupakan pola hubungan yang paling ideal karena berusaha mewujudkan kesejahteraan bersama yang menuntut penghormatan atas kodrat manusia sebagai makhluk yang sederajat tanpa memandang ideologi, bentuk negara ataupun sistem pemerintahannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Kim Dae Jung berusaha menggunakan pola hubungan sama sederajat untuk menyatukan Korea Selatan dan Korea Utara karena Kim Dae Jung ingin mewujudkan Korea yang sejahtera tanpa memandang ideologi, bentuk negara ataupun sistem pemerintahannya.
c. Konsep Polaritas dalam Sistem Hubungan Internasional Polaritas merupakan salah satu cara bagaimana kekuasaan terbagi dalam sistem internasional. Konsep tentang polaritas muncul selama Perang Dingin, kekuasaan terbagi menjadi dua kutub besar, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Setelah Uni Soviet hancur pada tahun 1991, Amerika Serikat muncul sebagai negara adidaya. Polaritas menurut Tamba (2010) dibagi menjadi empat sistem, yaitu: unipolar, bipolar, tripolar, dan multipolar. 1) Unipolar Unipolar merupakan sistem kekuasaan dimana hanya ada satu negara adikuasa yang menjadi pusat kekuatan di dunia internasional (http://www.scribd.com/doc). Sistem ini dapat terbentuk jika terdapat negara atau kelompok negara yang mendominasi sistem serta adanya pembentukan pemerintahan dunia. Aturan-aturan dalam sistem unipolar menurut Tamba (2010) adalah kekuatan pusat memainkan peranan dominan dalam membentuk dan menjalankan aturan, kekuatan pusat memainkan peran kunci dalam penyelesaian perselisihan diantara unit dibawahnya, dan kekuatan pusat menentang usaha unit dibawahnya untuk menerima otonomi yang lebih besar, unit subordinat terutama jika berada diluar pengawasan mengurangi dan melepaskan diri dari kekuasaan kekuatan hegemoni. 2) Bipolar Bipolar adalah struktur sistem politik internasional yang ditandai kehadiran
dua
negara
yang
memiliki
kekuatan
relatif
besar
daripada negara-negara lainnya. Sistem bipolar ditandai dengan adanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
kedudukan negara yang sama atau sederajad. Aturan-aturan dalam sistem ini adalah menghilangkan blok lain dengan berbagai cara termasuk perang jika dibutuhkan dan resikonya dapat diterima serta meningkatkan kekuatan relatif terhadap blok lain. Situasi ini, pertama kalinya tampak dalam Perang Dunia II dengan adanya kekuatan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua kekuatan telah menjadi keistimewaan utama dari politik internasional (Morgenthau, 2010). 3) Tripolar Sistem ini terjadi ketika negara mempunyai hubungan yang baik dengan dua negara lain yang mana pada akhirnya akan bermusuhan satu sama lain. Aturan-aturan dalam sistem ini adalah secara optimal mencoba mempunyai hubungan yang baik dengan kedua pemain lain atau minimal mencoba menghindari permusuhan diantara keduanya dan mencoba untuk mencegah kerjasama tertutup antara kedua pemain lain (http://wordpress.com/doc). 4) Multipolar Multipolar adalah sistem terdapat lebih dari dua negara yang memiliki pengaruh kuat terhadap ekonomi, militer maupun budaya di dunia internasional. Sistem multipolar lebih stabil dibandingkan dengan bipolar ataupun unipolar karena kekuatan-kekuatan dari berbagai negara bisa mengadakan aliansi sehingga satu sama lain tidak akan saling menyerang (Morgenthau, 2010). Aturan-aturan dalam sistem ini adalah menentang negara manapun yang mengancam kedudukannya, meningkatkan kekuatan setiap negara dengan cara diplomasi bila mungkin dan dengan perlawanan jika perlu, serta tidak menurunkan stabilitas sistem dengan penghancuran negara lain jika melalui perlawanan (http://wordpress.com/doc). Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Korea Selatan menggunakan konsep bipolar untuk mendekati Korea Utara. Hal ini dikarenakan kedua Korea merupakan negara besar yang memiliki ideologi berbeda.
Upaya
penggabungan
Korea
commit to user
dimaksudkan
agar
tercipta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
kesejahteraan di Semenanjung Korea dengan menyatukan dua negara yang memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dengan ideologi berbeda tanpa harus melalui perang.
d. Sarana Hubungan Internasional Sarana hubungan internasional menurut Wayan Sudanya yang dikutip dari J. Frankel (2010) ada berbagai sarana yang dapat dipergunakan oleh negara-negara dalam melakukan hubungan internasional, yaitu: diplomasi, propaganda, hubungan ekonomi dan militer: 1) Diplomasi Diplomasi merupakan seluruh kegiatan untuk melaksanakan politik luar negeri suatu negara dalam hubungannya dengan bangsa dan negara lain. Diplomasi dapat bersifat bilateral (melibatkan dua negara) atau multilateral (melibatkan lebih dari dua negara). Instrumen diplomasi ada dua yaitu Departemen Luar Negeri yang berkedudukan di ibukota negara, merupakan pusat hubungan internasional dalam negara dan perwakilan diplomatik yang berkedudukan di ibukota negara penerima yang merupakan wakil dari negaranya. Dalam mewakili negara dan bangsanya, seorang diplomat memiliki tiga fungsi dasar yaitu sebagai lambang, sebagai wakil yuridis yang sah sesuai hukum internasional dan sebagai perwakilan politik. Tugas seorang diplomat dapat dibagi menjadi empat fase pokok diplomasi, yaitu: perwakilan (representation), perundingan (negotiation), laporan (reporting) dan perlindungan kepentingan bangsa, negara, dan warga negaranya di luar negeri. 2) Propaganda Propaganda adalah usaha sistematis untuk mempengaruhi pikiran, emosi dan tindakan suatu kelompok demi kepentingan masyarakat umum. Ada dua hal yang membedakan diplomasi dan propaganda: a) Propaganda ditujukan kepada rakyat negara tersebut, bukan pemerintahnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
b) Propaganda dilakukan hanya demi kepentingan negara pembuat propaganda. 3) Ekonomi Hubungan internasional melalui sarana ekonomi tidak mutlak dilakukan oleh pemerintah, swasta pun dapat berperan besar, baik selama masa damai maupun dalam situasi perang. Semua negara terlibat dalam hubungan ekonomi untuk mendapatkan barang yang tidak dapat diproduksinya
sendiri.
Keuntungan
lainnya
dari
perdagangan
internasional adalah diperolehnya suatu barang melalui sistem produksi yang paling efisien dan murah. 4) Kekuatan Militer dan Perang Berlawanan dengan ekonomi, bidang militer benar-benar dikuasai oleh pemerintah. Bidang militer sangat mempengaruhi diplomasi karena memiliki kekuatan militer yang tangguh akan menambah rasa percaya diri, sehingga bisa mengabaikan ancaman-ancaman dan tekanan lawan yang dapat mengganggu kepentingan nasionalnya. Kekuatan militer diperlihatkan dalam parade militer di hari-hari nasional untuk menggertak dan memperingatkan negara-negara lawan sehingga perang dapat dihindarkan.
e. Reunifikasi Integrasi di dunia internasional bertambah pesat setelah Perang Dingin berakhir. Menurut Mochtar Masoed dalam bukunya, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin Dan Metodologi, integrasi didefinisikan sebagai proses aktor-aktor di beberapa wilayah nasional yang berbeda yang terdorong untuk memindahkan kesetiaan, harapan dan kegiatan politik aktor-aktor ke suatu pusat baru yang lembaga-lembaganya memiliki dan menuntut yurisdiksi atas negara-negara nasional yang ada sebelumnya (Masoed, 1994). Dapat ditambahkan pula bahwa dalam kaitannya dengan Perang Dingin, negara-negara yang mengalami pemisahan struktural seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Korea dan Jerman merupakan wujud yang merefleksikan dorongan integrasi, atau lebih tepatnya reunifikasi. Reunifikasi tidak jauh berbeda dengan integrasi. Reunifikasi merupakan salah satu aspek kehidupan bernegara, yaitu bersatunya kembali dua atau lebih unit politik dan segala aspeknya (secara menyeluruh). Reunifikasi adalah penyatuan negara terpisah atau unit politik lainnya di bawah kekuasaan yang sama. Integrasi dapat berlangsung sebagai fenomena internasional atau regional, yang dapat dilihat sebagai proses ataupun hasil yang
merupakan
refleksi
dan
semangat
kerjasama
antarnegara
(http://id.wikipedia.org/wiki/Reunifikasi). Negara-negara yang mempunyai isu reunifikasi menurut Arianto (2009) biasanya adalah dua negara atau lebih yang terpecah setelah Perang Dunia II, terutama karena persaingan antara Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet Keinginan untuk mengadakan reunifikasi disebabkan adanya rasa nasionalisme. Nasionalisme bisa menjadi kekuatan yang membangun (positive force) atau menjadi kekuatan yang merusak (destructive force). Sebagai kekuatan yang membangun nasionalisme dapat digunakan sebagai alat untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Nasionalisme dapat menjadi kekuatan yang berguna apabila menimbulkan makna identitas (sense of identity) dan rasa memiliki (sense of belonging) bagi individu. Nasionalisme bisa menjadi kekuatan yang merusak apabila suatu negara menganggap suatu peranan yang lebih tinggi bisa dicapai dengan mengorbankan wilayah dan kesejahteraan negara lain atau suatu kelompok etnis minoritas dengan merusak hak-hak yang dimilikinya (http://www.docstoc.com). Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa keinginan Presiden Kim Dae Jung untuk menyatukan kembali Korea Selatan dan Korea Utara didasarkan pada rasa nasionalismenya yang tinggi terhadap Korea. Kim Dae Jung mempersatukan Korea karena ingin mengulang kejayaan Korea sebagai satu bangsa yang utuh masa nenek moyang, tanpa harus mengorbankan salah satu negara. Reunifikasi Korea diharapkan dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
menciptakan Semenanjung Korea yang sejahtera dengan menyatukan dua ideologi yang berbeda tanpa harus ada peperangan.
B. Kerangka Berpikir Terpilihnya Presiden Kim Dae Jung 1998
Kebijakan-kebijakan Pemerintahan Kim Dae Jung
Kebijakan
Kebijakan Luar
Dalam Negeri
Negeri
Upaya Reunifikasi Korea (Sunshine Policy)
Deklarasi 15 Juni 2000
Keterangan : : hubungan secara langsung Dari skema di atas dapat diuraikan sebagai berikut: Korea terbagi menjadi dua negara yakni Korea Utara dan Korea Selatan. Terbaginya Korea menjadi dua negara ini merupakan simbol warisan persaingan ideologi di masa Perang Dingin. Pada akhir tahun 1970-an, Korea Utara dan Korea Selatan mulai tampil di kalangan masyarakat internasional akibat keberhasilannya dalam pertumbuhan ekonomi dan menghilangkan kemiskinan dalam waktu yang cukup singkat. Selain dari segi ekonomi, Korea menjadi pusat perhatian masyarakat internasional karena pertentangan dan persaingan antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Korea Utara dan Korea Selatan yang semakin tajam, yakni dengan memperkokoh sistem pertahanannya masing-masing. Presiden Kim Dae Jung memerintah Korea Selatan sejak tahun 1998 hingga 2003. Selama memerintah Korea Selatan, Kim Dae Jung telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk lebih memperbaiki keadaan Korea Selatan. Pertama, Presiden Kim Dae Jung mampu mengubah Korea Selatan yang dulunya rezim militer menjadi pemerintahan yang demokratis. Kedua, Kim Dae Jung mampu mengeluarkan Korea Selatan dari belenggu krisis moneter dengan menggalakkan pembangunan setelah mendapat bantuan dari IMF. Ketiga, Kim Dae Jung berupaya untuk mengadakan reunifikasi Korea dengan megeluarkan Kebijakan Sinar Matahari yang nantinya akan membawa Presiden Kim Dae Jung (Korea Selatan) dan Presiden Kim Jong Il (Korea Utara) bertemu dalam meja perundingan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Upaya Reunifikasi Korea (Studi Tentang Pemerintahan Presiden Kim Dae Jung di Korea Selatan Tahun 1998-2003) , menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan sebagai tempat pencarian data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. d. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta e. Monumen Pers Surakarta (Perpustakaan dan Arsip Media Cetak) f. Perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta g. Perpustakaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta
2. Waktu Penelitian Waktu yang digunakan untuk penelitian ini direncanakan mulai dari disetujuinya judul skripsi yaitu pada bulan Juli 2012 sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini yaitu pada bulan Januari 2013. Kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu tersebut adalah mengumpulkan data, melakukan kritik untuk menyelidiki keabsahan sumber, menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan terakhir menyusun laporan hasil penelitian.
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Tabel 3. 1. Waktu Penyusunan Penelitian Waktu/
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Jenis
2012
2012
2012
2012
2012
2012
2013
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan judul Penyusunan proposal Pelaksanaan penelitian Penyusunan laporan Ujian skripsi Revisi
B. Metode penelitian Peranan metode ilmiah sangat penting dalam sebuah penelitian karena keberhasilan tujuan yang akan dicapai tergantung dari penggunaan metode yang tepat. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, methodos yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1977). Menurut Helius Sjamsudin (1996), da hubungannya dengan suatu prosedur, proses atau teknik yang sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan obyek (bahanPenelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan kebijakan Kim Dae Jung terhadap upaya reunifikasi Korea. Mengingat peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Hadari Nawawi (1995) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang. Metode sejarah dapat diartikan sebagai metode penelitian dan penulisan sejarah dengan menggunakan cara, prosedur atau teknik yang sistematik sesuai dengan asas-asas dan aturan ilmu sejarah (Daliman, 2012) Gilbert J. Garraghan yang dikutip Dudung Abdurrahman (2011) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilai secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis (hlm. 103). Menurut Louis Gottschalk yang dikutip Daliman (2012), memaknai metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman, dokumen-dokumen dan peninggalan masa lampau yang otentik dan dapat dipercaya, serta membuat interpretasi dan sintesis atas faktafakta tersebut menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya (hlm. 28). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian sejarah adalah kegiatan mengumpulkan, menguji dan menganalisis secara kritis data peninggalan masa lampau dan menyajikannya sebagai hasil karya melalui historiografi. Oleh karena metode penelitian yang digunakan adalah metode historis, maka dilakukan langkah-langkah metode historis yang meliputi pengumpulan sumber-sumber sejarah, menguji validitas dan reliabilitas data sejarah tersebut kemudian menganalisis secara kritis untuk menghasilkan tulisan atau cerita sejarah yang menarik dan dapat dipercaya.
C. Sumber Data Sumber data sering juga disebut data sejarah. Menurut Kuntowijoyo (1995),
datum (bahasa latin)
yang berarti pemberitaan (hlm. 94). Menurut Dudung Abdurrahman (2011) data sejarah merupakan bahan sejarah yang memerlukan pengolahan, penyeleksian, dan pengkategori (1996),
nurut Helius Sjamsuddin dan Ismaun
sumber sejarah ialah bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau 61). Helius Sjamsuddin (1996) mengemukakan tentang pengertian sumber sejarah, yaitu: Segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata yang diucapkan (lisan) (hlm. 73). Sumber sejarah dapat dibedakan menjadi sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer dalam penelitian sejarah adalah sumber yang disampaikan langsung oleh saksi mata. Dikatakan sebagai sumber sekunder karena tidak disampaikan langsung oleh saksi mata dan bentuknya dapat berupa buku-buku, artikel, koran, majalah (Dudung Abdurrahman, 1999). Sedangkan Louis Gottschalk (1983) berpendapat bahwa sumber-sumber tulisan dan lisan dibagi atas dua jenis, yaitu data primer dan sekunder. Sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan mata-kepala sendiri atau saksi dengan pancaindera yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon (orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya), oleh karena itu harus dihasilkan oleh orang yang sezaman dengan peristiwa yang dikisahkan. Akan tetapi sumber primer tidak perlu asli dalam arti hukum dari kata asli (dokumen itu sendiri yang biasanya versi tulisan pertama), namun dalam bentuk copy atau suatu edisi cetakan selanjutnya. Sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandang-mata (seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan sumber data tertulis sekunder. Penulis kesulitan untuk mendapatkan sumber primer karena peristiwa yang diteliti dan saksi sejarah dari peristiwa yang berkaitan dengan penelitian ini berada di luar negeri yaitu di Korea. Maka dari itu, penulis menggunakan sumber data tertulis sekunder berupa surat kabar seperti Kompas terbitan 10
Si Anak Hilang
commit to user
Kompas terbitan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
, Kompas terbitan , majalah seperti Tempo terbitan tahun 2000, artikel-artikel dan buku-buku yang relevan dengan penelitian antara lain karya Yang Seung Yoon
Memahami Politik Korea terbitan tahun 2005,
karya Nur Aini Setiawati Masa Kontemporer
Sejarah Korea Sejak Awal Abad Hingga
terbitan tahun 2003, dan karya M
yang
Politik Luar Negeri Korea Selatan Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional terbitan tahun 2004. Sumber data yang telah diperoleh kemudian dikaji, diklasifikasikan dan selanjutnya dibandingkan antara sumber yang satu dengan yang lainnya serta dianalisis data tersebut sehingga diperoleh data sejarah yang akurat yang dapat digunakan untuk menyusun cerita sejarah yang menarik dan dapat dipertanggungjawabkan.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ditempuh dengan studi kepustakaan. Studi pustaka penting sebagai proses bahan penelitian. Tujuannya sebagai pemahaman secara menyeluruh tentang topik permasalahan. Teknik studi pustaka adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data atau fakta sejarah, dengan cara membaca buku-buku literatur, majalah, dokumen atau arsip, surat kabar atau brosur yang tersimpan di dalam perpustakaan (Koentjaraningrat, 1986). Teknik pengumpulan data studi pustaka adalah suatu penelitian yang berjuang untuk mengumpulkan data dan informasi dengan menggunakan bermacam- macam materi yang terdapat dalam buku, majalah, dokumen dan surat kabar (Kartini Kartono, 1990). Kegiatan studi pustaka ini dilakukan dengan sistem kartu atau menggunakan katalog dengan cara mencatat beberapa sumber tertentu mengenai masalah dengan mencantumkan keterangan mengenai identitas sumber (Louis Gottschalk, 1983). Studi pustaka merupakan sebuah penelitian di perpustakaan yang bertujuan mengumpulkan data dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya buku, surat kabar, majalah dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
dokumen. Data tersebut berfungsi sebagai wahana informasi terhadap materi yang akan dibahas dalam penelitian. Adanya kemajuan teknologi maka peneliti juga bisa memanfaatkan internet dalam rangka studi pustaka untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan tema penelitian. Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai berikut: a. Pencarian dan pengumpulan sumber-sumber data yang berkaitan dengan masalah pemerintahan Presiden Kim Dae Jung di Korea Selatan sampai upaya untuk mengadakan reunifikasi Korea. Peneliti berusaha mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dengan mengadakan studi referensi yang ada di Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta, dan Perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta. b. Membaca dan mencatat sumber-sumber yang berisikan kebijakan Kim Dae Jung dalam upaya reunifikasi Korea sampai batasan tahun yang diteliti secara menyeluruh. c. Penggalian terhadap bahan-bahan pustaka lainnya seperti buku, majalah, artikel, yang dilakukan di perpustakaan yang dianggap penting dan relevan dengan masalah yang diteliti.
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (2011),
nterpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan
analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan
(hlm. 114). Analisis dan
sintesis, dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi. Menurut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Helius Sjamsuddin (1996),
teknik analisis data historis adalah analisis data
sejarah yang menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumbersumber yang digunakan dalam penulisan sejarah
.
Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999), analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh
. Data yang telah
diperoleh diinterpretasikan, dianalisis isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka teori yang dipakai sehingga menghasilkan fakta-fakta yang relevan dengan penelitian. Analisis data merupakan langkah yang penting, dimulai dari melakukan kegiatan pengumpulan data kemudian melakukan kritik ekstern dan intern untuk mencari otensitas dan kredibilitas sumber yang didapatkan. Dari langkah ini dapat diketahui sumber yang benar-benar dibutuhkan dan relevan dengan materi penelitian. Selain itu, membandingkan data dari sumber sejarah tersebut dengan bantuan seperangkat kerangka teori dan metode penelitian sejarah, kemudian menjadi fakta sejarah. Agar memiliki makna yang jelas dan dapat dipahami, fakta tersebut ditafsirkan dengan cara merangkaikan fakta menjadi karya yang menyeluruh dan masuk akal.
F. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian adalah tata urutan yang harus dilaksanakan dalam proses penelitian agar peneliti mendapat hasil yang optimal. langkah-langkah penelitian dari awal yaitu persiapan membuat proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Setiap penelitian mempunyai prosedur penelitian yang berbedabeda. Hal tersebut disesuaikan dengan disiplin ilmu dan tujuan yang akan dicapai oleh peneliti. Karena penelitian ini menggunakan metode historis, maka ada empat tahap yang harus dipenuhi dalam melakukan penelitian. Empat langkah tersebut terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Heuristik
Kritik
Jejak / Peristiwa Sejarah
Interpretasi
Historiografi
Fakta Sejarah
Keterangan : 1. Heuristik Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein yang artinya memperoleh. Dalam pengertian lain, menurut G.J. Reiner yang dikutip oleh Dudung Abdurahman (2011), heuristik adalah suatu teknik, suatu seni dan Oleh karena itu heuristik tidak mempunyai aturan-aturan umum. Heuristik sering kali merupakan suatu keterampilan dalam
menemukan,
menangani
dan
memperinci
bibiliografi
atau
mengklasifikasi serta merawat catatan-catatan. Pada tahap ini diusahakan mencari dan menemukan sumber-sumber tertulis berupa buku-buku yang relevan dan surat kabar. Dalam penelitian ini digunakan sumber data tertulis sekunder berupa surat kabar seperti Kompas terbitan 10 April 20
Si Anak Hilang
Kompas terbitan 11 , Kompas terbitan
artikel-artikel dan buku-buku yang relevan dengan penelitian antara lain karya Yang Seung Yoon yang berjudul Memahami Politik Korea terbitan tahun 2005, karya Nur Aini Setiawati yang Sejarah Korea Sejak Awal Abad Hingga Masa Kontemporer terbitan tahun 2003, dan karya M
Politik Luar
Negeri Korea Selatan Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional terbitan tahun 2004. Pengumpulan mengunjungi
beberapa
data
dilakukan
perpustakaan
melalui
studi
diantaranya
commit to user
pustaka
Perpustakaan
dengan Pusat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan
Monumen
Pers
Surakarta,
Perpustakaan
Universitas
Pembangunan Nasional Yogyakarta.
2. Kritik Tugas penyelidik dalam penelitian historis ini adalah mengadakan rekonstruksi mengenai masa lampau. Dalam mengadakan rekonstruksi itu, tidak semua peristiwa yang sudah silam dapat diulangi terjadinya, sehingga penyelidik harus banyak mendasarkan diri pada fakta-fakta sejarah dan membangun pemecahan masalah atas fakta itu. Fakta yang diterima dari berbagai sumber, banyak bergantung pada orang-orang yang terdahulu hidup dan menjadi pelaku atau pembuat sejarah yang diselidikinya. Karena itu, penyelidik harus mempunyai cara-cara untuk meneliti apakah fakta itu benarbenar asli dan dapat dipercaya ataukah tidak. Cara-cara meneliti data itulah yang dimaksud dengan kritik historis. Kritik yaitu kegiatan untuk menyelidiki apakah sumber-sumber sejarah itu sejati atau otentik dan dapat dipercaya atau tidak. Pada tahap ini kritik sumber dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Menurut Dudung Abdurahman (2011),
kritik ekstern yaitu menguji suatu
keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) sedangkan kritik intern menguji keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas)
.
Kritik ekstern adalah kritik terhadap otentisitas sumber, apakah sumber yang dikehendaki asli atau tidak, utuh atau turunan (salinan). Kritik ekstern dilakukan terhadap sumber yang diperoleh berdasarkan bentuk fisik atau luarnya berupa bahan (kertas atau tinta) yang digunakan dan segi penampilan yang lain. Kritik ekstern dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melihat kapan sumber itu dibuat, di mana sumber itu dibuat, siapa pengarangnya dan bagaimana latar belakang pendidikan pengarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Kritik intern dilakukan dengan membandingkan antara isi sumber yang satu dengan isi sumber yang lain sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya dan dapat memberikan sumber yang dibutuhkan. Hal tersebut dilaksanakan agar dapat mengetahui bagaimana isi sumber sejarah dan relevansinya dengan masalah yang dikaji. Kritik intern sumber data tertulis dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi gaya, tata bahasa, dan ide yang digunakan penulis, sumber data, dan permasalahannya kemudian dibandingkan dengan sumber data lainnya. Kritik ini bertujuan untuk menguji apakah isi, fakta dan cerita dari suatu sumber sejarah dapat dipercaya dan dapat memberikan informasi yang diperlukan.
3. Interpretasi Menurut Nugroho Notosusanto (1978), interpretasi adalah suatu usaha menafsirkan dan menetapkan makna serta hubungan dari fakta-fakta yang ada, kemudian dilakukan perbandingan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain, sehingga terbentuk rangkaian yang selaras dan logis
. Menurut
Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (2011) bertujuan untuk melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh, sehingga dapat dikatakan sebagai suatu bentuk analisa (hlm. 114). Kegiatan menyeleksi dan menafsirkan tulisan buku dalam penelitian ini dilakukan
dengan
penentuan
periodisasi,
merangkaikan
data
secara
berkesinambungan. Dalam kegiatan interpretasi ini penelitian yang dilakukan berusaha bersikap obyektif yang disebabkan keanekaragaman data yang diperoleh. Fakta-fakta yang didapat kemudian ditafsirkan, diberi makna dan ditemukan arti yang sebenarnya, sehingga dapat dipahami makna sesuai dengan pemikiran yang relevan, logis dan berdasarkan obyek penelitian yang dikaji. Dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan fakta sejarah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
4. Historiografi Historiografi adalah kegiatan menyusun fakta sejarah menjadi suatu kisah. Peristiwa sejarah yang dikisahkan melalui historiografi akan sangat dipengaruhi oleh subyektifitas penulis dalam merekonstruksinya. Menurut Helius Sjamsuddin (1996 hasil sintesa fakta-fakta yang diperoleh 153). Dalam historiografi seorang penulis tidak hanya menggunakan keterampilan teknis, penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan tetapi penulis juga dituntut untuk menggunakan pikiran kritis dan analisis. Interpretasi yang dilakukan terhadap fakta sejarah dapat menghasilkan suatu cerita atau kisah sejarah dan serangkaian kisah tersebut disajikan dalam suatu penulisan atau historiografi. Historiografi merupakan langkah terakhir dari metode sejarah untuk menyampaikan susunan fakta sejarah dalam bentuk penulisan sejarah berdasarkan bukti berupa sumber-sumber data sejarah yang dikumpulkan, dikritik, dan diinterpretasi. Historiografi dalam penelitian diwujudkan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul Upaya Reunifikasi Korea (Studi Tentang Pemerintahan Presiden Kim Dae Jung di Korea Selatan Tahun 1998-2003) .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karir Politik Kim Dae Jung 1. Kehidupan Kim Dae Jung Republic of Korea biasanya dikenal sebagai Korea Selatan, adalah sebuah negara di Asia Timur yang meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Sebelah utara, Republik Korea berbatasan dengan Korea Utara, keduanya bersatu sebagai sebuah negara hingga tahun 1948. Sebelah timur berbatasan dengan Laut Jepang. Laut Cina Timur menjadi batas di sebelah selatan negara Korea Selatan dan Laut Kuning sebagai batas sebelah barat (Leo Agung, 2006). Negara ini dikenal dengan nama Hanguk oleh penduduk Korea Selatan dan disebut Namchoson di Korea Utara. Ibu kota Korea Selatan adalah Seoul. Penduduk Korea Selatan kurang lebih 47 juta jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk rata-rata 1,7% per tahun dengan kondisi penduduk yang homogen (etnik Korea), dengan angka literasi 98%. Adapun sistem pemerintahan
Korea
Selatan
bersifat
sentralistik.
Kebijakan-kebijakan
pemerintah termasuk di bidang pendidikan dapat dijalankan tanpa harus mendapat persetujuan badan legislatif daerah, seperti yang terdapat pada pemerintahan sistem desentralisasi (Muhtadi, 2008). Luas Korea Selatan adalah 99.274 km2, lebih kecil dibanding Korea Utara. Keadaan topografinya sebagian besar berbukit dan tidak rata. Pegunungan di wilayah timur umumnya menjadi hulu sungai-sungai besar, seperti Sungai Han dan Sungai Naktong. Wilayah barat merupakan bagian rendah yang terdiri dari daratan pantai yang berlumpur. Wilayah barat dan selatan terdapat banyak teluk yang digunakan sebagai pelabuhan, seperti Incheon, Yeosu, Gimhae, dan Busan. Korea Selatan memiliki sekitar 3.000 pulau, sebagian besar adalah pulau kecil dan tidak berpenghuni. Pulau - pulau ini tersebar dari barat hingga selatan Korea Selatan. Pulau Jeju yang terletak sekitar 100 kilometer di bagian selatan Korea Selatan adalah pulau terbesar dengan luas area 1.845 km2. Gunung Halla adalah gunung berapi tertinggi
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
sekaligus sebagai titik tertinggi di Korea Selatan yang terletak di Pulau Jeju. Pulau yang terletak di wilayah paling timur Korea Selatan adalah Uileungdo dan Batu Liancourt sementara Marado dan Batu Socotra merupakan pulau yang berada paling selatan di wilayah Korea Selatan (Kristianto, 2008). Iklim Korea Selatan dipengaruhi oleh iklim dari daratan Asia dan memiliki 4 musim. Musim panas di Korea selatan yang dimulai bulan Juni bisa mencapai temperatur 40 derajat celcius di kota Daegu, yang ditandai dengan datangnya musim hujan yang jatuh pada akhir bulan Juli sampai Agustus di seluruh bagian semenanjung. Sementara temperatur musim dinginnya rata-rata dapat jatuh pada suhu sejauh minus 10 derajat celcius di beberapa propinsi. Korea Selatan juga rentan akan serangan angin taifun yang menerjang selama musim panas dan musim gugur (http://www.scribd.com/doc/62748008/IklimKorea). Tanggal 22 Agustus 1910 Jepang menduduki Korea berdasarkan Perjanjian Aneksasi yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Yi Wan-Yong. Pada tanggal 29 Agustus 1910 Perjanjian Aneksasi diumumkan oleh Raja Sunjong, tetapi tidak disetujui oleh rakyat. Korea dibebaskan dari penjajahan Jepang tanggal 15 Agustus 1945. Amerika Serikat mendukung pemulihan kemerdekaan Korea dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Pihak Sekutu sepakat bahwa penarikan pasukan Jepang dari Korea akan dibagi menjadi dua, yaitu pasukan Uni Soviet akan menerima penyerahan Jepang di utara garis lintang 38 derajat, sedangkan pasukan Amerika Serikat akan menerima penyerahan Jepang di selatan garis lintang 38 derajat. Proses penyerahan ini tidak ada maksud untuk membagi Korea menjadi dua negara secara permanen dan sejalan dengan kesepakatan menjadi satu negara merdeka (Hendrawan, 2004). Penarikan pasukan Jepang di Korea yang terbagi menjadi dua, mengakibatkan kemacetan total dan melahirkan rezim yang berbeda di Utara dan Selatan. Perpecahan intern Korea menjadi konflik yang berkepanjangan. Perang Korea yang terjadi tahun 1950-1953 telah menyebabkan hilangnya banyak nyawa dan harta, serta keretakan hubungan persaudaraan antara sesama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
masyarakat Korea. Orang-orang Korea Selatan dan Korea Utara saling bermusuhan satu sama lain dengan meninggalkan perasaan pertalian keluarga satu bangsa. Isu mengenai penyatuan Korea sudah sering menjadi suatu kebijakan setiap presiden yang memimpin di Korea Selatan. Salah satunya adalah Presiden Kim Dae Jung. Kim Dae Jung yang berasal dari Jeolla Selatan menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 1943. Setelah itu, Kim Dae Jung melanjutkan kuliah di Universitas Koryo jurusan manajemen. Tidak hanya itu saja, pada tahun 1970 Kim Dae Jung melanjutkan S2 di Universitas Kyeunghee jurusan Ilmu Ekonomi. Kim Dae Jung memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum pertama kali tahun 1983 dari Universitas Emory, Amerika Serikat. Gelar doktor yang Kim Dae Jung peroleh tidak hanya itu saja. Tahun 1992 sampai tahun 2005 Kim Dae Jung memperoleh banyak sekali gelar doktor dari berbagai universitas, antara lain gelar Doktor Ilmu Politik dari Universitas Wonkwang, gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Cambrigde (Inggris), dan gelar Doktor Ilmu Budaya dari Universitas Georgetown, Amerika Serikat (http://wikipidea.kimdaejung.com). Kehidupan Kim Dae Jung tidak dapat terlepas dari kehidupan politik. Tahun 1957 Kim Dae Jung menjadi anggota pusat Partai Demokrasi. Kim Dae Jung juga pernah menjadi anggota DPR pada tahun 1963, 1967, dan 1971. Tahun 1983 Kim Dae Jung mendirikan Institut Lembaga masalah HAM Korea untuk Amerika Serikat. Kim Dae Jung pada tahun 1987 membentuk sekaligus ketua Partai Demokrasi Perdamaian. Tahun 1994 menjabat sebagai Kepala Yayasan Perdamaian Asia Pasifik. Selain itu, tahun 1995 sampai 1997 menjabat sebagai Ketua Konferensi Pemimpin Demokrasi Asia Pasifik. Puncaknya, tahun 1998 Kim Dae Jung terpilih menjadi Presiden Korea Selatan yang berupaya untuk menyatukan Korea (http://vivanews.korsel.com).
2. Karir Politik Kim Dae Jung Kim Dae-jung lahir di Haui-do (Jeolla Selatan), Korea Selatan tanggal 3 Desember 1925. Semenjak munculnya ke panggung politik pada tahun 1954,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Kim Dae Jung dikenal sebagai seorang politikus yang selalu lolos dari percobaan pembunuhan, penculikan, dan hukuman mati. Kim Dae Jung pernah menjadi akuntan pada sebuah penerbitan surat kabar dan mulai tampil di panggung politik sejak tahun 1961 dengan menjadi anggota parlemen dan lulus Universitas Korea bidang bisnis pada tahun 1964. Kim Dae Jung memutuskan terjun ke politik setelah kudeta militer pada tanggal 16 Mei 1961 terhadap Perdana Menteri John M. Chang. Kudeta itu menghantarkan Panglima Divisi II Angkatan Darat Mayjen Park Chung-hee berkuasa. Kim Dae Jung adalah aktivis gerakan pro-demokrasi dan antimiliterisme yang dianggap sebagai penghambat atau penghalang karena potensinya dalam mengancam stabilitas kekuasaan pemerintah yang sangat berkepentingan menjaga status quo sehingga disebut sebagai "musuh negara". Kim Dae Jung bahkan menjadi seorang yang keras mengecam pemerintahan militer, sehingga teror semakin kuat terhadap dirinya. Tahun 1973, saat berada di dalam kamar sebuah hotel di Tokyo (Jepang), Kim Dae Jung diculik oleh agen inteligen KCIA. KCIA (Korean Central Intelligence Agency) atau Kukka chongbowon merupakan sebuah badan intelijen negara yang dibentuk pada tanggal 19 Juni 1961 mengikuti Revolusi Militer pada tanggal 16 Mei 1961. Badan ini dibentuk sesuai dengan hukum yang dikeluarkan pada 10 Juni 1960 for the purpose of countering indirect aggression of the communist forces and to remove obstacles to the execution of the revolutionary tasks (http://vivanews.korsel.com). Dari sudut pandang biografis, Kim Dae Jung dulunya berasal dari kawasan Cholla yang memiliki adat kasar serta tidak memiliki aturan sehingga dalam bidang politik mewarnai watak Kim Dae Jung sebagai seorang oposan pembangkang yang sering mendapat ancaman serta sangat disegani lawan politiknya.
Pengalaman
masa
lalunya
sebagaimana
ditunjukkan
oleh
semangatnya untuk memperjuangkan kaum buruh tampak sangat kuat sehingga menjadi bekal Kim Dae Jung yang banyak mendapat dukungan setia dari kaum buruh (Kompas, 2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Peristiwa Kwangju merupakan tonggak awal terjadinya proses demokratisasi di Korea Selatan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 26 Oktober 1979 ketika Presiden Korea Selatan, Park Chung-hee, tewas ditembak oleh kepala intelijennya sendiri. Posisi kepresidenan lalu digantikan oleh Choi Khuah yang diangkat menjadi presiden pada tanggal 8 Desember 1979. Peristiwa Kwangju berdarah pada tahun 1979 ditandai dengan pendudukan massa selama sepuluh hari atas sejumlah markas militer dan berakhir dengan tewasnya sekitar 200 orang serta penangkapan sedikitnya 30.000 tersangka oleh militer pada tanggal 27 Mei 1980 (http://wikipidea.kimdaejung.com). Panglima Komando Pertahanan dan Keamanan Letnan Jenderal Chun Doo-Hwan, kemudian mengambil alih kekuasaan pada tanggal 12 Desember 1980. Protes massal yang semula berjalan damai, menjadi ricuh ketika pemerintah memerintahkan menutup kampus-kampus pergerakan, seperti Universitas Nasional Chonnam dan Chosun serta melarang setiap kegiatan yang berbau politik. Pemerintah juga menangkap aktivis mahasiwa dan pembangkang politik, antara lain Kim Dae-jung, kandidat presiden dari partai oposisi, yaitu Partai Demokrasi Baru. Kim dihukum sewenang-wenang oleh pemerintah. Kim Dae Jung ditahan dan akan dihukum mati oleh pemerintah militer di Cholla. Hal ini menyulut kemarahan warga Kwangju, tempat asal Kim. Selain itu, warga Kwangju yang saat itu berjumlah 800 ribu jiwa, juga marah kepada pemerintahan Park selama 18 tahun yang tidak memberikan kesejahteraan hidup pada warga Kwangju. Sebaliknya provinsi tetangganya, Kyongsang, tempat asal Park, hidup makmur dari hasil pembangunan industri. Kim Dae Jung memperoleh kemenangan dalam pemilu presiden pada bulan Desember 1997 yaitu mengalahkan Lee Hoi-chang dari Partai Besar Nasional dan Rhee In-je dari Partai Rakyat Baru. Berakhirnya kekuasaan Presiden Kim Young-sam selintas menandakan pupusnya dominasi militer yang runtuh akibat krisis moneter. Awal tahun 1998, Kim Dae-jung dilantik sebagai Presiden Korea Selatan. Setelah bantuan IMF (Dana Moneter Internasional) diterima, Kim Dae Jung melancarkan serangkaian pembaruan. Lima chaebol terbesar yaitu Hyundai, Samsung, Daewoo, LG, dan Sungkyong
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
menjadi teladan dalam melakukan restrukturisasi dan liberalisasi (Nirmala, 2007). Kim Dae Jung juga mengadakan pembaharuan untuk mengatasi krisis yang melanda Korea Selatan tahun 1997. Hal itu dikemukakan oleh Seo JoongSeok (2007): The Kim Dae Jung government came into power in February 1998, and took over full responsibility for resolving the financial crisis including massive corporate bankrupty and insolvency as well as the wholesale dismissal of workers. President Kim Dae Jung launched a full scall restructuring on the basis of neo-liberal economic planning that demanded the maximum liberalization of the capital market (hlm. 336). Pemerintahan Kim Dae Jung mengindentifikasi bahwa indikator dasar terjadinya krisis adalah masalah struktural dalam bidang ekonomi. Program reformasi ekonomi di beberapa bidang dilakukan dengan bantuan IMF untuk memulihkan ekonomi Korea Selatan yang dilanda krisis moneter. Reformasi yang dicanangkan pemerintah guna menanggulangi krisis ekonomi adalah melalui restrukturisasi 4 sektor ekonomi guna merevitalisasi masalah struktural yang terjadi, yaitu: a. Sektor keuangan Langkah yang diambil dalam restrukturisasi sektor keuangan ini adalah melalui pengembangan dan pemberian suntikan dana terhadap perusahaanperusahaan keuangan yang terkena imbas dari krisis dan penutupan perusahaan-perusahaan keuangan yang mengalami kebangkrutan. b. Sektor korporasi/ perusahaan Revitalisasi
sektor
ini
menyangkut
perbaikan
sistem
permodalan,
transparansi dan akuntabilitas perusahaan, pengaturan atas undang-undang dan peraturan yang terkait dengan perusahaan serta penguatan transparansi dan akuntabilitas perusahaan. Perbaikan sistem permodalan dilakukan dengan peningkatan sistem akuntansi perusahaan sesuai dengan peraturan akuntansi
internasional.
dilakukan
dengan
Transparansi
penguatan
sistem
dan
akuntabilitas
manajerial
perusahaan
perusahaan
dan
pembentukan Komite Auditor Eksternal. Penunjukan auditor di luar direksi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
bisa memberikan transparansi yang lebih terpercaya atas sistem keuangan perusahaan yang bersangkutan. Pengaturan sistem peraturan dan undangundang yang terkait atas perusahaan, seperti peraturan mengenai penghapusan sistem pajak tambahan bagi perusahaan sehingga mengurangi biaya produksi. c. Sektor tenaga kerja Langkah yang diambil pemerintah berupa revisi undang-undang yang mengatur tentang pengangguran (tunjangan
dan PHK). Salah satu
karakteristik dari permasalahan antara tenaga kerja dengan perusahaan di masa pasca krisis tahun 1998 adalah adanya kesepahaman yang terjalin dengan baik antara sikap lunak perusahaan berupa penawaran take and give, perusahaan berjanji akan memberikan gaji dan uang tambahan yang sesuai dan akan menekan angka PHK. d. Sektor pemerintahan Reformasi dari sektor pemerintah ini berupa efisiensi manajerial dan produktivitas melalui privatisasi BUMN. Hal ini ditujukan untuk kemudahan
dalam
pengawasan
oleh
Negara.
Selain
itu
berupa
pengembangan pemerintahan dan masyarakat yang didasarkan pada pengembangan teknologi tinggi (http://dhahana.blogspot.com) Menurut Carter dalam jurnal Good Day, Sunshine? Some Comments selama lima tahun memerintah, Kim Dae Jung berhasil membawa Korea Selatan dari rezim militer menuju pemerintahan yang demokratis. Prestasi besar lain yang diukir Kim Dae Jung adalah memperkenalkan "Kebijakan Matahari Bersinar" (Sunshine Policy). Kim Dae Jung berharap dengan adanya Kebijakan Sinar Matahari dapat membawa perubahan yang lebih baik untuk keadaan di Semenanjung Korea. Meskipun, Kim Dae Jung mengetahui bahwa kebijakannya itu tidak dapat direalisasikan secepat mungkin. Sejak dicanangkan kebijakan engangement terhadap Korea Utara pemerintah Kim Dae Jung pada tahun 1998 yang disebut sebagai sunshine policy, pemerintah Korea Selatan memiliki visi untuk mencapai proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
reunifikasi Korea secara damai melalui dialog dan bantuan ekonomi. Visi tersebut didasari oleh keyakinan positif dari pihak Korea Selatan bahwa pemerintah Korea Utara sedang berada dalam proses perubahan untuk menjamin eksistensinya dan dari pihak Korea Selatan percaya bahwa kebijakan engangement yang dicanangkan Korea Selatan akan memberikan hasil yang positif (Hendrawan, 2004). Sikap Kim Dae Jung yang demokratis tercermin dalam segala tindakannya terutama sewaktu Kim Dae Jung memerintah dengan melakukan perombakan politik demokrasi seperti pembebasan para tahanan, adanya kebebasan pers, perlakuan kepada buruh distandarkan dengan perlakuan internasional serta dihapuskannya larangan demonstrasi. Perjuangan dan pengalaman hidupnya yang keras tersebut telah membentuk Kim Dae Jung menjadi figur pemimpin yang keras hati dengan berupaya merealisasikan segala kebijakan yang dikeluarkannya sebagaimana tampak dalam usahanya yang sangat antusias mereunifikasi Korea. Dalam mengeluarkan kebijakannya, Kim Dae Jung juga melakukan serangkaian usaha-usaha yang sangat menguntungkan Korea Selatan, seperti halnya di bidang ekonomi dan keamanan, dimana keputusan mengeluarkan Sunshine Policy (Kebijakan Matahari) dilakukan dengan cara yang konsisten mengajak Pyongyang untuk berdamai dengan ketulusan hati, dan dengan kemauan keras untuk mencapai tujuan mengurangi kekhawatiran situasi yang ada (Kompas, 2000). Semua kebijakan politik luar negeri yang diterapkan Kim Dae Jung tidak lain adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional baik itu tujuan internal dan eksternal sehingga akan memudahkan upaya mencapai kepentingan-kepentingan Korea Selatan di Semenanjung Korea. Keputusan yang diambil diharapkan memberi keuntungan yang cukup besar bagi Korea Selatan, seperti: a. Mencegah kembalinya Perang Korea, jika perang terjadi akan dapat menyebabkan kerusakan besar di Korea Selatan. b. Mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea yang sangat penting untuk menarik investor asing masuk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
c. Mendukung reformasi Korea Utara. d. Melakukan pertukaran ekonomi dan budaya. e. Hidup berdampingan secara damai yang akhirnya akan membawa ke arah unifikasi (Munthe, 2001).
B. Latar Belakang Upaya Reunifikasi Korea 1. Perkembangan Hubungan Korea Selatan dan Utara a. Sejarah Korea Korea mempunyai sejarah masa lalu yang suram. Dan Gun dianggap sebagai leluhur Bangsa Korea yang turun dari kahyangan untuk memimpin suku-suku primitif di sekitar Semenanjung Korea dan mendirikan Negara Korea Kuno di sekitar Gunung Baek-du pada tahun 2333 sebelum masehi (SM). Rakyat Korea menganggap Gunung Baek-du sebagai gunung suci dan tempat asal usul mereka. Semenanjung Korea sepanjang sejarah sampai akhir masa abad ke 19 sudah menjadi jembatan penghubung antara kebudayaan, politik, sosial, dan ekonomi dari daratan Cina dengan Kepulauan Jepang. Letak geo-politis kerajaan-kerajaan Korea sebagai sebuah semenanjung yang berfungsi sebagai jembatan penghubung telah memberikan keuntungan dan kerugian. Kerajaan-kerajaan Korea dapat dengan mudah menyerap seni budaya dari Cina dan Jepang, tetapi sebaliknya senantiasa menjadi sasaran dari negaranegara tetangga yang agresif. Akhir abad ke 19, Semenanjung Korea menjadi titik strategis di Asia Timur dan menjadi gelanggang pertarungan internasional, terutama antara Jepang, Cina, dan Rusia. Imperialis Jepang telah memenangkan pertempuran pertamanya dengan Cina pada tahun 1895 dan yang kedua dengan Rusia tahun 1905. Setelah mengalahkan Cina dan Rusia, Jepang mulai menjadikan Korea sebagai daerah jajahannya dengan ditandai penandatanganan perjanjian penggabungan pada tanggal 22 Agustus 1910. Sejak saat itu, negara dan bangsa Korea terpaksa diduduki oleh Jepang hingga berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945 (Yoon dan Setiawati, 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Negara Korea yang diken a dan Kepulauan Jepang. Korea berhasil mempertahankan identitasnya selama kurun waktu 5000 tahun, hidup di antara tiga negara kuat, yaitu Rusia, Cina, dan Jepang. Korea memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945 setelah kemenangan Sekutu atas Jepang, tetapi Semenanjung Korea di bagi dua menjadi Korea Utara dan Korea Selatan oleh garis lintang 38 0 menurut perjanjian antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Di belahan selatan berdiri Republik Korea yang lebih dikenal sebagai Korea Selatan setelah diakui PBB melalui pemilihan umum pada tahun 1948. Sedangkan, di belahan utara didirikan Republik Rakyat Korea atau Korea Utara oleh tangan kaum komunis (Yoon, 1995). Masuknya kekuatan ideologi dari dua negara besar membagi Korea tepat pada garis lintang utara 38 derajat. Dua negara besar adalah Amerika Serikat yang menduduki wilayah selatan dan Uni Soviet yang menduduki wilayah utara. Tindakan kedua negara besar ini berdasarkan keputusan tiga menteri (Inggris, Uni Soviet dan Amerika Serikat) yang memutuskan bahwa di Korea akan dibentuk pemerintah perwalian. Pemerintahan perwalian ini akan diawasi oleh PBB dan akan berlangsung selama lima tahun. Pemerintah perwalian ini jelas bertentangan dengan republik rakyat Korea dan ditentang secara keras oleh rakyat Korea. Kemerdekaan Korea juga menandai berakhirnya Perang Dunia II. Terbaginya Korea menjadi dua bagian merupakan simbol warisan persaingan ideologi pada masa Perang Dingin. Campur tangan kedua negara mampu membuat suara Korea terpecah khususnya dalam barisan pimpinan perjuangan kemerdekaan. Uni Soviet mendukung Kim Sung Il untuk membuat pemerintahan sendiri di bawah bendera komunis, sedangkan pada bagian selatan, Amerika Serikat mendukung Rhee Shyngman sebagai pemimpin Korea Selatan. Adanya dua calon pemimpin menciptakan kebuntuan di Korea, hingga masalah ini diserahkan Amerika Serikat kepada PBB. PBB kemudian membentuk UNTCOK atau United Nation Temporary
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Commision on Korea yang dibentuk pada tanggal 7 November 1947 dan bertujuan sebagai panitia penyelenggara pemilu. Panitia ini dibentuk oleh PBB dan akan menyebar di seluruh Semenanjung Korea. Penyebaran panitia tidak berjalan sesuai rencana karena dari pihak Korea belahan utara tidak mengijinkan panitia untuk melintasi garis batas 38 derajat Yoon, 2005).
b. Perkembangan Hubungan Korea 1) Perkembangan Sebelum Tahun 1950-an sampai 1960-an Sepanjang tahun 1950-an sampai 1960-an kedua Korea saling bermusuhan. Di sekitar daerah bebas militer sering terjadi serangan kecil dan tembak-menembak. Kedua belah pihak sering mengirimkan gerilyawan dan menyusupkan mata-mata ke pihak lawan serta masingmasing pemerintahan sama sekali tidak diakui lawannya. Korea Utara di bawah kediktatoran Kim Il Sung giat mengembangkan ekonomi nasionalnya secara sosialis sambil memperkuat kekuatan militernya. Sementara, Park Chung-hee lebih mementingkan ekonomi rakyat dengan mengadakan hubungan dengan Jepang
2005).
Usaha menuju reunifikasi Korea mendapat interpretasi yang berbeda dari kedua Korea. Tanggal 14 Agustus 1960, Presiden Korea Utara, Kim Il-Sung mengajukan rencana reunifikasi dengan Korea Selatan yang tercermin dalam pidatonya sewaktu perayaan 15 tahun kemerdekaan Korea, tetapi dengan prinsip pasukan tentara Amerika Serikat harus ditarik dari Korea Selatan sehingga reunifikasi Korea terjadi tanpa adanya intervensi negara lain. Karakteristik khusus proposal Korea Utara dalam kebijakan unifikasinya dalam periode ini adalah berusaha agar Korea Selatan membuka lingkungannya terhadap kegiatan komunis. Di bawah kepemimpinan presiden Park Chung-Hee yang menekankan pada kebijakan ekonomi, isu reunifikasi juga telah bergulir, tetapi karena Korea Selatan dan masyarakatnya adalah negara yang anti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
komunis sehingga proposal Korea Utara tersebut justru menghambat bagi upaya reunifikasi Korea (http://www.asiacalling.kbr68h.com). Pemerintah Korea Selatan melakukan tanggapan yang signifikan menuju pembicaraan bilateral antara Korea Selatan dan Korea Utara dalam upaya pendekatan reunifikasi damai kedua Korea. Tanggal 20 Agustus 1971 perwakilan dari kedua Korea melakukan Red Cross Talk untuk mendiskusikan reunifikasi keluarga yang terpisah. Pembicaraan hanya mengalami sedikit kemajuan walaupun telah dilakukan beberapa pertemuan sampai akhir Juni 1972. Kelambanan upaya ini disebabkan karena Korea Selatan menginginkan untuk mengidentifikasikan dulu keluarga-keluarga yang terpisah dan mengatur pertemuan bagi keluarga yang terpisah, tetapi Korea Utara menginginkan untuk memperluas jangkauan pembicaraan. Walaupun dialog antara Korea Selatan dan Korea Utara tidak membawa perubahan yang signifikan tetapi dialog ini merupakan langkah awal yang penting untuk bernegosiasi antara kedua Korea (Munthe, 2001).
2) Perkembangan antara Tahun 1970-an sampai 1980-an Pada awal dekade 1970-an sampai akhir 1980-an, Korea Utara dan Korea Selatan mulai bersaing dalam hal kekuatan nasional, keunggulan sistem pemerintahan dan ideologinya sendiri. Korea Utara mementingkan industri berat, sedangkan Korea Selatan mengutamakan industri ringan sambil swasembada bahan pangan. Korea Utara dan Korea Selatan giat mendekati negara anggota masyarakat internasional dengan maksud untuk memperlihatkan keunggulan kekuatan nasionalnya di arena politik internasional. Korea Utara menang di arena Non Blok,
Korea Selatan dan Korea Utara selama perkembangannya mempunyai perbedaan. Perbedaan pertama di bidang pemerintahan, Korea Selatan telah mengalami beberapa kali perubahan pimpinan sehingga mendapat banyak pengalaman bagaimana menangani krisis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
politik, sedangkan Korea Utara tidak mengalami perubahan dalam pimpinan karena menganut sistem The Founding Father. Kedua di bidang hubungan dengan dunia luar, Korea Selatan yang sudah mendapat pengaruh negara barat, terutama Amerika Serikat telah mengadakan hubungan dan kerjasama dengan masyarakat internasional sehingga Korea Selatan menjadi negara yang berkembang dan maju, sedangkan Korea Utara dengan politik isolasinya masih tertutup untuk mengadakan hubungan dengan dunia luar sehingga Korea Utara sulit untuk berkembang (Scalapino, Sato, dan Wanandi, 1990). Oleh karena perbedaan itu, antara Korea Selatan dan Korea Utara sulit untuk menemukan titik terang tentang penyatuan kedua Korea. Tanggal 20 September 1971, masing-masing perwakilan Korea Selatan dan Korea Utara bertemu di desa Panmunjom dan memulai perundingan yang pe
Penyatuan
Bersama Antar Korea dicetuskan pada tanggal 5 Juli 1972, dengan adanya dialog antara Korea Selatan dan Korea Utara untuk mencapai unifikasi nasional melalui perdamaian. Korea Selatan melakukan pendekatan
untuk
membangun
kepercayaan
melalui
kerjasama
pertukaran ekonomi, budaya, dan sosial. Korea Selatan mengajukan proposal untuk membuka pintu bagi pertukaran dan kerjasama tahun 1974. Sedangkan langkah riil untuk rekonsiliasi nasional dan perdagangan barang-barang mentah maupun bahan-bahan produksi utama bagi industri diwujudkan melalui pengajuan proposal pada tahun 1982 (Munthe, 2001).
3) Perkembangan Tahun 1990-an Korea Selatan telah berkembang menjadi salah satu negara industri baru di Asia Timur. Korea Selatan menjalin hubungan diplomatik dengan Beijing dan Moskow. Keberhasilan Korea Selatan menjadikan sistem empat negara besar di sekeliling Semenanjung Korea yang lebih menguntungkan Pemerintah Seoul. Di pihak lain, Korea Utara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
menghadapi berbagai kesulitan, terutama kesulitan ekonomi. Dalam kondisi itu, Korea Utara mulai melaksanakan kebijakan diplomatik baru dengan menggunakan bom nuklir dan peluru jarak jauh untuk di ekspor
Korea Selatan menganggap dengan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990 akan membuat Korea Utara berpindah haluan dan mau menerima itikad baik Korea Selatan menuju ke arah persahabatan. Tahun 1991, kedua Korea menandatangani The Basic Agreement, yaitu kesepakatan kedua pihak tentang rekonsiliasi, non agresi, dan pertukaran maupun kerjasama antara Korea Selatan dan Korea Utara untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea. Menurut Bon-Hak Koo yang dikutip oleh Munthe (2001), adapun isi rekonsiliasi antar kedua Korea, yaitu: a) Mengakui dan menghormati sistem yang ada di kedua negara. b) Tidak melakukan intervensi bagi masalah domestik tiap negara. c) Melarang menggulingkan pemerintahan yang ada di kedua negara. d) Melarang menjatuhkan pemerintahan di masing-masing negara. e) Mengadakan perubahan gencatan senjata menjadi perdamaian negara. f) Kerjasama di arena internasional. g) Membangun kerjasama dengan mendirikan kantor di Pamunjom. h) Menciptakan Komite Politik Bersama untuk merealisasikan perjanjian.
2. Latar Belakang Upaya Reunifikasi Korea Proses reunifikasi Jerman tahun 1990 mengilhami Presiden Kim Dae Jung untuk mengupayakan agar reunifikasi terjadi di Semenanjung Korea. Kim Dae Jung berupaya mewujudkan penyatuan kembali kedua Korea dalam berbagai forum internasional, seperti saat tampil dalam APEC Forum on Shared Prosperity and Harmony di Seoul. Dalam kunjungannya ke Jerman pada bulan Maret 2000, melalui Deklarasi Berlin Kim menyerukan pihak Pyongyang agar mulai mengembangkan kembali dialog langsung dengan Seoul. Berlin dijadikan tempat yang tepat untuk mengungkapkan Deklarasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Berlin karena Kota Berlin pernah terpecah akibat perbedaan ideologi, tetapi akhirnya bisa bersatu kembali. Deklarasi Berlin diharapkan dapat sebagai acuan menciptakan Semenanjung Korea yang makmur, damai, dan aman di masa mendatang (Kompas, 2000). Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung yang memerintah tahun 19982003 memiliki itikad baik di dalam setiap pelaksanaan kebijakannya yang selalu berupaya memprioritaskan pemulihan hubungan bilateral antara Korea Utara dan Korea Selatan. Kim Dae Jung juga memiliki komitmen jelas terhadap unifikasi, bahkan sejak isu unifikasi masih sangat sensitif di Korea Selatan. Kim Dae Jung mengangkat persoalan penggabungan kembali Korea pertama kali tahun 1971 ketika menentang Park Chung Hee dalam pemilihan presiden. Keinginan untuk mengadakan reunifikasi Korea juga didorong oleh pribadi Kim Dae Jung sendiri. a. Pribadi Kim Dae Jung yang Konsisten Sebelum Kim Dae Jung menjadi presiden Korea Selatan, telah banyak kesepakatan dan perjanjian yang telah dilakukan oleh para pendahulu-pendahulunya dalam rangka program reunifikasi Korea. Kim Dae Jung berupaya mengimplementasikan perjanjian yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, dalam masa pemerintahannya dari tahun 1998 sampai akhir 2003, Kim Dae Jung berupaya agar perjanjian-perjanjian dapat terealisasi. Sesuai dengan perjanjian yang berisikan pemberian bantuan kepada Pyongyang,
Kim
Dae
Jung segera
menepati
janjinya
membantu
perekonomian Korea Utara melalui pertukaran ekonomi. Sejak tahun 1998 perdagangan antar Korea telah mencapai 340 juta dollar Amerika dengan melibatkan lebih dari 100 perusahaan Korea Selatan yang melakukan hubungan bisnis dengan Korea Utara (Kompas, 2000). Menurut laporan menteri urusan unifikasi pada tanggal 9 juni 2000, pemerintah dan perusahaan swasta Korea Selatan telah memberikan bantuan sejumlah 46,88 juta dollar Amerika tahun 1999.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Presiden Kim Dae Jung berkeinginan untuk mewujudkan Basic Agreement Korea Selatan dan Korea Utara dengan membuat proposal bagi pertukaran wakil-wakil antara kedua Korea. Pertukaran ini diharapkan supaya kedua belah pihak dapat memberitahukan keinginan masing-masing untuk bekerjasama menjalankan perjanjian yang telah disepakati. Hasilnya, keinginan Presiden Kim Dae Jung untuk dapat bertemu dengan Presiden Kim Jong Il terealisasi dengan adanya pertemuan kedua pemimpin Korea di Pyongyang tanggal 13-15 Juni 2000. Hasilnya banyak anggota keluarga yang dapat bertemu kembali dengan saudara-saudaranya dan berharap pertemuan ini akan dapat berlanjut terus melalui reunifikasi damai (Kompas, 2000). Presiden Kim Dae Jung menyadari jika semua perjanjian yang telah disepakati dapat terlaksana dengan baik, upaya ke arah unifikasi Korea dapat terlaksana. Oleh karena itu, Kim Dae Jung berupaya menunjukkan kepada Korea Utara komitmennya untuk merealisasikan perjanjianperjanjian yang telah disepakati tersebut yang selama ini belum sempat terlaksana.
b. Pribadi Kim Dae Jung yang Cinta Damai Korea Selatan menginginkan rekonsiliasi dan kerjasama dengan Korea Utara. Seoul menegaskan bahwa keamanan nasional sama pentingnya dengan kerjasama antara kedua Korea. Dalam pidato peresmian sebagai presiden, Kim Dae Jung mengatakan bahwa pemerintahannya berupaya memajukan hubungan perdamaian demi keamanan yang didasarkan atas bersatunya masyarakat Korea. Dalam membangun perdamaian dan kemakmuran di Semenanjung Korea, perlu mengurangi resiko terjadinya perang dan membangun struktur perdamaian yang permanen untuk menjamin kepentingan keamanan di Korea Selatan. Begitu juga untuk mengurangi ketegangan, maka diperlukan jaminan perdamaian. Presiden Kim Dae Jung terus menyuarakan perdamaian dalam upaya merealisasi perdamaian dengan Korea Utara. Salah satunya, pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
waktu perayaan 50 tahun berakhirnya Perang Korea, kedua Korea akan membentuk
suatu
komite
militer
yang
merupakan
wadah
untuk
mendiskusikan pengurangan ketegangan dan strategi non agresi di Semenanjung Korea. Presiden Kim Dae Jung memprioritaskan dalam kebijakannya untuk menempatkan perdamaian kemudian unifikasi. Hal itu dikarenakan unifikasi dengan kekerasan dan senjata berarti perang, tetapi jika ada perdamaian terlebih dahulu maka unifikasi akan dapat dicapai (Munthe, 2001).
c. Pribadi Kim Dae Jung yang Ambisius Kim Dae Jung telah memiliki ambisi besar untuk dapat mereunifikasi Korea sebelum dilantik menjadi presiden tanggal 25 Februari 1998. Keantusiasan Presiden Kim Dae Jung tampak pada tujuan dasarnya untuk mengakhiri perang dingin antara kedua Korea dan meningkatkan hubungan Korea Selatan dan Korea Utara melalui rekonsiliasi dan kerjasama berdasarkan perdamaian yang bertahan lama di Semenanjung Korea. Tujuan utama Kim Dae Jung adalah untuk meletakkan dasar-dasar hidup berdampingan dan bersahabat tanpa memaksakan untuk mempercepat menerima unifikasi bagi kedua Korea. Pendekatan yang dilakukan Presiden Kim Dae Jung di Korea Utara tidak lagi menganggap sebagai saingan ideologi, tetapi sebagai saudara yang perlu dibantu dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial serta tidak akan menganggap rendah rezim Korea Utara dalam megajukan perluasan kerjasama ekonomi kedua Korea. Dalam harian Korea Now yang dikutip oleh Munthe (2001), langkah-langkah yang ditempuh Kim Dae Jung dalam usaha menciptakan perdamaian dan realisasi rekonsiliasi: 1) Menolong Korea Utara dari kesulitan ekonomi. 2) Berupaya menghilangkan konfrontasi perang dingin dan meningkatkan perdamaian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
3) Membujuk Korea Utara untuk merespon keinginan untuk reunifikasi karena telah banyak orang tua yang menginginkan untuk bertemu kembali dengan keluarganya di Korea Utara. 4) Mengefektifkan kembali pertemuan-pertemuan yang ditunda dengan mengirim wakil-wakil khusus untuk mengimplementasikan perjanjian dasar Korea Selatan dan Korea Utara. Strategi unifikasi juga dimaksudkan untuk menghalangi usaha Korea Utara untuk menyerang kembali Korea Selatan dan berupaya menjaga perdamaian di Semenanjung Korea serta dimaksudkan pula untuk membujuk Korea Utara lebih membuka diri dan mau mereformasi hubungannya dengan Korea Selatan. Dalam pidato menyambut tahun baru 2000, Kim Dae Jung kembali meyakinkan bahwa tahun 2000 sebagai tahun yang penuh perdamaian, pengharapan, pengakuan hak-hak asasi manusia dan adanya keadilan yang menjadi nilai-nilai universal. Kim Dae Jung menginginkan perdamaian dapat segera tercapai di antara kedua Korea dan pada akhirnya unifikasi damai dapat tercipta. Harapan Kim Dae Jung ditindak lanjuti dengan mengajak Pyongyang untuk merealisasikan reunifikasi damai sebagaimana tampak pada usul Kim Dae Jung untuk mengadakan pertemuan antar pemerintah, yaitu untuk meningkatkan kerjasama dan pertukaran ekonomi yang mulai tumbuh antara kedua Korea. Usul pertemuan ini disampaikan ke Pyongyang melalui desa perbatasan, Panmunjom yang merupakan satu-satunya daerah pos kontak kedua negara (Kompas, 2000). Akhirnya, upaya Kim Dae Jung terealisasi dengan adanya kesepakatan yang ditandatangani tanggal 8 April 2000 melalui pembicaraan rahasia di Beijing dan Shanghai untuk mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi di Pyongyang (Kompas, 2000). Konferensi Tingkat Tinggi diadakan tanggal 13-15 Juni 2000 merupakan konferensi pertama kali yang diadakan sejak 55 tahun terpisah akibat Perang Korea. Konferensi ini diharapkan dapat menjadi titik awal rekonsiliasi dan kerjasama antar kedua Korea (Kompas, 2000). Adapun hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
1) Korea Selatan dan Korea Utara setuju untuk memecahkan masalah reunifikasi di negara masing-masing secara independen dengan upaya terpadu Bangsa Korea. 2) Memahami adanya usulan konfederasi yang diajukan pihak Korea Utara serta proposal federasi yang diajukan pihak Korea Selatan untuk penyatuan Korea di masa mendatang. 3) Korea
Selatan
dan
Korea
Utara
setuju
menyelesaikan isu-isu
kemanusiaan, termasuk diantaranya pertukaran kelompok kunjungan yang dilakukan oleh keluarga-keluarga yang terpisah paling lama tanggal 15 Agustus 2001 serta pemulihan narapidana kedua belah pihak sesegera mungkin. 4) Korea Selatan dan Korea Utara setuju memajukan pembangunan berimbang ekonomi nasional, melalui kerjasama ekonomi serta membangun rasa saling percaya antara kedua belah pihak dengan menggiatkan kerjasama serta pertukaran di semua bidang, diantaranya bidang sosial, budaya, olahraga, kesehatan masyarakat, dan lingkungan. 5) Korea Selatan dan Korea Utara setuju untuk menyelenggarakan dialog antara
penguasa
kedua
pihak
sesegera
mungkin
untuk
mengimplementasikan hal-hal yeng tersebut di atas (Korea Now, 2000). Kim Dae Jung menyadari reunifikasi antara Korea Selatan dan Korea Utara tidak akan mungkin terjadi selama Kim Dae Jung menjabat sebagai presiden. Hal itu dikarenakan, Kim Dae Jung menyadari tidak ada gunanya tergesa-gesa melakukan reunifikasi sehingga Kim Dae Jung akan memprioritaskan pendekatan terlebih dahulu bagi masalah Korea. Namun, yang terpenting adalah Kim Dae Jung telah meletakkan dasar bagi reunifikasi nasional (Kompas, 2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
3. Faktor Pendukung Reunifikasi a. Faktor Internal 1) Kepentingan Ekonomi Kim Dae Jung sangat antusias dalam memperbaiki sistem ekonomi Korea Selatan, tampak dengan adanya peningkatan ekonomi tahun 1999 sebesar 10,2%. Cadangan devisa yang melonjak dari 3,9 milyar dollar Amerika pada Desember 1997 menjadi 54,5 milyar dollar Amerika pada bulan Maret 1999. Kesungguhan dan kedisiplinan Kim Dae Jung dalam memimpin Korea Selatan membuat investor asing mau menanamkan modalnya di Korea Selatan (Kompas, 2000). Kepemimpinan Kim Dae Jung berupaya mengambil langkahlangkah untuk mempromosikan reformasi ekonomi dengan meyakinkan para investor asing akan jaminan keamanan dan mempertahankan komitmen pada ekonomi pasar bebas dengan merestrukturisasi sistem yang dipakai chaebol. Sistem manajemen keluarga yang berlaku selama ini diperbaiki sehingga menjadi lebih transparan. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan investor asing bahwa sistem ekonomi di Korea Selatan telah membaik (Nirmala, 2007). Tujuan reformasi ekonomi yang dilakukan Presiden Kim Dae Jung dalam upaya reunifikasi Korea adalah: a) Peluang Investasi dan Pasar bagi Chaebol di Korea Utara Pengusaha Korea Selatan melihat banyak kesempatan yang dapat digali di Korea Utara, seperti Pantai Timur sebagai pusat industri berat dan kimia, Wansu sebagai tempat pembuatan kapal, daerah Geomdeok terdapat bermacam-macam logam merupakan tempat menjanjikan bagi penanaman investasi industri berat, kimia, dan juga pengembangan sumber daya alam. Begitu juga daerah Najin dan Seonbong merupakan zona ekonomi yang patut dikembangkan sebagai pusat transportasi dan tujuan turis. Sepanjang Pantai Barat, di daerah Haeju terdapat semen dan besi baja, sedangkan daerah Gaesong terdapat bahan makanan dan tenun. Jika fasilitas transportasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
di daerah Gaesong diperbaiki, maka hasil-hasil makanan dan tenun dapat dipasarkan di Seoul. Selain itu, masih banyak daerah di Korea Utara yang memiliki potensi sebagai daerah industri (Munthe, 2001). Menyadari banyaknya daerah yang membutuhkan bantuan investor, Korea Selatan berharap Korea Utara mau membuka diri dengan
dunia
luar
untuk
memperoleh
solusi
bagaimana
mengembangkan daerah-daerah yang berpotensi di Korea Utara. Korea Utara akan memperoleh banyak keuntungan apabila terdapat perbaikan terhadap fasilitas yang tidak dapat diolah sendiri serta diharapkan Korea Utara mau menerima proposal perdamaian dari Korea Selatan dengan tujuan menghilangkan ancaman senjata nuklir Korea Utara secara perlahan, terjalinnya persahabatan antar kedua Korea, dan tidak ada lagi kecurigaan akan kebijakan yang dikeluarkan Kim Dae Jung. b) Memperluas Pasar Domestik Krisis ekonomi tahun 1997 yang menimpa Korea Selatan menimbulkan
kekhawatiran
bagi
para
investor
asing
untuk
menanamkan modalnya di Korea Utara. Selain itu, juga menyebabkan banyaknya pengangguran sehingga terjadi kesulitan-kesulitan sosial dan ekonomi di Korea. Hal ini membuat para pelaku bisnis di Korea Selatan berupaya untuk mencari peluang bisnis yang lebih menguntungkan dan sekaligus dapat mempekerjakan karyawan lebih banyak lagi agar dapat meminimalisir pengangguran. Oleh karena itu, para chaebol menginginkan pemerintah untuk memperluas pasar industri dan meningkatkan dukungan dana bagi para chaebol yang ingin memperluas investasi di Korea Utara. Melihat realitas ini, Kim Dae Jung membawa chaebol ikut serta dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Pyongyang dengan maksud agar tercipta suatu hubungan kerjasama dan investasi terutama dalam bidang ekonomi di Korea Utara. Sejumlah konglomerat kelas atas Korea Selatan yang ikut dalam rombongan 130 orang bersama Kim
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Dae Jung telah mendiskusikan kebutuhan pembangunan infrastruktur di Korea Utara apabila unifikasi dilakukan. Konglomerat terkemuka Hyundai, telah membayar satu milyar dollar Amerika untuk mengelola angkutan feri bagi wisatawan yang ingin menuju wisata di perbukitan indah Korea Utara. Begitu juga dengan ketua konglomerat LG, Koo Bon-moo juga menginginkan untuk melebarkan sayap perusahaan di Korea Utara (Kompas, 2000). Jadi, dapat dikatakan bahwa kerjasama antar Korea harus dilaksanakan dengan tujuan merealisasikan keuntungan bersama bagi Korea Selatan dan Korea Utara. Di samping itu, dapat memperkuat kedudukan kedua Korea dipasaran internasional dan membantu Korea Utara memperluas pasarnya.
2) Kepentingan Politik Korea Selatan berupaya meminimalisir kelemahan dalam pandangan unifikasi kedua Korea. Menurut Munthe (2000) kelemahankelemahan yang signifikan dari unifikasi Korea Selatan dan Korea Utara terdiri dari: a) Kelemahan dalam pendekatan terhadap unifikasi Korea Selatan menginginkan normalisasi hubungan antar Korea sebagai sebuah langkah penting terhadap unifikasi. Namun, Korea Utara lebih agresif menekankan garis besar pendirian Konfederasi Demokrasi Republik Koryo (Korea) sebagai langkah awal untuk mencapai unifikasi. Korea Utara memaparkan bahwa tidak akan ada kerjasama
dan
pertukaran
antar
Korea
sampai
dibentuknya
Konfederasi Demokrasi Republik Koryo. b) Kelemahan dalam karakter dan komposisi negara yang bersatu Korea Selatan berupaya mendirikan republik demokrasi perserikatan terpusat (federal) yang berlandaskan ide-ide nasionalisme dan demokrasi. Namun, Korea Utara bertujuan membangun sebuah konfederensi di bawah dua pemerintahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
c) Kelemahan dalam metode menerima dan batas partisipasi Korea Selatan memberikan prosedur demokrasi ke arah unifikasi dan mengajak mengadopsi sebuah piagam komunitas nasional melalui pembicaraan tingkat tinggi Korea Selatan dan Korea Utara serta membangun persemakmuran Korea. Namun, Korea Utara tidak menetapkan secara spesifik dan menyeluruh prosedur yang akan diikuti serta melarang secara spesifik individu dan kelompok untuk berpartisipasi. d) Kelemahan dalam pendapat kehadiran pasukan luar negeri di Korea Korea Selatan menyatakan bahwa kehadiran pasukan Amerika sangat penting bagi perdamaian dan stabilisasi di Semenanjung Korea yang akan menentukan terciptanya kondisi yang baik bagi unifikasi damai. Berbeda dengan Korea Utara yang secara tegas menolak kehadiran pasukan Amerika di Korea dan melihat kehadiran pasukan Amerika di Korea Utara merupakan halangan bagi unifikasi. e) Kelemahan dalam membangun kepercayaan Korea Selatan mengatakan bahwa kedua Korea secara serempak mengadopsi tiga persetujuan, yaitu deklarasi non agresi dan perjanjian perdagangan, komunikasi, serta pertukaran kunjungan. Korea Utara menuntut untuk mendeklarasikan non agresi terlebih dulu baru ke persetujuan lainnya. Perubahan pandangan yang terjadi pihak Korea Utara sangat menggembirakan Korea Selatan. Pyongyang menerima usul Seoul tentang
ide
negara
federasi.
Presiden
Kim
Jong
Il
bersedia
menandatangani kesepakatan bersama. Hal ini merupakan perubahan fundamental Korea Utara sekaligus keberhasilan Korea Selatan sebab Korea Utara yang dulunya negara komunis tertutup menjadi negara yang mulai menunjukkan kemauannya untuk lebih terbuka. Perubahan ini sangat signifikan karena kesepakatan ditandatangani oleh pemimpin tertinggi kedua Korea sehingga berbeda dengan Deklarasi Bersama tahun 1972 serta Persetujuan Dasar tahun 1992 (Kompas, 2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
b. Faktor Eksternal Faktor eksternal dalam upaya mereunifikasi Korea Selatan dan Korea Utara adalah adanya dukungan dari empat negara besar, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Rusia (Kompas, 2000). 1) Dukungan Negara Amerika Serikat Amerika Serikat mempunyai kepentingan menjaga stabilitas keamanan Korea dengan mendatangkan 37.000 pasukan di Semenanjung Korea. Hal ini bertujuan mendukung rekonsiliasi antara kedua Korea dan berusaha membawa kedua Korea ke meja perundingan dan membujuk Korea Utara agar mau berpartisipasi serta merealisasikan perjanjian yang telah disepakati. Amerika Serikat mendukung unifikasi persemakmuran nasional Korea Selatan sehingga menunjukkan bahwa Amerika Serikat berpartisipasi dalam pengaturan keamanan bilateral dan multilateral di Asia Timur (Munthe, 2001). Hubungan Korea Selatan dan Amerika Serikat tidak hanya mencegah terjadinya perang di Semenanjung Korea, tetapi juga menstabilkan situasi di Asia Timur yang selama ini menyimpan potensi ketegangan bagi keamanan. Tidak hanya itu saja, Amerika Serikat juga membujuk Korea Utara untuk mau memberi dukungan bagi stabilitas dan perdamaian di Asia Timur. Jadi, dapat dikatakan bahwa peran Amerika Serikat yang dulunya berfungsi sebagai kekuatan pertahanan bagi Korea Selatan kini menjadi penyeimbang kekuasaan di Asia Timur.
2) Dukungan Negara Jepang Hubungan Korea Selatan dan Jepang telah memburuk sejak Perang Korea. Hal ini dikarenakan penjajahan Jepang yang membawa penderitaan yang cukup besar bagi Korea. Kim Dae Jung berupaya menormalisasikan hubungan kedua negara dengan mengunjungi Jepang tahun 1998. Kedua negara berupaya memelihara kerjasama yang semakin dekat karena melihat realita adanya ancaman Korea Utara. Jepang menganggap Korea Utara dapat menghancurkan seluruh sistemnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
sehingga Jepang akan mengalami kehancuran. Apabila tidak adanya ancaman dari Korea Utara, Jepang dapat memperoleh kemajuan dalam memperluas usaha perusahaan-perusahaan Jepang di Korea Selatan tanpa khawatir timbulnya perang secara mendadak. Jepang yang maju dalam perekonomian membantu Korea Selatan meningkatkan hubungan dengan Korea Utara. Perusahaanperusahaan perseorangan di Jepang melihat keuntungan yang diperoleh jika kedua Korea bersatu akan ada kepastian jaminan keamanan dalam melakukan tindakan ekonomi dalam memperluas pasar serta jaringan kerja Jepang di Asia. Jepang berpendapat perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea sangat dominan bagi perdamaian dan stabilitas di Asia Timur. Oleh karena itu, upaya Jepang mendukung hubungan dengan Korea yang bersatu dapat memberikan hal penting dengan diterimanya Jepang sebagai salah satu negara besar di Asia Timur (Hendrawan, 2004).
3) Dukungan Negara Cina Cina merupakan negara sahabat yang penting bagi Korea Selatan, hal ini tampak dengan adanya normalisasi hubungan Korea Selatan dan Cina pada tahun 1982. Pada tanggal 12 Nopember 1998, Presiden Kim Dae Jung dan Presiden Jiang Zemin sepakat melakukan hubungan tingkat tinggi untuk meningkatkan kerjasama persahabatan . Kunjungan Presiden Kim De Jung ke Cina merupakan salah satu usahanya untuk membicarakan terciptanya sebuah era baru bagi hubungan Korea Selatan dan Cina untuk mencapai perdamaian di Semenanjung Korea. Selain itu, kesempatan Kim Dae Jung untuk memperluas hubungan kerjasama bilateral dalam bidang politik dan keamanan. Normalisasi hubungan antara Cina dengan Korea Selatan berkembang dengan adanya persahabatan dan kerjasama praktis bidang ekonomi. Cina merupakan rekan dagang terbesar ketiga bagi Korea
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Selatan, terbukti dengan hasil perdagangan antara Cina dan Korea Selatan mencapai 25 milyar dolar Amerika. Ketegangan antar Korea memang masih dirasakan Pasca Perang Korea tahun 1953. Hal itu dikarenakan berakhirnya Perang Korea dengan gencatan senjata bukan perdamaian. Situasi ini belum menguntungkan Korea Selatan selama reunifikasi belum tercapai, ancaman dari Korea Utara masih tetap ada. Cina berusaha membujuk Korea Utara untuk menerima kebijakan Korea Selatan terhadap unifikasi karena disatu pihak Cina adalah rekan Korea Utara sejak Perang Korea. Di samping itu, Cina adalah pendukung utama dalam mempromosikan perdamaian yang permanen di Semenanjung Korea (Muhamad, 2009).
4) Dukungan Negara Rusia Korea Selatan dan Rusia telah memperluas kerjasama dalam upaya membawa perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea sejak adanya normalisasi hubungan diplomatik September 1990. Rusia menunjukkan sikap positif terhadap kerjasama keamanan multilateral, termasuk mendukung diskusi perdamaian di Semenanjung Korea dalam Northeast Asia Multilateral Security Cooperation (NEASED) yang diajukan Korea Selatan pada
bulan Mei 1994. Kunjungan Presiden
Rusia, Vladimir Putin bulan Juli 2000 merupakan usaha Rusia untuk mendukung hubungan kerjasama antara Korea Selatan dan Korea Utara. Selain itu, Vladimir Putin juga mendorong rekonsiliasi dan kerjasama antar kedua Korea. Kunjungan ini menggambarkan kepedulian Rusia akan situasi Semenanjung Korea dan menekankan bahwa semua negara harus berpartisipasi untuk menyelesaikan masalah Korea dan mendukung reunifikasi Korea (Munthe, 2001). Kelaparan yang menimpa Rusia tahun 1990 akibat runtuhnya Uni Soviet membuat Rusia mencari bantuan pangan dan dana bagi perkembangan sistem negaranya, termasuk ke Korea Selatan sehingga Rusia merasa berhutang dan ingin membalas jasa Korea Selatan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
mendukung segala kebijakan Korea Selatan, khususnya reunifikasi Korea. Di samping itu, Rusia melihat Korea merupakan tempat pemasaran sumber daya alamnya, seperti minyak, gas alam, bijih besi, serta dapat membantu mengembangkan perindustrian di Rusia (Kompas, 2000).
4. Kendala Reunifikasi Korea a. Perbedaan Sistem Politik Korea Selatan dan Korea Utara Korea Utara merupakan satu-satunya sistem politik di dunia yang masih dipimpin oleh The Founding Father negara. Sistem politik Korea Utara ditandai dengan tingkat militerisasi yang tinggi, suatatu partai pemerintah yang sangat besar dan sangat sentralistis yang dilakukan melalui dua cara dalam arti pusat atas pariferi dalam arti kekuasaan satu orang yaitu rezim Kim Il-Sung, serta penguasaan politik yang tinggi isolasi menyeluruh yang luar biasa. Kim Il-Sung menyatakan sistem politik Korea Utara adalah satu-satunya pemerintah Korea yang sah. Dalam perkembanganya, pergantian kepemimpinan Kim Il-Sung yang akan diteruskan anaknya Kim Jong-Il dalam kaitannya dengan integrasi, bukan hal baru untuk melihat kemungkinan tersebut dari segi ini karena perbedaan maksud dan tujuan dasarnya. Persoalan yang amat penting dan menentukan yang dihadapi Korea Utara adalah apakah proses suksesi dari tangan Kim senior ke Kim junior dapat terlaksana dengan aman (http://wikipedia.korut.htm). Hal ini dapat dilihat dari pancaran otoritas spiritual pribadi Kim senior tidak dengan mudah di transfer kepada anaknya serta para pemimpin teknokrat dan birokrat yang menjadi pendukungnya serta adanya tantangan dari lawanlawan politik keluarga Kim. Selain Kim senior masih hidup, proses integrasi terutama secara damai akan sulit dicapai. Apalagi strategi yang terakhir Kim junior telah mengakui eksistensi Korea Selatan. Korea Selatan telah mengalami pergantian pemimpin selama beberapa kali sejak kemerdekaanya dengan masing-masing tipe pemimpin yang berbeda-beda. Negara republik yang mencantumkan demokrasi barat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
dalam
konstitusinya
telah
mengalami
berbagai
perubahan
dalam
pemerintahan sehingga pergantian Presiden Korea Selatan yang sebelumnya dipegang oleh kalangan militer digantikan oleh presiden pertama dari kalangan sipil, Kim Young Sam. Kim membawa Korea Selatan ke dalam sejarah baru bagi politik Korea modern. Tidak saja membawa pergantian secara damai tetapi memperlihatkan pendekatan-pendekatan yang lebih persuasif terhadap rakyat Korea yang semakin meningkat kesadaran politiknya (Hendrawan, 2004). Korea Selatan sejak terpilih menjadi tuan rumah Olimpiade tahun 1988 tidak bisa menggunakan kekerasan terhadap tuntutan kebebasan yang makin luas serta mendapatkan penilaian dari dunia internasional. Dalam perkembanganya, keseriusan Korea Selatan terlihat dengan adanya tandatanda perubahan Korea Selatan di bawah kepemimpinan Kim Dae Jung dengan diadakannya KTT Pyongyang tahun 2000. Utamanya penanganan masalah anacaman senjata nuklir dan senjata-senjata pemusnah massal dari Korea Utara serta isu kemanusiaan lainnya, seperti pelanggaran hak asasi manusia dan kekurangan pangan (Kristianto, 2008).
b. Ancaman Kekuatan Militer Korea Utara Korea Selatan dan Korea Utara memiliki kemajuan dalam bidang masing-masing. Korea Selatan lebih unggul di bidang ekonomi daripada Korea Utara, sedangkan Korea Utara bidang militer lebih unggul dibanding Korea Selatan. Korea Utara memiliki senjata nuklir yang bisa mengancam keamanan Korea Selatan. Seiring dengan kemajuan jaman, nuklir Korea Utara semakin menjadi ancaman tidak hanya bagi Korea Selatan, tetapi juga negara maju, seperti Amerika Serikat. Menurut Park Kun Young (2011) dalam jurnal New Understanding of and Strategis for Korean Unification menjelaskan bahwa nuklir Korea Utara semakin berbahaya akibat perubahan yang besar tercermin dalam kutipan berikut ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Fifteen years have since passed. Korea, the Korean Peninsula, and the whole world have undergone significant transformation. Domestically, Korea has been under the influence of a great generational change, democratic consolidation and other social changes. At the peninsular level, Korea has recently experienced severe confrontational changes in inter-Korean relations. The North Korean nuclear row has become more complicated and dangerous due in part to power politics involving the great powers and the region and the succession of leadership amidst a weakening regime in the North (hlm. 6) Kekuatan militer Korea Utara memiliki keunggulan dibanding Korea Selatan. Pertama, Korea Utara memiliki keunggulan yang terbukti dari besarnya anggaran pertahanan yang dikeluarkan oleh Korea Utara di banding Korea Selatan. Kedua, Korea Utara memiliki lebih banyak orang bersenjata dibanding jumlah penduduk daripada Korea Selatan dan negaranegara lain di dunia, kecuali Israel ditambah lagi dengan kepemilikan senjata nuklir. Ketiga, Korea Utara memiliki keuntungan geografis. Keempat, Korea Utara memiliki jalur komunikasi yang aman dengan negara sekutunya Rusia dan Cina (Hendrawan, 2004).
C. Kebijakan Kim Dae Jung dalam Upaya Reunifikasi Korea 1. Kebijakan Sinar Matahari a. Latar Belakang Kebijakan Sinar Matahari Menyadari situasi dan keadaan pembedaan jelas antara Korea Selatan dan Korea Utara, Kim Dae Jung menekankan pentingnya keadaan kebersamaan, perdamaian, dan peningkatan kerjasama. Presiden Kim Dae Jung memilih kebijakan penyatuan secara de facto melalui lebih banyak kontak dan kerjasama antara Korea Selatan dan Korea Utara daripada penyatuan sistem dan hukum. Kim Dae Jung berusaha keras untuk menciptakan suasana damai dan rukun antar kedua Korea. Pada dasarnya pemerintah Korea Selatan tidak hanya menerima dan mengejar perubahan dan kecenderungan masyarakat internasional yang cepat sekali berubah setelah tahun 90-an, tetapi juga secara positif mengembangkan kebijakan diplomatik termasuk kebijakan masalah antar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
pemerintah Korea Selatan terhadap perubahan situasi internasional adalah sebagai berikut: 1) Posisi Amerika Serikat dan Uni Soviet yang memiliki keunggulan semakin melemah sehingga situasi internasional telah mengalami perubahan dari pertentangan ideologi menjadi persaingan kekuatan ekonomi. 2) Teori
yang ditampilkan dalam sistem persaingan ideologi
berubah menjadi sistem politik internasional yang lebih mementingkan kerjasama untuk keuntungan bersama. 3) Masyarakat internasional sangat mementingkan hubungan saling ketergantungan multilateral untuk menghapus kerusuhan internasional, polusi lingkungan alam, pengembangan nuklir, masalah hak asasi manusia, narkotika, pengembangan ekonomi bersama, dan sebagainya. 4) Sistem perundingan multirateral untuk menyelesaikan permasalahan dunia mendorong dilaksanakannya perundingan internasional. Cepat berubahnya keadaan dan kecenderungan dalam masalah antar Korea memaksa
pemerintah Korea Utara mengikuti perubahan dalam
masyarakat internasional. Keadaan Korea Utara yang semakin memprihatinkan, membuat Kim Dae Jung berusaha terus membujuk Korea Utara agar mau menerima kebijakannya untuk mencapai reunifikasi. Korea Utara yang masih saja keras dan tidak menanggapi positif usul Kim Dae Jung tidak mematahkan keinginan Kim Dae Jung untuk tetap merangkul Korea Utara. Kebijakan
Sinar Matahari karena selalu menghangatkan dan memberi rasa nyaman bagi penduduk di muka bumi, dengan maksud bahwa kebijakan Kim Dae Jung akan membawa perubahan yang lebih baik untuk Korea Utara tanpa harus melalui jalan kekerasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
b. Kebijakan Sinar Matahari Kim Dae Jung Presiden Kim Dae Jung dalam pidato pelantikan menjadi presiden tanggal 25 Februari 1998 mengeluarkan tiga prinsip Kebijakan Sinar Matahari: 1) Tidak akan mentolerir provokasi bersenjata Korea Utara Sejak berakhirnya Perang Korea 1953, tercipta ketegangan Korea yang berlarut-larut. Kim Dae Jung berkeinginan untuk tidak menggunakan kekuatan militer dalam menyelesaikan konflik antara kedua Korea. Kim Dae Jung juga menunjukkan keinginan baiknya dengan membujuk pemimpin Korea Utara mau menerima kebijakannya. 2) Tidak akan mencoba mengambilalih Korea Utara Korea Selatan berharap agar Korea Utara mau melepas rezim komunisnya dengan runtuhnya Uni Soviet. Kim Dae Jung dengan kebijakannya menjelaskan tidak bermaksud mereunifikasi Korea dengan melakukan penyerapan terhadap Korea Utara. Hal ini bertujuan supaya Korea Utara mau menciptakan suasana yang kondusif sehingga Korea Utara dapat mereformasi sistem pemerintahannya menuju keadaan yang lebih baik. 3) Menggalakkan rekonsiliasi dan kerjasama Korea Selatan berusaha untuk melakukan kerjasama dan pertukaran antara kedua Korea agar dapat tercipta kepercayaan dan hubungan baik dengan Korea Utara. Kim Dae Jung berupaya merealisasikan kerjasama dengan cara yang konsisten, terutama dengan bantuan ekonomi yang sangat dibutuhkan Korea (Munthe, 2001). Strategi Kebijakan Matahari Kim Dae Jung berupaya menempa hubungan yang lebih baik antar kedua Korea dengan memisahkan ekonomi dan politik serta mengijinkan perusahaan-perusahaan perorangan di Korea Selatan untuk menanamkan modalnya di Korea Utara dan mempromosikan proyek-proyek yang didasarkan atas prinsip timbal balik. Kesempatan untuk membantu Korea Utara tidak disia-siakan pemerintah Korea Selatan. Dalam membantu pertumbuhan ekonomi Korea Utara, Korea Selatan mengadakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
kerjasama ekonomi dengan Korea Utara sebesar 4,13 juta dollar Amerika untuk membantu Korea Utara melalui organisasi internasional, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pertengahan tahun 2000 (Kompas, 2000). Menurut Stacpole dan Jin Song dalam jurnal Sunshine Policy and The Korean Peace Process, Kim Dae Jung adalah seorang politisi yang pragmatis sehingga kebijakan atas Korea Utara tersebut bukan hanya karena kemurahan hati, tetapi lebih ditekankan pada hubungan timbal balik yang kuat. Pada dasarnya pihak swasta Korea Selatan yang ditempatkan di Korea Utara selain untuk menjalin hubungan kerjasama, juga sebagai alat untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan bagi Korea Selatan sendiri. Jadi, dapat dilihat bahwa Kebijakan Sinar Matahari Kim Dae Jung selain berupaya untuk menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea dengan penyatuan antar kedua Korea, juga mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan yang besar dengan adanya hubungan yang terjalin antara Korea Selatan dan Korea Utara. Pemerintah Kim Dae Jung mengijinkan pelaku bisnis di Korea Selatan untuk bekerjasama dengan Korea Utara dalam bidang produksi. Kerjasama ekonomi dilakukan agar produktivitas dan efisiensi kerjasama ekonomi antar Korea dapat meningkat. Bantuan ekonomi termasuk bantuan makanan dan pupuk, merestrukturisasi sektor pertanian Korea Utara, mengkonstrukturisasi kembali infrastruktur, menyelesaikan masalah listrik, mendukung investasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan swasta Korea Selatan serta memberi jaminan investasi bagi pelaku bisnis Korea Selatan, menghindari pajak yang terlalu tinggi, dan menghindari perselisihan ekonomi (Nirmala, 2007). Beberapa chaebol Korea Selatan, khususnya Hyundai mengajukan kolaborasi ekonomi di Korea Utara. Perusahaan-perusahaan Korea Selatan mulai membangun pabrik di Korea Utara untuk menghasilkan barangbarang industry ringan dan membantu Korea Utara memperbaiki infrastrukturnya. Korea Selatan telah mengadakan proyek patungan 6,6 juta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
dollar Amerika dengan Ryungbong General Co, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Korea Utara untuk memperbaiki dan merakit mobil. Hyundai Group juga telah membuka sejumlah usaha termasuk member bantuan sapi dan pupuk kepada petani Korea Utara (Kompas, 2000). Kebijakan Matahari merupakan paket yang digunakan Kim Dae Jung untuk mencapai keinginannya menuju reunifikasi Korea. Kim Dae Jung telah membantu Korea Utara untuk lebih terbuka dan bergabung dengan komunitas internasional. Kim Dae Jung yakin dengan Kebijakan Matahari dapat mengurangi situasi perang dingin di Semenanjung Korea.
c. Keberhasilan Kebijakan Sinar Matahari Korea Utara merupakan negara yang tertutup dari dunia luar. Korea Utara tetap mencari jalan sendiri dengan menggunakan ideologi Ju-che (kemandirian). Ajaran Ju-che dilakukan untuk mempercepat kemajuan dalam bidang politik, ekonomi dan pertahanan di atas kemampuan sendiri. Negara dan masyarakat Korea Utara dikenal oleh dunia luar sebagai tanah yang membeku. Presiden Kim Dae Jung tidak henti-hentinya mencoba
mulai membuahkan hasil yang dibuktikan dengan dibukanya pintu air oleh ketua umum Hyundai Group, Chung Ju-Yong. Chung membawa bantuan berupa 500 ekor sapi melewati jalan darat antara Korea Utara dan Korea Selatan yang selama ini tertutup rapat (Kristianto, 2008). Chung Ju-Young bertemu dengan sejumlah pemimpin Korea Utara, termasuk Kim Jong Il. Chun dapat mengetahui bahwa para pemimpin Koea Utara sangat menginginkan kerjasama dalam berbagai bidang dengan pihak Korea Selatan karena Korea Utara sudah lama menghadapi kesulitan besar, seperti kekurangan pangan, kekurangan valuta asing, kekurangan minyak mentah, dan kekurangan energi. Kim Dae Jung memberikan ijin kepada sejumlah banyak pengusaha Korea Selatan untuk mencari kesempatan dalam membuka dan melakukan kerjasama dengan rekannya di Korea Utara. Meskipun jumlahnya belum terlalu banyak, sejak saat itu sudah mulai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
terdapat hubungan dalam berbagai bidang non politik. Keberhasilan ini menjadi tanda keberhasilan pelaksanaan Kebijakan Sinar Matahari yang dipelop Melalui Kebijakan Sinar Matahari, Kim Dae Jung memelopori upaya rekonsiliasi antara Korea Selatan dengan saudaranya, Korea Utara yang tetap bermusuhan setelah Perang Korea 1950-1953 dengan mengadakan kunjungan ke Pyongyang. Dalam harian Korea Now (2000) dijelaskan: President Kim Dae Jung will visit Pyongyang June 12-14 for historic summit talks with North Korean leader Kim Jong Il. The summit, the first of its kind since the division of the Korean Peninsula in 1948, could be seen as a stepping stone to reconciliation and cooperation between tehe capital South and Comunist North (hlm.6). Pertemuan puncak antara Presiden Kim Dae Jung dan Kim Jong Il tahun 2000 di Pyongyang mengandung arti penting bagi upaya reunifikasi Korea. Melalui pertemuan puncak itu, kedua Korea memilih cara penyatuan dengan hidup bersama secara damai. Berdasarkan arti pertemuan puncak, kedua Korea sangat memerlukan sikap untuk menuju masa pasca Perang Dingin dan menghapuskan hubungan pertentangan di masa Perang Dingin. Kunjungan Kim Dae Jung ke Korea Utara dan berhasilnya pertemuan puncak di Pyongyang pada Juni 2000 merupakan hasil Kebijakan Sinar Matahari Kim Dae Jung. Oleh karena keberhasilannya, Kim Dae Jung
2. Pengaruh Kebijakan Sinar Matahari bagi Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara a. Proyek Mempertemukan Keluarga Terpisah Korea Selatan dan Korea Utara Proyek mempertemukan keluarga terpisah antara Korea Selatan dan Korea Utara termasuk dalam lima pasal yang disepakati oleh Kim Dae Jung dan Kim Jong Il. Pertemuan keluarga yang terpisah berlangsung di Seoul dan Pyongyang pada tanggal 15 Agustus 2000. Keluarga yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
terpisah di Semenanjung Korea pada umumnya diakibatkan oleh Perang Korea tahun 1950-1953. Proyek mempertemukan keluarga terpisah adalah hal yang terpenting dan harus diutamakan oleh kedua pemerintah di Semenanjung Korea. Sejak pertemuan puncak tanggal 13-15 Juni 2000, sering diselenggarakan pertemuan antar palang merah, di antaranya dua kali mempertemukan keluarga terpisah, mendirikan kantor, dan mewujudkan sistem surat menyurat antar Korea supaya rakyat yang mencari keluarganya dapat secara bebas menulis surat kepada keluarganya (Munthe, 2001). Pemerintah Seoul memutuskan untuk memulangkan mantan matamata Korea Utara ke Pyongyang. Ketika masih bermusuhan, banyak matamata yang disusupkan ke masing-masing pihak lawan. Sebagian besar matamata berhasil ditangkap dan dipenjarakan. Setelah berhasil mempertemukan keluarga yang terpisah, Kim Dae Jung memberikan kebebasan kepada tiap penduduk untuk kembali ke Korea Utara atau tetap tinggal di Korea Selatan. Namun, rakyat Korea Selatan menentang keputusan Presiden Kim Dae Jung yang memberi kebebasan kepada masyarakat Korea Utara. Rakyat Korea Selatan menganggap di Korea Utara masih terdapat banyak tahanan Korea Selatan, termasuk puluhan ribu orang Korea Selatan yang ditawan Korea Utara ketika Perang Korea tahun 1950-1953. Meskipun demikian, Kim Dae Jung tetap pada pendiriannya untuk tetap memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih menjadi penduduk Korea Selatan atau Korea Utara
b. Kerjasama Korea Selatan dan Korea Utara di Bidang Ekonomi Politik Sinar Matahari merupakan kebijakan politik luar negeri yang dibuat oleh Presiden Kim Dae Jung guna meningkatkan hubungan dalam rangka mencapai sebuah rekonsiliasi dengan Korea Utara, diantaranya pertukaran tenaga kerja maupun barang dari Korea Utara dan Korea Selatan. Kerjasama ekonomi antar Korea memang sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak. Modal dan teknologi dari pihak Korea Selatan serta sumber-sumber alam dan tenaga kerja yang bermutu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
dari Korea Utara saling dapat mengisi. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri Korea Selatan memberikan motivasi bagi perusahaan dan tenaga kerja Korea Selatan untuk memperluas gerak kerjanya ke luar negeri. Pengusahapengusaha Korea Selatan menaruh perhatian untuk dapat menanamkan modal di Korea Utara. Para pengusaha Korea Selatan beranggapan bahwa di Korea Utara banyak tempat yang dapat digunakan sebagai lahan bisnis, seperti tekstil dan alat-alat elektronik (Yoon dan Setiawati, 2003). Melalui pertemuan puncak di Pyongyang, Presiden Kim Dae Jung dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Il sepakat untuk menghubungkan jalur kereta api antar Korea yang selama Perang Korea terputus. Kebijakan ini berarti menghubungkan jalur utama di Semenanjung Korea sehingga dapat memperlancar arus lalu lintas. Penyambungan kembali jalur kereta api itu bukan hanya menghubungkan jalur darat antar Korea. Selain itu, juga sebagai jalur pengangkutan barang-barang ekspor impor antar Asia Timur serta Eropa dan Rusia akan dapat memanfaatkan rel tersebut. Presiden Kim Dae Jung menamakannya Rel Kereta Api (New Silkroad by Railroad) (http://dhahana.blogspot.com). Kerjasama ekonomi antara Korea Selatan dan Korea Utara tidak berjalan dengan baik karena terdapat kendala yang harus diatasi, yakni masalah penyediaan sistem hukum berupa perjanjian perlindungan investasi.
c. Kerjasama Korea Selatan dan Korea Utara di Bidang Pertahanan Hasil nyata dalam pertemuan puncak antar Korea adalah pertemuan Menteri Pertahanan kedua negara. Pertemuan kedua Menteri Pertahanan dalam menuju arah normalisasi hubungan Korea Selatan dan Korea Utara merupakan kemajuan yang sangat diharapkan oleh semua penduduk Korea dan masyarakat internasional. Sebelum pertemuan puncak antar Korea diselenggarakan di Pyongyang, tahun 1998-1999 terjadi pertempuran laut yang keras antara angkatan laut Korea Selatan dan Korea Utara dengan intensitas yang tinggi. Pasca Konferensi Tingkat Tinggi Korea, tahun 20002001 pertempuran angkatan laut Korea Selatan dan Korea Utara hampir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
tidak
pernah
terjadi
(http://www.skripsi-tesis.com/sikap-korea-selatan-
dalam-konflik-antara-korea-utara-dan-amerika-serikat-doc.htm). Menteri Pertahanan Korea Selatan dan Korea Utara, Cho Sung-Tae dan Kim Il-Cheol bertemu di Pulau Jeju, Korea Selatan untuk merundingkan masalah kemiliteran kedua belah pihak. Berdasarkan deklarasi antar Korea yang disepakati kedua kepala pemerintahan, para Menteri Pertahanan mencoba memperlihatkan usaha untuk meredakan ketegangan dan meningkatkan saling kepercayaan. Kedua pihak pertahanan akan memasang telepon langsung dalam waktu dekat dengan maksud kedua belah pihak akan saling menyampaikan pemberitahuan apabila akan mengadakan latihan militer. Kedua menteri pertahanan sepakat bekerjasama dalam mewujudkan proyek menghubungkan rel kereta api. Pembangunan rel kereta api membutuhkan
bantuan
pemimpin
pertahanan
sebab
proyek
akan
dilaksanakan di dalam daerah bebas militer yang banyak terdapat fasilitas oed dan Yoon, 2005).
d. Kerjasama Korea Selatan dan Korea Utara di Bidang Sosial Budaya Program-program bersama yang dijalankan Korea Utara dan Korea Selatan sebelum dan pasca terlaksananya Konferensi Tingkat Tinggi Korea dalam berbagai bidang merupakan suatu hasrat yang mendalam untuk membuka jalan bagi persatuan dan kesatuan bangsa Korea yang masih terpecah hingga saat ini. Bahkan hingga menyentuh bidang olahraga, seperti pembangunan infrastruktur olahraga yang dilakukan oleh Korea Selatan terhadap Korea Utara maupun pelaksanaan even olahraga itu sendiri antara Korea Utara dengan Korea Selatan. Pada tanggal 29 September 1999 di daerah Sungai Potonggang, kota Pyongyang dilakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung olahraga Pyongyang oleh Hyundai Business Group dan disponsori oleh Ketua Kehormatan Hyundai Group Jong Ju-yong (Kristianto, 2008). Park Geun-hye, anggota majelis nasional Korea Selatan yang juga menjabat sebagai ketua Preparatory Committee for founding the Union for
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
the future of Korea dari Korea Selatan, beserta rombongannya telah tiba di Pyongyang, pada tanggal 11 Mei 2002, untuk sebuah kunjungan resmi hingga tanggal 14 Mei 2002. Dalam pidatonya, Park Geun-hye menyatakan reunifikasi nasional penting dipertahankan oleh seluruh pihak guna menciptakan perdamaian di semenanjung Korea. Terdapat hal yang bisa menjadi suatu hal positif yang diajukan oleh Park Geun-hye kepada pemimpin tertinggi Korea Utara dalam mendamaikan Korea Selatan dan Korea Utara. Kegiatan tersebut adalah pertandingan sepakbola. Pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-il telah berjanji akan mengirimkan tim nasional sepakbola negaranya ke Korea Selatan untuk melakukan pertandingan persahabatan yang diajukan oleh Korea Selatan (Resamaili, 2009). Pertukaran dan kerjasama bidang olahraga antar Korea diharapkan memberi pengaruh yang cukup besar pada bidang politik, ekonomi, dan kemasyarakatan. Tidak hanya pertandingan persahabatan itu saja yag dilaksanakan untuk mencapai reunifikasi, tetapi juga terlihat ketika Olimpiade di Sydney tahun 2000. Rombongan olahraga Korea Utara dan Korea Selatan masuk bersama dalam upacara pembukaan Olimpiade Sydney dengan didahului satu bendera rakyat, yaitu bendera peta Semenanjung Korea. Keberhasilan bidang olahraga di Sydney diharapkan dapat membantu disepakatinya pembentukan tim olahraga tunggal dalam pertandingan-pertandingan internasional. Namun, hal itu tidak berhasil mewujudkan pembentukan tim tunggal dalam pertandingan Piala Dunia 2002 di Korea. Dalam kejuaraan sepak bola internasional yang terbesar itu,
Yoon, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis uraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung dimulai semenjak Kim Dae Jung muncul ke panggung politik pada tahun 1954. Kim Dae Jung dikenal sebagai seorang politikus yang selalu lolos dari percobaan pembunuhan, penculikan, dan hukuman mati. Tahun 1973, saat berada di dalam kamar sebuah hotel di Tokyo (Jepang), Kim Dae Jung diculik oleh agen inteligen KCIA (Korean Central Intelligence Agency). Awal tahun 1998, Kim Dae Jung dilantik sebagai Presiden Korea Selatan. Selama lima tahun memerintah, Kim Dae Jung berhasil membawa Korea Selatan dari rezim militer menuju pemerintahan yang demokratis. Prestasi besar lain yang diukir Kim Dae Jung adalah memperkenalkan "Kebijakan Sinar Matahari" (Sunshine Policy). Kim Dae Jung berharap dengan adanya Kebijakan Sinar Matahari dapat membawa perubahan yang lebih baik untuk keadaan di Semenanjung Korea. 2. Latar belakang munculnya upaya reunifikasi Korea diilhami proses reunifikasi Jerman tahun 1990. Selain itu, keinginan untuk mengadakan reunifikasi Korea juga didorong oleh pribadi Kim Dae Jung sendiri. Kim Dae Jung merupakan pribadi yang konsisten, dibuktikan dengan keinginannya untuk merealisasikan kesepakatan dan perjanjian yang telah dilakukan oleh para pendahulupendahulunya dalam rangka program reunifikasi Korea. Kim Dae Jung juga merupakan sosok yang cinta damai. Kim Dae Jung berusaha menyatukan Korea dengan menghindari perang dan benar-benar menjunjung perdamaian. Selain itu, Kim Dae Jung adalah orang yang berambisi. Sebelum menjadi presiden, Kim Dae Jung sudah mempunyai ambisi untuk menyatukan Korea. Setelah dilantik menjadi presiden, Kim Dae Jung berusaha merealisasikan keinginannya tersebut dengan mengeluarkan Kebijakan Sinar Matahari. Latar belakang reunifikasi yang lain adalah adanya dukungan dari empat negara
commit to user 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
besar, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Rusia. Namun, dalam upaya reunifikasi terdapat kendala, yaitu sistem politik Korea Utara yang masih menganut sistem The Founding Father dan ancaman nuklir Korea Utara yang dapat mengganggu keamanan Korea Selatan. 3. Kebijakan Kim Dae Jung dalam upaya reunifikasi Korea adalah dengan (Sunshine Policy). Strategi Kebijakan Sinar Matahari Kim Dae Jung berupaya menempa hubungan yang lebih baik antar kedua Korea dengan memisahkan ekonomi dan politik. Melalui Kebijakan Sinar Matahari, Kim Dae Jung memelopori upaya rekonsiliasi antara Korea Selatan dengan saudaranya, Korea Utara yang tetap bermusuhan setelah Perang Korea 1950-1953 dengan mengadakan kunjungan ke Pyongyang. Kunjungan Kim Dae Jung ke Korea Utara dan berhasilnya pertemuan puncak di Pyongyang pada Juni 2000 merupakan hasil Kebijakan Sinar Matahari Kim Dae Jung. Oleh karena keberhasilannya, Kim Dae Jung memperoleh hadiah Nobel Perdamaian. Kebijakan Sinar Matahari memberikan dampak yang berarti bagi kedua Korea, yaitu pertemuan keluarga yang terpisah dan adanya kerjasama di bidang ekonomi, pertahanan, dan sosial budaya.
B. Implikasi Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka muncul implikasi yang dapat dipandang dari berbagai segi: 1. Teoritis Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah proyek reunifikasi Kim Dae Jung yang diupayakan melalui Kebijakan Sinar Matahari diharapkan dapat merealisasikan penyatuan Korea yang terpecah sejak Perang Korea tahun 1950-1953. Melalui penerapan Kebijakan Sinar Matahari, Kim Dae Jung mengupayakan pertemuan dengan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Il untuk membicarakan dan membahas tentang keinginannya untuk mewujudkan Korea bersatu. Hasilnya, terjadi pertemuan puncak antara Kim Dae Jung dan Kim Jong Il di Pyongyang tanggal 13-15 Juni 2000. Pertemuan kedua pemimpin tersebut diharapkan dapat mengembalikan hubungan baik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
antara Korea Selatan dan Korea Utara sehingga dapat tercipta kerjasama internasional yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.
2. Praktis Implikasi praktis dari penelitian ini adalah Kebijakan Sinar Matahari memang membawa perubahan untuk hubungan Korea Selatan dan Korea Utara.
Terdapat
kerjasama
antar
kedua
Korea,
diantaranya
proyek
mempertemukan keluarga yang terpisah, kerjasama di bidang ekonomi, pertahanan, dan olahraga. Namun, kerjasama tidak berjalan dengan baik karena terdapat kendala, di antaranya di bidang olahraga. Kedua Korea berjanji akan bersatu dalam Piala Dunia yang diadakan tahun 2002 di Korea Selatan, tetapi kenyataannya hanya tim dari Korea Selatan yang maju. Meskipun Kim Jong Il telah bersedia membuka jalan untuk menuju reunifikasi, tetapi penggabungan kedua Korea tidak berjalan dengan baik. Hal itu dikarenakan, Korea Utara masih
memegang
teguh
pemerintahan
The
Founding
Father
yang
mempertahankan politik isolasi dan kepemilikan senjata nuklir yang canggih sehingga Korea Utara merasa bahwa Korea Utara adalah negara yang kuat dan mampu bersaing di kancah internasional.
3. Metodologis Implikasi metodologis dari penelitian ini adalah dengan penggunaan metode historis memudahkan peneliti dalam mengumpulkan sumber melalui studi pustaka, tetapi tidak ditemukannya sumber primer karena peristiwa yang diteliti dan saksi sejarah dari peristiwa yang berkaitan dengan penelitian ini berada di luar negeri yaitu di Korea serta hanya mengandalkan sumber sekunder membuat proses kritik dan interpretasi data harus ditempuh dalam waktu yang lama. Perbedaan dalam hal-hal pemaknaan dan pengklasifikasian beberapa definisi penting membuat peneliti harus menelaah berulang kali sumber-sumber yang diperoleh agar meminimalisir subjektivitas dalam penulisan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
C. Saran Berdasarkan pembahasan dalam hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti sebagai berikut: 1. Bagi Mahasiswa Bagi para mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan bacaan mengenai masalah yang terjadi di kawasan Asia Timur, terutama tentang perselisihan di Semenanjung Korea. Perang Korea yang terjadi tahun 1950-1953 mengakibatkan Korea Selatan dan Korea Utara yang dulunya merupakan satu bangsa yang utuh menjadi terpecah sehingga rakyat mengalami banyak penderitaan, salah satunya adalah terpisah dengan keluarga. Melalui penelitian ini, diharapkan mahasiswa dapat mempelajari betapa pentingnya perdamaian dan persatuan yang tercipta di suatu bangsa sehingga dapat menjaga dan mempertahankan kesatuan bangsanya supaya rakyat dapat hidup rukun, damai dan sejahtera. Selain itu, dengan penelitian ini mahasiswa diharapkan dapat lebih memperdalam mengenai isu-isu penyatuan Korea yang sampai sekarang belum menemukan titik temu untuk menyelesaikan masalah reunifikasi tersebut sehingga mahasiswa, khususnya mahasiswa sejarah tertarik untuk meneliti lebih lanjut.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi para peneliti, diharapkan ada yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai upaya penyatuan Korea, karena hingga saat ini antar kedua Korea ini masih belum dapat menemukan jalan yang baik untuk kembali bersatu menjadi satu bangsa yang utuh. Pasca berakhirnya pemerintahan Presiden Kim Dae Jung di Korea Selatan, cita-cita Kim Dae Jung melalui Kebijakan Sinar Matahari memang masih dilanjutkan oleh penggantinya, tetapi tidak menampakkan hasil yang baik seperti ketika Kim Dae Jung masih memerintah. Bahkan, mulai ramai kembali dengan munculnya isu-isu Korea Utara yang meningkatkan jumlah dan kekuatan nuklirnya sehingga dapat mengancam Korea Selatan. Selain itu, bentuk pemerintahan Korea Utara yang masih menggunakan sistem The Founding Father hingga sekarang menjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
salah satu faktor penghambat penyatuan Korea. Fenomena tersebut menarik untuk menjadi bahan kajian para peneliti terutama yang menekuni bidang hubungan internasional dan sejarah dunia mutakhir guna memperoleh fakta yang terjadi tentang perkembangan negara di dunia.
commit to user