|
230
| 二零
BAHAN SAAT TEDUH | EDISI NO. 230 | JUNI 2015
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. [Amsal 22:6]
Saran-saran Praktis
Bersaat Teduh PERSPEKTIF ditulis tidak untuk menggantikan Alkitab, tetapi sebagai alat penunjang yang membantu kita untuk mengerti firman Tuhan lebih dalam dan sistematis untuk memenuhi kebutuhan rohani Anda. Prinsipnya adalah kembali kepada sumber pertumbuhan itu sendiri, yaitu Alkitab. Back to the Bible! PERSPEKTIF disusun berdasarkan kurikulum yang dalam jangka waktu tertentu, bila Anda setia mengikutinya, maka Anda diharapkan akan memperoleh gambaran yang cukup jelas secara keseluruhan Alkitab. Untuk dapat memanfaatkan bahan ini secara maksimal, Anda dapat mengikuti saran-saran praktis sebagai berikut: Sediakan waktu teratur setiap hari sedikitnya 20 menit. Carilah tempat yang tenang, hindari suara-suara yang dapat mengganggu konsentrasi Anda. Tenangkan hati dan berdoalah terlebih dahulu memohon pimpinan Tuhan. Bacalah bacaan Alkitab yang telah ditentukan pada hari itu 2-3 kali hingga paham benar, kemudian renungkanlah. Bacalah artikel yang tersedia, dan berusahalah menjawab pertanyaan refleksi yang ada dengan jujur. Setiap jawaban dapat pula Anda tuliskan pada sebuah agenda pribadi untuk dapat dibaca lagi sewaktu-waktu. Doakanlah apa yang telah Anda renungkan, serahkan diri Anda hari itu kepada Tuhan, mohon kekuatan dari-Nya untuk hidup sesuai firman Tuhan dan melakukan tekad yang Anda buat hari itu maupun hari sebelumnya. (Doakan pula pokok doa syafaat yang telah disediakan)
PERSPEKTIF
www.gkagloria.or.id
Penerbit: BPH Majelis Umum GKA Gloria Surabaya Alamat: Jl. Pacar 9-17, Surabaya 60272 Tel. (031) 534 5898 Fax. (031) 545 2907 SMS. 087 8511 67282 Email:
[email protected] Rekening Bank: BCA a/c 256 532 5777 a.n. Gereja Kristen Abdiel Gloria Penulis edisi 230: Alfred Jobeanto, Alex Lim, Andree Kho, Bambang Alim Bambang Tedjokusumo, Frengky Y. Abi, Hendry Heryanto Ie David, Liem Sien Liong, Liona Margareth, Musa Akbar HIM Olivia Carroline, Otniol H. Seba, Rohani, Sahala Marpaung Penerjemah: Tertiusanto
EDITORIAL
Mendambakan Allah
S
etiap Minggu banyak orang Kristen pergi beribadah kepada Tuhan. Mereka menyanyikan pujian, memberikan persembahan, dan mendengarkan firman-Nya. Namun, satu pertanyaan yang perlu terus-menerus kita tanyakan adalah, apakah mereka melakukannya karena “mendambakan Allah”? Pembaca PERSPEKTIF yang dikasihi Tuhan, rutinitas yang telah kita lakukan sekian waktu, adakalanya dapat membuat kita terjebak pada “aktivitas tanpa makna dan penghayatan.” Sekalipun pada saat yang sama, hati kita merasa tidak nyaman, jika kita tidak melakukannya; namun di balik aktivitas itu, kita telah kehilangan makna dan penghayatannya. Artinya, orang Kristen dapat saja rajin beribadah ke gereja, bahkan merasa bersalah jika tidak mengerjakannya; tetapi pada saat yang sama, ia dapat saja kehilangan makna dan penghayatan sebuah ibadah, karena ibadah yang dikerjakannya hanyalah sebuah rutinitas. Dambakanlah Allah, dan bukan sekadar aktivitasnya! Mendambakan Allah menunjukkan sebuah relasi yang sehat antara kita dengan Dia. Tanpa mendambakan Dia, maka ibadah yang kita kerjakan tidak akan berpusat pada-Nya. Lalu, siapa yang sedang kita hampiri untuk disembah? Tanpa hati yang mendambakan Dia, kita sedang beribadah hanya untuk melayani “perasaan” kita, yang menuduh kita bersalah, jika kita tidak melakukannya. Jadi, beribadahlah dengan kerinduan untuk menyembah dan menyukakan Dia. Mendambakan Allah dalam ibadah adalah bukti bahwa kita mengasihi dan menghormati-Nya. Amin.
01 SENIN
JUNI 2015
“Bukankah tentara orang Etiopia dan Libia besar jumlahnya, kereta dan orang berkudanya sangat banyak? Namun Tuhan telah menyerahkan mereka ke dalam tanganmu, karena engkau bersandar kepada-Nya.” (2 Tawarikh 16:8)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 15-16 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 15-16
AWAL YANG BAIK DAN AKHIR YANG BURUK
P
epatah berkata, “pengalaman adalah guru terbaik.” Namun sayang sekali, banyak orang yang tidak mau belajar dari pengalaman. Salah satunya adalah raja Asa. Raja Asa memulai pemerintahannya dengan sangat baik. Dalam ps. 14:1 dikatakan bahwa ia melakukan apa yang baik dan benar di mata Tuhan. Setelah raja Asa mengalami kemenangan melawan bangsa Etiopia, firman Tuhan kembali datang kepadanya, melalui Azarya bin Oded, agar ia tetap menguatkan hatinya untuk mengikut Tuhan dengan setia. Mendengar pesan ini, raja Asa makin dikuatkan, sehingga ia mengadakan perombakan besar-besaran dalam kerajaannya, dengan menyingkirkan dewa-dewa kejijikan (ps.15:8), bahkan tindakannya ini membuat banyak orang Israel memihak kepadanya, karena mereka melihat bahwa Tuhan menyertainya (ps. 15:9). Dan Tuhan mengaruniakan masa aman kepadanya selama 35 tahun (ps. 15:19). Tetapi di tahun ke-36 pemerintahan raja Asa, dikatakan bahwa Baesa, raja Israel, maju hendak berperang melawan Yehuda (raja Asa). Apa yang dilakukan raja Asa? Bukannya belajar dari pengalaman masa lalu, di mana ia berseru memohon pertolongan pada Tuhan pada saat melawan bangsa Etiopia, ia justru melakukan tindakan bodoh, yaitu meminta pertolongan raja Benhadad, raja Aram. Raja Asa mengeluarkan emas dan perak dari perbendaharaan rumah Tuhan dan dari perbendaharaan rumah raja, lalu ia mengirimkannya kepada Benhadad, agar membatalkan perjanjian dengan raja Israel untuk menyerang Yehuda. Benhadad menerima permintaan raja Asa dan berbalik menyerang Israel. Tindakan raja Asa ini menuai teguran dari Tuhan. Bukannya bertobat, ia malah sakit hati dan melakukan tindakan yang jahat (ps. 16:10). Sungguh sangat disayangkan! Orang yang memulai pemerintahannya dengan sangat baik, tapi mengakhirinya dengan sangat buruk. Itu disebabkan karena raja Asa tidak mau belajar dari pengalaman! Bagaimana dengan Anda? Kiranya kegagalan raja Asa ini mendorong kita untuk tetap mencari Tuhan di dalam kesulitan apapun. STUDI PRIBADI: Apa yang membuat raja Asa gagal bersandar pada Tuhan, sekalipun punya pengalaman ditolong Tuhan? Bagaimana cara mengawali dan mengakhiri dengan baik? Doakanlah agar jemaat boleh tetap hidup mengandalkan Tuhan dan tetap dimampukan Tuhan untuk melakukan apa yang benar, pada saat mengalami pergumulan dalam pekerjaan, keluarga maupun pelayanan.
02 SELASA
JUNI 2015
“...sewajarnyakah engkau menolong orang fasik dan bersahabat dengan mereka yang membenci Tuhan? Karena hal itu Tuhan murka terhadap engkau.” (2 Tawarikh 19:2b)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 17-19:3 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 17-18
PERGAULAN BURUK MERUSAK KEBIASAAN BAIK
S
eperti ayahnya, Yosafat memulai pemerintahannya dengan baik. Dalam ps.17:3-4 ditulis, “Tuhan menyertai Yosafat, karena ia hidup mengikuti jejak yang dahulu dari Daud, bapa leluhurnya, dan tidak mencari Baal-baal, melainkan mencari Allah ayahnya. Ia hidup menurut perintah-perintahNya dan tidak berbuat seperti Israel.” Yosafat hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan dan menjauhkan dari Yehuda segala bukit pengorbanan dan tiang berhala (ps. 17:6), ia juga mengutus beberapa pembesar bersama beberapa orang Lewi untuk memberikan pelajaran kitab Taurat Tuhan di Yehuda. Karena itu, firman Tuhan mengatakan bahwa Tuhan mengokohkan kerajaannya dan mendatangkan ketakutan bagi kerajaan-kerajaan di sekeliling Yehuda, sehingga mereka tidak berani berperang melawan Yosafat. Bahkan dari antara orang Filistin, ada yang membawa persembahan dan upeti. Namun sangat disayangkan bahwa kondisi kerajaan yang kuat dan aman membuat Raja Yosafat melakukan kesalahan yang berakibat fatal, yaitu dia menjadi besan dengan raja Ahab yang jahat itu. Tindakannya ini membuat ia pada akhirnya terbujuk untuk mendengarkan nasihat dari nabinabi palsu dan pergi berperang dengan raja Ahab. Dalam peperangan ini, akhirnya raja Ahab tewas, tetapi Tuhan masih berbelas kasihan menolong Yosafat sehingga ia bisa kembali ke istananya dengan selamat. Akibat tindakan Yosafat itu, Tuhan mengutus Yehu bin Hanani untuk menegurnya karena ia sudah bersahabat dengan orang yang membenci Tuhan. Sebagai anak-anak Tuhan yang hidup di tengah dunia yang penuh godaan dosa, kita perlu berhati-hati dalam pergaulan kita. Pada saat kita salah memilih rekan, pasangan hidup atau teman, kita justru akan terjerumus dalam hal-hal yang tidak berkenan di hati Tuhan. Itu sebabnya Firman Tuhan mengatakan, “Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik” (1Kor. 15:33 bdk. Mzm. 1:1-3). Kiranya kita senantiasa waspada di dalam pergaulan kita. Jangan biarkan pengaruh yang buruk merusak kebiasaan yang baik dalam hidup kita. STUDI PRIBADI: (1) Mengapa Yosafat memilih mengikuti raja Ahab dan mendengarkan nasihat nabi palsu? (2) Mengapa Tuhan menolong Yosafat sehingga ia tidak terbunuh? Doakanlah agar jemaat boleh bergaul erat dengan Firman Tuhan sehingga hidupnya tetap di dalam Tuhan. Doakanlah jemaat bisa memilih rekan bisnis, pasangan hidup, dan teman-teman yang seiman dan takut akan Tuhan.
03 RABU
JUNI 2015
“Pertimbangkanlah apa yang kamu buat, karena bukanlah untuk manusia kamu memutuskan hukum, melainkan untuk TUHAN, yang ada beserta kamu, bila kamu memutuskan hukum.” (2 Tawarikh 19:6)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 19:1-11 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 19-20
KOMPROMI KARENA RELASI
K
ompromi adalah sebuah istilah yang menggambarkan kesediaan seseorang untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya bertolak belakang dengan keinginannya, namun dia tetap bersedia melakukannya karena alasan tertentu. Jika kompromi dilakukan atas dasar alasan yang baik dan tidak bertentangan dengan firman Tuhan, tentu hal ini bukan masalah. Namun berbeda ketika kita dihadapkan dengan kondisi dimana kita melakukan kompromi dengan alasan menjaga keamanan dan kenyamanan pribadi, tidak mau menanggung resiko lebih, sehingga kita berkompromi dengan dosa dan melanggar perintah Allah. Inilah yang sedang dilakukan oleh Yosafat. Ketika seseorang sedang berkompromi dengan cara yang bertentangan dengan kehendak Allah, maka sebenarnya ia sedang menempatkan kepentingannya sendiri di atas kehendak Allah. Sebagai akibatnya, Allah mengizinkan Yosafat mengalami kekalahan. Yosafat menyetujui untuk berangkat perang bersama dengan Ahab, Raja Israel. Yosafat meminta kepada Ahab untuk memanggil nabinabi dan meminta petunjuk mereka. Namun ternyata yang dipanggil oleh Raja Ahab adalah nabi-nabi yang hanya mengatakan apa yang diinginkan oleh raja. Hanya satu nabi saja yang mengatakan kehendak Allah, namun Ahab, raja Israel lebih memilih mendengarkan para nabi yang mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikehendaki oleh raja. Sebagai makhluk sosial, kita pasti membutuhkan orang lain untuk membangun hubungan dan kerjasama. Namun, apakah itu membuat kita mengambil keputusan yang benar, sehingga tidak berpihak ataupun berat sebelah, dengan terus mengingat bahwa Tuhan ada bersama dengan kita saat membuat keputusan? Satu pertanyaan yang perlu kita tanyakan pada diri kita sendiri adalah, apakah yang akan kita putuskan saat kita menyadari bahwa Tuhan Yesus ada di hadapan kita? Bertekadlah bahwa mulai hari ini, dengan teguh kita memilih melakukan hal yang benar, sekalipun di tengah tantangan relasi yang dekat dengan orang lain, karena bukan teman yang menentukan masa depan kita, melainkan Tuhan. STUDI PRIBADI: (1) Apakah yang membuat Yosafat mengalami kekalahan? (2) Apakah kompromi itu sikap yang mutlak atau relatif? Jelaskan! Berdoalah bagi jemaat yang saat ini sedang menghadapi pencobaan dalam mengambil sikap dan tindakan agar mereka mengedepankan kebenaran di dalam Tuhan dan tidak mengikuti cara duniawi.
04 KAMIS
JUNI 2015
“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” (Galatia 6:7)
Bacaan hari ini: 2 Tawatikh 21:1-20 Bacaan setahun: 2 Tawatikh 21-22
AMBISI YANG MENUNTUN PADA KEHANCURAN “Ambisi!” Bicara tentang ambisi, kita mungkin berpikir, apakah memiliki ambisi itu adalah sesuatu yang salah? Memiliki ambisi bukanlah sesuatu hal yang salah, namun ketika ambisi itu kemudian diwujudkan dengan menggunakan cara-cara yang salah, akan menghasilkan dosa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “ambisi” berarti keinginan yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu, seperti pangkat atau kedudukan. Jadi, ambisi adalah kemauan untuk mencapai sukses. Ambisi penting, karena tanpa ambisi, seseorang seolah-olah tidak melakukan apa pun. Namun harus diingat, bahwa ambisi seharusnya memiliki batasan, yakni mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran. Pal Schmitt, Presiden Hungaria, memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Hungaria, pada April 2012 lalu. Pengunduran diri tersebut dikarenakan gelar doktornya dicabut oleh Semmelweis University-Hungaria, setelah Schmitt terbukti melakukan penjiplakan dalam pembuatan disertasi; 210 dari 215 halaman disertasinya terbukti adalah hasil plagiarism (mengutip hasil tulisan orang lain tanpa izin); demikian menurut laporan dari BBC. Dalam kitab 2 Tawarikh, Yoram, telah diangkat menjadi seorang raja Yehuda. Yoram memiliki beberapa saudara kandung, yaitu: Azarya, Yehiel, Zakharia, Azariahu, Mikhael, dan Sefaca. Pada saat Yoram menjadi raja, dia memutuskan untuk membunuh semua saudaranya. Ini dilakukannya untuk mengamankan kedudukannya sebagai raja, sehingga tidak ada lagi saingan. Pada akhirnya, Allah, melalui nabi Elia, menyampaikan pesan mengenai tulah (hukuman) yang akan diterima oleh rakyat, anak, istri serta segala harta yang dimiliki Yoram. Bahkan Allah mengizinkan kesehatannya terganggu dan dia mati dengan cara yang mengerikan. Pada saat seseorang berusaha meraih segala keberhasilan dengan cara yang tidak benar, maka hal yang diraihnya justru akan mengakibatkan kejatuhannya sendiri. Kiranya hal ini menolong kita untuk selalu berhati-hati dalam mengatasi ambisi untuk berhasil. STUDI PRIBADI: (1) Mengapa memiliki ambisi itu sebenarnya tidak salah? Mengapa orang yang berambisi salah bertindak? (2) Mengapa Yoram membunuh saudaranya? Berdoalah bagi setiap para pemimpin Kristen agar mereka dapat menjadi orang yang bijaksana dalam mengambil setiap keputusan dan tetap dapat menjaga integritas hidup mereka.
05 JUMAT
JUNI 2015
“Yoyada mengambil dua orang Isteri bagi dia; dari mereka ia mendapat anak laki-laki dan anak perempuan … ia membunuh anak Yoyada itu.” (2 Tawarikh 24:3, 22b)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 24:1-27 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 23-24
AIR SUSU DIBALAS DENGAN AIR TUBA
B
anyak keberhasilan para pemimpin masa kini yang tidak lepas dari pengorbanan orang-orang tertentu; seperti orangtua, saudara, atau sahabat. Namun terkadang, mereka yang berhasil itu, melupakan perjuangan dan pengorbanan mereka. Bukan hanya itu, mereka sampai berani membalas kebaikan dengan kejahatan. Kisah serupa pun terjadi dalam kehidupan seorang Yoas, raja Yehuda. Keberhasilan kepemimpinan raja Yoas tidak terlepas dari peran seorang imam Yoyada. Imam Yoyadalah yang mencarikan isteri baginya, juga membatunya mengkoodinir jalannya pekerjaan membaharui rumah TUHAN. Singkat cerita, imam Yoyada ialah imam yang baik, yang selalu mendampingi raja melakukan tugasnya. Namun demikian, apakah yang dilakukan Yoas terhadap imam Yoyada beserta keluarganya? Apakah ia berbuat baik? Apakah ia menolongnya? Sesungguhnya tidak. Alkitab memberi informasi yang akurat, yaitu bahwa setelah imam Yoyada wafat, Yoas menjadi raja yang sombong. Ia mencari pujian dan hormat dari manusia (ay. 17). Ia bahkan tidak menghormati TUHAN dengan membunuh anak imam Yoyada di pelataran Rumah TUHAN (ay. 21-22). Sungguh menyedihkan! Ada sebuah peribahasa yang tak asing di telinga kita: “Air susu dibalas dengan air tuba,” yakni kebaikan dibalas dengan kejahatan; perbuatan baik dibalas dengan perbuatan jahat; itulah yang dilakukan raja Yoas. Raja Yoas membalas kebaikan imam Yoyada dengan membunuh Zakharia. Raja Yoas membalas kebaikan TUHAN dengan menyembah berhala. Akhir hidup raja Yoas adalah ia mati dibunuh oleh pegawai-pegawainya (ay. 25). Kesuksesan kita tidak terlepas dari peran orang-orang yang pernah mengisi kehidupan kita dengan pengorbanan mereka. Baik itu orangtua, saudara, maupun sahabat kita. Bahkan terlebih dari semuanya itu adalah Tuhan Yesus. Apa kita sudah membalas segala kebaikan mereka dengan kebaikan? Ataukah sebaliknya? Apakah kita sudah membalas kebaikan Tuhan Yesus dengan hidup setia kepada-Nya, atau kita malah melupakan dan meninggalkan-Nya? STUDI PRIBADI: (1) Apa yang membuat raja Yoas menjadi sombong? Kejahatan apa yang dilakukannya dan apakah akibatnya? (2) Peringatan apa yang Anda dapatkan darinya? Berdoalah bagi jemaat agar mereka hidup rendah hati di hadapan Tuhan dan hidup berkenan di hadapan-Nya, agar kemurahan Tuhan selalu melingkupi hidup mereka.
06 SABTU
JUNI 2015
“Ketika Amazia kembali, setelah mengalahkan orang-orang Edom itu, ia mendirikan para Allah bani Seir, yang dibawanya pulang, sebagai allahnya. Ia sujud menyembah kepada allah-allah itu dan membakar korban untuk mereka.” (2 Tawarikh 25:14)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 25:1-28 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 25-27
DISSAPOINTED OR TRUST
A
da seorang Kristen yang meninggalkan Tuhan sejak remaja. Ketika ia telah mencapai usia ± 42 tahun, ia menyadari kesalahannya. Ia bertobat dan datang pada Tuhan Yesus dan menjadi orang Kristen yang rajin ke Gereja. Satu bulan setelah pertobatannya itu, ia mengalami tantangan yang cukup berat, yaitu ayahnya telah meninggal dunia. Ia pun berkata: “Mengapa setelah saya kembali pada Tuhan (bertobat), saya mengalami cobaan yang sangat berat?” Hal serupa juga dialami oleh seorang Amazia raja Yehuda. Ketika hendak berperang melawan bangsa Edom, ia menyewa seratus ribu pahlawan yang gagah perkasa dari Israel dengan bayaran seratus talenta (ay. 6). Namun Tuhan tidak menghendakinya (ay. 7). Melakukan kehendak Tuhan berarti: (1) berperang melawan bangsa Edom tanpa bangsa Israel; (2) seratus talenta perak yang telah diserahkan itu tidak dapat diambil kembali. Amazia memilih melakukan kehendak TUHAN. Ia dan bangsanya sendiri berperang dan mereka berhasil mengalahkan bangsa Edom. Tiga ribu penduduk Amazia telah dibunuh orang-orang Efraim. Ada kemungkinan berita ini membuatnya kecewa dengan Tuhan. Mungkin saja ia bertanya: “Tuhan, mengapa semua ini terjadi? Bukankah saya sudah melakukan kehendak-Mu?” Akhirnya Amazia meninggalkan Tuhan dan beribadah kepada Allah bani Seir. Tuhan memakai seorang nabi untuk menegurnya. Namun ia mengancam akan membunuh nabi itu. Banyak orang yang nekat memilih untuk meninggalkan Tuhan dan menjadi ateis, serta melakukan hal-hal yang jahat. Mungkin kita adalah orang yang setia kepada Tuhan, dan banyak masalah yang silih berganti menimpa hidup kita. Kiranya masalah dan persoalan itu tidak membuat kita kecewa terhadap Tuhan. Apapun masalah yang terjadi, belajarlah untuk: (1) Bersyukur; (2) Tetap mau berkata: Tuhan Yesus Baik; dan (3) Tetap percaya kepada Tuhan Yesus, bahwa di balik dari masalah itu, ada rencana Tuhan Yesus yang indah. Seperti ada pelangi, sehabis hujan dan di balik awan gelap, ada matahari. STUDI PRIBADI: (1) Apakah setiap peristiwa buruk yang menimpa umat Tuhan (termasuk Amazia) membuktikan bahwa Tuhan tidak setia? Mengapa? (2) Apa arti kehendak Tuhan? Berdoa bagi jemaat yang sedang menghadapi situasi sulit dalam hidupnya, agar mereka kuat dalam iman dan berjalan bersama Tuhan menghadapi persoalan hidup mereka.
07 MINGGU
JUNI 2015
“… Ia tidak melakukan apa yang benar di mata TUHAN seperti Daud, bapa leluhurnya.” (2 Tawarikh 28:1)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 28:1-27 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 28-29
JANGAN KAMU LENGAH
K
itab 2 Tawarikh menegaskan bahwa rencana Allah bagi mereka tidak akan terpengaruh oleh kejatuhan Yehuda ataupun oleh hidup mereka di tanah asing dalam jangka waktu yang lama. Meskipun, Raja Ahas selama pemerintahannya di Yerusalem, telah melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, yaitu: (1) mempersembahkan dan membakar korban di bukit-bukit pengorbanan yang seharusnya dilakukan oleh para Imam dan di atas tempat-tempat yang tinggi dan di bawah setiap pohon yang rimbun, (2) membakar anak-anaknya sebagai korban dalam api, sehingga TUHAN menyerahkan Ahas ke tangan raja orang Aram kemudian Ahas diserahkan ke dalam tangan raja Israel. Dalam keadaan yang seperti ini, TUHAN mengingatkan Ahas melalui Nabi Oded akan kejahatannya, tetapi peringatan ini bukannya membuat Ahas sadar kembali dan meminta pertolongan kepada TUHAN, melainkan Ahas meminta pertolongan kepada raja negeri Asyur. Ini adalah kejahatan di mata TUHAN. Akibatnya, bukan pertolongan yang didapat dari raja Asyur melainkan tekanan yang menyesakkan, yang membuat raja Ahas harus memberikan upeti kepada raja Asyur, dengan: merampas barang-barang dari rumah TUHAN, dari rumah raja dan dari rumah-rumah para pemimpin, bahkan dalam keadaan yang terdesak itu, raja Ahas mempersembahkan korban kepada dewa-dewa orang Aram, mengumpulkan perkakas rumah Allah dan menghancurkannya, lalu menutup pintu rumah TUHAN. Dengan demikian raja Ahas telah menyakiti hati TUHAN Allah nenek moyangnya. Bagaimana dengan kita? Pada saat tekanan, penderitaan, kesulitan hidup datang, apakah kita putus asa sampai-sampai kita tidak dapat, tidak mampu berdiri di dalam iman kepada Kristus, satu-satunya yang berkuasa dan yang dapat menyelamatkan kita? Ingat, janganlah kita lengah dalam menghadapi “raksasa-raksasa” penderitaan itu, tetapi tetap percayalah kepada kuasa Tuhan. Marilah kita tetap bersandar kepada-Nya. Dia adalah TUHAN kita Yesus Kristus, yang Empunya kuasa dan keselamatan bagi anak-anak-Nya. STUDI PRIBADI: (1) Bagaimana tindakan Ahas, yang adalah seorang raja yang memimpin umat Tuhan? Bagaimana pendapat Anda tentangnya? (2) Pelajaran apa yang Anda dapat? Berdoalah bagi para pemimpin gereja Tuhan agar melalui hidup dan perilaku mereka, mereka menjadi teladan dan membawa jemaat semakin mengenal dan takut akan Tuhan.
08 SENIN
JUNI 2015
“Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya.” (2 Tawarikh 29:2)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 30-31 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 30-31
HASRAT MENCARI ALLAH
O
rang yang sungguh-sungguh mencari Allah adalah orang yang tidak lagi mementingkan diri sendiri atau apa yang harus kuperoleh untuk memuaskan diri sendiri, melainkan ia akan terus memikirkan dan bertindak yang terbaik yang dapat diberikan kepada TUHAN dan sesama, agar mereka dapat mengenal dan kembali kepada TUHAN. Raja Hizkia, ketika menjabat sebagai raja di Yerusalem, ia berusia dua puluh lima tahun dan ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN. Dalam usianya yang masih sangat muda, pada tahun pertama pemerintahannya, apa yang dilakukan Hizkia? (1) Ia membuka kembali pintu-pintu rumah TUHAN yang sebelumnya telah ditutup oleh raja Ahas sehingga umat kembali menyembah TUHAN untuk selama-lamanya, supaya murka-Nya undur dari mereka. (2) Para Imam diharuskan untuk menguduskan dirinya dan menguduskan rumah TUHAN sebab mereka sudah lama meninggalkan dan memalingkan muka dari TUHAN; hal ini sangatlah penting mengingat bahwa TUHAN itu kudus adanya, maka saat mereka melayani TUHAN, mereka harus kudus. (3) Ia juga memerintahkan untuk memberikan persembahan perpuluhan dari segala sesuatu bagi keperluan rumah TUHAN, sehingga pembaharuan ini berdampak bahwa Allah tidak akan memalingkan wajah-Nya dari mereka, sehingga suara mereka didengar TUHAN dan doa mereka sampai ke tempat kediaman-Nya yang kudus di sorga. Bagaimana dengan kita hari ini? Sudahkan kita melakukan yang baik, yang jujur dan yang benar di hadapan TUHAN? Sudahkan kita melakukan setiap usaha dan pelayanan dengan tujuan: mencari kehendak TUHAN dan melakukannya dengan segenap hati, sehingga apa yang kita perbuat berhasil? Dan lebih dari itu, bahwa TUHAN tidak akan memalingkan wajahNya dari kita! Karena itu, kembalilah mencari TUHAN dengan segenap hati. Janganlah hidup menurut keinginan hawa nafsu kita, yang justru membawa kita jatuh dalam kekuatiran dan kesenangan dunia. Jauhilah yang jahat dan ikutilah kehendak Tuhan, maka kita akan diperkenan-Nya! STUDI PRIBADI: (1) Apa yang dilakukan Hizkia pada masa-masa awal pemerintahannya? Apakah tindakan itu penting? Mengapa? (2) Apa yang bisa kita terapkan darinya? Berdoa bagi jemaat agar mereka hidup kudus dan benar di hadapan Tuhan, sehingga mereka berkenan kepada Tuhan dan Tuhan membuat mereka berhasil dalam hidup mereka.
09 SELASA
JUNI 2015
“Tetapi Hizkia tidak berterima kasih atas kebaikan yang ditunjukkan kepadanya, karena ia menjadi angkuh …” (2 Tawarikh 32:25)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 32:24-33 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 32-33
KRISIS MASA TUA
K
etika D.L. Moody mulai beranjak tua, seseorang meminta izin untuk menuliskan biografinya. Namun, Moody menolak dan berkata, “Hidup seseorang tidak boleh ditulis selagi ia masih hidup. Karena yang terpenting adalah bagaimana ia mengakhiri perjalanannya, bukan bagaimana ia memulainya.” Dalam teks Alkitab kita melihat bahwa raja Hizkia memulai tahun-tahun pemerintahannya dengan baik, ia melakukan apa yang benar di mata Tuhan, seperti bapa leluhurnya, Daud (2Taw. 29:1-2). Tidak hanya itu, ada banyak peristiwa besar, kesulitan, masalah yang dihadapi Hizkia, dan Tuhan melihat ketulusan hatinya, sehingga di dalam semua kesulitan itu, Tuhan menolong dia, meluputkan dia, bahkan seluruh kerajaan Yehuda pun mendapatkan berkat. Hanya sayangnya, pada akhir hidupnya (masa tuanya), ia jatuh sakit, dan Tuhan pun tetap memberikan kesembuhan kepada Hizkia, dia malah menjadi angkuh dan sombong, sehingga kerajaannya ditimpa oleh murka Tuhan. Kemudian dia bertobat, dan Tuhan mengampuninya, dan tidak menghukumnya. Malahan oleh karena kasih karunia Tuhan ia memperoleh banyak harta benda serta kemuliaan nama besar, sampai kepada bangsa Babel dari jauh pun datang berkunjung mencari raja Hizkia dan ingin mendengarkan kisah pengalamannya bersama Tuhan. Sesungguhnya itu merupakan saat yang sangat baik untuk bersaksi bagi nama TUHAN semesta alam kepada bangsa asing. Namun Hizkia lupa akan Tuhan Sang Pemberi anugerah, sehingga ia hanya memamerkan semua harta kekayaannya di depan orang kafir tersebut, yang kemudian mendatangkan celaka bagi keturunannya (2Raj. 20:17-19). Bagaimana dengan kehidupan kita? Saudara/i, patut kita renungkan, perjalanan rohani adalah peperangan rohani sepanjang hidup kita, tidak ada satu masa dalam hidup yang boleh kita lalui dengan sembarangan (lengah). Ingatlah, semua adalah anugerah Tuhan semata! Bila tidak ada Tuhan, maka segala sesuatu kebaikan kita, maupun harta kita akan sirna. Karena itu, tetaplah setia! STUDI PRIBADI: (1) Apa yang dialami Hizkia, sebelum dan sesudah ia menjadi sombong? (2) Mengapa Tuhan tidak berkenan pada kesombongan umat-Nya? Berdoalah bagi para pemimpin gereja, jemaat dan komisi yang Anda kenal, agar mereka senantiasa rendah hati di hadapan Tuhan dan diperkenan oleh Tuhan, sehingga apa yang diperbuat mereka dapat berhasil.
10 RABU
JUNI 2015
“Yosia menjauhkan segala dewa kekejian dari semua daerah orang Israel...” (2 Tawarikh 34:33)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 34:1-33 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 34-36
REFORMASI DIRI
B
agian firman ini memperlihatkan kepada kita, reformasi kehidupan beragama yang luar biasa dilakukan oleh raja Yosia. Di dalam dunia teologi ada perdebatan bahwa, reformasi Yosia gagal atau berhasil. Dikatakan gagal, karena reformasi tersebut tidak sanggup mengubah nasib bangsa Yehuda yang tetap berujung pada pembuangan di Babel. Dikatakan berhasil, karena melihat tekad hati Yosia yang luar bisa, dan tindakantindakan besar yang dilakukan Yosia melampaui semua raja-raja lakukan, sebelumnya. Mari kita belajar prinsip-prinsip dasar reformasi Yosia. (1) Reformasi dimulai sejak dini! Bila kita menyadari kesalahan/dosa di hadapan Tuhan, yang menghalangi relasi kita dengan-Nya, dan kita tidak mendapatkan berkat-Nya; maka kita harus cepat-cepat bertobat, jangan menundanya! Yosia melakukan sejak ia masih sangat muda belia, ia mulai sadar akan tugas tanggung jawabnya. Tidak hanya pada masa awal pemerintahannya, namun kita lihat keseluruhan pasal dan sepanjang hidupnya, Yosia membawa bangsanya untuk bertobat kepada Tuhan. Sudahkah kita sungguh menyesali dosa-dosa kita bertobat di hadapan Tuhan? (2) Berani melawan tradisi yang salah! Apa pun yang merupakan peninggalan ayahnya, dan kebiasaan-kebiasaan buruk bangsa tersebut, yang suka menyembah berhala di bukit-bukit, ia tidaklah segan untuk menghancurkan semua itu dengan tuntas. Hari ini bila kita ingin ada api kebangunan, semua tradisi/kebiasaan duniawi yang ada di dalam gereja maupun hidup kita, harus kita tinggalkan! (3) Firman Tuhan adalah paling penting! Petunjuk kehidupan kita sehari-hari bukanlah keuntungan, kekayaan, berkat, atau pekerjaan yang kita lakukan, melainkan prinsip-prinsip kebenaran firman Tuhan. Itulah yang menjadi pedoman kehidupan kita. Yosia dan para pejabatnya sangat bersyukur dan tunduk kepada kitab Taurat yang mereka temukan di bait Allah, sekalipun mungkin sudah ratusan tahun tidak ada yang membaca kitab Taurat tersebut. Jika demikian, sudahkah kita setia mempelajari firman Tuhan untuk pedoman hidup kita? STUDI PRIBADI: (1) Apa yang dilakukan Yosia untuk mengembalikan bangsanya kepada Tuhan? (2) Pelajaran apa yang bisa kita terapkan, baik dalam pelayanan & kehidupan kita? Berdoalah bagi kebangunan rohani gereja maupun jemaat secara pribadi, agar kemajuan dan pertumbuhan pelayanan dapat menjadi nyata. Doakan pula pertumbuhan iman jemaat Tuhan.
11 KAMIS
JUNI 2015
“Pada tahun pertama zaman Koresh, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia ...” (Ezra 1:1-2)
Bacaan hari ini: Ezra 1-2 Bacaan setahun: Ezra 1-2
KEDAULATAN ALLAH
K
itab Ezra menceritakan sejarah Israel yang kembali ke tanah air mereka. Setelah sekian lama mereka dibuang, sekarang mereka mempunyai kesempatan tinggal di tanah yang Tuhan janjikan. Penderitaan bangsa Israel sekarang akan berganti menjadi sukacita. Mereka yang dulu tidak dapat menyembah TUHAN di Yerusalem, sekarang dapat menyembah-Nya di Yerusalem. Pertanyaannya, bagaimanakah hal itu dapat terjadi? Bagaimana mereka memiliki kesempatan untuk kembali ke tanah air mereka? Apakah mereka memberontak dan menang melawan kerajaan Persia yang menawan mereka? Ezra 1:1 memberi tahu kita jawabannya. Dikatakan, bahwa karena TUHAN, Israel dapat pulang kembali ke Yerusalem. TUHAN memakai Koresh untuk membangun kembali Yerusalem dan membiarkan orang Israel menyembah TUHAN. Tepat seperti apa yang telah dinubuatkan oleh nabi Yeremia. Jadi yang memegang peranan penting dalam pembebasan Israel adalah TUHAN, bukan Israel, ataupun raja Persia Koresh. Jika kita cermati lebih lanjut, adalah suatu hal yang di luar kemampuan manusia untuk membuat Israel dapat kembali ke Yerusalem. Kita lihat dari sisi raja Koresh; bagaimana mungkin dia punya hati yang begitu baik melepaskan Israel kembali ke Yerusalem? Jawabannya karena TUHAN menggerakkan hatinya. Lalu dari sisi Israel, bagaimana mungkin bangsa yang ditindas itu dapat lepas dengan mudah kembali ke Yerusalem? Tidak ada perang, tidak ada tulah-tulah seperti yang Musa lakukan untuk melepaskan Israel? Semuanya terjadi karena tangan Allah yang menggerakkan raja Koresh. Dari bagian firman Tuhan yang kita baca hari ini, kita belajar: (1) tidak boleh menyombongkan diri. Segala yang manusia dapatkan, sesungguhnya itu tidak berasal dari manusia, melainkan dari Allah. (2) Allah selalu menepati janjiNya. Apa yang Tuhan sudah firmankan, baik melalui nabi maupun secara langsung, pasti akan terjadi. (3) Allah dapat memakai pemimpin-pemimpin yang tidak percaya Tuhan untuk menjadi berkat bagi umat Tuhan. STUDI PRIBADI: (1) Bagaimanakah gambaran tentang Allah dalam Kitab Ezra ini? (2) Bagaiamanakah kedaulatan-Nya dinyatakan? Berdoalah bagi para pemimpin bangsa kita, agar mereka diberi Tuhan hikmat dan kebijaksanaan, sehingga setiap langkah dan keputusan yang mereka ambil adalah demi kesejahteraan masyarakat.
12 JUMAT
JUNI 2015
“Ketika tiba bulan yang ketujuh, setelah orang Israel menetap di kota-kotanya, maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di Yerusalem. Maka mulailah … membangun mezbah Allah Israel ...” (Ezra 3:1-2)
Bacaan hari ini: Ezra 3-5 Bacaan setahun: Ezra 3-5
MENGUCAP SYUKUR KEPADA ALLAH
P
embacaan Alkitab kita hari ini berbicara mengenai pembangunan bait Allah di Yerusalem. Setelah orang Israel diizinkan raja Koresh kembali ke Yerusalem, maka mereka segera bersiap membangun kembali bait Allah sebagai pusat ibadah mereka. Namun yang menarik, sesaat sebelum mereka membangun bait Allah, dan sesaat setelah mereka kembali dari Persia, orang-orang Israel mempersembahkan korban bakaran kepada Allah. Mereka tidak langsung membangun bait Allah pada waktu mereka sampai di Yerusalem. Mereka justru membangun mezbah bakaran. Hal ini sungguh indah. Hal ini menunjukkan bahwa orang Israel tahu dan sadar bahwa mereka dapat pulang kembali ke Israel bukan karena kehebatan mereka, melainkan karena kasih Tuhan kepada mereka. Oleh karena itu mereka mempersembahkan korban bakaran sebagai wujud syukur mereka kepada Allah. Sebagai orang-orang percaya, seharusnya kitapun memiliki hati yang bersyukur seperti orang Israel yang mempersembahkan korban bakaran tersebut. Hati yang bukan hanya mau menerima berkat dari Tuhan. Hati yang bukan hanya percaya bahwa Tuhan akan menepati janji-Nya. Tetapi biarlah kita pun mau memiliki hati yang mau mengucap syukur kepada Tuhan pada waktu berkat yang Tuhan janjikan digenapi dalam hidup kita. Kita dapat mengucap syukur bukan saja dalam hal-hal yang besar, melainkan juga dalam hal-hal yang kecil. Kita harusnya bersyukur jika setiap hari masih bisa bernafas dan hidup dengan sehat. Kita seharusnya bersyukur pada waktu melihat keluarga kita baik-baik. Kita seharusnya bersyukur masih mempunyai pekerjaan dan lain sebagainya. Namun pertanyaannya, adakah kita menganggap semua itu adalah berkat dari Tuhan? Ataukah kita menganggap hal-hal kecil itu sudah sewajarnya kita dapatkan sebagai manusia? Marilah saat ini kita belajar untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Mengucap syukur untuk hal-hal kecil yang Tuhan berikan. Mengucap syukur juga untuk hal-hal besar yang Tuhan berikan. STUDI PRIBADI: (1) Apa yang Israel lakukan setelah mereka pulang dari pembuangan? Mengapa itu perlu dilakukan? Jelaskan! (2) Apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini? Berdoalah bagi jemaat agar merela selalu mengucap syukur dalam segala hal yang mereka alami dan miliki, karena sesungguhnya apa yang mereka peroleh berasal dari Tuhan.
13 SABTU
JUNI 2015
“ Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya.” (Ezra 7:10)
Bacaan hari ini: Ezra 7:1-10 Bacaan setahun: Ezra 6-8
TEKAD EZRA
B
elajar hidup bersandar pada Tuhan dan hidup menurut rencana-Nya ialah perjalanan rohani yang indah. Meskipun kadang menyakitkan dan tidak menyenangkan, namun pada akhirnya kita akan melihat penyertaan dan berkat-Nya. Asalkan kita mau mengutamakan pekerjaan Tuhan, maka Ia akan mempertanggungjawabkan setiap aspek kehidupan kita. Hal ini dapat kita pelajari dari perjalanan hidup rohani Ezra yang mengalami penyertaan-Nya sekalipun hidup dalam pembuangan di Babel. Ezra mendapat perlindungan dari Tuhan meskipun ia hidup di bawah pemerintahan Artahsasta, raja Persia. Justru Ezra mendapatkan perlakuan baik dari raja, sebab tangan Allah melindunginya. Ezra adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa, menjalankan disiplin rohani seperti yang Tuhan inginkan, walau hidup di negeri asing. Ia tidak mau mengabaikan firman Allah, apalagi berkompromi dengan ketidakbenaran dalam pemerintahan Artahsasta. Inilah kunci hidup rohani yang benar; ke manapun kita pergi atau di manapun kita berada, selalu memegang firman Tuhan sebagai prinsip hidup kita, tanpa menggadaikan kebenaran firman Tuhan. Ezra bertekad mengajarkan ketetapan firman Tuhan. Raja mengizinkan umat Tuhan kembali ke Yerusalem di bawah pimpinan Ezra. Apa rahasianya, sehingga Raja Artahsasta begitu murah hati kepada Ezra? Sebab kehidupan rohani Ezra itu sama, baik di hadapan raja dan masyarakat, sehingga membawa dampak kepada mereka. Ezra bukan hanya bertekad menyelidiki Taurat Tuhan, tapi ia bertekad untuk melakukan dan mengajarkannya. Sudah berapa banyak firman Tuhan yang kita tahu dan kita lakukan? Mari belajar dari Ezra, bukan hanya meneliti firman tapi juga melakukannya. Ezra diberkati Tuhan dengan limpah untuk membangun rumah Tuhan di Yerusalem. Jika bukan pekerjaan Tuhan, tidak mungkin emas dan perak dapat dikumpulkan sebanyak itu, dan juga raja tidak akan memberi izin dan mendukung segala yang diperlukan. Ini semua terjadi karena Ezra mau dipakai Tuhan untuk mewujudkan rencana-Nya. STUDI PRIBADI: (1) Orang seperti apakah Ezra itu? Bagaimana menurut Anda? (2) Apakah yang dapat kita teladani melalui sikap kehidupan Ezra tersebut? Berdoa bagi pertumbuhan iman jemaat Tuhan, agar mereka menjadi jemaat yang menghidupi firman Tuhan, sehingga semakin kaya dalam pengenalan akan Allah, dan bukan sebagai pendengar saja.
14
MINGGU
JUNI 2015
“Dan sekarang, baru saja kami alami kasih karunia dari pada TUHAN ...” (Ezra 9:8)
Bacaan hari ini: Ezra 9:1-15 Bacaan setahun: Ezra 9-10
HARGAI ANUGERAH-NYA
U
mat Tuhan patut bersyukur kepada-Nya, karena selama bertahuntahun berada di negeri pembuangan, mereka sangat merasakan kasih karunia Tuhan memberi perlindungan dan kelegaan di masa sulit. Dalam ayat 9 dikatakan demikian, “Karena sungguhpun kami menjadi budak, tetapi di dalam perbudakan itu kami tidak ditinggalkan Allah kami. Ia membuat kami disayangi oleh raja-raja negeri Persia, sehingga kami mendapat kelegaan untuk membangun rumah Allah kami.” Namun apa yang terjadi dengan umat Tuhan? Mereka melupakan kasih karunia Tuhan dan berbuat dosa kepada-Nya. Dalam kenikmatan anugerah, mereka lupa ketetapan Tuhan. Seharusnya mereka menghargai anugerah Tuhan itu, dengan hidup benar di hadapan-Nya. Suatu hari Ezra didatangi oleh pemuka yang membawa berita buruk bahwa, “Orang-orang Israel awam, para imam dan orang-orang Lewi tidak memisahkan diri dari penduduk negeri dengan segala kekejiannya.” Ketika Ezra mendengar laporan berita yang menyedihkan ini, ia mengoyakngoyak jubahnya sambil menyiksa diri karena melihat umat Tuhan telah berdosa kepada-Nya. Mulai pemuka sampai orang awam tidak merasa malu dan telah berdosa setelah mengambil istri dari suku asing. Sehingga bercampurlah benih yang kudus dengan penduduk negeri yang tidak diperkenan Allah. Seharusnya umat Tuhan menghargai anugerah Tuhan dengan hidup benar dan setia. Ezra mengerti Tuhan menginginkan pengakuan dosa dan pertobatan umat-Nya. Dalam doa Ezra berkata: “Ya Allahku, aku malu dan mendapat cela, sehingga tidak berani menengadahkan mukaku kepada-Mu, ya Allahku, karena dosa kami telah menumpuk mengatasi kepala kami dan kesalahan kami membubung ke langit.” Itu sebabnya Allah menyerahkan mereka kepada bangsa asing. Mungkin kita juga setuju bahwa umat Tuhan dihukum saja karena sudah tidak menghargai anugerah Tuhan. Namun kita juga perlu introspeksi diri, jangan sampai kita tidak menghargai kasih karunia Tuhan dengan hidup tidak berkenan kepada-Nya. STUDI PRIBADI: (1) Bagaimana respons Ezra melihat kehidupan bangsa Israel yang tidak setia pada ketetapan Tuhan? (2) Apa yang kita dapat teladani dari kehidupan Ezra? Berdoalah bagi para pekerja ibadah, agar mereka dapat melayani Tuhan dengan baik, serta mempersiapkan jemaat untuk beribadah dengan benar di hadapan Tuhan.
15 SENIN
JUNI 2015
“… Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar.” (Nehemia 1:3)
Bacaan hari ini: Nehemia 1:1-11 Bacaan setahun: Nehemia 1-3
PEMIMPIN VISIONER
N
ehemia bin Hakhalya memiliki profesi sebagai juru minuman raja (ay. 11). Profesi ini menunjukkan bahwa Nehemia adalah seorang yang berkedudukan tinggi dan penting, yang mempunyai akses cukup dekat kepada raja. Suatu ketika, beberapa orang yang pergi bersama dengan rombongan Ezra kembali ke Persia dan berjumpa dengan Nehemia, dan Nehemia bertanya kepada mereka tentang kondisi kehidupan dan kota Yerusalem. Mereka menyampaikan kepada Nehemia apa yang terjadi, dan penjelasan mereka menimbulkan reaksi jiwa yang dramatis; dia duduk, dia berkabung, dia berpuasa, dan dia berdoa kepada Allah. Ada rasa kepedulian yang dalam terhadap kesejahteraan Yerusalem, kota suci dan orang-orang yang tinggal di sana. Berita yang disampaikan oleh Hanani memberi gambaran yang suram, dan itu membuat Nehemia meratap. Dari dalam hatinya, muncul suatu beban untuk bergumul di hadapan Tuhan. Dia tahu bahwa apa yang dialami umat adalah karena dosa mereka sendiri, yang tidak setia kepada-Nya. Namun Nehemia juga melihat suatu harapan baru, bahwa Tuhan akan memulihkan kondisi Yerusalem. Itulah VISI! Nehemia kemudian meminta izin dari raja untuk pulang ke Yerusalem dan membangun kembali kota itu, dan raja menyetujuinya. Dia kembali ke Yerusalem dan mempelajari dengan seksama, bagaimana mengerjakan rencana yang diberikan Allah dalam hatinya (Neh. 2:12). Visi ini kemudian dibagikan kepada para penguasa setempat, dan mereka meresponinya dengan semangat yang positif, sekalipun ada musuh yang mencemooh, bahkan mencoba untuk meruntuhkan semangat mereka. Kondisi kota Yerusalem sebenarnya sudah seperti itu selama beberapa puluh tahun, dan tidak ada yang peduli. Tapi ketika kairos dari Allah tiba, maka Allah menaruh panggilan itu dalam diri seseorang untuk menjadi pemimpin. Bukan pemimpin biasa, tapi pemimpin visioner! Pemimpin yang menangisi kondisi dan melihat sebuah harapan pemulihan, dan yang berani bayar harga untuk melihat harapan itu terwujud! STUDI PRIBADI: (1) Bagaimana sikap Nehemia ketika mendengar kondisi Yerusalem, dan bagaimana pula ia menangkap sebuah visi? (2) Apa yang dapat kita pelajari dari sikapnya? Berdoa bagi para pemimpin gereja, agar mereka dapat menangkap visi dari Tuhan dan memiliki komitmen yang tinggi untuk bisa menjalankan, maupun membagikannya kepada jemaat.
16 SELASA
JUNI 2015
“Tetapi kami berdoa kepada Allah kami, dan mengadakan penjagaan terhadap mereka siang dan malam karena sikap mereka.” (Nehemia 4:9)
Bacaan hari ini: Nehemia 4:9-23 Bacaan setahun: Nehemia 4-6
BERIMAN DAN BERHIKMAT
V
isi membawa Nehemia meninggalkan kehidupan yang mapan dan nyaman di Susan untuk menempuh ribuan kilometer kembali ke Yerusalem. Saudara-saudaranya yang tinggal di sana meresponi rencana pembangunan tembok Yerusalem dengan positif, tetapi tantangan segera muncul. Musuh memprovokasi, mengintimidasi dan melemahkan semangat mereka. Tetapi Nehemia memimpin orang-orang untuk terus membangun, sambil terus berdoa kepada Allah dan mengandalkan pertolongan-Nya (ay. 4-5, 9). Allah memberi hikmat kepada Nehemia untuk mengatur pekerjaan pembangunan dengan strategi yang tepat. Selain tantangan dari luar, di dalam pun mereka menghadapi berbagai masalah berkaitan dengan keluhan-keluhan dari keluarga dan para istri. Rupanya masalah intern muncul karena sifat egoisme masing-masing; tidak peduli dengan kesusahan sesama saudara sebangsa, bahkan mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan mengabaikan ketetapan yang sudah Allah berikan kepada mereka, tentang bagaimana memperlakukan sesama. Sifat kebenaran dan kejujuran membuat Nehemia marah ketika tahu apa yang terjadi, dan Allah memberi dia hikmat bagaimana menegur kesalahan dan menyelesaikan masalah. Di dalam semuanya itu, Nehemia tetap mampu menjaga integritas hatinya, karena dia memang tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri. Pemimpin seperti Nehemia niscaya akan berhasil, karena ia mengerjakan apa yang menjadi kehendak Allah, dan Allah ada di pihaknya. Tapi, pemimpin yang seperti itu kadang justru akan menghadapi ancaman yang besar. Musuh-musuhnya menjadi semakin sakit hati dan merencanakan untuk mencelakai dia. Nehemia tidak menjadi sombong dan takabur, dia tidak meremehkan musuh, tapi juga tidak terintimidasi; dia menghadapi mereka dengan hikmat. Kedekatannya dengan Allah membuatnya peka terhadap segala usaha menipu, bahkan menjebaknya. Tak ada yang bisa menghalanginya menyelesaikan visinya. Tembok kota Yerusalem selesai dalam waktu 52 hari (Neh. 6:15). Bagaimana dengan kita? STUDI PRIBADI:(1) Bagaimana sikap Nehemia dalam menghadapi masalah, baik dari dalam maupun luar? (2) Bagaimana sikap hidup Nehemia sendiri di tengah tantangan? Berdoalah bagi para hamba Tuhan dan Majelis gereja, agar mereka memiliki hidup yang berintegritas dan kuat dalam menghadapi berbagai tantangan pelayanan demi mengerjakan visi dari Tuhan.
17 RABU
JUNI 2015
“Ia membacakan beberapa bagian dari pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah hari ...” (Nehemia 8:4)
Bacaan hari ini: Nehemia 8:3-18 Bacaan setahun: Nehemia 7-9
KEMBALI KEPADA TAURAT
K
emenangan iman telah mereka capai, dan di tengah suasana euphoria seperti itu, mereka melakukan suatu hal yang baik dan benar. Mereka meminta Ezra untuk membacakan dan mengajarkan kitab Taurat pada mereka. Bukan hanya sebagai kelengkapan seremonial saja, yaitu sebagai tradisi umat pilihan Allah, sehingga setiap kali ada pengalaman pertolongan Allah mereka mengadakan semacam upacara syukuran. BUKAN! Mereka melakukannya sungguh-sungguh, sebab saat Taurat dibacakan, mereka semua mendengarkan dengan serius (ay. 4). Ezra berdiri di sebuah mimbar membacakan bagian-bagian dari kitab Taurat, dan dengan bantuan kelompok imam, bagian Taurat itu dijelaskan kepada umat. Ketika semua itu berlangsung, muncul kepekaan rohani, kesadaran yang dalam akan dosa kolektif umat membuat mereka menangis (ay. 10). Lebih dari itu, melalui perenungan kembali akan Taurat, mereka juga diingatkan untuk merayakan hari raya Pondok Daun yang sudah dilupakan sejak zaman Yosua. Hari raya Pondok Daun adalah hari yang mengingatkan mereka bagaimana nenek moyang mereka tinggal di pondok-pondok daun ketika Allah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir (Im. 23:33-43). Semangat kembali kepada Taurat menjadi semacam pola dasar dari kebangunan rohani di dalam sejarah umat Allah di masa lampau. Mereka mengalami situasi kehidupan yang sulit, terhimpit, lalu Allah menyatakan pertolongan-Nya. Pengalaman seperti itu sudah pasti membuat mereka merasa senang, bahkan bersyukur. Tapi itu tidaklah cukup! Rasa syukur karena pertolongan Tuhan bisa hilang secepat ketika datang. Rasa syukur akan pertolongan Tuhan harus disertai dengan semangat kembali kepada firman-Nya; kembali kepada kebenaran-Nya, janji-Nya, sifat-sifat-Nya, kesetiaan-Nya. Kembali kepada Dia. Kembali ke dalam relasi anugerah dengan Dia. Hanya ketika kita kembali kepada Tuhan dan memulihkan relasi kita dengan-Nya, saat itulah kita mengalami pembaruan hidup. Itulah kebangunan rohani yang sejati. Bagaimana dengan Anda? STUDI PRIBADI:(1) Bagaimanakah sikap Nehemia dan bangsa Israel ketika Tuhan telah menolong mereka? (2) Apakah memiliki relasi dengan Tuhan sangat penting? Jelaskan! Berdoalah bagi setiap jemaat, agar mereka tidak hanya bersyukur karena Tuhan telah menolong mereka, tapi lebih dari itu mereka memiliki relasi yang baik dengan Tuhan.
18 KAMIS
JUNI 2015
“… Kami tidak akan membiarkan rumah Allah kami.” (Nehemia 10:39)
Bacaan hari ini: Nehemia 10:1-39 Bacaan setahun: Nehemia 10-11
PIAGAM PERJANJIAN ISRAEL KEPADA TUHAN
S
etelah bangsa Israel menetap di kota-kota mereka (ps. 8:1), maka pada bulan ketujuh, hari yang keduapuluh empat (ps. 9:1), mereka berkumpul bersama, mendengarkan orang-orang Lewi membacakan Taurat dan berseru di hadapan TUHAN, bahwa hanya kepada TUHAN lah Israel harus menyembah dan taat, sebab Dialah yang telah memelihara nenek moyang mereka sampai ke tanah yang mereka tempati. Maka pada hari itu, para pemimpin rohani mereka, orang-orang Lewi dan para imam mengadakan sebuah perjanjian yang teguh, yang dicatat dan bermeterai, sebagai wujud keseriusan mereka menaati dan setia pada TUHAN saja (ps. 10:38-11:39). Tujuan dari perjanjian ini adalah: (1) Mengingatkan kepada bangsa Israel serta keturunannya, bahwa TUHAN itu adalah Allah mereka, yang telah menuntun nenek moyang mereka keluar dari tanah Mesir, dan memberikan tanah perjanjian kepada mereka, yang sekarang mereka miliki. Karena itu, mereka harus setia dan taat kepada Tuhan dan firman-Nya. Momentum ini dibuat, agar bangsa Israel yang telah menempati kota-kota mereka serta keturunannya, tidak meninggalkan TUHAN Allah mereka. Apa aplikasinya bagi kita? Ingatkan anak-cucu kita untuk takut akan Tuhan, bahkan bangunlah persekutuan keluarga, agar mereka selalu ingat, bahwa oleh kebaikan Tuhan sajalah, keluarga Anda menikmati berkat-Nya. (2) Mengingatkan mereka agar memperhatikan ibadah dan rumah TUHAN. Rumah TUHAN adalah tempat di mana mereka mendengar firman Tuhan dan menjalankan ibadah kepada-Nya. Karena itu, mereka harus memperhatikannya dengan baik. Sebagai wujud kasih kepada TUHAN, maka mereka memberikan persembahan dan kewajiban mereka ke dalam rumah Tuhan. Itulah alasan mereka berkata: “Kami tidak akan membiarkan rumah Allah kami!” (ay. 39). Demikian pula kita, perhatikanlah ibadah kita dan kebutuhan gereja Tuhan. Apa saja yang menjadi kebutuhannya, marilah kita mendukungnya sebagai rasa syukur kita atas segala berkat yang telah dilimpahkan-Nya! STUDI PRIBADI: (1) Mengapa pemimpin rohani bangsa Israel membuat perjanjian bagi bangsa Israel di hadapan Tuhan? (2) Apa komitmen yang mereka perbuat kepada Tuhan? Berdoalah bagi setiap jemaat agar mereka menaruh iman kepercayaan dan pengharapan mereka kepada Tuhan dengan berlaku setia dalam ibadah dan memperhatikan gereja Tuhan.
19 JUMAT
JUNI 2015
“Kutahirkan mereka dari segala sesuatu yang asing dan kutetapkan tugas-tugas untuk para imam dan orang-orang Lewi …” (Nehemia 13:30)
Bacaan hari ini: Nehemia 13:1-39 Bacaan setahun: Nehemia 12-13
SEMUA HARUS SESUAI FIRMAN TUHAN
D
alam menata kembali peribadatan bangsa Israel kepada TUHAN, dan pembacaan Kitab Musa, didapati bahwa orang Amon dan Moab tidak boleh masuk dalam jemaah TUHAN untuk selama-lamanya (ay. 1). Persoalannya adalah, sebelum perintah Tuhan itu diketahui dan diperdengarkan kepada bangsa Israel, Imam Elyasib telah melakukan persekongkolan dengan Tobia, orang Amon (ps. 4:3), dan memberikan ruangan dalam rumah Tuhan yang seharusnya ditempati oleh orang-orang Lewi (ay. 4-5). Maka berdasarkan firman Tuhan itu, Nehemia mengusir Tobia dan barang miliknya, keluar dari ruangan itu, dan memberikan ruangan itu kepada orang-orang Lewi yang melayani TUHAN dengan perkakasnya (ay. 8-9). Demikian pula, seorang keturunan imam besar Elyasib, diusir oleh Nehemia, karena ia menjadi menantu Sanbalat, orang Horoni, yang menghambat pembangunan Bait TUHAN (ps. 4). Dengan berbuat demikian, Nehemia menempatkan segala sesuatu yang berkaitan dengan jabatan imam, para Lewi dan peribadatan bangsa Israel, sesuai dengan firman Tuhan. Apa yang kita pelajari dari kisah ini? (1) Tanpa mengerti firman Tuhan dengan benar, kita akan mudah terperosok pada pola hidup dan ibadah yang salah. Sejak Kitab Musa dibacakan dan diteliti, barulah Nehemia tahu, bahwa mereka telah banyak melakukan kesalahan, terutama akibat dari sikap para pendahulu mereka yang kompromi kepada musuh. (2) Sebagai pemimpin rohani, kita harus berani merombak yang salah, untuk kembali pada firman Tuhan, seperti yang dilakukan oleh Nehemia dengan mengusir Tobia dan cucu imam besar yang berkomplot dengan Sanbalat. Ketika seorang pemimpin menegakkan kebenaran firman Tuhan, ia ada di pihak Tuhan. (3) Jangan kita bermain-main dengan pelayanan yang Tuhan sudah berikan kepada kita. Sejak Nehemia mendengar dan mengerti perintah Tuhan tentang penatalayanan, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan penatalayanan rumah TUHAN diatur kembali dan dilakukan sesuai perintah Tuhan. Semua pelayanan dilakukan dalam kekudusan (ay. 39). STUDI PRIBADI: (1) Bagaimana sikap Nehemia, ketika tahu bahwa pendahulunya (imam Elyasib) telah melakukan kesalahan? (2) Apa yang mendasari perbuatan dan sikapnya itu? Berdoalah bagi para pemimpin gereja, hamba Tuhan, Majelis, dan pengurus gereja, agar mereka dimampukan untuk melayani dengan sikap hati yang benar dan memberikan yang terbaik bagi Tuhan.
20
SABTU
JUNI 2015
“Maka Ester dikasihi oleh baginda … dan ia beroleh sayang … lebih dari pada semua anak dara lain, sehingga baginda … mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti.” (Ester 2:17)
Bacaan hari ini: Ester 1-2 Bacaan setahun: Ester 1-2
ALLAH TURUT BEKERJA WALAU TIDAK TERTULIS
K
itab Ester adalah salah satu kitab yang unik dalam Alkitab kita, karena tidak ada kata “Allah” atau “Tuhan” di dalamnya. Kisahnya pun pada awalnya nampak begitu luar biasa indah, di mana ada seorang anak yatim piatu bernama Ester, seorang Yahudi yang diangkat anak oleh Mordekhai, yang masih memiliki relasi keluarga dengannya. Mereka adalah orang asing, bahkan dapat dikatakan sebagai orang buangan kalau melihat sejarah pembuangan orang-orang Yahudi ke Babel. Tetapi anak yatim ini kemudian hidupnya berubah ketika terpilih untuk menjadi ratu kerajaan Persia. Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari kitab Ester ini. Pertama, tidak ada yang kebetulan di dalam kehidupan umat Tuhan. Pemilihan Ester sebagai ratu Persia bukanlah kebetulan semata. Ester 2:21-23 juga mencatat kisah Mordekhai menyelamatkan raja dari siasat pembunuhan para pegawainya, dan tentunya ini juga bukan sebuah kebetulan. Mengapa bisa demikian? Karena jika kita melanjutkan membaca kitab Ester, maka kita memahami ada rentetan peristiwa yang berlanjut, yang dimulai dari peristiwa yang luar biasa ini. Lalu jika bukan suatu kebetulan, apa yang sebenarnya terjadi? Maka yang kedua adalah, ada Tuhan di balik semuanya itu yang sedang bekerja. Kitab Ester menunjukkan bahwa di balik tidak tertulisnya kata “Tuhan” atau “Allah” di dalamnya, bukan berarti Dia sedang diam dan tidak turut bekerja dalam kehidupan umat-Nya. Di balik kejadian-kejadian yang nampaknya kebetulan dan natural (alamiah), bukan berarti Tuhan sedang tidak berkarya. Dia peduli dan berkarya untuk memelihara umat Yahudi. Dia memakai Ester dan Mordekhai untuk menggenapi rencana-Nya yang agung dan besar atas umat-Nya. Ketika kehidupan kita mengalami kesulitan dan tantangan, dan seakan Tuhan diam, tidak campur tangan di dalamnya, janganlah kita cepat-cepat menghakimi-Nya, bahwa Tuhan jahat dan tidak peduli pada kita. Mungkin saja dalam situasi seperti itu, Dia berkarya dengan luar biasa dan jauh melebihi apa yang bisa kita doakan dan pikirkan. STUDI PRIBADI: (1) Apa yang ingin diajarkan pada kita melalui tidak tertulisnya kata Tuhan atau Allah dalam kitab Ester? (2) Apakah Anda yakin, jika Allah diam, Ia tetap berkarya? Berdoalah bagi jemaat Tuhan yang sedang dalam pergumulan hidup, agar imannya dikuatkan dan diberikan kepekaan rohani untuk melihat campur tangan Tuhan dalam kehidupannya.
21
MINGGU
JUNI 2015
“... Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu.” (Ester 4:14)
Bacaan hari ini: Ester 4:1-17 Bacaan setahun: Ester 3-5
APA RENCANA TUHAN UNTUK SAYA?
B
angsa Yahudi dalam bahaya besar! Haman, pembesar kerajaan Persia, yang marah telah berhasil membujuk Raja Ahasyweros untuk mengeluarkan perintah memusnahkan semua orang Yahudi di seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Persia, pada waktu yang telah ditetapkan. Itikad Haman ini disebabkan karena ketidakmauan Mordekhai untuk menyembah dia (ps. 3). Satu masalah yang melibatkan satu orang, tetapi akibatnya adalah untuk satu bangsa. Dalam keadaan kritis seperti ini, Ester sebagai ratu Persia adalah yang dapat menolong mereka. Dengan kedudukannya, Ester dapat bertemu raja dan memintanya untuk memikirkan ulang keputusan tersebut (ay. 5-9). Inilah yang dipikirkan oleh Mordekhai dan dimintakan kepada Ester. Tetapi Ester menolak permintaan Mordekhai karena alasan keselamatan dirinya; siapa pun dia, termasuk ratu sekalipun, tidak bisa seenaknya datang dan menemui sang raja, dan taruhannya adalah nyawanya sendiri (ay. 11). Mordekhai kemudian mengingatkan Ester bahwa Tuhan pasti mempunyai rencana dengan posisi Ester sekarang. Dan mungkin saat seperti itu adalah waktunya. Kalaupun Ester tidak mau, Tuhan sanggup menolong umat-Nya tanpa Ester, malahan tidak mustahil Ester sendiri yang akan terkena bahaya (ay. 13-14). Sebuah situasi yang nyaman dan aman bagi anak-anak Tuhan bukan dimaksudkan agar kita hidup enak dan tidak lagi memikirkan apa yang Tuhan kehendaki melalui semuanya ini. Tuhan kita adalah Tuhan yang mempunyai rencana atas kehidupan kita. Dia menempatkan kita dalam situasi yang bermacam-macam untuk mewujudkan rencana-Nya melalui kita. Masalahnya adalah, apakah kita peka terhadap-Nya, atau kita menjadi terlena di dalam kenyamanan kita? Apa yang dapat kita lakukan dengan kemampuan dan kelebihan kita? Apa yang dapat kita lakukan dengan berkat materi yang Tuhan karuniakan kepada kita? Kita diselamatkan oleh Tuhan bukan untuk menikmati hidup ini saja, tetapi juga untuk mewujudkan rencana-Nya atas kehidupan kita. Bagaimana dengan Anda? STUDI PRIBADI: (1) Apa maksud perkataan Mordekhai, “Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu”? (2) Apa artinya bagi Anda? Berdoa bagi jemaat Tuhan, agar mereka makin bertumbuh dalam iman dan kerohanian, sehingga Jemaat makin peka dan mengerti akan rencana Tuhan dalam hidup mereka.
22
SENIN
JUNI 2015
“Pada malam itu juga raja tidak dapat tidur. Maka bertitahlah baginda membawa kitab pencatatan sejarah, lalu dibacakan di hadapan raja.” (Ester 6:1)
Bacaan hari ini: Ester 6:1-11 Bacaan setahun: Ester 6-8
KETIKA RAJA TIDAK BISA TIDUR
K
etika membicarakan kitab Ester pada renungan dua hari lalu (Ester 1-2), kita telah belajar bahwa tidak ada yang kebetulan dalam hidup umat Tuhan. Ester diangkat menjadi ratu untuk dipakai oleh Tuhan menyelamatkan umat-Nya dari pemusnahan. Mordekhai pun pernah menyelamatkan Raja Ahasyweros dari rencana pembunuhan (Ester 2:2123), tapi kemudian jasanya ini dilupakan dan tidak ada penghormatan atau hadiah yang diberikan padanya. Namun pada suatu malam, lama setelah kejadian itu berlalu, raja tidak bisa tidur dan meminta untuk dibacakan kitab catatan sejarah. Tersebutlah nama Mordekhai sebagai seorang yang telah menyelamatkan raja. Maka raja kemudian berkehendak untuk memberikan penghormatan yang pantas bagi orang yang telah menyelamatkan dirinya dari kematian. Ironisnya, justru Haman yang ingin merendahkan Mordekhai dengan membunuhnya, adalah orang yang diminta raja untuk meninggikan Mordekhai. Beberapa ahli Alkitab percaya bahwa peristiwa ini adalah titik balik dari kitab Ester, di mana rencana untuk menghancurkan umat Yahudi justru berbalik kepada para musuhnya, seperti ditunjukkan melalui Haman yang meninggikan Mordekhai. Tuhan yang memegang sejarah dan berdaulat, ada di balik semua ini. Tidak ada yang kebetulan, dan kitab Ester pasal 6 telah menunjukkannya. Sesuatu yang dianggap kelalaian manusia, yaitu raja yang tidak memberi hadiah kepada Mordekhai pada waktu dia diselamatkan, ternyata bukanlah kelalaian di mata Tuhan. Waktu dan saat Tuhan adalah tepat dan ada di luar pemikiran manusia. Kita mengingat peristiwa yang sama yang menimpa Yusuf ketika dia dipenjara dan menafsirkan mimpi juru minum Raja Firaun. Ketika juru minum keluar penjara, dicatat bahwa juru minum itu melupakan Yusuf. Tetapi 2 tahun kemudian, ketika Firaun bermimpi dan tidak ada yang dapat menafsirkannya, barulah kemudian Yusuf diingat oleh juru minum raja (Kej. 40:20-41:9). Kelalaian juru minum raja bukanlah kelalaian Tuhan, karena Tuhan mempunyai waktu dan saat yang tepat bagi anak-anak-Nya. STUDI PRIBADI: (1) Bagaimana kehidupan Mordekhai menunjukkan bahwa tidak ada yang kebetulan dalam kehidupan umat Tuhan? (2) Bagaimana pengaturan Tuhan itu? Berdoa bagi jemaat Tuhan, agar mereka tidak tawar hati ketika direndahkan dan dilupakan dalam melayani, tetapi selalu mengingat bahwa Tuhan tidak lalai dalam menolong dan memperhatikan mereka.
23
SELASA
JUNI 2015
“Segala perbuatannya yang hebat serta gagah dan pemberitaan yang seksama tentang kebesaran yang dikaruniakan raja kepada Mordekhai… semuanya itu tertulis di dalam kitab sejarah…” (Ester 10:2)
Bacaan hari ini: Ester 10:1-3 Bacaan setahun: Ester 9-10
KETELADANAN MORDEKHAI
D
alam era global seperti sekarang ini, menjadi seorang pemimpin yang berdampak bukanlah sesuatu yang mudah. Umumnya banyak para pemimpin tersandung dalam perselisihan yang kotor dan licik, demi untuk memenangkan sebuah keuntungan bagi dirinya sendiri. Penjajahan terhadap bangsa Yahudi juga telah menimbulkan sebuah “perselisihan” antara Mordekhai dan Haman bin Hamedata, orang Agag. Namun perselisihan ini terselesaikan dengan baik oleh Mordekhai dan Ratu Esther. Sinergi antara keduanya telah menghasilkan kemenangan dan memberi kehidupan bagi bangsa Yahudi pada waktu itu. Di akhir kitab Ester, dituliskan tentang Mordekhai yang “menjadi orang kedua di bawah Raja Ahasyweros dan ia dihormati dan disukai banyak sanak saudaranya” (ay. 3) Seluruh kebahagiaan itu menjadi bagian kehidupan Mordekhai, karena dia telah: (1) Mengikhtiarkan yang baik bagi bangsanya, meskipun pada awalnya Mordekhai hanyalah seorang pengasuh dan ayah angkat dari ratu Ester. Namun demikian, Mordekhai tidak akan tinggal diam saat dirinya mendengar rencana yang mematikan yang direncanakan Haman dan teman-temannya. Mordekhai mulai mengajak ratu Esther dan bangsa Yahudi untuk berpuasa dan berdoa untuk sesuatu yang baik bagi bangsanya yang sedang terancam. (2) Demi keselamatan orang sebangsanya, Mordekhai rela mengambil resiko yang akan dihadapinya, yaitu ancaman terhadap keselamatan jiwanya. Hukuman mati sebenarnya telah menanti Mordekhai pada waktu ia berbicara tentang keselamatan bangsanya. Namun, Mordekhai tidak berhenti, tetapi terus berbicara sampai kebenaran itu didengar oleh Raja Ahasyweros. Hari ini, dalam setiap kondisi apa pun dalam seluruh aspek kehidupan kita, apa kita telah mencoba membangun sikap seperti Mordekhai, yaitu sikap yang selalu mengikhtiarkan yang baik dan berbicara dengan teguh akan kebenaran. Kiranya sikap Mordekhai ini boleh menjadi bagian dalam kehidupan kita, khususnya di tengah zaman yang penuh persaingan dan perselisihan yang banyak ditemui di mana saja. STUDI PRIBADI: (1) Bagaimanakah sikap Mordekhai jika dibandingkan dengan Haman? (2) Apa yang dapat Anda pelajari dari kisah kehidupan Mordekhai? Berdoalah bagi para pemimpin bangsa kita, agar mereka melakukan tugas mereka dengan benar dan demi kesejahteraan rakyat bangsa Indonesia ini, sehingga Indonesia menjadi lebih maju.
24
RABU
JUNI 2015
“Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” (Ayub 1:1)
Bacaan hari ini: Ayub 1:1, 8 Bacaan setahun: Ayub 1-2
AYUB: PRIBADI YANG DISUKAI ALLAH
A
da peribahasa mengatakan “tidak kenal maka tidak sayang.” Namun pada kenyataannya adalah, semakin kita mengenal seseorang, kita cenderung mendapati bahwa orang tersebut lebih baik tidak kita kenal (sangat menyebalkan, tidak sesuai dengan perkiraan kita). Penulisan kitab Ayub dimaksudkan untuk menyajikan kepada para pembacanya supaya memiliki ketekunan untuk mengikut Allah yang setia dan yang tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Karena itu, penulis kitab Ayub menyajikan sebuah pola kehidupan yang sangat disukai oleh Allah (Ayb. 1:1, 8) yaitu: (1) saleh dan jujur. Kesalehan dan kejujuran tidak dapat dipisahkan, keduanya merupakan perilaku yang sangat disukai oleh Allah. Seorang yang saleh, pastilah dibangun dari sebuah kejujuran, demikian juga sebaliknya. Kesalehan itu terlihat pada saat Ayub menghadapi segala pencobaan dan penderitaannya, tetapi dirinya tidak mau mengutuki Allah yang telah memberi dan mengambil segala sesuatu, yang pernah dia miliki. (2) Takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Pola ini juga merupakan sebuah sikap hidup yang tidak dipisahkan satu dengan yang lainnya. Takut akan Tuhan merupakan sikap hormat kita kepada Tuhan Allah sebagai Tuan atas hidup kita. Sedangkan sikap menjauhi kejahatan adalah sebuah kerinduan yang selalu akan muncul dalam hidup kita, saat kita memiliki hati yang takut akan Tuhan. Menjauhi kejahatan itu berarti menyenangkan hati Tuhan. Karena itu, Ayub selalu memanggil anak-anaknya setelah semua pesta yang dilakukan anak-anaknya dan menguduskan mereka dengan korban bakaran, sebab mungkin anak-anaknya telah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah dalam hati mereka. Hari ini, pergumulan berat apakah yang sedang kita hadapi? Marilah kita menghadapinya seperti Ayub menghadapi segala penderitaannya. Kiranya kita menghadapi pergumulan kita dengan “dua keping koin logam” yaitu sikap saleh dan jujur, serta takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan pasti menyatakan kehendak-Nya kepada setiap kita yang mengasihi diri Nya. Tuhan memberkati. STUDI PRIBADI: (1) Menurut Anda, apakah Ayub gambaran seseorang yang ideal sebagai orang yang takut akan Allah? (2) Sikap apa yang Ayub tunjukkan secara konsisten? Berdoa bagi jemaat Tuhan agar mereka hidup saleh dan takut akan Tuhan, sehingga setiap pemikiran dan keputusan yang mereka ambil adalah sesuai dengan firman Tuhan.
25
KAMIS
JUNI 2015
“Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, Atau binasa waktu aku keluar dari kandungan?” (Ayub 3:11)
Bacaan hari ini: Ayub 3:1-26 Bacaan setahun: Ayub 3-4
KUAT DALAM PENDERITAAN
s
etiap manusia pasti mempunyai persoalan, penderitaan, kesulitan dalam hidupnya, dan Tuhan mengizinkan semua itu terjadi untuk menguji keteguhan iman kita pada-Nya. Terkadang ketika semua itu menimpa, kita cepat mengeluh dan bertanya, “Tuhan, mengapa persoalan ini harus menimpa aku?” Konsentrasi kita lebih banyak terpusat pada persoalan, sehingga yang terjadi adalah mengeluh, marah, protes, atau bahkan mengutuki Tuhan. Kita lupa akan kebaikan, pertolongan, penyertaan dan berkat-berkat Tuhan yang telah kita terima. Penderitaan pun dialami oleh seorang yang saleh, jujur, dan takut akan Tuhan, yaitu Ayub. Tuhan mengizinkan Ayub mengalami penderitaan yang begitu hebat di dalam hidupnya, dan Tuhan tahu bahwa Ayub pasti akan bisa melewati penderitaan tersebut. Hanya saja sebagai manusia, Ayub begitu amat tertekan dan sulit sekali menerima penderitaan ini, sehingga ia mengeluh dan mengutuki hari di mana ia dilahirkan. Ia berkata, “Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan? Mengapa pangkuan menerima aku; mengapa ada buah dada, sehingga aku dapat menyusu?” Ayub merasa lebih baik mati, sehingga ia tidak perlu mengalami penderitaan yang begitu hebat ini. Ayub memang tidak mengutuk Tuhan, tetapi ia mengutuk malam ketika ia mulai berada dalam kandungan dan hari kelahirannya. Nabi Yeremia melakukan hal yang sama pada suatu hari yang suram (Yer. 20:14-18). Memang penderitaan yang Ayub alami begitu berat, namun Tuhan tahu bahwa Ayub sanggup melewati semua itu, karena semuanya itu tidak akan melebihi kapasitas kekuatannya. Demikian juga dengan kita. Mungkin ada persoalan dan penderitaan yang kita alami saat ini, tapi janganlah kita mengutuki hari kelahiran kita, karena itu artinya kita memberontak terhadap rencana Tuhan dalam hidup kita, dan itu adalah dosa. Biarlah kita percaya bahwa jika Tuhan izinkan persoalan terjadi dalam kehidupan kita, itu tidak akan melebihi kekuatan kita (1Kor. 10:13). Percayalah kepada-Nya! STUDI PRIBADI: (1) Persoalan terberat apakah yang Ayub sedang alami? Bagaimana sikap Ayub ketika menghadapi penderitaan itu? (2) Apa yang dapat kita pelajari dari kisahnya? Berdoalah bagi jemaat yang sedang menghadapi kesulitan dalam hidup, pekerjaan, maupun keluarganya, agar mereka tetap setia dan percaya pada kasih karunia Tuhan.
26
JUMAT
JUNI 2015
“Apakah ada kecurangan pada lidahku? Apakah langit-langitku tidak dapat membeda-bedakan bencana?” (Ayub 6:30)
Bacaan hari ini: Ayub 6:1-30 Bacaan setahun: Ayub 5-7
SALAH SANGKA
P
ada umumnya, ketika seseorang mengalami sebuah kejadian yang drastis, akan membawa pertanyaan. Misalnya, seorang kaya yang mendadak bangkrut dalam waktu singkat, atau seorang yang sehat mendadak menderita penyakit serius. Kejadian ini sering membuat orang menebak apa yang terjadi dalam kehidupannya. Ayub adalah salah satu contoh dari orang di atas. Ayub, serang yang kaya raya mendadak menjadi miskin, anak-anaknya semuanya mati, dan mendapatkan penyakit pada dirinya. Semuanya terjadi dalam waktu yang singkat. Kejadian ini menyebabkan sahabat-sahabatnya bertanya-tanya, apa yang mungkin terjadi dalam kehidupan Ayub. Aneh rasanya dalam waktu yang singkat, kehidupan berbalik begitu rupa menjadi buruk, apalagi Ayub adalah orang mengasihi Tuhan. Salah satu sahabat Ayub, Elifas, menegur Ayub (psl. 4-5), berpendapat bahwa kejadian yang Ayub alami disebabkan oleh dosa-dosa yang dirinya lakukan. Tidak mungkin orang yang baik mendapat kecelakaan seperti itu. Oleh sebab itu, Elifas (4:7) menuduh Ayub, pasti melakukan kejahatan yang tidak diketahui sahabat-sahabatnya. Elifas berpikir bahwa orang baik pasti selalu dilindungi Tuhan, diberkati Tuhan; sebaliknya, orang yang malang hidupnya, ialah orang yang tidak taat kepada Tuhan. Kesalahan pemikiran ini juga pernah dimiliki oleh murid-murid Tuhan Yesus ketika melihat seorang yang buta sejak lahir (Yoh. 9:2); mereka berpikir bahwa orang yang malang, adalah akibat dosa mereka atau dosa nenek moyang mereka. Namun sebenarnya tidaklah demikian. Ayub membela dirinya dengan mengatakan bahwa dirinya tidak melalaikan hukum Tuhan dan tidak melakukan kejahatan (ay. 14, 24, 30). Ayub tidak tahu alasanTuhan mengizinkan hal ini terjadi, namun yang pasti kejadian ini bukan karena kesalahan yang dia perbuat. Seringkali kita pun sering salah menyangka bahwa orang yang malang adalah akibat dari dosa mereka. Tidaklah selalu demikian! Alkitab mengatakan bahwa hal yang malang diizinkan terjadi untuk menunjukkan pekerjaan Allah di dalam diri orang tersebut. STUDI PRIBADI: (1) Apakah semua peristiwa buruk yang menimpa kita terjadi karena dosa kita? (2) Mari merenungkan pekerjaan Tuhan apakah yang ingin dinyatakan di dalam kita! Berdoalah untuk orang-orang Kristen agar mereka tidak salah menyangka bahwa orang-orang yang malang adalah akibat dari perbuatan dosa mereka. Sebaliknya, mereka rela berdoa untuk mereka yang dalam kemalangan.
27
SABTU
JUNI 2015
“Aku telah bosan hidup, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku.” (Ayub 10:1)
Bacaan hari ini: Ayub 10:1-17 Bacaan setahun: Ayub 8-10
MENGAPA TUHAN?
M
engapa hal-hal buruk terjadi pada orang-orang baik? Bukankah seharusnya orang-orang yang jahat mendapatkan ganjarannya, sementara orang-orang yang mencintai Tuhan mendapat kasih dan kemurahan Tuhan yang melimpah di dalam kehidupannya. Inilah pertanyaan yang sama, yang diajukan Ayub kepada Tuhan. Ia membela dirinya yang tidak bersalah di hadapan Tuhan (ay. 7). Tuhan mengetahui hal ini, dan memang Ayub tidak bersalah. Dalam kebingungannya, Ayub menyerahkan segala “uneg-unegnya” kepada Tuhan. Ia tidak mengkomplain Tuhan, melainkan bertanya dan berserah kepada-Nya. Ia meminta Tuhan menjelaskan mengapa Tuhan melakukan ini kepadanya. Yang menarik dari perikop ini adalah, di tengah-tengah persoalan yang Ayub alami yang tidak kunjung selesai, ia tidak mendapatkan jawaban dari Tuhan mengapa Tuhan mengizinkan ini terjadi. Kendati demikian, Ayub menyadari bahwa itu sepenuhnya adalah hak Tuhan semata. Dalam ayat 811, Ayub tahu hidupnya dan segala yang ada padanya, sepenuhnya adalah milik Tuhan dan terserah Tuhan, hendak berbuat apa kepadanya. Bahkan, kasih setia dan hidup ini, adalah milik Tuhan (ay. 12). Ia mengakui bahwa segala sesuatu ada di dalam tangan Tuhan yang berdaulat. Segala sesuatu terjadi karena Tuhan. Kedaulatan Tuhan menjadi salah satu tema dalam perikop ini. Jadi kesimpulannya, Ayub tidak keberatan dia mengalami semua penderitaannya, karena ini adalah kedaulatan Allah. Hanya, Ayub bertanya jika Tuhan mengizinkan dia untuk mengetahui mengapa segala sesuatu terjadi demikian. Pengalaman yang Ayub dapatkan, mungkin saja sedang kita alami. Seringkali hal-hal buruk terjadi pada orang-orang baik, tanpa kita tahu alasannya. Namun yang pasti, semuanya terjadi atas kedaulatan Tuhan. Jika Tuhan berkuasa atas segala sesuatu, maka Ia pasti merancangkan yang terbaik untuk anak-Nya. Kita boleh bertanya mengapa Tuhan, asal kita tidak meninggalkan Dia, dan mengakui kedaulatan-Nya sebagai Allah, dan kita adalah ciptaan. STUDI PRIBADI: (1) Apa yang dimaksud dengan Allah berdaulat atas kehidupan kita? (2) Dalam hal apakah kita harus tunduk kepada-Nya sepenuhnya? Berdoa untuk saudara-saudara kita yang teraniaya, agar mereka dikuatkan dalam iman dan diberi keteguhan hati dalam menghadapi setiap pencobaan, sehingga boleh tetap berada dalam tangan kasih-Nya.
28
MINGGU
JUNI 2015
“Karena Ia mengenal penipu dan melihat kejahatan tanpa mengamat-amatinya.” (Ayub 11:11)
Bacaan hari ini: Ayub 11:1-20 Bacaan setahun: Ayub 11-13
KEMAHATAHUAN ALLAH
A
llah memiliki beberapa sifat unik, seperti Mahakuasa (omnipotence), Mahatahu (omniscience), dan Mahahadir (omnipresence). Salah satu dari sifat yang dibahas di Kitab Ayub 11:11, ialah kemahatahuan Allah. “Mahatahu” artinya tidak ada yang tersembunyi atau terselubung, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia, terbuka di hadapan-Nya. Apa yang dapat kita pelajari dari kemahatahuan Allah? (1) Gentar jika melakukan dosa. Zofar berkata: “Karena Ia mengenal penipu dan melihat kejahatan tanpa mengamat-amatinya” (ay. 11). Allah pun mengenal penipu dan segala perbuatannya yang terselubung. Seharusnya kita merasa gentar dan malu kepada Allah jika kita melakukan dosa. Mungkin orang lain tidak tahu apa yang kita perbuat, atau mungkin orang lain lebih mengenal kita sebagai warga negara yang baik. Namun percayalah bahwa ketika semua orang di sekeliling kita tidak mengetahui apa yang kita perbuat, Allah di sorga memandang ke bawah melihat setiap perbuatan anak-anak manusia, dan tak ada satu perkara pun, yang dapat kita sembunyikan dari-Nya. Seorang tokoh Kristen yang bernama Tozer berkata: “bahwa Allah benar-benar mengenal setiap pribadi dapat menjadi penyebab kegentaran yang mencekam bagi orang yang menyembunyikan sesuatu dosa yang belum ditinggalkan, kejahatan yang tersembunyi yang dilakukan terhadap manusia atau Allah.” Pertanyaan refleksi bagi kita adalah, sudahkah kita gentar kepada Allah ketika kita melakukan dosa di hadapan-Nya? (2) Dikuatkan di dalam kesulitan-kesulitan. Ayub pernah berkata: “Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas” (Ayb. 23:10). Dari pengalaman hidup Ayub, kita tahu bahwa kita tidak perlu mencemaskan atau mengkuatirkan setiap persoalan hidup yang kita alami, karena Ia mengetahui apa yang menjadi pergumulan, dan kebutuhan kita sekalipun. Sudahkan pergumulan hidup yang kita alami, kita serahkan kepada Allah yang Mahatahu? Sebab itu, janganlah takut dan gentar, tetapi percayalah kepada-Nya! STUDI PRIBADI: (1) Apa yang dimaksud dengan “Allah itu Mahatahu”? (2) Apa konsekuensi dan implikasinya bagi kita, jika Allah itu Mahatahu? Berdoalah bagi setiap jemaat agar mereka hidup benar di hadapan Allah dan tidak kuatir dalam menghadapi kesulitan hidup, karena Allah itu Mahatahu dan mengerti setiap pergumulan mereka.
29
SENIN
JUNI 2015
“Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis, supaya Ia memutuskan perkara antara manusia dengan Allah, dan antara manusia dengan sesamanya.” (Ayub 16:20-21)
Bacaan hari ini: 2 Tawarikh 7:11-22 Bacaan setahun: 2 Tawarikh 7-9
TETAP SETIA DAN BERHARAP KEPADA ALLAH
K
etika seseorang bersahabat dengan Anda, maka caranya berbicara dengan Anda akan berbeda. Anda akan merasa aman dan nyaman bersamanya. Itulah yang seharusnya dilakukan oleh para sahabat Ayub, saat Ayub mengalami kesusahan dan penderitaan. Namun sayang, justru kehadiran mereka membuat Ayub merasa tidak aman dan nyaman. Tak ada penghiburan (ay. 1-8). Itulah yang dirasakan Ayub ketika para sahabatnya datang kepadanya. Bagi Ayub, ketiga sahabatnya ini benarbenar “penghibur-penghibur yang menyedihkan” karena kehadiran mereka hanya menambah rasa sakit. Karena kata-kata mereka bukan memberi kesejukan hati, tetapi sebaliknya telah membuat Ayub merasa tidak aman dan nyaman. Ayub pun meresponi para sahabatnya dengan kata-kata yang cukup keras: “Hal seperti itu telah acap kali kudengar. Penghibur sialan kamu semua!” (ay. 2). Kata-kata mereka melelahkannya dan membuatnya mengerut, seperti ketika angin gurun bertiup. Jika keadaan itu dibalik, Ayub akan mengatakan kata-kata kekuatan dan membantu mereka di dalam penderitaan mereka (ay. 4). Selain itu, Ayub pun merasa bahwa tidak ada pembelaan bagi dirinya (ay. 9-22). Mengapa? Karena Ayub menyadari bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya sesungguhnya datangnya dari Allah. Semuanya itu adalah apa yang Allah lakukan kepadanya. Allah adalah lawan terhadap siapa Ayub tidak dapat membela dirinya. Bahkan, Allah pun mengijinkan orangorang di dalam hidup Ayub untuk mengangakan mulut melawannya, untuk menghujaninya dengan anak panah, dan mencemoohkannya. Walaupun demikian Ayub tidak menjauhi—,apalagi mengutuki Allah. Sebagaimana pernah dikatakan oleh istrinya: “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” (ps. 2:9). Justru dalam kondisi yang demikian ia mengarahkan matanya kepada Allah. Ayub berkata, “Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis” (ay. 20). Bagaimana dengan Anda? STUDI PRIBADI: (1) Mengapa Tuhan mengijinkan Ayub untuk mengalami kesusahan dan penderitaan secara lahir maupun batin? (2) Bagimana respon Ayub terhadap Allah? Marilah kita berdoa agar orang-orang percaya boleh tetap setia dan tetap berharap hanya kepada Allah di tengah-tengah kesusahan dan penderitaan yang mereka alami.
30
SELASA
JUNI 2015
“Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu.” (Ayub 19:25)
Bacaan hari ini: Ayub 17-19 Bacaan setahun: Ayub 17-19
MENYIKAPI KETIDAKADILAN
B
agaimanakah perasaan Anda jika diperlakukan tidak adil oleh orangorang terdekat Anda? Tidak mengenakkan dan bahkan menyakitkan sekali, bukan? Demikialah juga dengan Ayub. Saat Ayub mengalami kesusahan dan penderitaan, baik secara lahir dan batin, sahabat-sahabat Ayub datang untuk menghiburnya. Namun sayang sekali, para sahabatnya memperlakukannya dengan sangat tidak adil. Penghiburan yang mereka berikan, bukanlah penghiburan bagi Ayub. Kata-kata mereka begitu keras, tajam menikam perasaannya. Perkataan mereka cenderung memojokkan dan bahkan menyalahkan Ayub. Perkataan mereka telah menyiksanya, mematahkannya dan mencelanya, sehingga kata-kata mereka bukannya membuat keadaan menjadi semakin membaik, tetapi membuat keadaan menjadi semakin bertambah buruk adanya (ps. 19:1-2). Terlebih dari itu, Ayub juga mengalami perlakuan yang tidak adil dari keluarga serta teman-temannya (ps.19:13-22). Orang-orang terdekatnya, yang diharapkan dapat menguatkan serta menghiburnya, justru berada paling jauh darinya; juga orang-orang yang seharusnya menunjukkan hormat kepadanya, mencemoohkannya. Boleh jadi, Ayub adalah orang yang kesepian, yang berteriak memohon belas kasihan, tetapi tak seorang pun menjawabnya. Walaupun demikian, Ayub tidak kecewa, apalagi menyalahkan atau mengutuki Tuhan atas apa yang terjadi pada dirinya. Ayub tetap percaya dan berharap kepada Tuhan! Dengan iman Ayub berkata, “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain” (ps. 19:25-27). Kita telah melihat hidup Ayub. Jika demikian, bagaimana dengan kita? Marilah kita belajar dari Ayub untuk tidak mudah kecewa, apalagi menyalahkan Tuhan atas ketidakadilan yang kita alami. Biarlah kita tetap mau menaruh percaya kepada Tuhan, Penebus kita yang hidup itu (Yoh. 11:25-26; 1 Kor. 15:50-58). STUDI PRIBADI: (1) Bagaimana Ayub menyikapi ketidakadilan yang ia alami dalam hidup? (2) Apabila Anda mengalamai hal yang sama dengan Ayub, bagaimana pula sikap Anda? Marilah kita berdoa agar kita sebagai orang percaya tidak mudah kecewa dan menyalahkan Tuhan atas apa yang kita alami, tetapi kita belajar untuk tetap percaya dan berharap kepada Tuhan, Penebus kita yang hidup.
Catatan...
“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” (Galatia 6:7)