LAPORAN PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL/ KOMPLEMENTER PADA KELUARGA DENGAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (DATA RISKESDAS 2013)
Ketua Anggota
Diajukan oleh : : Ns. Arie Kusumaningrum., M. Kep., Sp.Kep.An : 1. Ns. Hikayati., M.Kep : 2. Ns. Vivop Marti Lengga, S.Kep
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA GEDUNG CHEREC Jl. PALEMBANG PRABUMULIH KM 32 INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERAN SELATAN 2014
1
SUSUNAN PENELITI
Ketua Anggota Adiministrasi Pengolah Data
: Ns. Arie Kusumaningrum., M. Kep., Sp.Kep.An : 1. Ns. Hikayati., M.Kep : 2. Ns. Vivop Marti Lengga, S.Kep : Ns. Inaayatika., S.Kep : Ns. Merza Putri Romadonia., S.Kep
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan laporan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional/ Komplementer Pada Keluarga Dengan Penyakit Tidak Menular (Data Riskesdas 2013).” Dalam penyusunan laporan penelitian ini peneliti mendapat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak baik itu sacara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini tim peneliti mengucapakan terima kasih kepada : 1. 2. 3. 4.
Kementrian Kesehatan Tim Analisis Lanjut Penelitian RI. Ns Hikayati., S.Kep., M.Kep selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Petugas Administrasi Litbangkes Kemenkes Republik Indonesia. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan dan terselenggaranya penelitian ini, yang tanpa mengurangi rasa hormat tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Akhirnya, semoga bantuan yang telah diberikan kepada tim peneliti, mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk peningkatan kesehatan keluarga yang menderita penyakit tidak menular.
Indralaya , Desember 2014
Tim Peneliti
3
RINGKASAN EKSEKUTIF Arie Kusumaningrum, Hikayati., Vivop Marti Lengga Penyakit Tidak Menular (PTM) atau Non Communicable Desease (NCDs) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia, hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi dari penyakit menular ke NCDs yang secara global meningkat. Terdapat beberapa kecenderungan dari masyarakat dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada pasien NCDS salah satunya adalah melakukan pengobatan tradisional dengan cara herbal dan/atau komplementer. Berdasarakan data SUSENAS bahwa terdapat 40% penduduk Indonesia menggunakan pengobatan tradisional termasuk didalamnya pengobatan kompementer – alternative. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pengobatan tradisional dan komplementer pada keluarga dengan NCDs di Indonesia menggunakan data RISKESDAS tahun 2013. Tujuan Khusus adalah untuk Mengetahui distribusi frekwensi kasus NCDs (Hipertensi, Jantung, Diabetes Melitus dan Stroke ) pada keluarga. Mengetahui hubungan karakteristik sosiodemografi keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer, dan untuk mengetahui hubungan ketersediaan fasilitas kesehatan dan jarak fasilitas kesehatan oleh keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi yaitu data RISKESDAS2013. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang beranggotakan pasien NCDS yang ada di Indonesia. Sampel yang dimaksud yaitu rumah tangga yang mempunyai anggota pasien NCDS. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti. Kriteria inklusi yaitu : Rumah tangga mempunyai 1 atau lebih anggota keluarga penderita NCDS.Analisis Dan Penyajian Data Analisis univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah Uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan (α) sebesar 5%. Análisis bivariat ini akan dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer untuk statistik. dengan uji chi square yaitu menyimpulkan ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang menderita diabetes mellitus sebanyak 12717 (1.8%). Jumlah responden yang menderita hipertensi sebanyak 70359 (9.7%) Jumlah responden yang menderita penyakit jantung sebanyak 4067 (0,6%). Jumlah responden yang menderita stroke sebanyak 5887 (0,8%). Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik sosiodemografi (umur <39 tahun, pendidikan tinggi, dan tempat tinggal di kota) keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan fasilitas kesehatan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Terdapat hubungan antara jarak pelayanan kesehatan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional adalah umur, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal dan ketersediaan fasilitas kesehatan.
4
ABSTRAK
Arie Kusumaningrum, Hikayati., Vivop Marti Lengga
Penyakit Tidak Menular (PTM)/Non Communicable Desease (NCDs) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar. Terdapat beberapa kecenderungan dari masyarakat dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada pasien NCDS salah satunya adalah melakukan pengobatan tradisional dengan cara herbal dan/atau komplementer. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pengobatan tradisional dan komplementer pada keluarga dengan NCDs di Indonesia menggunakan data RISKESDAS tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi yaitu data RISKESDAS2013. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang beranggotakan pasien NCDS yang ada di Indonesia. Sampel penelitian yaitu rumah tangga yang mempunyai anggota pasien NCDS.. Kriteria inklusi yaitu: Rumah tangga mempunyai 1 atau lebih anggota keluarga penderita NCDS. Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah Uji ChiSquare dengan derajat kemaknaan (α) sebesar 5%. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang menderita diabetes mellitus sebanyak 12717 (1.8%). Jumlah responden yang menderita hipertensi sebanyak 70359 (9.7%) Jumlah responden yang menderita penyakit jantung sebanyak 4067 (0,6%). Jumlah responden yang menderita stroke sebanyak 5887 (0,8%). Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik sosiodemografi (umur <39 tahun, pendidikan tinggi, dan tempat tinggal di kota) keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan fasilitas kesehatan, jarak pelayanan kesehatan, umur, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal dan ketersediaan fasilitas kesehatan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Kata kunci: komplementer, terapi tradisional, pelayanan kesehatan, sosiodemografi, NCDs, penyakit tidak menular.
5
DAFTAR ISI
Halaman SUSUNAN PENELITI ................................................................................................ 2 KATA PENGANTAR ................................................................................................. 3 RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................... 4 ABSTRAK ................................................................................................................... 5 DAFTAR ISI................................................................................................................ 6 DAFTAR TABEL ........................................................................................................ 8 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 9 I.1 Latar Belakang .................................................................................................... 9 I.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 12 1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 14 2.1 Non Communicable Desease (NCDs)............................................................ 14 2.2 Pelayanan kesehatan tradisional/komplementer ............................................ 16 BAB III KERANGKA KONSEP .............................................................................. 20 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................... 20 3.2 Definisi operasional......................................................................................... 21 BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 23 4.1. Desain Penelitian ........................................................................................... 23 4.2. Populasi Dan Sampel Penelitian .................................................................... 23 4.3. Jenis, Cara Dan Alat Pengumpulan Data ....................................................... 24 4.4. Pengolahan Data ............................................................................................ 24 BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................. 28 V.1 Distribusi Frekuensi Kasus NCDs (Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, dan Stroke)....................................................................................... 28 V.2 Hubungan Karakteristik Sosiodemografi Keluarga yang Mempunyai Anggota dengan NCDs terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional/ Komplementer................................................................................................ 29 a. Hubungan umur keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ............................................................................ 29
6
b. Hubungan pendidikan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ............................................................................ 30 c. Hubungan daerah (kota/desa) keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ........................................................... 31 V.3 Hubungan ketersediaan fasilitas kesehatan umum dan jarak fasilitas kesehatan oleh keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer. .......................................... 32 a. Hubungan ketersediaan pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer .......................................... 32 b. Hubungan jarak ke pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer .......................................... 33 BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 34 VI.1 Kasus NCDs (Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, dan Stroke) 34 VI.2 Hubungan Karakteristik Sosiodemografi Keluarga yang Mempunyai Anggota dengan NCDs terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional/ Komplementer................................................................................................ 35 a. Hubungan umur keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer. ........................................................................... 35 b. Hubungan pendidikan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ............................................................................ 36 c. Hubungan daerah (kota/desa) keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ........................................................... 37 d. Hubungan ketersediaan pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer .......................................... 38 e. Hubungan jarak ke pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer .......................................... 39 BAB VII PENUTUP .................................................................................................. 40 VII. 1 Kesimpulan .................................................................................................. 40 VII. 2 Saran ............................................................................................................ 40 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 42
7
DAFTAR TABEL
Tabel 5. 1 Distribusi Frekuensi Kasus Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung dan Stroke .................................................................................... 28 Tabel 5. 2 Hubungan umur keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ......................................................................... 29 Tabel 5. 3 Hubungan pendidikan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ......................................................................... 30 Tabel 5. 4 Hubungan daerah (kota/desa) keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ........................................................ 31 Tabel 5. 5 Hubungan ketersediaan pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ....................................... 32 Tabel 5. 6 Hubungan jarak ke pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer ....................................... 33
8
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Pada era modern terjadi
perubahan gaya hidup manusia terkait
perilaku kesehatan dan konsumsi makanan. Beberapa penyakit dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan gaya hidup yang terjadi. Resiko gangguan yang timbul akibat gaya hidup modern yang tidak sehat adalah diabetes mellitus (NCDS) tipe 2, Hipertensi, Kardiovaskular dan Stroke. Perilaku makan penduduk di perkotaan telah berubah dari polatradisional ke pola modern atau instan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman beresiko seperti makanan dengan kandungan lemak, gula, garam dan pengawet yang tinggi. Sementara di lain sisi tidak cukup mengkonsumsi sayur dan buah sebagai sumber serat. Disamping itu minum minuman berkafein dan kurangnya aktifitas fisik turut melengkapi perilakiumakanan beresiko ini (Notoatmodjo, 2011). Penyakit Tidak Menular (PTM) atau Non Communicable Desease (NCDs) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia, hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi dari penyakit menular ke NCDs yang secara global meningkat (Depkes, 2009). Prevalensi NCDS cenderung meningkat dan sebagian besar masyarakat umumnya datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sudah dalam fase lanjut. RISKESDAS2007 menunjukan sekitar 70% NCDS belum terdiagnosa petugas kesehatan. Pada tahun 2000 sebanyak 52% penyebab kematian disebabkan karena penyakit tidak menular, 9% akibat kecelakaan dan 39% akibat penyakit menular. Diperkirakan pada tahun 2020 kasus penyakit tidak menular akan meningkat menjadi 73% yaitu sebagai penyebab kematian dan merupakan 60% menjadi beban penyakit dunia (WHO SEARO/South East AsiaRegional Office, 2000). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 juga menunjukkan bahwa NCDs penyebab kematian terbesar di Indoensia adalah cardiovascular disease (31.9%) termasuk hypertension (6.8%) dan stroke (15.4%).
9
NCDs sering dianggap tidak berbahaya dibanding penyakit menular. Padahal pembunuh nomor satu justru masuk pada kategori NCDs seperti serangan jantung, diabetes, ginjal, dan lain-lain.Bahkan kini, penyakit tersebut mengenai usia muda 20 - 40 tahun. Selain gaya hidup yang tidak sehat (Perilaku merokok, konsumsi alkohol, diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik), Perilaku yang serba kompetitif akan meningkatkan stres, dan tekanan darah ditambah kondisi lingkungan yang penuh polusi menambah deretan faktor resiko penyebab NCDS. Di Indonesia penderita hipertensi jumlahnya terus meningkat. Penelitian hipertensi berskala nasional telah banyak dilakukan antara lain Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas), Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Hasil Surkesnas pada tahun 2001 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria sebesar 27% dan wanita 29%. Sedangkan hasil SKRT tahun 2004 hipertensi pada pria sebesar 12.2% dan wanita 15.5%. Sementara hasil SKRT pada tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukan bahwa penyakit hipertensi selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi yang meningkat yaitu sebesar 16.0%, 18.9% dan 26.4%. Laporan hasil riset kesehatan dasar berskala nasional (Riskesdas) pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional hipertensi (berdasarkan pengukuran) pada penduduk usia >18 tahun adalah sebesar 29.8%. Sementara penderita diabetes di Indonesia telah mencapai angka 8.4 juta jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan menjadi sekitar 21.3 juta jiwa pada tahun 2020. Tingginya jumlah penderita tersebut menjadikan Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat, India dan China (Diabetes Care, 2004). Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2007 prevalensi penduduk urban Indonesia menurut provinsi adalah prevalensi tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara3(masing- masing 11,1%), Riau (10,4%) dan NAD (8,5%). Prevalensi diabetes mellitus terendah terdapat di NTT(1,8%) dan Papua (1,7%) (Riskesdas, 2007). Menurut Institut Jantung, Paru-paru dan Darah Nasional Amerika Serikat (National Heart, Lung and Blood Institute), penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu, baik pria maupun wanita di Amerika Serikat,
10
dimana jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 500.000 jiwa setiap tahunnya. Di Indonesia sebanyak 80.812 penderita di suatu Rumah Sakit, diantaranya 2.836 adalah penderita penyakit kardiovaskuler yang terdiri dari 43.2% penyakit jantung, 30.1% hipertensi, 14.5% demam rematik dan rematik jantung, 8.4% penyakit jantung bawaan, 2.5% jantung pulmonair dan 1.3% radang katup jantung. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7.2% berdasarkan wawancara, sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar 0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 12.5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif menyerupai gejala penyakit jantung. Terdapat beberapa kecenderungan dari masyarakat dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada pasien NCDS salah satunya adalah melakukan pengobatan
tradisional
dengan
cara
herbal
dan/atau
komplementer.
Berdasarakan data SUSENAS bahwa terdapat 40% penduduk Indonesia menggunakan pengobatan tradisional termasuk didalamnya pengobatan kompementer – alternative. Kementrian kesehatan telah menerbitkan keputusan menteri Kesehatan No 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan tradisonal dan Peraturan Menteri Kesehatan No 1109/Menkes/PER/IX/2007
tentang
penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternative di fasilitas pelayanan kesehatan, jenis pengobatan dan tenaga pelaksana (termasuk tenaga asing). Terapi komplementer dilaksanakan dengan tindakan seperti jamu, aromaterapi, gurah, homeopati, dan spa. Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan dengan pikiran (Hipnoterapi, Meditasi, Prana, Tenaga dalam). Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan menggunakan alat (Akupunktur, Chiropraksi, Kop/Bekam, Apiterapi, Ceragem, Akupresur). Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan tanpa alat (Pijat – urut, Pijat - urut bayi, Patah Tulang, Refleksi). Alasan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional dan komplementer ini adalah adanya kepercayaan dengan obat kimia medis yang merusak organ tubuh jika pemakaian dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dikarenakan NCDs merupakan penyakit kronik yang tidak memerlukan pengontrolan gula darah
11
sepanjang hidupnya. Alasan lain yaitu perasaan putus asa dengan pengobatan modern, tidak adanya fasilitas kesehatan lain, lebih manjur, lebih murah, kepercayaan, biaya murah, dan mencoba-coba. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer ini diantaranya adalah usia, pendidikan, kepercayaan/keyakinan, agama, riwayat pengobatan modern yang sudah dilakukan, ketersediaan fasilitas kesehatan dan jaraknya, tingkat sosial ekonomi dan daerah tempat tinggal. Perlunya diketahui faktor yang paling berpengaruh
terhadap
penanfaatan
pelayanan
kesehatan
tradisional/komplementer akan sangat mempengaruhi kebijakan kesehatan, arah sceme penelitian guna mendukung evidence based practice dan pelestarian tentang karakteristik budaya bangsa setelah diketahui pengaruhnya. Faktor Sosial ekonomi serta perubahan gaya hidup termasuk pola makan dicurigai sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga sehingga terdiagnosis NCDs. Faktor ini juga berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan.
I.2 Rumusan Masalah Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan bahwa NCDs penyebab kematian terbesar di Indoensia adalah cardiovascular disease (31.9%) termasuk hypertension (6.8%) dan stroke (15.4%). Hasil SKRT pada tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukan bahwa penyakit hipertensi selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi yang meningkat yaitu sebesar 16.0%, 18.9% dan 26.4%. Laporan hasil riset kesehatan dasar berskala nasional (Riskesdas) pada tahun
2007
menunjukkan
prevalensi
nasional
hipertensi
(berdasarkan
pengukuran) pada penduduk usia >18 tahun adalah sebesar 29.8%.Sementara penderita diabetes di Indonesia telah mencapai angka 8.4 juta jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan menjadi sekitar 21.3 juta jiwa pada tahun 2020. Di Indonesia sebanyak 80.812 penderita di suatu Rumah Sakit, diantaranya 2.836 adalah penderita penyakit kardiovaskuler yang terdiri dari 43.2% penyakit jantung, 30.1% hipertensi. Sementara penderita diabetes di Indonesia telah
12
mencapai angka 8.4 juta jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan menjadi sekitar 21.3 juta jiwa pada tahun 2020. Adanya
kecenderungan
masyarakat
yang
semakin
tinggi
dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan komplementer. NCDs merupakan penyakit kronik dimana pasien memerlukan tindakan pengontrolan/terapi sepanjang hidupnya. Beberapa pengobatan alternative – komplementer tidak mempunyai evidence based practice yang sangat penting diketahui oleh masyarakat. Adanya faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
komplementer pada NCDs akan menentukan kebijakan program Depkes terkait pelayanan kesehatan komplementer. Diketahuinya faktor-faktor yang paling dominan
berpengaruh
terhadap
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
tradisional/komplementer akan dapat meningkatkan strategi peningkatan kesehatan masyarakat umumnya dan NCDS pada khususunya.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pengobatan tradisional dan komplementer pada keluarga dengan NCDs di Indonesia menggunakan data RISKESDAS tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekwensi kasus NCDs (Hipertensi, Jantung, Diabetes Melitus dan Stroke ) pada keluarga. b. Mengetahui
hubungan
karakteristik
sosiodemografi
keluarga
yang
mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. c. Mengetahui hubungan ketersediaan fasilitas kesehatan dan jarak fasilitas kesehatan oleh keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Non Communicable Desease (NCDs) Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya, keberadaan faktor risiko PTM pada seseorang tidak memberikan gejala sehingga mereka tidak merasa perlu mengatasi faktor risiko dan mengubah gaya hidupnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang jenis PTM cukup baik, dan sebagian besar masyarakat mengetahui bagaimana penderitaan pasien PTM seperti Jantung Koroner, Kanker, Stroke dan Diabetes melitus, gangguan akibat kecelakaan dan cidera. 2.1.1
Faktor Risiko NCDS
Faktor risiko PTM adalah suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang dimaksud antara lain kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, konsumsi alkohol, obesitas, Hyperglikemia, Hipertensi, Hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku berlalu lintas yang tidak benar. 2.1.2
Kebijakan Nasional Penanggulangan NCDs
Kerangka konsep pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular didasari oleh kerangka dasar blum, bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Kebijakan Pencegahan dan penanggulangan NCDs ini ditujukan pada penyakit-penyakit yang mempunyai faktor resiko yang sama yaitu : jantung, stroke, hipertensi, diabetes militus, penyumbatan saluran napas kronis. Dengan cara menghilangkan atau mengurangi faktor resiko NCDs dan memperhatikan faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan. Departemen kesehatan, melalui Pusat promosi kesehatan memfokuskan pada : a)
Meningkatkan upaya kesehatan melalui promotif dan preventif baik Pusat maupun Propinsi dan Kabupaten.
14
b)
Melakukan intervensi secara terpadu pada 3 faktor resiko yang utama yaitu : rokok, aktifitas fisik dan diet seimbang.
c)
Melakukan jejaring pencegahan dan penanggulangan NCDs.
d)
Mencoba mempersiapkan strategi penanganan secara nasional dan daerah terhadap diet, aktivitas fisik, dan rokok.
e)
Mengembangkan System Surveilans Perilaku Beresiko Terpadu (SSPBT) PTM.
f)
Kampanye pencegahan dan penanggulangan NCDs tingkat nasional maupunlocal spesifik.
Untuk di masa datang upaya pencegahan NCDs akan sangat penting karena hal ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu dokok, diet seimbang dan aktivitas fisik. Pencegahan NCDs perlu didukung oleh para semua pihak terutama para penentu kebijakan baik nasional maupun local. Tanpa itu semua akan menjadi sia-sia saja. 2.1.3
Sasaran
a) Penentu kebijakan baik di pusat maupun di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). b) Penentu kebijakan pada sektor terkait baik di Pusat dan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). c) Organisasi profesi yang ada. d) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sektor Swasta serta Masyarakat.
Landasan Hukum Promosi dan Pencegahan NCDs tentunya mengacu pada landasan hukum yang sudah ada secara Nasional yaitu : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
15
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. 6. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Tata Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota. 8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 951/Menkes/SK/V/2000 Tahun 2000 tentang Upaya Kesehatan Dasar di Puskesmas. 9. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 9 Tahun 2001 tentang Kader Pemberdayaaan Masyarakat. 10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor. 004/MENKES/SK/XI/2003 tentang Sistem Tugas dan Organisasi Departemen Kesehatan. 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/PER/XI/2005 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. 12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/160/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
2.2 Pelayanan kesehatan tradisional/komplementer Pengobatan komplementer tradisional – alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik dan belum diterima dalam kedokteran konvensional. Jenis pelayanan pengobatan komplementer – alternatif berdasarkan Permenkes RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007 adalah : 1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) : Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga 2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda 3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut
16
4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah 5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient, mikro nutrient 6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik, EECP Di Indonesia hasil pengobatan komplementer tradisional – alternatif sudah banyak dilakukan selama lebih dari satu dekade dan dijadikan bahan analisis kajian dan penentuan kebijakan lebih lanjut tentang keamanan dan efektivitas pengobatan komplementer tradisional – alternatif. Selama ini masalah dan hambatannya adalah : 1. Belum menjadi program prioritas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. 2. Belum memadainya regulasi yang mendukung pelayanan kesehatan komplementer tradisional - alternatif 3. Masih lemahnya pembinaan dan pengawasan 4. Terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan bimbingan 5. Masih
terbatasnya
pengembangan
program
Pelayanan
Kesehatan
Komplementer Tradisional Alternatif di Pusat dan Daerah 6. Terbatasnya
anggaran
yang
tersedia
untuk
Pelayanan
Kesehatan
Komplementer Tradisional Alternatif 7. Fungsi SP3T dalam penapisan Pelayanan Kesehatan Komplementer Tradisional Alternatif belum berjalan sesuai harapan Rencana tindak lanjut Kementerian Kesehatan adalah : 1. Penyusunan sistem pelayanan pengobatan non konvensional untuk menata seluruh stakeholders yang terkait dalam penyelenggaraan pengobatan komplementer tradisional-alternatif 2. Penyusunan formularian vadenicum pengobatan herbal yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi dokter/dokter gigi menuliskan resep (Physicians Desk Reference) sebagai penyempurnaan daftar obat herbal asli Indonesia – jamu / tanaman obat yang telah dikeluarkan oleh Badan POM dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Farmasi
17
3. Penyusunan Pedoman / Panduan dan Standar Pelayanan Komplementer Tradisional Alternatif antara lain : hipnoterapi, naturopi 4. Mengembangkan RS dalam pelayanan pengobatan dan penelitian pelayanan komplementer tradisional alternatif jamu dan herbal / tanaman asli Indonesia bekerja sama dengan : - Lintas Program Terkait : Badan Litbangkes, Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi, Badan PPSNCDS - Lintas Sektor Terkait : Balai POM, LIPI, Kemenristek, Universitas 5. Menetapkan Kelompok Kerja Komplementer Tradisional – Alternatif dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Dasar hukum pelayanan pengobatan komplementer-alternatif 1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 butir 16 Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat Pasal 48 Pelayanan kesehatan tradisional Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisonal 2. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan tradisional. 3. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan. 4. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan hiperbarik. 5. Keputusan
Direktur
HK.03.05/I/199/2010
Jenderal tentang
Bina
pedoman
Pelayanan kriteria
Medik,
penetepan
No. metode
pengobatan komplementer – alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan
Faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan tradisional/komplementer – alternatif adalah terdiri dari Faktor Pasien (Umur, Pendidikan, Lama sakit),
18
Faktor Pelayanan Kesehatan (Ketersediaan, Jarak ), Faktor Lingkungan (Tingkat sosial ekonomi, Daerah tempat tinggal).
19
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1
Kerangka Konsep Gambar 3.1
Kerangka Konsep Faktor yang mempengaruhi pemnafaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer pada keluarga dengan NCDs
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Pasien NCDs 1. Umur 2. Pendidikan Pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer pada keluarga dengan NCDs
Faktor Pelayanan Kesehatan 1. Ketersediaan 2. Jarak Faktor Lingkungan 1. Daerah tempat tinggal
Keterangan : : Analisis Lanjut RISKESDAS2013
20
3.2 Definisi operasional Table 3.2.1. Definisi Operasional No 1
1
2 1
1
Variabel
Definisi
Hasil ukur Variabel Dependen
Pemanfaatan pelayanan kesehatan tradicional/komple menter
Cara Ukur
Pasien penderita diabetes mellitus yang 1. Ya, jika menanfaatkan Dari kuesioner RT, pertanyaan mengalami peningkatan gula darah 2. Tidak, jika tidak VI.c abnormal/didiganosis oleh tenaga memanfaatkan kesehatan. Variabel Independen FAKTOR KELUARGA YANG TERDAPAT PASIEN NCDS (Hipertensi, Diabetes Melitus, Jantung, dan Stroke) Pendidikan Jenjang pendidikan formal tertinggi yang 1: tidak Sekolah Dari Kuesioner RT, Keterangan diduduki oleh pasien NCDS 2: Tidak tamat SD anggota RT 3; Tamat SD 4: SMP 5:SMA 6:Akademi/D1/DII/DIII 7:Universitas/DIV Umur pasien NCDS Tahun hidup pasien NCDS Umur kk dalam tahun Kuesioner RT. Faktor Lingkungan Daerah tempat Penggolongan untuk wilayah 1:perkotaan Kuesioner RT, Pengenalan tinggal aNCDSinistrasi yang terkecil yaitu 2:pedesaan Tempat No. 5 perkotaan dan pedesaan dimana ibu bertempat tinggal. Faktor Pelayanan kesehatan Ketersediaan Ketersediaan pelayanan kesehatan, 1: ada Kuesioner RT. 21
Skala Ukur Nominal
Ordinal
Rasio Nominal
Ordinal
No
2
Variabel pelayanan kesehatan
Definisi Hasil ukur Rumah Sakit Pemerintah, swasta, 2: Tidak ada poliklinik, puskesmas, polindes, pos yandu, Dokter/Bidan praktek, poskesdesI dalam satu kabupaten. Jarak/waktu tempuh Waktu tempuh antara tempat tinggal 1: terjangkau dari fasilitas dengan fasilitas pelayanan kesehatan. 2: tidak terjangkau pelayanan kesehatan Diukur dengan waktu tempuh, kendaraan dilakuka dan ongkos.
22
Cara Ukur
Modifikasi dari kuesioner RT.
Skala Ukur
pertanyaan Ordinal
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.Desain Penelitian Jenis dan desain penelitian yang digunakan dalam RISKESDAS2013 sebagai sumber data yang digunakan penulis yaitu jenis penelitian analitik kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional.
4.2.Populasi Dan Sampel Penelitian a. Populasi Populasi yang digunakan penulis adalah populasi yang ada pada RISKESDAS2013. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang beranggotakan pasien NCDS yang ada di Indonesia. Proses Pemilihan Populasi dari data RISKESDAS2013 Gambar 4.1 Teknik pemilihan populasi Populasi Target Semua rumah tangga yang mempunyai pasien NCDS (HIpertensi, Stroke, DM dan Jantung) yang ada di Indonesia
Populasi Sumber Rumah Tangga yang mempunyai anggota pasien NCDS pada data RISKESDAS2013.
Populasi Studi Pasien NCDS yang rumah tangganya melakukan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisonal seperti tindakan, pikiran, dan ketrampilan pada data RISKESDAS2013. 1. Karakteristik: usia, pendidikan, sosiodemografi 2. Kepercayaan/keyakinan/tradisi 3. Riwayat pengobatan modern 4. Fasilitas pelayanan kesehatan: ketersediaan, waktu tempuh
23
b. Sampel Peneliti akan mengambil semua populasi studi sebagai sampel untuk penelitian ini. Sampel yang dimaksud yaitu rumah tangga yang mempunyai anggota pasien NCDS. Pengambilan sampel akan dilakukan berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti. Kriteria inklusi yang akan digunakan peneliti yaitu : Rumah tangga mempunyai 1 atau lebih anggota keluarga penderita NCDS.
4.3. Jenis, Cara Dan Alat Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari data RISKESDAS2013. Variabel yang peneliti gunakan dari data RISKESDAS2013 tersebut adalah: a) Data rumah tangga yang terdapat pasien NCDS: usia, pendidikan, riwayat pengobatan modern. b) Data pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer oleh keluarga yang terdapat pasien NCDS c) Data pelayanan kesehatan: jarak fasilitas kesehatan, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan pada keluarga yang terdapat pasien NCDS d) Data faktor Lingkungan: kepercayaan/keyakinan/tradisi dan daerah tempat tinggal pada keluarga yang terdapat pasien NCDS e) Data sosial ekonomi pada keluarga yang terdapat pasien NCDS
4.4..
Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini meliputi tahapan tabulating dan pengecekan
missing data. Data diperoleh dari hasil kuesioner RISKESDAS2013. Proses yang pertama adalah editing. Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap semua kuesioner tujuannya untuk mengetahui apakah semua pertanyaan telah dijawab dengan lengkap. Tahap kedua adalah Coding (Pemberian Kode) terhadap variabel-variabel yang akan dikategorikan. Pada proses ini dilakukan pengkodean terhadap variabel-variabel berbentuk huruf menjadi angka. Tujuannya adalah untuk mempermudah pada saat dilakukan proses entry data.. Hal ini telah dilakukan oleh pihak pertama yaitu tim RISKESDAS2013.
24
Proses selanjutnya adalah tabulating (penyusunan data). Pada proses tabulating akan dilakukan penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data yang telah diberi kode kemudian disusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel. Selain itu akan dilakukan uji normalitas data dan pengecekan missing data yaitu sebagai berikut :
Uji Normalitas Data Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang dipakai berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer untuk statistik. Ada tiga cara untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal atau tidak yaitu (Hastono, 2007) : Dilihat dari grafik histogram dan kurve normal, bila bentuknya menyerupai bel shape, berarti berdistribusi normal. Menggunakan nilai Skewness dan standar errornya, bila nilai skewness dibagi standar errornya menghasilkan angka ≤ 2, maka distribusinya normal. Uji Kolmogorov smirnov, bila hasil uji signifikan (p value ≥ 0,05) maka distribusi normal. Namun uji kolmogorov sangat sensitif dengan jumlah sampel, maksudnya : untuk jumlah sampel yang besar uji kolmogorov cenderung menghasilkan uji yang signifikan (yang artinya bentuk distribusinya tidak normal). Atas dasar kelemahan ini dianjurkan untuk mengetahui kenormalan data lebih baik menggunakan angka skewness atau melihat grafik histogram dan kurve normal.
Pengecekan Missing Data Cara mendeteksi adanya missing data adalah dengan melakukan list (distribusi frekuensi) dari variabel yang ada. Pengecekan missing data dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer untuk statistik. Dari tabel distribusi frekuensi yang dihasilkan akan diketahui berapa jumlah missing datapada masing-masing variabel.Data yang mengalami missing akan dikeluarkan dan tidak diikutsertakan sebagai sampel.
25
Analisis Dan Penyajian Data
a) Analisis univariat Analisis data digunakan untuk mendeskripsikan variabel independen .Analisis univariat pada data numerik seperti variabel umur untuk mengetahui nilai mean dan standar deviasi jika data berdidtribusi normal atau nilai mediandan range jika diketahui data berdistribusi tidak normal. Pada data kategorik analisis univariat digunakan untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel. Hasil dari analisis univariat ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diinterpretasikan.
b) Analisis Bivariat Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah Uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan (α) sebesar 5%. Análisis bivariat ini akan dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer untuk statistik. dengan uji chi square yaitu menyimpulkan ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Aturan yang berlaku pada Chi square adalah sebagai berikut (Hastono, 2007) : Bila pada tabel 2×2 dijumpai nilai Expected (harapan kurang dari 5, maka yang digunakan adalah ”Fisher Exact Test”. Bila tabel 2×2, dan tidak ada nilai E < 5 , maka uji yang dipakai sebaiknya ” Continuity Correction (a)” Bila tabelnya lebih dari 2×2, misalnya 3×2, 3×3 dan sebagainya, maka digunakan uji ”Pearson Chi square” Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat pada footnote b dibawah kotak Chi Square Test, dan tertulis di atas nilainya 0 cell (0%) berarti pada tabel silang diatas tidak ditemukan ada nilai E < 5. Pengambilan keputusan statistik dari uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan p-value I (sig) dengan nilai α, bila : p-value (sig) <α
: Ho ditolak, berarti ada hubungan yang signifikan.
P-value (sig) <α
: Ho diterima, berarti tidak ada hubungan yang signifikan .
26
Hasil uji chisquare hanya dapat menyimpulkan ada tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain kita hanya dapat menyimpulkan ada atau tidaknya hubungan dua variabel kategorik.
27
BAB V HASIL PENELITIAN
V.1 Distribusi Frekuensi Kasus NCDs (Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, dan Stroke) Tabel 5. 1 Distribusi Frekuensi Kasus Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung dan Stroke No Variabel
Frekuensi
Presentase
Kasus Diabetes Mellitus 1
DM
12717
1.8
2
Tidak DM
709612
98.2
Kasus Hipertensi 1
Hipertensi
70359
9.7
2
Tidak Hipertensi
651970
90.3
4067
0,6
718262
99.4
5887
0,8
716442
99.2
722329
100
Kasus Penyakit Jantung 1
Penyakit jantung
2
Tidak Penyakit jantung
Kasus Stroke 1
Stroke
2
Tidak Stroke
Total
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa jumlah responden yang menderita diabetes mellitus sebanyak 12717 (1.8%) dan yang tidak menderita diabetes mellitus sebesar 709612 (98.2%). Jumlah responden yang menderita hipertensi sebanyak 70359 (9.7%) dan yang tidak menderita hipertensi sebesar 651970 (90.3%). Jumlah responden yang 28
menderita penyakit jantung sebanyak 4067 (6%) dan yang tidak menderita penyakit jantung sebesar 718262 (99.4%). Jumlah responden yang menderita stroke sebanyak 5887 (8%) dan yang tidak menderita stroke sebesar 716442 (99.2%). V.2 Hubungan Karakteristik Sosiodemografi Keluarga yang Mempunyai Anggota dengan NCDs terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional/ Komplementer a. Hubungan umur keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Tabel 5. 2 Hubungan umur keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
No.
1.
2.
Variabel
Umur median tahun) Umur median tahun) Total
< (39
Yankes tradisional Ya Tidak n (%) n (%) 98158 273598 (50.1%) (52.0%)
Total
P value
OR (95%CI)
371756
0.000
1.081 (1.0691.092)
> (39
97943 (49.9%)
252630 (48.0%)
350573
196101
526228
722329
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa keluarga yang berumur <39 tahun yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 98.158 (50.1%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 273.598 (52.0%). Keluarga yang berumur >39 tahun yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 97.943 (49.9%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 252.630 (48.0%). Terdapat hubungan yang signifikan antara umur keluarga pasien NCDs dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Keluarga yang berumur <39 tahun berpeluang lebih besar (1.081) dalam menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dibandingkan dengan keluarga yang berumur >39 tahun.
29
b. Hubungan pendidikan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Tabel 5. 3 Hubungan pendidikan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer No.
1. 2.
Variabel
Pendidikan tinggi Pendidikan rendah Total
Yankes tradisional Ya Tidak n (%) n (%) 14304 36267 (7.3%) (6.9%) 181797 489961 (92.7%) (93.1%) 196101 526228
Total
P value
OR (95%CI)
50571
0.000
1.063 (1.0421.085)
671758 722329
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa keluarga yang berpendidikan tinggi yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 14.304 (7.3%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 36.267 (6.9%). Keluarga yang berpendidikan rendah yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 181.797 (92.7%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 489.961 (93.1%). Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan keluarga
pasien
NCDs
dengan
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
tradisional/komplementer. Keluarga yang berpendidikan rendah berpeluang lebih besar (1.063) dalam menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dibandingkan dengan keluarga yang berpendidikan tinggi.
30
c. Hubungan daerah (kota/desa) keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Tabel 5. 4 Hubungan daerah (kota/desa) keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer No.
Variabel
1.
Kota
2.
Desa Total
Yankes tradisional Ya Tidak n (%) n (%) 97314 236417 (49,6%) (44.9%) 98787 289811 (50.4%) (55.1%) 196101 526228
Total
P value
OR (95%CI)
333731
0.000
0.828 (0.8200.837)
388598 722329
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa keluarga yang berada di kota yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 97.314 (49,6%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 236.417 (44.9%). Keluarga yang berada di desa yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 98.787 (50.4%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 289.811 (55.1%). Terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal keluarga pasien NCDs dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Keluarga yang berada di desa berpeluang lebih kecil (0.828) dalam menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dibandingkan dengan keluarga yang berada di kota.
31
V.3 Hubungan ketersediaan fasilitas kesehatan umum dan jarak fasilitas kesehatan oleh keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer. a. Hubungan ketersediaan pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Tabel 5. 5 Hubungan ketersediaan pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer No.
Variabel
1.
Ada
2.
Tidak Total
Yankes tradisional Ya Tidak n (%) n (%) 194539 519910 (99.2%) (98.8%) 1562 6318 (0.8%) (1.2%) 196101 526228
Total
P value
OR (95%CI)
714449
0.000
1.513 (1.4321.600)
7880 722329
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa keluarga yang mempunyai ketersediaan pelayanan kesehatan umum yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 194.539 (99.2%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 519.910 (98.8%). Keluarga yang tidak mempunyai ketersediaan pelayanan kesehatan umum yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 1.562 (0.8%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 6318 (1.2%). Terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Keluarga yang mempunyai ketersediaan pelayanan kesehatan umum berpeluang lebih besar (1.513) dalam menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai ketersediaan pelayanan kesehatan umum.
32
b. Hubungan jarak ke pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Tabel 5. 6 Hubungan jarak ke pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer No.
Variabel
1.
Dekat
2.
Jauh Total
Yankes tradisional Ya Tidak n (%) n (%) 139876 367403 (71.3%) (69.8%) 56225 158825 (28.7%) (30.2%) 196101 526228
Total
P value
OR (95%CI)
507279
0.000
0.930 (0.9190.941)
215050 722329
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa keluarga yang memiliki jarak yang dekat ke pelayanan kesehatan umum yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 139.876 (71.3%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 367.403 (69.8%). Keluarga yang memiliki jarak yang jauh ke pelayanan kesehatan umum yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 56.225 (28.7%), sedangkan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 158.825 (30.2%). Terdapat hubungan yang signifikan antara jarak ke pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Jarak dekat ke pelayanan kesehatan umum mempunyai peluang lebih kecil (0.930) dalam menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dibandingkan dengan jarak jauh ke pelayanan kesehatan umum.
33
BAB VI PEMBAHASAN
VI.1 Kasus NCDs (Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, dan Stroke) Prevalensi kasus NCDs saat ini semakin meningkat dan menjadi masalah kesehatan utama yang menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas di Indonesia. Distribusi frekuensi kasus NCDs tertinggi sampai terendah dari hasil data Riskesdas (2013) adalah hipertensi, diabetes mellitus, stroke dan penyakit jantung. Hipertensi merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pembuluh darah. Hipertensi ini memiliki ciri umum berupa peningkatan tekanan darah secara kronis, atau menggunakan obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer. Karena perjalanan penyakit ini mematikan seseorang secara perlahan tanpa disadari gejala awal oleh penderitanya. Penderita mulai menyadarinya setelah merasakan dampak gawatnya hipertensi berupa komplikasi yang menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau bahkan stroke (Price & Wilson, 2005; Smeltzer & Bare, 2001). Kasus tertinggi kedua adalah kasus diabetes mellitus. Kasus diabetes mellitus (DM tipe 2) menjadi kasus tertinggi dan semakin meningkat tiap tahunnya karena terjadinya perubahan gaya hidup manusia yang buruk. Pada DM tipe 2 ini terjadi peningkatan kadar gula darah ditandai dengan resistensi insulin ketika hormon insulin diproduksi dengan jumlah yang tidak memadai atau dengan bentuk yang tidak efektif. Penyakit DM ini seringkali tidak disadari hingga muncul tanda dan gejala yang dirasakan oleh pasien seperti selalu lapar, selalu haus dan sering buang air kecil. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh hipertensi ini adalah stroke. Stroke terjadi karena penyumbatan alirah darah yang menyebabkan pembuluh darah menjadi pecah. Stroke ini juga berkaitan dengan kasus NCDs lain yaitu DM dan penyakit jantung karena berpeluang juga menyebabkan stroke. Selain stroke, hipertensi juga menjadi penyebab utama bagi penyakit jantung (Dinwiddie, 2014). Walaupun dalam data Riskesdas (2013) ini menyatakan bahwa frekuensi
34
penyakit jantung paling rendah diantara kasus NCDs lainnya, tetapi penyakit jantung menjadi pembunuh nomor satu di dunia (WHO, 2008). Dari semua kasus NCDs yang semakin meningkat prevalensinya ini, menyebabkan timbulnya alasan bagi masyarakat untuk mencari pengobatan-pengobatan yang dianggap tepat yaitu melalui pengobatan tradisional. Semakin tinggi kasus NCDs maka akan semakin banyak pelayanan kesehatan tradisional yang dicari dan digunakan oleh masyarakat, semakin berkembang pula jenis pengobatan tradisional yang beredar di tengah masyarakat. Hal ini terjadi khususnya bagi rumah tangga yang memiliki anggota keluarga yang menderita salah satu atau lebih dari penyakit NCDs ini dan melalui beberapa faktor yang mempengaruhi keluarga untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional ini.
VI.2 Hubungan Karakteristik Sosiodemografi Keluarga yang Mempunyai Anggota dengan NCDs terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional/ Komplementer a. Hubungan umur keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer.
Data Riskesdas (2013) mempunyai data umur yang bervariasi mulai dari 15 tahun sampai 128 tahun. Oleh karena sebaran datanya yang terlalu luas, variasi umur ini sulit untuk digeneralisasikan dalam 1 kategori, sehingga peneliti membuatnya menjadi 2 kategori yaitu < 39 tahun dan > 39 tahun sesuai dengan nilai median. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa dengan kepercayaan 95% diyakini umur mempunyai rentang dari 39,88 tahun sampai dengan 39,96 tahun. Rata-rata umur diketahui 39,92 (SD 16,19). Untuk umur <39 tahun menghasilkan data yang lebih besar melaksanakan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer. Hal ini berhubungan dengan kasus NCDs yang semakin meningkat bukan pada umur lansia saja, melainkan telah mengintai usia dewasa (WHO, 2014). Semakin buruknya gaya hidup masyarakat saat ini, maka semakin banyak masyarakat yang mengalami masalah kesehatan sejak usia dewasa bahkan anak dan remaja. Hal ini mempengaruhi peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer.
35
Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa keluarga dengan usia <39 tahun mempunyai berpeluang
sebanyak
1,081
kali
memanfaatkan
pelayanan
kesehatan
tradisional/komplementer dibandingkan dengan rumah tangga yang usia kepala keluarganya > 39 tahun. Hal ini bisa diakibatkan karena semakin banyaknya pilihan pelayanan kesehatan tradisional sebagai alternative pengobatan dan keinginan mencoba, dan harga lebih murah. Pada usia tersebut kepala kelurga sedang membangun perekonomian dengan kebutuhan keluarga yang lebih banyak.
b. Hubungan pendidikan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Tingkat pendidikan mulai dari tidak sekolah, sekolah tetapi tidak tamat SD, tamat SD, SMP dan SMA merupakan tingkat pendidikan dengan kategori rendah. Tingkat pendidikan tinggi dimulai dari D1/D2/D3 sampai perguruan tinggi. Dari data dihasilkan bahwa tingkat pendidikan rendah pada keluarga dengan anggota yang mengalami NCDs 1.06 kali lebih besar dalam menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dibandingkan dengan tingkat pendidikan tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Andhika (2010) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan. Dalam hal ini dikarenakan jasa pelayanan kesehatan secara medis relative
lebih
mahal
dibandingkan
dengan
pelayanan
kesehatan
tradisional/komplementer. Pendidikan merupakan sejumlah pengalaman untuk dapat memahami sesuatu yang sebelumnya tidak dipahami. Responden dengan tingkat pendidikan yang lebih baik cenderung lebih memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dimungkinkan karena semakin baik tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik dalam menerima dan memahami informasi baru terutama informasi kesehatan serta meningkatkan perubahan sikap dan perilaku. Pendidikan mempunyai pengaruh besar dalam pengambilan keputusan keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs. Seperti pada penelitian Grossman yang diperoleh dalam Putra (2010), bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi produktifitas dan efektifitas pemanfaatan kesehatan, mempengaruhi persepsi tentang alokasi kesehatan 36
yanng terbaik bagi seseorang, dan Schultz yang diperoleh dalam Putra (2010), pendidikan meningkatkan jumlah sumber daya keluarga yang bisa dialokasikan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Variabel pendidikan juga digunakan sebagai pendekatan penilaian pribadi terhadap status kesehatan. Semakin tingginya tingkat pendidikan, semakin tinggi pula tingkat kesadaran terhadap kesehatan. Hal ini mengakibatkan bahwa presentase pendidikan
rendah
sebanyak
92%
memanfaatkan
pelayanan
kesehatan
tradisional/komplementer dibandingkan dengan pendidikan tinggi. Pendidikan selalu diselaraskan dengan pendapatan yang lebih besar sehingga pendidikan yang tinggi mempunyai kecukupan financial untuk melakukan pelayanan kesehatan secara medis.
c. Hubungan daerah (kota/desa) keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa keluarga yang bertempat tinggal di desa lebih banyak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dibandingkan mereka yang di kota. Hal ini dapat berkaitan dengan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan tingkat pendidikan dimana tingkat pendidikan tinggi lebih banyak di kota. Hal ini berdampak pada pilihan pelayanan kesehatan yang akan diterapkan oleh keluarga. Data sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan yang rendah lebih cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Selain itu, perkembangan ekonomi dan IPTEK di kota yang lebih pesat mempengaruhi persaingan dan perkembangan fasilitas kesehatan modern. Dengan jumlah penduduk yang lebih banyak, pendidikan yang lebih tinggi, sistem informasi yang lebih baik, sosial ekonomi yang lebih berkembang maka keluarga yang bertempat tinggal di kota lebih banyak pilihan, lebih tinggi kesadaran dan pengetahuan untuk menggunakan pelayanan kesehatan.
37
d. Hubungan ketersediaan pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara akses
terhadap
fasilitas
pelayanan
kesehatan
dengan
pemanfaatan
pelayanan
tradisional/komplementer. Bahwa keluarga dengan ketersediaan akses pelayanan kesehatan
sebanyak
99,2%
menggunakan
pelayanan
kesehatan
ttradisional/komplementer. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa keluarga yang terdapat akses pemanfaatn pelayanan kesehatan berpeluang sebanyak 1,5 kali menggunakan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Hasil penelitan ini menepis anggapan bahwa keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional adalah kelurga yang tidak mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan medis seperti puskesmas dan rumah sakit. Hal sebaliknya ditunjukkan dalam penelitian. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu kondisi kronik dari penyakit dimana NCDs merupakan penyakit lama dimana keluarga memerluka alternaif terapi yang lebih murah dan dirasakan lebih aman dan lebih manjur. Sehingga keinginan untuk mencoba dengan berbagai alternative penyembuhan menjadi alasan untuk penggunaan terapi tradisional/komplementer. Selanjutnya bahwa pelayanan kesehatan sudah merata sampai ke pelosok desa dan daerah yang terpencil, namun fasilitas dan sumber daya manusia yang masih kurang sehingga meskipun akses terhadap pelayanan kesehatan terjangkau namun secara kualitas pelayanan kesehatan mempunyai keterbatasan sehingga beberapa kasus tidak dapat diselesaikan di pusat pelayanan kesehatan primer. Hal ini menjadikan alasan ketersediaan fasilitas bukan merupakan alasan keluarga untuk tidak memanfaatkan terapi tradisional/komlementer. Hal lain yang menjadikan alasan adalah terkait dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang akan berhubungan dengan keputusan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Hal ini sudah dibahas sebelumnya. Faktor lain yang menyebakan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer adalah faktor kebiasaan dan budaya yang turun temurun
38
dimana kepercayaan terhadap terapi tradisional sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.
e. Hubungan jarak ke pelayanan kesehatan umum dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/ komplementer
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak keluarga dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang dekat akan beresiko memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer sebanyak 0,93 kali dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai jarak pelayanan kesehatan yang jauh. Hal ini dikarenakan jarak dekat dengan akses pelayanan kesehatan akan menentukan posisi/tempat dimana keluarga tinggal. Pusat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan yang paling kecil adalah bidan praktek, pustu dan polindes mempunyai posisi di tengah masyarakat dengan komunitas kelompok yang relative lebih tinggi. Pelayanan kesehatan berada di tengah masyarakat yang mempunyai akses terhadap keramaian lebih banyak seperti desa, atau kecamatan. Sehingga jarak dengan fasilitas kesehatan akan sangat terkaitt dengan daerah kota/desa dan ketersediaan pelayanan kesehatan dan berbanding lurus dengan pendidikan. Hal-hal tersebut diatas sangat berhubungan dengan pengambilan keputusan oleh keluarga dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Sehingga dalam penelitian ini ditunjukkan tentang hubungan yang sangat bermakna antara jarak dengan
fasilitas
kesehatan
dengan
pemnafaatan
tradisional/komplementer (p=0,00 dan alpha 0,05).
39
pelayanan
kesehatan
BAB VII PENUTUP
VII. 1 Kesimpulan a. Distribusi frekuensi terbesar sesuai data Riskesdas (2013) adalah kasus diabetes mellitus b. Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik sosiodemografi (umur <39 tahun, pendidikan tinggi, dan tempat tinggal di kota) keluarga yang mempunyai anggota dengan NCDs terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer c. Terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan fasilitas kesehatan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional/komplementer. Terdapat hubungan antara jarak
pelayanan
kesehatan
terhadap
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
tradisional/komplementer d. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional adalah umur, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal dan ketersediaan fasilitas kesehatan.
VII. 2 Saran a. Dengan meningkatnya kasus NCDs terutama diabetes mellitus, maka diharapkan untuk memperbaiki gaya hidup dan pola makan yang sehat, olahraga, menghindari faktor resiko serta deteksi dini dengan rajin memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan yang ada terutama bagi masyarakat yang mempunyai riwayat keluarga penyakit tersebut. b. Dengan terjadinya peningkatan kasus NCDs sejak usia dewasa, diharapkan masyarakat dapat mengontrolnya lebih dini untuk menghindari komplikasi, dan dapat menggunakan pelayanan kesehatan tradisional. c. Pelayanan kesehatan tradisional dapat diterapkan oleh tenaga kesehatan di kota maupun di desa sebagai komplementer/terapi pelengkap bagi terapi farmakologi ataupun sebagai first line treatment untuk pasien dengan NCDs.
40
d. Bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan evidance based practice dan menerapkan pelayanan kesehatan tradisional baik sesuai faktor yang berpengaruh maupun faktor lainnya yang dapat diteliti lebih mendalam.
41
DAFTAR PUSTAKA
Dinwiddie, G. Y. at al. (2014). Exploring risk factor in Latino cardiovascular disease. American Journal of Public Health, vol 104, no 9. Dorland, W.A., (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. Gibney, M.J., (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Handayani, L., (2007). Kejadian Diabetes Melitus (NCDS), Perilaku Berisiko Dan Kondisi fisiologis Penderita NCDS di Indonesia. Dalam : Majalah Kesehatan Perkotaan. 15 (1): 55-67. Mansjoer, A., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica. Aesculpalus, FKUI, Jakarta. Menkes RI. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Diunduh 20 Juli dari http://www.hukor.depkes.go.id Menkes RI (2009). Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Price, S.A., & Wilson, L.M. (2003). PAtofisiologi konsep klinis proses penyakit edisi 6 vol 1. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC. Putra, A. W. (2010). Analisis permintaan penggunaan layanan kesehatan pada rumah sakit umum milik pemerintah di kabupaten semarang. Universitas Diponegoro. Rofles, S. R. K., Pinna, E., Whitney. (2006). Understanding Normal and Clinical Nutrition. Belmont. USA : Thompson Wadsworth. Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC. Smeltzer,C.Z. and Bare,G.B. (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC. WHO. (2014). World Health Statistic 2014. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. ISBN 978 92 4 069267 1. WHO (2008). http://www.who.int diakses pada 9 Desember 2014.
42
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimkasih dan penghargaan kepada kami sampaikan kepada a. Kementrian Kesehatan Tim Analisis Lanjut Penelitian RI selaku pemberi dana dalam penelitian ini. b. Ns Hikayati., S.Kep., M.Kep selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. c. Petugas Administrasi Litbangkes Kemenkes Republik Indonesia. d. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan dan terselenggaranya penelitian ini, yang tanpa mengurangi rasa hormat tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
43