Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007 Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007: 143 - 151
Diagnostik Tuberkulosis Baru HMS. Chandra Kusuma Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak, FK. Universitas Brawijaya, RSU Dr. Saiful Anwar, Malang
Abstrak. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit manusia tertua dengan kematian tertinggi di antara penyakit infeksi. Demikian pula kematian tinggi di seluruh dunia, diperkirakan dua juta orang mati setiap tahun. Diagnosis tuberkulosis pada anak sulit dikonfirmasi sehingga pada umumnya berdasarkan manifestasi klinis, gejala, dan pemeriksaan khusus. Pada dasarnya diagnosis TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sputum dan biakan. Namun, sensitivitas pemeriksaan sputum terhadap bakteri tahan asam rendah dan biakan sputum mudah berubah-ubah. Uji diagnosis baru untuk TB berdasarkan pada uji tuberkulin mempunyai spesifisitas rendah. Vaksinasi BCG dan paparan dengan Mycobacteria nontuberculosis menghasilkan respons yang sama dengan paparan Mycobacterium tuberculosis. Identifikasi bagian genom Mycobacterium tuberculosis yang tidak dijumpai pada BCG dan mikobakteria non-tuberkulosis, memberikan harapan untuk dikembangkan menjadi reagen baru dengan spesifisitas tinggi. Diagnosis cepat dan akurat pada pasien TB simtomatik merupakan dasar strategi penanggulangan TB. Pengembangan uji diagnosis cepat dan berkualitas telah dapat dinikmati untuk pelayanan masyarakat di negara industri, namun belum dapat dirasakan oleh negara berkembang yang mempunyai insiden kasus TB tinggi. Perkembangan baru biologimolekular, epidemologi molekular, dan kemajuan teknik diagnostik telah banyak menghasilkan alat pemeriksaan dengan harga terjangkau. Di sisi lain, di negara berkembang peralatan yang mahal, canggih, dan personel terlatih merupakan faktor yang harus diperhatikan apabila akan meningkatkan kualitas alat diagnostik. Kesepakatan untuk penggunaan alat baru, baik yang canggih maupun tidak, komersial atau bukan, harus dievaluasi. Penelitan uji klinis dan uji diagnostik untuk menunjang memperbaiki program penanggulangan TB, perlu dilakukan di daerah yang sangat memerlukan yaitu daerah endemis dan daerah yang mempunyai sumber daya manusia serta peralatan terbatas.
Kata kunci: tuberkulosis, uji diagnostik, biologimolekular.
Alamat Korespondensi: Dr. HMS Chandra Kusuma, Sp.A(K) Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak FK. Unibraw / RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
P
enyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua yang diketahui dapat menyerang manusia dan tetap sebagai salah satu dari penyakit-penyakit infeksi yang menjadi pembunuh paling utama. Pada tahun 1997 kasus baru secara total
143
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
diperkirakan 7,96 juta (rentang 6,3–11,1 juta) dengan 3,52 juta (44%) merupakan kasus menular (rentang 2,8–4,9 juta) dengan kuman positif (smear positive) dan sekitar 16,2 juta (12,1 – 22,5 juta) kasus tercatat sebagai pasien TB. Diperkirakan kematian berkisar 1,87 juta (1,4 – 2,8 juta) setiap tahun dan angka kematian global sekitar 23% dan lebih dari 50% di Afrika karena angka kasus HIV (human immunodeficiency virus). Angka prevalensi secara global adalah 32% (1,86 juta orang). Sekitar 80% dari seluruh kasus TB terdapat di 22 negara dan lebih dari separuhnya berasal dari Asia Tenggara. Diperkirakan satu kematian setiap 15 detik (lebih dari 2 juta pertahun). Tanpa pengobatan 60% kasus TB akan meninggal.2 Tuberkulosis paru merupakan tipe tersering dan paling utama penyakit TB ditinjau dari sudut pandang kesehatan masyarakat. Diagnosisnya ditegakkan melalui gejala klinis, foto paru, menemukan kuman secara mikroskopis melalui pengecatan sputum, dan biakan kuman TB. 4-5 Standar emas (the gold standard) diagnosis TB adalah kultur kuman TB. Diagnosis TB pada anak sangat sukar karena gambaran klinis TB tidak spesifik dan foto paru sulit diinterpretasi. Ditemukannya kuman merupakan standar baku emas sebagai diagnosis pasti TB, tetapi pada anak cara ini sangat tidak mungkin oleh karena TB pada anak mempunyai jumlah kuman sangat sedikit. Skenario diagnosis TB pada anak seringkali didasarkan atas keluhan dan gejala yang timbul, foto paru, uji tuberkulin, dan adanya kontak dengan kasus dewasa. Hal tersebut dapat menimbulkan terjadinya under/over diagnosis TB pada anak. 5,6,7 Perkembangan pengetahuan di bidang biologi molekuler terhadap kuman TB maka cara diagnostik baru di bidang tersebut mulai ditemukan dan dikembangkan sehingga diagnosis yang cepat dengan akurasi yang tinggi dapat diharapkan.6 Dalam makalah ini akan dibicarakan cara diagnosis TB yang merupakan hasil temuan baru para peneliti atas dasar biomolekuler, respon imun dan pemakaian antigen spesifik dari hasil penelitian terhadap genom kuman TB sampai metode penemuan kuman secara cepat dan akurat.
Respon imun terhadap kuman TB Segera setelah terjadi infeksi kuman TB akan difagositasis oleh sel makrofag alveolar dan tetap 144
bertahan hidup dalam fagosom. Respon makrofag terhadap infeksi awal ini merupakan innate immune responses yang utama. Selanjutnya rekrutmen sel-sel dendritik merupakan respon imun selular termasuk di dalamnya keterlibatan sel T CD4+ dan CD8+ dengan kemungkinan terbentuknya granuloma. Pada umumnya sebagian besar individu mampu bertahan agar tidak sakit tetapi tidak mampu mengeleminasi kuman, sehingga kuman tetap berada di dalam granuloma yang kelak dapat menimbulkan infeksi laten TB. 8-9 Para peneliti tertarik pada kuman TB terutama dinding selnya.8-9 Beberapa faktor penentu virulensi kuman yang ada di dalam dinding sel kuman TB dan dapat menjelaskan immunopatogenesis adalah 1. Aipoarabinomannan, 2. Sulfolipida, 3. Asam mikolat yang mengandung glikolipida, 4. Lipoprotein 19kDa.8
Respon imun innate terhadap kuman TB Dinding sel lipida kuman TB mempunyai efek terhadap migrasi sel neutrofil, sel monosit dan sel makrofag. Lapisan dinding sel terutama LAM dan TDM menimbulkan aktifasi pembentukan granulositik di dalam paru. LAM secara langsung dapat menghambat aktifasi makrofag oleh IFN-γ, dan merangsang produksi tumor growth factor beta (TGFβ) makrofag sehingga dapat menghambat aktifasi sel makrofag serta sel T dengan akibat terjadi pergeseran ke arah perkembangan sel tipe Th2 dan berakibat terjadinya imunitas yang tidak efektif terhadap kuman TB.8 Eliminasi kuman TB sangat bergantung pada keberhasilan interaksi antara sel makrofag dan sel limfosit T. Sel TCD4+ dengan produksi sitokin utama IFN-γ setelah mendapat stimulasi antigen kuman TB menimbulkan efek protektif. Sel subset T yang lain yaitu TCD 8 + mempunyai kontribusi dalam proteksi terhadap kuman melalui sekresi sitokin dan melisis sel yang terinfeksi. Respon sel T merupakan spesifik antigen dengan antigen imunodominan tertentu. Bersama major histocompatibility complex (MHC) serta adanya polimorfisme di MHC, maka setiap individu mempunyai suseptibilitas berbeda terhadap infeksi dan terjadinya penyakit TB.1-11 Pengenalan kuman TB oleh sel fagosit memicu terjadinya aktifasi dan produksi sitokin dan kemokin. Terdapat dua macam kelompok sitokin yang berperan
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
di dalam respon imun terhadap kuman TB, yaitu sitokin proinflamasi dan sitokin anti inflamasi.11 Beberapa sitokin proinflamasi yang terlibat di dalam proses infeksi kuman TB adalah tumor necrosis factor (TNF)-α, IL-1β, IL-6, IL-12, IL-8, IL-15 dan IFN-γ. Sitokin anti inflamasi adalah IL-10, tumor growth factor (TGF)-β dan IL-4. Kemokin yang terlibat dalam proses respon imun terhadap infeksi kuman TB adalah IL-8 dan monocyte chemo atractant protein 1 (MCP-1).1-11 Peran protektif IFN-γ pada TB sangat dikenal dan sudah sering dibuktikan kebenarannya terutama dalam konteks antigen – specific T – cell immunity. Produksi IFN-γ terhadap antigen yang spesifik pada penyakit TB invitro dapat dijadikan marker yang penting. Beberapa sel yang berperan memproduksi IFN-γ karena respon imun terhadap kuman TB adalah sel NK, makrofag paru, sel TCD1, sel Tgd, TCD4+ dan sel TCD8+.1-11,
Respon imun adaptive Sangat jelas bahwa imunitas innate dan adaptive sangat berhubungan erat satu dengan yang lain. Sel makrofag dan sel dendritik merupakan sel primer yang terlibat didalam respon imun innate terhadap kuman TB dan berperan penting dalam memulai imunitas adaptive. Pada dasarnya terdapat tiga proses yang mempunyai kontribusi dalam memulai terjadinya imunitas adaptive yaitu: presentasi antigen, kostimulasi dan produksi sitokin.1-11
apabila yang terbentuk adalah isotipe IgG 1 maka antigennya lipoprotein 19-kDa.8-11 Antibodi terhadap antigen lipid mikobakteri sudah banyak diteliti sebagai sarana diagnostik TB yang potensial. Secara umum uji diagnostik terhadap keberadaan antibodi memberikan hasil sensitifitas dan spesifisitas yang tidak optimal dan sampai saat ini tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam program pemberantasan penyakit TB.8
Antigen spesifik kuman tuberkulosis Terdapat beberapa antigen spesifik yang berhasil diidentifikasi, diantaranya berasal dari dinding sel kuman tetapi juga dijumpai dalam filtrat kultur yaitu antigen kompleks 85A, 85B, 85C atau lebih dikenal dengan protein 30 – 32 kDa.1-13 Antigen spesifik yang berasal dari protein filtrat kultur yang berhasil diidentifikasi adalah protein 16-kDa, suatu antigen utama yang dikenal oleh serum pasien TB, dan merupakan elemen yang mengatur kuman TB tetap laten dan tetap berada di dalam pejamu. Antigen spesifik yang berasal dari filtrat kultur lain adalah early secretory antigenic target 6 (ESAT-6), culture filtrate protein 10 (CFP-10) yang keduanya disandi oleh gen RD-1 (region of difference 1) dan antigen TB10.4. Ketiganya merupakan famili ESAT-6 dan ketiganya merupakan antigen imunodominan yang dikenal oleh mayoritas pasien TB.1-12-14 Antigen ESAT-6 sangat kuat dikenal oleh sel-sel limfosit yang memproduksi IFN-γ. Protein ESAT6 sebagai antigen mempunyai bermacam-macam epitop yang semuanya dikenal oleh sel T pada berbagai populasi dengan genetik yang tidak sama.12
Respon imun humoral Respon imun humoral terhadap antigen kuman TB seperti LAM, SL-1, TDM dan lipoprotein 19-kDa dapat terjadi setelah manusia diinfeksi oleh kuman TB. Imunoglobulin G terhadap LAM menimbulkan aktifasi komplemen klasik yang penting didalam fagositosis. Imunoglobulin M anti LAM meningkatkan pembersihan LAM yang ada di serum. Pemberian TDM dapat meningkatkan pembentukan respon antibodi IgM dan menginduksi sitokin IL-4, IL-6 dan IL-10 yang selanjutnya sitokin tersebut menjadi milieu yang kondusif untuk meningkatkan produksi antibodi. Antibodi anti LAM yang terbentuk selama infeksi adalah isotipe IgG2 tetapi
Diagnosis Tuberkulosis Membuat diagnosis TB merupakan masalah yang kita hadapi, apalagi pada kasus yang mempunyai jumlah kuman sedikit atau pada TB luar paru. Cara lama untuk mendiagnosis TB meliputi uji tuberkulin, pemeriksaan radiologis, gejala klinis, histopatologis, kultur dan pemeriksaan melalui mikroskop dengan pengecatan yang seluruhnya memiliki keterbatasan. Ada beberapa cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB yaitu dengan cara konvensional dan tidak konvensional. Cara konvensional terdiri dari pemeriksaan mikroskopik, biakan kuman, uji kepekaan 145
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
terhadap obat, dan identifikasi keberadaan kuman isolat serta pemeriksaan histopatologis. 1. Pemeriksaan mikroskopik (basiloskopi) Pemakaian mikroskop sebagai diagnosis awal penyakit TB mempunyai nilai tinggi terutama untuk mendeteksi kasus TB aktif yang sangat menular. Waktu yang digunakan untuk menentukan keberadaan kuman TB melalui cara mikroskopis hanya sekitar 2 jam, 2 hari melalui uji bakteriofag dan 2 bulan melalui kultur. 15 Di banyak negara, pemeriksaan kuman TB menggunakan mikroskop dengan pengecatan Ziehl– Neelsen (ZN) atau dengan modifikasinya, yaitu cara Kinyoun. Pemakaian auramin sebagai metode fluoresensi untuk mendeteksi keberadaan mikobakteri di dahak sudah lama dilakukan, tetapi akhir-akhir ini diganti dengan menggunakan kombinasi auramin O– rhodamin. Metode fluoresensi ternyata mampu meningkatkan angka pendeteksian kuman dan memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan pengecatan ZN atau Kinyoun.5-15 Teknik manual fluoroskop auramin masih kurang sempurna dalam hal waktu yang digunakan. Spesifisitas rendah karena angka negatif palsu yang cukup tinggi dan masih memerlukan tenaga terdidik untuk melaksanakannya, sehingga teknik manual perlu disempurnakan lagi mempergunakan teknik skrining otomatis dengan analisis komputerisasi. Dengan berbagai teknik seperti rapid multiresolution segmentation technique, teknik pewarnaan untuk membedakan segmentasi dan identifikasi serta machine learning technique masih mampu memberikan spesifitas dan sensitifitas masing-masing 86,9% dan 93,9%. Cara baru Gaussian mixture models mempunyai sensitifitas dan spesifisitas masing-masing mencapai 100%.16 2. Biakan Kuman Pemeriksaan biakan metode konvensional terdiri dari media agar dan media telur (egg–based and agar–based media) seperti media LJ (Lowenstein–Jensen) dan middlebrook agar. Kedua media tersebut merupakan media padat dan memerlukan 3 – 8 minggu untuk masa inkubasi. Media cair lebih cepat menimbulkan pertumbuhan kuman. Pada dasarnya metode biakan merupakan kombinasi antara media cair dan media 146
padat atau kombinasi bifasik (padat dan cair), guna media padat untuk memaksimalkan sensitifitas deteksi kuman. Saat ini cara tersebut merupakan standar baku emas untuk biakan kuman.5-15-17 Dalam beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan beberapa cara untuk mengetahui pertumbuhan kuman yang lebih cepat dan lebih dini. Beberapa diantaranya adalah. a. BACTEC (Becton Dickinson) Sistim BACTEC dikembangkan berdasarkan generasi karbon dioksida radioaktif yang berasal dari substrat asam palmitat. Cara ini telah banyak digunakan karena pertumbuhan kuman dapat dideteksi dalam 5-10 hari. Dengan menambahkan NAP (β nitro α acetylamine β hidroxy propiophenone) dapat membedakan kuman TB dari mikobakteri lain. 5-17-18 b. MGIT(Mycobacteria growth indicator tube) Cara ini berdasarkan fluoresensi pada pertumbuhan kuman. Tabung gelas berisi media Middelbrook 7H9 yang telah dimodifikasi bersama dengan fluoresence quenching – based oxygen sensor dan ditanam di dasar tabung. Pertumbuhan kuman dengan cara ini dapat dideteksi dalam 7 – 12 hari. Telah dibuat sistim baru yang sepenuhnya otomatis, yaitu BACTEC MGIT 960 system.5-17-18 c. MB – Redox (Heipha Diagnostica Biotest) Merupakan cara manual berdasarkan reduksi terhadap garam tetra zolium di dalam media cair.5-19 d. MB/Bact System (Organon) Cara MB berdasarkan deteksi warna karbon dioksida, diproduksi oleh kuman yang tumbuh dalam sistim tertutup secara otomatis (automated equipment – based colorimetric detection).5-18-20 e. ESP Culture System III (Trek Diagnostics) Cara ESP berdasarkan deteksi terhadap perubahan tekanan dalam media kultur yang tertutup rapat selama proses pertumbuhan kuman secara otomatis.5-21 f. Phage – based tests Salah satu cara untuk membuat diagnosis TB adalah uji mikobakteriofag yang sangat menjanjikan oleh karena relatif mudah dilaksanakan, walaupun masih memerlukan infrastruktur seperti dalam biakan kuman, waktu yang diperlukan hanya sekitar 2 hari.15-22-23
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Dikenal dua jenis tes fag paling utama.15-23 f1. Amplifikasi fag setelah menginfeksi kuman TB yang diikuti dengan deteksi perkembangbiakkan fag melalui bantuan sel penolong yang membentuk plaque. f2. Luciferase Reporter Phage (LRP) Cara LRP menggunakan fag rekombinan gen luciferase yaitu enzim yang biasa dijumpai di kunang-kunang. Fag rekombinan ini mampu mengekspresikan gen luciferase selama menginfeksi kuman TB. Dengan terdapatnya substrat luciferin didalam kuman TB yang terinfeksi oleh fag rekombinan tadi akan mampu membentuk cahaya yang dapat dideteksi oleh luminometer atau film foto sensitif. Metode cepat berbasis molekular Akhir-akhir ini identifikasi cepat kuman tbc berbasis molekular berkembang pesat. Beberapa diantaranya adalah hibridasi dengan gene probes spesific dan polymerase chain reaction – restriction fragment lenght polymorphism (PCR – RFLP) yang menggunakan gen kat6, rRNA dan sekuen mRNA16S.18 Teknik amplifikasi gen untuk mengidentifikasi dan secara langsung dapat mendeteksi keberadaan kuman TB baik dari isolat maupun dari bahan sediaan spesimen klinik makin berkembang dengan digunakannya metode PCR (polymerase chain reaction). Teknik amplifikasi gen sangat sensitif oleh karena dalam kondisi yang berbeda di bawah standar sekalipun masih dapat mendeteksi keberadaan kuman walau jumlahnya hanya 1–10 buah kuman18 Teknik PCR Perkembangan yang lebih baik dan cukup bermakna terhadap diagnosis TB adalah teknik amplifiaksi asam nukleat (Nucleic Acid Amplification, NAA). Salah satu teknik NAA ini adalah teknik PCR. Penelitian di laboratorium (in house) sebagai diagnosis cepat TB dan aplikasi klinik makin banyak dan makin sering dilakukan. Beberapa teknik PCR yang dikembangkan adalah PCR konvensional, nested PCR dan RT–PCR. Target gen yang sering digunakan adalah MPB 64, TRC 4, IS 1081, div R, 38 kDa dan GC repeats.5-18 Epidemiologi molekuler TB Perkembangan pesat biologi molekular akhir-akhir ini
telah meningkatkan penelitian terhadap epidemiologi penyakit TB. Berbagai cara biologi molekular untuk meneliti genetika galur (strain) kuman TB semakin berkembang pula. Profil genetik yang spesifik untuk setiap strain disebut sebagai fingerprint. Apabila dijumpai dua atau lebih galur yang mempunyai fingerprint yang identik atau sangat mirip disebut sebagai satu cluster. Apabila galur kuman TB yang diisolasi dari pasien berbeda yang berasal dari cluster yang sama, merupakan satu mata rantai epidemiologis. Berarti keadaan tersebut merefleksikan terjadinya satu transmisi baru diantara pasien TB oleh kuman yang sama. Cara ini merupakan suatu upaya dalam menentukan adanya out break atau mencari kontak kasus TB.5-24 Beberapa teknik finger printing DNA yang digunakan dalam epidemiologi TB, yaitu insertion sequence 6110 restriction fragment length polymorphism (1S 6110 – RFLP), polymorphic GC – rich sequence – RFLP (PGRS – RFLP), mixed linker PCR, spacer oligonucleotide typing (spoligotyping), direct repetivite element – PCR (DRE – PCR), variable numbers of tandem repeats (VNTR), mycobacterial interspersed repetivite units (MIRUs) dan fluorescent amplified – fragment length polymorphism (FAFLP).24 Metode IS6110 – RFLP merupakan standar yang paling sering dipakai dalam penelitian epidemiologi dan patogenesis TB. Metode tersebut dipakai untuk memonitor transmisi, menentukan cluster strain kuman dalam populasi, membedakan terjadinya reinfeksi dari luar dengan relaps, mengidentifikasi terjadinya kontaminasi di laboratorium, mempelajari evolusi molekular di tingkat spesies dan untuk mengetahui lebih dalam patogenesis penyakit TB.5-24 Spoligotyping sangat luas dipakai karena cukup sederhana dengan reproduktisibilitas tinggi. Metode yang dipakai berdasarkan polimorfisme yang ada dalam kromosom di lokus direct repeat (DR). Bersama IS6110-RFLP dipakai dalam surveilans pandemi atau surveilans epidemi. Juga merupakan cara sederhana melakukan deteksi simultan dan menentukan tipe kuman TB dari bahan sediaan klinis.5-24 Teknik PCR lain dalam menentukan tipe molekular kuman TB adalah genomic deletion analyses dengan memakai microarrays DNA untuk mendeteksi terjadinya delesi genom pada strain kuman TB. Teknik tersebut dipakai dalam epidemiologi, evolusi genomik dan struktur populasi kuman TB.5 147
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
3. Serodiagnosis Beberapa cara tes darah telah diajukan sebagai diagnosis serologis TB. Penelitian yang pertama kali dilakukan menggunakan antigen yang dimurnikan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman TB di tubuh pasien, namun karena spesifisitas sangat rendah maka digunakan antigen rekombinan atau antigen yang lebih dimurnikan lagi. Hal tersebut dapat meningkatkan spesifisitas tetapi menurunkan sensitifitas.5 Teknik diagnosis TB secara serologis memberikan banyak keuntungan karena mudah dikerjakan, dengan biaya yang murah, cepat memberikan hasil dan tersedia dimana-mana, serta tidak memerlukan spesimen dari jaringan yang sakit.5-25 Beberapa macam antigen kuman TB yang digunakan dalam uji serologis berasal dari ekstrak sel, protein kuman, molekul glikolipid dinding sel kuman dan PPD. Dengan menggunakan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) beberapa penelitian antigen tersebut dapat mengukur kadar IgG, IgM dan IgA terhadap berbagai antigen tersebut. Teknik lain dengan menggunakan cara immunoblot dan immunochromato graphic test (ICT) yang akan memberikan perubahan warna pada garis (bands) yang telah ada. Lama pemeriksaan antara 5 – 15 menit.25 Pemeriksaan IgM memberikan hasil sensitifitas yang rendah dibandingkan dengan IgG dan IgA oleh karena IgM hanya bisa dideteksi pada stadium awal dan dalam waktu singkat kadar segera menurun. Sebaliknya kadar IgG akan meningkat dengan perjalanan waktu selama infeksi masih terjadi. Walaupun demikian, spesifisitas IgM mencapai 97,4% sehingga apabila IgM memberi hasil yang positif disertai tanda klinis yang mendukung adanya proses TB maka dapat merupakan tes tambahan yang memperkuat diagnosis TB.26 Pada umumnya spesifisitas dan sensitifitas pengukuran IgA dan IgG berkisar sekitar 80% walaupun beberapa penelitian memberikan spesifitas sampai 98 - 100%.25 Dibuktikan pula bahwa spesifisitas IgA lebih tinggi dari IgG dalam mendeteksi keberadaan kuman tbc melalui reaksi dengan beberapa antigen kuman TB 25-27 dan terjadinya peningkatan kadar IgA KP90 hanya dijumpai pada pasien dengan penyakit TB.27 Kekurangan serodiagnosis TB disebabkan oleh karena masih dijumpai hasil positif palsu terhadap 148
beberapa antigen karena dijumpai pula pada kuman BCG seperti 38-kDa, KP 90, LAM; dan A60 yang dijumpai pada NTM (non tuberculous mycobacteria) dan NPM (non pathogenic mycobacteria).26 Untuk meningkatkan sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan serologis dalam mendeteksi penyakit TB, maka beberapa upaya dilakukan yaitu melakukan kombinasi beberapa antigen spesifik dan atau melakukan kombinasi beberapa uji serologis IgA, IgG dan IgM.26 Beberapa peneliti membuktikan bahwa kombinasi antigen dan kombinasi metode uji serologis tidak memberikan peningkatan dalam sensitifitas dan spesifisitas secara bermakna. 5, Sebagian ahli berpendapat bahwa serodiagnosis TB tidak bermanfaat terutama pada pasien TB anak dan kasus HIV.5-6 4. Interferon – gamma assays Untuk pertamakali dikembangkan teknik baru secara in-vitro dan in-vivo sebagai alternatif pengganti uji tuberkulin yaitu pemeriksaan sel T limfosit dengan mengukur produksi interferon gamma (IFN-γ). Pemeriksaan IFN-γ tersebut berdasarkan prinsip bahwa sel limfosit T dari individu yang disensitisasi oleh antigen kuman TB akan memproduksi IFN-γ apabila dirangsang oleh pemberian antigen kuman TB. Peningkatan kadar IFN-γ atau peningkatan produksi IFN-γ disimpulkan sebagai indikasi ditemukan kuman TB.3-13-14 (Gambar 11) Penelitian terhadap pemeriksaan IFN-γ pertama kali difokuskan kepada pemakaian tuberkulin PPD (purified protein derivative) sebagai antigen yang menstimulasi produksi IFN-γ. Perkembangan selanjutnya sebagai antigen yang digunakan adalah antigen spesifik yang ada di dalam kuman TB yaitu early secretary antigenic target 6 (ESAT 6) dan culture filtrate protein 10 (CFP 10). Protein tersebut disandi oleh gen yang berlokasi di region of difference 1 (RD1) genom kuman TB 10 yang jauh lebih spesifik dari PPD oleh karena tidak dijumpai di substrain kuman BCG dan sebagian besar kuman NTM (nontuberculous mycobacteria) kecuali pada Mycobacterium kansasii, Mycobacterium marinum dan Mycobacterium szulgani.3-12 Pada awalnya pemeriksaan dilakukan cukup dengan mengukur kadar IFN-γ di dalam darah tepi tetapi kemudian berkembang menjadi pengukuran produksi IFN-γ oleh sel mononuklar. Apabila pada awal pemeriksaan menggunakan cara yang tidak
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Gambar 11. Dasar biologis antara uji kulit tuberkulin dengan uji IFN-γ dalam menegakkan diagnosis penyakit TB.28
otomatis maka selanjutnya dikembangkan teknik otomatis. Jika semula yang diukur kadar produksi IFNγ selanjutnya dikembangkan teknik menghitung jumlah sel yang memproduksi IFN-γ (spot). Kekurangan teknik pemeriksaan dengan menggunakan kadar IFN-γ atau menentukan jumlah sel yang memproduksi IFN-γ hanya mengindikasikan bahwa seseorang pernah mengalami sensitisasi oleh kuman TB tetapi tidak dapat membedakan antara seseorang menderita TB laten atau TB aktif.3-12-28 Teknik pemeriksaan IFN-γ yang beredar di pasaran adalah Quantiferon-TB (Cellestis, Australia) dan T spotTB (Oxford Immunotec, UK). Kedua teknik tersebut mengukur cell-mediated immunity(CMI) dengan mengukur produksi IFN-γ oleh sel T setelah dirangsang oleh antigen kuman TB dengan menggunakan metode ELISA dan ELISPOT (enzyme-linked immunospot). Generasi pertama Quantiferon-TB adalah mengukur kadar IFN-γ di darah tepi (whole blood) dengan metode ELISA setelah diberi PPD. Pengembangan Quantiferon-TB adalah Quantiferon-TB Gold yang telah menggunakan ESAT-6 dan CFP-10.3-28 Adapun teknik T spot-TB tidak menggunakan whole blood tetapi memakai peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) dengan menggunakan antigen ESAT-6 dan CFP-10 dengan teknik ELISPOT untuk mendeteksi jumlah sel T yang memproduksi IFN-γ. Masa inkubasi untuk teknik tersebut berkisar antara 24–48 jam tetapi penelitian di laboratorium (in-house
assays) memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 5–6 hari.3-28 Beberapa peneliti menyatakan bahwa teknik ELISPOT lebih sensitif dari teknik ELISA dalam menetapkan infeksi kuman TB pada penderita TB aktif dan TB laten dengan hasil masing-masing 95,4% dan 70,1%. Teknik ELISA lebih spesifik dibandingkan teknik ELISPOT dengan hasil 91,6% dan 84,7% 29 namun peneliti lain menyatakan bahwa sensitifitas keduanya sama.30 Dalam kaitannya dengan status BCG dibuktikan bahwa uji IFN-γ berbasis antigen RD1 mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji tuberkulin dan uji IFN-γ berbasis PPD. Sama halnya dengan uji ELISPOT berbasis ESAT-6 menunjukkan bahwa sama sekali tidak berkorelasi dengan status BCG tetapi uji tuberkulin dan uji ELISPOT berbasis PPD mempunyai hubungan yang bermakna dengan status BCG, artinya bahwa kedua uji tersebut lebih banyak memberikan hasil positif pada mereka yang telah mendapat BCG.12-28 Pembuktian TB aktif pada anak dengan menggunakan teknik ELISPOT memberikan sensitifitas sampai 83%; pasien TB aktif anak terbukti memberi respon yang lebih besar dibandingkan anak dengan tanpa gejala. Teknik pemeriksaan dengan ELISPOT jauh lebih sensitif dari uji tuberkulin, dan tidak dipengaruhi oleh faktor umur, status HIV, serta malnutrisi. 149
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Kesimpulan
7.
Pemeriksaan TB-BACTEC dibandingkan cara konvensional (LJ) lebih cepat, sangat sensitif dan sangat spesifik dalam mendeteksi keberadaan kuman terutama pada pasien TB paru dengan kuman positif. Teknik fag walaupun lebih mudah dan lebih cepat dikerjakan dengan spesifitas yang tinggi namun sensitifitas sangat bervariasi dan masih memerlukan keberadaan kuman TB hidup dan apabila hasil negatif belum dapat menyingkirkan ada tidaknya penyakit TB. Uji NAA (nucleic acid amplification), termasuk uji PCR sangat spesifik sehingga mempunyai potensi besar untuk konfirmasi diagnosis TB tetapi masih memberikan sensitifitas bervariasi dan di bawah optimal sehingga tidak dapat dipakai sebagai alat untuk menyingkirkan diagnosis penyakit TB. Uji diagnostik TB berbasis deteksi antibodi secara serologis tidak dianjurkan karena sensitifitas dan spesifitas rendah. Teknik pemeriksaan berbasis IFN-γ terutama yang menggunakan kombinasi antigen RD1 mempunyai potensi besar untuk menjadi sarana diagnostik baik di tingkat klinik maupun masyarakat. Kendala utama teknik baru diagnostik TB ini adalah biaya mahal, teknik canggih, memerlukan keahlian tinggi. Aplikasi di negara berkembang perlu ditindaklanjuti apalagi teknik baru tersebut masih belum mampu menyingkirkan teknik konvensional.
8.
9. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5.
6.
150
Smith I. Mycobacterium tuberculosis pathogenesis and molecular determinants of virulence. Clin Microbiol Rev 2003; 16:463-9. Kaye K, Frieden TR. Tuberculosis control : the relevance of classic principles in an era of acquired immunideficiency syndrome and multi drug resistance. Epidemiol Rev. 1996; 18:52-63. Pai M. Alternative to tuberculin skin test: Interferon - g assays in the diagnosis of mycobacterium tuberculosis infection. Indian J Med Microbiol 2005; 23:151-8. Chan ED, Heifets L, Iseman MD. Immunologic diagnosis of tuberculosis: a Review. Tuber Lung Dis 2000; 80:13140. Palomino JC. Nonconventional and new methods in the diagnosis of tuberculosis: feasibility and applicability in the field. Eur Respir J 2005 ; 26:339-50. Lodha R, Kabra SK. Never diagnostics modalities for tuberculosis. Indian J Pediatr 2004; 71:221-7.
16.
17. 18. 19.
20.
UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, 2005. Karakousis PC, Bishai WR, Dorman SE. Mycobacterium tuberculosis cell envelope lipids and the host immune response. Cellular Microbiology 2004; 6:105-6. Flynn JL, Chan J. Immunology of tuberculosis. Annu Rev Immunol 2001; 19:93-129. Emoto M, Emoto Y, Buchwalow IB, Kaufmann SH. Induction of IFN – gamma – producing CD4+ natural killer T cells by mycobacterium bovis bacillus Calmette Guerin. Eur J Immunol 1999 ; 29:650-59. Van Crevel R, Ottenhoff THM, Vd Meer JWM. Innate immunity to mycobacterium tuberculosis. CMR 2002; 15:294-309. Andersen P, Munk ME, Pollock JM, Doherty TM. Spesific Immune – based diagnosis of tuberculosis. Lancet 200; 356:1099-104. Armitige LY, Jagannath C, Wanger AR, Norriss SJ. Disruption of the genes encoding antigen 85A and antigen 85B of mycobacterium tuberculosis H37Rv: effect on growth in cultureand in macrophages. Infect Immun 2000; 68:767-83. Skjot RLV, Oettiger T, Roswnkrands I, Ravn P, Brock I, Jacobson S, dkk. Comparative evaluation of low – molecular – mass protein from mycbacterium tuberculosis identifies members of the ESAT – 6 family as immunodominant T – cells antigen. Infect Immun 2000; 68:21420. Kalantri SP, Pai M, Pascopella L, Riley LW, Reingold AL. Bacteriophage – based tests for the detection of mycobacterium tuberculosis in clinical speciments: a systemic review and meta – analysis. BMC Infect Dis 2005; 5:59-62. Forero MG, Cristobal G, Desco M. Automatic identification of mycobacterium tuberculosis by Gaussian mixture models. J Microscopy 2006; 223:120-32. Laszlo A. Tuberculosis: 7. Laboratory aspects of diagnosis. CMAJ 1999; 160: 1725–9. Katoch VM. Newer diagnostic techniques for tuberculosis. Indian J Med Res 2004; 120:418-28. Cambau E, Wichlacz C, Truffot – Pernot C, Jarlier V. Evaluation of the new MB redox system for detection of growth of mycobacteria. J Clin Microbiol 1999; 37: 2013-5. Rohner P, Ninet B, Metrol C, Emler S, Auckenthaler R. Evaluation of the MB / Bact system and comparison to the 460 system and solid media for isolation of mycobacteria from clinical speciements. J Clin Microbiol 1997; 35:3127-31.
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
21. Woods GL, Fish G, Plaunt M, Murphy T. Clinical evaluation of difco ESP culture system II for growth and detection of mycobacteria. J Clin Microbiol 1997; 35:1214. 22. Muzaffar R, Batool S, Aziz F, Naqvi A, Rizvi A. Evaluation of the FASTPlaque TB assay for direct detection of mycobacterium tuberculosis in sputum specimens. Int J Tuberc Lung Dis 2000; 6:635-40. 23. Mc Nerney R, Traore H. Mycobacteriophage and their application to disease control. A Review J App Microbiol 2005; 99:223-33. 24. Moström P, Gordon M, Sola C, Ridell M, Rastoqi N, Metods used in the molecular epidemiology of tuebrculosis. CMI 2002; 8:694-704. 25. Chiang I, Suo J, Bai KJ, Lin TP, Luh K, Yu C. Serodiagnosis of tuberculosis. A study comparing three spesific mycobacterial antigens. Am J Respir Crit Care Med 1997; 156:906-11. 26. Yuce A, Yucesoy M, Genc S, Sayan M, Ucan ES. Serodiagnosis of tuberculosis by enzyme immunoassay
27.
28.
29.
30.
using A60 antigen. Clin Microbiol Infect 2001; 7:3726. Alifano M, Pascalis RD, Sofia M, Faraone S, Peezo MD, Covelli I. Evaluation of IgA – mediated humoral immune response againts the mycobacterial antigen P –90 in diagnosis of pulmonary tuberculosis. Chest 1997; 111:601-5. Wrighton – Smith P, Miscampbell I. Study results comfirm superior performance of Oxford immunotec Ltd’s T-Spot. TB over other diagnostic tests for tuberculosis. Oxford Immunotec, 02 August 2006. Scholvink E, Wilkinson KA, Whelan AO, Martineau AR, Levin M, Wilkinson RJ. Gamma interferon– based immunodiagnosis of tuberculosis: comparison between whole – blood and enzyme – linked immunospot methods. J Clin Microbiol 2004; 42:829-931. Nakaoka H, Lawson L, Squire SB, Coulter B, Ravn P, Brock I, dkk. Risk for tuberculosis among children. Emerg Infect Dis 2006; 12:1606-14.
151