Diabetes Melitus dan Permasalahannya pada Infeksi Tuberkulosis Dyah Retno Wulandari *, Yani Jane Sugiri ** * **
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Abstrak Diabetes melitus (DM) meningkatkan risiko infeksi tuberkulosis (TB) aktif sebesar 3,11 kali. Dengan peningkatan pandemik DM yang 80% berada di daerah endemik TB, maka TB akan menjadi masalah besar di masa yang akan datang. Meskipun laju insidens TB mengalami penurunan tapi belum mencapai angka yang diharapkan, yaitu target laju insidens sebesar 1 kasus baru per 1 juta penduduk. Diabetes merupakan penyakit dengan dampak gangguan sistem imun, terutama sistem imun selular. Sistem ini berperan utama untuk menghambat terjadinya infeksi TB. Diabetes memberikan dampak manifestasi TB yang lebih buruk daripada penderita TB tanpa DM. Diabetes dapat menjadi faktor risiko ditemukannya BTA pada sputum, dengan konversi yang lebih lama dari pada penderita TB tanpa DM, sehingga meningkatkan risiko penularan dan risiko resistensi kuman. Diabetes juga mempengaruhi prognosis pada pengobatan TB, dalam hal ini dapat meningkatkan kematian, risiko kegagalan terapi dan relaps. Panduan untuk pengelolaan dan penatalaksanaan TB dengan DM masih belum didukung dengan penelitian yang komprehensif. World Health Organization mulai merintis pengelolaan dan penatalaksanaan sejak tahun 2009. Panduan WHO tahun 2011 masih merupakan panduan global dan acuan pengembangan penelitian lebih lanjut. (J Respir Indo. 2013; 33:126-34) Kata kunci: Tuberkulosis, diabetes melitus, disfungsi sistem imun.
Diabetes Mellitus and Its Problems in Tuberculosis Infection Abstract Diabetes mellitus (DM) increases the risk of active tuberculosis (TB) infection by 3.11 times. With the increase in the pandemic, which 80% DM in TB endemic areas, the TB will be a problem in the future. Although the incidence rate of TB has decreased, but still not reached a trend that is expected to reach the target rate of incidence to 1 new case per 1 million populations. Diabetes is a disease with immune system disorders, especially the impact of cellular immune system where the system is the critically role of the restriction of TB infection. Diabetes manifestation impact of TB is worse than TB patients without DM. Diabetes can be a risk factor of bacterial load in the sputum smear, with a longer conversion then TB patients without DM, thereby increasing the risk of transmission and the risk of bacterial resistance. Diabetes also affects the prognosis in the treatment of TB. It can increase mortality, the risk of treatment failure and relapse. Guidelines for care and control of TB with DM has not been supported by comprehensive research. WHO began pioneering the guideline in care and control since 2009. WHO guidelines in 2011 remains a global guide and benchmark the development of further research. (J Respir Indo. 2013; 33:126-34) Keywords: Tuberculosis, diabetes mellitus, immune system dysfunction.
PENDAHULUAN Sampai saat ini diabetes melitus (DM) telah 1
menjadi pandemi yang terus meningkat. Diperkirakan
ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun yang menderita DM.5 Terdapat bukti-bukti yang
jumlahnya akan meningkat dua kali lipat dari tahun 2005
menunjukkan bahwa diabetes meningkatkan risiko
ke tahun 2030 berdasarkan peningkatan harapan hidup
infeksi saluran pernapasan bawah dan infeksi di tempat
dan urbanisasi.2 Global survey 2008 yang dilakukan
lain. Data WHO menunjukkan bahwa DM akan
oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan
meningkatkan risiko infeksi tuberkulosis (TB) tiga kali
bahwa penderita DM telah mencapai 347 juta orang,
lebih besar dari populasi normal.3
dengan tren yang terus meningkat.3 Prevalens DM di
Sementara itu, sekitar sepertiga penduduk dunia
Indonesia mencapai 6,6% pada laki-laki dan 7,1% pada
diperkirakan menderita infeksi laten Mycobacterium
perempuan, dengan prevalens untuk total populasi
tuberculosis, 95% tersebar di negara berkembang.1,6
sebesar 6,9%.4 Berdasarkan pola pertambahan
Jumlah kasus TB yang terjadi di dunia setiap tahun
penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan
masih terus berkembang, meskipun tingkat pening-
126
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
katannya melambat.6 World Health Organization
merupakan akibat kegagalan sistem pertahanan tubuh,
mencatat penurunan tingkat kecepatan sekitar 35%
dalam hal ini paru mengalami gangguan fungsi pada
sejak tahun 1990, dengan 139 kasus baru setiap
epitel pernapasan dan juga motilitas silia.9 Gangguan
100.000 penduduk. Penderita TB di Indonesia pada
fungsi dari endotel kapiler vaskular paru, kekakuan
tahun 2010 diperkirakan mencapai 690.000 penderita
korpus sel darah merah, perubahan kurva disosiasi
dengan prevalence rate 289 per 100.000 penduduk.
oksigen akibat kondisi hiperglikemia yang lama menjadi
Dan diperkirakan terdapat 450 ribu kasus baru pada
faktor kegagalan mekanisme pertahanan melawan
tahun 2010 dengan incident rate 189 setiap 100.000
infeksi.9
penduduk. Indonesia menjadi negara dengan penderita
Sitokin yang dihasilkan oleh sistem imun baik innate
TB tertinggi ke-3 pada tahun 2007 dan menjadi yang
immunity maupun adaptive immunity sangat berperan
kelima pada tahun 2010.
7
dalam pertahanan tubuh terhadap kuman
World Health Organization menetapkan target
Mycobacterium tuberculosis yang kemudian dapat
pada tahun 2050 penurunan insidens TB sampai
menginduksi imunitas seluler tipe 1, yang merupakan
dengan 1 kasus per 1 juta penduduk. Tren penurunan
respons utama tubuh untuk melawan TB. Terdapat
kasus TB secara global belum mencapai target ini.
peningkatan IFN- pada pasien DM, demikian pula TNF-
Untuk itu perlu dilakukan upaya tambahan untuk
. Hal ini menunjukkan gangguan respons imun seluler.
meningkatkan deteksi TB dan kesuksesan terapi
Seperti diketahui untuk optimalisasi respons imun
melalui peninjauan pada populasi khusus dengan faktor
membutuhkan rangsangan kemokin yang lebih besar.10
risiko TB, diantaranya DM.
3
Terdapat peningkatan ambang batas untuk sekresi TNF-K, IL-6, IL-8 pada pasien dengan diabetes
Diabetes melitus
mellitus. Dalam sebuah percobaan in vitro, monosit
Diabetes melitus (DM) diklasifikasikan menjadi
penderita DM diisolasi dan diberi rangsangan
empat kelompok, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe
lipopolisakarida (LPS) maka sekresi IL-1 dan IL-6 akan
khusus yang lain, dan DM pada kehamilan. Kecurigaan
turun dibandingkan pada monosit orang sehat. Dengan
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM
metode yang sama dari monosit orang sehat yang
(poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
dipapar dengan kadar gula tertentu menunjukkan
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) dan
penurunan sekresi TNF- dan IL-6.11
keluhan lain (lemah badan, kesemutan, gatal, mata
Makrofag dan monosit mengalami gangguan
kabur dan disfungsi ereksi pada laki-laki, serta pruritus
kemotaksis dan fagositosis. Gangguan yang terjadi
5
vulvae pada perempuan) (tabel 1).
merupakan defek intrinsik, oleh karena pada percobaan in vitro monosit dari serum pasien tanpa DM, meskipun
Perubahan pertahanan paru pada DM
dipapar gula, tetap memiliki fungsi yang normal.11 Garud
Paru pada penderita DM akan mengalami
dkk.12 dari penelitiannya di India juga menunjukkan
perubahan patologis, seperti penebalan epitel alveolar
penurunan indeks fagositik makrofag pada penderita
dan lamina basalis kapiler paru yang merupakan akibat
DM, dikatakan indeks ini berhubungan terbalik dengan
sekunder dari komplikasi mikroangopati sama seperti
kadar gula dan HbA1C.
yang terjadi pada retinopati dan nefropati. Gangguan neuropati dari syaraf otonom dapat berupa hipoventilasi
Hubungan DM dengan infeksi TB
sentral dan sleep apneu. Selain itu juga dapat terjadi
Hubungan DM dengan TB pertama kali
penurunan elastisitas rekoil paru, penurunan kapasitas
dilaporkan oleh Avicenna (Ibnu Sina) pada abad XI,
difusi karbon monoksida, dan peningkatan endogen
yaitu TB merupakan penyebab kematian utama
produksi karbondioksida.8 Kejadian infeksi paru pada penderita DM
penderita DM. Pada otopsi postmortem didapatkan lebih dari 50% pasien DM menderita TB.1,13 Pada awal
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
127
Tabel 1. Kriteria diagnosis DM No 1
Kriteria Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau
2
Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau
3
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL(11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air Dikutip dari 5
abad 20, dikatakan bahwa penyebab kematian pasien
insidens TB yang tinggi. Pada tahun 2030 diperkirakan
diabetes adalah ketoasidosis diabetik dan TB. Setelah
angka ini akan meningkat separuhnya, sehingga
ditemukannya insulin pada tahun 1920 dan antibiotika
penderita infeksi TB laten memiliki risiko menjadi TB
untuk tuberkulosis maka terdapat penurunan angka
aktif seumur hidupnya.15
kematian akibat kedua penyakit tersebut.1 Penelitian
Pada penderita DM dengan infeksi TB laten akan
oleh Root tahun 1934 pada 245 pasien DM dengan TB
menjadi TB aktif sebesar 10%. Data WHO 2010
menunjukkan bahwa infeksi TB pada pasien DM usia
menunjukkan sekitar 10% pasien TB berhubungan
muda 10 kali lebih besar dari pasien non-DM, infeksi TB
dengan DM, dan terdapat peningkatan risiko infeksi TB
terjadi pada 85% pasien yang didiagnosa DM, dan
sebesar 2-3 kali pada penderita DM.3,15 Restrepo (2007)
dikatakan bahwa insidens TB paru meningkat dengan
menunjukkan data odds ratio (OR) pasien TB dengan
semakin lamanya menderita DM.
13
DM sebesar 1,3 sampai 7,8 kali, dan terlihat DM
Peningkatan risiko tuberkulosis aktif pada
memang meningkatkan risiko TB aktif. Jika
penderita DM diduga akibat dari gangguan sistem imun
dibandingkan dengan penderita HIV masih lebih
yang ada pada penderita DM, peningkatan daya lekat
rendah, HIV dapat meningkatkan risiko TB aktif sebesar
kuman Mycobacterium tuberculosis pada sel penderita
113-170 kali.1 Faurholt-Jepsen dkk.2 dalam peneli-
DM, adanya komplikasi mikroangiopati, makroangiopati
tiannya di Tanzania menunjukkan odds ratio infeksi TB
dan neuropati, dan banyaknya intervensi medis pada
pada DM adalah 2,2. Alisjahbana dkk.16 dari Indonesia
pasien tersebut.11 Jeon dan Murray (2008) menunjukkan
melakukan penelitian kohort dengan data yang lengkap
adanya risiko aktivasi TB pada pasien DM, namun
menunjukkan bahwa prevalens DM pada penderita TB
belum ada penelitian yang mendukung adanya
adalah 14,8% dibandingkan 3,2% pada populasi
peningkatan infeksi primer TB pada penderita DM.14
normal. Pada tahun 2008, Jeon dan Murray melakukan studi metaanalisis dari 13 penelitian dengan hasil
Efek DM terhadap epidemi TB Pandemi DM semakin meningkat dengan
bahwa penderita DM memiliki risiko 3,11 kali lebih besar
sepertiganya diperkirakan menderita TB laten. Delapan
pada populasi tanpa DM. Lebih lanjut, semakin tinggi
dari sepuluh negara dengan insidens diabetes tertinggi
angka kejadian TB di suatu negara maka akan semakin
1,15
tinggi pula risiko terinfeksi TB.14,17 Sementara pada
World Health Organization memprediksi adanya
negara tersebut sebagian besar kondisi TB dan DM
peningkatan jumlah penyandang DM yang cukup besar
tidak terdiagnosis atau terdiagnosis pada kondisi yang
untuk tahun-tahun mendatang. Data WHO tahun 2010
terlambat.15 Sehingga hal ini akan meningkatkan angka
juga merupakan negara dengan infeksi TB tertinggi.
menunjukkan bahwa saat ini terdapat 350 juta orang
kejadian TB di dunia. Penyakit DM sangat mungkin
yang menderita DM, dan lebih dari 80% penderita
meningkatkan epidemi TB secara bermakna dan
tersebut berada di negara berkembang dengan
menjadi masalah besar di masa yang akan datang.18
128
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
Infeksi TB pada DM sebagai penyakit akibat
penelitian ini adalah batuk, hemoptisis, sesak napas,
kegagalan sistem imun
demam, keringat malam, dan penurunan berat badan,
Kegagalan sistem imun menjadi penyebab DM
masing masing gejala diberikan poin 1 dengan total 6.
sebagai faktor risiko aktivasi TB laten. Dikatakan bahwa
Skor gejala lebih dari 4 digolongkan dengan gejala yang
DM memiliki potensi untuk bermanifes dalam bentuk
berat. Penelitian yang ada di Malaysia, Saudi Arabia,
klinis yang lebih berat.1,10 Respons selular baik innate
dan Turki tidak menunjukkan perbedaan gejala pada
maupun adaptive memiliki gangguan fungsi pada
penderita TB dengan DM dibandingkan dengan
pasien DM, padahal respons selular merupakan
penderita TB tanpa DM, sedangkan penelitian di
respons yang paling penting untuk membatasi infeksi
Meksiko menunjukkan gejala demam dan hemoptisis
TB.
10
Secara umum dari penelitian yang terakhir
yang lebih tinggi pada penderita TB dengan DM.16
menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah sel limfosit, makrofag, monosit, namun satu penelitian dari Aweis 19
Jenis infeksi TB ada penderita DM
dkk. menunjukkan jumlah imfosit yang menurun pada
Gangguan imunitas seluler pada DM
pasien TB dengan DM dibandingkan pasien TB tanpa
menyebabkan gambaran infeksi tuberkulosis paru yang atipikal. Supresi sistem imunitas meningkatkan risiko
19
DM.
Kadar sitokin TNF- dan IFN- meningkat pada
infeksi tuberkulosis ekstra paru. Pada pasien dengan
pasien dengan TB dan DM, kedua sitokin ini penting
HIV/AIDS ditemukan lebih dari 50% manifestasi ekstra
untuk aktivasi makrofag dan membatasi infeksi. Hal ini
paru. Diabetes melitus dengan gangguan imunitas
menunjukkan bahwa respons sel imun selular menurun
seluler sangat mungkin meningkatkan risiko kejadian
dan membutuhkan rangsangan yang lebih tinggi untuk
ekstra paru, namun hal ini tidak didukung oleh hasil
optimalisasi respons imun.
penelitian yang ada. Nissapatom dkk.dikutip
10
dari
20
dari
Malaysia menunjukkan bahwa TB ekstra paru Manifestasi klinis infeksi TB pada DM
didapatkan 4,6% pada penderita dengan DM dan 13%
Infeksi tuberkulosis paru dengan diabetes dapat
pada penderita tanpa DM. Sedangkan penelitian di
memberikan gambaran infiltrat di lobus manapun
Guinea, di Meksiko, di Texas, dan di Amerika juga
daripada pola klasik di bagian segmen apeks posterior.
menunjukkan persentase yang lebih besar pada
Penderita TB dengan DM sangat mungkin dalam
penderita non DM.20
kondisi yang lebih parah dan memiliki risiko penularan Pemeriksaan radiologi pasien TB dengan DM
TB yang lebih tinggi.1 Kondisi neuropati, mikro dan makroangiopati
Pada beberapa penelitian gambaran radiologi
serta gangguan respons imun dapat memberikan
penderita TB paru dengan DM telah dideskripsikan
perbedaan gejala klinis TB pada pasien DM dengan non
sebagai gambaran yang atipikal, kebanyakannya
DM. Gangguan motilitas silia memungkinkan turunnya
melibatkan lobus bawah paru dengan gambaran
reflek batuk, namun gangguan mikro dan makro-
kavitas. Keterlibatan beberapa lobus paru juga
angiopati yang terjadi dapat menimbulkan kegagalan
dilaporkan lebih banyak. Patel dkk.21 pada penelitiannya
migrasi sistem imun, yang dapat menyebabkan kondisi
di India melaporkan bahwa didapatkan 84% pasien TB dengan DM yang menunjukkan gambaran TB pada
penyakit yang lebih buruk. dalam penelitiannya di
lobus bawah dan hanya 16% pada bagian atas paru.
Indonesia menunjukkan bahwa pasien TB dengan DM
32% menunjukkan keterlibatan kedua bagian paru, dan
sebelum mendapatkan terapi memiliki gejala yang lebih
68% hanya di satu sisi paru. Pada 10 dari 50 foto
Alisjahbana dkk.
16
banyak dibandingkan pasien TB tanpa DM. Meskipun
dengan gambaran kavitas yang lebih dari 2 cm dan
begitu tidak ada bukti terdapatnya kondisi penyakit yang
kavitas ini paling banyak ditemukan jika terdapat
lebih parah jika dilihat dari pemeriksaan darah,
keterlibatan bagian bawah paru (80%). Lesi nodular
bakteriologi, maupun radiologi. Gejala yang dilihat dari
ditemukan sebesar 36% dan lesi eksudat ditemukan
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
129
pada 22% dan lesi campuran terdapat pada 22%. Dari
di New York City dan juga yang dilaporkan di Texas dan
penelitian tersebut, dikatakan bahwa penderita
Mexico.24 Evaluasi yang lain masih belum menunjukkan
tuberkulosis dengan DM lebih menunjukkan gambaran
hubungan ini dengan kuat. Sampai saat ini suatu
21
Perbedaan
penelitian terpadu mengenai hal ini juga belum pernah
gambaran radiologis tersebut disebabkan oleh karena
dilaporkan.25 Jenis obat yang pernah dilaporkan
penderita DM memiliki gangguan pada imunitas selular
mengalami resistensi adalah rifampisin dan isoniazid.26
atipikal pada pemeriksaan radiologi.
dan disfungsi sel PMN. 22 Prognosis Sputum BTA pasien TB dengan DM
Pasien dengan diabetes dan TB memiliki risiko
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kematian yang lebih tinggi selama terapi juga
penderita TB dengan DM memiliki persentasi BTA
peningkatan risiko kekambuhan setelah pengobatan,
sputum lebih tinggi, konversi BTA lebih lama dan lebih
juga dapat memberikan risiko penularan yang lebih
cenderung mengalami resistensi teradap OAT. Hal ini
besar. 27
menunjukkan bahwa penderita TB dengan DM sangat
Baker dkk.23 memberikan kesimpulan bahwa
mungkin dalam kondisi yang lebih parah dan memiliki
diabetes meningkatkan risiko kegagalan terapi dan
1
risiko penularan TB yang lebih tinggi. Pada penelitian
kematian sekaligus, kematian saja, dan angka
oleh Singla dkk.dikutip dari 16 di Saudi Arabia menunjukkan
kekambuhan pada penderita TB. Hal ini menekankan
sputum BTA positif pada awal diagnosis penderita TB
akan kebutuhan perhatian yang lebih lanjut mengenai
dengan DM lebih tinggi dari penderita TB non DM. Hal
uji saring terhadap DM dan TB di kedua populasi,
yang sama juga ditemukan oleh penelitian di Texas dan
perbaikan kadar gula darah, panduan terapi,
di Amerika dengan OR 1,8.16 Namun penelitian
peningkatan monitoring klinik dan terapi.23
Alisjahbana16 di Indonesia menunjukkan hasil yang berbeda, terlihat pada awal diagnosis terdapat 29,8%
Konsekuensi terapi
pasien TB dengan DM yang pada pemeriksaan sputum
Sampai dengan saat ini belum ada rekomendasi
memberikan hasil BTA positif, sedangkan pada
kuat berdasarkan suatu evidence based mengenai
penderita TB dengan DM terdapat 38,9%.
penatalaksanaan TB dengan DM. Panduan yang ada
Salah satu kesimpulan yang penting dari 16
masih pada tahap rancangan dengan rencana-rencana
adalah bahwa setelah
penelitian besar, sehingga sampai saat ini rekomendasi
terapi TB selama 6 bulan, ditemukan hasil kutur yang
yang diberikan belum disertai kekuatan level of
masih positif 7,65 kali lebih tinggi pada pasien yang juga
evidence. World Health Organization merekomendasi-
menderita DM dibandingkan penderita tanpa DM.
kan terapi pada penderita TB dengan DM harus
Penelitian ini juga menunjukkan adanya peningkatan
ditangani secara serius.25
risiko BTA +++ dengan OR 1,71 pada penderita TB
dengan DM juga tidak mudah, terdapat interaksi
dengan DM.16
farmakologis antara terapi TB dengan DM. Selain itu
penelitian Alisjahbana dkk.
23
Terapi TB pada pasien
menunjukkan
terjadi peningkatan risiko hepatotoksik karena terapi
hasil yang berbeda-beda mengenai hasil kultur sputum
OAT pada pasien TB dengan DM.11,25 Kejadian
setelah terapi TB 2-3 bulan pada penderita dengan TB
hepatotoksik pada penderita TB dengan DM yang
dan DM. Namun demikian penelitian ini memberikan
mendapatkan OAT meningkat sampai dengan 50%.25
Metaanalisis oleh Baker dkk.
kesimpulan peningkatan risiko waktu konversi untuk kultur sputum pada penderita TB dengan DM.
23
Terapi diabetes dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
Risiko multidrug resistant tuberculosis pada DM
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
Penelitian terkini telah menunjukkan hubungan
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada
antara DM dengan resistensi obat TB, termasuk wabah
keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara
130
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
menggunakan insulin atau cukup dengan OHO. Tujuan
Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat
pengobatan DM adalah kendali glukosa darah.
badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai
American Diabetes Association (ADA) sejak tahun 2004
ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
menekankan pada pencapaian target kendali glukosa
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan
darah pada level tertentu. Pada tahun 2011 ADA
asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis
memberikan rekomendasi target Hb A1C kurang dari 7
hampir maksimal, stres berat (infeksi sistemik, operasi
atau yang setara dengan gula darah sebesar 154
besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM yang tidak
mg/dl.5,29
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, dan kontraindikasi dan 4,5,28
atau alergi terhadap OHO.
Terapi TB pada penderita TB dengan DM Penderita TB dengan DM mendapatkan terapi standar sesuai dengan pasien TB yang lain. Rifampisin
Terapi diabetes pada penderita TB dengan DM Dari jenis obat anti TB dan insulin, golongan obat
merupakan pengobatan yang utama untuk pasien TB, dan efektivitasnya dipengarui oleh dosis yang diberikan.
sulfonilurea dan thiazolodinediones (TZD)
Dosis yang direkomendasikan adalah 10 mg/kg berat
dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom P450, dan
badan, yang merupakan dosis terapi minimal. Dosis
enzim ini diinduksi oleh rifampisin. Kadar obat
yang lebih tinggi mungkin lebih efektif dan dapat
antidiabetik tersebut kadarnya akan mengalami
mengurangi lama pengobatan TB. Dalam praktek,
penurunan jika diberikan bersama rifampisin.
pasien TB dengan DM memiliki berat badan yang lebih
Sedangkan isoniazid adalah penghambat enzim P450,
tinggi, sehingga sebenarnya perlu diperhitungkan
sehingga dapat mengurangi efek rifampisin, namun
kembali dosis OAT selama terapi terutama pada fase
demikian pemberian isoniazid dan rifampisin secara
lanjut dimana kondisi pasien mulai membaik dan berat
bersamaan tetap menunjukkan peningkatan enzim hati
badan mulai naik. Obat anti TB tidak dipengaruhi oleh
oleh rifampisin.18
obat anti glikemik, sehingga tidak memerlukan dosis
Belum diketahui efek rifampisin dan INH
penyesuaian.18 World Health Organization dan The
terhadap metabolisme insulin, namun diduga tidak
International Union Against Tuberculosis and Lung
berpengaruh oleh karena insulin di degradasi di hati
Disease (IUATLD) memberikan rekomendasi
melalui hidrolisis disulfida antara rantai A dan B oleh
pemberian terapi TB pada penderita dengan DM
insulin degrading enzyme (IDE). Obat lini pertama yang
dengan menggunakan regimen yang sama sesuai
lain seperti pirazinamid dan etambutol juga tidak
standar. Pada fasilitas pelayanan DM juga harus
mempengaruhi kadar obat antiglikemik di dalam darah.
memiliki program penanganan TB, jika tidak mampu
Monitor interaksi obat antihiperglikemik dengan
harus segera dirujuk ke pusat penanganan TB untuk
rifampisin perlu diperhatikan pada satu minggu pertama
pasien yang dicurigai atau menderita TB. 26
pengobatan.
18
Panduan dari perhimpunan dokter paru
Metformin tidak dipengaruhi oleh rifampisin,
Indonesia (PDPI) menyarankan paduan OAT dan lama
sehingga bisa menjadi obat alternatif yang baik, selain
pengobatan yang pada prinsipnya sama dengan TB
itu metformin juga murah dan menjadi pilihan utama
tanpa DM, dengan syarat gula darah terkontrol. Apabila
pasien dengan DM tipe 2. Namun jika dikombinasi
kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama
dengan OAT maka efek samping gastrointestinal
pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan. Perlu
meningkat sampai dengan 30%, sehingga dapat
diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan
menurunkan kepatuhan penderita untuk melanjutkan
mengurangi efektivitas obat oral antidiabetes
pengobatan TB atau DM.18
(sulfonilurea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan.
Belum ada rekomendasi khusus untuk
Hati-hati dengan penggunaan etambutol pada mata,
pengobatan DM pada penderita TB, apakah harus
sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
131
kelainan pada mata. Penggunaan INH pada pasien TB dengan DM harus lebih ketat dipantau efek neuropati 30
masa yang akan datang. Diabetes dapat menjadi penyebab perburukan
perifer.
gejala dan meningkatkan keparahan infeksi TB.
Deteksi dini
pada sputum, dengan konversi yang lebih lama
Diabetes dapat menjadi faktor risiko ditemukannya BTA World Health Organization merekomendasikan
daripada penderita TB tanpa DM, sehingga
untuk deteksi dini adanya infeksi TB pada pasien DM,
meningkatkan risiko penularan dan risiko resistensi
demikian sebaliknya mendeteksi adanya DM pada
kuman. Infeksi TB ekstra paru pada penderita DM masih
pasien TB.25,26 World Health Organization dan The
belum dibuktikan dengan studi yang selama ini telah
International Union Against Tuberculosis and Lung
dilakukan.
Disease (IUATLD), di Paris (2011) belum merekomen-
Diabetes juga mempengaruhi prognosis pada
dasikan pada pasien DM tanpa gejala untuk suatu uji
pengobatan TB yaitu DM dapat meningkatkan
saring TB. Masalah ini masih direkomendasikan
kematian, risiko kegagalan terapi dan risiko relaps.
sebagai suatu rancangan penelitian besar untuk data
Sementara pengobatan DM dengan penggunaan
pendukung rekomendasi berikutnya. Sedangkan
sulfonilurea dan thiazolodinedione (TZD) dapat
pasien dengan TB harus segera dilakukan uji saring
dipengaruhi oleh obat TB, sehingga perlu monitor kadar
adanya DM pada awal diagnosis, kasus TB dengan DM
gula yang lebih intensif. Penatalaksanaan TB dan DM
harus dicatat tersendiri.
26
harus dilakukan secara serius, dikontrol secara ketat,
Sedangkan pertemuan ke-5 WHO wilayah
dan dilakukan bersama dalam program DOTS.
Pasifik menyusun rancangan panduan untuk deteksi
Panduan khusus mengenai obat anti diabetes maupun
dini TB pada pasien DM, dengan cara tes tuberkulin dan
insulin belum ada, namun tujuan terapi mencapai kadar
interferon gamma release assay (IGRA) untuk deteksi
gula sesuai dengan target harus dapat dicapai.
infeksi TB laten, dan uji ini harus diulang setiap 5 tahun.25
Deteksi dini DM pada pasien TB harus dilakukan pada awal diagnosis TB. Deteksi dini adanya TB pada
Pencegahan aktivasi TB laten
pasien DM yang disertai gejala harus segera dilakukan,
World Health Organization masih melakukan
namun deteksi dini untuk TB pada pasien DM tanpa
penelitian untuk pencegahan TB pada pasien DM,26
gejala masih menjadi penelitian WHO. Namun
namun pertemuan ke-5 WHO wilayah Pasifik mulai
beberapa regional WHO mulai menganjurkan deteksi
menyusun rencana panduan dengan melakukan
TB laten pada pasien DM dengan tes tuberkuin dan
deteksi dini berupa uji saring TB laten seperti di atas,
IGRA. Profilaksis pada penderita DM dengan TB laten
dan memberikan profilaksis terapi bagi yang menderita
masih menjadi penelitian oleh WHO, namun demikian
TB laten dengan menggunakan isoniazid selama 9
isoniazid selama 9 bulan mungkin bisa diberikan.
bulan. Terapi ini harus disertai pemberian vitamin B6 untuk mengurangi efek samping neuropati perifer.25
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia belum menerapkan INH prophylaxis
1. Restrepo BI. Convergence of the tuberculosis and
treatment (IPT) dan saat ini masih dalam tahap uji coba.
diabetes epidemics: Renewal of old acquaintances. Clin Infect Dis. 2007; 45:436-8.
KESIMPULAN Diabetes merupakan faktor risiko independen
2. Faurholt-Jepsen D, Range N, PrayGod G, Jeremiah K, Faurholt-Jepsen M. Diabetes is a risk factor for
aktivasi infeksi TB laten. Diabetes melitus mening-
pulmonary tuberculosis: A case-control study from
katkan risiko infeksi TB aktif sebesar 3,11 kali. Dengan
Mwanza, Tanzania. PLoS ONE. 2011; 6(8): e24215.
peningkatan pandemik DM yang 80% berada di daerah
3. World Health Organization. Non communicable
endemik TB, maka TB akan menjadi masalah besar di
disease report. [Online]. 2011 [Cited 2011
132
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
November 28]. Available from URL: http://www.who.int/nmh/publications/ncd_report_c hapter1.pdf. 4. World Health Organization. World Health Statistic 2011. Geneva: WHO Press; 2011. 5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI; 2006.
publications/ diabetes_tb.pdf. 16. Alisjahbana B, Sahiratmadja E, Nelwan EJ, Purwa AM, Ahmad Y, Ottenhoff THM, et al. The effect of type 2 diabetes mellitus on the presentation and treatment response of pulmonary tuberculosis. Clin Infect Dis. 2007; 45:428-35. 17. Guptan A, Shah A. Tuberculosis and diabetes: An appraisal. Ind J Tub. 2000; 47:3-8.
6. Tuberculosis coalition for technical assistance.
18. Ruslami R, Aarnoutse RE, Alisjahbana B, van der
International standards for tuberculosis care
Ven AJAM, van Crevel. Implications of the global
(ISTC). The hague, tuberculosis coalition for
increase of diabetes for tuberculosis control and
technical assistance. 2006.
patient care. Trop Med Int Health. 2010;15(11):
7. World Health Organization. Global tuberculosis
1289-99.
control: WHO report. [Online]. 2011 [Cited 2012
19. Aweis D, Suleiman ZAS, Mutlif AR. To assess the
January 23]. Available from: http://www.who.int/
co-relation of diabetes mellitus and co-morbid
tb/publications/global_report/2011/en/index.html.
tuberculosis on the leucocyte and platelet counts.
8. Prakash UBS, King TEJr. Endocrine and metabolic disorders. In: Crapo JD, Glassroth J, Karlinsky JB, editors. Baum's textbook of pulmonary diseases. 7th eds. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilson; 2004. 9. Ljubiae S, Balachandran A, Pavliæ-Renar I, Barada A. Pulmonary infections in diabetes mellitus. Diabetologia Croatica. 2004;33(4):115-24.
Arch Pharma Prac. 2010;1(1):12-4. 20. Raja A. Immunology of tuberculosis. Indian J Med Res. 2004;12: 213-32. 21. Patel AK, Rami KC, Ghanchi FD. Radiological presentation of patients of pulmonary tuberculosis with diabetes mellitus. Lung India. 2011;28(1):70. 22. Pérez-Guzmán C, Torres-Cruz C,
Villarreal-
Velarde C, Salazar-Lezama MA, Vargas MH.
10. Restrepo BI, Fisher-Hoch SP, Pino PA, Salinas A,
Atypical radiological images of pulmonary
Rahbar MH, Mora F, et al. Tuberculosis in poorly
tuberculosis in 192 diabetic patients: A comparative
controlled type 2 diabetes: Altered cytokine
study. Int J Tuberc Lung Dis. 2001;5(5):455-61.
expression in peripheral white blood cells. Clin
23. Baker MA, Harries AD, Jeon CY, Hart JE, Kapur A,
Infect Dis. 2008; 47:634-41. 11. Geerlings SE, Hoepelman AIM. Immune dysfunction in patients with diabetes mellitus. FEMS Immunol Med Microbiol. 1999;26:259-65. 12. Garud A, Ganu G, Jadhav S, Aggarwal A, Talele S, Kshirsagar J. Macrophage phagocytic index : Approach in understanding of diabetes and related
Lönnroth K, et al. The impact of diabetes on tuberculosis treatment outcomes: A systematic review. BMC Medicine. 2011; 9:81. 24. Fisher-Hoch SP, Whitney E, McCormick JB. Type 2 diabetes and multidrug resistant tuberculosis. Scan J Infect Dis. 2008; 40(11-12):888-93. 25. Brostrom RJ. Summary of the impact of diabetes on
complication. J Pharm Res. 2011; 4(8): 2849-52.
tuberculosis control and submission of draft
13. Ramamurti T. Pathology of mycobacterial infection
standards for diabetes and tuberculosis in the US-
in diabetes. Int J Diab Dev Ctries. 1999; 19: 56-60.
affiliated Pacific Islands. Fifth Pacific Stop TB
14. Jeon CY, Murray BM. Diabetes mellitus increases
Meeting 4-7 May 2010, Nadi, Fiji Islands. [Online].
the risk of active tuberculosis: A systematic review of
2010. [cited 2011 March 18] Available from URL:
13 observational studies. PLoS Med.2008;5:e152.
http://www.spc.int/tb/en/publication/cat_view/69-
15. World Health Organization. Tuberculosis and
meetings/74-fifth-pacific-stop-tb-meeting-2010
diabetes. [Online]. 2011 [Cited 2012 January 23].
26. World Health Organization and The International
Available from URL: http://www.who.int/tb/
Union Against Tuberculosis and Lung Disease.
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
133
collaborative framework for care and control of tuberculosis and diabetes. Geneva: WHO Press; 2011. 27. Dooley KE, Tang T, Golub JE, Dorman SE, Cronin
29. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care. 2011;34:511-61.
W. Impact of diabetes mellitus on treatment
30. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
outcomes of patients with active tuberculosis. Am J
Tuberkulosis. Pedoman diagnosis dan penata-
Trop Med Hyg. 2009;80: 634-9. 28. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk praktis terapi insulin pada pasien diabetes melitus.
134
Jakarta; 2009.
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
laksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2011.p.39-40.