PPIP Sasar 6.640 Desa Kemen PU Dukung di 2013 Aksi Masyarakat Selamatkan Ciliwung
15
20
Penanggulangan Banjir pada Skala Bangunan Gedung
29
Edisi 03/Tahun XI/Maret 2013
kementerian pekerjaan umum
Karya Cipta Infrastruktur Permukiman
Benahi Kronis
di Ujung MDGs
lensa ck • Menjaga Ciliwung Bersahabat dengan Manusia
daftar isi Berita Utama Kronis 4 Benahi di Ujung MDGs
Edisi 034Tahun XI4Maret 2013
4
9 Gregetan, Aset PDAM Bisa Disita
liputan khusus Promosikan 11 Indonesia Kerjasama Air Minum
di Water Korea Exhibition and Conference
20
info baru Sasar 6.640 Desa 15 PPIP di 2013 Kabupaten/Kota 18 19di Dorong Terbitkan
Perda Bangunan Gedung
PU 20 Kemen Dukung Aksi Masyarakat Selamatkan Ciliwung
11 23
inovasi Konektivitas 22 Membentuk Ekonomi Indonesia melalui MP3EI yang sustainable
21
Pencacahan Sampah: 26 Proses Menjawab Solusi Penanganan Sampah Kota Jakarta
Banjir pada 29 Penanggulangan Skala Bangunan Gedung
26 2
editorial Pelindung Pelindung Budi Yuwono P Imam S. Ernawi Penanggung Jawab Antonius Budiono Penanggung Jawab Dewan Redaksi Antonius Budiono Susmono, Danny Sutjiono, M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus, GuratnoRedaksi Hartono, Tamin MZ. Amin, Dewan Nugroho Tri UtomoDanny Sutjiono, Dadan Krisnandar, Djoko Mursito, Amwazi Idrus, Guratno Hartono Pemimpin Redaksi Tamin MZ. Amin, Nugroho Tri Utomo Dian Irawati, Sudarwanto Penyunting dan Penyelaras Naskah T.M. Hasan,Redaksi Bukhori Pemimpin Sri Murni Edi K, Sudarwanto Bagian Produksi Erwin A. Setyadhi, Djoko Karsono, Diana Kusumastuti, Bernardi Heryawan, Penyunting dan Penyelaras Naskah M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, T.M. Hasan, Buchori Fajar Santoso, Ilham Muhargiady, Sri Murni Edi K, Desrah, Wardhiana Suryaningrum, R. Julianto, Bagian Produksi BhimaA. Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo, Erwin Setyadhi, Bhima Dhanajaya IndahWaluyo Raftiarty, Danang Pidekso Djati Widodo, Indah Raftiarty Danang Pidekso Bagian Administrasi & Distribusi Luargo, Joni Santoso, Nurfathiah Bagian Administrasi & Distribusi Kontributor Luargo, Joni SantosoHadi Sucahyono, Dwityo A. Soeranto, Nieke Nindyaputri, R. Mulana MP. Sibuea, Adjar Prajudi, Rina Farida, Didiet A. Akhdiat, Kontributor RG. Eko Djuli S, Dedy Permadi, Th Srimulyatini Dwityo Soeranto, M. Sundoro Respati,A. Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi, Hadi Sucahyono, R. Mulana MP. Sibuea Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Rina Agustin, Adjar Prajudi, Nieke Nindyaputri Handy B. Legowo, Dodi Krispatmadi, Rina Agustin I, Oloan M.S Rudi A. Arifin, Setyaningrum, M. Aulawi DzinEndang Nun, Siti Aliyah Junaedi Alex A.G. Chalik, Djoko Mursito, N. Sardjiono, Aswin Sukahar, Kusumawardhani Oloan M. Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing Deddy Sumantri, Dian Suci Hastuti Halasan Sitompul, Sitti Bellafolijani, M. Aulawi Dzin Nun, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Alamat Redaksi Agus Achyar, Ratria Anggraini, Dian Suci Hastuti, Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Emah Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak, Telp/Fax. 021-72796578 Didik S. Fuadi, Kusumawardhani, Airyn Saputri, Budi Prastowo, Aswin G. Sukahar, Wahyu K. Susanto, Putri Intan Suri, Email Siti Aliyah Junaedi
[email protected] Alamat Redaksi Jl. Patimurawebsite No. 20, Kebayoran Baru 12110 http://ciptakarya.pu.go.id Telp/Fax. 021-72796578 Email
[email protected] twitter @ditjenck
Bersama Membenahi yang Kronis dalam Pelayanan Air Minum Dari masa ke masa kebutuhan air minum semakin meningkat. Tidak saja disebabkan pertumbuhan penduduk yang pesat, namun juga karena tingkat konsumsi yang semakin meningkat sejalan dengan perkembangan gaya dan pola hidup masyarakat. Secara nasional, baru 55% masyarakat Indonesia (di perkotaan dan perdesaan) yang sudah mendapatkan akses air minum aman. Penyedia akses air minum selama ini dikuasai oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Target pemenuhan akses air minum nasional pada tahun 2015 harus mencapai 68,87%, ini adalah target yang dicanangkan Pemerintah Indonesia mengacu pada kesepakatan global bernama Millennium Development Goals (MDGs). Sayangnya, PDAM masih dihadapkan pada masalah kronis. Pengembangan usaha dan perluasan pelayanan masih terganjal restu pimpinan daerahnya untuk menyesuaikan tarif. Permasalahan ini berakumulasi bersama masalah teknis (kebocoran yang tinggi), keuangan (utang dan piutang yang tertagih), dan kelembagaan (kapasitas SDM dan komitmen direksi yang rendah. Pemerintah Daerah sebagai daerah otonom, masih cukup banyak yang mengandalkan dana Pemerintah Pusat untuk mengembangkan pelayanan air minum pada daerah dalam jangkauan PDAM. Sayangnya, sebagai satu perusahaan, cukup banyak PDAM yang sering mendapat pasokan dana Pemerintah Pusat namun tetap tidak mampu mengelola perusahaan dengan azas pengusahaan, sehingga menyebabkan PDAM mengalami kerugian. Hal ini diperburuk dengan masih cukup banyak pemerintah daerah sebagai pemilik PDAM, yang membebani PDAM dengan segala bentuk setoran padahal PDAM masih belum memperoleh keuntungan. Pemerintah daerah dan masyarakat pada umumnya masih menganggap air sebagai barang sosial. Permasalahan di atas menjadi penyakit kronis PDAM yang susah dipulihkan. Kewajibannya untuk mengembangkan pelayanan air minum di daerah sudah banyak dibantu pemerintah pusat, yaitu dengan dibangunnya sarana di hulu, seperti intake, instalasi pengolahan, sampai jaringan distribusi utama. Namun, semakin banyak dibangun, makin menampakkan komitmen PDAM yang sebenarnya. Air hasil olahan banyak hampir separuhnya tidak disambungkan ke rumah-rumah. Maka, untuk mencapai 13% pelayanan lagi untuk memenuhi target MDGs, semua harus berkomitmen membenahi penyakit kronisnya. (Teks : Buchori) Selamat membaca dan berkarya!
Cover : PDAM Poso (Foto : Buchori)
Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email
[email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
3
berita utama
Benahi Kronis di Ujung MDGs
Foto : Satker PKPAM Jawa Barat
Ada ironi di balik upaya Indonesia mengejar target Millennium Development Goals (MDGs) untuk memenuhi pelayanan air minum bagi 68,87% penduduk pada 2015. Gelontoran dana APBN tak henti-hentinya membangun hulu, namun yang diukur oleh target MDGs adalah pemanfaatan di hilir yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah bersama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
P
emerintah seolah gerah dengan PDAM yang belum juga move on untuk mengembangkan diri. Persoalan paling mendasar di ranah bisnis yang kini dihadapi PDAM adalah penyesuaian tarif air minum yang masih mengelabui masyarakat dengan harga murahnya. Namun ketidakadilan mulai terkuak dengan klasifikasi tarif yang diterapkan. Kelompok masyarakat yang memakai air melampaui 20 meter kubik per bulannya dipukul rata dengan yang menikmati air di bawah angka tersebut. Permintaan logika usaha untuk menerapkan tarif Full Cost Recovery (FCR) sudah lama dihembuskan. Tarif FCR adalah biaya pengeluaran perusahaan yang dapat dikembalikan melalui penjualan air. Namun itu seolah menjadi angin lalu yang berhembus. Direksi PDAM lebih suka patuh pada pimpinan daerahnya untuk mempopuliskan tarif air murah. Kecurigaan yang dialamatkan kepada pimpinan daerah yang seperti itu selama ini biasanya karena faktor politis. Artinya, hak dasar masyarakat yang belum tersentuh pelayanan air minum bisa dikatakan berada dalam pusaran politik.
Reservoir SPAM IKK Dawuan, Jawa Barat
berita utama Direktur Pengembangan Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Danny Sutjiono, bahkan menyebutkan contoh ada salah satu PDAM di Jambi yang selama 25 tahun terakhir hanya mampu menambah pelayanan sebanyak 4.000 SR. Keterlambatan tersebut salah satu efek dari tarif yang dikendalikan oleh arus politik daerah. Sebaliknya, di tangan pemimpin yang sadar air minum, contohnya PDAM Bandarmasih yang pada 28 tahun sebelumnya baru menyalurkan air untuk 17 ribu SR, sekarang 150 ribu SR. Angka ini hampir sama dengan jumlah penduduk kota tersebut. Dalam perbincangannya dengan sejumlah media beberapa waktu lalu, Danny membeberkan permasalahan PDAM yang selama ini dianggapnya masih menjadi andalan dalam pemenuhan air minum untuk rakyat Indonesia. Dia pun dengan gregetannya mengatakan bahwa sepanjang 2012 yang lalu, penyertaan modal pemerintah daerah untuk PDAM hanya 1,03 persen (Sumber: Data APBD 2012-Ditjen Keuangan Daerah). Dengan terus naiknya anggaran APBN untuk penyediaan air minum setiap tahunnya, pemerintah melalui Ditjen Cipta Karya terus membangun Sistem Penyediaan Air Minum di pelosok negeri. Terhitung sejak 2010 – 2012, Ditjen Cipta Karya telah menyiapkan kapasitas produksi untuk Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) regional di 3 kawasan, SPAM kawasan perbatasan dan pemekaran di 328 kawasan, dan SPAM IKK di 523 Ibu Kota Kecamatan (IKK). Namun dengan dukungan dari PDAM yang masih rendah, upaya Ditjen Cipta Karya seolah bertepuk sebelah tangan. Dalam kurun tiga tahun itu juga, Ditjen Cipta Karya sudah membangun dukungan jaringan distribusi untuk kawasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di perkotaan di 568 kawasan. Dengan pendekatan pemberdayaan, sudah ada 6.570 desa yang dibangun SPAM perdesaan melalui program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), SPAM di kawasan pesisir, dan desa rawan air. “Kita bekerja di hulu, tapi target MDGs ditentukan oleh kinerja di hilir. Bahkan BPS saja tidak menggolongkan keran umum sebagai penyediaan air minum. Padahal dalam program pemberdayaan kita banyak membangun sarana itu,” ungkapnya. Membina PDAM Pemerintah Daerah sebagai daerah otonom, masih cukup banyak yang mengandalkan dana Pemerintah Pusat untuk mengembangkan pelayanan air minum pada daerah dalam jangkauan PDAM. Sayangnya, sebagai satu perusahaan, cukup banyak PDAM yang sering mendapat pasokan dana Pemerintah Pusat namun tetap tidak mengelola perusahaan dengan azas pengusahaan, sehingga menyebabkan PDAM mengalami kerugian. Hal ini diperburuk dengan masih cukup banyak pemerintah daerah sebagai pemilik PDAM, yang membebani PDAM dengan segala bentuk setoran padahal PDAM masih belum memperoleh keuntungan. Pemerintah daerah dan masyarakat pada umumnya masih menganggap air sebagai barang sosial. Tarif yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tidak dapat menutupi biaya produksi. Padahal untuk mengelola air baku menjadi air minum diperlukan biaya produksi yang tidak sedikit, yaitu untuk keperluan berbagai kebutuhan teknis dan nonteknis. Tarif yang tidak realistis ditambah pengelolaan yang tidak memenuhi azas pengusahaan tidak hanya mengakibatkan kondisi PDAM menjadi tidak sehat, tetapi juga menjadi penyebab tidak
Program PAMSIMAS TA 2010 di Manggarai Barat
berkembangnya sistem dan akhirnya mengurangi kemampuan untuk meningkatkan cakupan layanan. Padahal di sisi lain, dari tahun ke tahun kebutuhan air minum semakin meningkat yang tidak saja disebabkan pertumbuhan penduduk yang pesat, tetapi juga tingkat konsumsi yang semakin meningkat sejalan dengan perkembangan gaya dan pola hidup masyarakat pada umumnya. Danny Sutjiono mengungkapkan, secara garis besar permasalahan PDAM di Indonesia selama ini terbagi dalam tiga kategori, yaitu teknis, kelembagaan, dan keuangan. Dari aspek teknis, dua hal paling krusial; pertama, cakupan pelayanan yang masih rendah, dan PDAM tidak mampu mengembangkan pelayanan dengan dana sendiri. Kedua, tingkat kehilangan air/Non Revenue Water (NRW) yang masih tinggi, dan PDAM secara teknis sulit untuk mengupayakan penurunan NRW tersebut. Dari aspek kelembagaan, dua hal yang disorot adalah kapasitas SDM yang masih rendah, dan masih rendahnya komitmen direksi dan pegawai PDAM untuk meningkatkan kinerjanya. Aspek keuangan masih berkutat dengan tiga hal. Pertama, tarif yang belum menerapkan prinsip pemulihan biaya. Kedua, masih adanya utang PDAM kepada Pemerintah pusat yang belum diselesaikan/ direstrukurisasi. Ketiga, tingginya piutang yang tak tertagihkan. Dari tiga kondisi tersebut terbentang tantangan dalam penyehatan PDAM antara lain: Pertama, merubah mindset dan memotivasi Direksi dan Pegawai PDAM serta Pemda untuk memprioritaskan pelayanan air minum dengan pengelolaan yang profesional. Kedua, mencapai cakupan pelayanan dengan menekan tingkat kebocoran yang melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha, serta melalui optimalisasi kapasitas yang belum termanfaatkan. Ketiga, mengoptimalkan potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM antara lain melalui efisiensi biaya, peningkatan pendapatan dan sumber pendanaan lain. Dari kenyataan tersebut, Ditjen Cipta Karya melalui Direktorat Pengembangan Air Minum secara reguler merencanakan dan memrogramkan bantuan teknis terhadap PDAM yang kurang sehat dan sakit. Pada tahun anggaran 2011, Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) sebagai salah satu unit kerja di Kementerian PU telah mendiagnosa sebanyak 144 PDAM sehat, 105 kurang sehat, dan 86 lainnya sakit. Penyebab utama kurang sehatnya PDAM disebabkan beberapa faktor, yaitu: pertama, inefisiensi dalam pengelolaan SPAM; kedua, tarif rata-rata PDAM di bawah harga pokok penjualan. Berdasarkan data audit BPKP pada tahun 2010, harga pokok air rata-rata pada tahun 2009 sebesar Rp 3.083,75/meter kubik, dengan harga jual
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
5
berita utama rata-rata Rp 2.793,06/meter kubik. Selama tahun 2009, terdapat 126 PDAM yang menjual air di bawah harga pokok. Ketiga, kehilangan air cukup tinggi, yaitu rata-rata kehilangan air nasional masih tinggi sebesar 32,86% pada tahun 2009 (data BPKP); keempat, Idle Capacity yang cukup besar. Berdasarkan data BPPSPAM pada tahun 2010, idle capacity yang tak termanfaatkan mencapai 29,280 liter/detik. Hal tersebut akibat tidak adanya atau kurang lengkapnya jaringan distribusi yang menjadi porsi pembangunan Pemda dan PDAM; kelima, beban utang PDAM masih tinggi; keenam, proporsi jumlah pegawai terhadap jumlah pelanggan melebihi proporsi ideal; dan ketujuh, kompetensi SDM yang kurang memadai. Selama tahun 2012 telah diidentifikasi permasalahan umum PDAM yang menjadi dasar diberikannya bantuan-bantuan dari Ditjen Cipta Karya. Antara lain, collecting piutang yang masih rendah, kurang dari 80 persen terdapat di empat PDAM. PDAM dengan collecting piutang belum optimal, masih diantara 80 - 90 persen menimpa 10 PDAM. Tingkat air yang tak berekening yang masih tinggi di atas ratarata nasional 30 persen dialami oleh 12 PDAM. Sementara itu, yang memiliki pelanggan kurang dari 10.000 terdapat di 12 PDAM. Permasalahan finansial, yaitu efisiensi biaya operasional yang rendah dialami oleh 9 PDAM. Masih di finansial, kondisi merugi dialami oleh 19 PDAM. Sedangkan PDAM yang memiliki hutang cukup tinggi merata di 11 PDAM. Dari kondisi itu kemudian diprogramkan bantuan manajemen, bantuan program restrukturisasi utang, dan Diklat bagi PDAM yang berstatus kurang No
Isu
1
Peningkatan cakupan pelayanan
sehat dan sakit. Sedangkan untuk PDAM sehat didorong untuk terus maju dengan mengembangkan alternatif pendanaan. Keterpaduan program ini dilakukan oleh Dit. PAM, BPPSPAM, dan Balai Diklat Air Minum dan Sanitasi di Wilayah I (Bekasi) dan Wilayah II (Wiyung - Surabaya). Bantuan Manajemen merupakan program pembinaan dalam rangka perbaikan menajemen, peningkatan pendapatan, efisiensi biaya dan peningkatan kapasitas SDM PDAM. Metode yang dipakai dalam Bantuan Manajemen penyehatan PDAM adalah “Metode Instan” yang memberikan rekomendasi kiat-kiat untuk meningkatkan pendapatan dan efisiensi biaya PDAM. Bentuk pembinaan dalam hal ini adalah pemberian motivasi dan advisory, OJT dan pelatihan. Sedangkan bantuan program merupakan program optimalisasi, fungsionalisasi SPAM yang ada. Produk yang dihasilkan kegiatan Bantuan Program adalah perbaikan komponen sistem penyediaan air minum di PDAM dalam upaya menurunkan biaya operasional, mengembalikan efisiensi sistem jika sudah terjadi penurunan, dan/atau mengoptimalkan kinerja sistem terpasang. Bantuan program memiliki sasaran: pertama, berkurangnya jumlah PDAM dengan kategori sakit dan semakin meningkatnya jumlah PDAM dengan kondisi sehat. Kedua, semakin tingginya jumlah masyarakat yang memiliki akses terhadap air minum perpipaan. Selama tahun 2010 - 2012, Dit. PAM berhasil merealisasikan bantuan program kepada 97 PDAM. Sedangkan bantuan manajemen penyehatan PDAM, selama kurun waktu yang sama
Upaya Kementerian PU Penyiapan kapasitas produksi untuk: • SPAM Regional • SPAM Kawasan Perbatasan/Pemekaran • SPAM IKK
• 3 kawasan • 328 kawasan • 523 IKK
Dukungan jaringan distribusi untuk kawasan MBR Perkotaan
568 kawasan
Pembangunan SPAM Perdesaan melalui PAMSIMAS, kawasan pesisir, dan desa rawan air
6.570 desa
2
Pembiayaan
Water Hibah dari Australia (AUSD 20 juta) Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) Business to Business ( B to B) Perbankan Corporate Social Responsibility (CSR)
77.000 unit SR 1 lokasi 10 lokasi 5 lokasi 2 lokasi
3
Pembinaan Kelembagaan
Bantuan Manajemen Penyehatan PDAM Bantuan Program (Rehabilitasi/Optimalisasi) Pendampingan Restrukturisasi Pendampingan Kelembagaan Non PDAM Pedampingan penyusunan program penurunan kehilangan air melalui water operator partnership/twinning program
100 PDAM 97 PDAM 40 PDAM 70 PEMDA 7 PDAM
4
Peningkatan kompetensi SDM PDAM/Pelatihan di Balai Teknis Air Minum dan Sanitasi Wilayah 1 dan 2 (Tahun 2011-2012 )
UPAYA YANG DILAKUKAN KEMENTERIAN PU
6
Capaian 2010-2012
248 PDAM dengan 929 Peserta
berita utama
Foto : Wicak HP
telah dilaksanakan terhadap 100 PDAM yang berstatus kurang sehat dan sakit. Selain terhadap PDAM, pendampingan juga dilakukan terhadap Pemda yang belum memiliki kelembagaan. Selama kurun 2010-2013 telah dilakukan pendampingan terhadap 70 Pemda dengan membentuk BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), UPTD (Unit Pelayanan Teknis Daerah), hingga membentuk BUMD (PDAM). Pembinaan dan pendampingan lebih lanjut dilakukan Satker PKPAM Provinsi untuk lokasi yang telah didampingi oleh Pusat
SPAM IKK di Kendari
pada tahun 2011 dan 2012 yang dirasa masih membutuhkan pendampingan dan monitoring. Selain itu mengundang mereka dalam pelatihan teknis dan keuangan lanjutan untuk SDM pengelola SPAM non PDAM di Balai Teknis Air Minum dan Sanitasi Wilayah I di Bekasi dan Wilayah II di Wiyung - Surabaya. Selama 2010-2012, melalui dua balai tersebut telah dilatih 929 pegawai PDAM dari 248 PDAM seluruh Indonesia. Masih dalam rangka peningkatan kemampuan pengelola air minum, Asian Development Bank (ADB) memberikan bantuan berupa technical assistance kepada PDAM di Asia Pasifik yang dimulai pada tahun 2007. WOPs merupakan salah satu bentuk bantuan technical assistance yang didanai oleh AUSAID melalui ADB dengan Kementerian PU sebagai executing agency. WOPs bertujuan untuk capacity building melalui twinning partnerships antar sesama PDAM dan berfokus pada knowledge sharing dan kemitraan secara praktis. Di Indonesia, program Water Operator Partnership (WOPs) dimulai sejak Januari 2011 dan berakhir pada bulan Desember 2012. Terdapat 7 PDAM yang melakukan kerjasama ini, 5 PDAM dengan mentor dari luar negeri dan 2 PDAM dengan mentor dari dalam negeri. Substansi WOPs bagi 7 PDAM tersebut adalah penurunan kehilangan air fisik. Upaya lain adalah pengembangan SDM PDAM dengan pola “Center of Excellent”. Ini merupakan sarana peningkatan kapasitas PDAM dengan memanfaatkan Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) dan bekerjasama dengan Satuan Kerja Peningkatan Kinerja Pengembangan Air Minum Provinsi, DPD PERPAMSI dan Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi.
Kemandirian dan Kreativitas Pembiayaan Danny Sutjiono juga mengulas aspek pembiayaan. Menurutnya, untuk menuntaskan Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang air minum 2010-2014 dibutuhkan pendanaan sekitar Rp 65,27 Triliun. Sedangkan alokasi APBN dari tahun 2011 hingga 2014 hanya mampu menyediakan sebesar Rp 31,63 Triliun, sisanya diharapkan berasal DAK (perkotaan dan perdesaan) Rp 6 Triliun, serta dari APBD, PDAM, perbankan, dan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) sebesar RP 27,64 Triliun. 1. Pinjaman Perbankan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2009 mengatur Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum. Dengan Perpres ini, PDAM semakin dimudahkan untuk mengakses pinjaman perbankan. Hingga tahun 2012 ini, ada 5 PDAM yang sudah menindaklanjuti Perpres tersebut dengan menggandeng perbankan, yaitu Kabupaten Ciamis dengan nilai investasi Rp 41 miliar dan mendapat pinjaman dari Bank Jabar Banten (BJB) senilai Rp 14,7 miliar. Selain PDAM Kabupaten Ciamis, PDAM Kabupaten Lombok Timur yang mendapatkan kucuran kredit dari BNI senilai Rp 11,18 miliar dari total investasi Rp 79,6 miliar. Langkah serupa diambil PDAM Kabupaten Bogor dengan nilai investasi Rp 95 M dibantu dengan kredit dari BRI senilai Rp 24,312 miliar. Dua lainnya adalah PDAM Kota Malang dengan BNI senilai Rp. 44.9 miliar dari total investasi Rp 182 miliar, dan PDAM Kota Banjarmasin Rp. 170 M (Rp. 110 M) dari Bank Kalsel. Langkah 5 PDAM di atas rupanya bak gayung bersambut untuk 166 PDAM lainnya. 12 diantaranya Sudah mendapat persetujuan pembiayaan perbankan, 28 PDAM sudah menyiapkan proposal dan menyatakan sedang dalam proses persetujuan Kepala Daerah dan DPRD, 32 PDAM Sedang dalam penyusunan proposal, dan 94 PDAM lainnya sedang dalam fasilitasi dalam penyiapan proposal. 2. Hibah Air Minum Untuk mendapatkan dana hibah dari Program Hibah Air Minum ini, Pemerintah Daerah disyaratkan untuk melakukan investasi terlebih dahulu sampai dengan terjadinya pelayanan kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan program ini, Pemda akan memberikan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) kepada PDAM. Selanjutnya, PDAM akan melaksanakan kegiatan pembangunan. Pemerintah Australia melalui Indonesia Infrastructure Initiative (INDII) pada tahun 2012 ini meluncurkan hibah air minum tahap (stage) kedua. Pendekatan yang dipakai masih mempertahankan berbasis kinerja terukur (outpur based). Pada tahap kedua ini, total hibah yang akan digulirkan senilai 90 juta dolar Australia untuk dua sektor tersebut dan berlaku dari Juni 2012 hingga 2015. Pada tahap pertama dengan nilai hibah 20 jut dollar Australia, AusAID sukses mengajak 34 PDAM untuk membangun 77 ribu Sambungan Rumah (SR) air minum dan 5 ribu SR air limbah. Hibah air minum Tahap II merupakan tindak lanjut dari komitmen pemerintah australia dalam pembangunan air minum di Indonesia. Subsidiary Arrangement (SA) antara pemerintah Australia dan pemerintah Indonesia telah
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
7
berita utama ditandatangani tanggal 26 April 2012, yang merupakan payung hukum terkait dengan Program Hibah Pemerintah Australia kepada Pemerintah Indonesia. Direct Funding Agreement (DFA) untuk Program Hibah Air Minum dan Sanitasi, yang menyatakan bahwa Dana Hibah Air Minum yang bersumber dari AusAID sebesar 80 juta AUD dan USAID sebesar 10 juta AUD, telah ditandatangani tertanggal 3 Juni 2012. 3. Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dan Business to Business (B to B) Keterbatasan dana Pemerintah untuk pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum bukan permasalahan, namun dapat diupayakan dengan berbagai alternatif antara lain dengan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP). Saat ini sudah ada beberapa rencana pengembangan SPAM melalui KPS seperti SPAM Umbulan untuk pelayanan air minum di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan dan Kota Pasuruan di Provinsi Jawa Timur, SPAM Kota Bandar Lampung, serta SPAM Jatiluhur untuk pelayanan air minum di wilayah DKI Jakarta, Kabupaten Karawang, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi pada tahap kajian teknis untuk KPS. KPS memanfaatkan sumber pembiayaan dari Badan Usaha Swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). KPS dilaksanakan di kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra FS dan kesiapan pemerintah daerah. Sejak digalakkannya alternatif pengembangan air minum dengan KPS, hingga saat ini tercatat ada dua yang sudah dalam proses konstruksi dan pengelolaan, pertama antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dengan PT Aetra Air sebesar 900 liter per detik dengan konsesi dengan menelan investasi Rp 503 miliar. Pada pertengahan tahun 2012 SPAM hasil KPS ini sudah diresmikan oleh Wakil Presiden Boediono. Kedua, Pemerintah
Kota Pontianak dengan model BT (build-transfer) membangun SPAM kapasitas 300 liter per detik untuk pelayanan di wilayah Pontianak Barat, Pontianak Utara, Pontianak Selatan dan Bagian Kota. 4. Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Peran PIP diharapkan menjadi katalis dalam keterlibatan pihak swasta bersama pemerintah daerah dalam percepatan pembangunan infrastruktur yang memberikan manfaat sosial ekonomi kepada masyarakat. Saat ini Kementerian PU telah memfasilitasi Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, untuk mengikuti pola pembiayaan melalui PIP. Status terakhir, Dirjen Cipta Karya mengirim surat kepada Kepala PIP perihal Rekomendasi Teknik Pengembangan SPAM Kab. Mukomuko. Pendanaan melalui PIP, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008, berasal dari beberapa sumber, yaitu: APBN, keuntungan dari investasi terdahulu, dana atau barang amanat pihak lain yang dikelola oleh badan investasi pemerintah, dan/ atau sumber-sumber lain yang sah. 5. Corporate Social Responsibility (CSR) Di bidang air minum, alternatif pembiayaan melalui CSR memiliki dua pendekatan. Pertama, dalam SPAM Perkotaan melalui optimalisasi sistem SPAM kota/IKK eksisting, baik dengan penambahan jaringan distribusi, maupun penambahan sambungan langganan. Kedua, dalam SPAM Perdesaan melalui pembangunan SPAM untuk desa yang rawan air dan terpencil, pembangunan SPAM desa dengan pola berbasis masyarakat atau PAMSIMAS (pendekatan berbasis masyarakat melalui pelibatan seluruh masyarakat). Pada tahun 2012 telah dilakukan fasilitasi pada dua kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan dengan PT Golden Hope dan PT Arutmin Site Senakin, dan Kabupaten Ende NTT dengan PT Pertamina Persero. (Teks : Buchori)
Foto : Buchori
Pemanfaatan sambungan rumah SPAM IKK Mare, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
8
berita utama
Gregetan,
Aset PDAM
Bisa Disita
Pemerintah mulai gerah dengan kondisi PDAM yang masih berkelit dengan banyak alasan untuk menyesuaikan tarif air minum. Padahal ini ibarat gerbang PDAM untuk membuka selebar-lebarnya keran yang lebih besar dalam mengembangkan usahanya dan meningkatkan pemenuhan akses air minum yang dibutuhkan masyarakat.
Danny Sutjiono, Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya
B
erikut adalah petikan wawancara dengan Direktur Pengembangan Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Danny Sutjiono, pada suatu kesempatan menjelang peringatan Hari Air Dunia 2013.
Seberapa jauh peran Pemda untuk mengembangkan PDAM? Porosnya memang di Pemda. Salah satu faktor penyebab PDAM sakit adalah tarif, direksi PDAM tak akan menaikkan tarif seenaknya jika Pemda tak setuju. Kami mendorong PDAM melakukan langkah inovatif, yaitu membuat reklasifikasi tarif. Tarif komersial di Ruko jangan disamakan dengan warung atau toko kelontong pinggir jalan. Ada perbedaan mendasar dalam penetapan tarif air minum dan listrik. Kalau listrik, jika daya yang dipasang 3200 watt, kalau pemakaiannya lebih dari itu maka daya akan turun. Tapi air minum sangat teknis, rumah yang paling dekat dengan jaringan utama akan menikmati air dengan lancar, sedangkan sambungan rumah yang ada di paling ujung sambungan utama mendapat aliran air yg lebih sedikit. Mereka biasanya menikmati aliran air yang lancar jika orang yang makai di sambungan utama sudah selesai. Itu letak ketidakadilannya. Dengan kondisi seperti itu, perlu klasifikasi tarif yang ketat. Pemakaian antara 0 – 20 kubik perhari bisa dikenakan tarif Rp. 3.000, tapi kalau pemakaiannya 20 – 40 kubik tetapkan saja Rp. 6.000. PDAM adalah milik Pemda, tidak bisa diikutcampuri peraturanperaturan dari pusat. Itu yang sebagian menjadi kendala Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) bidang air minum selama ini. Bagaimana dengan upaya yang semestinya dilakukan Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini? Jika PDAM tidak mau menaikkan tarif karena faktor Pimpinan Daerahnya, Kemendagri semestinya mendorong Pemda melaksanakan PSO (Public Service Obligation) melalui pemberian bantuan operasional PDAM bukan dalam bentuk aset
9
Foto : Buchori
berita utama
Direktur Pengembangan Air Minum Danny Sutjiono meninjau IPA di Kabupaten Pacitan
sebagaimana yang selama ini dilakukan. Selama ini PSO baru diterapkan di PLN, Pelni, Kereta Api, dan Pos Indonesia. Untuk menerapkan PSO di bidang air minum, Pemda harus memiliki Standar Pelayanan Minimum (SPM) di bidang ini. Berikutnya adalah mendorong Pemerintah Kabupaten/ Kota untuk menerapkan Kontrak Kinerja antara pemilik (Bupati/ Walikota) dengan Direksi PDAM tentang peningkatan pelayanan air minum dan mekanisme pengawasan pelaksanaan kontrak kinerja.
seperti itu tetap tidak mau juga. Setelah diusut ternyata karena mereka tak mau menaikan tarif. Akhirnya pada Juli 2012, Kemenkeu mengeluarkan peraturan baru, yaitu pada saat mengajukan bisa dengan tarif non full cost recovery (FCR), tapi dalam business plan mereka harus ada rencana FCR. Kalau nanti setahun setelah Juli 2012 (Juli 2013. Red) mereka tak juga mengajukan, akan diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara, aset 63 PDAM yang masih bermasalah ini akan disita, disegel. Bila perlu diambil alih oleh pusat.
Bagaimana perkembangan program restrukturisasi PDAM? Program restrukturisasi utang adalah bagian dari upaya penyehatan PDAM. Saat ini dari 175 PDAM yang mempunyai utang dengan total nilai Rp. 4,6 trliun. Utang pokoknya hanya 1,5 triliun, sisanya bunga dan denda. Saat ini sebanyak 76 PDAM sudah disetujui restukritrasi, sisanya belum mengajukan. Syarat restrukturisasi utang adalah, pertama menerapkan tarif full cost recovery. Jika tidak, sekarang kita hapus denda dan bunganya tapi kalau tarifnya sama aja dia tidak akan bisa lunasi utang pokoknya. Kedua, direksinya harus dipilih dengan mekanisme fit and proper test. Ketiga mereka menyiapkan business plan. Utangnya boleh diperpanjang oleh Kemenkeu dengan melihat business plan. Namun meskipun sudah dipermudah
Apakah cukup sampai penyitaan dan penyegelan saja? Meskipun demikian, pada akhirnya toh pemerintah tak akan mengorbankan kepentingan kebutuhan masyarakat yg mendasar. Pusat akan mengelolanya dengan membentuk sebuah Badan Layanan Umum (BLU) atau BUMN untuk mengelola air minum dengan pengelola oleh Pusat. Kita akan cemplungkan APBN, tarif Pusat yang menentukan, Pemda hanya duduk manis saja sebagai penguasa. Pemerintah Pusat sudah gerah karena kucuran dana triliunan untuk membantu pengembangan SPAM di daerah, tapi mereka hanya bertepuk sebelah tangan. Jika fisik yang sudah dibangun oleh Pusat tidak dioperasikan maka lama-lama akan rusak, sedangkan biaya perbaikan lebih mahal. (Teks : Buchori)
10
liputan khusus
Indonesia Promosikan Kerjasama Air Minum
di Water Korea Exhibition and Conference Cece Sutapa*) & Cut Norhusnul Akhirina**)
Peringatan Hari Air Dunia 2013 juga disemarakkan dengan Water Korea Exhibition and Conference. Acara yang diadakan setiap tahun oleh Korea Water and Wastewater Works Association (KWWA) adalah penyelenggaraan ke-12 dengan mengusung tema International Water Cooperation di Kota Daegu.
D
i ajang ini, delegasi dari berbagai Negara yang terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, swasta dan industri bertemu berdiskusi serta melihat teknologi terbaru terkait air minum dan wastewater. Salah satu delegasi pemerintah Republik Indonesia adalah Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Kementerian Pekerjaan Umum. Salah satu tugas BPPSPAM yang terkait kegiatan ini adalah membantu melaksanakan promosi investasi pengembangan
Sistem penyediaan air minum (SPAM), baik di dalam maupun di luar negeri. Selain memperkenalkan proyek potensi yang dapat dikerjasamakan dengan swasta juga dapat memberikan informasi kebijakan pemerintah Indonesia dalam mendukung peran swasta dalam membangun infrastruktur di Indonesia termasuk sektor air minum. Dalam rangka tugas tersebut, pada tanggal 19 Maret – 22 Maret 2013, delegasi BPPSPAM dipimpin oleh salah satu Anggota BPPSPAM, Cece Sutapa, dan staf bidang Analisa Keuangan, Promosi, dan Investasi Cut Nourhusnul Akhirina. Cece Sutapa sebagai pembicara peluang investasi sektor air minum di Indonesia. Berikut laporan delegasi BPPSPAM yang dirangkum
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
11
liputan khusus
dalam uraian acara per hari di ajang Water Korea Exhibition and Conference. Pada tanggal 19 Maret 2013, water korea exhibition and conference 2013 secara resmi dibuka oleh Walikota Daegu Korea, Menteri Perdagangan Korea, dan Vice President KWWA. Pembukaan dihadiri oleh para delegasi dari Indonesia, Thailand, Vietnam, Qatar, Taiwan, Kamboja, dan para akademisi dari Australia, Filipina, India dan pengusaha Korea. Setelah pembukaan, para delegasi dari beberapa negara mengunjungi dan melihat stand pameran-pameran dari perusahaan korea yang menawarkan produk dengan berbagai teknologi yang berbeda dengan harga yang kompetitif dan efisien. Jenis teknologi mulai untuk produksi air minum, alat pendeteksi kebocoran air, alat water meter, pipa distribusi untuk air minum dan produk untuk air limbah. Pada hari berikutnya, acara konferensi dibuka oleh Vice President KWWA, Choi Yon-Cheol. Konferensi dibagi dalam dua sesi, yaitu sesi pertama presentasi dari Korea Exim Bank, Koica, perwakilan delegasi China, dan Thailand. Kemudian sesi kedua presentasi dari delegasi Qatar, Indonesia, dan Vietnam. Lee Kwang-Hyun, Team Manager of Korea Exim Bank menjelaskan tentang Economic Development Cooperation Fund (EDCF) and Water Project. Korea Exim Bank (EDCF) didirikan
12
pada tahun 1987 di bawah Kementerian Keuangan dan Strategi Korea. EDCF bertujuan membantu negara-negara berkembang dalam mencapai pembangunan industri dan stabilitas ekonomi, berbagi pengalaman dan transfer teknologi yang dimiliki Korea, memperkuat kerjasama ekonomi dengan beberapa negara di Dunia. Kebijakan EDCF pada tahun 2013 akan fokus kepada empat pilar, yaitu menaikkan volume EDCF mencapai 1.350bn won (US$ 1.2bn) disbursement 668bn won (US$ 0.6bn), meningkatkan efektifitas bantuan kepada Country Partnership Strategy (CPS), berinovasi skema pembiayaan kepada SME, pinjaman KPS, jaminan kepada lender, dan meningkatkan green growth project lebih dari 30% pada tahun 2013. Son Hyuk Soo, Peneliti Climate Change Office of KOICA mempresentasikan strategi dan status kemitraan KOICA di beberapa negara. KOICA adalah sebuah organisasi di bawah Kementerian Perdagangan dan Hubungan Luar Negeri Korea yang memberikan Grant dan Loan kepada negara-negara berkembang untuk pembangunan di semua sektor pendidikan, kesehatan, pemerintahan, pertanian, kehutanan, industri dan energi. Konsep KOICA adalah Green partnership untuk semua sektor termasuk air minum. Project KOICA di tahun 2013-2014 ada di Filipina, Laos, Ethiopia dan Indonesia untuk proyek penyusunan
liputan khusus dokumen pra feasibility study dan master plan drainase di Palembang dan pilot project untuk restorasi sungai ciliwung. Setelah itu, Guoxiang Zhang, China Urban Water Association, China Academy of Urban Planning and Design memaparkan tentang permasalahan air di China adalah kekurangan air sebanyak 40 billion m³ setiap tahunnya dan untuk kota kekurangan air 7 billion m³. Pemerintah China mempunyai strategi program memprioritaskan penghematan air, pengendalian pencemaran, dan pengembangan beberapa sumber daya air dengan menerapkan sistem manajemen ‘three red lines’ sumber daya air. Pada 5 tahun kedepan pemerintah china akan menginvestasikan 500-600 milyar yuan untuk program tersebut. Pongsthakorn Suvanpimol, assistant Director General for operation and maintenance, Royal Irrigation Department, Thailand memaparkan isu-isu terkini dan rencana manajemen sumber daya air Thailand. Data statistik thailand melihat lebih dari 80% penduduknya mengkonsumsi nasi sebagai makanan utamanya. Oleh karena itu, Thailand dalam pembangunan ekonomi bertumpu kepada sektor pertanian. Pembangunan sumber daya air untuk proyek irigasi diklasifikasikan kepada proyek skala besar, menengah, dan kecil. Beberapa cara pemerintah thailand mengatasi masalah sektor pertanian yaitu meningkatkan area untuk irigasi, efisiensi, meningkatkan volume water storage, dan mengurangi resiko bencana seperti banjir. Thanapong Kausanguansilp, Metropolitan Waterworks Authority (MWA), Bangkok, Thailand menjelaskan isu terkini dan rencana manajemen air minum di Thailand. Pada akhir tahun 2012 MWA sudah melayani air minum kepada masyarakat Thailand dengan area pelayanan sudah mencakup 99% dengan jumlah pelanggan 2,060,446. Sumber air baku berasal dari sungai Chaopraya dan
Dam Maeklong. Total produksi 1,763.6 juta m³ pertahun dengan kebocoran 25.31% pertahun. Tarif pelanggan 9.86 baht/m³ dan 13.78 baht/m³ untuk industri, bisnis, dan kantor pemerintahan. Pada sesi kedua, Nasser Ghaith Al-Kuwari, Manager of Drainage Project Department, menjelaskan beberapa proyek air limbah dan drainase yang potensial ditawarkan kepada investor dengan sistem BOT dengan jangka waktu kerjasama 10 tahun dan kontraktor untuk proyek tambahan kapasitas 24.000 m³/d. Lebih dari 5 proyek ditawarkan dengan proses PQ dilakukan pada April 2013. Beliau juga menjelaskan peluang, proses dan tantangan dalam tender untuk proyek air limbah dan drainase. Sementara itu Indonesia diwakili Anggota BPPSPAM,
Kementerian Pekerjaan Umum, Cece Sutapa, memaparkan peluang kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha di Indonesia. Dia menjelaskan adanya kondisi eksisting air minum di Indonesia dengan cakupan pelayanan yang masih rendah secara nasional yaitu sekitar 55,4 % (tahun 2011). Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan program pembangunan nasional dengan mengacu pada target Millennium Development Goals (MDGs) yaitu mengurangi setengah dari proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi dasar dengan harapan pelayanan air minum perpipaan dan non perpipaan meningkat hingga 68,87% pada tahun 2015 dan sudah mencapai 100% pada tahun 2025. Dalam rangka pemenuhan cakupan pelayanan tersebut, Pemerintah Indonesia membutuhkan dana sebesar Rp 65,3 Triliun, namun dana nasional yang tersedia Rp 37,6 Triliun. Oleh karena itu, Pemerintah mencarikan alternatif pendanaan melalui kerjasama dengan Badan Usaha dan pinjaman perbankan. Ada beberapa proyek KPS yang ditawarkan, salah satunya proyek air minum di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi wilayah Utara, proyek Semarang Barat, Jatigede, Karian dan daftar proyek air minum yang potensial kerjasama dengan badan usaha. Phi Quoc Hao, Department of Water Management, Kementerian
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
13
liputan khusus Lingkungan dan Sumber Daya Alam Vietnam mempresentasikan tentang Sumber daya air dan tantangannya di Vietnam. Vietnam mempunyai 2.372 sungai dengan panjang lebih dari 10 km dan 26 anak sungai. Sumber air baku berasal dari permukaan air tersedia 830-840 milyar m³ setiap tahunnya. Namun permukaan air yang sudah di hilir kualitasnya secara bertahap berkurang. Ada beberapa tantangan utama pemerintah Vietnam adalah kesadaran akan pentingnya pembangunan sumber daya air yang berkelanjutan. Pertama, keseimbangan antara pengendalian pencemaran dan pembangunan sumber daya air dan memastikan ketersediaan air yang cukup dan pembangunan sosial ekonomi. Kedua, pengelolaan sumber daya air dimana masih kurangnya kebijakan dan mekanisme yang tepat terutama kebijakan ekonomi dan keuangan kaitan dengan sumber daya air serta terbatasnya informasi data sumber daya air. Beberapa pilot project sudah banyak diterapkan di Vietnam, dan rencana Vietnam bekerjasama dengan swasta bidang air limbah dan air minum yaitu proyek Nhue-Day River restorasi, proyek teknologi pemurnian air minum untuk area kota di Vietnam, dan MoU antara MONRE, Vietnam dan K Water. Cao Le Hung, International and Science, Technology Department, Badan Administrasi Lingkungan Vietnam menjelaskan tentang pembangunan pengelolaan lingkungan air dimana sumber pencemaran utama di Vietnam berasal dari pembuangan limbah industri dan perumahan. Pemerintah Vietnam telah mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan isu tersebut melalui pendekatan dari segi peraturan, ekonomi, renovasi secara teknis, dan meningkatkan kesadaran akan bahaya pencemaran air limbah. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Vietnam adalah terbatasnya kesadaran pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan kapasitas pemeliharaan dan pengelolaanya, serta ada kurangnya
14
komitmen dari sektor industri dan partisipasi masyarakat. *) Anggota Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) **) Staf bidang Analisa Keuangan, Promosi, dan Investasi, BPPSPAM
Foto -foto : Buchori
info baru
PPIP Sasar 6.640 Desa di 2013
D
esa sasaran PPIP tersebut terdiri dari; 1500 desa reguler dimana dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) telah dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tiap kabupaten, 4.550 desa akan didistribusikan melalui revisi DIPA yang akan teralokasikan pada setiap kabupaten dan 600 desa melalui program Rural Infrastructure Support (RIS) for PNPM berasal dari pinjaman. Setiap desa sasaran akan mendapatkan dana masingmasing sebesar Rp 250 juta. Amwazi mengatakan, dana BLM program pemberdayaan ini tahun 2012 lalu telah terserap sebanyak 99,73%, dimana masih terdapat 8 desa yang belum melakukan penyerapan. Meskipun dana penyerapan BLM tinggi, namun realiasasi laporan keuangan hanya mencapai 75%. Hal ini diakibatkan belum diikuti dengan ketaatan dalam melakukan progres pembangunan di lapangan. “Saya harap laporan tersebut dapat disampaikan kepada Satker PPIP Tingkat Pusat dalam waktu dekat, mengingat hasil konsolidasi
Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) yang digulirkan Kementerian Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta Karya tahun 2013 ini resmi menyasar 6640 desa. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pengembangan Permukiman Cipta Karya Amwazi Idrus dalam Sosialisasi tingkat pusat PPIP 2013 di Jakarta akhir Maret ini.
tersebut akan menjadi salah satu faktor yang dinilai pada audit kinerja Satker PPIP Tingkat Pusat,” kata Amwazi. Terkait dengan pelaksanaan program tahun 2013 ini, Amwazi mengingatkan bahwa tahun 2013 ini merupakan tahun politik. Semua orang, baik itu anggota DPR, Bupati, Walikota akan mengklaim program ini adalah miliknya. Tidak hanya itu saja, Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM juga memanfaatkan program ini untuk “memeras”. Untuk itu ia meminta kepada seluruh kasatker PPIP agar berhati-hati dalam pelaksanaannya dan menjalankan sesuai dengan aturan yang ada.
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
15
info baru “Kalau di lapangan tidak ada yang serius tidak usah ditanggapi. Namun jika ada yang memaksakan, seperti kaderkadernya harus menjadi fasilitator, harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Program ini adalah untuk masyarakat miskin, jangan mempermainkan dana untuk masalah kemiskinan,” kata Amwazi. Dengan tambahan desa tahun 2013 ini, maka sejak tahun 2007 PPIP telah menyasar sebanyak 23 ribu desa. Jumlah ini hampir separuh dari desa di Indonesia yang berjumlah 70 ribu desa. Dimana sebanyak 10 ribu desa disasar melalui program P2KP. Seperti kita ketahui, Program PPIP Kementerian Pekerjaan Umum, telah menjadi salah satu Program Inti dalam payung PNPM Mandiri. Fasilitasi PPIP tidak hanya mencakup pemberian dana BLM untuk pembangunan prasarana dasar di perdesaan, tetapi juga berupaya untuk meningkatkan sumber daya manusia di perdesaan dan peningkatan koordinasi dan pengendalian program oleh pemerintah daerah. Pemerintah pusat melalui Ditjen Cipta Karya telah berupaya untuk mewujudkan keberlanjutan program ini. Diantaranya dengan meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat, meningkatkan kualitas perencanaan partisipatif, optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia serta
16
mendorong terbukanya aksesibilitas kawasan potensial perdesaan untuk pertumbuhan ekonomi. Pelaksanaan program PPIP sampai dengan saat ini, telah mampu memberikan pelayanan infrastruktur dasar dan menumbuhkembangkan partisipatif masyarakat. PPIP yang dilaksanakan telah menghasilkan beragam keberhasilan, yang membuktikan keunggulan pembangunan partisipatif. Penyaluran dana BLM PPIP telah berhasil meningkatkan layanan infrastruktur perdesaan yang sesuai kebutuhan masyarakat, dengan biaya yang murah dan mutu konstruksi yang dikendalikan sendiri oleh masyarakat. Audit PPIP 2012 Selain Sosialisasi tingkat pusat PPIP 2013 tersebut, diselenggarakan pula Sosialisasi Pedoman Post Audit PPIP tahun 2012. Dalam kesempatan itu, Dirjen Cipta Karya Imam Ernawi mentargetkan status “berhasil” (85% lebih) dalam audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk Program PPIP tahun 2012. Berdasarkan data hasil audit BPKP, kinerja PPIP mengalami pasang-surut. Tahun 2008-2011 berturut-turut mendapatkan
info baru
Salah satu pelaksanaan program PPIP di Sumatera Selatan
nilai 74%, 79%, 80% dan 76%, dimana semuanya berstatus cukup berhasil. Penilaian ini menggunakan tiga indikator kinerja yaitu; efisiensi dan efektivitas, keandalan laporan dan ketaatan peraturan. Imam melihat empat hal dalam program PPIP ini yang harus dibenahi, diantaranya; inklusifitas tidak hanya di satkernya saja tapi juga dimasyarakat, pengadaan fasilitator yang cepat dan profesional, peran Satker PPIP belum optimal dan lemahnya satker di kabupaten. “Meskipun penilaian kita cukup baik dari BPKP, namun kedepan harus bisa mencapai 85% lebih,” kata Imam. Imam menambahkan, program PPIP ini merupakan program pemberdayaan yang populer dan strategis di Ditjen Cipta Karya. Pendekatan program ini bukan proyek melainkan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu ia meminta kepada seluruh Satker Propinsi untuk membuat penilaian kedepan lebih baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempercepat lokasi sasaran, fasilitator dan pelaporan hasil. “Semangat pemberdayaan setiap tahun harus naik kelas. Kalau itu bisa kita capai maka audit kinerja juga semakin baik,” kata Imam. Semetara itu, Deputi BPKP Bidang Perekonomian Binsar Simanjuntak sangat mengapresiasi program PPIP yang digulirkan
Kementerian PU tersebut. Menurutnya, program ini sangat penting dan strategis karena membantu masyarakat kecil dan pelosok menikmati hasil pembangunan secara nyata. “Kebetulan saya meninjau langsung di NTB maupun Sumatera serta berdialog dengan masyarakat. Wajah-wajah senang dan terima kasih terlihat dari ekspresi warga. Saya sangat mengapresiasi kinerja temanteman PU dan mungkin harus ditiru oleh kementerian lain,” kata Binsar. Meskipun demikian, menurut Binsar ada berbagai permasalahan audit yang harus ditindaklanjuti. Diantaranya, masih kurangnya dukungan pemprov dan pemkab, tim pelaksana provinsi masih belum berfungsi optimal, masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan dan masih belum optimalnya koordinasi, pemantauan dan evaluasi satker PPIP. “Ini merupakan masukan absolut tapi obyektif dan berkualitas. Saya optimis kedepan program ini bisa lebih baik,” kata Binsar. Untuk audit PPIP tahun 2012, saat ini baru memasuki tahap sosialisasi kepada para Kasatker PPIP baik di Provinsi maupun Kabupeten. Setelah selesai sosialisasi baru kemudian dilakukan audit kinerja. (Teks : Danang)
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
17
info baru
19 Kabupaten/Kota di Dorong Terbitkan Perda Bangunan Gedung
Foto -foto : Buchori
Salah satu target Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah akselerasi penyusunan Perda Bangunan Gedung di seluruh wilayah Indonesia. Perda Bangunan Gedung adalah sebagai payung hukum bagi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Saat ini Indonesia telah memiliki model Perda yang dapat diapakai sebagai acuan bagi daerah.
18
H
ingga saat ini Direktorat Jenderal Cipta Karya telah melakukan pendampingan kepada daerah untuk menyusun Perda BG. Diharapkan hingga tahun 2014 mendatang 50% dari jumlah Kab/Kota di Indonesia telah memiliki Perda BG. Selain itu isu tertib pembangunan dan keselamatan bangunan perlu dimasyarakatkan. Dalam rangka membangkitkan kesadaran masyarakat dan perubahan perilaku membangun secara tertib, maka diperlukan upaya pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang terus menerus. Upaya pembinaan guna percepatan pemenuhan maksud dan tujuan tersebut di atas, salah satunya adalah melalui sosialisasi berupa Seminar yang diharapkan mampu berperan dalam meningkatkan kapasitas para stakeholder terkait, yaitu : Pemerintah Provinsi, Pemda Kabupaten, Pemda Kota, asosiasi profesi, profesional/perguruan tinggi, produsen bahan konstruksi, dan masyarakat luas. Pertengahan Maret lalu, Ditjen Cipta Karya mengadakan Seminar “The Project on Building Administration and Enforcement Capacity Development for Seismic Resilience, Phase II” di Ruang Sapta Taruna Kemen PU. Seminar yang diadakan Direktorat PBL
info baru Ditjen Cipta Karya ini merupakan salah satu bagian dari kerjasama teknis antara Kementerian PU dan JICA dengan mengadirkan pembicara dari Ditjen Cipta Karya dan juga JICA Jepang. Seminar ini bertujuan untuk memperoleh visi dan misi dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan di pusat maupun daerah. Selain itu seminar ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam implementasi administrasi bangunan gedung terkait sistem perijinan, NSPK, maupun teknologi yang dapat digunakan untuk meningaktkan ketahanan bangunan terhadap gempa bumi Dalam kesempatan tersebut Dirjen Cipta Karya Imam Ernawi
TAHAP I (2007 - 2010)
a) Meliputi wilayah : (1) Kab. Bantul (Prov. DI. Yogyakarta); (2) Kab. Tanah Datar, Kab. Pesisir Selatan, Kab. Bengkulu Utara (Prov. Bengkulu) (3) Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon (Prov. Sulawesi Utara) (4) Kab. Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Padang (Prov. Sumatera Barat)
mengatakan, pendampingan mitigasi bencana kepada 19 Kabupaten/Kota hasil kerjasama teknis antara Direktorat Jenderal Cipta Karya dan JICA diharapkan dapat terwujud dalam Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung di masing-masing Kabupaten/ Kota tersebut. Seperti kita ketahui, kegiatan kerjasama teknis dengan JICA ini telah dimulai sejak tahun 2007 yang terdiri dari fase 1 dan fase II (tengah berjalan) telah memberikan hasil dan manfaat bagi masyarakat, pemerintah daerah dan pusat. Kabupeten/kota sasaran adalah Wilayah Sumatera dan Jawa yang merupakan daerah rawan gempa. (Teks : Danang Pidekso)
TAHAP II (2012 - 2014)
a) Meliputi wilayah : (1) Kab. Langkat, Kab. Simalungun, Kab. Tapanuli Tengah. Kab. Sibolga, Kab. Nias, Kab. Nias Barat, Kab. Nias Utara, Kota Gunung Sitoli (Prov. Sumatera Utara) (2) Kab. Padang Pariaman (Prov. Sumatera Barat)
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
19
Foto -foto : Buchori
info baru
Kemen PU Dukung Aksi Masyarakat Selamatkan Ciliwung Kementerian Pekerjaan Umum mendukung aksi-aksi masyarakat untuk menyelamatkan Sungai Ciliwung seperti yang dilakukan oleh Masyarakat Peduli Ciliwung (Mat Peci) dan yang lainnya. Aksi mereka tergabung dalam Aksi Masyarakat untuk Ciliwung yang dipusatkan di Kelurahan Cikoko Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (05/03).
20
A
ksi tersebut dimeriahkan antara lain dengan talkshow, penanaman pohon, pameran hasil produksi masyarakat pecinta Ciliwung, dan pengenalan Polisi Ciliwung. Narasumber dalam talkshow menghadirkan Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Imam Ernawi, Ketua Gerakan Ciliwung Bersih Erna Witoelar, dan Kepala BPLHD DKI Jakarta M. Tauchid. Imam Ernawi mewakili Menteri Pekerjaan Umum menyatakan dukungannya pada partisipasi masyarakat dalam penyelamatan Sungai Ciliwung. Menurutnya, dari sisi pemerintah, Kementerian Pekerjaan Umum bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan
info baru kementerian terkait sudah menyusun regulasi dan masterplan Sungai Ciliwung. Disebutkan, salah satu skema penanganan dalam penataan bantaran Sungai Ciliwung adalah normalisasi. Dalam normalisasi Ciliwung, unit kerja Kementerian PU yang terkait adalah Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air dan Ditjen Cipta Karya. “Dalam arah kebijakan pembangunan kami, penataan Ciliwung tidak hanya skala regional, namun juga ada skala kota, kawasan, dan juga lingkungan. Pada skala lingkungan inilah diperlukan partisipasi masyarakat,” tutur Imam. Kemen PU, lanjut Imam, sedang mendorong Pemda mewujudkan Infrastruktur Hijau untuk kota berkelanjutan. Di dalamnya termasuk perlindungan sungai dari pencemaran dan kerusakan lainnya. Infrastuktur Hijau bisa diwujudkan dalam bentuk pembuatan Ruang Terbuka Hijau (RTH), membangun akses air minum, mengolah limbah, sampah, dan penataan permukiman lainnya. “Saat ini sudah ada sekitar 120 kabupaten/ kota yang mengarah ke sana. Kami mendorong Pemda untuk terus mensosialisasikannya kepada masyarakat agar memahami perannya masing-masing seperti yang dilakukan Mat Peci dan lainnya untuk Ciliwung,” ujar Imam. Sementara Menteri Lingkungan Hidup mengatakan, penurunan kualitas Sungai Ciliwung sudah memprihatinkan dan semua harus segera bergerak serta bertindak cepat. “Upaya penyelamatan Sungai Ciliwung harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan, baik oleh pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, maupun masyarakat, para penggiat lingkungan,” katanya. Ketua Gerakan Ciliwung Bersih yang juga mantan Menteri Pekerjaan Umum, Erna Witoelar, mengungkapkan kebanggaannya terhadap Gubernur Jokowi dengan program penambahan RTH, bahkan dengan cara membeli lahan-lahan masyarakat dan swasta untuk memenuhi target RTH 30 persen. “Masyarakat harus diberikan rasa aman. Saya senang masyarakat tak putus asa, ibuibu di sini juga siap membantu menanam pohon. Katanya akan ditanam buah-buahan sumbangan dari Kementan, ada juga pohon bambu dari komunitas bambu,” kata Erna. (Teks : Buchori)
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
21
inovasi
Membentuk Konektivitas Ekonomi Indonesia melalui MP3EI yang sustainable Arif Darmawan K.*)
Foto : Wikipedia
Di era Globalisasi dengan berbagai sistem perdagangan bebas yang telah berkembang seperti saat ini, komoditas industri seperti garmen, manufaktur bahkan jasa dari suatu negara dapat dengan mudah sampai ke negara lain di berbagai penjuru dunia dengan sangat cepat.
Industrial Belt di Amerika Serikat dan Jepang dilihat dari citra satelit
22
T
idak dipungkiri lagi peranan pelabuhan internasional suatu negara sebagai pintu masuk-keluar barang memang cukup vital dalam percepatan pembangunan ekonomi negara tersebut. Namun peranannya tidak terlepas dari suatu sistem yang mampu mengintegrasi berbagai komponen pendukung yang mampu mewujudkan terbentuknya konektivitas nasional dan terhubung dalam jaringan lalu lintas perdagangan internasional (Locally Integrated, Globally Connected). Perencanaan menuju kesana telah dituangkan secara komprehensif dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI). Imam Ernawi mewakili Menteri Pekerjaan Umum menyatakan dukungannya pada partisipasi masyarakat dalam penyelamatan Sungai Ciliwung. Menurutnya, dari sisi pemerintah, Kementerian Pekerjaan Umum bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Adapun beberapa komponen pembentuk konektivitas tersebut, antara lain: a) Sislognas, yang bertitik tumpu pada penguatan jaringan infrastruktur; b) Sistranas, yang bertitik tumpu pada penguatan jaringan transportasi; c) RPJMN dan RTRWN, yang bertitik tumpu pada pengembangan infrastruktur; d) ICT, yang bertitik tumpu pada pengembangan jaringan broadband; Dari keempat komponen pembentuk konektivitas MP3EI, komponen pengembangan infrastruktur dalam RPJMN dan RTRWN memegang peranan yang tidak kalah penting dalam pengembangan kawasan kawasan pengembangan industri ke depan. Belajar dari pengalaman negara Jepang yang pernah mengalami masa percepatan pembangunan ekonomi atau dikenal dengan periode ‘Rapid Economic Growth (1958)’, konsep pembangunan kawasan industri yang terintegrasi dengan segala Infrastruktur pendukungnya telah lama diterapkan sebelum Indonesia membuat konsep serupa. Dalam pelaksanaannya, kawasan sabuk industri Jepang telah banyak diakui memberikan peran signifikan terhadap kemajuan industri di Jepang sehingga bisa sejajar dengan negara negara maju lainnya. Namun akibat dari perencanaan yang kurang matang, pelaksanaannya tidak luput dari masalah-masalah yang cukup membebani pemerintah Jepang sampai saat ini. Untuk itu
inovasi pengalaman tersebut akan banyak memberikan pengalaman berharga terhadap pelaksanaan MP3EI di Indonesia terutama tentang pentingnya peran perencanaan kawasan yang matang.
Foto & Gambar : MLIT, JAPAN
Konsep Konektivitas Ekonomi di Jepang Jepang sebagai negara yang hanya memiliki luas tidak lebih dari 1/6 luas wilayah daratan Indonesia, tentunya tidak banyak memiliki sumber daya alam yang melimpah guna memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya. Menyadari kondisi tersebut, pasca perang dunia ke-2, kebijakan pemerintah mereka lebih menitikberatkan pada pengembangan sektor industri dan ekspor impor. Sejak periode percepatan pertumbuhan ekonomi (1958), pemerintah Jepang banyak membangun pusat-pusat industri baru sebagai strategi percepatan pembangunan ekonomi dari sektor industri yang dinamakan ‘Kombinato’ atau sabuk Industri (industrial belt) yang berlokasi di sepanjang pantai timur jepang. Industrial belt ini menghubungkan kota kota yang berperan sebagai pusat industri yang terintegrasi satu dengan yang lain mulai dari pelabuhan yang berstandar internasional, infrastruktur transportasi yang terintegrasi dengan baik, sampai pada pengaturan moda logistik yang digunakan.
Perpaduan antara pemutakhiran teknologi pelabuhan diwujudkan dengan pembangunansuper hub ports di Keihin Port, Port of Nagoya, Port of Yokkaichi, dan Hanshin Port untuk kebutuhan lalu lintas kontainer internasional serta pembangunan Ring Road sebagai upaya diversifikasi jalan.
Jepang memiliki pelabuhan berstandar internasional dengan fasilitas dan teknologi yang membuatnya mampu bersaing dengan negara lain, adapun pemutakhiran infrastrukturnya antara lain berupa: a) Perluasan kapasitas pelabuhan bongkar muat (Super hub ports), serta penyederhanaan prosedur bongkar muat melalui ‘single window system’ dimana keduanya dapat mengurangi macet dan lambatnya bongkar-muat barang di pelabuhan; b) Yang kedua, terintegrasinya infrastruktur transportasi dengan baik satu dengan lainnya, sehingga mempercepat proses distribusi barang dari pelabuhan. Integrasi infrastruktur yang dimaksud adalah pembangunan jalan ‘Ring-road’ sebagai akses lalu lintas angkutan barang ; c) Dan yang ketiga adalah adanya diversifikasi pengguna jalan, antara moda angkutan industri dan pribadi. Hal ini diperlukan untuk menghindari resiko besar terjadinya kemacetan lalu lintas di tengah kota akibat menumpuknya lalu lintas kontainer dari pelabuhan dengan kendaraan pribadi/umum. Kesuksesan industrial belt tersebut telah mengantar Jepang menjadi negara industri nomor wahid di dunia, namun cerita kesuksesannya tidak terlepas dari efek yang ditimbulkan oleh pembangunan kawasan industri secara besar-besaran dan kelemahan proses perencanaannya. Permasalahan Pembangunan Kawasan Industri ; Pembangunan kawasan Industri baru secara besar besaran tentunya akan mengakibatkan berbagai permasalahan, diantaranya : Permasalahan Urbanisasi dan Permukiman, Permasalahan polusi limbah industri dan kontaminasi. Kawasan industri baru tentunya akan memberi magnet bagi masyarakat karena kebutuhan akan tenaga kerja yang cukup tinggi, diiringi dengan kebutuhan akan permukiman untuk mereka tinggal dan segala fasilitas pendukungnya. Alhasil, kawasan yang dulu jarang penduduknya dan masih banyak lahan kosong, menjadi kawasan permukiman padat penduduk dengan luas hunian dibawah standar layak sehingga dapat menimbulkan kekumuhan baru (Urban Sprawl). Kondisi tersebut diperparah dengan permasalahan polusi dan pencemaran air. Pada awal 1960 an, akibat dari pembangunan kawasan industri baru di Jepang, kawasan Industri yang bersandingan dengan kawasan permukiman seperti di Kumamoto, Niigata, Toyama dan Mie telah banyak melakukan pencemaran baik air, suara, tanah dan udara di lingkungan sekitar yang padat penduduk dan menimbulkan berbagai penyakit baru ‘Kogai’ akibat kontaminasi limbah industri di permukiman padat tersebut. Permasalahan ketiga yang mungkin muncul dari pembangunan pusat pusat industri baru adalah ‘Straw Stuck Effect’ yaitu pembangunan infrastruktur serta moda transportasi dengan maksud awal supaya mobilitas penduduk dari kota kota industri dapat dengan mudah mencapai hinterland-nya justru berlaku sebaliknya, yaitu memfasilitasi urbanisasi penduduk hinterland ke pusat industrinya. Hal ini terjadi karena masih adanya ketimpangan investasi dan pembangunan yang hanya menyasar pusat pusat industri pada koridor besar saja. MP3EI di Indonesia Berbicara pada tataran kebijakan pengembangan industri di Indonesia, maka ingatan kita akan tertuju ada suatu Master Plan
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
23
inovasi Polusi Lingkungan
Perencanaan dan Implementasi yang tidak baik
Pembangunan pusat industri yg tidak sustainable
Urbanisasi
Orang Kehilangan Pekerjaan
Kontaminasi penyakit akut
Permukiman Kumuh
Angka Pengangguran Meningkat
Kawasan Industri ditinggalkan
Investasi rendah
Vicious Circle pembangunan kawasan Industri, perencanaan kawasan yang tidak baik dapat menimbulkan efek domino permasalahan baru yang membawa pada permasalahan awal yg lebih buruk lagi.
atau di daerah-daerah tertentu, Percepatan dan Perluasan yang diharapkan mampu Pembangunan Ekonomi menarik sebanyak banyaknya Indonesia (MP3EI) 2011 – Direktorat Jenderal Cipta Karya sebagai leading pihak swasta nasional maupun 2025, yaitu perencanaan asing agar berinvestasi di KEK yang mengintegrasikan sector dalam penanganan permukiman di tersebut. Kawasan-kawasan yang Indonesia, telah banyak melakukan kontribusi memiliki potensi besar Peranan Vital Sinergitas yang direncanakan dalam dalam usaha mempersiapkan MP3EI ini. Sektoral suatu pola investasi yang Jika dilihat dari skenario tadi, berkesinambungan antar maka dampak dari perluasan kawasan yang disebut dan percepatan pembangunan juga dengan KPI (Kawasan Perhatian Investasi) dan bermuara di beberapa Kawasan Ekonomi kawasan industri akan segera terlihat dampaknya dalam 5-10 tahun ke depan. Bagaikan dua sisi mata uang, apabila perencanaan Khusus (KEK). Sebut saja Kawasan Sei Mangke, Kuala Tanjung dan Kuala pembangunan di kawasan kawasan tersebut dilakukan dengan Namu yang tergolong proyek dengan skala investasi cukup besar baik maka tidak mustahil Indonesia akan masuk ke dalam salah dan diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 6500 satu negara The Trillion dollar club atau World’s Major Economy. tiap tahunnya, ditambah lagi dengan skenario tax deductable dari Di lain sisi, perencanaan yang tidak matang akan menggiring pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang baik dengan Indonesia ke dalam berbagai permasalahan masa rapid economic dukungan PP 62/2008 tentang tentang fasilitas pajak penghasilan growth seperti di negara-negara maju pada masa lalu. untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/ Direktorat Jenderal Cipta Karya sebagai leading sector dalam
24
inovasi penanganan permukiman di Indonesia, telah banyak melakukan kontribusi dalam usaha mempersiapkan MP3EI ini. Salah satunya dengan melakukan proses sinergi berbagai dokumen sektoral yang dimiliki, baik pemerintah pusat maupun SKPD terkait dalam suatu strategi komprehensif dengan mempertimbangkan RTRWN dan RPJMN yang telah ditetapkan. Strategi komprehensif tersebut telah dilaksanakan sejak tahun 2010 dengan nama SPPIP yaitu sebuah dokumen strategi menjadi acuan bagi pembangunan permukiman dan infrastruktur bidang Cipta Karya yang penyusunannnya mengacu dan terintegrasi dengan arahan pengembangan kota secara komprehensif. Permasalahan pembangunan permukiman akibat dari ketimpangan pembangunan antara kawasan pusat pertumbuhan dan hinterland-nya dapat diantisipasi dan direncanakan dengan
baik melalui penyusunan dokumen ini, yang kemudian akan dilanjutkan lebih mendalam pada dokumen RPKPP. Dokumen RPKPP diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di banyak kawasan industri baru negara maju seperti urban sprawl, debottleneck dan permasalahan penyakit akibat sanitasi dan kekumuhan secara lebih mendalam dan detail. Dalam penyusunannya, SPPIP/RPKPP ini melibatkan langsung peranan berbagai elemen masyarakat dan pelaku pembangunan di pusat maupun di daerah yang bersangkutan sehingga permasalahan–permasalahan bidang pengembangan permukiman oleh akibat percepatan pembangunan industri di suatu kawasan diharapkan bisa teratasi secara komperhensif. *) PPK Perkotaan, Satker Pengembangan Kawasan Permukiman dan Perbatasan Provinsi Kepulauan Riau
Rusunawa di Yogyakarta
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
25
inovasi
foto.okezone.com
Arif Darmawan K.*)
Proses Pencacahan Sampah: Menjawab Solusi Penanganan Sampah Kota Jakarta Bencana banjir yang melanda Kota Jakarta pada akhir Januari 2013 yang lalu, telah memberikan kerusakan materiil dan immateriil yang sangat besar. Rusaknya infrastruktur jalan, infrastruktur permukiman, hingga penyakit bawaan air yang muncul pasca banjir, menimbulkan kerugian hingga mencapai Rp 20 trilyun. Salah satu penyebab dari banjir besar tersebut adalah sampah.
M
Sandhi Eko Bramono *)
eskipun tingkat penanganan sampah di Kota Jakarta telah mencapai 72 % yang terolah pada Instalasi Pengolahan Sampah (IPS) Bantargebang, namun 28 % sisanya masih belum tertangani dengan baik, dari total 33.000 m3 sampah/hari. Meskipun “hanya” 0,84 % sampah dari Kota Jakarta yang masuk ke sungai atau sekitar 280 m3 sampah/hari, namun jumlah tersebut telah menimbulkan kerusakan yang berarti. Peristiwa tersebut seakan mengingatkan kita kembali, bahwa masih perlu ditemukan suatu formulasi yang cocok untuk sistem penanganan sampah perkotaan di Indonesia. Perkotaan di Indonesia dengan berbagai kondisinya, membutuhkan suatu solusi yang jitu dan efektif dalam menangani sampahnya. Proses pencacahan sampah Konsep dasar dalam pemilihan proses pengolahan sampah perkotaan adalah proses yang mampu mereduksi volume dan/ atau daya cemar sampah dengan laju tinggi, yang memberikan
26
inovasi saniter di IPS Bantargebang, maka hal tersebut akan memperkecil kebutuhan lahan hingga tiga kali lipat. Dengan kata lain, umur teknis IPS Bantargebang akan menjadi tiga kali lebih panjang pula. Dampak dari penerapan proses pencacahan sampah Selain dapat memperpanjang umur teknis IPS Bantargebang, proses pencacahan sampah sebagai proses pendahuluan di IPS skala komunal, akan menyelesaikan banyak hal secara efisien dan efektif dalam bidang penanganan sampah. Dengan tercacahnya sampah, maka mengurangi ritasi pengangkutan sampah ke IPS Bantargebang. Dengan proporsi biaya pengangkutan sampah yang mencapai 60 % dari biaya total sistem penanganan sampah, maka biaya penanganan sampah juga akan berkurang secara signifikan, dan akan menurunkan besaran retribusi sampah yang harus dibayarkan oleh masyarakat. IPS Bantargebang yang mengolah sampah dengan proses lahan urug saniter, sesungguhnya merupakan bioreaktor berukuran besar, yang mengolah sampah secara kedap udara atau anaerobik. Dalam kondisi anaerob, maka sampah organik dapat menghasilkan gas bio yang memiliki nilai kalor. Semakin kecil ukuran cacahan sampah, maka laju produksi gas bio akan semakin tinggi, sehingga meningkatkan jumlah gas bio yang dapat dikonversi sebagai sumber energi atau listrik yang terbarukan. Selain itu, sampah yang telah memiliki kepadatan tinggi tersebut,
4.bp.blogspot.com
dampak negatif pada lingkungan secara minimal, serta terjangkau dalam pembiayaan. Apabila sampah diolah dengan laju rendah atau waktu detensi proses yang panjang, maka akan berdampak pada besarnya luas kebutuhan lahan yang diperlukan, sementara lahan sangat terbatas di perkotaan. Masyarakat perkotaan di Indonesia pada umumnya belum memiliki kesadaran untuk memilah sampah, sementara proses pemilahan sampah di IPS akan meningkatkan waktu detensi proses. Proses biologi konvensional yang memiliki waktu detensi proses panjang, juga masih membutuhkan penyempunaan kinerja proses. Proses pengolahan sampah dengan pembakaran atau insinerasi merupakan proses yang memiliki laju pengolahan tertinggi, namun kondisi saat ini masih belum memungkinkan proses tersebut untuk diaplikasikan, mengingat masih tingginya resistensi masyarakat terhadap emisi gas buang yang akan dihasilkan dari proses. Proses yang memiliki laju tinggi, namun memiliki dampak kerusakan yang minimal bagi lingkungan, adalah proses pencacahan. Proses fisika ini merupakan proses sederhana yang mampu untuk mereduksi volume sampah hingga menjadi tersisa 35 % saja atau kepadatan sampah akan meningkat hingga tiga kali lipatnya, yaitu dari sekitar 250 kg/m3 menjadi 750 kg/m3. Karena volume sampah menyusut menjadi tiga kali lebih kecil, maka jika sampah harus diolah lebih lanjut dengan proses lahan urug
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
27
sholihin.staff.uns.ac.id
inovasi
akan membutuhkan penanganan dengan alat berat dalam jumlah yang lebih sedikit di IPS Bantargebang. Jika dikemudian hari, Kota Jakarta akan menggunakan proses lain dalam mengolah sampah, maka sampah yang tercacah akan selalu memberikan kinerja proses yang lebih baik. Kinerja proses pengolahan sampah secara biologis, fisika, kimia, termal, ataupun kombinasinya, akan selalu lebih baik untuk sampah tercacah. Kegiatan pengurangan sampah di sumber sampah atau dikenal sebagai kegiatan 3R (Reduce, Reuse, and Recycle), juga akan berhasil dengan menempatkan proses pencacahan sampah pada IPS berskala komunal. Sampah yang telah tercacah saat diangkut dan diolah di IPS Bantargebang, akan menyebabkan pemulung sampah di IPS Bantargebang, beralih ke tempat-tempat sampah perumahan. Hal ini diakibatkan oleh semakin langkanya sampah yang dapat diambil, karena seluruh sampah sudah hancur saat tiba di IPS Bantargebang. Dengan kata lain, kegiatan 3R yang selama ini belum berjalan dengan optimal, akan otomatis menjadi optimal. Selain itu, tingkat kecelakaan kerja para pemulung sampah di IPS Bantargebang juga akan berkurang, karena seluruh
28
pemulung akan meninggalkan IPS Bantargebang, untuk memilah sampah di sumber-sumber sampah sebelum sampah tiba di IPS Bantargebang. Dengan kata lain, keberhasilan penanganan sampah yang baik, dapat terwujud dengan perkuatan penerapan teknis-teknologis yang andal, serta harus didukung pula dengan pemberdayaan masyarakat yang mantap. Proses pencacahan sampah membutuhkan biaya sekitar Rp 20.000-25.000/ton sampah dan proses lahan urug saniter membutuhkan biaya sekitar Rp 80.000/ton, sehingga total biaya pengolahan sampah menjadi sekitar Rp 100.000/ton sampah. Dengan biaya yang relatif terjangkau tersebut, maka proses pencacahan sampah yang dilanjutkan dengan proses lahan urug saniter, akan menjadi terobosan proses dan teknologi dalam menyelesaikan permasalahan sampah di Jakarta serta kota-kota besar lainnya, dengan cepat, efektif, dan efisien. *)Staf Subdirektorat Persampahan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Kontak dengan penulis:
[email protected]
inovasi
Penanggulangan Banjir pada Skala Bangunan Gedung Rogydesa*)
Dalam lima tahun terakhir ini intensitas dan frekuensi banjir cenderung meningkat. Titiktitik lokasi banjir pun semakin bertambah. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh degradasi volume infiltrasi air hujan dalam suatu siklus hidrologi di Daerah Aliran Sungai (DAS).
T
iga penyebab degradasi yang terjadi antara lain: pertama, penurunan kerapatan dan jenis vegetasi; kedua, perubahan tipe vegetasi penutup lahan; dan ketiga, alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman yang kedap air (impermeable). Kuantitatif dari ketiga pola tersebut mengakibatkan semakin menurunnya volume infiltrasi akibat curah hujan. Dampaknya jelas, debit limpasan air hujan akan terakumulasi dan menyebabkan banjir. Dari ketiga hal tersebut, penyebab yang terakhir mempunyai dampak yang paling destruktif terhadap sistem hidrologi terutama pada fase infiltrasi. Sayangnya perubahan fungsi lahan pada umumnya adalah hal yang paling sulit untuk dicegah dan dikendalikan. Sebagai ilustrasi adalah alih fungsi lahan yang terjadi di DAS Ciliwung (gambar 1). Terlihat jelas bahwa dalam kurun kurang dari 20 tahun telah terjadi pengurangan areal hutan sebanyak 40%, sementara kawasan terbangun bertambah sebanyak 334%. Padahal kawasan hutan mempunyai daya serap air hujan 8595% sementara daya serap kawasan permukiman hanya 30-65% (Tempo 2013). Menurut catatan sejarah, pada tahun 1950, Pemerintah Belanda mengadakan pembukaan perkebunan teh di Kawasan Puncak secara besar-besaran. Hal itu berdampak kepada perubahan jenis vegetasi dari vegetasi alami hutan yang pada umumnya berakar tunggang dan berpotensi untuk menyerap air dalam jumlah banyak menjadi vegetasi teh yang berakar serabut dengan
Gambar 1 potensi penyerapan air lebih sedikit. Akibatnya adalah banjir yang melanda wilayah Jakarta pada tahun 1954 yang kemudian berulang dengan rentang waktu yang cukup lama (tahun 1873, 1918 dan 1979). Saat ini intensitas dan frekuensi banjir menjadi lebih parah, karena limpasan air yang terjadi bukan hanya dipicu oleh perubahan vegetasi pada DAS, tetapi juga berkurangnya kerapatan vegetasi pada lahan hijau akibat penebangan pohon dan konversi lahan hijau menjadi permukiman. Meningkatnya pertumbuhan infrastruktur pada era tahun 1990-an turut menggenjot pertumbuhan area-area permukiman baru dan jumlah bangunan gedung secara drastis. Akibatnya, curah hujan yang jatuh pada area permukiman tidak dapat terserap ke dalam tanah dan berubah menjadi run off dalam skala besar di permukaan tanah. Tak terelakan lagi, pada tahun 2002, wilayah Jakarta mengalami banjir terburuk sepanjang sejarah Kota Jakarta. Ilustrasi tersebut menggambarkan besarnya peranan bangunan gedung dalam menyebabkan banjir. Akan tetapi, apabila pertumbuhan permukiman dan pembangunan bangunan gedung dapat dikendalikan dengan pengaturan yang tegas dengan memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan banjir, maka bangunan gedung memiliki potensi peranan yang besar dalam kerangka aksi pencegahan banjir. Selama ini titik berat strategi penanganan banjir lebih kepada penanganan banjir yang bersifat structural. Antara lain seperti normalisasi sungai, perbaikan dan pembangunan drainase,
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
29
inovasi pembangunan waduk, dan danau. Namun beberapa uapaya itu belum menyentuh pada sektor bangunan gedung yang notabenenya menempati ruang serapan air hujan. Paradigma saat ini memandang bahwa penanganan secara struktural memang lebih mahal, tetapi relatif lebih mudah untuk dilaksanakan karena struktur yang dibangun merupakan fasilitas publik yang pada umumnya merupakan domain pemerintah. Sedangkan bangunan gedung sebagian besar merupakan milik swasta, sehingga lebih sulit bagi pemerintah untuk mengaturnya. Walaupun demikian, penanganan banjir pada skala bangunan gedung tetap merupakan faktor yang sangat penting, sehingga strategi penanganan banjir perlu diubah dengan memberikan perhatian lebih terhadap aspek non-struktural sejalan dengan tetap melaksanakan penanganan banjir secara struktural seperti tersebut di atas. Penanganan banjir secara non struktural dapat dilakukan dengan cara edukasi kepada masyarakat terkait dengan penyebab dan pencegahan banjir. Apabila tingkat kepedulian dan pemahaman masyarakat sudah semakin tinggi, maka harapanya adalah mereka akan turut berperan aktif sebagai bagian dari solusi permasalahan banjir. Selain itu, penanganan non-struktural juga dapat dilakukan melalui implementasi regulasi. Pada tatanan kota, regulasi penataan ruang sangatlah vital dalam pengaturan pemanfaatan
Gambar 2
30
lahan. Penataan ruang seyogyanya mampu untuk mengendalikan konversi lahan hijau menjadi kawasan perumahan dan permukiman. Selanjutnya, pengaturan ruang pun harus sudah memperhatikan keseimbangan ekosistem alam sehingga mampu mendukung sustainibilitas pembangunan dengan filosofi “green”. Lebih jauh lagi pengaturan perlu diimplementasikan dalam skala bangunan gedung dalam hal pengelolaan curah hujan yang jatuh pada persil bangunan gedung. Secara filosofi, upaya penanganan banjir pada skala bangunan gedung dapat dilakukan dengan lima hal, antara lain: 1) Implementasi zero runoff policy; 2) increasing green coverage; 3) maximizing infiltration 4) waste management; 5) incentive and disincentive. Zero runoff policy Pada skala bangunan gedung dan lingkungan, intensitas air hujan yang jatuh pada persil merupakan volume air yang seyogyanya dikelola oleh pemilik dan/atau pengelola bangunan gedung. Prinsipnya adalah pengelolaan air hujan pada yurisdiksi privat (persil bangunan) akan meminimalkan beban kelola pada area publik. Oleh karena itu diperlukan suatu pengaturan tentang status wajib kelola air hujan pada persil bangunan. Tentunya bentuk pengaturan pengelolaan volume air tersebut perlu didasarkan kepada karakteristik geografis, topografi, dan sosial ekonomi setempat. Akan tetapi, secara umum arah kebijakan pengelolaan air hujan pada lingkungan bangunan gedung diupayakan untuk meminimalkan atau sedapat mungkin meniadakan limpasan air. Pada kasus dimana air hujan pada persil seluruhnya dapat mengalami infiltrasi, tentunya zero runoff policy secara teknis sangat mudah diimplementasikan. Pengaturan dapat dititikberatkan pada besaran luas lahan efektif untuk proses infiltrasi. Tapi sebaliknya, ada juga kasus dimana kondisi tanah hanya sebagian atau sama sekali tidak dapat mengalami infiltrasi seperti pada area dengan kemiringan curam, area tanah lempung, area yang sudah terlanjur padat, tanah jenuh, dan lain-lain. Pada kasus tersebut, implementasi zero runoff policy tidak dapat dititikberatkan pada pengaturan luas lahan efektif untuk infiltrasi. Zero run off policy perlu didefinisikan menjadi kebijakan untuk menahan volume air hujan pada persil dalam kurun waktu tertentu sebelum akhirnya dilimpaskan ke drainase kawasan. Hal ini menjadi catatan penting karena deviasi waktu yang diberikan dalam melimpaskan air hujan dapat mengurangi beban drainase kawasan sehingga mengurangi potensi banjir. Tentunya kebijakan ini perlu dijabarkan dalam bentuk standar minimal sarana dan prasarana pengelolaan perkiraan curahan air hujan pada persil. Disamping hal-hal tersebut, dalam implementasinya zero run off policy pun dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan curah hujan yang jatuh pada persil atau dikenal dengan sebutan “rain harvesting”. Air yang terkumpul dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan rumah tangga seperti mencuci pakaian, mencuci kendaraan, dan menyiram tanaman. Cara ini dipandang sebagai cara yang paling baik untuk diterapkan karena secara langsung sudah menempatkan value yang tinggi terhadap konservasi air. Increasing green coverage Green coverage yang dimaksud disini adalah bagian persil yang digunakan untuk tanaman. Dalam konteks pengelolaan air hujan pada lingkungan bangunan gedung, tanaman berkontribusi
inovasi positif dengan membantu proses infiltrasi, evaporasi, transpirasi, dan evapotranspirasi. Signifikansi kontribusi tanaman pada pengelolaan genangan air sangat bergantung pada jenis tanaman serta luasan area hijau. Oleh karena itu, kebijakan peningkatan atau penetapan luas green coverage melalui pengaturan Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Source: Workshop Jakarta comperehensive flood management
Rainwater Storage Facility in a Parking Area
pada persil dapat berkontribusi terhadap run off control secara keseluruhan. Green coverage tidak hanya dapat dilakukan dalam kontur datar (horizontal), tetapi juga dapat dilakukan secara vertikal dan diagonal. Aplikasi tanaman rambat pada bagian hijau bangunan merupakan salah satu contoh penerapan vertical green coverage. Tentunya dengan semakin luas area hijau pada lingkungan bangunan gedung semakin tinggi juga kontribusinya terhadap pengelolaan air hujan. Di samping itu, hijau pada bangunan akan mampu menciptakan kondisi micro climate yang lebih nyaman untuk para penghuninya. Maximizing infiltration Upaya memaksimalkan volume air yang mengalami infiltrasi ke dalam tanah dapat dilakukan dengan cara alami dan murah. Yaitu dengan cara penanaman vegetasi terutama yang mempunyai karakteristik akar tunggang yang dapat mengembangkan poripori pada tanah. Selain itu, vegetasi yang mempunyai akar yang dalam pun akan memperlancar proses infiltrasi dari permukaan tanah hingga ke zona muka air tanah. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan infiltrasi adalah dengan menggunakan sumur resapan (kolam retensi) dan/atau sumur biopori. Teknologi tersebut pada dasarnya
dapat mempercepat dan meningkatkan volume air hujan yang masuk ke dalam tanah. Hasil penelitian di Kota Surabaya menunjukkan bahwa tanah di kota tersebut pada umumnya mempunyai nilai permeabilitas yang kecil, yaitu berkisar antara 0,00000375 m/hari sampai dengan 0,000294 m/hari. Namun apabila pada daerah tersebut dibuat sumur resapan yang cukup banyak maka akan diperoleh penurunan debit run off secara signifikan yaitu 29.13% sampai dengan 47.02% (Gureti, Pamela 2009). Dalam siklus hidrologi, proses infiltrasi merupakan bagian dari proses konservasi air tanah. Dengan proses infiltrasi, terjadi proses basin water recharge dimana muka air tanah dapat dipelihara sehingga terjaga kemanfaatannya. Di samping itu, terpeliharanya muka air tanah pun berfungsi untuk menekan intrusi air asin ke daratan dan mencemari air tanah. Dengan memaksimalkan infiltrasi pada setiap persil bangunan, tentunya secara kolektif akan berkontribusi positif secara keseluruhan terhadap upaya konservasi air tanah. Waste management Upaya pengelolaan sampah skala bangunan gedung dalam konteks penanganan banjir menjadi vital pada saat kita melihat kondisi eksisting dimana salah satu penyebab banjir
inovasi
Roof garden technology
wilayah publik, termasuk jalan, drainase lingkungan, dan tanah bukan miliknya perlu dikenakan disinsentif. Berkaca kepada Negara tetangga, Singapura menerapkan denda terhadap bangunan yang tidak mengelola air hujan yang jatuh di persil bangunan dan mengganggu wilayah publik. Sebaliknya, apabila ada genangan air pada infrastruktur publik yang mengganggu, masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan kepada pemerintah. Di Indonesia, bentuk-bentuk disinsentif dapat berupa retribusi terhadap bangunan yang melimpaskan air hujan ke drainase kota, kenaikan pajak, dan tidak diterbitkannya SLF. Dalam hal penanganan sampah pada skala bangunan, disinsentif dapat dilakukan dengan cara pemungutan retribusi sampah yang lebih besar kepada pemilik bangunan yang memproduksi sampah melebihi volume tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, dan kepada pemilik bangunan yang tidak memilah sampahnya, dan lain-lain. *)Staf Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Vertical green adalah sampah yang menyumbat saluran drainase dan sungai. Manajemen sampah skala bangunan bukan hanya bagaimana sampah itu dikumpulkan kemudian dibuang atau diberikan kepada pengumpul sampah, akan tetapi bagaimana penerapan prinsip reuse, reduce and recycle (3R). Dengan penerapan 3R, volume sampah yang diproduksi bangunan akan banyak berkurang. Disamping itu sampah yang akan dibuang ke tempat penampungan sementara seyogyanya sudah dalam kondisi terpilah dengan baik sehingga dapat memudahkan proses daur ulang sampah. Tidak kalah penting adalah bagaimana sampah dari bangunan gedung tidak dibuang sembarangan dan akhirnya mengakibatkan degradasi layanan infrastruktur pengelolaan banjir. Incentive and disincentive Implementasi run off control skala bangunan gedung dan lingkungan tentunya merupakan bagian dari pengaturan tata ruang dan bangunan gedung. Implementasi minimal pengelolaan air hujan oleh para pemilik bangunan dapat ditekankan melalui mekanisme IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi). Dalam hal ini, setiap pemilik bangunan yang telah melakukan kegiatan pengelolaan curah hujan pada persilnya perlu diberikan insentif untuk memotivasi mereka yang belum menerapkannya. Insentif dapat berbentuk pengurangan pajak, pengurangan retribusi, penambahan KLB, dan seterusnya yang perlu diatur oleh masing-masing daerah. Terkait dengan mekanisme disinsentif. Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung yang menggelontorkan air hujan langsung ke
32
Foto: engineering guideline for rainwater infiltration facilities, infrastructure development institute - Japan
lensa ck
Menjaga Ciliwung Bersahabat dengan
Manusia
Foto-foto : Peserta Workshop Reportase Jurnalistik dan Fotografi Ditjen Cipta Karya
Edisi 03 4Tahun XI4Maret 2013
33
seputar kita
Indonesia-Jerman Kerjasama Bidang Persampahan di Lima Kota
Indonesia - Hungaria Jajaki Kerja Sama Pengelolaan Air Minum Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan Duta Besar Republik Hungaria untuk Indonesia H. E. Szilveszter Bus, Kamis (21/3) di Jakarta, membahas potensi kerja sama kedua Negara di bidang infrastruktur pekerjaan umum. Keduanya menindaklanjuti pertemuan formal dua pemimpin Negara sebelumnya di Budapest, Hungaria, untuk meningkatkan kerja sama investasi dan perdagangan, ketahanan pangan dan energi, serta pengelolaan air. “Banyak potensi yang bisa dikerjasamakan, kami sedang mengembangkan Sustainable Urban Development melalui green building, green cities, green infrastructure, dan lainnya,” kata Djoko Kirmanto yang didampingi Dirjen Cipta Karya Imam S. Ernawi, Direktur Pengembangan Air Minum Danny Sutjiono, Kepala Pusat Komunikasi Publik Danis Sumadilaga, dan jajaran Ditjen Cipta Karya lainnya.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto bertemu dengan Duta Besar Republik Federal Jerman Georg Witschel, Jumat (22/3) di Jakarta, membahas kerjasama dalam hal persampahan dan pengembangan perkotaan. Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Dirjen Cipta Karya Imam Ernawi, Direktur Air Minum Danny Sutjiono, Kepala Bapekon Hediyanto W Husaini dan Kapuskom Danis Sumadilaga. Dalam kesempatan itu, Djoko Kirmanto menawarkan kerjasama dalam hal penanganan pengelolaan sampah padat. Dimana, terdapat lima kota yang akan menjadi sasaran, yaitu Kota Malang, Jambi, Jombang, Pekalongan dan Sidoarjo. Proyek ini diperkirakan menelan dana USD 100 juta. “ Dalam kerjasama ini saya harap para ahli di Jerman dapat memberikan pengalamannya dalam merivitalisasi kawasan di Indonesia. April nanti kita akan melakukan kunjungan ke Jerman untuk studi banding,” kata Djoko.
SIKIB Selenggarakan ToT Gerakan Perempuan
Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) Gerakan Perempuan
34
untuk mendukung salah satu program SIKIB yaitu Gerakan Indonesia Berserri (Bersih Sehat Ramah Lingkungan Rapi dan Indah) di Gedung Sapta Taruna Kemen PU, Rabu (27/3). Acara selama dua hari tersebut dibuka oleh Dirjen Cipta Karya Imam Ernawi bersama dengan Ketua II SIKIB Ratna Djoko Suyanto, Lies Djoko Kirmanto dan para anggota Sikib lainnya. Ketua II Sikib Ratna Djoko Suyanto mengatakan, ToT ini diikuti oleh beberapa organisasi perempuan seperti SIKIB, Kowani, DWP Pusat, Dharma Pertiwi, Bhayangkari, IIP BUMN dan Dekranas. Ia berharap para organisasi perempuan ini dapat memberikan dorongan kepada masyarakat untuk bertindak nyata agar semakin peduli dalam memelihara kebersihan lingkungan di sekitarnya. “ Saya harap nanti ibu-ibu yang ikut dalam ToT ini bisa meneruskan lagi kepada anggota organisasi binaannya untuk mendorong terwujudnya Gerakan Indonesia Berserri,” kata Ratna Djoko Suyanto.
Citizen Journalism Cipta K arya Cerita adalah semangat. Mak a perlu sebuah rumah untuk menampungnya. Tulislah kisah perjalanan yang sudah membuka mata Anda, berbagilah dengan yang lain untuk memperkaya makna. Jurnalisme Warga Cipta Karya siap menampung kisah Anda lewat katakata dan karya foto. http://ciptakarya.pu.go.id/jurnalisme