Di Luar Kelahiran dan Kematian
Buku-buku Hasil Karya Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda Bhagavad-gītā Menurut Aslinya• Śrīmad-Bhāgavatam, Skanda1–10 ( beberapa jilid )* Śrī Caitanya-Caritāmta ( 17 jilid ) Ka, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa* Ajaran Śrī Caitanya Indahnya Pengabdian Suci Indahnya Ajaran Upadeśamta Śrī Īśopanisad* Sinar Bhāgavata Jalan Mudah ke Planet Lain* Ajaran Śrī Kapila, Putera dari Devahūti Ajaran dari Ratu Kuntī* Jalan Kesempurnaan Ilmu Pengetahuan Keinsafan-Diri* Kesempurnaan Yoga• Di luar Kelahiran dan Kematian• Jalan Menuju kepada Ka• Mencari Pembebasan* Rāja-Vidyā: Raja Pengetahuan• Pendakian Menuju Kesadaran Ka Kesadaran Ka: Hadiah yang Tiada Taranya* Kesadaran Ka: Sistem Yoga yang Paling Utama Pertanyaan yang Benar, Jawaban yang Sempurna Kehidupan Berasal dari Kehidupan* Kembali Lagi; Pengetahuan tentang Reinkarnasi* Buku-buku yang tertera di atas tersedia dalam Bahasa Inggris, sementara kami sedang menterjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia. •= Tersedia di toko-toko buku/ agen. *=akan segera terbit. Keterangan lebih lanjut/ katalog cuma-cuma, silahkan menghubungi kami; CV Hanuman Śakti, PO. BOX. 116 / BMD / TNG. 15310 Telp./ fax. (021) 538 38 73 E-mail:
[email protected] The Bhaktivedanta Book Trust Korsnäs Gård, 14792 Grödinge, Sweden, North Europe +46-8-53029800,
[email protected], www.bbt.se
DI LUAR KELAHIRAN & KEMATIAN
Śrī Śrīmad
A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda Pendiri–Ācarya International Society for Krishna Consciousness
Penerbit: Hanuman Sakti di bawah lisensi
þ THE BHAKTIVEDANTA BOOK TRUST
Beyond Birth and Death (Indonesian) Judul asli Beyond Birth and Death by Śrī Śrīmad. A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda © Copyright 2001 The Bhaktivedanta Book Trust International. All rights reserved Di Luar Kelahiran dan Kematian Terjemahan, berbahasa Indonesia dan Sansekerta dari naskah asli yang berbahasa Inggris dan Sansekerta. Alih bahasa: Tim Penterjemah. Hak cipta © dilindungi Undang-Undang. Penerbit: Hanuman Śakti, anggota IKAPI. Di bawah lisensi, The Bhaktivedanta Book Trust International. Cetakan pertama : 2001 — 10. 000 exp. Perpustakaan Nasional RI ISBN 979–9384–02–8
Sangsi Pelanggaran Pasal 44; Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 100. 000. 000, (seratus juta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 50. 000. 000, - (lima puluh juta rupiah).
Daftar Isi 1.
Kita Bukan Badan Ini
7
2.
Naik Tingkat Saat Meninggal
19
3.
Bebas dari Planet-Planet Dunia Fana
31
4.
Langit di Luar Jagad Raya
39
5.
Berhubungan Dengan Ka
53
Riwayat Penulis
61
1 Kita Bukan Badan Ini
dehī nityam avadhyo ’ya dehe sarvasya bhārata tasmāt sarvāi bhūtāni na tva śocitum arhasi “Wahai putera keluarga Bhārata, dia yang bersemayam di dalam badan adalah kekal dan tidak pernah dapat dibunuh. Karena itu engkau tidak perlu meratapi kematian makhluk apa pun.” (Bg. 2.30) Langkah pertama di dalam keinsafan-diri adalah menginsafi identitas kita yang sejati, identitas yang terpisah dari badan. “Saya bukan badan ini, melainkan saya adalah roh”, merupakan sebuah esensiil yang harus diinsafi bagi setiap individu yang hendak mengatasi kematian dan masuk dunia rohani di luar sana. Hendaknya bukan hanya sekedar wacana, “Saya bukan badan ini”, tetapi soal benar-benar menginsafinya. Hal ini tidak sesederhana yang mungkin tampak mudah pada awalnya. Walaupun kita bukan badan-badan ini namun kita adalah kesadaran yang murni, karena sesuatu dan lain hal kita ini telah terbungkus oleh badan-badan jasmani. Jika kita benar-benar menginginkan kebahagiaan yang bebas melampaui kematian, kita harus memantapkan diri kita sendiri untuk kembali dalam kedudukan dasar kita sebagai kesadaran yang suci. Kehidupan yang berlandaskan konsepsi badani, maka gagasan kita tentang kebahagiaan adalah seperti seorang yang mengigau. Beberapa filosof mengklaim bahwa kondisi kegilaan, dari hasil 7
8
Di Luar Kelahiran dan Kematian
mengidentifikasi diri sebagai badan jasmani tersebut hendaknya disembuhkan dengan cara menjauhkan diri dari segala tindakan. Oleh karena aktivitas material merupakan sumber segala penderitaan dan membuat kita sengsara, mereka menegaskan bahwa kita harus menghentikan segala aktivitas secara aktual. Tingkat kesempurnaan tertinggi menurut pemahaman mereka itu adalah sejenis nirvāa, dimana tidak ada lagi aktivitas yang diselenggarakan. Menurut mereka, telah diatur akan adanya suatu kombinasi unsur-unsur materiil yang menyebabkan badan ini ada dan hidup, dan apabila dengan suatu cara jika unsur-unsur materiil diurai atau dibongkar, sumber penderitaan akan hilang. Apabila petugas pajak membebani kita dengan pajak tinggi, lantaran rumah kita sangat besar, sebuah solusi dungu adalah menghancurkan rumah itu. Akan tetapi, ajaran Bhagavad-gītā menunjukkan bahwa badan materiil ini bukanlah keseluruhan dan bukan pula segala-galanya. Di luar gabungan dari unsur-unsur materiil ini ada roh/ jiwa, dan kesadaran adalah gejala dari adanya sang roh itu. Adanya kesadaran tidak dapat disangkal. Tubuh tanpa kesadaran adalah mayat. Seketika kesadaran meninggalkan badan, mulut tidak bisa berbicara, mata tidak bisa melihat, dan telinga tidak bisa mendengar. Anak-anak pun dapat memahaminya. Itu merupakan fakta bahwa adanya kesadaran adalah syarat mutlak untuk menghidupkan badan ini. Apakah kesadaran itu? Seperti adanya panas atau kepulan asap merupakan pertanda adanya api, begitu pula kesadaran memperlihatkan tanda-tanda adanya sang roh. Energi sang roh atau energi sang diri itu, dihasilkan dalam bentuk kesadaran. Memang demikian, kesadaran membuktikan bahwa sang roh itu ada. Filsafat ini tidak hanya disebutkan di dalam Bhagavad-gītā semata, tetapi merupakan kesimpulan dari seluruh kesusastraan Veda. Para pengikut Śakarācārya yang impersonalis itu, dan begitu pula para Vaiava pengikut garis parampāra perguruan rohani dari Śrī Ka, mengakui akan eksistensinya roh secara faktual, tetapi ada kelompok filosof lain yang tidak mengakui itu. Mereka berpendapat bahwa pada tingkat tertentu dari kombinasi unsurunsur materiil akan menghasilkan suatu kesadaran. Tetapi argu-
Kita Bukan Badan Ini
9
mentasi itu disangkal oleh fakta bahwa, walaupun segala unsurunsur materiil pilihan tersedia dan digunakan, kita tetap tidak dapat menghasilkan kesadaran dari unsur-unsur tersebut. Pada orang mati mungkin semua unsur-unsur materiil masih lengkap adanya, tetapi tanpa unsur rohaninya yaitu sang roh, kita tidak sanggup menghidupkan mayat itu sehingga menjadi sadar kembali. Badan materiil ini tidak sama dengan mesin. Apabila salah satu bagian sebuah mesin telah rusak, bagian itu dapat diganti dan mesin tersebut dapat hidup kembali. Tetapi apabila badan materiil ini rusak sampai kesadarannya pargi meninggalkannya, maka tidak mungkin dengan menggantikan bagian yang rusak kita dapat mengembalikan kesadarannya. Roh itu lain dari badan, dan selama sang roh itu masih berada dalam badan, maka badan tetap hidup, menjadikan badan ini hidup tanpa sang roh atau jiwa adalah tidak mungkin. Oleh karena sang roh tidak telihat oleh indera-indra kasar kita, lalu kita menolak adanya roh itu. Sesungguhnya begitu banyak benda-benda lain yang tidak tampak bagi kita. Kita tidak mampu melihat udara, siaran radio, suara, ataupun bakteri-bakteri yang sangat kecil dengan indera-indera tumpul kita. Bukan berarti benda-benda itu tidak ada. Dengan menggunakan mikroskop atau alat-alat lainnya, begitu banyak benda-benda yang dapat dilihat, padahal sebelumnya mereka tidak diakui keberadaannya oleh indera-indera yang terbatas. Hendaknya kita jangan pernah menyimpulkan bahwa roh itu tidak ada, yang dengan ukurannya sekecil atom, hanya lantaran ia tidak terlihat oleh indera-inderawi ataupun dengan sejumlah alat. Akan tetapi adanya roh itu, dapat dimengerti dari gejala-gejala beserta pengaruh-pengaruhnya. Dalam Bhagavad-gītā, Śrī Ka telah menunjukkan bahwa, segala kesengsaraan disebabkan oleh kesalahan kita sendiri, yaitu mempersamakan diri dengan badan materi ini. mātrā-sparśās tu kaunteya śītoa-sukha-dukha-dā āgamāpāyino ’nityās tās titikasva bhārata
10
Di Luar Kelahiran dan Kematian
“Wahai putera Kuntī, datangnya panas dan dingin, suka dan duka, bersifat sementara dan lenyapnya ia kemudian, bagaikan mulai dan berakhirnya musim panas ataupun musim dingin. Wahai keturunan Bhārata, hal-hal tersebut berasal dari persepsi indera dan seseorang harus belajar sabar menghadapinya tanpa merasa goyah.” (Bg. 2.14) Pada musim panas mungkin kita senang menyentuh air, tetapi saat musim dingin tiba kita akan menghindarinya, karena terlalu dingin. Baik pada musim panas maupun musim dingin, air, sama saja tetapi kita merasakan bahwa itu menyenangkan atau terasa menyakitkan karena hubungannya dengan badan jasmani. Semua rasa duka-cita ataupun rasa senang dikarenakan hubungan badan jasmani. Pada keadaan-keadaan tertentu badan dapat merasakan senang atau duka. Sebenarnya kita rindu akan kebahagiaan karena kedudukan dasar sang roh adalah bahagia. Roh adalah bagian yang tak terpisahkan dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut sac-cid-ānanda-vigraha— perwujudan pengetahuan, kebahagiaan dan kekekalan. Lagi pula, mengingat nama Ka, yang bukan nama suatu sekte tertentu, yang artinya, “Kebahagiaan tertinggi”. K berarti “paling agung”, dan a berarti “kebahagiaan”. Jadi K a adalah intisari kebahagiaan, dan kita yang merupakan bagian-bagian-Nya yang tak terpisahkan, maka kita pun merindukan kebahagiaan. Setetes air laut memiliki sifat-sifat keseluruhan dari lautan luas itu, demikian juga kita, kita mempunyai daya hidup seperti halnya Penguasa Yang Tertinggi, walaupun kita hanyalah bagianbagian yang kecil sekali dari Yang Maha Utama. Roh yang seukuran atom, walau begitu kecil, namun roh-lah yang menggerakkan badan sehingga ia dapat berbuat banyak dengan cara yang menakjubkan. Banyak kota-kota besar, jalan layang, jembatan, gedung-gedung tinggi, monumen-monumen dan peradaban besar yang kita saksikan di bumi ini, lalu kreasi siapakah semuanya itu? Itu semua adalah hasil karya bunga api rohani yang sangat kecil itu, yang berada di dalam badan. Jika hal-hal yang menakjubkan itu dapat dihasilkan oleh bunga api rohani yang sangat kecil itu, maka kita tidak dapat membayangkan betapa hebatnya sumber daya yang dimiliki oleh Roh Yang
Kita Bukan Badan Ini
11
Mahabesar. Hasrat yang paling dalam dan alamiah dari bunga api rohani itu adalah memperoleh kembali sifat-sifat keseluruhannya—pengetahuan, kebahagiaan, dan kekekalan—tetapi hal itu semua dialangi oleh badan jasmani. Keterangan tentang cara mencapai apa yang diinginkan oleh sang roh itu diberikan dalam Bhagavad-gītā. Sekarang ini kita berusaha untuk mencapai kekekalan, kebahagiaan, dan pengetahuan dengan menggunakan sarana yang tidak sempurna. Sesungguhnya kemajuan menuju pada tujuan-tujuan tersebut, dihambat oleh badan jasmaniah; karena itu kita harus segera menyadari eksistensi rohani kita di luar badaniah. Pengetahuan yang secara teoritis bahwa kita bukan badan jasmani ini, masih belum cukup. Kita harus selalu menjaga agar dapat menguasai dan mengendalikan badan, janganlah kita menjadi budak sang badan. Kalau kita mengemudikan kendaraan dengan baik, maka kendaraan tersebut akan melayani kita dengan baik, tetapi kalau kita tidak bisa mengemudi, dan kita mengemudikan kendaraan secara ngawur, maka kita berada dalam bahaya. Badan terdiri dari indera, dan indera-indera selalu haus akan benda-benda. Mata melihat orang cantik, lalu memberitahukan, “Wah, ada gadis cantik, ada pria tampan, ayo kita lihat.” Telinga menyampaikan, “Wah, musik itu bagus, ayo dengarkan.” Lidah mengatakan, “Wah, ada restoran terkenal dan hidangannya lezat. Mari kita ke sana.” Seperti itu, indera-indera selalu menyeret kita ke sana ke mari, dan kita dibuat bingung. indriyāā hi caratā yan mano’nuvidhīyate tad asya harati prajnā vayur nāvam ivāmbhasi “Bagaikan bahtera di atas air terbawa hanyut oleh hembusan angin yang kuat, begitu juga salah satu di antara indera yang menjadi pusat akal pikiran bisa mempengaruhi dan menghilangkan kecerdasaan seseorang.” (Bg. 2.67) Adalah sangat penting bagi kita untuk belajar mengendalikan indera-indera. Gelar gosvāmī diberikan kepada mereka yang te-
12
Di Luar Kelahiran dan Kematian
lah mengetahui cara menaklukkan indera-inderanya. Go berarti “indera-indera”, dan svāmī berarti “pengendali”; demikian orang yang mampu mengendalikan indera-inderanya disebut gosvāmī. Ka mengindikasikan bahwa, orang yang mengidentikkan dirinya dengan badan kasar ini tidak bisa mantap dalam identitasnya yang benar, yaitu, sebagai roh/ ātman. Kesenangan badaniah penuh gemerlap dan membuat kecanduan, dan kita tidak dapat benar-benar menikmatinya karena sifatnya yang sementara itu. Kesenangan yang aktual berada pada roh, bukan pada badan. Kita harus membentuk kehidupan kita sedemikian rupa agar kita tidak disesatkan oleh kesenangan badaniah. Jika kita tersesat olehnya, maka tidak mungkin kesadaran kita dijadikan mantap dalam identitasnya yang sejati, yaitu lain dan terpisah dari badan jasmani. bhogaiśvarya-prasaktānā tayāpah ta-cetasām vyavasāyātmikā buddhi samādhau na vidhīyate trai-guya-viayā veda nistrai-guyo bhavārjuna nirdvandvo nitya-sattva-stho niryoga-kema ātmavān “Mereka yang pikirannya terlalu terikat pada kepuasan inderainderawi dan kekayaan materiil, dan orang yang dibingungkan oleh hal-hal itu, tidak dapat bertabah hati dengan mantap untuk berbakti kepada Yang Mahakuasa. Sastra-sastra Veda menguraikan tentang tiga sifat alamiah dunia materi [tri gua]. Atasilah sifat-sifat itu wahai Arjuna. Lampauilah semuanya. Lepaslah dari semua dualitas dan dari semua kecemasan akan keuntungan dan keselamatan, dan mantaplah pada Sang Diri.” (Bg 2.44-45). Kata Veda berarti “kitab pengetahuan”. Terdapat bermacammacam kitab pengetahuan, yang sesuai dengan keadaan suatu negara, penduduk, lingkungan, dan sebagainya. Di India kitabkitab pengetahuan merujuk pada kitab yang dikenal dengan
Kita Bukan Badan Ini
13
Veda. Di negara-negara Barat kitab itu disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Umat Islam mengakui Al Qur’an. Apa tujuan dari seluruh kitab-kitab pengetahuan itu? Tujuannya adalah mendidik kita agar kita sadar serta merta bisa mengerti kedudukan kita sebagai roh-roh yang bersifat suci, dan mengendalikan kegiatan-kegiatan badan kita dengan aturan-aturan tertentu yang disebut sebagai norma-norma moril. Misalnya dalam Alkitab memuat Sepuluh Perintah Allah yang tujuannya adalah mengatur kehidupan kita. Badan harus dikendalikan agar kita mencapai kesempurnaan kehidupan tertinggi, dengan tanpa prinsip-prinsip yang mengatur, tidak mungkin kita dapat menyempurnakan kehidupan. Peraturannya mungkin berbeda antara satu negara dengan negara lain, atau antara satu Kitab Suci dengan Kitab Suci lainnya, tetapi itu bukan persoalan penting, sebab peraturan-peraturan tersebut disesuaikan dengan zaman, situasi, dan mentalitas warga negaranya masing-masing. Tetapi prinsip-prinsip yang utamanya adalah sama. Begitu pula dengan pemerintah yang telah menetapkan peraturan-peraturan untuk dipatuhi oleh rakyat. Tidak mungkin ada kemajuan dalam pemerintahan ataupun dalam peradaban tanpa adanya peraturan. Dalam śloka di atas, Śrī Ka memberitahukan kepada Arjuna bahwa peraturan yang ada dalam Veda dimaksudkan untuk mengatasi tiga sifat alamiah dunia materi; yaitu sattva (kebaikan), rajas (nafsu), dan tamas (kebodohan) (traiguya-viayā vedā). Akan tetapi, Arjuna diberikan nasehat oleh Ka agar ia sendiri menjadi mantap dalam kedudukan dasarnya yang murni yaitu sebagai sang roh di luar dualisme alam materi. Sebagaimana telah ditunjukkan tadi, hal-hal relatif atau dualisme—panas, dingin, senang, sakit—timbul lantaran hubungan indera-inderawi dengan obyek-obyeknya. Dengan kata lain, semua hal-hal tersebut timbul karena seseorang mengidentifikasi diri sebagai badan jasmani. Ka menerangkan bahwa, mereka yang memuja, yang mencari kenikmatan dan kekuatan ataupun kemasyhuran telah terpengaruh oleh kata-kata dari Veda yang menjanjikan kebahagiaan dan kenikmatan di surga dengan cara melakukan pengorbanan serta kegiatan-kegiatan yang teratur. Memang, kenikmatan adalah hak asasi kita, sebab itu merupakan
14
Di Luar Kelahiran dan Kematian
sifat dari sang roh, tetapi sang roh telah berusaha menikmati secara duniawi, dan inilah kesalahannya. Setiap orang mencari hal-hal materi sebagai sasarannya untuk kesenangan dan berusaha memperoleh pengetahuan sebanyak mungkin. Ada akhli kimia, akhli fisika, pakar politik, pakar seni, dan lain-lain. Setiap orang mengetahui sesuatu dari sesuatu yang lain, atau segalanya dari sesuatu, dan secara umum hal ini dikenal sebagai pengetahuan. Tetapi ketika kita meninggalkan badan ini, segala pengetahuan tersebut terkalahkan. Dalam kelahiran sebelumnya, mungkin seseorang sangat berpengetahuan pada masa hidupnya, akan tetapi pada kelahiran berikutnya, dia harus mulai bersekolah untuk belajar membaca dan menulis dari awal kembali. Pengetahuan apa pun yang diperoleh dalam kehidupan sebelumnya menjadi terlupakan. Keadaan sebenarnya adalah kita sedang mencari-cari pengetahuan yang abadi, tetapi itu tidak bisa diperoleh dengan menggunakan badan materiil. Kita telah mencoba untuk berbahagia melalui badan-badan ini, tetapi kenikmatan badaniah bukanlah kenikmatan yang sejati. Itu adalah tiruan/palsu. Kita harus mengerti bahwa jika kita terus menerus mengejar kenikmatan palsu, maka kedudukan kenikmatan kita yang kekal tidak pernah kita temukan. Seharusnya badan ini dianggap berada dalam keadaan sakit. Orang sakit tidak dapat menikmati kesenangan sebagaimana mestinya. Misalnya, orang yang sakit kuning, gula dirasakan pahit olehnya, tetapi bagi orang sehat gula itu terasa manis. Satu di antaranya, merasakan dengan normal, sesuai dengan keadaan kita bahwa rasa-rasa tersebut berbeda satu sama lain. Sebelum kita sembuh dari sakit konsepsi kehidupan badan jasmani, tidak mungkin kita dapat merasakan betapa manisnya kehidupan dalam kerohanian. Lagi pula, itu akan terasa pahit bagi kita. Pada waktu yang sama, dengan mengembangkan kesenangan kita pada materialisme, kita semakin memperparah kondisi sakit kita. Pasien yang terkena penyakit tipes tidak dibolehkan makan makanan yang padat. Kalau seseorang memberikan makanan padat kepadanya agar ia dapat menikmati, maka orang tersebut telah memperparah penyakit si pasien dan membuatnya berada dalam bahaya. Jika kita benar-benar ingin bebas dari kesengsaraan ke-
Kita Bukan Badan Ini
15
hidupan material, maka kita harus meminimais tuntutan dan kenikmatan badaniah kita. Sebenarnya, kesenangan duniawi bukanlah kesenangan yang seutuhnya. Kebahagiaan sejati tidak pernah berakhir. Di dalam Mahābhārata terdapat sebuah śloka—ramante yogino ’nante— hasil yang diterima para yogī (yogino), yang berusaha menaikkan dirinya pada tingkatan rohani, benar-benar merasakan kenikmatan (ramante), namun kenikmatan mereka bersifat anante, yaitu, tak putus-putusnya. Ini karena kenikmatan mereka berhubungan dengan Sang Mahapenikmat (Rāma), Śrī Ka. Bhagavān Śrī Ka adalah penikmat yang sebenarnya, dan Bhagavad-gītā (5.29) membenarkan hal ini: bhoktāra yajña-tapasā sarva-loka-maheśvaram surhda sarva-bhūtānā jñātvā mā śāntim cchati “Para resi, yang mengetahui bahwa Aku sebagai penerima utama seluruh korban suci dan pertapaan, sebagai Penguasa Tertinggi atas semua planet-planet dan dewa-dewa dan pemberi berkah dan keselamatan bagi setiap entitas hidup, merekalah yang mencapai kedamaian kenikmatan sejati, bebas dari pedihnya kesengsaraan duniawi.” “Bhoga” berarti “kenikmatan”, dan kenikmatan kita berasal dari pengertian tentang kedudukan kita; yaitu bahwa, kita yang dinikmati. Sebenarnya penikmat sejati ialah Tuhan Yang Mahakuasa dan kita dinikmati oleh-Nya. Sebuah contoh tentang hubungan tersebut terdapat di dunia ini, yaitu, hubungan antara suami-isteri: sang suami sebagai penikmat (purua), dan sang isteri yang dinikmati (prak ti). Kata pri berarti “wanita”. Purua, atau pengendali adalah subyek, dan prak ti, atau alam, adalah obyek. Akan tetapi suami-isteri keduaduanya berpartisipasi di dalam kenikmatan. Apabila kenikmatan itu benar-benar ada, maka tidak ada perbedaan, bahwa suami akan lebih menikmati atau isteri kurang menikmati. Walaupun pria lebih berkuasa, tidak ada perbedaan dalam rangka menik-
16
Di Luar Kelahiran dan Kematian
mati. Dalam skala yang lebih luas, tidak ada makhluk hidup yang sebagai penikmat. Tuhan Yang Maha Esa memperluas energi-Nya, dan kita ini termasuk susunan perluasan tersebut. Tuhan adalah satu yang tiada duanya, tetapi Dia ingin memperluas dan memperbanyak kenikmatan-Nya. Kita tentu pernah mengalami bahwa jika kita tinggal sendirian di kamar dan berbicara sendirian, kenikmatannya sangat terbatas atau hampir tidak ada kenikmatan. Akan tetapi, jika hadir lima orang, maka kenikmatan kita meningkat, dan apabila kita dapat berdiskusi tentang Ka, dengan porsi lebih banyak, pada banyak orang, maka kenikmatannya terasa lebih luas lagi. Kenikmatan berarti keaneka-warnaan. Energi Tuhan menjadi banyak demi kenikmatan-Nya, demikian kedudukan kita adalah “sebagai yang dinikmati”. Walaupun Ka yang menikmati, dan kita yang dinikmati, semuanya berpartisipasi dalam kenikmatan secara merata. Kenikmatan kita dapat menjadi sempurna apabila kita berpartisipasi dalam kenikmatan Tuhan. Tidak mungkin kita dapat menikmati secara terpisah pada bidang badaniah. Kenikmatan duniawi melalui badan-badan kasar tidak dianjurkan menurut Bhagavad-gīta: mātrā-sparśās tu kaunteya śītoa-sukha-dukha-dā āgamāpāyino’nityās tās titikasva bhārata “Wahai putera Kuntī, datangnya panas dan dingin, suka dan duka, bersifat sementara dan lenyapnya ia kemudian, bagaikan mulai dan berakhirnya musim panas dan musim dingin. Wahai keturunan Bharata, hal-hal tersebut adalah berasal dari persepsi inderawi, dimana seseorang harus belajar sabar menghadapinya tanpa merasa goyah.”(Bg. 2.14) Badan kasar ini adalah hasil interaksi dari tiga sifat alam materi, dan telah ditakdirkan bahwa badan itu akan dibinasakan. antavanta ime dehā nityasyoktā śarīria
Kita Bukan Badan Ini
17
anāśino ’prameyasya tasmād yudhyasva bhārata “Hanya badan materiilnya sajalah yang dapat dihancurkan dari entitas hidup yang tak termusnahkan itu, yang tak terkira, dan yang abadi itu; oleh karena itu, berperanglah wahai keturunan dari Bharata.”(Bg. 2.18) Demikian Śrī Ka memberikan semangat kepada kita agar kita mengatasi konsep-konsep yang bersifat badani dan supaya kita dapat mencapai kehidupan rohani yang sejati. guān etān atītya trīn dehī deha-samudbhavān janma-m tyu-jarā-dukhair vimukto ’m tam aśnute “Apabila makhluk hidup yang terkungkung oleh badan jasmani dapat mengatasi tiga sifat alamiah dunia materi [kebaikan, nafsu, dan kebodohan], maka ia dapat bebas dari kelahiran, kematian, usia tua, dan penderitaannya serta dapat menikmati am ta bahkan dalam kehidupan ini pun.” (Bg. 14.20) Untuk memantapkan diri kita pada tingkatan brahma-bhūta yang murni, tingkatan rohani, atau suatu tingkatan di atas tiga sifat alamiah dunia materi, kita harus menempuh cara kesadaran Ka ini. Anugerah dari Śrī Caitanya Mahāprabhu, yaitu cara mengucapkan nama-nama suci Ka—Hare Ka, Hare Ka, Ka Ka, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare—sebagai sarana untuk proses tersebut. Cara ini disebut bhakti-yoga atau mantra-yoga dan mantra itu digunakan oleh para rohaniawan/ transendentalis yang paling agung. Bagaimana para rohaniawan itu menginsafi identitasnya di luar kelahiran dan kematian, di luar badan materi, dan memindahkan diri mereka keluar dari alam materi untuk mencapai alam semesta rohani, merupakan pokok-pokok bahasan dalam bab-bab berikutnya.
Kita Bukan Badan Ini
19
2 Naik Tingkat Saat Meninggal Ada berbagai jenis rohaniawan yang juga disebut para yogī— ha hayogī, jñāna-yogī, dhyāna-yogī, dan bhakti-yogī—dan semua dari mereka dapat memenuhi syarat, untuk dipindahkan ke dunia rohani. Kata yoga berarti, “menjalin hubungan”, dan sistem-sistem yoga dimaksudkan untuk memungkinkan kita dapat berhubungan dengan dunia rohani. Seperti yang dibicarakan dalam Bab Pertama, sesungguhnya kita semua memiliki hubungan dengan Tuhan Yang Mahakuasa, namun sekarang kita telah dicemari oleh pengaruh duniawi. Kita harus kembali ke dunia rohani, dan proses hubungan itu disebut yoga. Kata “yoga” juga berarti “penambahan”. Yang sekarang ini kita sangat kurang dalam memperhatikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila kita mengisi/ menambahkan dengan Ka—atau Tuhan Yang Mahasempurna—dalam kehidupan kita, maka kehidupan kita sebagai manusia ini menjadi sempurna. Pada saat ajal tiba, kita harus menyelesaikan proses penyempurnaan tersebut. Selama kehidupan ini, kita harus melakukan metode untuk mendekati kesempurnaan itu agar pada saat kita meninggal, yaitu ketika kita harus meninggalkan badan materiil ini, kesempurnaan dapat dicapai. prayaa-kale manasa ’calena bhaktya yukto yoga-balena caiva bhruvor madhye praam aveśya samyak sa ta para puruam upaiti divyam 19
20
Di Luar Kelahiran dan Kematian
“Pada saat meninggal dunia, orang yang memusatkan prāa (nafas kehidupan) di tengah-tengah di antara kedua keningnya dengan bhakti yang sepenuh hati ingat kepada Penguasa Yang Mahaagung, pasti mencapai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.” (Bg. 8.10) Seperti seorang siswa yang belajar tentang satu bidang studi selama empat atau lima tahun, lalu mengikuti ujian dan menerima gelar, begitu juga dalam hidup ini: kalau kita berlatih dalam hidup ini menghadapi ujian pada waktu meninggal, dan kita lulus, maka kita dipindahkan ke dunia rohani. Kehidupan kita semuanya diuji pada waktu kita meninggal. ya ya vāpi smaran bhāva tyajaty ante kalevaram ta tam evaiti kaunteya sadā tad-bhāva-bhāvita “Keadaan apa pun yang diingat oleh seseorang pada saat ia meninggalkan badan jasmaniahnya, maka pasti keadaan itulah yang dicapainya.” (Bg. 8.6) Ada sebuah peribahasa dalam bahasa Bengala yang menyatakan bahwa, apa pun yang dilakukan seseorang untuk mencapai kesempurnaan, ia akan diuji pada saat kematiannya. Dalam Bhagavad-gītā, Ka menguraikan tentang apa yang harus dilakukan seseorang ketika meninggalkan badannya. Bagi seorang dhyāna-yogī (yang melakukan meditasi) Śrī Ka bersabda sebagai berikut: yad akara veda-vido vadanti viśanti yad yatayo vīta-raga yad icchanto brahmacarya caranti tat te pada sagrahea pravakye sarva-dvarai sayamya mano h di-nirudhya ca mūrdhny adhayatmana praam asthito yoga-dharana
Naik Tingkat Saat Meninggal
21
“Para akhli-akhli Veda, yang mengucapkan okāra dan kemudian menjadi resi-resi agung pada tingkatan sannyāsa—tingkat pelepasan ikatan materiil—mereka masuk ke dalam Brahman. Seseorang yang menghendaki kesempurnaan seperti itu mempraktekkan brahmacarya (membujang tanpa hubungan seksual apa pun). Sekarang aku menerangkan kepadamu salah satu cara yang dilakukan seseorang untuk memungkinkan ia mencapai pembebasan. Keadaan yoga adalah suatu keadaaan yang terbebas dari semua kegiatan pemuasan hawa-nafsu duniawi. Dengan menutup semua pintu-pintu indera-indera dan memusatkan pikiran pada jantung dan nafas kehidupan pada ubun-ubun, seseorang menjadi mantap dalam yoga.” (Bg. 8.11-12) Dalam sistem yoga, cara-cara ini disebut pratyāhāra, yang artinya, “justru berlawanan”. Walaupun seumur hidup mata sibuk menikmati indahnya dunia, saat ajal tiba seseorang harus menarik indera-inderanya dari kebendaan dan melihat keindahan di dalam. Begitupun, telinga sudah terbiasa mendengar bebagai suara di dunia ini, tetapi pada saat meninggal dunia, seseorang harus mendengarkan okāra rohani dari dalam. o ity ekākara brahma vyāharan mām anusmaran ya prayāti tyajan deha sa yāti paramā gatim “Setelah menekuni yoga tersebut, dan menggetarkan suku kata suci o, yaitu kombinasi huruf yang paling utama, kalau seseorang ingat pada Tuhan Yang Maha Esa dan kemudian meninggalkan badannya, maka dia pasti akan mencapai planet-planet rohani.” (Bg. 8.13) Dalam hal ini, semua aktivitas dari indera-indera yang menuju arah keluar, harus ditarik untuk dipusatkan kembali pada bentuk viumūrti, yaitu, bentuk Tuhan. Pikiran sangat bergelora, tetapi pikiran itu harus dipusatkan pada Tuhan yang berada dalam hati. Ketika pikiran telah dipusatkan dalam hati, dan nafas kehidupan (prāa) telah dipindahkan ke ubun-ubun, maka seseorang dapat mencapai kesempurnaan yoga.
22
Di Luar Kelahiran dan Kematian
Pada keadaan itulah sang yogī menentukan kemana tujuannya. Di alam semesta, begitu banyak planet-planet sehingga tak terhitung jumlahnya, dan di luarnya adalah alam rohani. Para yogī mempeoleh pengetahuan mengenai tempat-tempat tersebut dari kesusastraan suci Veda. Seperti halnya orang yang akan pergi ke Amerika dia bisa mendapatkan gambaran bagaimana keadaan di negara itu dengan cara membaca buku-buku, demikian, sese- orang dapat mengetahui mengenai planet-planet rohani dengan membaca sastra-sastra suci Veda. Seorang yogī mengenal semua gambaran tersebut, dan ia dapat berpindah ke planet mana pun sesuai dengan kehendaknya tanpa bantuan pesawat ruang angkasa. Berjalan-jalan di angkasa dengan cara mekanis bukanlah cara yang dibenarkan untuk naik tingkat ke planet-planet lain. Mungkin beberapa di antaranya dapat mencapai planet-planet lain dengan menggunakan sarana-sarana materiil, namun hal itu begitu banyak menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya—dengan menggunakan pesawat ruang angkasa, dan pakaian khusus untuk antariksa, dan sebagainya—selain cara yang sangat sulit, juga tidak praktis. Bagaimanapun juga, tidak mungkin bagi seseorang untuk pergi ke luar alam semesta dengan menggunakan sarana mekanis. Metode umum yang bisa diterima untuk berpindah ke planetplanet yang lebih unggul adalah melalui cara dhyāna-yoga atau cara jñāna-yoga. Akan tetapi cara bhakti-yoga tidak dimaksudkan untuk berpindah ke planet materi apa pun, sebab orang yang menjadi hamba Śrī Ka, tidak tertarik terhadap planet materi mana pun di alam semesta ini karena mereka mengenal bahwa di alam alam semesta materi masih terdapat empat pokok penderitaan; yaitu, kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Kendatipun usia akan lebih panjang di planet-planet yang lebih unggul dibandingkan di bumi ini, namun kematian masih tetap dialami. Istilah “alam semesta materi” menunjukkan planetplanet yang masih memiliki kelahiran, penuaan, penyakit, dan kematian, dan istilah “alam semesta rohani” menunjukkan planet-planet yang tidak ada kelahiran, penuaan, penyakit, dan kematian. Orang cerdas tidak berusaha naik tingkat ke planet mana pun di alam semesta materi ini.
Naik Tingkat Saat Meninggal
23
Kalau seseorang berusaha memasuki planet-planet yang lebih utama melalui cara mekanis, dapat dipastikan ia akan meninggal dengan segera, sebab badan kasar tidak dapat menahan suasana yang amat drastis itu. Tetapi kalau seseorang mencoba pergi ke planet-planet yang lebih unggul itu dengan menggunakan sistem yoga, maka ia akan memperoleh badan yang sesuai untuk masuk ke planet itu. Kita dapat melihat contoh yang pas dengan hal tersebut di bumi ini, seperti kita ketahui bahwa tidak mungkin kita berharap hidup di dalam laut, yaitu, suasana dalam air, dan tidak mungkin ikan hidup di darat. Kita dapat mengerti bahwa, di planet ini pun makhluk harus mempunyai badan tertentu untuk tinggal di tempat tertentu, begitu juga badan tertentu dibutuhkan untuk tinggal di planet-planet lain. Di planet-planet yang lebih unggul, usia lebih panjang daripada di bumi ini, karena enam bulan di bumi sama dengan satu hari di planet-planet yang lebih unggul itu. Demikian sastra-sastra suci Veda menguraikan bahwa mereka yang tinggal di planet-planet yang lebih unggul, usianya bisa mencapai jangka waktu sepuluh ribu tahun di bumi ini. Walau usia hidup di sana begitu lama, maut tetap menanti siapa pun. Bahkan jika usia dapat mencapai dua puluh ribu tahun, atau lima puluh ribu, dan berjuta-juta tahun pun di alam materi ini, tahuntahun itu tetap dihitung sehingga kematian tetap ada. Bagaimana cara kita mengatasai agar kita tidak ditaklukkan oleh kematian? Itulah pelajaran dari Bhagavad-gītā. na jāyate mriyate vā kadācin nāya bhūtvā bhavitā vā na bhūya ajo nitya śāśvato ‘ya purāo na hanyate hanyamāne śarīre “Tidak ada kelahiran ataupun kematian bagi sang roh. Dan roh itu, jika sudah pernah ada, dia tidak akan pernah berhenti menjadi roh. Roh itu bersifat kekal dan abadi dan berada untuk selamanya. Roh itu tidak mati apabila badan terbunuh.” (Bg. 2.20) Kita ini adalah roh, dan karena itu kita semua kekal dan abadi. Jika demikian, mengapa kita menyerah pada kelahiran dan kematian? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan cerdas. Dan bagi
24
Di Luar Kelahiran dan Kematian
mereka yang sadar akan Ka dianggap lebih cerdas lagi, karena mereka tidak berminat untuk dapat masuk ke planet mana pun jika kematian masih ada di sana. Kehidupan semacam itu akan ditolaknya karena ada tujuan yang lebih dari sekedar berusia panjang, yang dalam tujuannya untuk mencapai bentuk badan seperti badan Tuhan. Iśvara parama k a sac-cid-ānandavigraha. Sat berarti “kekal”, cit berarti “penuh pengetahuan”, dan ānanda berarti “penuh kebahagiaan”. Ka adalah sumber segala kebahagiaan. Kalau kita berpindah dari badan ini dan masuk ke dunia rohani—baik ke Kaloka (planet Ka) maupun ke planet-planet rohani yang lainnya—maka kita akan menerima badan rohani yang bersifat sac-cid-ānanda seperti yang telah diuraikan di atas. Demikian, tujuan dari orang yang berada dalam kesadaran Ka berbeda dengan mereka yang berusaha untuk dapat naik ke planet-planet yang lebih unggul di alam ini. Sang diri, atau roh dari setiap individu adalah bunga api rohani yang kecil sekali. Kesempurnaan yoga berarti memindahkan bunga api rohani tersebut sampai ke ubun-ubun. Setelah mencapai tingkatan tersebut, seorang yogī dapat berpindah ke planet mana pun di alam semesta ini, sesuai dengan keinginannya. Kalau yogī itu ingin tahu bagaimana keadaan di bulan, maka ia dapat berpindah ke sana, ataupun jika ia tertarik pada planet-planet yang lebih utama lagi, ia dapat berpindah ke sana. Seperti halnya para pelancong pergi ke New York, Kanada, dan kota-kota lainnya di bumi. Ke negara mana pun seseorang bepergian, dia akan menemukan sistem visa dan bea cukai yang sama berlaku di setiap negara, begitu juga setiap planet di alam semesta ini, juga ditemukan prinsip-prinsip kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian, yang berlaku di sana. O ity ekākara brahma: pada saat meninggal seorang yogī dapat mengucapkan kata o, okāra, merupakan bentuk singkat dari getaran suara rohani. Jika seorang yogī dapat mengucapkan getaran suara tersebut dan pada saat yang sama ingat pada Ka atau Viu (mām anusmaran), maka dia mencapai tujuan yang paling utama. Memusatkan pikiran pada Viu merupakan cara yoga. Mereka yang mengakui bentuk pribadi Tuhan Yang Mahakuasa tidak mengkhayalkan lagi bentuk tersebut; mereka
Naik Tingkat Saat Meninggal
25
benar-benar melihatnya. Baik bila seseorang hanya mengkhayalkan maupun sungguh-sungguh melihat Dia, dia harus tetap memusatkan pikiran pada bentuk pribadi Ka. ananya-ceta satata yo ma smarati nityaśa tasyaha sulabha partha nitya-yuktasya yogina “Wahai putera Ptha, orang yang ingat kepada-Ku tanpa menyimpang, mudah sekali mencapai kepada-Ku, sebab dia tekun berbakti kepada-Ku.” (Bg. 8.14) Menurut Bhagavad-gītā, orang yang hanya puas terhadap kehidupan yang sementara, kebahagiaan sementara, dan fasilitasfasilitas yang sementara, dianggap orang yang kurang cerdas, dan karena mereka sangat picik, mereka tertarik olehnya. Kita semua kekal abadi, maka untuk apa kita tertarik pada hal-hal yang sementara itu? Tak seorang pun yang menginginkan kesenangan yang sesaat. Jika kita telah merasa senang tinggal di apartemen mewah, kita akan kecewa apabila pemiliknya menyuruh kita untuk pindah, tetapi siapa pun akan merasa senang jika ia dipindahkan ke apartemen yang lebih bagus. Itulah sifat hakiki kita, karena kekekalan, wajar apabila kita menginginkan tempat tinggal abadi yang menyenangkan. Kita tidak ingin meninggal dunia, dikarenakan keabadian kita. Begitupun juga kita tidak ingin menjadi tua atau sakit, karena keadaan-keadaan tersebut semuanya di luar hal-hal yang kekal. Walaupun kita tidak bermaksud untuk sakit demam dan menderita, terkadang sakit itu datang juga, untuk itu kita harus melakukan pencegahan dan minum obat agar sehat kembali. Empat jenis kesengsaraan (kelahiran, kematian, usia tua, dan penyakit) adalah seperti sakit demam tadi, dan empat kesengsaraan itu semua bersumber pada badan materi. Jika dengan suatu cara kita dapat bebas dari ikatan badan materi, maka kita juga akan bebas dari kesengsaraan yang merupakan bagian dari badan materi. Bagi yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, tetapi ingin lepas dari badaniah yang sementara ini, di sini, Ka menasihati
26
Di Luar Kelahiran dan Kematian
agar mereka mengucapkan suku kata o. Dengan cara itu, dapat dipastikan bahwa mereka bisa berpindah ke dunia rohani. Namun demikian, walaupun mereka boleh memasuki lingkungan dunia rohani, namun mereka tidak dapat masuk ke planet-planet rohani. Mereka akan berada di luar planet-planet rohani itu, yaitu di dalam brahmajyoti. Brahmajyoti dapat diumpamakan sebagai sinar matahari, dan planet rohani diumpamakan sebagai matahari sendiri. Di angkasa rohani, mereka yang tidak percaya pada bentuk pribadi Tuhan akan ditempatkan di dalam brahmajyoti, pancaran sinar Tuhan Yang Maha Esa. Di sana mereka tetap sebagai bunga api rohani. Demikian, brahmajyoti penuh bunga api rohani. Inilah yang dimaksudkan dengan istilah “menyatu dalam kehidupan rohani”. Hendaknya jangan pernah beranggapan bahwa orang yang masuk ke dalam brahmajyoti berarti ia telah larut di dalam brahmajyoti; individualitasnya tetap ada, namun karena ia tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, secara otomatis ia juga menolak bentuk pribadinya sendiri, maka ia ditemukan di sana sebagai bunga api rohani dalam cahaya tersebut. Seperti halnya sinar matahari yang terdiri dari banyak partikel-partikel yang sangat kecil, brahmajyoti juga terdiri dari banyak bunga api rohani. Akan tetapi, sebagai entitas hidup, kita semua ingin nikmat. Hidup, begitu saja, tidaklah cukup. Kita menginginkan kebahagiaan (ānanda) dan juga kehidupan (sat). Dalam diri kita yang seutuhnya, dimana sang roh itu terdiri dari tiga sifat—kekekalan, pengetahuan, dan kebahagiaan. Mereka yang masuk ke dalam brahmajyoti dan tidak mengakui personalitas Tuhan, dapat berada di sana selama beberapa waktu dengan kesadaran seutuhnya bahwa saat itu mereka telah menyatu dengan Brahman, tetapi mereka belum mendapatkan ānanda atau kebahagiaan yang kekal, karena bagian itu belum lengkap. Mungkin seseorang betah tinggal sendirian di kamarnya selama beberapa saat dengan membaca buku ataupun sibuk berpikir, tetapi tidak mungkin ia akan betah tinggal di kamar itu sendirian selama bertahun-tahun secara terus menerus. Akhirnya pasti ia jenuh tinggal lebih lama di sana. Demikian halnya seseorang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan masuk ke eksistensi-Nya, kemungkinan besar
Naik Tingkat Saat Meninggal
27
ia akan kembali ke dunia materi ini demi pergaulannya. Ini adalah ketetapan dari Śrīmad-Bhāgavatam. Para astronot mungkin telah menempuh perjalanan beribu-ribu mil, namun jika mereka tidak dapat menemukan tempat istirahat di suatu planet, maka mereka harus kembali ke planet bumi. Bagaimanapun, istirahat tetap diperlukan. Dalam keadaan tanpa bentuk, istirahat tidak dapat dipastikan adanya. Karena itu, dalam Śrīmad-Bhāgavatam dikatakan bahwa, kendati dengan usaha begitu keras, dan jika orang yang tidak mengakui personalitas Tuhan berhasil masuk dunia rohani dan menerima eksistensinya yang tanpa wujud, ia juga akan kembali lagi ke dunia materi karena kelalaiannya, yaitu tidak melayani Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam cinta kasih dan bhakti. Selama hidup di bumi ini, kita harus belajar mencintai dan berbakti kepada Ka, Tuhan Yang Mahakuasa. Jika kita mempelajarinya dengan tekun, maka kita akan dapat masuk ke planet-planet rohani tersebut. Orang yang menolak personalitas Tuhan dan dapat mencapai brahmajyoti berada di sana bukan untuk selamanya, sebab ia akan mencari pergaulan untuk menghilangkan kejenuhannya. Oleh karena ia tidak menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Mahakuasa, maka dia harus kembali ke dunia fana dan bergaul kembali dengan roh-roh yang terbelenggu di sana. Suatu keharusan, betapa pentingnya mengetahui sifat kedudukan hakiki kita: kita ingin kekekalan, pengetahuan lengkap, dan kebahagiaan. Ketika kita sendirian berada cukup lama di brahmajyoti yang tanpa bentuk dan tanpa aktivitas, kita merasa bosan—karena itu kita menerima tawaran bersenang-senang yang disediakan dunia fana. Di dalam kesadaran Ka, yang dinikmati adalah kebahagiaan yang sejati. Di dunia fana, hubungan seksual umumnya dianggap kebahagiaan puncak. Hal ini merupakan gambaran yang menyesatkan tentang hubungan intim di dunia rohani, yaitu kebahagiaan pergaulan bersama Ka. Hendaknya jangan pernah kita berpikiran bahwa, kebahagiaan di dunia rohani serupa dengan kebahagiaan kegiatan pemuasan nafsu seksual di dunia fana. Tidak demikian, kebahagiaan di dunia roha-ni berbeda dengan itu. Tetapi kalau hubungan intim itu tidak ada di dunia rohani, maka tidak mungkin hal itu dapat
28
Di Luar Kelahiran dan Kematian
direfleksikan di sini. Hanya saja ia direfleksikan secara menyesatkan di sini, tetapi kehidupan yang sejati ada dalam Ka, yang penuh dengan segala macam kebahagiaan. Karena itu, cara yang paling baik adalah melatih diri kita sekarang ini, agar pada saat meninggal kita dapat berpindah ke alam semesta rohani, yaitu, ke Kaloka, dan di sana menjalin hubungan dengan Ka. Dalam Brahma-sahitā Śrī Ka dan juga tempat tinggal-Nya diuraikan sebagai berikut: cintāmai-prakara-sadmasu kalpa-v kalakāv teu surabhīr abhipālayantam lakmī-sahasra-śata-sambhrama-sevyamāna govindam ādi-purua tam aha bhajāmi “Hamba menyembah Govinda, Tuhan Yang Mahakekal, leluhur yang pertama, yang memelihara sapi-sapi dan memenuhi segala keinginan di tempat tinggal yang didirikan dengan permata-permata rohani, yang dikelilingi oleh berjuta-juta pohon yang memenuhi segala keinginan, selalu dilayani dengan penghormatan dan cinta kasih yang agung, oleh beratus-ratus ribu lakmī atau gopī.” (Brahma-sahitā 5.29) Gambaran di atas adalah Kaloka. Rumah-rumah di sana dibuat dari permata cintāmai. Apa pun yang menyentuh permata cintāmai akan segera menjadi emas. Pohon-pohon yang tumbuh di sana adalah pepohonan yang memenuhi keinginan, atau pohon kalpa-v ka, sebab seseorang dapat menerima apa yang dikehendakinya dari pohon itu. Di dunia ini kita mendapat buah mangga dari pohon mangga, dan apel dari pohon apel, namun di dunia rohani orang bisa mendapatkan apa pun yang dikehendakinya dari setiap pohon. Begitu juga sapi-sapi disebut dengan nama surabhi, dan sapi-sapi itu menghasilkan susu yang tiada habisnya. Inilah uraian mengenai planet-planet rohani yang tercantum dalam kesusastraan suci Veda. Di dunia fana kita menyesuaikan diri dengan kelahiran, kematian, dan segala jenis penderitaan. Para ilmuwan duniawi telah menemukan begitu banyak fasilitas untuk kenikmatan dan juga penghancurnya, akan tetapi penyelesaian atas masalah-masalah
Naik Tingkat Saat Meninggal
29
penuaan, penyakit, dan kematian belum dapat mereka temukan. Mereka tidak sanggup membuat mesin yang dapat menghentikan kematian, penuaan, dan penyakit. Kita dapat memproduksi sesuatu untuk percepatan kematian, tetapi tidak sesuatu pun dapat kita buat untuk mencegah kematian itu. Akan tetapi, mereka yang cerdas, tidak menjadi risau oleh empat jenis kesengsaraan kehidupan duniawi, melainkan mereka memfokuskan usahanya untuk naik tingkat ke planet-planet rohani. Orang yang senantiasa berbahagia secara rohaniah (nitya-yuktasya yogina) perhatiannya tidak pernah menyimpang ke hal-hal yang lainnya. Dia selalu mantap dalam kebahagiaan rohani. Selalu berpikir tentang Ka dengan sepenuh hati tanpa menyimpang (ananya-cetā satatam). Satatam berarti di mana-mana dan kapan saja. Dahulu, saya tinggal di kota suci Vndāvana, India, dan sekarang saya tinggal di Amerika, ini bukan berarti saya telah keluar dari lingkungan Vndāvana, sebab saya selalu berpikir tentang Ka, karena itu saya senantiasa berada di Vndāvana, tidak mempedulikan atribut-atribut yang bersifat materiil. Kesadaran Ka artinya, orang senantiasa hidup bersama Ka di planet rohani, yaitu Goloka Vndavana, dan ia hanya tinggal menunggu saat pelepasan ragawinya tiba. Smarati nityaśa berarti “ingat selalu”. Bagi orang yang terus-menerus ingat kepada Ka, Ka akan menjadi—(tasyāha sulabha)—Ka mudah dicapai. Ka Sendiri bersabda bahwa Dia mudah dicapai dengan cara bhakti-yoga. Jika demikian, untuk apa kita mulai dengan cara yang lain? Kita dapat mengucapkan mantra; Hare Ka, Hare Ka, Ka Ka, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, selama duapuluh empat jam sehari. Dalam pengucapan tidak ada aturan dan peraturan. Seseorang dapat mengucapkan mantra Hare Ka di jalanan, di kereta api, di rumah ataupun di kantor. Tidak dipunggut pajak atau biaya apa pun untuk itu. Mengapa kita tidak menggunakan cara itu?
Naik Tingkat Saat Meninggal
31
3 Bebas dari Planet-Planet Dunia Fana Para jñānī dan para yogī umumnya impersonalis, walaupun pembebasan yang temporer dapat mereka capai dengan menyatu dalam cahaya kehampaan, yaitu angkasa rohani, pengetahuan mereka menurut Śrīmad-Bhāgavatam dianggap tidak murni. Dengan pertapaan, kesederhanaan, dan meditasi, mereka dapat naik tingkat sampai ke tingkat Penguasa Yang Mahatinggi, tetapi, dijelaskan bahwa mereka akan jatuh lagi ke dunia materi lantaran mereka tidak menerima ciri-ciri personalitas Ka secara serius. Seseorang harus kembali lagi ke tingkatan duniawi, kecuali ia bersembah sujud pada kaki-padma Ka. Cara yang terbaik bersikap terhadap Dia adalah cara berikut: “Hamba pelayan abadiMu. Bagaimanapun, tolonglah perkenankan hamba untuk diikut sertakan dalam pengabdian kepada-Mu.” Ka disebut sebagai ajita—tidak dapat ditaklukkan—sebab tidak ada yang mampu menaklukkan Tuhan. Tetapi berdasarkan Śrīmad-Bhāgavatam, orang yang bersikap rendah hati seperti itu, dapat meluluhkan hati Tuhan dengan mudah. Śīmad-Bhāgavatam juga menganjurkan agar kita menghentikan upaya yang sia-sia, yaitu mengukur Yang Mahatinggi. Bahkan batas-batas ruang angkasa pun tidak dapat kita ukur apalagi mengukur Tuhan Yang Mahabesar. Tidak mungkin panjang maupun lebarnya Ka dapat diukur hanya menggunakan pengetahuan manusia yang amat terbatas. Orang yang sampai pada kesimpulan demikian, dia dianggap cerdas menurut kesusastraan suci Veda. Hendaknya orang memahami dengan sikap tunduk bahwa ia adalah bagian yang amat kecil 31
32
Di Luar Kelahiran dan Kematian
dalam alam semesta. Seyogyanya kita menjadi rendah hati dan mendengarkan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa melalui sumber-sumber absah yang terpercaya, seperti Bhagavad-gītā, ataupun wacana dari orang yang telah mencapai keinsafan-diri, dan telah meninggalkan segala usahanya untuk mengerti Tuhan Yang Maha Esa melalui pengetahuan yang terbatas atau rekayasa pikiran belaka. Dalam Bhagavad-gītā Arjuna mendengarkan tentang Tuhan dari bibir Śrī Ka Sendiri. Dengan demikian Arjuna mencapai kriteria pemahaman tentang Ka melalui cara mendengarkan dengan rendah hati. Sikap kita adalah mendengarkan Bhagavadgītā dari ucapan Arjuna atau dari guru spiritual yang bonafid sebagai wakilnya Arjuna. Sesudah memperoleh pengetahuan dari mendengar, itu harus dipraktekkan dalam kehidupan kita seharihari. Seorang penyembah berdoa sebagai berikut: “Tuhan Yang Mahamulia, yang hamba cintai, Engkau tak terkalahkan. Tetapi dengan cara ini, dengan mendengarkan, Engkau takluk”. Tuhan tidak dapat ditaklukkan, tetapi Dia takluk pada seorang penyembah yang menghentikan cara pemikiran yang direka-reka dan mendengar Dia dari sumber-sumber yang absah terpercaya. Menurut Brahma-sahitā ada dua proses untuk mendapatkan pengetahuan—yaitu proses “pendakian” dan proses “menurun”. Melalui proseses pendakian, seseorang naik tingkat dengan pengetahuan yang diperoleh dari usahanya sendiri. Dengan cara itu, ia berpikir, “Saya tidak peduli terhadap sumber-sumber lain atau kitab-kitab apa pun. Saya akan mencari sendiri dan mendapatkannya dengan cara bermeditasi, berfilsafat, dan yang lain. Dengan cara demikian saya akan mengerti Tuhan.” Cara yang ke dua, yaitu cara menuruti/ menurun, berarti menerima pengetahuan dari sumber-sumber yang lebih tinggi yang terpercaya. Dalam Brahma-sahitā dinyatakan bahwa, jika seseorang memilih cara yang pertama yaitu mencari sendiri ke atas walau dengan kecepatan pikiran dan angin selama berjuta-juta tahun pun akhirnya dia masih tetap tidak tahu. Baginya, misteri tentang hal itu masih terlalu sulit dipecahkan dan tidak dapat dimengerti. Padahal pengetahuan tentang soal itu telah diberikan dalam Bhagavad-gītā: ananya-ceta. Ka kerap kali menyampaikan
Bebas Dari Planet-Planet Dunia Fana
33
agar memilih cara konsentrasi pada Dia tanpa menyimpang dari jalan bhakti dengan sikap rendah hati. Bagi mereka yang memuja Ka dengan cara tersebut—tasyāha sulabha: “Aku mudah dicapai”, Inilah caranya: kalau seseorang bekerja untuk Ka duapuluh empat jam sehari, maka Ka tidak akan dapat melupakan orang tersebut. Dengan menjadi rendah hati, ia akan dapat menarik perhatian Tuhan. Sebagai Guru, Mahārāja Bhaktisiddhānta Sarasvatī berkata, “Janganlah berusaha untuk melihat Tuhan. Apakah Tuhan harus datang dan berdiri di hadapan kita seperti pelayan hanya karena kita ingin melihat Dia? Itu bukan sikap yang tunduk. Kita harus menyenangkan Dia dengan cinta kasih dan kebaktian”. Cara yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Ka diberikan kepada umat manusia oleh Śrī Caitanya Mahāprabhu, bersama Rūpa Gosvāmī yaitu murid pertama-Nya, yang begitu tinggi apresiasinya tergadap cara tersebut. Rūpa Gosvāmī pernah menjabat sebagai duta besar dalam suatu pemerintahan, tetapi beliau mengundurkan diri dari jabatannya itu untuk menjadi murid-Nya Śrī Caitanya Mahāprabhu. Ketika Rupa Gosvamī bertemu dengan Śrī Caitanya untuk pertama kalinya, beliau mengucapkan śloka yang berikut: namo mahā-vadānyāya k a-prema-pradaya te k āya k a-caitanyanāmne gaura-tvie nama “Hamba bersujud dengan hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, Śrī Ka Caitanya, yang lebih berkarunia daripada avatāraavatāra lain, bahkan lebih berkarunia daripada Ka Sendiri, karena Dia menganugerahkan dengan leluasa sesuatu yang belum pernah diberikan oleh avatāra-avatāra lainnya—cinta kasih murni—kepada Ka.” Rūpa Gosvāmī menyebut Caitanya Mahaprabhu “Kepribadian yang paling murah hati, dan paling baik”, karena Dia memberikan sesuatu yang paling berharga untuk semuanya dengan sangat murah—cinta-kasih Tuhan. Kita semuanya menginginkan
34
Di Luar Kelahiran dan Kematian
Ka, dan kita semua merindukan Dia. Ka adalah yang paling memikat, paling indah, paling kaya, paling perkasa, dan paling berpengetahuan. Itulah tujuan hasrat kita. Kita mendambakan segala keindahan, keperkasaan, pengetahuan dan kemewahan. Ka adalah sumber dari segala keistimewaan tersebut. Karena itu, kita hanya perlu mengarahkan perhatian kita tertuju kepada Dia, dan kita akan mendapatkan segalanya. Segala—apa pun yang kita inginkan. Keinginan hati nurani kita akan terpenuhi lewat kesadaran Ka ini. Sebagaimana dinyatakan tadi, bahwa orang yang sadar akan Ka pada saat meninggal dijamin akan masuk Kaloka, yaitu, tempat tinggal Ka yang paling utama. Sekarang mungkin kita bertanya apakah manfaatnya bagi kita pergi ke planet itu, dan Ka Sendiri menjawab: mam upetya punar janma dukhalayam aśaśvatam— napnuvanti mahatmana sasiddhi parama gatah “Setelah sampai kepada-Ku, roh-roh yang agung yang menjadi yogī-yogī dalam kebaktian tidak pernah kembali lagi ke dunia fana ini yang penuh kesengsaraan, karena mereka sudah mencapai kesempurnaan yang paling tinggi.” (Bg. 8.15) Śrī Ka, Sang Pencipta, menyatakan dunia materi ini sebagai dukhālayam—penuh kesengsaraan. Lalu, bagaimanakah caranya agar dunia ini menjadi tempat yang menyenangkan? Apakah itu bisa dicapai melalui apa yang disebut kemajuan pengetahuan modern? Tidak, itu tidak mungkin. Sebagai akibatnya, justru kita tidak begitu peduli dan tidak ingin tahu apa itu penderitaan. Sebagaimana dinyatakan tadi, penderitaan itu adalah, kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian, dan karena tidak ada solusi lain bagi kita, kita telah mencoba mengesampingkannya. Pengetahuan modern tidak berdaya mengatasi penderitaan tersebut dan senantiasa memberikan kesulitan baru kepada kita. Melainkan, ia hanya mengalihkan perhatian kita pada pembuatan pesawat ruang angkasa, bom-bom atom, dan sebagainya. Penyelesaian atas
Bebas Dari Planet-Planet Dunia Fana
35
problema tersebut diberikan di sini dalam Bhagavad-gītā: Kalau seseorang mencapai tempat Ka, maka dia tidak harus kembali lagi ke bumi, tempat kelahiran dan kematian ini. Seyogyanya kita mencoba untuk dapat mengerti bahwa tempat ini penuh dengan penderitaan. Untuk mengerti hal ini diperlukan kesadaran yang lebih berkembang lagi. Kucing, anjing dan babi, tidak mengerti bahwasanya mereka menderita. Manusia disebut sebagai hewan yang berakal tetapi akal pikirannya sedang digunakannya untuk melanjutkan kecenderungan hewaninya dan bukan untuk mencari pembebasan dari keadaan menderita ini. Di sini Ka menyatakan dengan jelas bahwa orang yang datang kepada Dia tidak akan pernah dilahirkan lagi untuk mengalami penderitaan. Roh-roh mulia yang datang kepada Dia, telah mencapai kesempurnaan hidup yang tertinggi dan aktif menyelamatkan makhluk hidup dari penderitaan kehidupan yang terbelenggu. Salah satu perbedaan antara Ka dengan makhluk biasa adalah, makhluk biasa hanya berada di satu tempat, dan tidak berada di tempat lain secara bersamaan, sedangkan Ka berada di mana pun di seluruh alam semesta, sambil Dia tetap tinggal di tempat tinggal-Nya pada waktu yang sama. Tempat tinggal Ka di kerajaan rohani bernama Goloka Vndāvana. Vndāvana di India adalah Vndavana yang sama yang telah turun ke bumi ini. Apabila Ka Sendiri turun ke bumi dengan kekuatan internalNya, maka dhāma atau tempat tinggal-Nya pun turut serta. Dengan kata lain, bilamana Ka turun ke bumi ini, Dia mewujudkan Diri-Nya di tempat yang khusus itu. Walau demikian, tempat tinggal Ka tetap ada untuk selamanya dalam lingkungan rohani, yaitu di planet-planet Vaikutha. Dalam ayat ini, Ka menyatakan bahwa orang-orang yang berdatangan di tempat-tempat tinggal Ka di Vaikutha tidak pernah terlahirkan lagi di dunia fana ini. Orang seperti itu disebut mahātmā. Di negara-negara barat, kata mahātmā pada umumnya dikenal berhubungan dengan Mahatma Gandhi, tetapi hendaknya kita mengerti bahwa, mahātmā bukanlah gelar bagi seorang politisi. Melainkan mahātmā menunjukkan manusia kelas utama yang sadar akan Ka dan memenuhi syarat untuk masuk ke tempat tinggal Ka. Kesempurnaan seorang mahātmā adalah sebagai berikut:
36
Di Luar Kelahiran dan Kematian
memanfaatkan segala bentuk kehidupan manusia dan sumbersumber daya alam untuk membebaskan dirinya dari peredaran kelahiran dan kematian. Orang-orang cerdas tahu bahwa penderitaan ini bukan karena keinginannya, namun mereka terpaksa mengalami deraan derita itu. Sebagaimana telah dinyatakan tadi, kita senantiasa dalam keadaan menderita yang disebabkan oleh pikiran, badan, gangguan alam, ataupun makhluk-makhluk hidup lainnya. Kita selalu tertimpa duka-cita. Dunia materi ini dimaksudkan sebagai tempat menderita, dan jika tanpa penderitaan, kita tidak memiliki keinginan keras untuk mencapai tingkat Kesadaran Ka. Sebenarnya penderitaan itu merupakan pendorong dan memotivasi kita untuk meningkat hingga mencapai kesadaran Ka. Orang yang cerdas bertanya, “Mengapa saya harus menderita?” Akan tetapi sikap peradaban modern adalah, “Biarlah saya menderita. Minuman keras dan sejenisnya dapat menutupinya, dan selesai sudah”. Tetapi begitu mabuknya hilang, penderitaan datang bertambah. Tidak mungkin menghilangkan dan menyelesaikan penderitaan dengan menjadi mabuk. Penderitaan hanya bisa diatasi dengan Kesadaran Ka. Mungkin ada orang yang menunjukkan bahwa, biarpun para penyembah Ka berusaha masuk ke planet Ka, namun kita juga memiliki cita-cita untuk pergi ke bulan. Bukankah pergi ke bulan juga merupakan suatu kesempurnaan? Para entitas hidup selalu cendrung untuk pergi berjalan-jalan ke planet-planet lain. Salah satu julukan entitas hidup adalah sarva-gata, yang berarti, “Ingin berkeliling ke mana-mana”. Bertamasia merupakan salah satu bagian dari sifat makhluk hidup. Keinginan untuk pergi ke bulan bukanlah hal baru. Para yogī juga berminat untuk dapat memasuki planet-planet yang lebih unggul itu, tetapi di dalam Bhagavad-gīta, Ka menunjukkan bahwa, hal itu tidak menolong kita sama sekali. ā-brahma-bhuvanāl lokā punar āvartino’rjuna mām upetya tu kaunteya punar janma na vidyate
Bebas Dari Planet-Planet Dunia Fana
37
“Dari planet yang paling tinggi dalam dunia materi hingga planet yang paling rendah, semuanya adalah tempat kesengsaraan dimana kelahiran dan kematian terjadi berulang kali. Tetapi seseorang yang mencapai tempat tinggal-Ku tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai putera Kuntī.” (Bg. 8.16) Alam semesta ini dibagi menjadi beberapa sistem, yakni sistem planet yang lebih utama, menengah, dan yang rendah. Bumi termasuk bagian sistem planet yang menengah. Ka menyatakan bahwa, jika seseorang berada di planet yang paling utama sekalipun, yang disebut Brahmaloka, kelahiran dan kematian yang berulang kali masih dialami di sana. Planet-planet lain di alam semesta penuh dengan para entitas hidup. Sebaiknya kita jangan pernah berpikir bahwa kita semua berada di sini, sementara di planet-planet lain adalah semuanya kosong. Dapat kita saksikan bahwa di seluruh bumi ini pun, tidak ada bagian yang tidak ditempati oleh para makhluk hidup; jika kita menggali tanah, maka kita menemukan banyak cacing, di daratan ada banyak binatang, di udara ada banyak burung, dan di air/ laut ada banyak ikan. Bagaimana mungkin kita menyimpulkan bahwa, di planet-planet lain tidak terdapat entitas hidup? Walau begitu, Ka menunjukkan bahwa, jika kita masuk ke planet-planet tempat tinggal para dewa yang agung sekalipun, kita masih ditaklukkan oleh kematian. Sekali lagi Ka mengulangi kembali bahwa, dengan mencapai planet-Nya, seseorang tidak perlu dilahirkan lagi. Seyogyanya kita sangat serius dalam mencapai kehidupan kita yang kekal yang penuh kebahagiaan dan pengetahuan. Kita telah lupa bahwa itulah tujuan hidup kita yang sebenarnya atau hasrat besar kita yang sejati. Mengapa kita melupakannya? Kita benarbenar terjerat oleh gemerlapnya materiil, oleh pencakar langit, pabrik-pabrik, dan percaturan politik, padahal kita tahu bahwa, walaupun kita telah membangun semua kemegahan itu, namun kita tidak dapat tinggal di sini untuk selamanya-lamanya. Sebaiknya kita tidak membuang-buang tenaga dan waktu kita hanya untuk pembangunan industri dan kota-kota besar jika hanya untuk semakin menjerat kita dalam alam materi; semua itu hendaknya digunakan untuk mengembangkan Kesadaran Ka supaya kita mendapatkan badan rohani yang dapat membawa kita ma-
38
Di Luar Kelahiran dan Kematian
suk planet Ka. Kesadaran Ka bukan suatu formula religius atau rekreasi rohani; Kesadaran Ka merupakan bagian yang paling penting dari makhluk hidup.
Bebas Dari Planet-Planet Dunia Fana
39
4 Langit di Luar Jagad Raya Jika di planet-planet yang lebih unggul pun, di alam semesta ini ada kelahiran dan kematian, mengapa para yogī yang hebat itu berusaha naik ke sana? Tentu, walau mereka itu sarat dengan berbagai kesaktian, mereka masih cenderung untuk menikmati fasilitas-fasilitas kehidupan duniawi. Di planet-planet yang lebih unggul itu, usia yang lamanya tak terkira dapat dicapai oleh seseorang di sana. Ukuran waktu di planet-planet tersebut dijelaskan oleh Śrī Ka: sahasra-yuga-paryantam ahar yad brahmao vidu rātri yuga-sahasrāntā te’ho-rātra-vido janā “Menurut perhitungan manusia, seribu yuga (zaman) sama dengan satu siang, bagi Brahma. Dan sejumlah itu, merupakan satu malamnya Brahma.” (Bg. 8.17) Satu yuga (zaman) mencakup 4.300.000 tahun manusia. Angka tersebut dikalikan seribu, dihitung sebagai dua belas jam atau setengah hari bagi Brahmā, di planet Brahmaloka. Demikian pula, sejumlah dua belas jam berikutnya merupakan waktu gelapnya malam Brahmā. Seperti halnya tiga puluh hari sama dengan satu bulan, dua belas bulan sama dengan satu tahun, dan diketahui bahwa Brahmā dapat berusia selama seratus tahun perhitungan itu. Jadi, usia seseorang sedemikian lamanya di planet seperti itu, namun sesudah bertrilyun-trilyun tahun manusia lamanya, penduduk Brahmaloka pun harus menghadapi maut. Tidak mungkin 39
40
Di Luar Kelahiran dan Kematian
bagi kita untuk dapat luput dari kematian, kecuali kita telah berada di planet-planet rohani. avyaktād vyaktaya sarvā prabhavanty ahar-āgame rātry-āgame pralīyante tatraivāvyakta-sajnake “Apabila siang harinya Brahmā telah tiba, banyak sekali entitas hidup yang menjadi berwujud, dan jika malam hari Brahmā tiba, mereka semua dimusnahkan.” (Bg. 8.18) Pada akhir satu hari Brahmā, semua sistem planet yang rendah ditenggelamkan ke dalam air, dan semua makhluk di sana dimusnahkan. Setelah peleburan, dan gelapnya malam Brahmā berlalu, pada waktu pagi, ketika Brahmā bangun ada pencipataan kembali dan semua makhluk tersebut muncul kembali. Demikian dunia fana diciptakan dan dileburkan, dan merupakan salah satu sifat dunia fana itu. bhūta-grāma sa evāya bhūtvā bhūtvā pralīyate rātry-āgame vaśah pārtha prabhavaty ahar-āgame “Siang-hari datang berulang-ulang, dan para makhluk di tempatnya masing-masing menjadi aktif kembali; kemudian bila malam telah tiba, Wahai Partha, dan mereka semua yang tak berdaya itu dileburkan.”(Bg. 8.19) Walaupun para entitas hidup tidak suka menerima peleburan, namun peleburan itu tetap berlangsung, dengan banjir besar di semua planet sehingga seluruh makhluk hidup di planet-planet itu tenggelam ke dalam air selama malam harinya Brahmā. Tetapi apabila fajar telah tiba bagi Brahmā, air itu berangsur-angsur surut kembali. paras tasmāt tu bhāvo ’nyo ’vyakto ’vyaktāt sanātana
Langit Di luar Jagad Raya
41
ya sa sarveu bhūteu naśyatsu na vinaśyati “Namun ada alam lain, yang kekal dan bersifat transendental melampaui alam fana ini yang berwujud dan tidak berwujud. Alam itu adalah alam yang utama dan tidak pernah dibinasakan. Apabila seluruh dunia fana ini dihancurkan, bagian itu tetap seperti semula sebagaimana adanya.” (Bg. 8.20) Kita tidak sanggup menghitung luasnya alam semesta ini, tetapi kita memiliki pengetahuan dari Veda bahwa, ada berjuta-juta alam semesta dari seluruh ciptaan, dan di luar jagad raya materi ini ada langit lain yang bersifat rohani. Di sana semua planet bersifat kekal, dan makhluk-makhluk di sana hidup untuk selamanya. Dalam śloka ini kata bhāva berarti “alam”, dan di sini alam lain yang ditunjukkan. Di dunia ini pun kita mengalami dua alam. Entitas hidup adalah roh, dan selama sang roh berada di dalam bahan alam, alam itu menjadi hidup, seketika entitas hidup itu, bunga api rohani itu, keluar dari badan, maka badan tidak bisa bergerak. Alam rohani disebut alamnya Ka yang lebih utama, dan alam dunia fana ini disebut alam yang lebih rendah. Di luar alam fana ini ada alam yang lebih utama, yang sepenuhnya bersifat rohani. Tidak mungkin orang dapat mengerti hal ini dengan pengetahuan eksperimen. Kita dapat melihat berjuta-juta bintang dengan menggunakan teleskop, tetapi kita tidak dapat mendekati bintang-bintang itu. Kita harus mengerti bahwa kita kurang sanggup. Jika alam semesta materi ini pun tidak dapat kita mengerti dengan pengetahuan percobaan, bagaimana kita mengerti tentang Tuhan dan kerajaan-Nya? Tidak mungkin kita dapat mengerti tentang Tuhan dengan percobaan-percobaan. Kita harus mengertinya dengan cara mendengar Bhagavad-gītā. Kita tidak dapat mengetahui siapa ayah kita dengan pengetahuan berdasarkan percobaan; kita harus mendengar keterangan dari ibu kita dan kita harus mempercayainya. Kalau kita tidak mempercayai ibu kita, maka tiada cara lain untuk mengetahui siapa ayah kita. Begitu juga, jika kita berpedoman pada metode Kesadaran Ka maka semua pengetahuan tentang Ka dan kerajaan-Nya akan terungkap.
42
Di Luar Kelahiran dan Kematian
Paras tu bhāva berarti “alam utama”, dan vyakta menunjukkan apa yang kita dapat lihat yang sudah berwujud. Kita dapat melihat alam semesta ini berwujud sebagai bumi, matahari, bintang-bintang dan planet-planet. Dan di luar alam semesta ini ada alam lain yaitu alam yang kekal. Avyaktāt sanātana. Alam dunia materi ini yang memiliki awal dan akhir, tetapi alam rohani itu bersifat sanātana—kekal. Alam rohani itu tiada awal ataupun tiada akhir. Bagaimana hal ini mungkin? Barangkali awan melintas di langit, dan mungkin awan itu tampak menutupi daerahdaerah yang begitu luas, namun pada hakikatnya awan itu hanya sebuah bintik kecil yang menutupi bagian yang tak berarti dari seluruh langit. Oleh karena kita ini terlalu kecil, dan jika beberapa ratus kilometer dari langit ditutupi oleh awan, maka yang terlihat adalah seluruh langit yang tertutupi. Begitu juga, seluruh alam semesta ini seperti awan yang kecil yang tidak ada artinya dibandingkan dengan angkasa rohani yang luas. Alam semesta ditutupi oleh mahat-tattva atau alam. Seperti halnya awan memiliki permulaan dan akhir, alam materi ini pun memiliki permulaan dan akhir. Apabila awan lenyap dan langit menjadi terang, kita dapat melihat segala sesuatu menjadi sesuai dengan aslinya. Demikian pula, badan jasmani ini seperti awan penutup, yang menutupi sang roh. Badan jasmani hidup beberapa saat, memberi hasil, mengalami kemunduran, kemudian lenyap. Segala sesuatu yang kita lihat di dunia fana ini mengalami enam jenis perubahan alamiah—berwujud, tumbuh, tahan beberapa saat, menghasilkan, mengalami kemerosotan, dan kemudian lenyap. Ka menunjukkan bahwa di luar alam yang berubah-ubah bagaikan awan ini, ada alam rohani yang bersifat kekal. Dan apabila alam dunia fana dihancurkan, avyaktāt sanātana tersebut tetap ada. Dalam sastra-sastra Veda ada banyak keterangan tentang angkasa dunia ini dan angkasa dunia rohani. Dalam skanda kedua Śrīmad-Bhāgavatam ada gambaran-gambaran dunia rohani dan para penghuninya. Juga diterangkan tentang pesawat terbang rohani yang ada di sana, terbang di angkasa rohani beserta para makhluk yang bebas, mereka berjalan-jalan mengendarai pesawat-pesawat tersebut dengan kecepatan kilat. Segala sesuatu yang kita temukan di sini, juga dapat ditemukan di sana dalam
Langit Di luar Jagad Raya
43
realitasnya. Di sini, di langit materi segala sesuatu tiruan atau bayangan dari yang terdapat di angkasa rohani. Seperti di bioskop kita mudah melihat pertunjukan tiruan dari sesuatu yang nyata, dalam Śrīmad-Bhāgavatam dinyatakan bahwa, dunia fana hanya merupakan suatu kombinasi alam yang terbentuk menyerupai aslinya. Seperti halnya manekin (boneka gadis) yang dipajang di etalase toko, modelnya persis seorang gadis. Siapa pun yang berakal sehat tahu bahwa manekin itu hanyalah tiruan. Śrīdhara Svāmī mengatakan bahwa, oleh karena dunia rohani adalah realitas sejati, dunia fana ini, yang merupakan tiruan, kelihatannya juga seperti aslinya. Kita harus mengerti apa artinya realitas— realitas berarti kehidupan yang tidak dapat dimusnahkan; realitas berarti kekekalan. nāsato vidyate bhāvo nābhāvo vidyate sata ubhayor api d to ’ntas tv anayos tattva-darśibhi “Orang-orang yang melihat kebenaran telah menarik kesimpulan bahwa, hal-hal yang tidak benar tidak tahan lama, dan hal-hal yang benar tidak pernah habis. Inilah kesimpulan mereka setelah mempelajari sifat keduanya.” (Bg. 2.16) Kebahagiaan sejati itu adalah Ka, sedangkan kebahagiaan duniawi, yang bersifat temporer, tidak aktual. Dengan demikian orang yang dapat melihat hal-hal yang sebenarnya tidak terhanyut dalam kebahagiaan yang hanya bayangan. Tujuan sejati dari kehidupan manusia adalah untuk mencapai angkasa rohani, tetapi sebagaimana ditunjukkan dalam Śrīmad-Bhāgavatam, kebanyakan orang belum tahu tentang angkasa rohani itu. Kehidupan manusia dimaksudkan untuk dapat mengerti kebenaran dan berpindah ke dalam kebenaran itu. Dalam semua kesusastraan suci Veda diajarkan agar kita jangan tetap tinggal dalam kegelapan ini. Sifat Dunia fana adalah penuh kegelapan, sedangkan dunia rohani penuh cahaya, tetapi bukan diterangi oleh api ataupun listrik. Ka memberikan isyarat tentang hal ini dalam Bab KelimaBelas dari Bhagavad-gītā.
44
Di Luar Kelahiran dan Kematian
na tad bhāsayate sūryo na śaśāko na pāvaka yad gatvā na nivartante tad dhāma parama mama “Tempat tinggal-Ku tidak diterangi oleh matahari ataupun bulan, tidak juga oleh listrik/ api. Orang yang mencapai tempat itu tidak akan kembali lagi ke dunia fana ini.” (Bg. 15.6) Dunia rohani dikatakan tidak berwujud karena dunia rohani tidak terlihat oleh indera-inderawi. avyakto ’kara ity uktas tam āhu paramā gatim ya prāpya na nivartante tad dhāma parama mama “Tempat tinggal yang paling utama tersebut tidak tampak dan tidak ada kekurangannya, dan tempat itu adalah tujuan yang paling utama. Apabila orang telah pergi ke sana, dia tidak pernah kembali. Itulah tempat tinggal-Ku, tempat yang paling utama.” (Bg. 8.21) Ayat tersebut mengindikasikan sebuah perjalanan akbar. Kita harus sanggup menembus angkasa luar, menyebrangi alam semesta materi, menembus penutupnya dan memasuki angkasa rohani. Paramā gatim—perjalanan itu adalah perjalanan yang paling utama. Ini bukan persoalan ribuan mil jauhnya untuk pergi dari planet ini ataupun untuk kembali dari sana. Kita harus menembus seluruh alam semesta ini. Dan kita tidak akan sanggup menembus seluruh alam semesta dengan menggunakan pesawat ruang angkasa, tetapi itu dapat dilakukan dengan cara Kesadaran Ka. Orang yang menyatu dalam Kesadaran Ka dan ingat pada Ka pada saat dia meninggal, ia akan dipindahkan ke sana saat itu juga. Jika kita ingin pergi ke sana dan berada di angkasa rohani itu dan menjalani kehidupan yang kekal, berbahagia penuh pengetahuan, kita harus mulai sekarang mengembangkan kesadaran kita agar kita memperoleh badan yang bersifat sac-cid-ānanda. Dikatakan bahwa badan
Langit Di luar Jagad Raya
45
Ka bersifat sac-cid-ānanda—īśvara parama k a saccid-ānanda-vigraha—dan kita pun memilki badan seperti itu, badan kekal, penuh kebahagiaan dan pengetahuan, tetapi itu sangat kecil dan masih ditutupi oleh unsur-unsur materi yang diumpamakan sebagai pakaian. Jika dengan suatu cara kita dapat lepas dari belenggu pakaian palsu itu, kita dapat mencapai kerajaan rohani. Dan jika kita telah mencapai dunia rohani tersebut, maka kita tidak perlu kembali lagi ke dunia yang fana ini (ya prāpya na nivartante). Karena itu seyogyanya semua orang berusaha untuk pergi ke dhāma paramam tersebut—tempat tinggal yang paling utama milik Ka. Ka Sendiri datang memanggil kita, dan memberikan sastra-sastra suci kepada kita sebagai buku-buku petunjuk dan mengirim utusan-utusan-Nya yang absah. Hendaknya kita menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut yang diberikan kepada umat manusia. Bagi orang yang mencapai tempat tinggal yang paling utama itu, pertapaan, kesederhanaan, bermeditasi dalam yoga, dan lain-lain tidak lagi diperlukan, sedangkan bagi orang yang tidak mencapai tempat tinggal tersebut, segala pertapaan dan kesederhanaannya hanyalah memboroskan tenaga dan waktu saja. Bentuk kehidupan sebagai manusia merupakan kesempatan mendapatkan anugerah itu, dan kewajiban suatu negara, seorang ayah dan ibu, guru-guru serta para wali adalah mengangkat kehidupan sebagai manusia sehingga dapat mencapai kesempurnaan. Jika orang hanya makan, tidur, berketurunan dan bertengkar seperti halnya kucing dan anjing, maka itu bukanlah peradaban. Sebaiknya kita memanfaatkan kehidupan manusia ini secara layak dan menggunakan pengetahuan kita untuk mempersiapkan diri untuk Kesadaran Ka, sehingga kita dapat tekun berpikir dalam Ka selama duapuluh empat jam sehari dan pada saat meninggal dapat langsung berpindah ke angkasa rohani tersebut. purua sa para pārtha bhaktyā labhyas tv ananyayā yasyāntasthāni bhūtāni yena sarvam ida tatam
46
Di Luar Kelahiran dan Kematian
“Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang lebih Agung dari segalanya bisa dicapai melalui kebaktian yang murni. Walaupun Dia berada di tempat tinggal-Nya, namun Dia berada di mana-mana, dan segala sesuatu berada di dalam diri-Nya.” (Bg. 8.22) Jika kita berminat mencapai tempat tinggal yang paling utama tersebut, maka cara yang dianjurkan di sini adalah cara bhakti. Bhaktyā berarti kebaktian, ketaatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Akar kata dari kata bhaktyā adalah bhaj, yang berarti “pengabdian”. Kata bhakti didefinisikan dalam Nārada-pañcarātra adalah “bebas dari atribut-atribut”. Kalau orang bertabah hati untuk menjadi lepas dari segala atribut dan mengaitkan diri pada roh yang bersifat suci, yaitu, lepas dari segala julukan yang timbul karena hubungannya dengan badan dan selalu berubah apabila badan berubah, maka dia dapat mencapai bhakti. Bhakti berarti menginsafi bahwa kita bukan alam materi, tetapi roh yang bersifat suci. Identitas kita yang sejati bukan sebagai badan ini. Badan jasmaniah ini hanyalah penutup dari roh, tetapi identitas yang sejati adalah sebagai dāsa, yaitu sebagai hamba Ka. Apabila orang mantap dalam identitasnya yang sejati dan berbakti kepada Ka, ia disebut bhakta. H īkea h īkeśa-sevanam: apabila indera-indera kita bebas dari hal-hal duniawi, maka kita akan menggunakan indera-indera untuk berbakti pada H īkeśa. H īkeśa adalah salah satu di antara nama-nama Ka yang berarti “Yang menguasai indera-indera”. Rupa Gosvamī menyatakan bahwa kita harus berbakti kepada Ka dengan baik. Biasanya kita ingin berbakti kepada Tuhan dengan maksud duniawi atau untuk mencari laba. Tentu saja orang yang mendekati Tuhan walau untuk mencari keuntungan yang bersifat duniawi masih lebih baik daripada mereka yang tidak pernah mendekati Tuhan sama sekali, tetapi sebaiknya kita lepas dari keinginan untuk keuntungan yang bersifat duniawi. Hendaknya kita bertujuan untuk dapat mengerti tentang Ka. Memang Ka tidak terbatas dan tidak mungkin seseorang dapat mengerti Dia seutuhnya, namun kita harus menerima apa yang dapat kita pahami. Tujuan utama Bhagavad-gītā secara khusus adalah untuk pengertian kita. Hendaknya kita tahu bahwa Ka senang kalau kita menerima pengetahuan dengan cara tersebut,
Langit Di luar Jagad Raya
47
dan sebaiknya kita berbakti kepada-Nya dengan tekun, sesuai dengan petunjuk-petunjuk-Nya. Kesadaran Ka adalah ilmu pengetahuan yang utama dengan kesusastraan yang sangat luas, dan hendaknya kita menggunakannya untuk mencapai bhakti. Purua sa para: Tuhan Yang Mahakuasa berada di angkasa rohani sebagai Kepribadian Yang Paling Utama. Di sana terdapat planet-planet yang bercahaya sendiri dan tidak terhitung jumlahnya. Di dalam setiap planet tersebut ada penjelmaan dari Ka yang tinggal di sana. Penjelmaan-penjelmaan tersebut berlengan empat dengan nama-nama yang tak terhitung jumlahnya. Dan mereka semuanya adalah persun-persun—Mereka bukan nonpersonalitas. Purua-purua atau persun-persun tersebut dapat didekati dengan cara bhakti: bukan dengan cara menantang, bukan dengan filosofi yang spekulatif, bukan dengan rekayasa pikiran, ataupun latihan-latihan fisik. Purua-purua tersebut dapat didekati dengan cara melakukan pelayanan bakti tanpa menyimpang ke arah kegiatan yang mengharapkan pamrih. Apa dan bagaimanakah purua atau Kepribadian Yang Paling Utama itu? Yasyānta-sthāni bhūtāni yena sarvam ida tatam: Setiap kesatuan hidup dan segala sesuatu berada di dalam DiriNya, namun Dia di luar dan berada di mana-mana. Bagaimana mungkin demikian? Dia seperti halnya matahari yang terletak di satu tempat, dan terdapat di mana-mana dengan cahaya sinarnya. Walaupun Tuhan berada di dhama-paramam-Nya, namun energi-energinya-Nya tersebar di mana-mana. Seperti halnya matahari tidak berbeda dengan sinarnya, begitu juga Dia tidak berbeda dengan energi-energi-Nya. Oleh karena Ka dan segala energi-Nya tidak berbeda, kita dapat melihat Ka di manamana kalau kita sudah maju dalam kebaktian. premāñjana-cchurita-bhakti-vilocanena santa sadaiva h dayeu vilokayanti “Hamba menyembah Govinda, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli, yang selalu dilihat di dalam hati oleh para penyembah yang suci yang matanya sudah diolesi salep mata cinta-kasih Tuhan.” (Brahma-sahitā 5.38)
48
Di Luar Kelahiran dan Kematian
Orang yang penuh cinta-kasih Tuhan dapat melihat Dia senantiasa di hadapannya. Bukan soal kita melihat Tuhan tadi malam dan sekarang tidak lagi. Tidak demikian. Bagi orang yang sadar akan Ka, Ka selalu ada dan dapat dirasakan setiap saat. Kita hanya harus merohanikan mata kita untuk melihat Dia. Karena perikatan duniawi kita, sebagai penutup indera-indera, maka kita tidak dapat mengerti apa itu kerohanian. Tetapi kebodohan ini dapat dihilangkan dengan cara mengucapkan mantra Hare Ka. Bagaimana mungkin demikian? Orang yang sedang tidur dapat dibangunkan dengan getaran suara. Meskipun seseorang dalam keadaan terlelap sehingga benar-benar tidak sadar—tidak melihat, tidak merasakan sentuhan, tidak merasakan bau-bauan, dan lain-lain—namun betapa kuatnya indera pendengar itu sehingga orang yang sedang tidur nyenyak pun dapat dibangunkan dengan getaran suara saja. Begitu juga, walaupun sang roh sekarang sedang tertidur dalam hubungan materiil, dia dapat dibangunkan dengan getaran suara rohani yaitu mantra, Hare Ka, Hare Ka, Ka Ka, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Hare Ka adalah pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa dan energi-energi-Nya. Hare berarti energi, dan K a adalah salah satu nama Tuhan Yang Maha Esa, demikian bila mengucapkan mantra Hare Ka, kita mengatakan, “Oh kekuatan Tuhan, oh Tuhan, mohon terimalah hamba”. Kita tidak memiliki doa lagi, selain doa ini untuk dapat diterima oleh Tuhan. Bukan soal berdoa untuk memohonkan agar dapat makanan, sebab makanan sudah tersedia. Hare Ka adalah pujian kepada Tuhan Yang Mahaa Esa agar Dia menerima kita. Śrī Caitanya Mahāprabhu Sendiri berdoa sebagai berikut: ayi nanda-tanuja kikara patita mā viame bhavāmbudhau k payā tava pāda-pakajasthita-dhūlī-sad śa vicintaya “Wahai putera Maharaja Nanda, hamba adalah abdi-Mu untuk selamanya. Walau sungguh demikian hamba telah jatuh dalam lautan kelahiran dan kematian. Karena itu, mohon agar Engkau
Langit Di luar Jagad Raya
49
mengangkat hamba dari lautan kematian itu dan menempatkan diri hamba sebagai salah satu di antara atom-atom pada kaki padma-Mu.” (Śikā aka 5) Satu-satunya harapan bagi orang yang jatuh ke dalam lautan luas adalah, datang penyelamat dan mengangkatnya dari lautan itu. Jika datang penolong lalu mengangkatnya satu meter saja di atas permukaan laut, dia segera terselamatkan. Begitu juga jika kita diangkat dari lautan kelahiran dan kematian dengan cara Kesadaran Ka, maka kita segara terselamatkan. Walaupun kita tidak dapat merasakan sifat rohani Tuhan Yang Maha Esa, ataupun nama suci-Nya, kemasyhuran-Nya, dan kegiatan-Nya, namun jika kita memantapkan diri kita dalam Kesadaran Ka, berangsur-angsur Dia akan memperlihatkan DiriNya kepada kita. Kita tidak dapat melihat Tuhan dengan usaha sendiri. Tetapi jika kita memenuhi syarat, Tuhan akan memperlihatkan Diri dan kita segera dapat melihat-Dia. Tak seorang pun yang mampu menuntut agar Tuhan Sendiri datang, berdiri sambil menari di hadapannya, melainkan kita harus berusaha sedemikian rupa sehingga Ka sudi menampakkan Diri kepada kita. Ka memberikan keterangan tentang Diri-Nya kepada kita dalam Bhagavad-gītā, dan pengetahuan itu tidak diragukan lagi, kita hanya harus merasakan dan mengerti pengetahuan itu. Tidak diperlukan kualifikasi dan persiapan awal untuk mengerti Bhagavad-gītā, sebab Bhagavad-gītā adalah sabda dari tingkatan yang mutlak. Cara yang sederhana, yaitu, cara mengucapkan nama-nama Ka, akan memperlihatkan kepada kita siapa diri kita, siapa Tuhan, apa artinya alam semesta ini dan alam semesta rohani, mengapa kita terikat, dan bagaimana cara melepaskan diri dari ikatan itu—dan lainnya, tahap demi tahap. Sebenarnya cara kepercayaan dan wahyu bukan hal yang asing bagi kita. Setiap hari kita telah memperpercayai sesuatu yang kita harapkan akan diperlihatkan nantinya kepada kita. Barangkali kita membeli tiket untuk pergi ke India, dan kita menaruh kepercayaan pada tiket itu yang akan membawa kita ke sana. Mengapa kita percaya menyerahkan uang untuk tiket itu? Kita tidak memberikan uang itu kepada sembarang orang. Agen resmi penjual tiket dan maskapai penerbangan itu sah adanya, karena itu timbullah
50
Di Luar Kelahiran dan Kematian
kepercayaan. Tanpa rasa percaya, kita tidak bisa maju selangkah pun dalam kehidupan kita sehari-hari. Kepercayaan harus kita miliki, tetapi kepercayaan itu harus terhadap sesuatu yang dibenarkan. Kita bukan percaya terhadap sesuatu secara buta, tetapi kita mengakui sesuatu yang dibenarkan. Bhagavad-gītā diakui dan diterima sebagai Kitab Suci oleh semua golongan di India, dan di luar India, banyak sarjana, para akhli teologi, dan akhli filsafat yang telah mengakui Bhagavad-gītā sebagai sumber kebenaran dan sebuah maha karya agung. Dan tidak diragukan lagi bahwa Bhagavad-gītā adalah sebagai sumber yang hak. Bahkan Profesor Albert Einstein, seorang ilmuwan yang termasyhur, juga membaca Bhagavad-gīta secara teratur. Dari Bhagavad-gītā kita harus menerima bahwa ada alam semesta rohani; yaitu, kerajaan Tuhan. Andaikata kita dibawa ke suatu negeri dengan suatu cara dan diberitahukan bahwa di sana kita tidak harus mengalami kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian lagi, akankah kita tidak merasa bahagia? Andaikata kita mendengar tentang suatu tempat seperti itu, tentu saja kita berusaha sekuat tenaga untuk pergi ke sana. Tak seorang pun yang ingin tua; tak ada orang yang mau meninggal. Memang, sebuah tempat yang bebas dari penderitaan tersebut adalah tempat yang kita inginkankan yang merupakan keinginan kita yang hakiki. Mengapa kita mendambakan tempat-tempat seperti itu? Sebab kita memiliki kebenaran, hak kebebasan kita menghendaki hal itu. Kita ini bersifat kekal, bahagia, dan penuh pengetahuan, tetapi lantaran tertutupi oleh belenggu materiil, kita telah melupakan identitas sejati kita. Demikian Bhagavad-gītā memberikan manfaat kepada kita sehingga kita dapat menghidupkan kembali status kita yang asli. Menurut para pengikut Śakara serta lainnya, dunia di luar dunia ini adalah hampa, tetapi Bhagavad-gītā tidak mengecewakan kita seperti itu. Filsafat kehampaan hanya menyebabkan orangorang tidak yakin terhadap Tuhan. Kita makhluk-makhluk yang bersifat rohani, transendental, dan kita ingin menikmati kebahagiaan, tetapi ketika kita berupa kehampaan/ non-personalitas, maka kita cenderung menikmati kehidupan materiil lagi. Seperti itu, seseorang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, atau
Langit Di luar Jagad Raya
51
menolak personalitas Tuhan, membahas filsafat impersonalis sambil berusaha untuk menikmati kehidupan materiil sepuaspuasnya. Orang mungkin senang menikmati pemikiran seperti itu, namun tidak ada sedikit pun manfaat rohaninya. brahma-bhūta prasannātmā na śocati na kākati sama sarveu bhūteu mad-bhakti labhate parām “Orang yang berada dalam kebahagiaan rohani seperti itu segera menginsafi Brahman Yang Paling Utama. Dia tidak pernah meratap ataupun ingin memiliki sesuatu apa pun; bersikap sama terhadap semua makhluk hidup. Dalam keadaan yang demikian dia mencapai tingkatan kebaktian yang paling murni kepada-Ku.” (Bg. 18.54) Dia yang sudah maju dalam kehidupan pelayanan bakti dan merasa bahagia dalam kebaktian kepada Ka, akan otomatis bebas dari ikatan kenikmatan duniawi. Yang menandakan orang tekun dalam bhakti adalah bahwa, ia merasa puas sepenuhnya bersama Ka.
5 Berhubungan Dengan Ka Jika seseorang memperoleh sesuatu yang lebih baik, tentu tidak sulit baginya melepaskan yang kurang baik. Kita menginginkan kenikmatan, namun filsafat yang menolak bentuk pribadi Tuhan (non-personalis) dan filsafat kehampaan telah menciptakan keadaan yang mengakibatkan kita kecanduan akan kepuasan nafsu duniawi. Tentu ada kenikmatan apabila berhubungan dengan Kepribadian Yang Paling Utama (Purua sa para), kita bisa bertatap muka dengan Dia. Di sana, di angkasa rohani kita dapat berbicara dengan Tuhan, bermain bersama Dia, makan bersamaDia, dan sebagainya. Semua hal tersebut dapat dicapai dengan bhaktyā—kebaktian rohani yang bersifat cinta kasih. Akan tetapi pelayanan bakti itu haruslah murni, seperti sering dikatakan, kita mencintai Tuhan harus tanpa pamrih atau tanpa mengharapkan imbalan yang bersifat duniawi. Mencintai Tuhan dengan maksud untuk menyatu dengan-Nya juga merupakan cinta yang belum murni. Salah satu perbedaan pokok antara angkasa rohani dan angkasa dunia materi adalah penguasa atau pemimpin planet-planet di angkasa rohani tidak memiliki pesaing. Dalam segala keadaan, kepribadian yang berkuasa di setiap planet rohani itu adalah penjelmaan yang berkuasa penuh dari Śrī Ka. Tuhan Yang Mahakuasa serta manifestasi-manifestasi-Nya yang multivariatif memimpin seluruh planet-planet Vaikutha. Di bumi ini, terdapat persaingan untuk dapat menduduki jabatan presiden atau jabatan perdana menteri, sedangkan di angkasa rohani seluruh penghuninya mengakui Tuhan sebagai penguasa Tertinggi. Dengan 53
54
Di Luar Kelahiran dan Kematian
demikian siapa pun yang berusaha bersaing dengan Dia dan tidak mengakuinya maka ia akan segera ditempatkan di alam semesta materi, sama halnya dengan penjara. Di setiap kota ada penjara, dan penjara itu tak berarti jika dibandingkan dengan seluruh kota, begitupun alam semesta materi merupakan penjara bagi roh-roh yang terikat. Suatu bagian yang kurang berarti jika dibandingkan dengan dunia rohani, namun ia ditempatkan tidak di luar angkasa rohani, seperti halnya penjara yang tidak terletak di luar kota. Para penghuni planet-planet Vaikutha di angkasa rohani semuanya merupakan roh-roh yang telah bebas. Dalam ŚrīmadBhāgavatam dijelaskan bahwa ciri-ciri raga mereka sama seperti Tuhan. Di sejumlah planet rohani, Tuhan berwujud berlengan dua, dan di sejumlah lainnya berlengan empat. Para penghuninya sama seperti Tuhan yaitu berlengan dua dan berlengan empat, dan dikatakan bahwa, seseorang tidak dapat membedakan antara mereka dengan Kepribadian Yang Paling Utama. Di dunia rohani ada lima macam pembebasan (moka atau mukti). Sāyujya-mukti adalah bentuk pembebasan dimana seseorang dapat menyatu dengan Brahman, yaitu aspek Tuhan yang tidak berbentuk pribadi/ non personalitas. Pembebasan bentuk lain adalah sārūpya-mukti, dimana seseorang dapat menerima bentuk rupa persis dengan bentuk Tuhan. Dan Sālokya-mukti, artinya seseorang dapat tinggal di planet yang sama dengan Tuhan. Dengan sār i-mukti seseorang dapat memiliki kemewahan yang sama dengan yang dimiliki Tuhan. Sāmīpya-mukti memungkinkan seseorang dapat tinggal bersama Tuhan menjadi sahabat-Nya untuk selamanya, seperti halnya Arjuna, yang selalu bersama Ka dan menjadi sahabat-Nya. Seseorang dapat mencapai salah satu dari kelima pembebasan tersebut, tetapi di antara kelimanya, sāyujya-mukti, atau menyatu dengan aspek kekosongan, adalah pembebasan yang tak dikehendaki dan atau bukan yang diterima oleh para Vaiava. Seorang Vaiava ingin memuja Tuhan sebagaimana Dia adanya dan ia tetap memiliki individualitas tersendiri untuk bisa berbakti kepada-Nya, sedangkan para pengikut filsafat Māyāvādī yang
Berhubungan Dengan Ka
55
non-personalis, menghilangkan individualitasnya yang tersendiri dan berusaha menyatu dengan eksistensi Tuhan. Śrī Ka di dalam Bhagavad-gītā, disertai para pakar filsafat Vaiava dari garis perguruan spiritual-nya tidak merekomendasikan seseorang agar menyatu dengan Tuhan seperti itu. Śrī Caitanya Mahāprabhu menuliskan tentang hal ini dalam hasil karya-Nya yang berjudul Śikā aka: na dhana na jana na sundarī kavitā vā jagad-īśa kāmaye mama janmani janmanīśvare bhavatād bhaktir ahaitukī tvayi “Ya Tuhan Yang Mahakuasa! Hamba tidak ingin mengumpulkan kekayaan, tiada keinginan hamba menikmati wanita-wanita cantik, dan tidak juga menginginkan sejumlah pengikut. Apa yang Hamba inginkan hanyalah kesempatan untuk melakukan pelayanan bakti yang tanpa pamrih kepada Engkau dalam kehidupan hamba, kelahiran demi kelahiran.” (Śikā aka 4) Dalam śloka ini Śrī Caitanya Mahāprabhu berkata berkenaan dengan “kelahiran demi kelahiran”. Apabila orang terlahir berulang kali, maka pembebasan (moka) belum dicapainya. Pembebasan berarti, seseorang mencapai planet-planet rohani atau dia menyatu dalam eksistensi Tuhan Yang Mahakuasa—dalam kedua keadaan tersebut, tidak ada lagi persoalan dilahirkan kembali di dunia materi ini. Tetapi Śrī Caitanya Mahāprabhu tidak peduli apakah Dia mencapai pembebasan atau tidak: Dia hanya ingin agar tekun dalam Kesadaran Ka, berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang penyembah tidak peduli di mana dia berada, apakah dia dilahirkan dalam masyarakat binatang, manusia ataupun dewa, atau apa pun juga—dia hanya berdoa kepada Tuhan agar dia tidak lupa kepada-Nya dan selalu dapat melakukan kebaktian rohani kepada Tuhan. Inilah tanda-tanda dari kebaktian yang murni. Di mana pun seorang penyembah tinggal, tentu saja dia tetap berada dalam kerajaan rohani, meskipun selama masih di dalam raganya. Dia tidak menuntut sesuatu pun dari Tuhan bagi kenaikan tingkat dan kenyamanan dirinya.
56
Di Luar Kelahiran dan Kematian
Śrī Ka menyatakan di sini bahwa, walau Dirinya mudah dicapai bagi mereka yang berbakti kepada-Nya, namun untuk para yogī yang melaksanakan cara-cara yoga yang lain, terkandung resiko bersamanya. Ka sudah memberikan petunjuk kepada mereka dalam Bhagavad-gītā tentang saat yang baik untuk meninggalkan badan kasar. yatra kale tv anav ttim av tti caiva yogina prayata yanti ta kala vakyami bharatarabha “Wahai putera yang paling baik dari keluarga Bharata, sekarang ini Aku akan menjelaskan kepadamu pilihan waktu yang berbeda untuk meninggal dunia, sebagai penentu apakah dia kembali, atau tidak kembali ke dunia ini.” (Bg. 8.23) Di sini Ka menunjukkan bahwa bila seseorang dapat meninggalkan badannya pada waktu pilihan, dia bisa menjadi bebas, tidak pernah kembali lagi ke dunia materi ini. Pada pilihan lainnya, di tunjukkan bahwa jika seseorang meninggal pada saat lain lagi, dia harus kembali lagi. Kemungkinan selalu terjadi, namun bagi seorang penyembah yang senantiasa berada dalam Kesadaran Ka, persoalan kemungkinan tidak berlaku lagi, karena dia dijamin bisa masuk ke tempat tinggal Ka melalui pengabdiannya kepada Tuhan. agnir jyotir aha śukla a-māsā uttarāyaam tatra prayātā gacchanti brahma brahma-vido janā “Bagi siapa yang mengenal Brahman Yang Paling Utama akan dapat mencapai Yang Mahakuasa dan meninggalkan dunia selama pengaruh dari Agni [Dewa Api], pada waktu terang, pada saat yang suci, selama dua minggu menjelang purnama dan selama enam bulan pada saat matahari berjalan di sebelah utara khatlistiwa.” (Bg. 8.24)
Berhubungan Dengan Ka
57
Matahari berada di sebelah utara khatulistiwa selama enam bulan, kemudian ia berada di sebelah selatan khatulistiwa selama enam bulan juga. Dalam Śrīmad-Bhāgavatam kita memiliki keterangan bahwa, seperti halnya planet-planet bergerak, demikian juga matahari bergerak. Apabila seseorang meninggal dunia pada saat matahari berjalan di sebelah utara, dia mencapai pembebasan. dhūmo rātris tathā k a a-māsā dakiāyanam tatra cāndramasa jyotir yogī prāpya nivartate śukla-k e gatī hy ete jagata śāśvate mate ekayā yāty anāv ttim anyayāvartate puna “Seorang rohaniawan yang meninggal dunia pada malam yang berkabut, selama dua minggu menjelang bulan mati, atau selama enam bulan saat matahari berjalan di sebelah selatan, atau yang mencapai bulan, dia akan kembali lagi. Menurut Veda ada dua cara meninggal dunia—yang satu dalam keadaan terang, dan yang lain dalam keadaan gelap. Jika seseorang meninggal dalam keadaan terang, dia tidak kembali lagi, namun jika dalam keadaan gelap, dia akan kembali lagi.” (Bg. 8.25-26) Hal ini semua mungkin terjadi. Kita tidak tahu kapan kita akan meninggal, dan pada setiap saat ada kemungkinan kita meninggal secara tiba-tiba. Tetapi bagi seorang Bhakti-yogī yang mantap dalam Kesadaran Ka, tidak ada persoalan kemungkinan. Dia selalu yakin dengan mantap. naite s tī pārtha jānan yogī muhyati kaścana tasmāt sarveu kāleu yoga-yukto bhavārjuna
58
Di Luar Kelahiran dan Kematian
“Wahai Arjuna, para penyembah yang mengetahui dua jalan tersebut tidak akan pernah menjadi bingung. Karena itu, sebaiknya engkau selalu mantap dalam kebaktian.” (Bg. 8.27) Telah dinyatakan bahwa, jikalau seseorang dapat mengingat Ka pada waktu meninggal, dia dipindahkan ke tempat tinggal Ka dengan segera. anta-kāle ca mām eva smaran muktvā kalevaram ya prayāti sa mad-bhāva yāti nāsty atra saśaya abhyāsa-yoga-yuktena cetasā nānya-gāminā parama purua divya yāti pārthānucintayan “Dan siapa pun, pada saat meninggal, hanya ingat kepada-Ku, maka ia langsung mencapai tempat-Ku. Tiada keraguan tentang hal ini. Dia yang merenungkan Kepribadian Penguasa Tertinggi, pikirannya selalu sibuk ingat kepada-Ku, tanpa pernah menyimpang dari jalan itu, maka ia pasti akan sampai kepada-Ku, wahai Partha [Arjuna].” (Bg. 8.5, 8.8.) Barangkali meditasi pada Ka seperti yang tersebut di atas nampaknya sulit, tetapi itu tidak sulit. Kalau seseorang menjalankan Kesadaran Ka dengan cara mengucapkan mahā-mantra, Hare Ka, Hare Ka, Ka Ka, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, maka dia tertolong dengan cepat. Tidak ada perbedaan antara Ka dan tempat tinggal-Nya yang rohani. Kita dapat menjalin hubungan dengan Ka melalui getaran suara. Misalnya kalau kita mengucapkan mantra Hare Ka di jalan, kita akan tahu bahwa Ka bersama kita, seperti halnya kita memandang ke atas dan melihat bulan, kita merasa bahwa bulan menyertai kita. Jika tampaknya energi Ka yang lebih rendah pun dapat menyertai kita, apakah tidak mungkin bagi Ka Sendiri untuk bersama kita bila kita mengucapkan nama-nama-Nya? Dia akan menemani kita, tetapi kita harus me-
Berhubungan Dengan Ka
59
menuhi syarat untuk bertemu dengan-Nya. Akan tetapi jika kita selalu tekun berpikir tentang Ka, kita bisa yakin, Ka selalu bersama kita. Śrī Caitanya Mahaprabhu berdoa sebagai berikut: nāmnā akāri bahudhā nija-sarva-śaktis tatrārpitā niyamita smarae na kāla etād śī tava k pā bhagavan mamāpi durdaivam īd śam ihājani nānurāga “Ya Tuhan, hanya nama-nama suci-Mu yang dapat memberikan segala karunia kepada para makhluk hidup. Karena itu Engkau mempunyai berjuta-juta nama suci, seperti Ka dan Govinda. Engkau telah memasukkan segala kekuatan rohani-Mu ke dalam nama-nama suci itu, dan tanpa aturan yang terlalu sulit dan tanpa ikatan waktu (kapan pun) untuk mengucapkan nama-nama suci tersebut. Ya Tuhan! Engkau sangat bermurah hati sehingga sangat mudah bagi siapa pun mendekati-Mu dengan cara mengucapkan nama-nama suci-Mu itu, namun hamba begitu malang, sehingga hamba tetap tidak tertarik untuk mengucapkannya.” (Śīkā aka 2) Hanya dengan menyanyikan nama-nama suci Ka kita mendapat segala karunia dari hubungan pribadi kita dengan-Nya. Śrī Caitanya Mahaprabhu, Kepribadian yang tidak hanya insaf-diri sebagai roh, tetapi yang merupakan penjelmaan Ka Sendiri, yang menyatakan bahwa, pada zaman kali-yuga ini, walaupun manusia tidak mempunyai fasilitas sempurna untuk keinsafandiri, namun Ka sangat bermurah hati sehingga Dia memberikan śabda ini (penjelmaan suara) untuk digunakan sebagai yugadharma atau cara keinsafan-diri pada zaman ini. Tidak ada syarat khusus dalam melaksanakan cara tersebut; kita juga tidak harus menguasai Bahasa Sansekerta. Alangkah hebatnya getaran suara rohani Hare Ka sehingga siapa pun akan dapat mengucapkan mantra itu tanpa harus menguasai Bahasa Sansekerta sama sekali. vedeu yajñeu tapasu caiva dāneu yat puya-phala pradi am
60
Di Luar Kelahiran dan Kematian
atyeti tat sarvam ida viditvā yogī para sthānam upaiti cādyam “Seseorang yang menempuh jalan melalui cara melakukan pelayanan bakti, hasilnya tidak kurang dari hasil-hasil yang diperoleh dengan belajar Veda, melakukan yajña (korban suci), dengan pertapaan, memberikan dana punia (berderma) ataupun melakukan kegiatan di bidang filsafat atau kegiatan untuk mendapatkan pahala. Akhirnya dia mencapai tempat tinggal yang paling utama.” (Bg. 8.28) Dalam śloka ini Ka menyatakan bahwa maksud dari semua ajaran Veda adalah untuk mencapai tujuan kehidupan yang tertinggi—kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Memang inilah tujuan dari segala kitab suci dari semua negeri. Amanat ini juga diajarkan oleh semua ācārya atau yang melakukan penyebaran agama. Misalnya di negara-negara Barat, Yesus Kristus mengajarkan amanat yang sama. Demikian juga halnya Sang Budha dan Nabi Muhammad. Tidak ada yang menganjurkan agar kita ter-ikat di dunia fana ini untuk selamanya. Mungkin ada perbedaan kecil yang telah disesuaikan dengan tempat, masa, dan keadaan (deśa, kāla, pātra) dan menurut aturan Kitab Suci, tetapi prinsip utamanya, yang telah diakui oleh para rohaniawan terkemuka bahwa; tidak dimaksudkan agar kita menetap di dunia materi ini melainkan agar tinggal di dunia rohani. Segala petunjuk untuk memuaskan hasrat jiwa yang paling dalam adalah untuk menuju ke tempat-tempat Ka di luar kelahiran dan kematian.
Kita Bukan Badan Ini
61
Riwayat Penulis Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda lahir pada tahun 1896 di Calcutta, India. Pada tahun 1922 beliau bertemu Śrila Bhaktisiddhānta Sarasvatī Gosvām, guru spiritualnya, pendiri Gau īya Ma ha, suatu institut untuk mempelajari Veda dengan 64 cabang di seluruh India. Pada waktu itu, Śrīla Bhaktisiddhānta meminta agar Śrīla Prabhupāda mengajarkan pengetahuan Veda dalam Bahasa Inggris. Pada tahun 1933, Śrīla Prabhupāda diterima sebagai murid oleh Śrīla Bhaktisiddhānta. Selama tahun-tahun berikutnya, Śrila Prabhupāda menyusun ulasan Bhagavad-gītā dan membantu Gau īya Ma ha dalam usahanya. Pada tahun 1944, beliau sendirian mulai menerbitkan majalah setiap dua minggu dalam Bahasa Inggris yang berjudul “Back to Godhead.” Sekarang penerbitan majalah itu tetap dilanjutkan oleh murid-murid Śrīla Prabhupāda di seluruh dunia. Perkumpulan Gau īya Vaiava mengakui pengetahuan filsafat dan kesucian Śrīla Prabhupāda, dan pada tahun 1947, mereka menghormatinya dengan memberikan gelar “Bhaktivedānta“ kepadanya. Dalam usia 54 tahun, Śrīla Prabhupāda mengundurkan diri dari lingkungan keluarga dan tinggal di kota suci Vndāvana sebagai seorang vanaprastha agar menambah waktu beliau dalam mendalami sastra Veda dan menuliskannya. Beliau tinggal di sana dalam kehidupan yang sangat bersahaja—di kuil RādhāDāmodara, dan pada tahun 1959, beliau menjadi sānnyāsi. Di kuil Rādhā-Dāmodara, Śrīla Prabhupāda mulai menyusun hasil karyanya yang paling penting; yaitu terjemahan dan ulasan Kitab Suci Śrīmad-Bhāgavtam yang diterbitkan dalam beberapa jilid. Setelah Śrīmad-Bhāgavtam terbit tiga jilid, Śrila Prabhupāda berangkat ke Amerika Serikat dengan menumpang kapal laut di tahun 1965, guna mengemban tugas yang diberikan oleh guru kerohaniannya. Waktu Śrīla Prabhupāda tiba di kota New York, AS., beliau praktis tanpa uang. Kesulitan-kesulitan berat pada tahun pertama di sana, dapat beliau lewati dan berhasil mendiri-
62
Di Luar Kelahiran dan Kematian
kan “International Society for Ka Consciousness” pada bulan Juli, 966. Walau berusia lanjut, Śrīla Prabhupāda berkeliling dunia secara non-stop dalam rangka mengajarkan dan membimbing perkumpulannya sehingga terus berkembang menjadi ratusan asrama, sekolah-sekolah, tempat-tempat sembahyang dan areal pertanian. Akan tetapi, hasil karya Śrīla Prabhupāda yang terpenting adalah buku-bukunya, yang sangat dihargai oleh para sarjana karena kejelasan artinya, otentik dan dalam sekali. “The Bhaktivedanta Book Trust”, didirikan pada tahun 1972 khusus untuk menerbitkan hasilkarya beliau, kini telah menjadi penerbit yang terbesar di dunia dalam bidang filsafat Veda. “Bhaktivedanta Book Trust” telah menerbitkan lebih dari 100.000.000 buku hasil karya Śrīla Prabhupāda dalam 80 bahasa antara lain; Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Bahasa Prancis, Bahasa Spanyol, Bahasa Rusia, Bahasa Jepang, dan Bahasa Arab, dan banyak lagi yang lainnya. Beliau wafat di Vndāvana, India, pada tanggal 14 November 1977, setelah memberi tugas kepada murid-muridnya untuk melanjutkan usaha-usaha yang dirintis oleh beliau. Untuk meneruskan garis parampāra, garis perguruan yang turun temurun dari guru ke murid, beliau melantik murid-muridnya yang terkemuka untuk menjadi guru-guru kerohanian untuk menerima muridmurid baru.
Kita Bukan Badan Ini
63
BHAGAVAD-GœT“ MENURUT ASLINYA Edisi Lengkap hasil karya Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda Pendiri-Acarya International Society for Ka Consciousness 700 ayat sabda Śrī Ka kepada Arjuna ini, termasyhur di seluruh dunia sebagai mutiara pengetahuan rohani, memberikan bimbingan definitif pada ilmu pengetahuan keinsyafan-diri. Ia mengungkapkan; sifat dasar kesadaran, sang diri (roh), alam semesta, dan Yang Maha Agung dengan begitu jelas. Dihargai dan mengilhami mereka yang insyaf-diri maupun yang tekun dalam pencarian spiritual, sejak dahulu kala seperti Mahatma Gandhi, Einstein, Thoreau, dan Emerson dll. Edisi yang paling laris di seluruh dunia (terjual 20 juta exs.) yang diterjemahkan 80 bahasa. Disajikan dengan lengkap; • 915 halaman isi, 30 halaman kata pengantar, 16 gambar full colour. • Ayat-ayat asli Sansekerta, huruf Devanagari dan Latin. • Terjemahan harfiah dan terjemahan lengkap. • Penjelasan lengkap seluruh ayat. • Lampiran kepustakaan, pedoman membaca Bahasa Sansekerta, daftar istilah Sansekerta, daftar ayat dan indeks. • Jahit benang, full colour, dove laminating hard cover.