DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, OO Suryono. 1994. Kajian Faktor-Faktor Lingkungan Biotik Tumbuhan Obat Kemukus (Piper cubeba L.F) di Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir. 2003. Ensiklopedi Muslim, Minhajul Muslim. Darul Falah. Jakarta Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. 2006. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatab. Khalifa. Jakarta. Amzu, E. 2004. Karakteristik Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.): Potensi Stimulus untuk Aksi Konservasi di Taman Nasional Meru Betiri. Media Konservasi Vol.IX No. 2, Desember 2004: 61-68. Ardiani, Amalia. 2001. Pengaruh Ukuran dan Berat Biji Kedawung (Parkia roxburghii G.Don) Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Semai. . Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Awang, S.A. 2004. Dekonstruksi Sosial Forestri : Reposisi Masyarakat dan Keadilan Lingkungan. BIGRAF Publishing. Yokyakarta. Baihaki, C. 1995. Kajian Potensi Fitokimia dari Hutan di Blok KebonsegoroManung-Tanjungpring-Ngaleng Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Bahrun. 2000. Beberapa Aspek Ekologi Pakem (Pangium edule Reinw.) di Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Balai Taman Nasional Meru Betiri. 2004a. Recana Strategis Taman Nasional Meru Betiri. Jember. Tidak dipublikasikan. ____________________________. 2004b. Rencana Karya Lima Tahun Taman Nasional Meru Betiri Periode 2005-2009. Jember. Tidak dipublikasikan. ____________________________. 2004c. Statistik Balai Taman Nasional Meru Betiri Tahun 2004. Jember. Tidak dipublikasikan. Barber, C.V., N.C. Johnson dan E. Hafild. 1999. (Terjemahan). Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia dan Amerika Serikat. Yayasan Obor. Jakarta. Hal : 1-4; 121-123. Dasmann, R.F., J.P. Milton, P.H. Freeman. 1977. Prinsip Ekologi untuk Pembangunan Ekonomi. PT. Gramedia. Jakarta. Dewi, Helianthi. 1999. Klasifikasi Vegetasi di Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan.
Dewi, Yanie N. 2007. Pengambilan Sumberdaya Hutan Berkhasiat Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana. Departemen KSH, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan. Hal: 63 Dudley, N. 1992. Forest in Trouble: A Review of the Status of Temperate Forests Worldwide. Worldwide Fund for Nature, Gland, Switzerland. Durning, A. 1992. Guardians of the Land: IndigenousPeoples and the Health of the Earth. Washington, D.C., Worldwatch Institute Paper 112. Edwards, Allen L. 1957. Techniques of Attitude Scale Construction. AppletonCentury-Crofts, Inc. New York. Hal 13-14; 53-61. Erasmus, C.J 1963. Minneapolis.
Man Takes Control.
University of Minnesota Press.
Etherington, J.R. 1975. Environment and Plant Ecology. Wiley Eastern Limited. New Delhi. Faqih, Ahmad. 2006. Sekilas tentang Motivasi Berprestasi. http://www.google.com/search hl motivasi. Foresta, H de, A. Kusworo, G.Michon dan WA. Djatmiko. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan: Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan Masyarakat. IRD. Bogor. Golar, 2006. Adaptasi Sosio-Kultural Komunitas Adat Toro dalam Mempertahankan Kelestarian Hutan. Dalam Soedjito, H. (Penyunting). 2006. Kearifan Tradisional dan Cagar Biosfer di Indonesia. Komite Nasional MAB Indonesia, LIPI. Jakarta. Hal : 42 Hadad, M., Taryono, Udin, SD., dan Rosita, SMD. 1993. Pemanfaatan Meniran dan Kedawung dalam Obat Tradisional di Jawa Barat. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. 2 No. 5. Hal 1-2. Hall, J.B., H.F. Tomlison, P.I. Oni, M. Buchy, and D.P. Aebischer. 1997. Parkia biglobosa. A Monograph. School of Agricultual and Forest Science, University of Wales, Banggor, U.K. Hanani, E. 1993. Isolasi dan Identifikasi Sterol dari Biji dan Kalus Parkia javanica. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. 2 No. 5. Hal 9-10 Hardjodarsono, H.M.S., R.I.S.Pramoedibyo, S.Sudibya, T. Siswosoenarko. 1986. Sejarah Kehutanan Indonesia I. Periode Pra sejarah – Tahun 1942. Departemen Kehutanan. Jakarta. Harris, D.R. and Hillman, G.C. (edited). 1989. Foraging and Farming. The Evolution of Plant Exploitation. One World Archaeology. Unwin Hyman. London. Iskandar, Sofyan. 2003. Interaksi Lutung (Trachypithecus auratus E. Geoffroy, 1812) dengan Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr) Ditinjau dari Perilaku Makannya di Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan.
163
Kasali, Rhenald. 2007. Re-Code Your Change DNA Membebaskan BelengguBelenggu untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Pembaharuan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004. Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta. Hal: 212. Kloppenburgh-Veerteegh. 1983. Petunjuk Lengkap Mengenai Tanaman-tanaman di Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisional. Jilid I. Bagian Botani. Yayasan Dana Sejahtera dan CD. RS. Bethesda Yokyakarta. Diterjemahkan oleh CD. R.S. Bethesda Yokyakarta. Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Gramedia. Jakarta. Hal : 137-142.
PT.
Konsiliwati, Peny Kristin. 1994. Kajian Ekologi Cabejawa (Piper retrofractum Vahl.) di Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Konsorsium FAHUTAN IPB – LATIN, 2001. The Indonesian Tropical Forest Medicinal Program. Final Report 1992-2001. Tidak dipublikasikan. Krech, D., R.S.Crutchfield and E.L.Ballachey. 1962. Individual In Society. A Textbook of Social Psychology. University of California, Berkeley.McGraw-Hill Book Company, Inc.New York. Hal: 20-21; 26; 349. Maslow, A.H. 1970. Motivation and Personality. Harper & Row Publisher, New York. McNeely, J.A. and J.W. Thorsell. 1991. Enhancing the Role of Protected Areas in Conserving Medicinal Plants, in : O. Akerele, V. Heywood and H. Synge (eds) Conservation of Medicinal Plants. Cambridge University Press. Cambridge. 213-228. McNeely, J.A. 1992. Ekonomi Keanekaragaman Hayati: Mengembangkan dan Memanfaatkan Perangsang Ekonomi untuk Melestarikan Sumberdaya Hayati. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Meffe, G. K. dan C.R. Carroll. 1994. Principles of Conservation Biology. Sinauer Associates, Inc. Publishers. Sunderland, Massachusetts. USA. Hal : 114117; 521-525. Mendes, Chico. 1994. (terjemahan). Berjuang Menyelamatkan Hutan, Sebuah kata Hati. WALHI dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Mirwan. 1995. Analisis Vegetasi dan Uji Fitokmia pada Blok AndongrejoJambean, Resort Guci Betiri, Taman Nasional Meru Betiri, Jember-Jawa Timur. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Skripi. Tidak dipublikasikan. Mujenah. 1993. Interaksi Masyarakat dengan Tumbuhan Obat di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Myers, N. 1989. Deforestation Rates in Tropical Forests and Their Climatic Implications. London, Friends of the Earth. 164
Nainggolan, R. 2007. Teladan dari Toro : Harmonis Bersama Alam. Harian Kompas, Selasa 1 Mei 2007, halaman 14. Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Nugroho, I. A. 1998. Studi Penyebaran 11 Spesies Tumbuhan Obat di Taman Nasional Meru Betiri dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 : Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Peraturan Menteri Kehutanan Nomaor: P.01/Menhut-II/2004 : Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau Sekitar Hutan dalam Rangka Social Forestry Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2004 Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Peraturan Pemerintah No. 68, 1998: Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Purwandari, S.S. 2001. Studi Serapan Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku pada Berbagai Industri Obat di Indonesia. Tesis Master Sains pada Program Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Quedraogo, Abdou-Salam. 1995. Parkia biglobosa (Leguminosae) en Afrique de l’Quest : Biosystematique et Amelioration. Institut for Forestry and Nature Research IBN-DLO. Wageningen, The Netherlands. Hal; 202-203. Rachman, Ali M.A. 1991. Social Integration and Energy Utilization. Dalam A. Terry Rambo and Kathleen Gillogly : Profiles in Cultural Evolution. Ann Arbor, University of Michigan. USA. Hal 311-331. ________________.1996. Traditional Information Capture and Environmental Knowledge. Dalam Mimbar Sosek. Journal of Agricultural and Resource Socio-Economics. Volume 9 No. 2, December 1996. Hal : 36-50 __________________. 1998. Pemberdayaan Masyarakat Kecil Memasuki Era Global: Suatu Reformasi Kerangka Pikir Konseptual Dalam Ekologi Manusia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ekologi Manusia. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. _________________. 2000. Masyarakat Kecil Dalam Era Global. Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia. Bangi. _________________. 2003. Membangun Moral dan Etika Kepemimpinan Nasional Guna Terjaminnya Pemerintahan yang Bersih Dalam Rangka Mendukung Stabilitas Sosial Budaya. Kertas Karya Perorangan Kursus Singkat Angkatan XI Lemhanas RI. Tidak Dipublikasikan. 165
Rahayu, S. 2005. SPSS Versi 12.00 Dalam Pemasaran. Alfabeta. Bandung. Reid, W.V. dan Miller, K.R. 1989. Keeping Options Alive: The Scientific Basis for Conserving Biodiversity. Washington, D.C., World Resources Institute. Rinekso, A. J. 2000. Model Penduga Produksi Biji Kedawung (Parkia roxburghii G. Don) di Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Riyanto, B. 2005. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Dalam Perlindungan Kawasan Pelestarian Alam. Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan. Bogor. Hal : 145 Rosenberg, M.J. and G.I. Hovland. 1960. Cognitive, Affective, and Behavioral Components of Attitudes. In M.J. Rosenberg et al., Attitude Organization and Change. New Haven, Conn. Yale University Press. London. Hal 1-14. Rosenberg, M.J. 1960. An Analysis of Affective-Cognitive Consistency. In M.J. Rosenberg et al., Attitude Organization and Change. New Haven, Conn. Yale University Press. London. Hal 15-20. Rubi, M. 2005. Pendanaan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin dalam Thabrany, H. (ed.) 2005. Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Kesehatan di Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta. Hal: 133. Salamah, Wahyu Kusbandi. 1994. Perbanyakan Tumbuhan Obat Cabejawa (Piper retrofractum Vahl.) dengan Menggunakan Stek Batang. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Sandra, E. dan S. Kemala. 1994. Tinjauan Permintaan Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia dalam Zuhud, E.A.M. dan Haryanto (Editor). 1994. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). Bogor. Sari, P.P. 2000. Potensi Antimikroba Ekstrak Biji, Daun, Kulit Akar dan Kulit Batang Kedawung (Parkia roxburghii G. Don) Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Makanan. Skripsi Sarjana. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Sardjono, M.A. 2004. Mosaik Sosiologis Kehutanan: Masyarakat Lokal, Politik dan Kelestarian Sumberdaya. Debut Press. Jokjakarta. Hal : 270 Sharp, I dan A. Compost. 1994. Green Indonesia, Tropical Forest Encounters. Oxford University Press. Kuala Lumpur. Hal : 175. Shohibuddin, M. 2003. Artikulasi Kearifan Tradisional Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Sebagai Proses Reproduksi Budaya (Studi Komunitas Toro di Pinggiran Kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah). Sekolah Pascasarjana. IPB. Thesis. Tidak diterbitkan. Siagian, S. P. 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya. PT Rineka Cipta. Jakarta.
166
Siegel, S. 1956. Nonparametric Statistics: For the Behavioral Sciences. McGrawHill. New York. Sihotang, P. 1996. Potensi Tumbuhan Obat di Daerah Penangan Hingga Kebon Segor, Bandealit, TN Meru Betiri. JKSH, Fahutan IPB. Skripsi. Tidak dipublikaskan. Simon, H. 1999. Prinsip dan Watak Pengelolaan Sumberdaya Hutan yang Lestari dan Berkelanjutan. Dalam Awang, S.A. (Ed.) 1999. Forest for People Berbasis Ekosistem. BIGRAFF Publishing, Yokyakarta. Soedjito, H dan E. Sukara. 2006. Mengilmiahkan Pengetahuan Tradisional: Sumber Ilmu Masa Depan Indonesia. Dalam Soedjito, H. (Penyunting). 2006. Kearifan Tradisional dan Cagar Biosfer di Indonesia. Komite Nasional MAB Indonesia, LIPI. Jakarta. Hal : 4 Soejono. 1993. Perilaku Tanaman Kedawung (Parkia javanica Lamk. Merr.) Koleksi Cabang Balai Kebun Raya Purwodadi. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia, Vol.2 No. 5 hal 5-6. Studiawan, H., W. Dyatmiko. 1993. Isolasi dan Identifikasi Sterol dari Ekstrak Heksana Biji Kedawung (Parkia javanica). Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. No. 5. Hal 11-13. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Penerbit Tarsito. Bandung. Sumarto dan S. Wahyuni. 1993. Pengaruh Perlakuan Terhadap Perkecambahan Kedawung. Di dalam Jurnal Media Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Surat Keputusan Menhut No. 6186/ Kpts.-II/ 2002 10 Juni 2002 : Organisasi dan Tatakerja Balai Taman Nasional. Triawan, Deddy. 1994. Kata Pengantar dalam Chico Mendes Berjuang Menyelamatkan Hutan, sebuah kata hati. WALHI dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Edisi Revisi. Penerbit Andi. Yokyakarta
167
Watt, K.E.F., 1973. Principles of Environmental Science. McGraw-Hill Book Co. New York. Wibowo, D. A. 2001. Etnobotani, Nilai Manfaat dan Karakteristik Masyarakat Pemanen Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Studi Kasus di Desa Klino, Kec. Ngambon, Kab. Bojonegoro dan Desa Klangon, Kec. Saradan, Kab. Madiun. Skripsi Sarjana Jurusan KSH, Fahutan IPB. Tidak dipublikasikan. Winara, A. 2001. Beberapa Aspek Ekologi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur. Skripsi Sarjana, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Wiriadinata, H. 1992. Parkia roxburghii G.Don dalam M.A. Rifai, Rugayah dan E.A. Widjaja (penyunting). Tiga Puluh Tumbuhan Obat Langka Indonesia. Sisipan Floribunda 2: 21-22, 17 Juli 1992. Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia- WWF. Bogor. World Resources Institute (WRI), 1992. World Resources 1992-93: A Guide to the Global Environment. Oxford University Press, New York. Yuliani, Sri., Ma’mun, Tritianingsih. 1993. Analisis Kadar Tanin Biji Kedawung (Parka javanica Merr.) dari Berbagai Lokasi Secara Spektrofotometri. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol. 2 No. 5. Hal 8-9 Yusuf, U.K. dan E.A.M. Zuhud. 2001. dalam Plants Resources of South-East Asia No 12(2): Medicinal and poisonous plants 2. Backhuys Publishers, Leiden. Zuhud, E.A.M. & Siswoyo. 1993. Penelitian Pendahuluan Budidaya Tumbuhan Obat Kedawung (Parkia roxburghii G. Don). Jurnal Media Konservasi Vol IV (2): 89-94. Zuhud, E.A.M., E. Hikmat, Siswoyo, E.Sandra dan H. Sumantri. 2001. Inventarisasi, Identifikasi dan Pemetaan Potensi Wanafarma, Propinsi Jawa Timur: Taman Nasional Bromo Tengger, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo. Kerjasama DITJEN RLPS DEPHUT dengan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Zuhud, E.A.M. 2003. Conservation of Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Based On Local People’s Participation in Meru Betiri National Park, East Java, Indonesia. Jurnal Media Konservasi Vol. VIII, No.3, Desember 2003: 131-134. Zuhud, E.A.M., L.B. Prasetyo, H. Dewi, H. Sumantri. 2003. Kajian Vegetasi dan Pola Penyebaran Tumbuhan Obat Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Lab. Konservasi Tumbuhan KSH-IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.
168
Lampiran 2. Nilai rata-rata, standar deviasi, modus dan median skor sikap pengelola No Pernyataan Stimulus Sikap terhadap Nilai Manfaat Ekonomi 1 Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang telah menghitam 2 Saat pohon Kedawung berbuah, banyak masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya. 3 Pohon Kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat. 4 Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu Rata-rata nilai skor untuk sikap nilai manfaat ekonomi
X 4,7 2,5 4,0 4,6 4
SD Mo Me 0,5 5 5 1,3 1 2 1,4 5 4 0,5 5 5
Sikap terhadap Nilai Manfaat Obat Biji kedawung suka dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung. Biji kedawung disimpan di rumah untuk obat. Biji Kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung. Pohon Kedawung merupakan tumbuhan obat yang banyak khasiatnya. Rata-rata nilai skor untuk sikap nilai manfaat obat
1,9 1,3 1,3 0,9 4,3 0,9 3,0 0 3
1 1 5 3
1 1 5 3
9 10 11 12 13
Sikap terhadap Nilai Fungsi Ekologis Pohon kedawung banyak tumbuh di lereng bukit yang terjal Pohon kedawung adalah pohon raksasa pelindung/pengayom tumbuhan lainnya di hutan. Pohon kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu. Pohon kedawung menggugurkan daunnya 1 atau 2 kali dalam setahun. Buah kedawung yang muda suka dimakan satwa budeng Rata-rata nilai skor untuk nilai fungsi ekologis
4,2 3,3 3,5 3,2 4,4 4
0,8 1,4 0,9 0,9 0,8
4 2 3 3 5
4 4 3 4 5
14 15 16 17
Sikap terhadap Kodisi Populasi dan Regenerasi Kedawung (nilai kelangkaan) Anakan kedawung sangat jarang dijumpai tumbuh menjadi besar di sekitar pohon induknya. Pohon kedawung remaja/muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam. Anakan kedawung hanya hidup dan tumbuh di tempat terbuka terkena sinar matahari. Pohon kedawung dewasa lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan alam Rata-rata nilai skor untuk kelangkaan
2,1 3,7 2,8 2,2 2
1,4 1,1 1,4 1,1
1 3 3 1
1 4 3 2
1,3 1,6 1,6
1 5 4
1 5 3
1,1 1,5 1,1 1,3
3 5 2 2
3 3 2 2
2 2
2 2
2 1 1
2 2 2
5 6 7 8
Aksi Konservasi 18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam. 1,6 19 Buah Kedawung yang tergantung di pinggir tajuk terluar tidak semuanya dipungut 3,9 21 Pohon kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam. 2,9 Biji kedawung direndam air panas 5 menit , dalam air biasa 1 malam, dan kemudian 23 disemaikan. 2,8 24 Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya. 3,2 25 Jarak tanam kedawung di lahan rehab sebaiknya diperlebar sekurangnya 30 m 2,8 26 Patroli dan larangan masyarakat masuk hutan, bukanlah kegiatan penting yang harus dilakuka 2,2 2 Rata-rata skor aksi konservasi
Kerelaan Berkorban untuk Konservasi Kedawung 2 Saat kedawung berbuah, banyak masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya 2 1,1 3 Pohon Kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat. 2,3 1,2 Jarak tanam pohon kedawung di lahan rehabilitasi sebaiknya diperlebar sekurangnya 30 25 meter 1,8 0,8 27 Kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia. 2,2 1,3 1,9 1,1 30 Permudaan kedawung di hutan alam tidak bisa diserahkan kepada alam saja. Rata-rata skor kerelaan berkorban untuk konservasi Keterangan X : nilai rata-rata; SD : standar deviasi; Mo : modus; Me : median Sikap, aksi dan kerelaan berkorban nyata apabila nilai > 3.9 Sangat suka: 5; Suka: 4; Tak tahu: 3; Kurang suka: 2; Tidak suka: 1
Lampiran 3. Analisis Kandungan Hasil Wawancara Mendalam Kepada 10 Responden No
Kelompok Pokok Kalimat
1 2
Ciri pohon Teknik panen
3
Manfaat obat
4
Topik/ Pokok Kalimat Setomi (1) besar, tinggi, lurus panjat, pasang pantek, galah
Rogayah (2) besar, tinggi, lurus panjat, pasang pantek, galah biji: perut kembung, sipilis, memperlancar buang air kecil.
Manfaat ekologi
biji untuk perut kembung, penghalus kulit, memperlancar nafas, menghangatkan tubuh, rebusan kulit kedawung untuk mengobati mencret mengayomi dan menaungi tumbuhan lain, cegah longsor
5
Manfaat ekonomi
sumber mata pencaharian
6
Gugur daun
7
Permudaan alami
3 kali pertahun, berkala, tak serentak, bulan Maret dan Oktober Sulit menemukan anakan Kedawung di hutan
8
Lutung/Budeng
9
Kualitas dan buah dan biji
10
Syarat tumbuh
11
Persebaran
12 13 14
Lokasi tumbuh Masa reproduksi-produksi Pengetahuan tradisional
15
mengayomi dan menaungi tumbuhan lain, cegah longsor sumber mata pencaharian dari penjualan buah dan madu setelah panen Sulit menemukan anakan Kedawung di hutan
Buah dekat cabang utama, teratur dan bergantian dalam 1 bonggol buah di ujung ranting lebih baik dan banyak dari pada buah yang dekat cabang utama
Buah dekat cabang utama, teratur dan bergantian dalam 1 bonggol buah yang tumbuh di tepi lebih banyak jumlahnya
daerah terbuka, terkena sinar matahari, tidak memiliki pesaing berjauhan, jarak sekitar 200 m, kecuali di Tumpak Dawung, jarak kedawung 30 m
perlu sinar matahari
bukit-bukit Agustus mulai panen pemuda dan kepraktisan dalam pemakaian
Sumber anakan
lereng, bukit, tempat kering Agustus panen anak muda lebih menyukai kepraktisan, sekarang pun hasil pengetahuan tradisonal hasil panen tercecer
16
Penurunan hasil panen
pohon tua, cabang dan ranting dipotong
pohon tua, cabang dan ranting dipotong, regenerasi tidak ada karena biji dimakan ulat, pohon tidak berbuah
17
Sifat tumbuh anakan
biji perlu sinar matahari, jauh dari pohon induk
18
Bunga-madu
tidak dapat tumbuh di bawah pohon induk, membutuhkan sinar matahari dan tanpa pesaing tidak tahu, tapi kalau benar bunga kedawung dimakan lebah madu, maka pohon kedawung sangat penting manusia.
kuantitas
pengobatan
jarak 300 m, tidak pernah melihat yang berdekatan
hasil panen tercecer
banyak menemukan lebah madu mengerubungi bunga kedawung
Lampiran 3 (lanjutan) Topik/ Pokok Kalimat
No
Kelompok Pokok Kalimat
1
Ciri pohon
Denni (3) bongggol banyak, besar, tinggi, lurus, berbanir
2
Teknik panen
panjat, pasang pantek, galah
3 4
Manfaat obat Manfaat ekologi
obat perut kembung cegah erosi, pelindung bagi tumbuhan lain
5
Manfaat ekonomi
dijual untuk tambahan pendapatan
6
Gugur daun
7
Permudaan alami
setelah panen (bulan 11 dan 12), bulan 2 daun sempurna, bulan 3 kembali rontok, bulan 4 kembali tumbuh hingga bulan 5 muncul bunga, bulan 6 dan 7 mulai buah muda, bulan 8 dan 9 buah menua, bulan 10 panen terakhir. Anakan Kedawung sangat jarang
8
Lutung/Budeng.
9 10 11
Kualitas dan buah dan biji Syarat tumbuh Persebaran
12
Lokasi tumbuh
13
Masa reproduksi-produksi
14
Pengetahuan tradisional
15
Sumber anakan
sisa pangkasan dan ceceran panen
16 17
Penurunan hasil panen Sifat tumbuh anakan
18
Bunga-madu
pohon tua, cabang dan ranting dipotong ada yang tumbuh di bawah pohon induk, tetapi tidak dapat menjadi besar ukurannya banyak menemukan lebah madu mengerubungi bunga kedawung
kuantitas
Parno (4) tinggi, batang putih, kulit batang kayu tipis, tak banyak lendir sehingga tahan kering, berbanir, daun tak rapat, bebas cabang tinggi panjat, pasang pantek, galah biji untuk perut kembung mengayomi dan menaungi tumbuhan lain, cegah longsor sumber mata pencaharian 2 kali pertahun, daun rontok, kemudian muncul daun, setelah panen rontok
-
Buah dekat cabang utama, teratur dan bergantian dalam 1 bonggol buah yang di tengah lebih banyak, kerisnya panjangpanjang, ukuran biji sama
buah di ujung dan pinggir tajuk berkualitas baik, biji besar, walau bonggol dan jumlah keris lebih sedikit
jarak berjauhan (0,5-1 km), dalam 1 ha terdapat 1 pohon
tidak berkelompok
terjal, miring, di atas bukit, tempat kering
dapat hidup di tanah gersang, tak subur, dan kekurangan air bulan 5 bunga, bulan 6 buah muda, bulan 8 dan 9 buah masak, tua, penyerbukan dengan bantuan lebah pemuda perlu penyuluhan, generasi muda menyukai kepraktisan buah susulan, buah rusak dengan biji masih utuh, tercecer pohon sudah tua tidak ada yang tumbuh di bawah pohon induk lebah mengambil sari bunga tanpa mengganggu kedawung, meningkatkan produksi madu
Lampiran 3. (lanjutan) Topik/ Pokok Kalimat
No
Kelompok Pokok Kalimat
1
Ciri pohon
berbanir
2
Teknik panen
panjat, pasang pantek, galah
3 4
Manfaat obat Manfaat ekologi
5
Manfaat ekonomi
obat kembung, peluruh kentut cegah longsor dan erosi, pelindung dan pengayom tumbuhan lain mata pencaharian
6
Gugur daun
7.
Permudaan alami
2 kali pertahun, daun rontok, kemudian muncul daun, setelah panen rontok Jarang melihat anakan kedawung di hutan
8
Lutung
bisa makan dari ujung ranting
9 10
Kualitas dan buah dan biji Syarat tumbuh
11
Persebaran
12
Lokasi tumbuh
13
Masa reproduksi-produksi
mulai berbunga bulan 4 hingga 5
Tidak memperhatikan
14
Pengetahuan tradisional
pemuda dan kepraktisan dalam pemakaian
15
Sumber anakan
hasil panen tercecer
16
Penurunan hasil panen
tidak tahu
17
Sifat tumbuh anakan
tidak ada yang tumbuh di bawah pohon induk
Hasil obrolan, pewarisan informasi akan terus ada jika kedawung ada. Melibatkan anak-anak saat kehutan. Buah tua, baik bagian tengah maupun tepi (ujung ranting). Biji alami dari hutan lebih baik masyarakat menghabiskan buah yang sudah tua agar tidak kembali ke pohon semula Ada dibawah pohon induk, mudah hidup, ditemukan pula berjauhan
18
Bunga-madu
lebah mengambil sari bunga, meningkatkan produksi madu, panen meningkat
kuantitas
Rawi (5)
buah di bagian tengah lebih bagus, jumlah bonggol dan keris lebih banyak perlu sinar matahari, tempat terbuka
Widi (6) Raksasa, lurus, tinggi, akarserabut, tak berbanir papan, cabang dan ranting melebar, bebas cabang hingga 8 m, tajuk tak rimbun Panjat pohon, galah, pangkas cabang, ranting, mengambil kedawung tua, panen habis obat sakit perut, kembung, nyeri: belum memanfaatkan Menaungi dan mengayomi tumbuhan lain Dapat dikadikan mata pencaharian dari penjualan buah kedawung dan madu Belum melihat gugur daun saat kemarau dan buah menghitam Jarang menjumpai pohon Kedawung yang mua Kedawung muda, tak pernah jatuh, membantu penyebaran bagian yang dekat maupun yang jauh dari batang utama sama kualitas dan kuantitasnya mudah tumbuh dimana saja
tersebar jauh, tunggal Dataran rendah hingga tinggi, daerah datar-miring, daerah puncak dan terjal jarang
kemungkinan lebah menghisap madu
Lampiran 3. (lanjutan) No
Kelompok Pokok Kalimat
1
Ciri pohon
2
Teknik panen
Topik/ Pokok Kalimat Gunadi (7) Raksasa, lurus, tinggi, tajuk bercabang, beranting, berbuah, akar mengarah ke dalam dan samping, banir mencapai 2 m Memanjat dengan patok, pangkas, gantrol
3 4 5
Manfaat obat Manfaat ekologi Manfaat ekonomi
6
Gugur daun
7
Permudaan alami
8
Lutung
9
Kualitas dan buah dan biji Syarat tumbuh
10
Obat kembung (pernah mencoba) cegah erosi dan menaungi tumbuhan lain Dapat dikadikan mata pencaharian dari penjualan buah kedawung dan madu Saat hujan dan kemarau, daun tua, sebagian Sulit menjumpai anakan tingkat pancang maupun tiang Buah muda, pupus daun capai tajuk terluar, tak jatuh
Jamil (8) Banir besar, kecuali di tempat datar, cabang lebar, ranting lebar, daun majemuk Mengambil kedawung tua, panjat pohon, galah, pangkas cabang, ranting, terkadang menebang dan memangkas. obat sakit perut, pencahar Cegah erosi, tak semua sebagai pelindung, mata pencaharian Mulai akhir Juni Pernah melihat biji berkecambah di bawah pohon induk, tetapi tidak bisa hidup menjadi individu pohon Mengambil buah muda, tak semua dimakan, menu makanan tambahan, saat tertentu
kuantitas
11
Persebaran
12
Lokasi tumbuh
13
Masa reproduksi-produksi
14
Pengetahuan tradisional
15
Sumber anakan
16
Penurunan hasil panen
17
Sifat tumbuh anakan
18
Bunga-madu
dapat tumbuh dimana saja, kecuali dekat dengan laut
terkena sinar matahari
berjauhan, ada pula yang ditemukan di bawah pohon induk
terdapat blok kedawung
Rendah hingga tinggi, datar sampai miring, kecuali dekat laut Berbuah Agustus-September Belum tentu terwariskan karena generasi muda tidak turut ke hutan Buah bagus, bulat lonjong, tua. Penyemaian dari buah berusia 1 bulan, diambil dari hutan. selain buah yang diambil, bagian temapt tumbuh buah juga dimakan oleh lutung Menemukan di bawah pohon karena buah tua dan rontok, jarak berjauhan Tidak ada madu yang dihasilkan dari bunga kedawung
Tempat terjal, lereng, dekat sungai, beberapa di tempat relatif datar April (bulan 4) berbunga, Juni (bulan 6) berbuah, kedawung jeda berbuah pada tempat relatif datar Manfaat jarang diketahui, generasi muda tak mau tahu, informasi dari generasi tua tidak ada Sisa buah, ceceran panen, kedawung yang sulit dijangkau Regenerasi semakin berkurang. Anakan yang diharapkan menjadi tumbuhan induk tidak dapat hidup karena ternaungi dan tertimpa sesuatu. Sisa buah, perlu sinar matahari, disukai Macaca, regenerasi di alam baik, di bawah pohon induk tidak ada madu bagi lebah pada akhir musim hujan
Lampiran 3. (lanjutan) No
Kelompok Pokok Kalimat
1
Ciri pohon
2
Teknik panen
3 4
Manfaat obat Manfaat ekologi
5
Manfaat ekonomi
Topik/ Pokok Kalimat Suhartono (9) pohon raksasa, lurus, tinggi, tajuk bercabang, beranting, berbuah Panjat pohon dengan patok, galah, potong cabang, 2 pekerja: pemanjat dan pengumpul buah obat sakit perut dan gangguan pencernaan, Cegah longsor, erosi tergantung akar, menaungi tumbuhan lain, tetapi dapat bersaing, sumber mata pencaharian bagi petani
Budi (10) Raksasa, lurus, tinggi, tajuk bercabang, beranting, berbuah, akar tunggang dan akar serabut, banir kecil Memanjat dengan patok, pemanenan bertahap obat masuk angin Melindungi tanah dari longsor dan erosi, mengayomi dan menaungi tumbuhan lain buah kedawung dapat dijual oleh masyarakat
6
Gugur daun
Bulan berbuah, gugur bergantian, tak seluruh bagian
Musim kemarau, gugur seluruh daun
7
Permudaan alami
Pernah menjumpai anakan
-
8
Lutung
mencari kedawung muda di cabang utama hingga tajuk terluar, tak pernah jatuh, berkelompok, membantu penyebaran
Memakan bagian tengah, jika kehabisan makanan menuju ujung ranting, tak jatuh, bulan Agustus
9 10
Kualitas dan buah dan biji Syarat tumbuh
11
kuantitas memerlukan sinar matahari
kualitas dan kuantitas sama, baik di ujung dan dekat batang utama mudah tumbuh
Persebaran
jarak berjauhan, 10-25 meter
jarak tumbuh berjauhan
12
Lokasi tumbuh
13
Masa reproduksi-produksi
Kisaran luas, datar atau miring, dataran rendah dan tinggi, banyak di tempat terjal, tebing Berbuah bulan 9, berbunga hingga berbuah bulan 7 - 9
Rendah hingga tinggi, datar sampai miring, kecuali dekat laut Berbunga bulan 7, berbuah bulan 9
14
Pengetahuan tradisional
Generasi muda mengenal ciri-ciri kedawung, tidak untuk mengetahui khasiatnya
15
Sumber anakan
Masyarakat yang memanfaatkan terbatas, masih kurang tertarik, informasi tidak terputus, masih berinteraksi, komunikasi masyarakat buah tua, penyebaran oleh bantuan satwa
16
Penurunan hasil panen
17
Sifat tumbuh anakan
Dibawah induk tidak ada, jarak jauh dan buah tua
18
Bunga - madu
Menemukan di bawah pohon karena buah tua dan rontok. Tumbuh tidak baik akibat terinjak. kemungkinan menghasilkan sari bagi lebah
lebah tak dapat madu karena bunga berguguran
Buah tua. Penyemaian dengan merendam biji
Lampiran 3. (lanjutan) No
Kelompok Pokok Kalimat
1 2
Ciri pohon Teknik panen
3 4
Manfaat obat Manfaat ekologi
5 6
Manfaat ekonomi Gugur daun
7 8
Permudaan alami Lutung
9 10 11
Kualitas dan kuantitas buah dan biji Syarat tumbuh Persebaran biji
12 13 14
Lokasi tumbuh Masa reproduksi Pengetahuan tradisional
15
Sumber benih
16
Penurunan hasil panen
17
Sifat tumbuh anakan
18
Bunga-madu
Sintesis (11) Raksasa, lurus, tinggi, tajuk bercabang, beranting, berbuah, punya akar banir Teknik pengambilan buah kedawung yang umum dilakukan masyarakat dengan cara memanjat pohon sambil memasang pantek, memotong tangkai buah menggunakan galah. Ada pula yang memangkas bagian cabang bahkan hingga menebangnya. Umumnya buah dipanen semua tanpa disisakan dengan sengaja Merupakan pohon sumber waras, bijinya bermanfaat untuk obat sakit perut kembung mengayomi dan menaungi tumbuhan jenis lain, mencegah longsor, mencegah erosi, menyuburkan tanah, bahan makanan satwa lutung Menjadi sumber tambahan mata pencaharian masyarakat Daun gugur 2 kali setahun, setelah buah tua daun rontok, kemudian muncul daun pada musim hujan, kemudian daun rontok lagi kemudian tumbuh yang dilanjutkan dengan munculnya bunga. Gugur daun tidak serempak semua pohon. Daun gugur setelah panen (bulan 11 dan 12), bulan 2 daun tumbuh sempurna, bulan 3 kembali rontok, bulan 4 kembali tumbuh hingga bulan 5 muncul bunga, bulan 6 dan 7 mulai buah muda, bulan 8 dan 9 buah menua, bulan 10 panen terakhir.
Anakan Kedawung tingkat tiang maupun pancang sangat jarang ditemukan di hutan Lutung memakan buah Kedawung yang muda, tetapi tidak menghabiskannya. Masyarakat merasa bersaing dengan satwa (lutung) dalam pengambilan buah kedawung Kualitas buah dan biji yang baik di ujung dan pinggir tajuk, walau bonggol dan jumlah keris lebih sedikit Kedawung merupakan tumbuhan yang mudah tumbuh asal kena sinar matahari langsung Kedawung merupakan tumbuhan yang bersifat soliter Pada umumnya kedawung tumbuh berjauhan antara satu dengan yang lainnya. Masyarakat secara tidak sadar melakukan penyebaran biji saat memikul buah ada yang jatuh dalam perjalanan mereka pulang. Satwa belum diketahui ikut berperan dalam penyebaran biji. Datar sampai miring, dataran rendah dan agak dekat ke pantai, banyak di bagian barat kawasan taman nasional. Bulan 4-5 muncul bunga, bulan 6 dan 7 mulai buah muda, bulan 8 dan 9 buah menua, bulan 10 panen terakhir. Pengetahuan tradisional masyarakat tentang Kedawung hanya tentang manfaat biji kedawung untuk obat sakit perut, pengetahuan lainnya sangat kurang Buah tua menjadi sumber benih yang baik. Kegiatan rehabilitasi memerlukan pengetahuan mengenai persemaian untuk mendapatkan benih dan bibit yang baik. Masyarakat memanen semua buah kedawung, tidak jarang melakukan pemotongan cabang, sehingga dapat mengurangi lebar dan tinggi tajuk yang berdampak kepada penurunan produksi buah pada musim tahun berikutnya Anakan Kedawung jarang dijumpai di hutan alam. Juga sangat jarang ditemukan anakan yang tumbuh di bawah pohon kedawung. Anakan yang ada di bawah kedawung tidak dapat tumbuh menjadi besar. Anakan terpisah dari pohon induknya. Di bawah dan sekitar pohon induknya Kedawung tidak bisa hidup tumbuh menjadi individu yang dewasa. Hal ini dikarenakan anakan kedawung merupakan tumbuhan yang tidak membutuhkan naungan. Masyarakat mengetahui bahwa lebah menyukai sari bunga kedawung dan hal ini akan sangat bermanfaat dan menambah penghasilannya dengan memanen dan menjual madu
Lampiran 4. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap masyarakat berdasarkan kelas umur dengan menggunakan SPSS Descriptives
N Sikap Manfaat Ekonomi <= 40 tahun > 40 tahun Total Sikap Manfaat Obat <= 40 tahun > 40 tahun Total Sikap Manfaat Ekologis <= 40 tahun > 40 tahun Total Sikap terhadap <= 40 tahun Konservasi Kedawung > 40 tahun Total Aksi Konservasi <= 40 tahun Kedawung > 40 tahun Total Kerelaan Berkorban <= 40 tahun > 40 tahun Total
37 43 80 37 43 80 37 43 80 37 43 80 37 43 80 37 43 80
Mean 15,62 15,40 15,50 7,92 9,70 8,88 19,30 19,09 19,19 14,89 16,19 15,59 27,16 31,79 29,65 11,65 13,47 12,63
Std. Deviation ,794 ,979 ,900 4,329 2,924 3,726 2,039 2,438 2,251 3,213 3,275 3,291 6,189 4,263 5,702 2,263 3,411 3,058
Std. Error ,131 ,149 ,101 ,712 ,446 ,417 ,335 ,372 ,252 ,528 ,499 ,368 1,017 ,650 ,637 ,372 ,520 ,342
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 15,36 15,89 15,09 15,70 15,30 15,70 6,48 9,36 8,80 10,60 8,05 9,70 18,62 19,98 18,34 19,84 18,69 19,69 13,82 15,96 15,18 17,19 14,86 16,32 25,10 29,23 30,48 33,10 28,38 30,92 10,89 12,40 12,42 14,51 11,94 13,31
Minimum 14 13 13 0 1 0 14 13 13 9 10 9 14 25 14 8 6 6
Maximum 16 16 16 16 15 16 27 23 27 21 24 24 42 40 42 17 22 22
ANOVA
Sikap Manfaat Ekonomi
Sikap Manfaat Obat
Sikap Manfaat Ekologis
Sikap terhadap Konservasi Kedawung Aksi Konservasi Kedawung Kerelaan Berkorban
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1,018 62,982 64,000 62,923 1033,827 1096,750 ,830 399,358 400,188 33,308 822,079 855,388 426,057 2142,143 2568,200 65,620 673,130 738,750
df 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79
Mean Square 1,018 ,807
F 1,261
Sig. ,265
62,923 13,254
4,747
,032
,830 5,120
,162
,688
33,308 10,539
3,160
,079
426,057 27,463
15,514
,000
65,620 8,630
7,604
,007
177
Lampiran 5. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap masyarakat berdasarkan etnis dengan menggunakan SPSS Descriptives
N Sikap Manfaat Ekonomi
Sikap Manfaat Obat
Sikap Manfaat Ekologis
Sikap terhadap Konservasi Kedawung Aksi Konservasi Kedawung Kerelaan Berkorban
Madura Jawa Total Madura Jawa Total Madura Jawa Total Madura Jawa Total Madura Jawa Total Madura Jawa Total
58 22 80 58 22 80 58 22 80 58 22 80 58 22 80 58 22 80
Mean 15,55 15,36 15,50 8,57 9,68 8,88 19,29 18,91 19,19 15,50 15,82 15,59 29,64 29,68 29,65 12,84 12,05 12,63
Std. Deviation ,882 ,953 ,900 3,666 3,847 3,726 2,176 2,467 2,251 3,219 3,541 3,291 5,603 6,090 5,702 3,042 3,093 3,058
Std. Error ,116 ,203 ,101 ,481 ,820 ,417 ,286 ,526 ,252 ,423 ,755 ,368 ,736 1,298 ,637 ,399 ,660 ,342
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 15,32 15,78 14,94 15,79 15,30 15,70 7,60 9,53 7,98 11,39 8,05 9,70 18,72 19,87 17,82 20,00 18,69 19,69 14,65 16,35 14,25 17,39 14,86 16,32 28,16 31,11 26,98 32,38 28,38 30,92 12,04 13,64 10,67 13,42 11,94 13,31
Minimum 13 14 13 0 0 0 14 13 13 9 10 9 14 22 14 8 6 6
Maximum 16 16 16 16 15 16 27 23 27 24 22 24 42 40 42 22 18 22
ANOVA
Sikap Manfaat Ekonomi Between Groups Within Groups Total Sikap Manfaat Obat Between Groups Within Groups Total Sikap Manfaat Ekologis Between Groups Within Groups Total Sikap terhadap Between Groups Konservasi Kedawung Within Groups Total Aksi Konservasi Between Groups Kedawung Within Groups Total Kerelaan Berkorban Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,564 63,436 64,000 19,753 1076,997 1096,750 2,352 397,835 400,188 1,615 853,773 855,388 ,031 2568,169 2568,200 10,192 728,558 738,750
df 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79
Mean Square ,564 ,813
F ,694
Sig. ,407
19,753 13,808
1,431
,235
2,352 5,100
,461
,499
1,615 10,946
,148
,702
,031 32,925
,001
,976
10,192 9,340
1,091
,299
178
Lampiran 6. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan dengan menggunakan SPSS Descriptives
N Sikap Manfaat Ekonomi
Sikap Manfaat Obat
Sikap Manfaat Ekologis
Sikap terhadap Konservasi Kedawung
Aksi Konservasi Kedawung
Kerelaan Berkorban
Std. Deviation ,948 1,056 ,806 ,900 3,510 3,615 3,974 3,726 2,455 1,724 2,145 2,251 2,904 3,942 3,317
Std. Error ,176 ,273 ,134 ,101 ,652 ,933 ,662 ,417 ,456 ,445 ,357 ,252 ,539 1,018 ,553
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 15,09 15,81 14,82 15,98 15,31 15,86 15,30 15,70 8,08 10,75 6,93 10,94 7,07 9,76 8,05 9,70 18,86 20,73 18,65 20,55 17,80 19,25 18,69 19,69 14,58 16,79 14,22 18,58 14,04 16,29
Tidak sekolah Tidak tamat SD SD Total Tidak sekolah Tidak tamat SD SD Total Tidak sekolah Tidak tamat SD SD Total Tidak sekolah Tidak tamat SD SD Total
29 15 36 80 29 15 36 80 29 15 36 80 29 15 36
Mean 15,45 15,40 15,58 15,50 9,41 8,93 8,42 8,88 19,79 19,60 18,53 19,19 15,69 16,40 15,17
80
15,59
3,291
,368
14,86
Tidak sekolah Tidak tamat SD SD Total Tidak sekolah Tidak tamat SD SD Total
29 15 36 80 29 15 36 80
30,41 31,53 28,25 29,65 13,03 13,13 12,08 12,63
4,468 5,055 6,570 5,702 3,201 3,335 2,812 3,058
,830 1,305 1,095 ,637 ,594 ,861 ,469 ,342
28,71 28,73 26,03 28,38 11,82 11,29 11,13 11,94
Minimum 13 13 14 13 0 1 0 0 14 16 13 13 11 10 9
Maximum 16 16 16 16 16 15 15 16 27 22 21 27 24 22 21
16,32
9
24
32,11 34,33 30,47 30,92 14,25 14,98 13,03 13,31
20 25 14 14 8 8 6 6
40 39 42 42 22 18 17 22
ANOVA
Sikap Manfaat Ekonomi
Sikap Manfaat Obat
Sikap Manfaat Ekologis
Sikap terhadap Konservasi Kedawung Aksi Konservasi Kedawung Kerelaan Berkorban
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,478 63,522 64,000 16,032 1080,718 1096,750 28,857 371,331 400,188 16,581 838,807 855,388 140,682 2427,518 2568,200 19,301 719,449 738,750
df 2 77 79 2 77 79 2 77 79 2 77 79 2 77 79 2 77 79
Mean Square ,239 ,825
F ,289
Sig. ,749
8,016 14,035
,571
,567
14,428 4,822
2,992
,056
8,290 10,894
,761
,471
70,341 31,526
2,231
,114
9,651 9,343
1,033
,361
179
Lampiran 7. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap masyarakat berdasarkan umur mulai mengenal kedawung dengan menggunakan SPSS Descriptives
N Sikap Manfaat EkonomSejak masuk hutan Sejak kecil Total Sikap Manfaat Obat Sejak masuk hutan Sejak kecil Total Sikap Manfaat Ekologi Sejak masuk hutan Sejak kecil Total Sikap terhadap Sejak masuk hutan Konservasi Kedawung Sejak kecil Total Aksi Konservasi Sejak masuk hutan Kedawung Sejak kecil Total Kerelaan Berkorban Sejak masuk hutan Sejak kecil Total
37 43 80 37 43 80 37 43 80 37 43 80 37 43 80 37 43 80
Mean Std. Deviation Std. Error 15,43 ,987 ,162 15,56 ,825 ,126 15,50 ,900 ,101 8,73 3,863 ,635 9,00 3,645 ,556 8,88 3,726 ,417 18,57 2,467 ,406 19,72 1,919 ,293 19,19 2,251 ,252 15,81 3,161 ,520 15,40 3,424 ,522 15,59 3,291 ,368 28,41 5,766 ,948 30,72 5,487 ,837 29,65 5,702 ,637 12,14 3,011 ,495 13,05 3,070 ,468 12,63 3,058 ,342
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum 15,10 15,76 13 16 15,30 15,81 14 16 15,30 15,70 13 16 7,44 10,02 0 15 7,88 10,12 0 16 8,05 9,70 0 16 17,75 19,39 13 23 19,13 20,31 15 27 18,69 19,69 13 27 14,76 16,86 10 21 14,34 16,45 9 24 14,86 16,32 9 24 26,48 30,33 14 38 29,03 32,41 20 42 28,38 30,92 14 42 11,13 13,14 6 18 12,10 13,99 8 22 11,94 13,31 6 22
ANOVA
Sikap Manfaat Ekonomi Between Groups Within Groups Total Sikap Manfaat Obat Between Groups Within Groups Total Sikap Manfaat Ekologis Between Groups Within Groups Total Sikap terhadap Between Groups Konservasi Kedawung Within Groups Total Aksi Konservasi Between Groups Kedawung Within Groups Total Kerelaan Berkorban Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,314 63,686 64,000 1,453 1095,297 1096,750 26,455 373,732 400,188 3,433 851,955 855,388 106,630 2461,570 2568,200 16,519 722,231 738,750
df 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79
Mean Square ,314 ,816
F ,385
Sig. ,537
1,453 14,042
,103
,749
26,455 4,791
5,521
,021
3,433 10,922
,314
,577
106,630 31,559
3,379
,070
16,519 9,259
1,784
,186
180
Lampiran 8. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap masyarakat berdasarkan anak dari pemanen kedawung dengan menggunakan SPSS Descriptives
N Sikap Manfaat Ekonom Bukan pemanen Kedawung Pemanen Kedawung Total Sikap Manfaat Obat Bukan pemanen Kedawung Pemanen Kedawung Total Sikap Manfaat Ekologis Bukan pemanen Kedawung Pemanen Kedawung Total Sikap terhadap Bukan pemanen Konservasi Kedawung Kedawung Pemanen Kedawung Total Aksi Konservasi Bukan pemanen Kedawung Kedawung Pemanen Kedawung Total Kerelaan Berkorban Bukan pemanen Kedawung Pemanen Kedawung Total
Mean
95% Confidence Interval for Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum
Maximum
54
15,56
,816
,111
15,33
15,78
14
16
26 80
15,38 15,50
1,061 ,900
,208 ,101
14,96 15,30
15,81 15,70
13 13
16 16
54
8,91
3,687
,502
7,90
9,91
0
15
26 80
8,81 8,88
3,878 3,726
,761 ,417
7,24 8,05
10,37 9,70
0 0
16 16
54
19,28
2,078
,283
18,71
19,84
13
23
26 80
19,00 19,19
2,608 2,251
,511 ,252
17,95 18,69
20,05 19,69
14 13
27 27
54
15,74
3,366
,458
14,82
16,66
10
24
26 80
15,27 15,59
3,169 3,291
,622 ,368
13,99 14,86
16,55 16,32
9 9
21 24
54
30,57
5,364
,730
29,11
32,04
22
42
26 80
27,73 29,65
6,004 5,702
1,177 ,637
25,31 28,38
30,16 30,92
14 14
40 42
54
12,80
3,123
,425
11,94
13,65
6
22
26 80
12,27 12,63
2,947 3,058
,578 ,342
11,08 11,94
13,46 13,31
8 6
18 22
ANOVA
Sikap Manfaat Ekonomi Between Groups Within Groups Total Sikap Manfaat Obat Between Groups Within Groups Total Sikap Manfaat Ekologis Between Groups Within Groups Total Sikap terhadap Between Groups Konservasi Kedawung Within Groups Total Aksi Konservasi Between Groups Kedawung Within Groups Total Kerelaan Berkorban Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,513 63,487 64,000 ,175 1096,575 1096,750 1,354 398,833 400,188 3,902 851,486 855,388 141,881 2426,319 2568,200 4,875 733,875 738,750
df 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79
Mean Square ,513 ,814
F ,630
Sig. ,430
,175 14,059
,012
,912
1,354 5,113
,265
,608
3,902 10,916
,357
,552
141,881 31,107
4,561
,036
4,875 9,409
,518
,474
181
Lampiran 9. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap masyarakat berdasarkan lama pengalaman dengan menggunakan SPSS Descriptives
N Sikap Manfaat Ekonomi <= 10 tahun > 10 tahun Total Sikap Manfaat Obat <= 10 tahun > 10 tahun Total Sikap Manfaat Ekologis <= 10 tahun > 10 tahun Total Sikap terhadap <= 10 tahun Konservasi Kedawung > 10 tahun Total Aksi Konservasi <= 10 tahun Kedawung > 10 tahun Total Kerelaan Berkorban <= 10 tahun > 10 tahun Total
26 54 80 26 54 80 26 54 80 26 54 80 26 54 80 26 54 80
Mean 15,46 15,52 15,50 7,73 9,43 8,88 19,27 19,15 19,19 14,62 16,06 15,59 27,31 30,78 29,65 12,46 12,70 12,63
Std. Deviation ,948 ,885 ,900 3,955 3,516 3,726 2,616 2,078 2,251 3,324 3,200 3,291 5,152 5,652 5,702 2,746 3,219 3,058
Std. Error ,186 ,120 ,101 ,776 ,478 ,417 ,513 ,283 ,252 ,652 ,436 ,368 1,010 ,769 ,637 ,538 ,438 ,342
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 15,08 15,84 15,28 15,76 15,30 15,70 6,13 9,33 8,47 10,39 8,05 9,70 18,21 20,33 18,58 19,72 18,69 19,69 13,27 15,96 15,18 16,93 14,86 16,32 25,23 29,39 29,23 32,32 28,38 30,92 11,35 13,57 11,83 13,58 11,94 13,31
Minimum 13 13 13 0 0 0 14 13 13 10 9 9 14 20 14 9 6 6
Maximum 16 16 16 12 16 16 27 23 27 21 24 24 34 42 42 18 22 22
ANOVA
Sikap Manfaat Ekonomi Between Groups Within Groups Total Sikap Manfaat Obat Between Groups Within Groups Total Sikap Manfaat Ekologis Between Groups Within Groups Total Sikap terhadap Between Groups Konservasi Kedawung Within Groups Total Aksi Konservasi Between Groups Kedawung Within Groups Total Kerelaan Berkorban Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,057 63,943 64,000 50,431 1046,319 1096,750 ,257 399,930 400,188 36,400 818,987 855,388 211,328 2356,872 2568,200 1,029 737,721 738,750
df 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79 1 78 79
Mean Square ,057 ,820
F ,070
Sig. ,793
50,431 13,414
3,759
,056
,257 5,127
,050
,823
36,400 10,500
3,467
,066
211,328 30,216
6,994
,010
1,029 9,458
,109
,742
182
Lampiran 10. Korelasi antara sikap konservasi masyarakat dengan umur dan lama pengalaman memanen kedawung berdasarkan Uji Pearson Correlation Correlations
Sikap terhadap Sikap Manfaat Sikap Manfaat Sikap ManfaatKonservasi Ekonomi Obat Ekologis Kedawung Sikap Manfaat Eko Pearson Correlat 1 -,072 -,053 -,028 Sig. (2-tailed) ,527 ,640 ,807 N 80 80 80 80 Sikap Manfaat Oba Pearson Correlat -,072 1 ,012 -,116 Sig. (2-tailed) ,527 ,917 ,307 N 80 80 80 80 Sikap Manfaat Eko Pearson Correlat -,053 ,012 1 -,041 Sig. (2-tailed) ,640 ,917 ,720 N 80 80 80 80 Sikap terhadap Pearson Correlat -,028 -,116 -,041 1 Konservasi Kedawu Sig. (2-tailed) ,807 ,307 ,720 N 80 80 80 80 Aksi Konservasi Pearson Correlat ,017 ,478** ,156 ,104 Kedawung Sig. (2-tailed) ,879 ,000 ,167 ,361 N 80 80 80 80 Kerelaan BerkorbanPearson Correlat -,055 ,140 ,187 ,198 Sig. (2-tailed) ,627 ,215 ,097 ,078 N 80 80 80 80 Umur (tahun) Pearson Correlat -,045 ,203 ,124 ,168 Sig. (2-tailed) ,693 ,070 ,272 ,137 N 80 80 80 80 Rata-rata lama di Pearson Correlat -,080 ,143 ,109 -,103 dalam hutan setiap Sig. (2-tailed) ,480 ,205 ,336 ,361 memanen buah N 80 80 80 80 kedawung (hari) Lama pengalaman Pearson Correlat ,046 ,181 ,038 ,162 memanen KedawunSig. (2-tailed) ,688 ,108 ,739 ,150 (tahun) N 80 80 80 80
Rata-rata lama di dalam hutan Lama setiap kali memanen pengalaman Aksi memanen buah Konservasi Kerelaan kedawung Kedawung Kedawung BerkorbanUmur (tahun) (hari) (tahun) ,017 -,055 -,045 -,080 ,046 ,879 ,627 ,693 ,480 ,688 80 80 80 80 80 ,478** ,140 ,203 ,143 ,181 ,000 ,215 ,070 ,205 ,108 80 80 80 80 80 ,156 ,187 ,124 ,109 ,038 ,167 ,097 ,272 ,336 ,739 80 80 80 80 80 ,104 ,198 ,168 -,103 ,162 ,361 ,078 ,137 ,361 ,150 80 80 80 80 80 1 ,504** ,416** ,191 ,328** ,000 ,000 ,090 ,003 80 80 80 80 80 ,504** 1 ,365** ,090 ,251* ,000 ,001 ,429 ,025 80 80 80 80 80 ,416** ,365** 1 ,270* ,791** ,000 ,001 ,015 ,000 80 80 80 80 80 ,191 ,090 ,270* 1 ,229* ,090 ,429 ,015 ,041 80 80 80 80 80 ,328** ,251* ,791** ,229* 1 ,003 ,025 ,000 ,041 80 80 80 80 80
**.Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *.Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
183
Lampiran 11. Spesies pohon yang hidup berdekatan dengan pohon kedawung No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
*)
Nama Daerah Rao Apak Segawe Kalak Seurut Teloran Timo Pancal Kidang Sentul Gundang Putat Beringin Meniran Mangar Jerukan Sapen Kenanga Katesan Kedawu Langsepan Bendo Pawan Ampelas Cangkring Waru Nyampu Winong Nangka Jiret Kalak Putih Kupen Jati Awang Besulih Penggung Lu Beringin Putih Bayur Budengan Kloncing Ketangi Tutup Ceremai Glintungan Kalten Garu Pancal Gunung Jiprah Kismis Suren Kemiri Bentisan Kemadu
Nama Latin
*)
Dracontomelon mangiferum Ficus pelludica Puncrata Adenanthera microsperma Binn. Orophea eneandra Streblus asper Xanthophyllum excelsum Miq Kleinhovia hospita L Aglaia dokko K&V Sandoricum koetjape Merr K&V Ficus variegata Bl Barringtonia spicata Bl Ficus benjamina Tdi Tdi Glycosmis cochicinensis Pirre Potentilla tomentosa Canangium odoratum Polyscias nodosa (Bl) Seeman Tdi Lansium domesticum Corre Artocarpus elasticus Rein Ex Bl Tdi Ficus ampelas Burm Eythrina fusca Lour Hibiscus tiliaceus L Achtinodaphne procera Bels Tetrameles nudiflora Arthocarpus heterophylla Symplocos fasciculata Zull Uvaria sp Tdi Hymenodictyon excelsum Wall Chydenanthus excelsisi (Bl)Miers Barringtonia racemosa (L)Bl. Ficus glomerata Ficus sp Pterospermum javanicum Diospyros cauliflora Spondias pinnata Kurz Langestroma spiciosa (L) Pers Mallotus molucanus Muell Arg Phyllanthus acidus (L) Steel Bischofhia javanica Bl Tdi Antidesma montanum Blome Aglaia sp Tdi Tdi Toona sureni Aleuritas mollucana (L) Wild Tdi Laportea sinuata (Bl) ex. Miq
Family
Jumlah Ind. (n)
Frekuensi Kehadiran di plot (n)
Anacardiaceae Moraceae Meliaceae Anonaceae Meliaceae Polygalaceae Sterculiaceae Meliaceae Meliaceae Moraceae Lecythidaceae Moraceae Tdi Tdi Rutaceae Moraceae Annonaceae Araliaceae Tdi Meliaceae Moraceae Tdi Moraceae Papilionaceae Malvaceae Lauraceae Datiscaceae Moraceae Symplocaceae Annonaceae Tdi Rubiaceae Lecythidaceae Lecythidaceae Moraceae Moraceae Sterculiaceae Ebenaceae Anarcardiaceae Lecythidaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Tdi Euphorbiaceae Meliaceae Tdi Tdi Meliaceae Euphorbiaceae tdi Urticaceae
54 3 5 5 4 3 34 7 1 50 14 31 4 10 1 2 16 8 9 9 61 10 4 5 16 2 7 1 4 2 3 3 2 2 15 1 2 5 14 2 1 4 3 1 2 2 1 1 5 2 3 1
33 3 5 5 3 3 22 7 1 33 11 31 4 5 1 2 14 8 3 6 41 8 3 1 7 2 6 1 3 2 3 3 2 1 5 1 2 4 9 2 1 3 3 1 2 2 1 1 3 2 2 1
Tdi = tidak teridentifikasi
184
Lampiran 12. Analisis kandungan substansi: visi, misi, strategi kebijakan dan tujuan Pengelolaan TNMB terhadap konservasi dan kesejahteraan masyarakat
a. Visi b. Misi
c. Strategi kebijakan
d. Tujuan dan sasaran
Kandungan substansi
Konservasi potensi taman nasional
Kesejahteraan masyarakat lokal
Terwujudnya pengelolaan taman nasional secara optimal, lestari, adil dan bermanfaat bagi masyarakat. Melindungi dan mempertahankan keutuhan kawasan, potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Memanfaatkan potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan. Memberdayakan masyarakat sekitar kawasan melalui kemitraan. Menjaga dan mempertahankan keutuhan kawasan agar berfungsi optimal. Mengelola jenis flora dan fauna dan ekosistemnya, terutama jenis-jenis langka dan terancam punah. Mengembangkan pariwisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. Meningkatkan kerjasama pengelolaan dengan stakeholders. Tujuan 1 : Menjaga keberadaan dan kelestarian sumber daya hayati dan ekosistemnya dalam kawasan, Sasaran : Terwujudnya kondisi kawasan yang sesuai dengan rencana pengelolaan. Terpelihara dan terlindunginya proses ekologis esensial dan sistem penyangga kehidupan. Terlaksananya pengendalian kebakaran hutan Terselenggaranya pengelolaan taman nasional yang efektif dan efisien. Tujuan 2: Mengurangi tingkat gangguan keamanan terhadap kawasan, Sasaran : Menurunnya laju perambahan kawasan. Berkurangnya pemungutan hasil hutan secara illegal. Terputusnya rantai peredaran hasil hutan secara illegal. Tujuan 3 : Meningkatkan upaya penegakan hukum dalam penyelesaian kasus pelanggaran di kawasan, Sasaran : Terjalinnya koordinasi antar instansi dalam rangka penanganan kasus pelanggaran hutan. Terselesaikannya kasus-kasus pelanggaran hutan secara tuntas. Terkendalinya praktek pelanggaran hutan di kawasan TN Meru Betiri. Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat akan pentingnya kelestarian hutan. Tujuan 4 : Meningkatkan pengelolaan dan pembinaan kawasan, Sasaran Tersosialisasinya pengelolaan taman nasional (mulai dari tingkat desa sampai dengan tingkat kabupaten). Mantapnya kawasan dengan batas-batas yang jelas, baik
Ada, jelas
Ada, jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas Ada, jelas
Tidak ada Ada, tak jelas
Ada, jelas
Tidak ada
Ada, jelas Ada, jelas Ada, jelas
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Ada, jelas
Tidak ada
Ada, jelas
Tidak ada
Ada, jelas
Tidak ada
Ada, jelas
Tidak ada
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Tidak ada
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Tidak ada
185
batas luar kawasan maupun batas antar zonasi . Tersosialisasinya batas-batas hukum kawasan bagi masyarakat sekitar kawasan. Tersusunnya review rencana pengelolaan taman nasional dan rencana tapak zona pemanfaatan. Teridentifikasi dan terinventarisasinya flora, fauna dan ekosistemnya. Berkembangnya sitem monitoring evaluasi dan pelaporan kondisi kawasan dan potensinya. Terbinanya habitat dan populasi satwa. Tersedianya plasma nutfah menunjang budidaya. Berkembangnya sistem dokumentasi, publikasi dan promosi. Tujuan 5 : Meningkatkan manfaat ekonomi sumber daya hutan dan jasa wisata Sasaran : Teridentifikasi dan terinventarisasi potensi wisata dan pemanfaatan jasa lingkungan, serta analisis pemanfaatannya. Tersedianya sarana prasarana wisata alam. Terselenggaranya penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Terselenggaranya promosi dan informasi. Terbentuknya kader konservasi dan pecinta alam. Terselenggaranya pameran konservasi. Terselenggaranya pelatihan pemandu wisata alam tingkat pemula. Terselenggaranya perkemahan konservasi. Terselenggaranya pembinaan cinta alam. Tujuan 6 : Mengembalikan fungsi kawasan yang mengalami kerusakan dengan program rehabilitasi kawasan, Sasaran : Bertambahnya luas kawasan yang telah direhabilitasi. Tersedianya bibit tanaman rehabilitasi. Tujuan 7 : Memberdayakan masyarakat sekitar kawasan dalam pengelolaan kawasan, Sasaran : Terciptanya peluang usaha dan kesempatan kerja secara luas bagi masyarakat sekitar kawasan. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam mendukung upaya pengelolaan kawasan. Tumbuhnya kesadaran masyarakat sekitar kawasan dan rasa memiliki terhadap taman nasional. Meningkatnya pendapatan masyarakat dan tumbuhnya ekonomi setempat yang kondusif.
Ada, jelas
Tidak ada
Ada, tak jelas
Tidak ada
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Tidak ada
Ada, jelas Ada, jelas Ada, tak jelas
Tidak ada Ada, tak jelas Tidak ada
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Tidak ada
Tidak ada Ada, tak jelas
Tidak ada Ada, tak jelas
Tidak ada Ada, jelas Ada, tak jelas Ada, jelas
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada, tak jelas
Tidak ada Ada, tak jelas
Tidak ada Tidak ada
Ada, jelas
Tidak ada
Ada, jelas Ada, tak jelas
Ada, tak jelas Ada, tak jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, jelas
Ada, jelas
Ada, jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
Ada, tak jelas
186
Lampiran 13. Analisis kandungan tri-stimulus amar konservasi dengan peraturan perundangan yang terkait dengan kebijakan pengelolaan taman nasional dan peran serta masyarakat 1. UU No. 23 Tahun 1997 : Pengelolaan Lingkungan Hidup
Hasil analisis
Undang-undang ini menjadi payung terhadap peraturan dan perundangan mengenai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Pasal 4 memuat sasaran pengelolaan lingkungan hidup al. adalah: (a) tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; (c) terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; (e) terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. Pasal 5 ayat (1) setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup (3) mengatur tentang peran serta masyarakat, yaitu “Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku” Pasal 6 ayat (1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Pada Pasal 7 memuat “Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup” Pelaksanaan ketentuan pada ayat yang disebut di atas, dilakukan dengan cara al.: (1) meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; (2) menumbuhkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; (3) menumbuhkan ketanggapsertaan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; (4) memberikan saran pendapat; (5) menyampaikan informasi dan atau menyampaikan laporan. 2. UU No. 24 Tahun 1992 : Penataan Ruang Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan YME kepada bangsa Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya. Merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila; b. bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beranekaragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanbjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tertap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Pasal 4 ayat (2) huruf b, mengatur tentang peran serta masyarakat sebagai berikut: “Setiap orang berhak untuk berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang”.
Stimulus alamiah kuat Stimulus manfaat cukup Stimulus religius cukup Apa-apa yang sudah diatur dalam undangundang ini harus dioperasionalkan dan dievaluasi secara maksimal di dunia nyata, penerapan aturan-aturan ini memerlukan upaya-upaya yang berkesinambungan yang difasilitasi oleh pihak pemerintah sebagai pengayom dan pelayan masyarakat. Hal inilah yang sampai saat ini belum banyak dilaksanakan. Kita sudah banyak membuat undang-undang, tetapi sangat lemah dalam mengimplementasikannya di dunia nyata, apalagi mengevaluasinya, terutama yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan publik atau masyarakat banyak. Peran pemerintah dan pengelola sebagai pelayan publik di dunia nyata belumlah menjadi suatu perilaku atau belum menjadi suatu tuntutan kebutuhan tolak ukur kinerja. Kapasitas SDM pengelola sangat kurang
Hasil analisis Stimulus alamiah kuat Stimulus manfaat cukup Stimulus religius cukup Berdasarkan undang-undang ini masyarakat punya hak untuk ikut proses menentukan tata ruang kawasan taman nasional. Ini merupakan kemajuan dari undang-undang terdahulu Nomor 5 Tahun 1990. Saat ini zona rehabilitasi dengan luasan sekitar 4000 perlu dikelola dengan baik bersama masyarakat. Lahan zona rehabilitasi ini yang masyarakat namakan dengan “tetelan” adalah menjadi tumpuan hidup bagi sekitar 4000 kepala keluarga masyarakat sekitar hutan yang tidak memiliki lahan pertanian yang memadai. Undang-undang ini dapat menjadi acuan dan dasar hukum bagi pengelolaan dan penentuan fungsi zona rehabilitasi “tetelan” untuk dan oleh masyarakat bagi
187
Selanjutnya Pasal 5 ayat (1) menyebutkan sebagai berikut: “Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang”. Pasal ini ditindaklanjuti dengan PP nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Dalam Pasal 2 PP menyebutkan : Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat berhak : (1) Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; (2) Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata ruang kawasan dan rencana rinci tata ruang kawasan. 3. UU No. 05 Tahun 1990 : Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya Pada pasal 28 disebutkan “Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar” Selanjutnya pada Pasal 36 ayat (1) butir g disebutkan bahwa pemanfaatan jenis tumbuhan dapat dilaksanakan dalam bentuk : budidaya tanaman obat-obatan, dengan ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peaturan Pemerintah. Selanjutnya dalam Pasal 37 ayat (1) diatur bahwa peranserta rakyat dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna; ayat (2) disebutkan dalam pengembangan peranserta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.
mewujudkan kesejahteraan yang mandiri berbasis pengembangan sumberdaya hayati lokal dan mendukung konservasi taman nasional. Kapasitas SDM pengelola sangat kurang
Hasil analisis Stimulus alamiah kuat Stimulus manfaat lemah Stimulus religius lemah Undang-undang ini belum dengan tegas mengakomodir pencapaian kesejahteraan masyarakat sekitar taman nasional melalui pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati yang terdapat di dalam taman nasional. Dalam Undang-undang di atas belum diatur bahwa eksistensi taman nasional harus memprioritaskan secara langsung maupun tak langsung dapat berperan mendukung tercapainya kesejahteraan masyarakat hutan sekitar taman nasional. Ketentuan Pasal tersebut menunjukkan bahwa peran serta rakyat dalam pengelolaan kawasan pelestarian alam masih berpola top-down. Inilah yang menjadi kendala, tidak operasional di lapangan dan banyak menjadi pertentangan di masyarakat. Pasal tersebut bermakna pemberdayaan masyarakat untuk konservasi hutan, tetapi tidak diimbangi dengan jelas insentif yang diperoleh masyarakat dari kegiatan konservasi. Masyarakat tidak diberi akses legal mengenai pemanfaatan sumberdaya hutan taman nasional, melalui pemungutan secara lestari, seperti yang sudah berlangsung terhadap tumbuhan obat kedawung selama turun temurun sejak zaman Belanda dahulu. Juga pemerintah daerah dan pengelola taman nasional secara legalitas dalam peraturan perundangan yang berlaku belum diberi mandat yang tegas dan tanggungjawab yang jelas untuk ikut mengurus mewujudkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui konservasi dan pemanfaatan potensi taman nasional. Padahal sebagai prasyarat utama terwujudnya konservasi taman nasional di Jawa yang padat penduduk ini adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat sekitar taman nasional, sebagaimana yang dikemukakan dalam kerangka pemikiran dari disertasi ini. Kapasitas SDM pengelola sangat kurang
188
Lampiran 13 (Lanjutan) 4. UU No. 32 Tahun 2004 : Pemerintahan Daerah
Hasil analisis
Pada pasal 22 huruf b dan huruf d mengatur tentang pemberdayaan masyarakat. Pasal tersebut pada prinsipnya mewajibkan pada pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan mewujudkan keadilan dan pemerataan. Dalam konsideran menimbang disebutkan bahwa untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam penjelasan umum undang-undang ini angka 1 huruf b antara lain disebutkan : ”Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat 5. UU No. 41 Tahun 1999 : Kehutanan Pasal 23 : Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pasal 46 : Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Pasal 52: ayat (1) Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan SDM berkualitas yang bercirikan penguasaan IPTEK yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan; (2) Dalam penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan, wajib memperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi, kearifan tradisional serta kondisi sosial budaya masyarakat. Pasal 67 ayat (1) huruf c diatur bahwa pemerintah berkewajiban untuk pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Selanjutnya dalam Pasal 68 diatur hak masyarakat terhadap hutan sebagai berikut ayat (1) Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan; ayat (2) Masyarakat dapat : (a) memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan yang berlaku; (b) mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi kehutanan; (c) memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan dan ;(d) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung. Ketentuan Pasal 68 ayat (3) mengatur bahwa masyarakat di dalam dan sekitar hutan berhak memperoleh
Stimulus alamiah lemah Stimulus manfaat cukup Stimulus religius lemah Berdasarkan ketentuan pasal tersebut terbuka peluang bagi pemerintah daerah untuk menyusun peraturan daerah khususnya yang mengatur masalah pengelolaan zona penyangga, zona rehabilitasi dan perlindungan kawasan taman nasional, serta peraturan daerah tentang pemberdayaan masyarakat. Perguruan tinggi dapat berperan membantu pemerintah daerah untuk menyusun bersama-sama dengan masyarakat tentang peraturan daerah ini. Kapasitas SDM pengelola kurang
Hasil analisis Stimulus alamiah cukup Stimulus manfaat cukup Stimulus religius cukup Ketentuan pasal-pasal tersebut bertujuan untuk mengakomodasi masyarakat sekitar hutan untuk berkiprah dalam pembangunan kehutanan, sehingga masyarakat memperoleh hasil dari pembangunan kehutanan. Proses pemberdayaan masyarakat perlu secara terus menerus ditingkatkan dan terprogram dengan baik, sistematis dan terencana. Pada tataran Peraturan Pemerintah hingga saat ini belum disusun mengenai ”peran serta masyarakat dalam pengelolaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya” Hal inilah yang membuat pengelola ragu dan takut untuk melangkah, karena khawatir melanggar hukum atau aturan, sekalipun yang dikerjakan itu baik untuk masyarakat maupun untuk taman nasional. Program pemberdayaan masyarakat di kawasan hutan pelestarian alam, khususnya seperti di zona rehabilitasi taman nasional Meru Betiri, tidak terprogram dengan baik. Program rehabilitasi ini dikerjakan secara crash program dengan tujuan utama agar lahan kosong taman nasional dapat segera tertutupi dengan vegetasi dan tidak ada lahan taman nasional yang diserobot masyarakat. Program rehabilitasi ”tetelan” dapat mendukung keberlanjutan kesejahteraan masyarakat ke depan dan
189
kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 69 ayat (1) diatur kewajiban masyarakat dalam pengelolaan hutan, yaitu masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Ketentuan Pasal 69 ayat (2) mengatur bahwa dalam melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat meminta pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain, atau pemerintah.
sekaligus terwujudnya kelestarian taman nasional belum disusun secara holistik berdasarkan hasil-hasil penelitian yang akurat, termasuk sosial budaya masyarakat.
6. UU No. 20 Tahun 2003 : Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1. Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pasal 4 (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pasal 26 mengatur tentang Pendidikan nonformal, pada ayat (3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Dalam bagian penjelasan undang-undang ini merumuskan, bahwa pendidikan kecakapan hidup (life skills) adalah pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri. Pasat 26 ayat (5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam penjelasan disebutkan, bahwa: kursus dan pelatihan sebagai bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaan serta pengembangan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Kemudian dalam Pasal 36 mengatur kurikulum sebagai berikut : pada ayat (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
Hasil analisis Stimulus alamiah cukup Stimulus manfaat cukup Stimulus religius cukup
PP tentang peran serta masyarakat, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan taman nasional perlu segera dibuat Kapasitas SDM pengelola sangat kurang
Undang-undang ini telah mengatur tentang pendidikan nonformal bagi masyarakat, bahkan kurikulumnya diatur sesuai dengan kompetensi dan karakteristik sumberdaya alam dan budaya masyarakat setempat. Ini semua tidak lain adalah dalam rangka pembangunan kapasitas manusia Indonesia yang mandiri, beradab dan berkeadilan. Namun sampai saat ini implementasi undang-undang ini, khususnya di bagian pendidikan non-formal masih belum banyak yang diimplementasikan di dunia nyata, khususnya di lokasi-lokasi taman nasional dimana masyarakatnya khas dan sudah lama berinteraksi dan bergantung hidupnya dengan sumberdaya hutan. Setiap ekosistem hutan dan masyarakat asli sekitarnya, merupakan aset yang berharga dari suatu proses koevolusi, paling tidak untuk bahan pengembangan pembelajaran dan pengembangan pengetahuan tradisional masyarakat menuju pengembangan IPTEK moderen yang berbasis sumberdaya alam dan sumberdaya manusia Indonesia setempat yang mandiri. Salah satu pendidikan nonformal yang dapat dikembangkan antara lain adalah untuk pendidikan kapasitas masyarakat tentang konservasi tumbuhan obat, pendidikan peramuan tumbuhan obat menjadi herbal, budidaya tumbuhan obat dan aspek-aspek lain yang mendukung pengembangan pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat bagi kesejahteraan dan perekonomian masyarakat di setiap lokasi kawasan hutan taman nasional di Indonesia. Lahan zona rehabilitasi TNMB seluas 4000 Ha sangat baik untuk
190
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Penjelasan: Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi dimaksudkan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah.
dikembangkan sekolah lapang agroforestry-industry tumbuhan obat secara terpadu bersama-sama masyarakat dan perguruan tinggi. Kapasitas SDM pengelola sangat kurang
7. PP Nomor 34 Tahun 2002 : Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 15 ayat (1) Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestarian hutan; (2) Pemanfaatan hutan secara lestari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi kriteria dan indikator pengelolaan hutan secara lestari; (3) Kriteria dan indikator sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mencakup aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Pasal 51 ayat (1) mengatur : ” Pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau sekitar hutan dimaksud untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan”. Ayat (2) : ”untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dengan difasilitasi oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah”. Dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (1) dinyatakan bahwa : ”Masyarakat setempat adalah masyarakat yang berada di dalam dan atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas sosial yang berdasarkan pada persamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan. Memberdayakan masyarakat setempat adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam memanfaatkan hutan ................”. Ayat (2) : ”fasilitas oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangannya antara lain melalui pengakuan status legalitas, penguatan kelembagaan, bimbingan produksi, bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, akses terhadap pasar, serta pemberian hak dalam pemanfaatan”.
8. PP Nomor 8 Tahun 1999 Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam konsideran huruf a : ”bahwa tumbuhan dan satwa liar merupakan bagian dari sumberdaya alam hayati yang dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal 35 mengatur : ”Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang berasal dari habitat alam untuk keperluan budidaya tanaman obat-obatan dilakukan dengan tetap memelihara
Hasil analisis Stimulus alamiah cukup Stimulus manfaat cukup Stimulus religius lemah Pemanfaatan lestari sumberdaya alam hayati di kawasan taman nasional, terkendala UU No 5 1990. Peraturan Pemerintah ini dengan jelas dan tegas telah mengatur tentang pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan taman nasional seharusnya menjadikan program pemberdayaan masyarakat ini sebagai salah satu prioritas utama, seperti yang disebutkan ayat (2) di atas guna miningkatkan nilai tambah dan keuntungan yang maksimal bagi masyarakat. Namun kebijakan ini belum menjadi program yang penting dan belum prioritas. Kapasitas SDM pengelola kurang
Hasil analisis Stimulus alamiah cukup Stimulus manfaat lemah Stimulus religius nihil PP ini dengan jelas menyebutkan dan mendorong pemanfatan tumbuhan untuk kesejahteraan masyarakat, terutama melalui budidaya. Sampai saat ini program pengelolaan kawasan belum banyak melakukan domestikasi dan budidaya berbagai jenis tumbuhan liar hutan yang sudah sejak lama dikenal dan dipungut masyarakat dan sudah menjadi komoditi perdagangan di pasar, kecuali untuk jenis kedawung. Hutan taman nasional sebagai bank plasma nutfah dari beranekaragam spesies dan manfaat tumbuhan sampai saat ini belum diperankan oleh pengelola sebagai pensuplai bibit untuk kawasan budidaya yang dapat mendukung terwujudnya sentra produksi berbagai komoditi tumbuhan perdagangan
191
kelangsungan potensi, populasi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan liar”.
unggulan, seperti tumbuhan obat kedawung dan lain-lain. Sekaligus secara nyata akan dapat mendukung terwujudnya kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan yang berbasis sumberdaya alam hayati unggulan dan khas setempat. Kapasitas SDM pengelola kurang
9. Peraturan Menteri Kehutanan, No. : P.01/Menhut-II/2004 : Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau Sekitar Hutan dalam Rangka Social Forestry Dalam konsideran huruf a : “bahwa sumberdaya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan perlu dikelola dan dipertahankan keberadaannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan”; huruf c : “bahwa social forestry dimaksudkan untuk mewujudkan kelestarian sumberdaya hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau sekitar hutan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002”. Pasal 1 Ayat (1) mengatur : “Pemberdayaan Masyarakat Setempat di dalam dan atau sekitar hutan adalah upaya-upaya yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat” ; Ayat (2) : “Pemanfaatan sumber daya hutan oleh masyarakat adalah kegiatan pengelolaan hutan secara utuh yang dilakukan oleh masyarakat setempat”; Ayat (3): “Masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas sosial didasarkan pada mata pencaharian yang bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan”; Ayat (4) : “Social Forestry adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan”. Pasal 2 Ayat (1) : “Maksud pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau sekitar hutan adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam pemanfaatan hutan dalam rangka social forestry”; Ayat (2) : “Tujuan pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau sekitar hutan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari”. Pasal 5 mengatur: Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat setempat meliputi, Ayat (1) : “Penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat”; Ayat (2) : “Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat”; Ayat (3) : “Melindungi masyarakat melalui keberpihakan kepada masyarakat untuk mencegah dampak persaingan yang tidak sehat”. Selanjutnya Pasal 7 mengatur : “Social Forestry dilaksanakan berdasarkan pengelolaan hutan berbasis pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan prinsip-prinsip: manfaat dan lestari, swadaya, kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan antar sektor, bertahap, berkelanjutan, spesifik lokal, dan adaptif”. Pasal 8 mengatur rambu-rambu penyelenggaraan social forestry, Ayat (1) : “Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan”; Ayat (2) : “Tidak memberikan hak kepemilikan atas kawasan hutan, kecuali hak pemanfaatan sumber daya hutan”; Ayat (3) : “Tidak parsial tetapi pengelolaan hutan yang dilaksanakan secara utuh”. Pasal 10 Ayat (3) mengatur, bahwa : “Peran para pihak dalam pengembangan social forestry dimaksudkan untuk mensinergikan peran berbagai pihak terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam rangka pemberdayaan masyarakat setempat”.
Hasil analisis Stimulus alamiah cukup Stimulus manfaat cukup Stimulus religius lemah
Peraturan Pemerintah di atas sudah jelas dan tegas, bahwa penyelenggaraan social forestry dalam pengelolaan hutan, termasuk taman nasional merupakan suatu keharusan yang merupakan pengelolaan hutan yang dilaksanakan secara utuh, tidak parsial. Namun peraturan pemerintah ini belum diimplementasikan secara optimal di taman nasional, dan belum menjadi program yang utama yang terintegrasi dengan programprogram lainnya, seperti dapat dilihat pada bahasan sub bab terakhir dari disertasi ini.
Kapasitas SDM pengelola kurang
192
Lampiran 13 (Lanjutan) 10. Peraturan Menteri Kehutanan, No. : P.19/Menhut-II/2004 Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Pada Pasal 4 mengatur pelaksanaan kolaborasi pengelolaan, Ayat (1) : ”Kolaborasi dalam rangka pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam adalah proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan kemanfaatan”. Ayat (3) menyebutkan, bahwa para pihak sebagaimana dalam ayat (1), antara lain : Pemerintah Pusat termasuk Kepala UPT KSDA/TN, Pemerintah Daerah, Kelompok Masyarakat Setempat, Perorangan baik dari dalam maupun luar negeri, LSM setempat, nasional dan internasional yang bekerja di bidang konservasi sumberdaya alam hayati, BUMN, BUMD, BUMS atau Perguruan Tinggi/Lembaga Ilmiah/Lembaga Pendidikan.
Hasil analisis
Stimulus alamiah cukup Stimulus manfaat lemah dan malahan bisa negatif Stimulus religius nihil Kalau dilihat para pihak yang disebutkan di atas kolaborasi dapat dilakukan oleh pihak dari luar masyarakat sekitar, terutama yang berasal dari pihak non pemerintah. Sekiranya pihak tersebut bertujuan untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan materil, maka dapat dipastikan akan merugikan masyarakat sekitar karena posisi tawar masyarakat sekitar lebih rendah. Masyarakat sekitar akan tersingkir dan hanya akan menjadi korban yang dirugikan, apabila tujuan utama kerjasama dengan pihak luar bukan untuk kegiatan pendampingan masyarakat guna meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat sekitar itu sendiri. Contohnya adalah berdasarkan hasil wawancara penulis bulan September 2006 dengan Kepala Taman Nasional Komodo, ada indikasi bahwa masyarakat sekitar Taman Nasional Komodo tersisih dan menjadi bertambah tidak berdaya, karena adanya kolaborasi taman nasional dengan pihak LSM internasional, yang bertujuan utama untuk mengelola sendiri secara langsung kegiatan ekowisata dari mancanegara untuk mendapatkan keuntungan materil, tanpa melibatkan dan tanpa melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar. Peraturan Menteri Kehutanan No 19 tahun 2004 ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kehutanan No 1 tahun 2004, bahwa pada Pasal 10 Ayat (3) mengatur, bahwa : “Peran para pihak dalam pengembangan social forestry dimaksudkan untuk mensinergikan peran berbagai pihak terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam rangka pemberdayaan masyarakat setempat”. Peraturan Menhut ini sebaiknya segera direvisi, terutama materi kolaborasi pengelolaan dengan pihak luar seharusnya bertujuan utama untuk membantu terwujudnya konservasi taman nasional dan sekaligus dalam rangka pemberdayaan masyarakat setempat untuk meningkatkan kapasitas, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan berbasis pemanfaatan sumberdaya alam hayati taman nasional secara berkelanjutan dan terencana.
193
Lampiran 13 (Lanjutan) 11. PP No. 68, 1998 : Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Dalam konsideran huruf a menyatakan: ”bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan kekayaan alam yang sangat tinggi nilainya karena itu perlu dijaga keutuhan dan kelestarian fungsinya untuk dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam penjelasan umum disebutkan pada alinea 5 bahwa : ” pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam pada hakekatnya merupakan salah satu aspek pembangunan yang berkelanjutan serta wawasan lingkungan, sehingga dampaknya sangat positif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, yang sekaligus akan meningkatkan pula pendapatan negara dan penerimaan devisa negara, yang pada gilirannya dapat memajukan hidup dan kehidupan bangsa”. Sedangkan pada alinea 6 : ” oleh karena itu, pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam tidak hanya didasarkan pada prinsip konservasi untuk konservasi itu sendiri, tetapi konservasi untuk kepentingan bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia”. Pasal 48 : Kawasan Taman Nasional dapat dimanfaatkan sesuai dengan sistem zonasi pengelolaannya. Pasal 49 (1) Zona inti dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan; b. ilmu pengetahuan; c. pendidikan; dan atau d. kegiatan penunjang budidaya. Pasal 50 (1) Zona pemanfaatan dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. pariwisata alan dan rekreasi; b. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan; c. pendidikan; dan atau d. kegiatan penunjang budidaya. (2) Kegiatan pariwisata alam dan rekreasi (4) Kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang potensi kawasan tersebut. Pasal 51 (1) Zona Rimba dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a.penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan; b. ilmu pengetahuan; c. pendidikan; d. kegiatan penunjang budidaya; e. wisata alam terbatas. 12. Surat Keputusan Menhut No. 6186/ Kpts.II/ 2002 10 Juni 2002 : Organisasi dan Tatakerja Balai Taman Nasional. Mengatur Balai Taman Nasional Meru Betiri mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan ekosistem kawasan TNMB dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (Balai Taman Nasional Meru Betiri, 2004). Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Balai TNMB menyelenggarakan fungsi, yaitu : (a) penyusunan rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional; (b) pengelolaan taman nasional; (c) pengawetan dan pemanfaatan secara lestari taman nasional; (d) perlindungan, pengamanan, penanggulangan kebakaran taman nasional; (e) promosi dan informasi, bina wisata dan cinta alam, serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; (f) kerja sama pengelolaan taman nasional; (g) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Hasil analisis Stimulus alamiah kuat Stimulus manfaat lemah Stimulus religius lemah Akses masyarakat terhadap sumberdaya alam taman nasional sangat terbatas Peraturan Pemerintah ini tidak mengatur bahwa potensi sumberdaya taman nasional dapat dimanfaatan secara lestari untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Artinya ini bahwa pengelolaan taman nasional belum secara langsung memprioritaskan program yang berkaitan dengan pelestarian pemanfaatan taman nasional untuk dapat mendukung secara optimal terwujudnya kesejahteraan masyarakat lokal yang berkelanjutan. Aktivitas dan wewenang pengelola untuk dapat mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat lokal sangat terbatas dan terkendala dengan peraturan yang berlaku.
Hasil analisis Stimulus alamiah cukup Stimulus manfaat lemah Stimulus religius lemah Tugas pokok dan fungsi pengelola taman nasional terlihat tidak jelas menyebutkan yang berkaitan dengan pemberdayaan, pembinaan dan pembangunan kehidupan masyarakat lokal sekitar taman nasional seperti yang sudah diatur dengan tegas dan jelas dalam undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan menteri kehutanan yang telah dikemukakan sebelumnya. Seharusnya tugas pokok dan fungsi pengelola merupakan turunan dan terjemahan operasional dari UU dan PP. Tugas pokok pengelola harus mampu menangani secara holistik dan sistematis permasalahan di lapangan berkaitan dengan masyarakat sekitar, terutama berkaitan dengan interaksi dan saling-ketergantungan dengan sumberdaya hutan secara positif. Kapasitas SDM pengelola sangat kurang
194
Lampiran 13 (Lanjutan) 13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: 56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional Jenis Zona Pasal 3 (1) Zona dalam kawasan taman nasional terdiri dari: a. Zona inti; b. Zona rimba; Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan; c. Zona pemanfaatan; d. Zona lain, antara lain: 1. Zona tradisional; 2. Zona rehabilitasi; 3. Zona religi, budaya dan sejarah; 4. Zona khusus. (2) Penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. (4) Kriteria zona tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 1 meliputi: a. Adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya; b. Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. (5) Kriteria zona rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 2 meliputi: a. Adanya perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia; b. Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis atau spesies asli dalam kawasan; c. Pemulihan kawasan pada huruf a, dan b sekurang-kurangnya memerlukan waktu 5 (lima) tahun.
Hasil analisis Stimulus alamiah cukup Stimulus manfaat cukup Stimulus religius lemah Sebaiknya kegiatan pemanfaatan tradisional sumberdaya alam hayati oleh masyarakat kecil dan unik yang telah hidup turun temurun di dalam atau di sekitar taman nasional, tidak dibatasi dalam bentuk wilayah atau zona tradisional. Tetapi yang perlu dibuat batasan dan definisi yang jelas adalah terhadap spesies, bentuk, sifat dan intensitas kegiatan pemanfaatan tradisional apa saja yang boleh dilakukan. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat bukti-bukti empiris di lapangan, seperti contoh kasus kedawung bahwa ada hubungan yang bersifat positif antara masyarakat dengan konservasi potensi sumberdaya hayati kedawung. Sehingga kurang relevan kalau pemanfaatan tradisional di batasi oleh wilayah atau areal tradisional saja, karena ada kemungkinan penyebaran spesies yang menjadi kebutuhan masyarakat ada di berbagai zona taman nasional.
195
Lampiran 14. Analisis kandungan tri-stimulus amar konservasi kegiatan pengelolaan TNMB yang telah dilakukan pada tahun 1998-2004
A. 1 2 3 4 5 6 7 B. 8 9 10 11 12 13 C. 14 15 D. 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 E 37 38 39 40
PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN KAWASAN Patroli rutin Operasi pengamanan fungsional Polhut Operasi pengamanan hutan gabungan Operasi khusus Operasi pengamanan swakarsa Monitoring dan evaluasi hasil operasi pengamanan kawasan Koordinasi pengamanan kawasan dan penanganan pelanggaran PEMANTAPAN KAWASAN KONSERVASI Rehabilitasi kawasan melalui penanaman dan pengayaan Pendampingan petani rehabilitasi kawasan Penyediaan bibit tanaman rehabilitasi Sosialisasi batas-batas kawasan Rekonstruksi batas kawasan Penggantian pal batas yang hilang/rusak PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN Pembentukan posko siaga Pemadaman kebakaran hutan PENGELOLAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Inventarisasi rusa Inventarisasi satwa penyu dan predator Inventarisasi burung paruh besar Monitoring harimau jawa dan fauna lainnya dengan metode fototrap Inventarisasi burung air Inventarisasi vegetasi Identifikasi primata Identifikasi burung raptor Monitoring satwa dengan fototrap Identifikasi dan inventarisasi tanaman obat Identifikasi dan inventarisasi banteng Inventarisasi tumbuhan rafflesia Identifikasi dan inventarisasi merak Identifikasi dan inventarisasi kijang Identifikasi dan inventarisasi anggrek hutan Rehabilitasi habitat di lapangan penggembalaan (Pringtali) Pembinaan habitat penyu Pembinaan habitat rafflesia Penangkaran rusa Pelestarian penyu di Sukamade Pembinaan habitat banteng PENGEMBANGAN WISATA ALAM DAN JASA LINGKUNGAN Pelatihan pemandu wisata alam Identifikasi dan inventarisasi potensi jasa lingkungan Perkemahan konservasi Pembuatan jalur tracking Bandealit - Meru - Permisan - Sukamade
Stimulus
Stimulus
Stimulus
Alamiah
Manfaat
Religius
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0
1 1 1 0 0 0
1 1 1 0 0 0
0 1 1 0 0 0
0 1
0 0
0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
1 1 0 0
1 0 0 0
0 0 0 0
Lampiran 14. (Lanjutan) F 41 42 43 44 G 45 46 47 48 49 50 51 52 H 53 54 55
PENYEBARAN INFORMASI DAN PROMOSI Penyebaran informasi dan promosi (leaflet, brosur, stiker, dan lain-lain) Penyuluhan konservasi sumber daya alam Pengadaan peta-peta kawasan TNMB Labelisasi jenis-jenis pohon PENINGKATAN USAHA EKONOMI MASYARAKAT Pemberian bantuan hewan ternak Pemberian bantuan perahu dan mesin perahu Pembangunan kios jamu Pemberian bantuan tungku api Pemberian bantuan peralatan pengolahan jamu tradisional Pembuatan karamba kepiting Pemberian bantuan modal usaha pengolahan jamu tradisional Pemberian bantuan etalase untuk pemasaran jamu tradisional PENINGKATAN SARANA PRASARANA Pengadaan barang Rehabilitasi bangunan Pembangunan Keterangan 1 ada 0 tidak ada
0 1 1 1
0 1 1 0
0 1 0 0
0 0 0 1 2 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Lampiran 15. Kegiatan pengelolaan yang sedang dan akan dilakukan tahun 2005-2009, berkaitan dengan “tri-stimulus amar konservasi” Aspek
Judul kegiatan
Stimulus manfaat
Stimulus alamiah
Stimulus religius
5.1. Program penataan kawasan
• Review Zonasi Taman Nasional Meru Betiri. • Penyelesaian tata batas kawasan Taman Nasional Meru Betiri. • Pemeliharaan/penggantian pal batas kawasan yang hilang/rusak. • Penanaman pohon pada jalur batas kawasan Taman Nasional Meru Betiri. • Pembinaan habitat banteng • Pembinaan habitat rafflesia • Rehabilitasi nesting area penyu • Rehabilitasi kawasan melalui penanaman dan pengayaan tanaman pokok. • Monitoring dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi • Identifikasi dan inventarisasi jenis flora • Identifikasi dan inventarisasi jenis fauna • Pembuatan demplot percontohan tumbuhan obat jenis pule pandak • Penangkaran rusa • Pelestarian penyu dg pembiakan semi alami • Inventarisasi harimau dengan foto trap • Pembuatan bibit tanaman rehabilitasi • Lomba pelaksanaan kegiatan rehabilitasi oleh Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi. • Kerjasama pelestarian penyu dengan WWF • Kerjasama monitoring harimau dengan STP
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas tidak jelas ada
ada ada ada
tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas ada
ada ada tidak jelas ada
tidak jelas tidak jelas tidak jelas ada
ada tidak jelas
ada ada
ada tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
ada tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas ada tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas ada tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas ada
tidak jelas ada
tidak jelas tidak jelas
5.2. Program pembinaan daya dukung kawasan
Program Pengelolaan Keanekaragaman Hayati
5.4. Program Pemanfaatan Kawasan
• Penyusunan master plan pengembangan pariwisata alam TNMB • Penataan camping ground • Pembentukan/pembinaan kader konservasi dan pecinta alam • Perkemahan konservasi • Pembinaan Cinta Alam • Pemberdayaan kader konservasi • Ekspose pengelolaan TNMB • Pembuatan booklet, leaflet, poster, sticker dll • Pembuatan kalender TNMB • Pembuatan film potensi kawasan dalam CD • Pembuatan buku informasi taman nasional versi Indonesia dan Inggris • Pembuatan website • Penggandaan buku saku peraturan perundangan bidang PHKA • Penyusunan buku panduan interpretasi TNMB • Penyusunan data base TNMB • Lomba lintas alam • Inventarisasi dan identifikasi wisata alam • Penyusunan buku informasi tumbuhan obat.
198
Program Perlindungan dan Pengamanan Potensi Kawasan
Program Pembinaan Sumber Daya Manusia
5.8. Program Pembinaan Partisipasi Masyarakat
• Pembuatan papan nama/pengumuman/larangan/informasi/petunju k pada tempat-tempat strategis • Operasi pengamanan fungsional • Operasi pengamanan hutan gabungan • Operasi khusus pengamanan hutan • Monitoring dan evaluasi hasil operasi pengamanan kawasan • Penanggulangan kebakaran kawasan. • Koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran di TNMB. • Pelaksanaan koordinasi penanganan kasus pelanggaran kehutanan • Koordinasi PPNS dengan instansi terkait • Rapat koordinasi tingkat Muspika • Rapat koordinasi pengelolaan hutan terpadu dengan fokus TNMB • Pendidikan dan latihan penjenjangan. • Pelatihan/penyegaran POLHUT, PEH dan PPNS. • Pelatihan/penyegaran perencana, penyusun program dan anggaran. • Pelatihan/peyegaran pengelola administrasi barang Inventaris Kekayaan Milik Negara (IKMN). • Pelatihan/penyegaran administrasi keuangan. • Pelatihan/penyegaran pengelola kegiatan/proyek. • Pelatihan/penyegaran pemandu wisata. • Latihan menembak bagi Polhut. • Membantu pengurusan hak paten dan merek produk jamu tradisional 20 jenis • Pengadaan bibit tanaman rehabilitasi oleh kelompok tani mitra rehabilitasi. • Pertemuan kelompok tani mitra rehabilitasi • Pelibatan masyarakat sekitar kawasan dalam kegiatan rehabilitasi • Pendampingan kelompok tani mitra rehabilitasi • Penyuluhan konservasi.
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
tidak jelas
ada
tidak jelas
tidak jelas
ada
tidak jelas
ada
ada
tidak jelas
ada
ada ada ada
tidak jelas tidak jelas ada
ada ada ada
Sumber : Balai Taman Nasional Meru Betiri (2004c)
199
Lampiran 16. Sejarah Ringkas Perkembangan Desa Curahnongko (Konsorsium FAHUTAN IPB-LATIN, 1995). Tahun Kejadian 1917 19191921 1929 1938
1942
1947
1948
1955
1958 1965 1967
1968 1970 1972
Awal cikal bakal berdirinya desa Curahnongko Dilakukan pembabatan hutan untuk perkampungan oleh kelompok Pak Jah dan Pak Rah yang datang dari Madura Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan suatu ketentuan bahwa kawasan hutan Meru Betiri dan sekitarnya perlu dilindungi dan dilestarikan. Beberapa orang masuk hutan mengambil madu, bambu dan kayu, tetapi waktu itu hanya dipakai untuk kebutuhan sendiri seperti untuk mendirikan rumah dan membuat gedek. Jumlahnya juga sedikit sekali karena hanya jika ada orang butuh dan sebatas kebutuhan sendiri saja, sedikit sekali yang dijual. Kompleks hutan Meru Betiri ditetapkan sebagai hutan lindung, yaitu di zaman Ratu Yuliana kompleks hutan Meru Betiri ditetapkan sebagai hutan lindung berdasarkan Besluit Directeur van Economiche Zaken tanggal 29 April 1938 nomor 571 Tentera Jepang masuk ke Curahnongko dan membuat asrama. Semua hasil pertanian diminta dan disita Jepang. Makanan tidak ada, orang-orang mulai masuk alas (hutan) Meru untuk mencari yang bisa dimakan dan membuat pakaian dari kulit pohon ancar. Makanan yang dicari adalah gadung dan ketela pandesi. Perkampungan dibakar oleh Belanda. Banyak penduduk masuk dan bahkan mengungsi ke hutan. Orang-orang di hutan mengambil segalanya yang bisa dimakan atau dijual, seperti : gadung, madu, buah kemiri, buah kluwek, buah kedawung, buah joho dan lain-lain. Saat itu beberapa orang (termasuk mbah Setomi) mulai mengenal daerah-daerah yang banyak terdapat pohon-pohon kedawung dan jenis lain yang hasilnya laku dijual. Mulai ada pengepul (pedagang pengumpul) tumbuhan obat, namanya Pak Alim, sebelumnya ia menerima pesanan dari luar daerah, biasanya dari Ajung, selanjutnya dia memberitahu para pendarung (mbah Setomi dan beberapa kawannya) bahwa saat ini musim buah tertentu, misalnya Kedawung sudah tua, Kemiri sudah tua dan dapat dipanen. Nanti kalau ketemu diambil dengan taksiran harga per kilo sekian. Jika harganya dirasa cocok, baru orang-orang masuk hutan mencari barang yang dipesan pengepul. Jika sebelum masuk hutan tidak punya uang dapat pinjam dahulu ke pengepul, berupa uang atau beras, jagung, cengkeh, dll. Pinjaman biasanya dibagi dua, sebagian untuk kebutuhan keluarga di rumah, sebagian untuk bekal masuk hutan bersama gandengan teman masing-masing. Hutan Curahnongko mulai dibabat dan ditanami jati milik Perhutani, yang melakukan pembabatan adalah masyarakat petani dan yang menanam jati juga masyarakat petani Curahnongko, sebagai upahnya petani boleh menanam palawija di sekitar tanaman jati yang masih kecil, hasilnya untuk masyarakat petani. Tanaman palawijanya adalah jagung, padi gogo dan tembakau. Setelah 3 tahun, tanaman sela ditutup dan petani harus keluar dari areal Perhutani. Model seperti ini juga dilakukan oleh Perhutani di Wonowiri, Kali Tapeh dan Pondok Jati, yang dilakukan berurutan waktunya. Daerah Wonowiri hutan alam primer ditebang dan diganti dengan tanaman pohon Jati. Banyak anggota masyarakat yang dibantai karena dituduh terlibat G30S/PKI di hutan Jati Wonowiri. Penanaman pohon Jati secara besar-besaran di sepanjang perbatasan hutan alam memanjang ke arah barat sekitar 2000 ha. Bagi masyarakat petani yang diwakili oleh mbah Setomi pembabatan hutan alam, kemudian diganti dengan Jati itulah awal kerusakan dan kesusahan kami, karena setelah itu air menjadi susah, udara menjadi panas, apalagi kalau kemarau pasti terjadi kebakaran, padahal dulu sama sekali tidak pernah terjadi kebakaran. Sebelum itu kalau cari madu cukup di sekitar sini saja di pinggir hutan, kalau berangkat pagi jam 6, nanti paling siang jam 9 sudah kembali dan membawa 25 botol madu, mencari tumbuhan obat juga tidak perlu jauh-jauh ke dalam hutan, paling sore jam 5 sudah sampai rumah membawa hasil. Setelah menjadi hutan Jati, orang-orang mulai masuk jauh ke dalam hutan sampai Meru, Nanggelan, Gergunung, ke tempat-tempat yang dulu terlarang dan angker. Penduduk ada yang sudah punya radio. Pasar Curahnongko mulai ada Dibangun pos penjagaan (Resort Guci Betiri). Pintu keluar dari kompleks hutan lindung Meru Betiri Kompleks Hutan Lindung Meru Betiri seluas 50.000 ha ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 276/Kpts/Um/6/1972 tanggal 6 Juni 1972. Petugas PA SM Meru Betiri mulai melarang dan merampas hasil hutan yang kami bawa dari
200
1973 1975 1976 1977 1980
1982
1985 1986 1988
1989
1990 1991
1992
1994
1995
1997 1998 1999 2001
hutan, kita (mbah Setomi dkk.) dituduh sebagai tukang ngrusak hutan, tukang mbakar hutan, apa saja yang kita hasilkan dari hutan akan dirampas semua, kalau sudah berwujud uang, mereka juga masih minta bagian. Kesenian reog sudah punah. Pesawat TV mulai masuk Alat transportasi dokar punah diganti dengan kenderaan bermotor roda dua dan roda empat Penyerahan kawasan hutan jati Perhutani untuk perluasan kawasan Suaka Margasatwa Mulai ada tradisi tahlilan, dzibaan, barzanji dan arisan. Pendirian masjid di kampung Timur Sawah yang merupakan hasil swadaya murni masyarakat. Orang saat itu beramai-ramai mencari dan menebang kayu Gaharu, terutama di di Tumpak Gondel, Tapen, Growong, Pondok Jati, dll. Pacar Gunung mulai susah ditemukan, yang banyak tinggal kayu putihan saja, yaitu Bendoh, Bindung dan Rawu. Suaka Margasatwa Meru Betiri diperluas menjadi 58.000 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 529/Kpts/Um/7/1982tanggal 21 Juli 1982. Kemudian pada tanggal 14 Oktober 1982 berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor : 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 Suaka Margasatwa Meru Betiri dinyatakan sebagai ”Calon” Taman Nasional Meru Betiri. Mulai ada Puskesmas di Curahnongko. Berdirinya Posyandu. Ada KKN gelombang I dari Universitas Jember Salah seorang putra desa ada yang meneruskan ke perguruan tinggi. Boreg-boreg kayu Jati mulai ada, yang mendatangi penduduk agar mau ngempleng jati dengan iming-imingi pendapatan tinggi. Sejak itu pencurian kayu jati mulai marak dan terangterangan, bahkan sampai ada yang memakai gergaji senso (chain saw) segala. Tetapi tidak ada yang ditangkap, mungkin mereka kerjasama dengan petugas PA, polisi dan tentara (mbah Setomi). Kerusakan Alas Meru benar-benar terasa, saat itu terjadi pengambilan bambu secara besarbesaran guna memnuhi kebutuhan pabrik Sumpit dan untuk Sajen. Setiap hari bertruk-truk bambu di bawa keluar, padahal kalau untuk Sumpit yang bisa dipakai hanya pangkal dan tengah batang, setengah pucuk ke atas harus dibuang, sehingga mengering dan mudah terbakar. Kampung Andongrejo mulai memisahkan diri dari desa Curahnongko menjadi desa Andongrejo Terjadi banjir yang merobohkan jembatan dan menghancurkan satu rumah penduduk. Dibentuknya “Mitra Jaya” organisasi pemuda yang aktif dalam olahraga. Sampai tahun ini tidak pernah ada pembinaan atau penyuluhan dari petugas PA maupun Perhutani, sehingga masyarakat tidak pernah berhubungan dengan PA, kecuali jika ketemu saat membawa hasil dari hutan. Jadi pembinaan tidak ada, kalau cegatan setiap hari ada, soalnya PA sudah hafal jalan-jalan orang mencari madu, kedawung, kluwek, joho dan lain-lain. Sehingga mereka tinggal menunggu dijalan saja. Mahasiswa S1 IPB Mujenah melakukan penelitian mengenai “Interaksi Masyarakat dengan Tumbuhan Obat di Taman Nasional Meru Betiri”. Penelitian ini melakukan wawancara dengan masyarakat pendarung tumbuhan obat dari dukuh Timur Sawah Desa Andongrejo dan dari desa Curahnongko, pada waktu itu ada 4 jenis tumbuhan obat yang banyak dipanen masyarakat dari hutan, yaitu buah Kedawung, buah Pakem, buah Kemukus dan buah Joho Lawe. Pembangunan Demplot rehabilitasi seluas 7 ha oleh 43 KK masyarakat dari kampung Timur Sawah, yang didampingi oleh Konsorsium IPB-LATIN dengan ketua kelompoknya Mbah Setomi. Penanaman tanaman pokok dimulai pada bulan September dengan jenis pohon kedawung, pakem, kemiri, trembesi dan tumbuhan obat bukan pohon berupa cabejawa dan pule pandak. Panen Jagung pertama masyarakat di demplot 7 ha. lahan rehabilitasi. Kelompok TOGA Sari Hutani dan Sumber Waras mulai memproduksi berbagai jamu instan, seperti instan temulawak, temu mangga, teh lampes, pule pandak dll. TOGA Sumber Waras mulai dikenal dengan produknya instan ”Morus alba” yang telah banyak menyembuhkan penderita sakit asam urat. Status “Balai Taman Nasional Meru Betiri” ditetapkan dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 277/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 ha. Mulai terjadi penebangan jati besar-besaran di areal terluar kawasan Taman Nasional Meru Betiri, sepanjang desa Curahnongko, Sanenrejo dan Curahtakir Mulai dilakukan program rehabilitasi lahan bersama masyarakat di zona rehabilitasi seluas sekitar 2500 ha dengan pendampingan yang dilakukan oleh Konsorsium IPB-LATIN Kegiatan pendampingan masyarakat rehabilitasi diteruskan oleh LSM KAIL, LSM masyarakat lokal yang difasilitasi pembentukannya oleh Konsorsium IPB-LATIN.
201
Lampiran 17. Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa sekitar TNMB a. Jumlah penyebaran dan kepadatan penduduk desa sekitar kawasan TNMB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan
Luas (km2)
Desa Kab. Jember Curahnongko Andongrejo Wonoasri Curahtakir Sanenrejo Mulyorejo Pace Sidomulyo Kab.Banyuwangi Sarongan Kandangan Kebonrejo Jumlah
Kepadatan (jiwa/km2)
Jumlah (jiwa)
283,4 262,8 6,2 77,9 88,9 48,4 51,3 51,5
2.883 2.667 4.294 5.633 2.871 4.629 7.792 4.442
2.832 2.828 4.437 5.303 2.977 4.893 8.158 4.659
5.716 5.495 8.731 10.936 5.848 9.522 15.953 9.101
20,17 20,91 1412 140,45 65,75 196,69 311,04 176,86
27,0 18,1 83,2
2.931 4.175 4.466
2.992 4.384 4.650
5.923 8.559 9.116
219,36 473,82 109,60
998,70
46.783
48.113
94.900
1748,77
Sumber : Monografi Desa, 2005
b. Tingkat pendidikan masyarakat desa sekitar kawasan TNMB No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Desa
Belum/ Tidak sekolah
Kab. Jember Curahnongko Andongrejo Wonoasri Curahtakir Sanenrejo Mulyorejo Pace Sidomulyo Kab.Banyuwangi Sarongan Kandangan Kebonrejo
Belum Tamat SD
Tingkat Pendidikan (orang) Tamat Tamat Tamat SD/ SLTP/ SLTA/ Sederajat Sederajat Sederajat
Tamat Akademi/ PT
Jumlah
2.350 2.934 801 2.735 2.704 756 945 684
341 9 1.025 1.258 960 4.568 3.556 4.723
2.314 2.230 5.302 2.442 1.734 1.037 1.393 1.421
324 190 809 3.203 289 157 468 167
296 36 763 1.270 159 4 265 204
41 11 31 27 13 14 2
5.716 5.495 8.731 10.936 5.859 6.522 6.627 7.199
496 768 889
990 1.134
2.177 2.908
1.351 2.142 1.702
901 1.560 1.212
8 47 32
5.923 8.559 7.745
Sumber : Monografi Desa Tahun 2005
c. Pola penggunaan lahan di desa sekitar kawasan TNMB No.
Desa
Jumlah KK
Sawah
Jenis dan luas penggunaan lahan (Ha) Bangunan/ Tambak/ Kebun Tegal Halaman Kolam Rakyat
Jumlah
Ha/ KK
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kab. Jember Curahnongko Andongrejo Wonoasri Curahtakir Sanenrejo Mulyorejo Pace Sidomulyo
1.716 1.311 2.558 3.367 1.633 3.321 5.863 2.817
60,27 60,17 234,00 175,65 15,00 103,00 150,00
105,20 33,51 127,20 139,00 89,20 73,00 190,00 112,00
2,00 1,00
2,50 -
153,42 170,02 248,37 177,18 267,17 1.874 468,00 639,00
318,89 266,20 375,57 550,18 532,02 1.962,00 763,00 902,00
0,186 0,203 0,147 0,163 0,326 0,591 0,130 0,320
1. 2. 3.
Kab. B.wangi Sarongan Kandangan Kebonrejo
1.473 2.598 3.274
278,60 350,00 220,00
225,34 225,00 1.899,77
-
-
185,75 128,00 158,12
689,69 703,00 2.277,89
0,468 0,271 0,696
Sumber : Monografi Desa Tahun 2005
202
Lampiran 17 (Lanjutan) d. Jenis mata pencaharian penduduk desa sekitar kawasan TNMB No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11
Desa Kab. Jember Curahnongko Andongrejo Wonoasri Curahtakir Sanenrejo Mulyorejo Pace Sidomulyo Kab.B.wangi Sarongan Kandangan Kebonrejo
Petani Pemilik Buruh
Jenis Mata Pencaharian Penduduk (orang) PertuNelaPedaPNS/ ABRI kangan yan gang
Jasa
Lainlain
Jumlah
1.540 1.230 3.786 1.136 1.808 304 661 260
1.211 1.269 2.177 657 1.906 1.693 3.335 1.410
42 280 447 280 308 153 177 210
54 10 46 47 43 32 52 67
0216 301 166 71 109 26 40 39
53 -
35 5 17 38 8 29 25 30
203 1.664 398 1.291 143 1.084 1.573 80
3.301 4.812 7.031 3.520 4.325 3.321 5.863 2.817
982 3.148 614
1.102 1.438 2.995
39 109 94
112 45 42
19 35 -
235 3 -
16 20 4
896 176 2.075
3.401 4.974 5.824
Sumber : Monografi Desa Tahun 2005
203
Lampiran 18. Kedawung di Africa Barat Guinea, Fouta Djallon Thierno Maadjou Bah and Mamadou Mouctar Sow
204
Lampiran 18 (Lanjutan). Thierno Maadjou Bah, born in 1944, and Mamadou Mouctar Sow, born in 1952, are both originally from the Futah Djallon region (Mali-Guinea). They belong to the Peulh ethnic group and come from farming families of average means who own vegetable plots, banana plantations or small farms based on agriculture and animals. During early childhood they witnessed the exploitative policies of the colonial administration, which forced their parents to give the state all their harvested crops (rubber, néré, pepper) and animal produce (milk, eggs, livestock and so on). They were profoundly affected by that difficult period of distressing poverty. Their family upbringing made them aware of their socio-economic and cultural environment and they soon recognized the vital importance of the néré tree (Parkia biglobosa) on account of its pharmacological qualities and numerous food uses. Many parts of the tree are used, from roots to leaves, bark, flowers and seeds (a traditional basic seasoning ingredient called soumbara is obtained from the latter). With the hope of one day being able to contribute to improving the rural population’s difficult living conditions, Thierno and Mamadou finished their studies, one of them in agricultural economics and the other in agriculture. They always remained aware of the importance of conservation and became the main coordinators of a plan to protect the néré tree, a symbol of biodiversity and survival for the peoples of Futah Djallon. Thierno Maadjou Bah received a scholarship to study journalism in the German Democratic Republic (Diploma in Advanced Studies from Karl Marx University) after obtaining his Master’s degree in Conakry. He specialized in economics and also undertook a work experience program at Radio Berlin International. After returning to Guinea in 1973, Thierno Maadjou was taken on as a staff writer at the Ministry of Information, but to escape the repression of the regime, asked to be transferred to the Ministry of Rural Development at Labé. This was finally an opportunity to get involved in agriculture and communication in a rural area. The economist was transformed into a farmer and set up, amongst other things, composting projects which relieved the town of Labé of organic waste disposal problems. In addition he was organizer of a scheme to spread cultivation of potatoes, maize, beans and manioc without using chemical fertilizers or pesticides, which resulted in increased yields being obtained. In 1990 Thierno Maadjou was appointed manager of the radio station Radio Rurale de la Moyenne Guinée and inspired the first programs which broadcast on how to farm using modern methods, at the same time educating about conservation of the environment and preventing fires on the savanna. He also energetically campaigned against the use of néré wood as a fuel in brick ovens. Mamadou Mouctar Sow, studied agronomy at the University of Conakry after completing his High School diploma in agriculture and animal husbandry. From 1975 al 1979 he continued his studies at the University of Santa Clara in Cuba, where he graduated in Animal Husbandry. After returning to Guinea he worked at the Research Center of the Ministry of Fisheries and Animal Husbandry (Bureau d'Etudes du ministère de la Pêche et de l'Elevage), with the job of studying feed for ruminant animals. He then moved to the Agricultural Farm of Kolaboui (Ferme Agricole de Kolaboui) located at Boké where he had the task of solving problems connected with feeding poultry and pigs and improving the protein level of animal feed in general. He experimented with various locally available products, including the yellow néré powder. He is a researcher in the field of animal nutrition, a member of the Comité National Ramsar (for the protection of endangered species) and carries out experiments together with farmers into the protection of trees and plants used as forage and the néré tree. The néré tree Parkia Biglobosa is a tree that can reach 20 meters in height, grows in sandy soils, has an umbrellashaped crown and slightly curved, pod-shaped fruit. This tree is now threatened by indiscriminate felling for firewood or deforestation by farmers seeking land for planting. The néré tree has outstanding value as a food as well as pharmacological properties. The flesh of the fruit is rich in carbohydrates (80%), minerals (calcium, phosphorus) and vitamins (A and C). Its seeds — rich in protein, fats and carbohydrates — are used as a condiment and seasoning and, in the past were used as a substitute for coffee. Various parts of the tree, well-known for its properties as a diuretic, laxative and vermifuge, are used to treat illnesses such as dysentery, intestinal parasitosis, bronchitis, asthma, ulcers, rickets, toothache, sore throat and dermatitis - as well as for dyeing material. The dried seeds are used as forage for animals, while when boiled, fermented and ground to a paste (soumbara), they constitute the basic seasoning ingredient for the local cuisine, and have a fundamental role in nutrition thanks to their high content of protein, vitamins of the B group, minerals and oligoelements. In addition to its other merits, this tree is also able to improve the quality of the land. The soumbara, symbol of the struggle against consumerism Soumbara is a food ingredient based on néré seeds which are first fermented and then roasted, ground and sieved. The resulting paste is kneaded and divided into small balls. It is a high-protein, nutritious and
205
Lampiran 18 (Lanjutan). high-energy substance. Guinea is the third poorest country in the world despite having abundant agricultural and food resources. Biodiversity in the area is still almost undisturbed and the people have a natural tendency to preserve their traditions. Unfortunately, however, poverty and the hard struggle for survival, with an added economic pressure from foreign multinational companies, are causing some traditional locally grown food produce to disappear. This is a further setback to the farming community whose existence is inseparably connected to these products. In particular Nestlé, the producer of Maggi stock cubes, is causing significant problems. Maggi cubes have penetrated the market all over Guinea. They are sold at very low prices and are available to everyone, so the consumption of soumbara has dropped dramatically. But the choice of Maggi cubes is certainly not brought about by questions of price. Although very cheap, it is not competitive with the traditional seasoning ingredient and it is social and cultural factors which are involved. In order to promote Maggi stock cubes, Nestlé has adopted various 'tactical' campaigns supported by substantial publicity: every day, radio, local television and newspapers plug publicity messages translated into the three national languages; at weekly markets, girls equipped with megaphones shout slogans advertising Maggi cubes and to be more persuasive, hand out T-shirts and bags. The best salesgirls are rewarded with a trip to Mecca! Nestlé also makes small donations for the building of schools, health clinics and mosques. Opinion polls have recently been conducted on the local population. Although consumption of Maggi cubes has increased (there are cubes for every taste and they are the in-thing) at the expense of soumbara, even for making traditional rice-based dishes like lafidi or foutti, in other cases rural people continue to use both soumbara and other more natural and cheaper traditional seasoning ingredients. As a rule, however, it mainly seems to be old people who use it, as it is considered a food 'for poor people', while Maggi cubes are 'modern'. Due to the dominating position of Maggi, the economy of rural communities is changing. Women who used to collect néré fruit and make soumbara, have had to start growing vegetables, since they had no guarantee of selling soumbara, but this earns them much less money than soumbara used to when it was widely used in the community. Saving the neré and soumbara From the moment they first met, the two technical experts realized they were on the same wavelength and felt passionately about the same problems. A tradition of the Peulh people is for members of the same family to gather and discuss their plans for farming. It was during one of these family meetings that Bah and Sow met and while looking round the fields discovered that all the large trees had been cut down, including neré trees which were protected by everyone in their village. They began to think about this problem and also talked about it on the radio in programs dealing with agriculture and ecology. In 1996 they set up a reforestation program, aiming to protect trees that were valuable both for humans, such as the neré, and for animals, such as figs. Figs produce a very small fruit in Guinea due to the lack of water; the fruit is dried, ground and then added to other forage. More than 3,000 trees growing in fields of the cereal crop fonio, or acha (Digitaria exilis), have been saved and protected in the last five years. The project covers an area of about 10 hectares in the district of Ley Miro, in the prefecture of Pita. A further 100 hectares in the same region have been declared a protected area. They have also founded a NGO, AJEVODET, Association des Jeunes Volontaires pour le Développement de Timbi (Association of young volunteers for the development of Timbi). Timbi is the flat zone in the region of Futah Djallon, and a tree nursery has been set up in this zone with 20,000 saplings planted. Bah and Sow have concurrently carried out education and information programs on soumbara. In the course of the last two years, they have met all the women’s organizations interested in processing neré seeds into soumbara and selling it. Thanks to this program of information and education, soumbara production has recovered and as many as seven groups of women are once more involved in this traditional work: during the year 2000 they put seven tonnes of neré seeds onto the market, some of it already Slow Food Award motivations In isolation and without resources, Mamadou e Thierno have created a project that protects and revives a basic feature of the culture, traditions and economy of a country ranked third poorest in the world, in opposition to the capitalist model of a multinational such as Nestlé. The Slow Food Award will assist the two men to escape the isolation in which they have worked so far and will enable them to develop further projects. Claire Panzer
206