VISUALISASI PEMBANGKITAN SUPERCONTINUUM DALAM SPEKTRUM ULTRAVIOLET DENGAN PERUBAHAN NILAI PADA DAYA MAKSIMAL PULSA MASUKAN DAN KOEFISIEN NONLINEAR PHOTONIC CRYSTAL FIBER
Dewanty Cahyaningtyas, Arif Hidayat, Hari Wisodo Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
ABSTRAK : Telah dilakukan penelitian yang mengkaji tentang pengaruh daya maksimal pulsa masukan dan koefisien nonlinear pada photonic crystal fibers (PCF). Penelitian sebelumnya mengkaji tentang panjang gelombang masukan dan panjang serat yang digunakan, akan tetapi belum dikaji secara mendalam bagaimana pelebaran spektrum yang terjadi ketika daya masukan yang cukup rendah dan konstanta nonlinear serat yang cukup besar. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode numerik. Metode numerik yang digunakan mengacu pada metode yang sebelumnya yaitu metode Split Step Fourier (SSFM). Dalam metode ini, langkah pertama yang dilakukan adalah mengkaji persamaan umum Schrӧdinger nonlinear (NLSE) yang menunjukan evolusi perambatan pulsa di medium nonlinear. Kemudian memisahkan bentuk dispersif dan bentuk nonlinear dari NLSE tersebut. Sehingga didapatkan solusi dari persamaan penyederhanaan NLSE untuk selanjutnya melakukan visualisasi melalui program Matlab2010a. Hasil yang dicapai adalah pelebaran spketrum dari spektrum pompa, yang diperoleh dari variasi pada nilai daya maksimal pulsa masukan dan koefisien nonlinear. Pelebaran spektrum tersebut seiiring dengan pertambahan nilai dari daya maksimal pulsa masukan, maupun penambahan nilai dari konstanta nonlinear.
Kata Kunci: Pembangkitan supercontinuum, Photonic Crystal Fiber, metode Split Step Fourier,
1
untuk mengetahui pengaruh daya maksimal pulsa masukan dan koefisiean nonlinear serat. Sehingga pada penelitian ini, peneliti mengambil judul “Visualisasi Pembangkitan Supercontinuum Dalam Spektrum Ultraviolet dengan Perubahan Nilai pada Daya Maksimal Pulsa Masukan dan Koefisien Nonlinear Photonic Crystal Fiber”.
I. PENDAHULUAN Optik nonlinear sudah dipelajari secara intensif sejak awal 1960an. Hal yang menarik dari fenomena optik nonlinear adalah terjadinya pembangkitan frekuensi baru dan pelebaran spektrum kontinu yang sangat lebar. (Dudley, 2006) Proses tersebut dikenal sebagai pembangkitan supercontinuum yang mana efekefek nonlinear bekerja secara bersamaan semenjak sinar yang dihasilkan dipompakan ke dalam medium untuk meghasilkan pelebaran spektrum yang spesifik dari sinar awal. (Khatak, 2014) Pembangkitan supercontinuum sudah memiliki banyak aplikasi pada bidang spektroskopi, pulsa bertekanan, dan desain dari tunable ultrafast femtosecond laser sources. Dalam konteks telekomunikasi, pemotongan spektral dari spektral broadband supercontinuum juga telah diusulkan sebagai cara sederhana untuk membuat multiwave-length sumber optik untuk aplikasi dense wavelength division multiplexing. (Dudley, 2006) Juga menurut Popmintchov dalam artikel Science edisi 336 tahun 2012, supercontinuum dapat menghasilkan spektrum dalam range sinarX tanpa diperlukannya akselartor elektron. Hal ini berguna bagi pencitraan pada struktur atom untuk mengamati sifat spin elektron, rincian kimia dan interaksi, dimana tidak ada jenis cahaya lain yang dapat mencapainya. Penelitian yang telah dilakukan antara lain dengan merubah nilai Zero-Dispersion yang berbeda. Penelitian tersebut telah dilakuakan oleh Song Yanrong dari China di tahun 2010 dan S.P. Stark dari Max Planck Institute, Germany melakukan penelitian di tahun 2011. M. Azhar dari Max Planck Institue pada tahun 2012, meneliti pembangkitan supercontinuum dengan merubah medium perambatan pulsa, yaitu dengan memberikan gas bertekanan tinggi pada serat PCF dengan Hollow core. Penelitian sebelumnya telah membahas tentang pembangkitan supercontinuum di daerah sekitar spektrum ultraviolet dengan media perambatan pulsa yang digunakan adalah photonic crystal fiber (PCF). Pada penelitian tersebut bertujuan untuk memvisualisasikan pembangkitan supercontinuum dengan merubah nilai panjang gelombang masukan yang diikuti dengan perubahan nilai koefisien dispersifnya. (Hult, 2009) Namun penelitian yang dilakukan pleh Hult, tidak mengkaji pengaruh pada daya maksimal pulsa masukan dan koefisien nonlinear serat PCF. Kemudian dengan berdasar pada penelitian yang digunakan Hult, penelitian kali ini akan mencoba
II. KAJIAN PUSTAKA A. Pembangkitan Supercontinuum
Supercontinuum adalah sebuah pulsa optik dengan lebar spektrum yang dapat melebar hingga lebih ratusan nanometer. Supercontinuum dapat dibangkitkan dengan mengirimkan pulsa optik yang sangat pendek, dengan orde femtosecond, dan memiliki daya tinggi ke dalam PCF.(Hult. 2009). Pembangkitan supercontinuum dalam PCF dipengaruhi oleh dispersi, yang mana mencakup Dispersi Kecepatan Grup (Grouped Velocity Dispersion/GVD), Dispersi Orde ketiga (Third Order Dispersion/TOD), dan efek nonlinear, yang mencakup Modulasi Fase Diri (Self Phase Modulation / SPM), Peningkatan Diri (Self Steeping / SS), Penyebaran Raman Terstimulasi (Stimulated Raman Scattering / SRS). Pada efekefek tersebut Pengaruh dari GVD sangat penting. Sehingga efek GVD telah dibahas secara eksperimen. (Song Yanrong, dkk. 2011). Parameter GVD atau parameter koefisien dispersi, βi. Pada fiber konvensional βi bernilai nol pada panjang gelombang lebih kecil dari zerodispersion wavelength maka nilai β2 > 0, fiber dikatakan memberikan normal- dispersion sedangkan jika panjang gelombang lebih besar dari zero-dispersion wavelength maka nilai β2 < 0, fiber dikatakan memberikan anomalousdispersion. (Endra. 2009) B.
Photonic Crystal Fiber (PCF)
Photonic Crystal Fiber atau serat kristal fotonik, yang akan selanjutnya disebut sebagai PCF, adalah serat dengan perbedaan indeks bias yang jauh lebih besar dibandingkan dengan serat optik konvensional. Serat optik konvensional yang tersusun atas 2 gelas silinder yang berbeda indeks bias, dengan indeks bias inti lebih besar dibanding claddingnya. Perbedaan tersebut hanya berkisar ~ 0.1%. Sehingga para peneliti termotivasi untuk membuat serat dimana cahaya terbatas dan dipandu oleh efek band-gap fotonik. Terdapat 2 geometri PCF. Dengan inti berongga dan inti padat. Dalam kasus dimana serat memiliki inti berongga di tengah struktur, panduan band-gap fotonik asli dapat terjadi, dan PCF jenis
2
ini telah banyak menarik minat peneliti karena potensi mereka untuk lossless dan transmisi bebas distorsi, perangkat partikel, pengindraan optik, dan untuk aplikasi baru dalam optik nonlinear. PCF inti berongga tidak dapat digunakan dalam percobaan pembangkitan supercontinuum. Sebaliknya pembangkitan supercontinuum diamati pada PCF yang memiliki inti padat di tengah struktur, sehingga serat terdiri dari wilayah gelas padat dikelilingi oleh berbagai lubang udara di sepanjang serat. Dalam hal ini, indeks bias efektif wilayah tengah PCF adalah lebih tinggi dari sekitarnya, wilayah lubang udara (sering disebut sebagai cladding kristal fotonik), dan bimbingan terjadi melalui modifikasi pantulan internal total.
kerugian ini akan diabaikan pada simulasi numerik. b. Fungsi respon nonlinear adalah fungsi respon nonlinear yang merupakan kontribusi akibat dari perhitungan elektronik dan inti, yang dituliskan (2) Rt ' 1 f R t t e f R hR t Kontribusi elektrik disertakan dalam analisis sebagai kejadian yang berlangsung secara spontan dimana hampir mencapai 1fs. Dan adalah fungsi respons Raman dan terdapat informasi tentang getaran molekul silica (dalam serat optic) sebagai cahaya melewati serat optic. Seharusnya fungsi respons Raman dihitung secara eksperimental, tapi pada analitik kali ini terdapat ditulis pada persamaan di bawah yang menurut (Blow & Wood, 1989) secara eksperimen , dan .
hR c. (a)
(b)
12 2 2 1 2
2
e
t 2
Koefisien nonlinear Pendekatan yang
t sin 1
(3)
digunakan
dapat digunakan untuk memperluas rentang di bawah 20 THz (Agrawal, 2007). Sebagai rentang panjang gelombang supercontinua pada penelitian ini adalah 300 nm (1000Thz) hingga 2000 nm (150 THz) dan frekuensi yang digunakan ~ 1000 THz. Model yang terbaik, bergantung pada frekuensi area modus efektif. Dimana frekuensi area modus efektif ini tidak akan bekerja pada panjang gelombang 800 nm, tapi untuk panjang gelombang > 1500 nm, ketergantungan frekuensi akan signifikan sehingga hasil di wilayah tersebut akan terpengaruh.(Hult. 2009) d. Penyederhanaan generalisasi persamaan Schrӧdinger nonlinear Dengan menyertakan α = 0 dan
Gambar 1 : Struktur Serat Kristal Fotonik. (a) Electron micrograph dari PCF yang digunakan dalam eksperimen pembangkitan supercontinuum oleh Renka et al (b) Detil struktur mikro inti PCF.
Generalisasi Persamaan Schrӧdinger Nonlinear Efek dari dispersi dan kenonlinearan dalam PCF sering dibahas dalam persamaan Schrödinger Nonlinear yang telah dimodifikasi yang diambil dari . (Dudley, 2006) : Pers (1) C.
m A A M 2 i m 1 m i i 1 Az, t Rt ' A z, t t ' dt ' m z 2 m2 m! t t 0
pada persamaan (1) menghasilkan: Pers (4)
dimana, A adalah perubahan pulsa envelope secara perlahan; z sebagai jarak perambatan gelombang; α sebagai kerugian selama perambatanan di dalam serat; γ adalah parameter nonlinear; β2 parameter dispersi orde ke dua; β3 parameter dispersi orde ketiga; ω0 sebagai pusat panjang gelombang dari pulsa; dan TR adalah parameter penyebaran Raman.
M m A A i Az, t Rt ' Az, t t '2 dt ' i m 1 m i 1 m z m! t t m2 0 0
Dengan mensubstitusikan persamaan (2) ke dalam integral persamaan (4) memberikan,
a.
Fiber loses Koefisien α pada Persamaan (1) merepresentasikan kerugian daya sebagai perjalanan cahaya selama perambatanan di dalam serat. Pada pembangkitan supercontinuum, panjangnya fiber dapat diabaikan, karena hanya menggunakan beberapa meter saja. Sehingga
sehingga persamaan (4) menjadi Persamaan (5)
3
M m A A i 2 2 i m 1 m i 1 f R A A A A m z m! t 0 t m2
nonlinear di setiap pertengahan langkah (seperti pada gambar 2).
i 2 2 if R A hR Az, t t ' dt ' A hR Az, t t ' dt ' 0 t 0 0
Metode Split Step Fourier untuk menyelesaikan persamaan Schrӧdinger Nonlinear Persamaan Schrödinger Nonlinear yang telah disederhanakan dapat diselesaikan dengan menggunakan Metode Split-Step Fourier. Metode ini didasarkan pada pemisahan komponen dispersif dengan komponen nonlinear dari persamaan sebelumnya. Metode ini mengasumsikan jarak yang sangat kecil pada komponen ini dapat diasumsikan independen dan dituliskan menjadi: D.
A Dˆ Nˆ A z
Gambar 1 Gambaran dari Metode SplitStep Fourier Syarat kenonlinearan juga akan lebih akurat jika didiskripsikan dalam bentuk integral, sehingga perhitungan menjadi Persamaan (12) zh h h A z h, t exp Dˆ exp Nˆ z 'dz' exp Dˆ A z , t 2 2 z
(6)
Bentuk dispersive dan nonlinear ditulis pada persamaan (2. 39) dan (2. 40) M m Dˆ i m 1 m m m! t m2
2 i 2 Nˆ i 1 f R A AA 0 A t
III. METODE PENELITIAN
(7)
A.MetodePenelitian (8)
Tujuan Penelitian berjudul Visualisasi Pembangkitan Supercontinuum Dalam Spektrum Ultraviolet dengan Perubahan Nilai pada Daya Maksimal Pulsa Masukan dan Koefisien Nonlinear Photonic Crystal Fiber merupakan penelitian pengembangan visualisasi model fisis pembangkitan supercontinuum. Model fisis yang dipilih adalah pembangkitan supercontinuum dalam spektrum ultraviolet. Model fisis ini dideskripsikan dengan persamaan Schrödinger nonlinear yang telah dimodifikasi, yang diambil dari Agrawal (2007), Kobtsev & Smirnov (2006) dan Dudley dkk (2006), pada persamaan (1) :
i 2 A hR Az, t t '2 dt ' if R hR Az, t t ' dt ' 0 A t 0 0
Solusi persamaan Schrödinger nonlinear
Az h, t exp h Dˆ Nˆ Az, t
(9) Menurut teori Baker-Hausdorff , keadaan untuk 2 operator yang tidak saling merubah adalah Pers (10)
h2 ˆ ˆ ˆ ˆ exp hDˆ exp hNˆ exp h Dˆ Nˆ DN ND ... 2
Dengan mengabaikan h2 dan higher term pada bentuk eksponensial di atas, menjadikan :
exp h Dˆ Nˆ exp hDˆ exp hNˆ
Penelitian ini diselesaikan secara numerik dengan menggunakan Split-Step Fourier pada persamaan (2) untuk melihat bagaimana perambatan ultra-short pulse pada serat optik nonlinear. Pengaruh masing-masing dari higherorder parameter linier (δ) dan nonlinear (s dan τR) akan dilihat secara terpisah. Kemudian setelah itu akan dilihat bagaimana pengaruh ketiga parameter tersebut secara bersamaan. Persaman (2) dapat dituliskan seperti pada persamaan (6) :
Dan harus menjadi catatan dengan syarat bentuk nonlinear dan dispersive tidak dapat dibolak-balik. Sehingga solusi untuk paket pulsa menjadi Az h, t exp hDˆ exp hNˆ Az, t (11) Sebuah variasi pada persamaan diatas diketahui sebagai metode split-step Fourier simetris yang akan digunakan pada program, karena metode ini memiliki akurasi yang tinggi. Metode ini bekerja dengan menghitung efek
4
A Dˆ Nˆ A z
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Variasi Nilai P0 (Watt) Pada Saat z Bernilai 0,3 m dan γ = 0,11 (W-1 M-1)
Dˆ adalah operator diferensial untuk sifat linier fiber Persamaan (6) : M m Dˆ i m 1 m m m! t m2
Nˆ
adalah operator differensial untuk sifat nonlinear fiber: Persamaan (7) :
2 i 2 Nˆ i 1 f R A AA 0 A t
i 2 A hR Az, t t '2 dt ' if R hR Az, t t ' dt ' 0 A t 0 0
Solusi persamaan differensial diatas adalah : Persamaan (9)
Az h, t exp hDˆ exp hNˆ Az, t
Integral pada persamaan (10) menjadi Persamaan (12)
Kenonlinearan yang dihitung adalah pada (z+h/2), bukan (z+h). Sehingga diperlukan pendekatan, dengan prosedur iterasi yang akan dilakukan: 1. Awalnya diganti dengan dan dihitung 2. Kemudian digunakan untuk menghitung . 3. Hasil akhir dari digunakan untuk menghitung ulang
Gambar4. 2. Pembangkitan supercontinuum dengan variasi pada nilai daya laser sumber sebagai masukan. (a) P0 = 100 W, (b) P0 = 250 W, (c) P0 = 500 W, (d) P0 = 700 W, (e) P0 =1000 W, (f) P0 =1250 W, (g) P0 = 1450 W, (h) P0 = 1750 W
Langkah 2 dan 3 diulang hingga selisih sebelumnya dan nilai yang baru adalah angka iterasi yang dimaksud telah ditampilkan.
Variabel bebas pada visualisasi pembangkitan supercontinuum selanjutnya adalah perubahan pada daya laser yang menjadi sumber masukan (P0) yang ditunjukan pada Gambar 2. Dengan nilai P0 antara lain, 100 W, 250 W, 500 W, 700 W, 1000 W, 1250 W, 1450W dan 1750 W. Sedang variabel tetap yang digunakan antara lain λ = 532 nm, z = 0,3 m dan γ = 0,11 W-1 m-1. Hasil visualisasi dengan mengubah parameter daya masukan P0 ke nilai 100 Watt, tidak tampak adanya perluasan spektrum yang berarti. Namun tetap masih mengalami pelebaran dari panjang gelombang 498,36 nm hingga 544,26 nm. Ketika nilai P0 = 250 Watt, pembangkitan suercontinuum tidak begitu luas, sehingga rentang
5
nonlinear. Sehingga ketika nilai γ semakin besar, supercontinuum yang dihasilkan pun akan semakin luas. Berdasarkan hal tersebut, hasil visualisasi dengan mengubah nilai γ digambarkan oleh Gambar 3. Tampak pelebaran pita spektrum seiring dengan perubahan nilai γ. Dengan nilai z dibuat tetap 0.3m dan P0 = 1250 Watt, juga λ = 532nm. Pada saat nilai γ = 0.11 (W-1 m1) bentuk yang sama yang diperoleh pada Gambar 1(b) dan Gambar 2(e) diperoleh lebar pita 121,31 nm. Selanjutnya ketika γ bernilai 0.17 (W-1 m1), spektrum yang dihasilkan dalam rentang 418,18 nm hingga 592,72 nm. Yang terakhir, pita dapat melebar hingga 190,16 nm, dengan nilai minimal 413,11 nm dan maksimal 603, 27 nm, diperoleh ketika nilai γ = 0.2 (W-1 m1). Tak hanya dengan lebar pita yang berubah, namun juga jarak yang dicapai untuk mulai melebar. Terlihat pada Gambar 3(a) mulai terjadi perubahan warna pada saat menempuh jarak antara 0.15 – 0.2 m. Kemudian pada Gambar 3(b) perubahan terjadi saat z bernilai kisaran 0.1 – 0.15 m. Kemudian perubahan lebih cepat terjadi, ketika nilai γ = 0.2 (W-1 m1). Hanya membutuhkan jarak berkisar 0.05 – 0.1 m.
panjang gelombang yang di hasilkan hanya 481,96 nm hingga 550,81 nm. Kemudian untuk nilai P0 500 Watt, 700 Watt, 1000 Watt, dan 1250 Watt menghasilkan, secara berturut-turut, rentang panjang gelombang antara 465,57 nm – 560,65 nm, 459,01 nm – 563,93 nm, 449,18 nm – 570,49 nm dan 436,06 nm – 573,77 nm. Selanjutnya, untuk nilai P0 = 1450 Watt, akan menghailkan perluasan spektrum dari 429,16 nm hingga 577,08 nm. Lebar pita bisa mencapai 166,67 nm, dari 423,72 nm hingga 589,83 nm, saat variasi P0 bernilai 1750 Watt. Sesuai dengan Persamaan Hubungan antara nilai daya masukan berbanding lurus dengan kenonlinearan yang kemudian sebanding dengan perluasan spektrum yang dibentuk.
B. Hasil Variasi Nilai γ (W-1 m1) Dengan Nilai Tetap Pada z = 0,3 m dan P0 = 1250 Watt
V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pengaruh panjang serat, daya maksimal dari pulsa masukan dan koefisien nonlinear serat, sangat berpengaruh terhadap pelebaran pita supercontinuum. Pada pembahasan di bagian A, menunjukan hasil bahwa pelebaran pita supercontinuum akan sebanding dengan panjang serat yang digunakan. Sehingga semakin panjang serat yang digunakan, semakin lebar spektrum yang dihasilkan. Pembahasan di bagian B, menunjukan kesebandingan antara daya maksimal pulsa masukan dengan pelebaran spektrum. Sama halnya pada pembahasan bagian C, semakin besar koefisien nonlinear pita spketrum semakin lebar. Atau secara umum, semakin nonlinear sistem maka pita spektrum yang dihasilkan akan semakin lebar.
Gambar 4. 3. Perubahan nilai gamma mempengaruhi lebar pita pembangkitan supercontinuum. (a) γ = 0.11 (W-1 m1), (b) γ = 0.17 (W-1 m1) dan (c) γ = 0.2 (W-1 m1)
Pengaruh perubahan nilai konstanta kenonlinearan dengan pembangkitan supercontinuum, ditunjukan dengan hubungan kosntanta tersebut dengan bentuk kenonlinearan pada persamaan Schrӧdinger nonlinear yang telah dimodifikasi Persamaan (2. 37). Pada persamaan tersebut, nilai γ sebanding dengan bentuk
B.
Saran
Pada penelitian selanjutnya tentang pembangkitan supercontinuum pada medium Photonic Crystal Fiber (PCF), akan lebih baiknya jika nilai fiber losses tidak 6
dihilangkan. Sehingga hasil yang diharapkan adalah didaptkannya hasil yang lebih teliti.
VI.DAFTAR RUJUKAN Agrawal, G. P. 2013. Nonlinear Fiber Optic, Academic Press, https://book .google.co.id/books?id=SQOLP6M0. Diakses tanggal 14 Maret 2015. Dudley, J. M. et al. 2006. Supercontinuum Generation inPhotonic Crystal Fiber, Review of Modern Physics Vol 78. Edward, John McCarthy. 2013. Nonlinear Optical Processes in Bulk and Waveguide Structure in the Infrared. Thesis tidak diterbitkan. Edinburgh : School of Engineering and Physical Sciences, Heriot-Watt University Hult, Dr. J. 2009. Supercontinuum Generation in the near Ultraviolet region of the Electronic Spectrum. - : -. Khatak, Satish. 2014. Affects of Variying the Parameters on Supercontinuum in PCF, Rajasthan, International Journal of Advanced Research in Elecctrical, Electronics and Instrumentation Engineering Vol 3 Popmintchew, Tenio dkk. 2012. Bright Coherent Ultrahigh Harmonics in the keV X-Ray Regime from Mid-Infrared Femtosecond Lasers, New York : Science Tim Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (PPKI). Malang: UM.
7