Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Email :
[email protected] ABSTRAK: Hasil observasi dan wawancara pada kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung menunjukkan bahwa guru masih menggunakan metode belajar ceramah, presentasi, dan latihan soal. Metode yang dilakukan berdampak siswa menjadi kurang aktif, tidak pernah praktikum, dan hanya fokus pada latihan soal saja. Terlihat ketika siswa melakukan praktikum, siswa tidak bisa menggunakan dan membaca alat ukur dengan baik. Salah satu upaya untuk memecahkan masalah tersebut yaitu diterapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Berdasarkan hasil diketahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas, dan berlangsung dalam dua siklus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan catatan lapangan, lembar observasi keterlaksanaan, lembar penilaian keterampilan proses sains siswa, dan tes kemampuan berpikir kreatif siswa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan untuk keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing sebesar 10,64%. Hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa, mengalami peningkatan dalam jumlah siswa yang lulus KKM, yaitu sebesar 38,24%. Keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan sebesar 7,58%. Kata Kunci: Inkuiri Terbimbing, Kemampuan Berpikir Kreatif, Keterampilan Proses Sains Rohim (2012: 2) menyatakan bahwa proses pembelajaran merupakan pokok utama dari keseluruhan proses pendidikan formal, karena melalui sebuah proses pembelajaran terjadi transfer ilmu dari guru ke siswa yang berisi berbagai tujuan pendidikan. Sudarma (2013: 48) menyatakan “pada sampai tahun 2012 sudah banyak diperkenalkan model pembelajaran yang merangsang peserta didik untuk bisa berpikir kritis dan kreatif. Satu diantaranya yaitu model pembelajaran berbasis pemecahan masalah (problem solving based learning) atau pembelajaran kontekstual (contextual learning)”. Tempat penelitian yaitu di kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung. Selama observasi guru sudah mengajak siswa untuk aktif dengan berdiskusi kelas, namun siswa hanya mengacu pada buku teks yang dimiliki, dan
tidak memberikan umpan balik. Berdasarkan fakta di lapangan, kemampuan berpikir kreatif siswa belum pernah diasah. Terbukti guru masih menggunakan soal pilihan ganda, sehingga kemampuan berpikir kreatif tidak dapat diketahui karena jawaban dari soal pilihan ganda bersifat tertutup. Keterampilan proses sains siswa juga masih kurang, dibuktikan dengan selama siswa belajar fisika di kelas tidak pernah diberikan praktikum. Penelitian yang dilakukan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Model pembelajaran inkuiri mempunyai ciri khas yaitu siswa menentukan sendiri permasalahan dan menemukan sendiri jawaban atas permasalahan yang dibuat. Wartono (2003:132) menyebutkan “ kata inkuiri berasal dari kata bahasa Inggris inquiry dan menurut kamus berarti ‘pertanyaan’ atau ‘penyelidikan’ ”. Zubaidah (2013:103) mengemukakan “ kata inkuiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu ‘to inquire’ yang berarti bertanya atau menyelidiki. Pertanyaan merupakan inti dari pembelajaran berbasis inkuiri. Pertanyaan dapat menuntun untuk melakukan penyelidikan sebagai usaha peserta didik dalam memahami materi pelajaran”. Inkuiri terbimbing memiliki langkah-langkah di dalam proses pembelajarannya yaitu orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Fase-fase tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Orientasi Guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting karena merupakan langkah awal untuk menarik perhatian dan pemikiran siswa. 2. Merumuskan Masalah Guru memberikan masalah yang akan dibahas atau untuk diselidiki dan dipecahkan melalui kegiatan eksperimen. 3. Merumuskan Hipotesis Guru mengajak siswa membuat dugaan awal mengenai hasil praktikum berdasarkan rumusan masalah yang dibuat. 4. Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. 5. Menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menetukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. 6. Merumuskan Kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Rohim (2013) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan ide atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk. Pada umumnya, berpikir kreatif dipicu oleh masalah-masalah yang menantang. Saefudin (2012) menyatakan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya terletak pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban. Menurut Guilford dalam Rohim (2013) indikator dari berpikir kreatif ada lima yaitu: 1) Kepekaan (problem sensitivity), kemampuan dalam mendeteksi (mengenali dan memahami) serta menanggapi suatu pernyataan, situasi dan
masalah; 2) Kelancaraan (fluency), kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan; 3) Keluwesan (flexibility), kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah; 4) Keaslian (originality), kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakan orang; 5) Elaborasi (elaboration), kemampuan menambah situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang di dalamnya dapat berupa tabel, grafik, gambar, model, dan kata-kata. Berdasarkan aspek-aspek berpikir kreatif di atas maka dalam penelitian ini disusun instrumen penelitian berpikir kreatif dalam model belajar inkuiri terbimbing yaitu berupa lembar observasi yang meliputi aspekaspek kepekaan (problem sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality). Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi. Menurut Wartono (2003:167) diberikan jenis-jenis keterampilan proses sains yaitu mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan penelitian, berkomunikasi, dan mengajukan pertanyaan. Berdasarkan aspek-aspek keterampilan proses sains yang telah dijelaskan oleh para ahli di atas, maka dalam penelitian ini disusun instrumen penilaian keterampilan proses sains dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing berupa lembar observasi meliputi aspek-aspek yaitu mengamati, merumuskan hipotesis, merencanakan penelitian, melakukan percobaan, menganalisis data, berkomunikasi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan cara memberikan suatu perlakuan kepada subjek penelitian untuk memperoleh data-data yang akan diolah. Tindakan ditekankan pada penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung, dengan materi pembelajaran suhu dan kalor. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung. Kehadiran peneliti pada tindakan pembelajaran ini sebagai pengajar atau guru dibantu dengan satu orang observer. Penelitian dilakukan dalam dua siklus, di mana satu siklus terdapat empat kali pertemuan. Tahapan-tahapannya yaitu rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan tujuan perubahan yang ingin dicapai. Proses identifikasi masalah dilakukan dengan observasi kelas dan wawancara dengan guru fisika yang mengajar kelas X-MIA 1. Berpatokan pada hasil observasi kelas dan wawancara, perencanaan penelitian tindakan kelas dirancang dan dilaksanakan sesuai prosedur penelitian tindakan kelas. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, lembar observasi keterlaksanaan kemampuan berpikir kreatif, lembar observasi keterlaksanaan keterampilan proses sains, format catatan lapangan, RPP, LKS, dan soal kemampuan berpikir kreatif siklus I dan II.
HASIL Keterlaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berdasarkan temuan-temuan dalam siklus I dan siklus II, dapat diketahui bahwa keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa kelas XMIA 1 dapat terlaksana dengan sangat baik. Kemampuan berpikir kreatif siswa dari siklus I mengalami peningkatan pada siklus II. Aspek keterampilan proses sains siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, namun memang terdapat beberapa indikator di dalamnya yang belum bisa maksimal. Persentase keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siklus I adalah 71,5 % menjadi 82,14 % pada siklus II. Keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan sebesar 10,64 %. Peningkatan keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing terjadi pada beberapa aspek. Hasil selengkapnya dapat ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Data Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Siklus I dan Siklus II Siklus I
Siklus II
71,5 %
82,14 %
Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Setelah dilakukan tindakan hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa kelas X-MIA 1 mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu rata-rata nilai mengalami peningkatan dari 77 pada siklus I menjadi 77,9 di siklus II. Siklus I rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa 77 dengan persentase siswa yang lulus KKM 38,24 %. Pada siklus II rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa mencapai nilai 77,9 dengan persentase siswa yang lulus KKM yaitu 61,76 %. Data persentase hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa siklus I dan siklus II selengkapnya disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Data Persentase Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Siklus I dan Siklus II Sekor
Siklus I
Siklus II
≥ 77 (tuntas)
13 siswa (38,24 %)
21 siswa (61,76 %)
≤ 76 (belum tuntas)
21 siswa (61,76 %)
13 siswa (38,24 %)
Peningkatan Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kreatif
23,52 %
Analisis Keterampilan Proses Sains Setelah dilakukan tindakan sekor aspek keterampilan proses sains siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan di semua indikatornya.
Persentase keterampilan proses sains siswa pada siklus I yaitu 61,76 % menjadi 69,34 % pada siklus II. Persentase keterampilan proses sains mengalami peningkatan sebesar 7,58 %. Besarnya persentase peningkatan tidak terlalu tajam namun di kelas siswa sudah banyak mengalami perubahan pada setiap indikator khususnya menyusun hipotesis. Hasil selengkapnya disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Data Aspek Keterampilan Proses Sains Siswa pada Siklus I dan Siklus II Siklus I
Siklus II
Peningkatan
(%)
(%)
(%)
Mengamati
59,3
68,75
9,45
Merumuskan Hipotesis
66,91
75,37
8,46
Merencanakan Penelitian
57,84
64,71
6,87
Melakukan Percobaan
61,52
70,22
8,7
Menganalisis Data
58,82
64,95
6,13
Berkomunikasi
66,17
72,06
5,89
Rata-rata
61,76
69,34
7,58
Aspek Keterampilan Proses Sains Siswa
Berdasarkan paparan data di atas, penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siklus II lebih baik dibandingkan pada siklus I, atau dapat dikatakan mengalami peningkatan. Aspek kemampuan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan penelitian dari Dewi (2013), menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa kelas VIII-C SMP Negeri 8 Malang diperoleh peningkatan untuk keterampilan proses sains dan prestasi belajar dari siklus I menuju siklus II. Selain itu penelitian dari Azizah (2013), menyatakan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa kelas X-II MAN Malang 1, mengalami peningkatan kemampuan kognitif dari siklus I ke siklus II. PEMBAHASAN Keterlaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Secara keseluruhan persentase keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing meningkat dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I semua tahapan inkuiri terbimbing sudah terlaksana dengan baik meskipun ada beberapa indikatornya yang belum bisa maksimal terlaksana di dalam kelas. Indikator yang belum bisa maksimal antara lain siswa masih sangat sulit untuk menyusun hipotesis, mengajukan pertanyaan, masih malu-malu melakukan presentasi, dan takut untuk menyusun dan menyampaikan kesimpulan. Hasil keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siklus I adalah 71,5 %. Pada siklus II keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan sebesar 10,64 %, dari 71,5 % untuk siklus I ke 82,14 % untuk siklus II. Peningkatan keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dapat terlaksana dikarenakan selalu dilakukan perbaikan-perbaikan baik dari segi kualitas mengajar maupun kemampuan mengontrol kelas antara siklus I dan siklus II. Siklus II guru berusaha semaksimal mungkin agar siswa dapat mengajukan pertanyaan yang hanya bisa dijawab “ya” atau “tidak” oleh guru, dengan cara mengulangi apersepsi berupa demonstrasi atau gambar. Guru juga berusaha keras agar siswa dapat menyusun hipotesis sendiri dengan bantuan pertanyaanpertanyaan yang dapat menggiring pemikiran siswa untuk menyusun hipotesis. Guru juga membantu kegiatan refleksi yang berisi membuat kesimpulan dari seluruh kegiatan pembelajaran dengan jalan memberi pertanyaan yang arahnya menjadi kesimpulan. Siswa yang antusias dengan model pembelajaran baru yaitu inkuiri terbimbing memberikan dampak kemudahan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Kemampuan Berpikir Kreatif Setelah Diterapkan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Kemampuan berpikir kreatif siswa diperoleh dari soal tes kemampuan berpikir kreatif dengan menggunakan lembar kriteria penilaian kemampuan berpikir kreatif siswa. Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif yaitu dengan jenis soal uraian. Aspek yang dinilai dalam penilaian kemampuan berpikir kreatif siswa antara lain: kepekaan (problem sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus I dan siklus II. Data hasil observasi menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus I yaitu 77 dengan nilai terendah adalah 60 dan nilai tertinggi 90. Jumlah siswa yang lulus KKM adalah 13 siswa, dan yang belum lulus KKM adalah 21 siswa. Persentase kemampuan berpikir kreatif siswa siklus I yang lulus KKM adalah 38,24 % dan yang belum lulus KKM 69,34 %. Sedangkan nilai ratarata hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus II yaitu 77,9 dengan nilai terendah adalah 65 dan nilai tertinggi 85. Jumlah siswa yang lulus KKM adalah 21 siswa, dan yang belum lulus KKM adalah 13 siswa. Persentase siswa yang lulus KKM 69,34 % dan yang belum lulus KKM 38,24 %. Jika dibandingkan rata-rata nilai kelas pada siklus I maka rata-rata mengalami peningkatan sebesar 0,9 dan yang tuntas KKM mengalami peningkatan 23,52 %. Dari data siklus II diketahui siswa yang belum lulus KKM adalah 13 siswa dengan persentase 38,24 %. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (1) Ketika proses belajar siswa kurang merespon dengan baik materi yang disampaikan, (2) Ketika guru memberikan latihan soal siswa malu untuk bertanya ketika ada yang kurang dimengerti, (3) Perbedaan kemampuan pemahaman tiap siswa terhadap soal ketika mengerjakan soal tes kemampuan berpikir kreatif, sehingga jawaban yang diberikan menyimpang dari maksud soal. Terjadinya peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dari siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kemampuan berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan dikarenakan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam setiap tahapan-
tahapannya telah membuat siswa berpikir berbeda dari sebelumnya. Siswa harus menemukan banyak jawaban dan pertanyaan sehingga berkaitan dengan mengasah kemampuan berpikir kreatif. Keterampilan Proses Sains Setelah Diterapkan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Keterampilan proses sains siswa diperoleh dari hasil LKS yang dikerjakan siswa, berdasarkan nilai yang ada pada lembar observasi keterampilan proses sains siswa. Aspek yang dinilai dalam penilaian keterampilan proses sains siswa antara lain mengamati, merumuskan hipotesis, merencanakan penelitian, melakukan percobaan, melakukan percobaan, menganalisis data, dan berkomunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa pada siklus I dan siklus II. Data hasil observasi menunjukkan bahwa persentase rata-rata keterampilan proses sains siswa pada siklus I yaitu 61,76 % dan dapat dikategorikan cukup baik. Pada siklus II persentase rata-rata keterampilan proses sains siswa yaitu 69,34 % dan dapat dikategorikan baik. Untuk tiap-tiap indikatornya didapatkan hasil pada indikator mengamati pada siklus I persentasenya 59,3 % dan pada siklus II 68,75 %. Pada indikator merumuskan hipotesis persentasenya untuk siklus I yaitu 66,91 % dan pada siklus II yaitu 75,37 %. Pada indikator merencanakan penelitian persentase siklus I yaitu 57,84 % dan untuk siklus II yaitu 64,71 %. Pada indikator melakukan percobaan untuk siklus I persentasenya 61,52 % dan untuk siklus II adalah 70,22 %. Indikator menganalisis data diperoleh persentase untuk siklus I adalah 58,82 % dan siklus II adalah 64,95 %. Indikator terakhir yaitu berkomunikasi diperoleh persentase untuk siklus I yaitu 66,17 % dan siklus II yaitu 72,06 %. Pada kenyataannya siswa sulit untuk merumuskan hipotesis dan merencanakan penelitian. Merumuskan hipotesis siswa perlu diberi pertanyaan menggiring agar sampai ke hipotesis yang sesuai dengan materi dikarenakan siswa belum pernah mengalami membuat hipotesis, bahkan kalimat hipotesis yang benar seperti apa siswa perlu diberi contoh. Indikator merencanakan penelitian memiliki persentase yang rendah dikarenakan siswa kelas X-MIA 1 belum pernah mendapatkan praktikum sehingga siswa merasa masih awam dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan didapatkan kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siklus I menunjukkan persentase 71,5 % dan dikategorikan baik. Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siklus II menunjukkan persentase 82,14 % dan dikategorikan baik. Dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dari siklus I menuju ke siklus II.
Dari data hasil observasi, kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus I memiliki nilai rata-rata kelas yaitu 77 dengan jumlah siswa yang lulus KKM adalah 13 siswa dengan persentase 38,24 %. Pada siklus II mengalami peningkatan nilai rata-rata kelas yaitu 77,9 dengan jumlah siswa yang lulus KKM adalah 21 siswa dengan persentase 69,34 %. Dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan dari siklus I menuju ke siklus II pada setiap indikatornya. Dari data hasil observasi keterampilan proses sains siswa pada siklus I diketahui persentasenya adalah 61,76 % yang dikategorikan cukup baik. Pada siklus II persentase keterampilan proses sains siswa adalah 69,34 % dan dikategorikan baik.
DAFTAR PUSTAKA Azizah, Nurul. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Siswa Kelas X-II MAN Malang 1. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA UM Dewi, Siska Puspita. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VIII-C SMP Negeri 8 Malang Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA UM Rohim, Fathur., Susanto, Hadi. & Ellianawati. 2012. Penerapan Model Discovery Terbimbing pada Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Unnes Physics Education Journal, 1 (1). (Online), (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej/article/download/775/800), diakses 29 November 2013. Saefudin, Abdul Aziz. 2012. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Jurnal Al-Bidāyah, 4 (1). (Online), (
[email protected]), diakses 20 November 2013. Sudarma, Momon. 2013. Mengembangkan Keterampilan Berpikir kreatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wartono. 2003. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: Universitas Negeri Malang. Zubaidah, S., Yuliati, L., & Mahanal, S. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: Universitas Negeri Malang.