DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP UBLIK INDONESI ---------------------------------
LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN ELZA SYARIEF LAW OFFICE, SAUDARA ANDRE D. PASILA DAN SAUDARA AMIR MACHMUD --------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Ketua Rapat Sekretaris Hadir Ijin Acara
: 2013-2014 : I : : Terbuka : Rapat Dengar Pendapat Umum : Senin, 2 September 2013. : Pukul 14.45 – 15.40 WIB : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. : Drs. Al Muzzammil Yusuf, M.Si / Wakil Ketua Komisi III DPR RI. : Endah Sri Lestari, SH, M.Si / Kabagset. Komisi III DPR RI. : 26 orang dari 51 anggota Komisi III DPR RI. : 2 orang anggota Komisi III DPR RI. : Menerima aspirasi / pengaduan terkait dengan Sengketa pertanahan Perlindungan hukum dan pemulihan nama baik KESIMPULAN/KEPUTUSAN
I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat Umum dibuka pukul 14.45 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III, Drs. Al Muzzammil Yusuf, M.Si dengan agenda sebagaimana tersebut diatas.
II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN Beberapa hal yang disampaikan oleh Saudara Amir Machmud, diantaranya sebagai berikut : Melaporkan kasus yang menimpa dirinya terkait dengan kepemilikan untuk 1 butir pil ekstasi. Pelapor ditangkap dan ditahan serta dimintai tanda tangan untuk BAP. Bahwa penahanan dirinya selama 31 bulan tanpa ada surat penahanan dari jaksa maupun hakim. Bahwa pada tanggal 27 Maret 2008 pelapor dipanggil untuk pembacaan tuntutan, namun tiba-tiba pelapor hanya menerima putusan.
1
Dikarenakan tidak diperlakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, oleh karenanya meminta kepada Komisi III DPR RI mengenai hukum acara yang berlaku dalam peraturan perundangundangan untuk ditegakkan oleh para penegak hukum. Bahwa pada tanggal 23 Juli 2009 telah mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung RI oleh kuasa hukum pelapor melalui LBH Mawar Saron dengan nomor perkara No. Reg. 172/ PK/ Pid Sus/ 2009 dan telah diterima Mahkamah Agung sesuai dengan surat Mahkamah Agung No. 172/ TU/ 172 PK/ Pid Sus/ 2009. Bahwa sebagai dasar PK adalah sejak pelapor ditahan di Lapas Pemuda II Tanggerang, Pelapor maupun keluarga tidak pernah menerima surat penahanan dari Jaksa. Surat petikan vonis diterima pelapor setelah hampir 1 (satu) tahun (tanggal 13 Maret 2009) dimana pada sidang terakhir yakni pada tanggal 27 Maret 2008 pelapor tidak pernah menandatangani surat petikan vonis tersebut di dalam persidangan melainkan baru pelapor tanda tangani pada tanggal 13 Maret 2009 di LP Pemuda II Tanggerang. Pelapor yang telah bebas dari tahanan karena sudah menjalani 2/3 masa tahanan dan bebas karena mengurus pembebasan bersyarat dan dikenakan wajib lapor ke Badan Pemasyarakatan Bogor sampai Desember 2012. Pelapor meminta kejelasan berkaitan dengan kasusnya dan permohonan Peninjauan Kembalinya sehingga status hukum pelapor menjadi jelas. Beberapa hal yang disampaikan oleh Saudara Andre D. Pasila beserta kuasa hukumnya, diantaranya sebagai berikut : Bahwa pada Tahun 1971, Keluarga AM Pasila membeli tanah seluas 12 Ha dari Ganing Sese, Wakil Keluarga Baso Gallarang bin Budai yang terletak di Biringkanaya-Daya, Kota Makassar Sulawesi Selatan. Namun saat ini, tanah tersebut dikuasai secara paksa melalui sertifikat hak milik No. 5 Tahun 1969 oleh Solihin GP. Bahwa pada hari Selasa, 19 Febuari 2013, sertifikat a.n Solihin GP No 5/1961 oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Prop. Sulawesi Selatan yang menyatakan bahwa Sertifikat tersebut bukan produk BPN Provinsi Sulawesi Selatan. Bahwa perkara ini telah dilaporkan pada Polda Sulsel dengan LP No LP/57/ II/ 2012/ SPKT, tanggal 8 Febuari 2012, dan No. LP/ 44/ I/ 2013/ Polda Sulsel/ Restabes MKS tanggal 7 januari 2013 namun penanganan perkara tersebut tidak berlanjut dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahwa pada dasarnya kasus ini merupakan kasus tanah dan pemalsuan surat hak milik atas tanah seluas 117.522 meter yang terletak di kelurahan Paccerakang di Makasar yang pada awalnya merupakan milik dari keluarga Andre Pasila. Selanjutnya, tiba-tiba muncul sertifikat a.n. Solichin GP diatas tanah yang merupakan milik keluarga. Diduga sertifikat No. 5 tersebut merupakan sertifikat palsu. Bahwa telah dilakukan gelar kasus/gelar perkara dan dihasilkan putusan bahwa sertifikat No. 5 a.n. Solichin GP bukanlah sertifikat keluaran dari BPN. Bahwa banyaknya kejanggalan dari sertifikat tersebut, dimana sertifikat tersebut sudah menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan, tanggal penandatanganan merupakan hari minggu, dan nomor yang berganda dengan milik orang lain.
2
Kasus ini telah dilaporkan ke Poltabes Makassar, akan tetapi setelah setahun belum ada tindak lanjut dan perkembangan dari pihak Kepolisian baik Poltabes Makasar maupun Polda Sulawesi Selatan. Bahwa tanah tersebut atas nama Andre Pasila, namun Andre Pasila hanya menguasai secara fisik sedangkan di atas tanah tersebut telah terbit beberapa sertifikat kurang lebih sebanyak 42 sertifikat hak milik yang secara formalitas diatas namakan orang lain. Bahwa selanjutnya tanah-tanah yang secara formalitas dalam Sertifikat Hak atas Tanah yang diatasnamakan Gunadi dan Said Sadikin selanjutnya Gunadi dan Said Sadikin memberikan Surat Kuasa penguasaan kepada pemilik yang sesungguhnya yaitu AM Pasila. Kasus sengketa atas pertanahan yang terjadi pada pelapor dan warga lainnya. Permasalahan yang ada saat ini adalah sertifikat tanah 12 hektar yang dimiliki pelapor akan dicoret oleh Kanwil berdasarkan Putusan Tata Usaha Negara. Tanah ini bermula dari adanya sertifikat atas tanah yang berdiri dengan Maros atas nama Bpk. Solihin DP. Sertifikat yang ada tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yakni bukan diterbitkan oleh BPN. Adanya dugaan dan indikasi bahwa surat tanah tersebut adalah palsu dan telah dilaporkan secara pidana pada pihak yang berwenang. Misalnya, adanya perbedaaan nama para pihak, menggunakan ejaan baru (seharusnya lama), dan diterbitkan pada hari Minggu (bukan hari kerja). Selanjutnya nomornya ganda atau telah dimiliki oleh sertifikat lain yang berbeda. Permasalahan tersebut akhirnya telah dilaporkan ke Kepolisian (Polwiltabes Makassar dan Polda Sulsel) namun tidak ada tindak lanjut dan kejelasannya. Meminta agar Kepala Kantor BPN Sulsel yang baru mengakui hasil gelar perkara yang sudah dilakukan BPN sebelumnya. Beberapa hal yang disampaikan oleh perwakilan dari Elza Syarief Law Office, diantaranya sebagai berikut : Melaporkan kasus yang menimpa Melia Handoko yang merupakan ibu rumah tangga yang membeli tanah dan bangunan yang berlokasi di Jl. HOS Cokro Aminoto No.99, Menteng, Jakarta Pusat yang semula milik kakak kandungnya bernama Chenny Kolondam, SH yang merupakan istri dari alm.Hengki Samuel Daud. Kasus yang diadukan adalah kasus perkara perdata jual beli rumah dan tanah di Menteng, Jakarta Pusat. Dimana ibu Handoko membeli dari kakak Ibu Handoko sendiri. Dalam pembuatan sertifikat, ternyata kuasa jual dibawa oleh pemilik awal. Pada Tahun 2011 klien dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan diproses serta telah dilakukan gelar perkara dan dinyatakan tidak cukup bukti. Dilanjutkan ke Mabes Polri dan tetap dinyatakan tidak cukup bukti, akhirnya dikeluarkanlah surat pemberhentian perkara. Bahwa pada tanggal 18 Juni 2007, tanah tersebut telah dijual oleh Chenny Kolondam kepada Melia Handoko (Pemohon) dengan pembuatan Akta Jual Beli tanah di hadapan Notaris Ny. Rose Takarina dengan Akta Jual Beli No. 7 Tahun 2007. Sehingga pembayaran pajak atas nama tanah dan bangunan tersebut yang membayar adalah Melia Handoko (Pemohon). Bahwa Chenny Kolondam ingin membeli kembali tanah dan bangunan tersebut, namun tidak terjadi kesepakatan nilai jual yang seimbang mengingat sertifikat tersebut telah diperpanjang oleh Melia Handoko (Pemohon) hinga Tahun 2030 dengan nilai NJOP atas tanah dan bangunan tersebut telah berubah dan banyak renovasi atas bangunan tersebut.
3
Karena tidak terjadi kesepakatan penjualan kembali tanah dan bangunan tersebut, maka Chenny Kolondam marah dan membuat laporan Polisi No.LP/3980/XI/2011.PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 15 November 2011 di Polda Metro Jaya. Bahwa dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya, tidak ditemui adanya tindak pidana penipuan yang dilakukan Melia Handoko sehingga akan dihentikan laporan tersebut, tetapi perkara tersebut tiba-tiba ditarik ke Mabes Polri dan pada tanggal 14 Mei 2013, Melia Handoko dipanggil oleh Penyidik Mabes Polri menjadi tersangka dan sangkaan bukan pasal 378 dan pasal 372 KUHP saja melainkan ditambah pasal 263 ayat (2) KUHP juncto pasal 264 ayat (1) KUHP yang didasarkan surat Jampidum No. B-1223/E.2/Epp.1/04/2013 tanggal 23 April 2013. Pada pemeriksaan di Polda Metro Jaya Chenny Kolondam mengakui atas tanda tangan dan paraf di atas Akta Jual Beli tanah dan bangunan tersebut. Oleh karena itu jual beli tanah dan banguna tersebut adalah sah sehingga tidak terjadi pemalsuan atas tanda tangan di akta jual beli tersebut. Pemohon melihat bahwa banyak kejanggalan dalam kasus tersebut, dan pemohon merasa bahwa telah diperlakukan tidak adiil dan dikriminalisasikan, dimana pemohon adalah pembeli yang beritikad baik yang harus dilindungi hukum. Bahwa permasalahan ini juga sedang dalam proses perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 25/Pdt/G/2013/PN.Jak.Pst. Bahwa saat ini perkara ini sudah dilimpahkan oleh Mabes Polri ke Kejaksaan Agung RI. Pemilik rumah diproses di Mabes Polri dan dikenakan beberapa pasal termasuk pemalsuan sertfikat. Pemohon menganggap bahwa kliennya sudah dikriminalisasi, dikarenakan kurang bukti di Polda Metro jaya namun di Mabes Polri langsung dinyatakan sebagai tersangka. Mabes Polri menyampaikan bahwa tandatangan di dalam sertifikat merupakan palsu berdasarkan hasil forensik, akan namun forensik tersebut tidak pernah disampaikan ke kuasa hukum. Dan yang menjadi alasan adalah pihak penjual menyatakan tidak pernah menandatangani Akta Jual Beli tersebut. Meminta agar perkara pidana ini dapat ditangguhkan terlebih dahulu sampai ada putusan perkara perdata dan agar diberikan perlindungan. Posisi kasus ini sedang berjalan di PN Jakarta Pusat dan klien berposisi sebagai penggugat. Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya sebagai berikut: Meminta penjelasan lebih lanjut kepada Sdr. Amir Machmud tentang penandatanganan BAP, dikarenakan penandatanganan BAP akan menjadi alat bukti yang kuat. Sdr. Amir Machmud menjelaskan bahwa penandatanganan BAP yang dilakukan dikarenakan kondisi dipaksa dan tidak mungkin melawan. Andre Pasila menambahkan bahwa posisi penguasaan tanah, saat ini dikuasai oleh Solihin GP. BPN awalnya mengakui surat milik Solihin GP, namun kemudian BPN mengadakan gelar perkara dan telah diklarifikasi, bahwa surat milik Solihin GP tidak diakui produk BPN. Terhadap hal tersebut diatas, juga sudah disampaikan kepada BPN dengan surat tembusan kepada Poltabes Makassar. Bahwa Solihin GP juga melakukan pemagaran secara ilegal. Warga juga sering diintimidasi atas nama Solihin GP, sehingga Perguruan Tinggi atau Kampus menjadi tutup dan menyebabkan kerugian. Bahwa terkait permasalahan dengan Kepala BPN agar disampaikan kepada Komisi II DPR RI yang membidangi masalah tersebut.
4
Bahwa banyak kasus-kasus yang merupakan hasil rekayasa, sehingga perlu dilakukan pembenahan-pembenahan diberbagai institusi termasuk penegak hukum. Selanjutnya meminta kepada Komisi III agar kasus yang ditangani oleh Poltabes Makassar dan Polda Sulawesi Selatan segera ditindaklanjuti, sesuai dengan surat dari BPN kepada penyidik mengenai adanya dugaan pemalsuan dalam surat tanah tersebut. III. KESIMPULAN/PENUTUP RDPU Komisi III DPR RI dengan Sdr. Amir Machmud, Sdr.Andre D. Pasila dan Perwakilan dari Elza Syarief Law Office tidak mengambil kesimpulan / keputusan, namun semua hal yang berkembang dalam rapat, menjadi bahan masukan bagi Komisi III DPR RI dalam rangka fungsi Pengawasan dengan melakukan rapat-rapat dengan mitra kerja maupun ditindaklanjuti dengan surat kepada instansi terkait. Rapat ditutup pada pukul 15.40 WIB. PIMPINAN KOMISI III DPR RI, WAKIL KETUA
DRS. AL MUZZAMMIL YUSUF, M. SI
5