PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME MELALUI LKS BERBASIS KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI 08 KEPAHIANG TAHUN 2013
Desi Rusnita SDN 08 Kepahiang Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas III/A SD Negeri 08 Kepahiang dalam pembelajaran Matematika dengan menerapkan pembelajaran konstruktivisme melalui metode pemberian tugas ( LKS) berbasis kontekstual. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III/A SD Negeri 08 Kepahiang. Instrumen yang digunakan terdiri dari lembar observasi dan lembar tes tertulis. Hasil yang diperoleh dari penelitian yaitu: (1) pra siklus dengan nilai rata-rata 59,6 dengan ketuntasan belajar klasikal 32%; (2) siklus I dengan nilai rata-rata 68,00 dengan persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal 60%. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus I diperoleh rata-rata skor 29 dengan kriteria baik, sedangkan untuk skor observasi aktivitas siswa 26 termasuk dalam kategori baik; (3) siklus II dengan nilai rata-rata 84,00 dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal 88%. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus II diperoleh rata-rata skor 34 dengan kriteria baik, sedangkan untuk skor observasi aktivitas siswa 30 termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan pendekatan konstruktivisme melalui lembar kerja siswa ( LKS) dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa di kelas III/A SD Negeri 08 Kepahiang. Kata Kunci: Pembelajaran matematika, Pendekatan Konstruktivisme, Pemberian Tugas, Pembelajaran Kontekstual
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan yang cukup besar baik dalam kehidupan seharihari maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Sejalan dengan itu didalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas, 2006) tentang standar isi pelajaran matematika bertujuan agar siswa: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempe-
71
72, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
lajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar mempunyai peranan yang sangat penting sebab jenjang ini merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan dan kepribadian anak. Namun kenyataan menunjukkan banyaknya keluhan dari siswa tentang pelajaran matematika yang sulit, tidak menarik dan membosankan. Keluhan ini secara langsung atau tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada setiap jenjang pendidikan. Meskipun upaya mengatasi hasil belajar matematika yang rendah telah dilakukan oleh pemerintah. Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan pengetahuan guru-guru melalui penataran, serta melakukan berbagai penelitian terhadap faktorfaktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar matematika. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika masih jauh dari yang diharapkan. Pernyataan di atas didukung pada kenyataan yang ada di lapangan saat peneliti sebagai guru mengajar dan mengobservasi pembelajaran matematika di kelas III/A SD Negeri 08 Kepahiang menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa masih rendah jika dibanding dengan mata pelajaran lain. Hal ini antara lain dapat dilihat pada data perolehan nilai Ujian Semester (US) I (satu) siswa kelas III/A SD Negeri 08 Kepahiang Tahun Pelajaran 2012/ 2013 dengan rata-rata 59,6. Selain itu dari pengalaman peneliti ketika mengajar dikelas III/A diperoleh permasalahan sebagai berikut: (1) nilai matematika yang dicapai siswa pada akhir pembelajaran selalu rendah (rata-rata kelas < 6,0). (2) siswa pasif menerima penjelasan, (3) siswa kurang tertarik atau termotivasi pada saat proses pembelajaran ber-
langsung. Berdasarkan permasalahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa belum tercapai dengan baik. Sedangkan menurut Depdikbud (1996), pembelajaran tuntas secara individual apabila siswa mendapatkan nilai 7 keatas dan pembelajaran secara klasikal proses belajar mengajar dikatakan tuntas apabila siswa di kelas memperoleh nilai 7 keatas sebanyak 85 %. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika di kelas tersebut adalah faktor dari dalam diri siswa misalnya, motivasi belajar, minat belajar, kecakapan, bakat, perhatian, dan sikap terhadap matematika. Faktor yang berasal dari luar misalnya kemampuan guru dalam menggunakan metode pembelajaran dan mengelola proses belajar. Pengelolaan kelas kurang kondusif akibatnya siswa ribut pada saat proses pembelajaran berlangsung. Menurut Jenning dan Dunne (dalam Maja, 2007) dalam pembelajaran matematika, penyampaian guru cenderung bersifat monoton, hampir tanpa variasi kreatif, kalau saja siswa ditanya ada saja alasan yang mereka kemukakan seperti matematika sulit, tidak mampu menjawab, takut disuruh guru ke depan dan sebagainya, sehingga menimbulkan adanya gejala phobia (ketakutan anak terhadap matematika) yang melanda sebagian besar siswa. Guru dalam kelas tidak mengaitkan dengan konsep awal yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matemetika. Berdasarkan kondisi yang ada, solusi yang ditempuh yakni mencari model pembelajaran yang efektif, berbagai literatur peneliti temukan salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap relevan dan efektif, yaitu melalui pendekatan konstruktivisme dengan metode pemberian
Rusnita, Penerapan Pendekatan Konstruktivisme melalui LKS Berbasis Kontekstual, 73
tugas. Yaitu melalui Lembar Kerja Siswa yang Berbasis Kontekstual. Dengan demikian tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa di kelas III SDN 08 Kepahiang melalui pendekatan konstruktivisme dengan menggunakan LKS berbasis kontekstual. Pendekatan pembelajaran adalah tekhnik atau strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk memperoleh prestasi belajar yang optimal. Adapun salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan konstruktivisme. Menurut Karli dan Margaretha (2004) gagasan pokok pembelajaran aktif dengan model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Pendidik lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa mengorganisasi pengalamaan mereka, bukan ketepatan siswa dalam melakukan replikasi atas apa yang dilakukan pendidik. Artinya, melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dan ini berlangsung secara mental. Dalam pendekatan konstruktivisme pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif siswa terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungan serta sebagai suatu pembentukan yang terus-menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru dan paradigma konstruktivistik
memandang siswa siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu, yang merupakan dasar dan pengkonstruksian pengetahuan yang baru. Sehingga siswa akan terbiasa untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapi, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional. Secara umum, pembelajaran matematika dengan metode pendekatan konstruktivisme meliputi empat tahap: (1) tahap persepsi bertujuan untuk mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa. Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan probalitas tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan mengkaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahamnnya tentang konsep tersebut; (2) tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan menginterprestasikan data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa ingin keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya; (3) tahap diskusi dan penjelasan konsep siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari; (4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam
74, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
lingkungan siswa tersebut (Karli dan Margaretha, 2004). Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang mengacu kepada metode pendekatan konstruktivisme lebih memfokuskan pada keberhasilan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang telah mereka miliki melalui proses asimilasi dan akomodasi. Disini peran guru memberikan tugas dan permasalahan kepada siswa sehingga proses pembelajaran akan lebih bermakna. Untuk menerapkan pendekatan konstruktivisme dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa agar pembelajaran lebih efektif. Dalam hal ini peneliti menyatukan pendekatan konstruktivisme dengan metode pemberian tugas. Sagala (2006) menyatakan metode pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggungjawabkannya. Tugas yang diberikan oleh guru dapat memperdalam bahan pelajaran, dan dapat pula mengecek bahan yang yang telah dipelajari. Metode pemberian tugas mempunyai beberapa kebaikan antara lain: (1) pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar, hasil percobaan atau hasil penyelidikan yang banyak berhubungan dengan minat atau bakat yang berguna untuk hidup akan lebih meresap, tahan lama dan otentik (2) mereka berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggungjawab dan berdiri sendiri, (3) tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru, lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas wawasan tentang apa yang dipelajari, (4) tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari
dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi. Hal ini diperlukan sehubungan dengan abad informasi dan komunikasi yang maju demikian pesat dan cepat, dan (5) metode ini dapat membuat siswa bergairah dalam belajar dilakukan dengan berbagai variasi sehingga tidak membosankan. Pembelajaran yang berbasis kontekstual dapat membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia. Selain itu dapat memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari- hari. Pada penelitian ini dalam setiap siklus penulis memberikan tugas kepada siswa berupa LKS ( Lembar Kerja Siswa) yang Berbasis Kontekstual. Melalui LKS yang berbasis kontekstual guru dapat menggali pengetahuan-pengetahuan peserta didik melalui benda- benda nyata yang ada di sekitar mereka pada saat pembelajaran. Misalnya pada materi menemukan konsep keliling bangun datar, siswa dapat memanfaatkan benda-benda di dalam kelas untuk menggali pengetahuan mereka. Benda- benda tersebut antara lain: papan tulis, ubin, meja, kursi, dan benda-benda lainnya. Melalui LKS yang kontekstual siswa lebih semangat untuk mengkonstruksi pengetahuan-pengetahuan awal mereka. Hal ini dapat merangsang motivasi belajar siswa baik secara individu maupun secara kelompok. Dari pernyataan di atas, maka penekanan dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan konstruktivisme melalui LKS yang berbasis kontekstual. Dengan pendeikatan ini diharapkan minat dan motivasi siswa dapat ditingkatkan sehingga hasil belajar matematika lebih meningkat.
Rusnita, Penerapan Pendekatan Konstruktivisme melalui LKS Berbasis Kontekstual, 75
METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), merupakan jenis penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Wardani, 2006). Terdapat 4 tahapan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu : perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III/A SD Negeri 08 Kepahiang yang berjumlah 25 orang, terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Yang dilaksanakan pada semester kedua Tahun Ajaran 2012/ 2013 yaitu dari Bulan MeiJuni 2013. Penelitian ini dilaksanakan bertahap, siklus per siklus. Setiap siklusnya terdiri atas beberapa tahapan yaitu: (1) perencanaan (planning); (2) pelaksanaan tindakan (action); (3) pengamatan (observation); dan (4) refleksi (reflection) (Wardani, 2006). Secara lebih terperinci prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Pra Siklus Pada tahap ini peneliti sebagai guru melakukan pengamatan (observasi) baik melalui data maupun pada saat pembelajaran berlangsung. Hasil observasi data yang diperoleh untuk pembelajaran matematika tergolong masih rendah jika dibandingkan dengan pelajaran lain. Selanjutnya peneliti melakukan tes awal terhadap siswa untuk dijadikan patokan awal guna mengetahui apakah terjadi peningkatan terhadap prestasi belajar siswa setelah dilaksanakannya tindakan.
Siklus I Tahap Perencanaan (Planning) Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah: (a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menggunakan pendekatan Konstruktivisme; (b) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS); (c) Menyiapkan alat peraga; (d) Menyusun lembar observasi guru dan siswa; (e) Menyusun alat evaluasi. Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action) Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan yaitu melaksanakan skenario pembelajaran yang telah disusun dalam RPP terdiri atas kegiatan membuka, kegiatan inti dan kegiatan penutup dengan menerapkan pendekatan konstruktivisme. Selama pelaksanaan dilakukan observasi. Kemudian diakhir pembelajaran dilakukan evaluasi dengan soal tes yang telah dibuat. Pengamatan (Observation) Selama kegiatan pembelajaran berlangsung pengamat (observer) mengamati pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pengamatan ini dilakukan terhadap semua aktivitas yang terjadi didalam kelas, baik aktifitas guru dan maupun aktifitas siswa. Aktivitas guru dinilai dengan menggunakan lembar observasi guru dan aktivitas siswa dinilai dengan menggunakan lembar observasi siswa. Yang berperan sebagai observer adalah guru lain yang diminta oleh peneliti untuk membantu mengamati pelaksanaan pembelajaran. Refleksi (Reflection) Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap seluruh hasil penilaian, baik yang menyangkut penilaian proses (observasi guru dan siswa) maupun hasil tes. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai bahan untuk melakukan refleksi. Hasil refleksi
76, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
digunakan sebagai pedoman untuk menyusun rencana pada siklus II Siklus II Tahap Perencanaan (Planning) Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah : (a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menggunakan pendekatan Konstruktivisme; (b) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS); (c) Menyiapkan alat peraga; (d) Menyusun lembar observasi guru dan siswa; (e) Menyusun alat evaluasi. Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action) Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan yaitu melaksanakan skenario pembelajaran yang telah disusun dalam RPP terdiri atas kegiatan membuka, kegiatan inti dan kegiatan penutup dengan menerapkan pendekatan konstruktivisme. Selama pelaksanaan dilakukan observasi. Kemudian diakhir pembelajaran dilakukan evaluasi dengan soal tes yang telah dibuat. Pengamatan (Observation). Selama kegiatan pembelajaran berlangsung pengamat (observer) mengamati pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pengamatan ini dilakukan terhadap semua aktivitas yang terjadi didalam kelas, baik aktifitas guru dan maupun aktifitas siswa. Aktivitas guru dinilai dengan menggunakan lembar observasi guru dan aktivitas siswa dinilai dengan menggunakan lembar observasi siswa. Yang berperan sebagai observer adalah guru lain yang diminta oleh peneliti untuk membantu mengamati pelaksanaan pembelajaran. Refleksi (Reflection) Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap seluruh hasil penilaian, baik yang menyangkut penilaian proses (observasi
guru dan siswa) maupun hasil tes. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai bahan untuk melakukan refleksi. Hasil refleksi digunakan sebagai pedoman untuk menyusun rencana pada siklus berikutnya. Apabila hasil yang diinginkan telah tercapai maka tahapan penelitian diakhiri pada siklus ini, selanjutnya seluruh hasil analisis yang berkaitan dengan hasil penelitian digunakan sebagai rekomendasi akhir penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Lembar observasi , yang terdiri dari lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. Lembar observasi guru digunakan untuk mengamati guru dalam mengajar. Sedangkan lembar observasi siswa digunakan untuk mengamati siswa dalam proses pembelajaran. Yang kedua adalah Lembar tes yang digunakan untuk menilai ranah kognitif siswa, berbentuk tes tertulis yang dilaksanakan di akhir pembelajaran (post tes) berbentuk uraian sebanyak 4 soal dengan berpedoman pada kisi-kisi tes berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis data dilakukan secara deskriftif dengan teknik sebagai berikut. Teknik Analisis Data Keseluruhan data dianalisa secara deskriptif baik yang menyangkut hasil observasi maupun tes. Data Hasil Tes Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada setiap siklus dan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar yang dianalisis pada setiap siklus meliputi : Nilai rata-rata hasil belajar X =
x N
Rusnita, Penerapan Pendekatan Konstruktivisme melalui LKS Berbasis Kontekstual, 77
Keterangan : X = Nilai rata-rata siswa ∑X = Jumlah nilai siswa N = Jumlah siswa Daya serap klasikal ( DS ) Ds
Ns x100% = S
Keterangan : Ds= Daya serap siswa Ns= Jumlah Nilai Siswa S = Jumlah Siswa Persentase ketuntasan belajar secara klasikal KB=
N1 x100% N
Keterangan : KB =Persentase ketuntasan belajar klasikal N1 =Jumlah siswa yang mendapat nilai 6,5 keatas N = Jumlah siswa Data Observasi Data Observasi digunakan untuk merefleksi siklus yang telah dilakukan secara deskriptif. Penentuan nilai dan kisaran nilai untuk tiap kategori menggunakan persamaan berikut : Rata- rata skor = Jumlah skor Jumlah pengamat Skor tertinggi = Jumlah butir observasi X skor tertinggi tiap soal Skor terendah = Jumlah butir observasi X skor terendah tiap soal Selisih Skor = Skor tertinggi- Skor Terendah Kisaran tiap kriteria = Selisih skor Jumlah criteria
Data yang diperoleh dari lembar observasi akan dianalisis dengan menggunakan kriteria pengamatan dan skor pengamatan Tabel 1. Skor Pengamatan Aspek Observasi Guru Kriteria
Skor
Baik (B) Cukup (C) Kurang (K)
3 2 1
Skor tertinggi untuk tiap butir observasi 3, skor terendah untuk tiap butir observasi adalah 1, jumlah butir observasi 12 maka skor tertinggi adalah 36 dan skor terendah adalah 12 sedangkan selisih skor adalah 24. Kisaran tiap kriteria = Selisih skor Jumlah kriteria = 24 3 = 8 Interval kategori penilaian lembar observasi guru adalah sebagai berikut : Tabel 2. Interval Kategori Penilaian Observasi Guru Interval
Kategori
1-9 10-18 19-27
Kurang Cukup Baik
Untuk menganalisis data observasi dilakukan pada lembar observasi siswa. Data yang diperoleh tersebut digunakan untuk merefleksi tindakan yang telah dilakukan pada kegiatan pembelajaran. Data hasil dari lembar observasi siswa untuk setiap aspek yang diamati dengan ketentuan skor pada tabel 3 sebagai berikut :
78, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
Tabel 3. Skor Pengamatan Aspek Observasi Siswa Kriteria
Skor
Baik (B) Cukup (C) Kurang (K)
3 2 1
Skor tertinggi untuk tiap butir observasi 3, skor terendah untuk tiap butir observasi adalah 1, jumlah butir observasi 11 maka skor tertinggi adalah 33 dan skor terendah adalah 11 sedangkan selisih skor adalah 22. Kisaran untuk tiap kriteria = Selisih skor Jumlah kriteria = 22 3 = 7 Interval kategori penilaian lembar observasi siswa adalah sebagai berikut : Tabel 4. Interval Kategori Penilaian Observasi Siswa Interval
Kategori
1-8 9-16 17-24
Kurang Cukup Baik
Menurut Sudjana (2004), untuk menganalisis data observasi dilakukan secara deskriptif dengan menghitung ratarata skor pengamat. Data yang diperoleh tersebut digunakan untuk merefleksi tindakan yang telah dilakukan dan diolah secara deskriptif dengan menghitung : Rata-rata skor
=
Jumlah skor Jumlah observer
Skor tertinggi = Jumlah butir skor x skor tertinggi tiap butir soal
Kisaran nilai tiap kriteria = Skor tertinggi Jumlah kriteria penilaian Penilaian Hasil Belajar Hasil belajar diambil dari nilai evaluasi akhir siswa disetiap siklusnya. Data nilai akhir siswa digunakan untuk menghitung nilai ketuntasan belajar (Sudjana, 2004). Ketuntasan belajar klasikal dengan menggunakan rumus : Ketuntasan Belajar Klasikal = NS x 100% N Keterangan : KB = Persentase Ketuntasan belajar klasikal NS = Jumlah siswa yang mencapai nilai 7,0 ke atas N = Jumlah seluruh siswa Kriteria Keberhasilan Tindakan Menurut Depdiknas (2006) proses belajar mengajar dikatakan berhasil secara klasikal apabila persentase ketuntasan belajar mencapai nilai 85 % dan nilai ratarata kelasnya mendapat nilai 7,0 ke atas. Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil jika memenuhi ktriteria sebagai berikut: 1. Nilai rata-rata siswa > 7,0 tercapai. 2. Ketuntasan belajar klasikal > 85 % tercapai. 3. Siswa merespon positif pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan berbasis konstruktivisme berbasisis LKS. Indikator keberhasilan tindakan a. Ketuntasan Belajar Ketuntasan belajar ditandai apabila hasil belajar siswa sebagai berikut: Untuk Individu: Jika siswa mendapat nilai ≥ 6,5 Untuk Klasikal: Jika > 85% siswa mendapat nilai ≥ 6,5
Rusnita, Penerapan Pendekatan Konstruktivisme melalui LKS Berbasis Kontekstual, 79
b. Daya serap klasikal Daya serap siswa dikatakan meningkat jika daya serap siswa pada siklus kedua lebih baik dari siklus pertama. Indikator keberhasilan proses pembelajaran a. Siswa: Jika siswa mendapat skor 2533 b. Guru: Jika guru mendapat skor 28-36 Rata-rata skor diperoleh pada tingkat kualifikasi dengan nilai Baik (B). Indikator keberhasilan proses pembela-
jaran dapat dilihat dari lembar observasi siswa dan lembar observasi guru HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan masih rendahnya hasil belajar siswa yang dicapai oleh siswa kelas IIIA SD Negeri 08 Kepahiang, maka peneliti berusaha untuk memperbaiki pembelajaran dengan menerapkan pendekatan konstruktivisme melalui LKS berbasis kontekstual dalam proses pembelajaran matematika sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Berikut adalah tabel hasil belajar siswa persiklus.
Tabel 5. Hasil Belajar Siswa Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II Nilai rata – rata Ketuntasan Daya Serap Siklus siswa Belajar klasikal Klasikal Pra siklus
59,6
32%
59,6%
I
68,00
60%
68%
II
84,00
88%
84%
Terdapat hal-hal pada siklus I yang perlu diperbaiki pada siklus ke II. Kekurangan-kekurangan yang ditemui pada siklus I antara lain (1) Beberapa siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan pada saat guru memberikan tugas siswa tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan, (2) Kurangnya pemberian penguatan dan bimbingan kepada siswa, (3) Tidak membentuk kelompok siswa secara heterogen dan kurang memberikan bimbingan kepada kelompok yang menemui kesulitan dalam menemukan konsep matematika yang sedang dipelajari, (4) Guru tidak menginformasikan langkah kerja secara jelas sehingga dalam pelaksanaan diskusi kelompok masih ada kelompok yang yang tidak paham dengan apa yang harus dikerjakan. Kemudian pembelajaran pada siklus II dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi siklus I, pada siklus II ini kekurangan-kekurangan pada siklus I
diperbaiki, sehingga hasilnya dapat dilihat pada tabel 5 di atas. Dari tabel 5 di atas terlihat bahwa prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika, pada pra siklus pendekatan konstruktivisme belum diterapkan nilai rata siswa 59,6 dengan ketuntasan belajar klasikal 32%. Kemudian setelah menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui pemberian tugas prestasi belajar siswa meningkat. Pada siklus I nilai rata-rata siswa 68,00 dengan ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 60%. Kemudian dilakukan tindakan pada siklus II nilai rata siswa meningkat menjadi 84,00 dengan ketuntasan belajar siswa menjadi 88%, dengan demikian persentase ketuntasan belajar klasikal meningkat sebesar 28%. Dari hasil siklus II ini pendekatan konstruktivisme melalui pemberian tugas telah mencapai ketuntasan belajar klasikal karena menurut Depdikbud (1996) bahwa
80, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
ketuntasan belajar klasikal telah tercapai apabila dalam kelas tersebut yang mendapatkan nilai 7 keatas sudah mencapai 85% dari jumlah siswa.
Sedangkan hasil observasi untuk aktivitas siswa dan guru pada siklus I dan II ditampilkan pada tabel 7 berikut:
Tabel 6. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dan Guru Siklus I dan Siklus II Hasil Observasi Skor Siklus Skor Aktivitas Kategori Aktivitas Kategori Siswa Guru 26 Baik 29 Baik I 30 Baik 34 Baik II Berdasarkan tabel 6 di atas, terlihat bahwa terjadi peningkatan dari aktivitas siswa maupun aktivitas guru. Untuk aktivitas siswa siklus I skor yang diperoleh adalah 26 dengan kategori baik dan pada siklus II meningkat menjadi 30 dan dengan kategori baik pula. Sementara untuk aktivitas guru juga mengalami peningkatan dimana pada siklus I diperoleh skor 29 menjadi 34 pada siklus II dalam kategori baik semua. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam 2 siklus, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui Lembar Kerja Siswa berbasis kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III/A SD Negeri 08 Kepahiang. Hal ini terlihat dari data tes siswa pada siklus I nilai rata-rata siswa 68,00 dengan persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal 60% (kriteria belum tuntas) kemudian pada siklus II nilai ratarata siswa meningkat menjadi 84,00
dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal 88% (kriteria tuntas). Selain daripada itu Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui lembar Kerja Berbasis Kontekstual dapat meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Hal ini dilihat dari analisis data observasi aktivitas siswa diperoleh rata-rata skor 26 (kategori baik) dan meningkat pada siklus II dengan rata-rata skor 30 (kategori baik). Sedangkan hasil observasi aktivitas guru pada siklus I diperoleh rata-rata skor 29 (kriteria baik) meningkat pada siklus II dengan ratarata skor 34 (kriteria baik). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti menyarankan kepada guru matematika khususnya sekolah dasar untuk menerapkan dan mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui pemberian tugas (LKS) berbasis kontekstual dalam pembelajaran matematika atau pembelajaran lainnya. Agar siswa lebih termotivasi dan aktif sehingga hasil yang diperoleh optimal.
Rusnita, Pendekatan Konstruktivisme melalui LKS Berbasis Kontekstual, 81 2, J-TEQIP, Tahun V, NomorPenerapan 1, Mei 2014
DAFTAR RUJUKAN Depdikbud. 1996. Kurikulum SD Petunjuk Pelaksanaan Teknis PBM. Jakarta: Depdikbud Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan. Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Karli, Hilda dan Margaretha. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Bina Media Informasi
Maja,
Ibnu. 2006. Konstruktivisme Terhadap Keberhasilan Siswa Dalam Belajar Matematika. Skripsi: Palembang Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar mengajar. Bandung: Rosdakarya. Wardani, I. G. A. K, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.