DESENTRALISASI UNTUK TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK, PENGUATAN INTEGRASI BANGSA, DAN PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh:
M. Jusuf Kalla
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Bidang Hukum Pemerintahan Daerah Universitas Andalas Padang, 5 September 2016
DESENTRALISASI UNTUK TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK, PENGUATAN INTEGRASI BANGSA, DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Padang, 5 September 2016
Yth. Senat Guru Besar Universitas Andalas, Yth. Rektor dan Pembantu Rektor Universitas Andalas, Yth. Seluruh Civitas Akademika Universitas Andalas, Yth. Seluruh tamu undangan,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pertama-tama mari kita mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenan-Nya kita semua diberikan nikmat kesehatan dan kedamaian, sehingga dapat bertemu di tempat yang baik dan mulia ini. Izinkan saya dengan segala kerendahan hati, menyampaikan terima kasih atas kepercayaan dari Universitas Andalas, Rektor, Pembantu Rektor, Senat Guru Besar, beserta seluruh civitas akademika yang telah berkenan menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa bidang Hukum Pemerintahan Daerah kepada saya. Apa yang kita capai hari ini patut untuk disyukuri sebagai hasil perjuangan dan kerja keras berbagai pihak. Untuk itu mari kita kembali bersyukur, agar nikmat Allah SWT senantiasa tercurah kepada kita semua. Aamiin. Pagi ini, Universitas Andalas kian mengukuhkan saya sebagai pemegang gelar doktorandus (Drs.) karena dengan penganugerahan doktor HC kali ini, berarti saya telah memiliki sejumlah gelar doktor HC. Sejumlah berarti plural, yakni beberapa doktor (DR+S). Saudara-saudari, Hadirin dan Hadirat yang saya hormati, Pertanyaan yang amat relevan untuk kita ajukan dalam forum ini, ialah, perubahan fundamental apa yang terjadi di Indonesia setelah reformasi
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
1
yang mengubah banyak hal? Ada yang mengatakan demokrasi, ditandai dengan adanya pemilu yang bebas, mekarnya partai politik, kebebasan pers, dan sebagainya. Itu betul. Namun, otonomi daerah adalah juga perubahan fundamental yang berjalan seiring dengan demokrasi dan kebebasan pers. Otonomi daerah ini jugalah yang membuat praktek demokrasi, khususnya di daerah, berjalan secara semarak. Maka perkenankan saya memberi penekanan pada agenda ini. Dalam lintasan sejarah, bangsa kita telah beberapa kali memakai Undang-Undang Dasar yang berbeda yang tentu saja dengan sistem pemerintahan yang berbeda pula: -
UUD 1945 dengan sistem presidensial dengan corak sentralistis UUD RIS dengan sistem pemerintahan federal UUD Sementara dengan sistem parlementer Kembali ke UUD 1945, dengan empat kali amandemen dengan bentuk pemerintahan sentralistis, lalu sekarang menjadi otonomi daerah.
Hadirin Yang Saya Hormati, Pada Sidang Istimewa MPR-RI Tahun 1998, beberapa bulan setelah kejatuhan pemerintahan Orde Baru, saya dipercaya menjadi Wakil Ketua Fraksi Utusan Daerah MPR RI. Dalam sidang-sidang Badan Pekerja MPR RI, suasana kebatinan pada saat itu dalam kondisi yang kritis untuk menentukan arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Transisi kekuasaan dan pemerintahan harus segera dilakukan pasca lengsernya Presiden Suharto. Dalam salah satu sidang saya mengatakan: “Saudara-saudara di Jakarta ingin pemilihan umum dipercepat, sementara kami di daerah ingin otonomi daerah dipercepat. ” Ketua Sidang saat itu Laksamana 2
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Bidang Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
Widodo, bertanya kepada saya, apakah UD sudah punya konsep tentang otonomi daerah. Spontan saya jawab: “Iya,” kami sudah punya. Usai sidang itu, saya langsung bertemu teman-teman yang memang ahli di bidang keuangan dan pemerintahan daerah lalu berdiskusi dan menyusun konsep otonomi daerah tersebut, kemudian dibahas di Panitia Adhoc II Badan Pekerja MPR RI sebagai bahan untuk dibahas dalam sidang-sidang berikutnya. Sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan di daerah, saya paham betul bahwa otonomi daerah itu secara esensial berarti pemberian martabat dan kewenangan kepada daerah; kewenangan dalam mengelola sumber daya alam; pengambilan keputusan; dan kewenangan dalam hal membuat perencanaan dan menjalankan pembangunan. Pada Rapat Paripurna ke-4 Sidang Istimewa MPR tanggal 13 November 1998, selaku Wakil Ketua Fraksi Utusan Daerah, saya menyampaikan pandangan antara lain: “Sebelum sidang berlangsung, banyak suara masyarakat yang menginginkan agar Sidang Istimewa MPR 1998 hanya membicarakan masalah pemilihan umum (pemilu). Itu memang benar karena pemilu sangat penting untuk kelanjutan kehidupan bangsa secara demokratis di daerah-daerah. Masalah yang urgen adalah masalah keadilan dalam pembangunan bangsa. Keadilan itu menyangkut hal di atas, pembagian kekayaan. Selama 50 tahun umumnya daerah-daerah tidak puas akan pemerintah yang sangat sentralistik, yang kurang memberi ruang gerak pada daerah-daerah. Di sana-sini kemudian muncullah tuntutan yang keras mengenai otonomi, bahkan keinginan mendirikan negara sendiri. Itu terjadi pada Irian Jaya, Maluku, Aceh, bahkan Riau.”
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
3
Pokok-pokok pembahasan Rancangan Ketetapan MPR tentang otonomi daerah mencakup lima aspek, yaitu: 1) penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberi kewenangan daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, secara proporsional; 2) penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah; 3) pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional antara pusat dan daerah dilaksanakan secara adil; 4) perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat daerah; 5) pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan. Sebelum-sebelumnya, paradigma kita adalah paradigma terbalik. Yang saya maksud dengan paradigma adalah, cara pandang yang membingkai pola tindakan dan mematron perilaku. Kita enggan memberi otonomi daerah karena kita berasumsi bahwa otonomi daerah akan memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa. Ini logika terbalik. Justru dengan otonomi daerah, persatuan dan kesatuan kian kokoh sebab otonomi daerah yang saya bayangkan, adalah instrumen atau sebuah sistem bernegara dan berbangsa yang menjamin keadilan. Manalah mungkin ada persatuan dan kesatuan bila keadilan kita tidak semaikan. Dalam perspektif ini, bagi saya, otonomi daerah adalah masalah keadilan. Bukan sekedar masalah pengalihan administrasi dan manajemen pemerintahan. Mari kita lihat sejarah. Sejak Indonesia merdeka, sejumlah pergolakan bersenjata di daerah melawan Jakarta, telah terjadi. Akar masalahnya semua sama dan satu: masalah keadilan. Orang daerah merasa disepelekan, tidak didengar, dan tidak diberi ruang gerak.
4
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Bidang Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
Kita semua bisa memiliki teori dan persepsi yang berbeda tentang keadilan. Namun, menurut saya, keadilan itu adalah kondisi hidup di mana tiap orang merasa nyaman, tenteram, aman, memiliki peluang yang sama, tidak gelisah, tidak merasa hak dan miliknya direnggut, dan tidak menoleh ke kiri dan kanan, menengok ke atas dan bawah, membandingkan mengapa hidupnya lebih buruk dibanding yang lain. Inilah hakekat keadilan. Dengan titik anjak pemikiran idealis ini, jelas bahwa sebenarnya otonomi daerah itu adalah ikhtiar untuk memahkotai martabat rakyat. Karena dengan otonomi daerah, semua rakyat, di lokasi mana pun mereka berada, tetap memiliki kesamaan lingkungan dan situasi yang menenteramkan, tersedianya infrastruktur yang sama, karena itu, semua memiliki kesempatan yang sama pula. Otonomi daerah adalah ikhtiar untuk menghargai kedaulatan rakyat. Dalam perspektif ini, kedaulatan dalam kaitan otonomi daerah, jauh lebih besar dibanding konsep kedaulatan yang menjadi pijakan hukum internasional, karena kedaulatan dalam pendekatan hukum internasional, hanya merujuk kepada konsep jurisdiksi teritorial. Kondisi-kondisi tersebut, tidak hadir dalam sistem sentralistik. Betapa tidak, segalanya bertumpu di Jakarta. Daerah-daerah selalu dipersepsikan sebagai bagian luar dari sistem pengambilan keputusan, yang harus mengamini segala yang diputuskan. Di sinilah hulu ketidakadilan itu dan mengalir hingga hilir. Hadirin Yang Berbahagia, Terlepas dari landasan pikir dan paradigma di atas, otonomi daerah menjadi niscaya di Indonesia karena beberapa alasan sosio-budaya dan politik lainnya: Pertama, kemajemukan kita dalam berbagai hal membuat otonomi daerah menjadi keharusan sebab hanyalah Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
5
dengan otonomi daerah kita dapat menjaga, merawat, melanjutkan kemajemukan itu secara lebih efektif. Masalahnya, sistem sentralistik itu cenderung melakukan unifikasi atau penyeragaman dan penyeragaman adalah lawan berat kemajemukan. Demikian kentalnya sistem penyeragaman tersebut, pernah ada era dalam kehidupan bangsa kita, keinginan dan tekad saja harus dibulatkan. Kecenderungan memudarnya simbol-simbol dan kearifan lokal sekarang ini yang kita semua prihatini, adalah akibat dari paradigma penyeragaman tersebut. Semua harus dititahkan dari atas, dan wajib diamini di daerah. Mulai bentuk dan warna pagar, pakaian, pola dan gaya pidato para pejabat, dan para isteri pejabat, cara jejer berbaris para pejabat dan isteri, menjemput pejabat pusat di bandara, bentuk formulir pendaftaran untuk berbagai urusan yang berbeda, semuanya memiliki acuan dengan istilah SOP (standard operating procedure). Kesejatian terpinggirkan, refleksi kearifan lokal jadi termarjinalisasi. Kedua, sebagai negara kepulauan dengan bentangan yang begitu panjang, sistem sentralistik untuk menjalankan roda pemerintahan, menjadi tidak efisien. Dalam konteks ini, sekali lagi, kita pernah keliru dalam berparadigma. Kita menganggap bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang amat besar, maka sistem sentralistik untuk mengaturnya, menjadi mutlak. Sistem sentralistiklah yang diyakini bisa menjaga keutuhan negara. Paradigma ini harus dibalik. Keutuhan negara dan bangsa bisa lebih efektif dan efisien bila daerah diberi otonomi untuk melaksanakan roda pemerintahan. Efisien dan efektif karena orang daerah jauh lebih mengetahui wilayahnya daripada orang-orang yang berada di luar daerah itu, karena itu, daerahlah yang seharusnya memiliki kewenangan membuat perencanaan mereka sendiri. Bukannya perencanaan dibuat dari pusat.
6
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Bidang Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
Saya pun teringat pepatah bijak orang Minang: Nan tahu dikayu tinggi alang Nan tahu di poso-poso ayam Nan tahu dikili-kili bantiang Yang mengetahui seluk beluk dan sifat masyarakat suatu negeri, adalah para cendekiawan negeri itu sendiri. Selaras dengan pikiran ini, dengan otonomi daerah, pemerintahan dilaksanakan oleh para ahlinya sendiri, yakni, pemberdayaan bagi masyarakat daerah untuk mengelola wilayahnya. Warga daerah yang diberdayakan itu pastilah jauh lebih mengetahui dan lebih terampil mengenai kiat-kiat mencapai tujuan, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Mereka ahli karena mereka lahir dan tumbuh di tempat tersebut. Untuk ini, orang Minang mengungkapkannya: Nak jan jauah panggang dari api Latakkan sesuatu di tampeknyo Agar sesuatu tindakan dalam masyarakat tepat pada sasarannya, maka serahkanlah sesuatu pada ahlinya. Ketiga, fakta empirik selama beberapa dekade kita melaksanakan sistem pemerintahan sentralistik, selain ketimpangan antara daerah satu dengan lainnya sangat besar, juga kreativitas sumber daya manusia kita kian jauh. Masalahnya, sistem sentralistik membuat segala sumber daya manusia kita di daerah, menjadi mandul dalam kreativitas. Defisit dalam imajinasi dan karya. Wilayah jelajah imajinasi di daerah hanya berputar dalam garis edar yang dipatronkan oleh pusat. Terobosanterobosan pembaharuan pun kian nihil. Semuanya hanya menunggu instruksi dan petunjuk dari atas atau Jakarta. Birokrasi negara berjalan bagai mesin komputer belaka: copy paste. Manalah ada kreativitas
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
7
dengan sistem ini. Nihil kreativitas berarti nihil dalam terobosan dan karya. Bagaimana bangsa ini maju dengan neraca kreativitas dan terobosan yang minus? Manalah mungkin ada progress dan kemajuan di daerah bila wilayah jelajah imajinasi dibatasi. Imajinasi melahirkan kreativitas, dan kreativitas melahirkan kompetisi. Dari kompetisi itulah lahir terobosan dan kemajuan. Dengan sistem yang sentralistik dan tertutup itu, aparat negara dalam menjalankan kewajibannya untuk melayani rakyat, hidup dengan panduan kaku, serba tuntunan dengan istilah menunggu petunjuk dari atas. Hasilnya pun dengan gampang kita nujum, semua laporan ke atas harus baik-baik. Semuanya dibungkus secara samar, tidak ada otentitas. Yang penting bapak senang. Bagi saya, otonomi daerah itu membutuhkan prasyarat berupa imajinasi, kreativitas dan inisiatif. Dengan itu akan dengan sendirinya lahir persaingan sehat. Bila ketiga prasyarat ini ada, pasti daerah akan berkembang secara sehat, karena mereka berlomba dalam konteks kreativitas dan inisiatif. Bukan duduk termangu menanti petunjuk dan belas kasihan dari pusat belaka. Daerah maju, bangsa maju. Inilah antara lain yang mengilhami saya ketika menjadi anggota MPR RI dari Utusan Daerah, untuk memulai dan mendorong terwujudnya sistem pemerintahan otonomi daerah, yang memang pada akhirnya menelorkan TAP MPR No XV Tahun 1998 Tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembangunan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan Serta Pembangunan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tap MPR inilah yang melahirkan Undang-Undang No 22 Tahun 1999, yang selanjutnya direvisi menjadi Undang-Undang No 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 8
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Bidang Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
Saya tidak banyak berteori tentang hal ini, karena saya hidup dengan pengalaman empirik tentang bagaimana susahnya berkembang di daerah lantaran sentralisasi kebijakan. Hadirin Yang Saya Hormati, Setelah kita jalankan sistem pemerintahan otonomi daerah, lantas apakah masalah tidak muncul? Tentu saja di sana-sini butuh perbaikan. Salah satu aspek yang harus kita segera benahi setelah 15 tahun kita mempraktekkan otonomi daerah, yaitu, Aparat Sipil Negara (ASN) terkotak di daerah di mana mereka bertugas. Mereka bisa memulai di sebuah kabupaten misalnya, lalu pensiun di situ juga. ASN harus kembali menjadi perekat nasional. Maka, ke depan, kita harus mengatur bahwa ASN eselon I dan II menjadi ASN nasional yang bisa ditempatkan di mana saja. Hadirin Yang Saya Hormati, Sukses tidaknya otonomi daerah, amat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, perencanaan yang baik, pelaksanaan dan kontrol yang baik, serta adanya standardisasi nasional. Bagaimana pun juga, ada aspek-aspek kehidupan yang harus tunduk pada standar-standar nasional, bahkan internasional. Dan hal-hal ini tidak mungkin dikompromikan dengan alasan otonomi daerah, karena ini menyangkut, misalnya keamanan bersama, keselamatan bersama, kesinambungan bersama, dan sebagainya. Standar-standar nasional itulah yang membingkai kita sebagai bangsa yang bersatu. Standarstandar nasional itulah yang menyemen Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar-standar nasional itulah tempat kita berpijak dan beranjak maju.
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
9
Dalam perspektif seperti ini semualah maka kita semua memerlukan kearifan untuk melaksanakan sistem otonomi daerah, demi kemakmuran rakyat. Bukan berlomba-lomba untuk memuaskan dan mengabulkan keinginan dan kepentingan individu kita semua. Di atas semuanya, sistem pemerintahan apa pun yang kita pakai, terutama di daerah, kualitas pemimpin dan kepemimpinan jualah yang menentukan. Jika pemimpin sudah dijadikan teladan, maka rakyat, tanpa diminta, pasti dengan sendirinya akan ikut secara ikhlas. Bentuk manajemen apa pun yang diterapkan, bila kualitas pemimpin dan kepemimpinan berubah-ubah sesuai arah angin, maka manejemen tersebut pasti gagal. Popularitas pemimpin itu sangat penting, tetapi lebih penting lagi adalah kualitas serta pengetahuan tentang ciri daerah masing-masing. Kalau di Sumatera Barat tentu memahami dan menghayati “adat basandi syara’, Syara’ basandi Kitabullah” Prasyarat utama kualitas sebuah kepemimpinan, adalah ketulusan untuk berbuat demi kepentingan rakyat dan dalam ketulusan itu, pemimpin haruslah lurus. Nak luruih rantangkan tali Luruih bana dipacik sungguah (Selalulah bersifat tulus ikhlas dalam kehidupan)
Wabillahi Taufiq Walhidayah Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
10
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Bidang Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
11
CURRICULUM VITAE
N a m a
: Tempat dan tanggal lahir : Agama : Alamat : Pendidikan : PEKERJAAN 2014 – 2019 : 2004 – 2009 : 2001 - 2004 : 1968 – 2001 : 1999 – 2000 : 1999 – 2000 : 1997 – 1999 : 1982 – 1987 : 12
H. MUHAMMAD JUSUF KALLA Watampone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942 Islam Jl. Brawijaya Raya No. 6 Jakarta Selatan Sarjana Ekonomi, lulus pada tahun 1967 Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan Wakil Presiden Republik Indonesia Wakil Presiden Republik Indonesia Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia Presiden Direktur, Hadji Kalla Corporation Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Kepala Badan Urusan Logistik Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Utusan Daerah Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mewakili Golkar
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Bidang Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
PENGALAMAN ORGANISASI 2014 – 2019 2012 – 2017 2010 - sekarang 2004 – 2009 1985 – 2000 1994 – sekarang 1992 – sekarang 1982 – sekarang PENGHARGAAN
: Ketua Palang Merah Indonesia : Ketua Dewan Masjid Indonesia : Ketua, The Centrist Asia Pacific Democrats International : Ketua Umum Partai Golkar : Wakil Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) : Ketua Yayasan Islam Al Markaz : Ketua Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin : Ketua Yayasan Hadji Kalla untuk Pendidikan dan Kesejahteraan
2004 Bintang Republik Indonesia Adipradana 2004 Bintang Mahaputra Adipurna 2007 Doktor Honoris Causa dari Universitas Malaya 2007 Doktor Honoris Causa dari Universitas Soka, Jepang 2009 Commander de I’Order de Leopold , Belgia 2011 Doktor Honoris Causa dari Universitas Pendidikan Indonesia 2011 Doktor Honoris Causa dari Universitas Hasanuddin, Indonesia 2011 Doktor Honoris Causa dari Universitas Brawijaya, Indonesia 2013 Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia, Indonesia 2015 Doktor Honoris Causa dari Universitas Syiah Kuala, Indonesia
Pidato pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) dalam Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Andalas
13