PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
DESAIN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KARAKTER TERINTEGRASI DENGAN KEGIATAN KEPRAMUKAAN BAGI SISWA SMP NEGERI 1 KARTASURA Suyahman Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan desain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan bagi siswa SMP Negeri 1 Kartasura tahun pelajaran 20162017. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Subjek penelitiannya adalah Guru dan pembina pramuka di SMP Negeri 1 Kartasura, dan objeknya adalah Desain pembelajaran pendidikan karakter dan kegiatan kepramukaan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode: observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah: Teknik analisis interaktif yang terdiri dari 4 langkah yaitu: pengumpulan data, reduksi data, display data dan Verifikasi data. Hasil penelitian menunjukan bahwa desain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan bagi siswa SMP Negeri 1 Kartasura tahun pelajaran 2016-2017 dilakukan dengan cara sebagai berikut: pertama : Guru mata pelajaran mlakukan kolaborasi dengan pembina pramuka dengan cara diskusi maupun sharing tentang kegiatan kepramukaan yang dapat digunakan untuk menumbuhkan nilai karakter pada siswa, Kedua: hasil diskusi digunakan oleh guru untuk sinkronisasikan dengan Ki dan KD yang disusun dalam perangkat pembelajaran, Keempat: Guru mensetting pross pembelajaran dengan memilih strategi, metode dan pendekatan yang efektif untuk pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan, Kelima: guru melakukan inventarisasi nilai-nilai karakter dalam setiap kegiatan kepramukaan sebagai dasar dalam menetapkan strategi, metode dan pendekatan pembelajaran pendidikan karakter. Kata Kunci: Desain Pembelajaran, Pendidikan Karakter, Kepramukaan
PENDAHULUAN Sebelum membahas pokok persoalan dalam penelitian ini ada baiknya kita renungkan kebijakan terkait dengan tujuan dan fungsi pendidikan nasional kita yang dilegitimasi melalui UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional indonesia. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Mari kita cermati fungsi dan tujuan pendidikan nasional indonesia yang pada intinya membangun karakter anak bangsa. Membangun karakter anak bangsa sesuatu tindakan yang sangat mulia sekali, karenanya membangun karakter anak bangsa menjadi tanggung jawab seluruh warga negara indonesia tanpa kecualinya. Pertanyaannya adalah mengapa hingga detik ini muncul berbagai fenomena yang berkaitan dengan sikap, perilaku dan perbuatan anak bangsa yang menyimpang dari nilai karakter bangsa. Siapa yang salah, orang tua, sekolah atau masyarakat. Berbagai sikap perilaku, dan perbuatan yang tidak mencerminkan nilai
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
karakter bangsa diantaranya; lunturnya budaya sopan santun, rasa hormat dan rasa mengharagai pada orang tua, pergaulan bebas, narkoba, bully sesama temannya, tawur antar pelajar, pornografi dan prono aksi, sek bebas, gaya hidup kebarat-baratan, budaya konsumtif, membentuk gang-gang, merampok, mencuri, memperkosa dan bahkan membunuh. Fenomena-fenomena ini menunjukan indikator bahwa telah terjadi melemahnya karakter anak bangsa. Dari hasil analisis banyak faktor penyebabnya. Seperti hasil penelitian Suwarno (2014) yang menyatakan bahwa memudarnya karakter anak bangsa karena kurangnya keteladanan dari orang yang dipercaya baik itu orang tua, guru, maupun para pejabat publik. Demikian juga hasil epnelitian Edi (2015) yang menyatakan bahwa banyak para tokoh yang kehilangan karakternya sehingga berdampak pada anak remaja. Demikian juga Winarsih (2016) yang menyatakan bahwa jati diri bangsa dari para tokoh mulai memudar seiring dengan gerakan globalisasi. Dari beberapa hasil penelitian di atas memperkuat fenomena memudarnya karakter anak bangsa di sebabkan oleh faktor yang sangat komplek. Dalam penelitian ini difokuskan pada mendesain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan bagi siswa SMP Negeri 1 Kartasura. Pokok permasalahan penelitian di formulasikan sebagai berikut: bagaimanakah mendesain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan bagi siswa SMP Negeri 1 Kartasura. Tujuan penelitian diformulasikan sebagai berikut untuk mendeskripsikan desain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan bagi siswa SMP Negeri 1 Kartasura.
METODE Penelitian ini termasuk jenis penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian (McMillan & Schumacher, 2003). Penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuantemuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya ( Strauss & Corbin, 2003). Sekalipun demikian, data yang dikumpulkan dari penelitian kualitatif memungkinkan untuk dianalisis melalui suatu penghitungan. Penelitian kualitatif (Qualitative research) bertolak dari filsafat konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial (a shared social eperience) yang diinterpretasikan oleh individu-individu. (Nana Syaodih, 2001 : 94). Sementara itu, menurut (Sugiono, 2009:15), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifsime, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi. Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang alamiah maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
tersebut. Sebagaimana dikemukakan dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau peneliti itu sendiri (humane instrument). Untuk dapat menjadi instrumen maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Dalam penelitian kualitatif digunakan juga berbagai pendekatan. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang menekankan pada fenomene-fenomena yang obyektif dan di gunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel-sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian Pendapat lain mengatakan pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukkan untuk mendiskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas social, sikap, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen ( Sugiyono, 2009). Subjek penelitiannya adalah Guru dan pembina pramuka di SMP Negeri 1 Kartasura, dan objeknya adalah Desain pembelajaran pendidikan karakter dan kegiatan kepramukaan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode: observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk mengetahui valid dan tidaknya data yang terkumpul maka dilakukan validasi data dengan cara Triangulasi , menurut Patton (2001) memperingatkan bahwa inkonsistensi sebuah analisis tidak boleh dilihat sebagai kelemahan bukti, tetapi kesempatan untuk mengungkap makna lebih dalam data. Miles
dan Huberman (1984) memiliki cara yang baik untuk menjelaskan bagaimana triangulasi bekerja secara kongkrit dalam sebuah penyelidikan terhadap sebuah tekateki: Ada 4 jenis penyajian triangulasi sebagai berikut: Pertama Triangulasi Data (Data Triangulation) Peneliti menggunakan berbagai jenis sumber data dan bukti dari situasi yang berbeda. Ada 3 sub jenis yaitu orang, waktu dan ruang. Orang, data-data dikumpulkan dari orang-orang berbeda yang melakukan aktivitas sama. Waktu, data-data dikumpulkan pada waktu yang berbeda, dan Ruang, data-data dikumpulkan di tempat yang berbeda. Bentuk paling kompleks triangulasi data yaitu menggabungkan beberapa sub-tipe atau semua level analisis. Jika data-data konsisten, maka validitas ditegakkan. Kedua: Triangulasi Antar-Peneliti (Multiple Researchers) Pelibatan beberapa peneliti berbeda dalam proses analisis. Bentuk kongkrit biasanya sebuah tim evaluasi yang terdiri dari rekan-rekan yang menguasai metode spesifik ke dalam Focus Group Discussion (FGD). Triangulasi ini biasanya menggunakan profesional yang menguasai teknik spesifik dengan keyakinan bahwa ahli dari teknik berbeda membawa perspektif berbeda. Jika setiap evaluator menafsirkan sama, maka validitas ditegakkan. Ketiga: Triangulasi Teori (Theory Triangulation) Penggunaan berbagai perspektif untuk menafsirkan sebuah set data. Penggunaan beragam teori dapat membantu memberikan pemahaman yang lebih baik saat memahami data. Jika beragam teori menghasilkan kesimpulan analisis sama, maka validitas ditegakkan. Keempat: Triangulasi Metodologi (Methodological Triangulation) Pemeriksaan konsistensi temuan yang dihasilkan oleh metode pengumpulan data yang berbeda seperti penggabungan metode
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
kualitatif dengan data kuantitatif atau melengkapi data wawancara dengan data observasi. Hasil survei, wawancara dan observasi, dapat dibandingkan untuk melihat apakah hasil temuan sama. Jika kesimpulan dari masing-masing metode sama, maka validitas ditegakkan. Dalam penelitian ini digunakan triangulasi data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah: Teknik analisis interaktif yang terdiri dari 4 langkah yaitu: pengumpulan data, reduksi data, display data dan Verifikasi data. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif Penelitian (descriptive reasearch), yang biasa disebut juga penelitian taksonomik (taksonomic research), , dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atua kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jaringan hubungan antar variabel yang ada tidak maksudkan untuk menarik generasi yang menjelaskan variabel-varibel anteseden yang menyebabkan sesuatu gejala atau kenyataan sosial. Oleh karena itu, pada suatu penelitian deskriptif, tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian hipotesis (seperti yang dilakukan dalam penelitian eksplanasi) ; berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori dalam pengelolahan dan analisis data. Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan sejak bulan Juli hingga saat ini diperoleh informasi riil kondisi siswa SMP Negeri 1 kartasura sebagai berikuat: masih banyak siswa yang terlambat masuk kelas, tidak mengerjakan pekerjaan rumah,
berbohong pada guru, merokok, membolos, tidak ikut upacara, kurang rasa hormat dan menghargai guru, membeda-bedakan dalam memilih teman di sekolah, bergaya hidup mewah, mengakses situs pornografi, pacaran secara terbuka, memalak temannya, makan sambil bicara, tidak mengenakan seragam sekolah, berkelahi dengan temannya dan lain-lain. Adanya indikator tersebut tentu saja menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Data hasil pengamatan diperkuat dengan data hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 7-14 Agustus tahun 2017 terhadap guru PPKn kelas VII, VIII, dan IX diperoleh informasi sebagai berikut: guru banyak memergoki siswanya merokok di lapangan sepak bola, siswanya membolos, siswanya tidak mengerjakan PR, siswanya tidak ikut upacara, siswanya sering terlambat ke sekolah, siswanya tidak seragam, siswanya pacaran di kantin, siswanya kurang peduli dengan teman lainnya, siswanya kepergok membuka situs porno, siswa kurang menghormati dan menghargai gurunya, siswa kurang sopan santun pada gurunya. Demikian juga hasil wawancara dengan para pembina pramuka diperoleh informasi: banyak adik-adik datang latihan terlambat, kurang menghargai dan menghormati pembinanya, pakaian seragamnya tidak lengkap, kurang bertanggung jawab, membeda-ebdakan dalam memilih anggota di regunya, kurang kepeduliannya, kurang kerja samanya, kurang tanggung jawabnya, kurang kekompakannya dan sebagainya.dan hasil wawancara dengan para siswa diperoleh informasi sebagai berikut: guru dan pembina pramukanya tidak tepat waktu saat mulai dan mengakhiri kegiatan, guru dan pembina pramukanya kurang menarik dan menyenangkan saat memberikan materi, guru dan pembinanya kurang kreatif dan inovatif, guru dan para pembinanya mengguanakan bahsa yang sulit dipahami,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
guru dan para pembinanya kurang mampu memberikan motivasi, guru dan para pembinanya kurang mampu mengembangkan materi. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara tersebut di atas maka harus dicarikan solusinya dari analisis hasil observasi dan wawancara maka yang perlu dilakukan tindakan adalah merubah paradigma desain pembelajaran dari konvensional emnuju desain pembelajaran yang modern. Pertanyaannnya adalah mengapa difokuskan pada desain pembelajaran karena bagaimanapun juga desain pembelajaran memegang peranan penting tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal. Apabila seorang guru maupun pembina pramuka mampu mendesain pembelajaran yang komunikatif dan interaktif sehingga menimbulkan suasana yang kondosif dan sehat maka dapat menimbulkan daya tarik siswa secara maksimal untuk mengikuti proses pembelajaran. PEMBAHASAN Dalam konteks desain pembelajaran harus dipahami terlebih dahulu konsepsi desain pembelajaran yaitu praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik sehingga terjadi perubahan pengetahuan, sikap, perilaku, perbuatan dan keterampilan. . Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru. Komponen utama dari desain pembelajaran adalah: 1) Tujuan
Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pembelajar, 2) Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahui meliputi, karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat, 3) Analisis Pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari, 4) Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar. Bahan Ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar, dan 5) Penilaian Belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang sudah dikuasai atau belum. Dalam pembelajaran dikenal berbagai Model Desain Pembelajaran diantaranya: Pertama: Model Dick and Carrey Salah satu model desain pembelajaran adalah model Dick and Carey (1985). Model ini termasuk ke dalam model prosedural. Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah: Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran. Melaksanakan analisi pembelajaran , Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa, Merumuskan tujuan performansi, Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan, Mengembangkan strategi pembelajaran, Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif, Merevisi bahan pembelajaran dan Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif. Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Pertama Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah– langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran. Kedua: Model Kemp Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar jika ditunjukkan dalam sebuah diagram. Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu: Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya; Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain; Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar; Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan; Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik; Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan; Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana pembelajaran; dan Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan
peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Ketiga: Model ASSURE Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut Heinich et al (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu: Analyze Learners (Analisis Pelajar), States Objectives (Menyatakan tujuan), Select Methods, Media, and Material (Pemilihan metode, media dan bahan), Utilize Media and materials (penggunaan media dan bahan), Require Learner Participation (partisipasi pelajar di dalam kelas) dan Evaluate and Revise (penilaian dan revisi) Keempat: Model ADDIE Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yaitu: Analysis (analisa), Design (disain/perancangan), Development (pengembangan), Implementation (implementasi/eksekusi) dan Evaluation (evaluasi/umpan balik). Langkah 1: Analisis Tahap analisis merupakan suatu proses mendefenisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau profile calon peserta balajar, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan. Langkah 2: Desain Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blueprint) diatas kertas harus ada terlebih dahulu. Apa yang kita lakukan dalam tahap desain ini? Pertama merumuskan tujuan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat kita pilih dan tentukan yang paling revalan. Di samping itu, pertimbangkan pula sumber – sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relavan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain – lain. Semua iu tertuang dalam suatu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci. Langkah 3 : Pengembangan Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Atau diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang kita kembangkan. Langkah 4 : Implementasi Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan system pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu maka software tersebut
harus sudah diinstal. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan atau seting tertentu tersebut juga harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai skenario atau desain awal. Langkah 5 : Evaluasi Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap tahap di atas dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan pada salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberi input terhadap rancangan yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok kecil dan lain – lain. Kelima: Model Hanafin and Peck Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri dari pada tiga fase yaitu fase analisi keperluan, fase desain, dan fase pengembangan dan implementasi. Dalam model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini adalah model desain pembelajaran berorientasi produk. Adanya berbagai pilihan desain pembelajaran di atas, dalam konteks desain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan harus dipahami terlebih dahulu kaitan antara pendidikan karakter dengan kegiatan kepramukaan. Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran pelatihan, pembiasaan terusmenerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi untuk: mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: Jujur; Toleransi; Disiplin; Kerja keras; Kreatif; Mandiri; Demokratis; Rasa Ingin Tahu; Semangat Kebangsaan; Cinta Tanah Air; Menghargai Prestasi;
Bersahabat/Komunikatif; Cinta Damai; Gemar Membaca; Peduli Lingkungan; Peduli Sosial; Tanggung Jawab dan religius (Puskur. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.) Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun. Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan. Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter. Optimalisasi tercapainya tujuan pendidikan karakter dapat dilakukan pula melalui kegiatan ekstrakurikuler misalnya kegiatan kepramukaan. Secara konseptual dan programatik, Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan dalam Kurikulum 2013, berada pada konseptual-normatif dari mandat Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-undang No. 12 tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka. Secara substantif-pedagogis, menunjukkan bahwa filosofi dan tujuan Pendidikan Nasional memiliki koherensi dengan tujuan Gerakan Pramuka, dalam hal bahwa keduanya mengusung komitmen kuat terhadap penumbuh-kembangan sikap spiritual, sikap sosial, dan keterampilan/ kecakapan sebagai insan dan warga negara Indonesia dalam konteks nilai dan moral Pancasila. Secara programatik penyelenggaraan pendidikan kepramukaan dalam konteks implementasi Kurikulum 2013 dikembangkan Desain Induk Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan. Disain Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan dalam konteks Kurikulum 2013, pada dasarnya berwujud proses aktualisasi dan penguatan capaian pembelajaran Kurikulum 2013, ranah sikap dalam bingkai KI-1, KI-2, dan ranah keterampilan dalam KI-4, sepanjang yang bersifat konsisten dan koheren dengan sikap dan kecakapan Kepramukaan.
Dengan demikian terjadi proses saling interaktif dan saling menguatkan (mutually interactive and reinforcing). Kedudukan kegiatan ekstrakurikuler dalam sistem kurikulum hendaknya tidak dipandang sebagai pengisi waktu luang, tetapi ditempatkan sebagai komplemen kurikulum yang dirancang secara sistematis yang relevan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Seluruh aktivitas didedikasikan pada peningkatan kompetensi peserta didik. Penyelenggaraan kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan, bakat dan potensi peserta didik. Pelaksanaan Pendidikan Kepramukaan sebagai ekstra kurikuler wajib di Sekolah, sejalan dan relevan dengan amanat Sistem Pendidikan Nasional dan Kurikulum 2013, memerlukan Buku Panduan atau Petunjuk Pelaksanaan yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan yang mengacu pada Peraturan Menteri No.81A tahun 2013 tetapi ditindak lanjuti dengan adanya SKB Mendikinas dan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka tentang Petunjuk Pelaksanaannya yang dilakukan melalui: Pertama: Sistem Blok Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan menerapkan sistem blok adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan pada awal peserta didik masuk di satuan pendidikan. Sistem blok ini dilakukan dengan alokasi waktu 36 jam pelajaran karena sifatnya baru pengenalan. Sistem blok ini merupakan “Training Orientasi Kepramukaan bagi peserta didik” sesuai tingkatan dan usianya. Sistem penyelenggaraan pendidikan kepramukaan sistem blok dilakukan dengan menggunakan modul, sehingga setiap pendidik dapat mengajarkan pendidikan kepramukaan. Pendidik yang menyampaikan materi pada sistem ini,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
sekurang-kurangnya telah mengikuti Orientasi Pendidikan Kepramukaan (OPK), dan satuan pendidikan telah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan. Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler sistem blok adalah: a. Pengenalan pendidikan kepramukaan yang menyenangkan dan menantang kepada seluruh peserta didik pada awal masuk lembaga pendidikan. b. Meningkatkan kompetensi (sikap dan keterampilan) peserta didik yang sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui: Aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga, Aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma khususnya Darma ke-1 dan Darma ke-2 bagi peserta didik usia Penggalang dan Penegak. Kedua Sistem Aktualisasi Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan menerapkan sistem Aktualisasi adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan dengan mengaktualisasikan kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan dengan metode dan prinsip dasar kepramukaan. Sistem penyelenggaraan pendidikan kepramukaan sistem Aktualisasi dilakukan dengan mengaktualisasikan kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan. Oleh karena itu pendidik harus terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan untuk dapat diaktualisasikan dalam kegiatan pendidikan kepramukaan. Pendidik yang menyampaikan materi pada sistem ini, sekurang-kurangnya telah mengikuti Orientasi Pendidikan Kepramukaan (OPK), dan satuan pendidikan telah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
Aktivitas Sistem Aktualisasi : a. Dilaksanakan setiap satu minggu satu kali. b. Setiap satu kali kegiatan dilaksanakan selama 120 menit. c. Kegiatan sistem Aktualisasi merupakan kegiatan Latihan Ekstrakurikuler Pramuka. dan d. Pembina kegiatan dilakukan oleh Guru Kelas /Guru Matapelajaran selaku Pembina Pramuka dan/atau Pembina Pramuka serta dapat dibantu oleh Pembantu Pembina (Instruktur Muda/Instruktur Pramuka) Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler sistem Aktualisasi adalah: a. Pengenalan pendidikan kepramukaan yang menyenangkan dan menantang kepada seluruh peserta didik. b. Media Aktualisasi kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan dengan metode dan prinsip dasar kepramukaan. dan c. Meningkatkan kompetensi (nilai-nilai dan keterampilan) peserta didik yang sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui Aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga, dan Aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma bagi peserta didik usia Penggalang, dan Penegak Ketiga Sistem Reguler Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan menerapkan sistem reguler adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan pada Gugus depan (Gudep) yang ada di satuan pendidikan dan merupakan kegiatan pendidikan kepramukaan secara utuh. Oleh karena itu apabila satuan pendidikan memilih sistem reguler dan belum memiliki Gudep, maka harus terlebih dahulu menyiapkan sistem pengelolaan pendidikan kepramukaan melalui Gudep. Aktivitas Sistem Reguler: a. Bersifat sukarela sesuai dengan bakat dan minat peserta didik b. Setiap satu kali kegiatan dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. c.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
Dilaksanakan setiap satu minggu satu kali.d. Sepenuhnya dikelola oleh Gugus Depan Pramuka pada satuan atau gugus satuan pendidikan.dan e. Pembina kegiatan adalah Guru Kelas /Guru Matapelajaran selaku Pembina Pramuka dan/atau Pembina Pramuka serta dapat dibantu oleh Pembantu Pembina (Instruktur Muda/Instruktur Pramuka) yang telah mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD). Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler sistem reguler adalah meningkatkan kompetensi (nilai-nilai dan keterampilan) peserta didik yang sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memiliki minat dan ketertarikan sebagai anggota pramuka, melalui: aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga, dan aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma bagi peserta didik usia Penggalang dan Penegak. Dasar pelaksanaan pendidikan karakter melalui kegiatan kepramukaan bagi pramuka penggalang /siswa SMP yaitu Tri stya dan dhasa Dharma. Isi teks tri satya yaitu: Demi Kehormatanku Aku berjanji akan bersungguh-sungguh : 1. Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara kesatuan Republik Indonesia, dan mengamalkan Pancasila. 2. Menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat. 3. Menepati Dasa Darma. Jika dicermati isi teks tri satya dan dasa dharma bagi pramuka penggalang atau siswa SMP semuanya mengandung nilai karakter. Oleh karena itu maka darangka mendesain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan harus mencerminkan isi tri satya dan dasa darma. Desain pembelajaran harus dikemas sedemikan rupa sehingga menimbulkan rasa tarik dan rasa senang
bagi siswa. Metode permainan wajib dikembangkan dalam pendidikan akrakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan. Berbagai kegiatan kepramukaan yang desainnya membangun nilai karakter diantaranya ; jambore, lomba tingkat, kemah bhakti, Gladian pemimpin regu maupun pentas seni penggalang. Desain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan memerlukan suatu daya kreasi dan daya inovasi bagui para pembina. Karena itu pembina dituntut untuk dapat mengemas kegiatan kepramukaan yang menarik, menantang dan menyenangkan tetapi tetap dalam koridor pendidikan karakter. Desain pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan harus dimulai dari proses pembentukan karakter pada siswa SMP. Dibawah ini diberikan suatu ilustrasi proses membentuk karakter siswa. Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupukupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya? Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap. Itulah potret singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter. Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu butuh proses, mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga
anak yang disiplin.Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap. Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”. Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan “Anakanak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak. Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.” Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah : Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki; Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelah ; Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri; Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri; Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri; Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai; Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan; Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan; Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri; Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan Melihatnya kompleknya desain pembelajaran maka dalam penelitian ini peneliti menawarkan desain pembelajaran ABAHKU dalam pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kepramukaan bagi siswa SMP Negeri 1 Boyolali. Desain pembelajaran ABAHKU kepanjangan dari pembelajaran aktif, pembelajaran yang bahagia, pembelajaran yang asyik, pembelajaran yang humanis, pembelajaran yang kreatif dan pembelajaran yang unik. Dengan desin pembelajaran ABAHKU, mampu menimbulkan daya kreasi, daya innovasi sikap saling menghargai dan menghormati, rasa yang selalu tidak puas dan ingin dilanjutkan lagi, suasana pembelajaran yang menyenangkan , menarik dan menantang yang semuanya
dikemas dalam bentuk permainan baik indoor maupun out oors. KESIMPULAN Desain pembelajaran ABAHKU dalam pendidikan karakter terintegrasi dengan ekgaitan kepramukaan bagi siswa SMP negeri kartasura dapat Merubah paradigma pembelajaran yang konvensional ke dalam pembelajaran yang modern. DAFTAR PUSTAKA Atwi Suparman, 1997. Desain Instruksional. Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka Creswell, JW. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Traditions. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. 2004. How to do character education. (http://www.goodcharacter.com/Art icle_4.html) (Diunduh 20 September 2016) Direktorat Pembinaan SMP, Panduan Pendidikan Karakter. Depdiknas: Jakarta, 2010 Denzin, NK. (1978). Sociological Methods. New York: McGraw-Hill. Dick, Walter, Lou Carey., & James O. Carey. 2003 The Systematic Design Of Instruction, Library of Congress Cataloging-in- Publication Data. Addison –Welswey Educational Publisher Inc. Edy Supriyadi. 2009. Pengembangan Pendidikan Karakter di SMP (Makalah sebagai bahan diskusi pengembangan panduan pendidikan karakter Direktorat Pembinaan SMP Depdiknas). I Nyoman Sudana Degeng. 1997. Ilmu Pengajaran : Taksonomi Variabel . Jakarta : Departemen Pendidikan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, P2LPTK Johnson, David W., Roger T Johnson., & Edythe Johnson Holubec. 1994. Cooperative Learning in the Classroom Kwartir Nasional GerakanPramuka.2007. Pendidikan Nilai Dwisatya, Dwidarma,dan Trisatya Dasadarma Serta Ikrar Gerakan Pramuka. Jakarta: Pustaka Tunas Media. Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. 2013. Gerakan Pramuka Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jawa Barat. Pramuka Kader Pembangunan Bangsa , Bandung: CV. Ganjar Negara, 1998. Milles, M.B. and Huberman, M.A. (1984). Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication Mochtar Buchori, 2007. Character building dan pendidikan kita. (http://www.kompas.co.id/kompascetak/0607/26/opini/2836169.htm). (Diunduh 27 September 2016) Morrison, Gary R., Steven M. Ross, & Jerrold E. Kemp. (2004). Design effective instruction, (4th Ed.). New York: John Wiley & Sons M. Abbas Amin, dkk. Pedoman Lengkap Gerakan Pramuka, Bandung: Nuansa Muda, 2010. Patton, M.Q. (2001). Qualitative Research and Evaluation Methods. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. Reigeluth, Charles M. 1999. Instructional Design : Theories and Model. London: Lowrence Earlbown Associates Publishers. Ruhimat, Toto, (2009), “Kurikulum & Pembelajaran” jurusan kurtekpend, fakultas ilmu pendidikan, universitas pendidikan Indonesia.
Supriatna, D dan Mulyadi, M. 2009. Konsep Dasar Desain Pembelajaran. Jakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Suwarji Suwandi. 2011. Model-model Asesmen dalam Pembelajaran . Surakarta: Yuma Pustaka Syaiful Sagala. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung : Alfabeta Tadkirotun Musfidah, Pembinaan karakter si SMP, Jakarta: Direktorat PSMP,2008. Thomas lickona, Terjemahan; education of carakter, Bandung: alfabeta,1991. (https://www.scribd.com/07/ringkas an+buku+karakter+lickona/htm dikunjungi 15 September 2016. Wina Sanjaya. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana Widodo, Agus. 2007. Ramuan Lengkap bagi Pramuka Penggalang, Pramuka Penegak dan Pembina Pramuka. Jogyakarta.