PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER BAGI SISWA SMP
AKHIRMAN SMP IT Rabbi Radhiya Curup Rejang Lebong
[email protected] Abstrak: Tulisan ini memaparkan tentang penerapan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter. Hasil penerapan awal di SMP IT Rabbi Radhiyya ditemukan sebagai berikut: ada pengaruh hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter; ada pengaruh komunikasi matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter; hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar model pembelajaran konvensional; dankomunikasi matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model konvensional. Model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter menjadikan siswa berkarakter, yaitu ditunjukkan oleh rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Kata kunci:pembelajaran matematika berbasis karakter, komunikasi matematika
Berbagai gejala perilaku dengan karakter buruk nampak di sekitar kita.Ada orang yang terpelajar yang kemampuan berkomunikasinya rendah, baik komunikasi secara lisan, tulis, dan bahasa tubuh. Penggunaan bahasa lisan yang kurang santun. Menyajikan tulisan-tulisan untuk komunikasi publik di dunia maya (facebook) misalnya, yang kurang pada tempatnya. Coret-coret di sembarang tempat, termasuk coret-coret pakaian ketika kelulusan, simbol-simbol Negara yang kurang dihargai warga negaranya. Ada orang yang kurang menghiraukan ramburambu (simbolik) lalu lintas, terjadi pelanggaran lalu lintas yang demikian massif melanggar marka jalan, begitu ada signal lampu kuning pada traffic light banyak pengendara yang justru mempercepat laju kendaraannya yang seharusnya memperlambatnya. Menyalib dari kiri, kecepatan terlalu tinggi, kurang menghargai pejalan
kaki, sehingga dapat mengancam keselamatan orang lain. Kecelakaan lalu lintas tinggi, padahal kaum terpelajar tersebut sudah memperoleh pelajaran bahasa, baik bahasa tulis, lisan, maupun bahasa isyarat, baik di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Nilai pelajaran bahasa mereka cukup tinggi namun kurang menggunakan kemampuan bahasanya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar. Pembelajaran bahasa kurang fungsional bagi kehidupan terpelajar karena kurang optimal dalam menginternalisasikan nilainilai simbolik. Begitu banyak juga kaum terpelajar yang mempelajari matematika, namun kurang menghargai pentingnya berfikir dan berlaku dengan “tepat, cermat, hati-hati, rasional, sistematis, jujur, dan kurang menghargai aturan dan keteraturan”. Internalisasi nilai simbolik melalui bahasa dan matematika kurang optimal
176
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 177
sehingga menjadikan pembelajaran bahasa dan matematika menjadi kurang bermakna. Masalah karakter bangsa dan kekurangbermaknaan pembelajaran, bisa jadi disebabkan karena salah ajar dan salah didik. Kesalahan-kesalahan itu bisa saja terjadi karena adanya praktik pembelajaran yang overbehaviorstic, banyak guru yang menggunakan teori-teori stimulus respon diterapkan bagi kaum terpelajar yang notabene anak manusia (bukan anak hewan). Padahal manusia berbeda dengan hewan. Manusia adalah makhluk yang aktif dan kreatif, maka ketika anak-anak manusia dalam proses belajarnya ditentukan oleh kekuatan eksternal, maka jangan heran kalau kemudian menjelma begitu banyak manusia mekanik yang perilakunya seperti robot, tidak mau melakukan sesuatu kalau tidak di suruh, ia menentukan pilihan dalam pemilihan umum maupun pemilu kepala daerah digerakkan oleh kekuatan uang, kedisiplinannya, kejujurannya, kemauannya bekerja keras kalau memperoleh tekanan dari kekuatan eksternal. Begitu kekuatan eksternal melemah maka yang terjadi adalah kekurangdisiplinan, korupsi, dan malas-malasan. Masalah karakter dan kekurangbermaknaan pembelajaran bisa juga karena praktik pembelajaran yang overcognitive. Aspek afeksi, konasi dan psikomotor agak terabaikan. Pembelajaran cenderung terfokus pada kecerdasan pikiran, mampu menjadikan terpelajar berfikir cerdas, mereka tahu, tetapi kurang mau melakukan apa yang mereka ketahui. Berbagai ilmu pengetahuan empirik mereka kuasai, secara pikir mereka cerdas tetapi kecerdasan pikiran kurang di kendalikan dengan hati sehingga melahirkan perilaku “ kurang berakal “, perilaku yang kurang dikendalikan oleh ajaran agama. Perlunya Pendidikan Karakter merupakan komitmen nasional, hal ini telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yakni Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk itu, pendidikan karakter hendaknya materi softskill dalam setiap mata pelajaran. Mata Pelajaran matematika sebagai mata pelajaran wajib di Sekolah merupakan salah satu wahana yang tepat untuk membangun pendidikan karakter bagi para siswa. Pendidikan karakter bukanlah mata pelajaran tersendiri, namun harus terintegrasi dalam setiap pembelajaran. Namun sampai saat ini masih belum ada model pendidikan karakter yang terintegrasi dengan mata pelajaran secara valid. Pengalaman selama menjadi guru Matematika di Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Lebong (1994-2012), maupun sebagai pengelola MGMP Kabupeten Rejang Lebong (2008-2009) diperoleh fakta bahwa belum ada seorang gurupun yang memasukkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran matematika secara tertulis. Guru-guru matematika lebih banyak mengajar matematika melalui rote learning, lebih dari 80% waktu digunakan guru untuk mengajar hardskill, dan tidak lebih dari 20% untuk softskill. Hal inilah yang menjadikan image bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran ilmu pasti yang hanya terkait dengan proses hitung, angka, variable dan objekobjek matematika yang abstrak. Akibatnya para siswa merasa sulit mempelajari matematika, belajar matematika hanya sebatas kewajiban untuk bisa lulus tes dan
178, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
lulus ujian nasional saja, motivasi untuk belajar matematika menjadi rendah, dan siswa menjadi apatis terhadap pembelajaran matematika, ditambah lagi dengan guru yang hanya memberi soal untuk latihan lulus ujian nasional. Bila ditinjau dari karakter matematika, bahwa matematika adalah aktivitas manusia yang pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu (Fruedenthal (Treffers. 1991)). Untuk itu dibutuhkan pembelajaran matematika yang berkarakter. Pada dasarnya yang dimaksud dengan matematika yang membumi adalah matematika yang terintegrasi dengan hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungantempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkunganini disebut juga kehidupan sehari-hari, dan Glasersfeld (1992), mengatakan matematika merupakan “reflects” dunia nyata, melalui proses abstraksi empirik. Namun yang terjadi di lapangan, berdasarkan hasil penelitian Wahyu Widada (2005), penelitian awal Dewi Herawaty (2001) bahwa materi pembelajaran Matematika SMP di Kota Bengkulu disampaikan sangat teoretik dan siswa belajar secara mekanistik, sehingga berakibat pembelajaran tidak bermakna (tidak sesuai dengan previous schema). Berarti terjadi “pemerkosaan” proses kognitif siswa, karena tidak sesuai tingkat perkembangan intelektual siswa SMP Bengkulu masih pada tahap operasi konkret. Penelitian ini juga menemukan bahwa Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan)
kurang implementatif, dan sampai saat ini guru belum melaksanakan Kurikulum tersebut secara sempurna, yang berakibat juga kepada rendahnya nilai yang diperoleh dari hasil belajar matematika. Salah satu dari standar proses pembelajaran adalah komunikasi (communication). Komunikasi dalam hal ini tidak sekedar komunikasi secara lisan atau verbal tetapi juga komunikasi secara tertulis. Komunikasi secara lisan dan tertulis termuat dalam komunikasi matematik. Komunikasi matematik adalah kemampuan siswa untuk menyatakan ide-ide matematika baik secara lisan maupun tertulis (NCTM, 2000 : 268). Menyatakan ide-ide matematika secara lisan dalam hal ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, artinya komunikasi yang berlangsung secara multi arah dari beberapa penerima informasi (siswa) menuju satu pemahaman materi yang dipahami bersama yang berlangsung secara dinamis serta berkembang ke arah pemahaman kolektif dan berkesinambungan (Bansu Irianto, 2003 :14). Komunikasi konvergen mengandung unsur kooperatif karena dalam komunikasi konvergen terjadi sharing process antar peserta belajar (siswa). Bentuk sharing ini dapat berupa curah pendapat, saran kelompok, kerja sama dalam kelompok, presentasi kelompok, dan feedback (umpan balik) dari guru sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide siswa baik lisan maupuntulisan. Elliot dan Kenney (1996:220-224) menyatakan bahwa kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika baik secara lisan maupun tertulis dijabarkan ke dalam empat aspek kemampuan komunikasi matematik (mathematical communication competence) sebagai berikut : 1. Kemampuan tata bahasa (graminatical competence)
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 179
Yaitu kemampuan siswa untuk memahami kosakata dan struktur yang digunakan dalam matematika, seperti: merumuskan suatu definisi dari istilah matematika, menggunakan simbol/ notasi dan operasi matematika secara tepat guna. 2. Kemampuan memahami wacana (discourse competence) Yaitu kemampuan siswa untuk memahami serta mendeskripsikan informasi informasi penting dari suatu wacana matematika. Wacana matematika dalam konteks discourse competence meliputi: permasalahan matematika maupun pernyataan/ pendapat matematika. 3. Kemampuan sosiolinguistik (sociolinguistic competence) Yaitu kemampuan siswa untuk mengetahui informasi-informasi kultural atau sosial yang biasanya muncul dalam konteks pemecahan masalah matematika (problem solving) seperti kemampuan dalam : menginterpretasikan gambar, grafik, atau kalimat matematika ke dalam uraian yang kontekstual dan sesuai; dan menyajikan permasalahan kontekstual ke dalam bentuk gambar, grafik, atau aljabar. 4. Kemampuan strategis (strategic competence) Kemampuan strategis adalah kemampuan siswa untuk dapat menguraikan sandi/kode dalam pesan-pesan matematika adalah menguraikan unsurunsur penting (kata kunci) dari suatu permasalahan matematika kemudian menyelesaikannya secara runtut, seperti kemampuan : membuat konjektur prediksi atas hubungan antar konsep dalam matematika; menyampaikan ide/relasi matematika dengan gambar, grafik maupun aljabar; dan
menyelesaikan persoalan secara runtut. Kemampuan komunikasi matematik siswa juga termuat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut KTSP pembelajaran matematika sekolah untuk jenjang SMP dan MTs bertujuan untuk mengembangkan kemahiran atau kecakapan matematika yang diharapkan sebagai berikut : a. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik/diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah. c. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dari pernyataan matematika. d. Menunjukkan kemampuan strategi dalam membuat (merumuskan), menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu : 1) Rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika. 2) Sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Jelaslah bahwa kemampuan komunikasi matematik itu sangat penting dimiliki oleh setiap siswa karena dengan komunikasi matematik siswa mampu secara lisan dan tertulis dalam mengkomunikasikan gagasan/ide-ide matematika dengan simbol, tabel, grafik/diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah yang berupa : kosakata dan struktur mate-
180, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
matika melalui tata bahasa matematika (mathematics graminatical), wacana matematika (mathematics discourse), permasalahan sosial/kontekstual dengan matematika (sosiolinguistic), dan sandi/kode dalam pesan-pesan matematika (mathematics strategy) yang keseluruhannya terangkum dalam empat aspek kemampuan komunikasi matematik. Di samping itu, aspek komunikasi matematik masuk dalam standar proses pembelajaran yang harus dikuasai oleh setiap siswa agar dapat meningkatkan hasil belajarnya. Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa, guru dapat menerapkan beberapa pendekatan dengan model tertentu yang sesuai dengan unsur komunikasi matematik, salah satunya adalah dengan model pembelajaran berbasis pendidikan karakter. KOMUNIKASI MATEMATIK Secara umum komunikasi yang dimaksud adalah suatu peristiwa saling menyampaikan pesan yang berlangsung dalam suatu komunitas dan konteks budaya. Konsep komunikasi merupakan prinsip pertama dalam pengajaran dan pembelajaran (Cole &Chan, 1994 dalamYanto Permana). Dalam hal ini salah satu keberhasilan pembelajaran diantaranya adalah komunikasi yang dilakukan oleh guru, pada saat proses pembelajaran. Senada dengan ini ada tiga bentuk komunikasi dalam ilmu komunikasi yang dikenal dengan komunikasi linier yang disebut juga komunikasi satu arah (oneway communication), komunikasi relational dan interaktif yang disebut dengan “Model Cybernetic”, dan komunikasi konvergen yang bercirikan multi arah. Komunikasi linier (one-way communication), sangat berpengaruh pada konsep mengajar. Peristiwa ini berlangsung antara pendidik dan peserta didik secara satu arah (transfer of knowlidge). Guru
hanya sebagai pemberi aksi dan siswa hanya sebagai penerima aksi. Selain itu “model Cybernetic” juga mempengaruhi konsep interaksi pembelajaran. Sedangkan dalam konteks pembelajaran matematika yang berpusat pada siswa, guru hanya salah satu unsur pemberi pesan selain itu dapat dilakukan oleh siswa maupun media lain, sedangkan unsur dan pesan yang dimaksud adalah konsep konsep matematika, sementara cara menyampaikan pesan dapat dilakukan melalui lisan ataupun tulisan. Menurut Hari Suderadjat (2004:44) yang menyatakan bahwa komunikasi matematik memegang peranan penting dalam membantu siswa membangun hubungan antara aspek-aspek informal dan intuitif dengan bahasa matematika yang abstrak yang terdiri atas simbol-simbol matematika serta antara uraian dengan gambaran mental dari gagasan matematika Komunikasi yang ingin diterapkan dalam model pembelajaran matematika ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena mengandung unsur koperatif dan demokratif yang sangat bermanfaat dalam model pembelajaran ini adalah terjadinya sharing proces antar peserta didik, sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemahaman bersama di atara mereka. National Council of Teachers of Mathematics (2000:268), menyatakan bahwa : “In classrooms where students are challenged to think and reason about mathematics, communication is an essentialfeature as students express the results of their thinking orally and in writing”. Adapun maksud dari kalimat diatas bahwa komunikasi merupakan suatu tantangan bagi siswa di kelas untuk mampu berpikir dan bernalar tentang matematika yang merupakan sarana pokok dalam meng-
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 181
ekspresikan hasil pemikiran siswa baik secara lisan maupun tertulis. NCTM (1989:213) juga berpendapat tentang komunikasi matematik sebagai berikut : “mathematical communication means that one is able to use its vocabulary, notation, and structure to express and understand ideas and relationships. In this sense, mathematical communication is integral to knowing and doing mathematics” Pengertian dari kalimat diatas bahwa komunikasi matematika merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematika untuk menyatakan dan memahami ide-ide serta hubungan matematika. Komunikasi matematikamerupakan kesatuan untuk memahami dan melakukan (menerapkan) ilmu matematika. Disamping itu, komunikasi matematik menurut Greenes dan Schulman yang dikutip oleh Bansu Irianto (2003:17) mengatakan bahwa : “komunikasi matematik adalah kemampuan siswa dalam: (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, (3) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam- macam representasi ide dan hubungannya.” The Common Core of Learning yang dikutip oleh National Education Department of United States of America (1996:2), menyatakan bahwa siswa yang berhasil dalam mempelajari matematika merupakan siswa yang mampu melakukan komunikasi matematik dengan cara berbicara dan menulis tentang apa yang siswa kerjakan. Berbicara dalam hal ini adalah menyampaikan pemikirkan dan
berbagi ide, strategi serta solusi matematika dengan siswa lain, sedangkan menulis berarti merefleksikan pekerjaan siswa dan mengklarifikasi ide-ide siswa untuk dirinya sendiri. Menurut Elliot & Kenney (1996: 219-228) dalam Runtyani, terdapat tiga karakteristik yang membuat komunikasi matematik berbeda dengan komunikasi sehari-hari yaitu: 1. Untuk berkomunikasi matematik siswa perlu bekerja dengan abstraksi dan simbol-simbol, 2. Seringkali setiap bagian dari dalildalil matematika merupakan hal mendasar untuk memahami seluruh dalil, 3. Setiap bagian dari dalil matematika bersifat sangat spesifik. Sejalan dengan pendapat beberapa ahli di atas, Depdiknas (2004:6), menyatakan bahwa karakteristik komunikasi matematik setingkat SMP, meliputi: 1. Membuat model dari suatu pembelajaran melalui lisan, tulisan, bendabenda konkret, grafik, dan metodemetode aljabar. 2. Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika. 3. Mengembangkan pemahaman dasar matematika termasuk aturan-aturan definisi matematika. 4. Menggunakan kemampuan membaca, menyimak, dan mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi suatu ide matematika. 5. Mendiskusikan ide-ide, membuat konjektur/prediksi, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. 6. Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematik termasuk aturanaturannya dalam mengembangkan ide matematika. Sedangkan aspek komunikasi matematik menurut Elliot dan Kenney (1996 : 220-224), dapat dilihat dari : kemampuan
182, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
tata bahasa (graminatical competence), kemampuan memahami wacana (discourse competence), kemampuan sosiolinguistik (sociolmguistic competence), dan kemampuan strategis (strategic competence). NCTM (1989: 214) menyatakan bahwa aspek komunikasi matematik dapat dilihat dari : 1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematik melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; 2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematik baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; dan 3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnyauntuk menyajikanide-ide serta menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. Jelaslah bahwa kemampuan komunikasi matematik merupakan suatu cara bagi siswa untuk mengkomunikasikan ideide, strategi maupun solusi matematika baik secara lisan (berbicara) maupun tertulis serta merefleksikan pemahaman tentang matematika sehingga siswa yang mempelajari matematika mampu memahami dan menggunakan tata bahasa matematika yang meliputi kosakata dan struktur matematika, memahami serta mendeskripsikan informasi-informasipenting dari suatu wacana matematika, mengetahui informasi-informasi kultural atau sosial dalam konteks permasalahan matematika, dan dapat menguraikan sandi/kode dalam pesan-pesan matematika. Keseluruhan indikator kemampuan komunikasi matematik tersebut terangkum dalam 4 aspek yang meliputi:kemampuan tata bahasa (graminatical competence), kemampuan memahami wacana (discourse competence), kemampuan sosiolinguistik (sociolingu-
istic competence), dan kemampuan strategis (strategic competence) agar siswa tertantang untuk berpikir dan benalar secara matematik. Penelitian ini menggunakan keempat aspek kemampuan komunikasi matematik tersebut sebagaiupaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa Kelas VIISMP IT Rabbi Radhiyya Kabupaten Rejang Lebong. A. Hasil Belajar Matematika Hasil belajar matematika merupakan sebuah proses akhir belajar siswa setelah memahami dan menguasai sebuah pengetahuan atau ilmu matematika. Sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar matematika siswa berupa pengetahuan matematika tentang fakta, konsep, prinsip dan skill seperti pengetahuan siswa tentang segi empat.Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari bagaimana perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Di sekolah, hasil belajar atau prestasi belajar ini dapat diamati dari penguasaan siswa akan materi mata pelajaran yang telah ditempuhnya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (2008:24) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal: Faktor Internal terdiri dari Faktor Fisiologis dan faktor psikologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. Sementara Faktor Psikologis, Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 183
mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.Sedangkan Faktor Eksternal terdiri dari Faktor Lingkungan dan Faktor Instrumental. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lainlain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega. Sedangkan Faktorfaktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuantujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru. Oleh karena itu, di dalam proses pembelajaran matematika seorang guru sebaiknya menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang baik. Sehingga pengetahuan atau ilmu dapat dipahami oleh siswa. Karena hasil belajar matematika adalah untuk membekali siswa pada pembelajaran matematika dalam kompetensi tertentu. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Winkel bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Dalam hal tersebut, aspek perubahan itu mengacu pada taksonomi yang dikembangkan oleh Bloom yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari beberapa
Definisi diatas maka penulis berpendapat bahwa hasil belajar perlu dirancang mulai dari lingkungan belajar, guru yang mengajar, sarana dalam belajar, sedemikian rupa sehingga siswa dengan mudah belajar, mudah memahami,mudah menguasai, untuk memperoleh manfaat dari apa yang dipejari untuk kehidupannya dimasa depan. B. Model pembelajaran Matematika berbasis pendidikan Karakter. 1. Teori pembelajaran bermakna David Ausubel Menurut teori kognitif hakekat belajar adalah aktivitas yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal siswa (Asri Budiningsih, 2005:48). Teori kognitif memperhitungkan kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar, agar lebih bermakna bagi siswa. Prinsip-prinsip pembelajaran yang terkandung dalamdalam teori kognitif adalah: a. Memahami perkembangan kognitif yang dialami siswa melalui tahaptahap tertentu. b. Memanfaatkan benda-benda konkret dalam belajar untuk menuju iklim belajar yang baik. c. Mementingkan keterlibatan siswa untuk membentuk terjadinya proses asimilasi (penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif siswa) dan akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif siswa dengan pengetahuan baru) pengetahuan dan pengalaman. d. Menyusun materi pelajaran dengan logika dan pola dari sederhana ke kompleks untuk meningkatkan pemahaman dan retensi siswa. e. Menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
184, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
f. Memperhatikan perbedaan individual siswa sebagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya. Teori yang banyak dipakai untuk mengungkap pembelajaran bermakna yaitu teori “Belajar Bermakna David Ausubel”, 1968 (Meaningful Learning Theory), seorang ahli psikologi pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada belajar bermakna serta retensi dan variabel-variabel yang berhubungan dengan macam belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi (Ratna Wilis, 1989:141). Menurut Ausubel (1968), belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan carainformasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang telah ada (Ratna Wilis, 1989:134). Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsepkonsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan dengan struktur kognitif siswa. Pembentukan konsep merupakan proses utama untuk memperoleh konsep-konsep. Faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan da-
lam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul sewaktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif siswa, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Prasyarat-prasyarat dari pembelajaran bermakna adalah; (1) secara potensial materi yang akan dipelajari harus bermakna, (2) siswa memiliki kesiapan untuk belajar bermakna sebagai tujuannya. Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna.Sebab banyak siswa yang mengikuti pelajaran-pelajaran yang tidak sejalan dengan tujuannya.Misalnya, penekanan pengajaran materi dengan cara hafalan, yang menyebabkan siswa tidak dapat menghubungkan materi yang diterimanya dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Kebermaknaan materi ini juga berarti harus logis dan relevan dengan struktur kognitif siswa. Penerapan Teori Ausubel dalam pembelajaran mengikuti apa yang dinyatakan oleh Ausubel (1968) bahwa; the most single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertam this and teach him accordingly. Faktor paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Faktor ini harus diyakini dan diajarkan oleh guru kepada siswa. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah pengkaitan konsep baru (informasi baru) dengan struktur kognitif siswa (fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dimiliki siswa). Inti dari proses belajar bermakna terletak pada kemampuan siswa dalam mengasimilasikan atau menyesuaikan pengetahuan baru yang didapat dengan struktur kognitifnya. Sedangkan proses belajar dilakukan melalui tahap-tahap; (a) memperhatikan stimulus yang diberikan guru, (b) memahami makna stimulus, dan (c) menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Menurut
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 185
Suciati dan Prasetya Irawan (2001:39) langkah-langkah penerapan teori bermakna Ausubel adalah: a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (berupa; kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsepkonsep inti. d. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk “pengatur kemajuan” (advance organizer) yang akan dipelajari siswa. e. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata (konkrit). f. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diperhatikan dalam penerapan teori Ausubel (1968) dalam pendidikan adalah; 1. Pengatur Awal Pengatur awal atau advance organizer mengarahkan siswa pada materi yang mereka pelajari, dan membantu siswa mengingat kembali pengetahuan awalnya. Pengatur awal ini berguna untuk menanamkan pengetahuan baru kepada siswa, sesuai dengan pengetahuan awal yang dimilikinya.Efek dari pengatur awal ini banyak tergantung pada bagaimana pengatur-pengatur awal tersebut digunakan. 2. Diferensiasi Progresif Syarat terbentuk belajar bermakna adalah terjadinyapengaruh dan elaborasi konsep-konsep. Caranya ditempuh dengan memperkenalkan terlebih dahulu konsep-konsep secara umum (inklusif), selanjutnya memberikan hal-hal khusus yang lebih mendetail (eksklusif).Artinya suatu
konsep harus diketahui terlebih dahulu oleh siswa secara umum. 2. Pembelajaran konstruktivistik Pandangan konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan itu tidak bisa di transfer. Pengetahuan itu di bangun sendiri oleh siswa melalui integrasi antara skemata dengasn lingkungan belajarnya Pada diri seseorang terdapat skemata/skema (seperangkat nilai dan pengetahuan) ketika seperangkat nilai-nilai, pengetahuan dan pengalaman belajar lainnya itu berinteraksi dengan lingkungan, maka akan terbangun persepsi, dan persepsi itulah yang diyakini menentukan perilaku. Karena sekamata antara orang berbeda dan lingkungan belajar juga berbeda maka persepsi yang terbangun juga berbeda. Oleh sebab itu persepsi itu sesungguhnya tidak bisa disamakan.Dalam pembelajaran konstruktivistik siswa perlu difasilitasi melalui berbagai pengalaman belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran terdekat dengan dunianya dalam situasi kehidupan nyata agar mereka mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuan sesuai dengan skemata dan lingkungan belajarnya.Pembelajaran konstruktivistik sesuai dengan pembelajaran bermakna. 3. Pembelajaran Aktif Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa.Siswa adalah pebelajar yang berkemauan, mampu berkreasi, dinamis dan progresif.Peran guru adalah sebagai fasilitator yang berperan memberi kemudahan-kemudahan agar siswa dapat belajar sendiri. Persoalan yang sangat mendasar yang diperlukan perancang pembelajaran nilai untuk pendidikan karakter adalah cakupan unsur-unsur karakter yang perlu dipedulikan dalam praktik pembelajaran.
186, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
Ki Hajar dewantoro menyatakan bahwa unsur karakter itu adalah “ngerti”, “ngarso”, dan “nglakoni”. Mengacu pada unsur-unsur karakter tersebut, maka upayakan dalam mendesain pengalaman belajar peserta didik dalam RPP, atau dalam proses pembelajaran, atau dalam langkah-langkah pembelajaran dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan “ngerti”, “Ngarso”, dan “Nglakoni” di atas. Di samping mengacu pada pandangan Ki Hajar Dewantoro di atas perancang RPP perlu juga mempertimbangkan prisip-prinsip dalam proses internalisasi nilai sebagaimana dipolakan oleh (Bohlm, 2001 dalam Sa’dun) bahwa untuk membantu terjadinya proses internalisasi nilai-nilai melalui proses siklus sbb: Mengacu pada proses siklus diatas, maka dalam menyusun RPP upayakan dalam memfasilitasi dan mengarahkan pengalaman belajar peserta didik, atau dalam pemilihan model-model pembelajaran melibatkan proses-proses melalui: understanding ( membangun pengertian dan pemahaman), action (melakoni nilainilai yang diinternalisasikan), dan reflection (refleksi) atas pengalaman pelakonan nilai-nilai yang diinternalisasikan tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dinyatakan bahwa pembelajaran nilai dalam rangka pendidikan karakter selayaknya dilakukan dengan menggunakan pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran bermakna, konstruktivistik dan aktif, karena siswa adalah ciptaan yang aktif dan kreatif yang menentukan diri mereka sendiri. Proses pembelajaran yang konstruktivistik, aktif dan bermakna yang diarahkan pada pencapaian karakter baik sangat potensial menjadikan siswa berkarakter baik. Pengaruh pembelajaran aktif (active learning) yang berorientasi pada pendidikan karakter dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pembelajaran diarahkan pada pencapaian kemampuan berfikir kognisi tingkat tinggi, afeksi tingkattinggi dan psikomotorik tingkat tinggi. Pengarahan pada kemampuan berfikir tingkattinggiini digambarkan dengan, bawalah siswa dari kemampuan tingkatrendah dalam tingkat pengetahuan (knowledge) dan pemahaman (comprehention) kearah kemampuan berfikir tingkat menengah seperti aplikasi dan analisis ke arah kemampuan berfikir tingkattinggi. Uraian berikut ini menggambarkan berbagai kemampuan kognisi, afeksi dan psikomotor dari tingkat rendah kearah tingkattinggi. Kognisi dari rendah ke tinggi : (1) pengetahuan; mengetahui, mengingat. (2) pemahaman; menjelaskan dengan kata-kata sendiri, menterjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, memahami isi, mengartikan table, dll. (3) penerapan ; memecahkan masalah, membuat bagan, menggunakan konsep, kaidah prinsip, metode dll. (4) analisis ; memisahkan, merinci bagian-bagian, menghubungkan, dll. (5) sitesis ; kemampuan menyusun karangan, rencana, program kerja, dll. (6) evaluasi ; menilai berdasarkan norma, menilai mutu karangan dll. Afeksi dari rendah ke tinggi: (1) penerimaan ; mendengarkan, menghadiri, melihat, memperhatikan. (2) partisipasi ; mengikuti, mendiskusikan, berlatih, berpartisifasi, mematuhi. (3) penilaian dan penentuan sikap ; memilih, meyakinkan bertindak, mengemukakan argumentasi. (4) pengorganisasian ; memilih, memutuskan, memformulasikan, menbandingkan, membuat sistematisasi. (5) pembentukan pola hidup atau pengamalan ; menun-
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 187
jukkan sikap, menolak, mendemonsbagi siswa untuk mengeksplorasi, metrasikan, menghindari. lakukan elaborasi, dan komfirmasi agar Psikomotor dari rendah ke tinggi: (1) mereka mampu membangun pengepersepsi ; memilah-milah. (2) kesiapan; tahuannya sendiri dengan mantap, libatbersiap diri secara fisik. (3) gerakan kan siswa dalam membangun pengerterbimbing ; kemampuan meniru contian, perasaan dan melakukan tindakan. toh. (4) gerakkan terbisa ; keterampilan 3. Gunakan model-model pembelajaran yang berpegang pada pola. (5) gerakan aktif yang berorientasi pada pendidikan komplek ; berketrampilan luwes, gesit, karakter. Model pembelajaran adalah lincah, lancar. (6) penyesuaian; kemampola pembelajaran yang diskenariokan puan mengubah dan mengatur kembali. dalam rancangan pembelajaran untuk (7) kreatifitas ; kemampuan mencipmencapai tujuan pembelajaran tertentu. takan pola baru. Atau, model pembelajaran adalah Masukkan nilai-nilai karakter ke dalam langkah-langkah pembelajaran dan rumusan tujuan pembelajaran, misalperangkatnya untuk mencapai tujuan nya, melalui diskusi siswa bersedia pembelajaran tertentu. Implementasikan mendengarkan pendapat teman sekemodel-model pembelajaran nilai misallompoknya dengan sungguh-sungguh. nya value clarification technique, disMelalui diskusi kelas siswa mampu kusi dilemma moral, laporan diri, dll. menemukan akibat keadaan lingkungan Terapkan proses-proses understanding, yang kotor pada kesehatan dengan beaction dan reflection dalam proses nar. Melalui kerja bakti siswa dapat pembelajaran. Libatkan siswa dalam bekerja sama membersihkan lingkupengalaman belajar yang memunculkan ngan sekitar sekolah dengan sungguhprinsip : Ngerti, Ngarso, Nglakoni. sungguh. Melalui berlatih berhitung Knowing, feeling, dan action. siswa dapat menjumlahkan dengan teAgar terjadi pembelajaran aktif maka pat. Melalui observasi dedaunan yang upayakan dalam pengalaman belajar ada di sekitar sekolah siswa mampu (pada langkah-langkah pembelajaran) menemukan dan mengidentifikasi malibatkan siswa untuk melakukan cam-macam daun dilihat dari susunan eksplorasi, elaborasi dan komfirmasi. tulang daun dengan benar. Kegiatan eksplorasi adalah kegiatan 2. Pembelajaran yang konstruktivistik, dimenggali (mengamati, membaca, wamana guru berperan sebagai fasilitator, wancara, mendengarkan dengan mem(fasilitator adalah orang yang memperhatikan, dan melakukan pekerjaan). berikan kemudahan-kemudahan bagi Kegiatan elaborasi adalah kegiatan siswa ) dengan memperlakukan siswa memperluas cakrawala ; wawasan, sebagai ciptaan yang potensial, dinapemahaman, memperdalam, menjamis, progresif, kreatif, menentukan barkan, merinci lebih detil dan lainnya dirinya sendiri, dan aktif. Arahkan sissehingga lebih memahami lebih komwa untuk mengalami belajar tertentu prehensif, dilakukan dengan misalnya dan dengan skemata yang ada pada diri (diskusi, memanfaatkan sumber belajar siswa dengan interaksinya dengan lingyang lain, menggunakan media lain) kungan belajarnya, mereka akan dapat sehingga hasil eksplorasi memperoleh membangun pengetahuannya sendiri. tambahan masukan dan tambahan waUntuk itu dalam proses belajarnya wasan yang lebih luas. Kegiatan berilah kesempatan yang seluas-luasnya komfirmasi merupakan kegiatan yang
188, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
4.
5.
6.
7.
sifatnya pemantapan melalui kegiatan memungkinkan siswa mengembangkan umpan balik, penyimpulan, sehingga kreatifitasnya dengan berkreasi dan peserta didik mampu meyakini nilaimelakukan invensi dan inovasi, pemnilai, menemukan fakta, konsep dan belajaran yang efektif dapat mencapai generalisasi secara mantap. tujuan pembelajaran yang ditargetkan, Pembelajaran bermakna artinya fungsidan dalam suasana pembelajaran yang onal bagi kehidupan peserta didik. menyenangkan, tidak menegangkan, Fungsional artinyaapa yang peserta tidak menakutkan, dengan santai tetapi didik alamidalam proses belajarnya berserius, dan dengan keceriaan (joyful fungsi bagi kehidupannya, berguna learning). dalam hidupnya, apa yang mereka 8. Menggunakan penilaian otentik. Penipelajari dapat diaplikasikan dan berlaian otentik adalah proses penilaian manfaat bagi kehidupannya. proses dan hasil belajar secara riil dan Pembelajaran yang mementingkan seluapa adanya, yang termasuk di dalamruh kecakapan hidup, baik kecakapan nya, misalnya menilai perilaku riil, personal (misalnya tumbuhnya kesakebermaknaan pembelajaran, penerapan daran diri), kecakapan social (kemamapa yang dipelajari dalam dunia nyata, puan berkomunikasi dan berkolamengukur keterampilan yang diborasi), kecakapan akademik (kecakawujudkan perbuatan, menilai penampan dalam hal penguasaan teori dari pilan yang sebenarnya, kemampuan berbagai Disiplin ilmu), dan kecakapan menghadapi tantangan dalam dunia vokasional ( kecakapan yang terkait nyata, demonstrasi dalam konteks riil, dengan dunia kerja). dan uji langsung perbuatan. Sumber dan media pembelajaran Penilaian otentik dilakukan melalui memanfaatkan situasi kehidupan nyata. proses assesmen (pengumpulan data) Untuk dapat mengembangkan pembemelalui berbagai cara dan teknik lajaran aktif, gunakan sumber dan diantaranya melalui teknik tes dan non media pembelajaran yang ada dilingtes, misalnya wawancara, observasi, kungan belajar peserta didik. Gunakan dan dokumen dengan menggunakan situasi kehidupan riil sebagai sumber berbagai macam instrument, mengdan media pembelajaran misalnya: gunakan checklist, simulasi, essay, delingkungan (fisikal, social, psikologis, monstrasi perbuatan, wawancara, preindustry, budaya, dll). Media masa sentasi lisan, penilaian sejawat, ases(cetak dan elektronik). Nara sumber men sendiri, laporan diri, pertanyaan (kaum professional, tokoh agama, respon tergagas, pameran, kinerja, tokoh masyarakat. Peristiwa (banjir, proyek, produk, portofolio dan lainnya. gempa bumi, kebakaran, gunung Dengan demikian, pembemeletus) sebagai sumber dan media lajaran konvensional dimulai dari teori, pembelajaran. kemudian diberikan contoh soal dilanPakem yaitu pembelajaran yang mengjutkan dengan latihan soal yang beraktifkan siswa. Pembelajaran yang pusat pada guru dan materi pelajaran. memungkinkan siswa untuk aktif berPembelajaran ini mengutamakan kogpikir, aktif berbicara dan aktif mengenitif yang bersifat hapalan siswa secara mukakan pendapat, aktif mengamati keseluruhan dan bukan masing-masing dan memperhatikan, aktif merasa dan siswa sehingga menjadikan siswa kuaktif melakukan, pembelajaran yang rang komunikatif dan hasil belajarnya
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 189
rendah. Sementara model pembelajaran berbasis pendidikan karakter pembelajaran yang berpusat pada siswa, kelas sebagai miniatur sebuah demokrasi yang menonjolkan nilai-nilai karakter dalam diri siswa berpikir dan bertindak dengan menitik beratkan baik kepada aspek hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik maupun proses pembelajaran yang mendasar kepada karakter masing-masing siswa. SIMPULAN Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:Ada pengaruh Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter; Ada pengaruh Komunikasi matematika siswa yang DAFTAR RUJUKAN Abdul Hakam Kama. 2002. Pendidikan Nilai. Bandung: Value Press Abdurrahman Syaikh. 1998. Soal-Jawab Masalah Tauhid dan Sendi-Sendi Iman. Jakarta: MUS AdiSasono, Saefuddin, dkk. 1998. Solusi Islam atas Problematika Umat. Jakarta: GemaInsaniPers Ahmad Riva’i, Nana Sudjana. (2009) Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Aiken, Lewis R. 1997. Psychological Testing and Assessment. Ninth Edition.USA: Allyn and Bacon. Al Rasyidin. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press Al-Ghazali. 1999. Transeden siilahi. Surabaya: PustakaProgressif Arends, Richard I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: Mcgraw Hill Companies, Inc. Arfin, Hamid. 2007. Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di
diajar dengan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter. Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar model pembelajaran konvensional; Komunikasi matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model konvensional. Model pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter menjadikan siswayang berkarakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia SuharsimiArikunto. 1997. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Armai, Arief. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: CiputatPres Asiala, Mark; Dubinsky, Ed; Mathews, D.; Morics, Steven; & Oktac, Asuman. 2000. Development of Student’s Understanding of Cosets, Normality, and Quontient Groups. http:www.sciencedirect/ science/ Asri C Budiningsih, 2005, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta Ausubel, David P, 1968, ThePscychologi of Meaningful Verbal Learning, New York: Grune and Straton. Azizy A Qodri. 2004. Membangun Fondasi ekonomi umat. Yogyakarta: PustakaPelajar Bansu Irianto Ansari. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan
190, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
Pemahaman Dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas I SMU N di Kota Bandung). Bandung: Disertasi UPI Bansu Irianto Ansari. 2004. Abstrak Thesis 2005 Program Studi Pendidikan Matematika. Download dari. http://www. Google.com /search?q = cache: 6PJ4FCNVerUJ: ppsupi. org/ abstrakmat 2005.html. Borich, Gary D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching. Englewood Cliffs: Merrill Publishers. Carin, Arthur A. 1994.Teaching Modern Science. Sixth Edition. New York: Macinillan Publishing Company. Chaedar, Alwasilah. 2002. Pokoknya Kualiatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya Crocker, Linda M., Algina, James. 1986. Introduction to Classical and Modern Test Theory. New York: CBS College Publishing. Dahar, Ratna W. 1989. Teori – Teori Belajar. Jakarta : Airlangga. Dewi Herawaty dan Wahyu widada.2005. Kualitas Respon Siswa berbasis Taksonomi SOLO untuk matematika SMP tentang SPL Laporan Penelitian Mandiri Dewi Herawaty. 2003. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Elliot, John. 1993. Action Research for Educational Change. Buckingham: Open University Press. Elliot, Portia C. & Kenney, Margaret J. 1996. Communication In Mathematics, K-12 & Beyond. USA: NCTM
Fogorty R. 1991. How to Integrate, The Curricula, Palalitne, Illionis: IRI/ Skylike Publisher, inc. Gagne, RM, 1974, Essentials of Learning for Instruction, New York: Holt Rinehart and Winston. Grinnel Jr., Richard M. 1988. Sosial Work Research and Evaluation. Third Edition. Illinois: F.E. Peacock Publishers, Inc. Grondlund, Norman E. 1982.Constructing Achievement Tes. Third Edition. USA : Prentice-Hall, Inc. Halpern, Diene F. (ED) 1992. En Hancing Thinking Skills in the Science and Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Ashers. Associates, publishers. Hari Suderadjat. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).Bandung: CV Cipta Cekas Grafika Dianne Amor Kusuma, meningkatkan kemampuan Komunikasi Matematik dengan menggunakan
Metode UNPAD
Inkuiri.
FMIPA
Dewi Herawaty,.2003. Pembelajaran Matematika Realistik pokok bahasan Persamaan Linier Satu Variabel di SLTPN 21 Surabaya. Tesis. PPs. UNESA Hopkins, David. 1993. A. Theacher’s to Classroom Research. Second Edition. Buckingham: Open Ubiversity Press. Irfan Mohammad, Matsuki. 2000. Teologi Pendidikan; Tauhid sebagai Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: FriskaAgungInsani Joyce. B and Weil. M. 1992. Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall. Kemmis, S & Me Taggart, R. 1998. The Action Research Planner. 3 rd ed. Victoria: Deakin University
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 191
Kemp, Jerrold E., Morrison, G.R., Ross, S.M. 1994. Designing Effective Instruction. New York: Macmillan College Publishing Company. Kemp. Jerrold E. 1985. The Instructucional Design Process. New York: Harper & Row Publisher, Inc. Kosasih, Djahiri. 2007. Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung. Lab PMPKN FPIPS UPI Bandung Kusnadi. 2000. Pengaruh Pembelajaran Integrasi Nilai-Nilai Tauhid dalam Pembelajaran Geografi. PPS UPI Bandung (Tesis) Lungdrend, Linda. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. Glencoe: MacInillan/ McGraw-Hall. Ininister of Education: Victoria. 1986. Learning Through an Integrated Currriculum: Approuches & Guidelines MoleongLexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya Mulyana, Rahmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press. Naim, Mochtar. 2001. Kopendium Himpunan Ayat-Ayat Al qur’an yang berkaitan dengan Ekonoini. Padang: Hasanah Naqvi Syed Nawab Haider. 1985. Etika dan Ilmu Ekonoini. Bandung: Inizan Nana Sudjana, 1990. Penilaian Proses hasil belajar mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. NataAbuddin, dkk.2002. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
National Education Department of United States of America. 1996. Educator Servis teaching & Learning Curriculum Resources, Mathematics Curriculum Framework Achieving Mathematical Power& ndash. Diambil dari www.doe. mass.edu/frameworks /math/1996-similar.Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 NCTM (2000). Principle and Standars for School Mathematics. Reston: NCTM Neter, jhon and Wasserman, wiliam. 1974 Applied linier Statistical Model Illinosis: Richard D Inc Pengaruh Budaya dan karakter bangsa: Badan penelitian dan pengaruh pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional 2010 Popham, W. James. 1994. Classroom Assessment What Theachers Need to Know.Boston: Allyn and Bacon. Runtyani Irjayanti Putri, Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Reciprocal Teaching Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Di Kelas Viii-D Smp Negeri 4 Magelang. Sa’dun Akbar. 2012. Pembelajaran bermakna, konstruktivistik, dan aktif dalam konteks pendidikan karakter. Makalah disajikan dalam seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang, 24 November 2012 Saleh Haji 2005. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Hasil belajar Matmatika di Sekolah Dasar. Bandung Disertasi UPI _______, 2012. Developing Student Character Through Realistic Mathe-
192, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014
matics Learning. Proceeding 3th International Seminar. Skemp, Ricard. R. 1982. The Psychology of Learning Mathematics. England: Penguin Books Ltd. Slavin, Robert E. 1994.Educational Psychology Theory into Practices. Edisi 4. Boston: Allyn and Bacon. Slavin, Robert E. 1995.Cooperatif Learning Theory, Research and Practice. Edisi 2. Boston :Allyn and Bacon. Soedjadi, R. 1990a. Matematika untuk Pendidikan Dasar 9 Tahun (Satu Analisis Global Menyongsong Era Tinggal Landas).Surabaya : Media Pendidikan IKIP Surabaya. Sofyan Sauri dan Diding Nurdi.2008. Pengaruh Model Pendidikan Nilai Berbasis sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Laporan Awal Hibah Pasca. Solso. 1995. Cognitive Psychology. New York: McGraw Hill Sumanto.2004. Pengaruh Perangkat Pembelajaran Fisika SMP kelas II tentang Hidorfer dan Atmosfer. Tesis S-2.Unipa Surabaya Suparno, Paul. 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Thiagarajan, S., Semmel, DS.,Semmel, M. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children, A Source Book, Bloinington: Center of Inovation on Teaching the Handicapped. Ininnepolis: Indiana University. Treffers. 1991. Realistic mathematics Education in The Netherlands 1980-1990. “Realistic Mathematics Education in Primary School”.Freudenthal Institute. Netherlands
Verschaffel, Lieven; De Corte, Eric. 1997. Teaching realistic Mathematical Modelling in the Elementry School: A Teaching Experiment With Fifth Graders. Dimuat dalam Journal for Research in Mathematics Education. Vol 28. No 5 Wahyu Widada. 2001. Struktur Representasi Pengetahuan Siswa tentang Grafik Fungsi dan Deret tak hingga. Artikel disajikan dalam Seminar nasional Matematika II MATEMATIKA UNNES Semarang 27 Agustus 2001. _______. 2006. Kiat meningkatkan Kompetensi Matematika melalui Pengaruh Skema Matematik (Starting Point Membangun Jaringan Perkembangan Skema Peserta Didik). Pidato Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika: Universitas Bengkulu. 4 Februari 2006. _______ 2011a. Handout Pengaruh Model Pembelajaran Matematika. Program Magister Pendidikan Matematika FKIP Unib. ________. 2011b. Pembelajaran Matematika Menuju Extebded Trans Level. Program Pascasarjana Pendidikan Matematika FKIP Unib ________. 2011c. Penelitian Pendidikan Matematika. FKIP Unib. ________. 2012. Pengaruh Model Pendidikan Karakter Siswa SMP melalui Pembelajaran Matematika yang Membumi di Bumi Raflesia. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi. ________.2002. Pendekatan-pendekatan dalam Pembelajaran Matematika. Surabaya: Penerbit Vera
Akhirman, Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter, 193
________. 2004. Pendekatan Pembelajaran Matematika berbasis Masalah. Surabaya: Unipa Press Woolfolk, A. 1993. Educational Psychology. Fifth Edition. Needham Height: Allyn and Bacon zpublishers. Yanto Permana, 2010. Mengembangkan kemampuan pemahaman, komu-
nikasi, dan disposisi matematik siswa sekolah menengah atas melalui model-eliciting activities. DISERTASI UPI Bandung. Zubaedi. 2011. Desain pendidikan karakter konsep dan aplikasinya dalam Lembaga pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group