Pendidikan Karakter Berbasis Pembelajaran Eksperiensial
PENDIDIKAN KARAKTER
merusak barang milik saudara, bersikap kasar
BERBASIS PEMBELAJARAN
terhadap orang dewasa, malas melakukan kegiatan rutin, melalaikan tanggung jawab,
EKSPERIENSIAL
berbohong, tidak terus terang, mencuri barang
milik saudaranya, dan sengaja menumpahkan
Oleh:
sesuatu
Stefanus Soejanto Sandjaja1
minuman,
mencuri, menipu, berbohong, menggunakan kata‐
Guru – guru Sekolah Dasar (SD) sering
mengeluh bahwa murid ‐ murid SD masa kini sering berkata – kata kasar dan jorok, kurang sopan, malas membuat pekerjaan rumah dan suka menyontek pekerjaan teman saat ulangan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter di Sekolah Dasar belum dilaksanakan secara efektif (Daun,
menumpahkan
dilakukan anak SD di sekolah antara lain adalah
Pendahuluan
(misal
makanan, alat‐alat tulis dll). Misbehavior yang
1989).
Pesan‐pesan
moral
yang
disampaikan melalui Pendidikan Agama maupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan belum dapat dimengerti sepenuhnya oleh murid – murid Sekolah Dasar dan belum dapat mengubah perilaku maupun karakter anak menjadi lebih baik.
21
kata kasar dan kotor, merusak milik sekolah, membolos, mengganggu anak lain dengan menggertak,
mengejek
dan
menimbulkan
keributan, membaca komik sambil makan atau mengunyah permen karet saat jam pelajaran di kelas, berbisik‐bisik, membuat lelucon atau berbuat gaduh, dan berkelahi dengan teman sekelas.
Beberapa ahli psikologi pendidikan telah
berupaya untuk melakukan penelitian mengenai pendidikan karakter. Metode ceramah tetap digunakan secara berlebih – lebihan oleh beberapa
pendidik
tanpa
memperhatikan
kelemahan – kelemahannya sehingga hasil menemukan
pendidikan karakter tetap terasa belum efektif.
perbuatan anak ‐ anak yang kurang sesuai dengan
Selain itu model Duduk, Dengar, Catat dan Hafal
harapan guru dan orangtua murid pada akhir
(DDCH) juga masih mendominasi pendidikan
masa kanak‐kanak atau masa usia Sekolah Dasar
karakter di Indonesia sehingga hasilnya kurang
(SD), yaitu berupa misbehavior (perilaku yang
efektif.
kurang tepat) yang dilakukan anak di rumah dan
di sekolah. Beberapa perbuatan anak SD yang
Faktor Penyebab Pendidikan Karakter Belum
belum sesuai dengan harapan orangtua di rumah
Efektif
adalah berkelahi dengan saudara‐saudaranya,
1
Hurlock
(1994)
telah
Penulis adalah Dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.
Ada
beberapa
penyebab
mengapa
Pendidikan Agama maupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan belum berhasil mengubah
22
Stefanus Soejanto Sandjadja
perilaku dan karakter anak menjadi lebih baik.
putih sehingga kurang menarik minat anak untuk
Megawangi (2004) berpendapat bahan ajaran
membaca dan mempelajarinya. Buku pendidikan
kedua mata pelajaran tersebut sebetulnya sudah
moral di Korea Selatan, Singapura dan Jepang 90
cukup bagus, namun terlalu banyak menekankan
% berisi gambar – gambar dengan aneka macam
kegiatan menghafal. Anak hafal perbuatan yang
warna yang menarik dan 10 % berisi tulisan
baik dan buruk, tetapi tidak tahu bagaimana cara
dengan ukuran yang relatif besar. Buku
mengubah perbuatan buruk menjadi baik, sebab
pendidikan moral di tiga negara tersebut menarik
mereka hanya dididik secara kognitif tetapi tidak
perhatian anak sehingga mereka membaca dan
dilatih
mempelajarinya dengan senang dan penuh
untuk
mengekspresikannya
dalam
perbuatan baik.
semangat.
Murid‐murid
SD
sangat
distimulasi
kemampuan menghafal materi pelajaran. Hal ini dilaporkan oleh Sudaryono (2002) bahwa sebagian besar guru‐guru SD di Wonosari, Semarang, Blitar dan Surabaya atau sekitar 82 % guru ‐ guru melihat bahwa anak‐anak lebih banyak belajar dengan cara menghafal. Terlalu sering menghafal ini mengakibatkan murid – murid SD tidak dapat menemukan sendiri inti suatu permasalahan sehingga mereka juga belum mampu menemukan sendiri nilai ‐ nilai moral yang terkandung dalam suatu pengalaman atau peristiwa.
Pendidikan Karakter Di Sekolah Mangunan
Mangunwijaya (2004) memiliki idealisme
bahwa murid – murid SD dapat dibangun karakternya sehingga menjadi anak yang baik, dengan ciri‐ciri antara lain yaitu memiliki rasa keadilan, rasa iba dengan kawan yang menderita, suka menolong, suka hidup rukun, suka pada semua yang benar dan jujur, suka hidup rukun dan dapat berbahagia dengan orang lain yang sedang berbahagia atau sedih bila kawan lain mengalami kesedihan. Mangunwijaya (2004) berpendapat bahwa pendidikan karakter yang
Selain
bahan
pembelajaran
moral
ajaran dengan
dan
metode
menghafal,
Megawangi (2004) juga menemukan bahwa buku mata pelajaran Agama dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di Indonesia cenderung kurang menarik dibanding dengan buku pendidikan moral di Korea Selatan, Singapura dan Jepang. Buku mata pelajaran Agama dan PPKn di Indonesia 90 % berisi tulisan dengan bentuk huruf relatif kecil dan 10 % berisi gambar dengan ukuran kecil, berwarna hitam dan
efektif adalah dimulai dari pengalaman anak sehari – hari dan dalam suasana dialogis dengan langkah – langkah sebagai berikut : a)
menciptakan
suasana
kekeluargaan,
persahabatan dan keakraban di dalam kelas antara guru dengan murid, dan antara murid dengan murid; b) mulai membicarakan masalah moral sesuai dengan pengalaman anak, yaitu masalah – masalah atau perasaan – perasaan yang benar –
Pendidikan Karakter Berbasis Pembelajaran Eksperiensial
23
benar ada atau sedang aktual dipikirkan dan
dapat memilih alternatif lain untuk jalan keluar
dirasakan oleh murid;
dari suatu persoalan. Mereka memiliki beberapa
c) guru mendengarkan pengalaman yang
pilihan untuk menyelesaikan masalah. Misalnya
dibagikan
lain
mereka dari Yogyakarta akan ke Jakarta, maka ada
bercerita,
pilihan untuk naik kereta api, bis, taksi dan
kemudian setiap murid diberi kesempatan untuk
pesawat terbang. Ketika suatu alternatif jalan
menyampaikan pendapat dan perasaan mereka
keluar pemecahan masalah tidak berhasil, murid –
tentang pengalaman yang baru mereka dengar;
murid yang kreatif akan berpikir mencari
d) guru memperdalam penghayatan pengalaman
alternatif lain. Ada lima aspek berpikir kreatif
murid, yaitu mencari makna yang terselubung
menurut teori Guilford (dalam Supriadi, 1995),
dalam pengalaman tersebut atau mencari nilai –
yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir,
nilai moral yang ada dalam pengalaman murid.
elaborasi, orisinalitas berpikir dan redefinisi.
Kelancaran berpikir adalah kemampuan untuk
oleh
mendengarkan
murid, kawan
murid
yang
mereka
Langkah – langkah pendidikan karakter
menurut
gagasan
Mangunwijaya
tersebut
menghasilkan banyak gagasan. Keluwesan berpikir
diaplikasikan di Sekolah Dasar Eksperimen
adalah
Mangunan
Menurut
bermacam – macam gagasan untuk pemecahan
Mangunwijaya (2004) Sekolah Dasar Mangunan
masalah. Orisinalitas atau keaslian berpikir adalah
mengunggulkan tiga aspek karakter mulia, yaitu
kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan
eksplorasi, kreatif dan integral. Eksplorasi adalah
cara tidak meniru orang lain. Elaborasi adalah
aktivitas murid – murid untuk menjelajahi
kemampuan untuk menguraikan sesuatu hal
berbagai
rangka
secara rinci dan jelas. Redefinisi adalah
kecerdasan
kemampuan untuk meninjau suatu persoalan
dengan menggunakan akal dan rasa ingin tahu
berdasarkan sudut pandang yang berbeda dengan
yang kuat. Setiap anak cerdas, artinya setiap anak
orang lain. Integral menunjuk kepada keutuhan
memiliki
mengembangkan
pribadi yang memadukan antara aspek fisik,
kompetensinya dalam satu atau beberapa area
emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Artinya
kehidupan seperti nuansa kehidupan musikal,
upaya pendidikan bukan hanya mengembangkan
kinestetik, logis – matematis, linguistik, antar
satu aspek saja, misal mengutamakan aspek
pribadi, intra pribadi, naturalis, visual spasial dan
kognitif dan mengabaikan aspek spiritual maupun
eksistensi diri. Hal inilah yang sekarang kita kenal
emosional sehingga murid – murid menjadi
dengan istilah Multiple Intelligence.
pandai secara akademis namun kurang sopan,
Sleman
area
mendapatkan
Yogyakarta.
kehidupan
ketrampilan
potensi
untuk
dalam dan
Selanjutnya
untuk
mengemukakan
sombong, mudah marah, sulit mengendalikan
kemampuan
Mangunwijaya
(2004)
menyatakan bahwa kreatif berarti murid – murid
emosi dan memiliki perilaku negatif yang lain.
24
Stefanus Soejanto Sandjadja
Pendidikan Karakter Berbasis Pembelajaran
mampu mengubahkan tingkah laku anak secara
Eksperiensial
utuh.
Pembelajaran eksperiensial adalah proses
Ada
lima
tahap
dalam
atau
sering
pemberian pengalaman langsung kepada murid ‐
pembelajaran
murid sehingga mereka merasakan sukses – gagal
dinamakan lingkaran pembelajaran eksperiensial,
dalam melaksanakan suatu tugas dan berhasil
yaitu tahap pencair suasana, memberikan
mengekspresikan pikiran dan perasaan secara
pengalaman, refleksi, kesimpulan dan aplikasi
jelas dalam bentuk penemuan konsep baru, nilai‐
(Ortigas, 1991). Tahap pencair suasana adalah
nilai dan ketrampilan yang lebih efektif untuk
situasi dimana pendidik mengajak murid‐murid
diterapkan dalam kehidupan sehari‐hari (Johnson
untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan,
dan Johnson, 2000). Pembelajaran eksperiensial
biasanya berbentuk permainan, sehingga siswa
menghadirkan persoalan kehidupan sehari‐hari
merasa santai, senang, antusias dan siap untuk
siswa dalam bentuk aktivitas (biasanya berbentuk
mengikuti kegiatan belajar mengajar atau KBM.
permainan) untuk dilakukan, dirasakan, diamati
Pencair suasana dapat membangkitkan minat
dan dibahas bersama sehingga timbul perumusan
belajar anak, memberi rasa aman, Pembelajaran
konsep, prinsip‐prinsip umum, penemuan nilai‐
eksperiensial menghadirkan persoalan kehidupan
nilai dan ketrampilan yang akurat untuk
sehari‐hari siswa dalam bentuk aktivitas
memecahkan persoalan tersebut. Murid‐murid
(biasanya berbentuk permainan) untuk dilakukan,
datang ke sekolah tidak hanya membawa aspek
dirasakan, diamati dan dibahas bersama sehingga
kognitif saja, namun mereka datang ke sekolah
timbul perumusan konsep, prinsip‐prinsip umum,
dengan membawa emosi dan beberapa hal yang
penemuan nilai‐nilai dan ketrampilan yang akurat
telah dipelajarinya sewaktu balita, masa Taman
untuk memecahkan persoalan tersebut.
Kanak – Kanak dan sekarang masa Sekolah Dasar.
Mereka datang ke sekolah dengan membawa
untuk memilih salah satu aktivitas dalam tahap
konflik emosi, kebimbangan iman, keragu‐raguan
memberi
untuk bertindak, kebingungan dalam mengambil
menggambarkannya. Setelah menggambar, anak
sikap, ketidakjelasan dalam mengaplikasikan
diminta untuk memberi komentar tertulis, bisa
pengajaran guru Sekolah Minggu dalam hidup
berupa doa singkat, puisi, pantun, dan narasi
setiap hari, ada prasangka dan kebiasaan‐
singkat. Sukaji (1988) berpendapat bahwa
kebiasaan hidup yang belum sesuai dengan nilai –
menggambar bermanfaat bagi anak untuk :
nilai moral. Hal‐hal itu dapat dihadirkan kembali untuk dialami sekarang dan di sini, yaitu di kelas pembelajaran eksperiensial. Pengalaman ini akan menimbulkan pencerahan atau insight yang
eksperiensial
penting
Pada tahap refleksi, murid‐murid diajak
pengalaman
kemudian
a) memahami bahwa anak – anak memiliki gagasan, imajinasi dan perasaan yang dapat dituangkan dalam gambar;
Pendidikan Karakter Berbasis Pembelajaran Eksperiensial
25
b) latihan mengekspresikan diri, yaitu latihan
bisa bersifat tertunda, yaitu siswa membawa
mengkomunikasikan pikiran dan perasaan anak
pulang kesimpulan dan melakukannya di rumah
c) melatih anak untuk membuat pertimbangan
atau di masyarakat.
dan membuat keputusan, sebab sebelum
menggambar seorang anak harus menyusun kembali pengalamannya dan memilih pengalaman
Pendidikan Karakter
yang paling cocok.
Efektivitas Pembelajaran Eksperiensial Untuk
Tahap kesimpulan adalah hasil ekspresi
Pembelajaran eksperiensial efektif untuk
pikiran, emosi dan nilai‐nilai tadi dicari maknanya
menstimulasi dan meningkatkan perkembangan
sehingga ditemukan prinsip – prinsip yang efektif
kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Sandjaja
untuk diaplikasikan dalam hidup sehari – hari.
dan
Secara kongkret, guru dapat membentuk
modifikasi pembelajaran eksperiensial dengan
kelompok kecil, kira‐kira satu kelompok terdiri
model pembelajaran kecerdasan majemuk atau
dari 5 sampai 7 anak, kemudian mereka diminta
multiple intelligences dapat meningkatkan 33,93
untuk melihat hubungan antar gambar, doa, puisi
% sampai dengan 44,81 % daya serap
dan narasinya. Setelah anak – anak menemukan
pemahaman mata pelajaran terpadu Ilmu
kesamaan dan hubungannya, mereka diminta
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial,
untuk
kesimpulan.
Bahasa Indonesia dan Matematika siswa kelas 4
Kesimpulan pembelajaran digubah menjadi
SD Marsudirini Gedangan Semarang. Secara
sebuah lagu, kemudian dinyanyikan bersama.
kualitatif siswa dalam kelas kecerdasan majemuk
Aktivitas menyanyi merupakan kegiatan yang
nampak
menyenangkan
mengerjakan tugas. Masing – masing siswa
menuliskannya
anak
menjadi
SD
sehingga
dapat
Meilania
lebih
(2005)
senang
menemukan
dan
aktif
bahwa
dalam
memotivasi untuk terus mengikuti KBM.
bekerja menurut kecepatan belajarnya sendiri
Pada tahap aplikasi, kesimpulan yang
tanpa mengganggu teman – teman yang lain.
sudah diperoleh diujicobakan, guna melihat
Siswa diberi kesempatan untuk memilih satu dari
efektif atau tidaknya untuk memecahkan
tiga tugas yang akan dikerjakan. Siswa yang telah
persoalan. Bila efektif, berarti kesimpulan tadi
selesai mengerjakan tugasnya dengan tuntas,
bisa dibawa pulang untuk diterapkan dalam hidup
ternyata mereka berminat mau mengerjakan satu
sehari‐hari. Bila tidak efektif, dicari kesimpulan
lagi tugas lain dengan penuh antusias. Kualitas
lain dan diujicobakan lagi sampai ditemukan
tugas siswa menunjukkan hasil lebih imajinatif
aplikasi kesimpulan yang efektif. Aplikasi bisa
dan kreatif.
bersifat langsung, yaitu guru mendesain satu
Penulis juga menemukan bahwa pembelajaran
pengalaman aplikatif di sekolah, kemudian siswa
eksperiensial yang digunakan dalam pendidikan
melakukan kesimpulan saat itu juga. Aplikasi juga
karakter di Sekolah ‐ sekolah Dasar Marsudirini
26
Stefanus Soejanto Sandjadja
Jawa Tengah dapat menimbulkan suasana
Hurlock, E.B., 1994. Psikologi Perkembangan :
pembelajaran moral yang menyenangkan, yaitu
Suatu Pendekatan Sepanjang
84, 32 % dari 210 murid – murid kelas 3 sampai 5
Rentang Kehidupan. Alih bahasa :
SD mengaku merasa senang mengikuti pendidikan
Istiwidayanti dan Sudjarwo. Yogyakarta :
karakter berbasis pembelajaran eksperiensial.
Kanisius.
Emosi positif ini mengakibatkan mereka aktif
Johnson, D.W. dan Johnson, F.P. 2000. Joining
mengikuti kegiatan pelajaran dengan penuh
Together Group Theory And Group Skills.
antusiasme dan konsentrasi sehingga murid –
Boston : Allyn and Bacon.
murid kelas 3 sampai 5 SD ini dapat memahami
Mangunwijaya, Y.B. 2004. Pendidikan
pesan moral dengan tepat. Ada empat pesan
Kemerdekaan Catatan Separuh Perjalanan
moral yang diajarkan, yaitu mengenai kejujuran,
SDK Eksperimen Mangunan. Yogyakarta :
kesabaran, suka menolong dan kesetiaan. Murid –
Dinamika Edukasi Dasar dan Misereor / KZE.
murid juga terlatih untuk menerapkan keempat
Megawangi, R. 2004. Pendidikan Karakter Solusi
pesan moral tersebut dalam kehidupan sehari –
Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa.
hari dalam bentuk bermain peran pada saat tahap
Jakarta : Indonesia Heritage Foundation.
aplikasi
dalam
pembelajaran
eksperiensial
Ortigas, P. 1991. Group Process And The Inductive
(Sandjaja, 2006)
Method Theory and Practice in the
Philippines. Manila : Ateneo de Manila
Penutup
University Press.
Membangun karakter murid – murid SD adalah
Sandjaja, S. dan Meilania. 2005. Perbandingan
tugas guru yang utama, sebab di Sekolah Dasar
Efektifitas Model Mengajar Kecerdasan
tujuan sekolah adalah mendidik. Pendidikan
Majemuk Dengan Model Mengajar
karakter sangat tepat dimulai di SD sebab
Konvensional. Laporan Penelitian.
pendidikan moral yang diberikan pada masa usia
Semarang : SD Marsudirini Gedangan.
SD akan mengembangkan suara hati anak – anak
Sandjaja, S. 2006. Pengaruh Program Identifikasi
menjadi lebih kuat sehingga dapat menolong
Tema Terhadap Pemahaman Tema Moral
anak – anak untuk mengendalikan tingkah lakunya
Anak Sekolah Dasar. Disertasi. Yogyakarta :
sesuai dengan nilai – nilai moral.
Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Sudaryono, N. 2002. Merintis Paradigma DAFTAR PUSTAKA Daun, P.D.H. 1989. Penuntun Ke Dalam Sekolah Minggu Kanak – kanak. Yogyakarta : Andi Offset.
Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kuwera‐14, Tahun II, No. 10, April, 2 – 5.
Pendidikan Karakter Berbasis Pembelajaran Eksperiensial
Sukaji, S. 1988. Keluarga Dan Keberhasilan Pendidikan. Depok : Urusan Produksi dan Distribusi Alat Tes Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Supriadi, D. 1995. Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek. Bandung: Alfabeta.
KETENTUAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH METAMORFOSIS
27
22
Stefanus Soejanto Sandjadja
Materi Tulisan Topik : fenomena atau konsep yang terkait dengan psikologi. Pembahasan : menggunakan acuan teoritis di bidang psikologi.
Format Penulisan Atas : Judul (huruf besar semua) Nama Penulis Badan : Pembahasan yang terbagi menjadi beberapa sub judul. Daftar Pustaka Ketentuan Penulisan Kertas : A4 Font : Calibri 11 Spasi : 1,5 Jumlah halaman : 10‐12 lembar termasuk daftar pustaka Ketentuan Umum
Artikel merupakan hasil pemikiran penulis dan tidak pernah diterbitkan di media sejenis atau media yang lain.
Artikel dikirim dalam bentuk soft copy, format word document, ke:
[email protected]
Revisi diterima paling lambat 10 hari, sejak feedback diberikan.