PENINGKATAN KOMUNIKASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN 2012/2013
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Oleh: YHUNIKA LUTVI MARISHA A 410 090 208
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
PENINGKATAN KOMUNIKASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN 2012/2013 Oleh Yhunika Lutvi Marisha A 410 090 208 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan komunikasi dan hasil belajar matematika bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kartasura dengan strategi pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika. Penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas. Sumber data guru dan siswa. Teknik pengumpulan data observasi, tes, catatan lapangan dan dokumentasi. Data dianalisis secara komparatif dan interaktif. Keabsahan data dengan triangulasi sumber dan metode. Hasil penelitian, pertama penerapan strategi pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa. Kedua peningkatan komunikasi belajar matematika yaitu (a) siswa yang mampu menyatakan ide matematika dari kondisi awal 9,09% siklus I 32,265% dan siklus II 80%, (b) siswa yang mampu menggambarkan ide ke dalam model matematika dari kondisi awal 9,09% siklus I 29,03% siklus II 66,67%, (c) siswa yang mampu menuliskan ide matematika dalam bentuk visual dari kondisi awal 18,18% siklus I 35,48% siklus II 70%, dan (d) siswa yang mampu menjelaskan konsep matematika dari kondisi awal 6,06% siklus I 29,03% siklus II 63,33%. Ketiga peningkatan hasil belajar matematika dari kondisi awal 35,71%, siklus I 61,3% siklus II 76,7%. Kata Kunci: komunikasi, hasil belajar, kontekstual Pendahuluan Komunikasi dan hasil belajar matematika penting. Cockroft (1982) menyatakan bahwa siswa perlu belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.
Penerapan strategi pembelajaran yang inovatif berdampak pada komunikasi dan hasil belajar matematika siswa SMP Negeri 2 Kartasura. Hasil observasi pendahuluan diperoleh kesenjangan. Siswa mampu menyatakan ide matematika dengan berbicara sebanyak 9,09%. Siswa mampu menggambarkan ide ke dalam model matematika sebanyak 9,09%. Siswa mampu menuliskan ide matematika dalam bentuk visual sebanyak 18,18%. Siswa mampu menjelaskan konsep
1
matematika sebanyak 6,06%%. Sedangkan siswa yang nilainya mencapai Kiteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebanyak 21,2%. Realitas di lapangan, kemampuan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa bervariasi. Hal ini dikarenakan guru menggunakan strategi pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa. Akibatnya, siswa menjadi jenuh terhadap matematika. Tidak sedikit siswa yang gaduh saat pelajaran berlangsung. Siswa juga menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit. Alternatif tindakan yang ditawarkan yaitu dengan strategi pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang berusaha
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan mereka sehari-hari (Blancard, 2001 dan Johnson, 2002). Pembelajaran kontekstual memiliki berbagai keunggulan, yaitu (1) materi yang dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari sebelumnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa memiliki keterkaitan satu sama lain, (2) siswa dapat mengaplikasikan pengalaman belajar mereka dalam kehidupan nyata, (3) siswa belajar melalui kegiatan kelompok sehingga dapat saling memberi dan menerima informasi, dan (4) memberikan kesadaran kepada siswa bahwa pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, tetapi untuk dipahami dan diyakini. Berdasarkan
keunggulan-keunggulan
di
atas,
diharapkan
strategi
pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa. Peningkatan komunikasi matematika dilihat dari empat indikator (1) menyatakan ide matematika dengan berbicara, (2) menggambarkan ide ke dalam model matematika, (3) menuliskan ide matematika dalam bentuk visual, dan (4) menjelaskan konsep matemtika. Sedangkan peningkatan hasil belajar diukur dari nilai siswa yang tuntas sesuai dengan KKM yaitu 65. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kartasura. Secara khusus, bertujuan (1) mendeskripsikan peningkatan komunikasi matematika bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kartasura dengan strategi pembelajaran kontekstual, dan (2) mendeskripsikan peningkatan hasil belajar matematika bagi
2
siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kartasura dengan strategi pembelajaran kontekstual. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitan Tindakan Kelas (PTK). Menurut Sutama (2010: 15) PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substansif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan. Proses PTK, dialog awal, perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan monitoring, refleksi, evaluasi, dan penyimpulan, secara siklus dilakukan dua putaran.Waktu penelitian 6 bulan, yaitu mulai bulan September hingga Februari 2013. Sumber data penelitian meliputi guru matematika dan siswa kelas VIIIE SMP Negeri 2 Kartasura Sukoharjo. Teknik pengumpulan data berupa observasi, tes, catatan lapangan dan dokumentasi. Data dianalisis secara komparatif dan interaktif. Keabsahan data dengan triangulasi sumber dan metode. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada kondisi awal, guru terbiasa menggunakan metode ceramah dan lebih mendominasi pembelajaran sehingga mengakibatkan berkurangnya kesempatan siswa dalam menyampaikan ide. Pada siklus I, guru masih menyesuaikan diri dengan strategi pembelajaran kontekstual yang tergolong baru. Meskipun suasana kelas kurang kondusif, guru sudah mampu memainkan peran sebagai fasilitator. Pada siklus II, guru mulai terbiasa dengan strategi pembelajaran kontekstual. Suasana kelas menjadi lebih kondusif. Peran guru sebagai fasilitator menjadi jembatan bagi siswa dalam mengembangkan ide matematika. Guru merasakan keberhasilan yang nyata terhadap pembelajaran di kelas. Hal ini menumbuhkan rasa percaya diri pada guru untuk menerapkan strategi tersebut pada pembelajaran selanjutnya. Deen dan Smith (2006) menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga dan pendidikan. Dalam dunia pendidikan, strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu inisiatif 3
yang relatif baru. Pada penelitian ini, strategi pembelajaran kontekstual yang diterapkan menggunakan model pembelajaran problem solving. Dengan metode diskusi dan tanya jawab, siswa mampu menyampaikan ide-ide yang dimilikinya. Peran guru sebagai fasilitator dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif. Kocak, Bozan dan Isik (2009) menyimpulkan bahwa siswa yang belajar matematika dalam kelompok lebih baik dalam memahami permasalahan. Siswa lebih mengedepankan ide-ide baru dengan menerapkan apa yang mereka pahami bukannya menghafal melalui rumus. Pada penelitian ini, guru menggunakan model pembelajaran problem solving yaitu memecahkan suatu permasalahan melalui metode diskusi. Guru memberikan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan nyata, sehingga memudahkan siswa dalam memecahkan masalah. Dalam kelompok, siswa berhadapan dengan siswa lain yang berbeda pengetahuannya. Siswa mampu menuangkan ide matematika satu sama lain, sehingga berdampak pada peningkatan komunikasi dan hasil belajar siswa. Komalasari (2012) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan sipil siswa SMP. Pembelajaran kontekstual bersifat alami terhadap siswa sehingga mampu mengembangkan pembelajaran secara bermakna dan berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini, pembelajaran kontekstual dengan metode diskusi mampu meningkatkan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa. Diskusi kelompok mampu membentuk karakter siswa untuk berpikir kritis dalam mengembangkan ide-ide yang mereka miliki untuk memecahkan permasalahan. Perin (2011) menyatakan bahwa strategi kontekstual merupakan keterkaitan konsep-konsep matematika yang dapat mengembangkan kemampuan dan motivasi belajar siswa. Dalam penelitian ini, strategi kontekstual mampu mengembangkan komunikasi belajar matematika siswa. Melalui metode diskusi dan
tanya
jawab,
strategi
tersebut
mampu
mendorong
siswa
untuk
mengembangkan berbagai ide matematika mereka. Permasalahan yang diberikan bersifat kontekstual sehingga memudahkan siswa dalam menyelesaikannya. Bronack, dkk (2008) menyatakan bahwa strategi pembelajaran kontekstual dapat mengembangkan kemampuan dan keahlian siswa dalam pembelajaran
4
matematika. Dalam penelitian ini, strategi pembelajaran kontekstual mampu mengembangkan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa. Selama berdiskusi, siswa mampu menyatakan berbagai ide dan menjelaskan berbagai konsep matematika dalam bentuk lisan maupun tulisan. Suryawati, Osman dan Meerah (2010) menyatakan bahwa strategi kontekstual RANGKA (Rumuskan, Amati, Nyatakan, Gabungkan, Komunikasi, Amalkan) kontekstual berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, tetapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap siswa. RANGKA kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dan dapat melatih siswa untuk lebih evaliatif. Dalam penelitian ini, strategi pembelajaran kontekstual juga menerapkan pemecahan masalah sebagai model pembelajarannya. Peran guru sebagai fasilitator mampu membimbing siswa dalam memecahkan permasalahan. Hal ini memberikan pengaruh terhadap komunikasi dan hasil belajar matematika, sehingga mengalami peningkatan sesuai harapan. Coker, Catlioglu dan Birgin (2010) menyatakan bahwa dalam strategi pembelajaran kontekstual, siswa memiliki kesempatan untuk menggabungkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kontekstual dapat memahami konsep-konsep materi dengan baik. Senada dengan pernyataan tersebut, penelitian ini juga mengaitkan berbagai permasalahan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dalam menyajikan ide matematika. Debreli (2012) menyimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran kontekstual dilakukan dengan mengembangkan kesadaran penerapan teoritis masalah yang sudah diketahui oleh siswa. Pada penelitian ini, siswa dihadapkan dengan permasalahan yang bersifat nyata sehingga memudahkan proses pemecahan masalah. Kondisi awal pada kelas VIIIE yang berjumlah 33 siswa diperoleh 3 siswa mampu menyatakan ide matematika dengan berbicara, 3 siswa mampu menggambarkan ide ke dalam model matematika, 6 siswa mampu menuliskan ide matematika dalam bentuk visual, dan
2 siswa mampu menjelaskan konsep
matematika. Sedangkan siswa yang nilainya mencapai KKM sebanyak 7 siswa.
5
Pada siklus I komunikasi matematika meningkat meskipun belum sesuai harapan. Pada siklus ini diperoleh 10 siswa mampu menyatakan ide matematika dengan berbicara, 9 siswa mampu menggambarkan ide ke dalam model matematika, 11 siswa mampu menuliskan ide matematika dalam bentuk visual, dan 9 siswa mampu menjelaskan konsep matematika. Pada siklus II, kemampuan komunikasi matematika siswa mengalami peningkatan. Pada siklus ini diperoleh 24 siswa mampu menyatakan ide matematika dengan berbicara, 20 siswa mampu menggambarkan ide ke dalam model matematika, 21 siswa mampu menuliskan ide matematika dalam bentuk visual, 19 siswa mampu menjelaskan konsep matematika. Data komunikasi belajar matematika secara keseluruhan disajikan di bawah. Tabel 1. Data komunikasi matematika Indikator Komunikasi Sebelum Matematika Siswa Tindakan Menyatakan ide matematika 3 siswa dengan berbicara (9,09%)
Sesudah Tindakan Siklus I Siklus II 10 siswa 24 siswa (32,26%) (80%)
2
Menggambarkan ide ke dalam model matematika
3 siswa (9,09%)
9 siswa (29,03%)
20 siswa (66,67%)
3
Menuliskan ide matematika dalam 6 siswa bentuk visual (18,18%)
11 siswa (35,48%)
21 siswa (70%)
4
Menjelaskan konsep matematika
9 siswa (29,03%)
19 siswa (63,33%)
No 1
2 siswa (6,06%)
90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
Menyatakan ide matematika dengan berbicara Menggambarkan ide ke dalam model matematika Menuliskan ide matematika dalam bentuk visual Menjelaskan konsep matematika Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
Gambar 1. Grafik peningkatan komunikasi matematika
6
Sebelum tindak mengajar, siswa masih merasa takut ketika menyatakan ide. Dalam diskusi, sesorang akan berlatih berbicara untuk dapat meyampaikan ide di depan umum. Dalam hal ini, siswa khawatir jika pendapat yang disampaikannya tidak sesuai dengan harapan. Pada siklus I, strategi pembelajaran kontekstual mampu mendorong siswa untuk menyampaikan ide-ide yang mereka miliki dengan bahasa yang menarik. Diskusi yang diterapkan guru mampu mengeksplor pola pikir siswa sehingga berdampak positif pada perkembangan lisan siswa. Pada siklus II, siswa tidak lagi merasa takut ketika menyampaikan ide. Siswa yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok akan menunjukkan kemajuan baik ketika mereka saling mendengarkan ide satu sama lain. Pada kondisi awal, kemampuan siswa dalam menggambarkan ide ke dalam model matematika belum sesuai harapan. Siswa belum mampu membedakan variabel-variabel yang mereka gunakan dalam memecahkan permasalahan. Pada siklus I, siswa mulai mampu menyatakan ide ke dalam model matematika dengan tepat. Hal ini didorong oleh rasa komunikatif siswa yang cukup tinggi dalam melakukan diskusi. Pada siklus II, siswa mulai memahami bagaimana cara menggambarkan ide dari suatu permasalahan sehari-hari ke dalam model matematika.
Dalam
menyelesaikan
permasalahan,
siswa
harus
mampu
mengerjakan soal secara bertahap. Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan dalam menyatakan berbagai permasalahan ke dalam bentuk matematika. Sebelum tindak mengajar, kemampuan siswa menuliskan ide matematika secara visual bervariasi. Mengkomunikasikan ide matematika agar dapat dipahami orang lain bukan pekerjaan yang mudah. Menulis merupakan salah satu cara menyampaikan ide matematika berupa pemecahan masalah. Siklus I menunjukkan bahwa siswa yang mampu menuliskan ide matematika secara visual mengalami peningkatan. Keterampilan menulis berkaitan erat dengan bahasa yang digunakan. Dalam siklus ini, siswa sudah mampu merepresentasikan bahasa matematika dalam bentuk tulisan meskipun belum optimal. Pada siklus II, siswa sudah mampu menyajikan isi, ide atau konsep matematika dalam bentuk tulisan. Dalam menulis, kemampuan isi
merupakan bagian yang sangat penting. Penguasaan isi
berhubungan dengan kemampuan pemahaman, penalaran dan keterkaitan.
7
Sebelum dikenai tindakan, kemampuan siswa dalam menjelaskan konsep matematika belum sesuai harapan. Kemampuan tersebut diperlukan saat diskusi berlangsung. Namun kenyataannya, siswa belum mampu menuangkan seluruh ide yang mereka miliki. Siswa kurang percaya diri ketika menjelaskan sesuatu. Pada siklus I, siswa mulai berani dalam menjelaskan konsep-konsep yang dipahaminya kepada sesama anggota kelompok. Pembentukan kelompok secara acak sesuai keinginan siswa mendorong rasa komunikatif siswa. Pada siklus II, guru melakukan perbaikan dengan menentukan kelompok secara heterogen. Guru menempatkan siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematika yang baik pada tiap kelompok. Hal ini memotivasi siswa lain untuk mengembangkan kemampuannya dalam menjelaskan ide yang mereka miliki pada siswa lain. Akibatnya, kemampuan siswa dalam menjelaskan konsep meningkat. Viseu dan Oliveira (2012) menyatakan bahwa komunikasi dalam pembelajaran matematika melalui open ended task lebih efektif jika dilakukan dengan sesama teman dekat. Pada penelitian ini, strategi pembelajaran kontekstual berusaha mengaitkan antara materi ajar dengan kehidupan nyata siswa. Berbagai permasalahan yang diberikan guru mendorong diskusi menjadi lebih hidup dan bermakna. Siswa mengemukakan ide matematika dengan berbicara, menulis, dan menggambarkannya serta menjelaskan konsep matematika dengan baik. Kosko dan Wilkins (2010) menyatakan siswa yang menggunakan manipulasi untuk belajar matematika lebih cenderung terlibat aktif dalam komunikasi matematika. Kondisi ini menunjukkan bahwa siswa yang lebih banyak menggunakan kemampuan berpikirkritisnya saat berdiskusi akan memunculkan sikap komunikatif dalam menyelesaikan permasalahan. Penelitian ini mengindikasikan hal yang sama bahwa manipulasi dalam menyelesaikan masalah perlu dilakukan saat siswa bekerja dalam kelompok. Metode diskusi dan tanya jawab mampu mendorong siswa untuk lebih komunikatif. Mahmudi (2009) menyatakan bahwa proses komunikasi yang memanfaatkan masalah terbuka dan dirancang dengan baik dapat mendorong siswa memahami materi matematika dengan baik. Pembelajaran matematika yang baik akan menstimulasi siswa dalam mengembangkan ide-ide dan kemampuan matematik
8
siswa. Pada penelitian ini, permasalahan bersifat kontekstual dengan mengaitkan pada kehidupan nyata siswa. Hal tersebut mampu mendorong sikap komunikatif siswa dalam menyajikan hasil karya mereka.
Lipeikiene (2009) menyatakan bahwa konsep komunikasi matematika digunakan dalam berbagai aspek dan tingkatan. Kurikulum merupakan aspek utama dalam komunikasi matematika yang mengintegrasikan seluruh mata pelajaran yang menjamin pendidikan lebih inovatif. Dalam penelitian ini, aspek utama dalam meningkatkan komunikasi adalah penerapan strategi inovatif kontekstual. Strategi inovatif tersebut mampu menstimulasi siswa dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematika siswa. Data tentang hasil belajar siswa dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengerjaan ulangan umum yang diberikan pada tiap akhir siklus. Siswa yang tuntas KKM pada kondisi awal sebanyak 7 siswa, pada siklus I sebanyak 19 siswa dan pada siklus II sebanyak 23 siswa. Data peningkatan hasil belajar matematika secara keseluruhan disajikan pada tabel 2 dan gambar 2. Tabel 2. Data hasil belajar matematika Sesudah Tindakan
Indikator Hasil
Sebelum
Belajar
Tindakan
Siklus I
Siklus II
Nilai siswa di atas
7 siswa
19 siswa
23 siswa
KKM (≥ 65)
(21,2%)
(61,3%)
(76,7%)
100.00% 80.00% 60.00% Mencapai KKM ( ≥ 65 )
40.00% 20.00% 0.00% Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
Gambar 2. Grafik peningkatan hasil belajar matematika
9
Nilai siswa yang mencapai KKM pada kondisi awal sangat bervariasi. Dalam pembelajaran, siswa tidak dibekali dengan materi ajar yang mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, siswa mengalami kesulitan saat dihadapkan dengan permasalahan yang bersifat kompleks. Pada siklus I, hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan. Strategi pembelajaran kontekstual
memberikan
kesempatan
pada
siswa
untuk
menjelaskan
pemikirannya. Pada siklus II guru melakukan perbaikan dengan menempatkan siswa yang memiliki kemampuan lebih baik pada tiap kelompok, sehingga kemampuan setiap kelompok merata. Guru mampu membuat iklim dimana siswa bersedia berpikir dengan cara baru dan mengkomunikasikan apa yang dihasilkan. Tella (2007) menyatakan bahwa siswa sekolah menengah yang memiliki motivasi belajar tinggi cenderung mengalami peningkatan prestasi akademik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Pada penelitian ini, hasil belajar matematika siswa dipengaruhi oleh sikap komunikatif belajar matematika. Siswa yang memiliki komunikasi matematika tinggi, maka hasil belajar matematikanya akan meningkat. Adedoyin (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh perbedaan gender yang signifikan mengenai pertanyaan dari guru kelas terhadap prestasi belajar matematika. Dalam penelitian ini, siswa perempuan lebih mendominasi kelas daripada siswa laki-laki. Tidak sedikit siswa laki-laki yang gaduh saat diskusi berlangsung. Siswa laki-laki cenderung memiliki sifat mudah jenuh terhadap matematika. Faktor tersebut membuat guru melakukan inovasi pada siklus II dengan merotasi kelompok secara heterogen. Hal ini berdampak positif pada perubahan perilaku siswa sehingga hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Zaini (2010) menyatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar matematika dalam menuliskan lambang pecahan melalui penggunaan metode diskusi. Pada penelitian ini, kemampuan siswa dalam menuliskan ide matematika melalui diskusi kelompok juga mengalami peningkatan. Siswa mampu menuliskan
berbagai
lambang,
notasi
dan
menyelesaikan permasalahan secara kontekstual.
10
struktur
matematika
dalam
Simpulan Pembelajaran matematika kontekstual dilakukan dengan lima tahap. (1) Guru melakukan orientasi siswa pada situasi masalah. (2) Guru mengorganisasi siswa untuk belajar. (3) Guru membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. (4) Siswa mengembangkan dan menyajikan hasil karya. (5) Guru bersama dengan siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pembelajaran matematika dengan strategi kontekstual dapat meningkatkan komunikasi belajar matematika. Peningkatan komunikasi diamati dari empat indikator. Peningkatan berbicara 70,91%. Peningkatan menggambar 57,58%. Peningkatan menulis 51,82%. Peningkatan menjelaskan konsep 57,27%. Peningkatan
komunikasi
mengakibatkan
peningkatan
hasil
belajar
matematika. Peningkatan hasil belajar matematika diukur dari banyaknya siswa yang tuntas. Peningkatan hasil belajar pada penelitian ini 55,5%.
Daftar Pustaka Adedoyin, Omobola. 2010. “An Investigation of The Teacher’s Classroom Question on The Achievements of Students in Mathematics: Case Study of Botswana Community Junior Secondary Schools”. European Journal of Educational Studies / Vol.2 No.3 Bronack, Stephen, dkk. 2008. “ Presence Pedagogy: Teaching and Learning in a 3D Virtual Immersive World” 20 (1): 59-69. Coker, Bunyamin. Hakan Catlioglu & Osman Birgin. 2010.”Conceptions of Students About Renewable Energy Sources: A Need to Teach Based on Contextual Approaches”. 2:1488-1492. Debreli, Emre. 2012.”Change in Beliefs of Pre-Service Teachers About Teaching and Learning English As A Foreign Language Throughout An Undergraduate Pre-Service Teacher Training Program”. 46: 367-373. Kosko, Karl W dan Jesse L. M. Wilkins. 2010. “Mathematical Communication and Its Relation to the Frequency of Manipulative Use”. International Electronic Journal of Mathematics Education / Vol.5 No.2
11
Koçaka*, Zeynep Fidan; Radiye Bozana; Özlem Isıka. 2009. “The importance of group work in mathematics”. Procedia Social and Behavioral Sciences 1 2363–2365 Komalasari, Kokom. 2012. “The Effect of Contextual Learning in Civic Education on Students’ Civic Skills”, EDUCARE: International Journal for Educational Studies / Vol.4 No.2 Lipeikiene, Joana. 2009. Proceedings of the 9th International Conference on Technology in Mathematics Teaching. A Wide Concept Of Mathematical Communication (pp.XXX). Metz, France: ICTMT 9 Mahmudi, Ali. 2009. Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal MIPMIPA UNHALU Volume 8, Nomor 1. Shamsid-Deen, Ifraj dan Bettye P. Smith. 2006. “Contextual Teaching and Learning Practices in The Family and Consumer Sciences Curriculum”, Journal of Family and Consumer Sciences Education / Vol. 24 No. 1 Suryawati, Evi. Kamisah Osman & T. Subahan Mohd Meerah. 2010.” The Effectiveness of RANGKA Contextual Teaching and Learning on Students’ Problem Solving Skills and Sciectufic attitude”. 9: 1717-1721. Sutama. 2010. Penelitian Tindakan. Semarang: CV. Citra Mandiri Utama. Tella, Adedeji. 2007. The Impact of Motivation on Student’s Academic Achievement and Learning Outcomes in Mathematics among Secondary School Students in Nigeria, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education / Vol. 3 No.2 (149-156) The
Cockcroft Report. 1982. “Mathematics Counts: Why Teach Mathematics?”http://www.educationengland.org.uk/documents/cockcroft/ cockcroft01.html diakses tanggal 10 desember 2012
Viseu, Floriano dan Inês Bernardo Oliveira. 2012. Open-ended Tasks in the Promotion of Classroom Communication in Mathematics, International Electronic Journal of Elementary Education / Vol.4 No.2, 287-300 Wasis. 2006. Cotextual Teaching and Learning dalam pembelajaran Sains-Fisika SMP, Cakrawala Pendidikan / Th.XXV No.1 Zaini, Adrawi. 2010. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dalam Menuliskan Lambang Pecahan Melalui Penggunaan Metode Diskusi Di Kelas IV SDN Rek-Kerrek III Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan, Jurnal Kependidikan Interaksi / Th.5 No.5
12