Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
DESAIN INTERIOR FASILITAS PENDIDIKAN FASHION SEBAGAI PENUNJANG INDUSTRI MODE DI BANDUNG Hadistian Emirul Ikhsan
Dra. Donna Saphiranti, M.T
Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : Bandung; Fashion; pendidikan; College
Abstrak Fashion adalah benda-benda serta atribut yang dipakai manusia untuk mengidentifikasikan dirinya. Benda-benda tersebut adalah sesuatu yang berhubungan dengan mode dan tren yang ada. Dapat diartikan sebagai gaya pakaian, rambut, aksesoris atau benda yang dapat dipandang sebagai identitas diri pribadi maupun secara kelompok. Bandung secara historis merupakan kota dengan tingkat kreatifitas yang tinggi dan kepekaan terhadap mode, serta memiliki industri garmen yang potensial. Industri mode sendiri dapat merupakan industri yang berpotensi berkontribusi pada perekonomian nasional. Namun fasilitas pendidikan profesional untuk menunjang industri mode di kota tersebut belum mencukupi. Penelitian ini memaparkan kebutuhan akan sarana sekolah mode yang didesain dengan baik guna mengasah talenta para penggiat mode di Indonesia khususnya di Bandung dan menunjang industri mode di Bandung.
Abstract Fashion are the goods and attributes that man use to identify themselves. Fashion goods are in vogue or currently popular in the society. Historically Bandung has been a center of creativity whose people are very creative and receptive with fashion trends and a potential garment industry. Fashion industry has an immense economical potential, but currently there is no well designed educational facility in Bandung to support the industry. This paper will expound on the design decisions made in planning and designing the educational facility to support the fashion industry in Bandung.
1. Pendahuluan Banyaknya peminat fashion, desainer fashion, serta orang yang ingin lebih mendalami fashion saja tidak cukup untuk mengembangkan dunia fashion di Indonesia, fasilitas yang memadai serta informasi yang terkini harus terus menunjang para penikmat fashion. Telah lama, Bandung menjadi pusat mode internasional di Indonesia. Di zaman kolonial Braga merupakan pusat penjualan produk-produk mode terbaru dari Eropa. Setelah kemerdekaan, Bandung juga merupakan pusat industri garmen nasional. Kurangnya sarana yang memfasilitasi para peminat fashion untuk mempelajari mengenai fashion di Bandung membuat penulis merasa bahwa sebuah fashion school (college) sangat dibutuhkan di kota ini mengingat jumlah peminat dan penggiat fashion yang banyak di Bandung. Sebuah fashion college yang dapat memenuhi kebutuhan fasilitas yang lengkap akan sangat berguna bagi para penggiat fashion di Bandung. Tulisan ini akan memaparkan perancangan interior sarana yang mampu menunjang pendidikan fashion secara ideal.
2. Proses Studi Kreatif Penulis mengajukan hipotesis bahwa pendidikan fashion memiliki dampak langsung pada industri fashion. Pendidikan merupakan salah satu mata rantai dari suatu industri. Pendidikan fashion, dengan demikian, memiliki dampak langsung pada industri pakaian/garmen. Untuk menguji hipotesis bahwa ada hubungan fashion dan pendidikan maka penulis melakukan wawancara terhadap Patricia Geraldine Thebez, seorang lulusan sekolah fashion, Miftah seorang desainer dan siswa sekolah fashion, dan Meyta Retnayu seorang asisten pengajar di salah satu program studi yang berkaitan dengan fashion, juga pandangan Cindy Tachibana seorang fashion photographer.
Menurut Patricia Geraldine Thebez lulusan LaSalle college Singapore mengatakan bahwa fashion sangat berpegang erat terhadap akademis dikarenakan bahwa untuk menjadi seorang fashion desainer dibutuhkan training. Training yang dimaksud adalah proses belajar agar seseorang mampu membuat sebuah produk fashion pada akhirnya. Dimulai dari research, product development, production, dan lainnya. Tidak hanya sekolah tetapi bisa didapat dari training company seperti ESMOD. Akan tetapi setiap sekolah dan training
company pasti memiliki sistem dan tujuan yang berbeda, seperti teknik yang diajarkan dan perbedaan fasilitasnya. Sedangkan kepentingan adanya sekolah fashion dikarenakan industri fashion itu seperti pabrik, pekerjanya dibatasi atau tidak semua orang bisa melakukannya untuk membuat sebuah output yang baik, sedangkan industri di bidang fashion selalu berputar, jadi sangat penting untuk mempelajari semua tentang fashion. Selain itu menurut Patricia, fashion dan objek lainnya itu lebih dari hanya sekedar benda, bisa jadi sebuah bukti dari sejarah yang ditinggalkan desainernya, merepresentasikan ke-idealan seseorang, dan berbicara kepada siapa yang membuatnya. Jadi dari semua itu dibutuhkan level standar akademis yang dibutuhkan sebelum orang menciptakan suatu karya yang bisa dianggap original. Kalau tidak seperti itu maka mereka hanya bisa meniru dan merubah-rubah sedikit tanpa adanya arti yang signifikan.
Menurut Miftah, sebagai seorang fashion desainer dan masih menjadi salah satu siswa di LaSalle college Jakarta mengatakan bahwa pentingnya di dirikan sebuah institut atau tempat akademis khusus fashion dikarenakan pentingnya pemahaman mengenai ilmu keterampilan khususnya bidang fashion agar dapat mencapai perkembangan kewirausahaan. Harus didirikan sebagai sebuah sekolah juga karena fashion sudah menjadi jurusan yang berbeda, sudah tidak bisa hanya digolongkan sebagai seni dan desain saja tapi juga mencakup dunia bisnis.
Menurut Meyta Retnayu sebagai salah satu pengajar ilmu teknik celup ikat (salah satu teknik yang dipakai untuk pewarnaan pada bahan) jurusan Kriya Tekstil ITB, Fashion school sangat dibutuhkan karena dalam membuat sepotong pakaian dibutuhkan sebuah proses perancangan yang dimulai dari pengkonsepan, pemilihan bahan, pengsketsaan hingga penjahitan dan finishing. Dalam setiap prosesnnya ada teknik dan pengetahuan kusus yang penting untuk pengefektifitasan produksi dan kekuatan identitas busana. ( tidak hanya sekedar baju ) jadi ilmu yg berasal dari fashion school penting buat pondasi kita dalam perancangan supaya busana dapat dipresentasikan dengan baik.
Menurut Cindy Tachibana seorang photographer fashion, sebuah sekolah fashion tentunya akan mendidik muridnya untuk mencapai keterampilan di bidang fashion, maka hubungan fashion dan akademik sangat berhubungan dan penting. Sedangkan untuk fashion photography tidak begitu di butuhkan jurusan sendiri akan tetapi bisa masuk kedalam jurusan fashion bussines. Jadi hanya perlu ditambah subject pelajarannya saja.
Dari beberapa wawancara yang penulis lakukan diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa hubungan antara fashion dan pendidikan adalah sesuatu yang berkesinambungan terhadap orang yang memang mengerti akan fashion/orang yang berkecimpung di dalam dunia fashion. Untuk menjadi seorang fashion designer dibutuhkan proses pembelajaran hingga pada akhirnya benar-benar ahli dalam melakukan kegiatan fashion tersebut, begitu pula halnya untuk seorang fashion photographer. Dapat dilihat dari para praktisi profesional bahwa institusi pendidikan fashion sangat penting untuk membentuk karakter para peminat fashion agar kualitas dan tingkat kematangan ilmu tentang fashion di Indonesia semakin meningkat.
3. Hasil Studi dan Pembahasan Berangkat dari wawancara di atas, ditemukan bahwa sarana pendidikan merupakan Kekurangan dari institusi-institusi tersebut, selain dari dari segi program (belum adanya program-program spesifik untuk kebutuhan industri), adalah dari segi desain. Desain yang tersedia belum mampu memfasilitasi kebutuhan profesional akan pendidikan fashion yang berkualitas. Menggunakan metodologi perancangan interior, setelah mengidentifikasi masalah bahwa terdapat hubungan antara pendidikan fashion dan industri fashion secara langsung dan terdaat kekurangan fasilitas, selanjutnya penulis melakukan analisis pengguna sarana. Secara umum karakter pengguna sarana pendidikan fashion dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Kalangan Umum Kalangan umum adalah masyarakat yang memiliki kebutuhan untuk mendatangi tempat ini tanpa adanya kebutuhan khusus seputaran dunia pembelajaran ilmu fashion. Dalam hal ini kalangan umum tidak terbatas oleh usia, jenis kelamin, dan status sosial. Kalangan umum yakni: Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2
Nama Penulis ke-1
Orang tua/wali siswa
Masyarakat yang ingin mengetahui lebih mengenai fashion college itu sendiri (seperti study tour)
Karyawan diluar Staff pengajar fashion college
Pengunjung acara (kalau sedang diadakan acara; seminar)
2. Staff Pengajar Staff pengajar adalah orang-orang yang mengajar dan membina siswa agar dapat mencapai kekompetenan dalam perguruan tinggi tersebut. Staff pengajar biasanya adalah orang-orang yang sudah memahami akan fashion dan siap untuk membagikan ilmu kepada siswanya. Untuk range umur biasanya adalah dimulai dari dewasa sampai tua sekitar 21 tahun hingga 55 tahun. Staff Pengajar meliputi :
Guru / dosen
Asisten dosen
Guru / dosen pengganti
3. Calon Siswa dan Siswa Calon siswa merupakan salah satu kelompok pengguna karena diharapkan untuk dapat mengenal sistem pembelajaran sebelum akhirnya memutuskan untuk mendaftar dan akhirnya menjadi siswa. Biasanya calon siswa adalah siswa yang memang menginginkan untuk memperdalam ilmu mengenai fashion. Sedangkan siswa adalah murid yang sedang mengasah ilmu dalam bidang fashion sesuai dengan jurusannya masing-masing. Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan dibutuhkan 6 program studi untuk menunjang industri mode. 1.
Fashion Business
2.
Fashion Design
3.
Fashion Accessories
4.
Fashion Photography
5.
Artistic Make Up
6.
Textile Craft
Setelah mengumpulkan data kebutuhan pengguna, dilakukan penetapan ukuran-ukuran sesuai dengan standar ergonomi yang berlaku. Standar antropometri (pengukuran tubuh manusia) merupakan standar yang diambil agar kinerja manusia dalam satu sistem dapat berjalan secara optimal, efisien, dan efektif. Berdasarkan analisis-analisis tersebut, untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan pengguna sebuah sarana pendidikan fashion, program ruang dan fasilitas yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3
Tabel 1. Data aktivitas dan fasilitas sarana pendidikan fashion
Analisis kebutuhan profesional, kebutuhan pengguna, serta standar ergonomi yang lalu diolah menjadi data fasilitas tersebut, dapat menjadi dasar pengolahan dan pengembangan keputusan desain untuk merancang sebuah fasilitas pendidikan fashion yang baik dan dapat menunjang industri. Pencahayaan ini mengacu pada saran pencahayaan dalam fasilitas pendidikan. Saran untuk tingkat pencahayaan pada fasilitas pendidikan yang ada, adalah sebagai berikut: Tabel 2. Standar tingkat pencahayaan sarana pendidikan Area
Tingkat Pencahayaan (foot candles) Area Kerja
Membaca materi print
30 Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4
Nama Penulis ke-1
Membaca tulisan pensil
70
Menilai materi duplikasi
30-100
Drafting
100
Menjahit, membaca papan pengumuman
150
Ruang kelas Studio gambar
100 Ruang kuliah umum
Area pengajar
70
Area pelajar
30-70
Hall studi
70
Ruang mengetik
20 Area Sevis
Toilet
30
Setelah ditemukan data kebutuhan dan aktivitas pengguna, sebuah desain interior ruang yang baik harus memperhatikan beberapa kriteria lain selain kriteria spasial (dimensi ruang), antara lain tingkat luminansi, tingkat kebisingan, serta penghawaan dan pengaturan kelembaban.
4. Penutup / Kesimpulan Bandung sebagai pusat industri kreatif, salah satunya industri fashion, membutuhkan sarana untuk menunjang pertumbuhan industri tersebut. Sarana pendidikan fashion yang dirancang dengan tepat merupakan salah satu cara mendorong dan memfasilitasi pertumbuhan industri fashion kota Bandung. Pendekatan utama dalam perancangan interior sarana pendidikan yang ideal ini berfokus utama pada manusia, yaitu pengalaman praktisi dan analisis pengguna. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar perancangan fasilitas ruang interior sebuah institusi pendidikan fashion.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh Ibu Donna Saphiranti, M.Ds.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5
Daftar Pustaka Breward, Christopher. Fashion (Oxford History Art). Oxford University Press, Oxford 2003. Neufert, Ernst. 1980. Architect’s Data. New York: Granada Publishing. Polhemus, Ted & Lynn Procter. 1978. Fashion & Anti-Fashion: An Antrophology of Clothing and Adornment, London: Thames & Hudson Russel, A Douglas. 1983. Costume History and Style. New Jersey: Engelwood Cliffs. Stephen Frings. 2004. Concept to Consumer. Upper Saddle River NZ: Prentince Hall.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6