DESKRIPSI KOMODIFIKASI KAIN “GRINGSING” TENGANAN DALAM DESAIN FASHION SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI BUDAYA
Oleh
Oleh Ida Ayu Kade Sri Sukmadewi 197207191997032001
PROGRAM STUDI DESAIN FASHION FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2013
KOMODIFIKASI KAIN “GRINGSING” TENGANAN DALAM DESAIN FASHION SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI BUDAYA
ABSTRAK Globalisasi berpengaruh terhadap terjadinya perubahan sosial budaya pada masyarakat yang tidak bisa ditolak, sehingga masyarakat mau tidak mau, suka tidak suka akan terpengaruh karena globalisasi masuk dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Begitu juga dengan kain “Gringsing” di Desa Tenganan Pegringsingan, Kabupaten Karangasem . Kain tenun gringsing yang mengandung nilai magis mengalami komodifikasi dalam desain fashion sebagai representasi budaya global yang mengalami pergeseran nilai bentuk dan makna baru. Masalah yang diteliti adalah: (1) Bagaimana bentuk komodifikasi kain “Grinsing” Tenganan dalam hubungannya dengan desain fashion sebagai upaya pengembangan industry budaya? (2) Bagaimana proses komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan dalam hubungannya dengan desain fashion sebagai upaya pengembangan industri budaya? (3) Apakah dampak dan makna komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan dalam desain fashion sebagai pengembangan industri budaya pada era globalisasi? Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh gambaran dan perkembangan tentang kain “gringsing” Tenganan dalam desain fashion sebagai upaya pengembangan industri budaya. Maka Metode Penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian deskriptif, suatu bentuk metode yang meneliti suatu objek yang bertujuan untuk memaparkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alam maupun buatan manusia. Teknik pengumpulan data dengan teknik observasi, wawancara, dan teknik dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) Bentuk komodifikasi kain tenun dobel ikat “Gringsing” meliputi bahan/material kain, adanya adopsi corak/motip, digunakan untuk busana dalam desain fashion sebagai gaya hidup. (2) Proses pengemasan dengan cara dari yang sakral menjadi profan. Didukung dengan adanya ideologi ekonomi pasar. (3) Adapun dampak dan makna yakni dampaknya adalah ekonomi, pelestarian budaya, dan dampak meterialistis. Sedangkan maknanya adalah kesejahteraan, dan simbolik agama.
Kata Kunci: komodifikasi, kain tenun dobel ikat”Gringsing”, desain fashion.
I.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Pesatnya perkembangan dunia ke arah globalisasi tidak dapat dihindari di segala bidang
kehidupan meliputi bidang politik, teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya telah membawa banyak dampak, baik positif maupun negatif. Pengaruh globalisasi tidak dapat ditolak karena ini adalah sebuah pertanda tibanya zaman baru yang membawa perubahan dalam aspek sosial dan budaya masyarakat. Priodisasi tersebut dapat di pandang sebagai sebuah penanda di mana pola-pola hubungan terus mengalami suatu perubahan wujud dan bentuknya. Hal itulah yang memberikan ciri bahwa setiap priodisasi tersebut, dapat diidentifikasi hal mana yang; telah mengalami pergeseran maupun “penghilangan” sesuai dengan semangat zamannya. Kain tenun dobel ikat “Grinsing” di desa Tenganan Pegeringsingan pada hakekatnya menurut pandangan orang Tenganan kain gringsing mengandung arti ‘menyembuhkan’. Dahulu pembuatan kain dobel ikat “Gringsing” di Tenganan hanya untuk kebutuhan sendiri, dipergunakan dalam upacara-upacara yang bersifat sakral, Namun kini, kain tenun dobel ikat”Gringsing” telah ada yang dimodifikasi untuk fashion dan keperluan ekonomi pasar. Kemajuan dan perkembangan fashion tidak bisa lepas dari peminat dan pecinta atau pendukungnya yang selalu kreatif melakukan inovasi, mencari dan menciptakan desain-desain yang sesuai dengan selera pasar atau konsumennya. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tetang kain tenun dobel ikat ‘Gringsing’ dengan judul Komodifikasi Kain Tenun Dobel Ikat ‘Gringsing’ dalam Desain Fashion di Desa Tenganan Pegringsingan, Kabupaten Karangasem, Propensi Bali. Penelitian ini berharap mendapatkan gambaran tentang : 1. Bagaimana bentuk komodifikasi kain tenun dobel ikat “Grinsing”
Tenganan
dalam
hubungannya dengan desain fashion sebagai upaya pengembangan industri budaya? 2. Bagaimana proses komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan dalam hubungannya dengan desain fashion sebagai upaya pengembangan industri budaya? 3. Apakah dampak dan makna komodifikasi kain “Gringsing” dalam desain fashion sebagai upaya pengembangan industri budaya pada era globalisasi?
II. 1.
PEMBAHASAN Bentuk Komodifikasi Kain “Gringsing” Tenganan dalam Desain Fashion sebagai
Upaya Pengembangan Industri Budaya Menurut mitos, tenunan kain gringsing diajarkan oleh Dewa Indra, yang merupakan dewa pelindung dan guru kehidupan bagi orang tenganan. Pada saat itu Dewa Indra terpesona dengan keindahan langit di malam hari dan memaparkan keindahan tersebut melalui motif tenunan kepada rakyat Tenganan. Ia mengajarkan kepada wanita-wanita teknik menenun kain gringsing yang melukiskan, sekaligus mengabadikan keindahan Bintang, Bulan,Matahari, serta hamparan langit lainnya. Oleh karena demikian orang Tenganan mempunyai pandangan bahwa kain gringsing memiliki peranan yang amat penting. Menurut hasil penelitian, V.E Korn, De Dorpsrepubliek Tenganan Pegeringsingan (1933), kata pegringsingan diambil dari kata gringsing yang terdiri dari gring dan sing. Gring berarti sakit dan sing berarti tidak. Jadi gringsing berarti tidak sakit, bahkan orang yang memakai kain gringsing dipercaya dapat terhindar dari penyakit dan lebih kompleks lagi gringsing adalah sebagai penolak mara bahaya.
Kain gringsing biasa digunakan sebagai pakaian adat saat
upacara-upacara keagamaan berlangsung. Namun karena pengaruh gobalisasi, gaya hidup, dan budaya konsumerisme. Kain tenun dobel ikat mengalami komodifikasi
“Gringsing” yang mengandung nilai magis
dalam desain fashion sebagai representasi budaya global yang
mengalami pergeseran nilai bentuk dan makna baru. Bentuk komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan, Kabupaten Karangasem. Kain tenun gringsing selain digunakan untuk kegiatan upacara, juga banyak diminati oleh wisatawan asing mancanegara sebagai barang cindera mata maupun sebagai barang koleksi. Kain tenun dobel ikat kini telah ada yang dikomodifikasi untuk keperluan ekonomi pasar, benang untuk bahan gringsing sudah banyak diambil di pasar-pasar. Peniruan motif gringsing terjadi pada pembuatan kain tenun endek, seperti di Desa Sideman dan Desa Gelgel, Klungkung. Pembuatan kain endek bermotif gringsing di Desa Sidemen dan Desa Gelgel, menunjukkan adanya pengembangan motif gringsing untuk kepentingan keuntungan, untuk menjual hasil produksinya secara lebih luas. Disamping itu juga, Kain gringsing banyak digunakan untuk busana dalam desain fashion yang merupakan salah satu kecendrungan gaya hidup yang bersifat budaya material
(konsumerisme). Fashion dalam dunia modern sudah tidak asing lagi, dalam perkembangannya tampak terus mengalami kemajuan dan menghasilkan berbagai variasi mode dan gaya sebagai trens masa kini. Piliang (2004:274-275) mengatakan bahwa kapitalisme merupakan wujud dari globalisasi. Masyarakat kapitalisme global dibangun di atas iklim persaingan yang tinggi. Persaingan yang ketat antarperusahaan, mendorong strategi untuk
menciptakan persaingan
dalam gaya hidup antarkelas, antargolongan, antartetangga, antarumur. Muncul sikap mental berorientasi ke atas
dalam gaya hidup. Kehidupan sosial dikonstruksi atas dasar budaya
perbedaan dengan penampilan, gaya, gaya hidup yang selalu dibuat berubah dengan tempo yang semakin tinggi. Diciptakan kegandrungan terhadap citra (image)
ketimbang
fungsi atau
substansi. Begitu pula terhadap konsumsi yang tidak lagi berkaitan dengan kebutuhan fungsional dalam pengertian yang sempit, ia kini adalah pemenuhan material sekaligus simbolik. 2.
Proses Komodifikasi Kain Tenun
“Gringsing” Tenganan dalam Desain Fashion
sebagai Upaya Pengembangan Industri Budaya Ada dua penyebab terjadinya komodifikasi Kain “Gringsing”, Tenganan Yaitu faktor eksternal, dan faktor internal. 1)
Faktor Eksternal Kedatangan wisatawan asing menimbulkan peluang bisnis bagi masyarakat dengan tujuan
utama memanfaatkan fotensi ekonomi yang ada di daerah bersangkutan. Wisatawan membutuhkan berbagai sarana dan prasarana selama mereka berada di daerah tujuan wisata, sementara masyarakat berusaha untuk memenuhi setiap kebutuhan wisatawan. Pada kenyataanya kain tenun Gringsing yang digunakan untuk kegiatan upacara, kini banyak diminati oleh wisatawan asing sebagai cindera mata atau sebagai barang koleksi. Kain Gringsing memiliki aspek ekonomis tinggi karena merupakan barang langka, dengan pengerjaan relatif lama, dan memerlukan keahlian khusus. 2)
Faktor Internal Faktor internal yang menjadikan komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan adalah proses
komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan dalam desain fashion sebagai upaya pengembangan industry budaya, idiologi pasar di balik komodifikasi kain “Gringsing Tenganan, merupakan
peluang yang sangat menjanjikan
didukung dengan potensi yang ada sehingga menambah
semangat untuk berkreatifitas. 3.
Dampak dan Makna Komodifikasi Kain “Gringsing” Tenganan dalam
Desain
Fashion sebagai Upaya Pengembangan Industri Budaya pada Era Globalisasi. 1) Dampak komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan dalam desain fashion pada era globalisasi adalah implikasi yang kuat berkaitan dengan pergeseran nilai dan fungsi kain gringsing untuk kegiatan upacara, penolak bala dan memiliki tuah untuk menjaga keselamatan penduduk. Namun kini kain gringsing dikomodifikasi untuk keperluan pasar (aspek ekonomi) dan gaya hidup. Di samping itu komodifikasi kain tenun gringsing mempunyai dampak sebagai pelestarian budaya. 2) Makna komodifikasi kain “Gringsing” dalam desain fashion pada era globalisasi adalah makna kesejahteraan bahwa tercapainya suatu kebutuhan jasmani dan rohani sebagai tujuan kesejahteraan. Disamping itu juga terdapat makna-makna simbolik yang masih mengacu pada motif-motif tradisional. Kain tenun “Gringsing” Tenganan masih memiliki daya tarik sebagai barang kuno yang berharga, memiliki nilai magis, dan memberi keselamatan bagi masyarakat secara niskala.
III. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Bentuk komodifikasi kain
“Gringsing” Tenganan meliputi bahan/material kain, adanya adopsi corak/motip,
digunakan untuk busana dalam desain fashion sebagai gaya hidup. Proses pengemasan dengan cara dari yang sakral menjadi profan. Didukung dengan adanya ideologi ekonomi pasar. Adapun dampak dan makna yakni dampaknya adalah ekonomi, pelestarian budaya, dan dampak materialistis. Sedangkan maknanya adalah kesejahteraan, dan simbolik agama. 2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa saran yang ingin disampaikan: 1) Kepada para peneliti yang tertarik melakukan kajian tentang komodifikasi kain “Gringsing” Tenganan, khususnya dalam desain fashion dengan topik dan permasalahan yang berbeda, maka dianjurkan untuk menelaah secara kritis dan teoritis. 2) Penelitian ini dapat dijadikan kontribusi sebagai bahan pertimbangan oleh masyarakat Bali maupun instansi terkait untuk mempertahankan kearifan lokal Desa Tenganan Pegringsingan, sehingga terhindar dari perilaku yang mementingkan komoditi dan eksploitasi atas kekayaan intelektual masyarakat Tenganan Pegringsingan.
DAFTAR PUSTAKA Awasilah, A. Chaedar. 2003. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Alwi, Hasan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3. Jakarta: Balai Pustaka. Anwar, Wadjiz L.Ph. 1980. Filsafat Estetika, Sebuah Pengantar, Cahaya. Yogyakarta: Nur. Badudu, J.S, dan Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Barker, Chris. 2005. Culture Studies, Teori dan Praktek. London: SAGE Publication. Bakker, SJ J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius. Baudrillard, Jean. 1990. Fatal Strategis. London: Pluto Press. Budiman, Kris. 2005.Ikonisitas: Semiotika Sastra dan Seni Visual.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budiman, Kris. 1999. Feminografi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bungin, Burhan H.M. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Chaney David. .1996. Life Styles, Sebuah Pengantar Koprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. Featherstone, Mike. 2001. Posmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gie, The Liang, 1996. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna (PUBIB). Ibrahim, Idi Subandy, 1997. Lifestyle Ecstasy. Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas indonesia. Yogyakarta: Jalasutra. Ibrahim, Idi Subandy, 1996. Fashion sebagai Komunikasi. Cara mengomunikasikan identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender. Yogyakarta: Jalasutra. Lacan Jacques. 1997. Dirkursus, dan Perubahan Sosial. Bandung: Jalasutra Kaplan, David, Manners Robert A. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Pilliang, Yasraf Amir, 2004. Dunia yang dilipat. Tamasya Me:lampaui Batas-batas Kebudayaan.Edisi kedua . Yogyakarta: Jalasutra. Pilliang, Yasraf Amir, 2010.Semiotika dan Hipersemiotika. Gaya, Kode, dan Matinya Makna. Edisi keempat. Bandung: Matahari.