IDENTIFIKASI SUMBER PAKAN KELELAWAR PEMAKAN BUAH DAN NEKTAR SUB ORDO MEGACHIROPTERA BERDASARKAN ANALISIS POLLEN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
MARYATI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MARYATI. Identifikasi Sumber Pakan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar Sub Ordo Megachiroptera Berdasarkan Analisis Polen di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan IBNU MARYANTO. Kelelawar pemakan buah dan nektar memiliki peranan yang sangat penting yaitu dalam membantu terjadinya penyerbukan bagi tumbuhan berbunga serta penyebaran biji. Sekitar sepertiga dari populasi kelelawar di seluruh dunia tergantung hidupnya pada buah-buahan dan nektar bunga. Di daerah tropis kira-kira terdapat 300 tanaman yang pembuahannya tergantung kelelawar dan diperkirakan 95% regenerasi hutan dilakukan oleh kelelawar jenis pemakan buah dan nektar. Pada proses penyerbukan kelelawar berperan membawa pollen yang menempel di sekitar mulutnya kepada bunga lain yang dikunjunginya. Selama ini informasi mengenai karakteristik polen jenis sumber pakan kelelawar masih terbatas. Oleh karena itu dilakukan penelitian karakteristik polen dari setiap jenis tanaman yang dikonsumsi kelelawar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan sumber pakan kelelawar pemakan buah dan nektar di Taman Nasional Gunung Ciremai berdasarkan karakteristik polen. Pengambilan data tahap pertama dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Ciremai pada tanggal 15 Mei – 12 Juni 2007 dan identifikasi polen dilaksanakan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan pada tanggal 1 Juli – 28 Agustus 2007. Berdasarkan hasil pengolahan identifikasi pollen terdapat 21 jenis dari 14 suku tumbuhan sumber pakan yang terdapat disaluran pencernaan kelelawar. Data yang digambarkan berdasarkan analisis komponen utama sebesar 77,70% yang berasal dari tiga buah faktor yang digunakan. Faktor pertama (42,83%) menggambarkan pengaruh tipe habitat, faktor kedua (24,32%) menggambarkan ketinggian tempat dan faktor ketiga (10,57%) menggambarkan tipe bunga. Berdasarkan analisis niche overlap diketahui jenis Cynopterus brachyotis memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap Macroglossus sobrinus (0,853). Pada kelelawar Cironax melanocephallus jantan dengan kelelawar Cironax melanocephallus betina dan Aethalops alecto betina tidak terjadi overlap. Hal ini menunjukkan antara ketiganya tidak terdapat sumber pakan yang digunakan secara bersama. Tingkat kesamaan yang terjadi antara setiap jenis berdasarkan jenis tumbuhan adalah sebesar 63%, dan tingkat kesamaan yang terjadi pada individu jantan dan betina adalah sebesar 74,10%. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah identifikasi 21 jenis tumbuhan yang berasal dari 14 suku tumbuhan. Kelelawar pemakan buah dan nektar di TNGC memiliki peluang sebagai penyerbuk bunga dan penyebar biji.
2
SUMMARY MARYATI. The Dietary Resources Identification of Frugivorous and Nectarivorous Bat Sub Order Megachiroptera Based on Pollen Analysis at Gunung Ciremai National Park. Under Supervision of AGUS PRIYONO KARTONO and IBNU MARYANTO. Frugivorous and nectarivorous bat play an important ecological role as seed dispersers and pollinators. Each of three equal part of bat population around the world is depend on fruit and nectar. In the tropical forest almost 300 vegetation fertilization and 95% forest regeneration rely on frugivorous and nectarivorous bat. Bats can be pollinator agents, the bats may carry the fruit and pollen some distance from the parent tree to another tree. While the bat pollen dietary resources are lack of information. By this reason I tried to study dietary resources of frugivorous and nectarivorous bat based on pollen analysis. The aim of this research is to identify the frugivorous and nectarivorous bat species in Gunung Ciremai National Park and plant identification based on pollen that is eaten by bats. Preliminary study was conducted at Gunung Ciremai National park on 15th of May to 12th of June 2007 and pollen identified was carried out at Wood Physic Laboratory, Forest Product Department on 1st of July to 28th of August 2007. Based on the pollen analysis, 21 vegetation species from 14 families was identified which found in bat digestion system. Principal component analysis explain 77,70% of the total number variance from three factors which are habitat type or Factor 1 (42.83%), altitudinal range or Factor 2 (24.32%) and flower type or Factor 3 (10.57%). Niche overlap analysis showed that Cynopterus brachyotis has larger overlap niche value with Macroglossus sobrinus (0,853). There is no overlap niche among Cironax melanocephallus male, Cironax melanocephallus female and Aethalops alecto female. It means that no food resources were used together among them. The conclusion from the research is 8 frugivorous and nectarivorous bat species was found at east side of Gunung Ciremai National Park (Linggarjati). Based on pollen analysis, 21 vegetation species from 14 families were identified as frugivour and nectarivour bats dietary resources. The bats of Gunung Ciremai National Park show the potential seed dispersers and pollinator for some vegetation in study area.
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Identifikasi Sumber Pakan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar Sub Ordo Megachiroptera Berdasarkan Analisis Pollen di Taman Nasional Gunung Ciremai adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
Maryati E 34103065
4
IDENTIFIKASI SUMBER PAKAN KELELAWAR PEMAKAN BUAH DAN NEKTAR SUB ORDO MEGACHIROPTERA BERDASARKAN ANALISIS POLLEN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
MARYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 5
Judul Skripsi
: Identifikasi Sumber Pakan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar Sub Ordo Megachiroptera Berdasarkan Analisis Polen di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai
Nama
: Maryati
NIM
: E 34103065
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Dr.Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. NIP. 131 953 388
Dr.Ir. Ibnu Maryanto,M.Si. NIP. 320 005 297
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131578788
Tanggal: 04 Januari 2008 6
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia –Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Mei 2007 hingga Agustus 2007 ialah identifikasi sumber pakan kelelawar pemakan buah subordo Megachiroptera berdasarkan analisis polen di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kelelawar pemakan buah dan nektar dan jenis vegetasi sumber pakannya di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menyediakan data dan informasi sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan tentang pelestarian jenis-jenis kelelawar pemakan buah yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.
Bogor, Januari 2008 Penulis
7
UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Karuna dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Ibunda tercinta, Bang Usman, Kak Ninik, Mbak Min dan keluargaku semua atas doa dan kasih sayangnya. 2. Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. dan Dr. Ir. Ibnu Maryanto, M.Si. sebagai pembimbing yang selalu memberikan curahan waktu, kesabaran dan perhatian dalam membimbing. 3. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. sebagai dosen penguji perwakilan Departemen Hasil Hutan dan Ir. A. Hadjib, MS. sebagai dosen penguji perwakilan Departemen Manajemen Hutan. 4. Bapak A. Saim, B.Sc. yang telah memberikan pengarahan dan pelajaran kepada penulis selama di lapangan. 5. Tim Ciremai 2007 (Awal Riyanto, S.Si, Prof. Dr. Woro A. Noerdjito, Drs. Mas Noerdjito, Maharadatunkamsi, Ir. Ike Rachmatika, M.Sc, A. Saim B.Sc, Ir Heryanto, M.Sc, Drs Rajali Yusuf, Anandang, Sunardi, Wahyudin, Nova, Hadi dan Gunawan) yang memberikan bantuan dan semangat selama penelitian. 6. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dan seluruh staf yang telah memberikan ijin dan masukan. 7. A Giri yang selalu memberikan dukungan, semangat dan kesabaran kepada penulis. 8. Karlina dan Marliana yang selalu membantu dan bersama dalam suka dan duka. 9. Teman-temanku KSH 40 atas kebersamaan dan dukungannya. 10. Semua pihak yang tidak dapat ditulis satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kalianda, Lampung Selatan pada tanggal 21 Maret 1985 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Moechlisin (Alm) dan Tarminah. Pada tahun 2003 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Kalianda dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) di Kelompok Pemerhati Kupu-kupu dan Kelompok Pemerhati Fotografi Konservasi. Penulis pernah mengikuti kegiatan SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) pada tahun 2005 di Taman Nasional Betung Kerihun. Pada tahun 2006, penulis mengikuti kegiatan Praktek Umum Pengenalan Hutan di Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Barat dan Banyumas Timur. Kemudian mengikuti kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan Lestari di KPH Ngawi, Perhutani Unit II Jawa Timur. Pada tahun 2007, penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Kerinci Seblat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian “Identifikasi Sumber Pakan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar Sub Ordo Megachiroptera Berdasarkan Analisis Polen di Taman Nasional Gunung Ciremai” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. sebagai Ketua dan
Dr. Ir. Ibnu Maryanto, M.Si sebagai Anggota
Komisi
Pembimbing.
9
AFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i iii iv v
I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A. Latar Belakang ................................................................................... B. Tujuan Penelitian................................................................................. C. Manfaat Penelitian ..............................................................................
1 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
4
A. B. C. D. E. F.
Taksonomi .......................................................................................... Biologi Kelelawar ............................................................................... Penyebaran Jenis Kelelawar ............................................................... Perilaku Kelelawar.............................................................................. Peranan Kelelawar .............................................................................. Pollen ..................................................................................................
4 5 6 7 8 9
III. KONDISI UMUM.................................................................................
11
A. Sejarah Kawasan................................................................................. B. Letak dan Luas.................................................................................... C. Kondisi Fisik....................................................................................... 1. Iklim............................................................................................... 2. Geologi dan Tanah ......................................................................... 3. Topografi........................................................................................ 4. Hidrologi ........................................................................................ 5. Vulkanologi.................................................................................... D. Kondisi Biologis ................................................................................. 1. Ekosistem....................................................................................... 2. Vegetasi.......................................................................................... 3. Fauna..............................................................................................
11 11 12 12 12 13 13 13 14 14 14 14
IV. METODE..................................................................................................
16
A. B. C. D. E. F.
Tempat dan Waktu ............................................................................. Alat dan Bahan.................................................................................... Kerangka Pemikiran ........................................................................... Jenis Data............................................................................................ Metode Kerja ...................................................................................... Analisis Data.......................................................................................
16 16 16 18 18 21 10
1. Analisis Vegetasi ........................................................................... 2. Analisis Jenis Tumbuhan Sumber Pakan Kelelawar ..................... 3. Indeks Kesamaan Jenis Kelelawar................................................. a). Total Individu .......................................................................... b). Jantan dan Betina..................................................................... 4. Niche Overlap ................................................................................ 5. Khi-kuadrat ....................................................................................
21 22 23 23 24 25 26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
27
A. Jenis Tumbuhan Sumber Pakan Kelelawar ........................................ B. Pengelompokkan Jenis Kelelawar berdasarkan Tipe Habitat, Ketinggian Tempat dan Tipe Bunga .................................................. C. Kesamaan Jenis Kelelawar Berdasarkan Jenis Tumbuhan yang Teridentifikasi ........................................................................... D. Niche Overlap..................................................................................... E. Kondisi Vegetasi................................................................................ 1. Kerapatan ....................................................................................... 2. Dominansi ...................................................................................... 3. Potensi Jenis sumber Pakan ...........................................................
27 28 35 39 43 43 43 44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
45
A. Kesimpulan ........................................................................................ B. Saran ..................................................................................................
45 45
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
46
LAMPIRAN....................................................................................................
49
11
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Jenis tumbuhan yang dijumpai pada setiap jenis kelelawar yang diamati ..............................................................................................
26
2. Matrik nilai niche overlap pada individu jantan dan betina.......................
41
12
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Peta kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.......................................
12
2. Peta penyebaran jenis tanah di wilayah Kuningan TNGC.........................
13
3. Diagram kerangka pikiran penelitian.........................................................
17
4. Desain metode petak kuadrat untuk inventarisasi vegetasi........................
21
5. Grafik analisis komponen utama parameter tipe habitat dan ketinggian tempat.......................................................................................
30
6. Grafik analisis komponen utama pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan tipe habitat dan tipe bunga.....................................................
34
7. Dendrogram ketidaksamaan jenis kelelawar berdasarkan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan. .......................
36
8. Dendrogram ketidaksamaan jenis kelelawar jantan dan betina berdasarkan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan .................................................................................................
38
13
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Jenis-jenis tumbuhan di kawasan TNGC...................................................
50
2. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di habitat hutan pegunungan ...............................................................................................
52
3. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di habitat hutan pegunungan ................................................................................................
53
4. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di habitat hutan pegunungan ................................................................................................
54
5. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di habitat hutan dataran rendah ............................................................................................
56
6. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di habitat hutan dataran rendah ............................................................................................
58
7. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di habitat hutan dataran rendah ............................................................................................
59
8. Nilai total ragam ........................................................................................
61
9. Matrik nilai komponen...............................................................................
62
10. Nilai uji khi-kuadrat...................................................................................
63
11. Matrik nilai Euclidean distance total individu ...........................................
64
12. Matrik nilai Euclidean distance jantan dan betina .....................................
65
13. Nilai agglomeration schedule pada individu jantan dan betina .................
66
14. Pollen Jenis sumber pakan kelelawar ........................................................
67
15. Tabel transformasi arcsin...........................................................................
70
14
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan taman nasional yang relatif
muda karena baru ditetapkan pada tahun 2004 berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 dengan luas ±15.500 ha. Kawasan TNGC memiliki tipe ekosistem hutan hujan pegunungan bawah sampai ekosistem sub alpin. Keanekaragaman ekosistem yang ada di TNGC merupakan habitat alami kelelawar yang ada di Jawa Barat. Kelelawar termasuk dalam Ordo Chiroptera yang terdiri atas dua subordo, yakni Megachiroptera dan Microchiroptera (Feldhamer 1999). Megachiroptera merupakan subordo yang memakan buah dan nektar, sedangkan subordo Microchiroptera merupakan kelelawar yang memakan serangga, ikan, dan darah (Feldhamer 1999). Kedua subordo tersebut memilliki perbedaan pada cara melihat, ukuran tubuh, telinga, sayap dan orientasi mencari pakan(Feldhamer 1999). Microchiroptera umumnya bercakar dan terdiri atas dua tulang jari dan lebih banyak menggunakan mata untuk mencari makanan dan memiliki kemampuan echolocation. Microchiroptera tubuhnya berukuran kecil, telinga memiliki tragus/antitragus dan tulang sayap kedua tidak memiliki jari (Suyanto 2001). Megachiroptera memiliki kemampuan penciuman yang baik dan memiliki lidah yang panjang (Standbury 1970). Indonesia memiliki keanekaragaman jenis kelelawar yang tinggi yaitu 205 jenis atau 21% dari jenis kelelawar di dunia yang telah teridentifikasi (Suyanto 2001). Semakin besarnya fragmentasi hutan dan berkurangnya luas hutan menyebabkan semakin banyak hutan tropika yang berbatasan langsung dengan habitat yang rusak. Peyebaran biji-biji vegetasi antara dua tipe habitat yang berbeda tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk kelangsungan komposisi dan struktur vegetasi dikemudian hari (Ingle 2002). Oleh karena itu kelelawar pemakan buah dan nektar memiliki peranan yang sangat penting yaitu dalam membantu terjadinya penyerbukan bagi tumbuhan berbunga serta penyebaran biji (Ingle 2002). Sekitar sepertiga dari populasi kelelawar di seluruh dunia tergantung hidupnya pada buah-buahan dan nektar bunga (Shanchez 2007). 15
Menurut Satyadharma (2007), di daerah tropis kira-kira terdapat 300 tanaman yang pembuahannya tergantung kelelawar dan diperkirakan 95% regenerasi hutan dilakukan oleh kelelawar jenis pemakan buah dan madu. Pada proses penyerbukan kelelawar berperan membawa pollen yang menempel di sekitar mulutnya kepada bunga lain yang dikunjunginya. Pollen adalah sel hidup yang mempunyai inti dan protoplasma yang terbungkus oleh dinding sel. Dinding sel tersebut terdiri atas dua lapis yaitu bagian dalam yang tipis dan lunak disebut intin, sedangkan bagian luar yang keras dan tebal disebut eksin (Tim Fakultas Kehutanan IPB 1992). Pollen diproduksi di kapala sari (Anthera)
dan
merupakan alat reproduksi pada bunga jantan (Nayar 1990). Pollen merupakan bahan makanan yang kaya akan protein dan sangat diperlukaan dalam proses kehidupan kelelawar. Pollen adalah alat perkembangbiakan bunga jantan dan merupakan sumber pakan bagi kelelawar pemakan buah dan nektar. Kelelawar subordo Megachiroptera adalah kelelawar yang memakan buah dan nektar. Pada saat kelelawar memakan nektar yang terletak di bagian bunga secara tidak langsung pollen yang ada di bunga ikut termakan dan sebagian pollen yang lain akan menempel disekitar mulut kelelawar (Satyadharma 2007). Pollen yang ikut termakan akan masuk ke dalam saluran pencernaan, karena sifat pollen yang tidak mudah rusak maka pollen tersebut tidak dapat terurai dan dapat dianalisis. Dari pollen tersebutlah dapat diketahui jenis-jenis vegetasi yang pernah dikunjungi kelelawar. Selama ini informasi mengenai karakteristik pollen jenis sumber pakan kelelawar masih terbatas. Untuk melakukan konservasi terhadap satwa ini terlebih dahulu diketahui jenis pakan yang dikonsumsi. Analisis pollen merupakan suatu analisis yang tepat untuk mengidentifikasi tumbuhan, karena pollen merupakan bagian terpenting dari tumbuhan (Nayar 1990). Oleh karena itu dipandang perlu dilakukan suatu penelitian untuk memperoleh informasi karakteristik pollen dari setiap jenis tanaman yang dikonsumsi kelelawar pemakan buah dan nektar demi konservasi kelelawar beserta habitatnya. B.
Tujuan Penelitian Penelitian tentang identinfikasi jenis-jenis vegetasi sumber pakan kelelawar 16
pemakan buah dan nektar sub ordo Megachiroptera berdasarkan analisis pollen di kawasan TNGC dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi jenis-jenis kelelawar pemakan buah dan nektar yang ada di kawasan TNGC. 2. Menentukan suku dan jenis tumbuhan sumber pakan kelelawar berdasarkan karakteristik pollen. 3. Menentukan tingkat kesamaan antar jenis kelelawar berdasarkan jenis tumbuhan sumber pakan. C.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian tentang identinfikasi jenis-jenis
vegetasi sumber pakan kelelawar pemakan buah dan nektar sub ordo Megachiroptera berdasarkan analisis pollen di kawasan TNGC adalah untuk menyediakan data dan informasi dalam pengambilan keputusan tentang pelestarian jenis-jenis kelelawar pemakan buah yang ada di kawasan TNGC.
17
II. TINJAUAN PUSTAKA A.
Taksonomi Menurut Grzimerk (1972), secara taksonomi kelelawar termasuk dalam kingdom
Animalia, filum Chordata dan subfilum Vertebrata. Hewan ini masuk kedalam kelas Mamalia dengan ordo Chiroptera, sub ordo Megachiroptera (pemakan buah) dan Microchiroptera (pemakan serangga, ikan, darah, dan mamalia kecil lainnya). Sub ordo Megachiroptera hanya memiliki satu famili yaitu Pteropodidae dengan 42 genus dan 166 spesies (Koopman 1993). Sub ordo Microchiroptera memiliki keragaman yang besar dengan 17 famili, 147 genus dan 814 spesies (Corbet & Hill 1992). Famili
Pteropodidae
memiliki
empat
sub
famili
yaitu
Pteropodinae,
Harpyionycterinae, Nyctimenae, dan Macroglossinae (Feldhamer et al. 1999; Corbet & Hill 1992). Jenis kelelawar yang berhasil ditemukan di Taman Nasional Gunung Ciremai dari sub famili Pteropodidae yaitu Cynopterus brachyotis, Cynopterus titthaecheilus, Macroglossus sobrinus, Chironax melanocephalus, Aethalops alecto, Megaerops kusnotoi, Cynopterus horsfieldi dan Rousettus leschenaultia. Kelelawar yang dianalisis adalah Cynopterus brachyotis, Cynopterus titthaecheilus, Macroglossus sobrinus, Chironax melanocephalus, Aethalops alecto dan Megaerops kusnotoi. 1. Aethalops alecto Jenis ini memiliki ciri tidak berekor dan jumlah gigi seri bawah hanya dua buah. Warna permukaan punggung coklat kelabu sampai coklat kemerahan, bulu lebat dan panjang, selaput antar paha penuh ditumbuhi bulu. Memiliki panjang lengan bawah 43,5-52,7 mm, betis 16,6-20,6 mm, telinga 10-15,3 mm. tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan Lombok. 2. Cynopterus brachyotis Jenis ini memiliki ciri terdapat garis putih di tepi telinga, panjang tengkorak 27,0-30,7 mm, panjang telinga 15-17 mm, panjang lengan bawah 54,7-66,7 mm, pajang betis 18,7-26,3 mm. Tersebar di Nepal, India, Sri Langka, Myanmar, Indocina, Kepulauan 18
Andaman, Thailand, Malaysia, Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan dan Maluku. 3. Cynopterus titthaecheilus Jenis ini memiliki ciri terdapat garis putih di tepi telinga, panjang tengkorak 35,0-39,0 mm, panjang telinga 18-21 mm, panjang lengan bawah 74-83 mm, pajang betis 29-33 mm. Tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Timor. 4. Chironax melanocephalus Jenis ini memiliki ciri ridak memiliki ekor, warna kepala lebih hitam daripada bagaian badan lainnya yang berwarna coklat kehitaman, ada warna jingga kuning pada sisi leher yang dewasa. Panjang lengan bawah 40-46 mm, memiliki dua pasang gigi seri bawah, biasa dikenal sebagai bukal kepala hitam. Tersebar di Thailand, Malaysia Barat, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sabah, Sarawak, Bali, Lombok dan Sulawesi. 5. Macroglossus sobrinus Jenis ini memiliki ciri tubuh berwarna coklat, memiliki lidah dengan ukuran dua kali panjang moncong, hidup berkoloni kecil antara 2-9 ekor, tinggal di antara dedaunan pisang yang kering. Panjang tengkorak 23,8-28,6 mm, panjang lengan bawah 44-50 mm, biasa dikenal sebagai cecadu pisang besar. Tersebar di Thailand, Malaysia Barat, Sumatera, Jawa dan Myanmar. 6. Megaerops kusnotoi Jenis ini memiliki ciri tidak berekor, hidung lebih pendek dari Cynopterus, jumlah gigi seri bawah ada dua, gigi taring tidak memiliki tonjolan sekunder, bibir atas berkerut-kerut seperti bibir anjing bulldog. Panjang tengkorak 25-25,9 mm, panjang lengan bawah sayap 48-53 mm. Tersebar di Jawa, Bali dan Lombok.
19
B.
Biologi Kelelawar Kelelawar adalah satu-satunya mamalia yang dapat terbang dan termasuk ke dalam
ordo Chiroptera. Chiroptera berarti memiliki “sayap tangan” karena kaki depannya bermodifikasi sebagai sayap. Hal inilah yang membedakan sayap kelelawar dengan sayap burung. Perbedaan nyata antara sayap burung dan sayap kelelawar adalah pada perluasan tubuhnya yang berdaging dan sayapnya tidak berbulu yang terbuat dari membran elastis berotot. Sayap ini dinamakan patagium, yang membentang dari tubuh sampai jari kaki depan, kaki belakang dan ekor (Standbury 1970; Medway 1978). Pada kelelawar betina patagium berfungsi untuk memegang anaknya yang baru dilahirkan dengan posisi kepala di bawah (Standbury 1970). Selain untuk terbang, sayap kelelawar berfungsi untuk menyelimuti tubuhnya ketika bergantung terbalik (Standbury 1970). Ukuran tubuh dari jenis-jenis Megachiroptera relatif besar, memiliki telinga luar yang sederhana tanpa tragus, jari kedua kaki depan bercakar, dan mata berkembang dengan baik (Feldhamer 1999). Cakar yang terdapat pada kedua kaki depan ini merupakan adaptasi dari jenis makanannya yang berupa berbagai jenis buah-buahan (Feldhamer 1999). Menurut Suyanto (2001), saat terbang kelelawar membutuhkan oksigen lebih banyak dibandingkan saat tidak terbang. Saat terbang kelelawar membutuhkan 24 ml oksigen /gram bobot tubuhnya, sedangkan saat tidak terbang membutuhkan 7 ml oksigen/ gram bobot tubuhnya. Denyut nadi pada saat terbang pun berdetak lebih kencang yaitu 822 kali/menit, sedangkan saat istirahat berdetak 522 kali/menit. Untuk mendukung kebutuhan akan oksigen yang tinggi, jantung kelelawar berukuran relatif lebih besar dibandingkan dengan kelompok lain. Jantung kelelawar berukuran 0,09% dari bobot tubuhnya, sedangkan hewan lainnya hanya 0,05% dari bobot tubuhnya. C.
Penyebaran Jenis Kelelawar Menurut Vaughan (1978), selain memiliki tingkat adapatasi yang baik, kelelawar
juga memiliki daerah penyebaran yang bersifat kosmopolit karena ditemukan hampir di seluruh wilayah di muka bumi kecuali di daerah kutub dan pulau-pulau terisolasi. 20
Menurut Standbury (1970) kelelawar dapat ditemukan diseluruh dunia kecuali pada wilayah kutub. Suyanto (2001) menyatakan bahwa di Indonesia dapat ditemukan 205 jenis atau 21% jenis kelelawar dunia yang telah diketahui, sembilan suku dari jenis tersebut termasuk ke dalam 52 marga. Corbet & Hill (1992) menyatakan bahwa kelelawar berada di seluruh dunia, namun wilayah yang terbesar ditemukannya kelelawar adalah wilayah tropika dan sub tropika. D.
Perilaku Kelelawar Bangsa kelelawar termasuk hewan nokturnal, karena mencari makan pada malam
hari dan di siang hari melakukan aktivitas tidur dengan cara bergantung dengan kakinya, menyelimuti tubuhnya dengan sayap ketika dingin dan mengipaskan sayapnya jika keadaan panas. Terdapat dua alasan mengapa kelelawar lebih memilih aktif pada malam hari. Pertama, pada siang hari dapat terjadi pengaruh radiasi yang merugikan pada sayap. Sayap yang terkena sinar matahari akan lebih banyak menyerap panas daripada yang dikeluarkan. Hal ini karena sayap kelelawar hanya berupa selaput kulit tipis dan sangat rentan terkena sinar matahari. Kedua, kelelawar telah mengalami proses adaptasi khusus yaitu memiliki indera yang sangat mendukung bagi aktivitas pada malam hari, sehingga dapat menghilangkan persaingan dengan hewan diurnal, misalnya burung. Kelelawar sering terlihat makan diatas pohon dan menjatuhkan sisa makanannya ke tanah. Bagi induk yang memiliki anak, maka induk memberikan makan kepada anaknya sebelum induk tersebut makan (Apriandi 2004). Suku Pteropodidae memakan buah, bunga, madu dan serbuk sari dan aktif pada senja hari dan malam hari (Corbet & Hill). Suku ini dapat terbang menempuh jarak yang jauh untuk mencari makan (Corbet & Hill). Sebagian memilih tempat bertengger di pepohonan atau di dinding gua (Corbet & Hill). Kelelawar pemakan buah sering dijumpai bergantungan pada daerah yang sumber makanannya melimpah. Kondisi kelelawar dapat mencerminkan sumber makanan yang dikonsumsi, seperti dijumpainya serbuk sari di ujung rambut tubuh dan saluran pencernaannya pada kelelawar pemakan serbuk sari dan dijumpainya biji pada saluran pencernaan kelelawar pemakan buah. Selain pemakan buah, beberapa jenis anggota sub ordo Megachiroptera juga mengkonsumsi nektar bunga 21
(Tan 1998; Fleming and Heithaus 1981; Lim 1970). Penyerbukan bunga terbantu dengan keberadaan kelelawar, saat kelelawar memasukkan kepalanya ke dalam kelopak bunga untuk memakan madu. Serbuk benang sari bunga tersebut akan menempel di bulu kelelawar dan membuahi bunga berikutnya yang dikunjungi oleh kelelawar (Satyadharma 2007). Beberapa jenis kelelawar hidup secara berkoloni, berkelompok kecil, berpasangan, dan bahkan hidup soliter (Corbet & Hill 1992). Nowak (1995) menyatakan bahwa pada umumnya kelelawar berkembang biak hanya satu kali dalam setahun dengan masa kehamilan 3 – 6 bulan, dan hanya bisa melahirkan satu ekor bayi setiap periode kelahiran. Bayi yang baru dilahirkan mempunyai bobot yang dapat mencapai 25 – 30% dari bobot induknya, lebih besar dari bayi manusia yang hanya mencapai 5% dari bobot tubuh induknya. Berbeda dengan jenis mamalia lain, kelelawar lebih lama dalam menyusui anaknya. Kelelawar tidak membuat sarang maupun sesuatu yang menyerupai sarang. Pada waktu periode melahirkanpun hewan ini hanya memilih tempat yang sesuai. Kelelawar dengan berbagai cara, baik secara soliter ataupun berkelompok membentuk koloni-koloni yang berukuran kecil hingga jutaan individu. Kemampuan fisiologis kelelawar sangat luar biasa. Pada musim dingin di kawasan sub tropis, kelelawar tidur dan mampu menurunkan laju metabolisme tubuhnya sehingga bisa bertahan hidup tanpa makan. Keadaan seperti ini di sebut sebagai masa dorman. Menurut Constantine (1970), kelelawar masih mampu bertahan hidup pada kadar ammonia sebesar 5000 ppm dan karbondioksida sebesar 21.000 ppm, atau setara dengan 50 kali kadar karbondioksida dalam keadaan normal. Disisi lain kemampuan manusia untuk bertahan hidup pada kadar karbondioksida yang sama hanya seperempatnya, dan hanya mampu bertahan selama satu jam dalam kadar ammonia sebesar 100 ppm.
22
E.
Peranan Kelelawar Kelelawar memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kelelawar
pemakan buah dan nektar memainkan peranan penting
dari segi ekologi sebagai
penyebar biji dan penyerbuk (Dumont 2004). Dari segi ekologis, kelelawar merupakan penyebar biji buah-buahan seperti sawo (Manilkara kauki), jambu air (Eugenia aquea), jambu biji (Psidium guajava), duwet (Eugenia cuminii) dan cendana (Santalum album). Jenis kelelawar yang memiliki peranan ini mayoritas adalah jenis dari famili Pteropodidae. Kelelawar juga berperan sebagai penyerbuk bunga dari tanaman bernilai ekonomis seperti durian (Durio zibethinus), bakau (Rhizophora conjugate), kapuk (Ceiba pentandra) dan mangga (Mangifera indica). Di daerah tropis kira-kira terdapat 300 tanaman yang pembuahannya tergantung kelelawar dan diperkirakan 95% regenerasi hutan dilakukan oleh kelelawar jenis pemakan buah dan madu (Satyadharma 2007). Selain itu kelelawar juga berfungsi sebagai obat asma, serta penghasil pupuk guano yang banyak dibutuhkan bagi pertanian. Kelelawar pemakan serangga merupakan predator dan pengendali biologis serangga yang membantu mengurangi serangan hama serangga pada tanaman pertanian . F.
Pollen Pollen adalah sel hidup yang mempunyai inti dan protoplasma yang terbungkus
oleh dinding sel. Dinding sel tersebut terdiri atas dua lapis yaitu bagian dalam yang tipis dan lunak disebut intin, sedangkan bagian luar yang keras dan tebal disebut eksin (Tim Fakultas Kehutanan IPB 1992). Pollen merupakan bahan makanan yang kaya akan protein dan sangat diperlukan dalam proses kehidupan kelelawar. Pollen adalah alat perkembangbiakan pada bunga jantan dan merupakan sumber pakan bagi kelelawar pemakan buah dan nektar (Irawati 2005). Bentuk serbuk sari umumnya radiosimetris (memiliki lebih dari dua buah bidang yang simetris), diameter tidak selalu terbentuk karena umumnya berbentuk elips dan kutub sebagai sumber rotasi (Erdtman 1952). Menurut Erdtman (1943), pollen dikelompokkan berdasarkan ukurannya
23
sebagai berikut: Very small spores (sporae perminute)
= < 10 µ
Small spores (sporae minute)
= 10 – 25 µ
Medium size spores (sporae mediae)
= 25 – 50 µ
Large spores (sporae magnae)
= 50 – 100 µ
Very large spores (sporae permagnae)
= 100 – 200 µ
Gigantic spores (sporae giganteae)
= >200 µ
Sehubungan dengan kecilnya ukuran serbuk sari, maka untuk mempermudah identifikasi dan dokumentasi, dilakukan preparasi serbuk sari baik diambil langsung dari bunga, saluran pencernaan hewan, rambut hewan atau bahkan berupa fosil serbuk sari (Irawati 2005). Pada umumnya jenis tumbuhan spermatophyta merupakan tumbuhan berkayu yang menghasilkan nektar dan pollen sehingga jenis-jenis ini merupakan sumber pakan yang baik (Tim Fakultas Kehutanan IPB 1992). Menurut Yulianto (1992), pollen secara paleontologis diklasifikasikan berdasarkan: 1. Bentuk dan simetri a). Tricolpate, radial simetri dengan tiga colpae yaitu bentuk prolate, spheroidal, oblate. Tricolpate dibentuk oleh tetrad dan merupakan sifat khas dari tumbuhan dikotil. b). Monocolpate, simetri bilateral dengan satu colpae, merupakan sifat khas dari tumbuhan monokotil gymnospermae maupun angiospermae. c). Acolpate, tidak memiliki colpae. 2. Pengelompokan butir. Tricolpate dan monocolpate biasanya terbentuk oleh pengelompokan empat butir (tetrad), untuk butir tunggal biasanya membentuk struktur acolpate. 3. Kehadiran dan tipe aperture serta pore. Butir pollen dengan tiga pore (1200) dan 24
cribellate grain (jumlah pore tidak menentu, menyebar, bisa berpola atau tidak). 4. Sifat dasar dan ornamentasi extensine.yaitu tectane dan intectane (keduanya memiliki ornamentasi yang bervariasi) 5. Ada atau tidaknya sayap. 6. Dimensi butir yaitu angiospermae (10-80 mikron), gymnospermae (90-125 mikron). Menurut Erdmant (1952) terdapat lima sifat pokok dalam identifikasi serbuk sari yang perlu diperhatikan yaitu polaritas serbuk sari, simetri serbuk sari, aperture, bentuk serbuk sari dan ukuran serbuk sari.
25
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A.
Sejarah Kawasan Gunung Ceremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat dengan tinggi 3078
mdpl. Kawasan hutan di gunung Ciremai memiliki keanekaragaman yang tinggi dan memegang peranan sebagai penyedia air bagi masyarakat di sekitar kawasan. Kawasan hutan di gunung Ciremai memiliki status kawasan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 195/Kpts-II/2003 tanggal 4 juli 2003 tentang penunjukan areal hutan di provinsi jawa Barat seluas ± 816.603 ha sebagai kawasan hutan lindung di kelompok hutan lindung Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. Kawasan hutan lindung Gunung Ciremai kemudian mengalami perubahan fungsi menjadi taman nasional dengan dikeluarkannya surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung Gunung Ciremai menjadi taman nasional. Pada tanggal 30 Desember 2004 dilakukan penunjukan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Barat II sebagai pengelola Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) hingga terbentuknya organisasi Taman Nasional Gunung Ciremai berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. SK. 140/IV/Set-3/2004. B.
Letak dan Luas Secara geografis, TNGC terletak pada koordinat 6050’25” - 6058’26” LS dan
108021’35” - 108028’00” BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, kawasan TNGC termasuk ke dalam tiga kabupaten yaitu Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon, dengan luas ±15.518,23 ha. Peta mengenai kawasan TNGC disajikan pada Gambar 1.
26
Gamba r 1. Peta kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai C. Kondisi Fisik 1. Iklim Menurut klasifikasi Schmidt and Ferguson, kawasan TNGC termasuk ke dalam tipe iklim B. Kawasan ini memiliki jumlah hari hujan merata sepanjang tahun dengan kisaran curah hujan per tahun 2000 – 4000 mm/tahun. Kelembaban udara di TNGC pada malam hari berkisar antara 94 – 99%, sedangkan pada siang hari berkisar antara 63%-92%. Suhu udara berkisar 15 –20oC pada saat malam hari, sedangkan pada saat siang hari berkisar 19 – 24oC. 2. Geologi dan Tanah Jenis batuan di TNGC merupakan batuan endapan vulkanik tua dan vulkanik muda yang merupakan produk dari aktivitas vulkanik. Berdasarkan peta kelas tanah, kelompok 27
hutan TNGC memiliki pola penyebaran jenis tanah meliputi regosol kelabu, latosol, kelompok asosiasi andosol coklat dan regosol, kelompok latosol coklat, serta latosol coklat kemerahan. Peta penyebaran jenis tanah pada wilayah Kuningan TNGC disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2.Peta penyebaran jenis tanah di wilayah Kuningan TNGC 3. Topografi Gunung Ceremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat, pada bagian puncak memiliki ketinggian 3078 mdpl. Topografi kawasan TNGC pada umumnya bergelombang, berbukit, dan bergunung. Kemiringan lahan yang termasuk landai (0-8%) hanya 26,52%, dan diatas 8% sebesar 73,48%. 4. Hidrologi Potensi hidrologis TNGC meliputi 43 sungai dan 156 sumber air dengan 147 titik 28
sumber mata air mengalirkan air sepanjang tahun dengan rata-rata debit 50 – 2000 L/detik. Mata air tersebut mengaliri sekitar 43 sungai yang bersumber dari TNGC.
5. Vulkanologi Gunung Ciremai termasuk gunung api kuarter aktif, tipe A (yakni, gunung api magmatik yang masih aktif semenjak tahun 1600), dan berbentuk kerucut. Gunung ini merupakan gunung api soliter, yang dipisahkan oleh zona sesar Cilacap – Kuningan dari kelompok gunung api Jawa Barat bagian timur yang terletak pada zona Bandung. D. Kondisi Biologis 1. Ekosistem Kawasan hutan TNGC memiliki tipe hutan primer dengan luas 2785,885 ha pada ketinggian 1336 – 1583 mdpl, hutan sekunder dengan luasan 2892,595 ha dengan ketingggian 1254 – 1368 mdpl, sedangkan luas kebun yang terdapat di TNGC adalah 2383,117 ha pada ketinggian 1197 – 1303 mdpl. Habitat yang menyusun vegetasi yang ada di kawasan TNGC khususnya bagian sebelah timur (Linggarjati) merupakan habitat hutan terfragmentasi. 2. Vegetasi Vegetasi yang ditemukan di TNGC bagian timur (Linggarjati) diantaranya adalah saninten (Castanopsis javanica), nangsi (Villubrunes rubescens), pasang (Lithocarpus ewyckii), pasang dadap (Lithocarpus sundaicus), benying (Ficus fistulosa), mara (Macaranga rhichinoides). 3. Fauna Keanekaragaman jenis satwaliar yang ditemukan pada wilayah timur TNGC adalah sebagai berikut: 18 jenis reptil dan ampfibi, 21 jenis mamalia serta 71 jenis burung (Riyanto et al. 2007). Jenis mamalia yang terdapat di Taman Nasional Gunung Ciremai diantaranya adalah macan tutul (Panthera pardus), kijang (Muntiacus muntjak), 29
landak (Hystrix brachyura) serta babi hutan (Sus scrofa). Primata yang dapat ditemukan antara lain surili (Presbytis comata), lutung budeng (Trachypithecus auratus) yang merupakan satwa dilindungi. Burung yang terdapat TNGC antara lain elang jawa (Spizaetus bartelsi), elang brontok (Haliastur indus), elang hitam (Ictinaetus malayensis) serta paruh kodok tanduk (Batrachostoma cornotus) yang merupakan jenis-jenis burung dilindungi. Reptil dan amfibi yang dapat ditemukan di TNGC yaitu bunglon (Broncochela jubata), cicak (Cyrtodactylus fumosus), kadal (Eutropis multifasciata), katak serasah (Megrophys montana), katak pohon (Philautus aurifasciatus).
30
IV. METODE A.
Tempat dan Waktu
Penelitian tentang identinfikasi jenis-jenis vegetasi sumber pakan kelelawar pemakan buah sub ordo Megachiroptera berdasarkan analisis polen di kawasan TNGC dilakukan di TNGC, Desa Linggarjati, Kabupaten Kuningan pada bulan Mei hingga Juni 2007. Penelitian dilanjutkan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2007. B.
Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: (a) Perlengkapan untuk inventarisasi satwaliar dan tumbuhan meliputi: kompas, GPS (Global Positioning System) receiver, pita meter, Mist net (jaring kabut), kain blacu, timbangan, caliper, kamera, tabel pengamatan,(b) Perlengkapan untuk pengamatan polen meliputi: mikroskop mikrometer, gelas objek, Cover glass, alkohol 70%, gliserol dan kuteks. Pengolahan data analisis komponen utama menggunakan software SPSS 14, analisis niche overlap menggunakan software Krebs dan Excel 2003. Bahan yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah kelelawar sub ordo Megachiroptera beserta habitat alaminya di TNGC dan serbuk sari yang terdapat pada saluran pencernaan.. C.
Kerangka Pemikiran
Kelelawar pemakan buah merupakan salah satu satwa mamalia yang dapat terbang dan keberadaannya di alam mulai menurun jumlahnya. Hal ini disebabkan semakin meluasnya kerusakan habitat yang dibutuhkan dan adanya perburuan oleh masyarakat. Faktor habitat yang mempengaruhi satwa adalah sumber pakan. Satwa akan menyebar sesuai dengan penyebaran pakan yang dibutuhkannya. Untuk tetap menjaga populasi kelelawar dibutuhkan pengetahuan tentang sumber pakan yang digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan pengidentifikasian vegetasi sumber pakan kelelawar berdasarkan serbuk sari yang terdapat di dalam saluran pencernaan kelelawar. Parameter yang digunakan dalam penelitian adalah data populasi (jumlah jenis yang ditemukan, jumlah individu dan sex ratio), habitat satwa (sumber pakan, tipe habitat), titik koordinat lokasi ditemukannya satwa, dan jenis vegetasi yang teridentifikasi dari serbuk sari yang terdapat di dalam saluran pencernaan kelelawar. Dari data karakteristik polen yang ditemukan dalam saluran pencernaan kelelawar akan menghasilkan data mengenai tumbuhan yang menjadi pakan kelelawar. Dengan diketahuinya distribusi kelelawar pemakan buah dan vegetasi yang menjadi sumber pakannya pada kawasan akan memberikan informasi lokasi yang perlu dilakukan kegiatan konservasi dan pengelolaan yang intensif. Bentuk 31
kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 3. Habitat Fisik
Suhu, kelembapan, kecepatan angin,
Biotik Vegetasi
Vegetasi berbunga
Kelelawar
Polen
Saluran pencernaan
Analisis polen
Identifikasi tumbuhan sumber pakan kelelawar Gambar 3. Diagram kerangka pemikiran penelitian identifikasi sumber pakan kelelawar pemakan buah dan nektar sub ordo Megachiroptera berdasarkan analisis polen D.
Jenis Data
Data primer yang dikumpulkan adalah data mengenai habitat beserta karakteristiknya yang meliputi suhu, kelembapan, curah hujan, kelerengan, ketersediaan sumber air, dan komposisi vegetasi sebagai sumber pakan. Pengumpulan data mengenai karakteristik morfologis kelelawar, yang mencakup: 1. Ukuran tubuh, meliputi panjang ekor (T), panjang lengan bawah sayap (FA), panjang 32
betis (Tb), panjang telinga (E), dan panjang badan – kepala (Hb), panjang telapak kaki (Hf). 2. Bobot tubuh kelelawar (Wt). 3. Parameter populasi kelelawar yang mencakup jenis kelelawar, jenis kelamin, jumlah populasi. Pengumpulan data mengenai karakteristik polen meliputi jenis polen, ukuran polen dan bentuk polen, serta identifikasi tanaman asal polen. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur ataupun wawancara dengan pihak pengelola, petugas di lapangan ataupun dengan masyarakat sekitar lokasi. E.
Metode Kerja
Metode penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: (1) melakukan studi literatur, (2) melakukan pengumpulan data di lapangan dengan penangkapan kelelawar menggunakan jaring kabut (mist net), (3) melakukan identifikasi polen yang diambil dari bagian saluran pencernaan kelelawar, (4) melakukan pengolahan dan analisis data untuk mendapatkan karakteristik polen dan hubungannya pada setiap jenis kelelawar. Pengumpulan data dilapangan menggunakan teknik purposive sampling yaitu dengan mereduksi objek penelitian dari objek yang lebih luas, agar data yang diperoleh lebih akurat selain itu juga berdasarkan pertimbangan waktu, biaya, tenaga dan peralatan yang ada. Purposive sampling dapat dilakukan jika pemilihan contoh lebih mengutamakan tujuan studi. Untuk mengetahui kelelawar pemakan buah dan nektar, lokasi penelitian yang dipilih adalah lokasi-lokasi yang secara nyata terdapat sumber pakan kelelawar berdasarkan tipe habitat yang ada. Metode pengumpulan data dilakukan dengan penangkapan kelelawar menggunakan jaring kabut yang diletakkan pada setiap tipe habitat yang ada dan diantara tipe habitat yang berbeda. Di sekitar lokasi peletakan jaring kabut dilakukan analisis vegetasi dengan metode kuadrat, pengukuran suhu, kecepatan angin, dan dilakukan penentuan koordinat menggunakan GPS. Jaring kabut yang digunakan di pasang pada waktu senja hari dan pada pukul 20.00-22.00 WIB dan pagi hari dilakukan pengecekan jarring kabut dan pengambilan kelelawar. Sampel kelelawar yang diambil dicatat jumlahnya, ukuran tubuh, jenis kelamin dan bobot untuk diidentifikasi dengan menggunakan karakteristik morfologisnya. Setelah selesai dilakukan pengukuran tubuh, kemudian pada bagian sayap digambar di kertas kalkir dan dilakukan pembedahan pada bagian dada untuk mengambil organ hati. Organ hati kelelawar tersebut diawetkan dibotol spesimen dengan menggunakan alkohol analisis,. Selain organ hati, serbuk sari yang melekat di sekitar mulut kelelawar terlebih dahulu diambil dan dimasukkan ke dalam botol spesimen. 33
Setelah pengukuran dan pengambilan organ hati, sampel kelelawar yang diambil kemudian diawetkan dengan formalin 30% untuk dibuat spesimen. Data yang diperoleh kemudian dicatat ke dalam tallysheet yang telah disiapkan disertai dengan keterangan mengenai karakteristik habitat dan ketinggian tempat ditemukannya satwa. Pengumpulan data primer dilanjutkan dengan melakukan analisis polen yang diambil dari saluran pencernaan kelelawar dilakukan dengan menggunting kulit pada bagian perut di bawah tulang rusuk sampai mendekati saluran pembuangan bagian luar. Organ saluran pencernaan kelelawar dikeluarkan dan isi dari saluran pencernaan tersebut dikeluarkan kemudian dimasukkan kedalam botol sampel yang berisi alkohol 70%. Organ tersebut dibuka dengan menggunakan gunting bedah lalu dibersihkan dengan kuas halus pada bagian dalam usus dan lambung. Hal ini dilakukan agar serbuk sari yang menempel di dinding usus dapat dibersihkan. Hasil dari pembukaan saluran pencernaan yang tercampur ke dalam alkohol kemudian dimasukkan kedalam tabung rekasi dan dilakukan sentrifuse dengan putaran 2000 rpm selama 30 menit, kemudian dilakukan pembuangan cairan alkohol yang digunakan dan diganti dengan alkohol yang baru, pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Endapan yang dihasilkan dari proses sentrifuse di letakkan di gelas objek sebanyak satu tetes kemudian ditetesi dengan gliserol dan ditutup dengan cover glass dan pada bagian tepinya direkatkan menggunkan kutek kuku. Penggunaan gliserol adalah sebagai bahan pengawet. Gliserol merupakan bahan pengawet yang dapat bertahan beberapa tahun (Yulianto 1992). Serbuk sari yang ditemukan di saluran pencernaan kemudian diidentifikasi sampai tigkat suku dan genus menurut Erdmant (1943) dan Erdmant (1952). Identifikasi dilakukan terhadap tiap tetes campuran isi saluran pencernaan kelelawar dengan alkohol yang diletakkan pada gelas objek di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 – 45 kali. Untuk mengetahui keadaan habitat disekitar penempatan jaring kabut dilakukan kegiatan analisis vegetasi. Tahapan dalam kegiatan analisis vegetasi adalah sebagai berikut: a). Pembuatan titik-titik sampling dengan menggunakan metode petak (petak kuadrat) dengan ukuran petak 0.25 ha (50x50 m), dengan sub petak berukuran 10x10 m. b). Petak-petak cupikan diletakkan pada ketinggian tempat 1050 mdpl, 1200 mdpl, 1400 mdpl, 1600 mdpl dan 500-600 mdpl. c). Pembagian vegetasi hutan kedalam tipe semai, pancang, tiang dan pohon. Setelah itu pengambilan data vegetasi hutan : 1. Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan dengan tinggi kurang dari 1,5 m dan diameter < 3 cm. 2. Pancang
: Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm dan diameter 3<x<10 cm.
3. Tiang
: Pohon muda dengan tinggi 1,5 m atau lebih, berdiameter 10 <x< 34
4
20 cm : Pohon dewasa dengan tinggi 1,5 m atau lebih dan berdiameter >20 cm
Pohon
b
a
b a
50 m c
100 m
Gambar 4. Desain metode petak kuadrat untuk inventarisasi vegetasi. Keterangan: a = petak berukuran 2 x 2 m untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah, b= petak berukuran 10x10 m untuk tingkat pancang, tiang, pohon. F.
Analisis Data
Data yang dikumpulkan dari lapangan diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 1. Analisis Vegetasi Vegetasi merupakan komponen habitat yang berfungsi sebagai sumber pakan kelelawar terutama vegetasi yang berbunga. Selain itu vegetasi juga berfungsi sebagai tepat tinggal atau bertengger pada malam hari. Komponen dari analisis vegetasi adalah jenis vegetasi, komposisi dan dominasi baik pada tingkat pohon maupun tumbuhan bawah. Kerapatan suatu jenis merupakan banyaknya suatu jenis pada suatu areal tertentu, dapat dihitung dengan membandingkan jumlah individu yang ditemukan dengan luas unit contoh yang digunakan. Kerapatan relatif merupakan persentase kerapatan suatu jenis terhadap kerapatan seluruh jenis. Frekuensi suatu jenis merupakan intensitas ditemukannya suatu jenis pada unit contoh yang digunakan. Frekuensi relatif merupakan persentase frekuensi suatu jenis terhadap frekuensi seluruh jenis. Dominansi suatu jenis merupakan besarnya luas areal yang didomonasi oleh suatu jenis. Dominasi relatif merupakan persentase dominasi suatu jenis terhadap dominasi seluruh jenis. Indeks Nilai Penting merupakan nilai kumulatif dari kerapatan, frekuensi dan dominasi relatif. Persamaan-persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut: Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis Total luas unit contoh Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan total jenis 35
Frekuensi (F)
=
Frekuensi Relatif (FR)
=
Jumlah plot ditemukannya suatu jenis Jumlah total plot
Frekuensi suatu jenis x 100 Total frekuensi Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis Luas unit contoh Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100 % Dominansi seluruh jenis INP = KR + FR + DR INP (untuk semai dan tumbuhan bawah) = KR + FR 2. Analisis Jenis Tumbuhan Sumber Pakan Kelelawar Untuk menentukan variasi parameter jenis tumbuhan digunakan suatu pendekatan analisis statistik multivariate yang didasarkan pada Principal Component Analysis (PCA). PCA merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk menampilkan hubungan dalam bentuk grafik, maksimum informasi yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari jenis kelelawar sebagai individu statistik (pada baris) dan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar sebagai variable kuantitatif (kolom). Parameter jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar yang diukur tidak memiliki unit yang sama, maka sebelumya dalam data-data tersebut perlu dinormalisasi melalui transformasi. Transformasi yang digunakan adalah transformasi arcsin. Transformasi arcsin sesuai untuk data proporsi yang dinyatakan sebagai pecahan decimal atau persentase. Transformasi arcsin dilakukan dengan menggunakan tabel arcsin (Lampiran 15). Beberapa ketentuan penggunaan transformasi arcsin adalah sebagai berikut: a) Hanya data persentase yang diturunkan dari nisbah (ratio) jumlah data. b) Data persentase yang berada dalam wilayah 30-70% tidak perlu transformasi. c) Untuk persentase yang berada dalam satu wilayah 0–30% atau 70-100%, tetapi tidak pada keduanya, menggunakan transformasi akar kuadrat. d) Untuk data persentase yang tidak mengikuti ketentuan 2 dan 3, maka menggunakan transformasi. Untuk menentukan hubungan antara dua parameter digunakan matriks korelasi yang dihitung dari indeks sintetik (Ludwig & Reynolds 1988), dengan persamaan: Bsxn= AsxnXA’nxs Keterangan : Bsxn = matriks korelasi, rij 36
Asxn = matriks indeks sintetik, aij A’nxs = matriks transpose Asxn Korelasi linier antara dua parameter yang dihitung dari indeks sintetiknya adalah kovarian dari kedua parameter tersebut yang telah dinormalisasikan (dipusatkan dan direduksi). Diantara semua indeks sintetik yang terbentuk, PCA mencari terlebih dahulu indeks yang menunjukkan ragam stasiun maksimum. Indeks ini disebut komponen utama pertama atau faktor utama pertama. Suatu proporsi tertentu dari variasi total stasiun dijelaskan oleh komponen utama ini. Selanjutnya dicari komponen utama kedua dengan syarat berkorelasi linier nihil dengan komponen utama pertama dan memiliki varians individu terbesar. Komponen utama kedua ini memberikan informasi terbesar sebagai pelengkap komponen utama pertama. Proses ini berlanjut terus hingga memperoleh komponen utama ke-p atau kompunen utama terakhir, dimana bagian informasi yang dapat dijelaskannya semakin kecil. 3. Indeks Kesamaan Jenis Kelelawar a). Total Individu Untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis antara satu jenis kelelawar dengan jenis kelelawar lainnya berdasarkan jenis tumbuhan sumber pakan digunakan analisis indeks Euclidean Distance yang menunjukkan sejauh mana perbedaaan jarak antara jenis kelelawar berdasarkan jenis tumbuhan sumber pakan.
keterangan: ∆jk Xij
= nilai indeks Euclidean distance antara jenis kelelawar ke-j dan ke –k = jumlah individu kelelawar yang memakan jenis tumbuhan ke-i pada jenis kelelawar ke-j = jumlah individu kelelawar yang memakan jenis tumbuhan ke-i pada Xik jenis kelelawar ke-k Nilai Euclidean distance bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga, semakin besar nilai Euclidean distance maka semakin jauh kesamaan antar jenis kelelawar dalam mengkonsumsi jenis tumbuhan yang sama. Untuk memudahkan penghitungan maka dilakukan perubahan skala agar nilai Euclidean distance berkisar dari 0 hingga 1 dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
keterangan : = nilai indeks Euclidean distance antara jenis kelelawar ke-j dan ke-k yang telah diskala ulang ∆jk = nilai indeks Euclidean distance antara jenis kelelawar ke-j dan ke-k ∆jkmaks = nilai indeks Euclidean distance maksimum 37
Karena nilai indeks Euclidean distance merupakan indeks ketidaksamaan, maka untuk memperoleh nilai kesamaan digunakan persamaan sebagai berikut : S = 1 – Ejk keterangan : S = nilai indeks kesamaan Ejk = nilai indeks Euclidean distance antara jenis kelelawar ke-j dan ke-k yang telah diskala ulang b). Jantan dan betina Untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis antara jantan dengan betina berdasarkan jenis tumbuhan sumber pakan digunakan analisis indeks Euclidean Distance yang menunjukkan sejauh mana perbedaaan jarak antara individu jantan dan betina berdasarkan jenis tumbuhan sumber pakan.
keterangan: ∆jk Xij Xik
= nilai indeks Euclidean distance antara kelelawar jantan ke-j dan ke –k = jumlah individu kelelawar jantan yang memakan jenis tumbuhan ke-i pada jenis kelelawar ke-j = jumlah individu kelelawar betina yang memakan jenis tumbuhan ke-i pada jenis kelelawar ke-k
Nilai Euclidean distance bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga, semakin besar nilai Euclidean distance maka semakin jauh kesamaan antar jenis kelelawar dalam mengkonsumsi jenis tumbuhan yang sama. Untuk memudahkan penghitungan maka dilakukan perubahan skala agar nilai Euclidean distance berkisar dari 0 hingga 1 dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
keterangan : = nilai indeks Euclidean distance antara jenis kelelawar ke-j dan ke-k yang telah diskala ulang ∆jk = nilai indeks Euclidean distance antara jenis kelelawar ke-j dan ke-k ∆jkmaks = nilai indeks Euclidean distance maksimum Karena nilai indeks Euclidean distance merupakan indeks ketidaksamaan, maka untuk memperoleh nilai kesamaan digunakan persamaan sebagai berikut : S = 1 – Ejk keterangan : S = nilai indeks kesamaan Ejk = nilai indeks Euclidean distance antara kelelawar jantan ke-j dan ke-k yang telah diskala ulang
38
4. Niche Overlap Niche overlap digunakan untuk mengetahui hubungan antara jenis kelelawar terhadap sumberdaya yang digunakan berdasarkan suku dan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar. Persamaan yang digunakan adalah persamaan Simplified Morisita Index atau sering disebut Morisita-Horn Index.
keterangan : CH pij pik n
= indeks simplified morisita index antara kelelawar jenis ke-j dan jenis ke-k = proporsi jenis tumbuhan yang digunakan oleh kelelawar jenis ke-j (pij = n/N) = proporsi jenis tumbuhan yang digunakan oleh kelelawar jenis ke-k (pik = n/N) = jumlah jenis tumbuhan seluruhnya
5. Chi Kuadrat Uji khi-kuadarat digunakan untuk membuktikan hipotesa yang dilakukan. Hipotesa yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua parameter yang diuji. Hipotesa terdiri dari H0 dan H1. Jika x2 hitung < x2 tabel, maka H0 diterima, jika x2 hitung > x2 tabel, maka H1 diterima. Menurut Supranto (1987) chi kuadrat dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut
keterangan: χ2 = khi-kuadrat xi = banyaknya jenis bunga pada kelelawar ke-i µ i = banyaknya jenis bunga yang diharapkan pada kelelawar ke-i Nilai harapan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut
keterangan: Bi = total frekuensi jenis bunga pada baris ke-i Kj = total frekuensi jenis bunga pada kolom ke-j T = total seluruh frekuensi Hipotesis yang digunakan adalah H0 = tipe bunga tidak berpengaruh nyata terhadap jenis kelelawar H1 = tipe bunga berpengaruh nyata terhadap jenis kelelawar 39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Jenis Tumbuhan Sumber Pakan Kelelawar Setiap kelelawar memiliki pakan berbeda sesuai dengan adaptasinya terhadap
habitat yang ada. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 21 jenis tumbuhan dari 14 suku yang teridentifikasi. Pada semua jenis kelelawar dapat ditemukan tumbuhan jenis Euphorbia sp, dan Cardiospermum sp di dalam saluran pencernaannya. Suku tumbuhan yang teridentifikasi yaitu Acanthaceae, Anacardiaceae, Bombacaceae, Cucurbitaceae, Cyperaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Graminae, Loranthaceae, Myrtaceae, Pakupakuan, Rubiaceae, Sapindaceae, Tiliaceae. Pada jenis Cynopterus brachyotis dalam saluran pencernaannya dapat ditemukan jenis tumbuhan Justicia sp, Anacardium sp, Coccinia sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Dendrophthoe sp, Helixanthera sp, Pileantus sp, Paku genus a, Paku genus b, Tarenna sp, Morinda sp, cardiospermum sp. Jenis Cynopterus titthaecheilus dalam saluran pencernaannya ditemukan Anacardium sp, Cyperus sp, Euphorbia sp, Acacia sp. Pada jenis Macroglossus sobrinus dapat ditemukan jenis tumbuhan Anacardium sp, Bombax sp, Coccinia sp, Cyperus sp, Trewia sp, Euphorbia sp, Acacia sp, Cassia sp, Adenanthera sp, Dendrocalamus sp, Dendrophthoe sp, Helixanthera sp, Pileantus sp, Paku genus a, Paku genus b, Tarenna sp, Morinda sp, Cardiospermum sp, Grewia sp, Tilia sp. Jenis Chironax melanocephalus ditemukan tumbuhan jenis Euphorbia sp, Adenanthera sp, Cardiospermum sp. Jenis Aethalops alecto ditemukan tumbuhan jenis Anacardium sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Dendrophthoe sp, Helixanthera sp, Cardiospermum sp. Jenis Megaerops kusnotoi ditemukan jenis tumbuhan Cyperus sp, Euphorbia sp, Adenanthera sp, Dendrocalamus sp, Cardiospermum sp. Perjumpaan jenis-jenis tumbuhan pada setiap kelelawar yang diamati disajikan pada Tabel 1. Kelelawar jenis Macroglosus sobrinus memiliki jumlah jenis tumbuhan sumber pakan terbanyak yaitu 20 jenis tumbuhan. Jenis kelelawar Chironax melanocephalus. memiliki jenis tumbuhan terkecil yaitu 3 jenis. Hal ini sesuai karena Macroglosus sobrinus
merupakan
jenis
kelelawar
pemakan
nektar,
sedangkan
Chironax
melanocephalus merupakan kelelawar pemakan buah. Tabel 1. Jenis tumbuhan yang dijumpai pada setiap jenis kelelawar yang diamati 40
Jenis Kelelawar
Jenis Tumbuahan A
B
C
D E
F
G
H
I
J
K
L
M N
O
P
Q
R
S
T
U
∑
C. brachyotis
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
16
C. titthaecheilus
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
5
0
1
0
0
14
M. sobrinus
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
20
C. melanocephalus
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
3
A. alecto
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
6
M. kusnotoi
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
5
1
4
2
2
4
2
6
2
1
4
5
3
4
2
3
2
7
2
6
1
1
64
Jumlah
Keterangan *) A=Justicia sp, B=Anacardium sp, C=Bombax sp, D=Coccinia sp, E=Cyperus sp, F=Trewia sp, G=Euphorbia sp, H=Acacia sp, I=Cassia sp, J=Adenanthera sp, K=Dendrocalamus sp, L=Dendropthoe sp, M=Helixanthera sp, N=Pileanthus sp, O=Paku genus a, P=Paku genus b, Q=Tarenna sp, R=Morinda sp, S=Cardiospermum sp, T=Grewia sp, U=Tilia sp.
Suku tumbuhan yang paling banyak ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar adalah Sapindaceae sebesar 14,89% dan Euphorbiaceae sebesar 12,77%. Suku tumbuhan yang paling sedikit ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar adalah Acanthaceae dan Tiliaceae sebesar 2,13%. Kelelawar jenis Macroglossus sobrinus merupakan jenis kelelawar yang memiliki presentase terbesar (27,66%) ditemukannya suku
tumbuhan
di
dalam
saluran
pencernaannya.
Kelelawar jenis
Chironax
melanocephalus merupakan jenis kelelawar yang memiliki persentase terkecil (6,38%) ditemukannya suku tumbuhan di dalam saluran pencernaannya. Polen jenis tumbuhan sumber pakan disajikan pada Lampiran 13. B.
Pengelompokkan Jenis Kelelawar berdasarkan Tipe Habitat, Ketinggian Tempat dan Tipe Bunga Setiap satwaliar memiliki karakteristik dalam pemilihan lokasi yang menjadi habitatnya.
Suatu habitat dapat digunakan apabila memiliki tiga fungsi utama yaitu sebagai tempat berlindung, tempat mencari pakan dan tempat berkembang biak. Untuk mendukung kehidupan satwaliar diperlukan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembang biak maupun tempat untuk mengasuh anak-anaknya (Alikodra 2002). Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan suatu kawasan yang memiliki ekosistem hutan hujan pegunungan bawah yang memiliki berbagai 41
vegetasi. Hutan primer yang terdapat di Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan hutan primer yang terfragmentasi salah satunya disebabkan kebakaran. Menggunakan 3 faktor dari hasil analisis principle komponen diperoleh variasi yang dapat diterangkan sebesar 77,70% (Lampiran 8). Faktor pertama memiliki nilai jumlah ragam sebesar 42,83% yang menggambarkan bahwa faktor ini kemungkinan lebih banyak dipengaruhi oleh tipe habitat, nilai komponen positif menunjukkan bahwa tipe habitat semakin terganggu dan sebaliknya nilai faktor pada posisi nilai negatif mengindikasikan bahwa habitatnya semakin primer. Faktor kedua memiliki jumlah ragam sebesar 24,32% yang menggambarkan kecenderungan dipengaruhi oleh ketinggian tempat, nilai komponen yang positif menunjukkan ketinggian tempat semakin rendah dan sebaliknya semakin tinggi ketinggian tempatnya. Faktor ketiga memiliki nilai jumlah ragam sebesar 10,57% yang menggambarkan kemungkinan pengaruh tipe bentuk bunga terhadap kelelawar. Kombinasi pertama adalah faktor pertama yang mencirikan tipe habitat (hutan primer dan sekunder) dan faktor kedua yang mencirikan ketinggian tempat dataran rendah dan dataran tinggi). Kombinasi kedua faktor tersebut membentuk empat kelompok jenis kelelawar (Gambar 5). Kelompok pertama merupakan kelompok yang ditemukan pada keadaan habitat
sekunder dan pada dataran rendah. Kelompok ini terdiri dari Cynopterus brachyotis betina, Cynopterus titthecheilus betina. Kedua jenis kelelawar ini merupakan kelelawar yang dapat ditemukan pada ruang terbuka dan tinggal pada daerah yang terdegradasi. Kelelawar Cynopterus brachyotis dapat ditemukan pada dataran rendah hingga hutan pegunungan, perkebunan dan daerah terbuka (Kingston et al. 2006). Habitat ditemukannya kedua jenis kelelawar ini merupakan suatu kebun campuran yang terdiri dari tanaman pinus, tangkil, dan pisang. Tipe habitat dan ketinggian tempat mempengaruhi komposisi vegetasi yang ada, sehingga setiap kelelawar dipengaruhi oleh jenis tumbuhan yang berbeda. Cynopterus brachyotis betina dipengaruhi oleh tumbuhan Adenanthera sp dan Acacia sp. Pada kelelawar jenis Cynopterus titthecheilus betina, jenis tumbuhan yang mempengaruhi adalah Adenanthera sp dan Acacia sp. Persamaan tipe habitat sekunder dan ketinggian tempat serta jenis tumbuhan yang mempengaruhi Cynopterus brachyotis betina dan Cynopterus titthecheilus betina menyebabkan keduanya pada kelompok pertama.
42
Keterangan : CB_M=Cynopterus brachyotis jantan, CB_F= Cynopterus brachyotis betina, CT_M= Cynopterus titthaecheilus jantan, CT_F= Cynopterus titthaecheilus betina, MS_M=Macroglossus sobrinus jantan, MS_F= Macroglossus sobrinus betina, CM_M= Chironax melanocephalus jantan, CM_F=Chironax melanocephalus betina, AA_M=Aethalops alecto jantan, AA_F=Aethalops alecto betina, MK_M=Megaerops kusnotoi jantan, MK_F=Megaerops kusnotoi betina
Gambar 5. Grafik analisis komponen utama parameter tipe habitat dan ketinggian tempat.
Kelompok kedua adalah kelompok yang ditemukan pada tipe hutan sekunder dan pada daerah dataran tinggi. Pada kelompok kedua terdapat Macroglossus sobrinus betina, Macroglossus sobrinus jantan dan Cynopterus brachyotis jantan, berdasarkan pengamatan di lapangan kelelawar Macroglossus sobrinus dapat ditemukan pada daerah ketinggian 1150-1700 mdpl. Menurut Kingston et al. (2006) Macroglossus sobrius merupakan kelelawar yang dapat ditemukan pada semua ketinggian tempat dari hutan dataran rendah hingga pegunungan. Tumbuhan yang mempengaruhi pada jenis ini adalah paku genus a, Helixanthera sp, Pileanthus sp, Bombax sp, Trewia sp, Anacardium sp, Tarenna sp, Coccinia sp,
Cyperus sp, Tilia sp, Cassia sp, Grewia sp, Justicia sp,
Cardiospermum sp. Jenis tumbuhan yang mempengaruhi kelelawar Cynopterus brachyotis jantan adalah paku genus a, Helixanthera sp, Pileanthus sp, Bombax sp, Trewia sp, Anacardium sp, Tarenna sp, Coccinia sp, Cyperus sp, Tilia sp, Cassia sp, 43
Grewia sp, Justicia sp, Cardiospermum sp. Banyaknya tumbuhan yang mempengaruhi kelelawar Cynopterus brachyotis dikarenakan jenis ini merupakan jenis penting sebagai pemencar biji dan penyerbuk tanaman. Cynopterus brachyotis merupakan hewan yang penting sebagai penyebar biji, makanannya terdiri dari 54 jenis buah-buahan, 14 jenis tumbuhan yang dimakan daunnya dan bagian bunga hingga 4 jenis tanaman (Tan et al. 1998). Kelompok ketiga merupakan kelompok yang dapat ditemukan pada daerah dataran tinggi dan merupakan habitat primer. Kelompok ketiga ini terdiri dari jenis Aethalops alecto jantan,
Aethalops alecto betina, Chironax melanocephalus jantan,
Chironax
melanocephalus betina. Berdasarkan pengamatan di lapangan kedua jenis kelelawar ini hanya ditemukan pada ketinggian 1150-1700 mdpl. Pada kelelawar Aethalops alecto jantan jenis tumbuhan yang mempengaruhi adalah Adenanthera sp dan Acacia sp, sedangkan pada Aethalops alecto betina dipengaruhi oleh tumbuhan Dendrocalamus sp dan Euphorbia sp. Kelelawar Chironax melanocephalus jantan dipengaruhi oleh tumbuhan paku genus a, Helixanthera sp, Pileanthus sp, Bombax sp, Trewia sp, Anacardium sp, Tarenna sp, Coccinia sp, Cyperus sp, Tilia sp, Cassia sp, Grewia sp, Justicia sp, Cardiospermum sp. Pada kelelawar Chironax melanocephalus betina dipengaruhi oleh tumbuhan Dendrocalamus sp dan Cardiospermum sp. Terjadi perbedaan jenis tumbuhan yang mempengaruhi antara individu jantan dan betina pada Chironax melanocephalus dan Aethalops alecto. Kelompok keempat merupakan kelompok yang dapat ditemukan pada habitat primer dan ketinggian tempat yang rendah. Kelompok ini terdiri dari Megaerops kusnotoi jantan, Megaerops kusnotoi betina dan Cynopterus titthaecheilus jantan. Kelelawar dapat terbang sejauh 40-60 km hanya untuk mencari pakan (Marshall 1983) bahkan dapat mencapai 100 km dari tempat bertengger dan tempat mencari makan tergantung pada ketersediaan makanan (Feldhamer et al. 1999). Hal ini menyebabkan diketemukannya kelelawar Cynopterus titthaecheilus jantan pada hutan yang berbeda dengan Cynopterus titthaecheilus betina. Cynopterus titthaecheilus jantan ditemukan pada hutan primer dataran rendah sedangkan Cynopterus titthaecheilus betina ditemukan pada hutan sekunder dataran rendah. Luasnya daerah untuk mencari pakan dan besarnya komposisi makanan dipengaruhi oleh musim berbunga dan berbuahnya tanaman (Lim 1966). 44
Pada Cynopterus titthaecheilus jantan dipengaruhi oleh tumbuhan Adenanthera sp dan Acacia sp. Pada Megaerops kusnotoi jantan tumbuhan yang mempengaruhi adalah Dendrocalamus sp dan Euphorbia sp, sedangkan pada individu betina dipengaruhi oleh tumbuhan paku genus a, Helixanthera sp, Pileanthus sp, Bombax sp, Trewia sp, Anacardium sp, Tarenna sp, Coccinia sp, Cyperus sp, Tilia sp, Cassia sp, Grewia sp, Justicia sp, Cardiospermum sp. Meskipun keduanya dipengaruhi oleh tumbuhan yang berbeda namun keduanya memiliki kesamaan pada pemilihan ketinggian tempat dataran rendah sebagai area mencari makan. Kombinasi kedua adalah faktor pertama yang mencirikan tipe habitat (hutsn primer dan sekunder) dan faktor ketiga yang mencirikan tipe bunga yang didatangi oleh kelelawar. Berdasarkan 21 jenis tumgbuhan sumber pakan yang teridentifikasi dapat dikelompokkon ke dalam delapan tipe bunga. Kelompok tipe bunga tersebut adalah tabung, lonceng, cawan, corong, bulir majemuk, mangkuk, kantong spora yang membulat dan simetri labiatus (berbibir). Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tipe bunga terhadap jenis kelelawar Cynopterus brachyotis, Cynopterus titthaecheilus dan Macroglossus sobrinus tidak menunjukkan hasil yang nyata (χ2hitung< χ2tabel). Hal ini mengindikasikan bahwa pada tiga jenis kelelawar tersebut tidak dipengaruhi secara nyata oleh tipe bunga. Pada ketiga jenis kelelawar tersebut terdapat delapan tipe bunga yang mempengaruhi. Berbeda dengan uji khi-kuadrat tipe bunga terhadap jenis kelelawar Chironax melanocephalus, Aethalops alecto dan megaerops kusnotoi yang menunjukkan hasil yang nyata (χ2hitung > χ2tabel). Ketiga jenis kelelawar ini hanya tipe bunga tertentu saja yang mempengaruhi, hal ini ditunjukkan dengan lima tipe bunga yang ditemukan dalam saluran pencernaan kelelawar. Nilai uji khi-kuadrat pada jenis kelelawar disajikan lebih lengkap pada Lampiran 10. Tipe bunga dan tipe habitat yang mempengaruhi kelelawar menyebabkan terbentuknya empat kelompok (Gambar 6). Penggunaan faktor pertama dan ketiga menjelaskan jumlah ragam sebesar 53,39%. Nilai total ragam disajikan lebih lengkap pada Lampiran 8. Kelompok pertama merupakan kelompok yang menempati habitat sekunder dan tidak dipengaruhi nyata oleh tipe bunga. Anggota kelompok ini terdiri dari Cynopterus titthaecheilus betina dan Macroglossus sobrinus jantan. Pada kelelawar 45
Macroglossus sobrinus betina bentuk tipe bunga yang mempengaruhi adalah tipe bunga berbentuk bulir majemuk, mangkuk, lonceng, tabung, simetri labiatus dan kantong spora yang membulat. Sedangkan pada Cynopterus titthaecheilus betina tipe bunga yang ditemukan adalah tipe cawan dan corong. Kelompok kedua merupakan kelompok yang dipengaruhi oleh tipe habitat sekunder dan tidak dipengaruhi secara nyata oleh tipe bunga. Kelompok ini terdiri dari Macroglossus sobrinus jantan, Cynopterus brachyotis betina dan Cynopterus brachyotis jantan. Pada kelelawar Macroglossus sobrinus jantan tipe bunga yang mempengaruhi adalah bulir majemuk, mangkuk, lonceng, tabung, simetri labiatus dan kantong spora yang membulat. Pada kelelawar Cynopterus brachyotis betina merupakan jenis kelelawar yang ditemukan pada habitat sekunder, jenis tipe bunga yang mempengaruhinya adalah tipe bunga berbentuk corong dan cawan. Pada kelelawar Cynopterus brachyotis jantan merupakan kelelawar yang ditemukan pada tipe habitat sekunder, tipe bunga yang mempengaruhi jenis ini adalah bunga bulir majemuk, mangkuk, lonceng, tabung, simetri labiatus dan kantong spora yang membulat. Kelompok ketiga adalah kelompok yang terdiri dari jenis Aethalops alecto jantan, Aethalops alecto betina, Chironax melanocephalus jantan dan Cynopterus titthaecheilus jantan. Ketiga jenis ini terdapat pada hutan primer dan dipengaruhi secara nyata oleh tipe bunga. Bentuk tipe bunga yang mempengaruhi ketiganya berbeda. Pada jenis Cynopterus titthaecheilus jantan dan Aethalops alecto betina, dipengaruhi oleh tipe bunga bulir majemuk dan cawan, sedangkan pada jenis Aethalops alecto jantan dipengaruhi oleh tipe bunga cawan dan corong. Pada jenis kelelawar Chironax melanocephalus jantan tipe bunga yang mempengaruhi adalah bulir majemuk, mangkuk, lonceng, tabung, simetri labiatus dan kantong spora yang membulat.
46
Keterangan : CB_M=Cynopterus brachyotis jantan, CB_F= Cynopterus brachyotis betina, CT_M= Cynopterus titthaecheilus jantan, CT_F= Cynopterus titthaecheilus betina, MS_M=Macroglossus sobrinus jantan, MS_F= Macroglossus sobrinus betina, CM_M= Chironax melanocephalus jantan, CM_F=Chironax melanocephalus betina, AA_M=Aethalops alecto jantan, AA_F=Aethalops alecto betina, MK_M=Megaerops kusnotoi jantan, MK_F=Megaerops kusnotoi betina
Gambar 6. Grafik analisis komponen utama pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan tipe habitat dan tipe bunga.
Kelompok keempat adalah kelompok yang berada pada hutan primer dan dipengaruhi secara nyata oleh tipe bunga. Kelompok ini terdiri dari Chironax melanocephalus betina, Megaerops kusnotoi jantan dan Megaerops kusnotoi betina. Chironax melanocephalus betina dan Megaerops kusnotoi jantan dipengaruhi oleh tipe bunga bulir majemuk dan cawan, sedangkan pada Megaerops kusnotoi betina dipengaruhi oleh tipe bunga bulir majemuk, mangkuk, lonceng, tabung, simetri labiatus dan kantong spora yang membulat. C. Kesamaan Jenis Kelelawar Berdasarkan Jenis Tumbuhan yang Teridentifikasi Hasil analisis clustering dengan menggunakan euclidean distance terhadap masing47
masing jenis kelelawar terhadap jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar menghasilkan dendrogram. Dendrogram yang dihasilkan menggambarkan ketidaksamaan jenis kelelawar berdasarkan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar tertera pada Gambar 7. Berdasarkan dendrogram pada Gambar 7 telah terjadi pengelompokkan jenis kelelawar berdasarkan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaannya menjadi 2 kelompok pada tingkat kesamaan 14% (Lampiran 11). Kelompok pertama adalah kelompok yang terdiri dari Chironax melanocephalus, Aethalops alecto dan Megaerops kusnotoi. Sedangkan pada kelompok kedua terdiri dari Cynopterus titthaecheilus, Cynopterus brachyotis dan Macroglossus sobrinus Chironax melanocephalus dan Aethalops alecto membentuk asosiasi dengan tingkat kesamaan 63%. Kedua jenis ini memiliki tingkat kesamaan yang tertinggi, kesamaan tersebut disebabkan pada keduanya ditemukan tumbuhan yang sama. Tumbuhan yang ditemukan adalah Euphorbia sp dan Cardiospermum sp. Kedua jenis tersebut kemudian berasosiasi dengan Megaerops kusnotoi pada tingkat kesamaan 52%. Tumbuhan yang menjadi penciri kesamaan tersebut adalah Euphorbia sp dan Cardiospermum sp. Asosiasi ketiga jenis kelelawar ini membentuk kelompok I yang dicirikan oleh tumbuhan Euphorbia sp dan Cardiospermum sp. Cynopterus brachyotis dan Macroglossus sobrinus membentuk asosiasi dengan tingkat kesamaan 49%. Kedua jenis tersebut memiliki kesamaan tumbuhan sumber pakan, yaitu Anacardium sp, Bombax sp, Coccinia sp, Cyperus sp, Trewia sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Dendropthoe sp, Helixanthera sp, Pileanthus sp, Paku genus a, Tarenna sp, Morinda sp, Cardiospermum sp. Tingkat kesamaan yang rendah meskipun banyak tumbuhan yang sama disebakan pada Macroglossus sobrinus juga ditemukan jenis Adenanthera sp, Acasia sp, Cassia sp, Grewia sp, Tilia sp yang tidak ditemukan pada Cynopterus brachyotis. Selain itu pada Cynopterus brachyotis ditemukan jenis tumbuhan Justicia sp yang tidak ditemukan pada Macroglossus sobrinus. Banyaknya jumlah sumber pakan yang sama pada keduanya menunjukkan keduanya mengkonsumsi lebih banyak polen tumbuhan dari jenis kelelawar lainnya. Cynopterus titthaecheilus kemudian berasosiasi dengan
kedua jenis kelelawar
tersebut pada tingkat kesamaan 31%. Tumbuhan yang menjadi penciri pada 48
kesamaan tersebut adalah Anacardium sp, Cyperus sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Helixanthera sp, Paku genus a, Tarenna sp, dan Cardiospermum sp. Ketiga jenis kelelawar tersebut membentuk kelompok kedua dengan tumbuhan penciri Anacardium sp, Cyperus sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Helixanthera sp, Paku genus a, Tarenna sp, dan Cardiospermum sp. Kedua kelompok besar yang telah terbentuk tersebut kemudian berasosiasi dengan tingkat kesamaan 14%. Kesamaan ini dicirikan dengan ditemukannya tumbuhan Euphorbia sp dan Cardiospermum sp.
Koefisien
Keterangan: CB=Cynopterus brachyotis, CT=Cynopterus titthaecheilus, MS= Macroglossus sobrinus, CM=Chironax melanocephalus, AA=Aethalops alecto, MK= Megaerops kusnotoi.
Gambar 7. Dendrogram ketidaksamaan jenis kelelawar berdasarkan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan. Hasil analisis clustering dengan menggunakan euclidean distance terhadap masing-masing jenis kelelawar jantan dan betina terhadap jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar menghasilkan dendrogram. Dendrogram tersebut menggambarkan besarnya ketidaksamaan jenis kelelawar jantan dan betina berdasarkan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar tertera pada Gambar 8. Berdasarkan dendrogram pada Gambar 8 terlihat telah terjadi pengelompokkan kelelawar jantan dan betina berdasarkan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan menjadi 3 kelompok. Ketiga kelompok tersebut memiliki tingkat kesamaan sebesar 16,38% (Lampiran 12). 49
Kelompok pertama teridiri dari Cynopterus brachyotis jantan, Cynopterus brachyotis betina, Cynopterus titthaecheilus betina, Macroglossus sobrinus jantan dan Macroglossus sobrinus betina. Kelompok kedua terdiri dari Chironax melanocephalus jantan, Chironax melanocephalus betina, Aethalops Alecto jantan, Aethalops Alecto betina, Megaerops kusnotoi jantan dan Megaerops kusnotoi betina. Kelompok ketiga hanya terdiri dari Cynopterus titthaecheilus jantan. Pada kelompok pertama terjadi asosiasi antara Chironax melanocephalus betina dan Aethalops alecto betina pada tingkat kesamaan 74,10%. Pada kedua jenis kelelawar ini terdapat jenis tumbuhan yang sama yaitu Cardiospermum sp. Kedua jenis kelelawar tersebut berasosiasi dengan jenis Chironax melanocephalus jantan pada tingkat kesamaan 61,78%.
Kesamaan
dengan
Chironax
melanocephalus
jantan
adalah
dengan
ditemukannya tumbuhan penciri yaitu Euphorbia sp, menurunnya tingkat kesamaan disebabkan pada Chironax melanocephalus tidak ditemukan tumbuhan Cardiospermum sp. Athalops alecto jantan berasosiasi dengan ketiga jenis kelelawar tersebut pada tingkat kesamaan 58,75%. Keempat jenis kelelawar ini terdapat tumbuhan penciri yang sama yaitu Cardiospermum sp, namun pada Athalops alecto jantan terdapat pula jenis tumbuhan Euphorbia sp dan Dendrocalamus sp. Megaerops kusnotoi betina memiliki jenis tumbuhan Euphorbia sp, Dendrocalamus sp dan Adenanthera sp kemudian berasosiasi dengan sub kelompok pertama membentuk sub kelompok kedua pada tingkat kesamaan 47,79%. Pada kedua sub kelompok ini terdapat jenis tumbuhan yang sama yaitu Euphorbia sp. Pada Megaerops kusnotoi jantan selain terdapat Euphorbia sp dan Cardiospermum sp terdapat pula jenis lain yaitu Dendrocalamus sp dan Cyperus sp. Megaerops kusnotoi jantan kemudian berasosiasi dengan sub kelompok kedua membentuk kelompok I pada tingkat kesamaan 43,75%.
50
a b c II
e d
f e I
III
Koefisien
Keterangan : CB_M=Cynopterus brachyotis jantan, CB_F= Cynopterus brachyotis betina, CT_M= Cynopterus titthaecheilus jantan, CT_F= Cynopterus titthaecheilus betina, MS_M=Macroglossus sobrinus jantan, MS_F= Macroglossus sobrinus betina, CM_M= Chironax melanocephalus jantan, CM_F=Chironax melanocephalus betina, AA_M=Aethalops alecto jantan, AA_F=Aethalops alecto betina, MK_M=Megaerops kusnotoi jantan, MK_F=Megaerops kusnotoi betina, a=sub kelompok pertama (II), b=sub kelompok kedua (II), c=sub kelompok ketiga (II), d=sub kelompok pertama (I), f=sub kelompok kedua (I), g=sub kelompok ketiga (I), h=sub kelompok keempat.
Gambar 8. Dendrogram ketidaksamaan jenis kelelawar jantan dan betina berdasarkan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan. Cynopterus brachyotis jantan dan Macroglossus sobrinus betina berasosiasi pada tingkat kesamaan 59,95%. Pada keduanya terdapat jenis tumbuhan yang sama yaitu Anacardium sp, Bombax sp, Cyperus sp, Trewia sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Dendropthoe sp, Helixanthera sp, Pileanthus sp, Paku genus a, Morinda sp, Cardiospermum sp. Macroglossus sobrinus jantan berasosiasi dengan kedua kelelawar tersebut membentuk sub kelompok pertama dari kelompok II pada tingkat kesamaan 50,32%. Jenis tumbuhan penciri pada sub kelompok pertama adalah Cardiospermum sp. Sub kelompok pertama berasosiasi dengan Cynopterus brachyotis betina berasosiasi membentuk sub kelompok kedua pada tingkat kesamaan 43,87%. Tumbuhan penciri pada sub kelompok kedua adalah Anacardium sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, 51
Dendropthoe sp, Helixanthera sp, Paku genus a dan Cardiospermum sp. Cynopterus titthaecheilus betina berasosiasi dengan sub kelompok kedua membentuk kelompok II pada tingkat kesamaan 38,98%. Kelompok II dicirikan dengan terdapatnya jenis tumbuhan Anacardium sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Helixanthera sp, Paku genus a, Cardiospermum sp. Kelompok I yang dicirikan terdapatnya jenis tumbuhan Euphorbia sp dan Cardiospermum sp dan kelompok II yang dicirikan terdapatnya jenis tumbuhan Anacardium sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Helixanthera sp, Paku genus a, Cardiospermum sp berasosiasi pada tingkat kesamaan 22,34%. Kelompok III adalah Cynopterus titthaecheilus jantan yang memiliki Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Cardiospermum sp. Kelompok I dan II kemudian berasosiasi dengan kelompok III pada tingkat kesamaan 16,38% yang dicirikan oleh tumbuhan Euphorbia sp dan Cardiospermum sp. D. Niche Overlap Persaingan secara umum dapat didefinisikan sebagai penggunaan sumberdaya yang terbatas oleh dua spesies atau lebih (Tarumingkeng 1994). Penggunaan sumberdaya yang sama oleh dua spesies yang berbeda dapat menyebabkan kedua spesies tersebut memiliki relung yang sama (Niche overlap). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan jenis tumbuhan yang sama pada jenis kelelawar yang berbeda. Besarnya nilai niche overlap pada setiap spesies berbeda tergantung banyaknya kesamaan sumberdaya yang digunakan oleh keduanya (Gambar 9). Kelelawar jenis Cynopterus brachyotis
memiliki nilai niche overlap terbesar
terhadap Macroglossus sobrinus (0,881) dan terhadap Cynopterus titthaechelius (0,759). Besarnya nilai niche overlap yang terjadi menunjukkan Cynopterus brachyotis dan Macroglossus sobrinus menggunakan tanaman sumber pakan yang sama sehingga mengakibatkan terjadinya overlap. Nilai niche overlap Cynopterus brachyotis terhadap Cynopterus titthaechelius
menunjukkan penggunaan sumber pakan yang overlap
diantara keduanya. Nilai niche overlap yang mendekati angka 1 pada Cynopterus brachyotis
terhadap Macroglossus sobrinus (0,881) dan Cynopterus titthaechelius 52
(0,759) menunjukkan terjadinya overlap yang cukup besar.
0.474 MK AA
0.715
0.696
CM MS CT
0.336 0.64
0.881 0.472
0.588
0.71 0.567 0.759
0.744 0.472
0.572
Chironax melanocephalus
Aethalops alecto
0.288
Cynopterus brachyotis
Cynopterus tittheacheilus
Macroglossus sobrinus
Nama Je nis
Keterangan: CB= Cynopterus brachyotis, CT= Cynopterus tittheacheilus , MS= Macroglossus sobrinus, CM= Chironax melanocephalus , AA= Aethalops alecto , MK= Megaerops kusnotoi
Gambar 9. Grafik nilai niche overlap pada tiap jenis kelelawar Kelelawar Cynopterus titthaechelius memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap Macroglossus sobrinus dengan nilai sebesar 0,744, keduanya menggunakan sumber pakan yang sama dan proporsi Cynopterus titthaechelius lebih besar dari Macroglossus sobrinus.
Kelelawar Macroglossus sobrinus
terhadap
Cynopterus
brachyotis
(0.881).
memiliki nilai niche overlap terbesar Nilai
tersebut
menunjukkan
bahwa
Macroglossus sobrinus menggunakan sumber pakan yang sama terhadap Cynopterus brachyotis. Kelelawar Aethalop alecto memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap Cynopterus brachyotis. Pada kelelawar Chironax melanochephalus memiliki nilai niche overlap 0,71 terhadap Megaerops kusnotoi. Nilai niche overlap yang hampir mendekati 1 menunjukkan bahwa telah terjadi tumpang tindih dalam penggunaan relung ekologi pada setiap kelelawar terutama pada sumber pakan. Menurut Moen (1973) sumberdaya yang digunakan secara bersama oleh 53
dua spesies yang berbeda dan menyebabkan terjadinya overlap dapat berupa makanan, air, sinar matahari, pelindung, ruang atau tempat bersarang. Nilai niche overlap yang mendekati 0 menunjukkan bahwa overlap yang terjadi tidak besar. Kelelawar Macroglossus
memiliki
sobrinus
melanochepallus
nilai
overlap
terkecil
terhadap
Chironax
yaitu sebesar 0, 288. Penggunaan sumber pakan yang sama dan
terbatasnya ketersediaan sumber pakan dapat menyebabkan terjadinya persaingan. Tingkat persaingan tergantung pada seberapa besar overlap pada penggunaan sumberdaya, serta adaptasi untuk memperkecil terjadinya kompetisi. Persaingan yang terjadi tidak hanya pada spesies yang berbeda tetapi juga dapat terjadi pada spesies yang sama. Persaingan pada satu spesies dapat terjadi antara individu jantan dan individu betina. Niche overlap terbesar antara individu jantan dan betina adalah Cynopterus bracyotis jantan terhadap Macroglossus sobrinus betina (0,903) dan Cynopterus bracyotis betina (0.877), sedangkan nilai terkecil terhadap Chironax melanocephallus betina (0,153). Kelelawar Cynopterus bracyotis betina memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap Cynopterus brachyotis jantan (0.877) dan Macroglossus sobrinus betina (0,755). Tabel 2. Matrik nilai niche overlap pada individu jantan dan betina pada tiap jenis kelelawar CB_M CB_M CB_F CT_M CT_F MS_M MS_F CM_M CM_F AA_M AA_F MK_M MK_F
1
CB_F
CT_M
CT_F
MS_M
MS_F
0,877
0,416
0,753
0,832
0,164
0,153
1
0,557
0,691
0,697
0,755
0,241
0,221
1
0,524
0,347
0,347
0,568
0,276
1
0,762
0,726
0,233
0,396
1
0,857
0,11
0,903
1
CM_M
CM_F
AA_M
AA_F
MK_M
MK_F
0,57
0,306
0,468
0,287
0,705
0,368
0,539
0,376
0,73
0,276
0,836
0,749
0,544
0,326
0,586
0,481
0,239
0,456
0,295
0,487
0,31
0,166
0,114
0,46
0,335
0,494
0,248
1
0
0,333
0
0,4
0,5
1
0,286
0,5
0,333
0,4
0,286
0,667
0,5
1
0,333
0
1
0,571
1
1
Keterangan: CB= Cynopterus brachyotis, CT= Cynopterus tittheacheilus , MS= Macroglossus sobrinus, CM= Chironax melanocephalus , AA= Aethalops alecto , MK= Megaerops kusnotoi, M=Jantan, F= Betina.
Nilai niche overlap terkecil pada Cynopterus bracyotis betina terhadap Chironax melanocephallus betina dengan nilai sebesar 0,221 (Tabel 3). Terjadinya overlap antara 54
Cynopterus brachyotis jantan dan Macroglossus sobrinus betina menunjukkan terjadinya penggunaan sumber pakan yang sama, hal ini ditandai dengan tingginya nilai niche overlap yang terjadi yaitu sebesar 0,903. Semakin besar nilai niche overlap yang terjadi (mendekati angka 1) menentukan tingginya tingkat persaingan intraspesies yang terjadi. Kelelawar Cynopterus titthaecelius jantan memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap Macroglossus sobrinus betina(0,755) dan Megaerops kusnotoi betina (0,749). Pada Cynopterus titthaecelius betina nilai niche overlap terbesar terhadap Macroglossus sobrinus jantan (0,762). Pada kelelawar Macroglossus sobrinus jantan memiliki nilai niche overlap tertinggi adalah terhadap Macroglossus sobrinus betina dengan nilai sebesar 0,857 dan terkecil terhadap Chironax melanocephalus jantan dengan nilai sebesar 0,11. Pada Macroglossus sobrinus betina memiliki nilai niche overlap tertinggi terhadap Cynopteus brachyotis jantan dengan nilai sebesar 0,903 dan nilai niche overlap terkecil terhadap Cironax melanocephallus betina dengan nilai sebesar 0,114. Nilai niche overlap yang kecil menunjukkan diantara kedua spesies tersebut menggunakan sumber pakan yang sama dalam jumlah sangat sedikit. Kelelawar Cironax melanocephallus jantan memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap Cynopterus titthaecheilus jantan dengan nilai sebesar 0,568. Pada kelelawar Cironax melanocephallus jantan dengan kelelawar Cironax melanocephalus betina dan Aethalops alecto betina tidak terjadi overlap. Tidak terjadinya overlap ditandai dengan nilai niche overlap sama dengan 0, sehingga antara ketiganya tidak terdapat sumber pakan yang digunakan secara bersama. Berbeda dengan Cironax melanocephalus jantan, Cironax melanocephalus betina memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap Aethalops alecto betina dengan nilai sebesar 0,5 dan nilai niche
overlap terkecil terhadap
Macroglossus sobrinus betina dengan nilai sebesar 0,114. Nilai niche overlap terbesar yang dimiliki oleh Aethalops alecto jantan terhadap Cynopterus titthaecheilus jantan dengan nilai sebesar 0,73, pada Aethalops alecto betina memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap Chironax melanocephalus betina dengan nilai sebesar 0,5. Kelelawar Aethalops alecto betina tidak memiliki niche overlap terhadap Megaerops kusnotoi betina karena nilai niche overlap yang dimiliki adalah 0. Kelelawar Megaerops kusnotoi jantan memiliki nilai niche overlap terbesar terhadap 55
Cynopterus titthaecheilus jantan dengan nilai sebesar 0,836. E. Kondisi Vegetasi 1. Kerapatan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai khususnya pada bagian timur (jalur linggarjati) merupakan taman nasional yang memiliki habitat primer yang terfragmentasi akibat adanya ganguan seperti penebanngan liar dan dibeberapa tempat jumpai bekas terbakar. Hutan yang terfragmentasi ditandai oleh adanya pepohonan jenis-jenis hutan sekunder di antara tumbuhan hutan primer. Vegetasi yang menjadi penciri terfragmentasinya hutan adalah suku Moraceae dan Euphorbiaceae (Riyanto et al. 2007). Kerapatan relatif vegetasi pada tingkat pancang yang terbesar di daerah hutan primer pegunungan bawah dengan ketinggian 1100-1600 mdpl adalah jenis nangsi (Villebrunea rubescens) sebesar 17,06% dan beunying (Ficus fistulosa) sebesar 11,18%. Pada tingkat tiang kerapatan relatif tertinggi adalah nangsi (Villebrunea rubescens) sebesar 27,60% dan pada tingkat pohon kerapatan relatif tertinggi adalah saninten (Castanopsis javanica) 15,55%. Saninten (Castanopsis javanica) merupakan salah satu vegetasi penciri hutan primer (Riyanto et al. 2007). Pada hutan dataran rendah yang berada pada ketinggian 500-650 mdpl kerapatan relatif vegetasi pada tingkat pancang terbesar adalah kacu 12,14% dan pada tingkat tiang adalah kacu sebesar 13,58% dan pada tingkat pohon kerapatan relatif terbesar adalah huru lansep sebesar 13,48%. 2. Dominansi Pada hutan primer hutan pegunungan bawah didominasi oleh tumbuhan nangsi (Villebrunea rubescens) pada tingkat pancang dengan INP sebesar 32,34%. Pada tingkat tiang tumbuhan yang mendominasi adalah nangsi (Villebrunea rubescens) dengan INP sebesar 80,80%. Pada tingkat pohon tumbuhan yang mendominasi adalah saninten (Castanopsis javanica) 43,07%. Pada hutan primer dataran rendah pada tingkat pancang didominasi oleh tumbuhan kacu dengan INP sebesar 23,25%. Pada tingkat tiang tumbuhan yang mendominasi adalah kacu dengan INP sebesar 29,57%. Pada tingkat 56
pohon tumbuhan yang mendominasi adalah huru lansep dengan INP sebesar 26,70%.
3. Potensi Jenis Sumber Pakan Potensi tumbuhan yang menjadi sumber pakan kelelawar merupakan tumbuhan yang berbunga dan berbiji, hal ini sesuai dengan peran kelelawar sebagai penyerbuk dan penyebar biji tumbuhan. Berdasarkan hasil analisi polen yang dilakukan hanya sedikit sekali tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan teridentifikasi pada saluran pencernaan kelelawar. Sebagian besar tumbuhan yang teridentifikasi adalah tumbuhan yang berada di luar kawasan, hal ini dapat disebabkan karena pada saat penelitian pepohonan sedang tidak berbunga. Karena vegetasi di dalam kawasan tidak berbunga maka kelelawar terbang keluar kawasan mencari sumber pakan lainnya yang jaraknya dapat puluhan kilometer dari tempat bertengger. Area untuk mencari pakan dan komposisi pakannya sangat dipengaruhi oleh musim berbunga dan berbuahnya pohon sumber pakan. Suatu kawasan hutan dapat berfungsi menjadi habitat suatu satwaliar apabila dapat berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makan. Pada kawasan TNGC yang memiliki karakteristik pepohonan besar dan berlubang pada batangnya
merupakan
tempat bersarang bagi kelelawar. Untuk menjaga agar populasi kelelawar tetap lestari dibutuhkan pengelolaan dan pengawasan yang baik agar habitat kelelawar tidak rusak.
57
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
1. Jenis-jenis kelelawar pemakan buah yang ditemukan di kawasan Taman Nasional Gunung
Ciremai
adalah
Cynopterus
brachyotis,
Cynopterus
titthaecheilus,
Macroglossus sobrinus, Chironax melanocephalus, Megaerops kusnotoi, Aethalops alecto, Cynopterus horsfieldi dan Rousettus leschenaulti. 2. Suku tumbuhan sumber pakan kelelawar sebanyak 14 suku tumbuhan yakni Acanthaceae,
Anacardiaceae,
Bombacaceae,
Cucurbitaceae,
Cyperaceae,
Euphorbiaceae, Fabaceae, Graminae, Loranthaceae, Myrtaceae, Paku-pakuan, Rubiaceae, Sapindaceae, Tiliaceae. Jenis tumbuhan sumber pakan sebanyak 21 jenis yaitu Justicia sp, Anacardium sp, Coccinia sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Dendrophthoe sp, Helixanthera sp, Pileantus sp, Paku genus a, Paku genus b, Tarenna sp, Morinda sp, Cardiospermum sp, Bombax sp, Cyperus sp, Acacia sp, Grewia sp, Tilia sp, Cassia sp, Coccinia sp, Adenanthera sp. 3. Kesamaan jenis kelelawar berdasarkan jenis tumbuhan sumber pakan memiliki tingkat kesamaan sebesar 63% dan 74,10% pada individu jantan dan betina. B.
Saran
1. Perlu dilakukan pengelolaan habitat kelelawar terutama vegetasi yang menjadi tempat bertengger dan sebagai sumber pakan saat musim berbunga dan berbuah di dalam kawasan TNGC. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan kelelawar dan vegetasi sumber pakan pada saat musim tumbuhan berbunga dan berbuah.
58
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Apriandi J. 2004. Keanekaragaman dan kekerabatan jenis kelelawar berdasarkan kondisi fisik mikroklimat tempat bertengger pada beberapa gua di kawasan gua Gudawang. Skripsi Sarjana Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Constantine DG. 1970. Bats in Relation to the Health, Welfare, and Economy of Man. In: A Suyanto. 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi – LIPI. Corbet GB and JE Hill. 1992. The Mammals of the Indo-Malayan Region: A systematic review. Oxford: Oxford Univ. Pr. Dumont ER and O Reilly. 2004. Food hardness and Feeding behavior in Old World fruit Bats (Pteropodidae). Journal of Mammalogy 85(1):8–14. Erdtman G. 1943. An Introduction to pollen Analysis. USA: Chronica Botanica Company. Erdtman G. 1952. Pollen Morphology and Plant Taxonomy-Angiosperms. An introduction to the study pollen grains and spores. Copenhagen: Munksgard. Feldhamer GA, CD Lee, HV Stephe and FM Joseph. 1999. Mammalogy: Adaption, diversity, and ecology. New York: McGraw Hill. Fleming TH and ER Heithaus. 1981. Frugivorous bats, seed shadows, and the structure of tropical forests. Biotropica 13:45-53. Grzimerk B. 1972. Animal Life Encyclopedia, volume 13. Mammals. Van Nostrand Reinhold Company. New York – Cincinnati – Toronto – London – Melboure. Ingle NR. 2002. Seed Dispersal by Wind, Birds, and Bats Philippine Montane Rainforest and Successional Vegetation. Oecologia 134:251-261. Irawati. 2005. Pengelompokan kelelawar buah suku Pteropodidae dari Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sulawesi Tengah berdasarkan identifikasi serbuk sari tumbuhan yang termakan. Skripsi Sarjana Program Studi Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Jakarta. Kingston T, BL Lim and A Zubaid. 2006. Bats of Krau Wildlife Reserve. Malaysia: 59
Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia. Koopman KF. 1993. Order Chiroptera. Pp: 137 – 241. In: GA Feldhamer , CD Lee, HV Stephe and FM Joseph. 1999. Mammalogy: Adaption, diversity, and ecology. New York: Mc Graw Hill. Lim BL. 1970. Food Habits and Breeding Cycle of the Malayasian Fruit-eating Bat, Cynopterus brachyotis. Journal of Mammalogy 51:174-177. Ludwig JA and JF Reynnolds. 1988. Statistical Ecology: A primer on methods and computing. NewYork: Wiley. Marshall AG. 1983. Bats, flowers and foods: evolutionary relationships in the Old World. Biol. J. Linn. Soc. 20:116-136. Medway L. 1978. The Wild Mammals of Malaya (Peninsular Malaysia) and Singapore. Oxford: Oxford Univ. Pr. Moen AN. 1973. Wildlife Ecology. San Francisco: W.H. Freeman and Company. Nayar, TS. 1990. Pollen Flora of Maharashtra State: India. New Delhi: Today and Tomorrow’s. Nowak RM. 1995. Walker’s bats of the World. John Hopkins, University Press. Baltimore and London. In A Suyanto. 2001. Kelelawar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi – LIPI. Bogor. Riyanto A, AN Woro, N Mas, M Ibnu, R Ike, Heryanto, Y Razali, A Saim, Anandang, Sunardi, M Wahyudin dan Sarino. 2007. Kajian zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai berdasarkan sebaran satwa. Laporan perjalanan. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi. Satyadharma A. 2007. Conservation Bats. http://www.conservation.or.id./tropica/.[25 Apr 2007] Standbury P. 1970. Looking at Mammals. Sydney: Angus and Robertson. Supranto J. 1987. Statistik. Teori dan aplikasi. Jakarta: Erlangga. Suyanto A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi – LIPI. Tan KH, A Zubaid and TH Kunz. 1998. Food habits of Cynopterus brachyotis (Muller) (Chiroptera: Pteropodidae) in Peninsular Malaysia. Journal of Tropical Ecology 60
(1998) 14:299–307. Tarumingkeng RC. 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Bogor. Tim Fakultas Kehutanan IPB. 1992. Studi kualitas nektar dan pollen beberapa pohon buah-buahan di Bogor. Laporan Kemajuan. Bogor: Lembaga Penelitian IPB. Vaughan TA. 1986. Mammalogy. Third Edition. Flagstaff, Arizona: Northern Arizona University. Yulianto E. 1992. Preparasi dan dasar determinasi palinologi. Laporan studi praktek Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral ITB. Bandung.
61
Lampiran 1. Jenis-jenis tumbuhan di kawasan TNGC Nama Lokal Spesies Hurip cai Pteudoran themum Kileho Saurauia sp Lame Alstonia sangustiluba Kijago Macropanax dispermum Paku Cyathea sp Jamuju Podocarpus imbricatus Binuang Tetrameles nudiflora Huru kadu Elaeagnus latifolius Huru koneng Antidesma tetandrum Kareumbi Omalanthus populneus Kurai Mallotus paniculatus Mara Macaranga rhicinoides Mareme Glochidion rubrum Wuni Antidesma sp Pasang dadap Lithocarpus sundaicus Pasang Lithocarpus ewykcii Saninten Castanopsis javanica Picung Pangium edule Hambirung Engelhardia servata Kiteja Cinnamomum burmanii Huru madam Litsea sanguinolenta Huru nangka Persea rimosa Kipahit Litsea tomentosa Walen Ficus ribes Calodas Ficus microcarpa Kondang Ficus variegata Beunying Ficus fistulosa Hampelas Ficus ampelas Benda Artocarpus elasticus Pulus Ficus sp Hamberang Ficus sp Kacu Artocarpus sp Huru kiamis Syzygium sp Petag Syzygium densiflorum Ipis kulit Decaspermum fruticosum Kitamiang Prunus arborea Kimeong Timonius sp Cangcaratan Psychotria sp
Famili Acanthaceae Actinidiaceae Apocynaeae Araliaceae Ceatheaceae Coniferaceae Datiscaceae Elaegnaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Fagaceae Fagaceae Fagaceae Flacouraceae Junglandaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Rosaceae Rubiaceae Rubiaceae 62
Huru tangkil Psychotria viridiflora Lampiran 1. Lanjutan Nama Lokal Gempol Huru meuhmal Kibeunter Nangsi
Spesies Nauclea excelsa Acronychia sp Debregeasia sp Villebrunea rubescens
Rubiaceae
Famili Rubiaceae Rutaceae Urticaceae Verbenaceae
63
Lampiran 2. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di habitat hutan pegunungan Nama jenis Benying Binbin Huru Kapundung Huru koneng Huru langsep Huru mahmeul Huru saninten Huru madam Jamuju Kacu Kereumbi Kaung monyet Kibenter Kibonteng Kihiur Kimeri Kipahit Kisampang Kitales Kitambaga Kitamiang Kiteja Kurai Mareme Mehmal Nangsi Panggang Pasang Pasang dadap Pereng Rukam Ruyung Saninten Saung monyet Sawa mangung Walen Total
K(ind/ha) KR F FR INP 0.00 11.18 0.13 9.03 20.20 0.00 6.47 0.11 7.64 14.11 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 2.35 0.04 2.78 5.13 0.00 1.18 0.02 1.39 2.57 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 2.94 0.05 3.47 6.41 0.00 4.12 0.05 3.47 7.59 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 1.76 0.03 2.08 3.85 0.00 2.94 0.04 2.78 5.72 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 1.18 0.01 0.69 1.87 0.00 1.76 0.03 2.08 3.85 0.00 1.18 0.02 1.39 2.57 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 4.12 0.06 4.17 8.28 0.00 1.18 0.02 1.39 2.57 0.00 7.06 0.10 6.94 14.00 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 1.18 0.02 1.39 2.57 0.00 5.88 0.09 6.25 12.13 0.00 17.06 0.22 15.28 32.34 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 4.12 0.07 4.86 8.98 0.00 1.76 0.02 1.39 3.15 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 5.29 0.08 5.56 10.85 0.00 1.76 0.03 2.08 3.85 0.00 0.59 0.01 0.69 1.28 0.00 5.29 0.06 4.17 9.46 0.02 100.00 1.44 100.00 200.00
64
Lampiran 3. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di habitat hutan pegunungan Nama Jenis K KR F FR D DR INP 0.00 2.26 0.03 1.55 0.00 0.12 3.93 Benda 0.00 3.62 0.09 4.64 0.12 3.34 11.60 Benying 0.00 2.26 0.05 2.58 0.09 2.56 7.40 Beunying 0.00 0.45 0.01 0.52 0.01 0.25 1.22 Binbin 0.00 1.36 0.03 1.55 0.05 1.47 4.38 Cangcaratan 0.00 0.90 0.02 1.03 0.02 0.62 2.56 Gintung 0.00 0.45 0.01 0.52 0.01 0.27 1.24 Huru kadoya 0.90 0.02 1.03 0.04 1.18 3.11 Huru Kapundung 0.00 0.00 0.45 0.01 0.52 0.01 0.41 1.38 Huru koneng 0.00 0.45 0.01 0.52 0.02 0.51 1.47 Huru langsep 0.00 0.45 0.01 0.52 0.03 0.73 1.70 Huru saninten 0.00 0.45 0.01 0.52 0.02 0.61 1.58 Huru kiamis 0.00 3.17 0.07 3.61 0.04 1.18 7.96 Huru madam 0.00 3.17 0.05 2.58 0.10 2.83 8.58 Jamuju 0.00 0.45 0.01 0.52 0.01 0.38 1.35 Kacu 0.00 1.36 0.02 1.03 0.04 1.07 3.45 Kareumbi 0.00 0.45 0.01 0.52 0.01 0.41 1.38 Kibenter 0.00 1.36 0.03 1.55 0.05 1.57 4.47 Kibonteng 0.00 0.45 0.01 0.52 0.03 0.77 1.74 Kijago 0.00 8.14 0.16 8.25 0.27 7.64 24.03 Kileho 0.00 0.45 0.01 0.52 0.01 0.38 1.35 Kimeri 0.00 0.45 0.01 0.52 0.02 0.51 1.47 Kipadesa 0.00 4.98 0.09 4.64 0.06 1.66 11.28 Kitales 0.00 0.45 0.01 0.52 0.01 0.27 1.24 Kitambaga 0.00 5.88 0.13 6.70 0.29 8.39 20.97 Kitamiang 0.00 0.90 0.02 1.03 0.05 1.50 3.43 Kiteja 0.00 0.45 0.01 0.52 0.01 0.38 1.35 Kurai 0.00 0.45 0.01 0.52 0.02 0.44 1.41 lamek 0.00 0.90 0.02 1.03 0.05 1.54 3.47 Mara 0.00 1.81 0.04 2.06 0.08 2.37 6.24 Mareme 0.00 4.07 0.09 4.64 0.13 3.60 12.32 Mehmal 0.01 27.60 0.43 22.16 1.08 31.03 80.80 Nangsi 0.00 4.07 0.09 4.64 0.18 5.22 13.93 Pasang 0.00 0.90 0.02 1.03 0.03 0.90 2.83 Pasang dadap 0.00 0.90 0.02 1.03 0.05 1.44 3.37 Ruyung 0.00 6.79 0.14 7.22 0.24 6.73 20.73 Saninten 0.00 0.90 0.02 1.03 0.03 0.97 2.91 Saung monyet 0.00 5.43 0.12 6.19 0.17 4.77 16.39 Walen Total 0.02 100.00 1.94 100.00 3.50 100.00 300.00 65
Lampiran 4. Indeks nilai penting vegetasi pohon pancang di habitat hutan pegunungan Nama Jenis Benda Beringin Calodas Cangcaratan Dadap Gintung Hamerang Hampelas Huru kibeunter Huru langsep Huru koneng Huru saninten Huru madam Huru meuhmal Kacu Kareumbi Kibonteng Kihiur Kijago Kileho Kimeong Kitales Kitambaga Kitamiang Kiteja Kondang Kurai Kurung/caryota Mara Mareme Nangsi Pangsor Pasang petag Pasang dadap Ruyung Saninten
K KR F FR D DR INP 0.00 0.42 0.01 0.47 0.04 0.18 1.07 0.00 0.84 0.02 0.94 1.46 6.20 7.98 0.00 0.42 0.01 0.47 0.07 0.29 1.18 0.00 6.30 0.11 5.16 1.59 6.73 18.20 0.00 0.42 0.01 0.47 0.22 0.92 1.81 0.00 0.84 0.01 0.47 0.15 0.62 1.93 0.00 0.84 0.02 0.94 0.10 0.43 2.20 0.00 0.42 0.01 0.47 0.06 0.23 1.12 0.00 1.26 0.02 0.94 0.99 4.21 6.41 0.00 0.42 0.01 0.47 0.05 0.21 1.10 0.00 0.42 0.01 0.47 0.07 0.29 1.18 0.00 0.84 0.02 0.94 0.11 0.47 2.25 0.00 5.46 0.13 6.10 1.09 4.61 16.18 0.00 1.68 0.04 1.88 0.27 1.14 4.69 0.00 0.84 0.02 0.94 0.24 1.02 2.80 0.00 0.84 0.02 0.94 0.11 0.48 2.26 0.00 3.36 0.04 1.88 0.61 2.60 7.84 0.00 1.26 0.03 1.41 0.46 1.94 4.61 0.00 1.26 0.03 1.41 0.22 0.92 3.59 0.00 5.46 0.12 5.63 0.66 2.78 13.87 0.00 0.42 0.01 0.47 0.05 0.19 1.08 0.00 5.46 0.13 6.10 1.39 5.88 17.44 0.00 2.52 0.05 2.35 0.57 2.40 7.27 0.00 6.72 0.15 7.04 1.21 5.14 18.91 0.00 0.42 0.01 0.47 0.11 0.47 1.36 0.00 2.52 0.06 2.82 0.97 4.11 9.45 0.00 1.68 0.04 1.88 0.23 0.97 4.53 0.00 0.42 0.01 0.47 0.10 0.44 1.33 0.00 2.10 0.04 1.88 0.50 2.13 6.11 0.00 2.10 0.05 2.35 0.44 1.88 6.32 0.00 6.72 0.15 7.04 0.78 3.32 17.08 0.00 0.42 0.01 0.47 0.06 0.24 1.13 0.00 5.46 0.13 6.10 1.48 6.28 17.84 0.00 3.78 0.09 4.23 2.00 8.49 16.50 0.00 3.36 0.08 3.76 0.46 1.93 9.05 0.00 4.62 0.11 5.16 0.84 3.58 13.36 0.00 15.55 0.27 12.68 3.50 14.85 43.07 66
Lampiran 4. Lanjutan Nama Jenis Sawa manggung Walen
Total
K KR 0.00 0.84 0.00 1.26 0.02 100.00
F FR D DR INP 0.02 0.94 0.23 0.99 2.77 0.03 1.41 0.11 0.46 3.13 2.13 100.00 23.58 100.00 300.00
67
Lampiran 5. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di habitat hutan dataran rendah Nama jenis K KR F FR INP(%) Binbin 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Bisoro 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Buni 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Cangcaratan 0.00 3.57 0.07 3.97 7.54 Daho 0.00 1.43 0.03 1.59 3.02 Gempol 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Huru kapundung 0.00 5.71 0.09 5.56 11.27 Huru kedoya 0.00 4.29 0.05 3.17 7.46 Huru koneng 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Huru langsep 0.00 1.43 0.03 1.59 3.02 Huru lansep 0.00 1.43 0.03 1.59 3.02 Huru tangkil 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Huru mehmal 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Huru saninten 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Ipis kulit 0.00 4.29 0.08 4.76 9.05 Kacu 0.00 12.14 0.19 11.11 23.25 Kadoya 0.00 5.00 0.09 5.56 10.56 Kame/pule 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Kaung monyet 0.00 9.29 0.16 9.52 18.81 Kawoyang 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Ki afrika 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Kibonteng 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Kihiur 0.00 2.86 0.04 2.38 5.24 Kijago 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Kitales 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Kitambaga 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Kitamiang 0.00 9.29 0.13 7.94 17.22 Kitangkil 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Kiteja 0.00 2.86 0.05 3.17 6.03 Kurai 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Lamek 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Mara 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Mareme 0.00 1.43 0.03 1.59 3.02 Mehmal 0.00 3.57 0.07 3.97 7.54 Nangsi 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Pandan 0.00 2.14 0.04 2.38 4.52 Panggung 0.00 0.71 0.01 0.79 1.51 Panggang 0.00 3.57 0.04 2.38 5.95 68
Pasang Lampiran 5. Lanjutan Nama jenis Pasang dadap Petag hurang Pereng Saninten Sawamanggung Sengserehan Surian Walen Wuni Total
0.00
K
2.86
KR 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02
1.43 1.43 0.71 0.71 0.71 0.71 0.71 0.71 0.71 100.00
0.05
F
3.17
FR 0.01 0.03 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 1.68
0.79 1.59 0.79 0.79 0.79 0.79 0.79 0.79 0.79 100.00
6.03
INP(%) 2.22 3.02 1.51 1.51 1.51 1.51 1.51 1.51 1.51 200.00
69
Lampiran 6. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di habitat hutan dataran rendah Nama jenis Benda Binuang Bisoro Cangcaratan Hambirung Huru kapundung Huru kedoya Huru kembang Huru lansep Huru langsep
Huru madam Gintung Ipis kulit Kacu Kadoya Kareumbi Kaung monyet Kibonteng Kibeunter Kihiur Kihurang Kisampang Kitales Kitambaga Kitamiang Kiteja Mara Mareme Mehmal Nangsi Panggang Panggung Pasang Pasang dadap Picung Sempur Songgokan
K KR 0.0004 3.70 0.0005 4.94 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0009 8.64 0.0003 2.47 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0005 4.94 0.0015 13.58 0.0005 4.94 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0003 2.47 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0003 2.47 0.0004 3.70 0.0001 1.23 0.0003 2.47 0.0001 1.23 0.0003 2.47 0.0003 2.47 0.0003 2.47 0.0004 3.70 0.0004 3.70 0.0001 1.23 0.0005 4.94 0.0003 2.47 0.0001 1.23 0.0001 1.23 0.0001 1.23
F FR 0.0400 3.95 0.0400 3.95 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0800 7.89 0.0267 2.63 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0533 5.26 0.1333 13.16 0.0533 5.26 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0267 2.63 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0267 2.63 0.0267 2.63 0.0133 1.32 0.0267 2.63 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0267 2.63 0.0267 2.63 0.0400 3.95 0.0400 3.95 0.0133 1.32 0.0533 5.26 0.0267 2.63 0.0133 1.32 0.0133 1.32 0.0133 1.32
D DR INP 0.0279 3.31 10.96 0.0296 3.51 12.39 0.0236 2.79 5.34 0.0188 2.23 4.78 0.0302 3.59 6.14 0.0212 2.51 19.05 0.0206 2.44 7.54 0.0285 3.38 5.93 0.0127 1.50 4.05 0.0236 2.79 5.34 0.0107 1.27 3.82 0.0220 2.61 5.16 0.0148 1.76 11.96 0.0239 2.83 29.57 0.0244 2.89 13.09 0.0171 2.03 4.58 0.0127 1.50 4.05 0.0220 2.61 7.71 0.0390 4.63 7.18 0.0109 1.29 3.84 0.0358 4.25 6.80 0.0173 2.05 7.15 0.0276 3.28 9.61 0.0347 4.11 6.66 0.0137 1.62 6.72 0.0217 2.57 5.13 0.0209 2.48 6.27 0.0266 3.16 8.26 0.0151 1.79 6.89 0.0238 2.82 10.47 0.0214 2.54 10.19 0.0138 1.64 4.19 0.0163 1.93 12.13 0.0332 3.93 9.04 0.0302 3.59 6.14 0.0339 4.02 6.57 0.0229 2.72 5.27 70
Total 0.0108 100.00 1.0133 100.00 0.8429 100.00 300.00 Lampiran 7. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di habitat hutan dataran rendah Nama jenis Aren Benda Beringin Binuang Bisoro Calodas Cangcaratan Daho Dangder Gempol Gintung Honggokan Huru kadu Huru lansep Hambirung Huru kadoya Huru kapundung Huru kibeunter Huru langsep Huru madam Iplik Ipis kulit Kacu Kadoya Kame/pule Kawoyang Kihiur Kibonteng Kisampang Kitales Kitambaga Kitamiang Kondang Kondangsari Lamek Mara
K 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
KR F FR D DR INP 0.56 0.01 0.64 0.08 0.67 1.87 1.69 0.04 1.91 0.36 2.91 6.51 1.12 0.03 1.27 0.73 5.97 8.37 6.18 0.12 5.73 0.97 7.87 19.78 1.12 0.03 1.27 0.11 0.89 3.29 1.12 0.03 1.27 0.42 3.43 5.83 2.81 0.05 2.55 0.29 2.35 7.71 1.12 0.03 1.27 0.21 1.71 4.10 0.56 0.01 0.64 1.38 11.28 12.48 3.93 0.08 3.82 0.37 2.99 10.75 1.12 0.03 1.27 0.08 0.64 3.04 1.12 0.03 1.27 0.15 1.19 3.59 0.56 0.01 0.64 0.06 0.45 1.65 13.48 0.23 10.83 0.29 2.39 26.70 2.81 0.07 3.18 0.19 1.54 7.53 0.56 0.01 0.64 0.05 0.39 1.59 7.30 0.16 7.64 0.03 0.26 15.21 0.56 0.01 0.64 0.59 4.80 6.00 0.56 0.01 0.64 0.15 1.20 2.40 1.69 0.04 1.91 0.14 1.14 4.74 6.18 0.15 7.01 0.66 5.37 18.55 7.30 0.11 5.10 0.25 2.00 14.40 2.81 0.05 2.55 0.29 2.39 7.75 3.37 0.07 3.18 0.17 1.38 7.93 0.56 0.01 0.64 0.06 0.49 1.69 1.12 0.03 1.27 0.10 0.83 3.22 0.56 0.01 0.64 0.11 0.93 2.13 0.56 0.01 0.64 0.06 0.45 1.65 1.12 0.03 1.27 0.48 3.91 6.31 3.93 0.08 3.82 0.10 0.81 8.57 0.56 0.01 0.64 0.11 0.89 2.09 0.56 0.01 0.64 0.06 0.45 1.65 6.18 0.15 7.01 0.31 2.53 15.72 0.56 0.01 0.64 0.14 1.11 2.30 1.12 0.03 1.27 0.16 1.29 3.69 0.56 0.01 0.64 0.13 1.07 2.27 71
Mareme
0.00
1.12
0.03
1.27
0.07
0.54
2.94
Lampiran 7. Lanjutan
Nama jenis K KR F FR D DR INP Nangka bubur 0.00 0.56 0.01 0.64 0.04 0.35 1.55 Pangaor 0.00 0.56 0.01 0.64 0.21 1.68 2.88 Pangsor 0.00 2.81 0.05 2.55 0.19 1.54 6.90 Pasang 0.00 1.12 0.03 1.27 0.08 0.68 3.07 Petag 0.00 0.56 0.01 0.64 0.12 0.99 2.18 Petag hurang 0.00 0.56 0.01 0.64 0.15 1.23 2.43 Picung 0.00 0.56 0.01 0.64 0.29 2.33 3.53 Pasang dadap 0.00 1.12 0.03 1.27 0.05 0.41 2.81 Sawamanggung 0.00 1.69 0.04 1.91 0.56 4.53 8.12 Sempur 0.00 1.69 0.04 1.91 0.12 1.00 4.60 Surian 0.00 0.56 0.01 0.64 0.58 4.72 5.92 Total 0.02 100.00 2.09 100.00 12.27 100.00 300.00
72
Lampiran 8. Nilai total ragam Com pone nt
Initial Eigenvalues(a) % of Cumulativ Total Variance e% Raw 1 2074.518 42.825 42.825 2 1177.737 24.312 67.138 3 511.795 10.565 77.703 4 323.651 6.681 84.384 5 240.176 4.958 89.342 6 192.957 3.983 93.325 7 99.029 2.044 95.370 8 80.359 1.659 97.029 9 71.799 1.482 98.511 10 58.332 1.204 99.715 11 13.810 .285 100.000 12 .000 .000 100.000 13 .000 .000 100.000 14 .000 .000 100.000 15 .000 .000 100.000 16 .000 .000 100.000 17 .000 .000 100.000 18 .000 .000 100.000 19 .000 .000 100.000 20 .000 .000 100.000 21 .000 .000 100.000 Extraction Method: Principal Component Analysis.
Extraction Sums of Squared Loadings % of Cumulati Total Variance ve % 2074.518 42.825 42.825 1177.737 24.312 67.138 511.795 10.565 77.703 323.651 6.681 84.384 240.176 4.958 89.342
73
74
Raw Rescaled Component Component 1 2 3 4 5 1 2 Paku_genus_a 26.397 -4.064 .443 -5.019 .285 .958 Helixanthera 17.854 -6.829 -2.435 1.779 1.388 .874 Pileanthus 7.030 -1.678 .380 1.953 2.583 .826 Bombax 7.701 -1.835 1.040 2.389 2.823 .806 Trewia 9.089 -2.352 1.508 3.389 3.593 .806 Anacardium 11.761 -1.786 -5.679 -4.101 -.690 .784 Tarenna 12.271 -1.626 7.148 -4.364 -2.637 .774 Coccinia 7.393 -1.129 -6.482 -1.387 1.678 .683 Cyperus 12.970 -.720 7.354 11.764 .342 .655 Dendrophthoe 7.311 -2.014 -4.967 .780 1.726 .638 paku_genus_b 6.647 -.229 -4.084 -1.942 .308 .610 Morinda 4.784 -.920 -1.711 .925 1.285 .603 Tilia 1.896 -.443 1.865 1.233 .678 .428 Cassia 1.896 -.443 1.865 1.233 .678 .428 Grewia 2.612 -.611 2.569 1.699 .934 .428 Dendrocalamus 7.372 23.509 .627 .631 2.227 .292 Euphorbia 4.624 21.552 -.918 -1.570 3.870 .198 Adenanthera -.937 -1.056 12.864 -7.608 4.357 -.056 Acacia 4.553 -.114 7.792 -3.356 -3.625 .418 Justicia 4.739 .129 -6.118 -3.433 -.179 .490 Cardiospermum 10.076 8.438 .205 1.780 -11.902 .552 Extraction Method: Principal Component Analysis. a 5 components extracted.
Lampiran 9. Nilai komponen matrik
-.148 -.334 -.197 -.192 -.209 -.119 -.103 -.104 -.036 -.176 -.021 -.116 -.100 -.100 -.100 .931 .925 -.064 -.010 .013 .462
3 .016 -.119 .045 .109 .134 -.378 .451 -.598 .372 -.433 -.375 -.216 .421 .421 .421 .025 -.039 .774 .716 -.633 .011
4 -.182 .087 .229 .250 .301 -.273 -.275 -.128 .594 .068 -.178 .117 .278 .278 .278 .025 -.067 -.458 -.308 -.355 .097
5
75
.010 .068 .303 .296 .319 -.046 -.166 .155 .017 .151 .028 .162 .153 .153 .153 .088 .166 .262 -.333 -.019 -.652
Lampiran 10. Nilai uji khi-kuadrat Test Statistics CB Chi-Square(a,b,c,d) df Asymp. Sig. tabel 95%
Keterangan:
CT 1.00 5 0.96 1.15
MS 0.75 6 0.99 1.64
CM 0.75 6 0.99 1.64
AA 3.25 2 0.2 0.10
6.00 3 0.1 0.35
Keterangan: CB=Cynopterus brachyotis, CT=Cynopterus titthaecheilus, MS=Macroglossus sobrinus, CM=Chironax melanocephalus, AA=Aethalops alecto, MK=Megaerops kusnotoi
76
Lampiran 11. Matrik Euclidean distance total individu
Euclidean Distance Case
CB
CB
CT
MS
0.000 77.916
CT
77.916
MS
58.043 78.534
CM
0.000
CM
89.886 90.912
MK
MK
58.043 108.415 89.886 100.412 78.534
93.610 90.912
77.038
0.000 112.967 99.602 100.931
108.415 93.610 112.967
AA
AA
99.602
100.412 77.038 100.931
0.000 41.422 41.422
50.332
0.000
57.406
50.332 57.406
0.000
Keterangan: CB=Cynopterus brachyotis, CT=Cynopterus titthaecheilus, MS=Macroglossus sobrinus, CM=Chironax melanocephalus, AA=Aethalops alecto, MK=Megaerops kusnotoi
Agglomeration Schedule Cluster Combined Cluster Stage 1
Stage Cluster First Appears Cluster Cluster Cluster Next Coefficients 1 Stage EJK Sn 2 2
%
1
4
5
41.422
0
0
2
0.4 0.6 63.3
2
4
6
53.869
1
0
5
0.5 0.5 52.3
3
1
3
58.042
0
0
4
0.5 0.5 48.6
4
1
2
78.225
3
0
5
0.7 0.3 30.8
5
1
4
97.085
4
2
0
0.9 0.1 14.1
Keterangan: Ejk= nilai indeks Euclidean distance yang telah diskala ulang, Sn=nilai kesamaan, %=persen kesamaan 77
78
123.923
127.437 102.115 133.149 103.102 121.969 120.861
103.670
118.636
110.546
CM_M
CM_F
AA_M
AA_F
MK_M
87.218
64.260
0.000
AA_M
97.166 102.115
73.767
96.074 110.812 105.287
91.488 103.692 102.835
78.264
84.339
36.100
58.477
0.000
52.200
66.843
59.390
0.000
58.477
54.610
84.492
0.000
59.390
36.100
54.313
109.039
117.884
106.153
133.082
94.127
118.636
AA_F
0.000
84.492
66.843
84.339
78.264
102.835
103.692
91.488
78.532
89.520
110.546
MK_M
78.012
86.521
69.436
71.199
63.901
122.678
120.188
97.884
95.359
100.163
125.195
MK_F
79
Keterangan: CB=Cynopterus brachyotis, CT=Cynopterus titthaecheilus, MS=Macroglossus sobrinus, CM=Chironax melanocephalus, AA=Aethalops alecto, MK=Megaerops kusnotoii, M=Jantan, F=Betina
78.532
54.313
54.610
52.200
0.000
0.000 115.736 120.861 105.287
94.127 133.082 106.153 117.884 109.039
73.767 101.319
96.074
64.260 127.518 121.969 110.812
97.166 117.030 107.435 127.518 115.736
80.908 139.359
89.520
CM_F
87.218 107.435 103.102
55.809
79.519
79.519
MS_F
91.997 136.418
0.000
74.219
87.991 114.438
MS_M
80.908
85.433
91.997
CM_M
55.809 123.923 127.437 103.670
MS_F
CT_F
87.991
74.219
MS_M
0.000 114.438 136.418 139.359 117.030 133.149 101.319
0.000 103.711
85.433
CT_F
129.510 103.711
61.779
CB_F
CT_M
61.779 129.510
CB_F
CT_M
0.000
CB_M
CB_M
Lampiran 12. Matrik nilai euclidean distance
Agglomeration Schedule Cluster Stage Cluster First Stage Combined Appears Next Cluster Cluster Coefficients Cluster 1 Stage Ejk Sn % 1 2 Cluster 2 1 8 10 36.100 0 0 2 0.26 0.74 2 7 8 53.256 0 1 4 0.38 0.62 3 1 6 55.809 0 0 5 0.40 0.60 4 7 9 57.492 2 0 6 0.41 0.59 5 1 5 69.239 3 0 7 0.50 0.50 6 7 12 72.764 4 0 8 0.52 0.48 7 1 2 78.228 5 0 9 0.56 0.44 8 7 11 78.390 6 0 10 0.56 0.44 9 1 4 85.040 7 0 10 0.61 0.39 10 1 7 108.230 9 8 11 0.78 0.22 11 1 3 116.537 10 0 0 0.84 0.16 Keterangan: Ejk= nilai indeks Euclidean distance yang telah diskala ulang, Sn=nilai kesamaan, %=persen kesamaan
Lampiran 13. Nilai agglomeration Schedule pada kelelawar individu jantan dan betina
74.10 61.78 59.95 58.75 50.32 47.79 43.87 43.75 38.98 22.34 16.38
80
Lampiran 14. Pollen jenis tumbuhan sumber pakan kelelawar No 1.
Gambar
Suku Acanthaceae
Jenis Justicia sp
Ukuran (µm) 56,25:59,375
Bentuk Oblate spheroidal
2.
Anacardiaceae Anacardium sp
34,375:62,5
Oblate
3.
Bombacaceae
Bombax sp
62.5:67.5
Oblate spheroidal
4.
Cucurbitaceae
Coccinia sp
53,125:56,25
Oblate spheroidal
5.
Cyperaceae
Cyperus sp
40,625:46,875
Suboblate
6.
Euphorbiacea e
Trewia sp
56,25:59,375
Oblate spheroidal
7.
Euphorbiacea e
Euphorbia sp
56,125:62,5
Oblate spheroidal
8.
Fabaceae
Acasia sp
62,5:78,125
Suboblate
81
Fabaceae
Adenanthera sp
93,75:118,75
Suboblate
Fabaceae
Cassia sp
87,5:87,5
Oblate spheroidal
11.
Graminae
Dendrocalamus sp
46,875:62,5
Suboblate
12.
Loranthaceae
Dendrophthoe sp
37,5:43,75
Suboblate
13.
Loranthaceae
Helixanthera sp
53,125:65,625 Suboblate
14.
Myrtaceae
Pileanthus sp
53,125:62,5
Suboblate
15.
Paku-pakuan
Paku genus a
40.625:62.5
Oblate
16.
Paku-pakuan
Paku genus b
40.625:65.62
Oblate
17.
Rubiaceae
Tarenna sp
46,875:53,125
Oblate spheroidal
9.
10.
82
18.
Rubiaceae
Morinda sp
50:50
Oblate spheroidal
19.
Sapindaceae
Cardiospermum sp
46.875:53.125
Oblate spheroidal
20.
Tiliaceae
Grewia sp
56,25:62,5
Oblate spheroidal
21.
Tiliaceae
Tilia sp
46,875:68,75
Oblate
83