DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KONSERVASI HUTAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI SEKITAR HUTAN KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

ROBINSON

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KONSERVASI HUTAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI SEKITAR HUTAN KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

ROBINSON

Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

3

RINGKASAN ROBINSON. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Dasar di Sekitar Hutan Kawasan Gunung Salak Endah, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh RESTI MEILANI dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) adalah kawasan konservasi yang sedang mengalami konflik dengan penduduk sekitar Taman Nasional yang tinggal di Kawasan Gunung Salak Endah (GSE). Konflik timbul karena masyarakat belum memiliki kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya keberadaan Taman Nasional bagi kehidupan. Pengetahuan, sikap dan perilaku yang positif terhadap hutan perlu ditanamkan kepada masyarakat untuk mengatasi konflik dan mencegah timbulnya permasalahan lebih lanjut. Siswa sekolah dasar sebagai generasi muda yang akan menjaga kelestarian hutan pada masa yang akan datang memiliki potensi yang besar untuk pengembangan pengetahuan, sikap dan perilaku positif terkait konservasi hutan. Jika yang diterapkan dan diajarkan pada siswa sekolah dasar adalah hal positif maka akan menjadikan siswa tersebut mudah diarahkan menjadi pribadi yang baik. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik sekolah, tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku konservasi hutan, serta mengevaluasi pendidikan tentang konservasi hutan pada siswa sekolah dasar di Kawasan Gunung Salak Endah Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian ini dilakukan di empat sekolah dasar contoh yang dipilih dengan metode purposive sampling berdasarkan kriteria jarak yang dekat dengan hutan, yaitu: SDN Gunung Bunder 03, SDN Gunung Bunder 04, SDN Gunung Picung 06 dan SDN Gunung Sari 01. Data dikumpulkan melalui observasi langsung, distribusi kuisioner kepada siswa melalui wawancara terstruktur dengan kuisioner serta kepada guru dan kepala sekolah melalui wawancara terstruktur dengan panduan wawancara. Responden dipilih dari siswa kelas 5 yang telah mendapatkan materi tentang konservasi hutan saat kelas 4. Jumlah responden ditentukan menggunakan rumus Slovin. Kuisioner menggunakan bentuk pertanyaan dan pernyataan tertutup untuk mengukur pengetahuan, sikap dan perilaku. Pengukuran pengetahuan menggunakan skala Thurstone, sedangkan sikap dan perilaku menggunakan skala Likert. Pengetahuan, sikap dan perilaku siswa sekolah dasar tentang konservasi hutan di keempat sekolah dasar contoh tergolong dalam kategori sedang, dengan skor rata-rata pengetahuan yang didapatkan berkisar antara 10 - 20, skor sikap 14 - 16 dan perilaku 9 - 11. Persentase responden terbesar yang mendapatkan skor pengetahuan dalam kategori tinggi adalah siswa SDN Gunung Sari 01 (46,2 %), sikap dalam kategori baik adalah SDN Gunung Sari 01 (30,8 %) dan perilaku dalam kategori baik adalah siswa SDN Gunung Bunder 03 (41,2 %). Skor ratarata pengetahuan, sikap dan perilaku tertinggi dicapai oleh responden dari SDN Gunung Sari 01, namun skor rata-rata perilaku responden dari SDN Gunung Bunder 03 hanya selisih 0,1 di bawah skor rata-rata perilaku responden SDN Gunung Sari 01. Siswa SDN Gunung Sari 01 dapat mencapai skor rata-rata tertinggi diduga karena proses pembelajaran di sekolah tersebut yang lebih baik dibandingkan

4

sekolah contoh lainnya. Materi tentang konservasi hutan yang disampaikan di SDN Gunung Sari 01 lebih banyak, dan pembelajarannya didukung saranaprasarana yang lebih baik, media/alat bantu pembelajaran lebih beragam, serta alokasi waktu pembelajaran materi maupun praktek lebih panjang. Capaian skor perilaku dari siswa SDN Gunung Bunder 03 yang hanya selisih 0,1 di bawah skor siswa dari SDN Gunung Sari 01 diduga karena proses pembelajaran tentang konservasi hutan di SDN Gunung Bunder 03 yang lebih banyak dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler, sehingga dapat mendorong siswa untuk melakukan pembiasaan kegiatan, dan dapat merangsang timbulnya perilaku positif. Dengan demikian, pembelajaran tentang konservasi hutan sebaiknya tidak hanya diberikan dalam pembelajaran kurikuler, namun juga didukung dengan pembelajaran non-kurikuler yang dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan pembiasaan terkait materi yang diajarkan, sehingga dapat dihasilkan siswa yang memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang lebih baik. Kata Kunci: Siswa, sekolah dasar, pengetahuan, sikap, perilaku, konservasi hutan, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

5

SUMMARY ROBINSON. Forest Conservation-related Knowledge, Attitude, and Behaviour of Elementary School Students Around Forest Region of Gunung Salak Endah, Gunung Halimun Salak National Park. Under supervision of RESTI MEILANI and SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP) is a conservation area that is experiencing conflict with people who lived around the Park in the area of Gunung Salak Endah (GSE). Conflicts had arisen because the people did not have awareness and knowledge of the importance of national parks for their livelihood. Knowledge, positive attitude and behavior towards the forest should be instilled in the community to resolve conflict and prevent further problems. Elementary school students, as young generation that will preserve the forest in the future, had great potential for the development of knowledge, positive attitude and behavior about forest conservation. When students were taught about forest conservation and encouraged to apply positive behavior toward forest, then the students would likely participate actively in forest conservation efforts. The purpose of this research was to identify the characteristics of sample schools; to measure students’ knowledge, attitude, and behavior in relation to forest conservation , and; to evaluate forest conservation education for elementary school students in the area of GSE, GHSNP. Four sample schools, namely SDN Gunung Bunder 03, SDN Gunung Bunder 04, SDN Gunung Picung 06 and SDN Gunung Sari 01, were selected using purposive sampling method based on criteria of proximity to the forest. Data were collected through direct observation, the distribution of questionnaires to students through questionnaires and structured interviews with teachers and principals through structured interviews with an interview guide. Students’ respondents were selected from the 5th grade students who had obtained forest conservation subjects in grade 4. The number of respondents was determined using a Slovin formula. Closed-form questions and statements were used in the questionnaire to measure students’ knowledge, attitude and behavior. Knowledge was measured using Thurstone scale, while attitude and behavior using Likert scale. In general, students from all four sample schools had average score of 10 – 20 on knowledge, 14 – 16 on attitude, and 9 – 11 on behavior. SDN Gunung Sari 01 had the largest percentage of respondents who obtained score in high category both for knowledge (46.2%) and attitude (30.8%), however the largest percentage of good behavior category was obtained by SDN Gunung Bunder 03 (41.2%). Respondents from SDN Gunung Sari 01 had also obtained the highest mean score of knowledge, attitude and behavior, but the mean score of behavior was only 0.1 point above the mean score of respondents from SDN Gunung Bunder 03. Better learning process occurred in SDN Gunung Sari 01 was assumed to have produce students with better achievement than the other sample schools. There were more subjects related to forest conservation taught in the school, supported by better infrastructure, more varying media, and more time allocation on lecture and practice. However, the students of SDN Gunung Bunder 03 had the advantage from the extracurricular activities that encouraged the students to familiarize

6

themselves to forest conservation related activities, which stimulated positive behavior. Therefore, learning about forest conservation should not only be given through curricular learning, but also supported by non-curricular learning, which provided students with opportunities to habituate themselves to the related learning subjects, so that students with better knowledge, attitude, and behavior could be generated. Keywords: Elementary school students, knowledge, attitude, behavior, forest conservation, Gunung Halimun Salak National Park

7

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Dasar di Sekitar Hutan Kawasan Gunung Salak Endah, Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Robinson E34080081

8

Judul Skripsi

: Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Dasar di Sekitar Hutan Kawasan Gunung Salak Endah, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Nama

: Robinson

NIM

: E34080081

Disetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

Resti Meilani, S. Hut, M.Si NIP. 19770514 200501 2 001

Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si NIP. 19650704 200003 2 001

Mengetahui Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003

Tanggal Pengesahan:

9

KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNYA penulis dapat menyelesaikan skripsi mengenai Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Konservasi Hutan Pada Siswa Sekolah Dasar di Sekitar Hutan Kawasan Gunung Salak Endah, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Salawat beriring salam kehadirat Rasulullah SAW, pemimpin umat yang berhasil membangun umat, tokoh ideal urutan pertama di dunia, semoga keteladanannya dalam membangun generasi muda yang cerdas dalam rangka mendukung, membangun bangsa dan negara di masa yang akan datang dapat diikuti oleh generasi penerus bangsa. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada Ibu Resti Meilani, S. Hut, M. Si sebagai pembimbing pertama dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M. Si sebagai pembimbing kedua, atas motivasi, bimbingan, masukan dan arahan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik. Semoga amal dan kebaikan beliau dibalas oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Namun penulis tetap berharap karya ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, Februari 2013

Robinson E34080081

10

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur, pada tanggal 10 Desember 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ahmad Marwan dan Maria Ulfa (Alm.). Penulis memulai pendidikan formal di SDN Kauman IV Bojonegoro pada tahun 1996 - 2002, dilanjutkan SLTPN 1 Bojonegoro pada tahun 2002 - 2005, dan SMAN 1 Bojonegoro pada tahun 2005 - 2008. Selanjutnya penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan Organisasi seperti Resimen Mahasiswa Kompi-A IPB mulai tahun 2008 - 2012, Unit Kegiatan Mahasiswa Sepak Bola IPB pada tahun 2008 - 2009, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E) Biro Kajian Kasasi dan Strategi (Biro-Kastrad) pada tahun 2009 - 2010, dan

pada tahun 2009 - 2011 masuk Himpunan Mahasiswa

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Goa (KPG) dan Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH). Kegiatan praktek akademik di Fakultas Kehutanan yang pernah diikuti penulis yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di PangandaranGunung Sawal, Jawa Barat; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat; serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran, Situbondo Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Dasar di Sekitar Hutan Kawasan Gunung Salak Endah, Taman Nasional Gunung Halimun Salak” dibawah bimbingan Resti Meilani, S. Hut, M. Si dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M. Si.

11

UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. ALLAH S.W.T yang senantiasa memberikan petunjuk, perlindungan dan keberkahan dalam setiap langkah kehidupan. 2. Ayahanda Ahmad Marwan, ibunda Maria Ulfa (Alm.) dan adek Novia Fitri Aisyah sebagai keluarga inti tercinta yang selalu penulis sayangi. 3. Resti Meilani, S.Hut.,M.Si dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si atas dukungan dan kesabarannya selama membimbing. 4. Dr. Ir. Tutut Sunarminto, M. Si sebagai ketua siding dan Prof. Dr. Ir. Nurhaeni Wijayanto, MS sebagai dosen penguji dalam siding penelitian saya. 5. Bapak/Ibu dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama mengenyam pendidikan kuliah di Institut Pertanian Bogor. 6. Ibu Evan, Ibu Ratna dan Bapak Sutoro yang selalu siap membantu pengurusan administrasi selama perkuliahan. 7. Keluarga besar organisasi Resimen Mahasiswa Kompi-A IPB (MENWA) yang menjadi keluarga kedua bagi penulis dan menjadi penyemangat untuk menyelesaikan skripsi. 8. Rekan seperjuangan “EDELWEISS 45” atas kebersamaan, kekeluargaan dan kekompakan yang telah dilalui bersama selama perkuliahan. 9. Alumni Resimen Mahasiswa (MENWA) atas didikan disiplin, jiwa korsa dan motivasi yang menjadi pelajaran berharga bagi penulis. 10. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini apapun bentuknya.

12

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................

i

DAFTAR TABEL .......................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

iii

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................

1

1.2 Tujuan ..............................................................................................

3

1.3 Manfaat ............................................................................................

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan .....................................................................................

4

2.2 Sikap ................................................................................................

5

2.3 Perilaku .............................................................................................

7

2.4 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ...................................

9

2.5 Siswa Sekolah Dasar ........................................................................

11

2.6 Konservasi Hutan .............................................................................

12

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ...........................................................................

15

3.2 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 3.2.1 Studi pustaka .......................................................................... 3.2.2 Wawancara terstruktur dengan kuisioner ............................... 3.2.3 Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara ............. 3.2.4 Observasi lapang ....................................................................

16 16 17 18 19

3.3 Analisis Data ................................................................................... 3.3.1 Pengetahuan Siswa ................................................................ 3.3.2 Sikap dan Perilaku Siswa .......................................................

19 19 20

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan ..............................................................................

21

4.2 Letak dan Luas .................................................................................

21

4.3 Aksesibilitas .....................................................................................

22

4.4 Kondisi Fisik Kawasan ....................................................................

23

4.5 Kondisi Biologi Kawasan ................................................................

23

13

4.6 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ...............................................

24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik dan Penerapan Pendidikan tentang Konservasi Hutan di Sekolah Dasar Contoh .................................................. 5.1.1 Karakteristik sekolah dasar contoh ......................................... 5.1.2 Penerapan pendidikan tentang konservasi hutan di sekolah dasar contoh ............................................................................

26 26 28

5.2 Pengetahuan Siswa tentang Konservasi Hutan ................................

33

5.3 Sikap Siswa tentang Konservasi Hutan ...........................................

35

5.4 Perilaku Siswa tentang Konservasi Hutan .......................................

36

5.5 Evaluasi Pendidikan Konservasi Hutan ...........................................

37

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ......................................................................................

42

6.1 Saran ................................................................................................

42

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14

DAFTAR TABEL Halaman

No. 1

Jenis data dan metode pengumpulan data ..............................................

16

2

Jumlah responden di keempat sekolah dasar contoh .............................

18

3

Penentua kategori pengetahuan .............................................................

20

4

Penentuan kategori sikap dan perilaku ..................................................

20

5

Keadaan lereng di kawasan gunung salak endah ...................................

23

6

Agama yang dianut oleh penduduk ........................................................

25

7

Karakteristik sekolah dasar contoh ........................................................

26

8

Pendekatan pembelajaran kurikuler tentang konservasi hutan ...............

29

9

Frekuensi kegiatan pembelajaran tentang konservasi hutan dalam kegiatan non-kurikuler ...........................................................................

32

10 Sebaran pengetahuan siswa tentang konservasi hutan di keempat sekolah dasar contoh ..............................................................................

34

11 Sebaran sikap siswa terhadap konservasi hutan di keempat sekolah dasar contoh ...........................................................................................

36

12 Sebaran perilaku siswa terhadap konservasi hutan di keempat sekolah dasar contoh ...........................................................................................

37

a

15

DAFTAR GAMBAR No. 1

Halaman Bagan teori Kibernetik Singer (1986) adopsi dari teori stimulusrespon B.F Skinner 1938 (Kiram 1991) .................................................

10

2

Kawasan Gunung Salak Endah ..............................................................

22

3

Kondisi SDN Gunung Bunder 03 ..........................................................

27

4

Lahan kerjasama di Blok Warung Tiga TNGHS ...................................

30

5

Apotek hidup di SDN Gunung Sari 01 ..................................................

31

6

Mading kegiatan sekolah di SDN Gunung Bunder 03 ..........................

32

7

Kegiatan olahraga SDN Gunung Bunder 04 di hutan TNGHS .............

33

8

Tingkat pengetahuan siswa tentang konservasi hutan ...........................

34

9

Tingkat sikap siswa tentang konservasi hutan .......................................

35

10 Tingkat perilaku siswa tentang konservasi hutan ..................................

36

16

DAFTAR LAMPIRAN No.

Halaman

1 Data hasil uji validitas .............................................................................

48

2 Data hasil uji reliabilitas ..........................................................................

49

3 Skala penilaian pertanyaan kuisioner ......................................................

50

4 Pendekatan pengajaran kurikuler tentang konservasi hutan di sekolah dasar contoh ............................................................................................

52

5 Pendekatan pengajaran non-kurikuler tentang konservasi hutan di sekolah dasar contoh .............................................................................

57

6 Hasil perhitungan penentuan kategori pengetahuan, sikap dan perilaku

62

17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) adalah salah satu kawasan konservasi yang saat ini sedang mengalami konflik dengan penduduk sekitar Taman Nasional yang tinggal di Kawasan Gunung Salak Endah (GSE). Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada awalnya hanya bernama Taman Nasional Gunung Halimun.

Pada tahun 2003 Kawasan GSE masuk dalam

perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 Tanggal 10 Juni 2003 dan dikenal dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Dalam perluasan tersebut timbul konflik antara pihak TNGHS dengan warga yang mendiami desa-desa di Kawasan Gunung Salak Endah (GSE) yang sebelumnya terletak diluar kawasan Taman Nasional, yaitu: Desa Gunung Sari, Desa Gunung Picung, Desa Gunung Bunder 1, Desa Gunung Bunder 2, Desa Pamijahan dan Desa Ciasihan. Konflik yang terjadi adalah masyarakat eks-veteran yang sudah lama mendiami Kawasan Gunung Salak Endah (GSE), menolak adanya perluasan Kawasan Taman Nasional, karena sebagian lahan mereka yang dijadikan areal pertanian akan diambil alih pihak Taman Nasional (Ulfah 2007).

Dengan

demikian masyarakat yang mengaku memiliki lahan dari peninggalan leluhur banyak melakukan tindakan-tindakan provokatif seperti mengancam, merusak dan membuka hutan serta meminta ganti rugi lahan. Pengelolaan kawasan konservasi berbasis masyarakat merefleksikan sebuah tantangan yang kompleks dalam melestarikan keanekaragaman hayati dan perlindungan ekosistem alami (Markum 2004).

Partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan kawasan konservasi sangat diperlukan dan konservasi yang dilakukan tidak akan berhasil dengan baik jika tidak ada peran serta masyarakat. Pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik terhadap hutan pada generasi muda akan menjadikan landasan yang kokoh untuk menjaga agar kelestarian hutan pada masa yang akan datang tetap terjaga dan dapat diperoleh manfaatnya (Manan 1998). Dengan demikian, tidak perlu timbul konflik jika pengetahuan, sikap dan

18

perilaku masyarakat sekitar hutan merefleksikan hal positif terhadap hutan disekitar mereka. Sekolah dasar merupakan sarana pendidikan formal wajib yang diharuskan oleh pemerintah, melalui program wajib belajar 9 tahun dan dibebaskan dari biaya pendidikan (subsidi biaya operasional sekolah). Melalui sekolah dasar anak-anak berkesempatan untuk mengenyam pendidikan formal sehingga lebih mudah diarahkan menjadi generasi muda yang berkualitas. Piaget (1954) diacu dalam Santrock (2007) menyatakan bahwa pada siswa sekolah dasar (6 - 12 tahun) terjadi perkembangan fase periode operasional konkrit, yang ditandai dengan kemampuan siswa untuk mengetahui adanya suatu masalah yang terjadi disekitarnya, dengan adanya rasa ingin tahu yang besar sehingga akan terjadi pemilahan masalah yang tidak konsisten dan sering terjadi bentuk-bentuk aksi mental untuk memecahkan masalah tersebut, namun tidak logis.

Pada siswa

sekolah dasar akan lebih mudah ditanamkan nilai-nilai dan bentuk faham apapun dan cenderung akan selalu mudah diingat oleh siswa sekolah dasar. Jika yang diterapkan dan diajarkan pada siswa sekolah dasar adalah hal positif maka akan menjadikan siswa tersebut mudah diarahkan menjadi pribadi yang baik. Dibutuhkan data/informasi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku konservasi hutan yang dimiliki oleh siswa sekolah dasar untuk dapat mengembangkan pendidikan konservasi di TNGHS dan khususnya di Kawasan Gunung Salak Endah (GSE). Belum ada data mengenai pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku siswa sekolah dasar terkait konservasi hutan, namun kegiatan implementasi mengenai pendidikan konservasi sudah pernah dilakukan di sekolah dasar Kawasan GSE. Perlu penelitian lanjutan dan data mengenai pengukuran pengatuan, sikap dan perilaku konservasi hutan pada siswa sekolah dasar. Selanjutnya penelitian ini akan digunakan untuk kepentingan pengembangan kawasan TNGHS dan khususnya untuk setiap sekolah dasar contoh di Kawasn GSE, dan sebagai panduan untuk sekolah dasar lainnya.

19

1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi karakteristik sekolah dan penerapan pendidikan tentang konservasi hutan di sekolah dasar sekitar hutan di Kawasan Gunung Salak Endah, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, 2. Mengidentifikasi pengetahuan, sikap dan perilaku konservasi hutan pada siswa sekolah dasar sekitar hutan di Kawasan Gunung Salak, Endah Taman Nasional Gunung Halimun Salak, 3. Mengevaluasi pendidikan tentang konservasi hutan pada siswa sekolah dasar di Kawasan Gunung Salak Endah, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pengembangan program pendidikan tentang konservasi hutan untuk siswa sekolah dasar di areal sekitar hutan Kawasan Gunung Salak Endah (GSE) dan membantu pengembangan program pendidikan konservasi di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.2 Pengetahuan 1.2.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2003). 1.2.2 Tingkatan pengetahuan Notoatmodjo (2003) membagi pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif menjadi 6 tingkatan, yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

21

4) Analisis (Analysis) Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponenkomponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti: menggambarkan, membedakan dan mengelompokkan 5) Sintesa (Synthesis) Sintesa adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesa adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasiinformasi yang ada, misalnya: dapat menyusun, dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. 2.1.3 Pengukuran pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan angket pertanyaan berupa (Post-test), yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau respon kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui. Skala yang digunakan untuk mengukur pengetahuan adalah skala Thurstone (Sumarsono 2004). Pada skala Thurstone setiap item pertanyaan diberi skor antara 1 sampai dengan 10, sesuai tingkat kesulitan pertanyaan tersebut. Skala 1 diberikan untuk pertanyaan dengan tingkat kesulitan terendah dan skala 10 diberikan untuk pertanyaan dengan tingkat kesulitan tertinggi, sedangkan susunan pertanyaan boleh diacak (Riduwan & Sunarto 2011). 1.3 Sikap 2.2.1 Pengertian Sumarsono (2004) mendefinisikan sikap sebagai reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap hanya

22

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup (covert action). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Newcomb 1998). Jadi, sikap merupakan suatu reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka dan sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu terhadap suatu penghayatan terhadap objek. 2.2.2 Komponen sikap Santrock (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen tersebut membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh diperlukan adanya pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi yang memegang peranan penting. 2.2.3 Pengukuran sikap Sikap dapat diukur dengan menggunakan skala penilaian (rating scale) dan salah satu cara yang digunakan dalam menentukan skor adalah skala Likert. Cara pengukurannya adalah dengan menghadapkan seseorang responden dengan sebuah pertanyaan dan kemudian diminta untuk memberikan jawaban: sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju (Singarimbun 1989). Pada skala Likert untuk kriteria jawaban diberi skor 1 sampai 5, tetapi pilihan jawaban dapat disederhanakan disesuaikan dengan tingkat pendidikan responden yang akan dijadikan sampel dalam penelitian (Hasan 2006; Arikunto 2007).

23

2.3 Perilaku 2.3.1 Pengertian Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas yang dapat diamati dari luar. Perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya (Polhaupessy 2002).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku

manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar. Skinner (1938) diacu dalam Santrock (2007) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner disebut teori S - O - R atau Stimulus - Organisme - Respon. Skinner (1938) diacu dalam Santrock (2007) membedakan adanya dua proses perilaku, yaitu: 1) Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut electing stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap, misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan serta cahaya terang menyebabkan mata tertutup. Respon ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya: mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya. 2) Operant respond atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat

respon,

misalnya

apabila

seorang

petugas

kesehatan

melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau deskripsi kerja) kemudian memperoleh penghargaan dari tugasnya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

24

2.3.2 Bentuk dan proses perilaku Notoatmodjo (2007) membagi bentuk respon terhadap stimulus menjadi dua yaitu: 1) Perilaku tertutup, yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain. 2) Perilaku terbuka, yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice). Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: 1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, 2) Interest, yakni mulai tertarik pada stimulus, 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus dari dirinya), hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi, 4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru, 5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting) (Notoatmodjo 2003). 2.3.3 Pengukuran perilaku Notoatmodjo (2007) membagi perilaku menjadi dua bentuk dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, yaitu : 1) Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka (overt). Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek di lapangan, dan untuk bisa mengetahui serta melakukan pengukuran, peneliti harus melakukan observasi

25

dan interaksi langsung dilapangan dengan responden, dan tentunya akan memerlukan waktu yang lama. 2) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain, namun dapat diketahui dari pengalaman perilaku yang pernah dialami responden di lapangan melalui pernyataan yang diberikan. Dasar logis untuk mengukur perilaku tertutup adalah adanya hubungan positif antara apa yang dikatakan dan yang dikerjakannya melalui jawaban yang diberikannya.

Pengukuran perilaku tertutup seseorang didasarkan pada

pendapatnya sendiri terhadap apa yang pernah dilakukan dan didasari, dengan logika bahwa ada hubungan positif antara pengetahuan dan perilaku (Santrock 2007).

Oleh karena itu, pengukuran perilaku tertutup (covert action) dapat

dilakukan seperti dalam pengukuran sikap, dengan menggunakan skala Likert. 2.4 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pengetahuan akan mempengaruhi suatu sikap seseorang dan akan menentukan perilakunya, namun pengetahuan yang dimiliki tidak menjamin perilaku yang sesuai. Sikap juga selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam batas kejiwaan dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus dari lingkungan. Dalam hal ini sikap tidak dapat terlepas dari perilaku, artinya dimana seseorang bersikap menolak suatu objek ia akan cenderung untuk menghindari objek tersebut atau bahkan sebaliknya jika seseorang menerima objek tersebut cenderung individu tersebut untuk melakukannya atau mendekati objek tersebut (Soerdjono 2005) (Gambar 1).

26

Pemberian makna dan pengertian

S

Alternatif Respon

Pengambilan keputusan

Pengetahuan - Optik - Akustik - Taktil

MEKANISME PERSEPSI

- Kinestik - Vestibular

MEKANISME PENGELOLA INFORMASI

MEKANISME PENGHASIL RESPON

Susunan Saraf Sentral (otak)

Feedback luar

Sikap (Afektif)

Feedback dalam RESPON AKSI MOTORIK

Alat gerak

(Perilaku)

Emosional (Salah satu unsur psikis yang mempengaruhi kelakuan)

R

Gambar 1 Bagan teori Kibernetik Singer (1986) adopsi dari teori stimulusrespon B.F Skinner 1938 (Kiram 1991). Teori Kibernetik ini adalah teori belajar motorik yang dikembangkan melalui teori pengolahan pengetahuan dari informasi dan komunikasi. Di dalam teori ini prinsip-prinsip teori pengetahuan informasi dan komunikasi menganalisa proses belajar motorik, baik perhatian dari stimulus, persepsi yang berhubungan dengan

ingatan/pengalaman

dan

kemudian

proses

pengambilan

keputusan/perilaku (Respon) (Kiram 1991). Ada 5 komponen informasi atau stimulus yang dapat mempengaruhi respon/perilaku, yaitu: -

Optik (indra penglihatan)

-

Akustik (indra pendengaran)

-

Taktil (indra peraba/kulit)

-

Kinestik (organ otot dan syaraf)

-

Vestibular (alat keseimbangan/ statico dinamisator) Kelima komponen tersebut besar pengaruhnya terhadap aksi motorik atau

perilaku yang akan dihasilkan (baikkah aksi yang dihasilkan atau tidak sesuai harapan). Semakin komplek situasinya dan semakin banyak faktor yang akan ikut

27

menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah memprediksikan perilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya sebagai indikator sikap seseorang (Kiram 1991). 2.5 Siswa Sekolah Dasar Piaget (1954) diacu dalam Santrock (2007) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).

Setiap anak memiliki struktur

kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan proses akomodasi

(proses

memanfaatkan

konsep-konsep

dalam

pikiran

untuk

menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti ini secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Piaget (1954) diacu dalam Santrock (2007) menyatakan bahwa anak pada rentang usia (6-12 tahun) berada pada tahapan operasi konkret dan anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: 1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, 2) Mulai berpikir secara operasional, 3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan bendabenda, 4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, 5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas dan berat.

28

Memperhatikan tahapan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: 1) Konkrit Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata,

lebih

faktual,

lebih

bermakna,

dan

kebenarannya

lebih

dapat

dipertanggungjawabkan. 2) Integratif Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. 3) Hierarkis Pada tahap anak sekolah dasar cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, serta cakupan keleluasaan serta kedalaman materi. 2.6 Konservasi Hutan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2002) mendefinisikan konservasi hutan adalah seluruh upaya untuk melindungi eksistensi kawasan hutan dan sumberdaya hutan yang ada didalamnya, melakukan pencegahan, penanggulangan kerusakan hutan, konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya, serta mengembangkan wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa konservasi hutan merupakan pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin

kesinambungan

persediannya

dengan

tetap

memelihara

dan

meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (Pasal 1 butir 2). Sementara

29

Tujuan dari konservasi SDA hayati dan ekosistemnya yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian SDA hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (UU No.5 Tahun 1990 Pasal 3). Kawasan konservasi terbagi ke dalam dua klasifikasi, yaitu kawasan pelestarian alam (KPA) dan kawasan suaka alam (KSA). Taman nasional adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (UU No.5 Tahun 1990). Kegiatan-kegiatan konservasi yang termuat dalam UU No.5 Tahun 1990 Pasal 5 yaitu: a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, c. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Mas’ud (2000) menerangkan bahwa kegiatan konservasi di suatu taman nasional akan lebih baik dikembangkan dari usia dini, karena manusia adalah cikal bakal sebagai subyek atau sumber dari hampir semua krisis lingkungan hidup dewasa ini dan juga sekaligus sebagai obyek bagi setiap usaha pendidikan yang dilakukan. Muntasib (1998) menyebutkan pokok kegiatan konservasi hutan yang dapat dilakukan oleh anak usia dini seperti pada siswa sekolah dasar di taman nasional, yaitu: 1) Kegiatan mendekatkan diri dengan hutan, tujuannya adalah agar siswa sekolah dasar lebih mengenal dan tahu lebih dekat dengan hutan. Contoh kegiatannya, yaitu: saka wana bhakti pramuka, bina cinta alam, dan kader konservasi muda. 2) Kegiatan peduli dengan lingkungan hutan, tujuannya adalah agar siswa dapat ditanamkan kesadaran dan kepedulian terhadap kelestarian hutan. Contoh kegiatannya, yaitu: aksi penanaman pohon (Reboisasi), pemasangan papan reklame peduli terhadap hutan dan aksi bersih disekitar lingkungan yang berdekatan dengan hutan. 3) Kegiatan memanfaatkan potensi hutan, tujuannya selain dengan kegiatan perlindungan hutan melalui kegiatan memanfaatkan siswa sekokah dasar akan

30

lebih memahami pentingnya keberadaan hutan. Contoh kegiatannya, yaitu: wana widyawisata (berwisata di dalam hutan), giri wana rally (tracking menyusuri hutan), dan berbagai kegiatan outbond yang memanfaatkan lingkungan hutan.

31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 4 (empat) sekolah dasar (SD) yang terletak di sekitar hutan kawasan Gunung Salak Endah (GSE), Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat selama 2 bulan, yaitu bulan Juli – Agustus 2012. Sekolah-sekolah yang dijadikan sebagai sekolah contoh dalam penelitian ini adalah 4 (empat) sekolah dasar (SD) yang berada di sekitar hutan kawasan Gunung Salak Endah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat.

Pemilihan sekolah contoh dilakukan dengan menggunakan teknik

Purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel nonrandom (tidak acak) untuk populasi yang spesifik (Neuman 2006), dengan kriteria/pertimbangan tertentu yang memenuhi persyaratan (Sugiyono 2008). Kriteria/pertimbangan yang digunakan untuk memilih sekolah contoh adalah: 1. Sekolah dekat dengan hutan (≤ 2 km) 2. Warga sekolah yang mempunyai interaksi dengan hutan Sekolah

yang

berada

di

sekitar

hutan

memiliki

potensi

untuk

mempersiapkan SDM yang memiliki kemampuan dan motivasi untuk ikut serta dalam upaya konservasi hutan. Letak sekolah yang berdekatan dengan kawasan hutan memungkinkan guru untuk membawa siswanya berinteraksi langsung dengan hutan. Interaksi langsung dengan hutan akan menambah rasa ingin tahu siswa tentang hutan, meningkatkan kepekaan siswa terhadap hutan, sekaligus memupuk motivasi belajar siswa tentang hutan dan permasalahannya serta meningkatkan kepeduliannya dalam upaya konservasi hutan. Berdasarkan kriteria tersebut, empat sekolah dasar yang menjadi sekolah contoh adalah: 1) SDN Gunung Bunder 04, 2) SDN Gunung Sari 01, 3) SDN Gunung Bunder 03, dan 4) SDN Gunung Picung 06.

32

3.2 Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui studi pustaka, pengumpulan arsip dan dokumen, wawancara terstruktur dengan kuesioner, wawancara terstruktur dengan panduan wawancara, serta observasi lapang (Tabel 1). Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data Jenis Data Metode Pengumpulan Data Karakteristik sekolah dasar

Studi putaka dan observasi lapang

Pengetahuan siswa SD tentang konservasi hutan

Wawancara terstruktur dengan kuisioner

Sikap siswa SD tentang konservasi hutan


Perilaku siswa SD tentang konservasi hutan


Silabus kurikulum pengajaran tentang hutan

Pengumpulan arsip

Program/kegiatan di sekolah tentang konservasi hutan

Studi pustaka dan observasi lapang

Peran guru dan kepala sekolah dalam pengajaran tentang konservasi hutan

Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara

3.2.1 Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data mengenai: 1) Karakteristik sekolah dasar yang menjadi sekolah contoh, 2) Program di sekolah dasar contoh tentang konservasi hutan, 3) Kurikulum, mata ajaran, tingkat kelas, materi, media dan metode yang digunakan dalam pengajaran tentang konservasi hutan di sekolah dasar contoh, 4) Kondisi lingkungan sekolah, meliputi kondisi fisik (bangunan, lahan, sarana dan prasarana lainnya) dan biologis sekolah dasar contoh, 5) Literatur dari laporan-laporan penelitian.

33

3.2.2 Wawancara terstruktur dengan kuisioner Wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner dilakukan terhadap responden siswa sekolah dasar kelas 5 di sekitar hutan kawasan Gunung Salak Endah, data yang didapatkan yaitu: (1) Tingkat pengetahuan siswa SD tentang konservasi hutan, (2) Sikap siswa SD tentang konservasi hutan, (3) Perilaku siswa SD tentang konservasi hutan. Jenis kuisioner yang digunakan adalah kuisioner tertutup yaitu kuisioner yang pertanyaannya sudah lengkap dengan jawaban, sehingga responden hanya menjawab sesuai dengan jawaban yang telah tersedia.

Kelebihan kuisioner

tertutup adalah memiliki jawaban-jawaban bersifat standar, mudah dijawab dan bisa dibandingkan dengan jawaban orang lain (Sumarsono 2004). Kuisioner tersebut juga telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan dengan metode Pearson atau metode Product Moment (Sugiyono 2004), dengan mengkorelasikan skor butir pada kuisioner dengan skor totalnya, hasil uji menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi > 0,3, sehingga butir pertanyaan penelitian ini valid (Lampiran 1). Metode yang digunakan pada uji reliabilitas adalah metode Cronbach’s Alpha (Arikunto 2007).

Penghitungan

Cronbach’s Alpha dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi diantara butir-butir pernyataan dalam kuisioner. Hasil uji menunjukkan nilai alpha > 0,3, yang berarti pernyataan yang dijawab dalam kuisioner ini reliable (Lampiran 2). Responden dipilih dari siswa kelas 5 SD, dengan pertimbangan bahwa siswa kelas 5 SD telah mendapatkan mata ajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Penentuan jumlah responden digunakan persamaan Slovin, sebagai berikut:

n = Keterangan

:

N

: Jumlah total populasi

e

: Sampling error 0,1 dengan selang kepercayaan 90 %

34

Berdasarkan jumlah total siswa kelas 5 SD di ke empat sekolah dasar contoh sebesar 168 siswa, maka didapatkan jumlah responden untuk keempat sekolah dasar contoh sebagai berikut:

Jumlah sampel n = =

62,68 ≈ 63 siswa

Jumlah responden per sekolah dasar contoh ditentukan berdasarkan proporsi dari jumlah siswa kelas 5 SD di keempat sekolah dasar tersebut (Tabel 2). Tabel 2 Jumlah responden di keempat sekolah dasar contoh No.

Sekolah Contoh

∑ Total Siswa Kelas 5 SD

∑ Responden

1.

SDN Gunung Bunder 03

45 siswa

17 siswa

2.


59 siswa

22 siswa

3.

SDN Gunung Sari 01

34 siswa

13 siswa

4.

SDN Gunung Picung 06

30 siswa

11 siswa

168 siswa

63 siswa

Total

3.2.3 Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara Wawancara terhadap guru dan kepala sekolah dilakukan untuk mendapatkan data mengenai pelaksanaan/program kegiatan tentang konservasi hutan di sekolah. Data yang dikumpulkan dari guru yaitu: (1) Peran serta guru dalam mendukung kegiatan siswa di sekolah tentang konservasi hutan, (2) Permasalahan yang dihadapi disekolah dalam mengajar siswa, (3) Harapan terkait tentang program konservasi hutan. Data yang dikumpulkan dari kepala sekolah yaitu: (1) Peran serta kepala sekolah dalam mendukung kegiatan siswa disekolah tentang konservasi hutan, (2) Permasalahan yang dihadapi disekolah dalam rangka penerapan program pendidikan konservasi, (3) Harapan terkait tentang program konservasi hutan.

35

3.2.4 Observasi lapang Observasi/pengamatan lapang dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi lingkungan sekolah dan sekitarnya (sarana & prasarana), serta mengamati keberadaan program/kegiatan tentang konservasi hutan. 3.3 Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif serta statistik deskrptif. Secara khusus data tentang pengetahuan, sikap dan perilaku siswa sekolah dasar tentang konservasi hutan tersebut diolah dan dianalisis sebagai berikut: 3.3.1 Pengetahuan siswa Pengukuran pengetahuan dilakukan menggunakan skala Thurstone. Pada skala Thurstone setiap item pertanyaan yang diberikan memiliki nilai antara 1 sampai dengan 10, tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden (Riduan & Sunarto 2011). Skor pengetahuan tersebut didapatkan dengan cara menjumlahkan skor yang didapat responden dari setiap item pertanyaan (Lampiran 3). Susetyo (2005) menyebutkan untuk menyimpulkan hasil dari analisis menggunakan skala Thurstone dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: 1. Rendah : jika skor jawaban responden berada pada selang bawah 2. Sedang : jika skor jawaban responden berada selang tengah 3. Tinggi : jika jawaban skor responden berada pada selang atas Penentuan selang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

ST

= (skor minimum + SK max-SK min) ± SD 2

SA

: nilai skor lebih besar dari ST sampai dengan SK max

SB

: nilai skor lebih kecil dari ST sampai dengan SK min

36

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan skala Thurstone (Lampiran 6), didapatkan hasil kategori rendah, sedang dan tinggi dengan selang 10 (Tabel 3). Tabel 3 Penentuan kategori pengetahuan Kategori

Pengetahuan

Rendah

< 10

Sedang

10 – 20

Tinggi

> 20

3.3.2 Sikap dan perilaku siswa Pengukuran sikap dan perilaku siswa dilakukan dengan menggunakan skala penilaian (rating scale) tipe Likert. Pada penelitian ini sasaran responden adalah siswa sekolah dasar kelas 5, maka pilihan jawaban dari pertanyaan yang diajukan disederhanakan menjadi dua pilihan jawaban, yaitu setuju atau tidak setuju yang diberi skor 1 dan 2. Skor 2 diberikan untuk jawaban yang sesuai atau benar sedangkan skor 1 untuk jawaban yang tidak sesuai atau salah. Kategori sikap dan perilaku selanjutnya ditentukan dengan menggunakan rata-rata (mean) dan standar deviasi (SD), menurut Walpole (1995) penentuan kategori sikap dan perilaku tersaji seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Penentuan kategori sikap dan perilaku Kategori

Sikap

Perilaku

Buruk

< 14

<9

Sedang

14 – 16

9 – 11

Baik

> 16

> 11

37

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan Kawasan Gunung Salak Endah (GSE) merupakan kawasan hutan yang pada mulanya dikelola oleh Perum Perhutani, yang selanjutnya pada tahun 2003 terjadi pemekaran Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Pada tahun 2003

dikeluarkan

SK

Menteri

Kehutanan

No.175/Kpts-II/2003,

dasar

pengeluarannya adalah adanya kekhawatiran atas masa depan hutan-hutan di Kawasan Gunung Salak Endah yang terus mengalami tekanan kegiatan masyarakat dan pembangunan di sekitarnya, serta harapan berbagai pihak untuk menyelamatkan fungsi dan kekayaan ekologi wilayah ini.

Dengan ini, maka

sekarang namanya berganti menjadi Balai Taman Nasional Gunung Halimun – Salak (BTNGHS), dan luasnya bertambah menjadi 113.357 ha yang termasuk didalamnya adalah kawasan Gunung Salak Endah (GSE). 4.2 Letak dan Luas Kawasan Gunung Salak Endah (GSE) secara administratif pemerintah berada di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, secara geografis terletak antara 45’ 55’’ BT dan 6º 31’ 0’’ LS sampai 6º 47’ 15’’ LS. Kawasan GSE Seluruhnya termasuk dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Pada tahun 2003 wilayah ini masuk dalam perluasan kawasan Taman nasional Gunung Halimun (TNGH) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 Tanggal 10 Juni 2003 dan dikenal dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Kawasan Gunung Salak Endah (GSE) mencakup enam desa, yakni Desa Gunung Sari, Desa Gunung Picung, Desa Gunung Bunder I, Desa Gunung Bunder II, Desa Pamijahan dan Desa Ciasihan, dengan luas 5.783,6 Ha dan masuk kedalam Kecamatan Pamijahan dengan luas 8.180 Ha (Gambar 2). Terdapat total 20 Sekolah Dasar di 6 Desa yang masuk kedalam kawasan Gunung Salak Endah (GSE).

38

Sumber: Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kab. Bogor Tahun 2008

Gambar 2 Kawasan Gunung Salak Endah (lokasi berbatasan garis merah). 4.3 Aksesibilitas Gunung Salak Endah terletak di sebelah Barat Kabupaten Bogor, jarak tempuhnya kurang lebih 40 km dari Kota Bogor dan jika ditempuh menggunakan kendaraan pribadi kurang lebih sekitar 1 jam dari pusat Kota Bogor.

39

4.4 Kondisi Fisik Kawasan Keadaan topografi Kawasan Gunung Salak Endah (GSE) dikategorikan sebagai daerah bergunung yang memiliki ketinggian mulai dari 400 m sampai 1.200 m di atas permukaan laut. Kemiringan di wilayah perencanaan bervariasi yaitu mulai dari wilayah agak miring (lereng 2% – 15%), wilayah miring (lereng 15% – 40%), wilayah curam (lereng >40%). Wilayah dengan lereng agak miring (lereng 2% – 15%) merupakan wilayah terluas yaitu sebesar 40%, kemiringan antara 15% - 40% sebanyak 35%, sedangkan daerah yang mempunyai lereng curam > 40% sebanyak 25% (Tabel 5). Tabel 5 Keadaan lereng di Kawasan Gunung Salak Endah No. Lereng (%) Presentase wilayah 2 – 15 40 % 1. 15 – 40 35 % 2. > 40 25 % 3. Sumber : BPS, Kabupaten Bogor 2001.

Kondisi hidrologis di Kawasan GSE didapatkan dua Sungai utama yaitu Sungai Cikuluwung dan Sungai Cigamea, keduanya bermuara di Sub DAS Cianten.

Sungai Cikuluwung drainase-nya berasal dari Kawah Ratu dengan

demikian secara fisik airnya berwarna kemerahan karena mengandung belerang, sedangkan Sungai Cigamea airnya berasal dari buffer area Kaki Gunung Salak dengan demikian kondisi airnya jernih dan anak sungainya banyak dimanfaatkan oleh penduduk yang berada di sekitar. 4.5 Kondisi Biologi Kawasan 1. Flora Putro (1996) menyebutkan bahwa hutan-hutan di Gunung Salak Endah terdiri dari hutan pegunungan bawah (Submontane forest) antara 1000-1500 mdpl dan hutan pegunungan atas (Montane forest) antara 1500-1800 mdpl. Vegetasi didominasi oleh vegetasi hutan hujan tropis, sebagaimana umumnya hutan pegunungan bawah di Jawa Barat terdapat jenis-jenis pohon Puspa (Schima wallichi), Saninten (Castanopsis sp), Pasang (Querqus sp) dan aneka jenis Huru (suku Lauraceae).

40

2. Fauna Putro (1996) menyebutkan bahwa hutan-hutan primer dan berbagai kondisi habitat yang masih terjaga menyediakan tempat hidup bagi aneka jenis satwa di Kawasan Gunung Salak Endah. Satwa burung yang cukup penting di gunung ini adalah Elang Jawa (Spizaetus bartelsii) dan beberapa jenis Elang lain serta terdapat Ayam Hutan Merah (Gallus gallus). Kawasan Gunung Salak Endah juga ditemukan beberapa jenis mamalia penting seperti Macan Tutul (Panthera pardus) dan Trenggiling (Manis javanica) serta dari kelas primata seperti Owa Jawa (Hylobates moloch) dan Surili (Presbytis comata) merupakan spesies endemik pulau . Berbagai jenis reptil, terutama kadal dan ular, terdapat di kawasan ini. Beberapa contohnya adalah Bunglon (Bronchocela jubata) dan (Bronchocela cristatella), Kadal kebun (Mabuya multifasciata). Jenis-jenis ular di Gunung Salak belum banyak diketahui, namun beberapa diantaranya tercatat seperti Ular tangkai (Calamaria sp.), Ular siput (Pareas carinatus) hingga ular Sanca kembang (Phython reticulatus). Jenis Amphibi diantaranya Bufo asper, Bufo melanostictus, Leptobrachium haseelti, Fejervarya limnocharis, Huia masonii, Limnonectes kuhli, serta Rana chalconata. 4.6 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk total di Kecamatan Pamijahan adalah 141.090 jiwa, sementara jumlah penduduk kawasan Gunung Salak Endah hampir setengah dari jumlah penduduk di Kecamatan Pamijahan, karena kawasan Gunung Salak Endah terdiri dari 6 Desa dari total 15 Desa di Kecamatan Pamijahan. Keadaan sosial budaya masyarakat di kawasan Gunung Salak Endah berdasarkan data monografi Kecamatan Pamijahan Tahun 2010, tergolong cukup religi terutama agama Islam yang mendominasi dan meski demikian toleransi antar umat beragama cukup terpelihara dengan baik (Tabel 6).

41

Tabel 6 Agama yang dianut oleh penduduk No. Agama Jumlah penganut Islam Katolik Protestan Hindu Budha Lain-lain

1. 2. 3. 4. 5. 6.

139.668 16 15 -

Presentase 98 % 1% 1% 0% 0% 0%

Sumber : Data monografi Kec. Pamijahan semester II Tahun 2010.

Bidang perekonomian masyarakat di kawasan Gunung Salak Endah Kecamatan Pamijahan rata-rata memiliki penghasilan rendah, dengan jumlah keluarga Pra Sejahtera (Pra PKS) mencapai 11.008 keluarga. Sedangkan mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah dibidang pertanian seperti bertani, bercocok tanam dan beternak karena sebagian besar daerahnya masih termasuk agraris dan sebagian kecil penduduk bermatapencaharian berdagang dan jasa-jasa lainnya.

42

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik dan Penerapan Pendidikan tentang Konservasi Hutan di Sekolah Dasar Contoh 5.1.1 Karakteristik sekolah dasar contoh Sekolah dasar contoh yang dipilih dalam penelitian ini adalah 4 sekolah dasar, yaitu: SDN Gunung Bunder 03, SDN Gunung Bunder 04, SDN Gunung Picung 06 dan SDN Gunung Sari 01. Ke empat sekolah dasar tersebut berada di Kawasan Gunung Salak Endah (GSE), Kecamatan Pamijahan dan berjarak tidak lebih dari 2 km dari lokasi hutan taman nasional. Meskipun ke empat sekolah dasar contoh tersebut terletak dalam kawasan yang sama, namun setiap sekolah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda (Tabel 7). Tabel 7 Karakteristik sekolah dasar contoh Jumlah Siswa Nama Sekolah

SDN Gunung Bunder 03 SDN Gunung Bunder 04 SDN Gunung Picung 06

SDN Gunung Sari 01

RomboTotal Kelas 5 ngan belajar

181

382

268

45

59

30

2 kelas

2 kelas

2 kelas

Jumlah Guru

8

11

10

Jarak dengan hutan (km)

Kondisi fisik sekolah

2

-

Jumlah 6 ruangan Bangunan rusak Tidak ada perpustakaan

0,8

-

Jumlah 8 ruangan Bangunan baik Tidak ada perpustakaan

-

Jumlah 10 ruangan Bangunan baik Tidak ada perpustakaan

2

-

218

34

2 kelas

15

0,5

-

Jumlah 12 ruangan Bangunan baik Ada perpustakaan

Jumlah total siswa kelas 5 pada ke empat sekolah dasar contoh berkisar antara 30 – 59 siswa, dengan jumlah total siswa paling banyak adalah SDN Gunung Bunder 04 dan paling sedikit SDN Gunung Bunder 03 dan rata-rata siswa

43

pada tiap kelas rombongan belajar adalah 15 – 30 siswa. Jumlah tenaga pengajar paling banyak di SDN Gunung Sari 01 sebanyak 15 guru, dan paling sedikit di SDN Gunung Bunder 03 sebanyak 8 guru. SDN Gunung Bunder 03 dan SDN Gunung Picung 06 adalah sekolah dasar contoh yang lokasinya berjarak paling jauh dari hutan, yaitu sekitar 2 km dari hutan taman nasional. SDN Gunung Sari 01 berjarak paling dekat dengan hutan, sekitar 0,5 km dan SDN Gunung Bunder 04 berjarak sekitar 0,8 km dari hutan. Kondisi fisik sekolah di SDN Gunung Sari 01 paling baik dibandingkan dengan tiga sekolah dasar contoh lainnya. SDN Gunung Sari 01 memiliki jumlah ruang kelas belajar paling banyak dan sudah memiliki perpustakaan sekolah serta ruang kesehatan sekolah (UKS) sementara di sekolah contoh lainnya belum ada. SDN Gunung Bunder 03 memiliki bangunan dan sarana-prasarana sekolah dengan kondisi kurang baik dibanding sekolah contoh lainnya. Bangunan di SDN Gunung Bunder 03 mengalami kerusakan, seperti terdapat atap sekolah bocor, plafon rusak, dan tidak ada pagar permanen yang membatasi sekolah dengan lingkungan warga (Gambar 3). Kondisi tersebut ditambah dengan penggunaan gedung sekolah secara bergantian dengan Sekolah Menengah Pertama Terbuka 01, Kecamatan Pamijahan (SMPN 01 Pamijahan), mempengaruhi proses belajar mengajar dengan jadwal yang terbatas dalam penggunaan ruangan secara bergantian.

Pagar bambu dan atap sekolah

(a)

(b)

Gambar 3 Kondisi SDN Gunung Bunder 03: (a) tampak depan (b) bangunan, pagar semipermanen dan atap sekolah.

44

5.1.2 Penerapan pendidikan tentang konservasi hutan di sekolah dasar contoh Penerapan pendidikan tentang konservasi hutan di sekolah dasar contoh dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu kurikuler dan non-kurikuler. Hamalik (2001) menyebutkan, pendekatan kurikuler adalah materi pembelajaran yang diintregasikan dalam suatu kurikulum atau telah diatur dalam Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), sedangkan pendekatan non-kurikuler menekankan pada pengajaran tambahan melalui kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran. 5.1.2.1 Penerapan pendidikan tentang konservasi hutan dengan pendekatan kurikuler Materi pendidikan konservasi hutan telah diajarkan di ke empat sekolah contoh baik secara monolitik melalui muatan lokal pada mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) maupun secara integratif pada mata pelajaran lain yang masih berhubungan dengan lingkungan dan hutan, seperti: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) (Tabel 8). Materi pengajaran tentang konservasi hutan dan kompetensi dasar di SDN Gunung Sari 01 paling banyak dibanding sekolah contoh lainnya. Pada mata ajaran IPA, IPS, dan PPKN di SDN Gunung Sari 01 memiliki lebih dari satu kompetensi dasar tentang konservasi hutan, sedangkan di sekolah contoh lainnya hanya satu kompetensi dasar pada mata ajaran IPS dan PPKN, sementara di SDN Gunung Bunder 03 pada mata pelajaran IPA memiliki dua kompetensi dasar. Metode ceramah dan praktek diterapkan pada mata ajaran PLH, IPA dan Penjaskes di SDN Gunung Bunder 03, SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Sari 01, sedangkan di SDN Gunung Picung 06 hanya pada mata pelajaran Penjaskes. Media pembelajaran di SDN Gunung Sari 01 lebih bervariasi dibanding sekolah contoh lainnya, yaitu: poster, maket, globe dan proyektor film sebagai sarana penunjang belajar siswa.

45

Tabel 8 Pendekatan pembelajaran kurikuler tentang konservasi hutan Pendekatan Kurikuler Monolitik (PLH) Integratif pada: IPA IPS PPKN Penjaskes


Mata ajaran (jumlah kompetensi dasar)

PLH (3), IPA (2), IPS (1), PPKN (1) Penjaskes (1)

Metode: 1. Ceramah 2. Praktek Media



SDN Gunung Sari 01

√

√

√

√

√ √ √ √

√ √ √ √

√ √ √ √

√ √ √ √




Semua mata ajaran

Semua mata ajaran

Semua mata ajaran

Semua mata ajaran

(PLH, IPA & Penjaskes)


Penjaskes


Papan tulis

Papan tulis

Total alokasi waktu/1 tahun ajaran 36 36 1. Materi 14 13 (JP) 2. Praktek (JK) Keterangan: (JP) Jam pelajaran; (JK) Jam kegiatan

Papan tulis

32 8

Papan tulis & alat bantu lainnya

46 14

Total alokasi waktu pembelajaran materi tentang konservasi hutan pada mata ajaran PLH, IPA, IPS, PPKN dan Penjaskes dalam 1 tahun ajaran di SDN Gunung Sari 01 memiliki jam pelajaran (JP) maupun jam kegiatan (JK) yang lebih panjang dibanding sekolah contoh lainnya, yaitu 46 JP dalam 1 tahun yang menyampaikan materi dengan metode ceramah, serta 14 JK praktek dalam 1 tahun. SDN Gunung Picung 06 memiliki total alokasi waktu pembelajaran tentang konservasi hutan yang paling sedikit diantara sekolah contoh lainnya, yaitu 32 JP penyampaian materi dengan metode ceramah dan 8 JK praktek dalam satu tahun (Lampiran 4).

46

Selain itu SDN Gunung Sari 01 adalah sekolah contoh yang setiap satu tahun sekali mengadakan kegiatan penyuluhan yang diintegrasikan dalam mata ajaran PLH dengan mengundang beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat pecinta alam dan lingkungan hutan untuk memberikan materi dan pengetahuan tentang konservasi hutan kepada siswa, sedangkan SDN Gunung Bunder 04 adalah satusatunya sekolah contoh yang memiliki kerjasama dengan pihak TNGHS dalam bentuk penggunaan lahan untuk kegiatan praktik pada mata ajaran PLH. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan penanaman dan perawatan pohon oleh siswa di areal penanaman yang telah disediakan dan dilaksanakan setiap satu semester sekali. Lahan penanaman tersebut disediakan oleh pihak taman nasional di blok pemanfaatan yang dinamakan warung tiga, dengan luas ± 200 m² (Gambar 4).

Gambar 4 Lahan kerjasama di Blok Warung Tiga TNGHS.

5.1.2.2 Penerapan pendidikan tentang konservasi hutan dengan pendekatan non-kurikuler Kegiatan pengembangan potensi siswa sesuai bakat, minat dan kebutuhan siswa yang dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar jam sekolah (nonkurikuler) terdiri dari 2 macam kegiatan, yaitu kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler (Lampiran 5).

Kegiatan kokurikuler lebih banyak berupa

penugasan-penugasan atau pekerjaan rumah sebagai pasangan untuk menunjang pendidikan kurikulernya, sedangkan ekstrakurikuler adalah praktik kegiatan yang dilakukan (action) untuk mengembangkan minat, bakat dan ketrampilan siswa di luar jam pelajaran sekolah (Hilmi 2007). SDN Gunung Sari 01 adalah satu-

47

satunya sekolah contoh yang memiliki kegiatan kokurikuler yang diterapkan melalui pembelajaran tentang Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) yang mendukung mata ajaran PLH di sekolah (Gambar 5), sedangkan di sekolah contoh lainnya belum ada kegiatan kokurikuler yang terkait konservasi hutan.

Gambar 5 Apotek hidup di SDN Gunung Sari 01. SDN Gunung Sari 01 mengembangkan apotik hidup di sekolah untuk mendukung proses pembelajaran tentang TOGA.

Guru mengajarkan kepada

siswa untuk bereksperimen dan menanam berbagai jenis tumbuhan obat untuk dibudidayakan di lingkungan sekolah. Setiap satu minggu sekali siswa secara bergantian rutin merawat TOGA tersebut, dan hasilnya dimanfaatkan dan dipamerkan pada saat kegiatan penyuluhan yang diadakan SDN Gunung Sari 01 setiap satu tahun sekali. Ke empat sekolah contoh juga mengembangkan proses pembelajaran konservasi

hutan

dalam

kegiatan-kegiatan

ekstrakurikuler.

Kegiatan

ekstrakurikuler yang menjadi wadah pembelajaran konservasi hutan, yaitu: pramuka, pecinta alam, garda keamanan sekolah, beladiri dan olahraga alam. Setiap sekolah memiliki jumlah dan jenis kegiatan ekstrakurikuler yang berbedabeda (Tabel 9).

48

Tabel 9 Frekuensi kegiatan pembelajaran tentang konservasi hutan dalam kegiatan non-kurikuler Pendekatan non-kurikuler




SDN Gunung Sari 01

Pramuka

1 kali/bulan

1 kali/bulan

-

1 kali/bulan

Pecinta alam

1 kali/bulan

1 kali/semester

-

1 kali/bulan

Garda keamanan sekolah

1 kali/semester

-

-

-

Olahraga alam

1 kali/ minggu

1 kali/ minggu

1 kali/ minggu

1 kali/bulan

Beladiri

1 kali/semester

-

-

-

SDN Gunung Bunder 03 merupakan sekolah dasar contoh yang memiliki kegiatan ekstrakurikuler paling banyak dan bervariasi dibanding sekolah dasar contoh lainnya. Kegiatan tersebut meliputi: pencak silat, pecinta alam (NIPALA), pramuka, olahraga alam dan passus panca satya garuda (garda keamanan sekolah) (Gambar 6). Pelaksanaan waktu kegiatan ekstrakurikuler di SDN Gunung Bunder 03 juga lebih rutin, seperti: olahraga di hutan setiap satu minggu sekali, pecinta alam (NIPALA) dan pramuka setiap satu bulan sekali berkunjung dihutan, sedangkan pencak silat dan garda keamanan sekolah (Passus Panca Satya Garuda) dilakukan kegiatan di hutan pada saat pelantikan dan pemantapan calon anggota.

Gambar 6 Mading kegiatan ekstrakurikuler di SDN Gunung Bunder 03. Kegiatan ekstrakurikuler terkait konservasi hutan di SDN Gunung Bunder 04 sama dengan kegiatan ekstrakurikuler di SDN Gunung Sari 01, yaitu pramuka,

49

pecinta alam dan olahraga alam, namun frekuensi waktu pelaksanaannya berbeda. Kegiatan pecinta alam di SDN Gunung Bunder 04 dilaksanakan 1 kali/semester sedangkan di SDN Gunung Sari 01 dilaksanakan 1 kali/bulan, sementara olahraga alam di SDN Gunung Bunder 04 dilaksanakan 1 kali/minggu dan di SDN Gunung Sari 01 1 kali/bulan. SDN Gunung Picung 06 adalah sekolah dasar contoh yang hanya memiliki satu kegiatan ekstrakurikuler, yaitu kegiatan olahraga alam. Waktu pelaksanaan kegiatan olahraga alam tersebut rutin setiap satu pekan sekali, yaitu pada hari sabtu di sekitar lokasi hutan TNGHS (Gambar 7). Meskipun hanya ada satu kegiatan, kegiatan olahraga alam tersebut dilaksanakan dengan berbagai variasi kegiatan, yaitu permainan bola dan rekreasi alam yang dikombinasikan dengan game dan outbond.

Gambar 7 Kegiatan olahraga alam SDN Gunung Picung 06 di hutan TNGHS. 5.2 Pengetahuan Siswa tentang Konservasi Hutan Pengukuran tingkat pengetahuan tentang konservasi hutan dari total 63 responden yang berasal dari ke empat sekolah dasar contoh, menunjukkan hasil 12 responden memiliki pengetahuan yang tergolong dalam kategori tinggi, 46 responden memiliki pengetahuan yang tergolong dalam kategori sedang, dan 5 responden memiliki pengetahuan yang tergolong dalam kategori rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dari ke empat sekolah dasar contoh memiliki pengetahuan tentang konservasi hutan yang tergolong dalam kategori sedang (Gambar 8), dengan skor berkisar antara 10 - 20. Skor tersebut

50

menunjukkan bahwa responden telah menguasai definisi sederhana tentang hutan, manfaat hutan, kegiatan yang boleh dilakukan di hutan dan kegiatan untuk menjaga hutan.

Tingkat Pengetahuan Siswa 8.00%

19.00%

Rendah Sedang

73.00%

Tinggi

Gambar 8 Tingkat pengetahuan siswa tentang konservasi hutan. Skor rata-rata tertinggi untuk pengukuran tingkat pengetahuan siswa tentang konservasi hutan diperoleh SDN Gunung Sari 01 sebesar 20,3 dari skor total maksimal pengetahuan sebesar 30 (Tabel 10). Responden di SDN Gunung Sari 01 tidak hanya memiliki penguasaan terhadap materi tentang definisi hutan, manfaat adanya hutan, kegiatan yang boleh dilakukan di hutan, kegiatan menjaga hutan, namun juga menguasai materi mengenai kewajiban menjaga hutan dan dampak yang diakibatkan oleh kerusakan hutan. Tabel 10 Sebaran pengetahuan siswa tentang konservasi hutan di ke empat sekolah dasar contoh Pengetahuan No.

Sekolah Dasar

Rendah

Sedang

Tinggi

Rata-rata Skor

(n)

(%)

(n)

(%)

(n)

(%)

1. SDN Gunung Bunder 03

1

5,9

13

76,5

3

17,6

16,3


3

13,6

18

81,8

1

4,6

13,8

3. SDN Gunung Picung 06

1

9,1

8

72,7

2

18,2

16,4

4. SDN Gunung Sari 01

0

0

7

53,8

6

46,2

20,3

51

5.3 Sikap Siswa terhadap Konservasi Hutan Pengukuran tingkat sikap terhadap konservasi hutan dari total 63 responden yang berasal dari ke empat sekolah dasar contoh, menunjukkan hasil 12 responden memiliki sikap yang tergolong dalam kategori baik, 43 responden memiliki sikap yang tergolong dalam kategori sedang, dan 8 responden memiliki sikap yang tergolong dalam kategori buruk. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di ke empat sekolah dasar contoh memiliki sikap terhadap konservasi hutan yang tergolong dalam kategori sedang (Gambar 9), dengan skor berkisar antara 14 – 16. Skor tersebut menunjukkan bahwa responden telah memiliki sikap positif untuk tidak membuang sampah di hutan, tidak menebang pohon di hutan dan tidak berburu binatang sembarangan di hutan.

Tingkat Sikap Siswa 19.00%

12.70%

Buruk 68.30%

Sedang Baik

Gambar 9 Tingkat sikap siswa tentang konservasi hutan. Skor rata-rata tertinggi untuk pengukuran sikap siswa terhadap konservasi hutan diperoleh SDN Gunung Sari 01 sebesar 16,2 dari skor total maksimal sikap sebesar 18 (Tabel 11). Responden di SDN Gunung Sari 01 tidak hanya memiliki sikap positif untuk tidak membuang sampah di hutan, tidak merusak hutan seperti menebang dan berburu binatang sembarangan di hutan, namun juga memiliki sikap positif untuk tidak takut melakukan kegiatan di hutan seperti berkunjung, bermain dan berpetualang/rekreasi alam di hutan Gunung Salak.

52

Tabel 11 Sebaran sikap siswa terhadap konservasi hutan di ke empat sekolah dasar contoh Sikap No.

Sekolah Dasar

Buruk

Sedang

Baik

Rata-rata skor

(n)

(%)

(n)

(%)

(n)

(%)


3

17,6

12

70,6

2

11,8

15


5

22,7

14

63,6

3

13,7

14,8

3. SDN Gunung Picung 06

0

0

8

72,7

3

27,3

15,5

4. SDN Gunung Sari 01

0

0

9

69,2

4

30,8

16,2

5.4 Perilaku Siswa terkait Konservasi Hutan Pengukuran tingkat perilaku siswa terkait konservasi hutan dari total 63 responden yang berasal dari ke empat sekolah dasar contoh, menunjukkan hasil 15 responden memiliki perilaku yang tergolong dalam kategori baik, 46 responden memiliki perilaku yang tergolong dalam kategori sedang, dan 2 responden memiliki perilaku yang tergolong dalam kategori buruk. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di ke empat sekolah dasar contoh memiliki perilaku terkait konservasi hutan yang tergolong dalam kategori sedang (Gambar 10), dengan skor berkisar antara 9 – 11. Skor tersebut menunjukkan bahwa responden telah memiliki perilaku positif untuk ikut serta menjaga keberadaan hutan dengan kegiatan konservasi hutan, yaitu: melakukan penanaman pohon, aksi bersih, tidak membiarkan orang membuang sampah di hutan, dan akan melaporkan kepada petugas penjaga hutan pada saat melihat orang menebang pohon di hutan

Tingkat Perilaku Siswa 3.20% 23.80% Buruk 73.00%

Sedang Baik

Gambar 10 Tingkat perilaku siswa tentang konservasi hutan.

53

Skor rata-rata tertinggi untuk pengukuran perilaku siswa terkait konservasi hutan diperoleh SDN Gunung Sari 01 sebesar 11,1 dari skor maksimal 12, meskipun hanya berselisih 0,1 di atas skor rata-rata SDN Gunung Bunder 03 (Tabel 12). Skor tersebut menunjukkan bahwa responden tidak hanya berperilaku positif dalam melakukan kegiatan penanaman pohon, aksi bersih, tidak membiarkan orang membuang sampah di hutan, dan akan melaporkan kepada petugas penjaga hutan pada saat melihat orang menebang pohon di hutan, namun juga berperilaku positif dengan tidak suka mengajak teman untuk berburu di hutan. Tabel 12 Sebaran perilaku siswa terkait konservasi hutan di ke empat sekolah dasar contoh Perilaku No.

Sekolah Dasar

Buruk

Sedang

Baik

(n)

(%)

(n)

(%)

(n)

(%)

Rata-rata Skor

1.


0

0

10

58,8

7

41,2

11

2.


0

0

18

81,8

4

18,2

10,8

3.


2

18,2

7

63,6

2

18,2

10,5

4.

SDN Gunung Sari 01

0

0

11

84,6

2

15,4

11,1

5.5 Evaluasi Pendidikan Konservasi Hutan SDN Gunung Sari 01 memiliki persentase responden terbesar yang termasuk dalam kategori tingkat pengetahuan tinggi (46,6%) dan tingkat sikap baik (30,8%) dibandingkan ketiga sekolah contoh lainnya, sedangkan persentase responden terbesar (84,6%) untuk tingkat perilaku di SDN Gunung Sari 01 adalah kategori sedang. Responden dari SDN Gunung Sari 01 mendapatkan skor ratarata pengetahuan, sikap dan perilaku tertinggi. Namun, skor rata-rata perilaku responden SDN Gunung Sari 01 hanya selisih 0,1 di atas skor rata-rata perilaku responden SDN Gunung Bunder 03, dan SDN Gunung Bunder 03 memiliki persentase responden terbesar yang mendapatkan skor perilaku dalam kategori perilaku baik.

54

Responden dari SDN Gunung Sari 01 dapat mencapai skor pengetahuan tertinggi diduga karena proses pembelajaran di sekolah tersebut yang lebih baik dibandingkan sekolah contoh lainnya. Arief (2007) menyebutkan, komponen dan bahan pengajaran yang lebih lengkap diberikan dalam strategi pembelajaran yang baik, akan menghasilkan pengetahuan yang lebih luas. Materi tentang konservasi hutan yang disampaikan di SDN Gunung Sari 01 lebih banyak dibanding sekolah contoh lainnya. Materi yang diberikan oleh sekolah yang belum dikuasai oleh siswa di SDN Gunung Sari 01, yaitu pengetahuan mengenai status dan fungsi kawasan hutan gunung salak sebagai kawasan TN yang senantiasa harus dijaga keberadaannya.

Zain

(1997)

menyatakan

bahwa

sangat

penting

untuk

mengenalkan serta menginformasikan kepada anak-anak akan pentingnya hutan dan taman nasional (TN) sebagai habitat semua makluk hidup, sehingga harus dijaga kelestariannya demi kesinambungan makhluk hidup itu sendiri. Keberhasilan guru menyampaikan materi kepada peserta didiknya sangat tergantung pada metode yang digunakan, dan minimnya metode akan berakibat terhadap pesan yang tidak tersampaikan maksimal kepada peserta didik (Basiruddin 2002). Hamalik (1984) menyebutkan ada beberapa metode pengajaran yang dikenal secara umum, yaitu: metode ceramah, metode praktek, metode diskusi, metode demonstrasi/peragaan, metode kerja kelompok, metode sosiodrama, metode penugasan, metode drill soal, metode tanya jawab, dan metode proyek. Metode pembelajaran yang digunakan di ke empat sekolah contoh, termasuk SDN Gunung Sari 01, masih terbatas pada metode praktek dan ceramah. Namun, SDN Gunung Sari 01 memberikan alokasi waktu jam pelajaran (JP) maupun jam kegiatan praktek (JK) yang lebih panjang dibandingkan dengan sekolah contoh lainnya. Pencapaian kompetensi dasar dan beban belajar siswa tergantung dari alokasi waktu yang diberikan dalam proses belajar mengajar (Sudrajat 2009). Jika alokasi waktu yang diberikan lebih panjang akan mengurangi beban belajar siswa karena semakin panjang waktu pembelajaran yang diberikan maka siswa akan lebih leluasa dan mudah untuk melakukan pemahaman terhadap materi yang diberikan, sehingga penguasaan materi dan pencapaian kompetensi dasarnya juga menjadi lebih baik

55

Media pembelajaran adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adanya perubahan yang bersifat positif pada peserta didik dalam hal pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif) (Tarigan 1990). Hujair (2009) menguatkan, bahwa penggunaan media dipandang penting dalam membantu pencapaian tujuan pembelajaran, dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh banyak jenisnya media pembelajaran yang digunakan. Oleh sebab itu, media/alat bantu yang bervariasi, seperti: poster, maket, globe dan proyektor film yang ada di SDN Gunung Sari 01 dapat meningkatkan respon ketertarikan belajar siswa, sehingga siswa lebih memperhatikan dalam penyampaian materi. Dukungan kondisi sekolah yang baik (sarana-prasarana sekolah lengkap, fasilitas sekolah mendukung, kondisi bangunan kelas dan lingkungan sekolah bersih dan kondisinya terawat) juga salah satu faktor yang berpengaruh mendukung nilai rata-rata pengetahuan, sikap dan perilaku tinggi di SDN Gunung Sari 01. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Hilmi (2007) bahwa suasana belajar yang nyaman diciptakan dari kondisi lingkungan sekitar yang mendukung. Siswa di SDN Gunung Sari 01 dapat merasakan suasana belajar yang nyaman dengan kondisi bangunan sekolah yang baik, media pembelajaran yang beragam, adanya perpustakaan sekolah, serta lahan yang digunakan untuk pengembangan apotik hidup sehingga siswa lebih mudah mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Responden dari SDN Gunung Bunder 03 mendapatkan skor pengetahuan dan sikap yang tergolong sedang, namun skor perilaku tergolong baik. Hal ini diduga karena proses pembelajaran tentang konservasi hutan di SDN Gunung Bunder 03 lebih banyak dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler yang mendorong siswa untuk melakukan pembiasaan kegiatan, sehingga merangsang timbulnya perilaku positif. SDN Gunung Bunder 03 memiliki kegiatan ekstrakurikuler yang lebih banyak dan juga memiliki alokasi waktu kegiatan yang lebih panjang dengan frekuensi waktu pelaksanaan yang lebih rutin dibanding sekolah contoh lainnya. Menurut Soerdjono (2005), melalui kegiatan yang beragam dan diajarkan dalam jangka waktu yang lebih lama, akan berpotensi mudah untuk diingat oleh peserta didik dan apabila kegiatan tersebut diulang-

56

ulang akan timbul kebiasaan yang dapat membentuk perilaku positif. Skor pengetahuan dan sikap siswa SDN Gunung Bunder 03 terkait konservasi hutan dapat ditingkatkan dengan memberikan materi yang lebih lengkap. Materi yang perlu ditambahkan selain status dan fungsi kawasan hutan Gunung Salak adalah hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan hutan, dampak kerusakan hutan bagi kehidupan, serta peran siswa dalam menjaga hutan. Metode yang lebih beragam dan/atau alokasi waktu yang lebih panjang, serta media yang bervariasi dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. Letak SDN Gunung Bunder 03 yang berbatasan dengan kebun dan dekat dengan hutan Gunung Salak, memungkinkan guru untuk memanfaatkan lingkungan tersebut dan sumberdaya yang ada di dalamnya sebagai media pembelajaran, sehingga media pembelajaran yang diberikan lebih beragam. Responden dari SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Picung 06 masih memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan skor dalam kategori sedang. Peningkatan skor siswa dilakukan dengan memberikan materi yang belum dikuasai siswa. Tidak hanya materi tentang pengetahuan mengenai status dan fungsi kawasan hutan Gunung Salak sebagai kawasan TN yang senantiasa harus dijaga keberadaannya, tetapi materi yang masih belum dikuasai oleh siswa di SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Picung 06 yaitu, pemahaman tentang kegiatan yang tidak boleh dilakukan di hutan dan peran siswa untuk ikut serta menjaga hutan. Media pembelajaran yang tersedia dan dipergunakan di SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Picung 06 hanya papan tulis. Guru dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran. Terdapat taman pekarangan sekolah di SDN Gunung Picung 06 yang memungkinkan siswa untuk lebih mengenal tanaman. Pekarangan sekolah seharusnya dapat difungsikan sebagai media pendidikan konservasi, seperti pada apotik hidup sekolah yang ada di SDN Gunung Sari 01. Meskipun dengan keterbatasan lahan sekolah, SDN Gunung Bunder 04 juga dapat memanfaatkan lahan dengan membuat taman gantung dan/atau taman vertikal tumbuhan berguna dari hutan, seperti tumbuhan obat dan hias. Pembelajaran dengan pendekatan non-kurikuler di SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Picung 06 melalui kegiatan ekstrakurikuler dan

57

kokurikuler juga masih kurang alokasi waktunya. Alokasi waktu pembelajaran melalui kegiatan nonkurikuler sebaiknya ditambah supaya siswa lebih banyak berinteraksi dengan hutan sehingga dapat mengenal hutan lebih baik dan mempraktekkan pengetahuan yang didapatkan di kelas, yang lebih lanjut dapat menumbuhkan perilaku positif.

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa

pengadopsian perilaku positif yang dapat bersifat langgeng (long-lasting) didasari oleh pengetahuan positif, sikap yang positif, dan adanya kesadaran (awareness) serta pembiasaan (habitually). Proses pembelajaran mengenai konservasi hutan di setiap sekolah contoh dapat terlaksana dengan baik jika sekolah mendapat dukungan dari berbagai pihak (stakeholder), yaitu masyarakat sekitar, TNGHS, LSM, dan pihak lainnya. Pihak sekolah harus berinisiatif menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak tersebut. Contoh bentuk kerjasama yang dapat dilakukan sekolah dengan pihak TNGHS maupun LSM pecinta alam dan lingkungan adalah mengundang dan memberikan kesempatan untuk mengadakan pelatihan dan/atau penyuluhan terkait konservasi hutan kepada siswa maupun guru, seperti dalam bentuk kegiatan game dan outbond yang menarik. Pihak sekolah contoh juga dapat mengajukan penyediaan media pembelajaran, baik buku pendidikan tentang hutan maupun alat peraga lainnya yang bermanfaat dan membantu dalam proses pengajaran di sekolah. Peran serta masyarakat sekitar juga diperlukan dalam mendukung kelancaran kegiatan maupun ikut menjaga kelestarian hutan di Gunung Salak.

58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Kondisi fisik, fasilitas, sarana-prasarana di SDN Gunung Bunder 03, SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Picung 06 hampir sama, namun SDN Gunung Sari 01 paling baik dibandingkan ke tiga sekolah contoh lainnya yang memiliki kelebihan berupa fasilitas penunjang perpustakaan dan ruang kesehatan sekolah. Penerapan pendidikan konservasi hutan di SDN Gunung Sari 01 dilakukan melalui kegiatan kokurikuler apotek hidup sekolah dalam mata ajaran PLH dan kegiatan esktrakurikuler, sedangkan di ketiga sekolah contoh lainnya hanya melalui kegiatan ekstrakurikuler sekolah. 2. Pengetahuan, sikap dan perilaku konservasi hutan pada siswa sekolah dasar di keempat sekolah dasar contoh sebagian besar tergolong dalam kategori sedang. Tingkat pengetahuan dalam kategori tinggi terbesar di SDN Gunung Sari 01 (46,2 %), tingkat sikap baik terbesar di SDN Gunung Sari 01 (30,8 %) dan tingkat perilaku baik terbesar di SDN Gunung Bunder 03 (41,2 %). Skor rata-rata pengetahuan, sikap dan perilaku tertinggi dicapai oleh responden dari SDN Gunung Sari 01. 3. Proses pembelajaran tentang konservasi hutan di SDN Gunung Sari 01 yang menyampaikan materi tentang konservasi hutan lebih banyak dan didukung sarana-prasarana yang lebih baik, media/alat bantu pembelajaran lebih beragam, alokasi waktu pembelajaran materi maupun praktek lebih panjang, telah dapat memberikan capaian skor rata-rata pengetahuan, sikap dan perilaku terbaik diantara ketiga sekolah contoh lainnya.

Namun, proses

pembelajaran tentang konservasi hutan di SDN Gunung Bunder 03 yang lebih banyak dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat menghasilkan persentase responden terbesar yang memiliki tingkat perilaku dalam kategori baik, serta skor rata-rata perilaku yang hanya selisih 0,1 dari SDN Gunung Sari 01. Kegiatan ekstrakurikuler yang lebih banyak dapat mendorong siswa

59

untuk melakukan pembiasaan kegiatan, sehingga dapat merangsang timbulnya perilaku positif yang dilakukan.

6.2 Saran 1. Perlu adanya inisiatif dari sekolah contoh dalam menjalin hubungan dan kerjasama dengan berbagai pihak (stakeholder), yaitu masyarakat sekitar, TNGHS, LSM, dan pihak lainnya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. 2. Perlu adanya penguatan materi mengenai status dan fungsi kawasan hutan Gunung Salak di SDN Gunung Sari 01, sedangkan di SDN Gunung Bunder 03, tidak hanya materi tentang status dan fungsi kawasan hutan Gunung Salak, namun juga hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan hutan, dampak kerusakan hutan bagi kehidupan, serta peran siswa dalam menjaga hutan. Sementara, di SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Picung 06 penguatan materi juga perlu dilakukan tidak hanya tentang pengetahuan mengenai status dan fungsi kawasan hutan Gunung Salak, namun juga tentang kegiatan yang tidak boleh dilakukan di hutan dan peran siswa untuk ikut serta menjaga hutan. Metode yang lebih beragam dan/atau alokasi waktu yang lebih panjang, serta media yang bervariasi dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan baik di SDN Gunung Bunder 03, SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Picung 06, sedangkan alokasi waktu pembelajaran melalui kegiatan nonkurikuler sebaiknya ditambah di SDN Gunung Sari 01, SDN Gunung Bunder 04 dan SDN Gunung Picung 06, supaya siswa lebih banyak berinteraksi dengan hutan sehingga dapat mengenal hutan lebih baik dan mempraktekkan pengetahuan yang didapatkan di kelas, yang lebih lanjut dapat menumbuhkan perilaku positif.

60

DAFTAR PUSTAKA Arief S. 2007. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Arikunto S. 2007. Prosedur penelitian (suatu pendekatan praktek). Jakarta: PT Rineka Cipta. Bassirudin. 2002. Metode Pembelajaran Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada [Dephut] Departemen Kehutanan RI. 1990. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta: Departemen Kehutanan RI. [Dephut] Departemen Kehutanan RI. 2002. Laporan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta: Departemen Kehutanan RI. [Disbudpar] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. 2008. Laporan dan Evaluasi Pengembangan Kawasan Wisata Kabupaten Bogor. Bogor: Dinas Kebudayan dan Pariwisata. Hasan I. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Hamalik O. 1984. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Hilmi Y. 2007. Penerapan Pendidikan Lingkungan di Sekolah. Seminar Open Mind; Bandung, 21 Mei 2007. Bandung: Jurusan Biolgi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Pasundan. Hujair A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Kantor Kecamatan Pamijahan. 2010. Data Monografi Kec. Pamijahan Semester II Tahun 2010. Bogor: Kecamatan Pamijahan. Kiram Y. 1991. Fase-Fase Belajar Motorik Pada Anak Sekolah Dasar. [skripsi] Padang: Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan, Jurusan Psikologi, IKIP Padang. Manan S. 1998. Hutan Rimbawan dan Masyarakat. Bogor: IPB Press. Markum. 2004. Dinamika Hubungan Kemiskinan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Pulau Kecil. Kasus Pulau Lombok. Nusa Tenggara: WWF Indonesia-Program Nusa Tenggara.

61

Mas’ud B. 2000. Model Pengembangan Pendidikan Tentang Hutan dan Lingkungan bagi Anak Sekolah Dasar. Di dalam: Workshop Model Pengembangan Pendidikan Konservasi; Bogor, 14 Juli 2000. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Muntasib EKSH. 1998. Pendidikan Konservasi Alam. Di dalam: Lokakarya Pengembangan Pendidikan Konservasi Alam di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango; Bogor, 5-7 November 1998. Bogor: Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Neuman WL. 2006. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Ed ke-6. Boston, New York, San Fransisco, Mexico City, Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris, Hong Kong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney: Allyn and Bacon Pearson Education, Inc. Newcomb. 1998. Human Behavior. http//sosioteraphy.com/artikel/Jakarta.html. [5 Juni 2012]. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2007. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Polhaupessy. 2002. The Characteristict Human Sociology. http//organisasi sociology.org/hubungan sikap dan perilaku manusia.html. [5 Juni 2012]. Putro PA. 1996. Pengembangan Pendidikan konservasi di Kawasan Wana Wisata. Baturraden KPH Banyumas Timur PT. Perhutani Unit I Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rogers. 1974. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Riduan, Sunarto. 2011. Pengantar Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Riyana C. 1990. Pemilihan dan Penggunaan Media dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Eka Cipta. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Ed ke-11. Adelar SB, Saragih S, Penerjemah; Kristiaji WC, Sumirhati Y, editor. Jakarta: Erlangga. Soerdjono. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

62

Singarimbun M. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Lembaga penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Singer RN. 1985. Motorisches Lernen und Menschliche Leistung. Jerman: Hamborg. Soemarwoto. 2004. Hutan dan Ekologi Lingkungan Hidup dalam Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Sudrajat A. 2009. Indikator Keberhasilan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Angkasa. Susetyo B. 2005. Analisis Penelitian Sosial dengan Data Statistik. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003. Perluasan Kawasan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Jakarta. Tarigan GH. 1990. Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung: Angkasa. Ulfah SM. 2007. Identifikasi Konflik dalam Pengelolaan Wisata di Kawasan Gunung Salak Endah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Zain AS. 1997. Hukum lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.

63

LAMPIRAN

64

Lampiran 1 Data hasil uji validitas Perhitungan uji validitas dengan metode Product Moment Pearson with SPSS 16.0 for windows Total No. Variabel Pearson Status Pertanyaan Correlation 1 0,457 Valid Pengetahuan 2 0,503 Valid 3 0,371 Valid 4 0,479 Valid 5 0,365 Valid P1 0,599 Valid P2 0,434 Valid P3 0,462 Valid P4 0,550 Valid P5 0,386 Valid Sikap

1 2 3 4 5 6 7 8 9

0,643 0,388 0,346 0,434 0,791 0,501 0,716 0,710 0,376

Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Perilaku

1 2 3 4 5 6

0,424 0,320 0,467 0,516 0,585 0,352

Valid Valid Valid Valid Valid Valid

65

Lampiran 2 Data hasil uji reliabilitas

Reliabilitas Case Processing Summary

Cases

N

%

63

100.0

Excluded

0

0.0

Total

63

100.0

Valid a

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items

0.546 0.54 6

25

Lampiran 3 Skala penilaian kuisioner pengetahuan, sikap dan perilaku

66

Pertanyaan Pengetahuan pilihan ganda ( hanya satu pilihan jawaban) No. pertanyaan

Skor

1

3

2

5

3

4

4

2

5

1

Pertanyaan pilihan ganda (boleh lebih dari satu jawaban benar) Keterangan: pertanyaan no 1-3, jika hanya 1 jawaban yang benar maka nilai setengah dari skor 1

5

2

4

3

3

4

2

5

1

Skor

No. Pernyataan Sikap Setuju

Tidak setuju

1

1

2

2

2

1

3

2

1

4

1

2

5

1

2

6

1

2

7

1

2

8

1

2

9

1

2

Lampiran 3 Skala penilaian kuisioner pengetahuan, sikap dan perilaku (Lanjutan)

67

Skor

No. Pernyataan Perilaku

Ya

Tidak

1

2

1

2

2

1

3

1

2

4

2

1

5

2

1

6

1

2

68

Lampiran 6 Hasil perhitungan penentuan kategori pengetahuan, sikap dan perilaku

Pengetahuan: = [ 18,5² + 18² + 4.5² + …

(1025.5)² ] n–1

= 18484,25 – 1051650 62 = 18484,25 – 16962,1

SD = 1522,149 62 = 4.95

= 1522,149 Selang Tengah (ST)

= ( SK min + SK max-SK min) ± SD 2 = ( 0 + 30-0) = 15 ± 4,95 2 = 10 – 20

Selang Bawah (SB)

= < 10

Selang Atas (SA) = > 20

Sikap: = [ 16² + 16² + 14² + …

( 962 )² ] n–1

= 14884 – 925444 62 = 14884 – 14926,52 = -42,5161 Buruk

= x < (mean - SD) = < 15,26984 – 0,82 = < 14

Sedang

= (mean-SD) < x < (mean + SD) = 14 < x < 16

Baik

= x > (mean + SD) = > 16

SD = -42,5161 62 = 0,82

69

Perilaku: = [ 10² + 10² + 12² + …

( 962 )² ] n–1

= 7459 – 466489 62 = 7459 – 7524 = -65

Buruk

= x < (mean - SD) = < 10,8 - 1 =<9

Sedang

= (mean-SD) < x < (mean + SD) = 9 < x < 11

Baik

= x > (mean + SD) = > 11

SD = -65 62 = 1

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Recommend Documents